TEMU ILMIAH IPLBI 2016
Penggunaan Alat Tangkai Bercabang untuk Mendeteksi Air Bawah Tanah Penyebab Longsor (Kasus di Perumahan Trangkil-Semarang) Etty E. Listiati, Tri Hesti Mulyani Program Studi Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Katolik Soegijapranata.
Abstrak Bencana longsor yang terjadi di Perumahan Trangkil pada tahun 2014, selain disebabkan oleh adanya hujan deras yang mengguyur di daerah tersebut, juga disebabkan oleh adanya jenis tanah lempung yang bersifat licin kalau kena air. Penelitian yang telah dilakukan merupakan penelitian tentang aliran air bawah tanah penyebab longsor di Perumahan Trangkil Semarang, yang merupakan kelanjutan dari penelitian sebelumnya yang juga melihat adanya bencana longsor di perumahan Trangkil. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat adanya aliran bawah tanah penyebab longsor di Perumahan Trangkil. Penelitian ini merupakan penelitian analisis deskriptif, yang bersifat menjelaskan data, hasil pengamatan/penelitian dan wawancara yang telah dilakukan. Salah satu alat penelitian yang digunakan adalah alat tangkai bercabang. Alat tersebut merupakan alat pendeteksi adanya aliran air bawah tanah (radiasi teristis). Dengan penggunaan alat tangkai bercabang, maka dapat dipastikan bahwa di perumahan Trangkil terdapat aliran air bawah tanah.
Kata-kunci : aliran,air, bercabang, longsor, tanah
Pengantar Hujan yang deras menjadi penyebab bencana longsor di Perumahan Trangkil, yaitu perumahan yang terletak di perbukitan di Semarang. Bencana longsor yang cukup besar tersebut, mengakibatkan beberapa rumah hancur. Hal tersebut terjadi pada awal tahun 2014, tepatnya 23 Januari 2014. Perumahan Trangkil terdiri atas Perumahan Trangkil Sejahtera yang dibangun sekitar tahun 1994, sedangkan pe-rumahan Trangkil Baru dibangun pada tahun 2011. Rumah yang hancur banyak terjadi di Perumahan Trangkil Baru, yang lokasinya lebih rendah dibandingkan dengan Perumahan Trangkil Sejahtera. Sehubungan dengan kejadian tersebut, beberapa warga di Perumahan Trangkil baru terpaksa dipindahkan di rumah susun. Akan tetapi mereka tidak kerasan tinggal di rusun dan ingin kembali ke rumah mereka di Trangkil.
Mereka mengharapkan untuk bisa kembali ke Trangkil dengan membangun lagi rumah mereka yag telah hancur karena longsor. Meskipun pemerintah kota Semarang sudah memberikan larangan untuk mendirikan bangunan di lokasi bencana, namun warga tetap berniat untuk membangun rumah mereka kembali. Setelah terjadi longsor, warga berusaha untuk membenahi saluran drainase yang ada. Karena selama ini mereka tidak begitu perhatian dengan aliran air di lingkungan mereka. Usaha yang dilakukan oleh warga perumahan Trangkil adalah membuat aliran air (saluran drainase), saluran drainase dibuat di atas permukaan tanah. Saluran tersebutdialirkan dari perumahan Trangkil Sejahtera melalui perumahan Trangkil Baru menuju ke sungai yang ada di sebelah Timur laut perumahan Trangkil. Berdasarkan penelitian awal tentang bencana longsor di Perumahan Trangkil yang telah kami Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | H 141
Penggunaan Alat Tangkai Bercabang untuk Mendeteksi Air Bawah Tanah Penyebab Longsor
lakukan pada tahun 2014 (Listiati, Etty E.,dkk, 2014) dapat diketahui bahwa arah pergerakan longsor mengarah ke sungai yang terletak di sebelah Timur perumahan. Sehingga berdasarkan pengamatan visual di lapangan didapat kesimpulan bahwa longsor terjadi karena adanya air yang meresap kedalam tanah dan membebani tanah.
Lokasi penelitian difokuskan pada Perumahan Trangkil Baru (RT 6 / RW X) yang mengalami longsor cukup parah dan hampir satu perumahan mengalami bencana tersebut (sekitar 32 rumah). Bangunan yang hancur terkena bencana longsor (Rumah Ketua RT 06/RW X)
Karena beban air yang cukup berat maka terjadilah longsor. Hal tersebut disebabkan jenis tanah di perumahan Trangkil adalah tanah lempung yang apabila kena air, tanah tersebut mudah longsor (licin kena air). Selanjutnya pada tahun 2015, dilakukan penelitian mengenai Kajian Air Bawah Tanah Penyebab Longsordi Perumahan Trangkil Semarang oleh Listiati Etty E.,dkk. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji adanya air bawah tanah yang menyebabkan longsor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat untuk memberikan rekomendasi pada warga dan pemerintah kota Semarang, apakah tanah di perumahan Trangkil aman untuk bertempat tinggal. Metode Penelitian ini merupakan penelitian analisis deskriptif, yang bersifat menjelaskan data, hasil pengamatan/penelitian dan wawancara yang telah dilakukan. Pembahasan berdasarkan kajian teori yang ada. Penelitian dilaksanakan dalam waktu 6 bulan dengan cara observasi lapangan dan wawancara. Tahapan yang telah dilakukan sebagai berikut: 1. Melakukan survei pada bangunan rumah yang longsor dan tidak longsor di Perumahan Trangkil dengan melakukan pemotretan dan wawancara dengan warga setempat 2. Melakukan pengamatan/pendeteksian air di bawah tanah dengan alat tangkai bercabang. 3. Melakukan pengeboran (bor tangan) untuk mengetahui kondisi tanah di di Perumahan Trangkil. 4. Melakukan analisis dan membuat kesimpulan. Lokasi Penelitian
H 142 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Gambar 1. Lokasi Penelitian,Perumahan Trangkil Baru dan obyek bangunan yang terkena bencana longsor, Januari 2014. (Sumber: Google Earth, GoogleMap)
Hasil & Pembahasan Kondisi Tanah dan Bangunan Trangkil
di Perumahan
Perumahan Trangkil merupakan perumahan yang terletak di kota Semarang bagian atas. Perumahan tersebut merupakan daerah yang mengalami bencana longsor pada tahun 2014, tepatnya pada tanggal 23 Januari 2014. Pada saat itu terdapat beberapa rumah hancur (32 rumah). Salah satu rumah yang hancur/roboh dan merupakan sample penelitian yaitu rumah bapak Ketua RT 06/RW X atau rumah bapak Agus. Rumah tersebut hancur/ roboh tidak dapat ditinggali lagi. Sementara belum mempunyai tempat tinggal, maka Bapak Agus dan keluarga menempati rumah tetangga yang tidak terkena bencana. Pada bulan Juni 2014, bapak Agus berusaha membangun kembali rumahnya agar bisa tetap tinggal di perumahan Trangkil. Meskipun sebetulnya pemkot Semarang telah membuat larangan untuk membangun di daerah Trangkil. Akan tetapi larangan tersebut, tidak membuat warga mau pindah dari tempat tinggalnya. Mereka masih ingin menempati rumah mereka kembali.
Etty E. Listiati
Kondisi bangunan baru (Rumah Ketua RT 6/RW X) yang dibangun pada bulan Juni 2014 atau sekitar 6 bulan setelah terjadinya longsor (Januari 2014) dirasakan cukup baik. Tidak terjadi retakan/gerakan tanah yang cukup mengkawatirkan, meskipun terjadi hujan yang cukup deras. Hal tersebut menjadikan bapak Agus merasa gembira, karena kondisi bangunan dan lingkungannya cukup aman dari bencana longsor. Upaya yang telah dilakukan oleh bapak Agus dan warga di Perumahan Trangkil untuk mengatasi bencana longsor adalah dengan membuat/menata sistem drainase/saluran. Saluran tersebut dimaksudkan untuk mengalir-kan air hujan dan air limbah rumah tangga ke sungai yang ada di dekat perumahan, di sebelah Timur Perumahan Trangkil. Akan tetapi kondisi aman dari bahaya longsor, hanya berlangsung sampai pada bulan Februari 2015 saja. Karena pada bulan Maret 2015, saat tim Peneliti berkunjung ke lokasi (Rumah bapak Agus), melihat adanya retak rambut pada dinding luar kamar tidur. Kemudian berkunjung lagi pada bulan Mei 2015, retakan dinding bertambah lebar, sekitar 0,5 cm. Hal tersebut membuat tim peneliti menduga adanya gerakan tanah, yang menyebabkan adanya retakan.
Gambar 3. Retakan di dinding luar kamar tidur. Gambar diambil tanggal 8 Mei 2015 (setahun setelah terjadi bencana) (Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015)
Dengan melihat kondisi bangunan rumah Bapak Agus (setelah setahun terjadi longsor), maka tim peneliti menduga bahwa penyebab longsor di daerah tersebut selain jenis tanahnya ( tanah lempung yang sifatnya licin jika terkena air), juga adanya aliran bawah tanah. Adanya penataan sistem drainase yang dilakukan oleh warga, dapat berfungsi mengalirkan air hujan yang jatuh dipermukaan dapat mengalir dengan baik ke sungai. Akan tetapi dengan munculnya retakan di dinding, diduga bahwa air hujan yang meresap ke dalam tanah menimbulkan gerakan pada tanah lempung yang sifatnya licin. Aliran Air Bawah Tanah
Gambar 2. Retakan di dinding luar kamar tidur. Gambar diambil pada tanggal 28 Maret 2015.(Sumber: Dokumentasi Peneliti, Maret 2015)
Berdasarkan data dan hasil penelitian Listiati, Etty E, dkk (2014), daerah Trangkil yang terletak di kelurahan Sukorejo Semarang tersebut, merupakan daerah yang rawan longsor karena jenis tanahnya tanah lempung. Jenis tanah ini bersifat licin jika terkena air.
Di bawah rumah Pak Agus ditengarai adanya aliran air di bawah tanah.Karena sebelum terjadi bencana longsor, di bawah lantai rumah terdapat suara gemericik air, serta terjadi retakan pada dinding atau lantai apabila hujan lebat. Akan tetapi setelah dibuat saluran air (drainase) di perumahan Trangkil Baru ini, tidakada lagi suara gemericik air. Selain itu sumur yang ada di rumah pak Agus selalu penuh air.Sumur tersebut telah bergeser sekitar 2 meter pada waktu terjadi bencana longsor. Juga tidak ada lagi suara gemericik air dibawah lantai rumah Hal tersebut membuat warga merasa senang, karena dengan adanya penataan/pembuatan saluran air/drainase dianggap sudah dapat menyelesaikan masalah longsor/tanah yang bergerak. Keadaan tersebut ternyata tidak berlangsung lama, hanya sampai pada bulan FebProsiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | H 143
Penggunaan Alat Tangkai Bercabang untuk Mendeteksi Air Bawah Tanah Penyebab Longsor
ruari 2015 saja. Karena pada saat pengama-tan lapangan oleh tim peneliti pada bulan Maret 2015, ditemukan adanya retakan pada dinding rumah Bapak Agus. Pada saat survei bulan Maret 2015, dinding luar kamar Rumah pak Agus terdapat retak rambut. Retak tersebut menjadi semakin jelas dan bertambah lebar, pada saat survei berikutnya bulan Mei 2015 (selebar 0,5 cm). Hal ini menunjukkan bahwa di lingkungan rumah bapak Agus telah terjadi pergeseran/pergerakan tanah. Pergerakan tanah yang ada hanya menyebab-kan retak pada dinding dan lantai saja tidak sampai merobohkan bangunan. Pergerakan tanah ini dimungkinkan adanya hujan yang cukup deras pada bulan Januari, Februari 2015 (awal tahun 2015), setahun setelah terjadi bencana longsor, sehingga pada bulan Maret 2015, terjadi retakan dinding rumah.
Barat Laut-Tenggara (gambar 4 dan 5). Arah retakan tersebut searah dengan garis kontur yang ada. Dengan adanya garis kontur yang membujur ke arah Barat Laut-Tenggara, maka posisi aliran air akan tegak lurus garis kontur (arah Timur Laut-Barat Daya). Berdasarkan ditemukannya retakan pada lantai dimungkinkan juga ada aliran air bawah tanah yang membujur ke arah Timur Laut- Barat Daya. Aliran air bawah tanah tersebut mengarah menuju ke sungai yang ada di sebelah Timur perumahan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Listiati, Etty E., dkk (2014).
Sumur
KM/WC
Dapur R. Tidur
R. Tamu
Arah retakan pada lantai
R. Tidur Utara
teras
Gambar 4. Retak dinding luar kamar tidur pada bulan Maret dan Mei 2015. Retakan pada bulan Mei 2015 lebih lebar (Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2015)
Selain retak pada dinding juga terdapat retak pada lantai teras dan lantai di dalam rumah. Posisi retakan pada lantai membujur ke arah
H 144 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Gambar 5. Denah Rumah Bapak Agus dan arah retakan (Sumber: Analisis Peneliti, Mei 2015)
Radiasi Alam dan Pendektesian dengan Alat Tangkai Bercabang
Etty E. Listiati
Salah satu patokan untuk membangun rumah yang ekologis adalah memilih tapak bangunan yang sebebas mungkin dari gangguan/radiasi geobiologis/radiasi teristis (Frick H & Mulyani TH, 2006, 4). Di dalam kehidupan, manusia selalu dipengaruhi oleh radiasi kosmis, teristis, dan teknis yang ada disekitarnya. Radiasi kosmis disebabkan oleh pengaruh cuaca, matahari, bulan, listrik alam di dalam atmosfer. Radiasi teristis adalah radiasi yang berasal dari dalam bumi. Manusia tidak dapat mengurangi kedua jenis radiasi tersebut, yang dapat dilakukan hanyalah menghindarinya jika dirasa mengganggu. Disamping kedua jenis radiasi tersebut, disekitar manusia juga terdapat radiasi teknis
(sering juga disebut dengan radiasi elektromagnetik) yang disebabkan oleh instalasi listrik dan peralatan-peralatan yang menggunakan listrik. Besarnya radiasi teknis ini dapat dikurangi jika penggunaan alat-alat yang bermuatan listrik dapat diminimalkan.
Jaringan Hartmann
Radiasi Teristis Radiasi teristis terdiri dari aliran air bawah tanah, patahan geologis, jaringan magnetis (jaringan Hartmann dan jaringan Curry). Aliran air bawah tanah membangkitkan medan elektromagnetis oleh muatan listrik yang berbeda pada molekul air dan molekul tanah (Frick & Suskiyatno, 2007, 133). Patahan dalam kerak bumi dapat terjadi secara horisontal maupun vertikal, hal ini akan mengakibatkan suatu perubahan radiasi teristis (Frick & Suskiyatno, 2007, 134). Jaringan magnetis ditemukan oleh dua orang dokter (dr Hartmann dan dr Curry) yang menyelidiki hubungan antara penyakit manusia tertentu dengan tempat huniannya. Jaringan Hartmann berorientasi utara-selatan dan timur-barat dengan garis yang memiliki pengaruh selebar 15-25 cm dengan jarak antar jaringan 2-3 m. Jaringan Curry memiliki orientasi miring terhadap jaringan Hartmann dengan garis pengaruh selebar 50 cm dan jarak antar jaringan 3,5-7 m (Frick & Suskiyatno, 2007, 136).
Jaringan Curry
Jaringan Hartman dan Jaringan Curry yang saling berkoordinasi dan mengalami perubahan dinamis. Gambar 6. Jaringan magnetis (Jaringan Hartmann dan Jaringan Curry) (Sumber: Frick & Suskiyatno, 2007)
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | H 145
Penggunaan Alat Tangkai Bercabang untuk Mendeteksi Air Bawah Tanah Penyebab Longsor
Karena di bumi ini tidak ada tempat yang bebas dari radiasi teristis, maka manusia harus memilih tempat kediaman yang memiliki kombinasi radiasi yang menguntungkan (menghindari tempat yang geo-patologis). Contoh tempat yang geo-patologis (tempat yang sakit) adalah
Tangkai bercabang Pendulum
sebagai berikut:
Gambar 7. Contoh tempat yang geo-patologis (sumber: Tietze HW, 1997, hal 33, 36, 61) Gambar 8. Tangkai Bercabang dan Pendulum
Titik-titik pertemuan jalur-jalur radiasi teristis (aliran air bawah tanah, patahan geologis, jaringan Hartman, jaringan Curry) sedapat mungkin harus dihindari oleh ruang-ruang yang akan dihuni dalam jangka waktu lama karena pertemuan jalur-jalur ini akan mengganggu kesehatan manusia yang berada diatasnya. Jika peletakan ruang tidak mungkin menghindari titik pertemuan dan jalur tersebut, maka upaya yang dapat dilakukan adalah pengaturan (penataan) perabot yang digunakan dalam jangka waktu lama oleh manusia harus dijauhkan dari titik atau jalur tersebut. Pertimbangan terhadap radiasi teristis dalam peletakan bangunan atau penataan ruang sangat menentukan kesehatan penghuninya. Hal ini merupakan ”awal penjaminan kesehatan bangunan” yang bersangkutan. Kerberadaan jalur-jalur radiasi teristis dapat dideteksi dengan menggunakan alat ”tangkai bercabang” dan ”pendulum”
H 146 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016
Dengan adanya dugaan bahwa ada aliran air bawah tanah yang berkaitan dengan radiasi teristris, maka tim peneliti melakukan pendeteksian dengan menggunakan alat tangkai bercabang untuk memastikan adanya aliran bawah tanah dan arahnya sesuai dengan arah retakan di lantai. Pada waktu menggunakan alat ini dibutuhkan konsentrasi oleh pengguna. Karena pada dasarnya kita sedang berkomunikasi dengan alam, yang pada dasarnya manusia juga merupakan bagian dari alam. Cara kerja alat ini sangat sederhana. Getaran atau frekuensi yang ada dapat kita temukan sesuai dengan yang kita inginkan. Dengan konsentrasi penuh getaran atau frekuensi yang kita inginkan dapat kita temukan. Ketika kita ingin mengetahui adanya radiasi teristis (aliran bawah tanah) maka kita dapat menemukan aliran tersebut.
Etty E. Listiati
Gambar 10. Garis titik-titik menunjukkan adanya aliran bawah tanah dan arahnya yang terletak disekitar rumah bapak Agus ber-dasarkan penggunaan alat tangkai bercabang. (Sumber: Analisis Peneliti, 2015)
Berdasarkan pendeteksian dengan alat tangkai bercabang ini disekitar rumah bapak Agus didapatkan hasil bahwa di daerah tersebut terdapat aliran air bawah tanah dengan kedalaman sekitar 8 meter dan 16 meter.
bawah tanah di depan rumah bapak Agus (kiri). Pita hijau menandai adanya aliran air bawah tanah rumah bapak Agus dan arahnya(kanan) (Sumber: Dokumentasi Peneliti, Mei 2015)
Hasil penelitian dan pembahasan di atas menunjukkan bahwa air bawah tanah di perumahan Trangkil Baruterletak diantara tanah urugan /tanah lempung dan tanah asli/padas kapur (di dasar tanah urugan) merupakan penyebab tanah menjadi licin sehingga mudah bergerak/tergelincir. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Di Perumahan Trangkil Baru terdapat aliran air bawah tanah, yaitu dengan adanya air sumur yang selalu ada airnya. Dugaan adanya aliran air bawah tanah ini juga diperkuat oleh hasil penyelidikan dengan alat tangkai bercabang. Aliran air bawah tanah arahnya menuju ke sungai sebelah Timur Perumahan Trangkil Baru.
Gambar 9. Tim Peneliti sedang menggunakan alat tangkai bercabang untuk mendeteksi adanya aliran air Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 | H 147
Penggunaan Alat Tangkai Bercabang untuk Mendeteksi Air Bawah Tanah Penyebab Longsor
Aliran air bawah Aliran air bawah tanah ini yang menyebab-kan tanah pada perumahan Trangkil Baru je-nis padas kapur (tanah dasar) dan lempung (tanah urug) bergerak, karena keduanya licin jika terkena air. 2. Air bawah tanah di perumahan Trangkil tidak dalam. Kedalaman air di rumah warga beragam berkisar antara 4-8 m. Kedalaman tersebut berdasarkan hasil pendeteksian dengan menggunakan alat tangkai ber-cabang serta indikasi keretakan dinding dan lantai bangunan yang terjadi secara perlahanlahan. Daftar Pustaka Frick, Heinz, Mulyani TH. (2006). Arsitektur Ekologis, Penerbit Kanisius – Soegijapranata University Press, Jogyakarta - Semarang Frick, Heinz, Suskiyatno, Bambang. (2007). DasarDasar Arsitektur Ekologis. Penerbit KanisiusPenerbit ITB IM. Tri HestiMulyani (2012). Bangunan Biologis-
“Bangunan yang aman dari radiasi teristis dan radiasi elektromagnetis”, makalah pada seminar RAPI,Universitas Muhamadiyah Surakarta Listiati, Etty E., David W., Maria W, Supriyono, (2014).
Arah Pergerakan Longsoran di Perumahan Trangkil Semarang.Pusat Studi Eko Pemukiman, Universitas Katolik Soegijapranata. Listiati, E. E., Mulyani. IM.Tri Hesti, David W., Mulyanto, Yohanes Yuli. (2015). Kajian Aliran
Bawah Tanah Penyebab Longsor di Perumahan Trangkil Semarang, Pusat Studi Eko Pemukiman, Universitas Katolik Soegijapranata. Tietze HW. (1997). Pollution Solutions. PHREE Books, Australia
H 148 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016