PENGGUNAAN METODE BLENDED LEARNING DENGAN MEDIA SCHOOLOGY UNTUK MENINGKATKAN SELF REGULATED LEARNING SISWA X RPL 1 SMKN 1 TENGARAN
Artikel Ilmiah Diajukan Kepada Fakultas Teknologi Informasi Untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Komputer
Oleh : Dias Febryastuti Susanto 702011025
Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2016
PENGGUNAAN METODE BLENDED LEARNING DENGAN MEDIA SCHOOLOGY UNTUK MENINGKATKAN SELF REGULATED LEARNING SISWA X RPL 1 SMKN 1 TENGARAN 1)
Dias Febryastuti Susanto 2) Mila C Paseleng, S.Si., M.Pd. Program Studi Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga Email : 1)
[email protected], 2)
[email protected]
Abstract Problems that arise in the classroom X RPL 1 in both computer assembly found that the learning still centered on teacher. In this case teacher used as a major source of students in get any information. This prompted a lack of Self Regulated Learning students became less , because students solely teachers alone in get information. In accordance with the problems is applied the method Blended Learning to the media Schoology to register matter. The research is class action research take place in two cycle consisting of 4 meeting. Data collection using sheets observation and the survey. The result of this research showed that the use of method blended learning to the media schoology in both assembly computers in class X RPL 1 SMKN 1 Tengaran can increase self regulated learning students seen of sheets observation of pre cycle of 44,79 % low criteria , in cycle 1 is 58,33 % low criteria and at the end of cycle 2 to 75,17 % high criteria. Keywords: Blended Learning, Schoology, Self Regulated Learning, LMS. Abstrak Masalah yang terjadi di dalam kelas X RPL 1 dalam pelajaran perakitan komputer ditemukan bahwa pembelajaran masih berpusat pada guru. Dalam hal ini guru dijadikan sebagai sumber utama siswa dalam mendapatkan berbagai informasi. Hal ini memicu kurangnya Self Regulated Learning siswa menjadi kurang, karena siswa hanya mengandalkan guru saja dalam mendapatkan informasi. Sesuai dengan permasalahan yang ada dilakukan penerapan metode Blended Learning dengan media Schoology dalam menyampaikan materi. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas berlangsung dalam dua siklus yang terdiri dari 4 pertemuan. Pengumpulan data menggunakan lembar observasi dan angket. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penggunan metode Blended Learning dengan media Schoology dalam pelajaran perakitan komputer pada kelas X RPL 1 SMKN 1 Tengaran dapat meningkatkan Self Regulated Learning siswa dilihat dari lembar observasi dari pra siklus sebesar 44,79% dengan kriteria rendah, pada siklus 1 sebesar 58,33% dengan kriteria Rendah dan pada akhir siklus 2 menjadi 75,17% dengan kriteria Tinggi. Keywords: Blended Learning, Schoology, Self Regulated Learning, LMS
1. Pendahuluan Salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki guru adalah kemampuan dalam merencanakan dan melaksanakan proses belajar mengajar. Kemampuan ini membekali guru dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pengajar. Belajar dan mengajar terjadi pada saat berlangsungnya pembelajaran dua arah antara guru dengan peserta didik untuk mencapai tujuan pengajaran. Sebagai proses belajar dan mengajar memerlukan perencanaan yang seksama, yakni mengkoordinasikan unsur-unsur tujuan,
bahan pengajaran, kegiatan belajar-mengajar, pendekatan dan alat bantu mengajar serta penilaian/evaluasi [1]. Maka dengan demikian untuk menciptakan pembelajaran dua arah antara guru dan siswa, hendaknya guru menyusun aktifitas pembelajaran dengan seksama agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Melalui pembelajaran dua arah akan menciptakan kemandirian belajar yang menjadikan siswa dapat belajar secara mandiri sehingga siswa dapat mencari berbagai informasi untuk menambah pemahaman siswa dalam pembelajaran selain informasi yang diberikan guru. Berdasarkan observasi dan diskusi dengan guru perakitan komputer di SMK Negeri 1 Tengaran ditemukan bahwa pembelajaran masih terpusat pada guru (teacher centered learning). Padahal pelajaran perakitan komputer seharusnya dibutuhkan waktu lebih banyak untuk melakukan praktik. Hal ini terlihat dari proses pembelajaran yang didominasi oleh metode ceramah di dalam kelas, sehingga siswa kurang aktif dalam pembelajaran dua arah yang menyebabkan penguasaan konsep siswa masih kurang. Dalam kegiatan ini guru dijadikan sebagai sumber utama yang diandalkan para siswa, padahal di dalam kurikulum 2013 siswa dituntut untuk lebih beperan aktif dalam pembelajaran dan mencari informasi untuk kebutuhan peserta didik itu sendiri. Kemandirian belajar sangat penting untuk dikembangkan pada kegiatan pembelajaran, karena tuntutan belajar di sekolah mengharuskan peserta didik untuk belajar lebih mandiri, disipin dalam mengatur waktu, dan melaksanakan kegiatan belajar yang lebih terarah dan intensif sehingga memungkinkan peserta didik produktif, kreatif dan inovatif [2]. Salah satu alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kualitas dalam proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik yaitu dengan metode Blended Learning. Karena di SMK N 1 Tengaran memungkinkan terjadinya Blended Learning yang pertama karena sebagian besar siswa sudah memiliki laptop ataupun handphone yang mendukung untuk melakukan pembelajaran diluar kelas dengan koneksi Internet. Kedua fasilitas wifi yang ada disekolah cukup baik untuk terkoneksi dengan internet, ketiga yaitu siswa sudah terbiasa melakukan pembelajaran sebelumnya dengan Edmodo pada pelajaran simulasi digital. Blended Learning dapat memanfaatkan berbagai macam media dan teknologi untuk meningkatkan Self Regulated Learning (kemandirian siswa) dalam pembelajaran. Tujuan penerapan Blended Learning adalah untuk mendapatkan pembelajaran yang baik dimana metode konvensional memungkinkan untuk melakukan pembelajaran secara interaktif sedangkan metode online dapat memfasilitasi pemberian materi secara online tanpa batasan ruang dan waktu sehingga dapat dicapai pembelajaran yang maksimal [3]. Salah satu kunci menciptakan Blended Learning yang tepat adalah pembelajaran mandiri yang memungkinkan siswa belajar kapan saja dan dimana saja. Dalam penelitian ini penggunaan Blended Learning perlu dikemas agar penyajian bahan ajar agar menarik misalnya dalam bentuk video tutorial dan dibuat agar siswa mudah dalam mengaksesnya. Blended Learning ini dikemas dalam LMS (Learning Management System). Salah satu LMS yang digunakan dalam penelitian ini adalah Schoology. Schoology merupakan salah satu LMS berbentuk web sosial yang menawarkan pembelajaran sama seperti di dalam kelas secara gratis dan mudah digunakan seperti media sosial Facebook. 2. Kajian Pustaka Penelitian pertama dimbil dari penelitian Gede Sandi tahun 2012 dengan judul “Pengaruh pengunaan Blended Learning terhadap hasil belajar kimia ditinjau dari kemandirian siswa”. Pada penelitian ini peneliti menggunakan Edmodo dalam penggunaan Blended Learning. Dalam penelitian ini Gede Sandi menggunakan media Moodle dalam pelaksanaan dalam Blended. Bahwa penerapan Blended Learning dengan media berbasis LMS mendorong siswa untuk belajar lebih mandiri. Kemandirian siswa memegang peran
penting dalam keberhasilan belajar. Siswa yang memiliki kemandirian tinggi unggul dalam blended learning yang lebih berpusat kepada siswa. Siswa yang memiliki kemandirian rendah ternyata juga tidak lebih baik hasil belajarnya pada pembelajaran langsung yang cenderung berpusat kepada guru. Ini berarti, peningkatan kemandirian siswa adalah suatu yang kritikal dalam meningkatkan hasil belajar yang perlu menjadi perhatian guru dan peneliti [4]. Penelitian kedua diambil dari penlitian Anissa Ratna Sari Tahun 2013 dengan judul “Strategi Blended Learning untuk meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan critical thinking mahasiswa di era digital” diperoleh kesimpulan bahwa, pengimplementasian Blended Learning dengan cara pemberian materi secara online dapat mendorong siswa untuk belajar lebih mandiri. Kemandirian Belajar sebelum penelitian adalah sebesar 14,3%, sedangkan setelah siklus 3 pengimplementasian Strategi Blended Learning adalah sebesar 85,7%. Apabila dijabarkan berdasar kritera-kriterianya dapat dijabarkan sebagai berikut: 85,7% mahasiswa mampu mengambil inisiatif untuk mendiagnosa kebutuhan belajarnya, 85,7% mahasiswa mampu memformulasikan tujuan belajarnya, 92,9% mahasiswa mampu mengidentifikasi sumber belajarnya, 85,7% mahasiswa mampu untuk memilih dan mengimplementasikan strategi belajar yang cocok untuknya, serta 78,6% mahasiswa mampu mengevaluasi hasil belajarnya. Sehingga dapat dinyatakan bahwa terjadi peningkatan kemampuan mahasiswa untuk belajar mandiri antara sebelum implementasi Strategi Blended Learning dan setelah pengimplementasian Strategi Blended Learning [5]. Penelitian terdahulu menunjukan bahwa Blended Learning dapat mendorong siswa untuk belajar lebih mandiri, sehingga dapat menciptakan Self Regulated Learning siswa. Dalam penelitian ini penggunaan moodle dalam penerapan Blended Learning diganti dengan menggunakan Schoology, karena Schoology mempunyai kelebihan lain yaitu setiap postingan yang di masukan ke dalam Schoology dapat di share ke media sosial lain seperti Twitter dan Facebook sehingga dapat memberikan informasi bagi orang lain. Blended learning ini pada dasarnya merupakan gabungan keunggulan pembelajaran yang dilakukan secara tatap muka dan secara virtual. Salah satu dikemukakan menurut Semler: “Blended learning combines the best aspects of online learning, structured faceto-face activities, and real world practice. Online learning systems, classroom training, and on-the-job experience have major drawbacks by themselves. The blended learning approach uses the strengths of each to counter the others’ weaknesses” [3]. Blended learning merupakan kombinasi keuntungan dari online learning, pembelajaran tatap muka dan pengalaman di dunia nyata. Kombinasi dari penggabungan semua komponen diatas dapat memberikan keuntungan-keuntungan tersendiri dalam hasil pembelajaran dari peserta didik. Blended Learning merupakan suatu upaya untuk menggabungkan kegiatan belajar konvensional (tatap muka) dengan belajar menggunakan komputer atau perlengkapan elektronik berdasarkan petunjuk dari pendidik di mana materi dapat berbentuk media digital yang digunakan untuk membantu proses belajar-mengajar konvensional [3]. Ilustrasi penerapan blended lerning menciptakan pembelajaran berpusat pada peserta didik menurut Catchen (2012) dapat di lihat pada [6]:
Gambar 1 Pembelajaran berpusat pada peserta didik dengan penerapan Blended Learning [6].
Pada gambar 1 menjelaskan bahwa pembelajaran blended learning berpusat pada siswa yang menggabungkan antara pembelajaran tatap muka dan online, guru berperan sebagai tutor saat pembelajaran tatap muka berlangung. Siswa juga dapat belajar secara mandiri dalam e-learning melalui media digital atau sebagainya. Blended Learning memiliki 2 kategori utama, yaitu: (a) Peningkatan bentuk aktivitas tatap muka ( face-to-face).Banyak pengajar menggunakan istilah blended learning untuk merujuk pada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam aktivitas tatap muka, baik dengan memanfaatkan jejring-terikat (web-dependent) maupun jejaring pelengkap (web-supplemented) yang tidak mengubah model aktivitas; (b) Pembelajaran campuran (Hybrid Learning): Pembelajaran model ini mengurangi aktivitas tatap muka tapi tidak menghilangkannya, sehingga memungkinkan peserta didik untuk belajar secara online [3]. Yang akan digunakan dalam penelitian ini pembelajaran campuran ( Hybrid Learning), hal ini berarti pengajar melakukan pembelajaran tatap muka dengan melibatkan peserta didik memanfaatkan Internet. Pembelajaran campuran melibatkan siswa dalam pembelajaran online diluar kelas dalam siswa mengakses pemberian materi, sedangkan pada pertemuan tatap muka siswa dapat mengajukan pertanyaan tentang hal yang belum dimengerti saat pembelajaran online berlangsung. Karakteristik dari blended learning yaitu: (1) Pembelajaran yang menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pengajaran, gaya pembelajaran, serta berbagai media berbasis teknologi yang beragam; (2) Sebagai sebuah kombinasi pengajaran langsung (face to face), belajar mandiri, dan belajar mandiri via online; (3) Pembelajaran yang didukung oleh kombinasi efektif dari cara penyampaian, cara mengajar dan gaya pembelajaran; (4) Guru dan orangtua pembelajar memiliki peran yang sama penting, guru sebagai fasilitator, dan orangtua sebagai pendukung [3]. Tidak ada aturan baku tentang pembeajaran secara blended , dan hal ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang ada [3]. Proporsi online dalam blended learning dimaksudkan untuk menyampaikan konten yang secara tipikal menjadi bahan diskusi dan sebagainya untuk pertemuan tatap muka. Kosorium Sloan menyebutkan persentase online sekitar 30% dan selebihnya 70% tatap muka ternyata lebih efektif dan efesien untuk mereduksi waktu belajar [3]. Sejalan dengan itu, Cerna mengusulkan agar perancangan sistem blended learning mencari praktek terbaik untuk menggabungkan lingkungan tatap muka dan media komputer dengan mengambil manfaat dari kekuatan masing-masing linkungan dan menghindari kelemahannya [7]. Carmen menyebutkan 5 kunci dalam menciptakan Blended Learning yang tepat adalah: pertama adalah live event, yaitu pembelajaran langsung atau tatap muka yang
berlangsung dalam waktu dan tempat yang sama (ruang kelas). Kedua adalah pembelajaran mandiri yang memungkinkan siswa belajar kapan saja dan dimana saja. Ketiga adalah kolaborasi, baik kolaborasi antar teman atau pengajar melalui alat komunikasi seperti forum diskusi/ chatroom. Keempat adalah asessment yaitu cara mengukur keberhasilan dalam proses pembelajaran baik online maupun offline. Kelima adalah pendukung kinerja( performance support materials) untuk mengkombinasikan pembelajaran tatap muka [3]. Dalam bahasa Indonesia self regulated learning sering disamartikan dengan kemandirian belajar, regulasi-diri pembelajaran, dan pengelolaan diri dalam belajar [8]. Self regulated learning adalah kemampuan seseorang untuk mengelola secara efektif pengalaman belajarnya sendiri dalam berbagai cara sehingga mendapat hasil belajar yang optimal [9]. Berdasarkan perspektif sosial kognitif, peserta didik yang dapat dikatakan sebagai self regulated learner adalah peserta didik yang secara metakognitif, motivasional, dan behavioral aktif dan turut serta dalam proses belajar mereka [10]. Peserta didik tersebut dengan sendirinya memulai usaha belajar secara langsung untuk memperoleh pengetahuan dan keahlian yang diinginkan, tanpa bergantung pada guru, orang tua atau orang lain. Konsep self regulated learning dikemukakan pertama kali oleh Bandura dalam latar teori belajar sosial. Menurut Bandura, “bahwa individu memiliki kemampuan untuk mengontrol cara belajarnya dengan mengembangkan langkah-langkah mengobservasi diri, menilai diri dan memberikan respon bagi dirinya sendiri [11]”. Self regulated learning sangat penting dimiliki oleh individu dalam proses pembelajaran. Seseorang yang memiliki self regulated learning, akan cenderung lebih memiliki prestasi yang baik. Setidaknya terdapat 3 faktor yang mempengaruhi self regulated learning pada gambar 2 Triadic Analysis of Self Regulated Functioning sebagai berikut:
Gambar 2. Analysis of Self Regulated Functioning [10]
Gambar 2 menjelaskan bahwa faktor pribadi (Person) digambarkan dengan siswa dapat menggunakan proses pribadi untuk mengatur strategi perilaku dan lingkungan belajar. Faktor perilaku (behavior) digambarkan dengan siswa mendapatkan informasi tentang akurasi dan apakah harus terus memeriksa melalui umpan balik. Faktor Lingkungan (environtment) digambarkan dengan siswa dapat mengatur lingkungan belajar agar siswa nyaman dalam belajar [12]. . Strategi yang dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi personal, behavioral, dan environmental adalah: Strategi untuk optimalisasi fungsi personal (personal function), meliputi :1) Organizing and transforming (pengorganisasian dan transformasi) yaitu, siswa menelaah kembali materi-materi pembelajaran untuk meningkatkan pembelajaran, misalnya, siswa mempelajari materi pembelajaran dari awal sampai akhir; 2) Goal setting
and planning (penetapan tujuan dan perencanaan) yaitu, siswa menetapkan tujuan belajar serta merencanakan urutan, waktu, dan penyelesaian aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan tujuan, misalnya siswa menentukan jadwal belajar; 3) Rehearsing and Memorizing (melatih dan menghapal) yaitu, siswa berusaha untuk berlatih dan menghapalkan materi, misalnya siswa mengerjakan soal-soal latihan dan siswa membaca ulang materi pelajaran agar dapat menghapalkannya [12]. Strategi untuk optimalisasi fungsi tingkah laku (behavioral function), meliputi; 1) Self Evaluating (evaluasi diri) yaitu,siswa melakukan evaluasi terhadap kualitas atau kemajuan dari pekerjaannya, misalnya siswa meneliti ulang tugas-tugas untuk memastikan sudah dikerjakan dengan baik atau belum, siswa mengevaluasi hasil ujian agar dapat menilai kemampuan belajarnya; 2) Self Consequenting (konsekuensi diri) yaitu, siswa membayangkan reward atau punishment yang didapat jika memperoleh kesuksesan atau kegagalan, misalnya siswa merasa malu apabila mendapatkan hasil ujian buruk, siswa menganggap keberhasilan sebagai motivasi untuk dapat mempertahankan keberhasilannya [12]. Strategi untuk optimalisasi fungsi lingkungan (environmental function), meliputi; 1) Seeking information (pencarian informasi) yaitu, siswa berusaha untuk mencari informasi lebih lengkap dari sumber-sumber nonsosial, misalnya siswa berusaha melengkapi materi pelajaran dari sumber lain atau literature perpustakaan; 2) Keeping records and self monitoring (pembuatan catatan dan mengamati diri) yaitu, siswa berusaha untuk mencatat berbagai kejadian atau hasil yang diperoleh dalam proses belajar,misalnya siswa mencatat hal-hal penting untuk dipelajari, siswa mencatat hal-hal yang tidak dipahami untuk dipelajari ulang; 3) Enviromental structuring (penyusunan lingkungan) yaitu siswa berusaha untuk memilih atau mengatur lingkungan fisik sehingga proses belajar menjadi lebih mudah, misalnya siswa mematikan televisi saat belajar untuk membantu konsentrasi; 4) Seeking social assistance (pencarian bantuan sosial) yaitu siswa berusaha mencari bantuan dari teman sebaya, guru, orang dewasa lainnya yang dianggap bisa membantu, misalnya siswa bertanya kepada guru saat kesulitan mengerjakan tugas atau memahami pelajaran [12]. Learning Management System (LMS) atau yang juga dikenal sebagai Virtual Learning Environtment (VLE) adalah suatu pengelolaan pembelajaran yang mempunyai fungsi untuk memberikan sebuah materi, mendukung kolaborasi, menilai kinerja siswa, merekam data peserta didik, dan menghasilkan laporan yang berguna untuk memaksimalkan efektivitas dari sebuah pembelajaran [13]. Sedangkan menurut Kim Media pembelajaran berbasis learning management system menjadi salah satu solusi yang bisa dipakai dalam proses pembelajaran. Manfaat LMS dalam Blended Learning adalah untuk memberi kemudahan pada peserta didik dalam mengakses pembelajaran online dan membantu kinerja terciptanya Blended Learning. Manfaat penggunaan media pembelajaran berbasis Learning Management System adalah (a) terjadi peningkatan efektivitas pembelajaran dan prestasi akademik siswa; (b) menambah kenyamanan; (c) menarik lebih banyak perhatian siswa kepada materi yang disampaikan dalam pembelajaran; (d) dapat diterapkan dengan berbagai tingkat dan model pembelajaran; (e) dapat menambah waktu pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi dunia maya [14]. Schoology merupakan salah satu LMS berbentuk web sosial yang menawarkan pembelajaran sama seperti di dalam kelas secara percuma (gratis) dan mudah digunakan seperti media sosial Facebook. Melalui fitur yang ada dalam Schoology nantinya siswa akan lebih berperan sendiri dalam pembelajaran. Dalam Schoology siswa akan mengikuti diskusi tugas, diskusi masalah, mengerjakan tes, quiz , mencari sumber belajar yang lain dan tidak hanya mengandalkan guru dalam mendapat informasi atau materi. Salah satu kelebihan Schoology yang lain adalah setiap postingan yang dibuat
dalam Schoology dapat di share ke media sosial lain seperti Twitter dan Facebook sehingga dapat memberikan informasi bagi orang lain. 3. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research). Secara sederhana PTK dapat diartikan sebagai penelitian tindakan (action research) yang dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas proses dan hasil belajar sekelompok peserta didik [15]. Penelitian ini menggunakan desain tindakan model Kemmis dan McTaggart. Model ini dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robin McTaggart pada tahun 1998 [16]. Model itu menggunakan empat komponen penelitian tindakan, yakni perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi dalam suatu sistem spiral yang saling terkait antara langkah satu dengan langkah berikutnya.
Gambar 3 Siklus PTK menurut Kemmis & Taggart
Empat tahapan dalam desain penelitian model Kemmis dan Mc. Taggart merupakan sebuah siklus, (1) Rencana (plan), merupakan tahap awal penelitian tersebut dilakukan. (2) Tindakan (action), merupakan realisasi dari teori dan teknik mengajar serta tindakan (treatment) yang sudah direncanakan sebelumnya. (3) Observasi (observation), merupakan pengamatan atau observasi yang mengacu pada instrumen yang sudah dibuat. (4) Refleksi (reflection), merupakan kegiatan yang dilakukan ketika guru pelaksana sudah selesai melakukan tindakan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan pemberian angket Self Regulated Learning kepada siswa. Observasi digunakan untuk mengamati Self Regulated Learning siswa pada saat proses pembelajaran sebelum dan sesudah menerapkan metode pembelajaran Blended Learning dengan media Schoology, pemberian angket digunakan untuk mengukur Self Regulated Learning siswa setelah pembelajaran selesai pada akhir siklus. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar observasi, lembar angket,. Lembar observasi digunakan untuk mengamati kegiatan belajar siswa saat proses pembelajaran berlangsung di kelas untuk mengetahui tingkat Self Regulated Leaning siswa. Angket digunakan untuk mengetahui tanggapan responden terhadap pernyataan yang diajukan. Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab [17]. Tabel 1. Indikator Self Regulated Learning Siswa
Aspek Personal
Indikator Rehearsing & memorizing
Deskripsi Instrumen Siswa mengerjakan Angket,
fuction
Behavior Function
Environm ental Function
(Siswa berusaha untuk soal-saol latihan dan berlatih dan menghafalkan) siswa membaca ulang materi pelajaran Siswa mencatat dan bertanya dengan guru tentang materi yang sudah di pelajari Siswa mempelajari Organizing and materi pelajaran dari Transforming awal sampai akhir. (Siswa menelaah kembali materi pelajaran yang diberikan dari awal sampai akhir) Goal setting & planning Siswa menentukan (Penetapan tujuan belajar jadwal belajar serta merencanakan Siswa menentukan urutan,waktu, dan target nilai di setiap penyelesaian aktivitas- mata pelajaran aktivitas yang berhubungan dengan tujuan) Self-evaluating Siswa meneliti ulang (Siswa melakukan evaluasi tugas-tugas yang terhadap kualitas atau sudah dikerjakan. kemajuan pekerjaannya) Self-consequenting Siswa berjanji pada (Siswa membayangkan diri sendiri jika reward dan punishment mendapat nilai yang yang di dapat jika ditargetkan, maka memperoleh kesuksesan siswa akan memberi atau kegagalan) hadiah pada diri sendiri Seeking information Siswa menggunakan (Siswa berusaha untuk sumber lain untuk mencari informasi lebih mendukung lengkap dari sumber-sumber pembelajaran dan non sosial) mendapat tambahan materi, misalnya siswa menggunakan buku di perpustakaan dan internet Keeping records & Mencatat hal-hal selfmonitoring penting untuk (Siswa berusaha untuk dipelajari dan mencatat berbagai kejadian mencatat hal-hal atau hasil yang diperoleh penting yang belum dalam proses belajar) dipahami untuk dipelajari ulang Environmental structuring Penataan ruang Siswa berusaha memilih belajar agar nyaman,
Lembar observasi
Angket
Angket
Angket
Angket
Angket, Lembar observasi
Angket, Lembar observasi
Angket
atau mengatur lingkungan fisik sehingga proses belajar menjadi lebih mudah) Seeking social assitance (Siswa berusaha mencari bantuan dari teman sebaya, guru, orang dewasa lainnya yang dianggap bisa membantu)
mematikan saat belajar
televisi
Siswa bertanya Angket, kepada orang yang Lembar dianggap membatu observasi saat kesulitan mengerjakan tugas
Indikator keberhasilan merupakan ketentuan atau patokan suatu penelitian dikatakan berhasil atau tidak. Dalam penelitian ini menjadi indikator keberhasilan setelah pelaksaan tindakan adalah meningkatnya Self Regulated Learning digunakan 3 kategori yaitu Tinggi, Sedang, Rendah yang dikemukakan oleh Sugiyono. Jadi bisa dikatakan Self Regulated Learning siswa berhasil dengan skor interval. [17]: 𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 =
𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 −𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎 ℎ 𝐵𝑎𝑛𝑦𝑎𝑘𝑛𝑦𝑎 𝐾𝑎𝑡𝑒𝑔𝑜𝑟𝑖
=
43−0 3
= 14,33 dibulatkan menjadi 14
Tabel 2 Kriteria Keberhasilan
Interval Skor 0 – 13 14 – 27 28 – 43
Kriteria Rendah Sedang Tinggi
Serta dilihat dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas jika seluruhnya atau minimal (75%) siswa terlibat aktif dan menunjukkan kegairahan belajar tinggi, semangat belajar yang besar dan rasa percaya diri yang tinggi [19]. Kriteria skor yang di dapatkan siswa akan di ubah dalam bentuk % untuk mengetahui keberhasilan proses dalam pembelajaran mencapai 75%. Sebagai pendukung keberhasilan proses belajar, pemahaman siswa dikatakan berhasil jika nilai yang diperoleh lebih dari sama dengan KKM (75). Data tentang capaian yang diperoleh dari hasil nilai tugas yang digunakan untuk menunujukan ketercapaian indikator pembelajaran. Dalam proses pembelajaran Blended Learning ini pembelajaran online yang dilakukan hanya untuk pemberian materi, pemberian tugas, dan tes. Karena dalam kasus ini dibutuhkan lebih banyak waktu untuk siswa melakukan praktek berkaitan dengan pelajaran perakitan komputer, sehingga proporsi online disini digunakan lebih banyak dalam pemberian materi dan menuntut siswa untuk belajar mandiri terlebih dahulu sebelum bertemu pada pertemuan tatap muka. Tabel 3. Rancangan proses pembelajaran
Bentuk Self Regulated Learning yang termati Guru menginformasikan kepada siswa (Rehearsing and Memorizing) untuk mempelajari materi pelajaran Siswa Berusaha untuk berlatih dan yang sudah di-upload, dengan Menghafalkan membaca dan mencatat hal-hal yang belum diketahui untuk dibahas di petemuan berikutnya, baik secara Kegiatan
langsung maupun tidak langsung. Guru bertanya kepada siswa tentang materi tempat dan keselamatan kerja yang sudah diberikaan sebelumnya. Memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya hal yang tidak jelas dan tidak dimengerti tentang materi tersebut.
(Seeking Social assistance) siswa berusaha mencari bantuan dari teman sebaya, guru, orang dewasa lainnya yang dianggap bisa membantu. (Keeping Record and Self) siswa berusaha untuk mencatat berbagai kejadian atau hasil yang diperoleh dalam proses belajar (Rehearsing and Memorizing) Siswa Berusaha untuk berlatih Menghafalkan
dan
Guru memberi pertanyaan berkaitan (Seeking Social assistance) dengan prosedur bongkar pasang siswa berusaha mencari bantuan dari komputer di dalam forum Schoology teman sebaya, guru, orang dewasa lainnya yang dianggap bisa membantu (Seeking Information) siswa berusaha untuk mencari informasi lebih lengkap dari sumber-sumber nonsosial. Guru membahas soal diskusi dihari (Keeping Record and Self) sebelumnya dan menjelaskan hal-hal siswa berusaha untuk mencatat berbagai penting berkaitan dengan Bongkar kejadian atau hasil yang diperoleh dalam pasang komputer proses belajar. (Rehearsing and Memorizing) Siswa Berusaha untuk berlatih dan Menghafalkan Guru menginstruksikan siswa untuk (Rehearsing and Memorizing) mengerjakan soal di akhir siklus 1 di Siswa Berusaha untuk berlatih dan dalam Schoology Menghafalkan Guru menginformasikan kepada siswa untuk mencari informasi di Internet dan mengerjakan soal tentang BIOS untuk dipresentasikan pada pertemuan berikutnya.
(Seeking Social assistance) siswa berusaha mencari bantuan dari teman sebaya, guru, orang dewasa lainnya yang dianggap bisa membantu
(Seeking Information) Setelah presentasi selesai guru siswa berusaha untuk mencari informasi memberikan informasi tambahan lebih lengkap dari sumber-sumber berkaitan dengan BIOS nonsosial. (Keeping Record and Self) siswa berusaha untuk mencatat berbagai kejadian atau hasil yang diperoleh dalam proses belajar Guru menginformasikan kepada siswa (Seeking Social assistance)
agar siswa membaca dan mencatat halhal yang belum diketahui siswa di dalam materi yang sudah diupload di dalam schoology berkaitan dengan praktek di pertemuan berikutnya
siswa berusaha mencari bantuan dari teman sebaya, guru, orang dewasa lainnya yang dianggap bisa membantu.
(Rehearsing and Memorizing) Siswa Berusaha untuk berlatih Menghafalkan Di akhir siklus 2 guru (Reharssing and Memorizing) menginformasikan agar siswa Siswa Berusaha untuk berlatih mengerjakan TES akhir siklus 2 di Menghafalkan dalam schoology
dan
dan
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan Pada proses pembelajaran menggunakan Blended Learning dengan media Schoology, sebelum kegiatan dengan Schoology dimulai guru sudah mengupload materi yang dapat di akses siswa sebelum pembelajaran tatap muka, diharapkan siswa sudah mempunyai dasar terlebih dahulu dalam materi yang akan di praktikan. Pada siklus 1 siswa belum banyak yang mencatat dan bertanya, untuk menyiasati itu guru mengajukan pertanyaan didalam kelas dan menunjuk siswa agar menjawab pertanyaan, dan menyuruh siswa untuk mencatat hal-hal penting. Pada saat guru memberikan pertanyaan diskusi di dalam Schoology beberapa siswa tidak mengerjakan pada hari itu juga. Pada siklus 2 pembelajaran sudah lebih baik dibading siklus pertama, saat guru menjelaskan tentang materi siswa sudah mulai mencatat tanpa disuruh, siswa juga sudah aktif dalam bertanya berkaitan dengan materi sebelumnya yang telah mereka pelajari di dalam Schoology. Kendala yang dihadapi dalam penelitian ini adalah pada saat siswa belum terbiasa untuk mencatatkan hal-hal yang tidak dipahami, siswa juga terkadang malu menutarakan pendapat. Dan terjadi trouble jaringan saat siswa akan meneliti PR yang ada di Schoology. Untuk itu peneliti menyarankan kepda siswa membawa modem jika jaringan bermasalahan, dan mengarahkan siswa untuk mencatat dan bertanya sebelum praktik dimulai. Dari kendala yang ada pada siklus 1, maka pelaksanaan siklus 2 lebih mengajak siswa untuk berlatih lebih mandiri. Pada pelaksaan siklus 2 guru tidak memberikan materi terlebih dahulu untuk siswa, namun siswa didorong untuk mencari materi terlebih dahulu dan mempresentasikannya di kelas pada hari yang akan datang. Dari hasil observasi pada siswa kelas X RPL 1 di SMK N 1 Tengaran, pengamatan dilakukan pada dua siklus tiap siklus terdiri dari dua pertemuan. Hasil persentase yang diperoleh dari pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung dikatakan berhasil apabila hasil persentase mencapai minimal 75% atau lebih. Rata-rata hasil pengamatan terhadap Self Regulated Learning siswa dalam siklus 1 pertemuan 1 Self Regulated Learning siswa masuk dalam kriteria “Rendah” sebesar 46,53% menunjukan bahwa masih banyak siswa yang kurang memiliki Self Regulated Learning. Pada Pertemuan 2 hasil dari rata-rata Self Regulated Learning siswa sebesar 58,33% masuk dalam kriteria “Sedang”. Pada akhir penghitungan pengamatan guru terhadap self egulated learning siswa dalam siklus 2 pertemuan 1, didapat rata-rata Self Regulated Learning siswa sebesar 68,75% dengan kriteria masih “Sedang” namun sudah meningkat mendekati tinggi. Kemudian pada pertemuan 2 didapat rata-rata Self Regulated Learning siswa sebesar 75,17% dengan kriteria “Tinggi”. Peningkatan yang terjadi di tiap indikator pada lembar observasi dapat dilihat dalam grafik 4 di bawah ini :
Grafik Indiktor Self Regulated Learning pada lembar Observasi 100,00%
93,75%
80,00%
80,56%
90,28% 65,28% 59,72%
60,00%
57,64% 46,61%
40,00%
47,92%
68,06%
63,89%
57,64% 50,69%
48,61%
43,06% 42,36%
20,00%
61,11% 56,94% 54,17%
pra siklus siklus 1 P 1 siklus 1 P 2 siklus 2 P 1 siklus 2 P 2
43,75% 40,28%
0,00% indikator 1
indikator 2
indikator 3
Indikator 4
Gambar 4 Grafik Persentase lembar Observasi Self Regulated Learning Siswa X RPL 1
Keterangan: Indikator 1 : Siswa Berusaha untuk berlatih dan Menghafalkan (Rehearssing and Memorizing) Indikator 2 : Siswa berusaha untuk mencari informasi lebih lengkap dari sumber-sumber nonsosial. (Seeking Information) Indikator 3 : Siswa berusaha untuk mencatat berbagai kejadian atau hasil yang diperoleh dalam proses belajar. (Keeping Record and Self) Indikator 4 : Siswa berusaha mencari bantuan dari teman sebaya, guru, orang dewasa lainnya yang dianggap bisa membantu (Seeking Social assistance) Secara keseluruhan persentase Self Regulated Learning siswa sudah menunjukkan peningkatan tiap siklusnya. Persentase secara keseluruhan yang didapat pada siklus 1, mengalami kenaikan sebesar 11,8% dengan kriteria Self Regulated Learrning siswa “Sedang”. Pada akhir siklus 2 hasil persentase kenaikan di siklus 2 sebesar 6,42 % dengan kriteria “Tinggi”. Pada perhitungan pengamatan guru terhadap self regulated learning siswa di siklus 2 pertemuan 1 persentase Self Regulated Learning siswa masih dengan kriteria “Sedang” namun skor tersebut sudah mulai mendekati skor dengan kriteria “Tinggi”. Kenaikan yang terjadi dari awal siklus 1 sampai akhir siklus 2 sebesar 29,34%. Hal yang paling mempengaruhi siswa dalam Self Regulated Learninng siswa adalah indikator Siswa berusaha untuk mencari informasi lebih lengkap dari sumber-sumber non sosial (Seeking Informaation). Mengalami kenaikan paling tinggi dikarenakan siswa pada saat siklus kedua pertemuan pertama siswa lebih dilatih untuk mencari banttuan non sossial sebelum masuk ke dalam materi pembelajaran, hal ini memicu siswa untuk tidak bergantung pada orang lain dalam mendapatkan sebuah materi untuk mendukung materi pelajaran. Di dalam kelas pada saat siklus 2 pertemuan pertama siswa sudah terbiasa untuk mencari materi pendukung lainnya lewat buku/ internet. Indikator lainnya yang meningkat pada siklus 2 adalah Siswa berusaha mencatat berbagai kejadian atau hasil yang diperoleh dalam proses belajar ( Keeping Record and Self) siswa sudah terbiasa untuk mencatat hal-hal yang belum di mengerti pada saat pembelajaran di luar kelas, dan siswa sudah terbiasa untuk mencatat materi secara lengkap untuk mendukung pembelajaran. Hasil observasi dari pra siklus, siklus 1 dan 2 menunjukkan bahwa Self Regulated Learning siswa mengalami peningkatan disetiap indikator yang diamati, dan jika dirata-rata dalam persentase Self Regulated Learning siswa meningkat hingga mencapai hasil akhir dengan rata-rata Self Regulated Learning
siswa satu kelas sebesar 75,17 % dengan kriteria Tinggi. Dalam gambar diagram 4 indikator 1 Siswa Berusaha untuk berlatih dan Menghafalkan (Reharssing and Memorizing), dari pra siklus sampai siklus 2 pertemuan 2 selalu mengalami kenaikan hal ini dapat dilihat dari observasi yang dilakukan karena siswa dalam setiap pertemuan sudah mampu untuk melakukan instruksi dengan baik berkaitan dengan penjelasan guru, dan saat siswa dapat melakakukan tugas yang diberikan guru secara benar saat praktik dan teori. Pada indikator 2 siswa berusaha untuk mencari informasi lebih lengkap dari sumbersumber nonsosial. (Seeking Information). Dari pra siklus sampai siklus 2 pertemuan 2 siswa yang belum terbiasa mencari informasi selain dari LKS yang digunakan, siswa diajari untuk lebih aktif dalam pencarian materi. Karena masuk dalam siklus 2 pertemuan 1 siswa diberi soal dalam Schoology untuk mencari informasi terlebih dahulu berkaitan dengan BIOS dihari sebelumny, kemudian setelah itu siswa mempresentasikan di dalam kelas. Setelah presentasi selesai guru menambahkan materi dan hal-hal penting berkaitan dengan BIOS, disini dapat dilihat peningkatan paling besar terjadi berkaitan dengan indikator ke 2 karena siswa selalu mencari informasi selain dari LKS sebagai pegangan namun juga siswa mncari buku lain yang ada di perpus dan dari Internet. Pada Indikator 3 siswa berusaha untuk mencatat berbagai kejadian atau hasil yang diperoleh dalam proses belajar. (Keeping Record and Self). Hal ini terlihat dari kemajuan siswa dari pra siklus sampai siklus 2 pertemuan 2 dilihat dari seberapa lengkap catatan siswa dari pra siklus sampai siklus 2 pertemuan 2. Tiap siklus juga siswa selalu ada peningkatan saat pembelajaran yaitu siswa bertanya dan mencatat hal-hal penting yang disampaikan guru pada siswa. Pada Indikaor 4 siswa berusaha mencari bantuan dari teman sebaya, guru, orang dewasa lainnya yang dianggap bisa membantu (Seeking Social assistance). Dari pra siklus menuju siklus 1 mengalami sedikit penurunan karena siswa jarang meneliti pekerjaan rumah kembali, kebiasasaan siswa adalah jika sudah mengerjakan jarang ada kemauan siswa untuk membahas kembali, namun pada siklus 1 pertemuan 2 dan seterusnya siswa mengalami peningkatan karena guru selalu memberi kesempatan jika siswa tersebut malu bertanya dengan guru secara langsung bisa bertanya melalui Schoology dan bisa juga siswa bertanya dengan teman sebayanya. Kenaikan pada siklus 1 pertemuan 2 dan seterusnya dilihat juga dari observasi saat siswa sudah bisa melakukan diskusi dan tanya jawab pada diskusi dan prsentasi kelompok yang dilakukan oleh siswa. Untuk mengetahui tingkat Self Regulated Learning siswa juga menggunakan angket yang dikerjakan oleh siswa dengan keadaan diri siswa tanpa dipengaruhi oleh nilai dan temannya pada saat mengisi angket Self Regulated Learning siswa. Angket tersebut dibuat sesuai dengan penjabaran 9 indikator Self Regulated Learning dan terdiri dari 43 butir pernyataan. Pada siklus 1 dan 2, hasil dari angket yang diberikan kepada siswa ditunjukkan pada tabel berikut ini: Tabel 4 Kriteria Self Regulated Learning Siswa
Kriteria Rendah Sedang Tinggi Rata-Rata persentase Self
Siklus 1 Jumlah Persentase siswa 2 5,56 % 19 52,78 % 15 41,67 % 60,79 % Sedang
Siklus 2 Jumlah Persentase siswa 0 0% 8 22,22 % 28 77,78 % 75,13 % Tinggi
Regulated Learning Rata-rata Skor siswa
26,13 Sedang
32,30 Tinggi
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa jumlah siswa dengan self regulated learning dengan kriteria rendah yang semula pada siklus 1 terdapat 2 siswa pada akhir siklus 2 sudah tidak ada lagi siswa yang memiliki self regulated learning yang rendah. Jumlah siswa yang memiliki self regulated learning sedang berkurang dari siklus 1 pada kriteria sedang di siklus 2 jumlah siswa dengan self regulated learning sedang hanya beberapa namun skor yang di dapat sudah mendekati kriteria Tinggi. Pada akhir siklus 2 jumlah siswa yang memiliki Self regulated learning dengan kriteria Tinggi selalu bertambah tiap siklusnya. Jadi dengan rata-rata kelas Self Regulated Learning siswa sebesar 75,13 % Self Regulated Learning siswa dalam kelas X RPL 1 sudah mencapai batas yang di targetkan. Dengan skor rata-rata 32,30 masuk dalam kriteria “Tinggi”. Siklus 1 dan siklus 2 diperoleh kenaikan sebesar 14,34 %. Self Regulated Learning juga mempengaruhi pemahaman siswa, dengan Self Regulated Learning yang dimiliki siswa akan mempengaruhi pemahaman siswa terhadap pembelajaran yang dijalani. Siswa yang memiliki self regulated learning akan terlihat dari keberhasilan siswa dalam memahami suatu materi. Keberhasilan berdasarkan pemahaman siswa setelah proses dilakukan dapat dilihat dalam tabel 8 dibawah ini : Tabel 5 Tabel ketercapaian nilai siswa berdasarkan nilai KKM
SIKLUS 1 SIKLUS 2 71 79 >=KKM 75 21 Siswa 36 Siswa Tabel 5 < KKM 75 15 Siswa 0 Siswa menunjukan keberhasilan proses pembelajaran dengan metode Blended Learning dengan media Schoology untuk meningkatkan Self Regulated Learning dilihat dari pemahaman siswa saat siswa diberikan tes tiap akhir siklus menunjukan jumlah siswa yang mendapatkan nilai KKM tiap siklusnya bertambah. Pada akhir siklus 1 nilai rata-rata kelas yang didapat belum mencapai nilai ketuntasan karena 15 siswa (41,67%) masih memiliki nilai dibawah 75 hal ini dikarenakan bebrapa siswa masih memiliki self regulated learning yang rendah. Pada siklus 2 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai siswa pada akhir siklus 2 sudah melebihi KKM dikarenakan siswa tidak ada yang memiliki self regulated learning yang rendah meskipun masih ada beberapa siswa memiliki Self regulated learning sedang. Rata-rata nilai yang di dapatkan siswa sudah seluruhnya mencapai KKM (75), siswa yang mendapatkan nilai melebihi KKM adakah 24 siswa (66,77%) dan siswa yang tuntas dengan nilai 75 sebanyak 12 siswa (33,33%). Dengan demikian pada akhir siklus 2 seluruh siswa kelas X RPL 1 dapat mencapai nilai KKM yang ditentukan sekolah yaitu 75. Nilai Rata-Rata
5. KESIMPULAN Penggunaan metode Blended Learning dengan media Schoology dapat meningkatkan Self Regulated Learning siswa. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari peningkatan persentase Self Regulated Learning siswa mulai dari pra siklus, siklus 1 dan siklus 2. Dalam lembar obervasi (pengamatan) guru saat pra siklus, persentase yang di dapatkan sebesar 44,79% dengan kriteria rendah. Di akhir siklus 1 terdapat peningkatan Self Regulated Learning siswa sebesar 58,33% dengan kriteria sedang, dan pada angket
Self Regulated Learning siswa 60,79% dengan kriteria Sedang. Pada akhir siklus 2, di dapat hasil persentase lembar observasi sebesar 75,17% dengan kriteria tinggi, dan angket yang dikerjakan siswa menunjukan persentase 75,13% dengan kriteria Tinggi. Kenaikan Self Regulated Learning siswa kelas X RPL 1 dari siklus 1 ke siklus 2 mengalami kenaikan sekitar 14,34%. Penggunaan metode Blended Learning dengan media Schoology dapat meningkatkan pemahaman siswa. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari hasil tes akhir tiap siklus. Pada siklus 1 nilai siswa yang mencapai ketuntasan adalah 21 siswa kemudian pada siklus 2 36 siswa sudah mencapai KKM seluruhnya. Self Regulated Learning yang dimiliki siswa sangat berhubungan dengan tingkat pemahaman masingmasing siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan menggunaan Schoology ini jam pelajaran di dalam kelas dapat di gunakan untuk memperbanyak waktu praktik siswa, karena siswa sudah dapat membaca dan belajar lewat materi yang sudah di Upload dalam Schoology, dan dalam pembelajaran tatap muka di dalam kelas siswa dapat bertanya tentang hal yang belum dimengerti siswa. 6. DAFTAR PUSTAKA [1] Nana Sujana 2010, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algesindo [2] http://repository.upi.edu/690/4/T_IPS_1102579_CHAPTER1.pdf. Diakses pad tanggal 9 Desember 2015 [3] Husamah. 2014. Pembelajaran Bauran Blended Learning. Jakarta: Prestasi Pustaka Jakarta [4] Sandi, Gede. 2012. Pengaruh Blended Learning Terhadap Hasil Belajar Kimia Ditinjau Dari Kemandirian Siswa. http://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/JPP/article/view/1839. Diakses pada tanggal 17 September 2015 [5] Sari, Anissa Ratna. 2013. Strategi Blended Learning untuk meningkatkan kemandirian belajar dan kemampuan critical thinking mahasiswa di era digital” journal.uny.ac.id/index.php/jpakun/article/download/1689/1403. Diakses pada tanggal 17 September 2015 [6] Catchen, R. 2013. Are We Ready for Blended Learning? Time to Change “What to Learn?” [7] Cerna, M. 2009. Blended Learning Experience In Teacher Educattion The Trainees Perspective. Acta Didactica. [8] Bokaerts, M., Pintrich, P. R., dan Zeidner, M. 2000. Handbook of Self regulated. New York : Academic Press. [9] Wolters, Christopher A. 1998. Self-regulated learning and college students’ regulation of motivation. Journal of Educational Psychology. Vol. 90 [10] Zimmerman, B. J. 1989. A social cognitive view of self-regulated academic learning. Journal of Educational Psychology, Vol. 81 [11] Santrock, John W. 2012. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Salemba Humanika [12] Renolds, William M dan Gloria E. Miller. 2003. Handbook of Psychology Volume 7 [13] Yasar, O. & Adiguzel, T. 2010. A Working Successor of Learning Management System: SLOODLE. Procedia Social and Behavioral Sciences [14] Kim, Won. 2007. Towards a Definition and Methodology for Blended Learning. Dalam Joseph Fong & Fu Lee Wang (Eds.), Prosiding Workshop on Blended Learning, Edinburgh, 15-17 Agustus 2007. [15] Mulyasa, H.E. 2010. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Remaja Rosdakarya
[16] Kusumah, Wijaya dan Dedi. 2010. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT Indeks. [17] Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta [18] Rahantoknam, A. M. C. 2009. Hubungan dukungan sosial orang tua dan minat membaca siswa kelas V dan VI sekolah dasar negeri 01 Salatiga. Skripsi (tidak diterbitkan) progdi Psikologi UKSW. [19] Mulyasa. 2006. Menjadi Guru Profesional (Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan). Bandung: Remaja Rosdakarya.