PENGGUNAAN MEDIA TUMBUH DAN JENIS WADAH ALTERNATIF UNTUK PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI PEMBIBITAN
TOTO SURYANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penggunaan Media Tumbuh dan Jenis Wadah Alternatif untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Pembibitan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya, baik yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2016
Toto Suryanto NIM A252114011
RINGKASAN TOTO SURYANTO. Penggunaan Media Tumbuh dan Jenis Wadah Alternatif untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Pembibitan. Dibimbing oleh ADE WACHJAR dan SUPIJATNO. Penggunaan top soil sebagai media tumbuh di pembibitan perkebunan kelapa sawit perlu dipertimbangkan kembali karena volume top soil yang digunakan sangat besar. Penggunaan media tumbuh lain sebagai alternatif pengganti top soil sebaiknya mudah didapat, harganya murah, menaikkan prestasi kerja tanam serta berpengaruh positif terhadap pertumbuhan bibit, baik morfologi maupun fisiologinya. Penelitian ini bertujuan untuk mencari media tumbuh dan jenis wadah alternatif yang sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit di pembibitan. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga, Bogor mulai bulan Oktober 2013 sampai Oktober 2014. Rancangan percobaan yang digunakan pada pembibitan awal adalah rancangan acak lengkap dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah media tumbuh yang terdiri atas top soil, sub soil, kascing, arang sekam, pupuk kandang dan kompos. Faktor kedua adalah jenis wadah yang terdiri atas baby polybag, tray, potongan bambu, gelas mineral dan pelepah. Rancangan percobaan yang digunakan pada pembibitan utama adalah rancangan acak lengkap faktor tunggal dengan tiga ulangan. Perlakuan jenis media tumbuh terdiri atas (a) media standar agronomi di pembibitan, (b) top soil, (c) sub soil, (d) kascing, (e) arang sekam, (f) pupuk kandang sapi matang, dan (g) kompos. Hasil penelitian di pembibitan awal menunjukkan bahwa penggunaan berbagai jenis media tumbuh dan wadah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan morfologi (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, luas daun) dan fisiologi (bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar dan bobot kering akar, kehijauan daun dan kerapatan stomata) bibit kelapa sawit. Interaksi kedua faktor berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun 1 bulan setelah tanam (BST), diameter batang, kehijauan daun, dan kerapatan stomata 3 BST. Berdasarkan pertumbuhan morfologi, kombinasi perlakuan yang terbaik adalah media tumbuh kompos dengan wadah potongan bambu dan media tumbuh kompos dengan wadah gelas air mineral bekas. Hasil penelitian di pembibitan utama menunjukkan bahwa penggunaan berbagai media tumbuh berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan morfologi (tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, luas daun ketiga) dan fisiologi (bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, dan bobot kering akar). Berdasarkan peubah morfologi, media tumbuh kompos menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit lebih baik dibandingkan media tumbuh lainnya (media standar agronomi, top soil, sub soil, arang sekam), tetapi tidak berbeda nyata dengan kascing dan pupuk kandang sapi. Media tumbuh kompos mengandung N 1.32%, P 2.26%, K 0.14%, dan kascing mengandung N 1.05%, P 2.68%, K 0.07% serta pupuk kandang sapi mengandung N 1.09%, P 1.48%, K 0.07%. Media tumbuh alternatif pengganti top soil pada pembibitan utama kelapa sawit yang dianjurkan: kompos, kascing dan pupuk kandang sapi. Kata kunci : media tumbuh, wadah media tumbuh, pembibitan,kelapa sawit, morfologi, fisiologi.
SUMMARY TOTO SURYANTO. The Uses Growing Media and Types Container Alternative for Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq) Seedlings Growth in Nursery. Supervised by ADE WACHJAR and SUPIJATNO. The use top soil as a growing media in the nursery oil palm plantations need to be considered because of the volume of top soil that is used is very large. The use of media growing other as alternative replacement for the top soil should easily obtainable, low price, raising work achievement cropping as well as a positive effect against growth of seedlings, either morphological nor the physiological. This research aims to find alternative growing media and types containers suitable for the growth of oil palm (Elaeis guineensis Jacq.) in nursery. The experiment was conducted at IPB Teaching Farm Dramaga Bogor from October 2013 to October 2014. The first research held in pre nursery and then to continued on main nursery. The treatment in pre nursery was arranged in a factorial randomized complete design and consist of two factor with three replications. The first factor was the type of growing media consist of top soil, sub soil, vermicompost, rice husk, cow manure, and compost. The second was the type of containers consist of baby polybag, tray, bamboo strips, glass mineral and midrib. The treatment in main nursery was arranged in a non factorial randomized complete design with three replications. The treatment was growing media treatment consist of (a) standar of growing media in nursery (b) top soil, (c) sub soil, (d) vermicompost, (e) rice husk, (f) cow manure, and (g) compost. The results of first research in pre nursery showed that application of various growing media significantly affected to morphological growth (plant height, leaf number, stem diameter, leaf area) and physiological growth (weight wet header, dry weight header, root wet and root dry weight, greenish leaves and density stomata). The interaction of these two factors significantly affect on plant height and number of leaves 1 months after planting (MAP), stem diameter, greenish leaves and density stomata 3 MAP. Based on morphological growth, the best combination treatment was compost with containers bamboo strips and compost with containers glass mineral. The result of second research in main nursery showed that application of various growing media significantly affected to morphological growth (plant height, leaf number three, stem diameter) and physiological growth (weight wet header, dry weight header and root dry weight). Based on morphological variables, growing media compost produces oil palm seedling growth better than other growing media (media standards of agronomic, top soil, the sub soil, rice husk), but do not differ markedly with cow manure, and vermicompost. Compost have a nutrient 1.32% N, 2.26% P, 0.14% K, and vermicompost have N 1.05%, P 2.68%, K 0.07%, while cow manure have N 1.09%, P 1.48%, K 0.07%. Growing media alternative for substitute top soil in oil palm seedlings that suggested was compost, vermicompost, and cow manure. Keywords : growth media, containers media growth, nursery oil palm, morphological, physiological
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
1
PENGGUNAAN MEDIA TUMBUH DAN JENIS WADAH ALTERNATIF UNTUK PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) DI PEMBIBITAN
TOTO SURYANTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
2
Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Sudradjat, MS
3
Judul Tesis : Penggunaan Media Tumbuh dan Jenis Wadah Alternatif untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Pembibitan Nama : Toto Suryanto NIM : A252114011
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Ade Wachjar, MS Ketua
Dr Ir Supijatno, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Maya Melati, MS.MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian : 29 Desember 2015
Tanggal Lulus :
4
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 sampai Oktober 2014 ini adalah Penggunaan Media tumbuh dan Jenis Wadah Alternatif untuk Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Ade Wachjar, MS dan Dr Ir Supijatno, MSi sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Dr Ir Sugiyanto, MSi, dan Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura Dr Ir Maya Melati, MS. MSc serta semua staf departemen yang telah banyak membantu. Ungkapan rasa hormat dan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayahanda Nono Sumiatno, Ibunda Titin Rohayati, Istri Mimi Syahfitri dan Anak Syafira Az-zahra atas doa, kasih sayang, perhatian dan dukungannya baik moril maupun materil selama perkuliahan, penelitian dan penulisan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pemilik Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi Bapak Tjiungwanara Njoman dan Yudhanegara Njoman SE, Bcom (Hon), MFin, Direktur Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi Ir Nugroho MT, Ketua Yayasan Politeknik Kelapa Sawit Citra Widya Edukasi Bapak Purn (Kol Art) RB Iskandar Kristantoro serta kepada semua pihak yang telah membantu tetapi tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Bogor, Februari 2016. Toto Suryanto
5
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Percobaan Hipotesis Percobaan TINJAUAN PUSTAKA Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit Media Tumbuh
vi vi vii 1 2 3 3
4 5
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Percobaan Metode Percobaan Pelaksanaan Percobaan Pengamatan
9 9 11 13 15
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan umum Pre Nursery Main Nursery
18 20 30
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran
38 38
DAFTAR PUSTAKA
39
LAMPIRAN
44
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada awal percobaan di pre nursery dan main nursery 2. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada akhir percobaan di pre nursery 3. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada akhir percobaan di pre nursery 4. Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis media tumbuh pada umur 1-3 BST 5. Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis wadah umur 1-3 BST 6. Pengaruh media tumbuh dan jenis wadah terhadap empat peubah morfologi bibit kelapa sawit di pre nursery 7. Pengaruh media tumbuh dan jenis wadah terhadap kehijauan daun dan kerapatan stomata bibit kelapa sawit umur 3 BST 8. Pengaruh media tumbuh dan jenis wadah terhadap biomassa bibit kelapa sawit umur 3 BST 9. Hasil analisis kandungan hara jaringan tanaman pada bibit kelapa sawit pre nursery 10. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap tinggi tanaman bibit kelapa sawit umur 4-10 BST 11. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap diameter batang bibit kelapa sawit umur 4-10 BST 12. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap jumlah daun bibit kelapa sawit umur 4-10 BST 13. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap luas daun bibit bibit kelapa sawit 10 BST 14. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap kerapatan stomata dan kehijauan daun bibit kelapa sawit umur 10 BST 15. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap biomassa bibit kelapa sawit umur 10 BST 16. Hasil analisis hara jaringan bibit kelapa sawit di main nursery
18 19 19 20 22 24 26 28 29 30 32 33 34 35 36 37
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4.
Kecambah kelapa sawit varietas Sue Supreme Mekarsari Berbagai macam wadah media tumbuh Bibit kelapa sawit varietas Sue Suprame Mekarsari berumur tiga bulan di pre nursery Penanaman kecambah kelapa sawit
vi
9 10 11 14
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Halaman
Standar pemupukan bibit menurut umur bibit kelapa sawit Kalibrasi wadah Bagan acak perlakuan pada percobaan pertama Bagan acak perlakuan pada percobaan kedua Hasil analisis unsur hara media tumbuh pada awal percobaan di pre nursery dan main nursery Hasil analisis unsur hara media tumbuh pada akhir percobaan di pre nursery Hasil analisis unsur hara media tumbuh pada akhir percobaan di main nursery Rata-rata curah hujan, temperatur, lama penyinaran dan kelembaban udara Nopember 2013 – Agustus 2014 Sidik ragam peubah morfologi bibit kelapa sawit di pre nursery (1-3 BST) Sidik ragam peubah fisiologi bibit kelapa sawit di pre nursery pada 3 BST Sidik ragam tinggi tanaman bibit kelapa sawit di main nursery (4-10 BST) Sidik ragam peubah diameter batang bibit kelapa sawit main nursery (4-10 BST) Sidik ragam peubah jumlah daun (4- 10 BST) dan luas daun (10 BST) bibit kelapa sawit di main nursery. Sidik ragam peubah-peubah fisiologi bibit kelapa sawit di main nursery pada umur 10 BST RIWAYAT HIDUP
vii
45 45 47 48 48 49 49 50 50 52 54 55 56 57 58
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu bagian proses pekerjaan membangun perkebunan kelapa sawit adalah pembibitan. Pembibitan tanaman kelapa sawit dapat dilakukan melalui satu tahap pembibitan (single stage) atau dua tahap pembibitan (double stage). Kedua sistem pembibitan tersebut membutuhkan tanah lapisan atas (top soil) untuk mengisi polybag sebagai tempat menanam kecambah dan membesarkan bibit kelapa sawit sebagai bahan tanam di lapangan. Masalah utama yang akan timbul pada masa kini dan mendatang untuk mengembangkan lahan perkebunan kelapa sawit adalah pemindahan top soil dari satu tempat ke tempat lain. Top soil digunakan sebagai media tumbuh bibit kelapa sawit karena memiliki sifat fisik, kimia dan biologi tanah yang baik untuk pertumbuhan bibit selama di pembibitan. Menurut PT SMART Tbk (2003) kebutuhan media tumbuh pada tahap pembibitan awal (pre nursery) membutuhkan 0.001 m3 top soil/polybag kecil (ukuran polybag kecil berdiameter 10 cm dengan tinggi 14 cm) dan 0.016 m3 top soil/polybag besar (ukuran polybag besar berdiameter 23 cm dan tinggi 39 cm). Areal tanaman kelapa sawit seluas 1 000 ha dengan populasi 136 tanaman/ha ditambah sulaman 10% membutuhkan ± 150 000 bibit, dengan kebutuhan media tumbuh top soil yang sudah dipergunakan sebanyak 2 400 m3 atau setara dengan luas areal 16 000 m2 (1.6 ha), dengan kedalaman top soil 15 cm. Luas areal perkebunan kelapa sawit (Perkebunan Rakyat, Perkebunan Besar Negara dan Perkebunan Besar Swasta) pada tahun 2004 seluas 5 284 723 ha meningkat menjadi 10 465 020 ha pada tahun 2013, sehingga terjadi penambahan dengan luas areal 5 180 297 ha selama 10 tahun (Ditjenbun 2014). Pertambahan luas areal setiap tahun 518 029.7 ha/tahun, bila dihitung kebutuhan media tumbuh top soil yang sudah dipergunakan dan pindah ke lapangan untuk pembibitan seluas penanaman 518 029.7 ha/tahun, dengan ratarata populasi 136 tanaman/ha adalah 518 029.7 ha x 136 tanaman/ha x 0.016 m3 sama dengan 1 127 232.6 m3/tahun. Top soil yang diambil pada kedalaman 15 cm untuk mengisi polybag sebagai media tumbuh sebanyak 7 514 884 m2/tahun atau setara dengan luas 751.48 ha/tahun. Pemindahan top soil dari suatu tempat ke tempat lain untuk media tumbuh pembibitan perlu dipertimbangkan kembali oleh para pelaku pengelola perkebunan kelapa sawit untuk mencari media tumbuh alternatif. Pengganti media tumbuh alternatif, sebaiknya mudah didapat, harganya relatif murah, serta memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan morfologi dan proses fisiologi bibit. Beberapa media tumbuh alternatif yang dapat dimanfaatkan untuk pembibitan tanaman kelapa sawit sesuai dengan kriteria tersebut di atas adalah kompos, kascing, arang sekam, pupuk kandang sapi untuk pembibitan tanaman kelapa sawit. Menurut Irwan et al. (2005) kascing mengandung N 0.5-2.0%, P2O5 0.060.68%, K2O 0.10-0.68%, dan Ca 0.5-3.5%. Menurut Nurbaity et al. (2011) kandungan unsur hara N, P, K pada arang sekam masing-masing adalah 0.49%, 0.07%, dan 0.08%, pada kadar air 7.4%. Menurut Aini (2005), pupuk kandang sapi mengandung unsur hara makro berupa N 2.04%, P 0.76 %, K 0.82%, dan Ca 1.29%, sedangkan menurut Rosmarkan dan Yuwono (2002) pupuk kandang sapi mengandung N 0.45 %, P 0.09 %, K 0.36 %, Mg 0.09 %, S 0.06 % dan B 0.0045 %. Menurut Ariesandy (2014) kompos daun mengandung N-total sebesar 0.50%, P 0.23%, K 0.13%, C-organik 7.45, C/N 15 dan kadar air sebesar 62.14 %.
2
Selain itu, bidang usaha perkebunan kelapa sawit menghasilkan sampah organik dan anorganik. Sampah organik berupa pelepah hasil pekerjaan panen dan penunasan. Limbah anorganik berupa sampah wadah gelas plastik air mineral dapat diperoleh dari hasil kegiatan pemukiman dan operasional lapangan. Umumnya, wadah media tumbuh pembibitan awal kelapa sawit (pre nursery) menggunakan polybag kecil atau tray. Keberadaan limbah organik dan anorganik hasil kegiatan operasional perkebunan kelapa sawit dapat dijadikan sebagai alternatif wadah media tumbuh sebagai pengganti polybag kecil atau tray. Dengan demikian diperlukan percobaan pertama mengenai pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis percobaan media tumbuh organik buatan dan wadah yang tepat di pre nursery. Percobaan dilanjutkan ke percobaan kedua mengenai pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery pada berbagai jenis percobaan media tumbuh. Perumusan Masalah Pembibitan tanaman kelapa sawit sistem dua tahap terdiri atas pembibitan awal dan pembibitan utama. Pembibitan awal membutuhkan media tumbuh 0.001 m3 dan pembibitan utama 0.016 m3 sehingga memerlukan sebanyak 0.017 m3 per bibit. Selain itu, membutuhkan wadah media tumbuh atau polybag sebanyak 110/70 x 136 tanaman/ha sebesar 214 polybag/ha. Permasalahan : Terjadi pemindahan top soil dari suatu tempat ke tempat yang lain sebagai media tumbuh, sehingga akan mengurangi kesuburan tanah di tempat tersebut. Kesuburan tanah di areal pembibitan berkurang akibat top soil digunakan media tumbuh. Umumnya wadah media tumbuh memakai polybag, yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan akibat bekasnya tidak digunakan. Ide : Mengurangi penggunaan top soil sebagai media tumbuh dan polybag sebagai wadah media tumbuh. Penelitian : Pemanfaatan kascing, arang sekam, kompos dan pupuk kandang sapi sebagai media tumbuh pengganti top soil. Pemanfaatan limbah organik (bambu, pelepah kelapa sawit) dan anorganik (bekas gelas mineral) di perkebunan kelapa sawit sebagai pengganti wadah media tumbuh. Hasil penelitian : Mendapatkan alternatif media tumbuh dan wadah yang sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery pengganti top soil dan baby polybag yang ramah lingkungan. Mendapatkan alternatif media tumbuh yang sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery pengganti top soil.
3
Tujuan Percobaan Tujuan Percobaan Pertama di Pre Nursery 1. Mendapatkan media tumbuh alternatif yang sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery sebagai pengganti top soil. 2. Mendapatkan jenis wadah media tumbuh alternatif yang sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery sebagai pengganti baby polybag yang ramah lingkungan Tujuan Percobaan Kedua di Main Nursery Mendapatkan media tumbuh alternatif yang sesuai untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit di main nursery sebagai pengganti top soil.
Hipotesis Percobaan Hipotesis Percobaan Pertama di Pre Nursery 1. Terdapat media tumbuh alternatif sebagai pengganti top soil yang dapat meningkatkan pertumbuhan bibit di pre nursery. 2. Terdapat wadah media tumbuh alternatif sebagai pengganti polybag kecil yang dapat meningkatkan pertumbuhan bibit di pre nursery. 3. Tanggap pertumbuhan bibit di pre nursery terhadap berbagai media tumbuh dipengaruhi oleh jenis wadah media tumbuh. Hipotesis Percobaan Kedua di Main Nursery Terdapat media tumbuh alternatif pengganti top soil yang dapat meningkatkan pertumbuhan bibit di main nursery.
4
TINJAUAN PUSTAKA Pembibitan Tanaman Kelapa Sawit Perencanaan lahan kebun kelapa sawit di perkebunan rakyat, perkebunan besar, sebelumnya selalu diawali dengan persiapan areal dan bahan tanam. Bahan tanam atau bibit yang siap untuk ditanam di lapangan adalah bibit berumur 11 - 12 bulan. Bibit kelapa sawit dengan kisaran umur tersebut diharapkan dapat langsung beradaptasi dengan kondisi lingkungan areal tanam. Untuk mendapatkan umur bahan tanam atau bibit sesuai dengan kebutuhan penanaman diperlukan pekerjaan tahapan di pembibitan. Pembangunan areal pembibitan kelapa sawit memerlukan perencanaan dan persyaratan. Beberapa syarat lokasi pembangunan pembibitan kelapa sawit, antara lain: dekat atau tersedia air yang cukup untuk setiap bibit dengan memperhatikan kualitasnya, bebas dari banjir, bebas dari segala macam dan bentuk gangguan organisme penganggu tanaman (manusia, naungan pohon, hama, gulma dan penyakit), diusahakan kemiringan areal datar dan lokasi pembibitan terletak di tengah hamparan areal yang akan ditanam, dan tersedia cukup media tumbuh untuk mengisi polybag. Pembibitan tanaman kelapa sawit terdapat dua cara, pertama pembibitan dengan satu tahap (single stage) dan pembibitan dengan dua tahap (double stage). Pada pembibitan satu tahap, kecambah yang telah diseleksi, langsung ditanam di kantung plastik besar (large polybag dengan ukuran 40 cm x 50 cm lay flat) yang sudah berisi media tumbuh dan dipelihara selama 12 bulan. Sedangkan pada pembibitan dua tahap, kecambah yang telah diseleksi ditanam dan dipelihara di pembibitan awal (pre nursery) selama tiga bulan dan setelah berumur tiga bulan bibit dipindahtanamkan ke pembibitan utama (main nursery). Kecambah hasil seleksi ditanam dalam kantung plastik kecil atau baby polybag di pre nursery. Ukuran baby polybag 15 cm x 20 cm (setelah diisi berdiameter 10 cm tinggi ± 14 cm) diisi media tumbuh top soil dan bibit dipelihara selama tiga bulan. Persiapan yang dilakukan untuk membuat pembibitan tahap awal yaitu: seleksi kecambah, pembuatan bedengan (lebar 120 cm, sesuai kemampuan jangkauan tangan), pengisian media tumbuh top soil pada polybag kecil (top soil diayak dan terbebas dari penyakit, hama, serta gulma), penyusunan polybag kecil berisi top soil di bedengan (tersusun teratur dan benar), dan persiapan instalasi penyiraman (merk sumisansui atau kirico), serta pembuatan jalan, jembatan dan parit (sesuai kebutuhan di lapangan dan tidak mengganggu). Bibit yang telah berumur tiga bulan kemudian dipindahtanamkan di main nursery. Sebelum bibit dipindahtanamkan, terlebih dahulu dilakukan seleksi. Media tumbuh yang digunakan adalah top soil yang dimasukkan ke dalam kantung plastik besar atau large polybag dengan ukuran awal 40 cm x 50 cm (setelah berisi berdiameter 23 cm tinggi 39 cm). Bibit pada tahap main nursery dipelihara selama sembilan bulan, sehingga menghasilkan bibit yang berkualitas dan produktif yang siap untuk ditanam ke lapangan.
5
Media Tumbuh Sifat fisik, kimia, biologi tanah penting untuk pertumbuhan tanaman karena sebagai media pertumbuhan akar tanaman (ruang tumbuh perakaran). Air, udara, penyerapan panas dan pasokan unsur hara secara bersama-sama meningkatkan kesuburan tanah (Sutanto 2005). Menurut Hani (2009) media tumbuh yang baik mempunyai empat fungsi utama yaitu memberi unsur hara pada media perakaran, menyediakan dan tempat penampungan air, menyediakan udara untuk respirasi akar dan sebagai tempat pertumbuhan tanaman. Menurut Djajadi et al. (2010) media tumbuh berpengaruh terhadap stabilitas agregat, kadar unsur hara, kapasitas daya pegang air tanah, dan populasi bakteri. Oleh karena itu, meningkatkan stabilitas agregat diharapkan dapat memperbaiki kesuburan kimia dan biologis tanah, meningkatkan porositas, ketahanan tanah terhadap erosi sehingga menjadi media tumbuh yang baik. Top Soil Top soil adalah lapisan tanah teratas yang biasanya mengandung bahan organik dan berwarna gelap, subur, dan memiliki ketebalan sampai 25 cm yang sering disebut lapisan olah tanah (Ariyanto 2009). Menurut Suhariyono (2010) lapisan tanah bagian atas (top soil) mempunyai kedalaman sekitar 20 cm yang merupakan lapisan tanah yang subur dan kedalaman tanah (solum) merupakan tebalnya lapisan tanah dari permukaan sampai suatu lapisan dimana perakaran tanaman tidak dapat menembusnya. Menurut Yadi et al. (2012) media tanam top soil mengandung unsur hara N 0.18 %, P 7.9 ppm, K 0.15 me/100g dan Mg 0.76 me/100g. Menurut Jumin (2008) top soil dapat menggambarkan lama tidaknya suatu unit agronomi berlangsung serta semakin dalam top soil diolah, makin cenderung berwarna merah dan kuning. Menurut Widyati (2009) ameliorasi dengan top soil dapat meningkatkan pH tanah secara signifikan, top soil juga merupakan prosedur operasional baku dalam kegiatan revegetasi lahan bekas tambang di Indonesia. Menurut Putri (2008) top soil tersusun atas komposisi alamiah dengan kandungan mineral yang sangat berguna bagi tanaman, tetapi terdapat beberapa kelemahan dari penggunaan top soil sebagai media sapih, antara lain media sapih lekas menjadi padat, aerasi kurang baik karena mengandung bahan organik sedikit dan ketersediaan unsur hara tertentu bagi tanaman sangat kurang. Sub soil Buckman dan Brady (1982) menyatakan bahwa, sub soil adalah tanah bagian bawah dari lapisan top soil yang mengalami cukup pelapukan, mengandung lebih sedikit bahan organik dan dibedakan menjadi dua bagian, sebelah atas disebut daerah transisi (peralihan) dan sebelah bawah disebut daerah penimbunan (illuviasi). Dalam daerah penimbunan tersebut berangsur-angsur terkumpul oksida besi, oksida aluminium, tanah liat dan juga kalsium karbonat. Sub soil merupakan lapisan tanah di bawah lapisan top soil, umumnya memiliki tingkat kesuburan yang lebih rendah dibandingkan top soil, terutama sifat kimianya yang kurang baik jika digunakan sebagai media tumbuh bibit kelapa sawit (Sutarta et al. 2003). Lapisan bawah (sub soil) banyak mengandung aluminium yang dapat menjadi racun bagi
6
tanaman, miskin bahan organik, dan miskin hara N, P, dan K (Mangoensoekarjo 2007). Akan tetapi, dibalik sifatnya yang kurang baik sebenarnya sub soil dapat menjadi alternatif untuk menggantikan peran top soil sebagai media tanam bibit kelapa sawit. Hal ini karena sub soil relatif lebih banyak tersedia dan dijumpai dalam jumlah yang cukup besar serta tidak terbatas di lapangan, dibandingkan dengan top soil yang berangsur-angsur semakin menipis dan sulit didapatkan karena terkikis akibat erosi atau penggunaannya yang terus menerus sebagai media pembibitan (Sutarta et al. 2003). Kascing Kascing adalah pupuk organik hasil dari kotoran ternak yang dimakan oleh cacing tanah menjadi kompos kotoran cacing. Kascing memiliki kandungan unsur hara, hormon dan zat-zat yang dapat langsung diserap oleh tanaman. Menurut Irwan et al. (2005) kascing mengandung N 0.5-2.0%, P2O5 0.06-0.68%, K2O 0.10-0.68%, dan Ca 0.5-3.5%, auksin dan hormon lain, asam humat, enzim-enzim, serta mikroba tanah yang bermanfaat bagi kesuburan tanah. Kascing kaya akan unsur hara dan kualitasnya lebih baik daripada pupuk organik jenis lain. Menurut Simanjuntak (2004) kascing adalah bahan organik hasil kotoran cacing yang bercampur dengan tanah atau bahan organik lainnya. Pupuk kascing merupakan bahan organik yang cukup baik karena selain dapat memperbaiki sifat fisik, juga dapat memperbaiki sifat kimia dan biologi tanah khususnya pada tanah yang kurang subur. Marvelia et al. (2006) menyatakan kompos kascing merupakan salah satu jenis pupuk organik yaitu pupuk kompos yang dibuat dengan stimulator cacing tanah (Lumbricus rubellus). Kotoran cacing (kascing) yang menjadi kompos merupakan pupuk organik yang sangat baik bagi tumbuhan karena mengandung unsur hara yang tersedia dan dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Nurmawati dan Suhardianto (2000) menyatakan kascing mengandung zat pengatur tumbuh (ZPT) seperti giberilin, sitokinin, dan auksin masingmasing sebesar 2.75, 1.05, 3.80 mikroekuivalen tiap gram bobot kering. Kascing yang diperoleh melalui proses dekomposisi cacing tanah Lumbricus luberrus dari 450 g media kotoran sapi yang diberi cacing 10 g selama 2 minggu menghasilkan 235.6 g atau 52% kascing (Heti et at. 2002). Peternakan sapi yang memiliki 100 ekor akan menghasilkan kascing sebanyak 1 500 kg kotoran sapi/hari x 30 hari x 52% sehingga menghasilkan 23 400 kg kascing atau setara dengan 23.4 m3 yang dapat digunakan sebagai media tumbuh bibit kelapa sawit di pembibitan awal sebanyak 23 400 bibit (1 bibit = 1kg media tumbuh atau 0.001 m3). Di pembibitan utama tanaman kelapa sawit membutuhkan media tumbuh untuk 1 bibit sebanyak 0.017 m3 setara 17 kg, artinya 23 400 kg kascing dapat dimanfaatkan sebagai media tumbuh untuk 1 376 bibit. Arang Sekam Padi Arang merupakan jenis-jenis bahan organik yang berasal dari berbagai sumber. Sumber dan komposisi bahan yang berbeda akan menyebabkan kemampuan mempengaruhi penyediaan fosfor dan kalium pada tanah berbeda pula (Nurhayati et al. 1983). Sekam padi merupakan bahan berlignoselulosa seperti biomassa lainnya tetapi mengandung silika yang tinggi. Kandungan kimia sekam padi terdiri atas selulosa 50%, lignin 25-30%, dan silika 1520% (Ismail dan Waliuddin 1996).
7
Nurbaity et al. (2011) menyatakan bahwa, sekam padi merupakan bahan organik yang berasal dari limbah pertanian yang mengandung beberapa unsur penting seperti protein kasar, lemak, serat kasar, karbon, hidrogen, oksigen dan silica serta N 0.49%, P 0.07% dan K 0.08%, pada kadar air 7.4%. Menurut Marlina dan Rusnandi (2007) salah satu media tanam yang baik adalah sekam padi karena ringan, memiliki drainase dan aerasi yang baik, tidak mempengaruhi pH, mengandung hara atau larutan garam, mempunyai kapasitas menyerap air, serta harganya murah. Menurut Soemeinaboedhy dan Tejowulan (2007) arang sekam padi mempunyai berat jenis 1.23 g/cm3, nilai KTK 16.709 me/100g, kandungan P-total sebesar 585 ppm. Selain itu, ukuran arang juga mempengaruhi kemampuan menyediakan unsur hara P dan diketahui bahwa makin halus ukuran arang maka kemampuan melepaskan unsur P-nya makin besar. Berdasarkan penelitian Soemeinaboedhy dan Tejowulan (2007) bahwa pelepasan fosfor pada arang sekam padi dengan ukuran 0.25 mm paling tinggi yaitu sebesar 2.99% dan yang paling rendah diperoleh pada arang kayu ukuran 4 mm yaitu sebesar 0.22%. Hal ini disebabkan semakin halus ukuran bahan maka total luas permukaannya akan semakin luas dan ini berarti kemungkinan melepaskan unsur hara P makin besar pula. Pupuk Kandang Sapi Mayadewi (2007) menyatakan bahwa, pupuk kandang merupakan hasil sampingan yang cukup penting, terdiri atas kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang bercampur sisa makanan, serta dapat menambah unsur hara di dalam tanah. Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Satu ekor sapi setiap harinya menghasilkan kotoran berkisar 8-10 kg per hari atau 2.6-3.6 ton per tahun atau setara dengan 1.5-2 ton pupuk organik sehingga akan mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan mempercepat proses perbaikan lahan. Potensi jumlah kotoran sapi dapat dilihat dari populasi sapi. Populasi sapi potong di Indonesia diperkirakan 10.8 juta ekor dan sapi perah 350 000-400 000 ekor dan apabila satu ekor sapi rata-rata setiap hari menghasilkan 7 kg kotoran kering maka kotoran kotoran sapi kering yang dihasilkan di Indonesia sebesar 78.4 juta kg kering per hari (Budiyanto 2011). Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume, total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air. Menurut Nurmawati dan Suhardianto (2000) kotoran sapi merupakan bahan organik yang secara spesifik berperan meningkatkan ketersediaan fosfor dan unsur-unsur mikro, mengurangi pengaruh buruk dari aluminium, menyediakan karbon dioksida pada kanopi tanaman terutama pada tanaman berkanopi lebat dimana sirkulasi udara terbatas. Menurut Aini (2005) pupuk kandang sapi mengandung unsur hara makro berupa N 2.04%, P 0.76 %, K 0.82%, dan Ca 1.29%. Ketersediaan media tumbuh pupuk kandang sapi di lapangan dapat diperoleh dari peternakan sapi dengan jalan dikomposkan. Menurut Peni dan Teguh (2007) hewan ternak sapi muda kebiri menghasilkan kotoran basah sebanyak 15-30 kg/ekor/hari. Dalam sekala peternakan sapi 100 ekor menghasilkan 1 500 kg kotoran sapi/hari dikalikan 30 hari mencapai 45 000 kg/bulan kotoran sapi basah. Kotoran sapi tersebut dikomposkan menjadi pupuk kandang sapi matang mendapatkan 50% selama satu bulan atau sebanyak 22 500 kg yang dapat digunakan sebagai media tumbuh pembibitan awal kelapa sawit sebanyak 22 500
8
bibit (1 bibit = 1kg media tumbuh = 0.001 m3) atau setara dengan 22.5 m3 media tumbuh. Di pembibitan utama bibit kelapa sawit membutuhkan media tumbuh untuk 1 bibit sebanyak 0.017 m3 setara 17 kg, artinya 22 500 kg pupuk kandang sapi dapat dimanfaatkan sebagai media tumbuh untuk 1 323 bibit. Kompos Kompos merupakan bahan organik seperti daun-daunan, serasah, jerami, alangalang, tongkol jagung, dedak padi yang telah mengalami proses dekomposisi secara anaerob oleh mikroorganisme pengurai, sehingga mampu memperbaiki tingkat kesuburan tanah (Setyorini et al. 2006). Berdasarkan hasil penelitian Putri dan Nurhasybi (2010), media kompos memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan bibit takir (Duabanga moluccana) dibandingkan dengan arang sekam padi maupun serbuk gergaji. Selain itu, menurut Setyorini et al. (2006) kompos juga mengandung humus (bunga tanah) yang sangat dibutuhkan untuk peningkatan hara makro dan mikro dan sangat dibutuhkan tanaman. Kapasitas tukar kation (KTK) asam-asam organik dan kompos lebih tinggi dibandingkan mineral liat, tetapi lebih peka terhadap perubahan pH karena mempunyai sumber muatan tergantung pH (pH dependent charge). Pada nilai pH 3.5, KTK liat dan C-organik sebesar 45.5 dan 199.5 me/100g sedangkan pada pH 6.5 meningkat menjadi 63 dan 325.5 me/100g. Nilai KTK mineral kaohinit (3-5 me/100g), pada asam humat (485-870 me/100g) dan asam fulfat (1 400 me/100g). Oleh karena itu, penambahan kompos ke dalam tanah dapat meningkatkan nilai KTK tanah. Menurut Ariesandy (2014) kompos daun mengandung N-total sebesar 0.50%, P sebesar 0.23%, K sebesar 0.13%, Corganik sebesar 7.45, C/N sebesar 15 dan kadar air sebesar 62.14 %. Proses pembuatan kompos berlangsung dengan menjaga keseimbangan kandungan nutrisi, kadar air, pH, temperatur dan aerasi yang optimal melalui penyiraman dan pembalikan bahan cacahan serasah. Pada tahap awal proses pengomposan, temperatur kompos akan mencapai 65-70 oC sehingga organisme patogen, seperti bakteri, virus dan parasit, bibit penyakit tanaman serta bibit gulma yang berada pada limbah yang dikomposkan akan mati. Proses pengomposan umumnya berakhir setelah enam sampai tujuh minggu yang ditandai dengan tercapainya suhu terendah yang konstan dan kestabilan materi (Komaryati 2004). Faktor-faktor yang mempengaruhi pengomposan antara lain : kelembaban, konsentarasi oksigen, temperatur, perbandingan C/N, derajat keasaman (pH), ukuran bahan. Menurut Iqbal (2008) mikroorganisme dapat bekerja dengan kelembaban sekitar 40-60%. Kondisi tersebut perlu dijaga agar mikroorganisme bekerja optimal. Kebutuhan oksigen dalam pembuatan kompos yaitu berkisar 10-18%, dengan suhu 35-55°C. Perbandingan C/N yang optimum untuk proses pengomposan berkisar 25/25. Derajat kemasaman (pH) yang terbaik untuk proses pengomposan berkisar 6-8. Ukuran bahan cacahan kompos berkisar 1-7.5 cm pada proses pengomposan aerobik. Penggunaan kompos pada masa pembibitan memiliki dua manfaat yaitu sebagai media tumbuh dan menyediakan unsur hara bagi pertumbuhan bibit. Ketersediaan kompos di lapangan sangat banyak karena bahan baku mentahnya adalah limbah tanaman pertanian, sampah kota dan rumah tangga yang didekomposisikan. Salah satu contoh limbah pertanian yang dapat dijadikan kompos seperti janjang kosong kelapa sawit, sampah daun-daunan dan brangkasan tanaman semusim.
9
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan pertama (pre nursery) dan kedua (main nursery) dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikabayan, Darmaga, Bogor, dengan jenis tanah Latosol yang terletak pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut. Waktu penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2013 sampai Oktober 2014, selama dua belas bulan. Analisis tanah, analisis pupuk organik, analisis jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah (Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian), Bogor. Bahan dan Alat Percobaan Percobaan Pertama Pre Nursery Bahan-bahan yang digunakan adalah kecambah kelapa sawit varietas Sue Supreme Mekarsari (Gambar 1), top soil Latosol, sub soil Latosol, berbagai media tumbuh organik yaitu kascing, arang sekam padi, pupuk kandang sapi matang, dan kompos, serta berbagai bentuk wadah media tumbuh organik (Gambar 2). Tanaman kelapa sawit varietas Sue Supreme Mekarsari memiliki sifat yang tahan terhadap perubahan cuaca sehingga pada musim kemarau produksinya relatif stabil, tandan buah segar (TBS) yang dihasilkan berkisar 28-30 ton/ha/tahun, tingkat rendemen crude palm oil (CPO) 25-28% dan yield CPO rata-rata 7.5 ton/ha, pertumbuhan tanaman 25-30 cm/tahun, dan pada usia 18 tahun tinggi tanaman berkisar 4 m (PT SUE Mekarsari 2013). Wadah media tumbuh organik yang digunakan berasal dari potongan bambu petung berukuran 14 cm, polybag kecil berukuran 15 cm x 20 cm, bekas gelas air mineral berukuran 240 ml dan tray berjumlah 4 lubang yang dipisah menjadi 1 lubang tray. Pestisida yang digunakan adalah fungisida berbahan aktif mankozeb, insektisida berbahan aktif lambda sihalothrin, fipronil dan bahan-bahan kimia untuk analisis tanah dan jaringan tanaman.
Gambar 1. Kecambah kelapa sawit varietas Sue Supreme Mekarsari
10
Alat-alat yang digunakan di pre nursery (percobaan pertama) terdiri atas timbangan analitik, klorofil meter SPAD 502, leaf area meter, hand sprayer, jangka sorong, gelas ukur, kotak kalibrasi media tumbuh, dan ayakan kawat ayam berukuran panjang 1 cm dan lebar 1 cm.
a) pelepah sawit
b) potongan bambu
c) tray
d) bekas gelas mineral
d) baby polybag Gambar 2. Berbagai macam wadah media tumbuh Percobaan Kedua Main Nursery Bahan-bahan yang digunakan adalah bibit kelapa sawit umur tiga bulan varietas Sue Supreme Mekarsari (Gambar 3) dari percobaan pertama di pre nursery pada berbagai media
11
standar agronomi, top soil Latosol, sub soil Latosol, kascing, arang sekam padi, pupuk kandang sapi yang sudah matang, kompos. Media standar agronomi adalah top soil yang telah diayak dan dicampur dengan pupuk Rock Phosphate 50 kg untuk 1 m3 kemudian diberi perlakuan pemupukan berdasarkan rekomendasi pedoman teknis pembibitan PT SMART Tbk (2003) (Lampiran 1). Large polybag yang digunakan berukuran 40 cm x 50 cm, tebal 0.15 cm lay flat. Fungisida yang digunakan berbahan aktif mankozeb dan insektisida berbahan aktif lambda sihalothrin, serta bahan-bahan kimia untuk analisis tanah dan jaringan tanaman serta pupuk majemuk 15.15.6.4.TE dan 12.12.7.2.TE.
Gambar 3. Bibit kelapa sawit varietas Sue Supreme Mekarsari berumur tiga bulan di pre nursery Klasifikasi bibit siap salur varietas Sue Supreme adalah tinggi bibit umur 8 – 9 bulan mencapai 80 – 120 cm, lilit pangkal pelepah 11 – 15 cm, jumlah pelepah 16 terdiri atas 15 pelepah dan satu pucuk (PT SUE Mekarsari 2013). Top soil dan sub soil diambil secara komposit yang diperoleh pada beberapa titik yang mewakili areal yang ditetapkan sebagai lokasi pengambilan top soil dan sub soil, sampel tanah diambil pada kondisi kapasitas lapang dengan sekop dan dibersihkan dari sisa-sisa akar, setelah bersih diambil sampel seberat 200 g untuk dianalisis. Metode Percobaan Penelitian ini dilakukan dua tahap percobaan. Tahap percobaan pertama dilaksanakan selama tiga bulan di pre nursery. Tahap percobaan kedua dilaksanakan selama delapan bulan di main nursery, melanjutkan pertumbuhan bibit dari pre nursery sesuai media tumbuhnya.
12
Metode Percobaan Pertama Rancangan percobaan yang digunakan Rancangan Acak Lengkap yang terdiri atas dua faktor perlakuan. Perlakuan pertama berupa media tumbuh dengan enam taraf, yaitu: M1 = top soil Latosol volume 100% sebagai kontrol. M2 = sub soil volume 100%. M3 = kascing volume 100%. M4= arang sekam padi volume 100%. M5 = pupuk kandang sapi matang volume 100%. M6 = media tanam berupa kompos volume 100 %. Perlakuan kedua berupa wadah media tumbuh yang sudah dikalibrasi (Lampiran 2) dengan lima taraf, yaitu: W1 = baby polybag ukuran 15 cm x 20 cm (berisi 0.001 m3 hasil kalibrasi). W2 = tray berjumlah 4 lubang(berisi 0.0003 m3 hasil kalibrasi). W3 = potongan bambu petung tinggi 14 cm (berisi 0.001 m3 hasil kalibrasi). W4 = eks gelas air mineral berukuran 240 ml (berisi 0.0003 m3 hasil kalibrasi). W5 = limbah pelepah kelapa sawit yang dimodifikasi berbentuk tabung tinggi 14 cm (berisi 0.001 m3 hasil kalibrasi). Demikian terdapat 30 kombinasi perlakuan, setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 90 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas tiga kecambah kelapa sawit sehingga diperlukan 270 kecambah. Bagan acak perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 3. Analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model rancangan acak lengkap, sebagai berikut : Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan : Yijk
= respon pengamatan pada unit percobaan yang mendapat perlakuan media tumbuh pada taraf ke-i dan wadah pada taraf ke-j dengan ulangan ke-k. µ = rataan umum. αi = pengaruh perlakuan media tumbuh ke-ix (x = 1, 2, 3, 4, 5, 6). βj = pengaruh perlakuan bentuk wadah ke-jx (x = 1, 2, 3, 4, 5). (αβ)ij = pengaruh interaksi perlakuan media tumbuh ke-i dan bentuk wadah ke-j. εijk = galat dari perlakuan media tumbuh ke-i dan bentuk wadah ke-j dengan ulangan ke-k. Apabila hasil sidik ragam pada uji F taraf α 0.05 menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Selang Berganda Duncan. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan SAS (Statistical Analysis System).
13
Metode Percobaan Kedua Percobaan kedua merupakan percobaan melanjutkan pertumbuhan bibit dari pre nursery ke main nursery. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri atas satu faktor perlakuan berupa media tumbuh, yaitu: A = media standar agronomi . B = top soil 100%. C = sub soil 100%. D = kascing 100%. E = arang sekam 100%. F = pupuk kandang sapi matang 100%. G = kompos 100%. Setiap perlakuan diulang tiga kali sehingga terdapat 21 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 5 bibit kelapa sawit dari pre nursery sehingga diperlukan 105 bibit. Bagan acak perlakuan dapat dilihat pada Lampiran 4. Adapun analisis statistik yang digunakan adalah sidik ragam dengan model rancangan acak kelompok, sebagai berikut : Yij = µ + i + βj + εij Keterangan : Yij = respon pengamatan pada unit percobaan yang mendapat perlakuan media tumbuh pada taraf ke-i dengan kelompok ke-j. µ = rataan umum. i = pengaruh perlakuan media tumbuh ke-i (i = 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7) β j = pengaruh kelompok ke-j (j = 1, 2, 3). εij = pengaruh acak pada perlakuan media tumbuh ke-i dengan kelompok ke-j. Apabila hasil sidik ragam pada uji F taraf α 0.05 menunjukkan pengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji Selang Berganda Duncan. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan SAS (Statistical Analysis System). Pelaksanaan Percobaan Persiapan Media Tumbuh Pada percobaan pertama, setiap wadah media tumbuh organik dan anorganik dikalibrasi dengan cara mengisi setiap wadah dengan media tumbuh tersebut, kemudian dimasukkan ke kotak kalibrasi berukuran panjang 10 cm, lebar 10 cm dan tinggi 10 cm dan selanjutnya dihitung volumenya (m3). Hasil kalibrasi menunjukkan perbedaan volume wadah media tumbuh baby polybag, potongan bambu, modifikasi pelepah sebesar 0.001 m3 dan volume wadah media tumbuh tray serta bekas gelas mineral sebesar 0.0003 m3 . Setelah selesai kalibrasi, setiap media tumbuh tersebut dimasukkan ke dalam masing-masing wadah media tumbuh berdasarkan perlakuan dan ulangan yang sudah ditetapkan. Setelah masingmasing media tumbuh sesuai perlakuan dimasukkan pada setiap perlakuan berbagai ukuran dan bentuk wadah di percobaan pertama, wadah pada setiap satuan percobaan diberi tanda perlakuan media tumbuh (M) dan jenis wadah (W).
14
Pada percobaan kedua, perlakuan media tumbuh seragam dimasukkan ke dalam polybag besar ukuran 40 cm x 50 cm. Media standar agronomi (terdapat 15 bibit) adalah top soil yang diayak terlebih dahulu, sebelum dimasukkan ke dalam polybag besar. Setelah diayak dicampur pupuk Rock Phosphate 50 kg untuk 1 m3. Ukuran lubang ayakan adalah panjang 1 cm dan lebar 1 cm. Volume perlakuan 100% media tumbuh terdiri atas media standar agronomi (A), top soil (B), sub soil (C), kascing (D), arang sekam (E), dan pupuk kandang sapi matang (F), serta kompos (G) terdapat 90 bibit, sehingga dibutuhkan bibit pre nursery sebanyak 105 bibit. Penanaman Kecambah dan Bibit Pada percobaan pertama, sebelum kecambah ditanam, terlebih dahulu kecambah didistribusikan dan diletakkan di atas permukaan media tumbuh masing-masing baby polybag sampai selesai agar tidak terlewat pada saat penanaman. Selanjutnya, kecambah diangkat menggunakan tangan kiri kemudian ibu jari tangan kanan sebagai pelubang tanam yang ditahan oleh jari telunjuk ditusukkan ke media tumbuh sedalam 2 cm (Gambar 4).
Gambar 4. Penanaman kecambah kelapa sawit Kecambah yang sudah terlihat jelas plumula dan radikula ditanam sedalam 2 cm di bawah permukaan tanah. Posisi radikula di bawah dan plumula di atas, selanjutnya ditutup media tumbuh. Sebelum kecambah ditanam, kecambah terlebih dahulu disemprot fungisida berbahan aktif mankozeb dengan konsentrasi 0.3 g liter-1 air. Setelah selesai semua kecambah ditanam, media tumbuh disiram hingga mencapai kondisi kapasitas lapang. Pada percobaan kedua bibit yang sudah berumur tiga bulan dari pre nursery dipindahkan ke main nursery. Sebelum bibit tersebut dipindahtanamkan, media tumbuh yang sudah dimasukkan ke polybag besar dilubangi dengan alat ponjo sebagai pelubang tanam di main nursery. Media standar agronomi sebelum ditanam bibit, diberi pupuk lubang sebanyak 100 g Rock Phosphate per tanaman. Setelah selesai semua bibit ditanam, bibit disiram hingga mencapai kondisi kapasitas lapang. Setiap bibit yang ditanam pada perlakuan media tumbuh di pre nursery akan dipindah untuk penanaman di main nursery sesuai jenis media tumbuhnya. Bibit berumur tiga bulan yang ditanam di media tumbuh top soil di pre nursery dipindahtanam ke main nursery pada perlakuan media tumbuh top soil, bibit berumur tiga bulan yang ditanam di media tumbuh arang sekam di pre nursery dipindahtanam ke main nursery pada perlakuan media tumbuh arang sekam. Bibit berumur
15
tiga bulan yang ditanam di media tumbuh kascing di pre nursery dipindahtanam ke main nursery pada perlakuan media tumbuh kascing, dan seterusnya. Pemeliharaan Pada percobaan pertama dan kedua, penyiraman dilakukan setiap hari sebanyak dua kali (pagi dan sore hari) sampai mencapai kapasitas lapang. Selanjutnya penyiraman berdasarkan kekurangan air yang mencapai kapasitas lapang. Percobaan pertama dan kedua dilakukan pengendalian hama dan penyakit apabila bibit kelapa sawit terserang hama dan penyakit. Bila ada serangan hama disemprotkan insektisida berbahan aktif lamda sihalotrin konsentrasi 3 ml liter-1 air dan bila terkena serangan jamur disemprotkan fungisida berbahan aktif mankonzeb 3 ml liter-1 air. Penyemprotan dilakukan satu minggu sekali sampai tidak ada gejala serangan hama dan penyakit. Pengamatan Pengamatan dilakukan pada saat kecambah ditanam selama satu bulan setelah tanam (BST), bibit sudah menghasilkan 1-2 helai daun dilakukan pengamatan di pre nusery. Pengamatan di main nursery dilaksanakan setelah bibit satu bulan setelah tanam (BST). Pengamatan yang dilakukan yaitu pertumbuhan (morfologi) yang meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan luas daun. Respon fisiologi meliputi kehijauan daun, kerapatan stomata, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk dan bobot basah akar, bobot kering akar, dan analisis jaringan tanaman (unsur hara makro dan mikro) dilakukan pada akhir penelitian. Analisis tanah dilakukan pada awal dan akhir penelitian. Respon Morfologi Tanaman (1)
(2)
(3)
(4)
Tinggi bibit, diukur dari batas leher akar sampai ke ujung daun yang tertinggi. Untuk mempermudah pengukuran ditanam ajir bambu sebagai standar pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran alumunium, dilakukan setelah bibit berumur satu bulan tanam dan diukur satu bulan sekali sampai akhir percobaan pre nursery dan main nursery. Diameter batang, pengertian dari lilit pangkal pelepah disini adalah kumpulan pelepah daun. Pengukuran lilit pangkal pelepah dilakukan menggunakan jangka sorong (caliper), diukur 1 cm di atas permukaan tanah polybag kecil pada percobaan di pre nursery dan 5 cm di atas permukaan tanah polybag besar pada percobaan di main nursery. Perhitungan pertambahan lilit pangkal pelepah dilakukan setelah bibit berumur satu bulan setelah tanam dan dilakukan sebulan sekali sampai akhir percobaan. Jumlah daun, dihitung berdasarkan jumlah daun yang telah membuka sempurna. Perhitungan pertambahan jumlah daun ini dilakukan setelah bibit berumur satu bulan dan dilakukan satu bulan sekali sampai akhir percobaan pre nursery dan main nursery. Luas daun, pengukuran dilakukan dengan menggunakan pengukur luas daun (leaf area meter) pada daun ketiga diukur diakhir percobaan pre nursery dan luas daun pelepah ketiga di akhir percobaan main nursery.
16
Respon Fisiologi Tanaman (1) Kehijauan daun, diakhir percobaan pertama pre nursery diamati pada daun ketiga saat daun mencapai pertumbuhan optimum menggunakan klorofil meter SPAD 502. Pada akhir percobaan kedua di main nursery kehijauan daun diamati pelepah ketiga pada anak daun pertemuan tombak pelepah. (2) Kerapatan stomata, jumlah stomata diamati pada daun ketiga saat daun mencapai pertumbuhan optimum pada percobaan pertama di pre nursery yang dilakukan pada akhir percobaan. Pada akhir percobaan kedua di main nursery jumlah stomata diamati pelepah ketiga pada anak daun pertemuan tombak pelepah. Pengamatan dilakukan dengan teknik pengecatan menggunakan larutan kuteks bening. Larutan tersebut dioleskan pada permukaan daun bagian permukaan atas dan bawah kemudian diberi isolasi transparan selanjutnya diambil dan ditempelkan ke kaca preparat. Jumlah stomata diperiksa dengan mikroskop pembesaran 40 kali dengan diberi larutan Iodin sebagai pewarna. Perhitungan stomata didasarkan pada jumlah yang dapat dihitung per mm2 pandangan mikroskop. (3) Bobot basah tajuk, diukur diakhir percobaan pre nursery pada saat tanaman berumur tiga bulan sebanyak 5 sampel dan enam bulan setelah tanam di main nursery diambil 2 sampel. Pengambilan sampel diambil dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau terbaik, dengan cara memisahkan antara tajuk dan akar bibit, kemudian tajuk bibit dibersihkan dengan air, dikeringanginkan, dan ditimbang dengan timbangan biasa. Sampel yang diambil dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau yang terbaik. (4) Bobot kering tajuk, diukur diakhir percobaan pre nursery pada saat tanaman berumur tiga bulan dan enam bulan setelah tanam di main nursery. Batang tanaman dipotong 1 cm di atas akar, kemudian dikeringkan dalam oven selama 72 jam dengan suhu 80 o C, kemudian ditimbang bobot kering tajuknya. Sampel yang diambil dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau yang terbaik. (5) Bobot basah akar, diukur diakhir percobaan pre nursery pada saat tanaman berumur tiga bulan sebanyak 5 sampel dan enam bulan setelah tanam di main nursery diambil 2 sampel. Pengambilan sampel diambil dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau terbaik, dengan cara membersihkan akar bibit dari tanah dengan air, kemudian dikeringanginkan dan ditimbang. Sampel yang diambil dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau yang terbaik. (6) Bobot kering akar, diukur di akhir percobaan pre nursery pada saat tanaman berumur tiga bulan dan enam bulan setelah tanam di main nursery. Akar dikeringkan dalam oven selama 72 jam dengan suhu 80 oC lalu ditimbang. Sampel yang diambil dari perlakuan yang berpengaruh nyata atau yang terbaik (7) Analisis media tumbuh dilakukan awal dan akhir penelitian di percobaan pertama pre nursery dan percobaan kedua main nursery. Pada percobaan pertama sampel diambil dari enam jenis media tumbuh untuk dianalisis di laboratorium meliputi kandungan total unsur hara mikro: B, Cu, Fe, Zn dan unsur hara makro N, P, K, Mg, Ca, Na. Akhir percobaan: sampel diambil dari enam jenis media tumbuh untuk dianalisa pada laboratorium berupa kandungan total unsur hara mikro: B, Cu, Fe, Zn dan unsur hara makro N, P, K, Mg, Ca, Na. Akhir percobaan: pengambilan sampel tanah diambil dari perlakuan yang terbaik atau yang berpengaruh nyata, dari masing-
17
masing enam perlakuan media tanam. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui berapa unsur hara makro dan mikro yang diserap oleh bibit selama di pre nursery dan main nursery pada masing-masing media tumbuh. Kondisi kandungan unsur hara yang tersedia pada media tanam di awal percobaan dikurangi dengan kondisi kandungan unsur hara di akhir percobaan pada media tumbuh dan kandungan unsur hara di tanaman. (8) Analisis jaringan tanaman, pada akhir percobaan pertama pre nursery seluruh bagian tanaman diambil untuk dianalisis di laboratorium meliputi kandungan total unsur hara mikro: B, Cu, Fe, Zn dan unsur hara makro N, P, K, Mg, Ca, Na. Pada akhir percobaan kedua di main nursery, pelepah ke tiga diambil untuk dianalisis pada laboraturium berupa kandungan total unsur hara mikro: B dan unsur hara makro N, P, K, Mg. Pengambilan organ tanaman dilakukan pada pagi hari dan segera dimasukkan ke dalam cool box. Setelah sampai di laboratorium, sampel dimasukkan ke dalam freezer dengan suhu -10 oC dan pada hari berikutnya dikeringkan dengan menggunakan oven dengan suhu 60 oC selama 24 jam. Sampel yang sudah kering disimpan kembali ke dalam freezer untuk dianalisis kadar unsur haranya. Analisis kandungan nitrogen menggunakan metode Kjeldhal. Prinsip kerjanya adalah sampel didestruksi dengan asam sulfat pekat dengan menggunakan kalium sulfat dan merkuri oksida sebagai katalisator. Nitrogen organik yang terdapat dalam sampel diubah menjadi ion ammonium. Kemudian ammonium didestilasi dengan penambahan natrium hidroksida. Kadar nitrogen dalam sampel ditentukan dengan Kjeltec Auto Analiyzer.
18
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Percobaan pertama pada penelitian ini dilaksanakan pada masa pre nursery. Hasil analisis media tumbuh yang dilakukan pada awal tercantum pada Lampiran 5 dan akhir percobaan di pre nursery tercantum pada Lampiran 6. Kandungan unsur hara berbagai media tumbuh N, P, K pada percobaan awal dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada awal percobaan di pre nursery dan main nursery Unsur hara Media tumbuh
Top soil Sub soil Kascing Arang sekam Pukan sapi Kompos
Nitrogen
Fosfor
Kalium
(%)
(%)
(%)
0.11 (R) 0.09 (SR) 0.97 (ST) 0.78 (ST) 0.56 (T) 1.11 (ST)
0.09 (ST) 0.02 (ST) 0.12 (ST) 0.04 (ST) 0.08 (ST) 0.09 (ST)
(0.04 ST) (0.09 ST) (0.21 ST) (0.16 ST) (0.01 ST) (0.04 ST)
Keterangan : Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor. Kriteria unsur hara : SR= sangat rendah, R= rendah, S= sedang, T=tinggi, ST= sangat tinggi, berdasarkan kriteria penilaian sifat kmia tanah menurut Balai Penelitian Tanah (2009).
Tingkat kematangan pada berbagai media tumbuh (C/N) awal percobaan dianalisis di Balai Penelitian Tanah, Bogor. Hasil analisis C/N pada berbagai media tumbuh masingmasing top soil Latosol 1, sub soil 12, kascing 23, arang sekam 38, pupuk kandang sapi 24 dan kompos 15 (Lampiran 5). Pengamatan terhadap organisme pengganggu tanaman (OPT) yang menyerang bibit kelapa sawit selama penelitian baik di berlangsung pre nursery maupun main nursery menunjukkan bahwa hama yang menyerang adalah rayap (Coptotermes curvignathus), belalang (Locusta migratoria). Sedangkan penyakit yang menyerang bibit adalah Curvularia sp. Pengendalian belalang dengan cara menyemprotkan insektisida berbahan aktif lamda sihalotrin 3 ml liter-1air dilakukan satu kali dalam seminggu, sampai tidak ada serangan. Pengendalian rayap dengan menyemprotkan Termitisida berbahan aktif fipronil 3 ml liter1 air dilakukan satu kali dalam seminggu sampai tidak ada serangan yang berarti, pada wadah yang menggunakan bambu dan pelepah. Pengendalian penyakit Curvularia sp. dilakukan dengan fungisida berbahan aktif mancozeb 3 g liter-1air dilakukan tiga hari sekali sampai tidak ada serangan. Gulma yang berada di lahan penelitian, baik selama di pre nursery maupun main nursery adalah Eleusine indica, Mikania micrantha, Cyperus kyllingia, Paspalum conjugatum, Axonopus compressus. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara manual yaitu satu bulan sekali di media tumbuhnya dan di sekitar polybag.
19
Percobaan kedua pada penelitian ini, bibit dari pre nursery dipindahtanamkan ke main nursery. Bibit kelapa sawit berumur tiga bulan hasil dari percobaan pertama ditanam di percobaan kedua (main nursery). Bibit yang dipindahtanamkan ke main nursery disesuaikan dengan media tumbuh yang digunakan pada percobaan pertama, yaitu bibit yang ditanam pada media kascing di pre nursery dipindahtanamkan pada media kascing di main nursery dan seterusnya sesuai dengan perlakuan media tumbuh masing-masing. Hasil analisis enam jenis media tumbuh yang dilakukan pada awal tercantum pada Lampiran 5 dan akhir penelitian (Lampiran 7). Kandungan unsur hara N, P, K pada akhir penelitian di pre nursery dan main nursery dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Tabel 2. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada akhir percobaan di pre nursery Unsur hara Media tumbuh Top soil Sub soil Kascing Arang sekam Pukan sapi Kompos
Nitrogen (%) 0.13 (R) 0.10 (R) 1.35 (ST) 0.86 (ST) 1.70 (ST) 1.25 (ST)
Fosfor (%) 0.52 (ST) 0.32 (ST) 0.13 (ST) 0.08 (ST) 0.10 (ST) 0.15 (ST)
Kalium (%) 0.04 (ST) 0.07 (ST) 0.20 (ST) 0.23 (ST) 0.19 (ST) 0.20 (ST)
Keterangan : Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor. Kriteria unsur hara : SR= sangat rendah, R= rendah, S= sedang, T= tinggi, ST= sangat tinggi, berdasarkan kriteria penilaian sifat kmia tanah menurut Balai Penelitian Tanah (2009).
Tabel 3. Hasil analisis unsur hara berbagai media tumbuh pada akhir percobaan di main nursery Unsur hara Media tumbuh Media standar agronomi Top soil Sub soil Kascing Arang sekam Pukan sapi Kompos
Nitrogen (%) 0.15 (R) 0.08 (SR) 0.15 (R) 1.05 (ST) 0.93 (ST) 1.09 (ST) 1.32 (ST)
Fosfor (%) 1.05 (ST) 0.30 (ST) 0.48 (ST) 2.68 (ST) 0.60 (ST) 1.48 (ST) 2.26 (ST)
Kalium (%) 0.10 (ST) 0.05 (ST) 0.06 (ST) 0.07 (ST) 0.46 (ST) 0.07 (ST) 0.14 (ST)
Keterangan : Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor. Kriteria unsur hara : SR= sangat rendah, R= rendah, S= sedang, T= tinggi, ST= sangat tinggi berdasarkan kriteria penilaian sifat kmia tanah menurut Balai Penelitian Tanah (2009).
Kondisi iklim selama melakukan penelitian di Kebun Percobaan IPB, Cikabayan, Darmaga, Bogor berdasarkan data dari Stasiun Badan Meteorologi Klimatologi dan
20
Geofisika Darmaga, Bogor tahun 2013-2014 rata-rata perbulan temperatur mencapai 25.64 o C, curah hujan 369.48 mm, kelembaban udara 84.4% dan jumlah lama penyinaran matahari 58.3 jam (Lampiran 8). Pada percobaan media tumbuh di pre nursery, bibit tidak diberi naungan selama tiga bulan, karena lama penyinaran matahari kurang dari 5 jam/hari. Pre Nursery Tanggap Morfologi Tanaman terhadap Berbagai Media Tumbuh Berbagai media tumbuh berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur bibit 2-3 bulan setelah tanam (BST), terhadap diameter batang umur 1-2 BST dan luas daun pada 3 BST (Lampiran 9). Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis media tumbuh pada umur 1-3 BST disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis media tumbuh pada umur 1-3 BST Perlakuan Media tumbuh top soil Media tumbuh sub soil Media tumbuh kascing Media tumbuh arang sekam Media tumbuh pukan sapi Media tumbuh kompos Media tumbuh Media tumbuh Media tumbuh Media tumbuh Media tumbuh Media tumbuh
top soil sub soil kascing arang sekam pukan sapi kompos
Media tumbuh Media tumbuh Media tumbuh Media tumbuh Media tumbuh Media tumbuh
top soil sub soil kascing arang sekam pukan sapi kompos
Umur bulan setelah tanam (BST) 1 2 3 -------------- Tinggi bibit (cm) -----------10.48bc 14.78c 9.71c 14.35c 11.81a 17.74a 10.15c 14.98bc 11.23a 16.19b 12.03a 18.48a ---------- Diameter batang (mm) ----------1.81b 3.86b 2.00b 3.99b 2.43a 4.93a 1.91b 3.92b 2.46a 4.72a 2.41a 4.94a ---------- Jumlah daun (helai) ----------1.63cd 2.90c 1.64cd 2.68c 2.06a 3.73a 1.44d 2.64c 1.64bc 3.31b 1.95ab 3.57a
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan peubah yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test 5%.
Media tumbuh kompos, kascing dan pupuk kandang sapi menghasilkan tinggi tanaman yang lebih baik dibandingkan media tumbuh top soil, sub soil dan arang sekam
21
(Tabel 4). Tinggi bibit pada media tumbuh kompos lebih tinggi 25.03%, kascing 20.02% dan pukan sapi 9.53% dibandingkan tinggi bibit pada media tumbuh top soil pada umur bibit kelapa sawit 3 BST. Berdasarkan hasil tersebut dapat dinyatakan bahwa media tumbuh top soil dapat digantikan dengan media tumbuh alternatif kompos, kascing dan pupuk kandang sapi. Hal tersebut disebabkan media tumbuh kompos, kascing dan pupuk kandang sapi mengandung nitrogen sangat tinggi masing-masing 1.25%, 13.5%, dan 1.70% dibandingkan top soil yang hanya mengandung nitrogen 0.13% (rendah) tercantum pada Lampiran 6. Unsur hara nitrogen yang ada di dalam jaringan tanaman menghasilkan protein untuk mendukung pertumbuhan tinggi bibit. Ketersediaan protein pada awal pertumbuhan tanaman sangat penting karena dapat membantu mekanisme kerja hormon auksin. Fahmi (2014) menyatakan mekanisme kerja auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan juga memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Pertumbuhan diameter batang lebih baik menggunakan media tumbuh kompos, kascing dan pupuk kandang sapi dibandingkan media tumbuh top soil, sub soil dan arang sekam. Peningkatan pertumbuhan diameter batang bibit kelapa sawit lebih besar 28% lebih besar pada media tumbuh kompos dan media tumbuh kascing serta 22 % lebih besar dibandingkan media tumbuh top soil pada 2 BST. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Luma (2012) dan Sembiring et al. (2013) yang menyatakan media tumbuh kompos dan kascing dapat meningkatkan pertumbuhan diameter batang bibit kelapa sawit sebesar 2132% dibandingkan dengan media tumbuh top soil. Media tumbuh kascing dan kompos menunjukkan pertumbuhan jumlah daun bibit kelapa sawit yang lebih baik dibandingkan menggunakan media tumbuh top soil, sub soil, arang sekam dan pupuk kandang sapi (Tabel 4). Jumlah daun bibit kelapa sawit pada media tumbuh kascing meningkat 29% dan kompos 23% dibandingkan dengan jumlah daun pada media tumbuh top soil pada 3 BST. Media tumbuh kompos, kascing dan pupuk kandang sapi memiliki kandungan unsur hara nitrogen yang sangat tinggi dibandingkan dengan media tumbuh top soil, sub soil (Lampiran 6). Kandungan nitrogen yang tinggi tersebut dapat memacu pertumbuhan daun yang maksimal. Nyakpa et al. (1988) menyatakan bahwa proses pembentukan daun tidak terlepas dari peranan unsur hara nitrogen yang terdapat pada media tumbuh. Unsur hara tersebut berperan dalam pembentukan sel-sel baru dan komponen utama penyusunan senyawa organik dalam tanaman seperti asam amino, asam nukleat, klorofil, ADP, ATP. Apabila tanaman mengalami defisiensi kedua unsur hara tersebut maka metabolisme tanaman terganggu sehingga proses pembentukan daun menjadi terhambat. Tanggap Pertumbuhan Morfologi terhadap Berbagai Jenis Wadah Penggunaan berbagai jenis wadah media tumbuh berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada umur bibit 2-3 BST, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang pada umur 1-2 BST (Lampiran 9). Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis wadah umur (Tabel 5). Pada umur bibit 3 BST jenis wadah baby polybag meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun sama baiknya dengan wadah potongan bambu dan bekas gelas air mineral.
22
Pertumbuhan jumlah daun dengan menggunakan wadah potongan bambu meningkat 2.13% dibandingkan dengan menggunakan wadah baby polybag, tetapi wadah bekas gelas mineral tidak berbeda nyata dengan baby polybag dan potongan bambu. Wadah tumbuh baby polybag di pembibitan awal tanaman kelapa sawit dapat digantikan dengan wadah tumbuh potongan bambu dan bekas gelas air mineral. Ketersediaan potongan bambu di pasaran yang terbatas membuat wadah bekas gelas air mineral menjadi wadah alternatif media tumbuh yang lebih baik karena mudah didapat serta sebagai salah satu cara dalam memanfaatkan limbah. Tabel 5. Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit pada berbagai jenis wadah umur 1-3 BST Perlakuan Wadah Wadah Wadah Wadah Wadah
baby polybag tray potongan bambu bekas gelas air mineral modifikasi pelepah
Wadah Wadah Wadah Wadah Wadah
baby polybag tray potongan bambu bekas gelas air mineral modifikasi pelepah
Wadah Wadah Wadah Wadah Wadah
baby polybag tray potongan bambu bekas gelas air mineral modifikasi pelepah
Umur bulan setelah tanam (BST) 1 2 3 -------------- Tinggi bibit (cm) -----------11.44ab 17.00a 9.73c 14.59b 11.21ab 16.77a 11.63a 16.71a 10.50bc 15.38b ---------- Diameter batang (mm) ----------2.15 4.39 2.04 4.19 2.19 4.58 2.22 4.29 2.24 4.29 ---------- Jumlah daun (helai) ----------1.72b 3.28a 1.67b 2.81c 1.92a 3.35a 1.79a 3.22ab 1.70b 3.03bc
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test 5%.
Berdasarkan peubah morfologi bibit tanaman kelapa sawit di pre nursery, menunjukkan bahwa wadah potongan bambu dan bekas gelas air mineral merupakan wadah media tumbuh yang sama baiknya dengan wadah baby polybag. Hal ini diduga karena gelas air mineral dan potongan bambu bersifat mampu menahan air dan mengandung bahan organik yang juga dapat menambah kandungan unsur hara media tumbuh. Hasil ini sejalan dengan penelitian Fathurrohman (2011) yang memanfaatkan berbagai bahan organik sebagai bahan pembuatan wadah media tumbuh. Wadah media tumbuh yang berasal dari kertas koran, kompos dan tanin menunjukkan pertumbuhan diameter batang dan tinggi bibit terbaik dibandingkan dengan wadah media tumbuh berasal kertas koran dicampur tapioka
23
serta memiliki bentuk dan kekuatan yang lebih baik dibandingkan wadah media tumbuh lainnya. Tanggap Pertumbuhan Morfologi terhadap Berbagai Media Tumbuh dan Jenis Wadah Media Tumbuh Berbagai media tumbuh dan jenis wadah berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada bibit kelapa sawit umur 1 BST, dan diameter batang bibit kelapa sawit umur 3 BST (Lampiran 9). Tanggap pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery (tinggi tanaman, jumlah daun umur 1 BST, dan diameter batang serta luas daun pada umur 3 BST) terhadap berbagai media tumbuh dan jenis wadah tercantum pada Tabel 6. Pertumbuhan tinggi bibit kelapa sawit pada umur 1 BST pada media tumbuh kompos dengan wadah bekas gelas mineral, pada media tumbuh kompos dengan wadah potongan bambu dan kascing dengan wadah bekas gelas air mineral masing-masing meningkat sebesar 32%, 31%, dan 27% lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan kombinasi media tumbuh top soil dengan wadah baby polybag. Media tumbuh kompos dan kascing yang telah terdekomposisi sempurna sebagai media tumbuh bibit kelapa sawit di pembibitan awal (1 BST) dapat langsung diserap dan mengoptimalkan pertumbuhan morfologi tanaman. Menurut Rachman et al. (2008) penambahan bahan organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan, selain menambah bahan organik tanah juga memberikan kontribusi terhadap ketersediaan unsur hara N, P dan K di dalam tanah. Selanjutnya, jenis wadah bekas gelas mineral dan potongan bambu memiliki sifat daya beradaptasi yang tinggi terhadap sinar matahari untuk menjaga kelembaban media tumbuh kompos dan kascing yang dapat menjaga konsentrasi unsur hara dalam larutan media tumbuh dan menentukan aliran hara ke akar bibit kelapa sawit. Menurut Sjofjan dan Idwar (2009) kelembaban tanah akan mempengaruhi ketersediaan air tanah, konsentrasi hara dalam larutan tanah dan menentukan aliran hara ke akar. Oleh karena itu, pertumbuhan bibit kelapa sawit umur 1 BST dapat mencapai pertumbuhan yang optimal. Pertumbuhan diameter batang bibit kelapa sawit pada umur 3 BST pada media tumbuh kompos dengan wadah potongan bambu, media tumbuh kompos dengan wadah bekas gelas air mineral, media tumbuh kascing dengan wadah potongan bambu, media tumbuh pupuk kandang sapi dengan wadah potongan bambu, dan media tumbuh kascing dengan wadah bekas gelas air mineral masing-masing meningkat sebesar 48%, 44%, 40%, 32%, dan 24% dibandingkan dengan menggunakan media tumbuh top soil dengan wadah baby polybag. Peningkatan jumlah daun bibit kelapa sawit umur 1 BST sebesar 59%, 50%, dan 40% masing-masing terjadi pada media tumbuh kompos dengan wadah potongan bambu, media tumbuh kompos yang diwadahi bekas gelas air mineral dan baby polybag serta media pada media tumbuh kascing yang diwadahi baby polybag dan modifikasi pelepah dibandingkan dengan kombinasi media tumbuh top soil dengan wadah baby polybag. Pertumbuhan jumlah daun pada awal pertumbuhan (1 BST) didukung oleh ketersediaan nitrogen yang cukup pada media tumbuh kompos, sehingga daun dapat tumbuh optimal. Hasil analisis tanah di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah Bogor menunjukkan bahwa kadar nitrogen pada media tumbuh kompos memiliki nilai yang
24
tertinggi dibandingkan media lainnya yaitu 1.25% (Lampiran 6). Pemupukan nitrogen dengan dosis tertentu dapat meningkatkan kandungan klorofil untuk proses fotosintesis Tabel 6. Pengaruh media tumbuh dan jenis wadah terhadap empat peubah morfologi bibit kelapa sawit di pre nursery. Perlakuan Top soil + baby polybag Top soil + tray Top soil + potongan bambu Top soil + eks gelas air mineral Top soil + modifikasi pelepah Sub soil + baby polybag Sub soil + tray Sub soil + potongan bambu Sub soil + eks gelas air mineral Sub soil + modifikasi pelepah Kascing + baby polybag Kascing + tray Kascing + potongan bambu Kascing + eks gelas air mineral Kascing + modifikasi pelepah Arang sekam + baby polybag Arang sekam + tray Arang sekam + potongan bambu Arang sekam + eks gelas air mineral Arang sekam + modifikasi pelepah Pukan sapi + baby polybag Pukan sapi + tray Pukan sapi+ potongan bambu Pukan sapi + eks gelas air mineral Pukan sapi + modifikasi pelepah Kompos + baby polybag Kompos + tray Kompos + potongan bambu Kompos + eks gelas air mineral Kompos + modifikasi pelepah
Tinggi bibit 1 BST (cm)
Diameter batang 3 BST (mm)
4.38defghijk 3.72 ijk 3.78 ijk 4.72 bcdefghijk 4.61cdefghijk 3.94 ijk 3.66 k 4.00 hijk 4.22 fghijk 4.00 hijk 5.00 abcdefgh 4.16 ghijk 5.33abcde 5.55 abc 4.44efghijk 3.61 k 4.33efghijk 4.11ghijk 5.11abcdefg 5.11abcdefg 4.78 abcdefghi 5.22abcdef 5.38 abcd 5.22abcdef 4.55 cdefghijk 5.00 abcdefgh 5.00 abcdefgh 5.72 ab 5.78 a 5.22abcdef
5.64 g 5.46 g 6.11 fg 5.63g 6.92 cdef 6.25efg 5.36 g 6.39 defg 5.33 g 5.26 g 7.52 abcd 7.73 ab 7.87 ab 7.00bcdef 8.32 a 5.50g 5.30g 5.36g 5.62g 6.44cdefg 7.40abcde 7.24abcdef 7.47abcd 6.36defg 7.53abcd 7.64abc 7.27abcdef 8.35a 8.10 ab 7.02 bcdef
Jumlah daun 1 BST (helai) 1.11cde 1.00def 1.11cde 1.11cde 1.00def 1.11cde 0.89ef 1.00def 1.00def 1.00def 1.55ab 1.39abc 1.22cde 1.33bcd 1.55ab 0.72f 1.00def 1.00def 1.11cde 1.11cde 1.67a 1.00def 1.39abc 1.11cde 1.22cde 1.67a 1.00def 1.72a 1.67a 1.11cde
Luas daun 3 BST (cm2) 27.67cdef 21.47fghi 20.49fghi 24.66efg 14.15hi 23.16fgh 13.09 i 24.60efg 16.15ghi 12.28i 56.73a 27.20cdef 52.27a 32.99bcde 38.41b 18.35fghi 16.07ghi 18.36fghi 26.42def 16.11ghi 34.09bcd 18.42fghi 35.92bc 27.65cdef 20.93fghi 53.47a 23.73efg 23.75efg 25.96def 25.13defg
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test 5%, BST: bulan setelah tanam.
bila kondisi yang lain seperti radiasi matahari, suhu, kelembaban, dan CO2 ada dalam kondisi optimum. Kekurangan N pada awal pertumbuhan dapat menghambat pembentukan daun sebagai aparat fotosintesis (Myrna 2003).
25
Luas daun bibit kelapa sawit 3 BST dipengaruhi oleh media tumbuh, jenis wadah media tumbuh, dan interaksi kedua perlakuan tersebut (Lampiran 9). Pengukuran luas daun dilaksanakan pada akhir penelitian untuk semua perlakuan. Tanggap luas daun terhadap berbagai media tumbuh dan jenis wadah dapat dilihat pada Tabel 6. Luas daun bibit kelapa sawit pada media tumbuh kascing dengan wadah baby polybag, media tumbuh kascing diwadahi pada potongan bambu dan media tumbuh kompos yang diwadahi baby polybag masing-masing meningkat sebesar 105%, 89%, dan 93% dibandingkan pertumbuhan luas daun bibit kelapa sawit pada media tumbuh top soil yang diwadahi baby polybag dan tray. Daun merupakan satu dari struktur utama tanaman yang memiliki fungsi utama melaksanakan proses fotosintesis. Dalam proses tersebut daun melakukan fungsi eksternal yaitu melakukan respirasi, transpirasi dan absorbsi cahaya. Daun memiliki kriteria tertentu, diantaranya adalah luas daun (Haryadi 2013). Luas daun memegang peranan penting, karena fotosintesis biasanya proposional terhadap luas daun (Taiz dan Zeiger 2002). Peningkatan luas daun merupakan upaya tanaman dalam mengefisiensikan penangkapan energi cahaya untuk fotosintesis (Djukri dan Purwoko 2003). Tanggap Fisiologi Tanaman Tanggap Peubah Fisiologi terhadap Berbagai Media Tumbuh dan Jenis Wadah Jenis berbagai media tumbuh, jenis wadah dan interaksi kedua perlakuan menunjukkan pengaruh nyata terhadap peubah kehijauan daun dan bobot biomassa (bobot basah dan kering tajuk, bobot basah dan kering akar) (Lampiran 10). Sedangkan kerapatan stomata dipengaruhi secara nyata oleh wadah media tumbuh dan interaksi antara media tumbuh dan wadah media tumbuh. Pengaruh berbagai media tumbuh dan jenis wadah terhadap kehijauan daun dan kerapatan stomata (Tabel 7). Penggunaan berbagai media tumbuh dan jenis wadah berpengaruh nyata terhadap kehijauan daun dan kerapatan stomata bibit kelapa sawit (Lampiran 10). Nilai kehijauan daun pada bibit tertinggi terdapat pada media tumbuh kascing yang diwadahi gelas air mineral bekas tetapi tidak berbeda nyata dengan media tumbuh kompos yang diwadahi baby polybag. Pengaruh berbagai penggunaan media tumbuh dan jenis wadah terhadap kehijauan daun dapat dilihat pada Tabel 7. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan kehijauan daun pada bibit kelapa sawit umur 3 BST, hal ini dapat dilihat dari nilai kehijauan daun pada media tumbuh kompos dengan wadah bekas gelas air mineral yang berbeda nyata dengan media top soil dan sub soil. Klorofil daun merupakan pigmen yang memberi ciri warna hijau pada daun dan mampu mengoptimalkan penyerapan energi cahaya matahari sehingga terjadi proses fotosintesis yang menghasilkan gula atau karbohidrat. Oleh karena itu, ketersediaan klorofil yang cukup sangat membantu proses pertumbuhan tanaman. Salah satu faktor lingkungan tumbuh untuk tanaman adalah kesuburan tanah berupa media tumbuh yang subur. Media tumbuh yang subur dapat dilihat dari ketersediaan unsur hara yang dapat diperoleh dengan cara memberikan unsur hara tepat dosis, cara, aplikasi dan waktu sesuai kebutuhan tanaman. Gelas air mineral bekas juga dapat menjadi wadah tumbuh alternatif berdasarkan pengamatan pada peubah morfologi dan fisiologi. Wadah media tumbuh bekas gelas air mineral memiliki keunggulan yaitu ringan, tidak mudah pecah,
26
transparan, mudah didapat dan memiliki tingkat penguapan yang rendah serta cenderung mempunyai suhu tanah yang stabil (plastik mampu beradaptasi dengan suhu yang bervariasi). Sulchan dan Nur (2007) menyatakan bahwa kemasan plastik memiliki beberapa keunggulan karena sifatnya yang kuat, tetapi ringan, tahan lama, tidak karatan dan bersifat termoplastik (heat seal) serta dapat diberi warna. Selain itu, kemasan plastik juga mudah diubah bentuk, memiliki adaptasi suhu yang tinggi, permeabilitas uap air dan gas rendah. Tabel 7. Pengaruh media tumbuh dan jenis wadah terhadap kehijauan daun dan kerapatan stomata bibit kelapa sawit umur 3 BST Perlakuan Top soil + baby polybag Top soil + tray Top soil + potongan bambu Top soil + eks gelas air mineral Top soil + modifikasi pelepah Sub soil + baby polybag Sub soil + tray Sub soil + potongan bambu Sub soil + eks gelas air mineral Sub soil + modifikasi pelepah Kascing + baby polybag Kascing + tray Kascing + potongan bambu Kascing + eks gelas air mineral Kascing + modifikasi pelepah Arang sekam + baby polybag Arang sekam + tray Arang sekam + potongan bambu Arang sekam + eks gelas air mineral Arang sekam + modifikasi pelepah Pukan sapi + baby polybag Pukan sapi + tray Pukan sapi+ potongan bambu Pukan sapi + eks gelas air mineral Pukan sapi + modifikasi pelepah Kompos + baby polybag Kompos + tray Kompos + potongan bambu Kompos + eks gelas air mineral Kompos + modifikasi pelepah
Kehijauan daun
Kerapatan stomata (stomata/mm2)
54.33fg 47.66hijk 50.00hi 55.60defg 46.16jklm 49.60hi 47.76hijk 68.96b 55.80defg 42.96n 49.20hij 53.40g 72.33a 57.80de 44.70klmn 58.63d 37.40o 43.43mn 47.20ijkl 38.30o 44.20lmn 55.50efg 55.33efg 46.33jklm 39.63o 71.13ab 50.40h 49.76hi 63.60c 56.90def
4.63abc 5.18ab 3.82cdefgh 4.35abcde 2.76hi 2.87ghi 5.41a 3.18efghi 4.03bcdefg 4.03bcdefg 3.29defghi 4.46abcd 4.24bcde 3.61cdefghi 3.60cdefghi 4.14bcdef 3.92cdefgh 3.60cdefghi 4.14bcdef 4.24bcde 3.50cdefghi 2.55i 4.24bcde 3.48cdefghi 3.82cdefgh 4.35abcde 4.24bcde 3.01fghi 3.39defghi 3.29defghi
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test 5%, BST: bulan setelah tanam.
27
Media tumbuh kompos dan kascing dengan wadah baby polybag menghasilkan bobot basah dan kering tajuk yang sama baiknya serta nyata lebih besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Tabel 8). Bobot basah tajuk pada media tumbuh kompos yang diwadahi baby polybag, media tumbuh kascing yang diwadahi baby polybag masing-masing meningkatkan sebesar 145% dan 135% dibandingkan dengan menggunakan media tumbuh top soil yang diwadah baby polybag. Bobot basah merupakan total berat tanaman yang menunjukkan hasil aktivitas metabolik tanaman, nilai bobot basah ini dipengaruhi oleh kadar air jaringan, unsur hara dan hasil metabolisme (Salisbury dan Ross 1995). Bobot kering tajuk bibit pada media tumbuh kompos yang diwadahi baby polybag, media tumbuh kascing yang diwadah baby polybag masing-masing meningkatkan sebesar 106% dan 102 dibandingkan dengan menggunakan media tumbuh top soil yang diwadahi pada baby polybag. Bobot kering tajuk yang tinggi menandakan bahwa proses metabolisme di dalam tanaman berjalan sempurna sehingga dapat menghasilkan energi dan suplai karbohidrat yang cukup untuk pertumbuhan tanaman. Berat kering tanaman mencerminkan hasil dari akumulasi senyawa organik yang disintesis oleh tanaman dari senyawa anorganik, peningkatan berat kering terjadi karena penyerapan hara yang meningkat (Gardner et al. 1991). Unsur hara nitrogen yang terkandung di dalam media tumbuh dapat mempengaruhi peningkatan bobot tajuk tanaman. Menurut Engelstad (1997) kandungan nitrogen yang tinggi akan memacu pertumbuhan bagian ujung tanaman. Media tumbuh kascing dengan wadah potongan bambu menghasilkan bobot basah dan kering akar nyata lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan media tumbuh pupuk kandang sapi yang diwadahi gelas air mineral (Tabel 8). Peningkatan bobot basah akar sebesar 69% dan bobot kering akar sebesar 67% terjadi pada bibit kelapa sawit yang ditanam pada media tumbuh kascing dengan wadah potongan bambu dibandingkan dengan menggunakan media tumbuh top soil yang diwadahi pada baby polybag pada umur 3 BST. Sedangkan bobot basah dan kering akar meningkat sebesar 53% pada media tumbuh pupuk kandang sapi dengan wadah gelas air mineral dibandingkan dengan menggunakan media tumbuh top soil dan wadah baby polybag. Hasil biomassa berupa tajuk basah dan kering pada bibit kelapa sawit 3 BST pada perlakuan kombinasi media tumbuh kompos dan kascing dengan wadah baby polybag menunjukkan peningkatan karena dipengaruhi oleh media tumbuh. Ketersediaan unsur hara yang cukup pada media tumbuh mendukung biomassa tanaman. Mc donald et al. (1996) biomassa akar tanaman merupakan salah satu parameter kunci untuk melihat ketahanan, kemampuan bersaing dan kondisi fisik sebuah tanaman. Biomassa merupakan hasil akhir asimilasi karbon, fotosintesis, dan respirasi. Hal ini dipengaruhi oleh banyak variabel, salah satunya adalah ketersediaan unsur hara pada daerah perakaran. Media tumbuh kascing dengan wadah potongan bambu menghasilkan bobot basah dan kering akar yang berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan lainnya, tetapi tidak berbeda nyata dengan media tumbuh pupuk kandang sapi yang diwadahi gelas air mineral Perlakuan media tumbuh sub soil yang diwadahi tray menunjukkan kerapatan stomata yang tertinggi, namun tidak berbeda nyata terhadap perlakuan media tumbuh top soil yang diwadahi tray. Kerapatan stomata yang tinggi akan mendukung aktivitas pertukaran gas CO2 dan O2 yang penting untuk proses fotosintesis tanaman. Stomata berfungsi sebagai tempat pertukaran gas. Ketika stomata terbuka CO2 masuk untuk sintesis glukosa, dan juga memungkinkan H2O dan O2 bebas keluar (respirasi). Semakin banyak stomata per satuan
28
luas (kerapatan stomata), maka akan lebih banyak CO2 yang dapat diambil serta lebih banyak juga air dan oksigen yang dapat dilepaskan (Grant dan Vatnick 2004). Tabel 8. Pengaruh media tumbuh dan jenis wadah terhadap biomassa bibit kelapa sawit 3 BST Perlakuan
Bobot basah tajuk (g)
Top soil + baby polybag Top soil + tray Top soil + potongan bambu Top soil + eks gelas air mineral Top soil + modifikasi pelepah Sub soil + baby polybag Sub soil + tray Sub soil + potongan bambu Sub soil + eks gelas air mineral Sub soil + modifikasi pelepah Kascing + baby polybag Kascing + tray Kascing + potongan bambu Kascing + eks gelas air mineral Kascing + modifikasi pelepah Arang sekam + baby polybag Arang sekam + tray Arang sekam + potongan bambu Arang sekam + eks gelas air mineral Arang sekam + modifikasi pelepah Pukan sapi + baby polybag Pukan sapi + tray Pukan sapi+ potongan bambu Pukan sapi + eks gelas air mineral Pukan sapi + modifikasi pelepah Kompos + baby polybag Kompos + tray Kompos + potongan bambu Kompos + eks gelas air mineral Kompos + modifikasi pelepah
3.30j 1.90r 2.60mn 3.10kl 2.20q 3.20jk 1.50t 4.00h 2.00r 1.70s 7.76b 5.00f 6.14c 4.90f 4.00h 3.30j 1.90r 2.30pq 2.50no 2.30pq 5.20e 2.40op 5.80d 2.70m 2.60mn 8.10a 3.50i 3.86h 3.00l 4.20g
Bobot basah akar (g)
Bobot kering tajuk (g)
Bobot kering akar (g)
1.50g 0.80jk 0.70k 1.06hij 0.80jk 1.80def 0.80jk 1.60fg 1.10hi 0.80jk 1.70efg 1.90cde 2.53a 2.10bc 1.50g 1.70efg 1.00hij 1.00hij 1.50g 0.90ijk 2.00cd 1.50g 1.50g 2.30ab 1.20h 1.80def 1.70efg 2.00cd 1.00hij 1.80def
0.86g 0.46klm 0.67i 0.77h 0.52jk 0.77h 0.39m 0.88fg 0.54j 0.43lm 1.74a 1.10d 1.52b 1.12d 0.94f 0.66i 0.46klm 0.52jk 0.63i 0.49jkl 1.11d 0.67i 1.37c 0.62i 0.55j 1.77a 0.84g 0.88fg 0.64i 1.02e
0.30b 0.14k 0.16jk 0.21hij 0.16jk 0.36def 0.16jk 0.32fg 0.22hi 0.16jk 0.34efg 0.38cde 0.50a 0.42bc 0.30g 0.34efg 0.20hij 0.20hij 0.30g 0.18ijk 0.40cd 0.30g 0.30g 0.46ab 0.24h 0.36def 0.34efg 0.40cd 0.20hij 0.36def
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test 5%.
Kerapatan stomata tertinggi terdapat pada media sub soil dengan wadah tray, tetapi tidak berbeda nyata dengan media tumbuh kompos yang diwadahi baby polybag, media tumbuh top soil yang diwadahi tray, dan media tumbuh top soil yang diwadahi baby polybag. Peningkatan kerapatan stomata pada media tumbuh sub soil dengan wadah tray adalah
29
sebesar 16% , sedangkan pada media tumbuh top soil dengan wadah tray meningkat 11% dibandingkan dengan media tumbuh top soil yang diwadahi baby polybag. Kerapatan stomata lebih dipengaruhi oleh faktor genetik tanaman daripada faktor lingkungan, sehingga pemberian media tumbuh yang memiliki kandungan hara yang lebih tinggi tidak menunjukkan nilai kerapatan stomata yang tinggi juga. Setyasih et al. (2013) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kerapatan stomata umumnya terkait dengan faktor genetik antara lain jumlah stomata, sensitivitas pembentukan dan perkembangan stomata terhadap faktor lingkungan. Kandungan Hara Jaringan Tanaman Analisis kandungan hara jaringan tanaman dilakukan pada akhir percobaan dengan mengambil sampel daun di setiap perlakuan media tanam pada berbagai jenis wadah tanam. Hal ini dilakukan karena jumlah daun pada setiap bibit perlakuan tidak mencukupi untuk kebutuhan analisis. Nilai tertinggi kandungan unsur hara jaringan tanaman untuk masingmasing unsur hara adalah nitrogen pada kompos (2.38 %), fosfor pada arang sekam (0.26%), kalium pada arang sekam (2.45%), kalsium pada arang sekam (0.58 %), magnesium pada kascing dan pupuk kandang (0.46 %), boron pada pupuk kandang (23 ppm), zinc pada sub soil (65 ppm) (Tabel 9). Tabel 9. Hasil analisis kandungan hara jaringan tanaman pada bibit kelapa sawit di pre nursery Gabungan enam wadah (baby polybag, tray, potongan bambu, gelas mineral, pelepah) Unsur hara
N (%) P (%) K (%) Ca (%) Mg (%) B (ppm) Zn (ppm)
Top soil
Sub soil
Kascing
Arang sekam
1.81 (R) 0.18 (S) 1.13 (S) 0.48 (R) 0.43 (S) 18 (S) 64 (T)
2.30 (R) 0.18 (S) 1.15 (S) 0.47 (R) 0.35 (S) 9 (S) 65 (T)
2.22 (R) 0.24 (S) 1.29 (S) 0.52 (S) 0.46 (S) 20 (S) 57 (T)
1.07 (R) 0.26 (T) 2.45 (T) 0.58 (S) 0.39 (S) 9 (S) 59 (T)
Pupuk kandang sapi 1.41 (R) 0.21 (S) 1.11 (S) 0.55 (S) 0.46 (S) 23 (S) 51 (T)
Kompos
2.38 (R) 0.19 (S) 1.41 (S) 0.08 (R) 0.39 (S) 9 (S) 50 (S)
Keterangan: Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor kriteria unsur hara jaringan : R= rendah, S=Sedang, T= Tinggi berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Von Uexküll (1990).
Analisis kandungan hara jaringan tanaman dilakukan untuk mengetahui status unsur hara di dalam tanaman serta kemampuan tanaman menyerap unsur hara. Wijaya (2008) menyatakan bahwa unsur hara yang diserap tanaman akan menentukan kualitas produk pertanian baik buah maupun simplisia (bahan segar), yang meliputi kualitas luar dan kualitas dalam. Kualitas luar meliputi penampilan, ukuran, warna dan keutuhan. Sedangkan kualitas dalam antara lain kandungan protein, vitamin, lemak, karbohidrat, metabolit sekunder. Analisis jaringan tanaman lebih praktis dilakukan untuk mengetahui status hara pada
30
tanaman, karena status hara pada jaringan tanaman juga merupakan gambaran status hara dalam tanah. Kandungan unsur hara makro dan mikro yang terkandung pada jaringan tanaman bibit kelapa sawit dengan perlakuan media tanam kompos, pupuk kandang sapi dan kascing tergolong tinggi dan cukup. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman memiliki sifat genetis yang baik sehingga mampu menyerap unsur hara tersedia secara optimal. Kadar nitrogen yang tinggi pada media tanam kompos sangat diperlukan bibit kelapa sawit terutama saat masa vegetatif tanaman. Syam’un et al. (2012) menyatakan bahwa faktor yang sangat berpengaruh terhadap aktivitas pertumbuhan vegetatif tanaman seperti pembelahan, pembesaran dan diferensiasi sel antara lain disebabkan oleh adanya ketersediaan N bagi tanaman. Nitrogen merupakan komponen penyusun klorofil, asam amino dan protein yang merupakan bagian penting dalam plasma sel. N sangat dibutuhkan oleh tanaman pada awal pertumbuhan (masa vegetatif), serapan N dapat meningkat dengan tersedianya N dalam tanah. Main Nursery Tanggap Morfologi Tanaman terhadap Media Tumbuh Tinggi tanaman. Aplikasi berbagai bahan organik sebagai media tumbuh berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman mulai umur bibit 4-10 BST (Lampiran 11). Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap tinggi tanaman bibit kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap tinggi tanaman bibit kelapa sawit umur 4-10 BST Media tumbuh Media standar Top soil Sub soil Kascing Arang sekam Pukan sapi Kompos Probability Notasi
Umur (Bulan Setelah Tanam) 4 5 6 7 8 9 --------------------------------(cm) ------------------------15.08b 19.83b 25.91b 34.41c 46.41b 59.16a 17.75b 20.75b 28.58b 34.33c 45.50b 55.50b 16.08b 18.83b 24.16b 31.58c 40.83b 50.50b 22.91a 27.58a 36.08a 49.33ab 65.66a 80.41a 17.83b 20.00b 24.33b 31.50c 40.00b 49.25b 22.33a 30.66a 35.41a 47.33b 64.25a 78.08a 23.08a 29.41a 37.50a 53.08a 69.00a 83.50a 0.0003 <.0001 0.0003 <.0001 <.0001 <.0001 ** ** ** ** ** **
10 64.58b 65.08b 56.58b 89.41a 55.41b 84.50a 93.08a <.0001 **
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test 5%.**= sangat nyata
Media tumbuh kompos menghasilkan bibit tanaman tertinggi pada umur 10 BST dan sama baiknya dengan media tumbuh kascing dan pupuk kandang sapi karena kascing dan pupuk kandang sapi memiliki kandungan unsur hara nitrogen yang tergolong sangat tinggi, fosfor sangat tinggi, kalium rendah, dan rasio C/N rendah (Lampiran 7). Masa vegetatif tanaman membutuhkan lebih banyak unsur hara nitrogen untuk pembentukan organ-organ
31
tanaman. Walworth (2013) menyatakan bahwa nitrogen adalah unsur hara yang terbanyak dibutuhkan oleh tanaman karena merupakan penyusun utama dari senyawa organik penting seperti asam amino, asam nukleat dan protein. Bahan organik yang kaya akan nitrogen akan memudahkan proses degradasi bahan organik tersebut dan akan melepaskan senyawa amonia dan nitrat (mineralisasi). Rasio C/N yang dimiliki oleh perlakuan kompos, kascing dan pupuk kandang sapi beda, juga tergolong rendah yang menunjukkan bahwa ketiga media tumbuh tersebut telah terdekomposisi dan dapat digunakan sebagai media tumbuh. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ismayana et al. (2012) nilai C/N bahan organik yang semakin besar menunjukkan bahwa bahan organik tersebut belum terdekomposisi sempurna. Sebaliknya nilai C/N bahan organik yang rendah menunjukkan bahwa bahan organik tersebut sudah terdekomposisi dan menjadi pupuk organik. Munawar (2011) menyatakan bahwa rasio C/N rendah berarti bahan mengandung banyak nitrogen dan mudah terdekomposisi, sehingga cepat memasok nitrogen bagi tanaman. Sebaliknya, bahan-bahan dengan rasio C/N tinggi akan sulit terdekomposisi dan dapat menyebabkan kekahatan nitrogen pada tanaman. Tinggi tanaman bibit kelapa sawit pada media kompos (93.08 cm), kascing (89.41 cm), dan pupuk kandang sapi (84.50) telah sesuai dengan standar bibit siap salur PT. SUE Mekarsari (2013) yang menetapkan bahwa klasifikasi bibit siap salur varietas Sue Supreme adalah tinggi bibit umur 8–9 bulan mencapai 80-120 cm. Sedangkan, bila media kompos dibandingkan dengan standar pertumbuhan bibit BBPPTP (2014) dan varietas Damimas (PT SMART Tbk 2003) umur 10 bulan, maka tinggi bibit kelapa sawit yang di tanam pada media kompos masing-masing baru memenuhi 91.34% dan 89.32% dari standar tersebut. Media tumbuh alternatif terbaik yang direkomendasikan berdasarkan hasil penelitian ini (morfologi tanaman) adalah kompos, kascing dan pupuk kandang sapi. Ketiga media tersebut menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman yang sama baiknya. Saat ini, integrasi kelapa sawit dengan sapi menjadi kegiatan pertanian terpadu yang sedang berkembang dan telah menunjukkan dampak positif terhadap tanaman kelapa sawit serta hewan ternak (sapi) tersebut. Pupuk kandang sapi yang dihasilkan dari proses integrasi tanaman kelapa sawit dengan ternak sapi dapat digunakan sebagai media tumbuh bibit maupun tanaman kelapa sawit dewasa, sehingga alternatif pemanfaatan limbah kotoran sapi semakin beragam. Diameter batang. Penggunaan berbagai jenis media tumbuh berpengaruh nyata terhadap diameter batang mulai umur bibit 4-10 BST (Lampiran 12). Diameter batang terlebar terdapat pada media tumbuh kompos dan kascing, dan sama baiknya dengan media tumbuh pupuk kandang (Tabel 11). Diameter batang bibit kelapa sawit pada media kompos (56.83 mm) dan kascing (56.83 mm) 103.32% lebih tinggi dari standar bibit siap salur PT. SUE Mekarsari (2013) sedangkan diameter batang pada media tumbuh pupuk kandang sapi (52.00 mm) baru memenuhi 94.54% dari standar. Diameter batang bibit kelapa sawit pada media kompos menunjukkan nilai 101.81% lebih tinggi dari nilai standar bibit siap salur BBPPTP (2014). Diameter batang kelapa sawit pada media tumbuh kompos baru memenuhi 73.68% biLa dibandingkan dengan standar bibit siap salur Damimas (PT SMART Tbk 2003). Pertumbuhan morfologi (tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah daun) bibit tanaman yang baik dan siap untuk dipindahtanam ke lapangan memiliki standar nilai pertumbuhan tertentu.
32
Pemberian media tumbuh berbahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan diameter batang. Hal ini sejalan dengan penelitian Sari et al. (2015) yang menunjukkan bahwa diameter batang bibit kelapa sawit pada media tunggal dengan perbandingan pupuk organik : top soil 3:6 menghasilkan pertumbuhan yang lebih besar (7.78 cm) dan berbeda nyata dibandingkan dengan diameter batang kelapa sawit pada media top soil tanpa penambahan pupuk organik (4.32 cm) di pembibitan main nursery. Tabel 11. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap diameter batang bibit kelapa sawit umur 4-10 BST Media tumbuh Media standar agronomi Top soil Sub soil Kascing Arang sekam Pukan sapi Kompos Probability Notasi
Umur (Bulan Setelah Tanam) 4 5 6 7 8 9 10 --------------------------------------- mm -----------------------------------7.83c 9.08c 7.33c 11.25a 7.58c 10.50ab 11.33a 0.0006 **
9.08c 9.83c 9.16c 13.16b 8.75c 15.33ab 16.75a <.0001 **
14.16c 14.83c 12.83c 20.41b 13.41c 21.33b 24.33a <.0001 **
20.66b 20.33b 18.91bc 29.66a 16.08c 28.50a 32.00a <.0001 **
29.91b 25.58bc 24.66bc 38.50a 22.00c 37.66a 43.66a <.0001 **
36.16b 34.25bc 31.75bc 50.33a 26.08c 47.91a 52.83a <.0001 **
44.00bc 36.00cd 37.16cd 56.83a 29.58d 52.00ab 56.83a <.0001 **
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test 5%.**= sangat nyata.
Tampilan atau kondisi fisik pohon kelapa sawit pada saat ini memang tidak lagi diarahkan untuk menghasilkan pertumbuhan tinggi tanaman yang terlalu tinggi, tetapi lebih ke pertumbuhan diameter batang yang besar. Pohon kelapa sawit yang tidak terlalu tinggi diharapkan akan mempermudah kegiatan pemeliharaan dan pemanenan, sedangkan diameter batang yang besar akan lebih kuat menopang pelepah serta mendukung aktivitas transportasi air dan hara di dalam tanaman. Produsen penghasil benih PT. SUE Mekarasari (2013) yang dipakai pada penelitian ini menyatakan bahwa varietas Sue Supreme memang memiliki pertumbuhan tinggi yang cenderung lambat tetapi memiliki diameter batang yang besar. Pohon kelapa sawit varietas Sue Supreme memiliki pertumbuhan tanaman berkisar 25-30 cm per tahun dan diameter batang pohon yang lebih besar. Pada umur 18 bulan, tinggi pohon hanya berkisar empat meter (Sawit Indonesia 2014). Jumlah daun. Penggunaan berbagai jenis media tumbuh berpengaruh nyata terhadap jumlah daun mulai umur 4-10 BST (Lampiran 13). Jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan kascing (13.25 helai), tetapi tidak berbeda nyata dengan perlakuan pupuk kandang sapi (12.75 helai) dan kompos (13.08 helai) (Tabel 12). Umur bibit kelapa sawit 10 BST yang memiliki jumlah daun yang lebih banyak menandakan respon vegetatifnya optimal, sehingga dapat mempercepat menjadi bibit siap salur. Ketersediaan unsur hara nitrogen dan kalium yang terkandung pada kascing, kompos dan pupuk kandang sapi yang diperlihatkan
33
secara morfologi dalam bentuk jumlah daun, cukup menunjang berlangsungnya proses fotosintesis secara baik karena unsur nitrogen bagian integral dari klorofil yang menyerap cahaya matahari dan unsur kalium mempengaruhi membuka dan menutup stomata untuk menangkap CO2 dan O2 untuk proses fotosintesis. Media kascing dan pupuk kandang sapi menghasilkan peningkatan jumlah daun sebesar 10%, sedangkan media tumbuh kompos menghasilkan peningkatan sebesar 13% dibandingkan dengan media top soil. Kandungan unsur hara N, P, K yang tergolong sangat tinggi pada media kompos (Lampiran 7) menyebabkan pertumbuhan jumlah daun yang lebih baik dibandingkan media tumbuh lainnya. Sinaga et al. (2015) menyatakan bahwa dengan ketersediaan unsur hara yang lebih baik akan menyebabkan fotosintesis berjalan baik, sehingga menghasilkan fotosintat lebih banyak yang akan digunakan untuk pertumbuhan diantaranya jumlah daun. Tabel 12. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap jumlah daun bibit kelapa sawit umur 4-10 BST Media tumbuh
Umur (Bulan Setelah Tanam) 4 5 6 7 8 9 10 --------------------------------------(helai)-----------------------------------
Media standar agronomi Top soil Sub soil Kascing Arang sekam Pukan sapi Kompos Probability
3.25b 3.41b 3.50b 4.83a 3.33b 4.75a 4.83a
5.00b 4.91b 4.58b 6.08a 4.50b 5.83a 6.41a
<.0001
Notasi
**
6.33b 6.25b 5.75b 8.00a 5.58b 7.58a 8.00a
8.33b 8.08b 7.75b 9.83a 7.41b 9.83a 10.00a
10.08c 10.25bc 9.41c 11.66a 9.16c 10.83ab 11.58a
11.25bcd 11.50abc 10.58cd 12.83a 10.00d 12.41ab 12.83a
11.56bc 12.00abc 11.08cd 13.25a 10.16d 12.75ab 13.08a
0.0002 0.0003
0.0002
0.0014
0.0032
0.0019
**
**
**
**
**
**
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test 5%.**= sangat nyata
Jumlah daun bibit kelapa sawit pada media tumbuh kompos 87%, kascing 88.33% dan pupuk kandang sapi 85%, masing-masing baru memenuhi bibit kelapa sawit dari standar pertumbuhan PT. SUE Mekarsari (2013). Sedangkan, bila jumlah daun media kompos dibandingkan dengan standar pertumbuhan bibit BBPPTP (2014) dan Damimas (PT. SMART Tbk 2003), menunjukkan baru memenuhi 84.38% dan 69.57% dari standar tersebut. Luas Daun. Aplikasi berbagai bahan organik sebagai media tumbuh berpengaruh nyata terhadap luas daun bibit kelapa sawit umur 10 BST (Lampiran 13). Daun bibit terluas terdapat pada media tumbuh kascing dan sama baiknya dengan media tumbuh pupuk kandang sapi dan kompos (Tabel 13). Daun bibit yang luas sangat baik untuk pertumbuhan tanaman, karena di daun berlangsung berbagai reaksi kimia yang penting untuk tanaman. Santoso dan Hariyadi (2008) menyatakan bahwa luas daun merupakan salah satu parameter penting dalam analisis pertumbuhan tanaman karena pada daun terdapat komponen dan
34
sekaligus tempat berlangsungnya proses fotosintesis, respirasi, dan transpirasi yang menentukan arah pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Media tumbuh pupuk kandang sapi, kompos dan kascing mampu memasok unsur hara yang cukup untuk bibit kelapa sawit sehingga dihasilkan pertumbuhan daun yang optimal. Tabel 13. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap luas daun bibit kelapa sawit umur 10 BST. Perlakuan media tumbuh Media standar agronomi Top soil Sub soil Kascing Arang sekam Pukan sapi Kompos Probability Notasi
Luas daun (cm2) 475.1bc 325.3c 278.6c 896.3a 349.5c 728.7ab 706.4ab 0.0007 **
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test 5%.**= sangat nyata.
Tanggap Fisiologi Tanaman Kerapatan stomata dan kehijauan daun. Aplikasi berbagai media tumbuh berbahan organik tidak berpengaruh nyata terhadap kerapatan stomata dan kehijauan daun pada bibit umur 10 BST (Lampiran 14). Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap kehijauan daun dan kerapatan stomata bibit kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 14. Meskipun media tumbuh tidak mempengaruhi kerapatan stomata, tetapi Jumlah stomata banyak terdapat pada terdapat pada media tumbuh kompos, hasil ini sejalan dengan hasil pertumbuhan morfologi bibit. Stomata merupakan tempat pertukaran gas-gas yang berperan penting untuk reaksireaksi metabolisme dalam tanaman, semakin banyak jumlah stomata yang berfungsi dengan baik maka reaksi-reaksi metabolisme tersebut dapat berjalan lancar. Stomata berperan sebagai alat untuk penguapan dan pertukaran gas-gas seperti CO2 yang berfungsi untuk transpirasi dan respirasi selama proses fotosintesis. Oleh karena itu, aktivitas fotosintesis sangat bergantung antara lain pada pembukaan dan penutupan stomata (Lestari 2006; Palit 2008). Nilai kehijauan daun 57-58 masih mampu mendukung kelangsungan reaksi-reaksi kimia dalam tanaman yang membutuhkan kehijauan daun untuk membentuk klorofil. Kandungan hara N, P dan K media tumbuh kompos lebih tinggi (1.32%, 0.49%, 0.06%) dibandingkan sub soil (0.15%, 0.48%, 0.06%), tetapi hasil kehijauan daun justru sebaliknya. Hal ini diduga karena adanya hambatan dalam penyerapan unsur hara makro tersebut. Hasil penelitian ini sejalan dengan Ramadhaini et al. (2014) yang menyatakan bahwa pengaruh kuadratik pupuk majemuk N, P, K menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pupuk dapat
35
menyebabkan penurunan kehijauan daun karena kehijauan daun sangat berkaitan dengan kecukupan hara nitrogen.
Tabel 14. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap kerapatan stomata dan kehijauan daun bibit kelapa sawit umur 10 BST. Perlakuan media tumbuh Media standar agronomi Top soil Sub soil Kascing Arang sekam Pukan sapi Kompos Probability Notasi
Kerapatan stomata (jumlah stomata/mm2) 19.16 19.00 16.66 25.33 19.66 20.66 26.33 0.0610 tn
Kehijauan daun 56.07 58.44 60.24 57.85 59.82 54.67 58.85 0.5922 tn
Biomassa. Penggunaan berbagai jenis media tumbuh berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot kering tajuk bibit kelapa sawit umur bibit 10 BST (Lampiran 14). Bobot basah dan bobot kering tajuk tertinggi terdapat pada media tumbuh kascing, dan sama baiknya dengan media tumbuh kompos tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap bobot basah dan bobot kering akar (Tabel 15). Biomassa akar tidak dipengaruhi secara nyata oleh berbagai jenis media tumbuh. Hal ini menunjukkan keenam media tumbuh memiliki struktur media yang baik sehingga mendukung pertumbuhan akar yang maksimal. Macleoad et al. (2015) menyatakan salah satu pembangun struktur tanah adalah akar tanaman yang membantu mengikat partikel-partikel tanah sehingga struktur tanah menjadi stabil dan tahan terhadap erosi. Peningkatan bobot basah dan kering tajuk bibit kelapa sawit pada media tumbuh kascing adalah sebesar 228%, sedangkan pada media tumbuh kompos mengalami peningkatan sebesar 208% dibandingkan media tumbuh top soil. Apabila dibandingkan dengan media tumbuh standar agronomi, media tumbuh kascing meningkatkan bobot basah dan bobot kering tajuk masing-masing sebesar 54.06 % dan 53.9%, sedangkan media tumbuh kompos meningkatkan bobot basah 104.21%. Hasil ini sejalan dengan pertumbuhan morfologi (tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun) bibit kelapa sawit. Biomassa tinggi menunjukkan bahwa tanaman mampu menyerap unsur hara secara optimal sehingga pertumbuhannya meningkat. Anjarsary et al. (2007) menyatakan bahwa biomassa merupakan salah satu indikator pertumbuhan tanaman. Nilai bobot kering tanaman yang tinggi menunjukkan terjadinya peningkatan proses fotosintesis karena unsur hara yang diperlukan cukup tersedia. Hal tersebut berhubungan dengan hasil fotosintat yang ditranslokasikan ke seluruh organ tanaman untuk pertumbuhan tanaman, sehingga memberikan pengaruh yang nyata pada biomassa tanaman.
36
Tabel 15. Pengaruh berbagai media tumbuh terhadap biomassa bibit kelapa sawit umur 10 BST Perlakuan media tumbuh Bobot basah Bobot kering Bobot basah tajuk (g) tajuk (g) akar (g) Media standar agronomi 201.03a 89.01c 19.28 Top soil 132.95cd 58.67cd 27.83 Sub soil 99.48d 40.09d 30.53 Kascing 437.63a 193.12a 40.11 Arang sekam 117.75d 51.69cd 34.33 Pukan sapi 340.80b 150.39b 31.95 Kompos 410.53ab 181.16ab 27.15 Probability <.0001 <.0001 0.3764 Notasi ** ** tn
Bobot kering akar (g) 10.62 15.33 16.82 22.10 18.91 17.78 14.96 0.3791 tn
Keterangan: angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan Multiple Range Test 5%.**= sangat nyata.
Kandungan Hara Jaringan Tanaman Nilai tertinggi kandungan unsur hara jaringan tanaman untuk masing-masing unsur hara adalah nitrogen pada media standar (2.68%), fosfor pada kascing (0.21%), kalium pada media standar (2.32%), kalsium pada pupuk kandang (0.89 %), magnesium pada kompos (0.66 %), boron pada kascing (28 ppm), dan zinc pada kascing (98 ppm) (Tabel 16) Rataan kadar hara nitrogen pada keenam media tanam adalah 2.80%, hal ini menunjukkan bahwa unsur hara nitrogen di dalam jaringan tanaman tergolong tinggi dan mampu mendukung pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit. Kadar nitrogen tersebut mampu untuk mendukung pertumbuhan vegetatif bibit kelapa sawit di semua perlakuan media tanam. Ng et al. (1968) melaporkan bahwa kadar nitrogen pada bagian vegetatif (daun) bibit kelapa sawit adalah N 1.4%. Sedangkan kandungan fosfor tertinggi terdapat pada kascing yaitu 0.21%, nilai ini lebih tinggi dari hasil penelitian Nainggolan (2007) yang menyatakan bahwa bibit kelapa sawit umur 12 bulan memiliki kadar hara P 0.15-0.17% . Jaringan bibit yang ditanam pada media tumbuh kompos, kascing dan pupuk kandang sapi secara umum memiliki kandungan unsur hara makro dan mikro yang tinggi di dalam jaringan tanamannya. Demikian pula jaringan bibit tanaman pada media standar memiliki kandungan hara yang cukup tinggi walaupun ketersediaan unsur hara di dalam tanah pada perlakuan media standar tidak setinggi pada ketiga perlakuan lain (kompos, pupuk kandang, kascing). Hal ini menunjukkan bahwa tanaman memiliki sifat genetik atau viabilitas yang baik sehingga mampu menyerap unsur hara secara optimal. Sutanto (2002) menyatakan benih yang bermutu dapat ditunjukkan oleh viabilitas benih tersebut. Semakin tinggi viabilitas benih, maka benih tersebut semakin baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan viabilitas benih adalah dengan pemberian unsur hara yang cukup pada tanaman.
37
Tabel 16. Hasil analisis hara jaringan bibit kelapa sawit di main nursery. Pengukuran
Media standar
Top soil Sub soil
N total (%) P (%) K (%) Ca (%) Mg (%) B (ppm) Zn (ppm)
2.68 (S) 0.15 (S) 2.32 (T) 0.46 (R) 0.20 (S) 27 (S) 57 (T)
2.23 (R) 0.12 (R) 0.90 (R) 0.63 (S) 0.39 (S) 15 (S) 66 (T)
Kascing
2.39 (R) 2.43 (R) 0.11 (R) 0.21 (S) 1.47 (S) 1.49 (S) 0.48 (R) 0.62 (S) 0.26 (S) 0.59 (S) 17 (S) 28 (S) 55 (T) 71 (T)
Arang sekam
Pupuk kandang sapi 2.07 (R) 2.35 (R) 0.16 (S) 0.16 (S) 2.05 (T) 0.51 (R) 0.44 (R) 0.89 (S) 0.33 (S) 0.43 (S) 17 (S) 25 (S) 58 (T) 69 (T)
Kompos
2.67 (S) 0.16 (S) 1.15 (S) 0.79 (S) 0.66 (S) 24 (S) 98 (T)
Keterangan : Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor. Kriteria unsur hara jaringan : R= rendah, S= Sedang, T= Tinggi berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah menurut Von Uexküll (1990).
38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Penggunaan berbagai media tumbuh dan jenis wadah meningkatkan pertumbuhan parameter morfologi tanaman (tinggi tanaman, diameter batang, jumlah daun dan luas daun) fisiologi tanaman (kehijauan daun dan kerapatan stomata) di pre nursery. Perlakuan terbaik berdasarkan peubah morfologi tanaman adalah media tumbuh kompos dengan wadah potongan bambu dan kompos dengan wadah gelas air mineral bekas. Media kompos dan kascing dapat menggantikan media tumbuh top soil dan potongan bambu atau gelas air mineral bekas dapat menggantikan baby polybag. 2. Penggunaan bagai jenis media berpengaruh nyata terhadap peubah morfologi tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, dan diameter batang) dan fisiologi tanaman (bobot basah dan kering tajuk) di main nursery. Media tumbuh kompos, kascing dan pupuk kandang sapi dapat dijadikan alternatif pengganti top soil di main nursery karena dapat meningkatkan pertumbuhan bibit kelapa sawit
Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang volume media tumbuh yang seragam terhadap pertumbuhan morfologi dan fisiologi di pre nursery. 2. Untuk menggantikan media tumbuh top soil dapat digunakan media tumbuh alternatif kompos, kascing dan pupuk kandang sapi di pre nursery dan main nursery.
39
DAFTAR PUSTAKA Aini Z. 2005. Organic vegetable cultivation in Malaysia. Malaysian Agricultural Research and Development Institute (MARDI). 207 hlm. Anjarsary IRD, S Rosniawati, M. Ariyanti. 2007. Pengaruh kombinasi pupuk P dan kompos terhadap pertumbuhan tanaman teh (Camellia Sinensis (L.) O. Kuntze) belum menghasilkan Klon Gambung 7. Laporan Penelitian Peneliti Muda UNPAD. PPTK Gambung. Ariesandy W. 2014. Pengaruh kombinasi tanah dengan kompos daun sebagai campuran media tanam dan konsentrasi urin sapi terhadap pertumbuhan bibit kopi arabika (Coffea arabica L.) kultivar Lini S 795. Agric Sci Journal. 1(4): 8-17. Ariyanto. 2009. Ilmu tanah. [internet]. Diunduh pada 2015 Desember 18. Tersedia pada http://ariyanto.staff.uns.ac.id/files/2009/06/Bab-01-Pendahuluan.pdf. Balai Penelitian Tanah. 2009. Petunjuk teknis analisis kimia tanah, tanaman, air dan pupuk. Edisi 2. Balai Penelitian Tanah (ID): Bogor. Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. 234 hal. [BBPPTP] Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Medan. 2014. Sertifikasi benih kelapa sawit. [internet]. [diunduh pada 25 Februari 2015]. [Tersedia pada http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpmedan/berita-276-sertifikasi-benihkelapa-sawit.html]. Buckman HO, Brady MC. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan Soegiman. Bhatara Karya Aksara. Jakarta. 788 hal. Budiyanto K. 2011. Tipologi pendayagunaan kotoran sapi dalam upaya mendukung pertanian organik di Desa Sumbersari Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Jurnal GAMMA. 7(1): 42-49. [DITJENBUN] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Pertumbuhan areal kelapa sawit meningkat. Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan. [internet]. [diunduh 21 Februari 2015]. Tersedia pada http://ditjenbun.pertanian.go.id/setditjenbun/berita-238-pertumbuhan-arealkelapasawit-meningkat.html Djajadi, Heliyanto, Hidayah N. 2010. Pengaruh media tanam dan frekuensi pemberian air terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah serta pertumbuhan jarak pagar. Jurnal Littri. 16(2):64-69. Djukri, Purwoko BS. 2003. Pengaruh naungan paranet terhadap sifat toleransi tanaman talas (Calocasia esculenta (L.) Schott). Jurnal Ilmu Pertanian. 10(2): 17-25. Engelstad OP. 1997. Teknologi dan Penggunaan Pupuk. Edisi Ke-3. Terjemahan Goenadi, DH. Yogyakarta (ID): UGM Press. 949 hal. Fahmi ZI. 2014. Kajian pengaruh auksin terhadap perkecambahan dan pertumbuhan tanaman. Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya. Fathurrohman FH. 2011. Pembuatan dan pengujian kontainer semai berbahan organik pada tanaman sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen) di rumah kaca. [skripsi]. Fakultas Kehutanan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
40
Gardner, PF, RB Pearce, RL Mitchell. 1991. Physiology of Crop Plant, terjemahan Fisiologi Tanaman Budidaya. Universitas Indonesia. Jakarta. 428 hal. Grant B, Vatnick I. 2004. Environmental Correlates of Stomata Density. Teaching Issues and Experiments in Ecology. 1(1):1-24. Hani A. 2009. Pengaruh media tanam dan empat intensitas naungan pada pertumbuhan bibit Khaya antotecha. Tekno Hutan Tanaman. 2(3): 99-105. Haryadi. 2013. Pengukuran luas daun dengan metode simpson. Anterior Jurnal. 12(2): 1-5. Heti R, T Murtisari, Nurhayati, Surayah. 2002. Produktivitas kascing dan kualitas cacing tanah (Lumbricus rubellus) pada berbagai media dan pakan. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteiner. Balai Penelitian Ternak. Bogor. 298-301. Irwan AW, Wahyudin A, Farida. 2005. Pengaruh dosis kascing dan bioaktivator terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi (Brassica juncea L.) yang dibudidayakan secara organik. Jurnal Kultivasi 4(2):136-140. Ismail MS, Waliuddin, AM. 1996. Effect of rice husk ash on high strength concrete. Construction and Building Materials. 10 (1): 521 – 526. Ismayana A, Indrasti NS, Suprihatin, Maddu A, Fredy A. 2012. Faktor rasio C/N awal dan laju aerasi pada proses Co-composting bagasse dan blotong. Jurnal Teknologi Industri Pertanian. 22(3):173-179. Iqbal A. 2008. Potensi kompos dan pupuk kandang untuk produksi padi organik pada tanah inceptisol. Jurnal Akta Agrosia. 1(1):13 -18. Jumin HB. 2008. Dasar-Dasar Agronomi. PT Rajagrafindo Persada. Jakarta. 250 hal. Komaryati S. 2004. Penggunaan arang kompos pada media tumbuh anakan mahoni. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 22(4):193-203. Lestari EG. 2006. Hubungan antara kerapatan stomata dengan ketahanan kekeringan pada somaklon Padi Gajahmungkur, Towuti dan IR 64. Biodiversitas. 7(1): 44-48. Lingga P, Marsono. 2004. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Hal 108-109. Luma HS. 2012. Pemberian pupuk majemuk dan kompos tandan kosong kelapa sawit pada media tanam untuk pertumbuhan kelapa sawit di main nursery. [skripsi]. Program Studi Agroekoteknologi. Fakultas Pertanian Universitas Riau. Mangoensoekarjo S. 2007. Manajemen Tanah dan Pemupukan Budidaya Perkebunan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 408 hal. Marvelia A, Darmanti S, Parman S. 2006. Produksi tanaman jagung manis (Zea mays L. Saccharata) yang diperlakukan dengan kompos kascing dengan dosis yang berbeda. Buletin Anatomi dan Fisiologi 14(2):7-18. Marlina N, Rusnandi D. 2007. Teknik aklimatisasi planlet anthurium pada beberapa media tanam. Buletin Teknik Pertanian. 12(1):38-40. Mayadewi NNA. 2007. Pengaruh jenis pupuk kandang dan jarak tanam terhadap pertumbuhan gulma dan hasil jagung manis. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian Unud, Denpasar. 26(4):153–159. Macleod M, Lines-kelly R, Tinning G, Slavich P, Moore N. 2015. Soil organism: benefits and management practices. NSW Department of Primary Industries. Australia.
41
Mc Donald AJS, Ericsson T, Larsson CM. 1996. Plant Nutrition, Dry Matter Gain and Partitioning at The Whole-plant Level. Journal of Experimental Botany. 47(1): 12451253. Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID): IPB Press. 240 hal. Myrna NEF. 2003. Pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.) yang diberi pupuk N dengan dosis dan cara pemberian yang berbeda pada lahan ultisols dengan sistem olah tanah minimum. Jurnal Agronomi Indonesia. 10(1): 9-25. Nainggolan ER. 2007. Respon pertumbuhan beberapa varietas kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) terhadap aplikasi pupuk yang bersifat slow release di bibitan main nursery. [skripsi]. Fakultas Pertanian Unika Santo Thomas Medan. Ng SK, Thamboo S, Sauza DP. 1968. Nutrient content of oil palms in Malaya. The Malaysian Agriculture Journal. 46: 332-391. Nurbaity, Anne, Setiawan A, Mulyani O. 2011. Efektivitas arang sekam sebagai bahan pembawa pupuk hayati mikoriza arbuskula pada produksi sorgum. Agrinimal 1(1):16. Nurhayati H, Yusup N, AM Lubis, SG Nugraha, Rusdi S, Amin D, GB Hong, HV Baily. 1983. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas. Lampung. 488 hal. Nurmawati S, Suhardianto. 2000. Studi pengaruh penggunaan pupuk kotoran sapi dengan pupuk kascing terhadap produksi tanaman selada (Lactuca sativa var.crispa). Laporan penelitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Terbuka. [diunduh pada 1 Maret 2015]. Tersedia pada ttp://www.pustaka.ut.ac.id/pdfpenelitian/70082.pdf. Nyakpa MY, Hakim N, Saul MR, Diha MA, Hong GB, Bailey HH. 1988. Kesuburan Tanah. Penerbit Universitas Lampung. Bandar Lampung. 258 hal. Palit JJ. 2008. Teknik penghitungan jumlah stomata beberapa kultivar kelapa. Buletin Teknik Pertanian. 13(1): 9-11. Peni WP, Teguh P. 2007. Petunjuk Teknis Pembuatan Kompos Berbahan Kotoran Sapi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta. Hal 3-4. [PT SUE Mekarsari] PT Sarana Ehsan Mekarsari. 2013. Bibit Kelapa Sawit Sue Supreme Siap Salur. Mekarsari Research Station. PT. SMART Tbk. 2003. Teknis Budidaya Tanaman Kelapa Sawit. Sinar Mas Divisi Agribisnis. Management Committee Agronomy and Research. Putri AI. 2008. Pengaruh media organik terhadap indeks mutu bibit cendana. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan. 21(1):1-8. Putri KP, Nurhasybi. 2010. Pengaruh jenis media organik terhadap kualitas bibit takir (Duabanga moluccana). Jurnal Penelitian HutanTanaman. 7(3): 141-146. Rachman IA, Djuniwati S, Idris K. 2008. Pengaruh bahan organik dan pupuk NPK terhadap serapan hara produktif jagung di Inceptisol Ternate. Jurnal Tanah dan Lingkungan. 10(1):7-13 Ramadhaini RF, Sudradjat, Wachjar A. 2014. Optimasi dosis pupuk majemuk NPK dan kalsium pada bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pembibitan utama. Jurnal Agronomi Indonesia. 42(1): 52-58. Rosmarkan A, Yuwono NW. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius (ID): Yogyakarta. 224 hal.
42
Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Terjemahan D.R. Lukman. Bandung (ID): ITB Press. 213 hal. Santoso BB, Hariyadi. 2008. Metode pengukuran luas daun jarak pagar. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian. 8(1): 1-10. Sari VI, Sudradjat, Sugiyanta. 2015. Peran pupuk organik dalam meningkatkan efektivitas pupuk NPK pada bibit kelapa sawit di pembibitan utama. Jurnal Agronomi Indonesia. 43(2): 153-160. Sawit Indonesia. 2014. Sue Supreme: Tahan terhadap perubahan cuaca. [Artikel]. Majalah Sawit Indonesia. [diunduh pada 1 Maret 2015]. Tersedia pada http://sawitindonesia.com/kinerja/seu-supreme-tahan-terhadap-perubahan-cuaca. Sembiring EL, Sampoerno, Sjofjan J. 2013. Pengaruh penggunaan pupuk kascing terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dari berbagai sumber asal bibit di pembibitan utama. Jurnal Agroteknologi. Fakultas Pertanian Universitas Riau. Setyasih N, Agustrina R, Handayani TT, Ernawiati E. 2013. Pengaruh medan magnet 0.3 mT terhadap stomata daun tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.). Prosiding SEMIRATA. Fakultas MIPA. Lampung (ID): Universitas Lampung.1(1) Setyorini D, Rasti S, Kosman A. 2006. Kompos. Ditjen Bina Sarana Pertanian. Jakarta. hal 11-40.[diunduh pada 18 April 2015]. Tersedia pada http://balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/buku/buku%20pupuk%20ha yatipupuk%20organik/02kompos-diahrasti.pdf. Simanjuntak D. 2004. Manfaat pupuk organik kascing dan cendawan mikoriza arbuskula (CMA) pada tanah dan tanaman. Jurnal Penelitian Bidang Ilmu Pertanian. 2(1):1-3. Sinaga BN, Ardian, Anom. 2015. Pengaruh dosis kompos kulit buah kakao dan interval penyiraman pada bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pembibitan utama. JOM Faperta. 2(2): 1-14. Sjofjan J, Idwar. 2009. Pemberian kalium pada beberapa kelembaban tanah terhadap pertumbuhan dan produksi jagung manis (Zae mays saccharata Sturt). Sagu. 8(1):1722. Soemeinaboedhy IN, Tejowulan. 2007. Pemanfaatan berbagai macam arang sebagai sumber unsur hara P dan K serta sebagai pembenah tanah. Jurnal Agroteksos. 17(2):114-122. Suhariyono A. 2010. Penentuan kedalaman top soil dan solum lahan pertanian daerah geologi raun menggunakan metode Geolistik Resisvitas. [skripsi]. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jember. Sulchan M, Nur EW. 2007. Keamanan pangan kemasan plastik dan styrofoam. Maj Kedokt Indon. 57(2): 54-59. Sutanto R. 2005. Dasar – Dasar Ilmu Tanah (Konsep dan Kenyataan). Kanisius. Yogyakarta (ID) : Kanisius. 208 hal. Sutanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Permasyarakatan dan Pengembangannya. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius. 219 hal. Sutarta ES, Rahutomo S, Darmosarkoro W, Winarna. 2003. Peranan unsur hara dan sumber hara pada pemupukan tanaman kelapa sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan. 81 hal. Syam’un E, Kaimuddin, Dachlan A. 2012. Pertumbuhan vegetatif dan serapan N tanaman yang diaplikasi pupuk N anorganik dan mikroba penambat N non simbiotik. Jurnal Agrivigor. 11(2): 251-261.
43
Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physhiology Third Edition. Massachusetts (US): Sinauer Associates. Inc. Publishers. Von Uexküll HR. 1990. Balanced Fertilizer Use of Sustained Productivity of Some Major Tropical Tree Crops. In Proceedings of the International Symposium on Balanced Fertilization. Cina. 223- 231. Walworth J. 2013. Nitrogen in soil and the environment. College of Agriculture and life sciences. Cooperative Extension. Arizona: The University Of Arizona.pp 1-3. Widyati E. 2009. Pemanfaatan sludge industri pulp dan kertas sebagai amelioran tanah untuk memacu rehabilitasi lahan. BS. 44(1):41-48. Wijaya KA. 2008. Nutrisi tanaman sebagai penentu kualitas hasil dan resistensi alami tanaman. Jakarta (ID): Prestasi Pustaka Publisher. Yadi S, Yolandar, Nina M. 2012. Pemanfaatan bioorganik campuran pakis Gleichenia linearis (Burm.) clarke dan serasah daun (pinus merkusii Jungh et de Vriese) sebagai media bibit jabon (Anthocephalus cadamba Miq.). Jurnal Silvikultur Tropika. 3(2):114 – 120.
44
LAMPIRAN
45
Lampiran 1. Standar pemupukan bibit menurut umur bibit kelapa sawit Umur (BST)
Rotasi
Cara aplikasi
4
2
Sebar
4.0 g NPK 15. 15. 6. 4. TE
5
2
Sebar
5.0 g NPK 12. 12. 17. 2. TE
6
2
Sebar
7.5 g NPK 12. 12. 17. 2. TE
2
Sebar
7.5 g NPK 12. 12. 17. 2. TE
1
Sebar
10.0 g Kieserite
8
2
Sebar
10.0 g NPK 12. 12. 17. 2. TE
9
2
Sebar
15.0 g NPK 12. 12. 17. 2. TE
1
Sebar
15.0 g Kieserite
2
Sebar
15.0 g NPK 12. 12. 17. 2. TE
7
10
Jumlah dan jenis pupuk per bibit
Sumber : PT SMART Tbk (2003). BST : Bulan setelah tanam Lampiran 2. Kalibrasi wadah Media tumbuh
Baby polybag ukuran 15 cm x 20 cm
Tinggi (m) Kascing 0.033 Kompos 0.032 Arang sekam 0.320 Top soil 0.033 Sub soil 0.033 Pupuk kandang sapi 0.030 Kascing Kompos Arang sekam Top soil Sub soil Pupuk kandang sapi
0.030 0.032 0.032 0.030 0.030 0.030
Panjang (m) Lebar (m) Volume (m3) 0.2 0.15 0.001 0.2 0.15 0.001 0.2 0.15 0.001 0.2 0.15 0.001 0.2 0.15 0.001 0.2 0.15 0.001 Potongan bambu tinggi 14 cm 0.2 0.15 0.001 0.2 0.15 0.001 0.2 0.15 0.001 0.2 0.15 0.001 0.2 0.15 0.001 0.2 0.15 0.001
46
Lampiran 2. (Lanjutan) Media tumbuh
Modifikasi pelepah tinggi 14 cm
Kascing Kompos Krang sekam Top soil Sub soil Pupuk kandang sapi
Tinggi (m) 0.035 0.036 0.036 0.034 0.034 0.034
Kascing Kompos Arang sekam Top soil Sub soil Pupuk kandang sapi
0.011 0.011 0.011 0.010 0.010 0.011
Kascing Kompos Arang sekam Top soil Sub soil Pupuk kandang sapi
0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01
Panjang (m) Lebar (m) 0.2 0.15 0.2 0.15 0.2 0.15 0.2 0.15 0.2 0.15 0.2 0.15 Gelas mineral 240 ml 0.2 0.15 0.2 0.15 0.2 0.15 0.2 0.15 0.2 0.15 0.2 0.15 Tray 0.2 0.15 0.2 0.15 0.2 0.15 0.2 0.15 0.2 0.15 0.2 0.15
Volume (m3) 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.001 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003 0.0003
47
Lampiran 3. Bagan acak perlakuan pada percobaan pertama M1W4 ulangan 1 M2W2 ulangan 3 M5W5 ulangan 3 M3W1 ulangan 1 M1W1 ulangan 2 M5W4 ulangan 1 M6W3 ulangan 3 M4W5 ulangan 2 M2W4 ulangan 1 M1W2 ulangan 3 M3W2 ulangan 1 M5W3 ulangan 2 M6W4 ulangan 3 M3W5 ulangan 1 M2W1 ulangan 2
M3W3 ulangan 3 M6W2 ulangan 1 M4W1 ulangan 1 M2W3 ulangan 3 M1W3 ulangan 2 M5W2 ulangan 1 M6W5 ulangan 2 M3W4 ulangan 3 M4W3 ulangan 3 M2W5 ulangan 1 M4W4 ulangan 2 M6W1 ulangan 2 M4W2 ulangan 1 M5W1 ulangan 1 M1W5 ulangan 3
M1W2 ulangan 2 M3W2 ulangan 2 M5W3 ulangan 3 M6W4 ulangan 2 M3W5 ulangan 2 M2W1 ulangan 3 M4W2 ulangan 2 M5W1 ulangan 2 M1W5 ulangan 2 M2W3 ulangan 1 M1W3 ulangan 1 M5W2 ulangan 3 M6W5 ulangan 1 M3W4 ulangan 2 M4W3 ulangan 1
M2W5 ulangan 2 M4W4 ulangan 1 M6W1 ulangan 3 M3W1 ulangan 2 M1W1 ulangan 1 M5W4 ulangan 2 M6W3 ulangan 1 M4W5 ulangan 3 M2W4 ulangan 2 M3W3 ulangan 2 M6W2 ulangan 2 M4W1 ulangan 2 M1W4 ulangan 2 M2W2 ulangan 1 M5W5 ulangan 1
M1W1 ulangan 3 M5W5 ulangan 2 M2W2 ulangan 3 M4W2 ulangan 2 M1W4 ulangan 3 M4W5 ulangan 1 M2W4 ulangan 3 M6W1 ulangan 1 M3W1 ulangan 3 M1W2 ulangan 1 M3W3 ulangan 1 M2W1 ulangan 1 M3W2 ulangan 3 M5W4 ulangan 3 M6W3 ulangan 2
M5W1 ulangan 3 M1W5 ulangan 1 M6W2 ulangan 3 M4W1 ulangan 3 M3W5 ulangan 3 M1W3 ulangan 3 M2W3 ulangan 2 M5W2 ulangan 2 M6W5 ulangan 3 M4W4 ulangan 3 M3W4 ulangan 1 M4W3 ulangan 2 M2W5 ulangan 3 M5W3 ulangan 1 M6W4 ulangan 1
Keterangan : M1 = top soil Latosol volume 100% sebagai kontrol, M2= sub soil volume 100%, M3= kascing volume 100%, M4 = arang sekam padi volume 100%, M5= pupuk kandang sapi volume 100%, M6 = media tanam berupa kompos volume 100 %. W1 = baby polybag, W2 = tray, W3 = potongan bambu petung, W4 = eks gelas air mineral, W5 = limbah pelepah kelapa sawit yang dimodifikasi.
48
Lampiran 4. Bagan acak perlakuan pada percobaan kedua A F C
C B A
E D B
G A G
D E F
F C D
B G E
Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3
U
Keterangan : A = media standar agronomi di pembibitan, B = top soil 100%, C = sub soil 100%, D = kascing 100%, E = arang sekam 100% , F = pupuk kandang sapi matang 100%, G = kompos 100%.
Lampiran 5. Hasil analisis unsur hara media tumbuh pada awal percobaan di pre nursery dan main nursery Pengukuran
Top soil
Sub soil
Kascing
Kadar air (%) C/N N (%)
11 (S) 0.11 (R)
12 (S) 0.09 (SR)
71.68 13.76 23 (T) 38 (ST) 0.97 (ST) 0.78 (ST)
69.99 24 (T) 0.56 (T)
56.94 15 (S) 1.11 (ST)
P
(%)
0.09 (ST)
0.02 (ST)
0.12 (ST)
0.04 (ST)
0.08 (ST)
0.09 (ST)
(%) (%) (%) (ppm) (ppm)
0.04 (ST) 0.02 (S) 0.03 (ST) 850 28 (ST)
0.09 (ST) 0.01 (R) 0.02 (ST) 703 21 (ST)
0.21 (ST) 1.27 (ST) 0.61 (ST) 10 95 (ST)
0.16 (ST) 0.16 (ST) 0.01 (ST) 21 39 (ST)
0.01 (ST) 0.66 (ST) 0.02 (ST) 1 59 (ST)
0.04 (ST) 1.37 (ST) 0.02 (ST) 8 88 (ST)
K Ca Mg B Zn
Arang sekam
Pupuk kandang sapi
Kompos
Keterangan : Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor. Kriteria unsur hara: SR= sangat rendah, R= rendah, S= sedang, T= tinggi, ST= sangat tinggi berdasarkan kriteria penilaian sifat kmia tanah menurut Balai Penelitian Tanah (2009).
49
Lampiran 6. Hasil analisis unsur hara media tumbuh pada akhir percobaan di pre nursery Pengukuran
Top soil
Sub soil
Kascing
Arang sekam
Pupuk kandang sapi
Kompos
Kadar air (%)
-
-
32.13
6.15
12.51
21.95
C/N
11 (S)
12 (S)
14 (S)
35 (ST)
15 (S)
14 (S)
N
(%)
0.13 (R)
0.10 (R)
1.35 (ST)
0.86 (ST)
1.70 (ST)
1.25 (ST)
P
(%)
0.52 (ST)
0.32 (ST)
0.13 (ST)
0.08 (ST)
0.10 (ST)
0.15 (ST)
K
(%)
0.04 (ST)
0.07 (ST)
0.20 (ST)
0.23 (ST)
0.19 (ST)
0.20 (ST)
Ca
(%)
0.11 (ST)
0.11 (ST)
0.04 (T)
0.005 (SR)
0.03 (T)
0.04 (T)
Mg
(%)
0.06 (ST)
0.06 (ST)
0.51 (ST)
0.20 (ST)
0.27 (ST)
0.24 (ST)
B (ppm)
639
543
87
212
73
65
Zn (ppm)
75 (ST)
69 (ST)
123 (ST)
28 (ST)
93 (ST)
91 (ST)
Keterangan : Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor. Kriteria unsur hara: SR= sangat rendah, R= rendah, S= sedang, T= tinggi, ST= sangat tinggi berdasarkan kriteria penilaian sifat kmia tanah menurut Balai Penelitian Tanah (2009).
Lampiran 7. Hasil analisis unsur hara media tumbuh pada akhir percobaan di main nursery Pengukuran
Media standar
Kadar air (%) C/N
11 (S)
Top soil
Sub soil
Kascing
Arang sekam
Pupuk Kompos kandang sapi
-
-
53.89
18.65
56.14
43.83
10 (S)
12 (S)
11 (S)
10 (S)
12 (S)
8 (R)
N P
(%) (%)
0.15 (R) 1.05 (S)
0.08 (SR) 0.30 (SR)
0.15 (R) 0.48 (SR)
1.05 (ST) 2.68 (ST)
0.93 (ST) 0.60 (ST)
1.09 (S) 1.48 (ST)
1.32 (ST) 2.26 (ST)
K
(%)
0.10 (R)
0.05 (R)
0.06 (R)
0.07 (R)
0.46 (ST)
0.07 (R)
0.06 (R)
Ca
(%)
1.78 (ST)
0.03 (T)
0.25 (ST)
1.53 (ST)
0.25 (ST)
1.00 (ST)
6.53 (ST)
Mg
(%)
0.22 (ST)
0.10 (ST)
0.08 (ST)
0.31 (ST)
0.15 (ST)
0.15 (ST)
0.19 (ST)
B (ppm)
317
313
289
68
156
54
71
Zn (ppm)
75 (ST)
64 (ST)
82 (ST)
184 (ST)
104 (ST)
110 (ST)
118 (ST)
Keterangan : Berdasarkan hasil analisis di Laboratorium Tanah, Balai Penelitian Tanah, Bogor. Kriteria unsur hara: SR= sangat rendah, R= rendah, S= sedang, T= tinggi, ST=sangat tinggi berdasarkan kriteria penilaian sifat kmia tanah menurut Balai Penelitian Tanah (2009).
50
Lampiran 8. Rata-rata curah hujan, temperatur, lama penyinaran dan kelembaban udara Nopember 2013-Agustus 2014 Bulan / tahun
Curah hujan (mm)
Nopember 2013 Desember 2013 Januari 2014 Februari 2014 Maret 2014 April 2014 Mei 2014 Juni 2014 Juli 2014 Agustus 2014 Jumlah Rata
Temperatur rata-rata (C)
186.9 407.7 702.0 337.4 281.4 510.9 296.4 84.7 349.0 538.4 3 694.8 369.48
25.3 25.5 24.6 25.0 25.6 26.2 26.2 26.5 25.8 25.7 25.64
Lama penyinaran (%) 62 44 27 29 51 72 71 66 70 91 58.3
Kelembaban udara (%) 78 85 89 89 87 85 85 83 83 80 84.41
Sumber : BMKG Stasiun Klimatologi Darmaga Bogor (2014).
Lampiran 9. Sidik ragam peubah morfologi bibit kelapa sawit di pre nursery (1-3 BST) Peubah
Waktu pengamatan (BST)
Tinggi tanaman 1
2
3
Sumber keragaman Media tumbuh Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total KK : 10.96% Media tumbuh Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total KK : 12.51% Media tumbuh Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total KK : 10.38%
db
JK
KT
F-Hit
5 4 20 60 89
Pr > f
20.45 6.05 9.48 15.64 51.63
4.09 1.51 0.47 0.26
15.70 <.0001 5.81 0.0005 1.82 0.0389
5 4 20 60 89
65.49 44.34 64.47 111.85 286.16
13.09 11.08 3.22 1.86
7.03 5.95 1.73
<.0001 0.0004 0.0534
5 4 20 60 89
216.67 79.87 87.62 167.72 551.90
43.33 19.96 4.38 2.79
15.5 7.14 1.57
<.0001 <.0001 0.0924
51
Lampiran 9. (Lanjutan) Peubah
Waktu pengamatan (BST)
Diameter batang 1
2
3
Jumlah daun 1
2
3
Sumber keragaman Media tumbuh Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total KK : 18.47% Media tumbuh Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total KK : 12.51% Media tumbuh Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total KK : 9.46% Media tumbuh Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total KK : 14.67% Media tumbuh Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total KK : 16.12% Media tanam Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total KK : 11.02%
db
JK
KT
F-Hit
Pr > f
5 4 20 60 89
6.49 0.44 2.92 9.67 19.54
1.29 0.11 0.14 0.16
8.06 0.69 0.91
<.0001 0.6044 0.5795
5 4 20 60 89
20.66 1.78 8.05 17.79 48.30
4.13 0.44 0.40 0.29
13.94 1.51 1.36
5 4 20 60 89
72.27 5.63 14.26 23.77 115.95
14.45 1.40 0.71 3.17
36.48 3.56 1.80
<.0001 0.2119 0.1802
<.0001 0.0114 0.0418
5 4 20 60 89
3.37 0.74 2.57 1.86 8.56
0.67 0.18 0.12 0.03
21.70 5.95 4.14
<.0001 0.0004 <.0001
5 4 20 60 89
4.03 0.72 1.94 4.86 11.56
0.80 0.18 0.09 0.08
9.95 2.24 1.20
<.0001 0.0754 0.2862
5 4 20 60 89
16.20 3.41 3.31 7.20
3.24 0.85 0.16 0.12
26.98 7.11 1.38
<.0001 <.0001 0.1683
52
Lampiran 9. (Lanjutan) Peubah
Waktu pengamatan (BST)
Luas daun 3
Sumber keragaman
db
Media tumbuh Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total KK : 18.47%
5 4 20 60 89
JK
KT
5920.84 1184.16 2812.34 703.08 2733.91 136.69 1418.99 23.64 12886.10
F-Hit
Pr > f
50.07 29.73 5.78
<.0001 <.0001 <.0001
Lampiran 10. Sidik ragam peubah fisiologi bibit kelapa sawit di pre nursery pada 3 BST Peubah Kehijauan daun
Kerapatan stomata
Bobot basah tajuk
Sumber keragaman Media tumbuh Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total KK : 3.23% Media tumbuh Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total KK: 15.38% Media tumbuh Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total KK : 2.38%
db
JK
KT
F-Hit
Pr > f
5 4 20 60 89
1777.49 1736.78 3489.30 168.53 7172.11
355.49 434.19 174.46 2.80
126.56 154.58 62.11
<.0001 <.0001 <.0001
5 4 20 60 89
3.94 5.02 29.53 21.03 59.52
0.78 1.25 1.47 0.35
2.25 3.58 4.21
0.0608 0.0110 <.0001
5 4 20 60 89 5
123.67 78.59 49.57 0.43 252.27 6.12
24.73 19.64 2.47 0.007
3423.2 2719.3 343.0
<.0001 <.0001 <.0001
1.22
761.3
<.0001
53
Lampiran 10. (Lanjutan) Peubah
Bobot kering tajuk
Bobot basah akar
Bobot kering akar
Sumber keragaman Media tumbuh Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total 4.82% Media tumbuh Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total KK : 10.33% Media tumbuh Wadah tumbuh Media x wadah Galat Total KK : 2.38%
db
JK
KT
F-Hit
Pr > f
4 20 60 89
3.53 2.57 0.09 12.32
0.88 0.12 0.001
549.7 79.97
<.0001 <.0001
5 4 20 60 89
10.21 3.96 7.25 1.35 22.78
2.04 0.99 0.36 0.02
90.77 44.01 16.11
<.0001 <.0001 <.0001
5 4 20 60 89
123.67 78.59 49.57 0.43 252.27
24.73 19.64 2.47 0.007
3423.2 2719.3 343.06
<.0001 <.0001 <.0001
54
Lampiran 11. Sidik ragam peubah tinggi tanaman bibit kelapa sawit main nursery (4-10 BST) Peubah
Tinggi tanaman
Waktu pengamatan (BST) 4
5
6
7
8
9
10
Sumber keragaman Ulangan Media Galat Total KK : 9.36% Ulangan Media Galat Total KK : 8.83% Ulangan Media Galat Total KK : 7.97% Ulangan Media Galat Total KK : 7.00% Ulangan Media Galat Total KK : 7.33% Ulangan Media Galat Total KK : 9.03% Ulangan Media Galat Total KK : 7.88%
db
JK
KT
F-Hit
Pr < f
2 6 12 20
6.16 207.82 39.20 253.20
3.08 34.63 3.26
0.94 0.4163 10.60 0.0003
2 6 12 20
22.59 471.36 53.36 547.32
11.29 78.56 4.44
2.54 0.1202 17.67 <.0001
2 6 12 20
0.48 19.78 3.51 23.78
0.24 3.29 0.29
0.82 0.4627 11.25 0.0003
2 6 12 20
41.16 1554.23 95.20 1690.61
20.58 259.03 7.93
2.59 0.1158 32.65 <.0001
2 6 12 20
72.54 2878.68 182.20 3133.43
36.27 479.78 15.18
2.39 0.1339 31.60 <.0001
2 6 12 20
139.36 4000.20 416.51 4556.07
69.68 666.70 34.70
2.01 0.1770 19.21 <.0001
2 6 12 20
92.54 4549.54 4642.08 5035.79
46.27 758.25 32.80
1.41 23.11
0.2818 <.0001
55
Lampiran 12. Sidik ragam peubah diameter batang bibit kelapa sawit main nursery (4-10 BST) Peubah
Diameter batang
Waktu pengamatan (BST) 4
5
6
7
8
9
10
Sumber keragaman
db
JK
KT
F-Hit
Pr < f
Ulangan Media Galat Total KK : 10.68% Ulangan Media Galat Total KK : 10.52% Ulangan Media Galat Total KK : 7.97% Ulangan Media Galat Total KK : 9.58% Ulangan Media Galat Total KK : 10.54% Ulangan Media Galat Total KK : 11.25% Ulangan Media Galat Total KK : 10.80%
2 6 12 20
0.29 55.15 11.79 67.23
0.14 9.19 0.98
0.15 9.35
0.8636 0.0006
2 6 12 20
0.54 198.90 18.29 217.73
0.27 33.15 1.52
0.18 21.75
0.8394 <.0001
2 6 12 20
0.45 379.12 34.08 413.66
0.22 63.18 2.84
0.08 22.24
0.9239 <.0001
2 6 12 20
2.79 686.85 62.16 751.80
1.39 114.47 5.18
0.27 22.10
0.7683 <.0001
2 6 12 20
15.55 1227.57 134.27 1377.41
7.77 204.59 11.18
0.69 18.28
0.5181 <.0001
2 6 12 20
5.72 1930.72 242.23 2178.68
2.86 321.78 20.18
0.14 15.94
0.8693 <.0001
2 6 12 20
38.07 2127.41 279.21 2444.70
19.03 354.56 23.26
0.82 15.24
0.4644 <.0001
56
Lampiran 13. Sidik ragam peubah jumlah daun (4-10 BST) dan luas daun (10 BST) bibit kelapa sawit di main nursery Peubah
Jumlah daun
Waktu pengamatan (BST) 4
5
6
7
8
9
10
Luas daun
10
Sumber keragaman
db
JK
KT
F-Hit
Pr < f
Ulangan Media Galat Total KK : 6.90% Ulangan Media Galat Total KK : 7.38% Ulangan Media Galat Total KK : 7.97% Ulangan Media Galat Total KK : 6.47% Ulangan Media Galat Total KK : 5.87% Ulangan Media Galat Total KK : 6.54% Ulangan Media Galat Total KK : 6.07% Ulangan Media Galat Total KK : 6.07%
2 6 12 20
0.005 10.64 0.91 11.55
0.002 1.77 0.07
0.04 23.37
0.9617 <.0001
2 6 12 20
0.09 10.58 1.86 12.54
0.04 1.76 0.15
0.31 11.36
0.7415 0.0002
2 6 12 20
0.48 19.78 3.51 23.78
0.24 3.29 0.29
0.82 11.25
0.4627 0.0003
2 6 12 20
0.23 21.91 3.85 26.00
0.11 3.65 0.32
0.36 11.38
0.7039 0.0002
2 6 12 20
0.12 17.39 4.50 22.01
0.06 2.89 0.37
0.17 7.73
0.8484 0.0014
2 6 12 20
0.59 22.28 6.94 29.82
0.29 3.71 0.57
0.51 6.42
0.6106 0.0032
2 6 12 20
0.36 23.06 6.35 29.68
0.13 3.84 0.52
0.25 7.26
0.7837 0.0019
2 6 12 20
21938.4 1035391 2278829 1285212
10969.24 172565.2 18990.18
0.58 9.09
0.5761 0.0007
57
Lampiran 14. Sidik ragam peubah-peubah fisiologi bibit kelapa sawit pada umur 10 BST Peubah Kehijauan daun
Kerapatan stomata
Bobot basah tajuk
Bobot kering tajuk
Bobot basah akar
Bobot kering akar
.
Sumber keragaman
db
JK
KT
F-Hit
Pr < f
Ulangan Media Galat Total KK : 6.71% Ulangan Media Galat Total KK : 17.47% Ulangan Media Galat Total KK : 16.91% Ulangan Media Galat Total KK : 17.24% Ulangan Media Galat Total KK : 34.22% Ulangan Media Galat Total KK :34.35%
2 6 12 20
44.955000 72.2170476 181.959066 299.13111
22.477500 12.036174 15.163255
1.48 0.79
0.2659 0.5922
2 6 12 20
33.2380952 225.738095 161.261904 420.238095
16.61904 37.623015 13.438492
1.24 2.80
0.3248 0.0610
2 6 12 20
2073.50 376355.57 21213.03 399642.11
1036.754 62725.92 1767.7527
0.59 35.48
0.5715 <.0001
2 6 12 20
69022.62 588.34 3859.00 73641.20
11503.77 294.17 385.90
29.81 0.76
0.4919 <.0001
2 6 12 20
1056.4092 758.009524 1279.34404 3093.76285
528.2046 126.3349 106.61200
4.95 1.18
0.0270 0.3764
2 6 12 20
231.41 326.39 392.59 950.40
38.56 163.19 32.71
1.18 4.99
0.0265 0.3791
58
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 April 1970 dari Ayahanda Nono Sumiatno dan Ibunda Titin Rohayati. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara. Pendidikan dasar dan menengah ditempuh dan diselesaikan berturut-turut di SD Angkasa II Halim PK Jakarta Timur tahun 1983 dan SLTP Negeri 80 Jakarta Timur tahun 1986 dan, kemudian penulis lulus tahun 1989 di tingkat Sekolah Menengah Atas Negeri 42 Jakarta Timur. Tahun 1989, penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan studi pada program S1 Jurusan Budidaya Pertanian Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Borobudur Jakarta Timur lulus tahun 1995. Penulis sebelum melajutkan ke di program S2 pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah bekerja di perkebunan kelapa sawit PT Smart Tbk tahun 1997-2008 dengan jabatan terakhir asisten agronomi senior meliputi tanggung jawab kerja, yaitu; pembukaan lahan areal mineral datar dan berbukit, pemeliharaan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan dan menghasilkan di areal mineral datar, berbukit dan gambut pada perusahaan inti dan plasma PIR, serta Audit and Advesory Agronomy (AAA). Tahun 2008-2009 penulis bekerja di perkebunan kelapa sawit PT MP Evan Tbk dengan jabatan Asisten Kepala meliputi tanggung jawab kerja, yaitu : 120 ha pembibitan, pembukaan lahan mineral datar, berbukit, gambut dan pemeliharaan tanaman belum menghasilkan. Tahun 2009-2010 penulis bekerja di perkebunan kelapa sawit PT Bintang Harapan Desa selama 13 bulan dengan jabatan Manajer Training dengan tanggungjawab kerja, yaitu pembinaan mutu skil SDM pada perusahaan inti dan petani plasma PIR, KKPA. Tahun 2010-sekarang menjadi dosen jurusan budidaya di Politeknik Kelapa sawit Citra Widya Edukasi serta konsultan dan trainer pada PT Citra Widya Education. Pada tahun 2012 semester genap tahun akademik 2011/2012, penulis diterima di program S2 pada Departemen Agronomi dan Hortikultura, Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.