PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU WISATAWAN YANG TERINFEKSI MALARIA TENTANG PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN MALARIA Liliana ~urniawan'
KNOWLEDGE, A TTITUDE AND PRACTICE (KAP) OF TRA VELERS WHO WERE INFECTED MALARIA ON THE PREVENTION AND TREATMENT OF MALARIA Abstract. Witlr tlre ease oftravelirrg urozrrtcl tlze globe nowucla.y.s, it is int.vituhle thut truve1er.s bec.orrie e.~po.secl to ir!fkctioil.s cliseases stlclz ers ntuluriu in endenzic areas. Becuuse the truvelel*s.fiaonr norrenderriic urea (lo rrot Iruve irllrtztlrtity against ntaluria, the patient nzlglrt srrfir Inore set.et-eJ1.tl~clrlir11rubitu1zt.sof tlie en~lerizicarea. Death oJ'putiewts encouritcriny W Z L I ~ L I I *wlrile ~~ truvelilrg ill Indorlesiu hns beerr reportecl. In an ejfjrort to unticipute such trrr event, n study orr tlre Krtowledge, Attitude urrd Pr-cictice ( U P ) of truvelers wlzo +t.ereilzfectccl 1 1 el\ by Plnstnodi~inr falcivarunz artcl or P. ~i\-nxon the prevention uncl treutnrent c?f'f'nl~rluri~~ corrducted. Q~restiorrnaires1tvr.e cli.stributer1 to 28 rltalnria patients qf Medistra Hospitcil ilr Jukar-ttr ,fronr !.ear 1996 to 2000 ~rslrobecante ill afirr traveling to an errdenlic (1reu.s. Sr1t1 eight percerrt uqtrslro:;~;?i:iilizericlrrcl 14 % ~c~ris on irrtertsive cure. Sixtv per-cewt of r~e.spontlerrr\ brot~.that the\. ttvl-r yoirrg to u nzular-ier-risk clreu, riiost of'tlzenz ur~tlemtoolltlre tr-trn.sntis.siorr. tlre rjrclirr syrrlptoirrs of'nzalur-ia arrcl hou. rlzalarin \\.as diagnoseel. Nirret? three pet-cent krreu tllut I I ~ C I ~ ~ Z TIILI~! ~ C Z LI c111.e~ i h i l e 96 % ~ I J ~ thut I I chlor-oquine and or qtrirrirre were the rnuin crrrtr:niiliiriai tit-tlgs. Altltoirgh the resporrclenr~krrew about the risk of'corrtructirrg the elisease, on11 2.5 % took nzeclicirre trnd or- 11sec1nrosqlrito repellent. Thirty si.x percerrt of'the ~.e.spontlcrrt\ tried to treut tlrenzse11v.v wherr the!, goti>ver urrd 01.chills while the other:^ werrt to tlre doc tor. Bloocl t a t s for rtrulc~ricrlt*ererrot pe~fornredirr j0 % of tlre patients wlho seeketl Irelp to tlre hospitul, as otlrer clisecues were suspected as the cause of the illitess. This stucfy .~lrowstlrtrt if is inrpercltive to issue gtlicirlirres .for- rr.a\~eler-s nrrd to distribute ii!formutiorr orr nltr1~11.i~i enclerrlicitjq urrrl pret-errthv nreusl~resfor- rrcrve1er.s nt difereizt cCteckpoirlts throlrglr prirrtrirg arlrl clectrorric. inerlitr. It is t9eq' inlpor.tunt for rr-u\~eler-sto prevent tlrenz.selve.\ frorn hoing e.xpo.serl to rlrosqtrito bites and to take propltylcrctic nledicine. It is also very e.\.scrrtial tlrtrt nrerlical ~~orker..~ lrcr\ye tlre chili8 to diagrro.se nzulclr-ia as early as pos.sihle to bc ~rhleto gr\ pronipt trecrtnzent. Keys atwrc1.s: n~clluritr,rr.uveler-, bioil~lerlge.tittitucle,pmctice
PENDAHlILUAN Dengan kemudahan transportasi udara, darat dan laut dan decgan perkembangan bisnis secara global, perjalanan meiiuju ke berbagai pelosok dunia memungkinkan w i s a f a ~ a n (truveler.) bepergian untuk berbagai ke~entingans e ~ e l r i kedinasan, bisnis atau pariwisata. Dalam
' Puslitbang Pembcrantasan Penyakit, Badan Litbagltes
perjalanan ini wisatawan dapat niengalan~i berbagai penyakit yang penangaaannJ.a tercakup dalam Travel Medic~inc atau Kesehatan Wisata. Dengan mobilitas yang tinggi tesnlasuk mengunjungi daerah endemik nyakit, infeksi tidak dapat dihindari schingga wisatawan dapat terjangkit berbagai penyakit infeksi. Di negara
Pengetahuan, S i k a p dan Prilaku .............(Kurniawan)
khususnya negara non-tropik, telah banyak disebarkan informasi berupa berbagai pedonian mengenai pencegahan terhadap kemungkinan penyakit menular termasuk malaria. seperti dari US Departnze~zt of' H ~ ~ ~ lL tI lI rI ~Human Services dan Lorztlorr Scllool of' Hygiene and Tropical Medicilre (
1.2)
Di Indonesia, inforrnasi tentang penyakit infeksi yang sering dijumpai pada ~ i s a t a \ \ a n yang berguna bagi tenaga mcdik didapat dari beberapa buku dan dalani pertemuan pertemuan ilmiah "'. N~IIILIII pedoman khusus bagi wisata~van masih belum tersedia. Pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) wisatawan terhadap kemungkinan tertular berbagai penyakit infeksi di daerah endemik masih terbatas. Heberapa faktor seperti tidak ada informasi J ang tersedia, tidak diketahui perlun) a ~iiendapatkan informasi tentang kesehatan dalam perjalanan, pengertian yang salali tentang risiko infeksi dan cara pencegaliannya serta ketidakpatuhan meminuni obat pencegahan merupakan masala11 bagi \\ isatawan ( 4 . 5 . 6 ) Gejala utama pada penyakit infeksi tropik adalah diare, demam dan ikterus. Gejala demam perlu dikaitkan dengan penyakit infeksi tropik bagi wisatawan yang berada atau baru kembali dari daerah dengan penyakit tropis. Bila ada demam yang berulang dengan menggigil, nyeri kepala serta beberapa gejala umum lainnya. keniungkinan tertular malaria yang lnerupakan penyakit utama perlu dipertimbangkan 'j'. Malaria yang disebabkan oleh Plasspp ditularkan lewat gigitan nyarllotlirl~~r niuk yang mengandung parasit ini. Dari keempat species plastnodium yang merupakan penyebab malaria (P..falciparunz, P. vivu.~,P. ovule, P nzalariae), P. falcipurunz dapat menyebabkan kematian karena manifestasi klinik berupa malaria berat. Ada-
nya berbagai stadium dalam siklus hidup plasrlzodiztnz memberikan gejala yang beragam yang menghasilkan reaksi yang beragam pula pada tubuh penderita. Sewaktu terjangkit malaria, terjadi reaksi yang berbeda antara penderita penduduk daerah endemik dan penderita yang berasal dari daerah non endemik malaria. Penduduk yang tinggal di daerah endemik yang term nienerus terpajan iiienunjukkan kekebalan tertentu. Infeksi dan gejala klinik terliliat lebili berat pada penderita yang beluni pernah terpajan. Wisatawan yang berasal dari daerah non endeniik, baik dari mancanegara nlaupun di Indonesia, pada umuninya belum pernah terpajan Plusnzorliunz sp. Risiko pada individu non-iniun adalah 17-2596 lebih besar untuk mengalami infeksi dibandingkan dengan penduduk setempat. Besar kecilnya risiko juga bergantung kepada tinggi rendahnya penularan malaria di daerah endemik (7) . Malaria menyebabkan kesakitan yang tinggi dan dengan adanya resistensi obat terhadap P. jirlcipar~lrl~dan P. vivux terutama di Afirika dan Asia, termasuk Indonesia, menambah faktor atas ketidak sembuhan dan beratnya gejala klinik. Dari salah satu penelitian di Indonesia tercatat di daerah case fatality rate P. jklcip~11-1~ri1 endemik ialah 1 8,3% ('). Setiap tahun sejumlah 40.000.000 wisatawan berkunjung ke daerah endemik malaria di Afrika, Asia dan Amerika Selatan dan 30.000 orang di antaranya terjangkit malaria (". Pada wisatawan yang berasal daerali bebas nialaria yang sering tidak terdiagnosis pada saat kunjungan pertama ke pelayanan kesehatan dilaporkan 5 sampai 12 kematian per tahun di Dundee, Inggris (1 980-1 994) ' O ' . Di Canada dilaporkan 6 kematian dalam 10 tahun karena P. falciparunz pada wisatawan setelah kunjungan ke Afrika ( ' I ) . Di St. George 's Hospital, London dilaporkan 259 kasus malaria impor pada anak. Di-
Bul. Penei. Kesehatan, Vol. 3 1 . NO. 2. 2003: 95 - 103
temukan P. falciparum, P.vivax, P. ovale, P. nzulariae berturut turut pada 77%, 14 %, 6% dan 3% kasus selama 25 tahun. Dari sejunilal~kasus anak tersebut, 41% nienggunakan obat profilaksis ( I 2 ) .
kurun waktu November 1996 sampai dengan Mei 2000 dipilih sebagai responden dalam penelitian ini. Ke 28 pasien tinggal di daerah non-endemik malaria dan pernah berkunjung ke daerah endemik nialaria.
Pengetahuan, sikap dan perilaku wisatawan terhadap nialaria, diketahui dari beberapa laporan penelitian di beberapa negara. Sebagian besar wisatawan pada penelitian di Zimbabwe dan Canada menyatakan bahwa telah mendapatkan nasehat untuk kesehatan wisata, ilalnun haiiya 23%) dari 595 wisatawan di Zimbabwe dan 3 1% dari 1187 wisatawan dari Canada nlenggunakan kemoprofilaksis. Di Zimbabwe, 18% dari yang menggunakan kemoprofilaksis tidak patuh dalam menggunakannya. Dalain perjalanan dan setelah kembali ke daerahnya sendiri, dua pertiga dari 123 wisatawaq Canada yang menderita gejala panas, tidak mencari pertolongan medik. Pada penelitian lain 95,7% meminum ken~oprofilaksissecara teratur sela~naperjalanan, namun 35,5% dari mereka tidak menyelesaikan selunth paket kemoprofilaksis (13.14.15)
Pada bulan Juni 2000, keduapuluh delapan subyek penelitian tesebut diberi kuesioner mengenai pengetahuan, sikap dari perilaku terhadap penyebaran malaria di Indonesia, cara penularan, gejala, diagnosis, pengobatan serta pencegallan terhadap malaria. Para responden dirninta 11~7tuk mengisi kuesioner dan inemberikan saran berkaitan dengan informasi yang dibutuhkan wisatawan terhadap kenlungkinan terkena malaria.
Beberapa penelitian PSP terhadap nialaria di daerah endemik malaria di Indonesia, telah dilaksanakan (l6,l7,IX,l9.20) namun PSP terhadap malaria pada masyarakat yang tinggal di daerali bebas malaria, yang berkunjung ke daerah malaria beluni dilaporkan di Indonesia. Penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan gambaran urnuin tentang PSP wisatawan yang mempunyai risiko terpapar pada kunjungan ke daerah endemik nialaria.
HASIL
Ke 28 responden tinggal dan bekerja di Jakarta dan Bogor, daerah non endemik malaria. Duapuluh dua orang adalah orang Indonesia dan 6 orang adalali orang asing, terdiri atas 22 lelaki dan 6 perenipuan , dengan rentang usia 18 tahun-62 tahun. Pendidikan dari SMU sampai S3. Profesi para responden adalah 5 pejabat pemerintah, 12 pegawai swasta, 6 konsultan, 1 ibu rumah tangga dan 4 mahasiswa.
5
BAHAN DAN METODA
Daerali endemik malaria yang dikunjungi di Indonesia adalah: Sumatera LJtara, Suiiiatera Barat, Lanipung, Janibi, Ja\va Barat (Tanjung Lesung, Uj~tng Kulon). Jaws Tengah (Purworejo, Clunung Kidul). Kaliiilantan Timur, Kalinlaiitan Selatan dan Irian Jaya dengan rincian 10 terjangkit malaria di Jawa dan 18 terjangkit di luar Jawa. Tujuan kunjungan dalani rangka pekerjaan pada 22 orang dan 6 lainnya dalam rangka berlibur.
Subyek penelitian ialah pasien malaria yang diagnosis malarianyg ditentukan pada pemeriksaan parasitologik. Dua puluh delapan pasien malaria yang dirawat di Rumah Sakit Medistra, Jakarta selama
Dari kunjungan ke daerah endemik, 17 (61 %) terinfeksi P. julciparutlz, 3 ( 11 %) terinfeksi P. vivax dan 8 (28%) terkena infeksi campuran P. ,faleiparum dan P. vivus . Tiga responden pernah tinggal di
Pengetahuan, Sikap dan Prilaku .............(~urniawan)
daerah endemik malaria sebelumnya dan sudah pernah menderita malaria, 25 lainnya baru pertama kali terjangkit malaria. Dari 28 responden , 17 orang (61%) mengetahui bahwa daerah yang dikunjunginya adalah daerah malaria, 8 orang (28%) menganggap bahwa Pulau Jawa bebas malaria, 3 orang (1 1%) tidak tahu tentang adanya risiko malaria di daerah yang dikunjungi. Seluruh responden mengerti bahwa malaria ditularkan melalui gigitan nyamuk, semua responden mengetahui bahwa panas dan menggigil merupakan gejala malaria. Hanya 2 responden yang tidak tahu bahwa diagnosis pasti dilakukan atas pemeriksaan darah. Dua puluh enam (93%) responden mengetahui bahwa malaria dapat diobati, tetapi hanya 5 (1 8%) responden yang me-. ngerti bahwa malaria bisa mengancam ji\va. Dua puluh tujuh (96%) responden n~engetahui obat klorokuin atau kina nlerupakan obat malaria dan 20 (71%) mengetahui adanya resistensi obat malaria. Tiga responden menyatakan tidak tahu tentang pencegahan terhadap malaria. Selanjutnya responden menyampaikan jawaban terhadap perilaku responden dalam usaha mencegah terjangkit malaria. Tijuh (25%) responden menyatakan meminun1 obat pencegahan, tetapi tidak ada satupun yang meminum obat pencegahan secara lengkap. Tiga belas (46%) responden tidak mengetahui adanya daerah malaria dengan Plasmodium spp yang resisten terhadap obat malaria. Responden yang menggunakan 'repellent' terhadap gigitan nyamuk berjumlah 7 orang (25 %). Lima belas (61%) responden sama sekali tidak mengusahakan pencegahan. Keterangan yang disampaikan dalam rangka mencari pengobatan, menunjukkan bahwa 10 (36%) responden mengusahakan pengobatan sendiri sebelum ke dokter; 18 (64%) pergi kedokter pada saat terjadi
gejala panas. Sembilan dari 18 responden yang pergi ke pelayanan kesehatan tidak diperiksa darah untuk malaria dan pengobatan malaria b a n diberikan 2 minggu kemudian. Sembilan belas dari 28 (68%) responden masuk rumah sakit untuk perawatan malaria: dan 4 responden di:av:a: di Kawat Intensif. Biaya yang dibutuhkan pasien Rawat Jalan rata rata adalah Rp.75.000,OO sedangkan yang Rawat Inap memerlukan biaya diatas Rp. 1.000.000,00 Para responden memberikan masukan tentang informasi yang dibutuhkan bagi yang sering melakukan perjalanan di Indonesia seperti obat yang dianjurkan untuk kemoprofilaksis di Indonesia dan daerah risiko malaria, termasuk daerah malaria yang resisten terhadap obat anti malaria. Informasi diusulkan disampaikan lewat berbagai media komunikasi, seperti brosur, poster pada tempat tempat pintu masuk daerah malaria.
PEMBAHASAN Dari hasil kuesioner yang didapat dari 28 responden wisatawan yang terjangkit malaria terlihat bahwa para responden terjangkit di berbagai daerah di Indonesia, di Jawa maupun di Luar Jawa. Adanya anggapan bahwa Pulau Jawa bebas malaria dan malaria ada di Luar Jawa saja, tentu tidak terlepas dari pengetahuan masyarakat yang masih melekat, bahwa malaria telah diberantas di Jawa Bali pada tahun tujuh puluhan. Dengan adanya data tentang pengetahuan masyarakat di atas dan bahwa sebagian besar responden (68%) terjangkit P. filciparum yang bisa mengancam jiwa, maka dapat dimengerti betapa pentingnya untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang malaria. Infonnasi tentang
Bul. Peiiel. Kesehalan. Vol. 3 1. NO. 2. 2003: 95 - I03
endemisitas nialaria dan daerah resistensi malaria perlu sekali disebarluaskan kepada masyarakat disertai cara pencegahan serta pengobatan malaria. Lebih dari 90% dari responden mengerti penularan melalui gigitan nyamuk. gejala panas dan nienggigil dapat merupakan gejaIa malaria, diagmsa pasti adalah nielalui pemeriksaan darah. Pengertian bahwa malaria dapat diobati dengan klorokuin dan atau kina dinyatakan oleh lebih dari 90% responden. Di daerah endeniik di Lao, Myanmar. Thailand dan di Indonesia (Mimika, Irian Jaya; Berakit, Riau; Hargotirto, Kokap) dilaporkan bahwa gigitan nyamuk sebagai cara penularan dimengerti oleh 43,7%-90 % penduduk, namLui usaha niencegah gigitall nyamuk dengaii menggunakan kelambu hanya dilakukan 50-60 % (16.118,2 1.22'23) . Di desa Hargotirto melalui penyuluhan yang aktif dapat diubah perilaku penggunaan kelambu dari 47% menjadi 61,5% "". Terlihat bahwa di daerah endelnik malaria. nieskipun sudah sering nlenderita malaria, tanpa penyuluhan yang intensif, sikap dan perilaku untuk nielakukan pencegahan terbatas. Responden pada penelitian iiii jrang tinggal di daerah lion endeniik malaria. rnernpunyai pengertian te~itaiig nialaria. Hal ini niungkin disebabkan karena responden mempunyai pendidikan minimal SMU. Meskipun demikian, dalani mengusahakan pencegahan dan pengobatan, usaha responden sangat terbatas. Setelah melalui penyululian tentang malaria pada wisatawan dari Zimbabwe dan dari Canada, hanya 23% dan 31% menggunakan kemoprofilaksis. Wisatawan tersebut meskipun sudali mengel-ti tentang pencegahan malaria, sebagian besar tidak menganibil sikap untuk melakukan pencegahan. Hal ini n~ungkindisebabkan karena terlalu banyak ha1 lain yang terpikir dalani
perjalanan, ancaman penyakit tidak dimengerti dengan jelas atau harus melakukan pencegahan suatu penyakit yang masih belum tentu akan diderita, bukanlah meru akan prioritas sepanjang perjalanan. ( 3,14)
P
Ketidakpatuhan menggunakan kemoprofilaksis juga merupakan kendala yang besar, terlihat bahwa 18% dan 35% wisatawan dari Zimbabwe dan dari Canada tidak patuh dalani menggunakan kenloprofilaksis. Pada penelitian ini hanya 2 yang menggunakan profilaksis dan kedua duanya tidak menyelesaikan paket pencegahan tersebut. Dalam memberikan penyuluhan perlu ditekankan pentingnya kepatuhan ini, karena bila terjangkit malaria biaya pengobatan tiliggi dan bisa berakhir dengall kematian. Dari responden yang nienderita panas dan atau nienggigil, 36% mengusahakaii pengobatan sendiri sebelunl ke dokter, sedangkan penelitian pada n isatawan Canada menunjukkan bahwa 66%) tidak mencari pertolongan dokter saat timbul gejala panas. Sembilan (50%) responden yang pergi ke pelayanan kcsellatan tidak diperiksa darah ~ulituk malaria dan pengobatan malaria baru diberikan 7 hari kemudian ( I 4 ) . Pada penelitian iiii 50% tclah berkunjung ke dokter dan tidak ada anjul-an pemeriksaan darah terhadap malaria. diberikan pengobatan terliadap penyebab lain, dan ada yang baru mendapatkan pengobatan ilialaria 2 minggu kemudian. Di Canada telah dilakukan evaluasi terhadap uasehat pencegahan, kecepatan diagnosis dan pengobatan pada 100 kasus nialaria impor. Hanya 1 1 % tenaga ~iiedis menganjurkan kemoprofilaksis dan 17% ~uenganjurkaiiuntuk lnenghindari gigitan nyamuk. Dari wisatawan yang terjangkit malaria, 59% tidak terdiagnosis pada kunjungan pertama dan 16% harus pergi ke
I'cllgctahuall. Si kap (la11PI.IIJI\LI .............f I
lebih dari 4 dokter sebeluni penieriksaan nialaria dilakukan. Pengobatan tertunda sanipai 7 hari, sehingga 7% kasus mengalami malaria berat (24'. Di daerah bebas malaria, petugas kesehatan saat dihadapkan dengan kasus panas, pada kunjungan pertania tidak meniasukkan malaria dalam diagnosis banding, karena adanya penyakit endemik setenipat seperti demani Dengue dan demam tifoid. Bila tidak diperliatikan adanya kunjungan kedaerah endeniik nialaria, kernungkinan malaria terlewatkan dan terjadi keterlanibatan diagnosis. Melakukan anarnnesis yang cermat tentang perjalanan kedaerali nialaria ataupun meniasukkan penieriksaa~idarah terhadap nialaria pada pasien dengan febris, dapat mengurangi kem~ungkinanketerlanibatan diagnosis. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalani Indonesia bekerjasaliia dengan Departemen Kesehatan pada Agustus 2003 telah menerbitkan buku Konsensus Penanganan Malaria, yang Diharapkan dapat meniberikan iuforn~asaipengobatan yang tepat, sesuai dan sensitif terhadap Plusnzo~liunl sp yang nienjangkiti Infor~iiasitentang daepasien terkait ('j'. rah dengan P. fillc*ipurliin dan P. vivas yang resisten terhadap klorokuin atau obat lain dibutuhkan petugas kesehatan untuk nieniberikan pengobatan yang tepat. Penyegaran petugas laboratorium berpera~i dalam penegakan diagnosis. Penelitian-penelitian PSP pada wisatawan iiienunjukkan bahwa PSP tentang nialaria pada umumnya sangat kurang. Karena Indonesia mempunyai kepentingan besar dalani meningkatkan kunjungan dari mancanegara, khususnya untuk pariwisata, haruslah diusahakan disampaikan informasi tentang daerah endemik malaria, cara proteksi diri yang adekuat dan pelayanan kesehatan yang tepat terhadap malaria. Usaha pencegahan bagi para wisa-
tawan yang berkunjung ke daerah cndemik nialaria adalah sangat penting, ~iiengingat bahwa mereka lebih rentan dan nieniuijukkan manifestasi klinik yang lebih berat daripada penduduk daerah endemik. Penyampaian inhrniasi yang diti~jukan ke wisatawan nierupakan kunci utania untuk mampu bersikap dan berperilaku tepat nienghadapi risiko terjangkit ~iialaria selama perjalanan sehingga kasus ~iialaria pada \\/isatawan dapat ditekan. I'endekatan yang dapat dipakai adalah '.41vtrl.c/re.s.s': sadar dan mengerti tentang risiko terkena malaria; 'Bites ' diartikan denyan hindari gigitan nyamuk; 'C'onr/7lici/rcc' yang nienganjurkan kepatulian minum obat pencegahan; 'Diugnosis' yang menga~ij~ukan imtuk segera berobat bila ada gejala tcrsangka nialaria ( 2 0 ' . Departemen Kesehatan perlu melakukan inisiatif lintas departemen untuk niengeluarkan suatu kebijakan uniuni bagi para wisatawan yang berkunjung ke daerah endeniik malaria. Infoniiasi yang lengkap tentang malaria sangatlali penting L I I I ~ L I ~ dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan dan selanjutnya dike~iibaugkankerjasama lintas departenien, berjalan seiring dengan kepentingan dan program niasing-niasing departemen. Keanianan terhadap risiko sakit, nierupakan juga jaminan bagi bisnis pariwisata. Sektor p a r k isata senipat terpi~ruk di berbagai negara akibat SARS yang saat itu beluln diketaliui secara jelas pencegahan dan penularannya. Dalani Iial malaria, sektor pariwisata dapat berperan besar dalam penyanipaian informasi tentang nialaria, untuk nienjamin kearnanan dari risiko sakit dengan melakukan pencegahan yang benar. Penanibahan pengetaliuan nielalui jalur pendidikan fornial dan penyululian nielalui berbagai media cetak dan elektronik perlu dikembangkan untuk usaha pencegalian nialaria pada para wisatawan.
Bul. Pclicl. Kcsuhatall. Vol. 31. NO. 2, 2003: 0 5 - 103
lnlbnnasi berupa poster, brosur ditempat yang dikunjungi dalam persiapan perjalan seperti biro perjalanan, penjualan karcis angkutan darat, laut dan udara serta selama perjalanan seperti pada pintu masuk ke daerah endemik akan sangat berharga bagi para wisatawan, seperti yang sudah berhasil dikembangkan saat wabah SARS pada tahun 2003. Selanjutnya kerjasama lintas departenien dikembangkan sehingga usaha dapat berjalan seiring dengan kepentingan dan fungsi masing masing departnien. Kebijakan setempat perlu dibuat sesuai dengan gambaran nialaria setenipat seperti resistensi obat dan endeniisitas. Peti~gaskesehatan daerah asal wisatawan harus mampu nieniberikan keterangan tentang daerah malaria dan usaha pencegahan serta qengobatannya. Penyegaran tentang anamnesis, diagnosis dan pengobatan malaria didaerah non endelnik perlu dilaksanakan, keniungkinan terlewatkannya malaria sebagai bagian dalam diagnosa banding kasi~sfebris.
Dari penelitian ini diteniukan bahwa ternyata responden tidak semuanya tahu baliwa di .la\va ~ilasihada daerah nialaria. Kesponden niengetahui tentang penyakit nialaria, namun tidak tabu secara tepat cara pencegahannya dan pelaksanaan penczgahan yang tepat. Saat responden jatuh sakit setelah kiunjungan ke daerah endemik nialaria, tidak terpikir untuk menghubungkan dengan nialaria pada saat gejala timbul pertama kali. informasi yang dibutuhkan bagi wisatawan adalali daerah endeniik malaria dan daerah nialaria resisten terhadap obat malaria, cara pencegahan yang tepat. Diusulkan oleh responden untuk meniberikan penyuluhan di media cetak dan elek-
tronik tentang malaria dan daerah penularan malaria. Manfaat dari laporan ini diharapkan dapat memberikan dampak positip terhadap \visatawan dalam antisipasi penyakit yang dapat menjangkiti wisatawan selama perjalanan dengan kemudahan mendapatkan informasi tentang pencegahan yang tepat dan efektif. Selain itu penting pula bahwa petugas kesehatan mampu mendeteksi malaria secara dini, sehingga tidak terjadi kelambatan diagnosis dan pengobatan.
Terimakasih Penulis ucapkan kepada Direktur R.S. Medistra, Dr. Susilawati Bolang, MHA dan Komite Medik R.S. kledistra yang memberikan ijin pelaksanaan penelitian ini. Ucapan terimakasih juga saya sampaikan kepada para dokter lane merawat responden dan Bagian Rekam Medik R.S. Medistra, dalam tahap pemilihan subyek penelitian yang sesuai. Dalam menyusun niakalah ini saya mendapatkan berbagai informasi ilmiah K.esehatan Wisata yang melengkapi makalah ini dari para sejawat di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, khususnya dari Dr. Suriadi Gunawa~i DPH. Terimakasih saya ucapkan atas dukungan sejawat di Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
DAFTAR RUJUKAN 1.
US Department o f Hcalth and Human Scrviccs. Hcalth Information for International Travcl 1999-2000.
2.
Bradley DJ, Warhurst DC. Guidelines for thc prcvcntion o f malaria in travcllers from the Unitcd Kingdom. (brrtmzm 1)i.s Rep C'DR Rev 1994;7:R138-52.
3.
Si~harto.Scgi praktis Travcl Mcdicine dan pcnyakit infcksi yang scring dijumpai pada travclcr. 2002. Airlangga Univesity Press.
Van Iicrck K. Zuckcrnii~nJ, Castcll~F. \'an Dammc P. Walkcr E. Stcffcn R; Tra\clcrs' knowledgc. attitudcs. and practlccs on prcvcntlon of ~nfcetIOLIS discascs: rcs~llts from a p ~ l o tstudy. J Travcl Med. 2003 \IarApr; 10(2):75-8 dos Santos CC. Anvar A. Kcystonc JS. K a ~ n KC Survcy o f usc o f malar~aprc\cnt~on measures by Canad~ans~ ~ s ~ tIndia. i n g C\1 AS 1096; 160: 195-200. Abraliam C. Clift S. Grabowski P. Cognitilc predictors o f adhcrcncc to malaria prophylaxis rcgimens on rctLlrn fi.oni a malarious rcgion: n prospcctivc stud!. Coc. Sci iL1crl 1OC)0;48:16-11-5-1. Joncs TR, Baird JK. Bangs MS. .41inis B.4. I-'urnomo. Uasri H. Ci~lna\van S. tlarjosuwarno S. McElroy PD. Iioffiiian SL. Malaria vaccinc stndy sitc in Irian Jaha. Indoncsia: Plasmodium falcipar~i~ii incidc~icc nicas~~rcnl~rlts and cpidcrn~olog~c considclations in samplc si/c cstiniatiun. 4m .I 'l'rup Mcd 1994 Fcb 50 (2). 2 10-8. '1:jitra E. 0oiiij;~ti S. Ocy TS. Pribadi \\'. '1:jiptaningsih B. Lcman Y. Manicsali H. Arbani Pr. Dar\\oto. Syohrud.ji N, Sudiarso. ( i ~ ~ ~ i a wS. a nCo~iiparati\.cstudy o f .Artcnittlicr and Quinine Trcatnicnt in sc\erc and Complicated Falcipar~~ni Malaria at Balilcpapari Gcncrial Hospital. Mcd J Indoncs 1996:5 (4):2 18-27. WtiO. International Travcl and ticaltli Vaccination Rcq~~ircnicnts arid tiealth .Ad\,ice. WHO. Gcnc\ a. 2001 .
and cnvironnicntal prcvclitl\,c mcasurc\ In travclcrs cxltlng %iml>abucfroni Harare i111d Victoria I-''111s Intcrnat~onill~11rpor1. .I 'Ira\cl Mcd 2001 Nov-Dcc;X(6): 20%-303. C'lai~d~aC. [Ips Si~ntos. A r ~ aAnvi~r.J ~ LSI Kcystonc. K a ~ n KC'. S u r ~ c y of' in\c ol' malaria prcvcntion mcasurcs by ('dlladlan, v ~ s t ~ nIndta. g C'MAJ 1990: 160: 195-200. Schlagcnhauf P. Steffcn R. TscliolT a. Van Dammc P, Mittclliol/ccr MI-. I.cucnbcrgc~. H. Rcinkc C. Ucliavio~~ralaspects ol' travcllcrs in tlicir use o f mularia prcsuniptivc trcatmcnt. Bull L\:orld Health Organ 1005: 73(2):215-21. Siti Sapardiyah Santoso. Bintari R~~kmono. Wita Pribadi. Sri Socwasti Socsanto. Sudarti. Pcngctah~~an.Pcngala~iian. Pandanga~idan Pola Pcncarian Pcngobatan tentang pcnyakit malaria di ducrah liipcr cndcmic Lli~iiika 'Timur. Irian Jaya. Bull Hlth Studics. 1994: 22(3):24-38. Sapi~rdiyaliSantoso S. K ~ ~ k n i o n13.o Prihadi W. Pcrilaku pcnduduk dillam pcnangguianfan pcnyakit rnalaria di Dcsa Bcrakit Propinsi Riau. 13ull Hlth Stud~cs 1991;19(1):14-24. Sapardiyah Santoso S.. lnianl U'aluyo. Kcnri Friskaririi. Peny~~lulian tcpat guna bcrkaitan dcngan pcnyakit malaria bagi pcndudult Hargotirto Kccamatan Kokap. Kabupiltan Kulon Progo di Yogyaki~rta.hlcd Pcncliti;~n dan Pcngcnibangan Kcschatun 2002: S ll(.I ): 1 - 1 1.
-
Natliwani D, Spitcri .I. Information about antimalarial clicmoprophylasis in liospitaliscd patients--is it adequate'? Scott JIcd J. 1997 Fcb:42( 1): 13-5.
Utarini A. LVink\:ist A. L'lt:,~FkI. Rapid assessnicnt proccdurcs o f malaria in lo\\ endemic countrics: conimunity pcrccption in Jcpara district. lndoncsia. Soc Sci Mcd 200.: Fcb: 56 (4) : 70 1 - 12.
Kccin C. Kain. Douglas W. MacPlicrson. Tim KcltonJack Mcndclson and S. Dicli ~uc~can'..Malariadcatlis in visitors to Canada and in Canadian tra\,cllers: a case scrics. CMAJ 2001 Mar 6: 164(5):654.
Rooshcrmiatic B. Nisliiyania M. Wi~kacI<. Tlic human behavioral and socioecono~ii~c determinants o f malaria in Bacan Island. North M a l ~ ~ k uIndoncsia. . J Epidcm~ol2000 Jul; 10(4):361.
S. Williams JO, Chitrc M. Sharland \I. Increasing Plasniodi~~m falciparuni malaria in southwcst London: a 25 ycar obser\.ational study. Arch Dis Child. 2002 .luii: 86(6): 428-30.
U l a M. Phommpida S. Toma T. Takakura M. Maniyong K. Bonpvadcth S. KobayasJlii J. Koja Y. O n s a Y, Miyagi I. Kno\\;lcdgc and behavior relating to malaria in malariaendemic villagcs of Khanimou~~ane Province, Lao-PDR. Southcast Asian J Trop Med Public Hcalth. 2002 Jun: 33 (2) 246-54.
Lavcr SM. Wet~els J, Behrens RH. Knowlcdgc o f malaria. risk perceptloll ,ind compliance w ~ t hprophylaxis and personal
HI^. Pc11c.l.KCSC~~ IB I .I
Vol. 5 I. YO. 2. 2003: 0 5
-
I03
22.
Hln-shcin. Than-tun-Scin. Soc-soc. Tin .-\ung, Nc-win. Khin-Saw-ayc. Thc levcl o f I,nowlcdgc. attitude and practice i n rclation to malari:~ i n 00-do villagc. Myilnmar. Southeast Asian .I Trop Mcd. 1998 Scp. 29 I:. ) 546-0
2.
Butmporu P. Prasttlsuh C. Kracha~kllnS. Cliarconjal P. Bcha\ lors in sclf-pre~cntion o f lnalarla among niobil population 111 cast fhatland. Soittheast .Asian J Trop Med. 1995 .ILIII: 26(2): 2 13-7
24.
Kain KC, Harrington M A . Tennyson S. Kcystone JS. lmportcd malaria: prospcctivc analysis o f problems i n diagnosis and nianagcment. Clin Infect Dis 1998:27( 1): 142-9.
75.
KO~SC~SLISPcnangilllan Malaria 2003. Pcrhinipunan Doktcr Spesialis Pcnyakit Data111Indonesia.
26.
Wancr S. Durrhieni D. Braack LE. Gantlnun S. Malaria protection measures ilscd by Inflight travelers t o South African Eamc parks. J. Trav Med 1999 Dec:6 (4): 254-7.