PENGETAHUAN DAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI, PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF SERTA STATUS GIZI BATITA DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN
DARA KRISTANTI NUGRAHENI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT DARA KRISTANTI NUGRAHENI. Knowledge and implementation of early initiation of breastfeeding, exclusive breastfeeding and nutritional status of infants under three years in rural and urban. Supervised by YEKTI HARTATI EFFENDI and MIRA DEWI Early initiation of breastfeeding is a method in which after the baby is born, he/she is placed over the mother’s abdomen and left to crawl to reach the nipple and finally suck it without assistance. The method provides the benefits to the survival of infants. Early initiation of breastfeeding and exclusive breastfeeding can prevent deaths and reduce the risk of neonatal infectious diseases. The purpose of this research was to study the knowledge of early initiation of breastfeeding mother, the implementation of early initiation of breastfeeding, exclusive breastfeeding, and nutritional status of infants under three years in rural and urban. The study design was retrospective and cross sectional, and took place in Desa Sukajadi and Kelurahan Situgede. The study showed that both the mothers in rural and urban areas have knowledge of early initiation of breastfeeding at a medium level. There were 40% of samples in both rural and urban areas who implement early initiation of breastfeeding and 62,9% samples in both the rural and urban areas practiced exclusive breastfeeding. There is no association between early initiation of breastfeeding knowledge of mothers with implementation of early initiation of breastfeeding and between the implementation of early initiation of breastfeeding with exclusive breastfeeding and between exclusive breastfeeding with nutritional status of infants under three years. Keyword: knowledge of early initiation of breastfeeding mothers, implementation of early initiation of breastfeeding, exclusive breastfeeding, nutritional status.
RINGKASAN DARA KRISTANTI NUGRAHENI. Pengetahuan dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini, Pemberian ASI Eksklusif serta Status Gizi Batita di Perdesaan dan Perkotaan Dibawah bimbingan Yekti Hartati Effendi dan Mira Dewi. Pengetahuan dan pelaksanaan inisiasi menyusui dini (IMD) sangat berperan dalam keberhasilan ASI eksklusif serta pencapaian status gizi yang baik untuk anak. Namun, hingga saat ini masih sedikit ibu yang melaksanakan IMD. Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari pengetahuan dan pelaksanaan inisiasi menyusui dini, pemberian ASI eksklusif serta status gizi batita di perdesaan dan perkotaan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah 1) Mempelajari karakteristik batita (umur, jenis kelamin, berat saat lahir), ibu (umur, pendidikan dan pekerjaan), dan keluarga (pendapatan dan besar keluarga) 2) mempelajari pengetahuan IMD ibu di perdesaan dan perkotaan, 3) mempelajari pelaksanaan IMD di perdesaan dan perkotaan, 4) mempelajari pemberian ASI di eksklusif perdesaan dan perkotaan, 5) mempelajari status gizi batita di perdesaan dan perkotaan, 6) mempelajari hubungan antara pengetahuan IMD ibu dengan pelaksanaan IMD, 7) mempelajari hubungan antara pelaksanaan IMD dengan pemberian ASI Eksklusif, 8) mempelajari hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi batita. Penelitian ini menggunakan desain retrospektif dan cross sectional study. Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor mewakili daerah perdesaan sedangkan Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor mewakili daerah perkotaan. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive sampling dengan alasan masih banyaknya ibu yang melahirkan tanpa ditolong oleh tenaga medis dan belum ada penelitian yang berkaitan tentang inisiasi menyusui dini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2011. Contoh dalam penelitian ini adalah batita dan ibunya yang tinggal lokasi terpilh dan tercatat di posyandu. Penentuan posyandu dilakukan secara purposif, sedangkan penentuan contoh berdasarkan pada kriteria yaitu batita tercatat di posyandu, berusia 12-35 bulan, tinggal bersama ibunya dilokasi terpilih, dan bersedia untuk dijadikan contoh. Penarikan contoh dilakukan dengan cara Simple Random Sampling. Dari masing-masing lokasi diambil 31 pasang contoh batita dan ibunya sehingga total contoh yang didapat adalah 62 pasang contoh. Data primer meliputi karakteristik batita (umur, jenis kelamin, dan berat saat lahir), karakteristik ibu (umur, pendidikan, dan pekerjaan), karakteristik keluarga batita (besar keluarga dan pendapatan keluarga), pengetahuan IMD ibu, pelaksanaan IMD, pemberian ASI eksklusif, dan data status gizi batita (berat badan dan tinggi badan). Data sekunder berupa keadaan umum wilayah. Data yang diperoleh dianalisis deskriptif dan inferensia menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 16.0 for Windows. Hubungan antara variable dianalisis secara statistik dengan menggunakan Rank Spearman Correlation Test dan uji beda dianalisis dengan Indipendent t-Test dan Mann Withney. Sebagian besar batita berjenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 59,7%. Sebesar 53,2% batita di kedua lokasi berusia antara 24-35 bulan. Sebesar 96,8% batita di kedua lokasi memiliki berat badan lahir 2500 gram. Sebesar 50% keluarga tergolong kedalam keluarga kecil (≤ 4 orang).
Secara keseluruhan keluarga contoh tergolong dalam keluarga tidak miskin dengan rata-rata pendapatan/kapita/bulan sebesar RP 249.598. Sebesar 95,2% umur ibu di kedua lokasi tergolong ke dalam dewasa awal. Sebesar 46,8% ibu di kedua lokasi tergolong tamat SD.Sebagain besar ibu di kedua lokasi merupakan ibu rumah tangga . Sebesar 54,8% ibu memiliki tingkat pengetahuan inisiasi menyusui dini sedang dan 37,1% memiliki tingkat pengetahuan inisiasi menyusui dini tinggi. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara pengetahuan IMD di perdesaan dan perkotaan. Pertanyaan mengenai berat badan minimal bayi lahir sehat, waktu yang tepat untuk melaksanakan IMD serta cara bayi dalam mencari puting susu ibu pada pelaksanaan IMD merupakan pertanyaan yang paling sedikit dapat dijawab dengan benar oleh ibu di kedua lokasi, serta pertanyaan mengenai kelompok bahan pangan protein nabati merupakan pertanyaan yang paling sedikit dapat dijawab dengan benar oleh ibu di perdesaan. Berdasarkan pada data penelitian ini terdapat 40% contoh yang melaksanakan IMD. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05) antara pelaksanaan IMD di perdesaan dan perkotaan. Berdasarkan sejumlah contoh yang diteliti terdapat 14 batita di perkotaan dan 11 batita yang melaksanakan IMD. Respon yang diberikan bayi berbeda-beda antara satu dan lainya. Terdapat 93% batita di perkotaan dan 91% batita di perdesaan yang memberikan respon menendang perut ibu dan terdapat 86% batita di perkotaan dan 91% batita di perdesaan yang memberikan respon meremas daerah puting susu ibu. Sebanyak 62,9% batita di kedua lokasi mendapatkan ASI eksklusif. Sebesar 62,9% contoh di kedua lokasi diberikan ASI eksklusif selama 6 bulan. Alasan utama ibu memberikan ASI eksklusif adalah karena ASI baik bagi kesehatan (69%). Berdasarkan uji beda tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05) antara pemberian ASI ekslusif di perdesaan dan perkotaan. Sebesar 27,4% ibu yang tidak memberikan kolostrum di kedua daerah. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara pemberian kolostrum di perdesaan dan perkotaan. Alasan utama ibu tidak memberikan kolstrum di kedua lokasi adalah ASI tidak keluar (82%). Sebesar 27,4% batita di kedua lokasi penelitian diberi makanan prelaktal dan jenis makanan prelaktal yang paling banyak diberikan adalah air putih. Sebesar 61,3% batita di perkotaan dan 64,5% batita di perdesaan diberikan susu formula pada usia ≥ 6 bulan.. Berdasarkan indeks BB/U sebesar 96,8% batita di kedua lokasi penelitian memiliki status gizi baik. Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0.05). Berdasarkan indeks TB/U rata-rata status gizi batita di kedua lokasi memiliki status gizi normal (64,5%). Hasil uji t menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05).Berdasarkan indeks BB/TB rata-rata batita di kedua lokasi penelitian memiliki status gizi normal (80,6%).Hasil uji t menunjukkan perbedaan nyata antara status gizi di perkotaan dan perdesaan (p<0,05). Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata (p= 0,84; r=0,52) antara pengetahuan IMD dengan praktek pelaksanaan IMD. Tidak terdapat hubungan nyata (p=0,87 ; r=0,50) antara pelaksanaan IMD dengan pemberian ASI eksklusif. Tidak terdapat hubungan yang nyata antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi batita indeks BB/U (p=0,71 ; r=0,05); TB/U (p=0,97 ; r=0.004); dan BB/TB (p=0,68 ; r=0,05).
PENGETAHUAN DAN PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI, PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF SERTA STATUS GIZI BATITA DI PERDESAAN DAN PERDESAAN
DARA KRISTANTI NUGRAHENI
Skripsi Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul
: Pengetahuan dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini, Pemberian ASI Eksklusif serta Status Gizi Batita di Perdesaan dan Perkotaan
Nama
: Dara Kristanti Nugraheni
NRP
: I14070041
Disetujui,
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked
dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si
NIP. 19471029 197901 2 001
NIP. 19761116 200501 2 001
Disetujui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal lulus :
PRAKATA Assalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syakur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Pengetahuan dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini, Pemberian ASI Eksklusif serta Status Gizi Batita di Perdesaan dan Perkotaan. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan masukan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1. dr. Yekti Hartati Effendi, S.Ked dan dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar membimbing, memberikan ide, masukan, serta saran yang membangun sejak awal penyusunan hingga terselesainya skripsi ini. 2. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pemandu seminar dan penguji atas arahan dan saran yang diberikan kepada penulis. 3. Bidan Rina serta seluruh kader Posyandu di Desa Sukajadi dan Bidan Neneng serta seluruh kader Posyandu di Kelurahan Situgede atas bantuan dan kerjasamanya selama pengambilan data. 4. Para pembahas seminar Dian Fatika Dewi, Krisna Alfiani, Robiah Aladawiyah, dan Imas Septiani atas saran dan penyempurnaan skripsi ini. 5.
Papa, Mama dan Adik yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang, dorongan, serta semangat tiada henti kepada penulis.
6. Semua teman dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala kebersamaan, dorongan, semangat, serta bantuan yang diberikan selama ini. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik serta saran dari pembaca yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan selanjutnya. Akhir kata, besar harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan semua pihak pada umumnya. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Bogor, November 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Surabaya pada tanggal 14 April 1989 dari ayah bernama Budi Santoso dan ibu Diah Ekowatie. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dengan adik bernama Yosua Sandy Nugraha. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Budi Mulia Bogor pada tahun 2001. Tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 6 Bogor. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Bogor. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan berhasil diterima pada pilihan 1 yaitu program Studi Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama kuliah, penulis aktif dalam beberapa organisasi kemahasiswaan dan kepanitiaan, antara lain sebagai bendahara badan pengawas himpunan profesi (BP Himpro) pada tahun 2008-2009, panitia pemilihan ketua himagizi pada tahun 2009 sebagai bendahara, Ecologi Sport Event (E’spent) pada tahun 2009 sebagai divisi acara, Olimpiade Mahasiswa IPB (OMI) pada tahuan 2009 sebagai koordinator desain dan dekorasi, Masa Perkenalan Fakultas (MPF) dan Masa Perkenalan Departemen (MPD) pada tahun 2009 sebagai divisi tata tertib, Family Nite pada tahun 2009 sebagai divisi dekorasi. Penulis mendapatkan pernah beasiswa BBM (Beasiswa Bantuan Mahasiswa) pada tahun 2010-2011. Pada tahun 2010 penulis mendapatkan kesempatan melakukan kuliah kerja profesi (KKP) di Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor pada bulan Juni-Agustus, dan Interenship Dietetik di Rumah Sakit Umum Daerah Ciawi pada bulan April-Mei 2011.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ....................................................................................................... i DAFTAR TABEL .................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR ............................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vi PENDAHULUAN................................................................................................ 1 Latar belakang .............................................................................................. 1 Tujuan ........................................................................................................... 5 Kegunaan penelitian ..................................................................................... 5 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 6 Batita............................................................................................................. 6 Karakteristik keluarga .................................................................................... 6 Karakteristik ibu............................................................................................. 8 Pengetahuan gizi dan IMD ibu ...................................................................... 9 Inisiasi menyusui dini .................................................................................... 10 Pemberian ASI eksklusif ............................................................................... 15 Status gizi ..................................................................................................... 18 Kerangka Pemikran ........................................................................................... 21 Metodologi ......................................................................................................... 23 Desain, tempat, dan waktu penelitian ............................................................ 23 Jumlah dan cara penarikan contoh................................................................ 23 Jenis dan cara pengumpulan data................................................................. 25 Pengolahan dan analisis data ....................................................................... 26 Definisi operasional ....................................................................................... 29 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 31 Gambaran umum lokasi ................................................................................ 31 Karakteristik batita......................................................................................... 33 Karakteristik ibu............................................................................................. 34 Karakteristik keluarga .................................................................................... 36 Pengetahuan inisiasi menyusui dini............................................................... 38 Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini .............................................................. 40 Pemberian ASI eksklusif ............................................................................... 42 Status gizi batita ............................................................................................ 46 Hubungan pengetahuan IMD dengan pelaksanaan IMD ............................... 48
ii
Halaman Hubungan pelaksanaan IMD dengan pemberian ASI eksklusif ..................... 49 Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan status gizi ................................. 50 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 52 Kesimpulan ................................................................................................... 52 Saran ............................................................................................................ 53 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 54 LAMPIRAN ........................................................................................................ 59
DAFTAR TABEL 1
Halaman Jenis dan cara pengumpulan data .............................................................. 25
2
Klasifikasi status gizi berdasarkan Z-skor Depkes RI 2010 ......................... 27
3
Pengelompokkan dan pengkategorian variabel........................................... 28
4
Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, umur, dan berat bayi lahir...... 33
5
Sebaran umur ibu ...................................................................................... 34
6
Sebaran tingkat pendidikan ibu ................................................................... 35
7
Sebaran contoh menurut pekerjaan ............................................................ 36
8
Sebaran contoh menurut besar keluarga .................................................... 37
9
Sebaran contoh menurut pendapatan per kapita perbulan .......................... 37
10 Sebaran pengetahuan inisiasi menyusui dini ibu......................................... 38 11 Sebaran pertanyaan pengetahuan inisiasi menyusui dini yang dijawab benar oleh ibu di perkotaan dan perdesaan ............................................... 39 12 Sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan inisiasi menyusui dini di perkotaan dan perdesaan ....................................................................... 41 13 Sebaran contoh berdasarkan respon yang diberikan .................................. 41 14 Sebaran contoh berdasarkan status pemberian kolostrum di perkotaan dan perdesaan serta alasan tidak memberikan kolostrum........................... 42 15 Sebaran contoh berdasarkan pemberian makanan prelaktal di perkotaan dan perdesaan dan jenis makanan ............................................................. 43 16 Sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan pemberian ASI eksklusif di perkotaan dan perdesaan ....................................................................... 44 17 Sebaran contoh berdasarkan lama pemberian ASI eksklusif di perkotaan dan perdesaan ............................................................................................ 44 18 Alasan pemberian ASI eksklusif .................................................................. 45 19 Sebaran contoh berdasarkan pemberian susu formula di perkotaan dan perdesaan ............................................................................................ 46 20 Sebaran status gizi batita di perkotaan dan perdesaan berdasarkan indeks berat badan menurut umur .............................................................. 47 21 Sebaran status gizi batita di perkotaan dan perdesaan berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur .............................................................. 47 22 Sebaran status gizi batita di perkotaan dan perdesaan berdasarkan indeks tinggi badan menurut berat badan ................................................... 48 23 Sebaran pengetahuan IMD dan pelaksanaan IMD ...................................... 48
iv
Halaman 24 Sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan inisiasi menyusui dini dan pemberian ASI eksklusif ....................................................................... 50 25 Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan status gizi (BB/TU) ................................................................................................ 51 26 Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan status gizi (TB/U) ................................................................................................. 51 27 Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan status gizi (BB/TB)................................................................................................. 51
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Skema kerangka pemikiran pengetahuan dan pelaksanaan inisiasi menyusui dini, pemberian ASI eksklusif serta status gizi batita di perdesaan dan perkotaan ....................................................................................... 22 2 Kerangka penarikan contoh ........................................................................... 24
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Kuisioner penelitian ..................................................................................... 60 2 Hasil uji korelasi Spearman antar variabel penelitian ................................... 65
PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas, yaitu sumberdaya yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima. Kekurangan gizi yang terjadi pada individu dapat merusak kualitas sumberdaya manusia. Kejadian kekurangan gizi sering terluput dari pengamatan biasa, akan tetapi secara perlahan dapat berakibat pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita serta rendahnya umur harapan hidup (WKNPG 2004). Program
kesehatan
anak
merupakan
salah
satu
kegiatan
dari
penyelenggaraan perlindungan anak di bidang kesehatan yang dimulai sejak bayi berada dalam kandungan, masa bayi, balita, usia sekolah dan remaja. Program tersebut bertujuan untuk menjalin kelangsungan hidup bayi baru lahir, memelihara dan meningkatkan kualitas hidup anak yang akan menjadi sumber daya pembangunan bangsa. (Depkes RI 2008). Pemenuhan kebutuhan gizi, terutama diperlukan sejak masa janin sampai anak berusia lima tahun. Masamasa ini merupakan masa rawan bagi anak. Pemenuhan gizi pada masa rawan sangat menentukan kualitas seseorang pada masa produktif (Krisnatuti & Yenrina 2001). Tahun pertama, khususnya enam bulan pertama adalah masa yang sangat kritis dalam kehidupan bayi. Bukan hanya pertumbuhan fisik yang berlangsung dengan cepat, tetapi juga pembentukan psikomotor dan akulturasi juga terjadi dengan cepat. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan utama pada masa ini. ASI tidak hanya mengandung semua zat gizi untuk membangun dan menyediakan energi dalam susunan yang diperlukan, tetapi juga mengandung zat kekebalan yang dibutuhkan bagi bayi untuk menjaga kesehatan tubuhnya agar tidak terganggu oleh berbagai penyakit termasuk infeksi (Roesli 2001). Anak di bawah tiga tahun merupakan usia yang rentan terhadap gizi buruk. Tingkat pertumbuhan selama periode ini lebih besar dari pada waktu lainnya dan terdapat peningkatan risiko penurunan pertumbuhan. Sistem imunologi tidak sepenuhnya matang pada usia ini, sehingga meningkatkan resiko terjangkitnya suatu penyakit infeksi. Pada periode usia ini pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berjalan secara normal jika mereka diberikan ASI eksklusif selama enam bulan. Pemberian ASI eksklusif ini merupakan salah satu
2
faktor yang akan mendorong pertumbuhan dan perkembangan normal dalam tiga tahun pertama kehidupan (WHO 2000). Inisiasi menyusui dini (IMD) memberikan keuntungan bagi kelangsungan hidup
bayi.
Menyusui
dapat
meningkatkan
kelangsungan
hidup
anak,
meningkatkan status kesehatan, serta meningkatkan perkembangan otak dan motorik. Inisiasi menyusui dini dan pemberian ASI eksklusif dapat mencegah kematian neonatal dan mengurangi risiko penyakit menular (WHO 2010) Pendekatan (IMD) yang sekarang dianjurkan adalah dengan metode breast crawl dimana segera setelah bayi lahir ia diletakkan di perut ibu dan dibiarkan merangkak untuk mencapai sendiri puting ibunya dan akhirnya menghisap tanpa bantuan. Karena proses ini menekankan kata “menyusu” bukan “menyusui” sebab bayilah yang menjadi pusat perhatian untuk aktif melakukannya sendiri (Februhartanty 2009). Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan di Ghana pada tahun 20032004 menerangkan bahwa pemberian ASI dalam satu jam pertama setelah kelahiran dapat menurunkan angka kematian bayi baru lahir hingga 22% dan resiko kematian neonatal adalah empat kali lebih besar pada anak-anak yang diberi susu berasis ciran atau padatan selain ASI (Pediatrics 2006). Riskesdas tahun 2010 melaporkan persentase pelaksanaan inisiasi menyusui dini setelah kelahiran di Jawa Barat sebesar 29,5%. Tertinggi di Nusa Tenggara Timur dengan persentase sebesar 56,2% dan terendah di Maluku dengan persentase sebesar 13%. Keberhasilan pelaksanaan IMD tidak terlepas dari peran serta tenaga medis yang menangani proses kelahiran. Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan Yulianty (2010) menerangkan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan IMD adalah keterampilan yang dimiliki oleh tenaga medis. Berdasarkan data cakupan persalinan berdasarkan penolong di Provinsi Jawa Barat tahun 2009 di Kabupaten Bogor jumlah ibu melahirkan yang ditolong tenaga kesehatan sebesar 10% dan sebesar 20% di tolong oleh dukun beranak (Dinkes Jawa Barat 2010). Seiring dengan perkembangan zaman serta terjadinya peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui semakin terlupakan. Dari penelitian terhadap 900 ibu disekitar Jabotabek (1995) diperoleh fakta bahwa yang dapat memberi ASI eksklusif selama 4 bulan hanya sekitar 5% dari 98% ibu yang menyusui.
3
Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan bahwa 37,9% dari ibu-ibu tersebut tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70,4% ibu tidak pernah mendengar informasi tentang ASI eksklusif (Roesli 2000). Pada tahun 1999, UNICEF memberikan klarifikasi tentang rekomendasi jangka waktu pemberian ASI eksklusif. Rekomendasi terbaru UNICEF bersama dengan World Health Asembly (WHA) dan banyak negara lainnya adalah menetapkan jangka waktu pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan (Roesli 2000). Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Nutrition & Health Surveillance System (NSS) yang bekerjasama dengan Balitbangkes dan Helen Keller Internasional di 8 pedesaan (Sumbar, Lampung, Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTB, Sulsel) dan 4 perkotaan (Jakarta, Surabaya, Semarang, Makasar), menunjukkan bahwa cakupan ASI eksklusif 4-5 bulan di perdesaan 14% - 26%, sedangkan di perkotaan antara 14% - 21%. Pencapaian ASI eksklusif 5-6 bulan di perdesaan 6% - 19% sedangkan di perkotan hanya mencapai 3% - 18% (Kodrat 2010). Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 menunjukkan pemberian ASI saja pada umumnya masih rendah dan adanya kecenderungan yang menurun dari tahun 1995 ke tahun 2003. Lebih lanjut pemberian ASI saja hingga usia 6 bulan cenderung rendah dengan persentase sebasar 15-17%. Riskesdas tahun 2010 melaporkan persentase bayi menyusui eksklusif sampai dengan 6 bulan di Indonesia adalah 15,3%. Berdasarkan data Dinkes Kabupaten Bogor tahun 2010 pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan mencapai 44,16%. Triani (2010) dalam tesisnya menerangkan bahwa terdapat hubungan yang nyata antara pelaksanaan inisiasi menyusui dini dengan pemberian ASI eksklusif. Selain itu keberhasilan pelaksanaan inisiasi menyusui dini tidak terlepas dari pengetahuan inisiasi menyusui dini yang dimiliki oleh ibu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kusumawati (2010) menerangkan bahwa terdapat hubungan nyata antara tingkat pengetahuan inisiasi menyusi dini ibu dengan pelaksanaan inisiasi menyusui dini. Masih terdapatnya ibu yang melahirkan dengan bantuan tenaga non medis seperti dukun beranak dan masih rendahnya persentase menyusui kurang dari satu jam pertama setelah kelahiran diduga karena masih rendahnya pengetahuan ibu mengenai persalinan yang aman dan pentingnya pelaksanaan
4
inisiasi menyusui dini. Selain itu pula dikarenakan masih sangat terbatasnya pengetahuan tenaga medis mengenai pentingnya pelaksanaan IMD dan maraknya promosi susu formula yang dapat langsung diberikan pada bayi baru lahir. Inisiasi menyusui dini merupakan langkah awal bagi kesuksesan pelaksanaan ASI eksklusif. Bayi yang mendapatkan ASI eksklusif akan cenderung memiliki status gizi yang baik. Oleh karena itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengetahuan IMD ibu, pelaksanaan IMD, pemberian ASI eksklusif serta status gizi batita di perdesaan dan perkotaan.
5
Tujuan Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengetahuan dan pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini (IMD), pemberian ASI eksklusif serta status gizi batita di perdesaan dan perkotaan. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk : 1. Mempelajari karakteristik batita (umur, jenis kelamin, berat saat lahir), karakteristik ibu (umur, pendidikan dan pekerjaan) dan karakteristik keluarga (pendapatan dan besar keluarga) 2. Mempelajari pengetahuan IMD ibu di perdesaan dan perkotaan 3. Mempelajari pelaksanaan IMD di perdesaan dan perkotaan 4. Mempelajari pemberian ASI eksklusif di perdesaan dan perkotaan 5. Mempelajari status gizi batita di perdesaan dan perkotaan 6. Mempelajari hubungan antara pengetahuan IMD ibu dengan praktek pelaksanaan IMD. 7. Mempelajari hubungan antara pelaksanaan IMD dengan pemberian ASI Eksklusif. 8. Mempelajari hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan status gizi batita. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi mengenai
pelaksanaan IMD di perdesaan dan perkotaan bagi masyarakat. Bagi puskesmas, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai IMD baik bagi petugas kesehatan setempat maupun masyarakat khususnya tentang IMD sehingga dapat dijadikan masukan dalam memberikan pelayanan kesehatan. Bagi penulis, penelitian ini dapat menambah wawasan tetang IMD yang kemudian akan disosialisasikan kepada masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan anak.
TINJAUAN PUSTAKA Batita Masa batita (bawah tiga tahun) merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Pertumbuhan dan perkembangan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan (Sutomo & Anggraini 2010). Batita dikenal sebagai konsumen pasif, artinya mereka menerima jenis makanan yang disajikan orang tua. Untuk itu, orang tua harus mengontrol ketat asupan makanannya, mulai jenis makanan yang disukai, mudah dikunyah, mudah dicerna, dan mengandung nutrisi lengkap. Pemilihan makanan untuk batita harus lebih hati-hati dibandingkan anak-anak usia prasekolah, karena pertumbuhan gigi geligi dan proses pencernaan mereka masih belum optimal (Sutomo & Anggraini 2010). Anak batita mengalami pertumbuhan mental dan gerak yang sangat pesat, pertumbuhan fisik melambat selama tahun kedua. Selama tahun pertama, bayi rata-rata dapat bertambah besar sebanyak 13 pon dan 10 inci (6,4 kg dan 25 cm); selama tahun kedua, mereka bisa bertambah besar sebanyak lima pon dan lima inci (2,3 kg dan 13 cm) saja. Pertumbuhan yang menurun ini menyebabkan nafsu makan yang menurun, sehingga anak batita diberi label “Pemilih Makanan”. Anak batita tidak hanya mengkonsumsi kalori yang berjumlah lebih sedikit, ia juga banyak menghabiskan lemak yang ia simpan selama tahun pertama dan menjadi lebih tampak langsing (Sears & Sears 2003). Menurut Arisman (2007), anak berumur 1-3 tahun akan mengalami pertambahan berat sebanyak 2-2,5 kg, dan tinggi sebesar rata-rata 12 cm setahun (tahun kedua 12 cm, dan tahun ketiga 8-9 cm). Berdasarkan standar WHO-NCHS, ditetapkan berat rata-rata anak balita usia 1 hingga 3 tahun masing-masing adalah 10,12, dan 14 kg. Karakteristik Keluarga Keluarga sebagai kelompok inti dari masyarakat merupakan lingkungan alami hasil pertumbuhan dan perkembangan anak, perlu terus diberdayakan sehingga menjadi lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Menurut Megawangi (2004) keluarga adalah tempat pertama dan utama dimana seseorang anak dididik dan dibesarkan. Fungsi keluarga utama dalam
7
resolusi majelis umum PBB adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga sejahtera. Besar Keluarga Menurut BBKBN (1998), besar keluarga adalah keseluruhan jumlah anggota keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota keluarga, besar keluarga dikelompokkan menjadi 3, yaitu keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Keluarga kecil adalah keluarga dengan jumlah anggota keluarga kurang dari 4 orang, keluarga sedang adalah keluarga 5-7 orang, sedangkan keluarga besar lebih dari 7 orang. Hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi, sangat nyata pada masing-masing keluarga. Pada suatu keluarga, terutama keluarga miskin akan lebih mudah untuk memenuhi kebutuhan makanannya jika jumlah keluarganya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut, tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo 2003). Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga, dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Hal ini disebabkan karena semakin bertambah besar jumlah keluarga, maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orangtua tidak menyadari bahwa anakanak yang sangat muda memerlukan pangan yang relatif lebih banyak dibandingkan anak-anak yang lebih tua (Suhardjo 2003). Pendapatan Keluarga Menurut Suhardjo (1989), dengan meningkatnya pendapatan seseorang, maka akan terjadi perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Akan tetapi, pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan. Rendahnya pendapatan merupakan rintangan yang menyebabkan orang-orang tidak mampu membeli pangan dalam jumlah yang dibutuhkan. Ada pula keluarga yang sebenarnya mempunyai penghasilan cukup namun sebagian anaknya berstatus kurang gizi. Pada umumnya tingkat
8
pendapatan naik, maka jumlah dan jenis makanan cenderung untuk membaik, tetapi mutu makanan tidak selalu membaik (Suhardjo 2003). Rendahnya pendapatan merupakan kendala yang menyebabkan orang tidak mampu membeli, memilih pangan yang bermutu gizi baik dan beragam. Keluarga yang berpenghasilan cukup atau tinggi lebih mudah dalam menentukan pemilihan bahan pangan yang sesuai dengan syarat mutu yang baik. Tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan daya beli sehingga keluarga mampu membeli pangan dalam jumah yang diperlukan dan akhirnya berdampak positif terhadap status gizi (Nasoetion dan Riyadi 1994). Penurunan pendapatan terkait erat dengan penurunan tingkat ketahanan pangan dan terjadinya masalah gizi kurang. Keterkaitan pendapatan dan ketidaktahanan pangan dapat dijelaskan dengan hukum engel dimana pada saat terjadinya
peningkatan
pendapatan,
konsumen
akan
membelanjakan
pendapatan untuk pangan dengan porsi yang semakin kecil. Sebaliknya, bila pendapatan menurun, porsi yang dibelanjakan untuk pangan makin meningkat (Soekirman 2000). Karakteristik Ibu Umur Orang tua khususnya ibu yang terlalu muda (< 20 tahun) cenderung kurang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam mengasuh anak sehingga pada umumnya orang tua tersebut merawat dan mengasuh anak berdasarkan pada pengalaman orang tua terdahulu. Selain itu, faktor usia muda juga lebih cenderung menjadikan ibu lebih memperhatikan kepentingannya sendiri
daripada
kepentingan
anaknya
sehingga
kulitas
dan
kuantitas
pengasuhan anak kurang terpenuhi. Sebaliknya, pada ibu yang memiliki usia yang telah matang (dewasa) akan cenderung menerima perannya dengan sepenuh hati (Hurlock 1998). Pekerjaan Semakin bertambah luasnya lapangan kerja maka semakin mendorong banyaknya kaum wanita yang bekerja, terutama di sektor swasta. Di satu sisi, hal tersebut berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun di sisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak. Perhatian terhadap pemberian makan anak menjadi kurang, sehingga cenderung dapat menyebabkan anak menderita kurang gizi, yang selanjutnya berpengaruh buruk
9
terhadap tumbuh kembang dan perkembangan otak anak (Mulyani 1990).Hasil penelitian Juliastuti (2011) ibu yang tidak bekerja akan semakin tinggi kemungkinan pemberian ASI eksklusif. Tingkat Pendidikan Ibu Pendidikan merupakan salah satu faktor yan penting dalam proses tumbuh kembang anak. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi gizi dan kesehatan anak. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidup sehat. Perubahan sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi. Angka melek hidup merupakan salah satu indikator penting yang
juga
akan
membawa
pengaruh
positif
terhadap
kesehatan
dan
kesejahteraan masyarakat (Atmanita & Fallah 2004). Pengetahuan Gizi dan IMD Ibu Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat mengindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu, juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi seperti membaca surat kabar atau majalah, mendengar siaran radio dan meyaksikan siaran televisi ataupun penyuluhan kesehatan/gizi (Suhardjo 1996). Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan : (1) status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, (2) setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi, (3) ilmu gizi memberikan
fakta-fakta
yang
perlu
sehingga
penduduk
dapat
belajar
menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suhardjo 1996). Berdasarkan hasil penelitian Juliastuti (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu maka akan semakin tinggi kemungkinan pemberian ASI ekslusif. Serta berdasarkan penelitian Kusumawati (2010) dan Hasanah (2009) menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan inisiasi menyusui dini ibu dengan pelaksanaan inisiasi menyusui
10
dini dimana ibu yang memiliki tingkat pengetahuan IMD baik maka akan memungkinkan terjadinya peningkatan pelaksanaan IMD Inisiasi Menyusui Dini Pilar utama dalam proses menyusui adalah inisiasi dini atau lebih dikenal dengan inisiasi menyusui dini (IMD). IMD didefinisikan sebagai proses membiarkan bayi menyusui sendiri setelah kelahiran. Bayi diletakkan di dada ibunya dan bayi itu sendiri dengan segala upayanya mencari puting untuk segera menyusui. Jangka waktunya adalah sesegera mungkin setelah melahirkan. IMD sangat penting tidak hanya untuk bayi, namun juga bagi ibu. Dengan demikian, sekitar 22% angka kematian bayi setelah lahir pada satu bulan pertama dapat ditekan. Bayi disusui selama satu jam atau lebih di dada ibunya segera setelah lahir. Hal tersebut juga penting dalam menjaga produktivitas ASI. Isapan bayi penting dalam meningkatkan kadar hormon prolaktin, yaitu hormon yang merangsang
kelenjar
susu
untuk
memproduksi
ASI.
Isapan
itu
akan
meningkatkan produksi susu dua kali lipat. Itulah bedanya isapan dengan perasan (Yuliarti 2010). Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dapat melatih motorik bayi dan sebagai langkah awal untuk membentuk ikatan batin antara ibu dan anak. Sebaiknya, bayi langsung diletakkan diatas dada ibu sebelum bayi dibersihkan. Sentuhan dengan kulit mampu memberi efek psikologis yang kuat antara ibu dan anak. Untuk dapat melakukan IMD, dibutuhkan waktu, kesabaran serta dukungan dari keluarga. Bayi yang lahir dalam kondisi normal dengan kelahiran tanpa operasi dapat menyusu pada ibunya tanpa dibantu pada waktu sekitar satu jam. Kondisi ini tidak akan terjadi dalam kelahiran dengan operasi Caesar. Maka kemungkinan keberhasilan IMD hanya sekitar 50% termasuk kelahiran bayi dengan menggunakan obat kimiawi ataupun medicated labor (Prasetyono 2009). Cara melakukan IMD ini disebut pula breast crawl atau merangkak untuk mencari puting ibu secara alamiah. Pada prinsipnya IMD merupakan kontak langsung antara kulit ibu dan kulit bayi, bayi ditengkurapkan di dada atau di perut ibu selekas mungkin setelah seluruh badan dikeringkan, kecuali pada telapak tangannya. Kedua telapak tangan bayi dibiarkan tetap terkena air ketuban karena bau dan rasa cairan ketuban ini sama dengan bau yang dikeluarkan payudara ibu, dengan demikian ini menuntun bayi untuk menemukan puting. Lemak (verniks) yang menyamankan kulit bayi sebaiknya dibiarkan tetap
11
menempel. Kontak antarkulit ini dilakukan sekitar satu jam sampai bayi selesai menyusui (Siswosuharjo & Chakrawati 2010). Tindakan IMD membantu bayi memperoleh air susu ibu (ASI) pertamanya dan dapat meningkatkan produksi ASI serta membangun ikatan kasih antara ibu dan bayi. IMD juga terbukti dapat mencegah 22% risiko kematian pada bayi baru lahir. Selain itu, bayi bisa menyusu dalam 20-30 menit pertama setelah lahir. Hal ini akan membangun refleks mengisap pada bayi sehingga proses menyusu berikutnya akan lebih baik. Sebaliknya, bayi yang tidak segera menyusu hanya akan bertahan menyusu selama tiga bulan (Trihendradi & Indarto 2010). Berdasarka penelitian yang dilakukan Aprilia (2009) menyatkan bahwa keberhasilan program Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sangat dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan, dan motovasi bidan atau dokter yang menangani proses persalinan. Selain itu keberhasilan ibu menyusui juga harus didukung oleh suami, keluarga, petugas kesehatan, dan masyarakat. Data Riskesdas tahun 2010 mencatat bahwa pelaksanakan inisiasi menyusui dini di Indonesia sebesar 29,3% dan tertinggi di Nusa Tenggara Timur 56,2% dan terendah di Maluku 13%. Sedangkan pelaksanaan inisiasi menyusui dini di Jawa Barat sendiri sebesar 29,5%. Berdasarkan hasil penelitian Fitria (2010) yang dilakukan di klinik Mariani, Sumatra Utara mencatat bahwa dari 14 responden terdapat 7 responden (50%) yang melaksanakan inisiasi menyusui dini. Hasil penelitian yang dilakukan Arifah (2009) terhadap 24 pasien di RS Sultan Agung, Semarang menunjukkan bahwa sebesar 38,42% ibu yang melaksanakan IMD. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmaningtyas, Ribut & Koekoeh pada tahun 2009 yang dilaksanakan di RSIA Swasta Kota Kediri dan tercatat dalam jurnal ISSN (2010) menerangkan bahwa terdapat 34 ibu yang menjalankan persalinan normal dan terdapat 31 sampel atau sekitar 91,2% yang melaksanakan inisiasi menyusui dini. Pentingnya Inisiasi Menyusui Dini Roesli (2008) menyatakan bahwa pentingnya kontak kulit bayi dan ibu segera setelah lahir dan bayi menyusu sendiri dalam satu jam pertama kehidupan, antara lain :
12
1. Dada ibu menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari payudara. Ini akan menurunkan kematian akibat kedinginan (hypothermia). 2. Ibu dan bayi merasa lebih tenang. Pernapasan dan detak jantung bayi lebih stabil. Bayi akan lebih jarang menangis sehingga mengurangi pemakaian energi. 3. Saat merangkak mencari payudara, bayi memindahkan bakteri dari kulit ibunya dan akan menjilat-jilat kulit ibu menelan bakteri baik di kulit ibu. Bakteri “baik” ini akan berkembang baik membentuk koloni di kulit dan usu bayi, menyaingi bakteri “jahat” dari lingkungan. 4. “Bonding” (ikatan kasih sayang) antara ibu-bayi akan lebih karena pada 12 jam pertama, bayi dalam keadaan siaga. Setlah ibu, biasanya bayi tidur dalam waktu yang lama. 5. Makanan awal non-ASI mengandung zat putih telur yang bukan berasal dari susu manusia, misalnya dari susu hewan. Hal ini dapat mengganti pertumbuhan fungsi usus dan mencetuskan alergi lebih awal. 6. Bayi yang diberikan kesempatan menyusui lebih dini lebih berhasil menyusu eksklusif dan akan lebih lama disusui. 7. Hentakan kepala bayi ke dada ibu, sentuhan tangan bayi di puting susu dan sekitarnya, emutan dan jilatan bayi pada puting ibu, merangsang pengeluaran hormon oksitosin. 8. Bayi mendapatkan ASI kolostrum – ASI yang pertama kali keluar. Cairan emas
ini kadang
juga dinamakan
the gift
of
life.
Bayi
yang
diberikesempatan inisiasi menyusui dini lebih dahulu mendapatkan kolostrum dibandingkan yang tidak diberi kesempatan. Kolostrum merupakan ASI istimewa yang kaya akan zat yang berguna bagi daya tahan tubuh, penting untuk ketahanan terhadap infeksi, penting untuk pertumbuhan usu, bahkan untuk kelangsungan hidup bayi. Kolostrum akan membuat lapisan yang melindungi dinding usu bayi yang masih bselum matang sekaligus mematangkan dinding usus. 9. Ibu dan ayah akan merasa sangat bahagia bertemu dengan bayinya untuk pertama kali dalam kondisi seperti ini. Bahkan, ayah mendapatkan kesempatan mengazankan anaknya di dada ibunya. Suatu pengalaman batin bagi ketiganya yang amat indah.
13
Langkah - langkah IMD 1. Anjurkan suami atau keluarga mendampingi ibu saat melahirkan 2. Sebaiknya hindari penggunaan obat kimiawi karena obat kimiawi yang diberikan saat ibu melahirkan dapat mencapai janin melalui ari-ari dan menyebabkan bayi sulit menyusu pada payudara ibu. 3. Segera setelah bayi dilahirkan, menangis, dan mulai bernafas : a. Bayi diletakkan di perut ibu yang sudah dialasi kain kering b. Keringkan secepatnya dengan kain lembut seluruh tubuh kecuali kedua tangannya. Jangan hilangkan lemak putih (vernix) di tubuh bayi karena akan berfungsi sebagai pelindung bayi c. Setelah
tali
pusar
dipotong
dan
diikat,
tanpa
dibedong,
tengkurapkan bayi dalam keadaan telanjang di dada atau perut ibu dengan melekat pada kulit ibu. Selimuti keduanya. Bila perlu, tutupi kepala bayi untuk mengurangi pengeluaran panas dari kepalanya. d. Biarkan bayi mencari sendiri puting susu ibu. Ibu dapat membantu bayi dengan sentuhan lembut tapi jangan memaksakan bayi ke puting susu. e. Tendangan lembut, tekanan kaki bayi ke perut ibu akan membantu kontraksi rahim utuk mengeluarkan plasenta dan mengurangi perdarahan. f.
Remasan tangan bayi pada daerah puting, hentakan kepala ke dada ibu, perilaku bayi menoleh ke kiri dan ke kanan yang menggesek payudara ibu akan merangsang pengeluaran ASI lebih cepat dan mengerutkan rahim.
g. Ajak suami atau keluarga untuk meningkatkan rasa percaya diri ibu dan bersama ibu mengenali tanda-tanda bayi siap menyusu (isap tangan, buka mulut mencari puting, dan keluar air liur) h. Dalam upaya mencari puting susu, bayi sering menjilati kulit ibu. Hal ini sangat bermanfaat dalam membentuk kekebalan tubuh bayi. i.
Setelah bayi berada di dekat puting, bayi mengeluarkan air liur, menjilati puting, dan membuka mulut lebar. Biarkan bayi mengulum puting ibu dan menghisapnya. Hisapan bayi pada
14
puting ibu ini membantu mengerutkan rahim (hormon oksitosin) sehingga mengurangi perdarahan. j.
Biarkan bayi tetap tengkurap dengan tubuh bayi menempel pada dada ibu sampai bayi selesai menyusui pertama dan melepas puting.
k. Dalam menyusu pertama bayi memperoleh kolostrum yang kaya akan protein, serta zat kekebalan tubuh yang sangat berguna untuk melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. l.
Proses di atas dimulai segera dan berlangsung minimal satu jam pertama sejak bayi lahir.
m. Bila persalinan harus melalui proses Cesar, Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dapat tetap dilakukan walaupun kemungkinan berhasilnya sekitar 50% daripada persalinan normal. 4. Bayi tidak dipisahkan dari ibunya (rawat gabung) dan berada dalam jangkauan ibu selama 24 jam. Dengan melakukan IMD, ASI akan keluar lebih cepat dan banyak. Ketika baru lahir, bayi hanya memerlukan ASI. Makanan atau minuman selain ASI hanya membebani kerja lambung dan saluran pencernaa lain serta ginjal bayi (Depkes RI 2008). Manfaat IMD Proses inisiasi menyusui dini memberikan manfaat bagi ibu dan bayi, antara lain : 1. Mendekatkan ikatan kasih sayang (bonding) antara ibu dan bayi pada jam-jam pertama kehidupannya. Hal ini penting untuk dasar pada interaksi ibu dan bayi selanjutnya. 2. Bagi ibu, IMD menstimulasi hormon oksitosin yang dapat membuat rahim berkontarksi dalam proses pengecilan rahim kembali ke ukuran semula. Proses
ini
juga
membantu
pengeluaran
plasenta,
mengurangi
perdarahan, merangsang hormon lain yang dapat meningkatkan ambang nyeri, membuat perasaan lebih rileks, bahagia, serta lebih mencintai bayi. 3. Bagi bayi, IMD bisa meredakan ketegangan dan stres yang kemungkinan terjadi selama proses kelahiran, memberi rasa nyaman, dan aman. Menghisap merupakan hal alami yang dilakukan bayi di dalam rahim ibu. 4. IMD bisa menyelamatkan nyawa bayi. Faktanya, empat juta bayi meninggal dalam usia 28 hari dalam satu tahun. Jika bayi segera disusui
15
dalam waktu satu jam pertama akan mengurangi angka risiko kematian bayi (Siswosuharjo & Chakrawati 2010). Soedjatmiko (2009) dalam bukunya menyatakan bahwa proses menyusui yang baik sejak dini (inisiasi menyusui dini) akan memperkuat ikatan antara ibu dan bayi yang penting untuk perkembangan emosi dan kepercayaan diri di kemudian hari. Penghambat Inisiasi Menyusui Dini Beberapa pendapat yang menghambat terjadinya kontak dini kulit ibu dengan kulit bayi menurut Roesli (2008), antara lain : 1. Setelah melahirkan, ibu terlalu lelah untuk segera menyusui bayinya 2. Tenaga kesehatan kurang tersedia 3. Bayi harus dibersihkan, dimandikan, ditimbang, dan diukur. 4. Bayi kedinginan bila diletakkan di dada ibu. 5. Kamar bersalin atau kamar operasi sibuk, sehingga ibu dan bayi harus segera dipindahkan ke ruang perawatan. 6. Ibu harus dijahit setelah melahirkan 7. Suntikan vitamin K dan tetes mata untuk mencegah penyakit gonore harus segera diberikan setelah lahir. 8. Bayi kurang siaga, sehingga sulit bergerak untuk mencapai puting susu ibu. 9. Kolostrum tidak keluar, atau jumlah kolostrum tidak memadai sehingga diperlukan cairan lain (cairan prelaktal). 10. Kolostrum tidak baik, bahkan berbahaya untuk bayi. Pemberian ASI Eksklusif Banyak sikap dan kepercayaan yang tidak mendasar terhadap makna pemberian ASI yang membuat para ibu tidak melakukan ASI eksklusif selama 6 bulan. Alasan umum mengapa ibu tidak memberikan ASI eksklusif meliputi rasa takut yang tidak berdasar bahwa ASI yang dihasilkan tidak cukup atau memiliki mutu yang tidak baik, keterlambatan memulai pemberian ASI dan pembuangan kolostrum, teknik pemberian ASI yang salah, serta kepercayaan yang keliru bahwa bayi haus dan memerlukan cairan tambahan. Selain itu, kurangnya dukungan dari pelayanan kesehatan dan keberadaan pemasaran susu formula sebagai pengganti ASI menjadi kendala ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada bayinya (Gibney et al 2005).
16
Pemberian Kolostrum ASI yang dihasilkan perama kali hingga lima hari pertama setelah kelahiran, berwarna kekuning-kuningan dan lebih kental yang dikenal dengan nama kolostrum. Kolostrum sangat besar manfaatnya sehingga pemberian ASI pada minggu perama mempunyai arti sangat penting bagi perkembangan bayi selanjutnya (Krisnatuti & Yenrina 2001). Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai usus bayi yang baru lahir dan membersihkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang. Selain itu banyak mengandung protein dibandingkan dengan ASI matang, serta mengandung zat anti-infeksi 1017 kali lebih banyak dibandingkan ASI matang. Total energi lebih rendah jika dibandingkan dengan susu matang. Volume kolostrum antara 150-300 ml/24 jam (Roesli 2004). Hasil penelitian Rahayu (2005) sebesar 26,7% contoh di perkotaan dan 10% contoh di perdesaan tidak memberikan kolotrum pada bayinya. Alasan contoh di perkotaan tidak memberikan kolostrum pada bayinya adalah kotor dan berbau amis (12,5%), tidak diperbolehkan oleh orang tua (37,5%), tidak diperbolehkan oleh bidan(12,5%) dan anak muntah (37,4%). Sedangkan diperdesaan, alasan contoh tidak memberikan kolostrum antara lain tidak diperoehkan oleh orang tua (33,33%), anak muntah (33,33%) dan ibu sakit (33,33%). Makanan prelaktal Makanan prelaktal adalah makanan atau minuman yang diberikan kepada bayi baru lahir sebelum ASI keluar. Makanan prelaktal biasanya diberikan kepada bayi dengan proses mulai menyusui > 1 jam setelah lahir dengan alasan ASI belum keluar atau alasan tradisi. Pemberian makanan prelaktal dapat diberikan oleh penolong persalinan atau orang tua dan keluarga bayi (Riskesdas 2010). Hasil penelitian Rahayu (2005) menunjukkan bahwa sebesar 50% baduta di perkotaan dan 76,7% di perdesaan yang diberikan makanan prelaktal dan jenis makanan prelaktal yang banyak diberikan adalah susu. Pemberian susu formula Khomsan (2003) menyatakan bahwa jika ibu tidak dapat menyusui bayinya karena ASI tidak keluar atau alasan lain, maka susu formula dapat menjadi pengganti ASI (PASI). Susu pengganti yang sering digunakan adalah
17
susu sapi, susu formula dan susu bubuk. Biasanya setelah 6 bulan, bayi mulai dikenalkan dengan MP-ASI (Makanan Pendamping ASI) seperti makanan semicair (bubur encer dari susu dan sereal beras), buah dan sayur (6-8 bulan), berlanjut pada makanan semipadat atau makanan lunak pada usia 8-12 bulan dan makanan padat saat usia >12 bulan. Susu formula seharusnya tidak baik jika diberikan pada bayi sejak umur 0-6 bulan. Bayi belum bisa mencerna makanan yang lain. Namun jika bayi tidak puas dengan ASI ibu maka susu formula dapat diberikan setelah bayi berusia empat bulan. Ibu yang bekerja harus tetap memberikan ASI eksklusif dengan cara memeras ASI untuk kemudian dimasukkan ke dalam botol (Kodrat 2010). Pelaksanaan ASI Eksklusif ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI kepada bayi secara langsung oelh ibunya dan tidak diberikan makanan cair atau padat lainnya kecuali obat tetes atau sirup yang berisi suplemen vitamin, mineral, atau obat (Gibney et al 2005). Hasil penelitian Triani (2010) menunjukan bahwa faktor yang mempengaruhi pemberian ASI eksklusif adalah pengetahua inisiasi menyusui dini ibu, status pekerjaan ibu dan pelaksanaan inisiasi menyusui dini. Pada penelitian Rahayu (2005) hanya sebagian kecil contoh di perkotaan (20%) dan contoh di perdesaan (16,7%) memberikan ASI eksklusif pada bayinya. Umumnya contoh di perkotan memberikan susu formula kepada bayinya (80%). Sedangkan di perdesaan jumlah contoh yang memberikan susu formula lebih sedikit jika dibandingkan di perkotaan yaitu sebesar 36,7%. Alasan Pemberian ASI Eksklusif Hasil penelitian Rachmadewi (2009) menyatakan alasan ibu di perdesaan untuk memberikan ASI eksklusif mayoritas (30,8%) karena anjuran bidan, sedangkan di perkotaan mayoritas ibu (45,4%) memberikan ASI eksklusif karena ASI merupakan makanan terbaik untuk bayi. Lama Pemberian ASI Eksklusif WHO pada tahun 1991 merekomendasikan durasi pemberian ASI eksklusif pada bayi selama periode 4-6 bulan pertama. Tahun 2001, WHO menetapkan durasi pemberian ASI eksklusif yang optimal adalah selama 6 bulan (Gibney et al 2005). Perbedaan yang besar terdapat pada permulaan pemberian ASI dan durasinya di antara dan di dalam negara-negara maju. Sebagai contoh, angka pemberian ASI eksklusif di Eropa pada usia 6 bulan bervariasi dari sebanyak 46% di Austria dan 42% di Swedia hingga 21% di Inggris dan 10% di
18
Jerman. Hal ini terjadi karena pemasaran susu formula pengganti ASI dan kebiasaan menyusui sendiri di antara ibu-ibu dari keluarga kaya umumya sudah digantikan dengan praktik pemberian makanan bayi dengan susu formula (Gibney at al 2009). Hasil penelitian Rachmadewi (2009) menunjukan sebesar 41,9% bayi di perdesaan dan 25,8% di perkotaan yang memberikan ASI saja hingga usia 4-6 bulan. Hal ini dikarenakan bayi banyak mendapatkan makanan atau cairan sebelum usia 2 bulan.
Status Gizi Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan. Dengan menilia status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik ataukah tidak baik (Nasoetion & Riyadi 1995). Status gizi anak sering dinyatakan dalam ukuran berat badan menurut umur yang kemudian dibandingkan dengan nilai standar dari WHO/NCHS. Ukuran status gizi ini secara internasional disebut Z-score. Anak dengan status gizi normal mempunyai Z-score -2Sd sampai +2Sd. Apabila Z-score berada di bawah -2Sd maka anak tersebut dikatakan menderita gizi kurang dan apabila dibawah -3Sd berarti status gizinya buruk (Khomsan 2004). Menurut Khomsan (2004) setelah berusia enam bulan, ternyata anakanak Indonesia cenderung memiliki Z-score antara 1-Sd sampai -2Sd. Hal ini menunjukkan bahwa meski mereka masih termasuk dalam kategori normal, dengan bertambahnya umur (sampai usia balita) anak-anak Indonesia beresiko besar untuk terpuruk menjadi gizi kurang. Antropometri Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain : berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit (Supariasa dkk 2002). Antropometri sangat umum digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini
19
biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa dkk 2002). Soekirman (2000) menyatakan bahwa di dalam ilmu gizi status gizi tidak hanya dapat diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur (U) secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam indikator yang dapat merupakan kombinasi antara ketiganya. Masing-masing indikator mempunyai makna tersendiri. Misalnya kombinasi antara BB dan U membentuk indikator BB menurut U yang disimbolkan dengan “BB/U”, kombinasi antara TB dan U membentuk indikator TB menurut U atau “TB/U”, dan kombinasi antara BB dan TB membentuk indikator BB menurut TB atau “BB/TB”. Indeks Berat Badan Menurut Umur Berat badan adalah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat dua kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat dari keadaan normal. Berdasarkan karakteristik berat badan ini, maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yanag labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status) (Supariasa dkk 2002). Indikator BB/U dapat normal. lebih rendah, atau lebih tinggi setelah dibandingkan dengan standar WHO. Apabila BB/U normal, digolongkan pada status gizi baik. BB/U rendah dapat berarti berstatus gizi kurang atau buruk. Sedangkan BB/U tinggi dapat digolongkan berstatus gizi lebih. Baik status gizi kurang maupu status gizi lebih kedua-duanya mengandung resiko yang tidak baik bagi kesehatan. Status gizi kurang yang diukur dengan indikator BB/U di dalam ilmu gizi dikelompokkan ke dalam kelompok “berat beban rendah” (BBR) atau underweight. Menurut tingkat keparahannya BBR dikelompokkan lagi ke dalam kategori BBR tingkat ringan (mild), sedang (moderate), dan berat (sever).
20
BBR tingkat berat atau sangat berat sering disebut sebagai status gizi buruk (Soekirman 2000). Indikator BB/U menunjukkan sacara sensitif status gizi saat ini karena mudah berubah. Namun indikator BB/U tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh U juga dipengaruhi oleh TB. Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, dan indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini (Soekirman 2000). Indeks Berat Badan Menurut Panjang atau Tinggi Badan Pengukuran antropometri yang terbaik adalah menggunakan indikator BB/TB. Ukuran ini dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik. Artinya, mereka yang memiliki BB/TB kurang, dikategorikan sebagai “kurus” atau “wasted” (Soekirman 2000). Berat badan mempunyai hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan searah dengan pertambahan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks tunggal BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menyatakan status gizi saat sekarang ini seperti halnya dengan BB/U, dan biasanya digunakan bila data umur yang akurat sulit diperoleh. Karena indeks BB/TB dapat memberi gambaran proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan, maka indeks ini merupakan indikator kekurusan. (Nasoetion & Riyadi 1995). Indeks Tinggi Badan Menurut Umur Tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap defisiensi gizi. Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi pada masa lalu. Indeks ini sangat erat kaitannya dengan masalah sosial ekonomi. Oleh karena itu, indeks TB/U dapat juga digunakan untuk menggambarkan indikator perkembangan sosial ekonomi masyarakat (Nasoetion & Riyadi 1995).
KERANGKA PEMIKIRAN Pilar utama dalam proses menyusui adalah inisiasi dini atau lebih dikenal dengan inisiasi menyusui dini (IMD). IMD didefinisikan sebagai proses membiarkan bayi menyusui sendiri setelah kelahiran (Yuliarti 2010). Pada pelaksaan IMD, bayi diberikan kesempatan untuk mencari sendiri sumber susu ibunya tanpa adanya bantuan dari tenaga medis. Keberhasilan pelaksanaan IMD sangat bergantung pada, pelayanan tempat bersalin, dukungan anggota keluarga, sikap, pengetahuan dan motivasi bidan atau dokter, promosi IMD melalui media, serta manajemen laktasi ibu. Selain itu pelaksanaan IMD juga dipengaruhi oleh pengetahuan IMD ibu. Ibu yang memiliki pengetahuan yang baik cenderung akan melaksanakan IMD sesaat setelah bayi dilahirkan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kusumawati (2010) terdapat hubungan antara pengetahuan IMD ibu dengan pelaksaaan IMD. Ibu yang memiliki pengetahuan baik dan melakukan IMD sebesar 72% sedangkan ibu yang memiliki pengetahuan yang baik dan tidak melaksanakan IMD hanya sebesar 4%. Pelaksaan IMD merupakan salah satu langkah awal keberhasilan pemberian ASI selanjutnya. Program ASI eksklusif merupakan program pemberian ASI saja hingga usia enam bulan tanpa makanan tambahan. Program pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu program yang sedang digalakan pemerintah karena masih rendahnya ibu yang bersedia memberikan ASI eksklusif pada anaknya. Pemberian ASI eksklusif merupakan satu hal yang sangat penting karena akan memberikan pengaruh pada status gizi batita. Secara sistematik, kerangka pemikiran tersebut dapat disederhanakan dalam alur sebagai berikut :
22
Karakteristik keluarga Pendapatan orang tua Besar keluarga Karakteristik ibu Umur Pekerjaan Pendidikan
Pengetahuan IMD Ibu : Makanan sumber zat gizi ASI Eksklusif Definisi IMD Langkah IMD Manfaat IMD Penghambat IMD
Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini : Tenaga medis yang menangani kelahiran Proses kelahiran Langkah pelaksanaan IMD
Faktor keberhasilan IMD : Pelayanan tempat bersalin Dukungan anggota keluarga Sikap, pengetahuan, dan motivasi bidan atau dokter Promosi IMD melalui media Manajemen laktasi ibu.
Pemberian ASI Eksklusif : Pemberian kolostrum Alasan tidak memberikan kolostrum Pemberian ASI eksklusif Alasan pemberian ASI eksklusif Lama pemberian ASI Eksklusif
Status gizi batita : BB/U; BB/TB; TB/U
Keterangan : : variabel yang diteliti : variabel yang tidak diteliti : hubungan yang diteliti : hubungan yang tidak diteliti Gambar 1 Skema kerangka pemikiran Pengetahuan dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini, Pemberian ASI eksklusif Serta Status Gizi Batita
METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain retrospektif dan cross sectional study. Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor mewakili daerah perdesaan sedangkan Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor mewakili daerah perkotaan. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive sampling dengan alasan masih banyaknya ibu yang melahirkan tanpa ditolong oleh tenaga non medis dan belum ada penelitian yang berkaitan tentang inisiasi menyusui dini. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juli 2011. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Contoh dalam penelitian ini adalah batita dan ibunya yang tinggal di Desa Sukajadi dan Kelurahan Situgede. Populasi dalam penelitian ini adalah batita yang tinggal di desa dan kelurahan terpilih. Total populasi batita Situgede sebanyak 319 batita dan total populasi batita Sukajadi sebanyak 359 batita. Kriteria contoh adalah batita tercatat di posyandu, berusia 12-35 bulan, tinggal bersama ibunya di lokasi terpilih, serta bersedia untuk dijadikan contoh. Jumlah minimal contoh yang diperlukan dalam penelitian diperoleh melalui perhitungan dengan derajat kepercayaan yang diinginkan sebesar 95% dan batas toleransi sebesar 15%, dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Lemeshow et al 1997) : n0= (Z1-α/2)2 .P(1-P) = (1,96)2. 0,20 (1-0,20) = 27,3 ≈ 27 d2 0,152 Keterangan : n0 = jumlah contoh penelitian yang akan dipilih Z = tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05) P = estimasi proporsi pelaksanaan IMD (20%) d = tingkat presisi (15%) Berdasarkan perhitungan menggunakan rumus tersebut ukuran minimal contoh yang dibutuhkan untuk masing-masing lokasi adalah 27 calon contoh. Contoh dipilih dari 3 posyandu terpilih pada masing-masing daerah. Penentuan jumlah contoh posyandu dilakukan secara proporsional menurut jumlah batita yang memenuhi kriteria dari posyandu terpilih dengan menggunakan rumus:
24
Keterangan : n = jumlah contoh posyandu b = jumlah batita yang memenuhi kriteria P = populasi batita di tiga posyandu yang memenuhi kriteria Nmin = jumlah contoh minimal Berdasarkan kriteria yang ditetapkan dan diambil dari populasi yang ada sehingga di dapatkan total populasi keseluruhan batita di Desa Sukajadi yang memenuhi kriteria sebesar 241 batita dan di Kelurahan Situgede sebesar 235 batita. Contoh diambil dari posyandu yang memiliki jumlah batita terbanyak. Terdapat 3 posyandu di Desa Sukajadi (Posyandu RW II, RW IV, dan RW V) dan Kelurahan Situgede (RW III, RW IV, dan RW V) yang memiliki jumlah batita terbanyak. Populasi batita dari tiga posyandu terpilih yang memenuhi kriteria adalah 101 batita di Desa Sukajadi dan 97 batita di Kelurahan Situgede. Penarikan contoh posyandu dilakukan dengan Simple Random Sampling sehingga didapatkan 31 contoh yang diambil pada masing-masing daerah sehingga total contoh yang didapatkan adalah 62 contoh. Desa dan Kota
purposive Desa Sukajadi, Kabupaten Bogor (perdesaan)
Kelurahan Situgede, Kota Bogor (perkotaan)
purposive Posyandu RW II
Posyandu RW IV
Posyandu RW V
Posyandu RW III
Posyandu RW IV
Posyandu RW V
28 batita
40 batita
33 batita
38 batita
36 batita
23 batita
9 contoh
12 contoh
10 contoh
12 contoh
12 contoh
7 contoh
31 contoh
31 contoh 62 contoh
Gambar 2 Kerangka penarikan contoh
25
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi karakteristik batita (umur, jenis kelamin, dan berat saat lahir), ibu (umur, pendidikan, dan pekerjaan), keluarga batita (besar keluarga dan pendapatan keluarga), pengetahuan IMD ibu, pelaksanaan IMD, pemberian ASI eksklusif, dan data status gizi batita (berat badan dan tinggi badan). Data pelaksanaan IMD meliputi langkah pelaksanaan IMD. Data pemberian ASI eksklusif meliputi, pemberian kolostrum, alasan tidak pemberian kolostrum, pemberian makanan prelaktal, jenis makanan prelaktal, pemberian susu formula, pelaksanaan pemberian ASI eksklusif, alasan pemberian ASI eksklusif, dan lama pemberian ASI Eksklusif. Data sekunder berupa keadaan umum wilayah. Pengumpulan data primer yang meliputi karakteristik batita, ibu dan keluarga, pengetahuan IMD ibu, pelaksanaan IMD, dan data pemberian ASI eksklusif diperoleh dengan metode wawancara terstruktur, yaitu menggunakan kuisioner. Data status gizi diperoleh dengan penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan. Alat pengukur yang digunakan berupa timbangan injak dengan ketelitian 0,5 kg dan microtoise. Data sekunder yang berupa data mengenai keadaan umum wilayah yang diperoleh dari data profil desa. Secara keseluruhan variabel, data yang diperlukan dan cara pengumpulan data ditunjukkan pada Tabel 1. Tabel 1Jenis dan cara pengumpulan data No 1
Variabel Karakteristik batita
2
Karakteristik keluarga
3
Karakteristik ibu
4
Status gizi batita
5
Pengetahuan IMD ibu
6
Pelaksanaan IMD
a. b. c. a. b. a. b. c. a. b.
Data yang dikumpulkan Umur Jenis kelamin Berat saat lahir Besar keluarga Pendapatan keluarga Umur Pendidikan Pekerjaan Berat badan Tinggi badan
a. b. c. d. e. f. a.
Makanan sumber zat gizi ASI Eksklusif Definisi IMD Langkah-langkah IMD Manfaat IMD Faktor penghambat IMD Langkah pelaksaan IMD
Cara pengumpulan Wawancara dengan kuisioner Wawancara dengan kuisioner Wawancara dengan kuisioner Pengukuran dengan timbangan dan microtoise Wawancara dengan kusioner
Wawancar dengan kuisioner
26
Tabel 1.Jenis dan cara pengumpulan data No
Variabel
7
Pemberian ASI
Data yang dikumpulkan a. b. c. d. e. f. g.
8
Pemberian kolostrum Alasan pemberian kolostrum Pemberian makanan prelaktal Pemberian susu formula Pelaksanaan pemberian ASI eksklusif Alasan pemberian ASI eksklusif Lama pemberian ASI Eksklusi
Gambaran Umum lokasi penelitian
Cara pengumpulan Wawancara dengan kuisioner
Arsip desa dan kelurahan
Pegolahan dan Analisis Data Pengolahan data meliputi editing, coding, entry dan analisis. Data yang diperoleh dianalisis deskriptif dan inferensia dengan sistem komputerisasi menggunakan Microsoft Excel dan SPSS 16
for window. Hubungan antara
variabel penelitian dianalisis secara statistik dengan menggunakan Rank Spearman Correlation Test, uji beda dengan menggunakan Indipendent t-Test dan Mann Withney. Karakteristik batita. Data karakteristik batita yang terdiri atas umur, jenis kelamin, dan berat bayi saat lahir. Umur batita berkisar antara 12-35 bulan. Jenis kelamin dikelompokkan menjadi dua, yaitu laki-laki dan perempuan. Berat bayi lahir dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu BBLR jika berat bayi lahir <2500 gram dan normal jika berat bayi lahir > 2500 gram. Data yang didapat ditabulasi, dianalisis secara deskriptif dan diuji beda. Karakteristik ibu. Data karakteristik ibu meliputi : umur, pekerjaan dan pendidikan. Umur ibu dikategorikan menjadi 4, yaitu remaja (< 20 tahun), dewasa awal (20-40 tahun), dewasa tengah (41-65 tahun), dan dewasa lanjut (>65 tahun). Pendidikan ibu dikategorikan menjadi 6, yaitu tidak tamat SD, tamat SD, tamat
SMP,
tamat
SMA,
Akademik/D1/D2/D3,
dan
Universitas/Sarjana.
Pekerjaan ibu dikelompokkan menjadi 10, yaitu petani punya lahan, petani tanpa lahan, supir, tukang ojek, tidak bekerja, wiraswasta, PNS, guru di sekolah, pegawai swasta, dan buruh pabrik. Data yang didapat ditabulasi, dianalisis secara deskriptif dan uji beda. Karakteristik keluarga. Data karakteristik keluarga yang meliputi : besar keluarga dan pendapatan. Besar keluarga dikategorikan menjadi 3, yaitu keluarga kecil kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (≥ 7 orang). Pendapatan keluarga diukur dengan menjumlah pendapatan per
27
bulan yang dihasilkan dari pendapatan kepala keluarga dan anggota keluarga lain dibagi dengan besar keluarga dinilai dalam satuan rupiah. Data yang didapat ditabulasi, dianalisis secara deskriptif dan diuji beda. Status gizi. Status gizi batita dihitung berdasarkan indeks berat badan menurut umur, tinggi badan menurut umur dan berat badan menurut tinggi badan dan diolah menggunakan software WHO Anthroplus 2007 . Tingkat status gizi diklasifikasikan berdasarkan Z-skor menurut Depkes RI 2010 adalah sebagai berikut : Tabel 2. Klasifikasi status gizi berdasarkan Z-skor Depkes RI 2010 Status gizi
BB/U
TB/U
BB/TB
Z-skor
Status gizi
Z-skor ≤-3 SD
Gizi buruk
-3 SD < Z-skor < -2 SD
Gizi kurang
-2 SD < Z-skor < 2 SD
Gizi baik
Z-skor ≥ 2 SD
Gizi lebih
Z-skor ≤-3 SD
Sangat pendek
-3 SD < Z-skor <- 2 SD
Pendek
- 2 SD < Z-skor < 2 SD
Normal
Z-skor ≥ 2 SD
Tinggi
Z-skor ≤-3 SD
Sangat kurus
-3 SD < Z-skor <- 2 SD
Kurus
-2 SD < Z-skor < 2 SD
Normal
Z-skor ≥ 2 SD
Gemuk
Pengetahuan IMD ibu. Data pengetahuan IMD ibu diukur dengan menggunakan kuisioner yang berisikan 20 pertanyaan mengenai makanan sumber zat gizi, ASI eksklusif, definisi IMD, langkah-langkah IMD, pentingnya IMD, faktor penghambat IMD, manfaat IMD. Pertanyaan untuk jawaban benar diberikan skor 1 dan jawaban salah diberikan skor 0 sehingga skor maksimal yang diperoleh adalah 20 dan skor minimal adalah 0. Pengetahuan IMD ibu kemudian di kategorikan ke dalam tiga kategori yaitu, tingkat pengetahuan IMD ibu baik jika total nilai > 80%, sedang jika total nilai berada antara selang 60 – 80%, dan rendah jika total nilai < 60% (Khomsan 2000). Pelaksanaan IMD. Pelaksanaan IMD diukur dengan menggunakan 12 pertanyaan tentang : langkah pelaksanaan IMD (Depkes RI 2008). Contoh dianggap melaksanakan IMD jika melaksanakan langkah nomor lima yang berupa meletakkan bayi di atas perut ibu dan salah satu langkah nomor enam
28
hingga sepuluh yang berupa respon yang diberikan bayi setelah berada di perut ibu. Data yang didapatkan ditabulasi, dianalisis deskriptif dan di uji beda. Pemberian ASI Esklusif. Pemberian ASI eksklusif diukur dengan menggunakan 8 pertanyaan tentang pemberian kolostrum, alasan tidak memberiakan kolostrum, pemberian makanan prelaktal, jenis makanan prelaktal, pemberian susu formula, pelaksanaan pemberian ASI eksklusif, alasan pemberian ASI eksklusif dan lama pemberian ASI Eksklusif. Data yang didapat ditabuasi, dianalisis deskriptif dan diuji beda. Tabel 3. Pengelompokkan dan pengkategorian variabel No Variabel Data Primer 1 Karakteristik batita Umur batita (WHO 2008)
Pengelompokkan atau pengkategorian 1) 12 – 23 bulan 2) 24 – 35 bulan ..... kg 1) Laki-laki 2) Perempuan
Berat baru lahir Jenis kelamin 2
Karakteristik keluarga Besar keluarga (BKKBN 1998)
Pendapatan keluarga dinyatakan dalam pendapatan/kapita/bulan (BPS 2010) 3
Karakteristik ibu Umur
Pekerjaan
Pendidikan
4
Pengetahuan 2000)
IMD
5
Pelaksanaan IMD
ibu
(Khomsan
1) Keluarga kecil (≤ 4 orang) 2) Keluarga sedang (5-6 orang) 3) Keluarga besar (≥ 7 orang) Berdasarkan garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat tahun 2010. 1) Miskin (< Rp 198 772) 2) Tidak miskin (≥ Rp 198 772 1) Remaja (< 20 tahun) 2) Dewasa awal (20-40 tahun) 3) Dewasa tengah (41-65 tahun) 4) Dewasa lanjut (>65 tahun) 1) Petani punya lahan 2) Petani tanpa lahan 3) Supir 4) Tukang ojek 5) Tidak bekerja 6) Wiraswasta 7) PNS 8) Guru di sekolah 9) Pegawai swasta 10) Buruh pabrik 1) Baik > 80% 2) Sedang 60% – 80% 3) Rendah < 60% 1) Baik > 80% 2) Sedang 60% – 80% 3) Rendah < 60% 1) Melaksanakan 2) Tidak melaksanakan
29
Tabel 3. Pengelompokkan dan pengkategorian variabel No Variabel Data Primer 6 Pemberian ASI Eksklusif
Pengelompokan atau pengkategorian
Pemberian Kolostrum Alasan tidak memberikan kolostrum Pemberian makanan prelaktal Jenis makanan atau minuman yang diberikan Pemberian susu formula (Khomsan 2003)
1) 2) 1) 2) 3) 1) 2)
Ya Tidak Cair, kotor, dan berbau amis Tidak diperbolehkan lainnya sebutkan... Ya Tidak
1) ≥ 6 bulan 2) < 6 bulan 1) Ya 2) Tidak
Pelaksanaan ASI eksklusif Alasan pemberian ASI eksklusif Lama pemberian ASI eksklusif (Khomsan et al 2009) 7
1) 6 bulan 2) 4 – 5 bulan 3) < 4 bulan
Status gizi batita 1) 2) 3) 4) 1) 2) 3) 4) 1) 2) 3) 4)
BB/U (Depkes RI 2010)
TB/U
BB/TB
<-3 SD Z-skor (Gizi buruk) -3 SD < Z-skor <-2 SD (Gizi kurang) -2 SD < Z-skor < 2 SD (Gizi baik) > 2 SD Z-skor (Gizi lebih) Z-skor ≤-3 SD (Sangat pendek) -3 SD < Z-skor <- 2 SD (Pendek) - 2 SD < Z-skor < 2 SD (Normal) ≥ 2 SD Z-skor (Tinggi) Z-skor ≤-3 SD (Sangat kurus) -3 SD < Z-skor <- 2 SD (Kurus) -2 SD < Z-skor < 2 SD (Normal) ≥ 2 SD Z-skor (Gemuk)
Data Sekunder 8. Gambaran umum daerah penelitian
Definisi Operasional ASI eksklusif adalah proses pemberian ASI saja tanpa makanan tambahan selama 6 bulan. Besar keluarga adalah jumlah anggota keluarga batita, dikategorikan menjadi keluarga besar (≥ 7 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga kecil (≤ 4 orang) (BKKBN 1998). Contoh adalah batita dan ibunya yang tinggal di lokasi terpilih dan tercatat di posyandu.
30
Inisiasi Menyusui Dini adalah tindakan segera setelah bayi diletakkan menempel di dada atau perut ibu, dibiarkan merayap mencari putting, kemudian menyusu sampai puas (Depkes RI 2008). Jenis Kelamin adalah identitas seksual yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Pekerjaan Ibu adalah jenis pekerjaan ibu meliputi petani punya lahan, petani tanpa lahan, supir, tukang ojek, tidak bekerja, wiraswasta, PNS, guru di sekolah, pegawai swasta, dan buruh pabrik Pemberian ASI Eksklusif adalah keterangan mengenai pemberian ASI Eksklusif yang terdiri dari pemberian kolostrum, alasan tidak memberikan kolostrum, pemberian makanan prelaktal, pemberian susu formula, pelaksanaan pemberian ASI eksklusif, lama pemberian ASI eksklusif, dan alasan memberikan ASI eksklusif. Pendapatan per kapita per bulan adalah jumlah pendapatan per bulan yang dihasilkan dari pendapatan kepala keluarga dan anggota keluarga lain dibagi dengan besar keluarga dinilai dalam satuan rupiah. Pengetahuan IMD ibu adalah tingkat pengetahuan ibu tentang, makanan sumber zat gizi, kehamilan, ASI eksklusif, definisi IMD, langkah pelaksanaan IMD, manfaat IMD dan faktor penghambat IMD. Tingkat pengetahuan IMD ibu dihitung dalam persentase serta dikategorikan menjadi rendah jika skor <60%, sedang jika skor 60-80%, dan tinggi jika skor >80% (Khomsan 2000). Perdesaan adalah wilayah penilitian yang terletak di wilayah Kabupaten Bogor yaitu Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari. Perkotaan adalah wilayah penelitian yang terletak di wilayah Kota Bogor yaitu Kelurahan Situgede. Responden adalah ibu dari batita terpilih. Status gizi batita adalah perbandingan antara berat badan dengan umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang diklasifikasikan berdasarkan Depkes RI 2010. Usia
adalah waktu yang telah dilalui oleh contoh untuk melangsungkan kehidupan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Letak Geografis Kelurahan Situgede merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor yang menjadi salah satu lokasi penelitian mewakili daerah perkotaan. Kelurahan Situgede memiliki luas wilayah 232,47 Ha dan terdiri dari 33 RT dalam 10 RW. Secara geografis, Kelurahan Sitgede dibatasi oleh Kelurahan Bubulak di sebelah timur, Desa Cikarawang di sebelah barat, Kali Cisadane di sebelah utara, dan Kali Sindangbarang di sebelah selatan. Desa Sukajadi memiliki luas wilayah 304,139 Ha yang terbagi kedalam 3 Dusun, dan 32 RT dalam 11 RW. Secara geografis, Desa Situgede berbatasan dengan Desa Purwasari, Desa Petir, dan Desa Sukadami Kecamatan Dramaga disebelah utara, Desa Sukajaya disebelah timur, Gunung Salak disebelah selatan, dan Desa Gunung Malang Kecamatan Tenjolaya disebelah barat. Sosio Demografi Umur dan Jenis Kelamin. Jumlah penduduk Kelurahan Situgede adalah 7.941 jiwa yang terdiri dari 4.048 orang laki-laki dan 3.893 orang perempuan dengan 2.228 kepala keluarga. Jumlah penduduk paling banyak tersebar pada kelompok umur 20-29 tahun. Jumlah penduduk Desa Sukajadi adalah 7.828 jiwa yang terdiri dari 3.915 orang laki-laki dan 3.913 orang perempuan dengan 1.805 kepala keluarga. Jumlah penduduk paling besar tersebar pada kelompok umur 0-4 tahun. Pendidikan Penduduk. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan pada Kelurahan Situgede yang terbanyak berada pada lulusan Sekolah Dasar atau sederajat, yaitu sebanyak 3.121 orang. Lulusan akademi dan perguruan tinggi mencapai 133 orang. Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan pada Desa Situgede yang terbanyak berada pada lulusan Sekolah Dasar atau sederajat, yaitu sebanyak 2.523 orang dan sebanyak 4.572 orang tidak tamat Sekolah Dasar atau sederajat. Pekerjaan Penduduk. Jumlah penduduk menurut mata pencaharian pada Kelurahan Situgede terbanyak bermata pencaharian sebagai buruh tani, yaitu sebanyak 1.134 orang. Jenis pekerjaan lain yang banyak ditekuni oleh
32
penduduk yaitu petani (357 orang), swasta/BUMN/BUMD (165 orang), wiraswasta/pedagang (137 orang) dan jasa (132 orang). Jumlah penduduk menurut mata pencaharian pada Desa Sukajadi terbanyak bermata pencaharian sebagai buruh tani, yaitu sebanyak 1.422 orang. Pekerjaan lain yang banyak ditekuni adalah pedagang (637 orang), pengrajin (629 orang) dan swasta (362 orang). Sarana dan Prasarana Sarana dan prasarana yang terdapat di Kelurahan Situgede terdiri dari : saran dan prasarana kesehatan berupa poliklinik (1 buah), praktek bidan (1 buah), balai pengobatan (2 buah), posyandu (11 buah). Sarana dan prasarana peribadatan berupa masjid (10 buah) dan mushola (9 buah). Sarana dan prasarana pendidikan umum negeri berupa sekolah dasar (5 buah) dan SMP (1 buah). Sarana dan prasarana pendidikan umum swasta berupa TK (3 buah), RA (7 buah), SMP (1 buah), dan MA (1 buah). Sarana dan prasarana pendidikan luar sekolah berupa PAUD (3 buah) dan kejar paket B (1 buah). Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Sukajadi terdiri dari : Sarana pendidikan umum berupa TK (1 buah), SD/MI (2 buah) dan SLTP (1 buah). Sarana pendidikan Islam, yaitu PAUD (4 buah), RA/TK Al-Qur’an (1 buah), MTs (1 buah), Pondok Pesantren (2 buah), dan Majelis Taklim (11 buah). Sarana dan prasarana peribadatan yang ada berupa masjid (12 buah) dan mushola (32 buah). Sarana dan prasarana kesehatan dan tenaga medis yang melaksanakan praktek di desa, yaitu puskesmas (1 buah), posyandu (11 buah), bidan desa (1 orang), dukun beranak tak terlatih (3 orang), dan kader posyandu (33 orang). Menurut data laporan bulanan UPTD puskesmas Sindangbarang 2011, jumlah bayi lahir di Kelurahan Situgede hingga bulan Maret 2011 adalah 44 bayi, 43 diantaranya ditolong oleh bidan atau tenaga kesahatan dan 1 bayi ditolong oleh dukun beranak. Total balita yang diberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan sebanyak 26 balita. Jumlah bayi lahir yang tercatat di UPTD Tamansari hingga bulan Maret 2011 adalah 30 bayi, 18 diantaranya ditolong dukun beranak dan 12 bayi ditolong oleh bidan atau tenaga kesehatan. Total pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan sebanyak 15 balita.
33
Karakteristik Batita Sebagian besar batita baik di perkotaan maupun perdesaan berjenis kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 59,7% dan 40,3% berjenis kelamin perempuan. Di perkotaan sebesar 67,7% batita berjenis kelamin laki-laki dan 32,3% berjenis kelamin perempuan. Sedangkan di perdesaan persentase batita yang berjenis kelamin laki-laki sebesar 51,6% dan perempuan sebesar 48,4%. Umur batita dari contoh penelitian berkisar antara 12-35 bulan. Rata-rata umur batita di perkotaan dan perdesaan adalah 23,5 bulan. Sebesar 58,1% batita di perkotaan berusia antara 24-35 bulan dan 41,9% batita berusia 12-23 bulan. Pada daerah perdesaan sebesar 48,4% batita berusia antara 24-35 bulan dan 51,6% batita berusia antara 12-23 bulan. Masa batita (bawah tiga tahun) merupakan
periode
penting
dalam
proses
tumbuh
kembang
manusia.
Pertumbuhan dan perkembangan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan (Sutomo & Anggraini 2010). Uji t yang dilakukan menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara umur bayi di perkotaan dan perdesaan (p>0,05). Berat bayi lahir dikatan rendah jika berat badan lahir < 2500 gram. Ratarata berat bayi lahir di perkotaan dan perdesaan adalah 3200 gram. Sebesar 96,8% batita di perkotaan dan perdesaan memiliki berat badan lahir diatas 2500 gram dan 3,2% batita memiliki berat badan lahir kurang dari 2500 gram. Hasil uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05) antara berat bayi lahir di perkotaan dan perdesaan. Tidak adanya perbedaan antara berat bayi lahir dikedua lokasi diduga karena ibu dikedua daerah telah memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kehamilan dan dapat menjaga janinnya selama masa kehamilan Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin, umur, dan berat bayi lahir Variabel Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Umur (bulan) 12-23 24-35 Rata-rata umur batita
Perkotaan n %
Perdesaan n %
n
Total %
21 10
67,7 32,3
16 15
51,6 48,4
37 25
59,7 40,3
13 18
41,9 58,1 24,8
16 15
51,6 48,4 22,2
29 33
46,8 53,2 23,5
34
Tabel 4 (Lanjutan) Variabel Berat bayi lahir < 2500 gram ≥ 2500 gram Rata-rata berat badan lahir
Perkotaan n %
Perdesaan n %
n
1 30
1 30
2 60
3,2 96,8 2,9
3,2 96,8 2,9
Total % 3,2 96,8 2,9
Karakteristik Ibu Umur ibu Sebaran umur ibu dikelompokkan menjadi empat, yaitu remaja (< 20 tahun), dewasa awal ( 20-40 tahun), dewasa tengah ( 41-65 tahun), dan dewasa akhir ( ≥ 65 tahun). Harlock (1998) menyatakan bahwa orang tua khususnya ibu yang terlalu muda (< 20 tahun) cenderung kurang mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang cukup dalam mengasuh anak dan lebih cenderung menjadikan ibu lebih memperhatikan kepentingannya sendiri daripada kepentingan anaknya sehingga kulitas dan kuantitas pengasuhan anak kurang terpenuhi. Sebaliknya, pada ibu yang memiliki usia yang telah matang (dewasa) akan cenderung menerima perannya dengan sepenuh hati. Sebesar 96,8% umur ibu di perkotaan tergolong ke dalam dewasa awal (20-40 tahun) dan 3,2% tergolong ke dalam dewasa tengah (41-65 tahun). Sedangkan di perdesaan sebesar 3,2% umur ibu tergolong ke dalam remaja (< 20 tahun), 93,5% tergolong ke dalam dewasa awal (20-40 tahun), dan sebesar 3,2% tergolong ke dalam dewasa akhir (41-65 tahun). Rata-rata umur ibu di perkotaan sebesar 31 tahun sedangkan di perdesaan sebesar 28 tahun. Hasil uji t test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05) antara ibu di perkotaan dan perdesaan. Tabel 5 menunjukkan sebaran umur ibu. Tabel 5 Sebaran umur ibu Kategori umur Remaja (< 20) Dewasa awal (20-40) Dewasa tengah (41-65) Rata-rata umur ibu ± SD
Perkotaan n % 0 0 30 96,8 1 3,2 28,4
Perdesaan n % 1 3,2 29 93,5 1 3,2 30,7
Total n 1 59 2
% 1,6 95,2 3,2 29,5
Pendidikan ibu Pendidikan ibu dibagi kedalam 6 kategori yaitu tidak tamat SD, tamat SD, tamat SMP, tamat SMA, Akademik/D1/D2/D3, Universitas/Sarjana. Secara keseluruhan pendidikan ibu di kedua daerah tergolong cukup baik. Sebesar
35
46,8% ibu tergolong tamatan SD, 29% tergolong tamatan SMP, 22,6% tergolong tamatan SMA dan 1,6% tergolong tamatan akademik. Tingkat pendidikan ibu di perkotaan lebih baik dibandingkan di perdesaan. Sebesar 29% ibu di perkotaan tergolong tamatan SD, 32,3% ibu tergolong tamatan SMP, 35,5% tergolong tamatan SMA dan sebesar 3,2% tergolong kedalam tamatan Akademik. Sedangkan di daerah perdesaan sebesar 64,5% ibu tergolong tamatan SD, 25,8% tergolong tamatan SMP, dan 9,7% tergolong tamatan SMA. Gunarsa dan Gunarsa (2000) menyatakan bahwa tingkat pendidikan orang tua baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi komunikasi antara orang tua dan anak di dalam lingkungan keluarga. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap sikap dan perilaku hidup sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah menyerap informasi dan mengimplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi (Atmarita & Fallah 2004). Hasil uji beda menunjukkan terdapat berbedaan nyata antara tingkat pendidikan di perkotaan dan perdesaan (p<0,05), dimana tingkat pendidikan ibu di perkotaan lebih baik dibandingkan di perdesaan. Hal ini diduga karena masih terbatasnya akses akan pendidikan di daerah tersebut serta serta tingkat ekonomi di perdesaan yang lebih rendah menyebabkan mereka lebih cenderung untuk bekerja dibandingkan bersekolah. Tabel 6 menunjukkan sebaran tingkat pendidikan ibu. Tabel 6 Sebaran tingkat pendidikan ibu Tingkat pendidikan Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Akademik/D1/D2/D3
Pendidikan ibu Perkotaan Perdesaan n % n % 9 29 20 64,5 10 32,3 8 25,8 11 35,5 3 9,7 1 3,2 0 0
Total n 29 18 14 1
% 46,8 29 22,6 1,6
Pekerjaan ibu Sebagian besar ibu baik di perkotaan maupun perdesaan merupakan ibu rumah tangga dengan persentase sebesar 93,5%, hanya 6,5% yang bekerja sebagai wiraswasta. Sebagian besar ibu di perkotaan (90,3%) dan perdesaan (96,8%) yang tidak bekerja. Persentase ibu yang bekerja di perkotaan lebih besar dibandingkan perdesaan. Sebesar 9,7% ibu di perkotaan bekerja sebagai wiraswasta. Tingginya persentase ibu yang tidak bekerja dikedua daerah diduga karena sebagian besar ibu memilih untuk merawat dan meluangkan waktu bagi
36
batitanya dengan memperhatikan perkembangan dan status gizi batitanya. Hal ini dapat memberikan dampak yang baik status gizi batita mereka. Mulyani (1990) menyatakan bahwa semakin bertambah luasnya lapangan kerja maka semakin mendorong banyaknya kaum wanita yang bekerja, terutama di sektor swasta. Di satu sisi, hal tersebut berdampak positif bagi pertambahan pendapatan, namun di sisi lain berdampak negatif terhadap pembinaan dan pemeliharaan anak. Perhatian terhadap pemberian makan anak menjadi kurang, sehingga cenderung dapat menyebabkan anak menderita kurang gizi, yang selanjutnya berpengaruh buruk terhadap tumbuh kembang dan perkembangan otak anak. Tabel 7 menunjukkan sebaran contoh menurut pekerjaan. Tabel 7 Sebaran contoh menurut pekerjaan Ibu Jenis pekerjaan Tidak bekerja Wiraswasta
Perkotaan n % 28 90,3 3 9,7
Total Perdesaan n % 30 96,8 1 3,2
n 58 4
% 93,5 6,5
Karakteristik Keluarga Besar Keluarga Secara keseluruhan rata-rata jumlah anggota keluarga di perkotaan dan perdesaan adalah 5 orang. Sebesar 50% tergolong kedalam keluarga kecil (≤ 4 orang) dan sebesar 16% tergolong ke dalam keluarga besar (≥7 orang). Jumlah anggota keluarga terbesar yang dimiliki oleh contoh adalah 9 orang dan terkecil sebanyak 3 orang. Berdasarkan pada hasil penelitian sebesar 45,2% contoh di perkotaan tergolong kedalam keluarga kecil (≤ 4 orang), 35,3% tergolong kedalam keluarga sedang (5-6 orang) dan 19,4% tergolong kedalam keluarga besar (≥7 orang). Sedangkan di perdesaan persentase keluarga kecil (≤ 4 orang) memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan perkotaan, yaitu sebesar 54,8%. Sebanyak 32,3% dari contoh tergolong kedalam keluarga sedang (5-6 orang) dan 12,9% tergolong kedalam keluarga besar (≥7 orang). Masih rendahnya persentase keluarga kecil di perkotaan diduga karena kurangnya kesadaran warga akan pentingnya program KB yang dianjurkan oleh pemerintah. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara besar keluarga di perkotaan maupun di perdesaan (p>0,05). Tabel 8 menunjukkan sebaran contoh menurut besar keluarga.
37
Tabel 8 Sebaran contoh menurut besar keluarga Besar keluarga (orang) Kecil(≤ 4) Sedang (5-6) Besar (≥7 ) Rata-rata (orang)
Perkotaan n % 14 45,2 11 35,3 6 19,4 5
Perdesaan n % 17 54,8 10 32,3 4 12,9 5
Total n 31 21 10
% 50 34 16 5
Pendapatan Keluarga Pendapatan
keluarga
dinyatakan
dalam
pendapatan/kapita/bulan.
Pendapatan/kapita/bulan dibandingkan dengan garis kemiskinan Provinsi Jawa Barat tahun 2010 sehingga dapat digolongkan menjadi keluarga miskin (< Rp 198.772) dan tidak miskin (≥ 198.772). Berdasarkan
pada
penelitian
secara
keseluruhan
rata-rata
pendapatan/kapita/bulan keluarga contoh adalah Rp 249.598. Sebesar 56% keluarga contoh tergolong dalam keluarga tidak miskin dan sebesar 44% tergolong keluarga miskin. Rata-rata pendapatan/kapita/bulan keluarga di perkotaan lebih besar (Rp 284.884) dibandingkan perdesaan (Rp 214.312). Hasil uji t menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05) antara pendapatan di perkotaan dan perdesaan. Berdasarkan garis kemiskinan, sebesar 41,9% keluarga contoh di perkotaan dan 45,2% di perdesaan termasuk kedalam keluarga miskin dan sebesar 58,1% keluarga contoh di perkotaan dan 54,8% keluarga contoh di perdesaan termasuk kedalam keluarga tidak miskin. Rendahnya pendapatan merupakan kendala yang menyebabkan orang tidak mampu membeli, memilih pangan yang bermutu gizi baik dan beragam. Nasoetion dan Riyadi (1994) menyatakan bahwa tingkat pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Pendapatan yang tinggi akan meningkatkan daya beli sehingga keluarga mampu membeli pangan dalam jumah yang diperlukan dan akhirnya berdampak positif terhadap status gizi. Tabel 9 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan pendapatan per kapita per bulan. Tabel 9 Sebaran contoh menurut pendapatan per kapita per bulan Pendapatan/kap/bulan Miskin Tidak miskin Rata-rata Rp/kap/bulan
Perkotaan n % 13 41,9 18 58,1 284.884
Perdesaan n % 14 45,2 17 54,8 214.312
Total n % 27 44 35 56 249.598
38
Pengetahuan Inisiasi Menyusui Dini Ibu Pengetahuan inisiasi menyusui dini ibu dikategorikan menjadi tiga yaitu pengetahuan inisiasi menyusi dini ibu tergolong baik jika total nilai >80%, sedang jika total nilai antara 60%-80%, dan rendah jika total nilai <60%. Berdasarkan pada hasil penelitian pengetahuan inisiasi menyusui dini ibu di perkotaan dan perdesaan tergolong sedang dan tinggi dengan nilai terkecil adalah 9 dan terbesar 20. Sebesar 58,1% ibu di perkotaan memiliki pengetahuan IMD sedang, 38,7% memiliki pengetahuan IMD tinggi dan 3,2% memiliki pengetahuan IMD rendah. Di perdesaan sebesar 51,6% ibu memiliki pengetahuan IMD sedang, 35,5% memiliki pengetahuan IMD tinggi dan 12,9% memiliki pengetahuan IMD rendah. Tabel 10 menunjukkan sebaran pengetahuan inisiasi menyusui dini ibu Tabel 10 Sebaran pengetahuan inisiasi menyusui dini ibu Tingkat pengetahuan IMD ibu Rendah (<60%) Sedang (60%-80%) Tinggi (≥80%)
Perkotaan n % 1 3,2 18 58,1 12 38,7
Perdesaan n % 4 12,9 16 51,6 11 35,5
Total n 5 34 23
% 8,1 54,8 37,1
Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara pengetahuan inisiasi menyusui dini ibu di perkotaan dan perdesan (p>0.05). Pengetahuan inisiasi menyusui dini dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Banyaknya kegiatan penyuluhan yang dilakukan tenaga kesehatan merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi tingkat pegetahuan inisiasi menyusui dini ibu. Pertanyaan tertutup yang digunakan untuk mengukur pengetahuan inisiasi menyusui dini sebanyak 20 pertanyaan yang terbagi kedalam enam kategori pertanyaan yaitu makanan sumber zat gizi, ASI eksklusif, definisi IMD, langkah-langkah IMD, manfaat IMD, dan faktor penghambat IMD. Setiap jawaban benar diberi nilai 1 dan jawaban salah diberi nilai 0, sehingga nilai maksimal yang akan diperoleh adalah 20 dan nilai minimal adalah 0. Pada hasil penelitian menunjukkan terdapat tiga pertanyaan yang hanya mampu di jawab benar oleh sedikit ibu baik di perkotaan maupun perdesaan yaitu pertanyaan mengenai berat badan lahir minimal untuk bayi, waktu yang tepat untuk melaksanakan IMD serta cara bayi dalam mencari puting susu ibu dalam pelaksanaan IMD, dan terdapat satu pertanyaan yang hanya mampu di jawab benar oleh sedikit ibu di perdesaan yaitu mengenai kelompok bahan
39
pangan protein nabati. Tabel 11 menunjukkan sebaran pertanyaan yang di jawab benar oleh ibu di perkotaan dan perdesaan. Tabel 11 Sebaran pertanyaan pengetahuan inisiasi menyusui dini yang dijawab benar oleh ibu diperkotaan dan perdesaan. No 1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Pertanyaan Kelompok bahan pangan protein hewani Kelompok bahan pangan protein nabati Pengertian ASI eksklusif Pengertian MP ASI Lama pemberian ASI eksklusif Waktu pemberian ASI pertamakali Pengertian kolostrum Pengertian IMD Waktu yang tepat untuk melaksanakan IMD Istilah lain IMD Langkah IMD setelah bayi dilahirkan Cara bayi dalam mencari puting susu ibu dalam pelaksanaan IMD Posisi bayi dalam melaksanakan IMD Persalinan pendukung keberhasilan IMD Lama pelaksanaan IMD Tindakan bagi ibu dan bayi setelah melahirkan Manfaat IMD bagi ibu Manfaat IMD bagi bayi Penghambat pelaksanaan IMD
Perkotaan n % 31 100 23 74 27 87 31 100 31 100 25 81 31 100 23 74 16 52 21 68 28 90
Perdesaan n % 28 90 14 45 26 84 26 84 25 81 25 81 26 84 19 61 17 55 24 77 26 84
11
35
14
45
23 30 26 24 24 29 26
74 97 84 77 77 94 84
22 31 24 25 29 26 21
71 100 77 81 94 84 68
Pertanyaan mengenai kelompok bahan pangan yang mengandung protein nabati dapat dijawab dengan benar oleh 74% ibu di perkotaan dan 45% ibu di perdesaan. Sebagian besar (55%) ibu di perdesaan yang tidak menjawab dengan benar menjawab daging, ikan, telur dan susu merupakan bahan pagan nabati. Hal ini diduga karena bahan pangan tersebut merupakan bahan pangan yang umum mereka ketahui dan merupakan bahan pangan yang banyak mengandung sumber protein, selain itu para ibu juga tidak dapat membedakan bahan makanan yang mengandung protein hewani dan protein nabati. Pertanyaan mengenai berat badan lahir minimal untuk bayi sehat tidak mampu dijawab dengan baik oleh ibu di perkotaan maupun di perdesaan. Hanya sebesar 23% ibu di perkotaan dan 35% ibu di perdesaan yang mampu menjawab dengan benar. Ibu yang tidak menjawab dengan benar baik di perkotaan maupun perdesaan sebagian besar menjawab 3 kg adalah berat badan lahir minimal untuk bayi sehat. Hal ini diduga karena ibu tidak mengetahui berat badan minimal bayi lahir sehat sehingga sebagian besar ibu memperkirakan bahwa dengan berat badan lahir bayi lebih besar atau sama dengan 3 kg dikatakan berat minimal berat badan bayi lahir sehat.
40
Pertanyaan mengenai waktu pelaksanaan IMD hanya dapat dijawab oleh 52% ibu di perkotaan dan 55% ibu di perdesaan. Rata-rata ibu menjawab setelah bayi dibersihkan, diberi tetes mata dan disuntik vitamin K. Hal ini diduga karena sebagian besar ibu yang telah melahirkan menyusui bayinya setelah bayi dalam keadaan bersih. Masih rendahnya pengetahuan ibu mengenai praktek pelaksanaan IMD diduga karena masih rendahnya peran tenaga kesehatan di kedua wilayah dalam memperkenalkan program tersebut sehingga banyak dari ibu yang tidak mengetahui istilah ataupun langkah pelaksanaan IMD. Pertanyaan mengenai cara bayi dalam mecari puting susu ibu hanya dapat dijawab benar oleh 35% ibu di perkotaan dan 45% ibu di perdesaan. Sebagian besar ibu (65%) di perkotaan dan (55%) di perdesaan yang tidak menjawab benar menjawab langsung diarahkan ke puting susu merupakan cara bayi dalam mencari puting susu ibu. Banyaknya ibu yang menjawab salah diduga karena belum optimalnya pelaksaan IMD di kedua daerah. Dalam mencari puting susu ibu, sebagian besar bayi langsung diarahkan dan mendapatkan bantuan dari tenaga medis, sehingga banyak dari ibu yang tidak mengetahui bagaimana cara bayi mencari puting susu ibu dalam pelaksanaan IMD. Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini Pilar utama dalam proses menyusui adalah inisiasi dini atau lebih dikenal dengan inisiasi menyusui dini (IMD). IMD didefinisikan sebagai proses membiarkan bayi menyusui sendiri setelah kelahiran (Yuliarti 2010). Pada penelitian yang dilakukan di Ghana menunjukkan bahwa sebesar 16% kematian neonatus dapat dicegah bila bayi mendapatkan ASI di hari pertamanya. Angka tersebut meningkat menjadi 22% bila bayi melakukan IMD dalam satu jam pertama setelah lahir (Depkes RI 2008). Pelaksanaan inisiasi menyusui dini diukur dengan menggunakan 12 pertanyaan mengenai langkah inisiasi menyusui dini. Berdasarkan pada data penelitian ini sebesar 40% contoh dikedua daerah yang tidak melaksanakan IMD dan 60% contoh yang melaksanakan IMD. Terdapat 55% contoh di perkotaan yang tidak melaksanakan inisiasi menyusui dini dan 45% contoh yang melaksanakan inisiasi menyusui dini. Di perdesaan terdapat 65% contoh yang tidak melaksankan inisiasi menyusui dan 35% contoh yang melaksanakan inisiasi menyusui dini.
Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan
nyata (p>0,05) antara pelaksanaan IMD di perkotaan dan perdesaan. Rendahnya pelaksanaan IMD di kedua lokasi penelitian diduga karena masih terbatasnya
41
pengetahuan dan keterampilan tenaga kesehatan dalam melaksanakan program tersebut. Berdasarkan pada penelitian Yulianty (2010) menunjukkan bahwa variabel
yang
berpengaruh
terhadap
peran
tenaga
kesehatan
dalam
pelaksanaan inisiasi menyusui dini adalah melatih keterampilan. Menurut Aprillia (2009) keberhasilan program Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sangat dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan, dan motovasi bidan atau dokter yang menangani proses persalinan. Selain itu keberhasilan ibu menyusui juga harus didukung oleh suami, keluarga, petugas kesehatan, dan masyarakat. Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan inisiasi menyusui dini di perkotaan dan perdesaan Kategori pelaksanaan IMD Melaksanakan Tidak melaksanakan
Perkotaan n % 14 45 17 55
Perdesaan n % 11 35 20 65
Total n 25 37
% 40 60
Pertanyaan yang digunakan untuk mengukur inisiasi menyusui dini terdiri dari dua belas pertanyaan mengenai langkah inisasi menyusui dini, dari dua belas langkah pelaksanaan IMD hanya terdapat enam langkah utama yang menunjukkan proses inisiasi menyusui dini, yaitu meletakan bayi diatas perut ibu, bayi mencari puting susu ibu, bayi meremas daerah puting susu ibu, bayi menendang perut ibu, bayi menjilat puting susu ibu, dan bayi menghisap puting susu ibu. Contoh dianggap melaksanakan Inisiasi Menyusui Dini apabila setelah bayi dilahirkan, bayi diletakkan di atas perut ibu, dan bayi memberikan salah satu respon antara lain mencari puting susu ibu, menendang perut ibu, meremas daerah puting susu, menjilati puting susu, hingga bayi menghisap puting susu. Berdasarkan Tabel 13, dari sejumlah contoh yang diteliti 14 batita (45%) di perkotaan dan 11 batita (35%) yang melaksanakan IMD. Terdapat respon berbeda yang diberikan batita ketika berada di atas perut ibu. Berikut ini adalah respon bayi yang melakukan IMD (Tabel 13). Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan respon yang diberikan Respon Bayi mencari puting susu ibu Bayi menendang perut ibu Bayi meremas daerah puting susu ibu Bayi menjilati kulit ibu Bayi menghisap puting susu ibu
Perkotaan n % 14 100 13 93 12 86 14 100 14 100
n 11 10 10 11 11
Perdesaan % 100 91 91 100 100
Berdasarkan tabel diatas terdapat 93% batita di perkotaan dan 91% batita di perdesaan yang memberikan respon menendang perut ibu dan terdapat 86%
42
batita di perkotaan dan 91% batita di perdesaan yang memberikan respon meremas daerah puting susu ibu. Respon yang berbeda ini diduga dapat disebabkan oleh posisi bayi yang diletakkan diatas perut ibu terlalu dekat dengan puting susu ibu sehingga bayi dengan mudah dapat mencari puting susu ibu. Pemberian ASI Eksklusif Status pemberian kolostrum Kolostrum merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan zat yang tidak terpakai usus bayi yang baru lahir dan membersihkan saluran pencernaan makanan bayi bagi makanan yang akan datang (Roesli 2004). Tabel 15 menunjukkan sebesar 72,6% ibu di perkotaan dan perdesaan memberikan kolostrum kepada batitanya dan sebesar 27,4% ibu yang tidak memberikan kolostrum. Adapun alasan contoh di perkotaan tidak memberikan kolostrum kepada batita mereka dikarenakan ASI tidak keluar (90%), dan operasi caesar (10%). Sedangkan alasan ibu di perdesaan tidak memberikan kolostrum dikarenakan ASI tidak keluar (71%) dan bayi di rawat (29%). Alasan tersebut menunjukkan bahwa keadaan fisik ibu sesaat setelah melahirkan dan kesehatan bayi yang tidak memungkinkan untuk diberikan kolostrum. Hal uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara pemberian kolostrum di perkotaan dan perdesaan. Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan status pemberian kolostrum di perkotaan dan perdesaan serta alasan tidak memberikan kolostrum Pemberian kolostrum Status pemberian kolostrum Ya Tidak Alasan tidak memberikan kolostrum ASI tidak keluar Operasi Caesar Bayi di rawat
Perkotaan n %
Perdesaan n %
n
Total %
21 10
67,7 32,2
24 7
77,4 22,6
45 17
72,6 27,4
9 1 0
90 10 0
5 0 2
71 0 29
14 1 2
82 6 12
Pemberian makanan prelaktal dan jenis makanan Makanan prelaktal merupakan jenis makanan yang diberikan kepada bayi yang baru lahir sebelum ASI keluar seperti susu formula, air putih, air gula, air kelapa, madu, pisang, dan lain sebagainya (Riskesdas 2010). Depkes & Kessos (2000) menerangkan bahwa pemberian makanan prelaktal sangat berbahaya bagi kesehatan bayi dan dapat mengganggu keberhasilan menyusui. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 27,4% batita di kedua lokasi penelitian diberi makanan prelaktal. Pada daerah perkotaan persentase batita
43
yang diberikan makanan prelaktal sebesar 32,3% sedangkan pada daerah perdesaan persentase pemberian makanan prelaktal sebesar 22,6%. Pemberian makanan prelaktal pada batita dikarenakan ASI belum dapat keluar, sehingga untuk mencegah batita kelaparan maka diberikan makanan sebagai penganti ASI. Jenis makanan prelaktal yang banyak diberikan di kedua lokasi penelitian adalah susu formula, air putih dan madu. Berdasarkan hasil penelitian sebesar 47,1% batita di kedua lokasi penelitian diberi air putih sebagai makanan prelaktal, 41,2% diberi susu formula dan 11,7% diberi madu. Roesli (2004) menerangkan bahwa meskipun ASI yang keluar pada hari pertama sedikit menurut ukuran kita tetapi volume kolostrum yang ada dalam payudara mendekati kapasitas lambung bayi yang berusia 1-2 hari. Hasil uji beda test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara pemberian makanan prelaktal di perkotaan maupun perdesaan. Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan pemberian makanan prelaktal di perkotaan dan perdesaan dan jenis makanan Pemberian makan prelaktal Ya Tidak Jenis makanan Susu formula Air putih Madu
Perkotaan n % 10 32,3 21 67,7
Perdesaan n % 7 22,6 24 77,4
n 17 45
% 27,4 72,6
5 3 2
2 5 0
7 8 2
41,2 47,1 11,7
50 30 20
28,6 71,4 0
Total
Pelaksanaan dan lama pemberian ASI Eksklusif serta alasannya Air susu ibu (ASI) merupakan makanan yang ideal untuk bayi, khususnya pada bulan-bulan pertama, sebab ASI mengandung semua zat gizi yang diperlukan untuk pembangun dan penyediaan energi dalam susunan tumbuh kembang yang diperlukan. Selain itu ASI mengandung berbagai antibodi serta leukosit dan makrofag sehingga mempertinggi daya tahan tubuh terhadap infeksi (Muaris 2009). Sebanyak 61,3% batita di perkotaan dan 64,5% di perdesaan mendapatkan ASI eksklusif. Sebesar 38,7% batita di perkotaan dan 35,5% batita di perdesaan tidak mendapatkan ASI eksklusif. Berdasarkan uji beda tidak terdapat perbedaan nyata antara pemberian ASI eksklusif di perkotaan maupun di perdesaan (p>0,05). Tabel 16 menunjukkan sebara contoh berdasarkan pelaksanaan pemberian ASI eksklusif.
44
Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan pemberian ASI eksklusif di perkotaan dan perdesaan Pelaksanaan Pemberian ASI Eksklusif ASI Eksklusif Non ASI Eksklusif
Perkotaan n % 19 61,3 12 38,7
Perdesaan n % 20 64,5 11 35,5
Total n 39 23
% 62,9 37,1
Masih terdapatnya ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif diduga karena ibu merasa produksi ASI sedikit sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan batitanya serta ibu bekerja. Kodrat (2010) menyatakan rata-rata permasalahan yang dihadapi oleh ibu dikarenakan mereka bekerja sehingga sulit untuk bisa memberikan ASI eksklusif sepanjang hari. Selain itu, faktor sosial budaya dan kurangnya kesadaran akan pentingnya ASI juga menjadi penyebab masih banyaknya ibu di Indonesia yang tidak memberikan ASI eksklusif. Lamanya pemberian ASI eksklusif dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan lama pemberian ASI Eksklusif di perkotaan dan perdesaan Lama pemberian ASI Eksklusif 6 bulan 4-5 bulan < 4 bulan
Perkotaan n % 19 61,3 1 3,2 11 35,5
Perdesaan n % 20 64,5 4 12,9 7 22,6
Total n 39 5 18
% 62,9 8,1 29
Menurut Roesli (2000) WHO dan UNICEF membuat deklarasi yang dikenal dengan Deklarasi Innocenti yang dilahirkan di Innocenti, Italia pada tahun 1990 yang menyatakan bahwa semua bayi diberi ASI eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan dan setelah 6 bulan bayi diberikan makanan pendamping atau padat yang benar dan tepat, sedangkan ASI tetap diteruskan sampai usia 2 tahun atau lebih. Data diatas menunjukkan bahwa dari 31 contoh di perkotaan dan perdesaan terdapat 19 contoh (61,3%) di perkotaan dan 20 contoh (64,5%) di perdesaan yang memberikan ASI eksklusif pada batita hingga usia 6 bulan. Sebesar 3,2% ibu di perkotaan dan 12,9% ibu di perdesaan memberikan ASI eksklusif hingga usia 4-5 bulan dan 35,5% ibu di perkotaan maupun 22,6% ibu di perdesaan memberikan ASI eksklusif hingga usia <4 bulan. Tingginya persentase ibu yang memberikan ASI eksklusif hingga usia 6 bulan diduga karena peran aktif dari tenaga kesehatan dalam usaha meningkatkan kesadaran ibu akan pentingnya ASI eksklusif dan dukungan keluarga sudah cukup baik. Jellife dan Jellife (1978) dalam Hardinsyah dan Martianti (1992) mengungkapkan bahwa jika pasangan bayi dan ibu menyusui mempunyai kondisi kesehatan yang baik, dengan pembinaan dan pemberian laktasi yang
45
baik, maka kualitas dan kuantitas ASI biasanya baik dan cukup untuk pertumbuhan yang optimal sampai umur 6 bulan tanpa pemberian makanan tambahan. Berbagai alasan ibu memberika ASI eksklusif pada batita mereka seperti yang disajikan pada Tabel 18. Tabel 18 Alasan pemberian ASI eksklusif Alasan pemberian ASI eksklusif Hemat dan mudah diberikan Baik bagi kesehatan Murah Saran tenaga kesehatan Bayi tidak ingin lepas ASI yang dihasilkan banyak Total
n 4 27 1 3 2 2 39
% 10 69 3 8 5 5 100
Alasan utama ibu di perkotaan dan perdesaan memberikan ASI eksklusif kepada batita mereka karena ASI baik bagi kesehatan (69%) dan beberapa diantaranya menjawab saran dari tenaga kesehatan (8%), ASI yang dihasilkan banyak (5%), murah (3%), dan bayi tidak ingin lepas (5%) . Hal ini diduga karena peran tenaga kesehatan yang cukup baik dalam meningkatkan kesadaran ibu untuk memberikan ASI eksklusif kepada batita serta pemberian penyuluhan mengenai manfaat pemberian ASI eksklusif sudah dapat dikatan baik. Selain dapat meningkatkan kesehatan dan kepandaian secara optimal, ASI juga membuat anak potensial memiliki emosi yang stabil, spiritual yang matang, serta memiliki perkembangan sosial yang baik. Tidak ada susu buatan yang dapat mendekati ataupun menyamai keuntungan alami yang diberikan oleh ASI (Roesli 2000). Pemberian susu formula Susu formula seharusnya tidak baik jika diberikan pada bayi sejak umur 0-6 bulan. Bayi belum bisa mencerna makanan yang lain. Namun jika bayi tidak puas dengan ASI ibu maka susu formula dapat diberikan setelah bayi berusia empat bulan. Ibu yang bekerja harus tetap memberikan ASI eksklusif dengan cara memeras ASI untuk kemudian dimasukkan ke dalam botol (Kodrat 2010). Berdasarkan hasil penelitian sebesar 38,7% batita di perkotaan dan 35,5% batita di perdesaan diberikan susu formula pada usia < 6 bulan. Sebesar 61,3% batita di perkotaan dan 64,5% batita di perdesaan diberikan susu formula pada usia ≥ 6 bulan. Pemberian susu formula ini diduga karena ibu merasa produksi ASI tidak mencukupi sehingga susu formula dijadikan sebagai tambahan ASI dan alasan ibu bekerja juga diduga merupakan salah satu penyebab pemberian susu formula. Hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat
46
perbedaan nyata (p>0,05) antara pemberian susu formula di perkotaan dan perdesaan Tabel 19 Sebaran contoh berdasarkan pemberian susu formula di perkotaan dan perdesaan Usia pemberian susu formula < 6 bulan ≥ 6 bulan
Perkotaan n % 12 38,7 19 61,3
Perdesaan n % 11 35,5 20 64,5
n 23 39
Total % 37,1 62,9
Status Gizi Batita Penentuan status gizi batita di perkotaan dan perdesaan diukur dengan menggunakan perhitungan Z-skor WHO-NCHS. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Status gizi batita berdasarkan berat badan menurut umur (BB/U) Menurut Supariasa dkk (2002) berat badan adalah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Mengingat karakteristik berat badan yanag labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini (current nutritional status). Penentuan status gizi baita menggunakan baku antropometri Depkes RI (2011) yang dihitung dengan menggunakan skor simpangan baku (Z-score) dengan kategori gizi buruk jika nilai standar deviasi Z-skor ≤ -3 SD, gizi kurang jika nilai standar deviasi berada antara selang -3 SD < Z-skor < -2 SD, gizi baik jika nilai standar deviasi berada antara selang -2 SD < Z-skor < 2 SD, dan gizi lebih jika nilai standar deviasi Z-skor ≥ 2 SD. Berdasarkan pada hasil penelitian sebesar 96,8% batita di kedua lokasi penelitian memiliki status gizi baik dengan nilai sebesar -0,42 dan sebesar 3,2% berstatus gizi kurang. Status gizi kurang yang ditemukan di kedua lokasi berkaitan dengan kondisi kesehatan batita tersebut saat penelitian berlangsung sehingga terjadi penurunan berat badan. Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antara status gizi batita di perkotaan dan perdesaan dimana status gizi batita di perdesaan lebih baik dibandingkan perkotaan. Hal ini diduga karena persentase ibu bekerja pada daerah perkotaan lebih tinggi daibandingkan di perdesaan sehingga menyebabkan ibu memiliki sedikit waktu
47
untuk memperhatikan tumbuh kembang batita meraka yang pada akhirnya memberikan dampak pada status gizi batita. Tabel 20 Sebaran status gizi batita di perkotaan dan perdesaan berdasarkan indeks berat badan menurut umur Status gizi
Z-skor
Gizi buruk Z-skor ≤-3 SD Gizi kurang -3 SD < Z-skor <-2 SD Z-skor Gizi baik -2 SD < Z-skor <2 SD Gizi lebih Z-skor ≥ 2 SD Rata-rata ± SD
Perkotaan n % 0 0 1 3,2 30 96,8 0 0 -0,58 ± 0,62
Perdesaan n % 0 0 1 3,2 30 96,8 0 0 -0,26 ± 0,58
Total n % 0 0 2 3,2 60 96,8 0 0 -0.42 ± 0,62
Status gizi batita berdasarkan tinggi badan menurut umur (TB/U) Menurut Nasoetion & Riyadi (1995) tinggi badan merupakan ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur. Indeks TB/U lebih menggambarkan status gizi pada masa lalu sehingga relatif kurang sensitif terhadap masalah kurang gizi dalam waktu yang singkat. Berdasarkan pada hasil penelitian status gizi batita di kedua lokasi tergolong kedalam status gizi normal (64,5%) dan sebesar 6,5% tergolong sangat pendek dan tinggi. Sebesar 67,7% batita di perkotaan memiliki status gizi normal, 19,4% memiliki status gizi pendek dan 12,9% memiliki status gizi tinggi. Sedangkan di perdesaan, sebesar 61,3% memiliki status gizi normal, 25,8% memiliki status gizi pendek dan 12,9% memiliki status gizi sangat pendek. Hasil uji t menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05) antara status gizi di perkotaan dan perdesaan. Tabel 21 menunjukkan sebaran status gizi batita berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur. Tabel 21 Sebaran status gizi batita di perkotaan dan perdesaan berdasarkan indeks tinggi badan menurut umur Status gizi Sangat pendek Pendek Normal Tinggi Rata-rata ± SD
Z-skor Z-skor ≤-3 SD -3 SD < Z-skor < -2 SD -2 SD< Z-skor < 2 SD Z-skor ≥ 2 SD
Perkotaan n % 0 0 6 19,4 21 67,7 4 12,9 -1,03 ± 1,74
Perdesaan n % 4 12,9 8 25,8 19 61,3 0 0 -1,2 ± 1,23
Total n % 4 6,5 14 22,6 40 64,5 4 6,5 -1,13 ± 1,50
Status gizi batita berdasarkan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) Menurut Soekirman (2000) pengukuran antropometri yang terbaik adalah menggunakan indikator BB/TB. Ukuran ini dapat menggambarkan status gizi saat ini dengan lebih sensitif dan spesifik. Artinya, mereka yang memiliki BB/TB kurang, dikategorikan sebagai “kurus” atau “wasted”.
48
Berdasarkan pada hasil penelitian sebagian besar batita di kedua lokasi penelitian memiliki status gizi normal (80,6%) dan sebesar 1,6% memiliki status gizi sangat kurus. Pada daerah perkotaan sebesar 83,9% batita memiliki status gizi normal, 9,7% batita memiliki status gizi kurus, dan 3,2% batita memiliki status gizi sangat kurus dan gemuk. Di perdesaan sebesar 77,4% batita status gizi normal, 19,4% memiliki status gizi gemuk dan 3,2% memiliki status gizi kurus. Hasil uji t menunjukkan perbedaan nyata antara status gizi di perkotaan dan perdesaan (p<0,05) dimana status gizi daerah perdesaan lebih baik dari perkotaan. Tabel 22 Sebaran status gizi batita di perkotaan dan perdesaan berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan Status gizi Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Rata-rata ± SD
Z-skor Z-skor ≤-3 SD -3 SD < Z-skor < -2 SD -2 SD< Z-skor < 2 SD Z-skor ≥ 2 SD
Perkotaan n % 1 3,2 3 9,7 26 83,9 1 3,2 -0,26 ± 1,12
Perdesaan n % 0 0 1 3,2 24 77,4 1 19,4 0,68 ± 1,16
Total n % 1 1,6 4 6,5 50 80,6 7 11,3 0,21 ± 1,23
Hubungan Pengetahuan Inisiasi Menyusui Dini Ibu dengan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata antara pengetahuan IMD dengan praktek pelaksanaan IMD (p>0,05) yang berarti bahwa ibu yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi tidak selalu melaksanakan inisiasi menyusui dini. Hasil penelitian menjukkan ibu yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi dan melaksanakan IMD hanya sebesar 41%. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Kusumawati (2010) dan Hasanah (2009) yang menerangkan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan IMD ibu dengan pelaksanaan IMD. Dimana apabila tingkat pengetahuan IMD ibu tergolong baik maka akan baik pula pelaksanaan IMD. Tabel 23 Sebaran pengetahuan IMD dan pelaksanaan IMD Pengetahuan IMD Rendah Sedang Tinggi Total
Pelaksanaan Inisiasi Menyusi Dini Tidak Melaksanakan Total melaksanakan n % n % n % 4 80 1 20 5 100 20 58,8 14 41,2 34 100 13 56,5 10 43,5 23 100 37 59,6 25 40,4 62 100
Tidak berhubungannya pengetahuan IMD ibu dengan pelaksanaan inisiasi menyusui dini diduga karena masih rendahnya peran aktif dari tenaga
49
kesahatan untuk menerapkan inisiasi menyusi dini sesaat setelah bayi dilahirkan, selain itu pula masih adanya ibu yang melahirkan ditolong oleh dukun beranak yang tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai inisiasi menyusui dini. Hasil penelitian Yulianty (2010) menyatakan bahwa variabel yang berpengaruh terhadap peran tenaga kesehatan dalam pelaksanaan inisiasi menyusui dini adalah keterampilan. Sebagian besar bayi yang telah dilahirkan tidak langsung diletakkan diatas perut ibu. Akan tetapi bayi langsung di mandikan dan di bersihkan, kemudian bayi setelah bayi bersih barulah diberikan ASI oleh ibu. Aprillia (2009) menyatakan, banyak aspek yang mempengaruhi pelaksanaan praktek Inisiasi Menyusui Dini (IMD) dan ASI Eksklusif antara lain adalah ibu menyusui menghadapi banyak hambatan yang berhubungan dengan pelayanan yang diperoleh di tempat persalinan, dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga di rumah, banyaknya ibu yang belum dibekali pengetahuan yang cukup tentang teknik menyusui yang benar dan manajemen kesulitan laktasi selain itu keberhasilan program Inisiasi Menyusui Dini (IMD) sangat dipengaruhi oleh sikap, pengetahuan, dan motovasi bidan atau dokter yang menangani proses persalinan. Selain itu keberhasilan ibu menyusui juga harus didukung oleh suami, keluarga, petugas kesehatan, dan masyarakat. Hubungan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini dengan Pemberian ASI Eksklusif Bedasarkan pada hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata (p>0,05) antara pelaksanaan inisiasi menyusui dini dengan pemberian ASI eksklusif. Pada hasil penelitian menunjukkan bahwa batita yang tidak melaksanakan inisiasi menyusui dini dan tetap di berikan ASI eksklusif selama 6 bulan sebesar 59,5%. Tidak terdapatnya hubungan yang signifikan antara pelaksanaan inisiasi menyusui dini dengan ASI eksklusif diduga karena belum optimalnya pelaksanaan inisiasi menyusui dini dikedua lokasi, dimana batita yang tidak melaksanakan inisiasi menyusui dini tetap diberikan ASI eksklusif. Sehingga pelaksanaan inisiasi menyusui dini tidak memberikan pengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif. Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Triani (2010) dan Permatasari (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pelaksanaan inisiasi menyusui dini dengan pemberian ASI eksklusif.
50
Yuliarti (2010) menyatakan bahwa bayi disusui selama satu jam atau lebih di dada ibunya segera setelah lahir. Hal tersebut juga penting dalam menjaga produktivitas ASI. Isapan bayi penting dalam meningkatkan kadar hormon prolaktin, yaitu hormon yang merangsang kelenjar susu untuk memproduksi ASI. Isapan itu akan meningkatkan produksi susu dua kali lipat. Tabel 24 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan inisiasi menyusui dini dengan pemberian ASI eksklusif. Tabel 24 Sebaran contoh berdasarkan pelaksanaan inisiasi menyusui dini dan pemberian ASI eksklusif Inisiasi Menyusui Dini Tidak melaksanakan Melaksanakan Total
Pemberian ASI Eksklusif Non ASI Eksklusif ASI Eksklusif n % n % 15 40,5 22 59,5 8 32 17 68 23 37,1 39 62,9
Total n 37 25 62
% 100 100 100
Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Batita Hasil uji korelasi dengan menggunakan Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0,05) antara pemberian eksklusif dengan status gizi batita indeks BB/U,TB/U, dan BB/TB. Berdasarkan pada data penelitian batita yang mendapatkan ASI eksklusif dan berstatus gizi baik berdasar indeks BB/U sebesar 97,4%, indeks TB/U sebesar 66,7% dan indeks BB/TB sebesar 79,5%. Suradi (2001) menyatakan pertumbuhan bayi dengan berat
badan
lahir
cukup
yang
mendapatkan
ASI
ekslusif
ternyata
pertumbuhannya sesuai dengan standar pertumbuhan menurut WHO-NCHS bahkan sampai usia 9 bulan, walaupun masukan energi dan protein perkilogram berat badan lebih rendah dibandingkan dengan bayi yan mendapatkan susu formula, namun resiko kenaikan berat badan per 100 lebih tinggi pada bayi yang diberi ASI secara eksklusif. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan energi pada bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif lebih efisien. Rata-rata status gizi baik juga dimiliki pada batita yang Non ASI eksklusif. Pada batita yang Non ASI eksklusif yang memiliki staus gizi baik berdasarkan indeks BB/U sebesar 95,6%, indeks TB/U sebesar 60,9% dan indeks BB/TB sebesar 82,6%. Hal ini menandakan bahwa batita yang mendapatkan ASI eksklusif maupun yang Non ASI eksklusif rata-rata memiliki status gizi baik berdasarkan indeks BB/U, TB/U dan BB/TB. Tabel 26, 27, dan 28 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan status gizi (BB/U, TB/U, dan BB/TB.
51
Tabel 25 Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan status gizi (BB/U) Status Gizi Gizi baik Gizi kurang n % n % 22 95,6 1 4,4 38 97,4 1 2,6 60 96,7 2 3,3
ASI Eksklusif Non ASI Eksklusif ASI Eksklusif Total
Total n 23 39 62
% 100 100 100
Tabel 26 Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan status gizi (TB/U) Status Gizi ASI Eksklusif Non ASI Eksklusif ASI Eksklusif Total
Sangat pendek n % 2 8,7 2 5,1 4 6,5
Pendek n 5 9 14
% 21,7 23,1 22,5
Normal n 14 26 40
% 60,9 66,7 64,5
Tinggi n 2 2 4
% 8,7 5,1 6,5
Total n 23 39 62
% 100 100 100
Tabel 27 Sebaran contoh berdasarkan pemberian ASI eksklusif dan status gizi (BB/TB) Status Gizi ASI Eksklusif Non ASI Eksklusif ASI Eksklusif Total
Sangat pendek n % 0 0 1 2,6 1 1,6
Pendek n 2 2 4
% 8,7 5,1 6,5
Normal n 19 31 50
% 82,6 79,5 80,6
Tinggi n 2 5 7
% 8,7 12,8 11,3
Total n 23 39 62
% 100 100 100
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sebagian besar batita di Sukajadi yang mewakili daerah perdesaan dan Situgede yang mewakili daerah perkotaan berjenis kelamin laki-laki dengan usia rata-rata 23,4 bulan dan berat badan bayi lahir ≥ 2500 gram. Umur ibu di kedua lokasi penelitian tergolong dewasa tengah dengan tingkat pendidikan ibu tergolong tamatan SD dan sebagian besar ibu tidak bekerja. Keluarga contoh di kedua lokasi penelitian tergolong keluarga kecil dan tidak miskin (pendapatan per kapita ≥ 198.772). Pengetahuan IMD ibu di kedua lokasi penelitian tergolong sedang. Hasil uji
beda
menunjukkan
bahwa
tidak
terdapat
perbedaan
nyata antara
pengetahuan IMD di perkotaan dan perdesan (p>0.05). Pertanyaan mengenai berat badan minimal bayi lahir sehat, pengertian inisasi menyusui dini, waktu yang tepat untuk melaksanakan IMD serta cara bayi dalam mencari puting susu ibu dalam pelaksanaan inisiasi menyusui dini merupakan pertanyaan yang paling sedikit dapat dijawab dengan benar oleh ibu di kedua lokasi penelitian. Pelaksanaan IMD di kedua lokasi penelitian sebesar 40%. Hasil uji beda menunjukkan
bahwa
tidak
terdapat
perbedaan
nyata
(p>0,05)
antara
pelaksanaan IMD di kedua lokasi penelitian. Terdapat 93% batita di perkotaan dan 91% batita di perdesaan yang memberikan respon menendang perut ibu serta terdapat 86% batita di perkotaan dan 91% batita di perdesaan yang memberikan respon meremas daerah puting susu ibu. Sebagian besar batita Sukajadi yang mewakili daerah perdesaan dan Situgede yang mewakili daerah perkotaan mendapatkan ASI eksklusif. Lama pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan. Salah satu alasan ibu di kedua lokasi penelitian memberikan ASI eksklusif kepada batitanya karena ASI baik bagi kesehatan. Berdasarkan hasil uji beda menunjukkan tidak terdapat perbedaan (p>0,05) nyata antara pemberian ASI eksklusif di kedua lokasi penelitian. Sebagian besar ibu di kedua lokasi penelitian memberikan kolostrum kepada batitanya. Hasil uji beda menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata (p>0.05) antara pemberian kolostrum di kedua lokasi penelitian. Sebesar 27,4% batita di kedua lokasi penelitian diberi makanan prelaktal dan jenis makanan prelaktal yang banyak diberikan adalah air putih. Sebagian besar batita di kedua lokasi penelitian diberikan susu formula pada usia ≥ 6 bulan. Hasil uji beda kedua lokasi penelitian.
53
Status gizi batita di kedua lokasi penelitian berdasarkan indeks BB/U memiliki status gizi baik. Hasil uji t menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata (p<0.05) antara status gizi batita di perkotaan dan perdesaan. Status gizi batita di kedua lokasi berdasarkan indeks TB/U sebagian besar memiliki status gizi normal. Hasil uji t menunjukkan tidak terdapat perbedaan nyata (p>0,05) antara status gizi di perkotaan dan perdesaan. Status gizi batita di kedua lokasi berdasarkan indeks BB/TB sebagian besar memiliki status gizi normal. Hasil uji t menunjukkan perbedaan nyata antara status gizi di perkotaan dan perdesaan (p<0,05) dimana status gizi daerah perdesaa lebih baik dari perkotaan. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan nyata antara pengetahuan IMD dengan praktek pelaksanaan IMD, antara pelaksanaan inisiasi menyusui dini dengan pemberian ASI eksklusif serta antara pemberian eksklusif dengan status gizi batita BB/U, TB/U dan BB/TB. Saran Pelaksanaan inisiasi menyusui dini di kedua lokasi penelitian masih belum optimal. Masih banyaknya tenaga kesehatan yang belum memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai IMD diduga merupakan salah satu penyebab belum optimalnya pelaksanaan IMD. Selain itu masih banyaknya ibu yang proses persalinannya dibantu oleh dukun beranak yang tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan mengenai IMD. Oleh karena itu perlu adanya pembekalan mengenai tata cara pelaksanaan inisiasi menyusui dini kepada tenaga medis, non medis dan ibu hamil. Perlu adanya kesadaran dari ibu untuk meminta melaksanakan IMD kepada tenaga kesehatan yang menangani proses kelahiran. Selain itu perlu adanya perjanjian antara ibu hamil yang akan melahirkan dengan tenaga medis yang menangani proses kelahiran untuk melaksanakan IMD. Perlu adanya penelitian lanjut mengenai inisiasi menyusui dini dengan sample yang lebih besar. Perlu adanya penelitian lanjut dengan sampel tenaga kesehatan untuk melihat peran tenaga kesehatan dalam pelaksanaan inisiasi menyusui dini.
DAFTAR PUSTAKA [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Berita resmi statistik Provinsi Jawa Barat. Edisi No. 27/07/32/th. [Depkes RI]. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Panduan Pelayanan Kesehatan Bayi Baru Lahir Berbasis Perlindungan Anak. Jakarta : Direktorat Kesehatan Anak Khusus. _______. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta : Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan, Kementrian Kesehatan RI. Depkes & Kessos RI. 2000. Makanan Pendamping Air Susu Contoh (MP-ASI). Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Dinas Kesahatan Jawa Jawa Barat 2010.
Barat. 2010. Pedoman Penilaian Tenaga Kesehatan
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. 2010. Buku Saku Informasi Kesehatan Kabupaten Bogor 2010. [UNDP]. United Nation Development Program. 2003. Menurunkan Angka Kematian Anak. http://www.undp.or.id [18 September 2011]. [WKNPG]. Widya Karya Nasional Pangan Dan Gizi. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi Di Era Otonomi Daerah dan Globaliasasi. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. [WHO] World Health Organization. 2000. Feeding And Nutrition Of Infants And Young Children. Europe : WHO Regional Publications. ________. 2008. Global Data Base on Child Growth and Malnutrition. http://who.int/nutgrowthdb [12 September 2011]. ________. 2010. Early Initiation of Breastfeeding: the Key to Survival and Beyond. Washington D.C : Healthy Life Course Project Family and Community Health. Aprillia Y. 2009. Analisis Sosialisasi Program Inisiasi Menyusui Dini Dan ASI Eksklusif Kepada Bidan Di Kabupaten Klaten [Tesis]. Magester Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi Managemen Kesehatan Ibu dan Anak. Universitas Diponegoro Semarang. Arifah I. 2009. Perbedaan Waktu Keberhasilan Inisiasi Menyusui Dini Antara Persalinan Normal Dengan Caesar Di Ruang AN-Nisa RSI Sutan Agung Semarang [skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan : Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. _____. 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
55
Aritonang I & E Priharsiwi. 2006. Busung Lapar : Potret Buram Anak Indonesia Di Era Otonomi Daerah. Yogyakarta : Media Pressindo. Atmanita & Tatatng SF. 2004. Ananlisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Di dalam Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII. Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. BKKBN. 1998. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Eveline & N Djamaludin. 2010. Panduan Pintar Merawat Bayi Dan Balita. Jakarta : Agromedia Pustaka. Februhartanty J. 2009. ASI dari Ayah Untuk Ibu dan Bayi. Jakarta: Semesta Media. Fitria SY. 2010. Efektifitas Inisiasi Menyusui Dini Terhadap Peningkatan Produksi ASI Di Klinik Bersalin Mariani [skripsi]. Fakultas Keperawatan. Universitas Sumatra Utara. Gibney MJ, Margetts BM, Kearney JM, Arab L. 2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Hartono A, penerjemah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemahan dari: Public Health Nutrition. ________, MM Barrie, MK John, A Leonore. 2005. Public Health Nutrition. Oxford : Blackwell Publishing Ltd. Gunar SD, Gunar YSD. 2000. Psikologi Praktis : Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta : BPK Pustaka Utama. Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Hasanah N. 2009. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Inisiasi Menyusui Dini dengan Pelaksanaan IMD di Ruang Nifas Rumah Sakit Muhammadiyah Gresik [skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Hurlock. 1998. Perkembangan Anak Edisi ke-6. M. Tjandra dan Zarkasih, penerjemah. Jakarta: Erlangga. ISSN. (2010). Perbedaan Kekuatan Kontraksi Uterus Pada Ibu Post Partum Antara Sebelum Dan Sesudah Melaksanakan Inisiasi Menyusui Dini (IMD) [jurnal] vol 1 No 3. Juli 2010. Juliastuti R. 2011. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Status Pekerjaan Ibu, dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini Dengan Pemberian ASI Esklusif [tesis]. Magister Kedokteran Keluarga. Universitas Sebelas Maret. Khomsan A, Anwar F, Riyadi H, Sukandar D, Mudjajanto ES. 2009. Studi Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta Perbaikan Gizi Balita. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor dan Nestle Foundation.
56
________. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahua Gizi. Bogor : Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. _________. 2003. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan. Jakarta : Raja Grafindo Persada. _________. 2004. Peranan Pangan Dan Gizi untuk Kualitas Hidup. Jakarta : PT Grasindo Anggota Ikapi. Kodrat L. 2010. Dahsyatnya ASI & Laktasi Untuk Kecerdasan Buah Hati Anda. Yogyakarta : Media Baca. Krisnatuti D & R Yenrina. 2000. Menyiapkan Makanan Pendamping ASI. Jakarta:Puspa Swara. Kusumawati A. 2010. Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang IMD Dengan Praktek Inisiasi Menyusui Dini Di RB Harapan Bunda, Pajang Surakarta [karya tulis ilmiah]. Program Studi Diploma IV Kebidanan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Megawangi R. 2004. Pendidikan Karakter ; Solusi Yang Tepat untuk Membangun Bangsa. Jakarta : Indonesia Heritage Fondation. Muaris H. 2009. Hidangan Sehat Untuk Ibu Menyusui. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama Mulyani S. 1990. Penelitian Gizi dan Kesehatan. Puslitbang. Bogor. Nasoetion.A & H.Riyadi. 1995. Gizi Terapan. Jakarta: Direktorat Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar Dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Dan Kejuruan, Proyek Peningkatan Pendidikan Dan Kejuruan Non Teknik II. Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Papila DE and SW Olds. 1986. Human Development. USA : Mac Graw-Hill Pediatrics. 2006. Inisiasi Menyusui Dini Tertunda Meningkatkan Resiko Kematian Neonatal [jurnal] vol 117 No 31 hal E380-e386. Permatasari A F. 2010. Hubungan Inisiasi Menyusui Dini Dengan Pemberian ASI Eksklusif Terhadap Kejadian ISPA Dan Diare Pada Bayi Usia 6-7 Bulan Di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. Jurusan Gizi, Poltekses Kemenkes, Malang. Prasetyono DS. 2009. Buku Pintar ASI Eksklusif (Cetakan I). Yogyakarta : Diva Press.
57
Rachmadewi A. 2010. Pengetahuan, Sikap, Dan Praktek Pemberia ASI Serta Status Gizi Bayi Usia 4-12 Bulan Di Perdesaan Dan Perkotaan [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia, IPB. Rahayu RP. 2005. Pengetahuan, Sikap, Dan Perilaku Ibu Dalam Pemberian ASI Dan MP-ASI Pada Anak Batuta Di Perdesaan Dan Perkotaan (Studi kasus di Kelurahan Bangunsari Kecamatan Ponorogo, dan Desa Blembem Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo Propinsi Jawa Timur) [skripsi]. Fakultas Pertanian,Institut Pertanian Bogor. Roesli U. 2001. Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif. Jakarta : PT Elex Media Komputindo. ________ . 2004. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta : Trubus Agriwida. ________. 2008. Inisiasi Menyusui Dini Plus ASI Eksklusif (Cetakan I). Jakarta : Pustaka Bunda. Sears W & Sears M. 2003. The Baby Book. Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta. Siswosuharjo S & F Chakrawati. 2010. Panduan Super Lengkap Hamil Sehat. Depok : Penerbit Plus. Soedjatmiko. 2009. Cara Praktis Membentuk Anak Sehat, Tumbuh Kembang Optimal, Kreatif, Dan Cerdas Multipel. Jakarta : PT. Kompas Media Nusantara. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi Dan Aplikasinya Untuk Keluarga Dan Masyarakat. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional. Suhadjo. 1996. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta : Bumi Aksara bekerjasama dengan Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. ______. 2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta: Bumi Aksara. ______. 1989. Sosio Budaya Gizi. Ministry of Education of Indonesia. Institut Pertanian Bogor. ______. 2000. Mengenal ASI Eksklusif Seri 1. Jakarta : Trubus Agriwidya. ______. 2001. Bayi Sehat Berkat ASI Eksklusif, Makanan Pendamping Tepat Dan Imunisasi Lengkap. Jakarta : Elex Media Komputindo. Supariasa DN, Bakri B, Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Keokteran, EGC. Susanto CE. 2009. Angka Kematian Bayi Di Indonesia. [terhubung berkala] http://bataviase.co.id [23 Februari 2011]. Sutomo B & Anggraini DY. 2010. Menu Sehat Alami Untuk Balita & Batita. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka
58
Triani Y. 2010. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Status Bekerja, dan Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Dini Dengan Pemberian ASI Eksklusif [Tesis]. Magister Kedokteran Keluarga, Universitas Sebelas Maret Solo. Winarno. 1995. Gizi Dan Makanan Bagi Bayi Dan Anak Sapihan. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. World Bank. 2009. Angka Kematian Bayi.http://data.worldbank.org [30 Januari 2011]. Yulianty R. 2010. Pengaruh Peran Tenaga Kesehatan Terhadap Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Di Puskesmas Bromo Kota Medan [tesis]. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara. Yuliarti N. 2010. Keajaiban ASI-Makanan Terbaik Untuk Kesehatan, Kecerdasan, Dan Kelincahan Si Kecil. Yogyakarta : Andi.
LAMPIRAN
60
Lampiran 1 Kuisioner penelitian
Kuesioner Penelitian PENGETAHUAN GIZI IBU DAN PRAKTEK PELAKSANAAN INISIASI MENYUSUI DINI SERTA STATUS GIZI BATITA DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN 1. Nama Ibu Batita 2. Nama Suami 3. Nomor Rumah/RT/RW 4. Desa/Kelurahan 5. No HP/Telp Rumah 6. Tanggal/Jam Wawancara
Kode :
: _________________________ : _________________________ : ____/____ /_____ : 1. Sukajadi 2. Situgede : __________________________ : _______ Mei 2011/ pukul___________
A. KARAKTERISTIK KELUARGA A1 No
A2 Nama
A3 Posisi dalam keluarga
A4 JK
A51 A52 Umur Tahun bulan
A6 Pendidikan
A7 Pekerjaan
A8 Penghasilan
(A3) posisi dalam keluarga : 1. Suami (ayah), 2. Ibu (istri), 3. Anak, 4. Saudara lainya, 5. Kakek/nenek (A4) Jenis kelamin : 1. Laki-laki, 2. Perempuan (A5) Umur (A6) Pendidikan
(A7) Pekerjaan
1. Tidak tamat SD
1. Petani punya lahan 7. PNS
2. Tamat SD
2. Petani tanpa lahan 8. Guru di sekolah
3. Tamat SMP
3. Supir
9. Pegawai swasta
4. Tamat SMA
4. Tukang ojek
10. Buruh pabrik
5. Akademik/D1/D2/D3
5. Tidak bekerja
6. Universitas/Sarjana
6. Wiraswasta
61
B. KARAKTERISTIK BATITA …………………………………………………
1
Nama anak batita
2
Jenis kelamin (lingkari jawaban ! )
3
Tanggal lahir (harus terisi)
……………………….
4
Usia anak balita (bulan)
................................ (isi dalam bulan)
5
Anak ke -
…….....
6
Berat badan lahir
……………kg
1. Laki-laki
2. Perempuan
C. STATUS GIZI BATITA C1
C2
Tinggi badan (cm)
Berat badan (kg)
D. PENGETAHUAN IMD IBU No
1
2.
3.
4.
Pertanyaan A
Jawaban B
C
Kacangkacangan
Daging, ikan, telur, dan susu
Bayam, jeruk, susu
Kacangkacangan
Daging, ikan, telur, dan susu
Bayam, jeruk, telur, susu
Apakah yang dimaksud dengan ASI eksklusif?
Pemberian ASI saja tanpa makanan dan minuman tambahan hingga usia 6 bulan
Pemberian ASI hingga usia 2 tahun
Pemberian ASI disertai dengan makanan dan minuman tambahan
Apakah yang dimaksud dengan MP ASI?
Makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang diberkan pada bayi di bawah usia 6 bulan
Makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang diberikan kepada bayi setelah usia 6 bulan
Kelompok bahan makanan di bawah ini yang banyak mengandung zat gizi protein hewani Kelompok bahan makanan di bawah ini yang banyak mengandung zat gizi protein nabati
Makanan tambahan sebagai pendamping ASI yang diberikan 1 hari setelah bayi dilahirkan
Jawaban responden
62
5.
Sampai usia berapa ASI eksklusif diberikan?
3 bulan
4 bulan
6 bulan
6.
ASI sebaiknya diberikan sejak
1 hari setelah kelahiran
2 hari setelah kelahiran
Segera setelah bayi dilahirkan
Berat badan lahir minimal untuk bayi yang dikatakan sehat:
3,5 kg
2,5 kg
3 kg
Apakah yang dimaksud dengan kolostrum?
ASI yang keluar pertama kali dan berwarna jernih kekuningan
ASI yang keluar setelah 2 minggu kelahiran
Cairan terakhir yang dihasilkan ibu
Apakah yang dimaksud dengan IMD (Inisiasi Menyusui Dini)?
Menyusui bayi sesaat setelah lahir
Menyusui bayi 1 jam setelah lahir
Menyusui bayi 2 jam setelah lahir
Kapankan IMD sebaiknya dilakukan?
Sesaat setelah bayi lahir dan dipotong tali pusarnya
Setelah bayi dimandikan, diberi tetes mata dan disuntik vitamin K
Setelah bayi dimandikan dan diberi susu formula
Cara melakukan IMD disebut pula
Pemberian susu formula setelah bayi dilahirkan
Pemberian obat tetes mata dan suntikan vitamin K
Merangkak untuk mencari puting susu secara alamiah
Dipotong tali pusarnya dan diletakkan di perut ibu
Diberikan tetes mata dan suntikan vitamin K
Diberikan susu formula
Di bantu tenaga medis
Dibiarkan mencari sendiri
Langsung diarahkan ke puting susu
Terlentang
Miring
Tengkurap
Caesar
Normal
Aborsi
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Dalam pelaksanaan IMD, setelah bayi dilahirkan sebaiknya : Dalam pelaksaan IMD, bayi yang mencari puting susu ibu sebaiknya: Dalam pelaksanaan IMD, posisi bayi yang benar ketika diletakkan di atas perut ibu adalah : Persalinan pendukung IMD adalah :
63
16.
17.
Lama pelaksanaan IMD adalah sekitar Setelah melahirkan, sebaiknya bayi dan ibu :
18. Salah satu manfaat IMD bagi ibu adalah : 19. Salah satu manfaat IMD bagi bayi adalah :
20.
Salah satu penghambat terlaksananya IMD adalah:
3 jam
2 jam
1 jam
Di rawat terpisah
Dirawat gabung dan tidak dijauhkan dari jangkauan ibu selama 24 jam
Dipisahkan sampai 1 hari setelah melahirkan
Meningkatkan rasa nyeri setelah melahirkan
Mempercepat pengeluaran plasenta dan mengurangi pendarahan
Menurunkan suhu tubuh bayi sehingga bayi kedinginan
Meningkatkan angka kematian bayi akibat kedinginan
Rawat gabung antara ibu dan anak
Persalinan yang dilakukan secara Normal
Menghambat pengeluaran plasenta dan memperparah pendarahan Memberi rasa nyaman, aman, dan lebih mudah menyusui dikemudian hari Rendahnya pengetahuan tenaga kesehatan mengenai IMD
E. PRAKTEK INISIASI MENYUSUI DINI 1
2
3
4
5
6
7
8
Apakah suami atau keluarga mendampingi ibu saat melahirkan? a. Ya b. Tidak Apakah ketika melahirkan, rangsangan untuk kontraksi terjadi secara alami? a. Ya b. Tidak Apakah setelah melahirkan bayi langsung dipotong tali pusarnya? a. Ya b. Tidak Apakah bayi dikeringkan setelah dilahirkan? (Di lap saja) a. Ya b. Tidak Apakah bayi langsung diletakkan di atas perut ibu sesaat setelah dilahirkan dan dikeringkan? a. Ya b.Tidak Apakah bayi berusaha mencari puting susu ibu setelah diletakkan di atas perut ibu? a. Ya b. Tidak Apakah bayi menendang-nendang perut ibu ketika mencari puting susu? a. Ya b. Tidak Apakah bayi meremas-remas puting susu ibu ketika mencari puting susu? a. Ya b. Tidak
64
9
10
11
12
Apakah bayi menjilati kulit ibu ketika mencari puting susu? a. Ya b. Tidak Apakah dalam usaha mencari puting susu ibu, setelah mendekati puting susu, bayi membuka mulut lebar dan mulai menghisap? a. Ya b. Tidak Apakah dalam waktu 1 jam, bayi sudah berhasil mendapatkan puting susu ibu? a. Ya b. Tidak Apakah setelah melahirkan dilakukan rawat gabung selama 24 jam antara ibu dan bayi? a. Ya b. Tidak F. PEMBERIAN ASI Eksklusif
1.
Apakah ibu memberikan kolostrum?
2.
Jika tidak diberikan kolostrum apakah alasan ibu?
3.
Pemberian makanan prelaktal
4.
Jenis makanan prelaktal (madu, air putih, susu formula, dll)
5
Kapan mulai memberikan susu formula
6.
Apakah anak diberikan ASI eksklusif?
7.
Berapa lama ibu memberikan ASI Eksklusif
8.
Alasan pemberian ASI Eksklusif
a. Ya b. Tidak a. Cair, kotor, dan berbau amis b. tidak diperbolehkan c. lainnya sebutkan... a. Ya b. Tidak
a. b. c. d. a. b. c.
< 6 bulan ≥ 6 bulan Ya Tidak 6 bulan 4-5 bulan < 4 bulan
65
Lampiran 2 Hasil uji korelasi Spearman antar variabel
Pengetahuan Pelaksanaan Pemberian Status Status Gizi Inisiasi Menyusui Inisiasi ASI Eksklusif Gizi BBU TBU Dini Ibu Menyusui Dini Pengetahuan Inisiasi Menyusui Correlation Coefficient Dini Ibu Sig. (2-tailed) N Pelaksanaan Inisiasi Menyusui Correlation Coefficient Dini Sig. (2-tailed)
.084
1.000 .
Correlation Coefficient
.158
.087
1.000
Sig. (2-tailed)
.220
.503
.
62
62
62
Correlation Coefficient
-.104
.036
-.049
Sig. (2-tailed)
.422
.781
.707
.
62
62
62
62
Correlation Coefficient
-.050
.221
.004
.000
1.000
Sig. (2-tailed)
.697
.084
.973
1.000
.
62
62
62
62
62
Correlation Coefficient
.113
-.214
.054
.196
-.285
Sig. (2-tailed)
.382
.096
.676
.126
.025
.
62
62
62
62
62
62
N Status Gizi BBTB
62
62
N Status Gizi TBU
.
62
N Status Gizi BBU
1.000
.516
N Pemberian ASI Eksklusif
Status Gizi BBTB
N *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
1.000
*
1.000