1
Pengetahun Dasar Orthodontik Pada Dokter Gigi Umum Ankur Chaukse, Sandhya Jain, Rachna Dubey, Nishta Chaukse, Abhishek Kawadkar, Gauravi Jain Abstrak Kesadaran terhadap maloklusi dan kebutuhan untuk koreksi estetika dan keyakinan diri semakin meningkat saat ini dalam masyarakat. Pasien dengan maloklusi tidak memiliki tanda-tanda dan gejala tertentu, tapi mungkin mengeluh tentang estetika , pemeliharaan kebersihan dan pengunyahan. Dengan demikian, senyum yang menyenangkan sering menjadi faktor utama yang memotivasi pasien untuk mendapatkan perawatan ortodontik.Seringnya perawatan ortodontik dilakukan pada awal pertumbuhan gigi permanen, biasanya pada usia 12 ± 13 tahun ketika geraham kedua erupsi. Namun, penting untuk melakukan penilaian rutin pada periode gigi bercampur untuk mengidentifikasi masalah dan mengatur rencana perawatan. Salah satu kesalahpahaman yang paling berbahaya dalam kedokteran gigi adalah bahwa perawatan ortodontik tidak dapat dimulai sebelum semua gigi permanen erupsi. Screening ortodontik dapat dilakukan di setiap usia. The American Association of Orthodontists (AAO) juga merekomendasikan bahwa setiap anak harus diperiksa oleh seorang ortodontis pada saat tanda-tanda pertama dari masalah ortodontik timbul atau sebelum mencapai usia tidak lebih dari 7 tahun. Oleh karena itu, sangat penting untuk mendapatkan ide dasar tentang pengobatan ortodontik dan waktu bila yang diperlukan. Makalah ini menggambarkan tentang waktu yang sesuai untuk perawatan ortodontik, pemeriksaan klinis pasien, penggunaan pesawat lepasan dan pertimbangan kasus ortodontik. Kata kunci : Ilmu ortodontik, Maloklusi, Kebiasaan oral, Pesawat lepasan, Simetri wajah Pendahuluan Senyum yang menyenangkan selalu dikagumi oleh orang.1 Prevalensi terjadi maloklusi yang ditemukan bervariasi di berbagai negara , mulai 20-43 % di India, 2,3 dan 20-35 % di Amerika.4 Manajemen awal maloklusi penting karena
2
dampaknya terhadap keyakinan diri dan kualitas hidup. Pengobatan awal memudahkan ortodontis untuk : • Memantau dan membimbing pertumbuhan rahang • Mengurangi resiko trauma pada gigi depan yang protrusif • Mengkoreksi kebiasaan jelek • Meningkatkan penampilan • Sebagai panduan gigi permanen agar terletak diposisi yang sesuai • Meningkatkan penutupan bibir Periode Gigi Susu Ke Gigi Bercampur Masalah atau kondisi yang sering terjadi yang harus dilihat pada periode gigi bercampur adalah: Premature loss gigi molar desidui, persisteesi gigi desidui, submerging molar, impaksi gigi molar satu permanen, gigi supernumerary, kebiasaan menghisap jari, diastema median, gigi molar satu permanen dengan prognosis buruk dan crossbite. Sebaiknya lakukan palpitasi gigi kaninus permanen maksila di bagian sulkus labial pada usia 9 ± 10 tahun; biasanya pencabutan dini gigi kaninus desidui dapat menghindari impaksi palatal di kemudian hari . • Saat lahir : gigi insisivus dan gigi taring desidui sudah setengah terbentuk/ kalsifikasi awal molar desidui, puncak cusp molar pertama terkalsifikasi. • Pada 9 tahun : Periksa posisi gigi taring rahang atas ± radiografis, jika perlu . • Pada 11 tahun : Leeway space harus diperhatikan untuk erupsi gigi premolar. Crossbite harus segera dikoreksi karena pada usia 9 sampai 10 tahun akar gigi insisivus sedang dalam proses pembentukan. • Sebuah pedoman umum pada awal usia 6 bulan, gigi insisivus bawah merupakan gigi sulung yang pertama erupsi. Gigi sulung lengkap berada di dalam mulut dari usia 2,5-3 tahun sampai 6-7 tahun. Di antara usia 6-12, adanya gigi sulung dan gigi permanen. • Perempuan umumnya mendahului anak laki-laki dalam erupsi gigi . • Gigi di mandibula biasanya erupsi terlebih dahulu sebelum gigi di maksila, • Gigi sulung lebih kecil ukurannya dan lebih putih warnanya berbanding gigi permanen.
3
• Perawatan untuk maloklusi skeletal klas III dengan mandibula yang prognasi harus dimulai sesegera mungkin pada periode gigi sulung 6,7 dengan menggunakan chin cup.4,5 • Perawatan untuk maloklusi skeletal klas II dengan prognasi maksila harus dimulai pada usia 7 sampai 10 tahun dengan menggunakan head gear.7,8 Perawatan tepat waktu dapat mengurangkan masalah yang beresiko untuk timbul dan dapat menghasilkan perawatan yang sederhana dan memendekkan lama perawatan pada usia lanjut. Evaluasi ortodontik awal memberikan anak kesempatan terbaik untuk memiliki senyum yang sehat dan indah. Banyak prosedur ortodontik dan ortopedi yang dapat memperbaiki pola pertumbuhan fasial, menghilangkan kebiasaan oral dan menghindari ekstraksi gigi permanen, jika perawatan dimulai pada waktu yang tepat.9 Untuk melakukan ini, dokter umum harus memiliki pengetahuan yang mendalam untuk melihat dan mengetahui apa yang harus dilakukan, misalnya, selama perkembangan normal terlihatnya peningkatan moderate dalam lebar lengkung sehingga gigi kaninus permanen erupsi.10 Mulai saat ini, pengurangan lebar interkaninus diperhatikan.11 Lebar intermolar kekl stabil dari usia 13 sampai 20 tahun dan adanya pengurangan panjang lengkung rahang mandibula seiring waktu. Didapatkan adanya peningkatan crowding di gigi insisivus mandibula pada waktu remaja teruatam pada golongan wanita.12,13 Meskipun sebagian besar perubahan lengkung rahang terlihat sebelum usia 30 tahun, crowding pada anterior mandibula berlanjut sampai usia 50 tahun. Peralatan ortodontik membawa perubahan pada dentoalveolar sementara peralatan ortopedi membawa perubahan pada bagian basilar rahang. Alat ortodontik yang disediakan oleh praktisi diberi sebagai retainer yang removable. Hal-hal berikut harus dipertimbangkan dalam bagaimana untuk insersi yang benar, membuka, mengaktivasi dan menjaga alat yang removable. Skeletal dan Maloklusi Gigi Maloklusi skeletal harus dievaluasi dengan analisa sefalometri melalui data SNA, SNB dan ANB dan Wits appraisal. Dalam kasus deep bite yang sedang sampai berat ekstraksi harus dihindari . Begitu juga dengan kasus open bite
4
skeletal yang parah harus dikoreksi hanya melalui operasi seperti Le Fort I dan bukan hanya ortodontik untuk meningkatkan profil dan senyuman pasien. Oleh karena itu , penting untuk membedakan maloklusi skeletal dan dental. Juga kasus peranti myofunctional harus dievaluasi oleh tujuan pengobatan visual (VTO) yaitu jika ada overjet dan hubungan molar klas II maka memajukan mandibula dapat meningkatkan profil pasien. Pada kasus ini dengan defisiensi mandibula sebaiknya segera dirawat pada saat akhir periode gigi bercampur atau pada awal periode gigi permanen, dan bukan menunggu semua gigi permanen erupsi. Demikian pula maloklusi klas III yang harus dirawat pada periode awal gigi bercampur untuk mengontrol pertumbuhan mandibula atau meningkatkan pertumbuhan maksila. Seorang pasien dapat diberikan ide singkat tentang prosedur perawatan, kompleksitas dan waktu perawatan. Indeks Kebutuhan Perawatan Ada lima klasifikasi yang disusun sesuai dengan kebutuhan perawatan. Klas 1 dan 2 mewakili kriteria 'sedikit atau tidak ada kebutuhan untuk perawatan', klas 3 dengan kriteria kasus 'borderline', klas 4 dan 5 mewakili kriteria 'sangat membutuhkan perawatan ortodontik'. Penilaian Peer Assessment Peer assessment digunakan untuk menilai standar perawatan. Perbedaan antara skor dapat dihitung dan dinyatakan sebagai perubahan persentase dalam penilaian peer assessment (PAR). Skor 70% dan keatas dianggap standar yang tinggi dan skor 30% dan kebawah tidak membuat perbedaan yang cukup. Penting untuk diketahui bahwa semakin tinggi skor PAR sejak awal semakin parah maloklusi, dan semakin rendah skor yang diperoleh sejak awal sukar untuk mencapai kejayaan perawatan yang signifikan. Riwayat Kasus Keluhan utama harus dikatakan oleh pasien. Sebagian besar kasus dapat dirawat dengan perawatan ortodontik tetapi ada juga kasus dengan kondisi demam rematik atau masalah jantung yang membutuhkan bantuan antibiotik untuk
5
mengeluarkan band molar atau ekstraksi. Perawatan ortodontik dapat dilakukan pada pasien dengan diabetes juvenile dan pada pasien yang hamil jika kasus tersebut tidak memerlukan ekstraksi dengan kebersihan mulut yang baik. Maloklusi skeletal khususnya klas III dan cleft adalah diturunkan.14 Studi yang menyeluruh tentang usia erupsi dan lepasanya gigi desidui harus dicapai. Kebiasaan seperti mengisap ibu jari atau mendorong lidah, juga harus disebutkan dalam riwayat kasus sebelum merencanakan perawatan. Jika pasien datang untuk penutupan diastema maka perlekatan frenulum yang tinggi harus diperhatikan. Jika salah satu gigi desidui tidak atau lambat lepas maka IOPA atau OPG perlu dilakukan untuk melihat kondisi gigi permanen. Selanjutnya pasien dengan maloklusi skeletal klas II perlu dipertanyakan tentang riwayat trauma pada rahang bawah baik karena trauma dari forsep saat lahir atau kecelakaan atau mungkin karena terhalangnya pertumbuhan mandibula saat beristirahat dengan posisi rahang bawah pada bantal saat tidur atau dalam posisi dagu di telapak tangan saat belajar dapat menyebabkan penyimpangan mandibula, misalnya asimetris wajah.15 Gangguan tidur terkait dengan defisiensi mandibula yang parah (obstructive sleep apnea) dan pembesaran adenoid. Pemeriksaan Ekstraoral 1. Kesulitan berbicara berhubungan dengan maloklusi. Fonetik sibilant (s, z) menyebabkan lisping yang berhubungan dengan gigitan terbuka anterior, linguoalveolar stops (t, d) dapat menyebabkan kesulitan dalam berbicara jika gigi insisivus malposisi dan bunyi frikatif labiodental (f, v) akan terhasil akibat maloklusi skeletal klas III, oleh karena itu, penting untuk mengenal pasti masalah berbicara sambil memperhatikan maloklusi tersebut. 2. Maloklusi tidak mempengaruhi penelanan. 3. Pasien dengan maloklusi klas II mencoba untuk memajukan mandibula ke depan dan dikenal sebagai 'Sunday bite' sedangkan maloklusi klas III cenderung memajukan
mandibula
menciptakan
overjet
terbalik
yang
dikenal
sebagaimaloklusi 'pseudo klas III’. 4. Evaluasi fasial dan dental : Makroestetik : Termasuk kelebihan atau defisiensi rahang dan asimetris.
6
Miniestetik : Termasuk bibir atas dan bawah saat tersenyum, visibilitas gusi saat tersenyum, koridor bukal dan jumlah gigi anterior yang terlihat saat tersenyum. Mikroestetik : Termasuk proporsi tinggi dan lebar gigi, bentuk dan kontur gingiva, memperhatikan black triangles dan warna gigi. Pemeriksaan intraoral Ini termasuk klasifikasi molar, overbite, overjet dan crowded dental. Ini juga termasuk pencatatan gigi yang ada dan kondisi mereka, mengingat urutan erupsi gigi normal. Tisu lunak juga akan diamati dan kurva Spee dievaluasi. Dalam oklusi super kelas I, molar pertama permanen diposisikan 1,5 mm lebih distal dalam hubungan dengan molar rahang bawah seperti yang disebutkan oleh Andrew. Umumnya kaninus desidui lebih dipertahankan dan untuk itu harus diambil IOPA atau OPG, jika diperlukan untuk mencari posisi gigi permanen dan jika hilang, penggantian prostetik lanjut disarankan daripada penutupan ruang unilateral ruang dengan kawat ortodontik, yang mungkin menggeser midline dan membuat profil kurang menyenangkan. Pada saat yang sama perlekatan frenulum yang tinggi harus diperiksa (blanching test) yang merupakan salah satu etiologi umum untuk diastema midline. Menhisap jempol persisten hingga usia 4 tahun dan tongue thrusting pada usia 8 sampai 9 tahun secara alami, jika tidak dihentikan mereka harus diperiksa. Retrusi dagu dan peninggian bibir atas juga terjadi dari kebiasaan menhisap bibir bukannya membingungkan dengan maloklusi skeletal Open bite adalah tanda klinis lain yang mungkin dikaitkan dengan kebiasaan mengisap jempol yang juga dapat menyebabkan tongue thrusting jika tidak ditangani. Kebiasaan mengisap bibir yang berkepanjangan dapat menyebabkan open bite di masa depan. Bibir pendek atau hipotonik dan makroglossia mungkin menyebabkan terjadinya tongue thrust ( panjang bibir atas menurut Burstone16 23,8 ± 1,5 mm untuk lelaki dan 20,1 ± 1,9 mm untuk perempuan) dan dapat dikoreksi dengan berbagai latihan bibir seperti peregangan arah posteroinferior dan tumpang tindih itu dengan bibir bawah atau memegang sehelai kertas di antara bibir untuk beberapa detik dan mengulangi beberapa kali mungkin dalam sehari. Apabila tongue thrust terdeteksi, dapat dikoreksi dengan
7
berbagai latihan menelan elastis dan pesawat lepas dan mengisap jempol dengan konseling yang tepat. Asimetri wajah mempengaruhi wajah bawah lebih sering dari wajah bagian atas. Severt dan Proffit melaporkan frekuensi lateralitas wajah dari 5,36 dan 74% diatas, tengah dan sepertiga rendah dari muka. 17 Asimetris wajah dapat dikaitkan dengan oklusi kelas I, tetapi lebih sering dikaitkan dengan oklusi kelas II dan III dan dapat terjadi secara kongenital seperti oleh sumbing, gangguan pembuluh darah dan mikrostomia hemifasial atau ankilosis temporomandibular, trauma dan fibrous displasia atau perkembangan, yang tidak diketahui.18-20. Simetri midline harus dievaluasi untuk memeriksa apakah itu tisu lunak skeletal atau dental. Sedikit asimetri wajah dapat ditemukan pada individu normal, bahkan pada mereka dengan wajah estetis menarik. Asimetri wajah yang kecil ini umum, biasanya tak terlihat dan tidak memerlukan perawatan. Penyebab umum dari asimetri dental adalah hilangnya satu atau beberapa gigi secara kongenital dan mengisap jempol. Asimetri skeletal mungkin melibatkan satu tulang, seperti maksila atau mandibula, atau mungkin mempengaruhi sejumlah struktur skeletal pada satu sisi wajah, seperti pada mikrosomia hemifasia;. Apabila perkembangan tulang pada satu sisi terkena, sisi kontralateral terpengaruhi mengakibatkan distorsi pertumbuhan. Fungsi otot yang abnormal, seperti hipertrofi masseter kontribusi terjadinya asimetri dental dan skeletal karena penarikan otot yang abnormal. Fibrosis otot sternokleidomastoid, seperti yang terlihat dalam tortikolis, dapat menghasilkan deformasi kraniofasial sekiranya tidak dirawat pada suatu jangka waktu.21 Dengan membandingkan foto kanan dan kiri dari Wajah 'normal' dengan gambar cermin masing-masing, tiga wajah dapat divisualisasikan; wajah asli, 2 sisi kiri dan dua sisi kanan. Seringkali tiga wajah dari individu yang sama jelas berbeda.22 Telah dilaporkan bahwa dalam kasus asimetri wajah yang kecil, hemiface kanan biasanya lebih lebar daripada hemiface kiri dengan dagu menyimpang kearah kiri.23 Pemeriksaan klinis melibatkan pemeriksaan visual seluruh wajah, perbandingan midline gigi dengan midline wajah, pemeriksaan simetri antara sudut gonial bilateral dan batas mandibula bawah pada OPG, penentuan jumlah gingiva yang terpapar pada satu sisi, dan evaluasi maloklusi,
8
occlusal canting, pembukaan interinsisal yang maksimal, deviasi mandibula dan sendi temporomandibular. Kehadiran dataran oklusal yang miring dapat disebabkan peningkatan tinggi vertikal unilateral ramus mandibula dan kondilus. Secara klinis, dataran oklusal yang miring ini dapat dideteksi dengan meminta pasien menggigit tongue blade untuk menentukan hubungannya pada dataran interpupil. Asimetri skeletal vertikal juga berhubungan dengan perkembangan open bite unilateral yang progresif yang mungkin mengakibatkan hyperplasia kondilar atau neoplasia. Asimetri pada hubungan bucco-lingual, misalnya crossbite posterior unilateral, harus dinilai secara hati-hati untuk menentukan penyebabnya adalah skeletal, dental atau fungsional Perawatan Wajah Asimetri Pada anak-anak pra-remaja seringkali sulit dengan hasil yang tak terduga. Modifikasi pertumbuhan dengan alat fungsional menimbulkan masalah dan penggunaan biteblock jarang mencegah kebutuhan modaliti perawatan yang lain. 24 Seorang pasien dengan asimetri ringan dan kondilus fungsional harus menrima perawatan ortodontik awal sebelum dilakukan perawatan bedah setelah pertumbuhan lengkap. Asimetri dental yang sebenar dapat ditangani dengan perawatan ortodontik saja. Urutan ekstraksi asimetrik dan asimetrik mekanik dapat digunakan untuk memperbaiki lengkung rahang asimetris. Restorasi prostodontik dapat diindikasikan pada penyimpangan gigi.Deviasi fungsional yang ringan dapat ditangani dengan penyelarasan oklusal. Deviasi yang lebih parah mungkin memerlukan perawatan ortodontik untuk mensejajarkan gigi untuk mendapatkan fungsi yang tepat.Dikompensasi ortodontik transvers yang sengaja mungkin juga kadang-kadang diperlukan.25 Asimetris yang lebih parah memerlukan kombinasi manajemen secara ortodontik dan ortognatik. Bedah bimaxillary yang melibatkan osteotomi Le Fort I dan osteotomi pembagian sagital bilateral biasanya diperlukan dalam manajemen bedah asimetris wajah. bedah ortognatik dapat dikombinasikan dengan kontur tulang, misalnya reduksi sudut mandibula, ostektomi border mandibula inferior,
9
genioplasti dan augmentasi tulang dan juga kontur tisu lunak seperti buccal fat pad dan pengurangan otot masseter dalam operasi yang sama. Golden Proportionate Rule atau Divine Rule 1: 1,6 atau 1: 0,6 menjelaskan bahwa rasio bagian yang lebih kecil untuk bagian lebih besar adalah sama dari bagian yang lebih besar ke seluruh bagian: 1. Satu garis yang ditarik mengikuti garis outline yang dibentuk tepi insisal gigi maksila yang harus 1 sampai 3 mm paralel dengan garis bibir bawah. Pada Individu yang tua,mengalami kehilangan elastisitas pada bibir sehingga bibir menjadi kendur. Hasilnya lebih menonjol dari gigi mandibula dan penurunan dari gigi maksila. Senyuman lelaki adalah suatu garis lurus dan senyuman wanita berbentuk melengkung. 2. Sebuah garis yang ditarik mengikuti kontur gingiva gigi maksila harus mengikut garis bibir atas yang disebut sebagai garis senyum rata-rata. 3. Dalam wajah benar-benar simetris, midline gigi atas dan midline wajah harus bersamaan. Midline gigi mandibula kemudian dicocokkan dengan midline maksila. studi telah menunjukkan bahwa sedikit deviasi sedikit pada midline 2628
, adalah tidak membingungkan untuk penampilan individu.
4. Sudut mulut dianggap sebagai ruang gelap karena tidak ada cahaya masuk ketika berdiri. Suatu diastema jugamerupakan
ruangan negatif. Untuk
mengontrol buccal corridors, tiga objektif harus dicapai: a. Pengembangan bentuk lengkung rahang maksila yang ovoid . b. Ekspansi yang memadai pada daerah premolar dan molar. c. Rotasi mesiobukal pada molar pertama maksila seperti diresep untuk mengisi buccal corridors dengan enamel dan menghilangkan ruang gelap. 5. Inklinasi aksial gigi, anterior dan posterior dimiring ke mesial dengan kontak yang rapat. 6. Tidak boleh dari bidang oklusal: Harus sejajar dengan bibir atas dan mata. 7. Ketika seseorang tersenyum, bibir atas harus diposisikan dalam 2 mm di atas atau di bawah garis gingiva.
10
8. Garis gingiva: Tujuannya adalah untuk memperoleh margin gingival insisivus sentral dan gigi kaninus pada level yang sama dan insisivus lateral sedikit lebih rendah. 9. Warna gigi: Dunn et al29 menemukan bahwa warna gigi adalah faktor penting dalam memprediksi daya tarik. Mayoritaslebih memilih warna lebih cerah dan lebih putih. Pertimbangan Periodontal Dalam kasus kompromi periodontal, status periodontal penting diperhatikan sebelum memulai perawatan ortodontik. Gaya ortodontik yang ringan dapat diaplikasikan untuk menjaga keharmonisan jaringan. Remaja terbukti menderita gingivitis lebih parah dibandingkan orang dewasa selama perawatan.30 Inflamasi dan pembesaran gingiva sering terjadi tetapi hilang dalam beberapa minggu.31 Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan rongga mulut dengan sikat interdental, penggunaan obat kumur dan menyikat gigi sesudah makan serta berkumur-kumur dengan garam hangat pada kasus gingivitis. Pertimbangan Endodontik Gigi yang sesudah dirawat endodontik biasanya berespon normal dengan perawatan ortodontik. Pergerakan gigi secara ortodontik dapat menginduksi inflamasi pulpa yang reversibel. Oppenheim32 (1936) menunjukkan beberapa tanda-tanda degenerasi parah pada kasus yang menggunakan alat ekspansi labiolingual. Selama pergerakan gigi yang cepat, cedera pulpa dapat terjadi seperti yang dijelaskan oleh Seltzer dan Bender (1984).33 Alatli et al34 (1996) menyimpulkan bahwa sementum aselular yang lebih mudah diresorpsi dibandingkan sementum seluler selama perawatan ortodontik. Aertun dan Urbye 35 (1988) gigi dengan apeks akar yang terbentuk sempurna lebih rentan terhadap perubahan pulpa ireversibel atau nekrosis gigi dibandingkan apeks akar yang belum terbentuk sempurna.
11
Pertimbangan Prostodontik Kasus yang kehilangan gigi premolar dan molar harus dikonsultasi ke departemen ortodontik sebelum pembuatan gigi tiruan cekat karena gigi tiruan cekat tersebut dapat mempengaruhi perawatan ortodontik. Gigi tiruan lepasan dapat diberikan kepada pasien sebelum memulai perawatan ortodontik untuk menjaga keseimbangan fungsional dan mengembalikan estetik. Kesalahpahaman Konsep Perawatan Ortodontik Kegagalan perawatan ortodontik yang umum adalah sebagai berikut: 1. Kelainan skeletal yang membutuhkan pembedahan rahang: Pada kasus protrusi bimaksilar, keadaan skeletal dan dental harus diperiksa. Pada kasus ini selalunya dikompensasi dengan prosedur ekstraksi dan retraksi gigi. Namun, pada kasus ini penting untuk menjelaskan pada pasien mengenai kelainan skeletal yang memerlukan koreksi bedah dan bukan koreksi gigi saja. 2. Crowding pada gigi insisivus bawah: Pertumbuhan mandibula dan erupsi molar tiga adalah penyebab utama relapse pada remaja yang tidak memakai alat retainer. Kesalahpahaman konsep pada masyarakat umum seperti ekstraksi gigi mungkin mempengaruhi penglihatan atau tulang dan gigi menjadi lemah setelah prosedur perawatan ortodontik. Keraguan pasien harus diatasi oleh dokter gigi umum sebelum memulai prosedur perawatan. Hal ini juga penting untuk menjelaskan pada pasien apakah kelainannya dari skeletal, proklinasi gigi atau disebabkan jaringan lunak. Pemeriksaan dapat dibantu oleh analisis cephalometri. Status periodontal pasien sebelum memulai perawatan ortodontik harus dievaluasi dan dirawat secara dini. Konsep mengaplikasikan gaya ortodontik yang kuat melalui pesawat lepasan atau pesawat cekat dapat mempercepatkan perawatan adalah sebuah mitos. Gaya ortodontik yang terlalu tinggi dapat merusak akar gigi, jaringan pendukung dan jaringan sekitarnya sehingga memperpanjang waktu perawatan dengan menyebabkan pergerakan gigi yang tidak diinginkan. Selain itu, kebanyakan dokter gigi umum menganggap fase retensi hanya berlangsung selama 6 bulan. Sebaliknya retainer harus diperiksa posisi yang tepat pada gigi anterior dan harus dilepaskan secara bertahap dengan meminta pasien untuk
12
memakai hanya pada malam hari untuk 2 bulan atau setidaknya 6 sampai 8 bulan dan mengurangi ke hari alternatif lagi selama 2 bulan dan selanjutnya berhenti memakai. Hal ini harus diikuti dengan pemeriksaan yang dilakukan pada kunjungan rutin ke dokter gigi. Alat ortodontik dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Menurut CP Adams • Pesawat lepasan - Alat ini menggenggam pada gigi disertai spring, elastis atau sekrup yang dapat dilepas oleh pasien. • Pesawat fungsional - Alat ini memberi tekanan dari otot-otot pengunyahan atau otot-otot lidah, bibir dan pipi serta melekat pada band atau ring metal yang disemen pada gigi. • Multiband pesawat cekat – Alat ini memanfaatkan archwires fleksibel dan spring yang dapat memberi tekanan. • Kombinasi pesawat cekat dan lepasan. Pesawat Lepasan Indikasi pesawat lepasan: 1. Modifikasi pertumbuhan selama fase gigi campur. 2. Pergerakan gigi terbatas seperti tipping terutama untuk ekspansi lengkung rahang atau koreksi malposisi gigi. 3. Sebagai retensi setelah perawatan yang komprehensif. Kontraindikasi pesawat lepasan: 1. Pada pasien yang kelainan mental dan kasus kompromi periodontal. 2. Bila korperatif pasien meragukan.
Keterbatasan Pesawat Lepasan • Hanya maloklusi sederhana seperti spacing ringan dan crossbite dapat diperbaiki. • Rotasi gigi yang multipel tidak dapat diperbaiki.
13
• Pergerakan akar gigi tidak dapat dilakukan. • Alat ini dapat menyebabkan tipping jika tidak terkendali dengan hati-hati. • Alat ini lebih mudah rusak. Kawat yang digunakan: • 0,5 mm untuk Z spring dan finger spring. • 0,7 atau 0,8 mm untuk labial bow (ditempatkan di sepertiga tengah dari permukaan labial gigi insisivus), Adams clasp dan canine retractor. • 0,9 mm untuk coffin spring (untuk ekspansi), cribs (untuk tongue thrust) Pengaktifan Plat aktif berguna ketika beberapa milimeter ruang dibutuhkan (1,5-2 mm satu sisi). Sekrup untuk ekspansi diaktifkan seminggu sekali. Bila alat dimasukkan kembali pasien harus merasa sedikit lebih ketat terhadap bagian dalam permukaan giginya. • Posterior bite plane diperlukan untuk memungkinkan gigi insisivus atas untuk bergerak (pada kasus 1/2 mahkota atau lebih ditutupi). • Basis rahang dibagi tiga segmen dan penggabungan tiga sekrup ekspansi, ekspansi rahang secara 3D dimungkinkan. Desain ini didasari basis berbentuk Y oleh Schwartz yang digunakan untuk ekspansi gigi posterior rahang atas secara lateral dan gigi insisivus secara anterior. Aktivasi secara hati-hati sangat efektif dalam ekspansi lengkung rahang. Desain ini diindikasi untuk pergerakan lebih dari dua gigi, sedangkan spring digunakan untuk pergerakan satu gigi.
Instruksi yang diberikan kepada pasien setelah memulai perawatan ortodontik cekat Dokter gigi harus menginstruksikan pasien untuk menghindari makanan keras dan lengket. Dokter gigi juga harus memeriksaan kebersihan rongga mulut pasien dan memeriksa apakah terdapat kerusakan pada alat.
14
Instruksi untuk Retainer setelah Penyelesaian Perawatan Ortodonti Cekat • Retainer harus dipakai setiap saat, termasuk waktu tidur. Pasien dapat melepaskan retainer saat makan dan diminta untuk tidak mengunyah permen karet sewaktu memakai retainer. • Rasa plastik dari retainer baru akan hilang setelah pemakaian satu hari. Jika pasien merasa tidak nyaman, alat tersebut dapat direndamkan dalam obat kumur yang diencerkan selama satu jam. • Basis akrilik yang menutupi palatum dapat menstimulasi saliva sehingga mungkin dapat menyebabkan kesulitan dalam pengucapan. Pasien membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari supaya beradaptasi dengan alat dan berbicara dengan normal. • Alat disikat dan dibilas air pada pagi hari dan sore. • Pasien dengan retainer cekat harus diperiksa kerusakan pada kawat lingual. • Dokter gigi harus menjelaskan kepada pasien tentang jangka waktu retainer dipakai, yaitu minimal 6 sampai 7 bulan untuk sepenuh waktu dan mengurangi pemakaian secara bertahap yaitu memakai hanya di malam hari selama 2 bulan dan untuk setiap hari alternatif selama 2 bulan sehingga pemakaian mencapai hampir 1 tahun dan akhirnya berhenti. KESIMPULAN Masalah ortodontik sering diabaikan oleh sebagian besar profesi kesehatan. Namun, penelitian menunjukkan bahwa maloklusi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesehatan psikososial. Dokter gigi umum diharapkan meningkatkan ketrampilan dalam bidang ortodontik supaya estetik pasien dapat ditingkatkan. Dokter gigi harus mampu mengidentifikasi maloklusi dan kapan diperlukan untuk merujuk pasien ke spesialis ortodontik.
15
Referensi 1. Hirst L. Awareness and knowledge of orthodontics. Br Dent J 1990;168:485-86. 2. Sureshbabu AM, Chandu GM, Shatuilla MD. Prevalence of malocclusion and orthodontic treatment needs among 13 to 15 years old school children of Davangere city Karnataka, India. J India Assoc Public Health Dent 2005;6:32-35. 3. Shivakumar KM, Chandu GN, Subba Reddy VV, Shafiulla MD. Prevalence of malocclusion and orthodontic treatment needs among middle and high school children of Davangere city, India by using dental aesthetic index. J Indian Soc Pedod Prev Dent 2009;27:211-18. 4. Proffit WR, Fields HW Jr, Moray LJ. Prevalence of malocclusion and orthodontic treatment needs in the United States: Estimates from NHANES III survey. Int J Adult Orthodon Orthognath Surg 1998;13:97-106. 5. Kenealy P, Hackett P, Frude N, Lucas P, Shaw W. The psychological benefit of orthodontic treatment. Its relevance to dental health education. NY State Dent J 1991;57:32-34. 6. Meldrum RJ. Alterations in the upper facial growth of Macaca mulatta resulting from high-pull headgear. Am J Orthod 1975;67:393-411. 7. Sassouni V. Dentofacial Orthopedics: A critical review. Am J Orthod 1972; 61:225-69. 8. Terrell L. Root JCO interviews on headgear. J Clin Orthod 1975;9:20-41. 9. Jacobson A. Psychology and early orthodontic treatment. Am J Orthod 1979;76:511-29. 10. De Kock WH. Dental arch depth and width studies longitudinally 12 years of age to adulthood. Am J Orthod 1972;62:56-66. 11. Moorrees CFA, Gron A, Lebret LML, Yen BKJ, Frohlich FJ. Growth studies of the dentition: A review. Am J Orthod 1969; 55:600-16. 12. Sinclair P, Little R. Maturation of untreated normal occlusions. Am J Orthod Dentofac Orthop 1983; 83:114-23. 13. Sinclair P, Little R. Dentofacial maturation of untreated normals. Am J Orthod Dentofac Orthop 1985;88:146-56.
16
14. Nakasima A, Ichinose M, Nakata S, Takahama Y. Hereditary factors in the craniofacial morphology of Angle's Class II and Class III malocclusions. Am J Orthod 1982;82:150-56. 15. Klein ET. Pressure habits, etiological factors in malocclusion. Am J Orthod 1952;38:569-87. 16. Burstone, CJ. Lip posture and its significance in treatment planning, Am J Orthod, 1967;53:262-84. 17. Severt TR, Proffit WR. The prevalence of facial asymmetry in the dentofacial deformities population at the University of North Carolina. Int J Adult Orthodon Orthognath Surg 1997;12:171-76. 18. Hegtvedt AK. Diagnosis and management of facial asymmetry. In: Peterson LJ, Indressano AT, Marciani RD, Roser SM (Eds). Oral and maxillofacial surgery. Philadelphia: Lippincott 1993; 3:1400-14. 19. Cohen MM Jr. Perspectives of craniofacial asymmetry. Part III. Common and well known causes of asymmetry.Int JOral Maxillofac Surg 1995;24:127 33. 20. Reyneke JP, Tsakiris P, Kienle F. A simple classification for surgical planning of maxillomandibular asymmetry. Br J Oral Maxillofac Surg 1997;35:349-51. 21. Yu CC, Wong FH, Lo LJ, Chen YR. Craniofacial deformity in patients with uncorrected congenital muscular torticollis: An assessment from 3-dimensional CT imaging. Plast Reconstr Surg 2004;113:24-33. 22. Cohen MM Jr. Perspectives of craniofacial asymmetry. Part I. The biology of asymmetry. Int J Oral Maxillofac Surg 1995;24: 2-7. 23. Haraguchi S, Iguchi Y, Takada K. Asymmetry of the face in orthodontic patients. Angle Orthod 2008;78:421-26. 24. Waite PD, Urban SD. Management of facial asymmetry. In: Miloro M, Ghali GE, Larsen PE, Waite P (Eds). Peterson's principles of oral and maxillofacial surgery. Hamilton, Ontario, Canada: BC Decker Inc 2004:1205-19. 25. Proffit WR, Turvey TA. Dentofacial asymmetry. In: Proffit WR, White RP Jr, (Eds). Surgical Orthodontic Treatment. St Louis: Mosby 1991:483-549. 26. Lombardi RE. The principles of visual perception and their clinical application to denture esthetics. J Prosthet Dent 1973;29:358-82.
17
27. Brisman AS. Esthetics: A comparison of dentists’ and patients’ concepts. J Am Dent Assoc 1980;100:345-52. 28. Jerrold L, Lowenstien LJ. The midline: Diagnosis and treatment. Am J Orthod Dentofac Orthop 1990;97:453-62. 29. Dunn WJ, Murchison DF, Broome JC. Esthetics: Patients' perceptions of dental attractiveness. J Prosthod 1996;5:166-71. 30. Boyd RL, Baumrind S. Periodontal implications of orthodontic treatment in adults with reduced or normal periodontal tissue versus those of adolescents. Angle Orthod 1992;62:117-26. 31. Zachrisson S, Zachrisson BU. Gingival condition associated with orthodontic treatment. Angle Orthod 1972;42:26-34. 32. Oppenheim A. Biologic orthodontic therapy and reality. Angle Orthod 1936;6:153. 33. Seltzer S, Bender IB. The Dental Pulp (3rd ed). Philadelphia: JB Lippincott Company 1984;210-11. 34. Alatli I, Hellsing E, Hammarström L. Orthodontically induced root resorption in rat molars after 1-hydroxyethylidene-1,1-bisphosphonate injection.Acta Odontologica Scandanvica 1996;54: 102-08. 35. Aertun J, Urbye KS. The effect of orthodontic treatment on periodontal bone support in patients with advanced loss of marginal periodontium. Am J Orthod Dentofacial Orthop 1988 Feb;93(2):143-48.