NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
39
Penggunaan Bambu Untuk Mengatasi Sliding Pada Reklamasi Di Tanah Lunak Helmy Darjanto ABSTRACT Problems which important in execution of coastal reclamation is sliding at soft soil. Stages in execution of work have to be planned better. Mistake in planning stages above will cause fatal because can generate sliding that affecting failure of structure, for example the happening of large displacement at retaining wall, pile and etc. Usage of bamboo as soil reinforcement can overcome sliding at coastal reclamation work. Its solution use finite element method with bamboo modeled as beam. Have many works related to soft soil use bamboo as soil reinforcement. Keywords: bamboo, sliding, soft soil, finite element method, beam PENDAHULUAN Reklamasi menurut definisi adalah suatu pekerjaan penimbunan tanah (pasir berlanau) dengan skala volume dan luasan yang sangat besar pada suatu kawasan atau lahan yang relatif masih kosong dan berair, misalnya kawasan pantai, daerah rawa, suatu lokasi di laut, di tengah sungai yang lebar ataupun di danau. Oleh karena dilaksanakan pada kawasan tersebut di atas maka problem utama tersebut umumnya berkisar pada permasalahan tanah, yaitu perlunya perbaikan tanah asli (misal dengan vertical drain), pre loading dan juga permasalahan penurunan dan sliding. Pada penelitian penulis membahas tentang sliding/kelongsoran dengan penggunaan bambu sebagai soil reiforcement. Perbaikan tanah itu sendiri sesungguhnya adalah merupakan bagian dari proses pelaksanaan suatu proyek (misal : reklamasi pantai) yang perlu direalisir apabila tanah tersebut tidak memenuhi syarat ditinjau dari aspek kuat dukung, stabilitas maupun perilakunya. Untuk memilih metoda perbaikan tanah yang tepat dan juga ekonomis harus mempertimbangkan juga unsur-unsur lainnya seperti : 1. Kualifikasi Pelaksana/Kontraktor 2. Waktu pelaksanaan 3. Pengaruh terhadap lingkungan sekitarnya
40
Penggunaan Bambu ut Mengatasi Sliding- Reklamasi Di Tanah Lunak (Helmy)
4. Biaya
NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
41
Model Mohr-Coulomb[2]. Model Mohr-Coulomb adalah salah satu diantara model perilaku mekanis tanah yang sering digunakan. Model ini direkomendasikan untuk digunakan pada analisis awal dari suatu masalah karena dalam satu lapis tanah model ini menggunakan perkiraan kekakuan rata-rata dari tanah. Prinsip dasar model di atas adalah elastoplastis seperti pada Gambar 1. Plastisitas itu selalu berhubungan dengan regangan permanen (deformasi tetap). Untuk mengevaluasi apakah terjadi plastis atau tidak pada perhitungan, yield function (f), digunakan sebagai fungsi tegangan – regangan. Fungsi leleh/deformasi leleh sering disajikan sebagai suatu permukaan pada ruang tegangan utama (principal stress space).
Gambar 1. Model Elastoplastis Regangan yang terjadi pada model di atas dapat ditulis sebagai berikut : e p (1) dimana : = regangan total e = regangan elastis p = regangan plastis Hubungan tegangan dan regangan digunakan hukum Hooke : D e * ( p ) (2) dimana : = regangan total e D = matrix material elastis (Hooke) Model klasik Mohr Coulomb memberikan overprediksi terhadap dilatancy, oleh karenanya ada penambah-an fungsi potensial plastis, g. Penambahan fungsi ini lebih dikenal dengan plastisitas non-associated. Sehingga hubungan nilai regangan plastis dapat ditulis sebagai berikut : p *
g
(3)
42
Penggunaan Bambu ut Mengatasi Sliding- Reklamasi Di Tanah Lunak (Helmy)
dimana : = pengali plastis g = fungsi potensial plastis Untuk kondisi elastis maka nilai =0, sedangkan pada kondisi plastis nilai positif (> 0) dan hubungannya adalah sebagai berikut :
= 0 (elastis) : f<0
atau
f T * De * 0
(4)
f T * De * > 0
(5)
> 0 (plastis) : f=0
dan
Fungsi leleh dalam term tegangan utama dari model Mohr-Coulomb adalah sebagai berikut : f1 = 0.5 (2-3)+0.5 (2+3) sin-c cos 0 f2 = 0.5 (3-1)+0.5 (3+1) sin-c cos 0 f3 = 0.5 (1-2)+0.5 (1+2) sin-c cos 0
(6) (7) (8)
Kemudian fungsi potensial plastis didefinisikan untuk model MohrCoulomb adalah sebagai berikut : g1 = 0.5 (2-3)+0.5 (2+3) sin 0 (9) (10) g2 = 0.5 (3-1)+0.5 (3+1) sin 0 g3 = 0.5 (1-2)+0.5 (1+2) sin 0 (11) dimana : = sudut geser dalam tanah = sudut dilatansi tanah Model Beam. Bambu dapat dimodelkan sebagai beam. Adapun ketebalan masif dan kekakuan geser beam dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: EI (12) deq 12 EA
5 * EA shear stifness 12 * (1 )
dimana : deq = tebal masif beam EI = flexural rigidity EA = axial stiffness = angka poisson
(13)
NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
43
Parameter tegangan plastis dari model tersebut menggunakan momen lentur maksimum, sehingga gaya aksial maksimum yang bekerja pada beam dapat dihitung.
44
Penggunaan Bambu ut Mengatasi Sliding- Reklamasi Di Tanah Lunak (Helmy)
Diskretisasi Elemen Hingga [1]. Dalam bentuk incremental, pendekatan terhadap hubungan non linier ini dapat dinyatakan sebagai : k t dq dQ (14) dimana : kt = matrix kekakuan sistem dq = vektor perpindahan dQ = vektor pembebanan Didalam prosedur numerik matrix kekakuan [kt] biasanya dinyatakan sebagai : k t B T C t B dV (15) v
dimana : = matrix transformasi regangan [B]T [B] = matrix interpolasi regangan = matrix konstitutif [Ct] dV = pertambahan volume elemen Perilaku material tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk : dσ C t d (16) dimana : {d} = vektor pertambahan tegangan = vektor pertambahan regangan {d} atau dalam bentuk tensor persamaan (16) menjadi : d ij C ijkl kl (17) dimana : = tangen tensor konstitutif Cijkl Kestabilan Lereng [3]. Material yang membentuk lereng memiliki kecenderungan tergelincir dibawah beratnya sendiri dan gaya luar yang ditahan oleh kuat geser tanah dari material tersebut. Gangguan terhadap kestabilan terjadi bila tahanan geser tanah tidak dapat mengimbangi gaya-gaya yang menyebabkan gelincir pada bidang longsor. Kelongsoran dapat terjadi akibat hal-hal berikut: 1. Gangguan luar akibat pemotongan atau timbunan baru, 2. Gempa, 3. Kenaikan tekanan air pori akibat adanya pertambahan pembebanan, naiknya muka air tanah dan lain-lain, 4. Proses pelapukan.
NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
45
Pada daerah reklamasi point ke 3 di atas adalah penyebab utama terjadinya kelongsoran. Prosedur dari perencanaan lereng dapat dipisahkan atas 3 kategori yaitu: 1. Mengeliminasi masalah (misal: relokasi lereng, penggantian material, dll), 2. Mereduksi gaya-gaya yang menyebabkan longsor (misal : mengubah kemiringan lereng, mengurangi berat, memberikan sub-drain, dll), 3. Meningkatkan gaya-gaya yang menahan gerakan atau memberikan kestabilan (misal : peng-gunaan beban kontra, turap, bambu, geotextile, dll). Dari point 3 di atas bahwa untuk meningkatkan kuat dukung tanah dasar di bawah timbunan, terutama pada awal-awal umur timbunan penggunaan bambu sebagai perkuatan tanah lebih baik dibandingkan geotextike karena kekakuan material bambu lebih baik dari geotextile. Geser pada permukaan geotextile efektif mulai bekerja pada saat geotextile mengalami deformasi yang cukup besar dahulu. DATA [4] Tabel 1 data tanah di bawah ini adalah data tanah pada pekerjaan penambahan panjang dermaga sisi samping (bukan utama) suatu pelabuhan di Semarang (nama lokasi pelabuhan tidak boleh disebutkan). Tabel 1 Data Tanah sat CU LainDepth (mLWS t/m t/m lain 3 2 ) -6 – 1.5 0.2 0 Cv 9.5 3 5 =0.0005 -9.5 – 1.7 1.5 0 7 cm2/s Cc = 18 3 5 -18 – 1.7 3.1 0 0.50 E0 = 26 3 8 1.70 -26 – 1.7 4.9 0 31 5 1 Sedangkan model rencana timbunan dapat dilihat pada Gambar 2.
46
Penggunaan Bambu ut Mengatasi Sliding- Reklamasi Di Tanah Lunak (Helmy)
Gambar 2. Penampang Model Timbunan Tinggi timbunan diharapkan pada elevasi + 2.5 mLWS atau setinggi 6.5 m dari seabed. Pada sisi toe timbunan menggunakan batuan hingga elevasi + 0.5 mLWS ( = 4.5 m tinggi). Di bawah batuan diberi lapisan bambu sebanyak 4 lapis sepanjang 36 m dan dilanjutkan 1 lapis bambu di bawah tanah timbunan sepanjang 24 m. Sedangkan parameter bambu dikategorikan sebagai material elastis dg EA = 1900 – 2100 kN/m, EI = 17.5 – 19.0 kNm2/m dan = 0.30.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil. Perlu diketahui bahwa di lokasi proyek ketebalan tanah compres-sible 25 m serta dari data Cv di atas maka besarnya penurunan yang terjadi akibat adanya reklamasi dibutuhkan waktu > 100 tahun sehingga diperlukan preloading untuk mempercepat waktu penurunan dengan menggunakan PVD (Prefabricated Vertical Drain). Selain itu dengan nilai Cu tanah di bawah timbunan sebesar 0.25 t/m2 (kategori tanah lunak) maka harus hati-hati saat pelaksanaan penimbunan karena penimbunan itu akan meningkatkan tekanan air pori yang akan menimbulkan penurunan kuat geser tanah dan kelongsoran pada dasar timbunan. Hasil perhitungan dengan bantuan program Plaxis pada timbunan yang tidak menggunakan bambu, membe-rikan informasi bahwa pada saat timbunan mencapai +0.5 mLWS tanah mengalami collapse/runtuh (SF <0.7) seperti pada Gambar 3 di bawah ini. Kemudian hasil running program Plaxis untuk alternatif perhitungan sliding dengan penggunaan bambu dapat dilihat pada Gambar 4 - 7.
NEUTRON, Vol.4, No. 1, Februari 2004
47
Gambar 3. Total Displacement Timbunan Tanpa Bambu, SF < 0.7
Gambar 4. Total Displacement Timbunan dg. Bambu
Sum-Msf
Tinggi Timbunan + 0.5 mLWS 2.50 2.00 1.50 1.00 0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
[U] m
Gambar 5. SF = 1.98 Timbunan dg. Bambu
Sum-Msf
Tinggi Timbunan + 2.5 mLWS 1.60 1.40 1.20 1.00 0.00
0.50
1.00
1.50
[U] m
Gambar 6. SF = 1.44 Timbunan dg. Bambu
Sum-Msf
Tinggi Timbunan + 3.5 mLWS 1.20 1.15 1.10 1.05 1.00 0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
[U] m
Gambar 6. SF = 1.19 Timbunan dg. Bambu Pembahasan. Terlihat pada Gambar 3 bahwa stage construction di atasnya belum terealisir, artinya pada saat timbunan mencapai +0.5 mLWS, tanah sudah mengalami keruntuhan. Pada Gambar 4 terlihat ada sedikit daerah yang mengalami deformasi cukup besar tetapi masih aman di bawah bambu ujung toe dari timbunan. Hal ini menggambarkan bahwa bambu mampu mengatasi sliding akibat adanya tim-bunan tersebut. Kondisi ini diperkuat dengan nilai angka keamanan (SF)
48
Penggunaan Bambu ut Mengatasi Sliding- Reklamasi Di Tanah Lunak (Helmy)
dari kestabilan lereng pada ketinggian timbunan +0.5 mLWS, +2.5 mLWS, +3.5 mLWS masing-masing adalah : SF = 1.98, 1.44, dan 1.19. Bahkan tinggi timbunan yang mampu direduksi kelongsorannya hingga +3.5 mLWS (melampaui target rencana +2.5 mLWS). KESIMPULAN Secara teknis bambu cukup efektif untuk digunakan sebagai perkuatan tanah karena bambu mampu mencegah kelongsoran terutama pada awal-awal timbunan pada daerah reklamasi yang pada umumnya dilaksanakan pada tanah lunak (sub soils).
REFERENSI Desai, CS., Siriwardane, HJ., 1984, “Constitutive Laws for Engineering Material,” Prentice Hall, Inc. Eaglewood Cliffs, New Jersey. Plaxis, 1998, “Finite Element Code for Soil and Rock Analyses,” Soft ware Manual.
Rahardjo, PP., 1998 “Manual Kestabilan Lereng,” Program Pascasarjana – Magister Teknik Sipil, Universitas Katolik Parahyangan. Wahyudi, H., Darjanto, H., Fuddoly, 2001, “Analisa Stabilitas Timbunan Reklamasi dan Turap untuk Container Yard di Pelabuhan …,” tidak dipublikasikan.
Riwayat Singkat Penulis Penulis, Ir. Helmy Darjanto MT, adalah staf pengajar dan peneliti di Program Studi Teknik Sipil Universitas Narotama Surabaya. (Email :
[email protected])