PENGGUNAAN BAHASA JAWA SISWA SMP NEGERI 1 BATANG
SKRIPSI disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
oleh: Nama
: Widy Setyo Pratiwi
NIM
: 2601411042
Prodi
: Pendidikan Bahasa dan Satra Jawa
Jurusan
: Bahasa dan Sastra Jawa
FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul Penggunaan Bahasa Jawa Siswa SMP Negeri 1 Batang telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke Panitia Sidang Ujian Skripsi.
ii
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi dengan judul Penggunaan Bahasa Jawa Siswa SMP Negeri 1 Batang telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. pada hari : Senin tanggal
: 4 Mei 2015
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi berjudul Penggunaan Bahasa Jawa Siswa SMP Negeri 1 Batang benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
1.
Innal amra kullahuu lillah, “Sesungguhnya segala urusan itu di tangan Allah”. (QS: Ali Imran: 154)
2.
All good things require patience. Patience is the maker of quality, “Semua hal yang baik membutuhkan kesabaran. Kesabaran adalah pembentuk kualitas”. ( Mario Teguh )
3.
Ketika Anda meminta untuk dikuatkan, maka Allah akan memberikannya melalui ujian. Bersyukurlah atas segala pemberian-Nya. (Widy Setyo Pratiwi)
PERSEMBAHAN: Skripsi berjudul Penggunaan Bahasa Jawa Siswa SMP Negeri 1 Batang kupersembahkan kepada: 1. Bapak Wiyasa dan Ibu Puji Umiarsih, orang tua sekaligus motivator terbesarku. 2. Gendhuk Roro Yuswo Kinanthi, adik yang selalu memberikanku semangat. 3. Orang-orang terkasih.
v
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Penggunaan Bahasa Jawa Siswa SMP Negeri 1 Batang. Dalam penulisan skripsi ini penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dan memberikan doa serta dukungan sehingga pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ermi Dyah Kurnia, S.S, M.Hum pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan sabar kepada penulis. 2. Drs. Widodo, M.Pd. dan Ucik Fuadhiyah, S.Pd, M.Pd, terima kasih telah memberikan kritik dan sarannya. 3. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis. 4. Orang tuaku tercinta Wiyasa dan Puji Umiarsih dan adikku tersayang Roro Yuswo Kinanthi yang selalu memberikan doa dan motivasi demi terselesaikannya penulisan skripsi ini. 5. Keluarga besar SMP Negeri 1 Batang terima kasih atas kerjasama dan bantuannya selama penelitian. 6. Sahabat-sahabatku tercinta yang tidak bisa disebutkan satu per satu terima kasih sudah selalu menyemangati, mendoakan, dan menghibur.
vi
7. Rekan-rekan seperjuangan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Jawa angkatan 2011 terima kasih atas dukungan, kerjasama, dan kebersamaan selama ini. 8. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak termasuk para pembaca.
vii
ABSTRAK
Pratiwi, Widy Setyo. 2015. Penggunaan Bahasa Jawa Siswa SMP Negeri 1 Batang. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Ermi Dyah Kurnia, S.S, M.Hum. Kata kunci: penggunaan bahasa Jawa, siswa SMP Di zaman sekarang ini lebih banyak remaja yang menggunakan bahasa Indonesia, termasuk di kalangan siswa SMP Negeri 1 Batang. Para siswa terbiasa menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, yang mengakibatkan adanya bilingualisme. Hal tersebut disebabkan oleh faktor geografis, yaitu lokasi sekolah yang terletak di perkotaan. Selain itu, juga disebabkan oleh kebiasaan para siswa dalam menggunakan bahasa dan adanya kemajuan teknologi yang begitu pesat. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan dengan melihat penggunaan bahasa Jawa siswa secara eksternal dan internal berdasarkan jenis kelamin dan tingkatan kelas, dikarenakan adanya penggunaan bahasa yang berbeda antara lakilaki dan perempuan, dari kelas VII, VIII, dan IX. Penelitian ini mengandung permasalahan yaitu; bagaimanakah penggunaan bahasa Jawa secara eksternal dan internal siswa SMP Negeri 1 Batang berdasarkan jenis kelamin dan tingkatan kelas? Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsi penggunaan bahasa Jawa secara eksternal dan internal siswa SMP Negeri 1 Batang berdasarkan jenis kelamin dan tingkatan kelas. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiolinguistik dan kuantitatif kualitatif. Penelitian ini mengambil lokasi di SMP Negeri 1 Batang yang terletak di Jl. Jenderal Sudirman No. 274, Batang. Pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik kuesioner, observasi, wawancara, simak bebas libat cakap, rekam , dan catat. Analisis data dalam penelitian ini yaitu kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian ini yaitu baik secara eksternal maupun internal berdasarkan jenis kelamin, jumlah pengguna bahasa Jawa pada responden lakilaki lebih banyak dibandingkan dengan responden perempuan. Sementara itu, penggunaan bahasa Jawa siswa SMP Negeri 1 Batang baik secara eksternal maupun internal berdasarkan tingkatan kelas menunjukkan bahwa jika di dalam kelas baik saat pelajaran bahasa Jawa maupun tidak, pengguna bahasa Jawa semakin sedikit seiring dengan tingkatan kelas yang lebih tinggi, sedangkan jika di luar kelas jumlah pengguna bahasa Jawa mengalami kenaikan seiring dengan tingkatan kelas yang lebih tinggi. Selain itu, dalam beberapa tuturan siswa juga terjadi proses alih kode, dan campur kode. Pemilihan bahasa siswa SMP Negeri 1 Batang disebabkan oleh faktor letak geografis, kebiasaan, kemajuan teknologi, dan keadaan ekonomi sosial orang tua. Saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian ini yaitu (1) dengan adanya fenomena tersebut, perlu ada penerapan pola pembelajaran mata pelajaran bahasa Jawa yang dapat meningkatkan kompetensi siswa dalam berkomunikasi,
viii
(2) disarankan apabila melakukan penelitian lanjutan, lebih baik apabila juga melihat penggunaan bahasa Jawa siswa di ranah keluarga, agar dapat mengetahui lebih dalam latar belakang fenomena penggunaan bahasa Jawa siswa tersebut, (3) dalam membuat kurikulum, pemerintah lebih memperhatikan lagi aspek-aspek yang berkaitan dengan ketrampilan berkomunikasi siswa, agar siswa dapat menggunakan bahasa Jawa dalam kehidupannya sehari-hari sesuai tingkat tutur bahasa Jawa.
ix
SARI
Pratiwi, Widy Setyo. 2015. Penggunaan Bahasa Jawa Siswa SMP Negeri 1 Batang. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Ermi Dyah Kurnia, S.S, M.Hum. Tembung Wigati: panganggone basa Jawa, siswa SMP Ing jaman saiki akeh para mudha sing luwih milih nggunakake basa Indonesia, kalebu para siswa SMP Negeri 1 Batang. Para siswa wis padhatan nggunakake basa Jawa lan basa Indonesia, sing ndadekake anane bilingualisme. Anane kahanan kasebut disebabake deningfaktor geografis, yaiku ing antarane papan panggonan sekolahan sing ana ing tengah kota. Kajaba saka iku, uga amarga basa sing padhatan dinggo para siswa lan anane teknologi sing sansaya maju. Saka perkara kasebut, panaliten iki dianakakekanggo neliti panganggone basa Jawa siswa saka eksternal lan internal miturut jinising kelamin lan tingkatan kelas, amarga anane prabedan antarane lanang lan wadon, saka kelas VII, VIII, lan IX. Undheraning perkara ing panaliten iki yaiku kepriye panganggone basa Jawa saka segieksternal lan internal siswa SMP Negeri 1 Batang miturut jinising kelamin lan tingkatan kelas? Ancase panaliten iki yaiku njlentrehake panganggone basa Jawa saka eksternal lan internal siswa SMP Negeri 1 Batang miturut jinising kelamin lan tingkatan kelas. Panaliten iki nggunakake pendekatan sosiolinguistik lan kuantitatif kualitatif. Papan panaliten iki ana ing SMP Negeri 1 Batang sing dumunung ing Jl. Jendral Sudirman No. 274, Batang. Data dikumpulake nganggoteknik kuesioner, observasi, wawancara, simak bebas libat cakap, rekam, lan catat. Analisis data ing panaliten iki yaiku kuantitatif lan kualitatif. Asil panaliten iki nudhuhake yenpanganggone basa Jawa siswa saka segi eksternal lan internal miturut jinising kelamin, cacahe panganggo basa Jawa ing responden lanang luwih akeh tinimbang responden wadon. Kajaba saka iku, panganggone basa Jawa siswa SMP Negeri 1 Batang saka eksternal lan internal miturut tingkatan kelas ngasilake nalika ing njero kelas cacahe panganggo basa Jawa sansaya sithik bebarengan karo tingkatan kelas sing luwih dhuwur, dene nalika ing njaba kelas cacahe panganggo basa Jawa sansaya akeh bebarengan karo tingkatan kelas sing luwih dhuwur. Kajaba saka iku, ana ing saperangan pacelathone siswa uga ana wujud alih kode lan campur kode.Faktor-faktor pamilihing basa siswa kasebut yaiku: faktor letak geografis, kebiasaan, kemajuan teknologi, lan kahanan ekonomi sosial wong tua Pamrayoga sing bisa diaturake yaiku (1) kanthi anane kedadeyan kasebut, perlu ana patrapan pola pasinaonan pelajaran basa Jawa sing bisa nambah kompetensi siswa nalika micara, (2) yen nganakake panaliten terusan, luwih becik uga ndelok panganggone basa Jawa siswa ing ranah kaluwarga, supaya bisa luwih
x
ngerti apa sing dadi sebab anane fenomena panganggone basa Jawa siswa kasebut. (3) supaya pamerintah luwih nggatekake aspek-aspek sing ana gegayutane karo ketrampilan micara siswa anggone nggawe kurikulum muatan lokal mligine basa Jawa, supaya siswa bisa nggunakake basa Jawa ing saben dinane miturut tingkat tutur basa Jawa.
xi
DAFTAR ISI
PENGGUNAAN BAHASA JAWA SISWA ........................................................... i SMP NEGERI 1 BATANG ..................................................................................... i PERSETUJUAN PEMBIMBING........................................................................... ii PENGESAHAN KELULUSAN ............................................................................ iii PERNYATAAN ..................................................................................................... iii MOTTO DAN PERSEMBAHAN .......................................................................... v PRAKATA ............................................................................................................. vi ABSTRAK ........................................................................................................... viii SARI........................................................................................................................ x DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xv DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi DAFTAR DIAGRAM ......................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah .................................................................................... 8
1.3
Tujuan Penelitian ...................................................................................... 8
1.4
Manfaat Penelitian .................................................................................... 9
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS 2.1 Kajian Pustaka ............................................................................................. 11 2.2 Landasan Teoretis ........................................................................................ 19 3.2.1
Sosiolinguistik ................................................................................. 19
xii
2.2.2 Pemilihan Bahasa .................................................................................. 20 2.2.3 Tingkat Tutur Bahasa Jawa................................................................... 23 2.2.4 Bilingualisme ........................................................................................ 25 2.2.5 Alih Kode dan Campur Kode ............................................................... 27 2.2.6 Ranah Penggunaan Bahasa ................................................................... 28 2.2.7 Teori Gender ......................................................................................... 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian.................................................................................. 32 3.2 Lokasi Penelitian ......................................................................................... 33 3.3 Data dan Sumber Data ................................................................................. 34 3.3.1 Data ....................................................................................................... 34 3.3.2 Sumber Data ......................................................................................... 34 3.4 Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 35 3.4.1 Teknik Observasi .................................................................................. 35 3.4.2 Teknik Kuesioner .................................................................................. 36 3.4.3 Teknik Wawancara ............................................................................... 36 3.4.4 Teknik Simak Bebas Libat Cakap ........................................................ 37 3.4.5 Teknik Rekam ....................................................................................... 37 3.4.6 Teknik Catat .......................................................................................... 37 3.5 Instrumen Penelitian .................................................................................... 38 3.6 Teknik Analisis Data ................................................................................... 39 3.7 Penyajian Hasil Analisis Data ..................................................................... 40 BAB IV DESKRIPSI PENGGUNAAN BAHASA JAWA SISWA SMP NEGERI 1 BATANG ........................................................................................................... 41 4.1 Persentase Pengguna Bahasa Jawa Siswa SMP Negeri 1 Batang ............... 41
xiii
4.1.1 Persentase Secara Keseluruhan ............................................................. 41 4.1.1.1 Secara Eksternal ............................................................................. 42 4.1.1.2 Secara Internal ................................................................................ 46 4.1.2 Persentase Pengguna Bahasa Jawa Siswa Secara Eksternal dan Internal Berdasarkan Jenis Kelamin ............................................................................ 48 4.1.2.1 Secara Eskternal ............................................................................. 48 4.1.2.2 Secara Internal ................................................................................ 53 4.1.3 Persentase Pengguna Bahasa Jawa Siswa Secara Eksternal dan Internal Berdasarkan Tingkatan Kelas ........................................................................ 56 4.1.3.1 Secara Eksternal ............................................................................. 56 4.1.3.2 Secara Internal ................................................................................ 63 4.2 Wujud Penggunaan Bahasa Jawa Siswa SMP Negeri 1 Batang ................. 67 4.2.1 Alih Kode.............................................................................................. 67 4.2.2 Campur Kode ........................................................................................ 83 4.3 Faktor yang Melatarbelakangi Pemilihan Bahasa Siswa SMP Negeri 1 Batang .............................................................................................................. 106 BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan .................................................................................................... 109 5.2 Saran .......................................................................................................... 111 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 113 LAMPIRAN ........................................................................................................ 115
xiv
DAFTAR SINGKATAN
1.
BJ
: Bahasa Jawa
2.
BI
: Bahasa Indonesia
3.
BDL
: Bahasa Daerah Lain
4.
BA
: Bahasa Asing
5.
BC
: Bahasa Campuran
6.
P
: Penutur
7.
P1
: Penutur 1
8.
P2
: Penutur 2
9.
MT
: Mitra Tutur
10. bJ
: bahasa Jawa
11. bJN
: bahasa Jawa Ngoko
12. bJK
: bahasa Jawa Krama
13. bI
: bahasa Indonesia
14. bIng
: bahasa Inggris
15. bAr
: bahasa Arab
xv
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
Tabel 4.1 Pengguna Bahasa Jawa Siswa Menurut Partisipan dan Ruang (dalam kelas) ........................................................................................
42
Tabel 4.2 Pengguna Bahasa Jawa Siswa Menurut Partisipan dan Ruang (luar kelas) .................................................................................................... 43 Tabel 4.3 Pengguna Bahasa Jawa Siswa Ketika Berdoa, Menghitung, dan Berbicara dalam Hati ........................................................................... 46 Tabel 4.4 Pengguna Bahasa Jawa Menurut Partisipan dan Ruang (dalam kelas) Berdasarkan Jenis Kelamin .......................................................
48
Tabel 4.5 Pengguna Bahasa Jawa Menurut Partisipan dan Ruang (luar kelas) Berdasarkan Jenis Kelamin .................................................................. 50 Tabel 4.6 Rata-rata Persentase Jumlah Pengguna Bahasa Jawa Siswa Menurut Partisipan dan Ruang Berdasarkan Jenis Kelamin ................
51
Tabel 4.7 Pengguna Bahasa Jawa Siswa Ketika Berdoa, Menghitung,dan Berbicara dalam Hati Berdasarkan Jenis Kelamin ............................... 53 Tabel 4.8 Pengguna Bahasa Jawa Menurut Partisipan dan Ruang (dalam kelas) Berdasarkan Tingkatan Kelas ....................................................
57
Tabel 4.9 Pengguna Bahasa Jawa Menurut Partisipan dan Ruang (luar kelas) Berdasarkan Tingkatan Kelas .............................................................. 58 Tabel 4.10 Rata-rata Persentase Pengguna Bahasa Siswa Menurut Partisipan dan Ruang (dalam kelas) Berdasarkan Tingkatan Kelas .....................
60
Tabel 4.11 Rata-rata Persentase Pengguna Bahasa Siswa Menurut Partisipan dan Ruang (luar kelas) Berdasarkan Tingkatan Kelas .........................
61
Tabel 4.12 Pengguna Bahasa Jawa Siswa Ketika Berdoa, Menghitung,dan Berbicara dalam Hati Berdasarkan Tingkatan Kelas ........................... 64 Tabel 4.13 Data Responden ................................................................................... 112
xvi
DAFTAR DIAGRAM
Diagram
Halaman
Diagram 4.1 Rata-rata Persentase Jumlah Pengguna Bahasa Jawa Siswa Menurut Partisipan dan Ruang ........................................................ 44 Diagram 4.2 Pengguna Bahasa Jawa Siswa Ketika Berdoa, Menghitung, dan Berbicara dalam Hati ....................................................................... 47 Diagram 4.3 Rata-rata Persentase Jumlah Pengguna Bahasa Jawa Siswa MenurutPartisipan dan Ruang Berdasarkan Jenis Kelamin ........... 52 Diagram 4.4 Pengguna Bahasa Jawa Siswa Ketika Berdoa, Menghitung,dan Berbicara dalam Hati Berdasarkan Jenis Kelamin Laki-laki .......... 55 Diagram 4.5 Pengguna Bahasa Jawa Siswa Ketika Berdoa, Menghitung,dan Berbicara dalam Hati Berdasarkan Jenis Kelamin Perempuan ....... 56 Diagram 4.6 Rata-rata
Persentase
Jumlah
Pengguna
Bahasa
Jawa
MenurutPartisipan dan Ruang (dalam kelas) Berdasarkan Tingkatan Kelas .............................................................................. 61 Diagram 4.7 Rata-rata Persentase Jumlah Pengguna Bahasa Jawa Menurut Partisipan dan Ruang (luar kelas) Berdasarkan Tingkatan Kelas ................................................................................................ 62 Diagram 4.8 Pengguna Bahasa Jawa Siswa Ketika Berdoa, Menghitung, dan Berbicara dalam Hati Berdasarkan Tingkatan Kelas (Kelas VII) ...................................................................................... 66 Diagram 4.9 Pengguna Bahasa Jawa Siswa Ketika Berdoa, Menghitung, dan Berbicara dalam Hati Berdasarkan Tingkatan Kelas (Kelas VIII) ..................................................................................... 66 Diagram 4.10 Pengguna Bahasa Jawa Siswa Ketika Berdoa, Menghitung,dan Berbicara dalam Hati Berdasarkan Tingkatan Kelas (Kelas IX) ........................................................................................ 67
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
Lampiran 1 Data Responden ................................................................................. 115 Lampiran 2 Instrumen Penelitian .......................................................................... 118 Lampiran 3 Kartu Data .......................................................................................... 123 Lampiran 4 Surat Permohonan Izin Penelitian ..................................................... 140 Lampiran 5 Surat Selesai Penelitian ..................................................................... 141 Lampiran 6 Surat Keputusan Dosen Pembimbing ................................................ 142
xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Di zaman sekarang ini lebih banyak remaja yang menggunakan bahasa Indonesia, hal ini menyebabkan menurunnya eksistensi penggunaan bahasa daerah. Misalnya saja, bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa pengantar oleh para tenaga pendidik di sekolah. Kegiatan-kegiatan yang masih tergolong dalam ranah keluarga juga sekarang lebih sering menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan bahasa daerah. Padahal ranah keluarga merupakan kelompok kecil yang seharusnya dapat melakukan penguatan dalam penggunaan bahasa daerah. Jika dalam ranah keluarga saja eksistensi bahasa daerah sudah berkurang, apalagi di lingkungan masyarakat yang lebih luas. Penurunan eksistensi penggunaan bahasa daerah juga terjadi di pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur yang memiliki penutur terbanyak di Indonesia. Hampir seluruh masyarakatnya menggunakan bahasa Jawa sebagai bahasa daerah. Namun di zaman sekarang ini masyarakat Jawa lebih lebih sering menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dengan masyarakat Jawa lainnya. Bahasa Jawa yang seharusnya menjadi bahasa tutur sehari-hari dalam masyarakat Jawa kini mulai pudar, padahal bahasa Jawa adalah bahasa ibu dari masyarakat Jawa itu sendiri. Hal tersebut terbukti dalam penelitian yang dilakukan oleh M. Suryadi dalam Proceedings International Seminar
1
2
Language Maintenance and Shift III tahun 2013 yang berjudul Generasi Muda Jawa Perkotaan Kagok dengan Bahasa Jawanya Sendiri. Penelitian tersebut menghasilkan kekagokan generasi muda perkotaan dengan bahasa Jawanya sendiri mencakup tiga aspek, yaitu kesulitan menghafalkan kosakata, kesulitan dalam berujar bahasa Jawa, dan kesulitan memahami tuturan Jawa. Hasil tes memperlihatkan dari 30 generasi muda yang diuji, 17% tepat pelafalannya, 83% salah melafalkan. Kekagokan akan berkelanjutan dapat berakibat bahasa Jawa “akan” menjadi bahasa asing bagi penuturnya. Penggunaan bahasa Indonesia sedang marak terjadi di kalangan remaja khususnya mereka yang berasal dan berdomisili di pulau Jawa. Sebagian besar dari mereka adalah remaja yang sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama. Banyak remaja sekarang yang lebih memilih menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari, baik itu di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun sekolah. Fenomena tersebut juga terjadi di SMP Negeri 1 Batang yang terletak tepat di jantung kota Batang, yaitu Jl. Jenderal Sudirman No. 274, berada di jalur utama pantura yang merupakan jalan utama dari Semarang ke Jakarta. Posisi gedung sekolah yang terletak di perkotaan menyebabkan terjadinya bilingulisme atau kedwibahasaan di kalangan siswanya, dikarenakan penduduk di kota lebih heterogen. Banyak penduduk yang datang atau pindah dari luar kota Batang, bahkan ada yang dari luar Jawa Tengah. Hal ini menyebabkan adanya penggunaan bahasa yang heterogen, seperti bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahkan bahasa daerah selain bahasa Jawa di kalangan penduduk tersebut. Mereka yang
3
merupakan penduduk asli kota Batang terkadang juga menggunakan bahasa Indonesia untuk berkomunikasi, dikarenakan mereka memiliki tetangga yang berasal dari luar kota Batang atau luar Jawa Tengah yang tidak terbiasa menggunakan bahasa Jawa, jadi mereka memilih bahasa Indonesia demi kelancaran berkomunikasi dengan tetangganya. Berdasarkan pengalaman menjadi guru praktikan pada saat mengikuti kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 1 Batang selama kurang lebih tiga bulan, dapat terlihat bahwa banyak siswa yang menggunakan lebih dari satu bahasa dalam berkomunikasi dengan warga sekolah, baik itu dengan guru, teman, maupun guru praktikan. Ini menyebabkan terjadinya bilingualisme di kalangan siswanya, sebagian dari mereka menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, baik di dalam maupun di luar kelas, saat kegiatan pembelajaran maupun tidak. Pada saat siswa menggunakan bahasa Jawa dalam berkomunikasi, mereka tidak serta merta menggunakannya sesuai dengan kaidah penggunaan bahasa Jawa yang benar. Padahal dalam penggunaan bahasa Jawa sendiri memiliki dua tingkat tutur, yaitu ngoko dan krama. Ngoko sendiri terbagi menjadi dua, yaitu ngoko lugu dan ngoko alus, sedangkan krama terbagi menjadi krama lugu dan krama alus, setiap tingkat tutur tersebut memiliki cara penggunaannya masing-masing. Ketika siswa sedang berbicara dengan guru maupun guru praktikan dengan menggunakan bahasa Jawa, tidak jarang mereka menggunakan bahasa Jawa ngoko. Jika siswa sebagai penutur dan guru atau guru praktikan sebagai mitra tutur, seharusnya penutur menggunakan bahasa Jawa ragam krama. Pada kenyataannya
4
banyak siswa yang kesulitan bahkan belum dapat menggunakan bahasa Jawa ragam krama saat berkomunikasi dengan guru maupun guru praktikan, kemungkinan hal ini juga terjadi ketika siswa berada di rumah, baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Meskipun bahasa pertama yang diperoleh mereka adalah bahasa Jawa, namun kenyataannya mereka belum dapat menggunakan bahasa Jawa sesuai dengan kaidah tingkat tutur yang ada. Hal tersebut dikarenakan mereka belum terbiasa menggunakan bahasa krama di rumah, terutama di lingkungan keluarga, karena keluarga merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kebiasaan anak, termasuk kebiasaan dalam berbahasa. Selain itu, lingkungan masyarakat juga memengaruhi kebiasaan anak dalam berbahasa, karena masyarakat tidak hanya berasal dari satu lapisan saja, melainkan dari berbagai lapisan yang mengakibatkan adanya keanekaragaman di kalangan masyarakat, termasuk keanekaragaman dalam berbahasa. Selain dikarenakan faktor geografis dan kebiasaan, bilingualisme yang terjadi di kalangan siswa tersebut juga disebabkan oleh kemajuan teknologi yang begitu pesat. Meskipun di sekolah sudah diterapkan peraturan dilarang membawa alat komunikasi, namun banyak di antara siswa tersebut yang memiliki alat komunikasi atau gadget yang tergolong canggih. Hal ini nampak ketika ada kegiatan di luar jam sekolah atau ekstrakurikuler, tidak jarang di antara mereka yang membawa gadgetnya, seperti handphone, tablet, laptop, dan lain sebagainya. Melalui produk-produk yang dihasilkan dari kecanggihan teknologi tersebut, mereka dapat berkomunikasi dengan dunia luar, misalnya melalui SMS,
5
BBM, email, facebook, twitter, instagram, dan lain-lain. Tidak hanya menggunakan bahasa Jawa dan bahasa Indonesia saja, di antara mereka juga kemungkinan ada yang menggunakan bahasa daerah lain, khususnya bagi siswa baru pindah ke Batang. Diketahui bahwa ada beberapa siswa yang masa kecilnya tinggal di Jawa Barat dan Jakarta, kemungkinan besar bahasa pertama yang mereka peroleh bukan bahasa Jawa. Berdasarkan pengamatan tersebut, akan dilakukan penelitian dengan melihat penggunaan bahasa secara eksternal dan internal berdasarkan jenis kelamin dan tingkatan kelas. Secara eksternal yaitu bahasa verbal yang digunakan dan diucapkan oleh siswa secara langsung, sedangkan internal yaitu bahasa yang digunakan oleh siswa di dalam hati. Dari sudut eksternal akan dikupas lebih dalam berdasarkan partisipan, ruang, dan topik pembicaraan, sedangkan internal berdasarkan penggunaan bahasa ketika berdoa, menghitung, dan berbicara dalam hati. Baik secara eksternal maupun internal, akan dilihat secara umum namun masih dalam lingkup sekolah. Secara eksternal, siswa berkomunikasi dengan guru, teman, dan warga sekolah lainnya di dalam kelas bukan hanya pada saat mata pelajaran bahasa Jawa saja, melainkan ketika jam pelajaran lain. Sementara itu ketika di luar kelas, siswa berkomunikasi dengan guru, teman, dan warga sekolah lainnya dalam segala situasi, namun masih di dalam sekolah. Begitu pula secara internal, bahasa yang digunakan siswa baik ketika berdoa, menghitung, dan berbicara dalam hati ketika mereka berada di sekolah. Dikarenakan penelitian ini hanya terpusat pada penggunaan bahasa Jawa siswa di sekolah.
6
Jenis kelamin cukup memengaruhi penggunaan bahasa Jawa pada siswa. Seperti yang diketahui, pada kenyataannya kebanyakan wanita lebih tertata dalam menggunakan bahasa jika dibandingkan dengan pria. Sumarsono (2009: 113) menjelaskan bahwa secara sosial, pria dan wanita berbeda karena masyarakat mengharapkan pola tingkah laku yang berbeda. Tuturan wanita bukan hanya berbeda, melainkan juga lebih “benar”. Hal ini merupakan kenyataan sosial bahwa pada umumnya wanita diharapkan bertingkah laku sosial yang lebih “benar”. Tingkatan kelas juga berpengaruh terhadap penggunaan bahasa Jawa siswa, tingkatan kelas yang dimaksud adalah kelas VII, VIII, dan IX. Semakin tinggi tingkatan kelasnya, diasumsikan semakin besar pula pengaruh kedwibahasaannya. Semakin tinggi tingkatan kelasnya, siswa lebih percaya diri karena sudah menjadi kakak kelas, mereka merasa lebih matang dibandingkan adik-adik kelasnya. Selain itu, mereka juga lebih mengerti untuk berkomunikasi dengan dunia luar yang dapat menyebabkan proses kedwibahasaan di kalangan siswa tersebut semakin berkembang cepat. Berdasarkan jenis kelamin dan tingkatan kelas tersebut akan dilihat penggunaan bahasa secara eksternal dan internal. Secara eksternal yang pertama yaitu berdasarkan partisipan, melihat bagaimana siswa menggunakan bahasa Jawa ketika mereka berbicara dengan guru, teman, dan warga sekolah lainnya, apakah ada perbedaan ragam bahasa yang digunakan ketika siswa berkomunikasi dengan partisipan atau mitra tutur yang berbeda. Kedua yaitu berdasarkan ruang, ketika siswa berada di dalam dan di luar kelas. Pada saat di dalam kelas kemungkinan bahasa yang digunakan oleh siswa berbeda ketika siswa berada di luar kelas, baik
7
itu dengan guru, teman, dan warga sekolah lainnya, mereka akan menyesuaikan dengan situasi yang ada. Misalnya ketika proses pembelajaran, siswa lebih sering menggunakan
bahasa
Indonesia
untuk
berkomunikasi
dengan
gurunya,
dikarenakan situasinya formal. Namun ketika di luar kelas, tidak jarang siswa yang menggunakan bahasa Jawa ketika berkomunikasi dengan gurunya, karena dengan begitu siswa merasa lebih akrab. Ketiga berdasarkan topik pembicaraan, di SMP 1 Batang ada dua bahasa yang sering digunakan, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Penelitian ini lebih menekankan topik apa saja yang mereka bicarakan dengan menggunakan bahasa Jawa. Penggunaan bahasa tidak hanya dilakukan dan diucapkan secara langsung, secara tidak sadar siswa juga sering menggunakan bahasa dalam hati yang disebut bahasa internal, baik saat berlangsungnya proses pembelajaran maupun tidak. Misalnya saja, ketika siswa sedang berdoa, menghitung, dan berbicara dalam hati. Penelitian ini juga akan mengupas mengenai penggunaan bahasa internal siswa, apakah siswa tersebut menggunakan bahasa Jawa, bahasa Indonesia, atau bahkan bahasa lain ketika berdoa, menghitung, dan berbicara dalam hati. Siswa SMP Negeri 1 Batang dipilih sebagai subjek penelitian dikarenakan beberapa faktor seperti yang sudah dijelaskan di atas, di antaranya SMP Negeri 1 Batang merupakan sekolah favorit yang ada di Kabupaten Batang dan terletak di perkotaan yaitu di jalur utama pantura, kebiasaan siswa dalam menggunakan bahasa Jawa, serta kemajuan teknologi modern yang berkembang di kalangan siswanya. Berdasarkan beberapa faktor tersebut, dalam penelitian ini akan dibahas mengenai penggunaan bahasa Jawa siswa berdasarkan jenis kelamin dan tingkatan
8
kelas baik secara eksternal maupun internal, kemudian wujud dan faktor penyebab penggunaan bahasa Jawa siswa SMP Negeri 1 Batang.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimanakah persentase pengguna bahasa Jawa secara eksternal dan internal siswa SMP Negeri 1 Batang berdasarkan jenis kelamin dan tingkatan kelas? 2. Bagaimanakah wujud penggunaan bahasa Jawa siswa SMP Negeri 1 Batang? 3. Faktor apakah yang melatarbelakangi pemilihan bahasa siswa SMP Negeri 1 Batang?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang diharapkan peneliti adalah sebagai berikut. 1. Mendeskripsi persentase pengguna bahasa Jawa secara eksternal dan internal siswa SMP Negeri 1 Batang berdasarkan jenis kelamin dan tingkatan kelas. 2. Mendeskripsi wujud penggunaan bahasa Jawa siswa SMP Negeri 1 Batang. 3. Mendeskripsi faktor yang melatarbelakangi pemilihan bahasa siswa SMP Negeri 1 Batang.
9
1.4 Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat, baik secara teoretis maupun secara praktis. 1. Manfaat Teoretis Manfaat teoretis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah dalam bidang sosiolinguistik yang berkaitan dengan kondisi bilingualisme atau kedwibahasaan masyarakat Jawa. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi siswa dan guru. a. Bagi siswa Diharapkan penelitian ini dapat memotivasi siswa agar tetap melestarikan bahasa daerah, khususnya bahasa Jawa dengan tetap menggunakannya dalam kehidupan
sehari-hari
dan
meningkatkan
kompetensi
siswa
dalam
berkomunikasi menggunakan bahasa Jawa sesuai dengan tingkat tutur bahasa Jawa. b. Bagi guru Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran bahasa Jawa. Maksudnya, dengan adanya hasil penelitian ini para guru bahasa Jawa dapat mengambil langkah selanjutnya akan menerapkan pola pembelajaran bahasa Jawa yang seperti apa dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar khususnya kompetensi siswa dalam berkomunikasi.
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORETIS
2.1 Kajian Pustaka Penelitian tentang bahasa khususnya penggunaan bahasa telah banyak dilakukan. Hal ini terbukti dengan ditemukannya beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Berikut adalah penelitian terdahulu yang mengkaji tentang penggunaan bahasa. Bunyi (1997) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul Language in Education in Kenyan Schools, menyimpulkan bahwa di Kenya terdapat empat kelompok bahasa yang dikategorikan bahasa pribumi, yaitu Bantu, Nilotic, ParaNilotic, dan Kush. Penggunaan bahasa Bantu masih mendominasi, yaitu digunakan oleh 66% dari populasi, bahasa Nilotic dituturkan oleh 16% dari populasi, sementara hanya 3% dari populasi yang menggunakan bahasa Kush. Selain bahasa pribumi, ada bahasa Kiswahili yaitu sebuah bahasa bantu yang merupakan bahasa nasional dan bahasa Inggris merupakan bahasa resmi. Terdapat 75% dari populasi berkompeten menggunakan bahasa Kiswahili, dan 15% dari populasi cukup berkompeten dalam menggunakan bahasa Inggris. Kelebihan dari penelitian tersebut adalah dapat diketahui berbagai macam bahasa baik bahasa pribumi, nasional, dan resmi yang digunakan oleh siswa di sekolah yang ada di Kenya. Namun penelitian tersebut memiliki kekurangan, yaitu Bunyi tidak menjelaskan secara rinci apa yang menyebabkan adanya berbagai macam bahasa tersebut.
11
12
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti tentang penggunaan bahasa khususnya bilingualisme. Perbedaannya, terdapat pada objek penelitiannya, meskipun sama-sama di ranah pendidikan, akan tetapi objek penelitian Bunyi ini cakupannya lebih luas yaitu beberapa sekolah, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan hanya terpusat pada satu sekolah saja. Marnoto (2007) dalam tesisnya yang berjudul Penggunaan Bahasa dalam Ranah Keluarga Muda Jawa di Kabupaten Blora. Penelitian tersebut mendapatkan hasil bahwa ragam bahasa yang digunakan untuk mendidik anak dalam ranah keluarga muda Jawa di Kabupaten Blora adalah bahasa Jawa dan bahasa Indonesia. Bahasa Jawa masih mendominasi dalam penggunaan bahasa di ranah keluarga tersebut terutama ragam ngoko, kemudian sebagian menggunakan ragam krama, dan sebagian kecil menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Jawa yang digunakan dalam ranah keluarga tersebut adalah bahasa Jawa dialek Blora. Latar belakang yang memengaruhi penggunaan bahasa tersebut yaitu ranah pemilihan bahasa (ranah keluarga, ranah pergaulan dalam masyarakat), aspirasi, jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, tujuan tutur, pokok tutur, dan norma tutur. Kelebihan dari penelitian tersebut adalah banyaknya latar belakang responden yang dijadikan dasar penelitian, jadi hasil penelitiannya lebih kompleks dan beragam. Kekurangannya, tidak adanya presentase keseluruhan dalam menyajikan data, akan lebih baik jika dicantumkan presentase keseluruhannya, agar lebih mudah dipahami.
13
Penelitian tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu sama-sama meneliti mengenai penggunaan bahasa Jawa. Namun, penelitian tersebut meneliti penggunaan bahasa di ranah keluarga, sedangkan penelitian ini yaitu penggunaan bahasa di ranah pendidikan, tepatnya penggunaan bahasa Jawa siswa di sekolah. Cruickshank (2008) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul ArabicEnglish Bilingualism in Australia, menyimpulkan bahwa dengan adanya migrasi ke Australia dari Eropa, Asia, the Amerika dan Timur Tengah menyebabkan munculnya 206 bahasa dalam masyarakat yang digunakan dalam kesehariannya. Bahasa Arab merupakan salah satu bahasa yang mengalami pertumbuhan paling cepat dengan 209.371 pengguna pada tahun 2001, dengan pertumbuhan 17,9% pada sensus tahun 1996. Diketahui juga pengguna bahasa Arab tersebut terdiri dari 50% beragama Kristen dan 40% beragama Islam, sedangkan berdasarkan kelahirannya, 40% lahir di Australia, 40% di Libanon, 8% di Mesir dan sisanya terbagi lahir di negara Timur Tengah lainnya dan Afrika Utara. Penelitian yang dilakukan oleh Cruickshank memiliki kelebihan, yaitu hasil penelitiannya tidak hanya dijabarkan secara deskriptif saja, namun juga disertai dengan presentasenya. Kekurangannya, kurang detailnya
dalam
menjelaskan bagaimana pengaruh bilingualisme tersebut dalam kehidupan bermasyarakat di Australia. Persamaannya dengan peelitian yang akan dilakukan adalah di dalamnya sama-sama terdapat unsur bilingualisme, sedangkan perbedaannya terdapat pada subjek penelitian. Subjek penelitian yang dilakukan oleh Ken Cruickshank adalah
14
masyarakat umum, sedangkan pada penelitian yang akan peneliti lakukan adalah siswa SMP. Marhamah (2010) dalam skripsinya yang berjudul Pemakaian Bahasa Siswa SMA 1 Garut, menyimpulkan bahwa siswa SMA 1 Garut sudah menguasai bahasa Indonesia dan bahasa Sunda dengan baik. Penguasaan bahasa Indonesia dan bahasa Sunda menyebabkan adanya alih kode dalam pemakaian bahasa mereka. Alih kode terlihat dari adanya pemakaian bahasa campuran dalam keseharian mereka. Selain itu, bilingualisme yang dimiliki oleh siswa SMA 1 Garut juga memengaruhi pemakaian bahasa mereka ketika menulis dalam bahasa Indonesia. Dalam penelitian tersebut diketahui rata-rata pemakaian bahasa Sunda siswa SMA 1 Garut adalah 30,47%, pemakaian bahasa Indonesia 41,66%, pemakaian bahasa asing 0,95%, dan pemakaian bahasa campuran 27,34%. Hal ini menunjukkan bahwa pemakaian bahasa Indonesia pada siswa SMA 1 Garut lebih banyak dibandingkan dengan pemakaian bahasa Sunda, bahasa campuran, dan bahasa asing. Kelebihan dari penelitian tersebut adalah dilakukan dengan melihat dari berbagai sudut yang dapat dikatakan cukup komplek, yaitu tidak hanya meneliti pemakaian bahasa yang diucapkan secara verbal, tetapi juga pemakaian bahasa dalam menulis dan di dalam hati. Hasil penelitiannya disajikan dengan sangat rinci dengan menggunakan tabel, diagram, dan tulisan naratif. Namun penelitian tersebut juga memiliki kekurangan, yaitu terdapat pada rumusan masalah yang terlalu banyak, akan lebih baik jika rumusan masalahnya lebih disederhanakan lagi.
15
Penelitian yang dilakukan oleh Marhamah tersebut memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan, yaitu sama-sama meneliti mengenai pemakaian bahasa siswa, selain itu juga terdapat kesamaan variabel yaitu meneliti pemakaian bahasa siswa berdasarkan tingkatan kelas dan jenis kelamin. Perbedaannya, penelitian tersebut melihat pemakaian bahasa secara umum, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Sunda ketika siswa berada di rumah dan di sekolah, sedangkan penelitian ini hanya melihat pemakaian bahasa daerah yaitu bahasa Jawa siswa ketika di sekolah. Penelitian ini juga menggunakan instrumen dari penelitian Marhamah, akan tetapi sudah dimodifikasi. Penelitian lain yang masih relevan dengan penelitian ini juga terdapat dalam Proceedings International Seminar Language Maintenance and Shift III 2013, yaitu oleh Darwis dalam penelitiannya yang berjudul Sikap Berbahasa Para Siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu Kabupaten Bandung dalam Kontek Multibahasa, menyimpulkan bahwa bahasa Indonesia masih memegang peranan penting sebagai bahasa ibu para siswa dan menjadi alat berkomunikasi dalam berbagai situasi meskipun ada kekhawatiran bahwa bahasa daerah sebagai bahasa ibu sudah mulai agak tersisih. Kondisi tersebut didukung oleh situasi kemajemukan lingkungan yang mereka masuki. Bantuan fasilitas les untuk bahasa Indonesia dan Inggris jauh masih baik jika dibandingkan dengan bahasa Sunda dam Arab. Aspek afektif (menyenangi, menganggap penting, bangga, merasa malu tidak dapat mempelajari) para siswa terhadap keempat bahasa secara umum dinilai baik dan berimbang.
16
Kelebihan dari penelitian tersebut adalah lokasi penelitian yang sesuai, dalam satu sekolah terdapat empat bahasa jadi hasilnya semakin beragam mengenai bagaimana sikap para siswa terhadap masing-masing bahasa tersebut. Kekurangannya adalah kurang detailnya dalam menjelaskan aspek afektif yang terdapat pada siswa tersebut. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama di ranah pendidikan, namun dalam penelitian tersebut lebih menekankan pada sikap bahasa siswa. Perbedaannya, terdapat pada subjek penelitiannya, penelitian tersebut dilakukan pada siswa SDIT, sedangkan pada penelitian ini adalah pada siswa SMP. Kalfika, Gosong, dan Artawan (2013) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul Sikap Bahasa Siswa Terhadap Bahasa Indonesia: Studi Kasus di SMA Negeri 1 Singaraja, menghasilkan tingginya frekuensi penggunaan bahasa Indonesia ragam nonbaku dalam komunikasi di ranah formal, yang menuntut penggunaan ragam bahasa Indonesia baku, mengakibatkan adanya gejala interferensi yang tampak pada tuturan siswa. Penelitian tersebut memiliki kelebihan, yaitu dalam meneliti sikap bahasa siswa memperhatikan beberapa aspek di antaranya aspek konatif, afektif, dan kognitif, sehingga hasilnya lebih lengkap. Kekurangannya terlihat pada faktorfaktor yang menyebabkan kecenderungan sikap bahasa tersebut, penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut kurang detail. Persamaannya
dengan
penelitian
yang
akan
dilakukan
adalah
penelitiannya sama-sama di ranah pendidikan, subjeknya pun sama yaitu siswa
17
sekolah, sedangkan perbedaannya terdapat pada objek penelitiannya. Penelitian tersebut meneliti tentang sikap bahasa siswa, sedangkan pada penelitian ini adalah penggunaan bahasa siswa. Mahmud (2013) dalam skripsinya yang berjudul Penggunaan Bahasa Daerah Gorontalo pada Siswa Kelas IV SDN 4 Telaga Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo, mendapatkan kesimpulan bahwa dilihat dari segi interen penggunaan bahasa daerah Gorontalo pada siswakelas IV SDN 4 Telaga karena minimnya waktu yang digunakan dalam pembelajaran (satu kali pertemuan) pada komunikasi
antara
siswa
dengan
siswa,siswa
dengan
guru
cenderung
menggunakan bahasa Indonesia. Dilihat dari segi eksteren antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru hampir tidak terjadi komunikasi dalam bahasa daerah Gorontalo. Ada indikasi bahwa penggunaan bahasa daerah Gorontalo sebagai alat komunikasi baik antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru berangsur-angsur akan hilang. Penelitian yang dilakukan oleh Mahmud tersebut memiliki kelebihan, yaitu terfokus pada satu kelas, jadi dapat diketahui bagaimana penggunaan bahasa pada setiap siswa di kelas tersebut. Namun selain itu juga memiliki kekurangan, yaitu jika dilihat dari segi eksteren hanya meneliti penggunaan bahasa siswa dengan teman dan guru saja, akan lebih baik apabila juga meneliti penggunaan bahasa siswa dengan warga sekolah lainnya, seperti penjaga sekolah, petugas kantin, dan lain-lain. Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti tentang penggunaan bahasa daerah pada siswa khusus di ranah
18
pendidikan, yaitu di sekolah. Perbedaannya terletak pada sudut pandang penelitiannya, penelitian Mahmud tersebut dilakukan secara interen dan eksteren, yaitu penggunaan bahasa siswa dengan guru dan teman ketika di dalam dan di luar kelas saja, sedangkan penelitian yang akan dilakukan adalah secara eksternal dan internal, yaitu berdasarkan partisipan, ruang, topik pembicaraan dan pemakaian bahasa ketika berdoa, menghitung, serta berbicara dalam hati. Pada jurnal penelitian yang dilakukan oleh Shin-Mei Kao (2014) yang berjudul Multilingual Families and Their Children in Taiwan, menunjukkan bahwa pernikahan campuran di Taiwan sudah menjadi hal yang umum selama tiga dekade ini. Pernikahan campuran tersebut terjadi karena salah satu dari pasangan kelahiran asli Taiwan, dan satunya lahir di luar negeri yang mengakibatkan terbentuknya keluarga multibahasa. Keluarga multibahasa di Taiwan terbentuk karena adanya perbedaan etnis dan penggunaan bahasa ibu di antara pasangan tersebut. Salah satu pasangan tidak menggunakan bahasa Mandarin Cina, dialek Cina, atau bahasa Aborigin Taiwan sebagai bahasa ibu, dan satu pasangan lain menggunakan bahasa tersebut sebagai bahasa ibu. Hal tersebut berdampak pada anak-anak mereka yang dapat menguasai lebih dari satu bahasa. Penelitian tersebut memiliki kelebihan, yaitu latar belakang sosial dan budaya anak-anak dari keluarga multibahasa tersebut dijelaskan secara rinci, khususnya anak-anak yang lahir dari ibu yang berasal dari Taiwan. Namun dalam penelitiannya, Shin-Mei Kao hanya melihat dari latar belakang etnis dan penggunaan bahasa ibu saja yang digunakan sebagai dasar untuk melihat keluarga multilingual, akan lebih baik apabila disertai latar belakang geografis atau
19
lingkungan, karena hal tersebut juga berpengaruh dengan adanya keluarga multilingual. Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti pengunaan bahasa kaitannya dengan kemampuan berbahasa lebih dari satu bahasa, namun pada penelitian dilakukan cenderung pada bilingualisme. Perbedaanya, terdapat pada objek penelitian, pada penelitian yang dilakukan oleh Shin-Mei Kao adalah ranah keluarga, sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan pada ranah pendidikan. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan tesebut, penelitian tentang penggunaan bahasa Jawa siswa SMP Negeri 1 Batang ini merupakan penelitian tambahan dalam kajian sosiolingustik khususnya penggunaan bahasa daerah, dalam hal ini adalah bahasa Jawa di kalangan siswa SMP.
2.2 Landasan Teoretis Teori atau konsep yang akan dibahas dalam penelitian ini, meliputi: (1) sosiolinguistik, (2) pemilihan bahasa, (3) tingkat tutur bahasa Jawa, (4) bilingualisme, (5) alih kode dan campur kode, (6) ranah pemakaian bahasa, (7) teori gender. 3.2.1 Sosiolinguistik Menurut Chaer (2004: 16) sosiolinguistik adalah subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam hubungan pemakaiannya di masyarakat. Sosiolinguistik ini merupakan ilmu interdisipliner antara sosiologi dan linguistik. Nababan (1984:2) mengatakan bahwa pengkajian-pengkajian bahasa dengan
20
dimensi kemasyarakatan disebut sosiolinguistik. Sosiolinguistik memfokuskan penelitian pada variasi ujaran dan mengkajinya dalam suatu konteks sosial. Sosiolinguistik meneliti korelasi antara faktor-faktor sosial itu dengan variasi bahasa. Selanjutnya,
terdapat
tujuh
dimensi
yang
merupakan
penelitian
sosiolinguistik yaitu: (1) identitas sosial dari penutur, (2) identitas sosial dari pendengar yang terlibat dalam proses komunikasi, (3) lingkungan sosial tempat peristiwa tutur terjadi (4) analisis sinkronik dan diakronik dari dialek-dialek sosial, (5) penilaian sosial yang berbeda oleh penutur akan perilaku bentuk-bentuk ujaran, (6) tingkatan variasi dan ragam linguistik, (7) penerapan praktis dari penelitian sosiolinguistik (Chaer, 2004:5). 2.2.2 Pemilihan Bahasa Di dalam pergaulan sehari-hari kita selalu mengubah variasi bahasa yang digunakan. Ada kalanya pula mengubah bahasa yang digunakan dari bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Keadaan ini tercermin pada seseorang yang berdwibahasa. Penutur pada setiap masyarakat bahasa yang memasuki situasi sosial yang lain biasanya mempunyai repertoire ujaran alternatif yang berubah menurut situasi (Tripp dalam Kamaruddin, 1989: 50). Pada latar dwibahasa terlibat dua bahasa atau lebih sehingga situasinya lebih rumit. Kalau pada ekabahasawan hanya mengubah variasi bahasa ke variasi lain dari bahasa yang sama juga maka pada dwibahasawan mungkin bukan saja mengubah dari variasi yang satu ke variasi yang lain bahasa tertentu malahan dapat pula mengubah bahasa yang digunakannya.
21
Ada beberapa faktor yang diperhitungkan di dalam pemilihan bahasa pada latar dwibahasa. Tiap faktor dapat merupakan dasar pemilihan satu bahasa tertentu daripada bahasa lain tetapi biasanya faktor tersebut merupakan kombinasi dari beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut berhubungan dengan peserta (partisipan), situasi, isi pembicaraan, dan fungsi interaksi. (1) Peserta (partisipan) Penguasaan bahasa pembicara atau lawan bicara (interlokutor) sangat penting. Seorang pmbicara harus menguasai bahasa yang digunakannya dan mempertimbangkan bahasa yang dikuasai (penguasaan bahasa) lawan bicara (interlokutor). Faktor peserta (partisipan) juga berkaitan dengan status sosial, tingkat keakraban, sikap peserta, usia, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, latarbelakang etnis, hubungan kekerabatan, dan hubungan kekuasaan. Semua ini turut memberi corak pemilihan bahasa bagi peserta tuturan. (2) Situasi Pemakaian bahasa juga dapat ditentukan oleh tempat dan lokasi berinteraksi. Situasi resmi berperan di dalam pemilihan bahasa. Dwibahasawan akan memilih bahasa tertentu pada situasi resmi yang berbeda dari bahasa yang digunakan pada situasi yang tidak resmi. Pada situasi resmi orang akan menggunakan bahasa Indonesia sedangkan pada situasi tidak resmi kemungkinan besar menggunakan bahasa daerah atau ragam bahasa tak-resmi (3) Isi Wacana Isi wacana merupakan faktor pemilihan bahasa juga. Topik pembicaraan menentukan jenis bahasa yang tepat untuk itu, umpamanya, pelajaran di sekolah,
22
undang-undang atau hukum, kegiatan dagang, dilakukan di dalam bahasa Indonesia dan bukan bahasa daerah. Demikian pula halnya dengan topik-topik tertentu, atau bidang-bidang tertentu, menuntut kosa kata tersendiri yang hanya ada di dalam perbendaharaan bahasa tertentu, seperti istilah kedokteran, teknik, dan sebagainya. Semua itu mengarahkan pemilihan bahasa bagi seorang pembicara. (4) Fungsi Interaksi Fungsi atau tujuan berinteraksi merupakan faktor penting di dalam pemilihan bahasa. Salah satu fungsi umpamanya untuk meningkatkan status yang tampak di dalam peran pada sejumlah situasi. Seorang menggunakan bahasa tertentu di dalam rangka ia meningkatkan martabatnya Menutur Fasold (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 153) hal pertama yang terbayang bila kita memikirkan bahasa adalah “bahasa keseluruhan” (whole language) di mana kita membayangkan seseorang dalam masyarakat bilingual atau multilingual berbicara dua bahasa atau lebih dan harus memilih yang mana yang harus digunakan. Dalam hal memilih ini ada tiga jenis pilihan yang dapat dilakukan, yaitu pertama dengan alih kode, artinya, menggunakan satu bahasa pada satu keperluan, dan menggunakan bahasa yang lain pada keperluan lain. Kedua dengan melakukan campur kode, artinya, menggunakan satu bahasa tertentu dengan dicampuri serpihan-serpihan dari bahasa lain. Ketiga, dengan memilih satu variasi bahasa yang sama. Tiga hal tersebut merupakan kategori pemilihan bahasa yang terjadi di masyarakat.
23
Hymes (dalam Chaer, 2007: 63) mengatakan bahwa suatu komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur, yang diakronimkan menjadi SPEAKING, yakni: (1) Setting and Scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu terjadinya percakapan. (2) Participants, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan. (3) Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan. (4) Act Sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentu dan isi percakapan. (5) Key, yaitu yang menunjuk pada cara atau semangat dalam melaksanakan percakapan. (6) Instrumentalities, yaitu yang menunjuk pada jalur percakapan; apakah secara lisan atau bukan. (7) Norms, yaitu menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan. (8) Genres, yaitu menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang digunakan. Maksud dari kedelapan unsur tersebut adalah dalam berkomunikasi melalui bahasa harus diperhatikan faktor-faktor siapa lawan atau mitra bicara kita, tentang atau topiknya apa, situasinya bagaimana, tujuannya apa, jalurnya apa (lisan atau tulisan), dan ragam bahasa yang digunakan yang mana. 2.2.3 Tingkat Tutur Bahasa Jawa Menurut Haryana Harjawiyana dan Supriya (2009: 2) ada dua tingkatan dalam bahasa Jawa, yaitu bahasa ngoko dan bahasa krama. Bahasa ngokodigunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang sudah terbiasa serta dianggap sesama atau satu strata sosial. Adapun bahasa krama digunakan untuk berkomunikasi dengan orang yang belum terbiasa dan strata sosialnya lebih tinggi. Bahasa ngoko masih dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu bahasa ngoko biasa (disebut bahasa ngoko) serta bahasa ngoko-alus, yang terdiri atas bahasa
24
ngoko disertai kata-kata krama inggil untuk lebih menghormati orang yang diajak berkomunikasi atau orang yang dibicarakan.Bahasa krama juga masih dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu bahasa krama biasa (disebut bahasa krama) dan bahasa krama-alus, yang terdiri atas bahasa krama disertai kata-kata krama-inggil untuk lebih menghormati orang yang diajak berkomunikasi atau orang yang dibicarakan. Tingkat-tingkat bahasa tersebut dapatlah digambarkan seperti skema di bawah ini: krama-alus Krama krama ngoko-alus Ngoko ngoko Menurut Padmasusastra (dalam Hardyanto dan Utami, 2001: 47)tingkat tutur bahasa Jawa (unggah-ungguhing basa) pada dasarnya ada dua macam, yaitu raga ngoko dan ragam krama. Ragam ngoko meliputi ngoko lugudan ngoko alus. Ragam krama meliputi krama lugu dan krama alus. Ngoko lugu adalah ragam pemakaian bahasa Jawa yang seluruhnya dibentuk dengan kosakata ngoko. Ngoko lugu digunakan oleh peserta tutur yang mempunyai hubungan akrab/intim, dan tidak ada usaha untuk saling menghormati. Ngoko alus adalah ragam pemakaian bahasa Jawa yang dasarnya ragam ngoko, namun juga menggunakan kosakata krama inggil. Ngoko alusdigunakan oleh peserta tutur yang mempunyai hubungan akrab, tetapi di antara mereka ada usaha untuk saling menghormati.
25
Krama lugu adalah ragam pemakaian bahasa Jawa untuk seluruhnya dibentuk dengan kosakata krama, demikian juga imbuhannya. Krama lugu digunakan oleh peserta tutur yang belum atau tidak akrab, misalnya baru kenal. Krama alus adalah ragam pemakaian bahasa Jawa yang dasarnya krama lugu, namun juga menggunakan kosakata krama inggil. Krama alus digunakan oleh peserta tutur yang hubungannya kurang akrab dan ada usaha untuk saling menghormati. 2.2.4 Bilingualisme Dalam Tarigan (2009: 2) istilah bilingualism diberi padanan kata dengan kedwibahasaan atau dwibahasa, dan istilah bilingual bersinonim dengan dwibahasawan. Kedwibahasaan berarti perihal pemakaian dua bahasa (seperti bahasa daerah di samping bahasa Indonesia). Sama seperti yang diungkapkan oleh Tarigan, dalam Chaer dan Agustina (2010: 84) istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga kedwibahasaan. Dari istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang dimaksud dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode bahasa. Secara sosiolinguistik, secara umum, bilingualisme diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian, Mackey dan Fishman (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 84). Kedwibahasaan telah menjadi suatu kenyataan yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan dalam membahas masalah kebahasaan yang digunakan penduduk dalam beinteraksi pada masyarakat kita sekarang. Kedwibahasaan ini telah menjadi sendi pergaulan dan kehidupan masyarakat. Ia telah memberikan
26
corak dan watak perilaku berbahasa bagi kalangan penduduk yang pergaulan sehari-harinya menggunakan lebih daripada satu bahasa, bagaimanapun asalmuasalnya (Kamaruddin, 1989: 1). Kedwibahasaan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama baiknya oleh seorang penutur asli yang oleh Bloomfield (dalam Kamaruddin, 1989: 3) dirumuskan sebagai “the native like of two languages” (penggunaan dua bahasa seperti halnya bahasa sendiri). Bloomfield (1995: 54) mengatakan bahwa dalam kasus belajar bahasa asing yang ekstrem, penutur menjadi begitu mahir sehingga tidak dapat dibedakan dengan penutur-penutur asli di sekitarnya. Dalam kasus-kasus yang demikian, belajar bahasa asing yang baik sekali tidak disertai kehilangan bahasa ibu, akan menghasilkan bilingualisme atau kedwibahasaan, yaitu penguasaan dua bahasa seperti penutur asli. Kalau kita melihat seseorang memakai dua bahasa dalam pergaulannya dengan orang lain, dia berdwibahasa dalam arti dia melaksanakan kedwibahasaan yang kita akan sebut bilingualisme. Jadi bilingualisme ialah kebiasaan menggunakan menggunakan dua bahasa dalam interaksi (Nababan, 1984: 27). Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bilingualisme atau kedwibahasaan adalah sebuah kemampuan dan kebiasaan seorang penutur menggunakan dua bahasa dalam pergaulannya atau interaksinya dengan masyarakat, sedangkan penuturnya disebut dwibahasawan. Alasan memakai teori bilingualisme atau kedwibahasaan dalam penelitian ini dikarenakan siswa SMP Negeri 1 Batang lebih menguasai bahasa Indonesia
27
dan bahasa Jawa jika dibandingkan dengan bahasa Inggris. Bahasa Inggris mereka dapat dikatakan pasif, karena tidak digunakan oleh siswa ketika berinteraksi dengan warga sekolah. 2.2.5 Alih Kode dan Campur Kode Dalam masyarakat yang bilingual maupun multilingual seringkali terjadi peristiwa yang disebut alih kode, yaitu beralihnya penggunaan suatu kode (entah bahasa atau pun ragam bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa atau ragam bahasa lain) (Chaer, 2007: 67). Menurut Nababan (1984: 31) konsep alih kode mencakup kejadian di mana kita beralih dari satu ragam fungsiolek (umpamanya ragam santai) ke ragam lain (umpamanya ragam formal), atau dari satu dialek ke dialek yang lain, dan sebagainya. Hymes (dalam Chaer dan Agustina, 2010: 107) menyatakan alih kode itu bukan hanya terjadi antarbahasa, tetapi dapat juga terjadi antara ragam-ragam atau gaya-gaya yang terdapat dalam satu bahasa. Secara umum alih kode disebabkan oleh beberapa hal, antara lain adalah (1) pembicara atau penutur, (2) pendengar atau lawan tutur, (3) perubahan situasi dengan hadirnya orang ketiga, (4) perubahan dari formal ke informal atau sebaliknya, (5) perubahan topik pembicaraan (Chaer dan Agustina, 2010: 108). Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa alih kode adalah pengalihan bahasa atau ragam bahasa ketika sedang bertutur oleh orang yang memiliki kemampuan menggunakan dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa yang dilakukan secara sengaja.
28
Pembicaraan mengenai alih kode biasanya diikuti dengan pembicaraan mengenai campur kode. Kedua peristiwa yang lazim terjadi dalam masyarakat yang bilingual ini mempunyai kesamaan yang besar, sehingga seringkali sukar dibedakan. Kesamaan yang ada antara lain digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam satu masyarakat tutur (Chaer dan Agustina, 2010: 114). Perbedaannya, kalau alih kode terjadi karena bersebab, sedangkan campur kode terjadi tanpa sebab. Dalam campur kode, dua kode atau lebih digunakan bersama tanpa alasan; dan biasanya terjadi dalam situasi santai. Kalau dalam situasi formal terjadi juga campur kode, maka biasanya karena ketiadaan ungkapan yang harus digunakan dalam bahasa yang sedang digunakan (Chaer, 2007: 69). Menurut Nababan (1984: 32) campur kode yaitu suatu keadaan berbahasa lain ialah bilamana orang mencampur dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindak bahasa (speech act atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa campur kode adalah pencampuran dua (atau lebih) bahasa atau ragam bahasa tanpa adanya unsur kesengajaan dalam penggunaannya. 2.2.6 Ranah Penggunaan Bahasa Penggunaan bahasa sangat terkait dengan pemilihan bahasa. Pemilihan bahasa ini terkait dengan dipakai tidaknya bahasa dalam hal ini adalah bahasa daerah oleh penuturnya. Terjadinya pemilihan bahasa disebabkan adanya paling tidak dua bahasa dalam komunitas tersebut yang merupakan hasil dari adanya
29
kontak bahasa. Kontak bahasa sangat umum terjadi di daerah yang terdiri dari berbagai suku. Domain atau lokasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam penggunaan bahasa. Greenfield (dalam Fishman, 1972: 22-23) menyatakan bahwa ada lima domain yang dapat digeneralisasi dari berbagai situasi. Penamaan untuk lima domain ini adalah keluarga, pertemanan, agama, pendidikan, dan pekerjaan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Muin (2012) yang berjudul Penggunaan Bahasa Jawa di Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan: Studi Antropologi Bahasa, dapat diketahui bahwa terdapat beberapa ranah penggunaan bahasa, antara lain sebagai berikut. (1) Ranah Keluarga Setiap etnis dapat dikatakan memiliki cara tersendiri dalam memberikan nama warganya. Dalam hal yang sangat terbatas, nama ini mencirikan atau dapat dimanfaatkan untuk mengidentifikasi etnis tertentu. Walaupun tidak semua, keluarga etnis Jawa memberikan nama anak-anaknya dengan nama-nama, misalnya: Wibowo, Hariyanto, Agus Waluyo, atau dengan kata sapaan, seperti: tole, ndhuk, mbak, mas, jeng, sira, dan sebagainya. Alih kode atau campur kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, misalnya, dimaksudkan untuk menjelaskan sesuatu yang sulit disampaikan dalam bahasa Indonesia. Alih kode dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia, misalnya, terjadi bila ada pihak ketiga bergabung dalam suatu tindak tutur.Anak-anak yang terlahir di Banjar umumnya tidak menguasai bahasa Jawa secara total, yang meliputi tingkat tutur: ngoko, krama,
30
dan krama inggil. Mereka hanya menguasai tingkat tutur ngoko, penguasaan tingkat tutur ngoko ini pun juga tidak secara total, hanya sebagian saja. (b) Ranah Pendidikan Bahasa Jawa digunakan secara terbatas oleh peserta tutur sesama etnis Jawa.Bahasa Indonesia digunakan secara dominan, bahasa Banjar digunakan percakapan di kantor atau lingkungan sekolah antar peserta tutur. (c) Ranah Pemerintahan Bahasa Indonesia digunakan secara dominan, bahasa Banjar digunakan dalam percakapan antar peserta tutur, bahasa Jawa digunakan secara terbatas oleh peserta tutur sesama etnis Jawa. (d) Ranah Perdagangan Bahasa Banjar digunakan secara dominan dalam ranah perdagangan, sedangkan bahasa Jawa digunakan secara terbatas. bahasa Jawa secara sangat terbatas digunakan untuk keperluan transaksi. Penggunaan bahasa Jawa terjadi bila antara penjual beretnis Jawa mengidentifikasi calon pembeli etnis Jawa. Sebelumnya, komunikasi dilakukan dengan bahasa Banjar atau bahasa Indonesia. Setelah ia mengetahui bahwa lawan tuturnya beretnis Jawa, ia melakukan alih kode dari bahasa Banjar atau bahasa Indonesia ke bahasa Jawa. (e) Ranah Keagamaan Bahasa Indonesia digunakan secara dominan untuk khutbah Jumat. Selipan-selipan unsur-unsur bahasa Banjar atau bahasa Jawa sering terjadi dalam kegiatan khutbah Jumat, tergantung siapa yang menjadi khatib. Dalam ceramah
31
agama, penggunaan bahasa Banjar sangat dominan; penceramah non-etnis Banjar menggunakan bahasa Indonesia. Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa penggunaan bahasa meliputi berbagai ranah. Dalam setiap ranah tersebut tidak jarang penggunaan bahasanya berbeda-beda, tergantung situasi, lokasi, dan mitra tutur. Salah satu ranah yang dijelaskan di atas adalah ranah pendidikan. Sesuai dengan penelitian yang akan peneliti lakukan, yaitu mengenai penggunaan bahasa di ranah pendidikan, dalam hal ini adalah penggunaan bahasa siswa SMP. 2.2.7 Teori Gender Keragaman bahasa berdasarkan jenis kelamin timbul karena bahasa sebagai gejala sosial erat hubungannya dengan sikap sosial. Secara sosial, pria dan wanita berbeda karena masyarakat mengharapkan pola tingkah laku yang berbeda. Tuturan wanita bukan hanya berbeda, melainkan juga lebih “benar”. Hal ini merupakan kenyataan sosial bahwa pada umumnya wanita diharapkan bertingkah laku sosial yang lebih “benar” (Sumarsono, 2009: 113). Holmes (2008: 157) menyatakan bahwa bentuk linguistik yang digunakan oleh pria dan wanita berbeda-beda derajat pada setiap tuturan di dalam masyarakat. Perbedaan gender dalam bahasa dapat terjadi karena beberapa aspek. Salah satunya adalah karena status sosial dan perbedaan kekuasaan antara pria dan wanita (Holmes, 2008: 159). Pada setiap kelas sosial, laki-laki lebih sering menggunakan bentuk yang lebih asli (vernakular) dibandingkan dengan perempuan (Holmes, 2008: 162). Sementara itu, pada grup sosial perempuan pada
32
umumnya menggunakan bentuk yang lebih standar dibandingkan dengan laki-laki (Holmes, 2008: 163). Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara bahasa laki-laki dan perempuan. Bahasa yang digunakan oleh perempuan dapat dikatakan lebih baik dan tertata dibandingkan dengan laki-laki, terutama dalam pemilihan kata atau diksi. Perbedaan penggunaan bahasa tersebut kemungkinan juga terjadi pada siswa SMP Negeri 1 Batang, baik itu bahasa Jawa maupun bahasa Indonesia.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu pendekatan penelitian secara teoretis dan metodologis. Pendekatan penelitian secara teoretis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiolinguistik. Sosiolinguistik merupakan ilmu antardisiplin antara sosiologi dan linguistik, dua bidang ilmu empiris yang mempunyai kaitan sangat erat. Sosiologi adalah kajian objektif dan ilmiah mengenai manusia di dalam masyarakat, dan mengenai lembaga-lembaga, dan proses sosial yang ada di dalam masyarakat, sedangkan linguistik adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, secara mudah dapat dikatakan bahwa sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat (Chaer dan Agustina, 2004: 2). Pendekatan penelitian secara metodologis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan kualitatif. Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan
32
33
(Sugiyono, 2010: 14). Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara keseluruhan, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007: 6). Pemilihan metode penelitian kuantitatif dan kualitatif ini diharapkan dapat membantu untuk menghitung seberapa besar persentase penggunaan bahasa Jawa siswa SMP Negeri 1 Batang ketika mereka berinteraksi di sekolah. Selain itu, juga dideskripsikan penggunaan bahasa Jawa sesuai dengan persentase yang diperoleh.
3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di salah satu sekolah yang berada di Kabupaten Batang yaitu SMP Negeri 1 Batang. Lokasinya berada tepat di jantung kota Batang, yaitu Jl. Jenderal Sudirman No. 274, berada di jalur utama pantura yang merupakan jalan utama dari Semarang ke Jakarta. Sasaran utama pengambilan data dalam penelitian ini adalah siswa SMP Negeri 1 Batang. Alasan SMP Negeri 1 Batang dijadikan sebagai lokasi penelitian dikarenakan gedung sekolah yang terletak di perkotaan yaitu di jalur utama pantura, kebiasaan siswa dalam menggunakan bahasa Jawa, dan kemajuan teknologi modern yang berkembang di kalangan
siswanya.
Faktor-faktor
tersebut
cukup
berpengaruh
terhadap
penggunaan bahasa Jawa pada siswa dalam kehidupan sehari-hari khususnya di sekolah.
34
3.3 Data dan Sumber Data Data merupakan sesuatu yang harus dicari, dikumpulkan dan dianalisis oleh peneliti untuk kemudian ditarik kesimpulan, sedangkan sumber data merupakan informan yang akan menjadi subjek penelitian untuk mendapatkan data tersebut. Data dan sumber data dalam penelitian ini dijelaskan sebagai berikut. 3.3.1 Data Data penelitian ini berupa data tulis dan lisan. Data tulis diperoleh dari jawaban seluruh responden berdasarkan daftar kuesioner yang diajukan kepada responden, sedangkan data lisan berdasarkan percakapan yang dilakukan oleh responden. 3.3.2 Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari penggunaan bahasa Jawa pada siswa SMP Negeri 1 Batang dalam interaksi sehari-hari, khususnya di sekolah. Penggunaan bahasa Jawa tersebut dilihat dari interaksi siswa dengan warga sekolah ketika berada di dalam dan luar kelas, berdasarkan tingkatan kelas yang meliputi kelas VII, VIII, dan IX, jenis kelamin, dan juga penggunaan bahasa ketika siswa berdoa, menghitung, dan berbicara dalam hati. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil 92 siswa untuk dijadikan sampel penelitian untuk pengisian kuesioner. Terdiri dari tiga tingkatan kelas yaitu kelas VII, VIII, dan IX, masing-masing tingkatan kelas diambil satu kelas dari total 6 kelas, kelas VII C 34 siswa, kelas VIII C 29 siswa, dan kelas IX B 29 siswa. Sementara itu, untuk wawancara peneliti mengambil 30 responden yang dijadikan
35
narasumber. Masing-masing tingkatan diambil 10 siswa secara acak namun masih dalam satu kelas dan terdiri dari lima laki-laki dan lima perempuan untuk setiap tingkatan kelasnya. Jumlah tersebut sudah cukup mewakili dari keseluruhan jumlah siswa yang ada di SMP Negeri 1 Batang. Alasan peneliti hanya mengambil satu kelas dalam setiap tingkatannya, karena berkaitan dengan penggunaan bahasa dalam satu kelas tersebut, kemungkinan bahasa yang mereka gunakan akan berbeda jika mereka berkomunikasi dengan teman yang bukan satu kelas, dengan kata lain dalam satu kelas tersebut memiliki keakraban tersendiri sehingga bahasa yang mereka gunakan juga berbeda.
3.4 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian ini menggunakan beberapa teknik, yaitu (1) teknik observasi, (2) teknik kuesioner, (3) teknik wawancara, (4) teknik simak bebas libat cakap, (5) teknik rekam, dan (6) teknik catat. 3.4.1 Teknik Observasi Teknik pengumpulan data dengan teknik observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati terlalu besar (Sugiyono, 2010: 203). Untuk mendapatkan data yang valid seorang peneliti mengadakan pengamatan langsung di lapangan, sehingga peneliti tahu benar keadaan yang terjadi disana. Teknik pengamatan ini didasarkan atas pengamatan secara langsung. Pengamatan langsung merupakan alat yang ampuh untuk mengetes suatu kebenaran. Cara yang
36
ditempuh peneliti untuk memperoleh keabsahan data yang meyakinkan yaitu dengan mengamati secara langsung peristiwa yang akan diamati. 3.4.2 Teknik Kuesioner Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden (Sugiyono, 2010: 199). Dalam penelitian ini, peneliti memberikan 28 pertanyaan kuesioner yang diajukan kepada responden yang terbagi dalam tiga
bagian, yaitu mengenai latar belakang, identitas, dan
pemakaian bahasa responden. Latar belakang responden terdiri dari 12 pertanyaan, identitas responden terdiri dari lima pertanyaan, sedangkan pemakaian bahasa responden terdiri dari 11 pertanyaan. 3.4.3 Teknik Wawancara Teknik wawancara ini dilakukan dengan cara peneliti mewawancarai narasumber yaitu siswa. Topik wawancara berkaitan dengan penggunaan dan sikap bahasa siswa yang terdiri dari empat pertanyaan. Meskipun sudah terdapat pedoman wawancara, namunpertanyaan dalam wawancara tersebut dapat berkembang sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh responden. Tujuannya untuk memperoleh informasi lebih dalam dari narasumber.
37
3.4.4 Teknik Simak Bebas Libat Cakap Dalam teknik ini peneliti tidak terlibat dalam dialog, konversasi, atau imbal wicara; jadi tidak ikut serta dalam proses pembicaraan orang-orang yang saling berbicara, bertindak hanya sebagai pemerhati yang dengan penuh minat tekun mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang yang hanyut dalam proses berdialog (Sudaryanto, 1993: 134). Teknik simak ini digunakan untuk melihat penggunaan bahasa Jawa siswa di sekolah secara lisan, hasil dari tuturan siswa tersebut dimasukkan dalam kartu data. 3.4.5 Teknik Rekam Teknik rekam merupakan teknik yang digunakan untuk melengkapi teknik simak bebas libat cakap menjadi salah satu metode pengumpulan data dalam penelitian ini, sekaligus menjadi teknik penguat. Merekam merupakan kegiatan mendokumentasikan sesuatu, yang dapat berupa gambar, tulisan, maupun suara dengan menggunakan alat bantu, seperti: camera, handycamp, maupun recorder. Teknik rekam ini dilakukan dengan cara merekam ketika teknik simak bebas libat cakap sedang berjalan, yaitu berupa tuturan-tuturan yang dilakukan oleh siswa. Selama proses perekaman, hanya peneliti yang tahu bahwa tuturan-tuturan tersebut sedang direkam, dengan tujuan agar tuturan yang diucapkan oleh siswa adalah tuturan alami tanpa disengaja. 3.4.6 Teknik Catat Teknik catat diperlukan untuk mencatat data yang telah diperoleh melalui teknik kuesioner, teknik simak libat cakap, dan teknik simak bebas libat cakap.
38
Pencatatan data dari teknik kuesioner dilakukan dengan cara mengklasifikasikan atau mengelompokkan seluruh data yang diperoleh dari responden ke dalam bentuk tabel sesuai dengan aspek-aspek yang menjadi latar belakang penggunaan bahasa Jawa tersebut, seperti berdasarkan tingkatan kelas dan jenis kelamin, baik secara eksternal maupun internal. Pencatatan dari teknik wawancara berupa jawaban yang disampaikan oleh responden, sedangkan teknik simak bebas libat cakap berdasarkan percakapan responden dengan mitra tutur. Tujuannya untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis data.
3.5 Instrumen Penelitian Dalam hal instrumen penelitian ini, peneliti bertindak sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data sekaligus pengamat, penganalisis, dan pelapor hasil penelitian. Adapun instrumen penelitian ini, yaitu berupa pertanyaan kuesioner dan wawancara. Pertanyaan kuesioner digunakan untuk memperoleh seberapa besar persentase penggunaan bahasa Jawa siswa. Ada 28 pertanyaan kuesioner yang diajukan kepada responden yang terbagi dalam tiga bagian, yaitu mengenai latar belakang, identitas, dan pemakaian bahasa responden. Latar belakang responden terdiri dari 12 pertanyaan, identitas responden terdiri dari lima pertanyaan, sedangkan pemakaian bahasa responden terdiri dari 11 pertanyaan. Wawancara digunakan untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam dari responden, dalam wawancara ini peneliti hanya mengambil 30 responden yang terdiri dari 10 responden untuk masing-masing tingkatan kelas yaitu kelas VII C, VIII C, dan IX B, setiap tingkatan kelas terdiri dari lima responden laki-
39
laki dan lima responden perempuan yang diambil secara acak namun masih dalam satu kelas. Pertanyaan dalam wawancara terdiri dari empat pertanyaan, dua pertanyaan mengenai penggunaan bahasa responden dalam membicarakan suatu topik dan dua pertanyaan lagi berkaitan dengan sikap bahasa responden.
3.6 Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data (Moleong, 2007: 280) Analisis data dalam penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Setelah semua data dari responden dikumpulkan, kemudian data tersebut dikelompokkan dalam beberapa tabel penggunaan bahasa berdasarkan tingkatan kelas dan jenis kelamin, baik secara eksternal maupun internal. Data yang telah dimasukkan dalam tabel kemudian dihitung persentasenya dengan menggunakan rumus.
𝑛 𝑥 100% Σ𝑛 = jumlah jawaban responden = jumlah keseluruhan responden Apabila semua data sudah dihitung dalam bentuk persentase, kemudian data tersebut dianalisis secara deskriptif, yaitu mendeskripsikan semua data
40
tersebut dengan menggunakan kata-kata secara tertulis. Hal tersebut dilakukan untuk mempermudah dalam membaca data.
3.7 Penyajian Hasil Analisis Data Teknik penyajian hasil analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik formal dan informal. Teknik formal digunakan dalam penelitian ini karena penyajian hasil analisis datanya berupa tabel, diagram, penghitungan matematis dengan menggunakan rumus, sedangkan alasan digunakannya teknik informal karena dalam penelitian ini juga mendeskripsi hasil analisis data dengan menggunakan bahasa Indonesia yang sesuai Ejaan Yang Disempurnakan, sedangkan data yang ditampilkan menggunakan bahasa Jawa.
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahasa Jawa siswa SMP Negeri 1 Batang baik secara eksternal maupun internal berdasarkan jenis kelamin, jumlah pengguna bahasa Jawa pada responden laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan responden perempuan yang lebih sering menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan responden laki-laki baik di dalam maupun di luar kelas. Topik pembicaraan yang dibicarakan oleh responden perempuan dengan menggunakan bahasa Indonesia juga lebih beragam dibandingkan responden laki. Hal ini menunjukkan bahwa laki-laki lebih senang menggunakan bentuk asli dan perempuan lebih senang menggunakan bentuk standar. Sementara itu, penggunaan bahasa Jawa siswa SMP Negeri 1 Batang baik secara eksternal maupun internal berdasarkan tingkatan kelas menunjukkan bahwa jika di dalam kelas penggunaan bahasa Jawa semakin menurun seiring dengan tingkatan kelas yang lebih tinggi. Hal ini berbanding terbalik dengan jumlah pengguna bahasa Indonesia yang semakin naik seiring dengan tingkatan kelas yang lebih tinggi, sedangkan jika di luar kelas jumlah pengguna bahasa Jawa mangalami kenaikan seiring dengan tingkatan kelas yang lebih tinggi, hal ini berbanding terbalik dengan jumlah pengguna BI yang semakin menurun, dikarenakan situasi di luar kelas yang tidak formal dan disebabkan oleh
109
110
banyaknya pengguna bahasa Jawa ketika berbicara dengan teman. Dari topik pembicaraan baik kelas VII, VIII, dan IX sama-sama menggunakan bahasa Jawa ketika mereka berbicara tentang kegiatan sehari-hari dan menggunakan bahasa Indonesia ketika berbicara yang berkaitan dengan sekolah, namun kelas IX juga menggunakan bahasa Indonesia ketika mereka membeli di kantin, hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengguna bahasa Indonesia kelas IX lebih tinggi dan beragam dibandingkan kelas VII dan VIII. Banyaknya pengguna bahasa Indonesia di kalangan siswa tersebut dibuktikan dengan ditemukannya beberapa tuturan mereka yang di dalamnya terdapat proses alih kode dan campur kode. Proses alih kode tersebut meliputi: (1) alih kode dari bahasa Jawa ngoko (bJN) ke dalam bahasa Indonesia (bI), (2) alih kode dari bahasa Indonesia (bI) ke dalam bahasa Jawa ngoko (bJN), (3) alih kode dari bahasa Jawa krama (bJK) ke dalam bahasa Indonesia (bI), (4) alih kode dari bahasa Indonesia (bI) ke dalam bahasa Jawa krama (bJK), (5) alih kode dari bahasa Jawa (bJ) ke dalam bahasa Arab (bAr), (6) alih kode dari bahasa Arab (bAr) ke dalam bahasa Jawa (bJ). Sementara itu, juga terdapat proses campur kode, di antaranya: (1) sisipan bahasa Indonesia (bI) dalam bahasa Jawa (bJ), (2) sisipan bahasa Inggris (bIng) dalam bahasa Jawa (bJ). Dari beberapa proses campur kode tersebut didominasi oleh sisipan bahasa (bI) dalam bahasa Jawa (bJ). Dalam tuturan tersebut ada juga beberapa tuturan penutur yang belum sesuai dengan tingkat tutur dalam bahasa Jawa. Masih banyak penutur yang menggunakan bJN atau bI ketika mereka berbicara dengan mitra tutur yang usianya lebih tua dibandingkan mereka,
111
seharusnya penutur mengggunakan bJK dalam tuturannya. Selain itu, juga terdapat kesalahan dalam beberapa tuturan, di antaranya kesalahan dalam pengucapan kata dan struktur kalimat yang terdapat pada tuturan 8, 11, 28, dan 32. Dari hasil persentase pengguna bahasa Jawa siswa SMP Negeri 1 Batang, ternyata sebagian besar dari siswa yang dijadikan responden sering menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan menggunakan bahasa Jawa ketika di sekolah, terutama dalam situasi formal. Hal tersebut terbukti dengan adanya beberapa tuturan siswa dengan beberapa mitra tutur, seperti guru, teman, petugas perpustakaan, satpam, penjaga sekolah, penjual kantin, siswa sering menyisipkan kata atau kalimat bahasa Indonesia dalam tuturannya tersebut. Pemilihan bahasa yang digunakan oleh siswa SMP Negeri 1 Batang tersebut dikarenakan oleh faktor-faktor, diantaranya: letak geografis, kebiasaan, kemajuan teknologi, dan keadaan sosial ekonomi orang tua.
5.2 Saran Berdasarkan simpulan di atas, dapat disampaikan saran sebagai berikut: 1. Dengan adanya fenomena penggunaan bahasa Jawa di kalangan siswa SMP tersebut, maka perlu adanya penerapan pola pembelajaran mata pelajaran bahasa Jawa yang dapat meningkatkan kompetensi siswa dalam berkomunikasi. 2. Penelitian ini hanya melihat penggunaan bahasa Jawa siswa di ranah pendidikan saja yaitu di sekolah, baik secara eksternal maupun internal berdasarkan jenis kelamin dan tingkatan kelas. Disarankan kepada peneliti yang akan melakukan penelitian lanjutan, akan lebih baik apabila juga melihat
112
penggunaan bahasa Jawa siswa di ranah keluarga, misalnya saja anggota keluarga sebagai partisipan, selain itu juga dapat dilihat berdasarkan latar belakang sosial ekonomi orang tua. Dengan itu kita dapat mengetahui lebih mendalam apa yang melatarbelakangi terjadinya fenomena penggunaan bahasa Jawa di kalangan para siswa tersebut. 3. Disiarankan agar pemerintah lebih memperhatikan lagi dalam membuat kebijakan, misalnya dalam pembuatan kurikulum. Segala sesuatu yang terdapat dalam kurikulum harus sesuai dengan karakteristik masing-masing mata pelajaran, karena setiap mata pelajaran memiliki karakteristik yang berbeda, termasuk muatan lokal bahasa daerah khususnya bahasa Jawa. Diharapkan dengan adanya hasil penelitian tentang penggunaan bahasa di kalangan siswa SMP ini, pemerintah lebih menekankan dan memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan keterampilan berkomunikasi siswa. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat dan terbiasa menggunakan bahasa Jawa dengan baik untuk berkomunikasi dalam kehidupan mereka sehari-hari sesuai dengan tingkat tutur bahasa Jawa.
DAFTAR PUSTAKA
Bloomfield, Leonard. 1995. Language. New York: Holt, Reinhart, & Winston. Bunyi, Grace W. 1997. “Language in Education in Kenyan Schools”. JournalSpringer Education and Language, Volume 5, 1997. Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Chaer, A. dan Leonie Agustina. 2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta. Cruickshank, Ken. 2008. “Arabic-English Bilingualism JournalSpringer Education and Language, 2008.
in
Australia”.
Darwis, Riadi. 2013. “Sikap Berbahasa Para Siswa Sekolah Dasar Islam Terpadu Kabupaten Bandung dalam Kontek Multibahasa”. Proceedings International Seminar Language Maintenance and Shift III 2013. Fishman, Joshua. 1972. The Relationship between Micro- and MacroSociolinguistics in the Study of Who Speaks What Language to Whom and When. In J. B. Pride and Janet Holmes (cds). Sociolinguistics: Selected Readings. Hammondsworth: Penguin Books Ltd. Hardyanto dan Esti Sudi Utami. 2001. Kamus Kecik Bahasa Jawa Ngoko-Krama. Semarang: Lembaga Pengembangan Sastra dan Budaya. Harjawiyana, H. dan Supriya. 2009. Kamus Unggah-Ungguh Basa Jawa. Yogyakarta: Kanisius. Holmes, Janet. 2008. An Introduction Sociolinguistics. New York: Longman. Kalfika, Dewi dkk. 2013. “Sikap Bahasa Siswa Terhadap Bahasa Indonesia: Studi Kasus di SMA Negeri 1 Singaraja”. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia , Volume 2 Tahun 2013. Kamaruddin. 1989. Kedwibahasaan dan Pendidikan Dwibahasa (Pengantar). Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kridalaksana, H. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
113
114
Mahmud, Yane H. 2013. “Penggunaan Bahasa Daerah Gorontalo pada Siswa Kelas IV SDN 4 Telaga Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo”. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Gorontalo. Marhamah, Sakhiyah. 2010. “Pemakaian Bahasa Siswa SMA 1 Garut”. Skripsi. Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia Marnoto. 2007. “Penggunaan Bahasa dalam Ranah Keluarga Muda Jawa di Kabupaten Blora”. Tesis. Universitas Negeri Semarang. Marsono. 1999. Fonetik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. Muin, Fatchul. 2012. “Penggunaan Bahasa Jawa di Kabupaten Barito Kuala Provinsi Kalimantan Selatan: Studi Antropologi Bahasa”. Skripsi. FKIP Unlam Banjarmasin. Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar. Jakarta: Gramedia. Shin-Mei, Kao. 2014. “Multilingual Families and Their Children in Taiwan”. JournalSpringer Briefs in Education, 2015. Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Jakarta: Duta Wacana University Press. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sumarsono dan Paina Partana. 2009. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda dan Pustaka Belajar. Suryadi, M.. 2013. “Generasi Muda Jawa Perkotaan Kagok dengan Bahasa Jawanya Sendiri”. Proceedings International Seminar Language Maintenance and Shift III 2013. Tarigan, H. G. 2009. Pengajaran Kedwibahasaan. Bandung: Angkasa.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel 4.13 Data Responden
DATA RESPONDEN No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34.
Nama Siswa Kelas VII ABDUL HANIF AGUS SETIAWAN AHMAD MAULANA AKHMAD FAUZI AMANDA SALSABILA ANARIA PUTRI YULIANA. R.M ARDHEA KURNIA PRATIWI BAHARUDIN BINTANG SAMUDERA AZKA S. CANDIKA HAMAM ROZAN N. R. CHARISAH AZZAHWA DHABIT ZUSLAM MAJAYA DIMAS TOMMY SAVERA Y. DWI NAFIATUL GHONY EVI TRIVIANA SUFYANING R. EZA RAFI ATTHARIQ FAHRUL AJI FERRI ZULFAROZAK KARIMA DIVA ANDINI LAULA FATTIKHA LU'LUUL MAHMUDAH LUTFAN HANIFUDIN LUTFI FARADILA MEISYA NUR HIDAYAH MUHAMMAD ALI ROSYID MUHAMMAD KHOTIBUL U. MUHAMMAD SAE NAJMA LAZWARDA NUR SAMSIYAH SERLINDA ANE YULAICHA SURYA ANDRIAN PRAYITNO TSULITS AURA AULIYA PUTRI WAHYU SETYAWATI YANUAR NURUL HILAL
115
L/P L L L L P P P L L L P L L P P L L L P P P L P P L L L P P P L P P L
35. 36. 37. 38. 39. 40. 41 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76.
Kelas VIII ADINDA RAHAYU HANDAYANI ANDRE SETIAWAN BAYU PERMATA AJI DINA HALIMATUS SA‟DIYAH DJOPA ANGGERA ERIKA SOFIA YASMIN GALUH WIDIA NINGRUM KHOFIFAH WANDASARI KHOIRUL KAMAL MADINAH SUHENDORO MIFTAHUDIN MOCHAMAD SYAIFUL IMAM MUHAMMAD AMMAR P. MUHAMMAD IQBAL A. MUHAMMAD NAILUL HUDA NADIA AMALIA PINKA NAHDA PRARIZTITA PURWANTO RILA FITRIANI RIRIS IKA SAPUTRI RIZAL BARMAWAN RIZQI WAHYU NURROKHMAH TEGAR WAHYU PRAYUDHA TEGUH SLAMET RUDIANZAH TRI CHOIRUL IMAM ULYA DIAH FITRIANA VENNY EKA SABILA YULIANI EKA PUTRI ZULFA NURHANIFAH Kelas IX ADINDA BANGKIT RAMADHAN ALYSIA NURKHALISHA ANDRIY PRASTIYO ANIP KURNIA CITRA AMALIA DEFTENDI NOVIANTO DWI GANI WIDIYANTO EDI PURWANTO ELITA ROYANTI ELSA SAFIRA HANIFEGAN VARIANTO ZUFAR IDA PERMATA SARI KARTIKA DWI SEPTIANA
116
P L L P L P P P L P L L L L L P P L P P L P L L L P P P P L P L P P L L L P P L P P
77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. 88. 89. 90. 91. 92.
KHARISMA PUSPA NAGARI MELIANA SYARIFAH MISBAKHUL ULUM MOHAMMAD IQBAL MUHAMMAD ZHUR RIFQI MUTHOHIROH LAYLI YUSUFI NUROH YUNIWATI RACHAEL ALFIA R. SEPTIA WIZAR ANGGRIANI SILVANI ADININGTYAS SYAMSUL HUDA TITIN SUMARNI TRI NURHIDAYAH TUBAGUS GALIH WIBOWO VIVID DINTA PRADANA YANI AMALIA ARIFIANI
117
P P L L L P P P P P L P P L L P
Lampiran 2
DAFTAR PERTANYAAN KUESIONER LATAR BELAKANG RESPONDEN 1.
Jenis kelamin A. Pria B. Wanita
2.
Usia A. Di bawah 12 tahun B. 12 tahun C. 13 tahun D. 14 tahun E. 15 tahun F. Di atas 15 tahun
3.
Kelas A. VII B. VIII C. IX
4.
Lahir di A. Batang, kecamatan ................. B. ................................................
5.
Lama tinggal di Batang A. Kurang dari 5 tahun B. Antara 5-10 tahun C. Antara 10-15 tahun D. Seumur hidup
6.
Bahasa pertama A. Bahasa Jawa B. Bahasa Indonesia C. Bahasa Asing D. Bahasa Daerah Lain
7.
Bagaimana penggunaan bahasa pertama Anda? A. Lancar (dengar, bicara, tulis) B. Dapat berbicara C. Hanya mengerti saja
118
8.
Bahasa apa saja yang Anda kuasai selain bahasa pertama? A. Bahasa Jawa B. Bahasa Indonesia C. Bahasa Asing (sebutkan) ................. D. Bahasa Daerah Lain (sebutkan) .................
9.
Sejak kapan Anda dapat berbahasa Jawa? A. Sejak kecil B. Sejak bersekolah dasar (sebutkan tingkatan kelasnya) ................. C. Sejak bersekolah menengah pertama (sebutkan tingkatan kelasnya) .................
10. Bagaimana penguasaan bahasa Jawa Anda? A. Lancar (dengar, bicara, tulis) B. Dapat berbicara C. Hanya mengerti saja 11. Sejak kapan Anda dapat berbahasa Indonesia? A. Sejak kecil B. Sejak bersekolah dasar (sebutkan tingkatan kelasnya) ................. C. Sejak bersekolah menengah pertama (sebutkan tingkatan kelasnya) ................. 12. Bagaimana penguasaan bahasa Indonesia Anda? A. Lancar (dengar, bicara, tulis) B. Dapat berbicara C. Hanya mengerti saja IDENTITAS 13. Berasal dari manakah Ayah Anda? A. Batang B. Daerah lainnya (sebutkan) ................. 14. Berasal dari manakah Ibu Anda? A. Batang B. Daerah lainnya (sebutkan) ................. 15. Apakah Anda mempunyai Saudara di daerah lain selain Jawa Tengah? A. Ya (sebutkan nama daerahnya) ................. B. Tidak 16. Apakah Anda sering mengunjungi mereka? A. Ya B. Tidak
119
17. Bahasa apa yang digunakan di keluarga Anda jika sedang berkumpul? A. Bahasa Jawa B. Bahasa Indonesia C. Bahasa Daerah lainnya (sebutkan) ................. D. Bahasa Asing (sebutkan) ................. E. Bahasa Campuran (sebutkan) ................. PEMAKAIAN BAHASA 18. Bahasa apakah yang Anda gunakan sehari-hari kepada ayah Anda di rumah? A. Bahasa Jawa B. Bahasa Indonesia C. Bahasa Daerah Lainnya (sebutkan) ................. D. Bahasa Asing (sebutkan) ................. E. Bahasa Campuran (sebutkan) ................. 19. Bahasa apakah yang Anda gunakan sehari-hari kepada ibu Anda di rumah? A. Bahasa Jawa B. Bahasa Indonesia C. Bahasa Daerah Lainnya (sebutkan) ................. D. Bahasa Asing (sebutkan) ................. E. Bahasa Campuran (sebutkan) ................. 20. Bahasa apakah yang Anda gunakan sehari-hari kepada guru Anda di sekolah saat belajar di dalam kelas? A. Bahasa Jawa B. Bahasa Indonesia C. Bahasa Daerah Lainnya (sebutkan) ................. D. Bahasa Asing (sebutkan) ................. E. Bahasa Campuran (sebutkan) ................. 21. Bahasa apakah yang Anda gunakan sehari-hari kepada teman-teman Anda di sekolah saat belajar di dalam kelas? A. Bahasa Jawa B. Bahasa Indonesia C. Bahasa Daerah Lainnya (sebutkan) ................. D. Bahasa Asing (sebutkan) ................. E. Bahasa Campuran (sebutkan) ................. 22. Bahasa apakah yang Anda gunakan sehari-hari kepada warga sekolah selain guru dan teman saat berada di dalam kelas? A. Bahasa Jawa B. Bahasa Indonesia C. Bahasa Daerah Lainnya (sebutkan) ................. D. Bahasa Asing (sebutkan) ................. E. Bahasa Campuran (sebutkan) .................
120
23. Bahasa apakah yang Anda gunakan sehari-hari kepada guru Anda di sekolah jika di luar kelas? A. Bahasa Jawa B. Bahasa Indonesia C. Bahasa Daerah Lainnya (sebutkan) ................. D. Bahasa Asing (sebutkan) ................. E. Bahasa Campuran (sebutkan) ................. 24. Bahasa apakah yang Anda gunakan sehari-hari kepada teman-teman Anda di sekolah jika di luar kelas? A. Bahasa Jawa B. Bahasa Indonesia C. Bahasa Daerah Lainnya (sebutkan) ................. D. Bahasa Asing (sebutkan) ................. E. Bahasa Campuran (sebutkan) ................. 25. Bahasa apakah yang Anda gunakan sehari-hari kepada warga sekolah selain guru dan teman saat berada di luar kelas? A. Bahasa Jawa B. Bahasa Indonesia C. Bahasa Daerah Lainnya (sebutkan) ................. D. Bahasa Asing (sebutkan) ................. E. Bahasa Campuran (sebutkan) ................. 26. Bahasa apakah yang Anda gunakan jika berdoa dalam hati? A. Bahasa Jawa B. Bahasa Indonesia C. Bahasa Daerah Lainnya (sebutkan) ................. D. Bahasa Asing (sebutkan) ................. E. Bahasa Campuran (sebutkan) ................. 27. Bahasa apakah yang Anda gunakan jika menghitung dalam hati? A. Bahasa Jawa B. Bahasa Indonesia C. Bahasa Daerah Lainnya (sebutkan) ................. D. Bahasa Asing (sebutkan) ................. E. Bahasa Campuran (sebutkan) ................. 28. Bahasa apakah yang Anda gunakan jika berbicara dalam hati? A. Bahasa Jawa B. Bahasa Indonesia C. Bahasa Daerah Lainnya (sebutkan) ................. D. Bahasa Asing (sebutkan) ................. E. Bahasa Campuran (sebutkan) .................
121
LAIN-LAIN 1. Tanggal wawancara : .......................................................................... 2. Waktu mulai
: ..........................................................................
3. Waktu selesai
: ..........................................................................
4. Nama Responden
: ..........................................................................
5. Alamat
: ..........................................................................
6. Suasana wawancara : .......................................................................... 7. Catatan
: ..........................................................................
PEDOMAN DAFTAR PERTANYAAN WAWANCARA
1.
Dalam topik pembicaraan apa sajakah bahasa Jawa digunakan?
2.
Dalam topik pembicaraan apa sajakah bahasa Indonesia digunakan?
3.
Apakah penggunaan bahasa Jawa Anda anggap penting? Jika YA, mengapa? Jika TIDAK, mengapa?
4.
Apakah penggunaan bahasa Indonesia Anda anggap penting? Jika YA, mengapa? Jika TIDAK, mengapa?
122
Lampiran 3 KARTU DATA Nomor Data 2 KONTEKS
P MT
P
MT
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Meliana Syafirah Kelas : IX Ngoko Usia : 15 : TUTURAN ANTARA SISWA IX B (P) DENGAN GURU (MT) DI DALAM KELAS KETIKA AKAN MEMULAI UJIAN PRAKTIK BAHASA JAWA. : „Yang nonton sini.‟ [yaŋ nɔntɔn sini.] : “Eh, ingkang ningali mriki, terus yang maju nanti ora nginjak karpet lho.” [eh, Iŋkaŋ niŋali mriki, terUs yaŋ maju nanti ora ŋinjak karpεt lho.] „Eh, yang nonton di sini, lalu yang maju nanti tidak menginjak karpet lho.‟ : “Ora nginjak karpet?” [ora ŋinjak karpεt?] „Tidak menginjak karpet?‟ : “He’em.” [hə’əm.] „Iya.‟
Dari wacana tuturan (2) di atas dapat dilihat bahwa terjadi proses campur kode yang dilakukan oleh penutur berupa sisipan bI dalam bJ, yaitu pada kata „nginjak‟ dalam kalimat tuturan “Ora nginjak karpet?”. Hal itu dimaksudkan untuk memantapkan pernyataan yang sudah dituturkan oleh mitra tutur, bahwa yang maju membaca geguritan tidak boleh menginjak karpet. Dalam tuturan tersebut penutur hanya menggunakan bJN, jika dilihat dari konteksnya yang pada saat itu adalah mata pelajaran bahasa Jawa dan mitra tuturnya adalah guru, seharusnya penutur menggunakan bJK.
123
Nomor Data
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Dwi Gani W. dan Deftendi N. Kelas : IX Ngoko Usia : 14 dan 15 KONTEKS : TUTURAN ANTARA DUA ORANG SISWA IX B DI DALAM KELAS YANG SEDANG BERSIAP-SIAP UJIAN PRAKTIK MEMBACA GEGURITAN. 3
P
MT
P
MT
P
MT
P
MT
P
: “He lha bukune kok ora ana, Dod?” [he lha bukune kɔk ora ɔnɔ, dɔd?] „Bukunya kok tidak ada, Dod?‟ : “Lha wis dibagi si.” [lha wIs dibagi si.] „Kan sudah dibagi.‟ : “Lha aku ora ana.” [lha aku ora ɔnɔ.] „Punya saya tidak ada.‟ : “Hello.” [hello.] „Halo.‟ : “Lha dibagi kapan?” [lha dibagi kapan?] „Memang dibagi kapan?‟ : “Pas sakdurunge ulangan.” [pas sakduruŋe ulaŋan.] „Sebelum ulangan.‟ : “Jumat wingi kae?” [jumat wiŋi kae?] „Jumat kemarin?‟ : “Iya.” [iyɔ.] „Iya.‟ : “Lha aku ora masuk wingi kae.” [lha aku ora masUk wiŋi kae.] „Saya kemarin tidak masuk.‟ Wacana tuturan (3) di atas merupakan proses campur kode dari tuturan
penutur. Campur kode tersebut dengan dasar bJ yang disisipi bI „masuk‟, yang terdapat pada kalimat tuturan “Lha aku ora masuk wingi kae”. Hal itu dimaksudkan penutur kepada mitra tutur untuk menekankan pernyataan penutur
124
atas ketidakhadirannya di sekolah. Penutur dan mitra tutur adalah sama-sama siswa dan seumuran, jadi mereka menggunakan bJN.
125
Nomor Data 5 KONTEKS
MT
P
MT
P
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Mohammad Iqbal Kelas : IX Krama Usia : 15 : TUTURAN ANTARA GURU (MT) DENGAN SEORANG SISWA IX B (P) DI DALAM KELAS DI SELA UJIAN PRAKTIK BAHASA JAWA. : “Badhe majeng bibar sekolah saged. Nggih, mumpung bali gasik.” [badhe majəŋ bibar səkolah sagəd. ŋgIh, mumpUŋ bali gasik.] „Mau maju setelah pulang sekolah bisa. Ya, mumpung pulang lebih awal.‟ : “Boten enten jam tambahan.” [mbɔtən wɔntən jam tambahan.] „Tidak ada jam tambahan.‟ : “Boten wonten jam tambahan? Lha nggih, ingkang badhe majeng wangsul sekolah sinten?” [mbɔtən wɔntən jam tambahan? lha ŋgIh, Iŋkaŋ badhe majəŋ waŋsUl səkolah sintən?] „Tidak ada jam tambahan? Iya, yang mau maju pulang sekolah siapa?‟ : „Semuanya, Bu.‟ [səmuaña, Bu.]
Wacana tuturan (5) di atas merupakan proses campur kode dari tuturan penutur. Campur kode tersebut dengan dasar bJ yang disisipi bI „jam tambahan‟, yang terdapat pada kalimat tuturan “Boten enten jam tambahan”. Hal itu dimaksudkan penutur untuk memberi tahu mitra tutur bahwa pada hari itu tidak ada jam tambahan setelah pulang sekolah. Dalam tuturan tersebut, seharusnya penutur seutuhnya menggunakan bJK, karena konteksnya pada saat mata pelajaran bahasa Jawa dan mitra tuturnya adalah guru.
126
Nomor Data 10 KONTEKS
MT
P MT
P
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Dina Halimatus S. Kelas : VIII Krama Usia : 14 : TUTURAN ANTARA GURU (MT) DENGAN SEORANG SISWA VIII C (P) DI DALAM KELAS KETIKA AKAN MEMBAHAS SOAL ULANGAN TENGAH SEMESTER : “Intine, menawi tipe-xan tak salahke, coret.” [intine, mənawi tip-εk an tak salahke, corεt.] „Intinya, kalau ditipe-xsaya salahkan, coret.‟ : “Karena kenapa si Bu?” [karəna kənapa si Bu?] : “Ibu kan wis ngendika, tipe-x an coret. Mending dicoret tulis salah coret, ngan sebelahe utawi jejere, ya.” [ibu kan wIs ŋəndikɔ, tip-εk an corεt. məndIŋ dicorεt tulIs salah corεt, ŋan səbəlahe utawi jεjεre, yɔ.] „Ibu sudah bilang, memakai tipe-x coret. Lebih baik salah dicoret, lalu ditulis di sebelahnya, ya.‟ : “Nggih.” [ŋgIh.] „Iya.‟
Dalam wacana tuturan (10) di atas terjadi proses alih kode yang dilakukan oleh penutur. Pada awalnya penutur menggunakan kode bI “Karena kenapa si Bu?” kemudian beralih kode bJK “Nggih”. Hal itu dilakukan penutur untuk menyesuaikan tuturan mitra tutur yang menggunakan bJ. Dalam tuturan tersebut penutur hanya menggunakan satu kata dalam bJK yaitu “Nggih”, jika dilihat dari konteksnya yang pada saat itu adalah mata pelajaran bahasa Jawa dan mitra tuturnya adalah guru, seharusnya dari awal tuturan penutur menggunakan bJK.
127
Nomor Data 11A KONTEKS
P
MT
P
MT
P
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Dina H. S. Dan Zulfa N. Kelas : VIII Ngoko Usia : 14 : TUTURAN ANTARA DUA ORANG SISWI VIII C DI DALAM KELAS SETELAH DIBAGIKAN HASIL ULANGAN TENGAH SEMESTER. : “Din, kowe nilaine pira?” [ḍin, kowe nilaIne pirɔ?] „Din, kamu nilainya berapa?‟ : “Aku nilaine wolu sanga we. Kowe nilaimu pira?” [aku nilaIne wɔlu sɔŋɔ we. Kowe nilaImu pirɔ?] „Saya nilainya delapan puluh sembilan. Nilai kamu berapa?‟ : “Aku sanga siji.” [aku sɔŋɔ siji.] „Saya sembilan puluh satu.‟ : “Kok akeh o.” [kɔk akεh ɔ.] „Banyak ya.‟ : “Alhamdulillah.” [alhamdulillah.] „Alhamdulillah.‟
Dalam wacana tuturan (11A) di atas terjadi proses alih kode yang dilakukan oleh penutur. Pada awalnya penutur menggunakan kode bJN “Aku sanga siji”kemudian beralih kode bAr “Alhamdulillah”. Hal itu dilakukan penutur untuk mengungkapan rasa syukur atas nilai yang diperolehnya. Dalam wacana tersebut juga terjadi kesalahan stuktur kalimat, yaitu pada kalimat “Kowe nilaimu pira?”, seharusnya “Nilaimu pira?”. Hal ini disebabkan karena mereka terbiasa menggunakan bahasa Indonesia, jadi mereka sedikit kagok ketika mengucapkannya dalam bahasa Jawa. Penutur dan mitra tutur adalah sama-sama siswa dan seumuran, jadi mereka menggunakan bJN.
128
Nomor Data 13 KONTEKS
MT
P MT
P
MT
P
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Dian Enggar Kelas : VIII Krama Usia : 13 : TUTURAN ANTARA GURU (MT) DENGAN SEORANG SISWI VIII E (P) DI DALAM KELAS KETIKA AKAN MEMBAGI KELOMPOK DISKUSI. : “Ngene wae, sinten ingkang ketua kelase?” [ŋene wae, sintən Iŋkaŋ kətua kəlase?] „Seperti ini, siapa ketua kelasnya?‟ : „Saya.‟ [saya.] : “Ngene wae Nggar, ngono kan paham kelasmu sing pinter endi, sing sedhengan endi, sing ora ngerti endi. Mpun ngertos nggih?” [ŋene wae ŋgar, ŋono kan paham kəlasmu sIŋ pintər əndi, sIŋ səḍəŋan əndi, sIŋ ora ŋərti əndi. mpUn ŋərtos ŋgIh?] „Seperti ini saja Nggar, kamu paham kelas kamu yang pintar siapa, yang sedang siapa, yang tidak tahu siapa, sudah tahu ya?‟ : “Nggih.” [ŋgIh.] „Iya.‟ : “Nah baginen kuwi, dadi sakelompok isine cah pinter, bocah sedhengan, bocah ora ngerti. Bisa mbagi?” [nah baginən kuwi, dadi sakəlɔmpɔk isine cah pintər, bocah səḍəŋan, bocah ora ŋərti. bisɔ mbagi?] „Sekarang dibagi, jadi satu kelompok isinya anak pintar, sedang, yang tidak tahu. Bisa membaginya?‟ : „Jangan Bu jangan.‟ [jaŋan Bu jaŋan.]
Dalam wacana tuturan (13) di atas terjadi proses alih kode yang dilakukan oleh penutur. Pada awalnya penutur menggunakan kode bI „Saya‟ kemudian beralih kode bJK “Nggih”dan beralih kode lagi ke bI „Jangan Bu jangan‟. Hal itu dilakukan penutur sebagai bentuk penolakan tuturan mitra tutur. Dalam tuturan tersebut penutur hanya menggunakan satu kata dalam bJK yaitu “Nggih”, jika dilihat dari konteksnya pada saat itu adalah mata pelajaran bahasa Jawa dan mitra tuturnya adalah guru, seharusnya dari awal tuturan penutur menggunakan bJK.
129
Nomor Data
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Djopa Anggera dan Tegar W. P. Kelas : VIII Ngoko Usia : 13 KONTEKS : TUTURAN ANTARA DUA ORANG SISWA VIII C DI DALAM KELAS KETIKA GURU SEDANG KELUAR UNTUK MENGAMBIL BUKU DI RUANG GURU. 14
P
MT
P
MT
P
MT
P
: “Kowe mau bengi ndelok bal ora?” [kowe mau mbəŋi ndəlɔk bal ora?] „Kamu tadi malam menonton sepak bola apa tidak?‟ : “Ora, sing maen ngendi?” [ora, sIŋ maen ŋəndi?] „Tidak, yang main mana?‟ : “Sing maen MU karo Liverpool, loro siji.” [sIŋ maen εmyu karo livərpul, loro siji.] „Yang main MU lawan Liverpool, dua satu.‟ : “Sing ngegolke sapa?” [sIŋ ŋəgolke sɔpɔ?] „Yang mencetak gol siapa?‟ : “Juan Mata kabeh.” [juan mata kabεh.] „Juan Mata semua.‟ : “Menit kepira?” [mənIt kəpirɔ?] „Menit keberapa?‟ : “Menit ke tujuh puluh dua karo delapan puluh dua.” [mənIt kə tujuh puluh ḍua karo ḍəlapan puluh ḍua.] „Menit ke tujuh puluh dua sama delapan puluh dua.‟ Dari wacana tuturan (14) di atas dapat dilihat bahwa terjadi proses campur
kode yang dilakukan oleh penutur berupa sisipan bI dalam bJ, yaitu pada kata „tujuh puluh dua‟ dan „delapan puluh dua‟ dalam kalimat tuturan “Menit ke tujuh puluh dua karo delapan puluh dua.”. Hal itu dimaksudkan penutur untuk memberikan keterangan berupa jawaban yang ditanyakan oleh mitra tutur mengenai menit keberapa MU mencetak gol. Penutur dan mitra tutur adalah samasama siswa dan seumuran, jadi mereka menggunakan bJN.
130
Nomor Data 19 KONTEKS
MT P1 MT P1
P2
MT P2 MT
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Gilang dan Dhani R. Kelas : IX Ngoko Usia : 15 dan 14 : TUTURAN ANTARA GURU (MT) DENGAN DUA ORANG SISWA KELAS IX A (P1 DAN P2) DI KANTIN. : „Gilang, kamu VIII B, IX B?‟ [gilaŋ, kamu ḍəlapan B, səmbilan B?] : „IX A.‟ [səmbilan A.] : „IX B ada pelajaran nggak?‟ [səmbilan B aḍa pəlajaran ŋgak?] : “Pelajaran ora ya? [pəlajaran ora yɔ?] „Pelajaran tidak ya?‟ : “Kayane ora.” [kɔyɔne ora.] „Sepertinya tidak.‟ : „Nggak ada?‟ [ŋgak aḍa?] : „Nggak ada.‟ [ŋgak aḍa?] : „Ya udah.‟ [ya uḍah.]
Dalam wacana tuturan (19) di atas terjadi proses alih kode yang dilakukan oleh P2. Pada awalnya P2 menggunakan kode bJN “Kayane ora” kemudian beralih kode bI „Nggak ada‟. Hal itu dilakukan P2 untuk menyesuaikan tuturan mitra tutur yang menggunakan bI. Meskipun mitra tutur menggunakan bI, seharusnya penutur menjawab pertanyaan mitra tutur menggunakan bJK. Kesalahan pengucapan dilakukan oleh P2, seharusnya kata „kayane‟ diucapkan [kayane] bukan [kɔyɔne].
131
Nomor Data 20 KONTEKS
P MT P
MT P
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Nessya Putri S. Kelas : VII Krama dan Ngoko Usia : 12 : TUTURAN ANTARA SISWI KELAS VII (P) DENGAN SALAH SATU GURU (MT) KETIKA BERADA DI KANTIN KEJUJURAN. : „Bu Dinok.‟ [bu ḍinɔk.] : „Iya.‟ [iya.] : “Tumbas sosise tiga. Eh kok tiga, aja ding lima ribu, iki ha’a?” [tumbas sɔsise tiga. eh kɔk tiga, ɔjɔ ḍIŋ lima ribu, iki ha’a?] „Beli sosinya tiga. Eh kok tiga, lima ribu saja, ini ya?‟ : „Iya, ambil.‟ [iya, ambil.] : „Makasih Bu Dinok.‟ [makasih bu ḍinɔk.]
Dari wacana tuturan (20) di atas dapat dilihat bahwa terjadi proses campur kode yang dilakukan oleh penutur berupa sisipan bI dalam bJ, yaitu pada kata „tiga‟ dan „lima ribu‟ dalam kalimat tuturan “Tumbas sosise tiga. Eh kok tiga, aja ding lima ribu, iki ha’a?”. Hal itu dimaksudkan penutur untuk menekankan berapa banyak sosis yang akan dibeli oleh penutur. Dalam konteks wacana tersebut seharusnya penutur menggunakan bJK bukan bJN, karena mitra tuturnya adalah seorang guru meskipun bukan guru bahasa Jawa yang secara usia lebih tua dibandingkan penutur.
132
Nomor Data 22 KONTEKS
P
MT
P
MT
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Frida Kelas : IX Ngoko Usia :15 : TUTURAN ANTARA PENJUAL KANTIN DENGAN SEORANG SISWI KELAS IX KETIKA BERADA DI KANTIN. : “Iki isih mahal Bu o?” [iki isIh mahal bu ɔ?] „Ini masih mahal ya Bu?‟ : “He.em.” [hə’əm.] „Iya.‟ : “Mosok Bu?” [mɔsɔk bu?] „Yang benar Bu?‟ : “Iki duren lokal, duren enak temenan dadine empat puluh ribu.” [iki durεn lokal, durεn enak təmənan dadine əmpat puluh ribu.] „Ini durian lokal, durian yang benar-benar enak jadi empat puluh ribu.‟
Dari wacana tuturan (22) di atas dapat dilihat bahwa terjadi proses campur kode yang dilakukan oleh penutur berupa sisipan bI dalam bJ, yaitu pada kata „mahal‟ dalam kalimat tuturan “Iki isih mahal Bu o?”. Hal tersebut dimaksudkan penutur untuk memastikan bahwa harga durian masih mahal. Dalam konteks wacana tersebut seharusnya penutur menggunakan bJK bukan bJN atau bI, karena mitra tuturnya adalah seorang penjual di kantin yang secara usia lebih tua dibandingkan penutur.
133
Nomor Data 23 KONTEKS
P1
MT
P2
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Elrico, Rifqi, dan Andriy Kelas : IX Ngoko Usia : 15 : TUTURAN ANTARA TIGA ORANG SISWA KELAS IX KETIKA DI DEPAN LABORATORIUM IPA. : “Kowe mangkat jam loro ya, nek kowe mangkat setengah telu tiket wis ning calo kabeh.” [kowe maŋkat jam loro yɔ, nεk kowe maŋkat sətəŋah təlu tikεt wIs nIŋ calo kabεh.] „Kamu berangkat jam dua ya, kalau kamu berangkat setengah tiga tiket sudah di calo semua.‟ : “Calo ki nganggone klambine apa?” [calo ki ŋaŋgone klambine ɔpɔ?] „Calo itu memakai baju apa?‟ : “Ora klambinan, sarungan othok karo pecinan.” [ora klambinan, saruŋan oṭok karo pεcinan.] „Tidak memakai baju, hanya memakai sarung dan peci.‟
Wacana tuturan (23) di atas merupakan proses campur kode dari tuturan penutur. Campur kode tersebut dengan dasar bJ yang disisipi bI „tiket‟, yang terdapat pada kalimat tuturan “Kowe mangkat jam loro ya, nek kowe mangkat setengah telu tiket wis ning calo kabeh”. Hal itu dilakukan penutur karena penutur terbiasa menggunakan kata tiket seperti yang diucapkan oleh banyak orang pada umunya ketika ada pertandingan sepak bola. Penutur dan mitra tutur adalah samasama siswa dan seumuran, jadi mereka menggunakan bJN.
134
Nomor Data 24 KONTEKS
P
MT P
MT P MT P MT P
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Nova Amelia Kelas : VIII Krama Usia : 13 : TUTURAN ANTARA GURU (MT) DENGAN SEORANG SISWI KELAS VIII KETIKA JAM ISTIRAHAT DI KANTIN. : “Assalamualaikum.” [assalamualaikum.] „Assalamualaikum.‟ : „Mel....‟ [mεl....] : “Dalem.” [daləm.] „Iya.‟ : „Itu udah selesai.‟ [itu uḍah sələsaI.] : „Apanya?‟ [apaña?] : „Koreksiannya.‟ [korεksiannya.] : „Nilai saya berapa, Pak?‟ [nilaI saya bərapa, Pak?] : „Kebanyakan sembilan semua.‟ [kəbañakan səmbilan səmua.] : “Alhamdulillah.” [alhamdulillah.] „Alhamdulillah.‟
Dalam wacana tuturan (24) di atas terjadi proses alih kode yang dilakukan oleh penutur. Pada awalnya penutur menggunakan kode bAr “Assalamualaikum” kemudian beralih kode bJK “dalem” dan beralih kode lagi ke bI „Apanya?‟. Hal itu dilakukan oleh penutur untuk menyesuaikan tuturan mitra tutur menggunakan bI. Penutur hanya menggunakan satu kata dalam bJK yaitu “Dalem”, jika dilihat dari mitra tuturnya yang merupakan salah satu guru meskipun bukan guru bahasa Jawa, akan lebih baik jika penutur menggunakan bJK.
135
Nomor Data 29 KONTEKS
P
MT P
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Risfan Nasyihin Kelas : VII Krama Usia : 12 : TUTURAN ANTARA SISWA KELAS VII (P) DENGAN PENJUAL KANTIN (MT) KETIKA BERADA DI KANTIN. : “Tambahe gorengan dua, pinten?” [tambahe gorεŋan ḍua, pintən?] „Tambahnya gorengan dua, berapa?‟ : “Gorengan dua, bakso, lima ribu.” [gorεŋan ḍua, bakso, lima ribu.] : “Matur nuwun.” [matUr nuwUn.] „Terima kasih.‟
Wacana tuturan (29) di atas merupakan proses campur kode dari tuturan penutur. Campur kode tersebut dengan dasar bJ yang disisipi bI „dua‟, yang terdapat pada kalimat tuturan “Tambahe gorengan dua, pinten?”. Hal itu dilakukan oleh penutur untuk menekankan pernyataannya kepada mitra tutur. Dalam konteks wacana tersebut seharusnya penutur seutuhnya menggunakan bJK, karena mitra tuturnya adalah seorang penjual di kantin yang secara usia lebih tua dibandingkan penutur.
136
Nomor Data 32A KONTEKS
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Dina Halimatus S. Kelas : VIII Ngoko Usia : 14 : TUTURAN ANTARA SEORANG SISWI KELAS VIII (P) DENGAN SALAH SATU PETUGAS PERPUSTAKAAN (MT) KETIKA BERADA DI PERPUSTAKAAN. : “Pak Aris, ning kene kuwi ana buku crita rak Pak?” [pak arIs, nIŋ kene kuwI ənə buku crita rak pak?] „Pak Aris, di sini ada buku cerita apa tidak Pak?‟ : „Ceritanya apa?‟ [cəritanya apa?] : „Cerita terserah.‟ [cərita tərsərah.] : „Ini banyak, fiksi.‟ [ini bañak, fiksi.] : “Ini wae” [ini wae.] „Ini saja.‟ : „Buat apa?‟ [buat apa?] : “Bahasa Indonesia, nanti pulange tak kembaliin Pak o.” [bahasa inḍonesia, nanti pulaŋe tak kəmbaliin Pak ɔ.]
P
MT P MT P
MT P
Dalam wacana tuturan (32A) di atas terjadi proses alih kode yang dilakukan oleh penutur. Pada awalnya penutur menggunakan kode bJN “Pak Aris, ning kene kuwi ana buku crita rak Pak?” kemudian beralih kode bI „Cerita terserah‟. Hal itu dilakukan oleh penutur untuk menyesuaikan tuturan mitra tutur yang juga menggunakan bI dari awal tuturan. Dalam wacana tuturan tersebut juga terdapat kesalahan pengucapan kata, yaitu pada kata “kuwi”. Penutur mengucapkan „[kuwI]‟, seharusnya diucapkan „[kuwi]‟. Dalam konteks wacana tersebut seharusnya penutur menggunakan bJK bukan bJN, karena mitra tuturnya adalah seorang petugas perpustakaan yang secara usia lebih tua dibandingkan penutur.
137
Nomor Data 34 KONTEKS
P
MT
P
MT P MT P MT P
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Galuh Widia N. Kelas : VIII Ngoko Usia : 13 : TUTURAN ANTARA SISWI KELAS VIII (P) DENGAN SATPAM (MT) KETIKA BERADA DI DEPAN RUANG MUSIK. : “Pak Rus, Pak lha nek apak pesen klambi PKS ki piye Pak?” [pak rUs, pak lha nεk apak pεsεn klambi PKS ki piye pak?] „Pak Rus, Pak kalau mau pesan baju PKS bagaimana Pak?‟ : “Klambi apa kaos?” [klambi ɔpɔ kaɔs?] „Baju apa kaos?‟ : “Ha‟a ding kaos.” [ha’a dIŋ kaɔs.] „Iya, maksudnya kaos.‟ : “Ya semuanya didata saja ada berapa orang, minimal itu lima.” [ya səmuanya ḍiḍata saja aḍa bərapa oraŋ, minimal itu lima.] : “Minimal lima?” [minimal lima?] : “Tiga puluh eh dua puluh, satu kodi.” [tiga puluh eh ḍua puluh, satu koḍi.] : “Wah minimal dua puluh?” [wah minimal ḍua puluh?] : “Minimal ya dua puluh satu kodi.” [minimal ya ḍua puluh satu koḍi.] : “Terima kasih Pak Rus.” [tərima kasih pak rUs.]
Dalam wacana tuturan (34) di atas terjadi proses alih kode yang dilakukan oleh penutur. Pada awalnya penutur menggunakan kode bJN “Ha’a ding kaos” kemudian beralih kode bI „Minimal lima?‟. Hal itu dilakukan penutur untuk menyesuaikan tuturan mitra tutur yang menggunakan bI pada tuturan mitra tutur sebelumnya. Dalam konteks wacana tersebut seharusnya penutur menggunakan bJK bukan bJN, karena mitra tuturnya adalah seorang satpam yang secara usia lebih tua dibandingkan penutur.
138
Nomor Data 35 KONTEKS
P
MT P MT P
Ragam Bahasa yang Digunakan
Penutur
Nama : Rizal Kelas : VIII Ngoko Usia : 14 : TUTURAN ANTARA SISWA KELAS IX (P) DENGAN SALAH SATU PETUGAS PERPUSTAKAAN (MT) KETIKA BERPAPASAN DI DEPAN KELAS VIII D. : “Perpus dinggo ora Mas Din, perpus?” [pərpus diŋgo ora mas dIn, pərpus?] „Perpus dipakai apa tidak Mas Din?‟ : „Perpus gimana?‟ [pərpus gimana?] : „Kosong?‟ [kɔsɔng?] : „Ada Mas Aris.‟ [aḍa mas aris.] : „Makasih Mas.‟ [makasih mas.]
Dalam wacana tuturan (35) di atas terjadi proses alih kode yang dilakukan oleh penutur. Pada awalnya penutur menggunakan kode bJN “Perpus dinggo ora Mas Din, perpus?” kemudian beralih kode bI „Kosong?‟. Hal itu dilakukan penutur untuk menyesuaikan tuturan mitra tutur yang menggunakan bI pada tuturan mitra tutur sebelumnya. Dalam konteks wacana tersebut seharusnya penutur menggunakan bJK bukan bJN, karena mitra tuturnya adalah seorang petugas perpustakaan yang secara usia lebih tua dibandingkan penutur.
139
Lampiran 4 Surat Permohonan Izin Penelitian
140
Lampiran 5 Surat Selesai Penelitian
141
Lampiran 6 Surat Keputusan Dosen Pembimbing
142