PENGGUNAAN HEDGING DI INDONESIA DALAM MEMINIMALISIR RISIKO NILAI TUKAR ABSTRAK Ketidakpastian kondisi perekonomian global mempengaruhi kondisi perekonomian dalam negeri Indonesia. Ketidakpastian ini menimbulkan risiko yang besar bagi pelaku ekonomi. Salah satunya adalah volatilitas nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama dolar Amerika. Untuk memitigasi risiko yang timbul dari exchange rate exposure, pemerintah saat ini sedang mensosialisasikan pentingnya lindung nilai hedging pada transaksi yang menggunakan mata uang asing. Bagaimana kondisi perekonomian global dan pasar uang Indonesia, penggunaan hedging di Indonesia, kendala serta BUMN mana saja yang telah melakukan hedging akan dibahas pada makalah ini.
A. Pendahuluan Ketidakpastian kondisi perekonomian global berdampak besar kondisi perekonomian dalam negeri Indonesia. Faktor terbesar yang mempengaruhi perekonomian dunia adalah kebijakan tapering off yang dilakukan The Fed sehingga menyebabkan banyaknya capital outflow dari emerging market salah satunya Indonesia. Perbaikan kondisi perekonomian di Amerika Serikat juga mempengaruhi perubahan alokasi investasi dari investasi di negara berkembang beralih ke Amerika Serikat. Hal inilah yang perlu diantisipasi pemerintah agar kondisi perekonomian dalam negeri tetap kondusif. Salah satu cara untuk memitigasi risiko ketidakpastian ini yaitu dengan melakukan lindung nilai (hedging). Hedging masih kurang populer di kalangan bisnis Indonesia. Umumnya yang melakukan hedging ini adalah pihak swasta. Sedangkan BUMN masih takut dengan risiko jika melakukan hedging. Perturan perundang-undang yang belum komprehensif mengatur tentang heding menjadi alasan utama sebagian besar BUMN enggan melakukan hedging. Disamping itu, pasar keuangan Indonesia yang masih dangkal juga ikut andil dalam perkembangan hedging di Indonesia.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 32
Grafik: Ekspor dan Impor Indonesia dalam Valuta Asing Januari-May 2014
16,000,000 15,000,000 14,000,000 13,000,000 12,000,000
11,000,000 Jan* Ekspor Impor
Feb*
Mar*
Apr*
May**
Sumber: bi.go.id
Kondisi impor hingga May 2014 yang kembali meningkat berdampak rupiah akan kembali tertekan. Kodisi volatilitas nilai tukar yang cukup tinggi berdampak pada besarnya risiko yang harus ditanggung oleh pemerintah. Oleh karena itu diperlukan kebijakan yang mampu meredam besarnya risiko nilai tukar. Ketakutan BUMN dalam melaksanakan hedging yang disebabkan belum jelasnya aturan mengenai kerugian yang ditanggung oleh BUMN akibat selisih nilai hedging dengan nilai spot market yang nantinya akan diakui sebagai kerugian negara, menjadi hutang pemerintah untuk diakomodir dalam suatu aturan maupun kebijakan. Peemasalahan lainnya terkait hedging diantaranya belum adanya kesepahaman mengenai posisi hedging antar pelaku ekonomi terutama perusahaan milik negara menjadi tantangan yang harus dihadapi dan diselesaikan oleh pemegang kebijakan terkait perdagangan, BUMN, serta moneter. Terutama Dukungan dari semua otoritas tersebut harus mampu membantu mewujudkan pasar keuangan yang dalam dengan pilihan instrumen yang luas. Sehingga diharapkan kesepahaman ini akan memberi kesempatan kepada perbankan sebagai transmisi likuiditas untuk bergerak lebih leluasa.
Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 33
B. Issue Penggunaan Hedging oleh BUMN dalam Meminimalisir Resiko Nilai Tukar Mata Uang Asing 1. Kondisi Pasar Uang Yang Masih Dangkal Kondisi pasar uang yang dangkal saat ini dapat terlihat dari kondisi pasar nasional yang masih rentan dengan pengaruh keadaan ekonomi global. Menurut survei Bank for International Settlements (2014), rata-rata volume transaksi valas di Indonesia berkisar US$ 5 miliar per hari, lebih rendah dari sejumlah negara di kawasan, seperti Malaysia dan Thailand yang telah mencapai US$ 11-13 miliar per hari, Turki US$ 27 miliar, Korea Selatan US$ 48 miliar, dan Singapura US$ 383 miliar per hari. Transaksi antarpelaku di pasar domestik juga masih didominasi oleh transaksi spot, dengan pangsa mencapai 67% dari total transaksi. Bank Indonesia menginisiasi akselerasi pendalaman pasar sejak 2012. Tiga sasaran jangka pendek dipatok. Yaitu, membuat transaksi valuta asing lebih efisien dan murah, memberi pilihan instrumen yang beragam, serta memperbanyak jumlah pelaku pasar untuk meningkatkan daya serap pasar menghadapi penawaran dan permintaan1. Langkah pendalaman pasar keuangan di Indonesia sudah berjalan, namun belum berjalan dengan cepat. Karena itu, Bank Indonesia berupaya melakukan percepatan-percepatan pendalam pasar. Langkah pendalaman pasar keuangan diharapkan dapat menyerap lebih banyak aliran dana yang masuk Indonesia. Dana yang masuk Indonesia tersebut memerlukan fasiliatas untuk lindungi nilai. Kondisi inilah yang akhirnya Bank Indonesia meresmikan Foreign Exchange Market Committee (Indonesia FEMC) sebagai forum bagi pelaku pasar dan sebagai mitra strategis task force pendalaman pasar keuangan Bank Indonesia dan otoritas Jasa Keuangan (OJK). Komite ini memiliki tujuan, yaitu2: 1. Medorong pendalaman dan pengembangan pasar keuangan Indonesia dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan; 2. Mengembangkan pelaku pasar keuangan yang handal, memiliki integritas tinggi, serta pengetahuan, pengalaman, dan ketrampilan yang dapat bersaing di pasar keuangan internasional; 3. Merekomendasikan inisiatif kebijakan dan ketentuan yang kondusif untuk pembangunan, tetapi sekaligus menjaga terhadap risiko; dan 4. Menjaga koordinasi dan komunikasi antara para stakeholders di pasar keuangan Indonesia.
1 2
Gerai Info BI Oktober 2013 bi.go.id Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 34
Usaha pendalaman pasar keuangan yang dilakukan Bank Indonesia saat ini secara umum ditempuh melalui pengembangan lima aspek, yaitu: 1. Pengembangan pasar dan instrumen; 2. Regulasi dan standardisasi; 3. Penguatan infrastruktur sistem; 4. Penguatan peran kelembagaan; dan 5. Peningkatan pemahaman daan edukasi kepada stakeholders.3 2. Penggunaan Hedging di Indonesia Berdasarkan PBI No.15/8/PBI/2013, pengertian lindung nilai adalah cara atau teknik untuk mengurangi risiko yang timbul maupun yang diperkirakan akan timbul akibat adanya fluktuasi harga di pasar keuangan. PBI ini dikeluarkan untuk dapat dijadikan sebagai salah satu pedoman oleh pelaku ekonomi dalam rangka memitigasi risiko ketidapastian pergerakan nilai tukar. Untuk memitigasi risiko terebut, pelaku ekonomi perlu melakukan Transaksi Lindung Nilai terhadap kegiatan ekonominya dengan menggunakan instrumen derivatif antara lain forward dan swap. Transaksi Lindung Nilai yang dilakukan pelaku ekonomi dapat mendukung pendalaman pasar valuta asing domestik. Penggunaan hedging di Indonesia baru dilakukan oleh pelaku bisnis swasta. Instrumen hedging yang digunakan saat ini masih terbatas akibat kondisi pasar keuangan Indonesia yang masih dangkal. Hal inilah yang masih menjadi kekhawatiran BUMN untuk melakukan hedging disamping masih belum komprehensifnya aturan perundang-undangan terkait akuntansi penggunaan hedging di BUMN. Oleh karena itu Bank Indonesia, BPK, dan Kemenkeu melakukan pertemuan untuk sepakat melakukan pembentukan aturan mengenai akuntasi penggunaan hedging di BUMN maupun pemerintah. Aturan hedging saat ini telah diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 12.PMK.08/2013 tentang Transaksi Lindung Nilai dalam Pengelolaan Utang Pemerintah. Dalam PMK tersebut mengatur pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi hedging pemerintah, proses pelaksanaan, penatausahaan, penganggaran dan monitoring hedging. PMK ini juga mengatur bahwa pemerintah dapat melakukan hedging untuk memitigasi risiko atau melindungi posisi nilai suatu aset atau kewajiban yang mendasarinya (underlying asset atau kewajiban) terhadap risiko fluktuasi tingkat bunga dan nilai mata uang di masa yang akan datang. Selain utang luar negari, aturan ini juga memungkinkan hedging untuk obligasi mata uang asing yang diterbitkan dan pinjaman internasional yang 3
bi.go.id Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 35
diambil pemerintah. PMK ini dapat diterbitkan karena dalam Undang-Undang APBN 2013 mendukung bahwa transaksi hedging yang dilakukan pemerintah tidak akan dianggap sebagai kerugian negara.4 Selain aturan hedging dari Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN juga mengatur hedging untuk BUMN dengan Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor PER-09/MBU/2013 Tahun 2013 tentang Kebijakan Umum Transaksi Lindung Nilai Badan Usaha Milik Negara. Dalam ketentuan tersebut, BUMN dapat melakukan hedging dengan terlebih dahulu membuat kebijakan hedging dan Standard Operating Procedure (SOP) untuk pelaksanaannya. Sedangkan untuk perbankan, Bank Indonesia juga telah menerbitkan aturan terkait hedging dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 15/8/PBI/2013 tentang Transaksi Lindung Nilai Kepada Bank. Dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa keuntungan yang timbul dari dilakukannya transaksi hedging yang memenuhi kriteria akuntansi lindung nilai sebagaimana diatur dalam standar akuntansi keuangan yang berlaku, dianggap sebagai pendapatan dalam rangka lindung nilai. Sebaliknya, jika terjadi kerugian dalam transaksi hedging, hal tersebut dianggap sebagai sebuah biaya atau premi dari transaksi lindung nilai. Berdasarkan hasil pertemuan antara BPK, Menteri Keuangan, Gubernur BI, jajaran KPK, BPKP, Bareskrim Polri, dan Jampidsus pada bulan Juni lalu menghasilkan kesepakatan baru terkait hedging yaitu hedging perlu dilakukan, oleh karena itu, jika terjadi kerugian akibat pelaksanaan hedging yang dilaksanakan sesuai aturan yang ada, konsisten, akuntabel, dan konsekuen, maka biaya tersebut bukan kerugian negara. Dan seluruh beban risiko hedging akan ditanggung APBN tahun berjalan. Beban risiko hedging ini masih jauh lebih kecil besarannya dibanding kerugian selisih kurs akibat transaksi internasional yang selama ini ditanggung oleh BUMN. Terdapat faktor yang mempengaruhi konidisi ini, diantaranya masih dangkalnya pasar keuangan Indonesia sehingga masih belum mampu memberikan fasilitas lindung nilai yang variatif kepada pelaku bisnis serta belum adanya payung hukum yang menguatkan pelaku bisnis dalam menggunakan hedging. Selain itu, faktor nilai tukar rupiah yang masih lemah dibandingkan nilai tukar mata uang asing (soft currency) juga ikut andil dalam memperbesar tingkat risiko nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah.
4
kemenkeu.go.id dalam tulisan Budi Sulistyo Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 36
3. Pelaksanaan Hedging oleh BUMN dalam Meminimalisir Resiko Nilai Tukar Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2013, utang luar negeri 2013 mencapai Rp2.375 triliun, naik 20% dari tahun sebelumnya Rp1.981 triliun. Dari nilai tersebut, porsi utang akibat selisih kurs senilai Rp163,24 triliun atau 41,43% dari total nilai kenaikan utang. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah meminta semua perusahaan pelat merah untuk melakukan lindung nilai atau hedging atas pinjaman valuta asing (valas). Ini untuk menghindarkan perusahaan pelat merah dari risiko pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, terutama dolar Amerika Serikat. Ketua BPK juga menilai penerapan transaksi lindung nilai sangat penting untuk segera dilaksanakan, terutama oleh BUMN. Ketua BPK mengklaim porsi BUMN dalam pembelian valuta asing (valas) di pasar valas domestik sangat dominan, yakni sekitar 30%. Kebutuhan valas dari BUMN tersebut digunakan hampir seluruhnya melalui beberapa jenis transaksi, seperti today transaction (TOD), tomrrow transaction (TOM), dan spot transaction (SPOT).5 Gambar: Posisi Utang Luar Negeri Swasta Menurut Kelompok Peminjam
Sumber: Bank Indonesia diolah
Pada bulan Mei 2014, posisi utang luar negeri BUMN diketahui sebesar 18,71% dari keseluruhan jumlah utang swasta. Meskipun di bulan April hutang Bank BUMN menurun, namun utang Bank BUMN maupun BUMN bukan bank pada bulan Mei kembali meningkat. Hal inilah yang harus diwaspadai pemerintah, 5
Siaran Pers BPK 19 Juni 2014 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 37
karena peningkatan hutang akan menambah beban risiko exchange rate exposure yang akan berpengaruh pada depresiasi dan apresiasi nilai rupiah dikemudian hari. Porsi BUMN dalam pembelian valas di pasar valas domestik saat ini sangat dominan, terutama oleh Pertamina dan PLN yang pembeliannya mencapai sekitar 30 % dari total pembelian valas korporasi6. Telah dilaksanakan pertemuan antara BI, BPK, dan BUMN yang menghasilkan tiga tujuan yaitu: 1. Kondisi pengaamanan rupiah melalui transaksi lindung nilai. 2. Adanya kesamaan sudut pandang terhadap transaksi lindung nilai utang pemerintah dan kewajiban valas BUMN, khsusunya terkait dengan kerugiannya timbul akibat selisih. 3. Mendorong adanya kebijakan pencegahan kecurangan sebagai akibat dari implementasi transaksi lindung nilai utang pemerintah.7 Tim teknis penyusunan standar operasional prosedur (SOP) hedging sudah dibentuk. Tim ini yang akan membuat pijakan jelas praktik hedging yang memang sensitif, terutama di kalangan penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan KPK. SOP hedging disiapkan agar ada kejelasan prosedur, teknis, penilaian, dan eksekusi dilakukannya hedging oleh BUMN sehingga jika terjadi persoalan bisa dievaluasi secara objektif. Tim tersebut akan memiliki tugas antara lain melakukan review ketentuan, memperjelas aturan pelaksanaan, dan melakukan sosialisasi kebijakan transaksi lindung nilai. Terdapat lima langkah untuk mendorong keberhasilan implementasi hedging oleh BUMN, yaitu: 1. Penegasan pada auditor dan auditee bahwa untung atau rugi transaksi hedging diperlakukan sebagai pendapatan atau biaya. Hedging dipandang sebagai transaksi derivatif dengan underlying transaksi. 2. Perlunya hukum ditegakkan berdasar kesepakatan kontrak. Praktik yang sering ada adalah perusahaan membatalkan kontrak secara sepihak bila transaksi hedging dinilai merugikan. Celakanya, pengadilan sering memenangkan gugatan perusahaan nakal dengan dalih perlindungan konsumen. Kepercayaan pada lembaga peradilan sangat dibutuhkan untuk mengawal prinsip fairness sesuai kontrak perikatan yang disepakati. 6 7
bpk.go.id republika.co.id, Jumat, 20 Juni 2014 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 38
3. Perlunya perbaikan tata kelola arus kas. 4. Perbankan perlu meningkatkan limit transaksi kepada nasabah korporasi. Selama ini, limit cenderung terbatas karena bank khawatir nasabah tidak mampu menyediakan kebutuhan hedging nasabah. 5. Perlu dukungan bank sentral khususnya saat bank domestik tidak mampu menyediakan kebutuhan hedging nasabah.8 Skema paling sederhana dari lindung nilai adalah transaksi forward (berjangka) antara korporasi dengan bank. Misalnya, sebuah korporasi di Indonesia punya beban utang dalam dolar AS yang segera jatuh tempo. Untuk melunasi utang, korporasi itubersepakat dengan bank membeli dolar AS memakai nilai tukar tertentu dalam rupiah pada tanggal tertentu di masa depan. Bila transaksi spot dilakukan maksimal dalam dua hari, maka transaksi forward punya batasan minimal waktu transaksi lebih dari dua hari sampai maksimal satu tahun. Kurs atau nilai tukar forward biasanya ditentukan berdasarkan kurs spot dan selisih suku bunga kedua mata uang yang dipertukarkan. Dalam hal ini, korporasi memindahkan risiko penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kepada bank. Namun, bila ternyata saat transaksi dieksekusi nilai tukar rupiah jusru menguat, korporasi itu menanggung potensi kerugian selisih kurs disbanding bila mereka membeli dolar langsung secara tunai di pasar spot.9 Transaksi lindung nilai lain yang lazim dilakukan adalah swap yang merupakan gabungan dari transaksi spot dan forward. Ini adalah transaksi pertukaran valuta asing terhadap rupiah melalui pembelian atau penjualan tunai di pasar spot, yang diikuti penjualan atau pembelian kembali secara berjangka (forward). Transaksi ini dilakukan dengan counterparty atau bank yang sama pada tingkat harga yang disepakati kedua pihak. Transaksi swap biasanya melibatkan dana yang cukup besar. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan mata uang lokal sekaligus pembayaran utang dalam mata uang asing. Urutan transaksinya, sebuah perusahaan bisa saja meminjam dolar AS dari bank yang menawarkan bunga rendah. Karena perusahaan sebenarnya lebih banyak membutuhkan mata uang rupiah, maka pinjaman dolar AS itu ditukarkan dengan mata uang rupiah. Saat pembayaran utang di masa yang akan datang tiba, perusahaan tetap membayarnya dengan dolar AS menggunakan kurs dan suku bunga yang disepakati bersama bank.
8 9
Gerai Info, Bank Indonesia, Edisi 43 Oktober 2013 Gerai Info, Bank Indonesia, Edisi 43 Oktober 2013 Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 39
Pada tahun 2014, baru dua BUMN yang melakukan transaksi lindung nilai, yaitu PT Garuda Indonesia Tbk dan PT Bank BNI Tbk. PT.Garuda Indonesia Tbk melakukan kerja sama lindung nilai atau hedging dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk dengan skema cross currency swap (CCS) senilai Rp500 miliar dengan jangka waktu 3 tahun, atas pokok utang dan bunga pinjaman. Kerja sama lindung nilai itu merupakan pertama kali dilakukan badan usaha milik negara (BUMN) untuk menghindari potensi kerugian di tengah tekanan pelemahan nilai tukar rupiah. Dengan skema CCS itu, Garuda mematok nilai dana berdenominasi rupiahnya terhadap valas pada level yang disepakati, yakni kurs referensi BI pada 9 Juni 2014 sebesar Rp11.790/dolar AS. Itu berarti Garuda tidak akan terpengaruh terhadap pergerakan nilai tukar rupiah di sepanjang 3 tahun mendatang, karena telah terlindungi oleh BNI. Maskapai pelat merah itu hanya berkewajiban untuk membayar premi untuk layanan lindung nilai tersebut. "Kita lakukan ini karena fluktuasi perubahan nilai tukar sangat tinggi. Umpamanya rupiah melemah terlalu dalam, kita akan kena dampaknya, karena ada kebutuhan valas yang besar," sebut Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia Handrito Hardjono di Jakarta, kemarin10. Garuda memiliki kebutuhan valas dalam setahun senilai Rp30 triliun. Besaran tersebut digunakan untuk pembiayaan operasional dan pembelian bahan bakar. Di sisi lain, pendapatan Garuda dalam bentuk valas hanya sebesar 60% terhadap total pemasukan. Sebesar 40% berdenominasi rupiah. Kondisi itu memunculkan potensi mismatch atau ketidaksesuaian arus kas internal. Dengan kata lain, perseroan berpotensi menanggung peningkatan beban kerugian selisih kurs. Dalam laporan keuangan 2013, Garuda mencatatkan jumlah beban usaha naik 12,4% menjadi US$3,70 miliar. Dan kerugian akibat selisih kurs merupakan komponen utama kenaikan beban usaha yang melonjak 407,6% menjadi US$47,92 juta. Akibatnya, laba usaha terkoreksi 40,5% menjadi US$56,44 juta. Sementara itu, laba sebelum pajak tergerus 94,1% menjadi US$8,81 juta. "Kami melihat ada kebutuhan dilakukan hedging di tahun ini. Untuk mitigasi terhadap risiko fluktuasi nilai tukar atas mismatch tersebut," pungkas dia. Apalagi sesuai kurs referensi Bank Indonesia, rupiah masih bergerak melemah ke level Rp12.027/US$.11 PT Pertamina dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih enggan melakukan hedging terhadap valuta asing atau kurs. Keengganan kedua perusahaan pelat merah itu karena pertimbangan hukum semata. Saat ini bisnis keduanya banyak 10 11
hukumonline.com hukumonline.com Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 40
menggunakan subsidi BBM dan listrik dari negara. Sedangkan aturan mengenai hedging menggunakan uang dari subsidi belum ada. Sebab, ketika suatu perusahaan melakukan hedging maka akan timbul fee layaknya premi asuransi. Pembayaran ini semestinya ditanggung negara yang bersumber dari APBN.12 Sensitivitas hedging nilai tukar dapat mempengaruhi demand dan supplay valuta asing (valas) di pasar keuangan. Jika demand valas tinggi, maka nilai rupiah terhadap mata uang asing mengalami depresiasi. Jika dihubungkan dengan subsidi BBM, maka depresiasi rupiah terhadap mata uang asing akan mempengaruhi tingginya nilai subsidi BBM, karena Indonesia masih tergantung pada impor bahan bakar yang pembayarannya menggunakan valas. Risiko depresiasinya mata uang domestik terhadap mata uang asing inilah yang seyogyanya dapat dimitigasi risiko foreign exchange exposure tersebut. 4. Praktek Hedging di Negara Lain Berikut ini membahas beberapa hasil penelitian terkait penggunaan hedging dibeberapa negara sebagai pengayaan terhadap pentingnya hedging dalam memitigasi risiko volatilitas nilai tukar. Bengt Pramborg dalam study tentang “manajemen Risiko Nilai Tukar Mata Uang Asing di Perusahaan-Perusahaan Non Lembaga Keuangan Swedia dan Korea: Survey Komparatif” tahun 2002 membuat perbandingan hedging yang dilakukan di perusahaan Swedia dan perusahaan Korea. Bengt Pramborg menyarankan agar perusahaan Korea untuk lebih berkonsentrasi mengenai fluktuasi cash flow sedangkan perusahaan Swedia fokus pada angka akuntansinya. Derivatives lebih populer digunakan perusahaan Swedia untuk hedging dibanding perusahaan Korea. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar derivatif Korea masih matang atau dalam. Perusahaan di kedua negara ini mayoritas menggunakan profit based approach untuk mengevaluasi berbagai strategi manajement risikonya. Dari hasil study Bengt, menggambarkan bahwa keputusan untuk melakukan hedging foreign exchange exposure dikendalikan oleh level exposure dan size dari perusahaan yang melakukan hedging.13 Pada tahun 2002, Belk mempelajari pengorganisasian manajemen risiko dari nilai tukar mata uang asing pada perusahaan multinasional di Inggris, Amerika Serikat, dan Jerman. Belk menyimpulkan bahwa perusahaan multinasional di ketiga 12
bumn.go.id “Comparative Analysis of Foreign Exchange Risk Management Practices Among Non Banking Companies in India”, Anupam Mitra, ADRRI JOURNAL, December 2013. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 41 13
negara tersebut secara general risk-averse dan tujuan manajemen risiko mata uang tidak begitu baik diformulasikan.14 C. Penutup Ketidakpastian kondisi perekonomian global mempengaruhi kondisi dalam negeri Indonesia. Salah satu faktor yang dipengaruhi oleh ketidakpastian ini adalah nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Perlunya lindung nilai (hedging) dalam memitigasi risiko nilai tukar mata uang asing terhadap rupiah. Langkah awal dalam membudayakan hedging terutama untuk BUMN adalah dengan memperdalam pasar keuangan Indonesia. Selain itu, Bank Indonesia dan Kementerian BUMN membuat aturan yang dapat menjadi payung hukum pelaksanaan hedging. Kebijakan terkait risiko hedging akan ditanggung oleh negara diharapkan akan menambah BUMN yang melakukan hedging. Pada tahun 2014, baru dua BUMN yang telah melakukan hedging, yaitu PT Garuda Indonesia Tbk dan PT Bank BNI Tbk. Perbandingan pelaksanaan hedging oleh perusahaan non lembaga keuangan Swedia dan Korea serta perusahaan multinasional di Inggris, Amerika Serikat, dan Jerman, dapat menjadi pengayaan dalam melakukan hedging. Perlunya pemahaman yang sama akan pentingnya hedging dalam mengatasi exchange rate exposure serta dukungan dari berbagai pihak untuk mendukung ketersediaan instrumen hedging yang baik menjadi tantangan semua pihak yang berkepentingan agar kondisi perekonomian dalam negeri Indonesia dapat stabil dan kondusif. RP
14
“Comparative Analysis of Foreign Exchange Risk Management Practices Among Non Banking Companies in India”, Anupam Mitra, ADRRI JOURNAL, December 2013. Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN | 42