Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
PENGETAHUAN PERILAKU KONSUMEN UNTUK MERUMUSKAN STRATEGI MARKETING YANG DINAMIS David Sukardi Kodrat Fakultas Ekonomi Program Studi International Business Management Universitas Ciputra email:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku konsumen minuman beralkohol. Minuman beralkohol seringkali dikonotasikan dengan perilaku masyarakat yang negatif (Jawa Pos, 20 Desember 2007), seperti kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di mana 70 persen nya disebabkan miras (Kompas, 22 Desember 2007) Pemahaman yang baik akan perilaku dan karakteristik konsumen membuat perusahaan mengetahui preferensi dan pergeseran tuntutan pelanggan (customer preferences and requirements) (Cravens dan Piercy, 2003). Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposeful sampling karena informasi yang banyak dapat dipilih untuk mendapatkan informasi mendalam (Patton, 1990). Kriteria responden adalah peminum minuman beralkohol dan status ekonomi sosial (SES) nya golongan A. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah survey, observasi dan content analysis. Selain itu juga dilakukan Focus Group Discussion dan In depth interview (Palmerino, 1999; O'Donnell dan Cummins, 1999; dan Underwood, 2003). Tujuannya untuk memperoleh gambaran yang mendalam tentang perilaku konsumen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku konsumen golongan A adalah: (1) memperhatikan nama merek dan pembuatnya, (2) lebih menyukai minuman beralkohol buatan luar negeri, (3) waktu luang digunakan pergi ke clubbing, (4) konsumsi minuman beralkohol dilakukan malam hari secara bersama-sama, (5) isi lebih penting daripada kualitas kemasannya, (6) lebih tertarik dengan potongan harga, (7) lebih menyukai tempat pembelian minuman beralkohol yang sekaligus berfungsi sebagai tempat minum, dan (8) lebih mudah dipengaruhi oleh teknik personal selling. Berdasarkan perilaku konsumen tersebut strategi marketing yang cocok adalah building a strong brand. Keywords: Customer preferences and requirements, strategi marketing dan building a strong brand. PENDAHULUAN Perilaku konsumen telah menjadi pusat perhatian baik dikalangan akademisi ataupun praktisi. Akademisi menjadikan analisis perilaku konsumen sebagai topik utama untuk memahami strategi perusahaan yang berorientasi pelanggan (consumer oriented). Tujuan akademisi memahami strategi perusahaan yang berorientasi pelanggan untuk mengetahui nilai terbaik yang diberikan perusahaan kepada pelanggan (best customer value) dan memuaskan pelanggan (Eggert & Ulaga, 2002; Woodruff & Gardial, 1996) Praktisi memahami perilaku konsumen untuk menyusun strategi pemasaran yang tepat dan sesuai dengan kondisi dan karakteristik pasar yang ada (Mowen, 1995).
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Ilmu perilaku konsumen telah berkembang sejak pertengahan tahun 1960-an (Sciffman dan Kanuk, 2000). Saat ini, ilmu perilaku konsumen telah mengalami banyak kemajuan dengan pergeseran aksioma marketing. Aksioma marketing yang semula bertumpu pada marketer sebagai inisiator marketing telah berubah pada aksioma bahwa marketer harus lebih berorientasi pada perilaku konsumen. Konsumen lebih mempunyai kekuatan dibandingkan dengan produsen sehingga ilmu perilaku konsumen semakin mengalami perkebangan dengan timbulnya aliran pemikiran marketing tentang: buyer behavior, behavior organization dan strategic planning (Sheth & Gardner, 1982). Teori perilaku konsumen muncul tanpa memiliki konsep dasar yang secara khusus berasal dari ilmu perilaku konsumen itu sendiri. Namun teori perilaku konsumen telah mengadopsi teori dari berbagai bidang ilmu yang lain, termasuk: psikologi, ekonomi, geografi, sosiologi dan anthropologi (Mowen, 1995). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa studi tentang perilaku konsumen merupakan studi yang sangat kompleks. Sebagai contoh, pola konsumsi wine di United Kingdom antara orang yang berusia di bawah 30 tahun dengan yang di atas 30 tahun berbeda. Pola konsumsi wine untuk young adult adalah 4S yaitu social acceptance (penerimaan sosial), sociability (senang bergaul), sophistication (pengalaman dalam soal keduniawian) dan safety (keamanan) (Anonim, 2006). Demikian pula pola konsumsi wine di New Zealand berbeda antara generation X dengan older wine drinker (orang yang berusia di atas 41 tahun) (Thomas, 2005). Peminum dikelompokkan menjadi light, medium dan heavy user. Light user membeli maksimal 7 botol dalam sebulan. Medium user membeli 8 sampai 20 botol dalam sebulan dan heavy user membeli di atas 21 botol setiap bulannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang perilaku konsumen minuman beralkohol. Pengetahuan ini bermanfaat untuk menentukan strategi marketing (segmentasi, targeting dan positioning) dan taktik marketing (marketing mix, selling dan differentiation) (Hall dan Winchester, 2000). KERANGKA BERPIKIR PERILAKU KONSUMEN Dalam perkembangannya ilmu perilaku konsumen dapat ditinjau dari tiga perspektif yaitu: (1) perspektif decision making menyatakan bahwa pembelian akan terjadi bila konsumen menyadari adanya masalah dan kemudian konsumen bergerak melalui a series of rational steps untuk memecahkan permasalahan tersebut, (2) perspektif experiential berpendapat bahwa dalam banyak hal konsumen tidak bertindak rasional, pembelian terjadi karena konsumen memiliki kebutuhan untuk merasakan fun, menciptakan fantasi, memperoleh emosi dan getaran-getaran perasaan dan (3) perspektif behavioral berpendapat bahwa strong environmental forces (faktor eksternal) mendorong konsumen melakukan pembelian tanpa pertama-tama memiliki keyakinan kuat terhadap produk (Salomon, 2002). Keputusan konsumen untuk membeli atau tidak, memberikan gambaran tren pembelian konsumen yang didasarkan pada proses pengambilan keputusan konsumen. Proses ini dipengaruhi oleh sejumlah variabel internal dan eksternal yang menentukan yaitu: pengaruh lingkungan, perbedaan individu, strategi pemasaran dan proses psikologi (Engel et. al., 1990). Berkaitan dengan pengaruh lingkungan, permasalahan yang sering didiskusikan berkenaan dengan perilaku konsumen adalah peranan pedagang dalam memperdagangkan produknya, atmosfer usaha retail dan material point of purchase (Keegan dan Green, 1997) di samping pengaruh kultur, kelompok sosial,
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-2-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
keluarga dan lainnya (Korchin, 1976). Pada kenyataannya perilaku manusia ditentukan terutama oleh pengaruh eksternal atau stimuli (Kartajaya, 2002). Dengan menggunakan model perilaku konsumen klasik (Engel et al., 1990) maka variabel eksternal memiliki pengaruh langsung pada tiga elemen yang terkandung dalam struktur model tersebut yaitu: need recognition, search dan alternative evaluation. Pengaruh eksternal ini memiliki pengaruh tidak langsung pula pada kepercayaan (belief), sikap (attitute) dan minat (intention) konsumen. Hasil akhir dari hal ini merupakan perubahan fundamental dalam sikap konsumen. Ini termasuk sikap klasik wait and see, pesimisme, atau sebuah sikap negatif yang menuju kepanikan yang disebabkan oleh suatu elemen crowding dalam lingkungan sosial. Keyakinan dan sikap ini membentuk basis bagi minat konsumen. Ini adalah elemen ketiga dari tiga elemen yang telah disebutkan pada model di atas, dan adalah antecedent utama dari perilaku konsumen, walaupun faktor-faktor yang meringankan seperti waktu dan konteks juga memainkan peranan dalam menentukan nature dan tingkat perubahan perilaku. Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang kerangka berpikir perilaku konsumen ditunjukkan pada Gambar 1. Gambar 1: Kerangka Berpikir Perilaku Konsumen
Push Factors: * Information processing * Motivation, personality * Belief, attitude behavior. * Behavior Learning
Pull Factors: * Keluarga * Grup referensi * Kelas sosial * Budaya, subbudaya * Situasi * Event, regulasi
1
2 Pelanggan 3
4
Perusahaan Strategi Marketing Marketing
5
Nilai Yang Dipertimbangkan: * Nilai fungsional * Nilai sosial * Nilai emosional
Sumber: Wahyuningsih. 2006. Perilaku Konsumen: Kerangka Berpikir Konseptual, Forum Manajemen Prasetiya Mulya,17 (dimodifikasi) Gambar 1 menunjukkan kerangka berpikir perilaku konsumen. Nomer 1 menunjukkan proses pembelian di mana konsumen didorong oleh faktor intern (push factor) dan dipengaruhi oleh faktor ekstern (pull factor). Nomer 2 menunjukkan nilainilai yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam melakukan pembelian suatu produk yaitu nilai fungsional, nilai sosial dan nilai emosional. Nomer 3 menunjukkan interaksi dan pertukaran antara konsumen sebagai pembeli dan perusahaan sebagai penjual yang disebabkan oleh program pemasaran (seperti advertising dan program promosi) (Salomon, 2002). Nomor 4 menunjukkan bahwa perusahaan dituntut untuk mempelajari dan menganalisa faktor intern (push factors) dan faktor ekstern (pull factors) yang menyebabkan konsumen melakukan pembelian suatu produk, sehingga dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen bahkan lebih jauh lagi perusahaan dapat mempengaruhi (stimuli) dan membentuk perilaku konsumen sehingga konsumen membeli produk yang ditawarkan perusahaan. Sedangkan nomer 5 menunjukkan perusahaan perlu mempelajari, menganalisis dan mengelola nilai pelanggan untuk memberikan nilai unggul (superior value) bagi pelanggan.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-2-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
METODE PENELITIAN Subyek, Obyek dan Desain Penelitian Penelitian dilakukan di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kualitatif deskriptif. Penelitian dilakukan pada tahun 2005. Populasi dan Sampel Penelitian ini menggunakan purposeful sampling dengan metode snowball sampling dan maximum variation sampling (Minichiello, et. al., 1990). Snowball sampling dilakukan dengan cara mempercaya identifikasi pada orang lain untuk investigasi dan maximum variation sampling adalah metode pemilihan sampel yang mengijinkan peneliti memilih kasus-kasus dengan maksud tertentu dan mengilustrasikan range yang luas dari variasi-variasi dimensi minat. Kriteria responden adalah peminum minuman beralkohol (user) dan berasal dari status ekonomi sosial golongan A. Sampel yang digunakan berasal dari peminum minuman beralkohol yaitu sebanyak 31 responden. Adapun status ekonomi sosial (SES) responden adalah A. Pertanyaan Pengarah Interview Pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk merumuskan nilai dan gaya hidup ini adalah: (1) aktivitas-aktivitas yang dilakukan konsumen di waktu luangnya (leisure activities), (2) sikap atau pandangan umum konsumen terhadap minuman beralkohol (general attitudes to beverages), (3) awareness konsumen terhadap merek-merek minuman beralkohol yang berbeda (awareness of different brands) dan (4) perilaku konsumen dalam pembelian dan konsumsi minuman beralkohol (purchase and consumption behavior). Sumber Data Data yang dikumpulkan dan dikaji dalam penelitian ini berupa data primer. Data nominal berupa aktivitas-aktivitas konsumen, sikap konsumen, awareness konsumen dan perilaku konsumen. Metode Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah survey dan observasi. Survey atau field research yaitu melakukan pengamatan dan wawancara untuk memperoleh gambaran tentang aktivitas, sikap, awareness dan perilaku konsumen. Selain itu juga dilakukan focus group discussion dan in dept interview (Palmerino, 1999; O'Donnell dan Cummins, 1999 dan Underwood, 2003) untuk memperoleh gambaran yang lebih dalam mengenai aktivitas, sikap, awareness dan perilaku konsumen minuman beralkohol. Observasi langsung dilakukan untuk mengamati perilaku konsumen di bar, cafe, diskotik dan pub. Focus Group Discussion dan In Depth Intervie dilakukan sebanyak 4 kali setiap hari Jum'at di tanggal 11, 18 dan 25 November 2005 dan tanggal 2 Desember 2005. Setiap kali FGD dilakukan dengan 8 orang dan hanya 1 kali dilakukan dengan 7 orang. Validasi dan Teknik Analisa Data Validasi data dilakukan dengan cara menggali data yang sama dengan menggunakan metode pengumpulan data yang berbeda yaitu hasil wawancara dicek lewat hasil observasi. Teknik analisa data dilakukan dengan menggunakan model analisa interaktif (Miles, 1992).
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-2-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Analisa interaktif dilakukan dengan reduksi, sajian dan pencarian kesimpulan (verifikasi). Aktivitasnya berupa interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus. HASIL RISET DAN DISKUSI Keyakinan dan Sikap Responden Terhadap Minuman Beralkohol Memahami proses keputusan untuk membeli (decision-to-buy) konsumen adalah memahami isi kotak hitam perilaku konsumen. Keyakinan yang meningkat, sebagian besar ditentukan oleh evaluasi subyektif responden (Ajzen, 1988). Keyakinan yang paling besar mengatakan bahwa nama merek adalah penting yaitu sebanyak 24 responden (77,4 persen). Kelompok kedua adalah harga produk minuman beralkohol dicerminkan oleh kualitas yaitu sebanyak 7 responden (22,6 persen). Bagian terbesar dari kelompok ini disebut snob customer karena konsumen jenis ini tidak memperhatikan kualitas dan harga, yang penting adalah mereknya terkenal. Hal ini disebabkan peminum minuman beralkohol termasuk jenis konsumen yang sangat fanatik terhadap merek. Mereka sulit untuk berpindah dari satu merek ke merek yang lain. Seperti yang dikatakan responden: “jika minuman beralkohol dijual dengan harga murah kesan produk menjadi jatuh, meragukan dan kurang menunjukkan sebagai minuman beralkohol”. Kelompok kedua disebut smart customer karena mereka memperhatikan secara seimbang kualitas dan harga dari produk minuman beralkohol. Responden menyadari akan kerugian dan keuntungan mengkonsumsi minuman beralkohol. Kerugian minum minuman beralkohol yang dikemukakan responden adalah: merusak kesehatan, mengakibatkan rasa pusing, mual-mual (istilahnya: jackpot), emosi tidak stabil, berantem, dan kadang bertingkah (resek dan norak), Ada hal menarik yang dikemukakan responden mengenai kerugian mengkonsumsi minuman beralkohol yaitu faktor dosa. Artinya masih ada sedikit suara hati yang mengingatkan hati nurani responden. Adapun keuntungan mengkonsumsi minuman beralkohol menurut responden adalah: menghangatkan badan, solidaritas dengan teman, membuat suasana lebih santai/enjoy, menenangkan pikiran, menambah keberanian dan kepercayaan diri, membuat tidur jadi nyenyak, dan fun. Yang menarik dari jawaban atas pertanyaan ini adalah jawaban responden yang mengatakan bahwa: “sebenarnya tidak banyak keuntungannya”. Jawaban responden atas keuntungan mengkonsumsi minuman beralkohol menunjukkan bahwa perilaku konsumen minuman beralkohol mengacu pada perspektif behavioral dan experiential. Berbeda dengan di Inggris, minum anggur merupakan tanda kedewasaan. Pada umumnya mereka mengkonsumsi anggur bersama orang tua di rumah sebagai perekat sosial (social glue) dan sebagai simbol dari nilai-nilai upacara (the value of occasion) yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya (Anonim, 2006). Minat Responden untuk Membeli Minuman Beralkohol Minat didefinisikan sebagai kecenderungan (atau hasrat) responden terhadap suatu obyek atau peristiwa (Ajzen, 1988). Survey ini menyelidiki aspek-aspek minat. Pertanyaan-pertanyaan yang penting difokuskan kepada apa yang memotivasi konsumen untuk membeli minuman beralkohol. 28 responden (90,3 persen) memperlihatkan kecenderungan untuk memperhatikan siapa pembuatnya atau mereknya. Kecenderungan ini disebut sebagai quality oriented customer. Menurut responden: “minum minuman beralkohol bukan karena trend, melainkan tergantung dari
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-2-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
suka atau tidak suka”. Tiga responden (9,7 persen) memperlihatkan kecenderungan untuk mencari produk yang berkualitas tinggi namun dengan harga yang terjangkau. Ini dapat dikategorikan sebagai value oriented customer. Perilaku konsumen ini sama dengan penelitian Kirin (2004) yang menunjukkan bahwa keputusan membeli minuman beralkohol didasarkan pada kriteria seperti: kebun anggur, varietas anggur, wilayah asal (region of origin) dan proses pemurnian (vinification process). Kebiasaan Berbelanja Minuman Beralkohol Responden Responden cenderung untuk memilih produk minuman beralkohol buatan luar negeri. Sebanyak 100 persen (31 responden) membeli produk buatan luar negeri kecuali untuk bir yaitu bir Bintang, Guiness, Heineken dan Anker. Merek-merek luar negeri yang banyak dibeli adalah Malibu, Jack Daniels, Chivas Regal, Kahlua, Remi Martin, Absolut, Jhonnie Walker, KGB, Vodka Cruiser, Vibe, Bacardi Breezer, Tattoo, Pelican dan Two Dogs. Responden menyatakan bahwa: “bir cocok untuk pemula “cetek” dan mudah didapatkan”. Responden tidak menyukai minuman beralkohol buatan lokal karena menurut responden, minuman beralkohol buatan lokal bukan minuman beralkohol tapi alkohol yang di blended. Biasanya pembelian yang dilakukan responden hanya sejumlah kebutuhan untuk diminum saja. Artinya responden tidak menyimpan minuman beralkohol di rumah. Perilaku konsumen minuman beralkohol ini sama dengan di luar negeri. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Chitakasem (2003) yang menunjukkan bahwa dengan masuknya pemain global mempengaruhi konsumen untuk memilih merek-merek internasional daripada merek-merek minuman beralkohol lokal. Penggunaan Waktu Luang Responden Ketika ditanya mengenai hal-hal apa saja yang dilakukan selama waktu luang, responden mengatakan waktu luangnya digunakan untuk: kumpul bersama-sama, pergi clubbing, main billiard, main musik, main motor, hiking, jalan-jalan ke mal atau nonton bioskop. Mayoritas jawaban responden adalah pergi clubbing yaitu sebanyak 74,2 persen (23 responden). Responden menggambarkan clubbing sebagai tempat yang penuh dengan lampu warna-warni, musik dengan volume besar dan juga ada dance floor-nya. Frekuensi dalam Mengkonsumsi Minuman Beralkohol Mayoritas frekuensi minum minuman beralkohol responden yaitu 2 kali per minggu sebanyak 20 responden (64,5 persen). Kelompok mayoritas kedua adalah responden yang frekuensi minumnya adalah 1 kali per minggu sebanyak 7 responden (22,6 persen). Sisanya adalah responden yang frekuensi minumnya 1 kali per bulan sebanyak 4 responden (12,9 persen). Responden yang frekuensi minumnya 2 kali per minggu disebut heavy drinker. Heavy drinker termasuk 20 persen orang yang menghasilkan omset 80 persen sehingga tidak heran jika perusahaan bir di Indonesia berlomba-lomba dalam mensponsori bar dan pub di night club (Kartajaya, 1996). Responden yang mengkonsumsi minuman beralkohol 1 kali setiap minggu disebut medium drinker sedangkan yang mengkonsumsi minuman beralkohol 1 kali setiap bulan disebut light drinker. Variabel yang menentukan frekuensi mengkonsumsi minuman beralkohol menurut responden adalah: kondisi keuangan, kekuatan minum responden dan lingkungan pergaulan (agar dapat diterima dalam lingkungan tersebut).
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-2-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen minuman beralkohol dalam mengkonsumsi minuman beralkohol ini sama dengan di luar negeri. Hal ini dibuktikan dengan penelitian Dodd et. al (2005) dan Thompson dan Vourvachis (1995) yang menunjukkan bahwa konsumen cenderung tergantung pada pendapat teman atau anggota keluarga dalam memilih minuman beralkohol dan menggunakan berbagai rekomendasi di luar dirinya. Waktu untuk Mengkonsumsi Minuman Beralkohol Mayoritas responden (29 responden atau 93,5 persen) menyatakan malam hari adalah waktu yang tepat untuk mengkonsumsi minuman beralkohol. Hal ini disebabkan dinginnya udara pada malam hari. Responden mengatakan: “Apabila minuman beralkohol dikonsumsi pada siang hari membuat lebih cepat marah”. Waktu untuk minum minuman beralkohol biasanya antara jam 20.00 s/d 03.00. Ada pula responden yang mengatakan bahwa minuman beralkohol justru dikonsumsi pada saat stress. Menurut responden dengan mengkonsumsi minuman beralkohol dapat melupakan sejenak permasalahan yang dihadapinya. Jumlah Orang pada Saat Responden Mengkonsumsi Minuman Beralkohol Jumlah orang pada saat mengkonsumsi minuman beralkohol, mayoritas di atas 5 orang. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan jawaban responden yaitu sebanyak 29 responden (93,5 persen) mengatakan bahwa jika responden minum minuman beralkohol dilakukan secara berkelompok. Namun tidak menutup kemungkinan untuk mengkonsumsinya sendirian. Responden mengkonsumsi minuman beralkohol bersama-sama karena biasanya saat-saat seperti ini digunakan untuk ngobrol. Sikap yang Menyangkut Aspek-Aspek Marketing Mix Minuman Beralkohol Survei ini memperhatikan sikap responden terhadap berbagai elemen marketing mix. Informasi ini penting sekali untuk memfasilitasi implementasi strategi bersaing perusahaan yang tepat. Produk dan Kemasan (Product and Packaging) Dapat dilihat bahwa saat responden membeli produk minuman beralkohol, mayoritas 93,5 persen (29 responden) memberi perhatian kepada isinya daripada kualitas kemasannya. Kemasan yang eye catching atau berkualitas tinggi bukanlah sebuah faktor yang signifikan dalam proses keputusan untuk membeli. Alasan responden adalah untuk apa membuang uang untuk membeli produk hanya karena kualitas kemasannya yang tidak berguna. Perilaku konsumen minuman beralkohol ini terhadap packaging tidak sama dengan perilaku konsumen di luar negeri. Di luar negeri konsumen menyukai bentuk packaging yang indah sehingga perusahaan minuman beralkohol merek Grappa di Italia menggunakan strategi packaging seperti: bentuk atau variasi botol dan feature yang indah dari suatu produk untuk menunjukkan kualitas yang baik (Ted, 2006 dan Rocchi dan Stefani, 2006). Responden mengelompokkan minuman beralkohol menjadi tiga yaitu: (1) minuman beralkohol kadar rendah (5%) - Heineken, Corona, Bintang, Guiness, Vodka Cruiser, Absolut, KGB, Kahlua, Budweiser, (2) minuman beralkohol kadar sedang – Smirnoff, dan (3) minuman beralkohol kadar tinggi (di atas 40%) - Sky walker, Chivas Regal dan Jack Daniel. Ada pula responden yang mengelompokkan minuman
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-2-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
beralkohol berdasarkan warna produk yaitu: merah, kuning, biru dan putih. Jawaban responden ini menunjukkan bahwa responden sebenarnya tidak memiliki pengetahuan produk yang baik tentang minuman beralkohol. Harga (Price) Penetapan harga yang tinggi pada produk disertai dengan free gift adalah sebuah metode yang sangat tidak efektif dalam menarik minat beli konsumen. Jauh lebih baik menawarkan produk dengan harga yang lebih murah tetapi tanpa free gift. Bukti ini ditunjukkan dalam fakta bahwa produk berharga tinggi yang menawarkan free gift tidak menarik minat mayoritas pembeli (hanya 6,5% atau 2 responden). Responden mengelompokkan harga minuman beralkohol menjadi tiga yaitu: (1) minuman beralkohol dengan harga tinggi yaitu per botolnya antara Rp 75.000 sampai dengan Rp 1.700.000, (2) minuman beralkohol dengan harga sedang yaitu per botol antara Rp 24.500 sampai dengan Rp 25.000 dan (3) minuman beralkohol dengan harga rendah yaitu di bawah Rp 20.000 per botolnya. Tempat (Place) Tempat bagi responden minuman beralkohol dapat di bagi menjadi tiga yaitu: (1) tempat hanya untuk membeli minuman beralkohol (Hero, Carefour dan Circle K), (2) tempat untuk membeli dan sekaligus untuk mengkonsumsi minuman beralkohol yaitu tempat clubbing (klub, diskotik, night club) dan cafe, dan (3) tempat yang hanya berfungsi sebagai tempat untuk mengkonsumsi minuman beralkohol yaitu rumah, mobil, tempat tongkrongan dan tempat-tempat yang mendukung (gelap). Jika responden minum minuman beralkohol di rumah dilakukan di kamar. Responden lebih suka membeli dilokasi yang sekaligus dapat digunakan untuk minum. Hal ini diperkuat dengan mayoritas jawaban responden yaitu sebanyak 24 responden (77,4 persen). Pembelian di supermarket dikatakan responden: “jika adanya kebutuhan mendadak”. Personal Selling Dalam hal promosi minuman beralkohol, keputusan responden untuk membeli lebih mudah dipengaruhi oleh teknik personal selling daripada dibujuk melalui iklan. 74, 2 persen (23 responden) responden membeli produk setelah mendengar penjelasan dari penjual. Hal ini disebabkan karena dalam personal selling dapat memberi kesempatan konsumen untuk merasakan dan mencoba minuman beralkohol sebelum membeli (Thompson dan Vourvachis, 1995). IMPLIKASI BAGI STRATEGI MARKETING Perilaku konsumen golongan A menunjukkan bahwa konsumen tipe ini adalah: (1) memperhatikan nama merek dan pembuatnya, (2) lebih menyukai minuman beralkohol buatan luar negeri, (3) waktu luang digunakan pergi ke clubbing, (4) konsumsi minuman beralkohol dilakukan malam hari secara bersama-sama, (5) isi lebih penting daripada kualitas kemasannya, (6) lebih tertarik dengan potongan harga, (7) lebih menyukai tempat pembelian minuman beralkohol yang sekaligus berfungsi sebagai tempat minum, dan (8) lebih mudah dipengaruhi oleh teknik personal selling. Berdasarkan perilaku konsumen tersebut maka strategi yang tepat adalah building a strong brand dan berkaitan pula dengan penguatan citra (image) dan reputasi suatu produk untuk membangun perceived quality. Strategi marketing ini akan dibahas
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-2-8
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
dengan menggunakan sembilan elemen yaitu: segmentasi, targeting, positioning, diferensiasi, marketing mix, penjualan, merek, servis dan proses. Tiga elemen yang pertama yaitu segmentasi, targeting dan positioning berinteraksi satu sama lain dan merupakan elemen-elemen dasar dari strategi marketing. Tiga elemen berikutnya adalah diferensiasi, marketing mix dan penjualan membentuk komponen-komponen utama dari taktik marketing. Tiga elemen yang terakhir adalah merek, servis dan proses merupakan elemen-elemen kunci dari value marketing. Value marketing merupakan landasan berpikir bagi strategi dan taktik marketing. Sembilan elemen marketing tersebut di atas bergabung untuk membentuk tiga elemen kunci yaitu positioning (being strategy), differensiasi (core tactics) dan merek (value indicator) yang disebut sebagai segitiga bisnis strategis (Strategic Business Triangle). Building a Strong Brand Strategi ini sangat cocok untuk produk minuman beralkohol di pasar premium dan ditujukan untuk segmen quality oriented customer. Persepsi produk dibangun untuk mengesankan sebagai produk yang berkualitas. Tugas yang terberat di sini adalah memilih suatu strategi marketing yang bertujuan untuk membangun brand equity terutama perceived quality sebagai syarat mutlak sehingga loyalitas pelanggan dapat dibangun. Hubungan tiga elemen kunci dari strategic business triangle ditunjukkan pada Gambar 2.
Brand Integration More for Less Content & Context
Prestige The Brand
Brand Identification
Brand Image
Building a Strong Brand Gambar 2: Building The Brand Equity Minuman Beralkohol
Upaya untuk menyusun strategi positioning yang tepat harus mengikutsertakan kebijaksanaan prestige the brand atau menyakinkan konsumen bahwa produk yang dihasilkan adalah produk yang berkualitas. Dengan kebijakan ini perceived quality produk akan tetap terbangun. Hal ini dapat dicapai dengan menciptakan context suatu produk seperti menjadikan pabrik sebagai tempat wisata dan pusat studi fermentasi dan destilasi dan memberikan free pass di tempat-tempat clubbing tertentu yang sesuai dengan image produk yang dibangun.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-2-9
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Targeting harus dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan empat kriteria kunci yaitu: (1) market size, (2) market growth, (3) competitive advantage relatif dibandingkan dengan pesaing dan (4) competitive situation. Berkaitan dengan taktik marketing, penjualan harus difokuskan pada pemberian solusi. Jika diperhatikan secara lebih teliti dapat disimpulkan bahwa konsumen minuman beralkohol cenderung mengikuti perasaan (emosi), teman dan suka berkelompok. Menawarkan minuman beralkohol premium perlu menggunakan emotional selling karena pendekatan benefit selling dan feature selling tidak lagi mencukupi. Menggunakan strategi building a strong brand berarti bahwa suka atau tidak suka, minuman beralkohol harus mampu memberikan solusi terhadap keinginan dan kebutuhan konsumen. Diferensiasi produk perlu dibangun karena diferensiasi merupakan elemen yang penting dalam taktik marketing. Diferensiasi dilakukan dengan membangun elemenelemen yang menyatakan diferensiasi yaitu: content dan context. Content yang dibangun adalah produk: kadar alkohol 43 persen, merupakan hasil fermentasi dan destilasi bijibijian yang di-aging sesuai dengan jenis produknya. Context yang dibentuk adalah desain packaging (variasi botol dan feature yang indah dari suatu produk untuk menunjukkan kualitas yang baik), membuat souvenir dan drinker club untuk membangun hubungan emosional dengan pelanggan, memberikan free pass ke tempattempat clubbing, dan lokasi pabrik dijadikan wisata dan pusat studi fermentasi dan destilasi. Content dan context perlu saling memperkuat. Upaya untuk membangun diferensiasi difokuskan kepada produk itu sendiri, servis, para karyawan dan citra. Hanya dengan membangun content dan context lah konsumen akan terus menghargai produk minuman beralkohol dan dengan demikian menjamin bahwa perceived quality nya tetap tinggi. Komponen terakhir dari taktik marketing adalah marketing mix, yaitu: produk, harga, tempat dan promosi. Dari penjelasan di atas secara jelas dapat dilihat bahwa konsumen lebih menperhatikan isi dan mengabaikan kemasannya. Meskipun demikian melalui pendekatan building a strong brand perusahaan perlu pula menawarkan paket hemat, misalnya harga produk kaki lima dengan kualitas bintang lima. Ini adalah bagian yang penting dari strategi pricing yang akan menjamin bahwa harga yang ditawarkan kepada konsumen mencerminkan good value yang dimiliki. Strategi harga ini dapat dijalankan karena produk minuman beralkohol yang berkualitas merupakan produk import sehingga kelemahan ini dapat dimanfaatkan dengan menetapkan harga lebih rendah dibanding dengan produk import. Fakta ini membuat konsumen sadar bahwa perbedaan harga yang cukup signifikan disebabkan biaya distribusi dari negara asal ke Indonesia yang tinggi. Promosi diarahkan untuk membangun prestige atau luxury image. Sekaligus citra produk minuman beralkohol ini diangkat untuk dijadikan icon alcoholic drink Indonesia. Melakukan promosi below the line di tempat-tempat clubbing dengan: gimmick (alas gelas, taplak meja, gelas sablon, asbak, stiker dan korek api), neon sign, billboard, spanduk, flag chain, dan poster. Selain below the line, juga melakukan personal selling untuk memberi kesempatan konsumen untuk mencoba sebelum membeli (free drink). Distribusi dilakukan baik melalui saluran pasar modern seperti Hero, Carefour dan Circle K dan di outlet-outlet on seperti Nessy, Jusro, Hard Rock Cafe, Zoom, dan tempat-tempat clubbing lainnya. Elemen berikutnya berkaitan dengan marketing value yang mencakup: merek, servis dan proses. Peningkatan servis dilakukan dengan pendekatan more for less yaitu
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-2-10
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
meningkatkan servis dan secara simultan menetapkan harga yang lebih rendah dari harga produk minuman beralkohol import. Untuk proses, perusahaan tetap memfokuskan diri pada kualitas dan melakukan pendekatan dengan pembeli korporat dan pelanggan. Untuk merek, salah satu tujuan utama perusahaan yaitu secara terusmenerus melindungi perceived quality dan brand image produk. KESIMPULAN Perilaku konsumen ditentukan oleh tujuannya (behavioral intention). Tujuan perilaku konsumen ditentukan oleh tindakan dan norma-norma subyektif (Zanten, 2005) yang berasal dari faktor internal dan faktor eksternal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku konsumen golongan A adalah: (1) memperhatikan nama merek dan pembuatnya, (2) lebih menyukai minuman beralkohol buatan luar negeri, (3) waktu luang digunakan pergi ke clubbing, (4) konsumsi minuman beralkohol dilakukan malam hari secara bersama-sama, (5) isi lebih penting daripada kualitas kemasannya, (6) lebih tertarik dengan potongan harga, (7) lebih menyukai tempat pembelian minuman beralkohol yang sekaligus berfungsi sebagai tempat minum, dan (8) lebih mudah dipengaruhi oleh teknik personal selling. Berdasarkan perilaku konsumen tersebut strategi marketing yang cocok adalah building a strong brand sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1. Strategi Generik Keterangan
Elemen-elemen
Building a Strong Brand
Strategy
Segmentation Targeting Positioning
Psychographic, Behavior Quality oriented Prestige the brand
Tactic
Differentiation
Content: kadar alkohol 43%, produk hasil fermentasi dan destilasi dan di aging sesuai dengan jenis produk. Context: desain packaging (variasi botol dan feature), membuat souvenir dan membentuk drinker club, memberikan free pass, lokasi pabrik dijadikan tempat wisata dan pusat studi fermentasi dan destilasi. Solution selling Price: value pricing Product: product innovation Place: modern channel dan outlet on Promotion: below the line dan personal selling
Selling Marketing Mix
Value
Brand Process Service
Building Quality focus dan buyer and customer approach More for less
Sumber: Data primer diolah Tabel 1 menunjukkan ringkasan strategi building a strong brand berdasarkan sembilan elemen. DAFTAR PUSTAKA Ajzen, Icek. 1988. Attitudes, Personality and Behavior. Milton Keynes: Open University Press: 5 – 12. Anonim. 2006. Trendy or traditional? How young adult in the UK interact with wine: Management briefing: Young adult attitudes to wine: The four S's. ProQuest document ID: 1144534861.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-2-11
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Chitakasem, P. 2003. Euromonitor highlights new opportunities for growth in the global spirits market, 22 Oktober 2003. http://www.euromonitor.com/articles.aspx? Dodd, T.H., Laverie, D.A. Wilcox, J.F. Dan Duran, D.F. 2005. Differential effects of experience, subjective knowledge and objective knowledge on sources of information used in consumer wine puchasing. Journal of Hospitality and Tourism Research Vol. 29 No1: 3 – 19. Eggert, Andreas dan Wolfgang Ulaga. 2002. Customer Perceived Value: A Substitute For Satisfaction in Business Markets? Journal of Business and Industrial Marketing, 17 (2/3): 107 – 118. Engel, J.F., R.D. Blackwell, dan P.W. Miniard. 1990. Consumer Behavior, 6th ed. USA: Dryden Press. Jawa Pos. 2007. Siswi SD Digilir Tiga Pemuda, Jawa Pos, 20 Desember 2007: 23. Hall, J., dan Winchester, M. 2000. What's really driving wine customers? The Australian and New Zealand Wine Industry Journal, Vol. 25 No. 4. 2000: 68 – 72. Kartajaya, Hermawan. 1996. Marketing Plus 2000 Siasat Memenangkan Persaingan Global. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Kartajaya, Hermawan. 2002. MarkPlus on Strategy. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Keegan, Warren J. dan Mark C. Green. 1997. Principle of Global Marketing. Englewood Dliffs, N.J.: Prentice Hall International Edition. Kirin. 2004. Domestic alcohol beverage business strategies, January 2004. http://kirin.co.jp/english/ir/04strategies.pdf Kompas. 2007. KDRT di Indonesia Timur Dipicu Minuman Keras, Kompas, 22 Desember 2007: 23. Korchin, Sheldon J. 1976. Modern Clinical Psychology. New York: Basic Book Ind. Publisher. Miles, MB., Huberman, AM. 1992. Analisa Data Kualitatif (edisi 1), terjemahan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Minichiello, V., Aroni R., Timewell, E dan Alexander, L. 1990. In depth interviewing: Researching People. Melbourne: Longman Creshire. Mowen, John C. 1995. Consumer Behavior, 4th ed, Englewood Dliffs, N.J.: Prentice Hall International Edition. O'Donnell, A. dan Cummins, D. 1999. The Use of Qualitative Methods to Research Networking in SMEs, Qualitative Market Research, Vol. 2. No.2, 1999: 82 – 91. Palmerino, M.B. 1999. Take a Quality Approach to Qualitative Research, Marketing News, Vol. 33 No. 12, 1999: 35 – 36.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-2-12
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
Salomon, R.M. 2002. Consumer Behavior, 5th ed. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall, Inc. Sciffman, Leon G., dan Leslie Lazar Kanuk. 2000. Consumer Behavior. New Jersey: Prentice Hall. Ted – Trade and Environment database case studies. 2006. Who owns grappa?. Http://www.american.edu/TED/grappa.htm Thomas, Art. 2005. X-it: Gen-X and Older Wine Drinker Comparisons in New Zealand, International Journal of Wine Marketing, 17/2: 30 – 48. Thomson, K.E., dan Vourvachis, A. 1995. Social and attitudinal influences on the intention to drink wine, International Journal Wine Marketing, Vol. 7 No. 2: 35 – 45. Underwood, R.L. 2003. The Communicative Power of Product Packaging Creating Brand Identity Via Leved and Mediated experience, Journal of Marketing Theory and Practice, Vol. 11, No. 1, 2003: 62 – 76. Woodruff, Robert B. dan Sarah Fisher Gardial. 2002. Understanding Your Customer: Opportunities, Needs, Value & Satisfaction. New Delhi: Infinity Books. Wahyuningsih. 2006. Perilaku Konsumen: Kerangka Berpikir Konseptual, Forum Manajemen Prasetiya Mulya, XX No. 88: 16 – 24. Zanten, Rob Van. 2005. Consumer Complaints Against Alcohol Advertisements: An Evaluation, Journal of Wine Marketing, Vol. 17, Iss 3; pg 25, 15 pgs.
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-2-13
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-2-14
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Pebruari 2008
ISBN : 978-979-99735-4-2 A-2-15