PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI UNTUK PERENCANAAN LABA Tugas Kelompok Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Manajemen Strategik dan Kepemimpinan (DosenPengampu :Nurkholis, SE., M.Bus.,Ph.D., Ak., CA*)
Disusun oleh : PUTRI AYUNINGSIH 2013220792 SYARKI KILLIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI 2015
Perusahaan akan dapat menjaga tingkat laba yang diharapkan apabila semua aktivitas yang ada di dalam perusahaan tersebut dilaksanakan secara terpadu dan terus-menerus disertai dengan langkah dan strategi yang terencana, terkoordinasi dan terkendali dimana semua itu termasuk fungsi-fungsi dasar manajemen. Dalam merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan, diperlukan adanya perencanaan (planning) yang merupakan pedoman dalam melaksanakan aktivitas perusahaan dimasa yang akan datang. Perencanaan merupakan tindakan yang dibuat berdasarkan fakta dan asumsi mengenai gambaran kegiatan yang dilakukan pada waktu yang akan datang dalam mencapai tujuan dan merupakan faktor penting dalam kelancaran dan keberhasilan perusahaan karena semua kegiatan perusahaan dapat diarahkan untuk mencapai tujuan yang direncanakan. Salah satu perencanaan yang dilakukan manajemen adalah perencanaan laba, karena laba seringkali dijadikan sebagai ukuran untuk menilai berhasil tidaknya manajemen suatu perusahaan. Sebuah perencanaan laba dinilai baik apabila di dalamnya mempertimbangkan faktor-faktor yang membentuk laba yaitu biaya, harga jual, dan volume penjualan. Apabila manajemen memahami kondisi saat ini, yang mana berpengaruh pada perubahan biaya, volume penjualan dan harga jual produk, maka manajemen akan mempertimbangkan pula perubahan tersebut dalam menyusun perencanaan laba. Alat analisa yang digunakan harus juga mempertimbangkan faktor-faktor pembentuk laba tersebut, agar perencanaan yang dibuat menjadi lebih baik, alat analisa tersebut adalah “Cost Volume Profit (CVP) Analysis”. Cost Volume Profit Analysis merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan penjualan. Dalam mengelola perusahaan sehari-hari manajer sering dihadapkan pada berbagai masalah pengambilan keputusan. Salah satu faktor yang mempengaruhi dalam pengambilan keputusan penjualan adalah biaya. Seorang manajer seringkali kesulitan dalam memisahkan biaya, biaya dapat dipisah atas dasar perilakunya terhadap berbagai tingkat kegiatan yang dilakukan perusahaan secara keseluruhan maupun pada masing-masing unit yang ada. Biaya yang dimaksud adalah biaya tetap dan biaya variabel. 1. Pengertian Biaya Biaya adalah “pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau yang memungkinkan akan terjadi untuk tujuan tertentu”. Dalam arti sempit, “ biaya dapat diartikan sebagai pengorbanan sumber ekonomi untuk memperoleh aktiva” (Mulyadi, 2005:8). Definisi lain yaitu “biaya adalah manfaat (benefit) yang dikorbankan dalam rangka memperoleh barang dan jasa. Manfaat (benefit) yang dikorbankan diukur dalam rupiah melalui
pengurangan aktiva atau pembebanan utang pada saat manfaat (barang dan jasa) itu diterima” (Kusnadi, 2001:8). Pada saat perolehan, biaya yang diukur adalah untuk manfaat (benefit) sekarang dan di masa yang akan datang. Manakala manfaat (benefit) ini diterima, maka biaya menjadi beban, oleh karena itu beban didefinisikan sebagai biaya yang telah memberikan suatu manfaat (benefit) dan sekarang telah berakhir. Dari beberapa pengertian yang telah dipaparkan, dapat diketahui bahwa biaya adalah penggunaan sumber-sumber ekonomi yang dapat diukur dengan satuan uang, yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi untuk objek tertentu. Biaya pada saat ditukarkan dalam bentuk aktiva harus memberikan manfaat atau benefit pada perusahaan. Biaya yang telah digunakan untuk menghasilkan pendapatan dalam suatu periode akuntansi disebut beban (expense). Baik biaya maupun beban mempunyai dampak yang sama terhadap laba bersih, yaitu sebagai pengurangan. Oleh karena itu, biaya dan beban dicantumkan secara terpisah di laporan laba rugi guna menggambarkan jumlah yang tepat yang di akibatkan oleh biaya maupun beban. 2. Cost Volume Profit Analysis
“Cost Volume Profit Analysis adalah suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan” (Hansen & Mowen, 2003:274). Menurut Garison, dkk (2006:334) cost volume profit analysis merupakan alat bantu untuk memahami hubungan timbal balik antara biaya, volume, dan laba dalam organisasi dengan memfokuskan pada interaksi antara lima elemen yaitu : harga produk, volume atau tingkat aktivitas, biaya variabel per unit, total biaya tetap dan bauran produk yang dijual. Sedangkan Christina (2001:206) mengemukakan bahwa : Analisis cost volume profit adalah analisis yang mengukur keterkaitan antara pendapatan (penjualan=revenue), pengeluaran (biaya=cost), dan keuntungan (profit). Analisis ini merupakan alat bantu untuk keputusan yang berkaitan dengan pengurangan atau penambahan harga jual, biaya, dan laba. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa cost volume profit analysis merupakan alat yang dapat digunakan manajemen untuk mengetahui hubungan antara harga jual, volume penjualan, dan biaya terhadap laba. 3.
Perencanaan Laba Salah satu fungsi manajemen adalah planning atau perencanaan, dan perencanaan ini
merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perusahaan karena akan mempengaruhi secara langsung terhadap kelancaran dan keberhasilan perusahaan dalam
mencapai tujuannya. Dalam penetapan tujuan, banyak perusahaan yang menekankan pada perolehan laba yang optimal, oleh karena itu kelancaran atau keberhasilan perusahaan akan sangat tergantung pada kemampuan manajemen di dalam membuat rencana kegiatan di masa yang akan datang. Baik dalam jangka pendek ataupun jangka panjang, agar dapat membuat perencanaan yang baik seorang manajer harus mampu melihat kemungkinan dan kesempatan di masa yang akan
datang dan merencanakan berbagai cara yang harus ditempuh untuk
menghadapi kemungkinan dan kesempatan di masa yang akan datang tersebut mulai sekarang. Rencana laba merupakan dasar bagi para manajer untuk melakukan aktivitas pada masa yang akan datang. Rencana laba dapat meliputi volume penjualan, harga jual, bauran penjualan, biaya per unit, pengiklanan, riset dan pengembangan, faktor kompetitif, pertimbangan ekonomi, dan perkiraan pasar. “Laba dapat dirangsang dengan penurunan harga, peningkatan harga jual dan perbaikan anggaran dalam elemen laba” (Shim & Siegel, 2001:20). Definisi perencanaan laba menurut pendapat Usry (2005:4) “Perencanaan laba (profit planning) adalah pengembangan dari suatu rencana operasi guna mencapai cita-cita dan tujuan perusahaan”. Sedangkan menurut Supriyanto (2001:331) “perencanaan laba adalah perencanaan yang digambarkan secara kuantitatif dalam bentuk keuangan dan ukuran kuantitatif lainnya”. Berdasarkan pengertian di atas jadi perencanaan laba merupakan suatu proses yang didalamnya meliputi serangkaian tindakan efektif yang akan diambil oleh perusahaan untuk mencapai suatu tingkat laba yang diinginkan perusahaan dan merupakan sasaran akhir yang bermanfaat sebagai pedoman untuk mempertahankan arah kegiatan yang pasti. Menurut Usry (2005:6) perencanaan laba memiliki manfaat dan keuntungan berikut ini : 1. Perencanaan laba menyediakan suatu pendekatan yang disiplin atas identifikasi dan penyelesaian masalah. Manajemen wajib mempelajari semua aspek bisnis dalam mengembangkan anggaran. Hal ini memungkinkan adanya kesempatan untuk menilai kembali setiap segi dari operasi dan memeriksa kembali kebijakan dan program. 2. Perencanaan laba menyediakan pengarahan ke semua tingkatan manajemen. Hal itu membantu mengembangkan kesadaran akan laba di seluruh lapisan organisasi dan merancang kesadaran akan biaya serta efisiensi biaya. 3. Perencanaan laba meningkatkan koordinasi. Hal tersebut memberikan suatu cara untuk menyesuaikan usaha-usaha dalam mencapai cita-cita. Anggaran membuat identifikasi dan eliminasi dari halangan serta ketidakseimbangan menjadi mungkin, sebelum kedua hal itu
terjadi
serta
untuk
menyalurkan
usaha-usaha
ke
aktivitas-aktivitas
yang
paling
menguntungkan. 4. Perencanaan laba menyediakan suatu cara untuk memperoleh ide dan kerja sama dari semua tingkatan manajemen. Keahlian dan pengetahuan dari semua manajer dibutuhkan untuk mengembangkan rencana yang paling efektif. Partisipasi dari semua tingkatan mengeluarkan ide-ide dan menyediakan suatu cara untuk mengkomunikasikan tujuan serta untuk memperoleh dukungan atas rencana akhir. Manajer yang berpartisipasi belajar mengenai apa yang diharapkan; yaitu mereka mengembangkan komitmen terhadap cita-cita di mana mereka turut berpartisipasi dalam penetapannya. 5. Perencanaan laba menyediakan suatu tolak ukur untuk mengevaluasi kinerja aktual dan meningkatkan kemampuan dari individu-individu. Hal ini memicu manajer untuk merencanakan dan berkinerja secara efisien. 4.
Pelaksanaan Rencana Laba Pelaksanaan rencana manajemen yang baik adalah pengarahan terhadap bawahan dalam
mencapai tujuan dan sasaran perusahaan. Manajemen yang efektif di semua tingkat mengharuskan bahwa tujuan, sasaran, strategis dan kebijaksanaan perusahaan dikomukasikan dan dimengerti oleh bawahannya. Banyak segi yang terlibat dalam kepemimpinan manajemen, perencanaan laba yang luas dan program pengendalian dapat membantu dalam melaksanakan fungsi ini. Rencana, strategi, dan kebijakan yang dibuat melalui partisipasi yang besar menetapkan dasar bagi komunikasi yang efektif. Tujuan dan sasaran harus realistis dan dapat dicapai, namun perencanaan itu sendiri pasti akan memberikan tantangan yang nyata bagi perusahaan dan bagi setiap pusat tanggung jawab. Rencana tersebut harus dibuat dengan keyakinan manajemen bahwa pelaksanaan rencana laba akan terpenuhi atau terlampaui dalam segala hal. Bila prinsip ini efektif dalam proses pengembangan, berbagai eksekutif dan pengawas akan mempunyai pengertian yang jelas akan tanggung jawab mereka dan melaksanakan kinerja yang diharapkan. Melalui rencana ini, manajer perusahaan harus mulai menemui para asisten manajer dibawahnya untuk membahas penerapan dan tindakan yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang disebutkan dalam perencanaan laba. Pertemuan yang sama dilaksanakan sampai semua pusat tanggung jawab tercapai. Pertemuan bertujuan membangun kesadaran akan laba, orientasi
kinerja, dan aplikasi rencana yang agresif dan fleksibel untuk mencapai tujuan. Pertemuan tersebut harus menekankan pada tindakan yang agresif dan fleksibel dalam menerapkan rencana. 5. Laba Sasaran Pada penyusunan perencanaan laba, pihak manajemen menetapkan suatu target laba tertentu yang akan dicapai dalam suatu kurun operasi usahanya. Menurut Usry (2005:5) ada tiga prosedur berbeda yang dapat digunakan dalam menetapkan target laba antara lain : 1. Metode a priori, dimana sasaran laba yang diinginkan ditetapkan terlebih dahulu sebelum proses perencanaan. Mula-mula pihak manajemen merinci tingkat hasil pengembalian tertentu yang akan direalisasi dalam jangka panjang dengan menggunakan wahana perencanaan. 2. Metode a posteriori, dimana sasaran laba ditetapkan sesudah perencanaan dan sasaran tersebut merupakan hasil perencanaan itu sendiri. 3. Metode pragmatis, dimana pihak manajemen menggunakan standar laba tertentu yang telah teruji secara empiris dan didukung oleh pengalaman. Dengan menggunakan suatu tingkat target laba yang diperoleh dari pengalaman, penghargaan atau perbandingan, pihak manajemen menetapkan standar laba relatif yang dianggap memadai bagi perusahaannya. Sedangkan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam menetapkan target laba menurut Usry (2005:5) antara lain : 1. Laba atau rugi yang dialami dari volume penjualan tertentu. 2. Volume penjualan yang harus dicapai untuk menutup seluruh biaya yang terpakai, untuk menghasilkan laba yang memadai agar dapat membayar dividen bagi saham preferen dan saham biasa, dan untuk menahan sisa laba yang cukup guna memenuhi kebutuhan 3. 4. 5. 6.
perusahaan di masa depan. Titik impas/pulang pokok (break even point). Volume penjualan yang dapat dihasilkan oleh kapasitas operasi pada saat ini. Kapasitas opersai yang diperlukan untuk mencapai sasaran laba. Hasil pengembalian (return) atas modal yang digunakan. 6. Pemisahan biaya semi variabel ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Pemisahan biaya dilakukan sesuai dengan kebutuhan analisis selanjutnya yaitu untuk
menghitung Break Even Point. Pemisahan biaya ini juga untuk mempermudah perencanaan laba pada masa yang akan datang. Setelah tahap pertama yaitu pengelompokan biaya dilakukan maka selanjutnya tahap kedua adalah melakukan pemisahan terhadap kelompok biaya semi variabel ke
dalam biaya tetap dan biaya variabel dengan menggunakan rumus kuadrat terkecil dengan metode kuadrat terkecil (least square method). 7. Cost Volume Profit Analysis (CVP) Analisis Biaya Volume Laba/BVL (cost volume profit analysis/CVP) merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan dan pengambilan keputusan. Hal ini dikarenakan CVP menekankan keterkaitan antara biaya, kuantitas yang terjual, dan harga, semua informasi keuangan perusahaan terkandung di dalamnya. Analisis CVP berfokus kepada lima hal, yaitu: a.
harga produk (prices of products),
b.
volume produksi,
c.
biaya variable per unit,
d.
total biaya tetap (biaya yang sifatnya tetap tidak terpengaruh oleh fluktuasi kuantitas
produksi), dan e.
mix of product sold (bauran produk dalam penjualan). Karena perannya yang sangat besar, cost volume profit analysis dapat menjadi alat yang
sangat bermanfaat bagi manajemen untuk mengidentifikasi ruang lingkup permasalahan ekonomi perusahaan serta membantu mencari solusi atas permasalahannya. Analisis CVP dapat membantu manajemen untuk mengetahui beberapa hal penting, antara lain: a.
Berapa jumlah unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas
b.
Dampak pengurangan Biaya Tetap (Fixed Cost) terhadap titik impas
c.
Dampak kenaikan harga terhadap laba
d.
Berapa volume penjualan dan bauran produk yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat laba
yang diharapkan dengan sumber daya yang dimiliki e.
Tingkat sensitivitas harga atau biaya terhadap laba. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas bagaimana hubungan analisis cost volume
profit analysis, titik impas dalam unit maupun dolar, analisis multiproduk, dan penyajian grafis hubungan cost volume profit analysis agar manajer dapat dengan bijak mengambil keputusan yang pasti dan tidak mengandung resiko yang dapat merugikan perusahaan. A.
Analisis Cost Volume Profit
Pengertian analisis cost volume profit adalah analisis yang digunakan untuk menentukan bagaimana perubahan dalam biaya dan volume dapat mempengaruhi pendapatan operasional (operating income) perusahaan dan pendapatan bersih (net income). Seperti kita ketahui, jumlah produk yang dihasilkan perusahaan didalam suatu periode tertentu akan memiliki hubungan langsung dengan besarnya biaya yang dikeluarkan perusahaan. Ketika biaya itu dipertemukan dengan nilai penjualan produk yang dihasilkan oleh perusahaan, laba perusahaan yang diperoleh pada suatu periode akan terpengaruh menjadi lebih besar atau lebih kecil. Untuk melihat hubungan antara ketiga variabel itu (biaya, volume, dan laba) diperlukanlah analisis cost volume profit. Manajemen merencanakan keuangan dan mengambil keputusan dengan melihat hubungan besarnya biaya yang dikeluarkan suatu perusahaan dengan besarnya volume penjualan serta laba yang diperoleh pada suatu periode tertentu. Dalam mengambil keputusan, manajemen juga melihat lima elemen penting terkait analisis cost volume profit, yaitu: 1. 2.
Harga produk yaitu harga yang ditetapkan di dalam suatu periode tertentu secara konstan. Volume atau tingkat aktivitas yaitu besarnya produk yang dihasilkan dan direncanakan
akan dijual di dalam suatu periode tertentu. 3. Biaya variabel per unit yaitu besarnya biaya produk yang dibebankan secara langsung pada setiap unit barang yang diproduksi. 4. Total biaya tetap yaitu keseluruhan biaya periodik di dalam suatu periode tertentu. 5. Bauran volume produk yang dijual yaitu proporsi volume relatif produk-produk perusahaan yang akan dijual. Dalam melihat hubungan diantara kelima elemen tersebut terdapat beberapa asumsi yang harus digunakan didalam hubungan diantara besarnya biaya dan volume serta laba yang akan diperoleh, yaitu : 1.
Harga jual produk yang konstan dalam cakupan yang relevan. Hal ini berarti harga jual
setiap unit produk tidak berubah walaupun terjadi perubahan volume penjualan. 2. Biaya bersifat linear dalam rentang cakupan yang relevan dan dapat dibagi secara akurat ke dalam elemen biaya tetap dan biaya variabel. Jumlah biaya variabel per unit konstan dan jumlah biaya tetap total juga harus konstan. 3. Dalam perusahaan mulitiproduk, bauran penjualannya tidak berubah. 4. Jumlah unit yang diproduksi sama dengan jumlah unit yang dijual. Berarti, jumlah persediaan tidak berubah.
Dalam referensi lain, asumsi dasar analisis cost volume profit disederhanakan menjadi (a) semua biaya diklasifikasikan sebagai biaya variabel dan tetap, (b) fungsi jumlah biaya adalah linier dalam kisaran relevan, (c) fungsi jumlah pendapatan adalah linier dalam kisaran relevan dan harga jual dianggap konstan, (d) hanya terdapat satu pemicu biaya yaitu volume unit produk / rupiah penjualan, dan (e) tidak ada persediaan. Dengan pengertian dan asumsi seperti diatas maka jika salah satu elemen saja berubah maka hasil analisis cost volume profit pasti akan menghasilkan kesimpulan yang berbada dan dapat menghasilkan keputusan yang berbeda juga. Meskipun tujuan utama dari analisis ini adalah untuk melihat hubungan diantara elemen-elemen tersebut dan pengaruhnya satu dengan yang lainnya. Terkait asumsi dasar biaya diklasifikasikan sebagai biaya variabel dan tetap, manajemen harus teliti dalam memasukkan semua biaya variable yang relevan yaitu tidak hanya biaya produksi saja tapi juga biaya penjualan dan biaya distribusi. Ketelitian ini diperlukan untuk mengukur biaya variabel per unit. Selain itu, (pada analisis jangka pendek) biaya tetap yang relevan dapat diartikan sebagai biaya tetap yang diperkirakan berubah sehubungan dengan peluncuran produk baru. Pada saat biaya variabel dan biaya tetap dijumlahkan menjadi biaya total, dapat diasumsikan dengan analisis cost volume profit bahwa pendapatan dan total biaya adalah linear pada rentang aktivitas yang relevan. Meskipun perilaku biaya sebenarnya tidak relevan dengan rentang output yang terbatas, total biaya diharapkan meningkat mendekati tingkat yang linear. Karena peran yang sangat vital, analisis cost volume profit ini dapat diterapkan dalam banyak hal seperti menentukan harga jual produk atau jasa, memperkenalkan produk atau jasa baru, mengganti peralatan, memutuskan apakah produk atau jasa yang ada seharusnya dibuat di dalam perusahaan atau dibeli dari luar perusahaan, dan melakukan analisis apa yang akan dilakukan, jika sesuatu dipilih oleh manajemen. B.
Konsep Contribution Margin
Margin kontribusi adalah jumlah yang tersisa dari pendapatan dikurangi beban variabel. Jadi, ini adalah jumlah yang tersedia untuk menutup beban tetap dan kemudian menjadi laba untuk periode tersebut. Margin kontribusi digunakan dulu untuk menutup beban tetap dan sisanya akan menjadi laba. Jika margin kontribusi tidak cukup untuk menutup beban tetap perusahaan, maka akan terjadi kerugian untuk periode tersebut. Ketika titik impas dicapai, laba bersih akan bertambah sesuai dengan margin kontribusi per unit untuk setiap tambahan produk yang terjual.
Untuk memperkirakan pengaruh kenaikan penjaulan yang direncanakan terhadap biaya, manajer cukup mengalikan peningkatan dalam unit yang terjual dengan margin kontribusi yang per unit. Hasilnya akan menggambarkan peningkatan laba yang diharapkan. Margin kontribusi adalah pendapatan penjualan dikurangi semua biaya variabel. Ini dapat dihitung dengan menggunakan satuan mata uang atau basis per unit. Jika PT XYZ miliki penjualan sebesar $ 750.000 dan biaya variabel sebesar $ 450.000, marjin kontribusinya adalah $ 300.000. Dengan asumsi perusahaan menjual 250.000 unit selama tahun, harga per unit penjualan adalah $ 3 dan biaya variabel total per unit adalah $ 1,80. Margin kontribusi per unit adalah $ 1,20. Rasio margin kontribusi adalah 40%. Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan margin kontribusi dalam satuan mata uang atau marjin kontribusi per unit. Untuk menghitung rasio margin kontribusi, margin kontribusi dibagi dengan jumlah penjualan atau pendapatan. C.
Titik Impas Dalam Unit
Ketertarikan untuk mengetahui pendapatan, beban, dan laba berprilaku ketika volume berubah adalah sesuatu yang lazim untuk memulai dengan menentukan titik impas perusahaan dalam jumlah unit yang terjual. Titik impas (break-even point) adalah titik dimana total pendapatan sama dengan total biaya atau titik dimana laba sama dengan nol (zero profit). Untuk menentukan titik impas dalam unit (pendapatan sama dengan total biaya), maka perlu difokuskan pada laba operasi. Dalam hal ini, yang dilakukan pertama kali adalah menentukan titik impas, kemudian melihat bagaimana pendekatan yang telah digunakan itu dapat dikembangkan untuk menentukan jumlah unit yang harus dijual guna menghasilkan laba yang ditargetkan. Penggunaan Laba Operasi Dalam Analisis Cost Volume Profit Laporan laba rugi merupakan suatu alat yang berguna untuk mengorganisasikan biaya-biaya perusahaan dalam kategori tetap dan variable. Laporan laba rugi dapat dinyatakan sebagai persamaan berikut. Laba operasi = Pendapatan penjualan – Beban variable –Beban tetap Dalam persamaan ini, istilah laba operasi digunakan untuk menunjukkan penghasilan atau laba sebelum pajak penghasilan (taxes). Laba operasi (operating income) hanya mencakup pendapatan dan beban dari operasional normal perusahaan. Sedangkan, laba bersih (net income) adalah laba operasi dikurangi pajak penghasilan. Setelah memiliki ukuran unit yang terjual, maka dapat dikembangkanlah persamaan laba operasi dengan menyatakan pendapatan penjulan dan beban variabel dalam jumlah unit dolar dan jumlah unit. Secara lebih spesifik, pendapatan
penjualan dinyatakan sebagai harga jual per unit dikali jumlah unit yang terjual, dan total biaya variabel adalah biaya variabel per unit dikali jumlah unit yang terjual. Dengan demikian, persamaan laba operasi menjadi Laba operasi = (Harga x Jumlah unit terjual) – (Biaya Variabel per unit x jumlah unit terjual ) – Total biaya tetap Contoh berikut ini adalah mencari titik impas dalam unit. Contohnya adalah Whittier Company memproduksi mesin pemotong rumput. Berikut ini adalah proyeksi laporan laba rugi perusahaan Whittier Company Penjualan (1000 unit@$400)
$400.000
Dikurangi: Beban variabel
325.000
Margin kontribusi
$ 75.000
Dikurangi: Beban tetap Laba operasi
45.000 $ 30.000
Hal ini menunjukan bahwasanya Whittier Company mempunyai harga adalah $400 per unit, dan biaya variabel per unit adalah $325 ($325.000/1000 unit). Biaya tetap adalah $45.000. Maka pada titik impas, persamaan laba operasi adalah sebagai berikut: 0
= ($400 x Unit) – ($325 x Unit) - $45.000
0
= ($75 x Unit) - $45.000
$75 x Unit
= $45.000
Unit
= 600
Dengan demikian, Whittier Company harus menjual 600 pemotong rumput untuk menutupi semua beban tetap dan variabel. Suatu cara yang baik untuk memeriksa jawaban ini adalah dengan memformulasikan suatu laporan laba rugi berdasarkan 600 unit yang terjual. Penjualan (600 unit@ $400)
$240.000
Dikurangi: beban variabel
195.000
Margin kontribusi
$ 45.000
Dikurangi: Beban tetap Laba operasi
45.000 $
0
Jelaslah, penjualan 600 unit menghasilkan laba nol. Sebuah keunggulan penting dari pendekatan laba operasi adalah bahwa seluruh persamaan cost volume profit berikutnya diturunkan dari laporan laba rugi menurut perhitungan biaya
variabel. Sehingga setiap persoalan cost volume profit dapat diselesaikan dengan menggunakan pendapatan ini. Jalan Pintas Untuk Menghitung Unit Impas Salah satu cara cepat yang digunakan untuk menghitung titik impas dalam unit yaitu dengan menggunakan margin kontribusi. Margin kontribusi (contribution margin) adalah pendapatan penjualan dikurangi total biaya variable. Pada titik impas, margin kontribusi sama dengan beban tetap. Jika margin kontribusi per unit untuk harga dikurangi biaya variable per unit telah diganti pada persamaan laba operasi dan pada akhinya memperoleh jumlah unit, maka akan didapatkan persamaan dasar Jumlah unit BEP = Biaya tetap/Margin kontribusi per unit Dengan menggunakan contoh dari Whittier Company margin kontirbusi per unit dapat dihitung dengan salah satu dari dua cara berikut. Cara pertama adalah dengan membagi total margin kontribusi dengan unit yang terjual ($75.000/1000) hasilnya $75. Cara kedua adalah penjualan dikurangi biaya variabel ($400 - $325) hasilnya $75. Untuk menghitung jumlah unit impas Whittier Company, dapat digunakan persamaan dasar sebagai berikut: Jumlah unit
= $45.000/($400-$325)
= $45.000/$75 = 600 Penjualan Dalam Unit Yang Diperlukan untuk Mencapai Target Laba Meskipun titik impas merupakan informasi yang berguna, sebagian besar perusahaan ingin memperoleh laba operasi lebih besar daripada nol. Analisis cost volume profit menyediakan suatu cara menentukan jumlah unityang harus dijual untuk menghasilkan target laba tertentu. Target laba di sini adalah laba operasi di atas nol (titik impasnya), yang dapat dinyatakan dengan jumlah dolar atau sebagai persentase dari pendapatan penjualan. Untuk mencari target laba, pendekatan yang dapat dilakukan adalah dengan pendekatan laba operasi atau pendekatan margin kontribusi. Dalam pendekatan target laba sebagai sebuah jumlah dolar, anggaplah bahwa Whittier Company ingin memperoleh laba operasi sebesar $60.000. dalam hal ini, berapakah mesin pemotong rumput yang harus dijual untuk mencapai hasil ini? Jika menggunakan laporan laba rugi maka hasilnya adalah sebagai berikut: $60.000
= ($400 x Unit) – ($325 x Unit) - $45.000
$105.000
= $75 x Unit
Unit
= 1.400
Jika menggunakan persamaan dasar impas, maka perlu menambahkan target laba sebesar $60.000 pada biaya tetap dan langsung : Unit
= ($45.000 + $60.000)/($400 - $325)
Unit
= $105.000/$75
Unit
= 1.400
Artinya Whittier harus menjual 1400 mesin pemotong rumput untuk menghasilkan laba operasi sebesar $60.000. Laporan laba rugi berikut membuktikan hasil ini: Penjualan (1400 unit@$400)
$560.000
Dikurangi: Bebabn Variabel
455.000
Margin kontribusi
$105.000
Dikurangi: Beban tetap Laba operasi
45.000 $ 60.000
Cara lain untuk memeriksa jumlah unit ini adalah dengan menggunakan titik impas. Seperti yang baru saja ditunjukkan, Whittier harus menjual 1.400 mesin pemotong rumput, atau 800 lebih banyak dari volume impas 600 unit, untuk menghasilkan laba sebesar $60.000. Margin kontribusi per mesin pemotong rumput adalah $75. Perkalian antara $75 dengan 800 unit mesin pemotong rumput diatas impas akan menghasilkan laba sebesar $60.000 ($75 x 800). Hasil ini menunjukkan bahwa margin kontribusi per unit untuk setiap unit diatas impas adalah sama persis dengan laba per unit. Karena titik impas telah dihitung, maka jumlah mesin pemotong rumput yang akan dijual untuk menghasilkan laba operasi $60.000 dapat dihitung dengan membagi margin kontribusi per unit ke dalam target laba dan menambahkan hasilnya dengan volume impas. Secara umum, dengan mengasumsikan biaya tetap tidak berubah, dampak terhadap laba perusahaan yang dihasilkan dari perubahan jumlah unit yang terjual dapat dinilai dengan mengalikan margin kontribusi per unit dengan perubahan unit yang terjual. Sebagai contoh, jika 1.500 mesin pemotong rumput, bukan 1.400 yang terjual, maka berapa jumlah laba yang akan diperoleh? Perubahan dalam unit yang terjual adalah suatu kenaikan sebanyak 100 mesin pemotong rumput, dan margin kontribusi per unit adalah $75. Dengan demikian, laba akan meningkat sebesar $7.500 ($75 x 100).
Dalam pendekatan target laba sebagai suatu persentase dari pendapatan penjualan (after taxes), anggaplah bahwa Whittier Company ingin mengetahui jumlah mesin pemotong rumput yang harus dijual untuk menghasilkan laba yang sama dengan 15 persen dari pendapatan penjualan. Pendapatan penjualan adalah harga dikalikan dengan kuantitas. Dengan menggunakan laporan laba rugi (yang lebih sederhana dalam kasus ini), maka diperoleh: 0,15 ($400) (Unit)
= ($400 x Unit) – ($325 x Unit) - $45.000
$60 x Unit
= ($400 x Unit) – ($325 x Unit) - $45.000
$60 x Unit
= ($75 x Unit) - $45.000
$15 x Unit
= $45.000
Unit
= 3.000
Apakah volume sebanyak 3.000 mesin pemotong rumput menghasilkan laba yang sama dengan 15 persen dari pendapatan penjualan? Untuk 3000 mesin pemotong rumput, total pendapatan adalah $1,2 juta ($400 x 3.000). Disini laba dapat dihitung tanpa harus menyusun laporan laba rugi yang formal. Ingat, bahwa diatas impas margin kontribusi per unit adalah laba per unit. Volume impas adalah 600 mesin pemotong rumput. Jika 3.000 mesin pemotong rumput terjual, maka ada 2.400 (3.000 – 600) mesin pemotong rumput diatas titik impas yang telah terjual. Jadi, laba sebelum pajak adalah $180.000 ($75 x 2400), yang merupakan 15 persen dari penjualan ($180.000/$1.200.000). Target Laba Setelah Pajak Pada saat menghitung titik impas, pajak penghasilan tidak berperan. Ini disebabkan karena pajak yang dibayar atas laba nol adalah nol. Namun, ketika perusahaan ingin mengetahui berapa unit yang harus dijual untuk menghasilkan laba bersih tertentu, maka diperlukan beberapa pertimbangan tambahan. Ingat kembali, bahwa laba bersih adalah laba operasi setelah pajak penghasilan dan bahwa angka target laba dinyatakan dalam kerangka sebelum pajak. Dengan demikian, ketika target laba dinyatakan sebagai laba bersih, harus menambahkan kembali pajak penghasilan untuk memperoleh laba operasi. Umumnya, pajak dihitung sebagai persentase dari laba. Laba setelah pajak dihitung dengan mengurangkan pajak dari laba operasi (atau laba sebelum pajak). Laba bersih
= laba operasi – pajak penghasilan
= laba operasi – (tarif pajak x laba operasi) = laba operasi (1 – tarif pajak) Atau
Laba operasi
= Laba bersih/(1- Tarif Pajak)
Misalkan Whittier Company ingin memperoleh laba bersih sebesar $48.750 dan tarif pajaknya adalah 35 persen. Untuk mengonversi target laba setelah pajak menjadi target laba sebelum pajak, selesaikanlah langkah-langkah berikut: $48.750
= Laba operasi – (0,35 x Laba operasi)
$48.750
= 0,65 (Laba operasi)
$75.000
= Laba operasi
Dengan kata lain, jika tarif pajak adalah 35 persen, maka Whittier Company harus menghasilkan $75.000 sebelum pajak penghasilan untuk memperoleh $48.750 setelah pajak penghasilan. Dengan pengonversian ini, maka dapat dihitung jumlah unit yang harus dijual: Unit
= ($45.000 + $75.000)/$75
Unit
= $120.000/$75
Unit
= 1.600
Sekarang buktikan lah dengan laporan laba rugi berdasarkan penjualan sebanyak 1.600 mesin pemotong rumput. Penjualan (1.600 @$400)
$640.000
Dikurangi: Beban Variabel Margin kontribusi Dikurangi: Beban tetap Laba operasi Dikurangi: Pajak penghasilan (tarif pajak 35%) Laba bersih D.
520.000 $120.000 45.000 $ 75.000 26.250 $ 48.750
Titik Impas Dalam Dolar Penjualan
Pada beberapa kasus yang menggunakan analisis CVP, manajer mungkin lebih suka menggunakan pendapatan penjualan sebagai ukuran aktivitas penjualan daripada unit yang terjual. Suatu ukuran unit yang terjual dapat dikonversikan menjadi suatu ukuran pendapatan penjualan hanya dengan mengalikan harga jual per unit dengan unit yang terjual. Sebagai contoh, titik impas Whittier Company dihitung pada 600 mesin pemotong rumput. Karena harga jual per
unit mesin pemotong rumput adalah $400, maka volume impas dalam pendapatan penjualan adalah $240.000 ($400 x 600). Setiap jawaban yang dinyatakan dalam unit yang terjual dapat secara mudah dikonversi menjadi satu jawaban yang dinyatakan dalam pendapatan penjualan, tetapi jawaban tersebut bisa dihitung secara lebih langsung dengan mengembangkan rumus terpisah untuk kasus pendapatan penjualan. Dalam kasus ini, variabel yang penting adalah dolar penjualan, sehingga pendapatan maupun biaya variabel harus dinyatakan dalam dolar, bukan unit. Karena pendapatan penjualan selalu dinyatakan dalam dolar, maka pengukuran variabel tidak menjadi masalah. Selanjutnya akan dibahas secara lebih mendalam mengenai biaya variabel dan melihat bagaimana biaya tersebut dapat dinyatakan dalam ukuran dolar penjualan. Untuk menghitung titik impas dalam dolar penjualan, biaya variabel didefenisikan sebagi suatu persentase dari penjualan bukan sebagai sebuah jumlah per unit yang terjual. Dapat diilustrasikan mengenai pembagian pendapatan penjualan menjadi biaya variabel dan margin kontribusi sebagai berikut: Harga adalah $10 dan biaya variabel adalah $6. Tentu saja, sisanya adalah margin kontribusi sebesar $4 ($10 - $6). Jika yang dijual adalah 10 unit, maka total biaya variabel adalah $60 ($6 x 10 unit). Atau, karena setiap unit yang dijual menghasilkan pendapatan sebesar $10 dan membutuhkan biaya variabel $6, maka kita dapat mengatakan bahwa 60 persen dari setiap dolar pendapatan yang dihasilkan diakibatkan oleh biaya variabel ($6/$10). Jadi, dengan memfokuskan pada pendapatan penjualan, kita dapat memperkirakan total biaya variabel sebesar $60 untuk pendapatan $100 (0,60 x $100). Rasio biaya variable (variable cost ratio) sebesar 60 % pada contoh ini merupakan bagian dari setiap dolar penjualan yang harus digunakan untuk menutup biaya variable. Rasio biaya variable dapat dihitung dengan menggunakan data total maupun data per unit. Tentu saja, persentase dari dolar penjualan yang tersisa setelah biaya variable tertutupi merupakan rasio margin kontribusi. Rasio margin kontribusi (contribution margin ratio) adalah bagian dari setiap dolar penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba. Berikut ini merupakan laporan Laba Rugi dari Whittier Dalam Dolar dan Persentase Penjualan: Dolar Penjualan
$400.000
Persentase Penjualan 100,00%
Dikurangi: Biaya Variabel
325.000
81,25%
Margin Kontribusi
75.000
18,75%
Dikurangi: Biaya tetap
45.000
Laba Operasi
30.000
Rasio Biaya Variabel adalah 81,25% ($325.000/$400.000). Rasio margin kontribusi adalah 18,75% ($75.000/$400.000 atau berasal dari 100%-81,25%). Biaya tetap adalah $45.000. Berdasar informasi tersebut, berapakah pendapatan penjualan yang harus dihasilkan Whittier ntuk mencapai titik impas? Laba Operasi = Penjualan – Biaya Variabel – Biaya Tetap 0
= (Penjualan – (Rasio Biaya Variabel x Penjualan)) – Biaya tetap
0
= Penjualan (1 – Rasio Biaya Variabel) – Biaya Tetap
0
= Penjualan (1 – 0,8125) – 45.000
(0,1875)Penjualan = 45.000 Penjualan
= $240.000
Jadi Whittier harus menghasilan penjualan sejumlah 240.000 untuk mencapai impas. Dengan pendekatan rumus unit impas yang dikembangkan, dapat diperoleh nilai penjualan impas dengan rumus: Unit Impas
= Biaya tetap/(Harga-Biaya Variabel per Unit)
Jika sisi kiri dan sisi kanan kita kalikan dengan harga, maka sisi kiri Unit Impas x Harga adalah merupakan pendapatan penjualan pada saat impas Unit Impas x Harga
= Harga x (Biaya tetap/(Harga-Biaya Variabel per Unit))
Penjualan Impas
= Biaya Tetap x (Harga/ Harga-Biaya Variabel per Unit))
Penjualan Impas
= Biaya tetap x (Harga/Margin Kontribusi)
Penjualan Impas
=
Biaya Tetap/Rasio Margin Kontribusi
Dalam Kasus Whittier, besarnya penjualan yang harus dihasilkan pada titik impas dapat dihitung sebagai berikut: Penjualan Impas =
Biaya Tetap/Rasio Margin Kontribusi
Penjualan Impas =
$45.000/0,1875
Penjualan Impas =
$240.000
Target Laba dan Pendapatan Penjualan Pertimbangkan pertanyaan berikut: Berapakah pendapatan penjualan yang harus dihasilkan Whittier untuk memperoleh laba sebelum pajak sebesar $60.000? (pertanyaan ini mirip dengan yang ditanyakan sebelumnya dalam hal unit, tetapi pertanyaannya sekarang adalah langsung dalam hal pendapatan penjualan). Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tambahkanlah target laba operasi sebesar $60.000 kepada biaya tetap $45.000 dan membagi dengan rasio margin kontribusi: Penjualan
= $45.000 + $60.000)/0,1875
= $105.000/0,1875 = $560.000 Whittier harus menghasilkan pendapatan $560.000 untuk mencapai target laba sebesar $60.000. Karena impas adalah $240.000) diatas impas harus dihasilkan. Perhatikan bahwa perkalian antara rasio margin kontribusi dengan pendapatan di atas impas menghasilkan laba sebesar $60.000 (0,1875 x $320.000). Diatas impas, rasio margin kontribusi merupakan rasio laba; karena itu, rasio tersebut menggambarkan bagian dari setiap dolar penjualan yang dapat diperuntukkan bagi laba. Dalam contoh ini, setiap dolar penjualan yang diterima di atas impas akan meningkatkan laba sebesar $0,1875. Secara umum dengan asumsi biaya tetap tidak berubah, rasio margin kontribusi dapat digunakan untuk mengetahui dampak terhadap laba atas perubahan pendapatan penjualan. Untuk memperoleh total perubahan dalam laba yang diakibatkan oleh perubahan pendapatan, kalikan rasio margin kontribusi dengan perubahan dalam penjualan. Sebagai contoh, jika pendapatan penjualan adalah $540.000, bukan $560.000, bagaimana pengaruhnya terhadap laba yang diharapkan? Penurunan pendapatan penjualan sebesar $20.000 akan mengakibatkan penurunan laba sebesar $3750 (0,1875 x $20.000). Membandingkan Kedua Pendekatan Untuk pengaturan produk tunggal, pengubahan titik impas dalam unit menjadi impas dalam pendapatan penjualan hanya merupakan masalah pengalian harga jual per unit dengan unit yang
terjual. Namun ada dua alasan yang membuat manajemen menggunakan kedua rumus tersebut, yaitu: 1.
Rumus pendapatan penjualan memungkinkan kita untuk mencari pendapatan secara
angsung jika hal tersebut dikehendaki 2.
Pendekatan pendapatan penjualan jauh lebih mudah untuk digunakan dalam pengaturan
multiproduk yang memiliki harga yang bervariasi. E.
Analisis Multiproduk
Analisis biaya volume laba cukup mudah diterapkan dalam pengaturan produk tunggal. Namun, kebanyakan perusahaan memproduksi dan menjual sejumlah produk atau jasa. Meskipun kompleksitas konseptual dari analisis CVP lebih tinggi dalam situasi multiproduk, pengoperasiannya tidak berbeda jauh. Beban tetap langsung (direct fixed expenses) adalah biaya tetap yang dapat ditelusuri ke setiap produk dan akan hilang jika produk tersebut tidak ada. Beban tetap umum adalah biaya tetap yang tidak dapat ditelusuri ke produk dan akan tetap muncul meskipun salah satu produk ditelusuri. Contoh Whittier Company telah memutuskan untuk menawarkan dua model mesin pemotong rumput, yaitu mesin manual dengan harga $400/unit dan mesin otomatis dengan harga $800/unit. Departemen pemasaran yakin bahwa 1.200 mesin pemotong rumput manual dan 800 mesin pemotong rumput otomatis dapat terjual tahun depan. Proyeksi Laporan Laba Rugi terlihat sebagai berikut: Mesin Mesin Manual
Otomatis
Total 1.120.00
Penjualan
480.000
640.000
0
Dikurangi: beban Variabel
390.000
480.000
870.000
Margin Kontribusi Dikurangi: Beban tetap
90.000
160.000
250.000
Langsung Margin Produk
30.000
40.000 120.000
70.000
60.000
180.000
Dikurangi: Beban tetap Umum
26.250
Laba Operasi
153.750
1.
Titik Impas Dalam Unit
Pengalokasian biaya tetap umum ke setiap lini produk sebelum menghitung titik impas dapat mengatasi kesulitan ini. Permasalahan dalam pendekatan ini adalah alokasi biaya tetap umum bersifat acak. Jadi, tidak ada volume impas yang tampak secara langsung. Dalam contoh Whittier di atas, jika dihiting unit impas individu dari mesin maual dan mesin otomatis, diperoleh hasil: Unit impas mesin manual
=
Biaya Tetap/(Harga-Biaya Variabel per unit)
=
$30.000/$75
=
400 unit
Unit Impas mesin otomatis = =
$40.000/$200 200 unit
Jadi 400 unit mesin manual dan 200 unit mesin otomatis harus dijual untuk mencapai margin produk impas, namun margin produk impas hanya menutup biaya tetap langsung, biaya tetap umum masih belum tertutup. Padahal biaya tetap umum harus diperhatikan untuk mencari titik impas bagi penjualan secara keseluruhan. Pengalokasian biaya tetap umum ke setiap lini produk sebelum menghitung titik impas dapat mengatasi kesulitan ini, namun permasalahan dalam pendekatan ini adalah alokasi biaya tetap umum yang bersifat acak, jadi tidak ada volume impas yang tampak secara langsung. Kemungkinan pemecahan lainnya adalah dengan mengkonversikan masalah multiproduk menjadi masalah produk tunggal. Jika hal ini dapat dilakukan, maka seluruh metodologi CVP produk tunggal dapat diterapkan secara langsung. Kunci dari konversi ini adalah dengan mengidentifikasi bauran penjualan yang diharapkan dalam unit dari produk-produk yang dipasarkan. Bauran penjualan (sales mix) adalah kombinasi relative dari berbagai produk yang dijual perusahaan. Penentuan bauran penjualan, bauran penjualan dapat diukur dalam unit yang terjual atau bagian dari pendapatan.
Contohnya; Jika Whittier berencana menjual 1.200 mesin pemotong rumput manual dan 800 pemotong rumput otomatis, maka bauran penjualan dalam unit adalah 1.200 : 800, atau 3 : 2. Bauran penjualan juga dapat dinyatakan dalam persentase dari total pendapatan yang dikontribusikan oleh setiap produk. Pada kasus Whittier, pendapatan mesin pemotong rumput manual adalah $480.000 ($400 x 1.200). dan pendapatan mesin pemotong rumput otomatis adalah $640.000 ($800 x 800). Pendapatan Mesin pemotong rumput manual
= 480.000/(480.000+640.000) = 42,86% dari penjualan
Pendapatan mesin pemotong rumut otomatis
= 640.000/(480.000+640.000) = 57,14% dari penjualan.
Jadi bauran penjualan dalam unit adalah sebesar 3 : 2 atau 60% : 40% yang berarti bahwa Whittier berharap dapat menjual 3 mesin pemotong rumput manual atas setiap penjualan 2 mesin pemotong rumput otomatis. Sedangkan bauran penjualan dalam pendapatan adalah sebesar 42,86% : 57,14% untuk mesin manual dan mesin otomatis. Perbedaan perbandingan iini diakibatkan karena bauran penjualan dalam pendapatan menggunakan bauran penjualan dalam unit dan memberikan bobot menurut harganya masing-masing. Untuk analisis CVP, kita harus menggunakan bauran penjualan yang dinyatakan dalam unit. Bauran penjualan dan analisis CVP, penentuan bauran penjualan terutama memungkinkan kita untuk mengonversi masalah multiprodduk kedalam format CVP produk tunggal. Karena Whittier berharap dapat menjual 3 mesin pemotong rumput manual atas setiap penjualan 2 mesin pemotong rumput otomatis, Whittier bisa mengidentifikasikan produk tunggal yang dijualnya sebagai suatu paket yang berisi tiga mesin pemotong rumput manual dan dua mesin pemotong rumput otomatis. Dengan menetapkan produk tersebut dalam suatu paket, maslah multiproduk dikonversi menjadi masalah produk tunggal. Untuk lebih jelasnya lihat perhitungan berikut:
Produk (a) Manual Otomatis Total Paket
Harga
Biaya
Variabel
Kontribusi
Margin
Kontribusi Margin
Per Unit
Per Unit
Penjualan
per unit
(f) =d x
(b)
(c)
(d)
paket (e) 3 2
e
400 800
325 600
Bauran
75 200
225 400 625
Berdasar margin kontribusi per paket di atas, persamaan dasar impas dapat digunakan untuk menentukan jumlah paket yang harus dijual Whittier pada titik impas. Paket Impas
=
Total Biaya Tetap/Margin Kontribusi Per Paket
=
(70.000+26.250)/625
=
154 paket
Jadi Whittier harus menjual Unit mesin manual Unit mesin otomatis
=
154 x 3
=
462 unit
=
154 x 2
=
308 unit
Kelemahan metode ini yaitu sulit digunakan untuk perusahaan dengan banyak jenis produk. Cara mengatasinya antara lain dengan: a.
Melakukan penyederhanaan yaitu dengan menganalisis kelompok produk, bukan individu
produk, atau b.
Menggunakan pendekatan pendapatan penjualan.
2.
Pendekatan Dolar Penjualan Titik impas dalam dolar penjualan secara implisit menggunakan asumsi bauran penjualan,
tetapi mengabaikan persyaratan penghitungan margin kontribusi per paket. Tidak ada pengetahuan terhadap data produk individual yang diperlukan. Upaya perhitungannya mirip dengan yang digunakan dalam pengaturan produk tunggal. Selain itu, jawabannya masih dinyatakan dalam pendapatan penjualan. Tidak seperti titik impas dalam unit, jawaban atas pertanyaan CVP yang menggunakan dolar penjualan tetap dinyatakan dalam ukuran ikhtisar tunggal. Namun pendekatan pendapatan penjualan mengorbankan informasi yang berkaitan dengan kinerja tiap – tiap produk. Contoh kasus pada Whittier. Total Penjualan
1.120.000
Dikurangi: beban Variabel
870.000
Margin Kontribusi
250.000
Dikurangi: Total Beban tetap
96.250
Laba Operasi
153.750
Dari data di atas diperoleh rasio margin kontribusi adalah sebesar 250.000/1.120.000 = 0,2232. Maka besar penjualan impas yaitu: Penjualan impas =
Biaya tetap/rasio margin kontribusi
=
$96.250/0,2232
=
$431.228
Hasil perhitungan ini akan sama dengan hasil perhitungan titik impas dalam unit. Jumlah paket yang harus dijual pada saat impas adalah 154 sedangkan harga jual per paket adalah 2.800 (3 x 400 + 2 x 800), sehingga total penjualannya yaitu sebesar 154 x 2800 = 431.200, terdapat sedikit perbedaan karena pembulatan dalam menghitung rasio margin kontribusi. F.
Representasi Grafis Dari Hubungan CVP
Perseroan wajib menjelaskan antara lain kebijakan akuntansi untuk: Untuk memahami hubungan CVP lebih mendalam, dapat dilakukan melalui penggambaran secara visual. Penyajian secara grafis dapat membantu para manajer melihat perbedaan antara biaya variable dan pendapatan. Hal itu juga dapat membantu mereka memahami dampak kenaikan atau penurunan penjualan terhadap titik impas dengan cepat. Dua grafik dasar yang penting, grafik laba volume dan grafik biaya volume laba, yang akan dijelaskan sebagai berikut : Grafik Laba Volume Grafik laba volume (profit volume grafh) menggambarkan hubungan antara laba dan volume penjualan secara visual. Grafik laba volume merupakan grafik dari persamaan laba operasi [laba operasi = (harga x unit) – (biaya variable per unit x unit) – biaya tetap]. Dalam grafik ini, laba operasi merupakan variable terikat dan unit merupakan variable bebas. Nilai variable bebas biasanya diukur pada sumbu horizontal dan nilai variable terikat pada sumbu vertical. (Contoh Grafik Laba Volume)
Grafik Biaya Volume Laba Grafik biaya volume laba (cost volume profit graph) menggambarkan hubungan antara biaya, volume dan laba. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih terperinci, perlu dibuat grafik dengan dua garis terpisah : garis total pendapatan dan garis total biaya. Tiap – tiap garis ini mempunyai dua persamaan berikut : Pendapatan = harga x unit Total biaya = (biaya variable per unit x unit) + Biaya tetap Asumsi – asumsi pada Analisis Biaya Volume Laba Grafik laba volume dan biaya volume laba yang baru diilustrasikan mengandalkan beberapa asumsi penting. Berikut beberapa dari asumsi tersebut : 1. 2. 3. 4. 5. G.
Analisis mengasumsikan fungsi pendapatan dan fungsi biaya berbentuk linear Analisis mengasumsikan harga, total biaya tetap, dan biaya variable per unit dapat diidentifikasikan secara akurat dan tetap konstan sepanjang tentang yang relevan Analisis mengasumsikan apa yang diprosuksi dapat dijual Untuk analisis multiproduk, diasumsikan bauran penjualan diketahui Diasumsikan harga jual dan biaya diketahui secara pasti. Perubahan Dalam Variabel CVP Karena perusahaan beroperasi dalam dunia yang dinamis, mereka harus memperhatikan perubahan – perubahan yang terjadi dalam harga, biaya variable, dan biaya tetap. Perusahaan juga harus memperhitungkan pengaruh resiko dan ketidakpastian. Kita akan membahas pengaruh dari perubahan harga, margin kontribusi per unit, dan biaya tetap terhadap titik impas. Kita juga akan membahas cara – cara yang dapat ditempuh para manajer untuk menangani risiko dan ketidakpastian dalam kerangka CVP Memperkenalkan Risiko dan Ketidakpastian Asumsi penting dari analisis CVP adalah harga dan biaya diketahui dengan pasti. Namun, hal tersebut jarang terjadi. Risiko dan ketidakpastian adalah bagian dari pengambilan keputusan bisnis dan bagaimananpun hal itu harus ditangani. Secara formal, risiko berbeda dengan ketidak pastian. Distribusi probabilitas variable pada risiko dapat diketahui, sedangkan distribusi probabilitas variable pada ketidakpastian tidak diketahui. Namun, pada tujuan pembahasan kita, kedua istilah tersebut akan digunakan secara bergantian.
Margin pengaman ( margin of safety ) adalah unit yang terjual atau diharapkan terjual atau pendapatan yang dihasilkan atau diharapkan untuk dihasilkan yang melebihi volume impas. Sebagai contoh jika volume impas perusahaan adalah 200 unit dan perusahaan saat ini menjual 500 unit, maka margin pengamannya adalah 300 unit (500-200). Margin pengaman juga dapat dinyatakan dalam pendapatan penjualan. Jika penjualan impas adalah $200.000 dan pendapatan saat ini adalah $350.000, maka margin pengamannya adalah $150.000. Rasio margin pengaman dapat dinyatakan dalam (pendapatan penjualan yang dianggarkanpendapatan penjualan impas)/pendapatan penjualan x 100%. Dalam contoh di atas, rasio margin pengamannya yaitu sebesar (350.000-200.000)/200.000= 75%. Margin pengamandapat dipandang sebagai ukuran kasar dari risiko. Pada kenyataannya peristiwa yang tidak diketahui selalu muncul ketika rencana disusun. Hal itu dapat menurunkan penjualan di bawah jumlah yang diharapkan. Apabila margin pengaman perusahaan adalah besar atas penjualan tertentu yang diharapkan tahun depan, maka risikomenderita kerugian jika penjualan menurun lebih kecil daripada margin pengamannya kecil. Manager yang menghadapi margin pengaman yang rendah mungkin ingin mempertimbangkan berbagai tindakan untuk meningkatkan penjualan atau mengurangi biaya. Langkah-langkah Pengungkit Operasi, dalam ilmu fisika, alat pengungkit adalah mesin sederhana yang digunakan
untuk
melipatgandakan
kekuatan.
Pada
dasarnya,
pengungkit
tersebut
melipatgandakan kekuatan tenaga yang dikeluarkan untuk menghasilkan lebih banyak pekerjaan. Semakin besar beban yang digerakkan oleh sejumlah tertentu tenaga, semakin besar keunggulan mekanis dari alat tersebut. Dalam bidang keuangan pengungkit operasi berkaitan dengan bauran relative dari biaya tetap dan biaya variable dalam suatu organisasi. Pertukaran antara biaya tetap dengan biaya variable adalah suatu hal yang mungkin dilakukan. Tingkat pengungkit operasi (degree of operating leverage – DOL) untuk tingkat penjualan tertentu dapat diukur dengan menggunakan rasio margin kontribusi terhadap laba. Tingkat pengungkit operasi = Margin kontribusi/laba Analisis Sensitivitas dan CVP Meluasnya penggunaan computer dan spreadsheet telah memudahkan para manajer melakukan analisis sensitivitas. Sebagai sebuah alat penting, analisis sensitivitas (sensitivity analysis) adalah teknik “bagaimana-jika” yang menguji dampak dari perubahan asumsi –asumsi yang mendasarinya terhadap suatu jawaban.
H.
Analisis CVP Dan Perhitungan Biaya Berdasarkan Aktivitas
Analisis CVP konvensional mengasumsikan semua biaya perusahaan dapat dikelompokkan dalam dua kategori : biaya variabel dan biaya tetap. Pada sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas, biaya dibagi dalam kategori berdasarkan unit dan non-unit. Perbandingan antara titik impas ABC dengan titik impas konvensional mengungkapkan dua perbedaan yang signifikan. Pertama, biaya tetapnya berbeda. Beberapa biaya yang sebelumnya diidentifikasi sebagai biaya tetap dapat berbeda dengan penggerak. Kedua, pembilang pada persamaan impas ABC memiliki dua istilah biaya variabel non-unit : satu untuk aktivitas yang berkaitan dengan batch dan satu untuk aktivitas yang berkaitan dengan keberlanjutan produk. Jika suatu perusahaan menganut JIT, maka biaya variabel per unit yang dijual berkurang dan biaya tetap bertambah.