PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERANAN AYAH TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
YULIA NOVIKA JUHERMAN
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
ABSTRACT YULIA NOVIKA JUHERMAN. A54104091. Knowledge, Attitude, and Roles of Father In Exclusive Breastfeeding (Under direction of M. RIZAL M. DAMANIK dan SITI MADANIJAH). This cross-sectional study aimed at understanding the influence of knowledge, attitude, and roles of father in exclusive breastfeeding in South Jakarta, Indonesia. Questionnare data from 60 mothers and fathers pairs were obtained. Breastfeeding practices are 41.7% exclusive breastfeeding, 16.6% semi-exclusive breastfeeding, and 41.7% unexclusive breastfeeding for 6 months. Mother and father knowledge about breastfeeding was not significantly associated with mother and father education, mother and father access toward breastfeeding information, and family class economy (p>0.05). Exclusive breastfeeding practice was significantly associated with mother (p<0.01) and father (p<0.05) knowledge about breastfeeding and mother and father attitudes toward breastfeeding (p<0.01). Especially for father, roles of father in breastfeeding was significantly associated with father knowledge about brestfeeding (p<0.01) and father attitudes toward breastfeeding (p<0.05). On the contrary, exclusive breastfeeding practice was not significantly associated with roles of father in breastfeeding (p>0.05). It showed that good or not the roles of father in breastfeeding was not associated with successful exclusive brestfeeding. Using multiple logistic regression analysis, mother with middle education (OR = 8.66; 95% CI 1.36-55.07), high maternal education (OR = 46.12; 95% CI 1.651286.15), family with high class economy (OR = 0.15; 95% CI 0.03-0.75), and possitive maternal attitudes toward breastfeeding (OR = 10.91; 95% CI 2.52-47.29) were risk factors for exclusive breastfeeding for 6 months. Breastfeeding education programs for father are needed to understand the exclusive breastfeeding that father have a important role in breastfeeding. The results suggest that high class economy mother and father are more likely to practice unexclusive breastfeeding that have to be an important part in breastfeeding education programs and exclusive breastfeeding promotion to increase the optimum exclusive breastfeeding. Keywords : knowledge, attitude, father’s role, exclusive breastfeeding
RINGKASAN YULIA NOVIKA JUHERMAN. Pengetahuan, Sikap, dan Peranan Ayah terhadap Pemberian ASI Eksklusif (dibimbing oleh M. RIZAL MARTUA DAMANIK dan SITI MADANIJAH). Pemberian ASI eksklusif bertujuan memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari pengaruh antara pengetahuan, sikap, dan peranan ayah terhadap pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kuningan Timur, Kotamadya Jakarta Selatan, Propinsi DKI Jakarta pada bulan Desember 2007 sampai bulan Januari 2008. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Contoh merupakan keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan dan dipilih secara acak dengan metode stratified random sampling with proportional allocation. Jumlah contoh yang digunakan adalah 60 keluarga, terdiri dari 19 contoh ekonomi bawah, 21 contoh ekonomi menengah, dan 20 contoh ekonomi atas. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada ayah dan ibu dengan menggunakan kuesioner yang telah dilakukan uji reliabilitas terlebih dahulu dengan Cronbach’s Alpha sebesar 0.889. Data sekunder diperoleh dari posyandu mengenai data bayi usia 6-12 bulan dan dari pihak Kelurahan Kuningan Timur Kotamadya Jakarta Selatan mengenai profil kelurahan dan tingkat ekonomi keluarga. Faktorfaktor yang diduga mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah karakteristik keluarga (pendidikan ayah dan ibu, tingkat ekonomi keluarga, dan akses ayah dan ibu tentang informasi ASI), pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI, sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI, dan peranan ayah dalam pemberian ASI. Data diolah dengan menggunakan SPSS 13.0 for Windows dan analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dan inferensia dengan Rank Spearman Correlation dan Multiple Logistic Regression. Berdasarkan hasil penelitian diketahui secara umum contoh yang memiliki keluarga kecil lebih banyak dibandingkan keluarga besar. Lebih dari separuh ayah dan ibu (65.0-76.0%) memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu lulusan SLTP atau SLTA baik ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi bawah, menengah, maupun atas. Sama halnya tingkat pendidikan, secara umum sebagian besar ayah dan ibu (50.081.0%) memiliki akses yang sedang tentang ASI. Jumlah bayi yang berusia 6-9 bulan hampir sama dengan bayi yang berusia 10-12 bulan. Lebih dari separuh bayi (65.0%) berjenis kelamin laki-laki dan sebagian besar bayi (97.4%) memiliki berat badan lahir normal yaitu > 2500 g. Sebagian besar ayah dan ibu (75.0-76.7%) memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI baik. Lebih dari separuh ibu (63.3%) memiliki sikap yang baik tentang pemberian ASI sedangkan sekitar separuh ayah (51.7%) memiliki sikap yang sedang tentang pemberian ASI. Peranan ayah dalam pemberian ASI terbesar yaitu sedang (45.0%). Sebanyak 41.7% keluarga memberikan ASI eksklusif, 16.6% semi eksklusif, dan 41.7% keluarga memberikan ASI tidak eksklusif.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan tingkat pendidikan ayah dan ibu, akses ayah dan ibu tentang informasi ASI, dan tingkat ekonomi keluarga. Lebih lanjut, pemberian ASI eksklusif berhubungan nyata dengan tingkat pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.028 dan r = 0.284*) dan berhubungan sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI (p = 0.007 dan r = 0.347**). Hubungan yang sangat nyata juga terdapat antara pemberian ASI eksklusif dengan sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI (p = 0.003 dan r = 0.376** pada ayah dan p = 0.001 dan r = 0.411** pada ibu). Khusus bagi ayah, peranan ayah dalam pemberian ASI berhubungan sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.006 dan r = 0.348**) dan berhubungan nyata dengan sikap ayah tentang pemberian ASI (p = 0.048 dan r = 0.257*). Akan tetapi, praktek pemberian ASI eksklusif tidak berhubungan nyata dengan peranan ayah dalam pemberian ASI (p = 0.235 dan r = 0.156). Hal ini menunjukkan baik atau rendahnya peranan ayah dalam pemberian ASI tidak berhubungan dengan keberhasilan dalam pemberian ASI eksklusif. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif diketahui dengan menggunakan uji multiple regresi logistik. Faktor yang paling dominan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah pendidikan ibu, tingkat ekonomi keluarga, dan sikap ibu tentang pemberian ASI. Hal ini menunjukkan setiap peningkatan faktor-faktor tersebut akan meningkatkan pemberian ASI eksklusif oleh ibu pada bayi tetapi berbanding terbalik dengan tingkat ekonomi keluarga. Kata kunci : pengetahuan, sikap, peranan ayah, pemberian ASI eksklusif
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Pengetahuan, Sikap, dan Peranan Ayah terhadap Pemberian ASI Eksklusif adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian terakhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2008
Yulia Novika Juherman NRP A54104091
RINGKASAN YULIA NOVIKA JUHERMAN. Pengetahuan, Sikap, dan Peranan Ayah terhadap Pemberian ASI Eksklusif (dibimbing oleh M. RIZAL MARTUA DAMANIK dan SITI MADANIJAH). Pemberian ASI eksklusif bertujuan memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari pengaruh antara pengetahuan, sikap, dan peranan ayah terhadap pemberian ASI eksklusif. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Kuningan Timur, Kotamadya Jakarta Selatan, Propinsi DKI Jakarta pada bulan Desember 2007 sampai bulan Januari 2008. Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Contoh merupakan keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu yang memiliki bayi usia 6-12 bulan dan dipilih secara acak dengan metode stratified random sampling with proportional allocation. Jumlah contoh yang digunakan adalah 60 keluarga, terdiri dari 19 contoh ekonomi bawah, 21 contoh ekonomi menengah, dan 20 contoh ekonomi atas. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada ayah dan ibu dengan menggunakan kuesioner yang telah dilakukan uji reliabilitas terlebih dahulu dengan Cronbach’s Alpha sebesar 0.889. Data sekunder diperoleh dari posyandu mengenai data bayi usia 6-12 bulan dan dari pihak Kelurahan Kuningan Timur Kotamadya Jakarta Selatan mengenai profil kelurahan dan tingkat ekonomi keluarga. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah karakteristik keluarga (pendidikan ayah dan ibu, tingkat ekonomi keluarga, dan akses ayah dan ibu tentang informasi ASI), pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI, sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI, dan peranan ayah dalam pemberian ASI. Data diolah dengan menggunakan SPSS 13.0 for Windows dan analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dan inferensia dengan Rank Spearman Correlation dan Multiple Logistic Regression. Berdasarkan hasil penelitian diketahui secara umum contoh yang memiliki keluarga kecil lebih banyak dibandingkan keluarga besar. Lebih dari separuh ayah dan ibu (65.0-76.0%) memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu lulusan SLTP atau SLTA baik ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi bawah, menengah, maupun atas. Sama halnya tingkat pendidikan, secara umum sebagian besar ayah dan ibu (50.0-81.0%) memiliki akses yang sedang tentang ASI. Jumlah bayi yang berusia 6-9 bulan hampir sama dengan bayi yang berusia 10-12 bulan. Lebih dari separuh bayi (65.0%) berjenis kelamin laki-laki dan sebagian besar bayi (97.4%) memiliki berat badan lahir normal yaitu > 2500 g. Sebagian besar ayah dan ibu (75.0-76.7%) memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI baik. Lebih dari separuh ibu (63.3%) memiliki sikap yang baik tentang pemberian ASI sedangkan sekitar separuh ayah (51.7%) memiliki sikap yang sedang tentang pemberian ASI. Peranan ayah dalam pemberian ASI terbesar yaitu sedang (45.0%). Sebanyak 41.7% keluarga memberikan ASI eksklusif, 16.6% semi eksklusif, dan 41.7% keluarga memberikan ASI tidak eksklusif.
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan tingkat pendidikan ayah dan ibu, akses ayah dan ibu tentang informasi ASI, dan tingkat ekonomi keluarga. Lebih lanjut, pemberian ASI eksklusif berhubungan nyata dengan tingkat pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.028 dan r = 0.284*) dan berhubungan sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI (p = 0.007 dan r = 0.347**). Hubungan yang sangat nyata juga terdapat antara pemberian ASI eksklusif dengan sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI (p = 0.003 dan r = 0.376** pada ayah dan p = 0.001 dan r = 0.411** pada ibu). Khusus bagi ayah, peranan ayah dalam pemberian ASI berhubungan sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.006 dan r = 0.348**) dan berhubungan nyata dengan sikap ayah tentang pemberian ASI (p = 0.048 dan r = 0.257*). Akan tetapi, praktek pemberian ASI eksklusif tidak berhubungan nyata dengan peranan ayah dalam pemberian ASI (p = 0.235 dan r = 0.156). Hal ini menunjukkan baik atau rendahnya peranan ayah dalam pemberian ASI tidak berhubungan dengan keberhasilan dalam pemberian ASI eksklusif. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif diketahui dengan menggunakan uji multiple regresi logistik. Faktor yang paling dominan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah pendidikan ibu, tingkat ekonomi keluarga, dan sikap ibu tentang pemberian ASI. Hal ini menunjukkan setiap peningkatan faktor-faktor tersebut akan meningkatkan pemberian ASI eksklusif oleh ibu pada bayi tetapi berbanding terbalik dengan tingkat ekonomi keluarga. Kata kunci : pengetahuan, sikap, peranan ayah, pemberian ASI eksklusif
PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERANAN AYAH TERHADAP PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
YULIA NOVIKA JUHERMAN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
PROGRAM STUDI GIZI MASYARAKAT DAN SUMBERDAYA KELUARGA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Skripsi
: Pengetahuan,
Sikap,
dan
Peranan
Ayah
terhadap
Pemberian ASI Eksklusif Nama
: Yulia Novika Juherman
NRP
: A54104091
Disetujui,
Drh. M. Rizal Martua Damanik, M.Rep.Sc.,PhD Dosen Pembimbing I
Dr. Ir. Siti Madanijah, MS Dosen Pembimbing II
Diketahui,
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr Dekan Fakultas Pertanian
Tanggal Lulus :
PRAKATA Assalamu’alaikum Wr. Wb. Syukur alhamdulillah penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya kecil ini. Semoga salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada teladan kebaikan kita, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya. Penelitian ini berjudul “Pengetahuan, Sikap dan Peranan Ayah terhadap Pemberian ASI Eksklusif” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis haturkan kepada : Ayahanda Juherman dan Ibunda Lidya Sapta Yandri tercinta, atas segala dukungan yang tidak ternilai baik moral maupun materil serta perhatian dan curahan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis. I love Mom and Dad. Bapak Drh. M. Rizal Martua Damanik, M.Rep.Sc.,PhD dan Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran serta memberikan masukan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya kecil ini dengan baik. Adikku
tersayang
Yuda
Aldikensa
Juherman,
terima
kasih
atas
dukungannya selama penulis melakukan penelitian, be your self and always do the best. Sahabat dan Partner setia, Irnaldi Yoza Wijaya yang selalu memberikan dukungan, bantuan, dan kebahagiaan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya kecil ini. Oma Mahyar, tante Nanda dan keluarga, tante Fitra dan keluarga, om Defit dan keluarga, tante An dan keluarga, serta keluarga besar lainnya yang tidak henti mendoakan, memberikan dukungan, dan bantuan kepada penulis sehingga penulis dapat fokus dalam menyelesaikan karya kecil ini. Bapak Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pemandu yang telah memberikan masukan dan bantuan selama seminar dan Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan untuk perbaikan karya kecil ini agar lebih baik. Ibu Ir. Retnaningsih, M.Si selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan dan bantuan kepada penulis selama penulis kuliah di GMSK. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen yang telah membantu penulis dalam analisis statistik pada penelitian ini sehingga penulis dapat menyelesaikan karya kecil ini dengan baik.
Saudari Devita Kusuma Rahingtyas, Marissa Indreswari, Novika Tri Afianti, dan Saudara Bagus Zulfikhal Muthi selaku pembahas seminar yang telah memberikan masukan yang berguna sehingga karya kecil ini dapat diselesaikan dengan baik. Semua staf Kotamadya Jakarta Selatan dan Kelurahan Kuningan Timur yang telah memberikan izin, bantuan dan informasi kepada penulis untuk melakukan penelitian di Kuningan Timur. Bapak dan Ibu RW 04 serta ibu-ibu kader posyandu (Ibu Mardiyah, Ibu Tuti, Ibu Aan, dan Ibu Atik) yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini. Akhirnya kebahagiaan tak terkira penulis untuk dapat mempersembahkan karya kecil ini. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan masyarakat serta dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam peningkatan pemberian ASI eksklusif. Penulis menyadari bahwa karya ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik penulis harapkan untuk kesempurnaan karya ini. Penulis menghaturkan maaf apabila terdapat hal yang kurang berkenan dalam penulisan skripsi ini. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor,
Juli 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Padang, Propinsi Sumatera Barat, pada tanggal 15 November 1986 dari ayahanda Bripka Juherman dan ibunda Lidya Sapta Yandri. Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Tahun 2004 penulis lulus SMU Negeri 10 Padang dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti berbagai organisasi kampus, seminar, dan kegiatan kampus. Penulis memiliki pengalaman organisasi sebagai anggota divisi Kajian Strategis dan Keprofesian pada Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu Gizi Pertanian (HIMAGITA) periode 2005-2006, Bendahara Umum Korps Sukarela Palang Merah Indonesia (KSR-PMI) Unit I IPB Periode 2005-2006 dan anggota Umum KSR-PMI Unit I IPB 2006-2007. Selain itu, penulis pernah menjadi ketua seminar Nuansa Pangan, Gizi, dan Keluarga (NPGK) X HIMAGITA IPB pada bulan September 2006 dan asisten praktikum mata kuliah Ilmu Gizi Dasar tahun ajaran 2007/2008.
DAFTAR ISI PRAKATA ...................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................... x DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR........................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv PENDAHULUAN ............................................................................................ Latar Belakang ......................................................................................... Tujuan....................................................................................................... Hipotesis ................................................................................................... Kegunaan .................................................................................................
1 1 3 4 4
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... Air Susu Ibu (ASI) ..................................................................................... Komposisi ASI ............................................................................. Manfaat ASI ................................................................................. ASI Eksklusif ............................................................................................. Praktek Pemberian ASI ............................................................................ Risiko Kesehatan Penggunaan Susu Formula bagi Bayi ......................... Karakteristik Keluarga .............................................................................. Pengetahuan dan Sikap tentang ASI ....................................................... Peranan Ayah dalam Pemberian ASI .......................................................
5 5 5 6 8 10 11 12 13 14
KERANGKA PEMIKIRAN.............................................................................. 18 METODE PENELITIAN .................................................................................. Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ..................................................... Cara Pengambilan Contoh ....................................................................... Jenis dan Cara Pengumpulan Data .......................................................... Pengolahan dan Analisis Data ................................................................. Definisi Operasional .................................................................................
21 21 21 22 23 26
HASIL ............................................................................................................. 28 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ........................................................... 28 Karakteristik Keluarga .............................................................................. 29 Karakteristik Bayi ...................................................................................... 31 Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang ASI ................................. 32 Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ....................................................... 34 Praktek Pemberian ASI ............................................................................ 35 Hubungan Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI dengan Karakteristik Keluarga ................................................................................................... 36 Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI ...................................................... 38 Hubungan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap Ayah tentang Pemberian ASI .................................................. 39 Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ......................................................................................... 40 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif .................. 40
PEMBAHASAN .............................................................................................. 41 Karakteristik Keluarga .............................................................................. 41 Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang ASI ................................. 43 Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ....................................................... 48 Praktek Pemberian ASI ............................................................................ 50 Hubungan Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI dengan Karakteristik Keluarga ................................................................................................... 51 Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI ...................................................... 53 Hubungan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap Ayah tentang Pemberian ASI .................................................. 54 Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ......................................................................................... 55 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif .................. 57 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 59 Kesimpulan .............................................................................................. 59 Saran ....................................................................................................... 60 DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 61 LAMPIRAN .................................................................................................... 64
DAFTAR TABEL 1. Proporsi Jumlah Contoh tiap Kelompok Contoh berdasarkan Tingkat Ekonomi Keluarga .................................................................................... 22 2. Jenis dan Kategori Pengukuran Data ....................................................... 24 3. Karakteristik Contoh pada Tiga Tingkat Ekonomi Keluarga ..................... 30 4. Sebaran Contoh berdasarkan Akses Informasi tentang ASI .................... 31 5. Karakteristik Bayi berdasarkan Jenis Kelamin ......................................... 31 6. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI ........... 32 7. Sebaran Contoh berdasarkan Jawaban yang Benar dari Pertanyaan Pengetahuan tentang ASI ........................................................................ 32 8. Sebaran Contoh berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI ................. 33 9. Sebaran Ayah berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI...................... 33 10. Sebaran Ibu berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI ......................... 34 11. Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI ................... 34 12. Sebaran Ayah berdasarkan Jenis Peranan dalam Pemberian ASI .......... 35 13. Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI ............................ 35 14. Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI tidak Eksklusif .... 36 15. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan Tingkat Pendidikan ................................................................................... 36 16. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan Akses Informasi ........................................................................................ 37 17. Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan Tingkat Ekonomi Keluarga ...................................................................... 37 18. Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI......................................................................... 38 19. Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI ...................................................... 38 20. Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI dan Pengetahuan tentang ASI ........................................................................ 39 21. Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI dan Sikap tentang Pemberian ASI .................................................................. 39 22. Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI ..................................................................... 40 23. Faktor Risiko Pemberian ASI Eksklusif .................................................... 40
DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Kerangka Pemikiran Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif .............................................................. 20
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Hasil Analisis Statistik Hubungan Antar Variabel dengan Rank Spearman Correlation ...................................................... 65 Lampiran 2. Hasil Analisis Statistik Faktor Risiko Pemberian ASI Eksklusif dengan Multiple Logistic Regression ......................................... 66 Lampiran 3. Kuisioner Penelitian Ibu ............................................................. 67 Lampiran 4. Kuisioner Penelitian Ayah.......................................................... 70
PENDAHULUAN Latar Belakang Air susu ibu (ASI) merupakan bentuk makanan ideal bagi bayi selama 6 bulan pertama kehidupan karena ASI menyediakan zat-zat gizi penting bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI mengandung protein tinggi yang mudah diserap bayi serta mengandung laktosa dan karbohidrat yang tinggi. Mineral di dalam ASI mudah diserap oleh bayi (Perkins & Vannais 2004). Selain itu, ASI mengandung antibodi yang melindungi bayi dari penyakit dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Apabila ASI tidak diberikan kepada bayi, risiko kesehatan seperti malnutrisi, diare, dan kematian akan berdampak pada kondisi kesehatan bayi. Keuntungan dari ASI akan optimal jika pemberian ASI dilakukan secara eksklusif tanpa pemberian makanan tambahan lain, selama 6 bulan pertama kehidupan (WHO 1991, 1999). Sejalan dengan hal ini, pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan pemberian ASI eksklusif sampai bayi berusia 6 bulan pada Kepmenkes RI No. 450/MENKES/IV/2004. Berdasarkan Roesli (2000), ASI merupakan sesuatu yang tidak ternilai harganya yang dapat meningkatkan kesehatan dan kecerdasan anak secara optimal. Keunggulan ASI tidak hanya dapat dirasakan bayi, ibu juga dapat merasakan keunggulan ASI. Oksitosin, hormon yang dihasilkan selama menyusui, merangsang kontraksi uterus dan membantu uterus kembali pada ukuran normal, selain itu dapat menurunkan kemungkinan terjadinya pendarahan pasca melahirkan serta mengurangi risiko ibu terkena kanker payudara dan rahim (Jellife & Jellife 1979; Riordan 2005; WHO 1993). Selain itu, ASI lebih murah dibandingkan susu formula karena untuk mendapatkan ASI tidak memerlukan biaya, praktis, dan higienis. Konsep tentang ASI eksklusif sekarang ini terasa semakin sulit untuk dilaksanakan oleh ibu-ibu. Berdasarkan Sensus Dasar Kesehatan Indonesia, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan menurun pada tahun 2003 menjadi 39,5%. Sementara pemakaian susu botol meningkat menjadi 32,4%. Proporsi ini termasuk rendah dan mencerminkan ketidaktahuan mengenai ASI eksklusif bagi perkembangan bayi pada awal pertumbuhannya (Departemen Kesehatan 2006). Lebih lanjut, menurut UNICEF (2006), kira-kira sebanyak 30.000 kematian balita dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif.
Alasan paling umum diberikan ibu untuk tidak memberikan ASI eksklusif yaitu ibu yang harus bekerja, ibu yang tidak memiliki cukup ASI atau berpikir tidak dapat memberikan ASI yang cukup dan kurangnya dukungan keluarga. Selain itu, adanya pengaruh media massa mengenai iklan susu formula bagi bayi sehingga mempengaruhi ibu untuk tidak memberikan ASI. Kebanyakan wanita secara fisik mampu menyusui, asalkan mereka mendapatkan dorongan yang cukup dan tidak diberi komentar yang mengecilkan hati sementara sekresi ASI sedang terbentuk. Banyak ibu menyusui masih ragu bahwa ASI akan keluar dan berhasil menyusui bayi jika mereka diyakinkan dan didukung (Nelson 2000). Oleh karena itu, sangat dibutuhkan peran dan dukungan keluarga terutama ayah dalam keberlanjutan ibu memberikan ASI. Proses menyusui bukan hanya terjadi antara ibu dan bayi, tetapi ayah juga mempunyai peran yang sangat penting dan dituntut keterlibatannya, walaupun masih banyak ayah beranggapan cukup menjadi pengamat yang pasif saja. Menurut Roesli (2000) dari semua dukungan bagi ibu menyusui, dukungan sang ayah adalah dukungan yang paling berarti bagi ibu. Ayah dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI khususnya ASI eksklusif karena ayah akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh keadaan emosi atau perasaan ibu. Ayah cukup memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan yang praktis. Peran ayah sangat mempengaruhi pengambilan sikap dan keputusan ibu memberikan ASI pada bayi. Penelitian yang dilakukan oleh Littman, Medendorp & Goldfarb (1994) di Ohio terhadap 115 ibu yang baru melahirkan menunjukkan kelancaran menyusui hanya 26.9% karena ayah tidak mengerti ASI. Sedangkan keberhasilan menyusui hampir mencapai 98% karena ayah mengerti ASI. Oleh karena itu, keterlibatan ayah dalam keberhasilan menyusui sangat besar. Bahkan Michigan State University merekomendasikan pendidikan ASI bagi ayah. Sampai saat ini penelitian tentang ASI eksklusif khususnya pengaruh pengetahuan, sikap, dan peranan ayah dalam pemberian ASI eksklusif di Indonesia belum ada. Pengetahuan tentang ASI perlu digali lebih dalam sebagai wujud perhatian ayah mendukung keberhasilan ASI eksklusif atau menjadi ayah ASI (breastfeeding father) untuk memacu kecerdasan dan kesehatan anak. Selain itu, pengetahuan ayah tentang ASI diperlukan untuk memberikan pengarahan dan saran pada ibu tentang pentingnya ASI.
Permasalahan tersebut melatarbelakangi penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana tingkat pengetahuan ASI ayah, sikap, dan peranan ayah dalam praktek pemberian ASI eksklusif. Peranan ayah secara optimal pada ibu dan bayi dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif. Tujuan Tujuan Umum : Tujuan umum dari penelitian ini adalah mempelajari pengaruh antara pengetahuan, sikap, dan peranan ayah terhadap pemberian ASI eksklusif. Tujuan Khusus : 1. Mengidentifikasi
karakteristik
keluarga
(besar
keluarga,
tingkat
pendidikan, akses informasi tentang ASI, dan tingkat ekonomi keluarga). 2. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan dan sikap ayah dan ibu tentang ASI serta peranan ayah dalam pemberian ASI. 3. Mengidentifikasi praktek pemberian ASI. 4. Menganalisis hubungan pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan karakteristik keluarga (tingkat pendidikan, akses informasi tentang ASI, dan tingkat ekonomi keluarga). 5. Menganalisis
hubungan
praktek
pemberian
ASI
dengan
tingkat
pengetahuan dan sikap ayah dan ibu tentang ASI. 6. Menganalisis hubungan peranan ayah dalam pemberian ASI dengan tingkat pengetahuan dan sikap ayah tentang ASI. 7. Menganalisis hubungan praktek pemberian ASI dengan peranan ayah dalam pemberian ASI. 8. Mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi praktek pemberian ASI eksklusif.
Hipotesis 1. Ada hubungan pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan karakteristik keluarga. 2. Ada hubungan praktek pemberian ASI dengan tingkat pengetahuan dan sikap ayah dan ibu tentang ASI. 3. Ada hubungan peranan ayah dalam pemberian ASI dengan pengetahuan dan sikap ayah tentang ASI. 4. Ada hubungan praktek pemberian ASI dengan peranan ayah dalam pemberian ASI.
Kegunaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan manfaat bagi berbagai pihak, antara lain : 1. Bagi peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh semasa kuliah, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan mengolah dan menganalisis data serta menginterpretasikannya ke dalam bentuk karya ilmiah. 2. Bagi daerah tempat penelitian (Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan), penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif baik dari ibu ataupun dari ayah sebagai ayah ASI (breastfeeding father) sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi kegiatan posyandu, puskesmas atau badan kesehatan lainnya untuk mempromosikan ASI eksklusif di masa mendatang. 3. Bagi pemerintah pusat, Departemen Kesehatan dan instansi yang terkait, mengadakan program pendidikan ASI bagi ayah dan membuat kebijakan dan memonitor tentang pemasaran susu formula bagi bayi dalam rangka mempromosikan ASI eksklusif secara intensif. 4. Bagi masyarakat umum, memberikan informasi bahwa ASI eksklusif sangat baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi, bermanfaat bagi ibu, dan pentingnya keterlibatan ayah sebagai ayah ASI (breastfeeding father) dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif.
TINJAUAN PUSTAKA Air Susu Ibu (ASI) Air susu ibu (ASI) terkadang disebut sebagai darah putih karena dianggap sama dengan darah plasenta dari kehidupan intrauterin. Sesungguhnya, ASI merupakan jaringan kehidupan yang tidak terstruktur, seperti darah, dan dapat mentransportasikan zat gizi yang digunakan untuk sistem biokimia, memperkuat sistem imunitas dan menghancurkan patogen. ASI telah disesuaikan sepanjang kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dan mencegah infeksi pada bayi untuk pertumbuhan yang optimal, perkembangan, dan kelangsungan hidup (American Academy of Pediatrics 1997; US Department of Health and Human Services 2000, diacu dalam Riordan 2005). Roesli (2000) menjelaskan bahwa ASI merupakan sumber zat gizi yang sangat ideal dengan komposisi yang seimbang dan disesuaikan dengan pertumbuhan dan kebutuhan bayi. ASI adalah makanan bayi yang paling sempurna, baik kualitas maupun kuantitasnya. Dengan tatalaksana menyusui yang benar, ASI sebagai makanan tunggal akan cukup memenuhi kebutuhan bayi normal hingga usia 6 bulan. Setelah usia 6 bulan, bayi harus mulai diberi makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih. Komposisi ASI Berdasarkan Roesli (2000), ASI mengandung lebih dari 200 unsur-unsur pokok, antara lain, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, faktor pertumbuhan, hormon, enzim, zat kekebalan, dan sel darah putih. Semua zat ini terdapat secara proporsional dan seimbang satu dengan yang lainnya. Cairan hidup yang mempunyai keseimbangan biokimia yang sangat tepat ini bagai suatu ”simfoni nutrisi bagi pertumbuhan bayi” sehingga tidak mungkin ditiru manusia. Lebih lanjut Moriss et al. (1986) diacu dalam Riordan (2005) menjelaskan bahwa ASI terdiri dari 10% zat padat untuk energi dan pertumbuhan, sisanya merupakan air yang penting untuk mempertahankan kadar air tubuh. Nilai pH awal kolostrum adalah 7.45, nilai ini turun menjadi 7.00 dan meningkat secara bertahap menjadi 7.4 setelah 10 bulan. Perubahan secara signifikan ini belum diketahui penyebabnya.
Roesli (2000) menjelaskan lebih lanjut bahwa ASI berbeda dengan susu sapi. Komposisi ASI berlainan dengan komposisi susu sapi, karena susu sapi disesuaikan dengan laju pertumbuhan anak sapi dan ASI disesuaikan dengan laju pertumbuhan anak manusia. Selain itu, komposisi ASI sangat spesifik sehingga dari satu ibu ke ibu lainnya berbeda dan komposisi ASI ternyata tidak tetap dan tidak sama dari waktu ke waktu. Jadi, komposisi ASI disesuaikan dengan kebutuhan bayi saat tertentu. Perbedaan komposisi ASI dari hari ke hari (stadium laktasi) berdasarkan Roesli (2000) adalah sebagai berikut : 1. Kolostrum (susu jolong) yaitu ASI yang keluar dari hari pertama sampai hari ke-4 atau ke-7, kaya zat anti-infeksi dan berprotein tinggi. Kolostrum yang encer dan berwarna kuning atau terkadang jernih lebih menyerupai darah daripada susu, sebab mengandung sel hidup yang menyerupai sel darah putih yang dapat membunuh kuman penyakit. Oleh karena itu, kolostrum ini harus diberikan kepada bayi. 2. Air susu transisi atau peralihan yaitu ASI yang keluar sejak hari ke-4 atau ke-7 sampai hari ke-10 atau ke-14. Kadar protein ASI merendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin meninggi. 3. Air susu matang (mature) yaitu ASI yang keluar setelah hari ke-14 dan seterusnya dengan komposisi relatif konstan. Selain itu, perbedaan komposisi ASI dari menit ke menit yaitu ASI yang keluar pada lima menit pertama dinamakan foremilk. Foremilk mempunyai komposisi yang berbeda dengan ASI yang keluar kemudian (hindmilk). Foremilk lebih encer. Hindmilk mengandung lemak 4-5 kali lebih banyak dibanding foremilk. Diduga hindmilk inilah yang mengenyangkan bayi. Manfaat ASI Kandungan antibodi dalam ASI dapat melindungi bayi dari penyakit dan membantunya meningkatkan sistem kekebalan tubuh. ASI mengandung protein tinggi yang mudah diserap oleh bayi juga mengandung laktosa dan karbohidrat yang tinggi. Mineral dalam ASI mudah diserap oleh bayi (Perkins & Vannais, 2004). Lebih lanjut, Jellife & Jellife (1989) menjelaskan bahwa fakta mengenai keuntungan ASI dari segi zat gizi, tingkah laku, ekonomi dan lingkungan bagi negara berkembang dan sedang berkembang adalah sangat besar dan tidak dapat diperdebatkan.
Banyak manfaat pemberian ASI khususnya ASI eksklusif yang dapat dirasakan. Manfaat terpenting yang diperoleh bayi yaitu ASI memiliki kualitas dan kuantitas sumber zat gizi yang sangat ideal bagi bayi, ASI meningkatkan daya tahan tubuh bayi, ASI eksklusif meningkatkan kecerdasan dan meningkatkan jalinan kasih sayang ibu dan bayi. Sehingga dengan adanya kasih sayang, ASI menjadi dasar perkembangan kepribadian, kecerdasan emosional, kematangan spiritual, dan hubungan sosial yang baik (Roesli 2000, 2008). Lebih lanjut Anderson, Johnstone, dan Remley (1999) diacu dalam Riordan (2005) menjelaskan bahwa ASI dapat meningkatkan perkembangan otak, anak yang disusui lebih pintar dibandingkan anak yang tidak disusui. Sebuah meta analisis dari sebelas pelajar yang merupakan confounding variable menunjukkan skor rata-rata perkembangan kognitif 3.2 poin lebih tinggi diantara bayi yang disusui. Keuntungan ini terlihat pada masa awal dan lanjutan semasa anak-anak. Keunggulan ASI tidak hanya dapat dirasakan bayi, ibu juga bisa merasakan keunggulan ASI. Oksitosin, hormon yang dihasilkan selama menyusui, merangsang kontraksi uterus dan membantu uterus kembali pada ukuran normal, selain itu dapat menurunkan kemungkinan terjadinya pendarahan pasca melahirkan (Jellife & Jellife 1979; Perkins & Vannais 2004; WHO 1993). Selain itu, manfaat ASI juga dapat dirasakan ibu yang menyusui bayinya, yaitu mengurangi perdarahan setelah melahirkan, mengurangi terjadinya anemia, menjarangkan kehamilan, mengecilkan rahim, berat badan lebih cepat normal kembali, mengurang kemungkinan menderita kanker (kanker payudara dan indung telur), mengurangi risiko keropos tulang, diabetes maternal, stress, dan gelisah, pengeluaran lebih ekonomis atau murah, tidak merepotkan dan hemat waktu dan dapat dibawa kemana-mana (portable) dan praktis serta memberi kepuasan bagi ibu yang berhasil memberikan ASI eksklusif (Perkins & Vannais 2004; Roesli 2000). Hal tersebut juga dijelaskan oleh WHO (1993) bahwa ASI juga membantu ibu untuk mengembalikan berat badan normal dan bentuk tubuh dengan cepat. Ini memberikan kontribusi secara signifikan untuk jarak kelahiran anak dan menurunkan tingkat fertilitas. Beberapa bukti menerangkan bahwa pemberian ASI memberikan keuntungan psikologi karena dapat meningkatkan ikatan antara ibu dan bayi.
Selanjutnya Roesli (2000) menjelaskan bahwa pemberian ASI eksklusif sangat bermanfaat bagi negara karena dapat menghemat pengeluaran negara terhadap penghematan devisa untuk pembelian susu formula, perlengkapan menyusui dan biaya menyiapkan susu, penghematan untuk biaya sakit terutama sakit muntah mencret dan saluran pernafasan, penghematan obat-obatan, tenaga, dan sarana kesehatan, menciptakan generasi penerus bangsa yang tangguh dan berkualitas untuk membangun negara sehingga menghindari terjadinya generasi yang hilang khususnya bagi Indonesia. Air susu ibu selain bermanfaat terhadap bayi dan ibu, juga bermanfaat terhadap lingkungan karena akan mengurangi bertambahnya sampah dan polusi di dunia. Dengan hanya memberikan ASI, manusia tidak memerlukan kaleng susu, karton dan kertas pembungkus, botol plastik, dan dot karet. Selain itu, air susu ibu tidak menambah polusi udara, karena untuk membuatnya tidak memerlukan pabrik dan transportasi yang mengeluarkan asap, dan tidak perlu menebang hutan untuk membangun pabrik susu yang besar-besar. ASI Eksklusif Pemberian ASI eksklusif berarti memberikan hanya ASI saja. Ini berarti bayi tidak diberi air putih, teh, minuman ramuan, cairan lain, maupun makanan selama 6 bulan pertama usianya. Penting untuk menyebutkan jenis minuman dan makanan yang biasa diberikan dalam 6 bulan pertama. Dalam sebuah program ditemukan bahwa ibu-ibu menganggap pesan “jangan memberi cairan” tidak berlaku untuk teh/minuman herbal atau cairan lain (Anonymous 2002). Hal yang sama juga dijelaskan oleh Roesli (2000) yaitu yang dimaksud dengan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Keuntungan dari ASI akan optimal jika bayi hanya diberi ASI saja secara eksklusif tanpa pemberian makanan tambahan lain, selama 6 bulan pertama kehidupannya. Berdasarkan hal tersebut, rekomendasi UNICEF dan WHO menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan, selain ASI, pemberian makanan dengan vitamin saja, obat dan teh herbal serta pemberian air kepada bayi tidak dianjurkan (WHO 1991).
Rekomendasi ini didasarkan pada pengetahuan bahwa air tidak dibutuhkan, tidak juga saat udara panas, dan penggunaan air dan botol yang tidak bersih dapat berbahaya bagi kesehatan bayi (Brown et al. 1989). ASI eksklusif dan lanjutan bagi kesehatan bayi dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan bayi selama tiga bulan pertama kehidupan serta tidak mempengaruhi pola pertumbuhan normal selama tahun pertama kehidupan (Kramer et al. 2002, diacu dalam Riordan 2005). Lebih lanjut, Roesli (2000) menjelaskan bahwa bayi sehat pada umumnya tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia 6 bulan. Pada keadaan khusus dibenarkan untuk mulai memberi makanan padat setelah bayi berumur 4 bulan tetapi belum mencapai 6 bulan. Misalnya karena terjadi penurunan berat badan bayi dari standar atau terdapat tanda-tanda lain yang menunjukkan pemberian ASI eksklusif tidak berjalan baik. Namun, sebelum diberi makanan tambahan, sebaiknya ibu mencoba memperbaiki cara menyusui terlebih dahulu. Setiap tahunnya terdapat 1-1,5 juta bayi di dunia yang meninggal karena tidak diberi ASI eksklusif (WHO 2000). Lebih lanjut, kira-kira 30.000 kematian balita di Indonesia dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif (UNICEF 2006). Bayi yang disusui secara eksklusif 6 bulan dan tetap diberi ASI hingga 11 bulan saja dapat menurunkan kematian balita sebanyak 13%. Selain itu, ibu yang berhasil memberikan ASI secara eksklusif pada bayi akan merasakan kepuasan, kebanggaan, dan kebahagiaan yang mendalam (Roesli 2000). Menurut Roesli (2000) terdapat tujuh langkah untuk keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif, yaitu : 1. Mempersiapkan payudara bila diperlukan 2. Mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui 3. Menciptakan dukungan keluarga, teman, dan sebagainya 4. Memilih tempat melahirkan yang “sayang bayi” 5. Memilih tenaga kesehatan yang mendukung pemberian ASI eksklusif 6. Mencari ahli persoalan menyusui seperti klinik laktasi dan atau konsultasi laktasi untuk persiapan apabila ibu menemui kesukaran 7. Menciptakan suatu sikap yang positif tentang ASI dan menyusui. Berdasarkan
Roesli
(2008),
hasil
penelitian
di
Jakarta-Indonesia
menunjukkan bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini, hasilnya delapan kali lebih berhasil ASI eksklusif. Selain itu, inisiasi dini atau menyusu dini dapat menurunkan risiko kematian bayi.
Praktek Pemberian ASI Menurut sensus Dasar Kesehatan Indonesia, pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pada 1997 sebesar 42.4% turun menjadi 39.5% tahun 2003. Sementara pemakaian susu botol meningkat dari 10.8% tahun 1997 menjadi 32.4% pada tahun 2003. Proporsi ini termasuk rendah dan mencerminkan ketidaktahuan mengenai ASI eksklusif bagi perkembangan bayi pada awal pertumbuhannya. Padahal pemberian ASI secara eksklusif sangat bermanfaat bagi bayi dan mengurangi risiko kanker payudara dan rahim pada ibu (Departemen Kesehatan 2006). Roesli (2000) menjelaskan dari penelitian terhadap 900 ibu di sekitar Jabodetabek tahun 1995 diperoleh fakta bahwa yang dapat memberi ASI secara eksklusif selama 4 bulan hanya sekitar 5%, padahal 95% ibu-ibu tersebut menyusui. Berdasarkan penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37.9% dari ibu-ibu tersebut tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70.4% ibu tidak pernah mendengar informasi tentang ASI eksklusif. Alasan ibu untuk tidak menyusui terutama yang secara eksklusif sangat bervariasi. Namun, beberapa alasan yang sering dikemukakan adalah ibu merasa ASInya tidak cukup, ibu bekerja dengan cuti hamil 3 bulan, ibu takut ditinggal ayah karena mitos perubahan bentuk payudara setelah menyusui, pendapat bahwa tanpa pemberian ASI anak juga bisa berhasil, adanya pendapat bahwa bayi akan tumbuh menjadi anak yang manja dan tidak mandiri, susu formula lebih praktis, dan takut tubuh tetap gemuk. Selain itu, beberapa faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan kepada bayi adalah sikap ibu terhadap pemberian ASI, dukungan keluarga terutama ayah, waktu yang dibutuhkan untuk inisiasi dini, kondisi puting ibu, teknik menyusui bayi dan ikatan ibu dan bayi yang baik. Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu sangat berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif (Cernadas et al. 2003). Menurut Dowshen, Izenberg, dan Bass (2002) diacu dalam Adwinanti (2004) karena tidak dapat mengukur ASI sebagaimana menakar susu formula, maka cara untuk menentukan bayi sudah memperoleh ASI dalam jumlah cukup yaitu bayi akan buang air kecil enam sampai delapan kali sehari, air seninya berwarna jernih dan kepucatan, bayi akan buang air besar dua sampai lima kali sehari, bayi terlihat puas, dan berat badan bayi meningkat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lawoyin, Olawoyi, dan Onadeko (2001) di Ibadan, Nigeria diketahui tingkat pekerjaan ibu dan fasilitas kelahiran pada kelas dua dan tiga mempengaruhi pemberian ASI eksklusif oleh ibu pada bayi. Ibu yang berumur 24 tahun atau lebih muda dan ibu yang pernah melahirkan lebih dari satu kali cenderung tidak mau memberikan ASI eksklusif. Ibu-ibu yang tinggal di daerah semi perkotaan memberikan ASI eksklusif kepada bayi lebih tinggi dibandingkan ibu-ibu yang tinggal di daerah pedesaan di Mangochi District, Malawi. Bertempat tinggal di pedesaan dan melahirkan bayi selain di fasilitas kesehatan memberikan faktor risiko untuk berhenti memberikan ASI eksklusif sebelum 6 bulan (Kamudoni et al. 2007). Kebanyakan wanita secara fisik mampu menyusui, asalkan mereka mendapatkan dorongan yang cukup dan tidak memiliki pengalaman menyusui yang buruk serta tidak diberi komentar yang mengecilkan hati sementara sekresi ASI sedang terbentuk. Banyak ibu yang ambivalensi terhadap ASI akan mampu menyusui secara berhasil jika mereka diyakinkan dan didukung (Nelson 2000). Risiko Kesehatan terhadap Susu Formula bagi Bayi Pemberian susu formula meniadakan keuntungan dari zat kekebalan tubuh, dimana payudara menghasilkan zat antibodi bagi oganisme untuk bayi telah diketahui. Beberapa dekade terakhir, hal ini telah dibuktikan bahwa susu formula bayi dapat meningkatkan risiko terkena berbagai macam penyakit (Riordan 2005). Lebih lanjut, Riordan (2005) menjelaskan bahwa susu formula tidak hanya dapat terkontaminasi, melainkan susu tersebut kurang zat kekebalan tubuh dari faktor kesehatan yang terkandung dalam air susu ibu. Selain itu, susu formula mengandung zat gizi yang asing bagi tubuh manusia atau tercampur dengan proporsi nonfisiologis. Selanjutnya, tindakan pemberian susu botol berbeda dengan air susu ibu dan dapat menimbulkan masalah cardiopulmonary pada beberapa bayi. Akibat dari pemberian susu formula dapat berlanjut setelah masa kanak-kanak. Sosialisasi susu formula di rumah sakit atau rumah bersalin dan promosi susu formula di media massa dapat menghambat pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan penelitian Amiruddin (2006) di Makassar, ibu yang memberikan ASI tidak eksklusif mendapatkan promosi susu formula yang lebih banyak dibandingkan ibu yang memberikan ASI eksklusif.
Pemberian susu formula juga dapat mengganggu kesehatan ibu. Ketidakadaan ibu menyusui dapat menyebabkan kehamilan berikutnya yang berpengaruh buruk bagi kesehatan ibu. Ibu yang memberikan susu formula bagi bayinya dibandingkan dengan ibu yang menyusui, lebih mudah nantinya terkena masalah kesehatan seperti osteoporosis, kanker payudara, dan kanker rahim. Ibu yang memberikan susu botol dan memiliki penyakit diabetes tidak akan menikmati tanda menjadi lebih baik seperti pengalaman ibu menyusui yang memiliki diabetes (Riordan 2005). Ibu-ibu yang memilih untuk memberikan ASI eksklusif merupakan langkah yang tepat. Banyak hal positif yang dapat dirasakan oleh bayi dan ibu. Bayi yang diberi susu formula sangat rentan terserang penyakit. Hal ini diperkuat oleh CARE (2006) dalam Roesli (2008) yaitu beberapa penyakit yang mengintai bayi susu formula adalah infeksi saluran pencernaan, saluran pernapasan dan infeksi telinga tengah, meningkatkan risiko alergi, serangan asma dan kegemukan, meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, diabetes, kanker dan risiko penyakit menahun, menurunkan perkembangan kecerdasan kognitif, serta meningkatkan kurang gizi dan risiko kematian bayi. Apabila ibu memberikan ASI eksklusif, ibu akan lebih jarang tinggal di rumah untuk merawat bayinya yang sakit dibandingkan bayi susu formula. Selain itu, pemakaian susu formula yang tercemar dapat menyebabkan infeksi dan susu formula dapat meningkatkan risiko efek samping zat pencemar lingkungan. Karakteristik Keluarga Menurut Atmojo (1997) dalam Adwinanti (2004), ukuran keluarga yang besar akan menambah beban keluarga apabila disertai rendahnya tingkat pendapatan keluarga, lebih buruk lagi apabila tingkat pendidikan kepala keluarga dan ibu juga terbelakang. Oleh karena itu, aspek pendapatan keluarga dan pendidikan memegang peranan penting terhadap kualitas status gizi anak balita. Selain itu, Hastuti (2006) menambahkan bahwa semakin banyak jumlah anak dalam keluarga maka perhatian akan anak akan terbagi sehingga kehangatan kepada masing-masing anak akan berkurang, dengan kata lain semakin banyak anak maka alokasi waktu, perhatian, dan tingkat keeratan yang diberikan orangtua kepada anak akan berkurang seiring pertambahan jumlah anak.
Keluarga tradisional adalah suatu keluarga dimana ibu merupakan pengurus utama rumah tangga dan yang utama bertanggung jawab terhadap pengasuhan anak ketika ayahnya adalah pekerja penuh untuk di luar rumah. Ayah ingin melihat anak berkembang dewasa tetapi peran ayah dalam pengasuhan hanya terlihat sebagai yang kedua (Riordan 2005). Pendidikan
merupakan
salah
satu
sarana
untuk
meningkatkan
kecerdasan dan keterampilan manusia, sehingga kualitas sumberdaya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan (Badan Pusat Statistik 2003). Menurut Khomsan (2002), ibu yang memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih semangat untuk mencari dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam pengasuhan anaknya. Salah satu ukuran ekonomi adalah tingkat pendapatan keluarga. Tingkat pendapatan yang lebih tinggi memberikan peluang lebih besar bagi keluarga untuk memilih pangan yang baik dari jumlah maupun jenisnya. Besar pendapatan keluarga menggambarkan tingkat kesejahteraan keluarga (BPS 1991). Pengetahuan dan Sikap tentang ASI Pengetahuan tentang ASI Pengetahuan adalah segala informasi yang diperoleh dari pihak luar diri subyek yang disertai pemahaman pada informasi yang diterima. Pengetahuan dapat diperoleh dengan cara bertanya pada orang lain, mendengarkan informasi atau melalui media massa (Azis 1995, diacu dalam Adwinanti 2004). Pengetahuan tentang manfaat breastfeeding (menyusui) berpengaruh kuat terhadap awalan dan periode menyusui seorang ibu (Anonymous 2006). Ibu dan ayah yang mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui sebelum melahirkan bayi merupakan langkah mencapai keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif. Calon ayah berperan aktif terhadap keberhasilan seorang ibu dalam praktek pemberian ASI berdasarkan pada tingkat pengetahuan tentang ASI yang diperolehnya (Roesli 2000). Selain itu, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka sangat berhubungan dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif (Cernadas et al. 2003). Salah satu kendala meningkatkan ASI eksklusif adalah kurangnya pengetahuan tentang menyusui dari satu generasi atau bahkan lebih. Banyak ibu masa kini medapati bahwa ibu dan nenek mereka kurang pengetahuan tentang menyusui dan tidak mampu memberikan banyak dukungan (Welford 2001).
Menurut Welford (2001) menyusui adalah suatu pengalaman belajar, dan bagi beberapa ibu, menyusui adalah suatu masa penuh tantangan. Riordan dan Auerbach (1998) pun menyatakan bahwa menyusui bukanlah murni insting seorang ibu, dengan demikian perlu dipelajari dan dikembangkan pengetahuan mengenai laktasi sehingga ibu dan bayinya mendapatkan manfaat yang optimal dari aktivitas menyusui. Sikap tentang Pemberian ASI Sikap berkaitan dengan pikiran dan keyakinan seseorang terhadap suatu objek. Disamping itu, sikap mempunyai fungsi psikologis yang berbeda pada setiap orang yang dapat mempengaruhi bagaimana orang memegang sikap yang diyakininya (Atkinson et al. 2000, diacu dalam Suciarni 2004). Sikap juga merupakan bagian dari tingkah laku manusia yang dapat dilihat dengan mata dan sebagai bagian yang paling menonjol dari tingkah laku manusia. Sikap sangat penting dalam kehidupan manusia, untuk itu diperlukan informasi guna mendukung manusia dalam bersikap (Arikunto 1996, diacu dalam Suciarni 2004). Hal ini juga dijelaskan oleh Roesli (2000) bahwa dengan menciptakan sikap yang positif mengenai ASI dan menyusui dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif. Lebih lanjut, Riordan (2005) menambahkan bahwa ayah memiliki peran penting dalam mendukung pemberian ASI, terutama sekali apabila ayah memiliki pemikiran atau sikap yang positif terhadap pemberian ASI. Peranan Ayah dalam Pemberian ASI Ayah memegang peranan penting dalam keberhasilan dan kegagalan menyusui. Sekarang ini, masih banyak ayah yang berpendapat salah bahwa menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Ayah menganggap cukup menjadi pengamat yang pasif saja. Sebenarnya ayah mempunyai peran yang sangat menentukan dalam keberhasilan menyusui karena ayah akan turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh emosi atau perasaan ibu (Roesli 2000). Selain itu, menurut WABA (2006) seringkali ibu cenderung ingin menyusui dan merasa percaya diri apabila mendapat dukungan dari ayah. Akan tetapi, seringkali ayah, pada umumnya yang pertama kali menjadi ayah merasa bukan bagian dalam menyusui dan tidak memiliki peran dalam proses menyusui.
Ayah
merupakan
orang
yang
sangat
memiliki
pengaruh
dalam
mendukung periode awal pemberian air susu ibu (ASI) (Bar-yam & Darby 1997; Gorman, Byrd & VanDerslice 1995; Pavill 2002, diacu dalam Riordan 2005). Menurut Roesli (2000) dari semua dukungan bagi ibu menyusui, dukungan sang ayah adalah dukungan yang paling berarti bagi ibu. Ayah dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI khususnya ASI eksklusif dengan cara memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan yang praktis. Pengertian tentang peran yang penting ini merupakan langkah pertama seorang ayah untuk dapat mendukung ibu agar berhasil menyusui secara eksklusif. Menurut Roesli (2000), kini banyak para ayah yang ingin berperan dalam perawatan bayinya meskipun pada umumnya mereka hanya memiliki waktu yang sangat terbatas. Para ayah mungkin hanya memiliki waktu di pagi dan sore hari atau pada akhir minggu saja. Disamping keterbatasan waktu, para ayah sering merasa canggung untuk ikut merawat bayinya sehingga merasa terhambat untuk memulai berperan sehingga dorongan ekstra pada ayah sangat diperlukan. Beberapa ayah mendukung secara serius dengan menggendong bayi pada ibu dan meletakkan tidur kembali setelah disusui. Sebagian lain ayah mengangkat tangan menjelang waktu menyusui, merasa menyusui adalah tugas utama ibu dan ayah tidak dibutuhkan dan dilibatkan (Perkins & Vannais 2004). Reaksi ayah untuk bayi yang diberikan ASI adalah bermacam-macam bentuk.
Beberapa
ayah
akan
bersemangat
untuk
berpartisipasi
dalam
meletakkan bayinya ke payudara ibu, memberikan saran dan biasanya membantu. Sebagian pria yang pertama kali menjadi ayah, akan mundur dan mengamati tapi tidak berinteraksi. Sebagian kecil pria yang pertama kali menjadi ayah kelihatan sangat terkejut dengan pemberian awal ASI, kemungkinan dikarenakan ketidakbiasaan melihat payudara ibu terekspos (Riordan 2005). Ketika ayah memulai peranannya dalam memberikan perhatian dari awal kepada bayi, mereka lebih senang merasakan bahwa mereka merupakan bagian penting dari kehidupan bayi (Riordan 2005). Ayah memainkan peranan penting sebagai pendukung pemberian ASI, terutama ketika mereka memiliki suatu pikiran positif yang berhubungan dengan pemberian ASI (Riordan 2005).
Berdasarkan Riordan (2005), secara mutlak pemikiran mengenai pemberian ASI menjaga kedekatan hubungan ayah dan anak adalah penerimaan dari asumsi bahwa cara yang paling signifikan bagi ayah berinteraksi dengan anaknya adalah melalui pemberian makanan bagi anak. Berhubungan dengan ASI eksklusif, maka ayah dianjurkan untuk mempertimbangkan beberapa cara dalam berinteraksi dengan bayinya, terutama sekali selama periode awal ketika makanan formula mulai meningkatkan risiko dari kegagalan pemberian ASI. Manfaat saran ayah dengan cara yang spesifik dapat mendukung pasangannya. Mereka dapat membantu ibu untuk merasa nyaman saat posisi menyusui, memberikan dukungan zat gizi dan membantu pekerjaan rumah tangga, menyendawakan dan menghibur bayi, menjaga ibu dari kelelahan, membatasi kunjungan tamu dan menunjukkan kesenangan dari keputusan untuk memberikan ASI (Riordan 2005). Selain itu, upaya yang dapat dilakukan ayah adalah menyendawakan bayi setelah disusui, membantu mengganti popok, memijat buah hati, memandikan bayi, mengayun-ayunkan bayi, bernyanyi atau membaca untuk bayi, dan bermain dengan bayi. Bermain biasanya merupakan hal pertama yang diminta ibu untuk dilakukan ayah. Sering, bayi dengan cepat mengenal ayah sebagai teman bermain dan ibu sebagai pemberi perhatian karena ayah menghabiskan banyak waktu bermain dengan bayi dan sedikit waktu untuk memberikan perhatiannya, seperti mengganti, memberi makan dan membersihkan (Riordan 2005). Perhatian ayah dapat meningkatkan kapasitas motivasi bagi ibu untuk menyusui dan mendorong sang ibu untuk terlibat proses menyusui bagi bayinya walaupun dalam situasi masalah menyusui (Anonymous 2006). Suasana kehidupan rumah tangga yang damai dan tenang sangat penting bagi ibu yang sedang menyusui (Winarno 1995, diacu dalam Gulo 2002). Secara psikologis ASI juga dipengaruhi oleh unsur kejiwaan. Oleh sebab itu, ibu menyusui perlu ketenangan jiwa dan juga dorongan dari orang-orang dekatnya. Ayah bayi adalah orang terdekat ibu menyusui. Kaum ayah dituntut selalu
meyakinkan
bahwa
ibu
pasti
mampu
menyusui.
Hal
ini
akan
menumbuhkan kepercayaan bagi ibu untuk menyusui bayi semaksimal mungkin.
Ayah yang berperan mendukung ibu agar menyusui sering disebut breastfeeding father. Pada dasarnya seribu ibu menyusui mungkin tidak lebih dari sepuluh orang diantaranya tidak dapat menyusui bayinya karena alasan fisiologis. Jadi, sebagian besar ibu dapat menyusui dengan baik. Hanya saja ketaatan mereka untuk menyusui ekslusif 4-6 bulan dan dilanjutkan hingga dua tahun yang mungkin tidak dapat dipenuhi secara menyeluruh. Itulah sebabnya dorongan ayah dan kerabat lain diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan diri ibu akan kemampuan menyusui secara sempurna (Khomsan 2006). Penelitian yang dilakukan Clinical Pediatric tahun 1994 terhadap 115 ibu yang baru melahirkan menunjukkan bahwa kelancaran menyusui hanya 26.9% karena ayah tidak mengerti peranannya. Sedangkan keberhasilan menyusui hampir mencapai 98% karena ayah paham akan peranannya. Makanya keterlibatan ayah dalam keberhasilan menyusui sangat besar. Bahkan Michigan State University merekomendasikan pendidikan ASI bagi ayah (Littman, Medendorp & Goldfarb 1994). Berdasarkan penelitian Abdullah (2001) di Kota Bogor diketahui bahwa ayah atau ayah bayi merupakan pihak yang paling banyak diajak diskusi sebelum mengambil keputusan pemberian ASI eksklusif, namun pada kenyataannya saat pengambilan keputusan ayah berperan sangat kecil sekali dan banyak dilakukan oleh ibu. Pengambilan keputusan yang didominasi oleh ibu diduga karena masih adanya stereotip bahwa masalah domestik merupakan urusan ibu, sehingga ketika berdiskusi lebih banyak membicarakan hal perawatan anak secara umum dan menyerahkan sepenuhnya keputusan yang akan diambil kepada ibu. Ibu menjadi pihak yang sentral dalam pengambilan keputusan pemberian ASI. Lebih lanjut Roesli (2008) menjelaskan bahwa di Australia dan di beberapa negara bagian di Amerika, selain empat bulan cuti ibu melahirkan, ada juga cuti bagi ayah yang mempunyai bayi baru lahir selama 2-4 minggu. Sedangkan di Swedia, Finlandia, Swiss, Austria, dan Kanada, tidak ada cuti ibu atau ayah yang mempunyai bayi baru lahir. Namun, cuti orangtua tersebut dibayar selama satu tahun penuh. Syaratnya, mereka tidak boleh cuti bersama, ibu harus cuti empat bulan pertama dengan dibayar penuh. Setelah itu, ayah cuti selama dua bulan selanjutnya yang dibayar 80-90%.
KERANGKA PEMIKIRAN ASI merupakan makanan yang paling ideal bagi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan bayi. Keuntungan ASI akan optimal apabila bayi diberi ASI saja hingga 6 bulan pertama kehidupan, yang disebut ASI eksklusif. Pemberian ASI eksklusif dapat mencegah bayi dari berbagai penyakit infeksi dan risiko penyakit lainnya karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada bayi secara optimal. Faktor tersebut berasal dari ibu, ayah, dan keluarga serta lingkungan. Beberapa faktor yang mempengaruhi ibu adalah pendidikan, pekerjaan ibu, akses informasi ibu tentang ASI, pengetahuan dan sikap ibu tentang ASI. Sedangkan beberapa faktor yang mempengaruhi ayah adalah pendidikan ayah, akses informasi ayah tentang ASI, pengetahuan dan sikap ayah tentang ASI serta peranan ayah dalam pemberian ASI eksklusif pada bayi. Semakin tinggi tingkat pendidikan ayah dan ibu maka pengetahuan dan keterampilan dalam pengasuhan bayi akan meningkat. Selain itu, ayah dan ibu akan bersikap terbuka dalam menerima informasi tentang ASI. Tingkat ekonomi keluarga sangat mempengaruhi pemberian ASI eksklusif, pada keluarga dengan pendapatan tinggi terdapat kecenderungan ibu beralih ke susu formula karena daya beli dan alasan praktis. Akan tetapi, keluarga dengan tingkat ekonomi atas memiliki kesempatan dan fasilitas yang lebih besar dalam mengakses informasi tentang ASI. Pemberian ASI khususnya ASI eksklusif tidak hanya melibatkan ibu dan bayi. Dukungan keluarga terutama ayah berperan penting dalam keberhasilan dan kegagalan pemberian ASI eksklusif. Ibu dan ayah yang mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui merupakan langkah dalam mencapai keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif. Semakin tinggi tingkat pengetahuan ayah mengenai ASI eksklusif maka akan terbentuk sikap positif tentang pemberian ASI. Lebih lanjut, sikap positif ayah tentang pemberian ASI akan mempengaruhi peranan ayah dalam pemberian ASI sehingga akan mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif.
Peranan ayah yang baik dapat membantu keberhasilan ibu dalam memberikan ASI eksklusif karena ayah dapat memberikan dukungan baik secara emosional maupun bantuan praktis dalam pengasuhan bayi atau meringankan pekerjaan domestik ibu. Peranan ayah dengan cara menciptakan suasana tenang, nyaman, dan aman dapat mempengaruhi emosi atau perasaan ibu sehingga dapat meningkatkan rasa percaya diri ibu dalam memberikan ASI terutama ASI eksklusif kepada bayi.
• • •
Karakteristik Keluarga Pendidikan Tingkat ekonomi Akses informasi tentang ASI
Pengetahuan Ayah tentang ASI
Pengetahuan Ibu tentang ASI
Sikap Ayah tentang Pemberian ASI
Sikap Ibu tentang Pemberian ASI
Peranan Ayah dalam Pemberian ASI
Praktek Pemberian ASI Eksklusif oleh Ibu
Karakteristik bayi • Umur • Jenis kelamin • Berat badan
Status gizi bayi
• Waktu Inisiasi Dini • Promosi susu formula
Keterangan: → Variabel yang diteliti → Variabel yang tidak diteliti → Variabel yang dianalisis → Variabel yang tidak dianalisis
Gambar 1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif
METODE Desain, Tempat dan Waktu Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, pengamatan terhadap variabel pengaruh dan terpengaruh dilakukan sekaligus pada satu waktu. Penelitian ini dilakukan di 3 RW dari 5 RW secara acak yang terdapat di Kelurahan Kuningan Timur, Kotamadya Jakarta Selatan. Pemilihan kelurahan dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa di Kelurahan Kuningan Timur memiliki tiga strata ekonomi yaitu tingkat ekonomi bawah, menengah dan atas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2007 sampai bulan Januari 2008. Cara Pengambilan Contoh Pengambilan contoh dilakukan dengan metode stratified random sampling with proportional allocation berdasarkan strata ekonomi yaitu atas, menengah, dan bawah. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu yang tinggal di Kelurahan Kuningan Timur dan memiliki bayi usia 6-12 bulan dengan tingkat ekonomi bawah, menengah, dan atas. Jumlah keluarga yang memiliki bayi usia 6-12 bulan di RW terpilih diketahui berdasarkan data yang terdapat pada posyandu masing-masing RW, sehingga diperoleh 75 keluarga. Dalam penentuan jumlah contoh digunakan rumus Isaac dan Michael. .
.
. .
.
Keterangan : S = Jumlah contoh λ = diasumsikan kesalahan sebesar 10% N = Jumlah populasi (75) P = Probability (0.4) Q = 1-P = 0.6 d = Taraf kesalahan (0.05) Diperoleh jumlah contoh minimum yaitu 46 keluarga dari populasi yang akan diteliti. Akan tetapi, jumlah contoh yang akan diteliti adalah sebanyak 60 keluarga. Populasi yang akan diteliti terbagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan tingkat ekonomi keluarga. Oleh karena itu diperlukan proporsi contoh yang sesuai dari setiap kelompok tersebut.
Perhitungan proporsi contoh sesuai kelompok dapat dilihat pada perhitungan dengan menggunakan rumus berikut :
Keterangan : = Jumlah contoh tiap kelompok berdasarkan tingkat ekonomi keluarga = Jumlah populasi pada tiap kelompok populasi = Jumlah keseluruhan contoh (keluarga yang memiliki bayi usia 6-12 tahun) = Jumlah contoh Tabel 1 Proporsi Jumlah Contoh tiap Kelompok Contoh berdasarkan Tingkat Ekonomi Keluarga Kelompok Keluarga Tingkat Ekonomi Bawah Keluarga Tingkat Ekonomi Menengah Keluarga Tingkat Ekonomi Atas Total
Jumlah Populasi 24 26 25 75
Jumlah Contoh 19 21 20 60
Jadi, jumlah contoh yang akan diteliti adalah 60 keluarga. Rincian contoh berdasarkan tiap kelompok yaitu 24 keluarga tingkat ekonomi bawah, 26 keluarga tingkat ekonomi menengah, dan 25 keluarga tingkat ekonomi atas. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada contoh dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan telah dilakukan uji reliabilitas terlebih dahulu dengan Cronbach’s Alpha sebesar 0.889 terhadap 85 pertanyaan secara keseluruhan sehingga dapat diketahui bahwa item-item pertanyaan yang terdapat pada kuesioner adalah reliabel. Data primer meliputi karakteristik keluarga, karakteristik bayi, akses informasi ayah dan ibu, pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI, sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI, peranan ayah dalam pemberian ASI, dan praktek pemberian ASI oleh ibu pada bayi. Praktek pemberian ASI diperoleh melalui hasil jawaban delapan pertanyaan mengenai praktek pemberian ASI. Praktek pemberian ASI tersebut dikelompokkan menjadi tiga yaitu pemberian ASI eksklusif, semi eksklusif, dan tidak eksklusif. Data sekunder diperoleh dari posyandu mengenai data keluarga bayi usia 6-12 bulan, dan dari pihak Kelurahan Kuningan Timur Kotamadya Jakarta Selatan mengenai profil kelurahan dan tingkat ekonomi keluarga.
Pengolahan dan Analisis Data Pada tahap awal, data yang diperoleh dan terkumpul dilakukan proses entry, editing, coding, dan cleaning data menggunakan Microsoft Excel 2003. Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan SPSS 13.0 for Windows dengan analisis Rank Spearman Correlation dan Multiple Logistic Regression. Data karakteristik keluarga contoh ditabulasi berdasarkan tingkat ekonomi keluarga, terdiri dari besar keluarga yaitu keluarga kecil dan keluarga besar, tingkat pendidikan ayah dan ibu dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah, sedang, dan tinggi serta tingkat ekonomi keluarga dikategorikan menjadi tiga yaitu bawah, menengah, dan atas. Karakteristik bayi terdiri dari umur bayi yaitu enam sampai sembilan bulan dan sepuluh sampai dua belas bulan, jenis kelamin bayi, dan berat badan lahir bayi dikelompokkan menjadi dua yaitu kurang dan normal. Data akses ibu dan ayah terhadap informasi ASI diketahui dengan mengajukan empat pertanyaan. Hasil jawaban masing-masing pertanyaan dipersentasekan dan dikategorikan menggunakan metode Slamet (1993) yaitu : ∑ Keterangan : IK
= interval kelas
NT = nilai tertinggi NR = nilai terendah
Pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI diukur dengan mengajukan 20 pertanyaan dan memberi skor pada jawaban dari kuesioner. Pemberian skor jawaban benar adalah (1) dan salah (0). Total skor maksimal adalah 20 dan minimal adalah 0. Tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dihitung dengan membandingkan skor yang diperoleh dengan skor total kemudian disajikan dalam bentuk persentase. Selanjutnya menurut Khomsan (2000) dikategorikan menjadi 3 yaitu rendah, sedang, dan baik. Sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI diukur dengan mengajukan 10 pernyataan pada ayah dan 15 pertanyaan pada ibu serta memberi skor pada jawaban dari kuesioner. Pemberian skor jawaban benar adalah (1) dan salah (0). Total skor maksimal adalah 10 pada ayah dan 15 pada ibu serta skor minimal adalah 0. Sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI dihitung dengan membandingkan skor yang diperoleh dengan skor total kemudian disajikan dalam bentuk persentase. Total skor dikategorikan menjadi 3 yaitu rendah, sedang, dan baik.
Peranan ayah dalam pemberian ASI dikur dengan mengajukan 20 pernyataan dan memberi skor pada jawaban yang diklasifikasikan menjadi : ya adalah (2), kadang-kadang (1), dan tidak (0). Total skor dikategorikan menjadi 3 yaitu rendah, sedang, dan baik. Data praktek pemberian ASI diukur dengan delapan pertanyaan tentang cara pemberian ASI. Hasil jawaban dikategorikan menjadi dua yaitu pemberian ASI eksklusif dan tidak eksklusif. Jenis dan kategori data secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jenis dan Kategori Pengukuran Data No 1
Jenis Data Karakteristik Keluarga
Kategori Pengukuran Besar keluarga : 1. Kecil (≤ 4 orang) 2. Besar (> 4 orang)
Dasar Pengukuran Program Keluarga Berencana
Tingkat pendidikan ayah dan ibu : 1. Rendah (tidak lulus SD dan lulus SD) 2. Sedang (lulus SLTP dan SLTA) 3. Tinggi (lulus perguruan tinggi) Akses informasi : 1. Kurang (< NR + 1 IK) 2. Sedang (NR + 1 IK) < x < (NR + 2IK) 3. Baik (≥ NR + 2 IK) Tingkat ekonomi keluarga : 1. Bawah (< Rp.1.000.000,00) 2. Menengah(Rp.1.000.000,00-2.000.000,00) 3. Atas (> Rp.2.000.000,00) 2
Karakteristik Bayi
Slamet (1993)
Sensus Penduduk Kelurahan Kuningan Timur Tahun 2007
Umur : 1. 6-9 bulan 2. 10-12 bulan Berat Badan Lahir 1. Kurang (< 2500 g) 2. Normal (≥ 2500 g)
3
Pengetahuan tentang ASI
Tingkat Pengetahuan tentang ASI : 1. Rendah (< 60%) 2. Sedang (60-80%) 3. Baik (> 80%)
4
Sikap tentang Pemberian ASI
Sikap tentang Pemberian ASI : 1. Rendah (< 60%) 2. Sedang (60-80%) 3. Baik (> 80%)
5
Peranan dalam Pemberian ASI
Peranan dalam Pemberian ASI : 1. Rendah (< 60%) 2. Sedang (60-80%) 3. Baik (> 80%)
6
Praktek Pemberian ASI
Praktek Pemberian ASI : 1. Tidak Eksklusif (< 6 bulan) 2. Eksklusif (6 bulan)
Tingkat Pengetahuan Gizi (Khomsan 2000)
WHO (1991, 1999) dan Kepmenkes RI No. 450/MENKES/IV/2004
Data a yang dianalisis seca ara deskrip ptif yaitu ke eadaan um mum lokasi p penelitian,
karakteristikk keluarga
berdasark kan tingkatt
ekonomi keluarga,
k karakteristik k bayi, akses s ayah dan ibu terhadap p informasi A ASI, pengettahuan dan s sikap ayah dan ibu te entang ASI, peranan ayah a dalam pemberian ASI, dan p praktek pem mberian ASI. Variabel dengan jenis s data kateg gorik tersebu ut disajikan d dalam bentu uk statistik deskriptif yan ng meliputi ju umlah dan persentase. Selanjutnya,
da ata dianalissis dengan n menggun nakan uji Spearman
huan ayah dan ibu te entang ASI Correlation yaitu hubungan antarra pengetah d dengan kara akteristik ke eluarga (pen ndidikan aya ah dan ibu,, akses aya ah dan ibu t terhadap infformasi ASI,, dan tingka at ekonomi keluarga), k da an sikap aya ah dan ibu t tentang pem mberian AS SI dengan pengetahua an ayah dan ibu ten ntang ASI. S Selanjutnya , hubungan antara peranan ayah da alam pembe erian ASI dengan sikap a ayah tentang pemberian ASI dan p praktek pem mberian ASI dengan perranan ayah d dalam pemb berian ASI. Selain itu, pen nelitian ini juga menganalisis p pengaruh karakteristik k keluarga, tin ngkat penge etahuan ASI ayah dan ibu, sikap ayah dan ib bu tentang p pemberian ASI, dan peranan p aya ah dalam pemberian p A ASI terhada ap praktek p pemberian A oleh ibu ASI u. Analisis p pengaruh ini dilakukan untuk u menge etahui nilai f faktor risiko o atau Odd ds Ratio (O OR) variabe el independen terhada ap variabel d dependen m menggunaka an Multiple Logistic L Regression dengan metode e Backwald Wald. Berda asarkan Pra atiknya (1986 6), nilai eksp ponen beta dari variabe el di dalam m model akhir menunjukka an besar risiko dari varia abel terhada ap efek yang g dipelajari. Rum mus yang digunakan ada alah sebagai berikut :
Keterangan : K π ( ) : Peluang pembe erian ASI ekksklusif (1 = eksklusif, e 0 = tidak ekskklusif) β0
: kon nstanta
β1 – βn : koe efisien regressi 1
: bes sar keluarga (0 = ≤ 4 , 1 = > 4)
2
: ting gkat pendidikkan ibu seda ang (0 = tida ak, 1 = ya)
3
: ting gkat pendidikkan ibu tingg gi (0 = tidak, 1 = ya)
4
: aksses informassi ibu tentang g ASI sedang (0 = tidak, 1 = ya)
5
: aksses informassi ibu tentang g ASI baik (0 0 = tidak, 1 = ya)
6
: aksses informassi ayah tentang ASI seda ang (0 = tida ak, 1 = ya)
7
: aksses informassi ayah tentang ASI baik (0 = tidak, 1 = ya)
8
: ting gkat ekonom mi keluarga m menengah (0 0 = tidak, 1 = ya)
9
: ting gkat ekonom mi keluarga a atas (0 = tida ak, 1 = ya)
10
: ting gkat pengeta ahuan ASI ib bu sedang (0 0 = tidak, 1 = ya)
11
: ting gkat pengeta ahuan ASI ib bu baik (0 = tidak, t 1 = ya a)
12
: ting gkat pengeta ahuan ASI ayyah sedang (0 = tidak, 1 = ya)
13
: ting gkat pengeta ahuan ASI ayyah baik (0 = tidak, 1 = yya)
14
: sika ap ibu tentan ng pemberia an ASI sedan ng (0 = tidakk, 1 = ya)
15
: sika ap ibu tentan ng pemberia an ASI baik (0 ( = tidak, 1 = ya)
16
: sika ap ayah tenttang pemberrian ASI sed dang (0 = tidak, 1 = ya)
17
: sika ap ayah tenttang pemberrian ASI baik k (0 = tidak, 1 = ya)
18
: perranan ayah dalam d pemb berian ASI se edang (0 = tiidak, 1 = ya))
19
: perranan ayah dalam d pemb berian ASI ba aik (0 = tidakk, 1 = ya) Definisi Operasio onal
K Keluarga ad dalah rumah h tangga yan ng mempunai bayi usia 6-12 bulan dan terdiri darri ayah, ibu dan d anak de engan anggo ota keluarga a yang tingga al bersama di bawah sattu atap, ya ang hidupnya tergantu ung dari pe engelolaan mberdaya ke eluarga yang g sama. sum B Besar keluarga adalah jumlah anggota kelu uarga yang tinggal dalam rumah tan ngga yang hidupnya te ergantung dengan d pen ngelolaan su umberdaya yan ng bersangkkutan. Besar keluarga dikelompokk d kan menjadi dua, yaitu keluarga kecil dan d keluarga a besar. J Jenis kelam min adalah dibedakan d attas laki-laki dan d peremp puan. B Berat bayi lahir adalah h hasil pengukuran timb bangan beratt badan saa at kelahiran ak, diperoleh h dari catata an. ana P Pendidikan Ayah adala ah pendidika an formal ya ang telah ditamatkan ayyah dengan jen njang pendid dikan yaitu SD, SLTP P, SLTA, da an Perguruan Tinggi. Ka ategori tingkkat pendidika an dikelomp pokkan men njadi rendah h, sedang, dan tinggi.
Pendidikan Ibu adalah pendidikan formal yang telah ditamatkan ibu dengan jenjang pendidikan yaitu SD, SLTP, SLTA, dan Perguruan Tinggi. Kategori tingkat pendidikan dikelompokkan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Akses informasi tentang ASI adalah meliputi jenis media massa yang biasa dibaca/didengar/dilihat, pernah atau tidaknya mendengar ASI eksklusif serta sumber memperoleh informasi tersebut, dan sumber informasi dalam hal gizi dan kesehatan yang dapat memberikan wawasan baru bagi ibu khususnya ASI eksklusif. Pengetahuan ayah tentang ASI adalah kemampuan ayah menjawab 20 pertanyaan mengenai ASI. Tingkat pengetahuan ayah tentang ASI dihitung dalam persentase serta dikategorikan menjadi kurang, sedang, dan baik. Pengetahuan ibu tentang ASI adalah kemampuan ibu menjawab 20 pertanyaan mengenai ASI. Tingkat pengetahuan ibu tentang ASI dihitung dalam persentase serta dikategorikan menjadi kurang, sedang, dan baik. Sikap ayah tentang pemberian ASI adalah ungkapan perasaan ayah dan kecenderungan perilaku ayah tentang pemberian ASI yang diukur dengan 10 pernyataan dan dikategorikan kurang, sedang, dan baik. Sikap ibu tentang pemberian ASI adalah ungkapan perasaan ibu dan kecenderungan perilaku ibu tentang pemberian ASI yang diukur dengan 15 pernyataan dan dikategorikan menjadi kurang, sedang, dan baik. Peranan ayah dalam pemberian ASI adalah kegiatan yang dilakukan ayah dalam membantu dan mendukung ibu dan bayi dalam pemberian ASI. Peranan ayah diukur dengan 20 pernyataan dan dikategorikan menjadi kurang, sedang, dan baik. Praktek pemberian ASI eksklusif adalah riwayat pemberian ASI saja tanpa makanan dan minuman tambahan selama 6 bulan oleh ibu kepada bayi.
HASIL Keadaan Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis Kelurahan Kuningan Timur merupakan salah satu dari 8 kelurahan yang terdapat di Kecamatan Setiabudi Kotamadya Jakarta Selatan, Propinsi DKI Jakarta. Batas wilayah Kelurahan Kuningan Timur yaitu sebelah utara berbatasan dengan Jl. Prof. Dr. Satrio atau Jl. Casablanka (Kelurahan Karet Kuningan), sebelah selatan berbatasan dengan Jl. Jendral Gatot Subroto, sebelah barat berbatasan dengan Jl. KH. Guru Mughni dan sebelah timur berbatasan dengan Kali Cideng Atas. Wilayah Kelurahan Kuningan Timur dengan luas 214.70 ha merupakan kawasan Kelurahan terluas yang ada di Kecamatan Setiabudi yang terdiri dari 5 RW dan 31 RT dengan kepadatan penduduk 29 jiwa/ha. Sebagian merupakan wilayah
Pemukiman
Penduduk
dan
sebagian
lagi
merupakan
Wilayah
Perkantoran dan Kantor Kedutaan Perwakilan dari Negara Asing. Sarana dan Prasarana Kelurahan Kuningan Timur memiliki beberapa sarana dan prasarana yang cukup lengkap seperti sarana peribadatan, pendidikan, kesehatan, perhubungan, komunikasi dan perekonomian. Sarana kesehatan yang ada di Kelurahan Kuningan Timur yaitu 1 rumah sakit, 4 pos kesehatan, 3 praktek dokter, 3 klinik kesehatan, 1 bidan, 4 klinik KB, 4 BKIA, 4 posyandu, 2 apotik, 4 GSI dan 1 puskesmas keliling. Sarana dan prasarana peribadatan terdiri dari 9 masjid, 7 mushola dan 15 majelis taklim. Sarana pendidikan yang ada yaitu 2 gedung TK, 5 gedung SD, 2 gedung SMP dan 1 gedung SMA. Sarana perhubungan yang tersedia yaitu meliputi lalu lintas darat dengan sarana umum yang biasa digunakan yaitu busway, taksi, kopaja, angkutan kota, ojek motor dan bajay. Sedangkan saranan dan prasarana komunikasi yang digunakan adalah telepon umum, wartel dan telepon rumah. Kelurahan Kuningan Timur juga memiliki pasar, komplek pertokoan dan supermarket sebagai sarana perkonomian.
Keadaan Penduduk Berdasarkan Laporan Tahunan Kelurahan Kuningan Timur tahun 2006, jumlah penduduk Kelurahan Kuningan Timur secara keseluruhan adalah 6.317 jiwa, yang terdiri dari 3355 laki-laki dan 2962 perempuan. Jumlah penduduk yang paling banyak terdapat pada usia 20-24 tahun sebanyak 798 jiwa dan yang paling sedikit pada usia 75 ke atas sebanyak 32 orang. Kelurahan Kuningan Timur memiliki 1.510 keluarga dengan tingkat ekonomi yang berbeda. Tingkat ekonomi keluarga dinyatakan ke dalam tiga kelompok, yaitu tingkat ekonomi atas, menengah, dan bawah berdasarkan sensus penduduk Kelurahan Kuningan Timur tahun 2007. Jumlah keluarga berdasarkan tingkat ekonomi, yaitu 478 KK dengan ekonomi bawah, 529 KK dengan ekonomi menengah, dan 513 KK dengan ekonomi kaya. Mata pencaharian penduduk Kelurahan Kuningan Timur cukup beragam, yang terbanyak yaitu penduduk dengan mata pencaharian sebagai pegawai swasta sebanyak 988 orang, pegawai negeri sipil 497 orang, wiraswasta 449 orang, buruh 348 orang, pedagang 184 orang, dan TNI/POLRI 125 orang. Selain itu, sebagian besar penduduk memiliki pendidikan lulusan SLTP atau SLTA . Karakteristik Keluarga Karakteristik
contoh
yang
diteliti
adalah
besar
keluarga,
tingkat
pendidikan, akses informasi tentang ASI, dan tingkat ekonomi keluarga. Karakteristik contoh diidentifikasi berdasarkan tingkat ekonomi keluarga. Tabel 3 menunjukkan secara umum contoh yang memiliki keluarga kecil lebih banyak dibandingkan keluarga besar. Lebih lanjut, pada umumnya tingkat pendidikan dan akses informasi ayah dan ibu tentang ASI adalah sedang pada tiga tingkat ekonomi keluarga. Lebih lanjut, sebagian besar ayah dan ibu memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu lulusan SLTP atau SLTA baik ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi bawah, menengah, maupun atas. Sama halnya tingkat pendidikan, secara umum sebagian besar ayah dan ibu memiliki akses yang sedang tentang ASI eksklusif. Sebaran contoh berdasarkan jawaban pertanyaan akses informasi tentang ASI dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3 Karakteristik Contoh pada Tiga Tingkat Ekonomi Keluarga Tingkat Ekonomi Keluarga No 1
2
3
Karakteristik Besar Keluarga • Kecil (≤ 4 orang) • Besar (>4 orang) Total Tingkat Pendidikan Ayah • Rendah • Sedang • Tinggi Total Ibu • Rendah • Sedang • Tinggi Total Akses informasi ASI Ayah • Kurang • Sedang • Baik Total Ibu • Kurang • Sedang • Baik Total
Total
Bawah n %
Menengah n %
Atas n
%
n
%
16 3 19
84.2 15.8 100.0
18 3 21
85.7 14.3 100.0
15 5 20
75.0 25.0 100.0
49 11 60
81.7 18.3 100.0
5 14 0 19
26.3 73.7 0.0 100.0
3 16 2 21
14.3 76.2 9.5 100.0
0 13 7 20
0.0 65.0 35.0 100.0
8 43 9 60
13.3 71.7 15.0 100.0
4 15 0 19
21.1 78.9 0.0 100.0
4 15 2 21
19.0 71.5 9.5 100.0
1 15 4 20
5.0 75.0 20.0 100.0
9 45 6 60
15.0 75.0 10.0 100.0
3 15 1 19
15.8 78.9 5.3 100.0
3 17 1 21
14.2 81.0 4.8 100.0
1 15 4 20
5.0 75.0 20.0 100.0
7 47 6 60
11.7 78.3 10.0 100.0
4 13 2 19
21.1 68.4 10.5 100.0
7 12 2 21
33.3 57.2 9.5 100.0
4 10 6 20
20.0 50.0 30.0 100.0
15 35 10 60
25.0 58.3 16.7 100.0
Keterangan : Tingkat Pendidikan : Rendah (tidak lulus dan lulus SD) Sedang (lulus SLTP dan SLTA) Tinggi (lulus Perguruan Tinggi)
Tabel 4 menunjukkan persentase terbesar jenis media massa yang banyak digunakan ayah dan ibu adalah televisi. Hampir seluruh ayah dan ibu pernah mendengar dan atau membaca informasi tentang ASI eksklusif. Dilihat dari sumber informasi, sebagian besar informasi ayah dan ibu berasal dari dokter atau bidan. Disamping itu, apabila ada hal yang ditanyakan ayah dan ibu mengenai gizi dan kesehatan, pada umumnya ayah dan ibu menanyakan kepada dokter atau bidan.
Tabel 4 Sebaran Contoh berdasarkan Akses Informasi tentang ASI No 1
2
3
4
Ayah
Pertanyaan Akses Informasi ASI Media massa sumber informasi • Radio • Surat kabar • Majalah • Televisi • Internet Mendengar informasi ASI eksklusif • Ya • Tidak Total Asal informasi ASI • Media massa • Teman atau tetangga • Keluarga • Bidan/Dokter Sumber informasi gizi kesehatan • Keluarga • Teman atau tetangga • Bidan/Dokter
Ibu
n
%
n
%
9 18 10 41 1
15.0 30.0 16.7 68.3 1.7
7 11 8 50 2
11.7 18.3 13.3 83.3 3.3
56 4 60
93.3 6.7 100.0
58 2 60
96.7 3.3 100.0
10 3 6 42
17.8 5.0 10.7 75.0
14 0 4 49
24.1 0.0 6.9 84.5
8 4 55
13.3 6.9 91.7
5 3 58
8.3 5.0 96.7
Karakteristik Bayi Setiap bayi memiliki karakteristik yang berbeda, baik jenis kelamin, umur, maupun berat badan lahir. Hal ini yang menyebabkan pengamatan pada karakteristik anak penting sebagai tambahan data penelitian walaupun tidak dilihat secara langsung hubungannya dalam pemberian ASI eksklusif. Tabel 5 Karakteristik Bayi berdasarkan Jenis Kelamin No 1
2
Karakteristik Bayi Usia (bulan) • 6-9 • 10-12 Total Berat Badan Lahir (g) • < 2500 • > 2500 Total
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan n % n %
n
%
20 19 39
51.3 48.7 100.0
9 12 21
42.9 57.1 100.0
29 31 60
48.3 51.7 100.0
1 38 39
2.6 97.4 100.0
0 21 21
0.0 100.0 100.0
1 59 60
1.7 98.3 100.0
Total
Jumlah bayi laki-laki lebih besar dua kali lipat daripada bayi perempuan. Secara umum, usia bayi berkisar antara 6-12 bulan dengan rata-rata 9 bulan. Jumlah bayi laki-laki dan perempuan hampir sama antara usia 6-9 bulan dan 1012. Hampir seluruh bayi memiliki berat badan lahir (BBL) adalah normal dan hanya terdapat 1 orang bayi laki-laki lahir dengan berat badan kurang (Tabel 5).
Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang ASI Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan ayah tentang ASI tidak berbeda jauh dengan ibu. Sebagian besar ayah dan ibu memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI yang baik. Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan pengetahuan tentang ASI dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 6 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI No 1 2 3
Tingkat Pengetahuan tentang ASI Baik Sedang Rendah Total
Ayah n 45 10 5 60
Ibu
% 75.0 16.7 8.3 100.0
n 46 11 3 60
% 76.7 18.3 5.0 100.0
Pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI yang masih rendah meliputi waktu menyusui bayi segera setelah melahirkan dan tindakan memompa ASI saat ibu bekerja atau bepergian meninggalkan bayi berumur kurang dari 6 bulan. Selain itu, terdapat sebagian kecil ayah dan ibu yang tidak memiliki pengetahuan mengenai pengertian dan kandungan zat kekebalan tubuh yang terdapat pada kolostrum (Tabel 7). Tabel 7 Sebaran Contoh berdasarkan Jawaban yang Benar dari Pertanyaan Pengetahuan tentang ASI No
Jenis Pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
ASI merupakan jenis susu terbaik bagi bayi Keunggulan ASI dibandingkan susu lain Menyusui bayi segera setelah melahirkan Pengertian kolostrum Kolostrum diberikan pada bayi Zat yang terkandung di dalam kolostrum Pengertian ASI eksklusif Lama pemberian ASI eksklusif Waktu bayi diberikan makanan pendamping ASI ASI eksklusif meningkatkan sistem imunitas bayi Anak ASI eksklusif lebih tahan penyakit atau infeksi Pemberian ASI eksklusif bermanfaat bagi ibu Pemberian ASI meningkatkan hubungan ibu dan bayi Frekuensi ASI diberikan pada bayi Porsi makan ibu menyusui lebih banyak dari biasa Payudara yang baik digunakan untuk menyusui Tanda-tanda bayi gizi cukup selama ASI eksklusif Tindakan memompa ASI saat ibu bekerja atau bepergian meninggalkan bayi umur kurang 6 bulan Menciptakan suasana yang tenang dan nyaman membantu kelancaran produksi ASI ibu Jenis makanan yang membantu produksi ASI
18 19 20
n 60 59 29 48 46 45 45 48 50 55 55 54 56 57 59 56 55
Ayah % 100 98.3 48.3 80.0 76.7 75.0 75.0 80.0 83.3 91.7 91.7 90.0 93.3 95.0 98.3 93.3 91.7
n 59 57 30 48 49 45 51 53 52 58 56 56 57 58 58 57 55
Ibu % 98.3 95.0 50.0 80.0 81.7 75.0 85.0 88.3 86.7 96.7 93.3 93.3 95.0 96.7 96.7 95.0 91.7
42
70.0
44
73.3
57
95.0
54
90.0
60
100.0
59
98.3
Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI Tabel 8 menunjukkan lebih dari separuh ibu memiliki sikap yang baik tentang pemberian ASI sedangkan lebih dari separuh ayah memiliki sikap yang sedang tentang pemberian ASI. Sebaran ayah dan ibu berdasarkan sikap tentang pemberian ASI dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. Tabel 8 Sebaran Contoh berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI No 1 2 3
Sikap tentang Pemberian ASI Baik Sedang Rendah Total
Ayah n 24 31 5 60
Ibu
% 40.0 51.7 8.3 100.0
n 38 11 11 60
% 63.3 18.3 18.3 100.0
Ayah memiliki sikap yang baik tentang pemberian ASI meliputi ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, pengetahuan ASI penting bagi ayah, ayah perlu mendukung ibu selama menyusui dan ayah berperan penting dalam pemberian ASI eksklusif. Selain itu, ayah masih memiliki sikap yang rendah tentang pemberian ASI meliputi ASI eksklusif dapat digantikan susu formula saat ibu bekerja atau bepergian dan ASI dapat digantikan susu formula saat bayi berumur 6 bulan (Tabel 9). Tabel 9 Sebaran Ayah berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis Pernyataan ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi Sosialisasi susu formula di rumah sakit terutama rumah sakit bersalin atau bidan Bayi diberi ASI saja hingga berumur 6 bulan ASI eksklusif digantikan susu formula saat ibu bekerja atau bepergian ASI diganti susu formula saat bayi berumur 6 bulan Pengetahuan tentang ASI juga penting untuk ayah Ayah berperan penting dalam keberhasilan ASI eksklusif Pemberian ASI yang mendapat dukungan ayah dapat mempererat hubungan emosional orang tua-anak. Ayah tidak mempermasalahkan perubahan bentuk tubuh istri yang cenderung gemuk selama menyusui. Ayah tidak perlu mendukung ibu selama menyusui
n 60
% 100.0
Tidak Setuju n % 0 0.0
21
35.0
39
65.0
45
75.0
15
25.0
29
48.3
31
51.7
53 54 51
88.3 90.0 85.0
7 6 9
11.7 10.0 15.0
52
86.7
8
13.3
49
81.7
11
18.3
7
11.7
53
88.3
Setuju
Ibu memiliki sikap yang baik tentang pemberian ASI meliputi ASI eksklusif sangat penting karena bermanfaat bagi sistem imunitas bayi, ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi dan dukungan ayah dibutuhkan ibu selama menyusui. Selain itu, ibu masih memiliki sikap yang rendah dalam hal ayah tidak perlu membantu ibu merawat bayi selama menyusui dan bayi setelah lahir tidak perlu secepatnya diberi ASI (Tabel 10).
Tabel 10 Sebaran Ibu berdasarkan Sikap tentang Pemberian ASI No
Jenis Pernyataan
1 2 3 4 5
ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi Bayi setelah lahir tidak perlu secepatnya diberi ASI Sebelum ASI keluar bayi tidak perlu diberi minuman lain Sosialisasi susu formula di rumah sakit bersalin/bidan Bayi diberi ASI eksklusif hingga berumur 6 bulan ASI eksklusif digantikan susu formula saat ibu bekerja atau bepergian Kandungan gizi susu formula dapat menggantikan ASI ASI eksklusif sangat penting karena bermanfaat bagi sistem imunitas bayi Pemberian ASI penting karena meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan anak ASI diganti susu formula saat bayi berumur 6 bulan Ibu akan mengikuti saran Ayah memberikan susu formula kepada bayi sebagai pengganti ASI eksklusif Pengetahuan tentang ASI juga penting untuk ayah Ayah berperan penting dalam keberhasilan ASI eksklusif Dukungan Ayah dibutuhkan ibu selama ASI eksklusif Ayah tidak perlu membantu ibu dalam mengurus dan merawat bayi selama masa menyusui
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
n 59 56 22 24 53
% 98.3 93.3 36.7 40.0 88.3
Tidak Setuju n % 1 1.7 4 6.7 38 63.3 36 60.0 7 11.7
33
55.0
27
45.0
41
68.3
19
31.7
60
100.0
0
0.0
54
90.0
6
10.0
54
90.0
6
10.0
45
75.0
15
25.0
53 51 59
88.3 85.0 98.3
7 9 1
11.7 15.0 1.7
57
95.0
3
5.0
Setuju
Peranan Ayah dalam Pemberian ASI Tabel 11 menunjukkan persentase terbesar peranan ayah dalam pemberian ASI adalah sedang. Selain itu, persentase ayah yang memiliki peranan dalam pemberian ASI baik lebih besar dibandingkan peranan ayah dalam pemberian ASI rendah. Sebaran ayah berdasarkan peranan dalam pemberian ASI dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 11 Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI
1 2 3
Jumlah
Peranan Ayah dalam Pemberian ASI
No Baik Sedang Rendah
Total
n 23 27 10 60
% 38.3 45.0 16.7 100.0
Peranan ayah dalam pemberian ASI yang sering dilakukan pada ibu adalah menyarankan ibu mengkonsumsi makanan yang memperlancar ASI dan menciptakan suasana nyaman dan tenang selama menyusui. Sedangkan peranan ayah dalam pemberian ASI yang sering dilakukan pada bayi adalah menggendong bayi dan diberikan pada ibu untuk disusui (Tabel 12).
Tabel 12 Sebaran Ayah berdasarkan Jenis Peranan dalam Pemberian ASI No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Jenis Pernyataan Ayah menasehati pentingnya ASI eksklusif Ayah menyarankan ibu mengkonsumsi makanan yang memperlancar ASI Ayah pernah menyarankan ibu untuk memberikan susu formula pada bayi Ayah mendukung ibu tetap memberikan ASI eksklusif walaupun bekerja atau sibuk Ayah mendukung ibu dengan susu formula Ayah bekerja dan mengurus bayi tugas ibu Ayah menciptakan suasana nyaman dan tenang selama menyusui Ayah menggendong bayi dan diberikan pada ibu untuk disusui Ayah membantu ibu mengganti popok bayi Ayah membantu ibu memandikan bayi Ayah menyanyikan lagu untuk bayi Ayah mengajak bayi bermain Ayah menyendawakan bayi setelah disusui Ayah membantu pekerjaan rumah tangga Ayah membantu mengurus bayi saat terbangun tengah malam Ayah membeli susu untuk menjaga kesehatan ibu dan kelancaran produksi ASI Ayah membeli makanan memperlancar ASI Ayah membeli buku atau majalah tentang ASI untuk ibu Ayah mengantar ibu ke dokter periksa kesehatan Ayah mengantar bayi ke dokter periksa kesehatan dan imunisasi
n 45
% 75.0
Kadangkadang n % 13 21.7
56
93.3
3
5.0
1
1.7
28
46.7
23
38.3
9
15.0
48
80.0
5
8.3
7
11.7
35 24
58.3 40.0
19 16
31.7 26.7
6 20
10.0 33.3
54
90.0
5
8.3
1
1.7
50
83.3
9
15.0
1
1.7
42 12 24 41 33 36
70.0 20.0 40.0 68.3 55.0 60.0
17 30 28 18 19 22
28.3 50.0 46.7 30.0 31.7 36.7
1 18 8 1 8 2
1.7 30.0 13.3 1.7 13.3 3.3
37
61.7
21
35.0
2
3.3
31
51.7
21
35.0
8
13.3
40
66.7
15
25.0
5
8.3
15
25.0
10
16.7
35
58.3
53
88.3
5
8.3
2
3.3
36
60.0
14
23.3
10
16.7
Sering
Tidak Pernah n % 2 3.3
Praktek Pemberian ASI Praktek pemberian ASI dikelompokkan menjadi tiga yaitu pemberian ASI eksklusif, ASI semi eksklusif, dan ASI tidak eksklusif. Tabel 13 menunjukkan persentase contoh yang memberikan ASI eksklusif dan semi eksklusif lebih banyak dibandingkan contoh yang memberikan ASI tidak eksklusif. Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI tidak eksklusif dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 13 Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI No 1 2 3
Praktek Pemberian ASI Pemberian ASI Eksklusif Pemberian ASI Semi Eksklusif Pemberian ASI tidak Eksklusif Total
Jumlah n % 25 41.7 10 16.6 25 41.7 60 100.0
Tabel 14 menunjukkan dari 41.7% contoh yang tidak memberikan ASI eksklusif, terdapat sebagian besar contoh yang memberikan ASI saja pada bayi namun kurang dari 6 bulan sesuai anjuran pemberian ASI eksklusif. Persentase terbesar contoh yang memberikan ASI eksklusif kurang dari 6 bulan adalah selama 4 bulan (32.0%). Tabel 14 Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI tidak Eksklusif Jumlah
Praktek Pemberian ASI tidak Eksklusif • • • • • • •
n 6 4 2 8 1 2 2 25
Eksklusif 1 bulan Eksklusif 2 bulan Eksklusif 3 bulan Eksklusif 4 bulan Eksklusif 5 bulan ASI + air, madu, gula sejak awal menyusui ASI + pisang sejak awal menyusui Total
% 24.0 16.0 8.0 32.0 4.0 8.0 8.0 100.0
Hubungan Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI dengan Karakteristik Keluarga Tingkat Pendidikan Tabel 15 menunjukkan ayah dan ibu dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI yang baik. Namun, uji korelasi Spearman
menunjukkan
tidak
terdapat
hubungan
nyata
antara
tingkat
pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan tingkat pendidikan ayah dan ibu (p = 0.097 dan r = 0.216 pada ayah dan p = 0.117 dan r = 0.205 pada ibu). Tabel 15 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan Tingkat Pendidikan Tingkat Pengetahuan ASI Ayah • Rendah • Sedang • Baik Ibu • Rendah • Sedang • Baik Total
Rendah % n
Tingkat Pendidikan Sedang Tinggi % n n %
Total n
%
0 3 5 8
0.0 37.5 62.5 100.0
5 7 31 43
11.6 16.3 72.1 100.0
0 0 9 9
0.0 0.0 100.0 100.0
5 10 45 60
8.3 16.7 75.0 100.0
2 1 6 9
22.2 11.1 66.7 100.0
1 10 34 45
2.2 22.2 75.6 100
0 0 6 6
0.0 0.0 100.0 100.0
3 11 46 60
5.0 18.3 76.7 100.0
Akses Informasi tentang ASI Ayah dan ibu dengan tingkat pengetahuan tentang ASI baik memiliki akses informasi tentang ASI yang baik pula (Tabel 16). Hasil korelasi Spearman menunjukkan tingkat pengetahuan ASI ayah berhubungan nyata dengan akses informasi tentang ASI (p = 0.04 dan r = 0.266*) dan tidak berhubungan nyata dengan akses informasi ibu tentang ASI (p = 0.161 dan r = 0.183). Tabel 16 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan Akses Informasi Tingkat Pengetahuan ASI Ayah • Rendah • Sedang • Baik Ibu • Rendah • Sedang • Baik Total
Akses Informasi tentang ASI Sedang Rendah Tinggi % % n n n %
n
%
3 0 4 7
42.9 0.0 57.1 100.0
2 10 35 47
4.2 21.3 74.5 100.0
0 0 6 6
0.0 0.0 100.0 100.0
5 10 45 60
8.3 16.7 75.0 100.0
2 2 11 15
13.3 13.3 73.4 100.0
1 9 25 35
2.9 25.7 71.4 100.0
0 0 10 10
0.0 0.0 100.0 100.0
3 11 46 60
5.0 18.3 76.7 100.0
Total
Tingkat Ekonomi Keluarga Tabel 17 menunjukkan ayah dan ibu yang berasal dari keluarga tingkat ekonomi atas memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI yang lebih baik dibandingkan dengan keluarga ekonomi menengah dan bawah. Namun, uji korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan nyata antara tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dengan tingkat ekonomi keluarga (p = 0.249 dan r = 0.151 pada ayah dan p = 0.596 dan r = 0.07 pada ibu). Tabel 17 Sebaran Contoh berdasarkan Tingkat Pengetahuan tentang ASI dan Tingkat Ekonomi Keluarga Tingkat Pengetahuan ASI Ayah • Rendah • Sedang • Baik Ibu • Rendah • Sedang • Baik Total
Tingkat Ekonomi Keluarga Sedang Rendah Tinggi % % n n n %
n
%
1 2 16 19
5.3 10.5 84.2 100.0
4 6 11 21
19.0 28.6 52.4 100.0
0 2 18 20
0.0 10.0 90.0 100
5 10 45 60
8.3 16.7 75.0 100.0
0 5 14 19
0.0 26.3 73.7 100.0
3 4 14 21
14.3 19.0 66.7 100.0
0 2 18 20
0.0 10.0 90.0 100
3 11 46 60
5.0 18.3 76.7 100.0
Total
Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI Ayah dan ibu yang memberikan ASI eksklusif memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI yang lebih baik dibandingkan ayah dan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif (Tabel 18). Uji korelasi Spearman menunjukkan praktek
pemberian
ASI
eksklusif
berhubungan
nyata
dengan
tingkat
pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.028 dan r = 0.284*) dan berhubungan sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ibu tentang ASI (p = 0.007 dan r = 0.347**). Tabel 18 Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Tingkat Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI Praktek Pemberian ASI Tidak Eksklusif Eksklusif Total
Rendah n % 3 60.0 2 40.0 5 100.0
Tingkat Pengetahuan tentang ASI Ayah Ibu Sedang Baik Rendah Sedang n % n % n % n % 7 70.0 15 33.3 3 100.0 7 63.6 3 30.0 30 66.7 0 0.0 4 36.4 10 100.0 45 100.0 3 100.0 11 100.0
n 15 31 46
Baik % 32.6 67.4 100.0
Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI Ayah dan ibu yang memberikan ASI eksklusif memiliki sikap yang lebih baik dibandingkan ayah dan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif (Tabel 19). Uji
korelasi
Spearman
menunjukkan
praktek
pemberian
ASI
eksklusif
berhubungan sangat nyata dengan sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI (p = 0.003 dan r = 0.376** pada ayah dan p = 0.001 dan r = 0.411** pada ibu). Tabel 19 Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI Praktek Pemberian ASI Tidak Eksklusif Eksklusif Total
Rendah n % 4 80.0 1 20.0 5 100.0
Sikap tentang Pemberian ASI Ayah Ibu Sedang Baik Rendah Sedang n % n % n % n % 16 51.6 5 20.8 8 72.7 7 63.6 15 48.4 19 79.2 3 27.3 4 36.4 31 100.0 24 100.0 11 100.0 11 100.0
n 10 28 38
Baik % 26.3 73.7 100.0
Hubungan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap Ayah tentang Pemberian ASI Pengetahuan Ayah tentang ASI Ayah dengan tingkat pengetahuan tentang ASI baik memiliki peranan yang lebih baik dibandingkan ayah dengan tingkat pengetahuan tentang ASI sedang dan rendah (Tabel 20). Uji korelasi Spearman menunjukkan peranan ayah dalam pemberian ASI berhubungan sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.006 dan r =.348**). Tabel 20 Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI dan Pengetahuan tentang ASI Peranan Ayah dalam Pemberian ASI Rendah Sedang Baik Total
Tingkat Pengetahuan Ayah tentang ASI Rendah Sedang Baik n % n % n % 2 40.0 3 30.0 5 11.1 3 60.0 5 50.0 19 42.2 0 0.0 2 20.0 21 46.7 5 100.0 10 100.0 45 100.0
Total n 10 27 23 60
% 16.7 45.0 38.3 100.0
Sikap Ayah tentang Pemberian ASI Ayah dengan sikap tentang pemberian ASI yang baik memiliki peranan yang baik dalam pemberian ASI daripada ayah yang memiliki sikap tentang pemberian ASI sedang dan rendah (Tabel 21). Uji korelasi Spearman menunjukkan peranan ayah dalam pemberian ASI berhubungan nyata dengan sikap ayah tentang pemberian ASI (p = 0.48 dan r = 0.257*). Tabel 21 Sebaran Ayah berdasarkan Peranan dalam Pemberian ASI dan Sikap tentang Pemberian ASI Peranan Ayah dalam Pemberian ASI Rendah Sedang Baik Total
SIkap Ayah tentang Pemberian ASI Rendah Sedang Baik n % n % n % 2 40.0 7 22.6 1 4.2 1 20.0 15 48.4 11 45.8 2 40.0 9 29.0 12 50.0 5 100.0 31 100.0 24 100.0
Total n 10 27 23 60
% 16.7 45.0 38.3 100.0
Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI Tabel 22 menunjukkan peranan ayah pada ibu yang memberikan ASI eksklusif lebih baik dibandingkan peranan ayah pada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Namun, uji korelasi Spearman menunjukkan praktek pemberian ASI eksklusif tidak berhubungan nyata dengan peranan ayah dalam pemberian ASI (p = 0.235 dan r = 0.156). Tabel 22 Sebaran Contoh berdasarkan Praktek Pemberian ASI dan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI Praktek Pemberian ASI Eksklusif ASI tidak Eksklusif ASI Eksklusif Total
Peranan Ayah dalam Pemberian ASI Rendah Sedang Baik n % n % n % 6 60.0 11 40.7 8 34.8 4 40.0 16 59.3 15 65.2 10 100.0 27 100.0 23 100.0
Total n 25 35 60
% 41.7 58.3 100.0
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Tabel 23 menunjukkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan uji multiple logistic regression terdapat tiga faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif yaitu pendidikan ibu, tingkat ekonomi, dan sikap ibu tentang pemberian ASI. Tabel 23 Faktor Risiko Pemberian ASI Eksklusif Faktor Risiko Pendidikan Ibu
Kategori B P Value OR Sedang 2.159 0.022 8.664 (Rendah = 0) Tinggi 3.831 0.024 46.120 (Rendah = 0) Tingkat Ekonomi Keluarga Atas -1.856 0.021 0.156 (Rendah = 0) Sikap Ibu tentang pemberian ASI Baik 2.390 0.001 10.914 (Rendah = 0) Keterangan : π (x) : peluang pemberian ASI eksklusif (0 = tidak eksklusif, 1 = eksklusif)
PEMBAHASAN Karakteristik Keluarga Hasil penelitian menunjukkan jumlah anggota keluarga contoh berkisar antara 3-7 orang. Secara umum, contoh dengan keluarga kecil lebih banyak dibandingkan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga kurang atau sama dengan empat orang. Hastuti (2006) menjelaskan semakin banyak jumlah anak dalam keluarga maka alokasi waktu, perhatian, dan tingkat keeratan yang diberikan orangtua kepada anak akan berkurang seiring pertambahan jumlah anak. Lebih lanjut, baik ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi bawah, menengah, maupun atas pada umumnya memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu lulusan SLTP atau SLTA. Akan tetapi, tidak ada ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi bawah yang memiliki tingkat pendidikan tinggi yaitu lulusan perguruan tinggi. Uji korelasi Spearman menunjukkan tingkat ekonomi keluarga berhubungan sangat nyata dengan tingkat pendidikan ayah (p = 0.000 dan r = 0.467**) dan berhubungan nyata dengan tingkat pendidikan ibu (p = 0.024 dan r = 0.291). Hal ini diduga karena biaya pendidikan yang mahal sehingga ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi bawah tidak dapat melanjutkan pendidikan. Menurut Sularyo (1993) dalam Suciarni (2004) latar belakang pendidikan orangtua merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan keadaan gizi anak. Status pendidikan dan status kesehatan seorang ibu menentukan praktek pengasuhan anak termasuk praktek pemberian makan kepada bayi. Sama halnya tingkat pendidikan, baik ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi bawah, menengah, maupun atas pada umumnya memilik akses informasi tentang ASI yang sedang. Akan tetapi, ayah dan ibu dengan ekonomi atas memiliki akses informasi tentang ASI yang lebih baik dibandingkan ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi bawah dan menengah. Hal ini diduga karena ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi atas memiliki fasilitas yang dapat mengakses informasi lebih lengkap khususnya ASI. Selain itu, ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi atas cenderung memiliki tingkat pendidikan baik sehingga lebih bersikap terbuka dalam menerima informasi dari luar khususnya ASI eksklusif.
Sebaliknya, masih ada ayah dan ibu yang memiliki akses kurang terhadap informasi gizi dan kesehatan khususnya ASI. Hal ini diduga karena masih terdapat 6.7% ayah dan 3.3% ibu yang belum pernah mendengar dan atau membaca informasi tentang ASI eksklusif. Selain itu, diduga karena masih ada ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi bawah memiliki pendidikan rendah. Pengetahuan ayah dan ibu mengenai ASI dapat ditingkatkan apabila ayah dan ibu dengan mudah dapat mengakses informasi mengenai gizi dan kesehatan khususnya ASI. Informasi ASI dapat diperoleh melalui media massa (surat kabar, majalah, televisi, radio, dan internet), keluarga, teman atau tetangga, serta dokter atau bidan. Media massa yang digunakan ayah dan ibu sebagai sumber informasi digunakan untuk mengetahui sejauhmana ayah dan ibu mempunyai akses dan memanfaatkan informasi yang ada baik media cetak maupun media elektronik. Berdasarkan hasil penelitian diketahui televisi merupakan media massa yang paling banyak digunakan oleh ayah dan ibu, selanjutnya surat kabar, majalah, radio, dan internet. Lebih lanjut, televisi merupakan media yang banyak menampilkan iklan susu formula dibandingkan tentang ASI. Hasil penelitian juga menunjukkan lebih dari 90.0% ayah dan ibu pernah mendengar atau membaca informasi tentang ASI eksklusif. Akan tetapi, terdapat 6.7% ayah dan 3.3% ibu yang belum pernah mendengar atau membaca informasi tentang ASI eksklusif. Hal ini menunjukkan masih ada ayah dan ibu yang belum terjangkau akses informasi ASI eksklusif. Dilihat dari sumbernya, lebih dari separuh ayah dan ibu memperoleh informasi dari dokter/bidan, selanjutnya media massa, keluarga, tetangga, dan teman. Berdasarkan Riordan (2005) terdapat sepuluh cara dan sumber informasi tentang ASI eksklusif yaitu membaca buku tentang ASI, membaca majalah tentang pengasuhan, mencari informasi di internet, chatting online, bertemu dengan konsultan laktasi, menemukan dokter yang tepat yang mendukung pemberian ASI eksklusif, berbicara dengan suster, memanfaatkan kelompok sosial, mendengarkan teman dan keluarga, dan mengikuti kelas kehamilan dan melahirkan. Beberapa hal di atas dapat membantu ayah dan ibu dalam memperoleh informasi mengenai ASI eksklusif.
Disamping itu, apabila ada hal yang ingin ditanyakan ayah dan ibu mengenai gizi dan kesehatan, sebagian besar ayah dan ibu menanyakan kepada dokter/bidan. Selain dokter atau bidan, sumber informasi gizi dan kesehatan lainnya adalah keluarga, tetangga dan teman. Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang ASI Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI Berdasarkan hasil penelitian diketahui tingkat pengetahuan ayah tentang ASI tidak berbeda jauh dengan ibu. Sebagian besar ayah dan ibu memiliki tingkat pengetahuan ASI yang baik. Hal ini diduga karena sebagian besar akses informasi ayah dan ibu tergolong sedang sehingga mereka mudah dalam memperoleh informasi tentang ASI. Hal ini diperkuat oleh Khomsan (2002), ibu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih semangat untuk mencari dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam pengasuhan anaknya, sama halnya dengan ayah. Namun sebaliknya, masih ada ayah dan ibu yang memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI yang kurang. Hal ini diduga karena masih ada ayah dan ibu yang belum pernah mendengar atau membaca informasi ASI serta memiliki akses yang rendah terhadap informasi ASI. Salah satu kendala dalam meningkatkan penggunaan ASI eksklusif adalah kurangnya pengetahuan tentang menyusui dalam keluarga. Banyak ibu masa kini mendapati ibu dan nenek mereka kurang pengetahuan tentang menyusui dan tidak mampu memberikan dukungan (Welford 2001). Sebagian besar ayah dan ibu sudah mengetahui ASI merupakan jenis susu terbaik bagi bayi dan lebih unggul dari susu lainnya. Hal ini menjelaskan bahwa selain ibu, ayah juga memiliki pengetahuan mengenai ASI sehingga diharapkan dapat mendukung ibu dalam memberikan ASI khususnya ASI eksklusif kepada bayi. Hanya 48.3% ayah dan 50.0% ibu yang mengetahui bayi harus segera disusui setelah melahirkan. Hal ini menunjukkan masih banyak ibu yang tidak mengetahui pentingnya menyusui bayi segera setelah melahirkan. Berdasarkan Roesli (2008), hasil penelitian di Jakarta-Indonesia tahun 2003 menunjukkan bahwa bayi yang diberi kesempatan untuk menyusu dini, hasilnya delapan kali lebih berhasil ASI eksklusif.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ayah dan ibu mengetahui pengertian kolostrum dan kandungan zat kekebalan tubuh yang terkandung dalam kolostrum serta mengetahui kolostrum sebaiknya diberikan kepada bayi. Hal ini menunjukkan bahwa ayah dan ibu sudah memiliki pengetahuan yang baik mengenai kolostrum. Menurut Roesli (2000), kolostrum yang disebut juga ”cairan emas” yaitu ASI yang keluar dari hari pertama sampai hari ke-4 atau ke-7, kaya zat antiinfeksi dan berprotein tinggi. Kolostrum yang encer dan sering berwarna kuning atau terkadang jernih ini lebih menyerupai darah daripada susu, sebab mengandung sel hidup yang menyerupai sel darah putih yang dapat membunuh kuman penyakit. Oleh karena itu, kolostrum ini harus diberikan kepada bayi. Sebagian besar ayah dan ibu mengetahui pengertian ASI eksklusif dan lama pemberian ASI eksklusif yaitu 6 bulan. Akan tetapi, terdapat 12.7-25.0% ayah dan ibu yang tidak mengetahui pengertian dan lama pemberian ASI eksklusif 6 bulan. Hal ini menunjukkan masih terdapat ayah dan ibu yang kurang informasi tentang ASI khususnya ASI eksklusif sehingga tidak tahu tentang ASI eksklusif. Lebih dari 90% ayah dan ibu mengetahui manfaat ASI eksklusif seperti meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi, mencegah bayi dari penyakit dan infeksi, meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan bayi serta bermanfaat bagi ibu. Hal ini dapat menjadi dasar bagi ayah untuk memberi dukungan pada ibu agar memberikan ASI secara eksklusif pada bayi. Sebagaimana dijelaskan oleh Roesli (2000) bahwa yang dimaksud dengan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putiih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Lebih lanjut, WHO (1991) menjelaskan rekomendasi UNICEF dan WHO telah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Sebagian besar ayah dan ibu mengetahui tanda-tanda bayi dengan gizi cukup selama pemberian ASI eksklusif yaitu bayi sering buang air kecil, tidak rewel, dan berat badan terus bertambah. Hal ini dapat mengurangi kekhawatiran ayah dan ibu bahwa ASI saja tidak mencukupi kebutuhan bayi hingga berumur enam bulan dan meningkatkan kepercayaan diri ibu dalam menyusui bayi secara eksklusif.
Menurut Dowshen, Izenberg, dan Bass (2002), karena tidak dapat mengukur ASI seperti menakar susu formula, maka cara menentukan bayi sudah memperoleh ASI dalam jumlah cukup yaitu bayi buang air kecil enam sampai delapan kali sehari, air seni berwarna jernih dan pucat, bayi buang air besar dua sampai lima kali sehari, bayi terlihat puas, dan berat badan bayi meningkat. Lebih lanjut, Departemen Kesehatan (2002, 2005) menjelaskan tanda-tanda ASI memenuhi kebutuhan gizi bayi adalah bayi tidak rewel dan tumbuh sesuai dengan grafik kartu menuju sehat (KMS). Lebih dari 90% ayah dan ibu mengetahui dengan menciptakan suasana yang tenang dan nyaman saat ibu menyusui dapat membantu lancarnya produksi ASI ibu. Ayah yang mengerti kondisi emosi ibu dan selalu menciptakan suasana yang tenang dan nyaman selama ibu menyusui bayi dapat meningkatkan produksi ASI ibu sehingga dapat mencukupi kebutuhan bayi. Hal tersebut diperkuat oleh Roesli (2000), peran ayah sangat menentukan keberhasilan menyusui karena ayah turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh emosi atau perasaan ibu. Lebih dari separuh ayah dan ibu mengetahui tindakan yang tepat dengan memompa dan menyimpan ASI apabila ibu bekerja atau bepergian dan meninggalkan bayi yang berusia kurang dari 6 bulan agar dapat disusui. Tindakan ini dapat membantu tercapainya pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sehingga ibu tidak harus mengganti ASI dengan susu formula selama bepergian atau bekerja. Sedangkan ayah dapat memberikan nasehat kepada ibu untuk memompa dan menyimpan ASI sebelum bepergian agar bayi tetap dapat disusui dengan ASI. Berdasarkan Roesli (2000), bagi ibu bekerja yang tidak dapat membawa bayinya ketempat kerja, pemberian ASI perah akan tetap memungkinkan bayi memperoleh ASI eksklusif selama 6 bulan (minimum 4 bulan) tanpa harus cuti tambahan. Selain itu, menurut Dewi (2005) dan Departemen Kesehatan (2002, 2005) bahwa ASI dapat disimpan pada suhu ruang selama 6 jam, pada suhu lemari es selama 24 jam, dan pada suhu freezer selama 3-4 bulan. Hal ini dapat dilakukan oleh ibu bekerja atau bepergian tanpa membawa serta bayinya.
Sebagian besar ayah dan ibu mengetahui waktu yang tepat bagi bayi diberikan makanan pendamping ASI. Hal ini berarti, sebagian besar ayah dan ibu mengetahui saat bayi berusia 6 bulan maka bayi harus diberikan makanan lain selain ASI. Berdasarkan Roesli (2000), setelah bayi berusia 6 bulan, bayi harus mulai diberi makanan padat, tetapi ASI dapat diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih karena produksi ASI mulai menurun sedangkan kebutuhan gizi anak semakin meningkat. Apabila bayi yang berusia 6 bulan tidak diberikan makan pendamping ASI maka dapat mengakibatkan kurang gizi pada bayi. Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI yang masih rendah meliputi waktu yang tepat menyusui bayi setelah melahirkan, tindakan yang tepat saat ibu bekerja atau bepergian meninggalkan bayi berusia kurang dari 6 bulan dan pengertian ASI eksklusif sehingga perlu ditingkatkan pemberian informasi mengenai hal tersebut. Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI Hasil penelitian menunjukkan lebih dari separuh ibu memiliki sikap yang baik tentang pemberian ASI sedangkan lebih dari separuh ayah memiliki sikap sedang tentang pemberian ASI. Hal ini diduga karena sebagian besar tingkat pengetahuan ASI ayah dan ibu adalah baik sehingga mempengaruhi terbentuknya sikap yang baik tentang pemberian ASI pada bayi. Seluruh ayah setuju ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi tetapi hanya 75.0% ayah setuju bayi diberi ASI saja selama 6 bulan dan 48.3% ayah setuju ASI eksklusif digantikan susu formula saat istri bekerja atau bepergian. Hal ini diduga karena ayah khawatir ASI tidak mencukupi kebutuhan gizi bayi selama 6 bulan dan dengan memberikan susu formula pada bayi maka ibu akan bebas melakukan pekerjaan dan aktivitas lainnya. Selain itu, umumnya ayah menyerahkan keputusan pemberian ASI eksklusif sepenuhnya pada ibu. Penelitian Abdullah (2001) di Kota Bogor menjelaskan ayah merupakan pihak yang sering diajak diskusi sebelum mengambil keputusan pemberian ASI eksklusif, namun kenyataannya ayah berperan sangat kecil saat pengambilan keputusan dan banyak dilakukan oleh ibu. Hal ini diduga karena masih adanya stereotip bahwa masalah domestik merupakan urusan ibu, sehingga ketika berdiskusi
hanya
membicarakan
perawatan
anak
secara
menyerahkan sepenuhnya pengambilan keputusan kepada ibu.
umum
dan
Lebih lanjut, terdapat 35.0% ayah setuju adanya sosialisasi susu formula di rumah bersalin atau bidan. Sosialisasi susu formula di rumah sakit dapat menghambat pemberian ASI eksklusif pada bayi. Hal ini dapat dilihat dengan adanya 16.6% contoh yang memberikan ASI semi eksklusif pada bayi. Praktek pemberian ASI semi eksklusif adalah pemberian susu formula pada awal kelahiran bayi sebelum bayi disusui ibu tetapi tidak dilanjutkan setelah ibu keluar dari rumah bersalin. Berdasarkan penelitian Amiruddin (2006) di Makassar, ibu yang memberikan ASI tidak eksklusif mendapatkan promosi susu formula yang lebih banyak dibandingkan ibu yang memberikan ASI eksklusif. Adanya promosi susu formula di rumah sakit dapat mempengaruhi sikap pemberian ASI ibu. Sebagian besar ayah setuju pengetahuan ASI juga penting bagi ayah dan ayah memiliki peranan penting dalam pemberian ASI eksklusif dengan cara mendukung ibu selama menyusui sehingga mempererat hubungan emosional orang tua dan anak. Hal ini menunjukkan ayah sudah mengetahui pentingnya ASI eksklusif bagi kehidupan bayi sehingga ayah mau ikut berperan dalam pemberian ASI. Selain itu, ayah tidak mempermasalahkan perubahan bentuk tubuh isteri selama menyusui dan secara tidak langsung sikap ini merupakan bentuk dukungan positif bagi ibu. Seperti halnya sikap ayah tentang pemberian ASI, sebagian besar ibu setuju ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi sehingga ibu setuju bayi diberi ASI saja hingga 6 bulan atau disebut ASI eksklusif. Selain itu, sebagian besar ibu setuju ASI eksklusif bermanfaat bagi sistem imunitas tubuh bayi dan dapat meningkatkan hubungan psikologis antara ibu dan bayi. Akan tetapi, lebih dari separuh ibu setuju ASI eksklusif digantikan susu formula saat ibu bekerja atau bepergian dan saat bayi berumur 6 bulan serta kandungan gizi susu formula dapat menggantikan ASI. Hal ini diduga karena ibu tidak mau repot memompa ASI sehingga memilih praktis menggunakan susu formula. Selain itu, ibu terpengaruh iklan susu formula yang menggambarkan seolah-olah kandungan gizi susu formula sangat lengkap dibandingkan ASI. Berdasarkan WHO (1999), adanya pengaruh media massa mengenai iklan susu formula bagi bayi dapat mempengaruhi ibu untuk tidak memberikan ASI.
Sebagian besar ibu setuju bahwa bayi setelah lahir tidak perlu segera diberi ASI, hanya 36.7% ibu setuju bayi tidak perlu diberi makanan atau minuman lain sebelum ASI keluar, dan 40% ibu setuju dengan sosialisasi susu formula di rumah sakit. Hal ini diduga karena ibu tidak mengetahui pentingnya menyusui dini yang mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan penelitian Roesli (2008) di Jakarta menunjukkan bayi yang diberi kesempatan menyusu dini memiliki peluang delapan kali lebih berhasil ASI eksklusif. Terdapat 75.0% ibu akan mengikuti saran ayah untuk memberikan susu formula pada bayi untuk menggantikan ASI. Hal ini diduga karena besarnya peran ayah dalam keluarga sehingga dapat mempengaruhi sikap ibu yang positif. Oleh karena itu, sikap positif ayah tentang ASI dan peranan ayah yang baik dalam pemberian ASI dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif oleh ibu pada bayi. Sebagian besar ibu setuju pengetahuan tentang ASI juga penting bagi ayah, ayah berperan penting dalam pemberian ASI eksklusif, dan dukungan ayah dibutuhkan dalam masa menyusui. Akan tetapi, terdapat 95.0% ibu berpendapat ayah tidak perlu membantu ibu dalam mengurus dan merawat bayi selama menyusui. Hal ini menjelaskan ibu menyadari pentingnya dukungan ayah saat menyusui tetapi bentuk dukungan yang diinginkan ibu hanya berupa dukungan emosional saja tanpa terlibat langsung mengurus dan merawat bayi yang merupakan tanggung jawab ibu dan dapat dilakukan sendiri oleh ibu. Peranan Ayah dalam Pemberian ASI Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar ayah memiliki peranan sedang dan tinggi dalam pemberian ASI. Akan tetapi, terdapat 16.7% ayah yang berperan rendah dalam pemberian ASI. Menurut Roesli (2000), sekarang ini masih banyak ayah yang berpendapat salah bahwa menyusui adalah urusan ibu dan bayinya. Ayah menganggap cukup menjadi pengamat yang pasif saja. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian, terdapat 40.0% ayah memiliki kebiasaan berpikir bahwa ayah hanya bekerja dan mengurus bayi merupakan tugas ibu. Menurut Roesli (2000) dari semua dukungan bagi ibu menyusui, dukungan ayah yang paling berarti bagi ibu. Ayah dapat berperan aktif dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif dengan memberikan dukungan secara emosional dan bantuan-bantuan yang praktis.
Selain itu, menurut WABA (2006) seringkali ibu cenderung ingin menyusui dan merasa percaya diri apabila mendapat dukungan dari ayah. Akan tetapi, seringkali ayah, pada umumnya yang pertama kali menjadi ayah merasa bukan bagian dalam menyusui dan tidak memiliki peran dalam proses menyusui. Peranan yang sering dilakukan oleh sebagian besar ayah dalam pemberian ASI pada bayi adalah menggendong bayi dan diberikan pada ibu untuk disusui. Selain itu, lebih dari separuh ayah sering berperan selama masa pemberian ASI eksklusif pada bayi, meliputi mengganti popok bayi, mengajak bayi bermain, membantu mengurus bayi saat tengah malam bayi terbangun, mengantar bayi ke dokter untuk periksa kesehatan dan imunisasi, dan menyendawakan bayi setelah disusui. Selanjutnya, terdapat separuh ayah yang kadang-kadang membantu ibu memandikan bayi dan 46.7% ayah yang kadangkadang menyanyikan lagu untuk bayi. Lebih lanjut, upaya yang dapat dilakukan ayah selama pemberian ASI adalah menyendawakan bayi setelah disusui, mengganti popok, memijat bayi, memandikan bayi, mengayun-ayunkan bayi, bernyanyi atau bercerita untuk bayi, dan bermain dengan bayi. Bermain biasanya hal pertama yang diminta ibu untuk dilakukan ayah. Sering bayi dengan cepat mengenal ayah sebagai teman bermain dan ibu sebagai pemberi perhatian karena ayah menghabiskan banyak waktu bermain (Riordan 2005). Peranan yang sering dilakukan oleh sebagian besar ayah dalam pemberian ASI pada ibu adalah menyarankan ibu mengonsumsi makanan pelancar ASI, menciptakan suasana nyaman dan tenang saat ibu menyusui, mengantar ibu periksa kesehatan, mendukung ibu memberikan ASI eksklusif saat ibu bekerja atau bepergian, dan menasehati ibu pentingnya ASI eksklusif. Berdasarkan Roesli (2000), ayah mempunyai peran yang sangat menentukan keberhasilan menyusui karena ayah turut menentukan kelancaran refleks pengeluaran ASI (milk let down reflex) yang sangat dipengaruhi oleh emosi atau perasaan ibu. Selain itu, lebih dari separuh ayah sering membelikan ibu makanan yang memperlancar ASI, membantu pekerjaan rumah tangga, dan membeli susu untuk kesehatan dan produksi ASI ibu. Akan tetapi, lebih dari separuh ayah tidak pernah membelikan buku atau majalah tentang ASI untuk ibu. Membeli buku atau majalah tentang ASI untuk ibu merupakan bentuk dukungan alternatif apabila ayah bekerja dan tidak dapat berperan langsung merawat bayi.
Manfaat saran ayah dengan cara yang spesifik dapat mendukung ibu. Mereka dapat membantu ibu merasa nyaman saat posisi menyusui, memberikan dukungan zat gizi dan membantu pekerjaan rumah, menyendawakan dan menghibur bayi, menjaga ibu dari kelelahan, membatasi tamu, dan menunjukkan kesenangan dari keputusan untuk memberikan ASI (Riordan 2005). Selain bentuk dukungan ayah yang baik, terdapat juga ayah yang memberikan dukungan salah dalam pemberian ASI. Hal ini dapat dilihat bahwa terdapat
lebih
dari
separuh
ayah
yang
mendukung
keputusan
isteri
menggunakan susu formula dan terdapat 46.7% ayah yang pernah menyarankan ibu untuk memberikan susu formula pada bayi. Hal ini diduga karena ayah terpengaruh oleh iklan susu formula di media massa yang menggambarkan lengkapnya kandungan gizi susu formula. Berdasarkan WHO (1999), adanya pengaruh media massa mengenai iklan susu formula bayi dapat mempengaruhi ibu untuk tidak memberikan ASI termasuk ayah. Praktek Pemberian ASI Praktek pemberian ASI pada penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga yaitu pemberian ASI eksklusif, ASI semi eksklusif, dan ASI tidak eksklusif. Selain bayi yang diberi ASI eksklusif, seringkali bayi diberi susu formula selama berada di rumah sakit atau rumah bersalin yang disebut semi eksklusif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui contoh yang memberikan ASI eksklusif dan semi eksklusif lebih banyak daripada contoh yang tidak memberikan ASI eksklusif. Praktek pemberian ASI eksklusif ini didukung oleh pengetahuan dan sikap ayah dan ibu yang baik tentang ASI eksklusif. Adanya pemberian susu formula pada bayi di rumah sakit atau rumah bersalin dapat menjadi penghambat pemberian ASI eksklusif secara optimal. Berdasarkan penelitian Amiruddin (2006) di Makassar, ibu yang memberikan ASI tidak eksklusif mendapatkan promosi susu formula yang lebih banyak dibandingkan ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayi. Keuntungan dari ASI akan optimal jika bayi hanya diberi ASI saja secara eksklusif tanpa pemberian makanan tambahan lain, selama 6 bulan pertama kehidupannya. Berdasarkan hal tersebut, rekomendasi UNICEF dan WHO menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan. Selain ASI, pemberian makanan dengan vitamin saja, obat dan teh herbal serta pemberian air kepada bayi tidak dianjurkan (WHO 1991).
Hal yang sama juga dijelaskan oleh Roesli (2000) yang dimaksud dengan ASI eksklusif atau lebih tepat pemberian ASI secara eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putiih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Menurut Roesli (2008), bayi yang disusui eksklusif 6 bulan dan diberi ASI hingga 11 bulan saja dapat menurunkan 13.0% kematian bayi. Menurut WHO (2000), setiap tahun terdapat 1-1,5 juta bayi meninggal karena tidak diberi ASI eksklusif. Selain itu, menurut UNICEF (2006) kira-kira sebanyak 30.000 kematian balita di Indonesia dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan 41.7% contoh yang tidak memberikan ASI eksklusif, terdapat sebagian besar contoh yang memberikan ASI saja pada bayi namun kurang dari 6 bulan sesuai anjuran lama pemberian ASI eksklusif. Contoh yang memberikan ASI saja selama 4 bulan lebih banyak dibandingkan contoh yang memberikan ASI saja selama 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, dan 5 bulan. Hal ini diduga karena contoh masih mengetahui lamanya pemberian ASI eksklusif yaitu 4 bulan sesuai rekomendasi Departemen Kesehatan tahun 2002. Selain itu, terdapat contoh yang memberikan minuman selain ASI dan makanan padat yaitu pisang pada minggu awal kelahiran. Menurut Roesli (2000), bayi sehat tidak memerlukan makanan tambahan sampai usia 6 bulan. Pada keadaan-keadaan khusus dibenarkan untuk mulai memberi makanan padat setelah bayi berumur 4 bulan tetapi belum mencapai 6 bulan. Misalnya karena terjadi peningkatan berat badan bayi yang kurang dari standar atau didapatkan tanda-tanda lain yang menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif tidak berjalan dengan baik. Namun, sebelum diberi makanan tambahan, sebaiknya ibu mencoba memeperbaiki cara menyusui terlebih dahulu. Hubungan Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI dengan Karakteristik Keluarga Tingkat Pendidikan Hasil penelitian menunjukkan ayah dan ibu dengan tingkat pengetahuan tentang ASI yang baik memiliki tingkat pendidikan tinggi. Menurut Khomsan (2002), ibu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih semangat untuk mencari dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam pengasuhan anaknya.
Uji korelasi Spearman menunjukkan tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI tidak berhubungan nyata dengan tingkat pendidikan ayah dan ibu (p = 0.117 dan r = 0.205 pada ibu dan p = 0.097 dan r = 0.216 pada ayah). Hal ini menunjukkan tingkat pendidikan ayah dan ibu tidak berhubungan dengan baik rendahnya pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI. Hal ini diduga karena sebagian besar ayah dan ibu memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu lulusan SLTP atau SLTA. Oleh karena itu, umumnya pengetahuan tentang ASI diperoleh di luar pendidikan formal sehingga ayah dan ibu harus memiliki rasa keingintahuan terhadap ASI terlebih dahulu untuk mengakses pengetahuan tentang ASI tersebut. Akses terhadap Informasi ASI Pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI dapat ditingkatkan apabila ayah dan ibu dapat dengan mudah mengakses informasi tentang gizi dan kesehatan khususnya ASI. Berdasarkan hasil penelitian diketahui ayah dan ibu dengan tingkat pengetahuan tentang ASI baik memiliki akses informasi tentang ASI yang baik pula. Uji korelasi Spearman menunjukkan tingkat pengetahuan ASI ayah berhubungan nyata dengan akses informasi tentang ASI (p = 0.04 dan r = 0.266*). Hal ini menunjukkan semakin baik akses informasi ayah tentang ASI maka akan meningkatkan tingkat pengetahuan ayah tentang ASI. Akan tetapi, tingkat pengetahuan ASI ibu tidak berhubungan nyata dengan akses informasi tentang ASI (p = 0.161 dan r = 0.183). Hal ini diduga karena tidak semua ibu mengetahui dan memahami informasi ASI secara keseluruhan. Berdasarkan Riordan (2005) terdapat sepuluh cara dan sumber informasi tentang ASI eksklusif yaitu membaca buku tentang ASI, membaca majalah tentang pengasuhan, mencari informasi di internet, chatting online, bertemu dengan konsultan laktasi, menemukan dokter yang tepat yang mendukung pemberian ASI eksklusif,
berbicara dengan suster, memanfaatkan kelompok
sosial, mendengarkan teman dan keluarga, dan mengikuti kelas kehamilan dan melahirkan. Beberapa hal di atas dapat membantu ayah dan ibu dalam memperoleh informasi mengenai ASI eksklusif.
Tingkat Ekonomi Keluarga Hasil penelitian menunjukkan ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi atas memiliki pengetahuan tentang ASI yang lebih baik dibandingkan ayah dan ibu dengan tingkat ekonomi menengah dan bawah. Uji korelasi Spearman menunjukkan pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI berhubungan tidak nyata dengan tingkat ekonomi keluarga (p = 0.249 dan r = 0.151 pada ayah dan p = 0.596 dan r = 0.07 pada ibu). Hal ini menjelaskan bahwa tingkat ekonomi keluarga tidak berhubungan dengan baik rendahnya pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI. Hal ini diduga karena tingkat ekonomi keluarga tidak mempengaruhi secara langsung pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI. Selain itu, pengetahuan tentang ASI dapat diperoleh ayah dan ibu di posyandu sehingga tidak memerlukan biaya. Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI Pengetahuan Ayah dan Ibu tentang ASI Hasil penelitian menunjukkan ayah dan ibu yang memberikan ASI eksklusif memiliki pengetahuan tentang ASI yang lebih baik dibandingkan ayah dan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Hal ini diduga karena sebagian besar ayah dan ibu yang memberikan ASI eksklusif mengetahui dan memahami pengertian dan manfaat ASI eksklusif. Hal ini diperkuat dengan hasil uji korelasi Spearman yang menunjukkan pemberian ASI eksklusif berhubungan nyata dengan tingkat pengetahuan ASI ayah (p = 0.028 dan r = 0.284*) dan berhubungan sangat nyata dengan tingkat pengetahuan ASI ibu (p = 0.007 dan r = 0.347**). Semakin tinggi tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI akan meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Berdasarkan Roesli (2000), ayah dan ibu yang mempelajari ASI dan tatalaksana menyusui merupakan salah satu langkah mencapai keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Salah satu kendala dalam meningkatkan penggunaan ASI eksklusif adalah kurangnya pengetahuan tentang menyusui dari satu generasi atau bahkan lebih. Banyak ibu masa kini medapati bahwa ibu dan nenek mereka kurang pengetahuan tentang menyusui dan tidak mampu memberikan banyak dukungan (Welford 2001).
Sikap Ayah dan Ibu tentang Pemberian ASI Hasil penelitian menunjukkan ayah dan ibu yang memberikan ASI eksklusif pada bayi memiliki sikap tentang pemberian ASI yang lebih baik dibandingkan ayah dan ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Hal ini diduga karena sikap ayah dan ibu yang baik tentang pemberian ASI dapat mempengaruhi praktek pemberian ASI eksklusif oleh ibu pada bayi. Adanya sikap ibu yang positif tentang pemberian ASI maka ibu akan memiliki pikiran yang positif mengenai ASI eksklusif sehingga ibu mendukung pemberian ASI eksklusif. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan pemberian ASI eksklusif berhubungan sangat nyata dengan sikap ayah dan ibu tentang ASI eksklusif (p = 0.003 dan r = 0.376** pada ayah dan p = 0.001 dan r = 0.411** pada ibu). Hal ini menunjukkan semakin baik sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI maka ayah dan ibu akan memberikan ASI eksklusif kepada bayi. Hal ini dijelaskan oleh Roesli (2000), menciptakan sikap yang positif mengenai ASI dan menyusui dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Hubungan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI dengan Pengetahuan dan Sikap Ayah tentang Pemberian ASI Pengetahuan Ayah tentang ASI Pada hasil penelitian dapat diketahui ayah yang memiliki peranan baik dalam pemberian ASI memiliki pengetahuan ASI yang baik pula. Selain itu, tidak terdapat ayah dengan pengetahuan ASI rendah yang berperan baik dalam pemberian ASI. Adanya pengetahuan ayah mengenai pentingnya manfaat ASI bagi bayi dan ibu serta hubungan psikologis ayah dan bayi akan membuat ayah menyadari pentingnya ASI sehingga ayah akan berperan baik dalam pemberian ASI dengan dukungan emosional dan bantuan-bantuan praktis. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan peranan ayah dalam pemberian ASI berhubungan sangat nyata dengan pengetahuan ayah tentang ASI (p = 0.006 dan r =.348**). Semakin tinggi tingkat pengetahuan ayah tentang ASI maka semakin baik peranan ayah dalam pemberian ASI. Menurut Roesli (2000), calon ayah berperan aktif terhadap keberhasilan ibu dalam praktek pemberian ASI berdasarkan pada tingkat pengetahuan tentang ASI yang diperolehnya.
Sikap Ayah tentang Pemberian ASI Sikap ayah yang baik tentang pemberian ASI akan berhubungan dengan peranan ayah dalam pemberian ASI oleh ibu pada bayi. Adanya sikap ayah yang baik tentang pemberian ASI akan membentuk pikiran positif mengenai ASI eksklusif sehingga ayah akan ikut terlibat dalam pemberian ASI sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya dalam membantu ibu dan bayi. Pada hasil penelitian diketahui ayah yang memiliki peranan baik dalam pemberian ASI memiliki sikap tentang pemberian ASI yang lebih baik dibandingkan ayah yang memiliki peranan kurang dalam pemberian ASI. Lebih lanjut, uji korelasi Spearman menunjukkan peranan ayah dalam pemberian ASI berhubungan nyata dengan sikap ayah tentang pemberian ASI (p = 0.48 dan r = 0.257*). Hal ini menunjukkan semakin baik sikap ayah tentang pemberian ASI maka ayah semakin berperan dalam mendukung dan membantu ibu dan bayi selama pemberian ASI. Menurut Riordan (2005), ayah berperan penting dalam mendukung pemberian ASI, terutama sekali apabila ayah memiliki sikap yang positif tentang pemberian ASI. Hubungan Praktek Pemberian ASI dengan Peranan Ayah dalam Pemberian ASI Hasil penelitian menunjukkan peranan ayah pada ibu yang memberikan ASI eksklusif lebih baik daripada ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif. Akan tetapi, tidak terlihat perbedaan yang besar antara peranan ayah dalam pemberian ASI eksklusif dan tidak eksklusif. Hal ini diduga ayah sebagai kepala keluarga memiliki keterbatasan waktu bersama ibu dan bayi dikarenakan tuntutan pekerjaan dan adanya rasa canggung pada ayah untuk memulai peranannya pada ibu dan bayi dalam pemberian ASI. Ayah yang berperan mendukung istri untuk menyusui bayi disebut breastfeeding father. Pada dasarnya seribu ibu menyusui tidak lebih dari sepuluh orang diantaranya tidak dapat menyusui karena alasan fisiologis. Jadi, sebagian besar ibu dapat menyusui dengan baik. Hanya ketaatan mereka menyusui eksklusif 4-6 bulan tidak dipenuhi. Itulah sebabnya dorongan ayah diperlukan untuk meningkatkan kepercayaan diri ibu dalam menyusui (Khomsan 2006).
Berbeda halnya dengan pengetahuan dan sikap ayah tentang ASI, hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa praktek pemberian ASI eksklusif berhubungan tidak nyata dengan peranan ayah (p = 0.235 dan r = 0.156). Menurut Roesli (2000), banyak para ayah yang ingin berperan dalam perawatan bayi meskipun mereka hanya memiliki waktu yang terbatas. Ayah hanya memiliki waktu pagi atau sore hari dan akhir pekan saja bersama ibu dan bayi. Disamping itu, ayah sering canggung ikut merawat bayi sehingga terhambat untuk mulai berperan dan dorongan eksktra pada ayah sangat diperlukan. Sebaliknya, hasil penelitian Littman, Medendorp & Goldfarb (1994) di Ohio terhadap 115 ibu yang baru melahirkan menunjukkan kelancaran menyusui hanya 26.9% karena ayah tidak mengerti peranannya dan hampir mencapai 98% karena ayah paham akan peranannya. Oleh karena itu, keterlibatan ayah dalam keberhasilan menyusui sangat besar. Selanjutnya, hasil penelitian Cernadas et al. (2003) di Malawi menunjukkan salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah dukungan ayah. Perbedaan hasil penelitian ini diduga karena di Indonesia ayah menyerahkan sepenuhnya tugas merawat dan mengurus bayi kepada ibu. Menurut Roesli (2000), sekarang ini masih banyak ayah yang berpendapat salah bahwa menyusui adalah urusan ibu dan bayi sehingga ayah cukup menjadi pengamat pasif saja. Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian bahwa terdapat 40.0% ayah memiliki pemikiran bahwa ayah hanya bekerja dan mengurus bayi merupakan tugas ibu. Selain itu, hampir keseluruhan ibu memiliki pendapat bahwa ayah tidak perlu membantu ibu secara langsung dalam mengurus dan merawat bayi selama masa menyusui. Ayah hanya cukup memberikan saran dan dukungan emosional saja kepada ibu. Hal ini dapat mempengaruhi peranan ayah dalam pemberian ASI
karena
untuk
memulai
peranannya
dalam
pemberian
ASI,
ayah
membutuhkan dukungan penuh dari ibu. Lebih lanjut, menurut Perkins dan Vannais (2004), beberapa ayah mendukung secara serius pemberian ASI dengan menggendong bayi pada ibu dan meletakkan bayi tidur kembali setelah disusui. Akan tetapi, sebagian ayah lainnya mengangkat tangan menjelang waktu menyusui, merasa bahwa menyusui adalah tugas utama ibu dan ayah tidak dibutuhkan dan dilibatkan.
Lebih lanjut, berdasarkan penelitian Abdullah (2001) di Kota Bogor diketahui ayah merupakan pihak yang sering diajak diskusi sebelum mengambil keputusan pemberian ASI eksklusif, namun kenyataannya saat pengambilan keputusan ayah berperan sangat kecil dan banyak dilakukan ibu. Pengambilan keputusan yang didominasi oleh ibu diduga karena masih adanya stereotip bahwa masalah domestik merupakan urusan ibu, sehingga ketika berdiskusi lebih banyak membicarakan hal perawatan anak secara umum dan menyerahkan sepenuhnya keputusan yang akan diambil kepada ibu. Ibu menjadi pihak yang sentral dalam pengambilan keputusan pemberian ASI. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI Eksklusif Banyak faktor yang diduga dapat mempengaruhi keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Analisis dengan multiple logistic regression menghasilkan beberapa variabel yang sebelumnya signifikan tetapi setelah dibandingkan dengan variabel lain menjadi tidak signifikan. Hal ini terjadi karena kemungkinan pengaruh variabel tersebut tidak besar dibandingkan variabel-variabel lain sehingga pengaruh variabel tersebut kecil. Berdasarkan hasil penelitian diketahui tiga faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif. Tiga faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif yaitu pendidikan ibu yang sedang dan tinggi, tingkat ekonomi atas, dan sikap ibu yang baik tentang pemberian ASI. Pendidikan ibu, sebagai salah satu dari tiga faktor yang berpengaruh. Ibu yang memiliki pendidikan sedang (OR = 8.66; 95% CI 1.36-55.07) berpeluang 8.66 kali memberikan ASI secara eksklusif dibandingkan dengan ibu yang memiliki pendidikan rendah. Selanjutnya, ibu yang memiliki pendidikan tinggi (OR = 46.12; 95% CI 1.65-1286.15) berpeluang 46.12 kali memberikan ASI secara eksklusif dibandingkan dengan ibu yang memiliki pendidikan rendah. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka ibu akan memiliki motivasi yang lebih dalam meningkatkan pengetahuan tentang gizi dan kesehatan bayi khususnya ASI sehingga ibu akan memberikan ASI eksklusif pada bayi. Menurut Khomsan (2002), ibu yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi akan lebih semangat untuk mencari dan meningkatkan pengetahuan serta keterampilan dalam pengasuhan anaknya.
Lebih lanjut, berdasarkan penelitian Cernadas et al. (2003) di Malawi, seorang ibu memiliki peran langsung dalam menyusui bayinya. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka sangat berhubungan dengan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Faktor kedua yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah tingkat ekonomi keluarga atas (OR = 0.15; 95% CI 0.03-0.75). Hal ini menunjukkan semakin tinggi tingkat ekonomi keluarga akan menurunkan peluang pemberian ASI eksklusif sebesar 6.4 kali dibandingkan keluarga tingkat ekonomi bawah. Selain meningkatkan akses informasi tentang gizi dan kesehatan khususnya ASI, semakin tinggi tingkat ekonomi keluarga akan meningkatkan daya beli keluarga pada susu formula. Berdasarkan WHO (1999), adanya pengaruh media massa mengenai iklan susu formula dapat mempengaruhi ibu tidak memberikan ASI. Faktor ketiga yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah sikap ibu yang baik tentang pemberian ASI (OR = 10.91; 95% CI 2.52-47.29). Hal ini menunjukkan semakin baik sikap ibu tentang pemberian ASI maka berpeluang 10.91 kali memberikan ASI eksklusif pada bayi. Sikap ibu yang baik tentang pemberian ASI diduga karena ibu mengetahui pengertian dan manfaat ASI eksklusif yang baik bagi bayi dan ibu sehingga mempengaruhi keinginan ibu memberikan ASI eksklusif pada bayi. Roesli (2000) menjelaskan dengan menciptakan sikap yang positif mengenai ASI dan menyusui dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI secara eksklusif. Selain itu, hasil penelitian Cernadas et al. (2003) di Malawi, salah satu faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan kepada bayi adalah sikap ibu yang baik dan sangat baik tentang pemberian ASI pada bayi.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut : 1. Sebagian besar contoh memiliki keluarga kecil (75-85%). Lebih dari separuh ayah dan ibu memiliki tingkat pendidikan sedang yaitu lulusan SLTP atau SLTA (65-76%) dan memiliki akses yang sedang tentang ASI eksklusif (50-81%) baik ayah dan ibu pada tingkat ekonomi bawah, menengah, maupun atas. 2. Sebagian besar ayah (77.0%) dan ibu (75.0%) memiliki tingkat pengetahuan tentang ASI baik. Lebih dari separuh ibu memiliki sikap yang baik tentang ASI (63.3%) dan terdapat 51.7% ayah yang memiliki sikap sedang tentang pemberian ASI. Selain itu, terdapat 45.0% ayah berperan sedang dalam pemberian ASI eksklusif. 3. Sebanyak 41.7% keluarga memberikan ASI eksklusif, 16.6% semi eksklusif, dan 41.7% keluarga memberikan ASI tidak eksklusif. 4. Tingkat pengetahuan ayah dan ibu tentang ASI tidak berhubungan dengan besar keluarga, pendidikan ayah dan ibu, akses informasi ASI ibu, dan tingkat ekonomi keluarga. Akan tetapi, tingkat pengetahuan ASI ayah berhubungan dengan akses ayah terhadap informasi ASI. 5. Praktek
pemberian
ASI
eksklusif
berhubungan
dengan
tingkat
pengetahuan ASI ayah dan ibu. Selanjutnya, praktek pemberian ASI eksklusif juga berhubungan dengan sikap ayah dan ibu tentang pemberian ASI. 6. Peranan ayah dalam pemberian ASI berhubungan dengan tingkat pengetahuan ASI ayah dan sikap ayah tentang pemberian ASI. 7. Praktek pemberian ASI eksklusif tidak berhubungan dengan peranan ayah dalam pemberian ASI. 8. Faktor yang paling dominan mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah pendidikan ibu, tingkat ekonomi keluarga atas, dan sikap ibu yang baik tentang pemberian ASI.
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini maka diharapkan : 5. Bagi aparat Kelurahan Kuningan Timur, Jakarta Selatan, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi kegiatan posyandu, puskesmas atau badan kesehatan lainnya dalam rangka mempromosikan ASI eksklusif di masa mendatang. 6. Bagi Pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah, Departemen Kesehatan dan instansi yang terkait, mengadakan program pendidikan ASI bagi ayah dan ibu khususnya dari tingkat ekonomi atas dan pemberdayaan petugas kesehatan tentang ASI serta membuat kebijakan dan memonitor tentang pemasaran susu formula bagi bayi dalam rangka mempromosikan ASI eksklusif secara intensif. 7. Bagi calon ayah dan ayah diharapkan keterlibatannya sebagai ayah ASI (breastfeeding father) untuk meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. 8. Hendaknya petugas kesehatan lebih meningkatkan penyuluhan mengenai informasi ASI eksklusif dan menyusui dini. 9. Bagi petugas penolong kelahiran hendaknya tidak menganjurkan ibu dan memberi susu formula kepada bayi baru lahir yang dapat menyebabkan kegagalan pemberian ASI eksklusif. 10. Bagi peneliti lain, sebaiknya dilakukan penelitian yang lebih komprehensif dengan sampel besar mengenai peranan ayah dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif seperti menyusui dini, fasilitas ruangan ibu melahirkan, kondisi payudara ibu, teknik menyusui bayi, paritas, pekerjaan ibu, dan promosi susu formula sehingga diperoleh gambaran yang lengkap tentang praktek pemberian ASI eksklusif.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, S. 2002. Pengambilan Keputusan Pemberian ASI Eksklusif kepada Bayi di Kota Bogor. [skripsi]. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Adwinanti, V. 2004. Hubungan praktek pemberian ASI dengan pengetahuan ibu tentang ASI, kekhawatiran ibu, dukungan keluarga dan status gizi dari usia 0-6 bulan. [skripsi]. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Amiruddin, R. 2006. Promosi Susu Formula Menghambat Pemberian ASI Eksklusif pada Bayi 6-11 Bulan di Kelurahan Pa’Baeng-Baeng Makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin. http://ridwanamiruddin.wordpress.com/2007/04/26/. Anonymous. 2002. Excluxive Breastfeeding : The Only Water Source Young Infants Need-Frequently Asked Questions. http://www.lingkagesproject.org. 23 September 2007. Anonymous. 2006. A Controlled Trial of the Fathers Rules in Breastfeeding Promotion. http://Pediatrics.aap Publication.org. 27 September 2006. BPS. 2003. Statistik Kesejahteraan Rakyat (Welfare Statistic). BPS : Jakarta. Brown K.H., Black R, L. Romana, & C. Kanashiro. 1989. Infant feeding practices and their relationship with diarrhea and other diseases in Huasear (Lima), Peru. Pediatrics, 83, 31-40. Cernadas, J.M.C, G. Noceda, L. Barrera, A.M. Martinez, & A. Garsd. 2003. Maternal and perinatal factors influencing the duration of exclusive breastfeeding during the first 6 months of life. Journal of Human Lactation, 19, 136. Departemen Kesehatan. 2002. Panduan 13 Dasar Gizi Seimbang. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Depkes : Jakarta. . 2005. Panduan 13 Dasar Gizi Seimbang. Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Depkes : Jakarta. Departemen Kesehatan. 2006. Hanya 3.7% bayi memperoleh ASI. http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle. 8 Mei 2008. Dewi, Y. 2005. Penyimpanan ASI. http://asuh.wikia.com/wiki/Penyimpanan_ASI. 10 Mei 2008. Hastuti, D. 2006. Analisis Pengaruh Model Pendidikan Prasekolah pada Pembentukan Anak Sehat, Cerdas, dan Berkarakter. [disertasi]. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Gulo, R. 2002. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI oleh ibu usia remaja kepada anak umur 0-24 bulan. [skripsi]. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Jelliffe, D.B. & Jelliffe, E.F.P. 1979. Human Milk in the Modern World : Psychosocial, Nutritional, and Economic Significance. Oxford University Press : New York. Khomsan, Ali. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahun Gizi. Diktat Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Institut Pertanian Bogor. . 2006. Solusi Makanan Sehat. PT Raja Grafindo Persada : Jakarta. Kamudoni, P., K. Maleta, Z. Shi, & G.H. Ottesen. 2007. Feeding pratices in the first 6 months and associated factors in a rural and suburban community in Mangochi District, Malawi. Journal of Human Lactation, 23, 325. Lawoyin, T.O., J.F. Olawoyi, & M.O Onadeko. 2001. Factors associated with exclusive breastfeeding in Ibadan, Nigeria. Journal of Human Lactation, 17, 321. Littman, H., Medendorb, S.V, & Goldfarb, J. 1994. The decision to breastfeed : The importance of fathers’ approval. Clinical Pediatric Journal, 33 (4), 214219. Nelson, W. E. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Buku Kedokteran : Jakarta Perkins, S & C. Vannais. 2004. Breastfeeding for Dummies. Wiley Publishing : USA. Pratiknya, A. W. 1986. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Rajawali : Jakarta. Riordan. 2005. Breastfeeding and Human Lactation (3rd ed). Jones and Barlett Publisher : Massachusetts. Roesli, U. 2000. Mengenal ASI Eksklusif. Trubus Agriwidya : Jakarta. . 2008. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif. Pustaka Bunda : Jakarta. Slamet, Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Dabara Publisher : Solo. Suciarni, E. 2004. Hubungan pengetahuan dan sikap ibu terhadap pengembangan ASI eksklusif sampai umur 6 bulan. [skripsi]. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. UNICEF. 2006. Breastfeeding saves lives of 30.000 Indonesian children yearly. http://www.unicef.org/indonesia/Breastfeeding_release_English_(1).pdf. 8 Mei 2008.
WABA. 2006. Family support key to breastfeeding. http://www.waba.org.my/whatwedo/mensinitiative/pdf/family-supportirishhealth.pdf. 10 Mei 2008. WHO. 1991. Indicators for assessing breast-feeding practices. Report from an informal meeting 1-12 Juni. WHO : Geneva. . 1993. Breastfeeding: the technical basis and recommendations for action. WHO : Geneva. . 1999. Women and breastfeeding. WHO : Geneva. . 2000. Effect of breastfeeding on infant and child mortality due to infectious desease in less developed countries a pooled analysis. The Lancet Journal, 415 (5), 355.