PENGGUNAAN MEDIA PANGGUNG BONEKA DALAM PENDIDIKAN PERSONAL HYGIENE CUCI TANGAN MENGGUNAKAN SABUN DI AIR MENGALIR Riris Diana Rachmayanti Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga Surabaya e-mail:
[email protected] ABSTRACT Washing hand with soap and flow water is the most easy and most affordable to prevent disease transmission. Washing hand with soap should accustomed since early, because they are more vulnerable to disease activity with a higher play, especially to children because they are more susceptible towards disease with activity plays higher. Therefore, the pads of this research would like to know the media puppet stage effectiveness used to provided education in personal (washing hand with soap). This experiment done to analyze effective puppet that used as media in give information about washing hand with seen increase knowledge and skill about washing hand with soap in subject or group that given different treatment. This experiment done at elementary school Muhammadiyah 18 Mulyorejo Tengah with 1st grade class. First class is fruits that given treatment shaped lecture elucidation, while second class vegetables that is given treatment shaped elucidation with puppet. Experiment that used is quasi experimental. From the research result there were differences in knowledge and skill before and after treatment both of them. There was increasing knowledge and skill with result for knowledge and skill wilcoxon singed rank test p= 0,000 and wilcoxon mannwhitney p=0,000. Fruits class increase skill 75,9% and increase knowledge 86,2% while the class vegetables increase skill 76,7% and increase knowledge 56,6%. Based on the research result on it after puppet stage less effective. Many factors make it ineffective can be from targets or puppet stage. Keywords: washing hand, soap, puppet stage
ABSTRAK Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir merupakan cara paling mudah dan terjangkau untuk mencegah penularan penyakit. Mencuci tangan dengan sabun harus dibiasakan sejak dini, terutama kepada anak-anak karena mereka lebih rentan terhadap penyakit. Penelitian ini ingin mengetahui efektivitas media panggung boneka yang digunakan untuk memberikan pendidikan personal hygiene (mencuci tangan dengan sabun). Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis keefektifan panggung boneka yang digunakan sebagai media dalam memberikan informasi mengenai cuci tangan dengan melihat peningkatan pengetahuan dan keterampilan tentang mencuci tangan dengan sabun dalam subjek atau kelompok yang diberi perlakuan yang berbeda. Penelitian dilakukan di SD Muhammadiyah 18 Mulyorejo Tengah pada murid kelas 1. Kelas pertama disebut kelas buah yang diberi perlakuan berbentuk penyuluhan dengan ceramah, sedangkan kelas kedua disebut kelas sayuran yang diberi perlakuan berbentuk penyuluhan dengan boneka. Percobaan yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Dari hasil penelitian ada perbedaan pengetahuan dan keterampilan sebelum dan sesudah perlakuan keduanya. Ada peningkatan pengetahuan dan keterampilan dengan hasil wilcoxon singed rank test uji p = 0,000 dan wilcoxon mann whitney-p = 0,000. Kelas buah memiliki peningkatan ketrampilan 75,9% dan peningkatan pengetahuan 86,2%, sementara kelas sayuran memiliki peningkatan ketrampilan 76,7% dan peningkatan pengetahuan 56,6%. Berdasarkan hasil penelitian media panggung boneka kurang efektif. Banyak faktor yang membuatnya tidak efektif, dapat dari sasaran atau penampilan boneka. Kata kunci: mencuci tangan, sabun, panggung boneka
pertumbuhan penduduk, tetapi juga merupakan barometer dari tinggi rendahnya tingkat kesehatan masyarakat di daerah tersebut (Mantra, 2003).
PENDAHULUAN Tinggi rendahnya tingkat mortalitas penduduk di suatu daerah tidak hanya mempengaruhi 1
Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Mei 2013: 1-9
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh adanya bakteri sering menyerang anak-anak terutama mereka yang status gizi dan kesehatannya rendah. Infeksi bakterial pada saluran pencernaan masih merupakan masalah kesehatan di berbagai negara, terutama di negara berkembang. Setiap tahun, angka kematian pada anak balita akibat diare di dunia mencapai 2,5 juta jiwa. Salah satu penyakit diare adalah penyakit diare akut yang banyak diderita oleh anak-anak. Diare akut merupakan salah satu penyebab utama morbilitas dan mortalitas anak di negara yang sedang berkembang. Dalam berbagai hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga diare menempati kisaran urutan ke-2 dan ke-3 berbagai penyebab kematian bayi di Indonesia (Kandun, 2003). Data dari Subdit Diare, Direktorat Pengendalian Penyakit Menular Langsung Depkes RI tahun 2003, diare merupakan penyebab kematian nomor dua pada balita, nomor tiga pada bayi dan nomor lima pada semua umur. Banyak riset mengungkapkan bahwa resiko penularan penyakit bisa dikurangi dengan peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat serta perilaku hygiene seperti cuci tangan pakai sabun pada waktu penting. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zaidina dengan judul “Perilaku Cuci Tangan Sebelum Makan dan Kecacingan pada Murid SD di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat”, menunjukkan bahwa perilaku cuci tangan memakai air dan sabun sebelum makan terbukti berhubungan bermakna dengan kejadian kecacingan (OR=2,35, 95% CI=1,40-3,94), variabel lain yang berhubungan bermakna adalah perilaku buang air besar (BAB) tidak di jamban dengan nilai (OR=2,64, 95% CI=1,46-4,77) dan perilaku jajan bukan di warung sekolah (OR=1,96, 95% CI=1,06-3,65).
Cuci tangan pakai sabun yang dipraktikkan secara tepat dan benar merupakan cara termudah dan efektif untuk mencegah berjangkitnya penyakit seperti diare, tifus, dan bahkan flu burung. Cuci tangan ternyata merupakan sebuah kunci penting dalam pencegahan penularan penyakit. Banyak sekali penyakit menular yang terjadi karena masalah perilaku hidup bersih dan sehat yang rendah, salah satunya dalam hal mencuci tangan. Sudah banyak bukti yang menunjukkan bahwa perilaku mencuci tangan dengan sabun dapat menurunkan tingkat kejadian dan penularan berbagai macam penyakit menular. Dengan mencuci tangan dengan air dan sabun dapat lebih efektif menghilangkan kotoran dan debu secara mekanis dari permukaan kulit dan secara bermakna mengurangi jumlah mikroorganisme penyebab penyakit seperti virus, bakteri dan parasit lainnya pada kedua tangan. Oleh karenanya, mencuci tangan dengan menggunakan air dan sabun dapat lebih efektif membersihkan kotoran dan telur cacing yang menempel pada permukaan kulit, kuku dan jari-jari pada kedua tangan. Dari berbagai riset, risiko penularan penyakit dapat berkurang dengan adanya peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, perilaku hygiene, seperti cuci tangan pakai sabun pada waktu penting. Menurut penelitian Fewtrell dan Kaufmann (2005), perilaku cuci tangan pakai sabun merupakan intervensi kesehatan yang paling murah dan efektif dibandingkan dengan hasil intervensi kesehatan dengan cara lainnya dalam mengurangi risiko penularan berbagai penyakit termasuk flu burung, kecacingan, influenza, hepatitis A, demam tifoid, dan diare terutama pada bayi dan balita. Maka perlu adanya pendidikan serta pembelajaran kesehatan untuk membiasakan diri menerapkan personal hygiene (cuci tangan memakai sabun). Hal tersebut tidak mudah namun apabila
3 Riris D.R., Penggunaan Media Panggung Boneka...
pendidikan dan pembelajaran mengenai kesehatan diberikan secara dini pada anak maka akan lebih mudah diterima jika dibandingkan pada orang dewasa. Perilaku sehat bagi anak merupakan modal utama menuju ke arah hidup sehat di masa mendatang sehingga perilaku sehat dan pola hidup sehat perlu terus dibina dan dikembangkan secara dini dan secara luas. Belum optimalnya kesehatan pada anak terutama masalah kesehatan diri disebabkan oleh karena kurangnya peran orang tua dalam memberikan informasi serta pendidikan kesehatan kepada mereka. Pada dasarnya segala sesuatu perlu dibiasakan sedini mungkin sehingga dapat menjadi suatu kebiasaan dan rutinitas yang secara sadar maupun tidak hal tersebut dilakukan tanpa disuruh ataupun diperintah orang lain tapi keinginan dan motivasi tersebut muncul dari dirinya sendiri. Dalam memberikan pembelajaran perlu adanya media yang dapat dijadikan sarana guna mempermudah penyampaian materi. Berdasarkan penelitian tentang puppets dengan sebutan penelitian timescale tahun 2003-2004 mengemukakan bahwa menggunakan orangan (boneka) ternyata memiliki dampak positif pada pelajaran sains. Dari penelitian tersebut didapatkan hasil yaitu meningkatkan keterlibatan anakanak dan motivasi, memberikan dorongan untuk fokus bicara dan penyelidikan dalam sains, meningkatkan keyakinan segan dari anak-anak, termasuk beberapa anakanak dengan pendidikan kebutuhan khusus, mendapatkan anak-anak mereka untuk berbagi ide dan mereka mengungkapkan adanya kesalahpahaman, menantang anak-anak dan adanya kesalahpahaman ide kreatif dalam cara, memberikan peluang pada guru untuk mengambil peran yang berbeda, mendukung manajemen kelas efektif, menciptakan konteks untuk
penggunaan kosa kata ilmiah. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang media panggung boneka dalam memberikan informasi tentang cuci tangan menggunakan sabun. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis efektifitas media panggung boneka dalam memberikan pendidikan cuci tangan menggunakan sabun di air mengalir dan meningkatkan pengetahuan tentang cuci tangan menggunakan sabun di SD Muhammadiyah 18 Surabaya. METODE PENELITIAN Penelitian yang dilaksanakan adalah dengan penelitian eksperimental. Jenis eksperimental yang digunakan adalah eksperimental kuasi. Perlakuan ada 2 macam yaitu panggung boneka dan ceramah. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas 1 SD Muhammadiyah 18 yang terdiri dari 2 kelas yaitu kelas 1 Vegetables dengan jumlah 31 siswa dan kelas 1 Fruits dengan jumlah 30 siswa. Lokasi pengambilan data dilaksanakan di dilaksanakan di SD Muhammadiyah 18 di Mulyorejo Tengah Surabaya. Untuk melihat adanya perbedaan sebelum dan sesudah pemberian perlakuan dengan menggunakan Wilcoxon singed-rank test dan untuk melihat adanya perbedaan pada penggunaan media yang digunakan antara panggung boneka dan ceramah dengan menggunakan Wilcoxon mean whithney HASIL PENELITIAN Tabel 1. Distribusi Berdasarkan Jenis Kelamin Kelas Laki-laki Fruits 16 Vegetables 17 Sumber: dari data primer
Perempuan 13 13
Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Mei 2013: 1-9
Tabel 2. Distribusi Berdasarkan Umur Umur Frekuensi 6 tahun 17 7 tahun 35 8 tahun 5 9 tahun 2 Sumber: dari data primer
(%) 28,8 59,3 8,5 3,4
Secara umum kondisi lingkungan sekolah di SD Muhammadiyah dapat dikatakan cukup bagus dan baik dengan fasilitas air bersih, dengan 5 buah kran air, terdapat 3 buah kamar mandi 2 kamar mandi untuk putri dan 1 buah kamar mandi untuk putra dengan kondisi kamar mandi yang cukup bersih, penerangan, ventilasi yang baik keadaan lantai yang tidak licin dan ventilasi yang cukup.
apakah orang tua mengajari cara mencuci tangan?
ya = 56 tidak = 3
Gambar 1. Diagram Peran Orang Tua Dalam Mengajarkan Cara Mencuci Tangan
apakah orang tua menyuruh mencuci tangan?
ya= 54 tidak= 5
Gambar 2. Diagram Perintah Orang Tua Untuk Mencuci Tangan
Gambar 3. Diagram Sumber Informasi Tentang Cuci Tangan Berdasarkan uraian dari setiap diagram diatas maka dapat diketahui bahwa keberadaan orang tua yang paling besar namun keberadaan media juga sebagai faktor pendorong (reinforcing factor) sedangkan faktor pendukung (enabiling factor) dalam hal ini adalah sarana yang dimiliki oleh sekolah untuk melakukan cuci tangan. Tabel 3. Peningkatan Keterampilan Kelas Fruits dan Kelas Vegetables Kategori
Fruits Frekuensi Meningkat 22 Menurun 7 Tetap 0 Sumber: dari data primer
(%) 75,9 24,1 0
Vegetables Frekuensi (%) 23 76,7 6 20,0 1 3,3
Berdasarkan tabel 3 mengenai keterampilan mencuci tangan di kedua kelas tersebut peningkatan lebih besar terjadi pada kelas vegetables sebesar 76,7% dan di kelas fruits 75,9%. Namun perbedaanya tidak begitu besar. Padahal pada kelas fruits hanya menggunakan ceramah sedangkan pada vegetables menggunakan panggung boneka.
5 Riris D.R., Penggunaan Media Panggung Boneka...
Tabel 4 Hasil Pre-Test dan Post-Test Pengetahuan Kelas Fruits Kategori
Pre-Test Frekuensi (%) 2 6,8
Sangat baik (≥80) Baik (7919 65,5 60) Sedang 6 20,9 (59-40) Kurang 2 6,8 (<40) Sumber: dari data primer
Post-Test Frekuensi (%) 16 55,2
13
44,8
0
0
0
0
Tabel 5 Hasil Pre-Test dan Post-Test Pengetahuan Kelas Vegetables Kategori
Pre-Test Frekuensi (%) 5 16,7
Sangat baik (≥80) Baik (7916 53,3 60) Sedang 6 20 (59-40) Kurang 3 10 (<40) Sumber: dari data primer
Post-Test Frekuensi (%) 13 43,3
13
43,3
2
6,7
2
6,7
Tabel 6 Peningkatan Pengetahuan Kelas Fruits dan Kelas Vegetables Kategori
Fruits Frekuensi (%) Meningkat 25 86,2 Menurun 1 3,5 Tetap 3 10,3 Sumber: dari data primer
Vegetables Frekuensi (%) 17 56,7 3 10 10 33,3
Berdasarkan tabel 6 pengetahuan diatas dapat diketahui bahwa pada kelas vegetables peningkatan pengetahuannya lebih kecil yaitu 56,7% jika dibandingkan dengan kelas fruits yang peningkatannya sebesar 86,2%. Maka disini media panggung boneka yang digunakan kurang berpengaruh terhadap pengetahuan atau informasi yang disampaikan didalamnya. Selain itu karakteristik dari siswa kelas vegetables yang cenderung lebih aktif dari kelas fruits.
PEMBAHASAN Hasil perhitungan statistik perbedaan media yang digunakan dalam memberikan informasi mengenai cuci tangan menggunakan sabun, nilai p = 0,000 < α = 0,05. Maka H0 ditolak artinya ada perbedaaan antara kelompok yang diberi media panggung boneka dan tidak diberi panggung boneka. Perbedaan tersebut sudah dijelaskan sebelumnya. Yaitu pada keterampilan di kelas Fruits sebesar 75,9% sedangkan Pada kelas Vegetables keterampilan sebesar 76,7%. Meskipun perbedaan antara kedua kelompok tersebut tidak terlalu besar. Sedangkan pada pengetahuan pada kelas Fruits peningkatan pengetahuan terjadi sebesar 79,3%, sedangkan pada subyek di kelas Vegetables yang diberilan perlakuan berupa panggung boneka sebesar 56,6% De Porter (2000) mengatakan dari kutipan yang berasal dari Dr Vernon A Magnesen, berpendapat bahwa 10% kita belajar dari apa yang kita baca, 20% kita belajar dari apa yang kita dengar, 30% kita belajar dari apa yang kita lihat, 50% kita belajar dari apa yang kita lihat dan kita dengar, 70% kita belajar dari apa yang kita katakan, dan 90% kita belajar dari apa yang kita katakan dan kita lakukan. Terdapat piramida perkembangan media pendidikan yang dinamakan kerucut pengalaman Edgar Dale (1969). Pada panggung boneka sistem pembelajaran dengan melihat dan mendengar hal ini lebih efektif dari sekedar melihat saja atau mendengar saja, seperti halnya pada ceramah. Maka dapat disimpulkan bahwa panggung boneka lebih efektif jika dibandingkan dengan ceramah karena pada penggunaan media panggung boneka ada beberapa tahapan yang ada pada piramida tersebut yang panggung boneka merupakan simbol visual dan visual yang kemudian anak-anak ikut terlibat didalamnya mendemonstrasikan dan berpartisipasi didalamnya mereka
Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Mei 2013: 1-9
mengobservasi langsung kegiatan pada panggung boneka dan pada akhirnya melaksanakan pengalaman langsung dengan melakukan ketrampilan mencuci tangan dengan sabun. Pada anak-anak tahapan-tahapan tersebut tidak bisa langsung namun bertahap yang dimulai dengan rangsangan awal berupa panggung boneka yang di dalamnya mengandung simbol visual dan non visual. Menurut Nur’aini (2008), ada beberapa tahapan dalam bermain pada anak Tahap Kedua (anak usia 2 sampai 6 atau 7 tahun), Pada tahap ini anak mulai berpikir simbolik dan mampu berbicara untuk memahami lingkungannya. Cara berpikirnya masih berpusat pada diri sendiri dan anak masih belum mampu menerapkan hukum-hukum logika terhadap pengalamannya dan pikirannya. Daya imajinasi anak berkembang pada tahap ini. Jadi jangan khawatir bila pada tahap ini anak mempunyai teman imajinasi yang diajaknya bermain, bercerita, dan tertawa bersama. Bila imajinasi anak bertambah, secara bertahap cara berpikir anak tidak lagi berpusat pada diri sendiri sehingga sosialisasi dapat dikembangkan. Melalui bermain, anakanak melatih diri sendiri untuk lebih menguasai gerakan motorik kasar dan halus, atau melakukan kegiatan berpikir seperti klasifikasi. Tata cara hidup di masyarakat seperti disiplin dan aturanaturan sudah mulai dikenalnya. Dengan menggunakan media panggung boneka maka anak akan ikut bermain didalammya artinya panggung boneka juga merupakan sarana untuk bermain dan mendapatkan hiburan. Media panggung boneka sebagai hiburan dan pembelajaran, namun dalam hasil penelitian ini yang paling dominan adalah sebagai hiburan jadi siswa kurang memahami informasi yang diberikan melalui panggung boneka.
Menurut Rakhmat (2005), gerakan sangatlah penting bagi pembelajaran. Karena gerakan mampu membangkitkan dan mengaktifkan kapasitas mental. Gerakan menyatukan dan menarik informasi-informasi baru kedalam jaringan neuron. Gerakan sangat vital bagi semua tindakan untuk pembelajaran, pemahaman, dan untuk diri kita sendiri. Setiap gerakan yang dilakukan merupakan suatu kejadian sensoris-motorik, yang berkaitan dengan pemahaman terhadap dunia fisik, dunia tempat semua pembelajaran. Setiap kali kita bergerak dalam cara yang teratur dan halus, otak akan diaktifkan secara penuh dan integrasi terjadi, pintu kepada pembelajaran terbuka secara alami. Huward Gardner, Jean Ayres, Rudolph Steiner, Neil Kephardt dan para pembaharu ternama lainnya di dunia pendidikan telah menekankan pentingnya gerakan dalam proses pembelajaran (Rakhmat, 2005). Untuk anak yang aktif dalam pembelajaran perlu sekali memberikan dalam bentuk gerakan yang sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga akan sangat tidak efektif karena keadaan yang diam dan monoton tidak bisa dilakukan oleh anak yang aktif. Sehingga penelitian dengan media panggung boneka tidak efektif untuk anak-anak yang aktif seperti siswa-siswi di kelas vegetables namun jika media panggung boneka ini diterapkan di kelas fruits atau pada kelompok anak yang normal artinya tidak aktif maka hasil yang diperoleh akan sangat berbeda. Kemungkinan besar hasil yang diperoleh akan lebih bagus dan lebih efektif menggunakan media panggung boneka dalam memberikan informasi seperti halnya penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa memberikan pembelajaran dengan media orangan atau panggung boneka bisa meningkatkan pengetahuannya. Selain lokasi penelitian yang dilakukan dikota dengan subyek anak-
7 Riris D.R., Penggunaan Media Panggung Boneka...
anak kota sangat berpengaruh hal tersebut dikarenakan anak-anak kota lebih meyukai hal-hal yang berhubungan dengan teknologi modern (bermain PS, computer, Nintendo,dan lain sebagainya) dalam keseharian mereka teknologi sudah menjadi hal yang biasa hal tersebut akan sangat berbeda dengan anak-anak desa yang masih kurang berpengetahuan terhadap teknologi modern. Sehingga dengan karakter anak kota yang menyukai teknologi maka penggunaan media panggung boneka yang masih bersifat tradisional kurang menarik bagi mereka. Macam panggung boneka juga sangat beragam artinya penampilan dalam mengemas panggung boneka itu sendiri. Pada penelitian ini panggung boneka yang digunakan masih bersifat tradisional disesuaikan dengan kemampuan peneliti. Sehingga berpengaruh terhadap hasil penelitian yang kurang sesuai. Karena tampilan panggung boneka sangat berpengaruh disini. Panggung boneka dengan tampilan beragam banyak bermunculan panggung boneka yang tampilannya lebih bagus dan lebih modern seperti si unyil, jalan sesame, star kidz, dan laen sebagainya. Notoadmodjo (2005) mengatakan Green menganalisis perilaku manusia yang dimulai dari tingkat kesehatan. Kesehatan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non-behavior causes). Perilaku tersebut ditentukan oleh 3 faktor yaitu Faktor-faktor predisposising (predisposing factors), yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisikan perilaku yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan lain sebagainya. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana
yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan lainnya. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors), yaitu faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Kadang-kadang meskipun seseorang tahu dan mampu untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya Dari hasil penelitian dengan menggunakan angket yang telah dilakukan untuk menggetahui faktor yang mempengaruhi dalam mencuci tangan Berdasarkan dari diagram 1 tentang peran orang tua dalam mengajarkan cara cuci tangan diketahui bahwa sebesar 94,9% orang tua mereka mengajarkan cara mencuci tangan sedangkan sebanyak sebesar 5,1% mengatakan bahwa orang tua mereka tidak mengajarkan cara mencuci tangan. Berdasarkan diagram 2 tentang orang tua perintah orang tua untuk melakukan cuci tangan diatas maka dapat diketahui bahwa atau sebesar 91,5% orang tua mereka menyuruh anaknya untuk mencuci tangan sebesar 8.5% orang tua mereka tidak meyuruh anaknya untuk mencuci tangan. Berdasarkan diagram 3 tentang sumber informasi yang didapatkan oleh anak-anak mengenai cuci tangan dapat diketahui bahwa sebesar 47,5% mendapat informasi dari orang tua, sebesar 16,9% mendapat informasi dari televisi, sedangkan sebesar 6,8% mendapat informasi dari sekolah, jumlah ini sama dengan siswa yang mendapat informasi dari majalah, dan sebesar 22% mendapatkan informasi dari lain-lain disini bahwa informasi didapatkan tidak hanya dari satu sumber saja tapi dari beberapa sumber.
Jurnal Promosi Kesehatan Vol 1, No.1, Mei 2013: 1-9
Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa faktor pendorong (factor reinforcing) adalah orangtua namun keberadaan media juga termasuk memberikan kontribusi dalam memberikan informasi mengenai personal hygine cuci tangan menggunakan sabun. Namun tetap yang paling penting adalah orang tua. Menurut Santrock W (2003), Masa pertengahan dan akhir anak adalah masa perkembangan yang berlangsung dari kira-kira usia 6 sampai 11 tahun. Kadang-kadang masa ini disebut masa sekolah dasar. Anak menguasai ketrampilan dasar seperti membaca, menulis dan berhitung, dan mereka secara formal juga dikenalkan dengan dunia yang lebih luas dengan budaya. Prestasi menjadi hal yang utama dari dunia anak dan pengendalian diri mulai meningkat. Dan masih tergantung dengan orang tua. Notoadmodjo (2005), Faktorfaktor Pendukung (enabiling factors), yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud dengan faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan. Misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan lainnya. Faktor pendukung disini adalah sumber daya yang dimiliki oleh pihak sekolah seperti yang telah diuraikan di atas bahwa SD Muhammadiyah memiliki 5 buah kran air dan yang paling penting adalah adanya air bersih, namun pada sekolah tidak disediakan sabun sebagai fasilitas. Fasilitas inilah yang merupakan faktor pendukung yang penting dalam melakukan cuci tangan. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa kondisi lingkungan sekolah SD Muhammadiyah 18 Mulyorejo Tengah dalam kategori
cukup dengan nilai 70,45%. Faktor yang mampu meningkatkan pengetahuan dan perilaku untuk mencuci tangan atau faktor pendorong (factor reinforcing) adalah orang tua namun keberadaan media juga tidak dapat dipisahkan meskipun hasilnya tidak sebesar orang tua. Sesuai dengan hasil yang diperoleh melalui angket yang telah dilakukan dalam penelitian ini 94,9% orang tua siswa mengajarkan cara mencuci tangan, sebesar 91,5% orang tua mereka menyuruh anaknya untuk mencuci tangan, sedangkan untuk sumber informasi sebesar 47,5% mendapat informasi dari orang tua, sebesar 22% mendapatkan informasi dari lain-lain disini bahwa informasi didapatkan tidak hanya dari satu sumber saja tapi dari beberapa sumber antara lain dari guru disekolah, majalah, televisi. Faktor pendukung (enabling factors) dalam hal ini adalah fasilitas atau sarana yang dimiliki oleh sekolah yaitu air bersih dan kran menentukan pula dalam melakukan cuci tangan. Terjadi perbedaan keterampilan pada kedua kelompok yang diberi intervensi berupa panggung boneka pada kelas vegetables lebih tinggi nilainya yaitu sebesar sebesar 76,7% sedangkan pada kelas fruits yang hanya diberikan penyuluhan berupa penyuluhan biasa tanpa media apapun peningkatan yang terjadi sebesar 75,9%. Ada perbedaan namun perbedaan tersebut tidak begitu besar dan tidak begitu signifikan. Pada pengetahuan juga terjadi perbedaan antara kelas fruits yang diberi penyuluhan biasa tanpa media dan antara kelas vegetables yang diberikan penyuluhan dengan media panggung boneka. Pada kelas fruits peningkatan pengetahuan sebesar 86,2%, dan pada kelas vegetables sebesar 56,6%. Perbedaan tersebut sangat signifikan terhadap efektifitas media yang digunakan. Hal ini sangat tidak sesuai dengan penelitian
9 Riris D.R., Penggunaan Media Panggung Boneka...
sebelumnya yang menyatakan bahwa pembelajaran dengan media orangan (panggung boneka) dapat meningkatkan pengetahuan dan memudahkan dalam belajar. Karakteristik siswa-siswi di kelas vegetables yang aktif merupakan faktor yang menentukan ketidakefektifan panggung boneka yang diterapkan dalam pendidikan personal hygiene mencuci tangan dengan sabun. Karena dengan karakter anak yang aktif media panggung boneka tidak sesuai dengan anak-anak tersebut. Selain itu media panggung boneka dalam penelitian ini lebih cenderung pada hiburan. Dan tampilan panggung boneka yang diberikan masih tradisional sehingga mempengaruhi hasil penelitian. DAFTAR PUSTAKA Dale, Edgar. 1969. Audiovisual Method in Teaching. New York: Dyden Press Depkes RI. 2003. Pengendalian Penyakit Menular Langsung. Jakarta: Depkes RI DePorter, Bobi, Mark Reardon, Sarah Singer-Nourie. 2000. Quantum Teaching. Needam Heights: Allyn and Bacon Fewtrell dan Kaufmann. 2005. Pencegahan Cacingan. http://www.bluefame.com/lofivers ion/index.php/t140148.html (Sitasi 13 Maret 2009) Kandun, NI. 2003. Upaya pencegahan diare ditinjau dari aspek kesehatan masyarakat dalam kumpulan makalah Kongres nasional II BKGAI hal 29
Mantra, Ida Bagus. 2003. Pengantar Studi Demografi. Jakarta: Nur Cahaya Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT Rineka Cipta Nur’aini, Farida. 2008. Edu Games For Childs Penduan Permainan Alami Yang Mencerdaskan Anak. Surakarta: AfraPublishing. Rakhmat, Jalaludin. 2005. Belajar Cerdas Belajar Berbasiskan Otak. Bandung: MLC. Santrock W. John. 2003. Edisi ke Enam Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Airlangga. Santrock W. John. 2003. Edisi ke Kelima Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Airlangga. Zaidina, Umar. 2008. Perilaku Cuci Tangan Sebelum Makan dan Kecacingan pada Murid SD di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat. Dalam: KESMAS-Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Volume 2. Jakarta: FKM UI. hal. 249-54