PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena sagu merupakan tanaman hutan bukan kayu. Tanaman sagu merupakan tumbuhan hutan liar yang mulai dibudidayakan agar menghasilkan produktivitas yang optimal. Kegiatan budidaya sagu yang dilakukan oleh PT National Sago Prima yaitu pembukaan lahan, pembibitan, penanaman, penyulaman, pemeliharaan dan pemanenan. Pembukaan lahan yang dilakukan meliputi blocking area dan stacking. Pembibitan terdiri atas pengambilan anakan dan persemaian. Penanaman dan penyulaman meliputi pemancangan, pembuatan lubang tanam, dan penanaman. Pemeliharaan terdiri atas pengendalian gulma secara manual dan kimia, serta penjarangan anakan. Selain itu dilakukan kegiatan pemanenan yang meliputi tahapan dan sistem pemanenan. Pemeliharaan pada PT National Sago Prima dilakukan rutin dan intensif untuk menjaga produktivitas yang dihasilkan. Pemeliharaan yang dilakukan yaitu pengendalian gulma secara manual dan kimia serta penjarangan anakan. Pemupukan belum dilakukan pada perkebunan sagu milik PT National Sago Prima. Hal ini dikarenakan belum adanya hasil yang optimum dari pemupukan yang pernah dilakukan sebelumnya. Selain itu belum ada dosis dan rekomendasi yang tepat sebagai acuan dalam melakukan pemupukan. Penentuan acuan dalam melakukan pemupukan masih dalam penelitian. Pengendalian hama dan penyakit sudah dilakukan secara optimal pada perkebunan sagu. Pengendalian dilakukan dengan pencegahan terhadap serangan hama dan penyakit. Pencegahan yang dilakukan yaitu pada tanaman sagu dan pembibitan. Kebersihan kebun perlu dilakukan secara rutin untuk mengurangi vektor cendawan, hama dan penyakit. Hama yang menyerang tanaman sagu yaitu anai-anai (rayap), babi, dan ulat sagu. Ulat sagu (Rynchophorus Ferrugineus Oliver) merupakan larva dari kumbang yang menyerang batang sagu. Kumbang tersebut meletakkan telur pada banir anakan atau batang sagu yang terluka.
47
Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, selain itu merendam bibit dengan larutan fungisida sebelum disemai. Hama yang menyerang bibit di persemaian yaitu belalang dan ulat. Serangan hama tersebut tidak merugikan karena tidak sampai menyebabkan kematian bibit hanya terjadi kerusakan pada daun-daun bibit. Penyakit yang menyerang pada bibit di persemaian adalah busuk pangkal batang yang disebabkan cendawan (Penicillium sp dan Aspergillus sp). Bibit yang terserang menjadi mengering dan mati. Kegiatan budidaya yang menjadi fokus kerja PT National Sago Prima saat ini adalah pembukaan lahan, pembibitan, dan penyulaman. Ketiga kegiatan tersebut menjadi fokus kerja PT National Sago Prima karena masih banyak lahan perusahaan yang belum ditanami tanaman sagu dan banyak tanaman sagu yang mati pada divisi yang sudah ditanami. Pembukaan lahan untuk budidaya sagu membutuhkan bibit yang akan ditanam lebih banyak dibandingkan penyulaman pada divisi yang sudah ada tanaman sagu. Kebutuhan bibit untuk penanaman pada lahan yang baru dibuka divisi 5 dan 7 yaitu sekitar 250 000 bibit dan penyulaman pada divisi 1 - 4 sekitar 150 000 bibit. PT National Sago Prima bekerjasama dengan PT Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri IPB dalam pemenuhan bibit untuk penanaman dan penyulaman. Selain itu dilakukan kerjasama dengan BPPT untuk menyediakan bibit yang masih belum terpenuhi. Kebutuhan bibit yang sangat banyak tidak hanya dapat dipenuhi oleh PT Prima Kelola Agribisnis dan Agroindustri IPB dan BPPT karena dalam menyiapkan bibit sagu yang unggul dan berkualitas dibutuhkan penanganan dan waktu yang lama. PT National Sago Prima juga melakukan swakelola pembibitan pada setiap Divisi 1, 2, 3 dan 4. Kebutuhan bibit yang banyak dan dibutuhkan dalam waktu yang cepat mengakibatkan kurang berkualitasnya bibit yang dihasilkan. Bibit yang ditanam tidak sesuai dengan kriteria bibit siap tanam, banyak bibit yang tidak berdaun, petiol patah akibat kesalahan dalam pelangsiran. Kriteria bibit yang tidak sesuai juga disebabkan karena kurang terseleksinya bibit baik sebelum disemai maupun setelah siap salur.
48
Pertumbuhan bibit siap salur yang berkualitas baik dan seragam dibutuhkan dalam penanaman. Hal ini dikarenakan pertumbuhan bibit di persemaian dapat menentukan pertumbuhan di lapang. Bibit yang mempunyai perakaran yang kuat dan tunas yang banyak dapat lebih bertahan di lapang. Perlu dilakukan perlakuan yang tepat pada persemaian agar menghasilkan bibit yang unggul. Salah satu perlakuan yang dilakukan yaitu pemangkasan dan aplikasi hormon organik pada petiol bibit sagu di persemian.
Pemangkasan dan Aplikasi Hormon Organik Pada Petiol Bibit Sagu Di Persemaian Pembibitan sagu dapat dilakukan dengan perbanyakan vegetatif maupun generatif. Perbanyakan secara vegetatif lebih banyak dilakukan karena selain menghasilkan anakan yang memiliki kesamaan secara fenotip dan genotip dengan induknya, ketersediaan bibit untuk perbanyakan lebih banyak dibandingkan dengan ketersediaan benih generatif. Benih generatif sulit didapatkan karena umumnya pohon sagu dipanen pada fase berbunga dan belum membentuk buah, selain itu benih yang dihasilkan fertil akibat dari pembungaan yang tidak serempak. Pembibitan sagu menggunakan anakan dilakukan dengan sistem persemaian di kanal. Sistem tersebut masih perlu dilakukan upaya perbaikan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas. Persentase bibit hidup di persemaian yaitu berkisar antara 70-90%, namun di lapang pertumbuhannya dapat lebih rendah. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kondisi bibit, cuaca, dan hama penyakit. Seleksi bibit yang baik perlu dilakukan sebelum persemaian bibit, karena hal itu mempengaruhi kondisi bibit. Selain itu perbaikan persemaian dengan pemeliharaan bibit mulai dari awal persemaian sampai akhir persemaian perlu dilakukan untuk menambah presentase kehidupan bibit. Salah satunya dengan pemangkasan petiol dan pemberian hormon. Hasil dari percobaan pemangkasan dan pemberian hormon organik pada petiol bibit sagu di persemaian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh dari kedua faktor tersebut terhadap persentase kehidupan bibit dan pertumbuhan vegetatif selama di persemaian dapat dilihat pada Tabel 1.
49
Tabel 1. Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pengaruh pemangkasan (P), aplikasi hormon organik (H), dan interaksi PxH, terhadap persentase kehidupan bibit, jumlah daun, panjang daun pangkasan, panjang daun baru, jumlah anak daun pangkasan, jumlah anak daun baru, panjang anak daun pangkasan, panjang anak daun baru, lebar anak daun pangkasan dan lebar anak daun baru Peubah
Persentase kehidupan bibit
Jumlah daun
Panjang daun pangkasan
Panjang daun baru
MSA 0 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
P ** ** ** ** ** ** ** ** ** tn * tn tn tn ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** * ** * tn tn tn tn tn
H tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn * tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn *
P*H tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn ** tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
KK 4.86 8.71 9.56 10.1 10.93 12.39 12.88 12.55 12.66 4.4 5.08 8.68 9.31 8.05 9.09 16.41 17.97 16.14 19.98 18.73 17.91 18.69 18.62 18.07
19.47 112.57 75.61 71.48 80.14 54.39 43.32 29.37
19.99
Ket : Pemangkasan (P), aplikasi Hormon Organik (H), tidak berbeda nyata (tn), berbeda nyata (*), sangant berbeda nyata (**), koefisien keragaman (kk).
50
Peubah
Jumlah anak daun pangkasan
Jumlah anak daun baru
Panjang anak daun pangkasan
Panjang anak daun baru
Lebar anak daun Pangkasan
Lebar anak daun baru
MSA
P
H
P*H
KK
3
tn
tn
tn
32.44
4
tn
tn
tn
35.94
5
tn
tn
tn
38.20
6
tn
tn
tn
28.81
7
tn
tn
tn
26.83
8
tn
tn
tn
27.44
6
tn
tn
tn
7.58
7
tn
tn
*
11.27
8
tn
tn
tn
19.60
3
**
tn
tn
16.54
4
**
tn
tn
21.06
5
**
tn
tn
25.47
6
**
tn
tn
22.83
7
**
tn
tn
17.64
8
**
tn
tn
19.21
6
tn
tn
tn
14.57
7
tn
tn
tn
19.42
8
tn
tn
tn
21.60
3
tn
tn
tn
17.12
4
tn
tn
tn
27.76
5
tn
tn
tn
16.30
6
tn
tn
tn
13.96
7
tn
*
tn
9.30
8
tn
tn
tn
47.25
6
tn
tn
tn
14.57
7
tn
tn
tn
19.42
8
tn
tn
tn
21.60
Ket : Pemangkasan (P), aplikasi Hormon Organik (H), tidak berbeda nyata (tn), berbeda nyata (*), sangant berbeda nyata (**), koefisien keragaman (kk).
51
Pemangkasan mempengaruhi persentase kehidupan dan beberapa pertumbuhan vegetatif bibit sagu di persemaian. Pemangkasan berpengaruh sangat nyata pada 0 hingga 8 MSA (Minggu Setelah Aplikasi) terhadap persentase kehidupan bibit. Pemangkasan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang daun pangkas dan panjang anak daun pangkasan pada 1 hingga 8 MSA. Pemangkasan juga berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pada 2 MSA dan berpengaruh sangat nyata pada 6 hingga 8 MSA. Selain itu, pemangkasan berpengaruh nyata terhadap panjang daun baru pada 1 dan 3 MSA serta berpengaruh sangat nyata pada 2 MSA. Secara umum perlakuan pemberian hormon organik tidak berpengaruh nyata terhadap persentase kehidupan bibit dan pertumbuhan vegetatif bibit sagu di persemaian. Pemberian hormon organik berpengaruh nyata pada 2 MSA terhadap jumlah daun. Perlakuan pemberian hormon organik berpengaruh nyata terhadap panjang daun baru pada 8 MSA. Selain itu pada 7 MSA, pemberian hormon organik berpengaruh nyata terhadap lebar anak daun pangkasan. Interaksi antara pemangkasan dan pemberian hormon organik berpengaruh sangat nyata pada 1 MSA terhadap panjang daun pangkasan. Interaksi antara pemangkasan dan pemberian hormon organik juga berpengaruh nyata terhadap jumlah anak daun baru pada 7 MSA. Interaksi antara pemangkasan dan pemberian hormon organik tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap persentase kehidupan bibit, jumlah daun, panjang daun baru, jumlah anak daun pangkasan, panjang anak daun pangkasan dan baru, dan lebar anak daun pangkasan dan baru.
Persentase Kehidupan Bibit Persentase kehidupan bibit didapatkan dari jumlah bibit yang hidup di persemaian dari 0 Minggu Setelah Aplikasi (MSA) hingga 8 MSA. Persentase bibit yang hidup menurun tiap minggunya. Menurut Irawan et al. (2009) bibit sagu yang berasal dari induk yang ditanam di lahan gambut mampu hidup di persemaian sekitar 70-90%. Bibit sagu yang digunakan yaitu bibit sagu berduri, berdasarkan penelitian Maulana (2011) presentase bibit hidup jenis sagu tidak berduri lebih besar dibandingkan bibit sagu berduri. Pada Gambar 14 terlihat bahwa pada awal minggu setelah aplikasi persentase pertumbuhan bibit antara 80-
52
100 %, namun terjadi penurunan persentase kehidupan bibit hingga 2 MSA. Setelah melewati 2 MSA persentase bibit yang hidup semakin menurun namun penurunannya tidak curam hingga 8 MSA.
Gambar 13. Persentase Kehidupan Bibit Data sidik ragam persentase kehidupan bibit menunjukkan bahwa interaksi antara kedua faktor tidak berbeda nyata pada 0 hingga 8 MSA. Namun, berdasarkan rata-rata perlakuan yang memiliki persentase kehidupan bibit yang besar pada 8 MSA yaitu perlakuan dengan pemangkasan 20 cm dari atas banir dan tanpa hormon organik (P1H0) sebesar 87. 78 %, sedangkan perlakuan dengan pemangkasan 30 cm dari atas banir dan aplikasi hormon 3 ml/l (P2H2) pada 8 MSA memiliki persentase kehidupan bibit terendah dengan 56.67 %. Pemangkasan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap persentase kehidupan bibit. Pada interaksi kedua faktor, pemangkasan 20 cm dari atas banir memberikan pengaruh paling nyata (Tabel 2). Pengaruh pemangkasan 20 cm dari atas banir (P1) lebih tinggi persentase kehidupan bibitnya dibandingkan perlakuan tanpa pangkas (P0) dan pemangkasan 30 cm dari atas banir (P2).
53
Tabel 2. Pengaruh Pemangkasan (P) terhadap Persentase Kehidupan Bibit Perlakuan Pemangkasan
MSA 0
1
2
3
4
5
6
7
8
24.25a
23.58a
……………………...%................................... P0
26.92b
26.50b
26.42a
26.25a
25.58a
24.58a
24.42a
P1
29.83a
28.75a
26.58a
26.10a
25.92a
25.83a
25.75a
25.67a
25.50a
P2
29.10a
25.42b
21.92b
21.50b
21.25b
21.17b
20.92b
20.58b
19.67b
Uji F ** ** ** ** ** ** ** ** ** Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %
Daun dari anakan yang tidak dipangkas akan merespon dengan cepat proses transpirasi, sehingga tingkat kematian bibit meningkat (Irawan, 2010). Persentase kehidupan bibit di persemaian dipengaruhi oleh kondisi bibit, lingkungan persemaian, dan hama penyakit. Kondisi bibit Selama akar belum terbentuk di persemaian, nutrisi yang didapatkan bibit seluruhnya berasal dari banir. Setelah akar terbentuk bibit mendapatkan nutrisi selain dari banir juga berasal dari air kanal. Hama penyakit yang dominan di persemaian sistem kanal yaitu belalang, ulat dan cendawan. Pemangkasan mempengaruhi persentase kehidupan bibit di persemaian. Pemangkasan 20 cm dari atas banir membuat bibit lebih dapat bertahan hidup karena nutrisi yang diberikan banir hanya diberikan pada petiol setinggi 20 cm, sedangkan pangkasan yang lebih tinggi membutuhkan nutrisi yang lebih banyak dari banir. Pemberian hormon organik tidak berpengaruh nyata terhadap persentase kehidupan bibit. Pemberian hormon maupun tanpa pemberian hormon jumlah bibit yang hidup tidak berbeda. Hal ini menunjukkan lebih efisien dan efektif tidak melakukan pemberian hormon. Faktor yang mempengaruhinya yaitu cuaca, pemberian konsentrasi dan cara aplikasi. Cuaca panas dapat membuat bibit lebih cepat berespirasi sehingga petiol cepat mengering sebelum hormon masuk ke dalam jaringan. Konsentrasi hormon yang digunakan terlalu kecil sehingga tidak terlalu berpengaruh, selain itu cara aplikasi yang digunakan tidak tepat karena pengolesan hormon pada bekas pangkasan terhalang oleh getah yang keluar dari bibit.
54
Pertumbuhan Vegetatif Bibit Sagu
Jumlah Daun Jumlah daun dihitung berdasarkan daun yang keluar dari bibit setelah aplikasi pemangkasan dan pemberian hormon, terdiri atas daun pangkasan dan daun baru. Daun pangkasan yaitu daun yang tumbuh setelah dipangkas, sedangkan daun baru yaitu daun yang tumbuh mulai dari tunas. Jumlah daun pangkasan hanya satu sedangkan jumlah daun baru lebih dari satu petiol.
Gambar 14. Jumlah Daun Interaksi antara pemangkasan dan aplikasi hormon tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, namun perlakuan pangkasan 20 cm dari atas banir dan tanpa aplikasi hormon (P1H0) menunjukkan hasil yang lebih baik. Berdasarkan Gambar 15 jumlah daun pada setiap perlakuan memiliki jumlah yang sama dari 1 MSA hingga 6 MSA yaitu rata-rata sebanyak 1.0 sampai 1.5 daun. Pada akhir pengamatan yaitu 7 hingga 8 MSA mengalami peningkatan jumlah daun terutama perlakuan P1H0 (pemangkasan 20 cm dari atas banir dan tanpa hormon organik). Pada 8 MSA jumlah daun P1H0 rata-rata mencapai 2.02 daun. Jumlah daun terkecil dimiliki oleh perlakuan P0H1 yaitu kontrol tanpa pemangkasan dan konsentrasi hormone 1 ml/l sebanyak 1.23 daun.
55
Perlakuan pemangkasan memberikan pengaruh terhadap jumlah daun (Tabel 3). Pemangkasan berpengaruh nyata pada 2 MSA dan berpengaruh sangat nyata mulai 6 hingga 8 MSA. Pemangkasan berpengaruh pada 2 MSA karena pada minggu tersebut banyak tunas atau daun baru yang muncul, namun minggu selanjutnya tidak berpengaruh nyata. Setelah 5 MSA, pemangkasan berpengaruh sangat nyata hingga 8 MSA. Persemaian 5 MSA artinya sama dengan persemaian 9 MSS (Minggu Setelah Semai) atau lebih dari dua bulan karena aplikasi dilakukan satu bulan setelah semai. Menurut Flach (1983) bibit sagu yang tumbuh dapat mengeluarkan 1 - 2 daun setiap bulannya. Tabel 3. Pengaruh Pemangkasan (P) dan Aplikasi Hormon Organik (H) terhadap Jumlah Daun Perlakuan
MSA 1
2
Pemangkasan
3
4
5
6
7
8
…………………daun.............................
P0
1.02
1.02b
1.04
1.10
1.17
1.20b
1.24b
1.32b
P1
1.04
1.09a
1.13
1.20
1.25
1.40a
1.60a
1.70a
P2
1.06
1.09a
1.10
1.17
1.21
1.29b
1.38b
1.45b
Uji F
tn
*
tn
tn
tn
**
**
**
H0
1.03
1.06ab
1.08
1.14
1.20
1.31
1.50
1.60
H1
1.04
1.06ab
1.08
1.13
1.18
1.27
1.34
1.40
H2
1.02
1.04b
1.06
1.12
1.17
1.28
1.38
1.46
H3
1.07
1.11a
1.14
1.24
1.28
1.34
1.42
1.50
Hormon Organik
…………………daun.............................
Uji F tn * tn tn tn tn tn tn Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %
Daun yang muncul pada bibit dipengaruhi oleh perlakuan pemangkasan. Pemangkasan pendek yaitu 20 cm dari atas banir (P1) memiliki jumlah daun lebih banyak daripada tanpa pemangkasan (P0) dan pemangkasan 30 cm dari atas banir (P2). Hal ini karena pemangkasan yang pendek dekat dengan titik tumbuh, sehingga memacu pertumbuhan tunas atau daun baru. Penguapan dari pangkasan 20 cm di atas banir lebih sedikit sehingga pertumbuhan bibit lebih baik, cadangan air digunakan untuk pembentukan daun baru. Menurut Bintoro et al. (2008) bibit
56
yang dipotong paling pendek mengakibatkan respirasi lebih rendah, sehingga fotosintesis digunakan untuk pertumbuhan daun. Bibit yang diberi hormon maupun tidak diberi hormon memiliki rataan jumlah daun yang tidak jauh berbeda. Data sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian hormon organik berpengaruh nyata hanya pada 2 MSA. Pemberian hormon organik dengan konsentrasi tinggi 5 ml/l menunjukkan hasil jumlah daun tertinggi pada minggu tersebut. Berdasarkan penelitian Bintoro et al. (2008) pemberian dua jenis zat pengatur tumbuh (MPA dan Ston-F) tidak memacu pertumbuhan daun, namun pemberian semua konsentrasi MPA dapat meningkatkan jumlah daun.
Panjang Daun Pangkasaan Daun pangkasan yaitu daun yang muncul setelah dilakukan pemangkasan. Awal-awal muncul masih berupa petiol setelah itu daun mulai mekar. Perlakuan pemangkasan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang daun pangkasan, sedangkan pemberian hormon organik tidak mempengaruhi panjang daun pangkasan pada seluruh pengamatan. Perlakuan interaksi antara pemangkasan dan pemberian hormon organik memberikan pengaruh nyata terhadap panjang daun pangkasan pada pengamatan 1 MSA (Tabel 4). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa interaksi perlakuan pemangkasan 20 cm dari atas banir dan tanpa hormon organik (P1H0) pada 1 MSA memberikan pengaruh paling besar dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa pemangkasan dengan menyisakan daun paling pendek membuat respirasi lebih rendah, sehingga fotosintesis digunakan untuk pertumbuhan panjang daun. Selain itu, persemaian dapat lebih efisien dan efektif dengan tidak dilakukan pemberian hormon.
57
Tabel 4. Interaksi antara Pemangkasan (P) dengan Aplikasi Hormon Organik terhadap Panjang Daun Pangkasan MSA
Perlakuan
1
2
3
…………cm………..
P0
P1
P2
H0
3.08cd
5.36
7.90
H1
4.41bc
7.93
10.98
H2
3.75c
6.62
9.63
H3
2.16d
3.91
5.67
H0
6.62a
12.66
18.48
H1
5.66ab
10.84
15.23
H2
5.98ab
11.64
17.97
H3
5.72ab
11.88
17.42
H0
6.55a
12.13
17.33
H1
5.34ab
11.07
16.20
H2
3.78bc
8.26
11.99
H3
5.96ab
10.73
14.96
Uji F ** tn tn Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %
Pemangkasan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang daun pangkasan (Tabel 5). Pemangkasan yang paling cepat pertumbuhan panjang daun pangkasannya yaitu P1 (pemangkasan 20 cm dari atas banir). Mc Kamey dalam Bintoro et al., (2008) mengatakan bahwa pemangkasan daun akan merangsang pertumbuhan daun dan menurut Atminingsih (2006) pada awal pertumbuhan, luas daun yang dipangkas menurun tetapi kemudian meningkat. Tabel 5. Pengaruh Pemangkasan (P) terhadap Panjang Daun Pangkasan Perlakuan Pemangkasan
MSA 1
2
3
4
5
6
7
8
…………………..cm.............................. P0
3.35b
5.96b
8.55b
11.49c
14.56c
16.69b
18.82c
21.76b
P1
5.99a
11.76a
17.28a
22.06a
25.73a
29.01a
32.14a
33.86a
P2
5.41a
10.55a
15.12a
19.06b
22.20b
25.36a
27.81b
29.84a
Uji F ** ** ** ** ** ** ** ** Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %
58
Panjang Daun Baru Daun baru yaitu daun yang muncul setelah daun pangkasan, jumlah daun baru bisa lebih dari satu tunas. Berdasarkan hasil sidik ragam, pemangkasan berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang daun baru hanya pada 1 MSA hingga 3 MSA (Tabel 6). Selanjutnya pemangkasan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan panjang daun baru. Pertumbuhan panjang daun baru lebih cepat bila dibandingkan dengan pertumbuhan panjang daun pangkasan. Perlakuan P1 (pangkas 20 cm dari atas banir) menunjukkan hasil yang paling panjang dari perlakuan lainnya pada 2 MSA hingga 3 MSA. Namun, pada akhir pengamatan perlakuan pemangkasan tidak berbeda nyata. Bibit yang diambil dari rumpun yang telah dipanen memiliki usia yang telah cukup tua dan banir cukup keras. Bibit tersebut memiliki bobot yang tinggi, sehingga kandungan pati dan kadar air lebih tinggi. Kandungan pati dan kadar air digunakan untuk pertumbuhan bibit dipersemaian sehingga pertumbuhannya lebih baik. Tabel 6. Pengaruh Pemangkasan (P) dan Aplikasi Hormon Organik (H) terhadap Panjang Daun Baru MSA 1 2 3 4 5 6 7 8 Pemangkasan …………………..cm.............................. P0 0.63b 1.56b 7.42b 13.83 3.43 29.91 37.05 40.08 P1 2.94ab 12.73a 21.32a 21.44 26.30 26.41 31.87 37.73 P2 3.74a 10.41a 16.45ab 20.37 27.36 30.03 34.03 40.48 Uji F * ** * tn tn tn tn tn Hormon Organik …………………..cm.............................. H0 2.21 7.81 14.96 19.22 22. 41 27.26 32.26 34.79b H1 2.28 8.75 14.64 20.39 28.04 28.67 35.13 41.70ab H2 1.41 5.66 11.18 14.54 23.99 24.63 28.24 33.53b H3 3.84 10.72 19.48 20.04 28.34 34.58 41.64 47.70a Uji F tn tn tn tn tn tn tn * Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 % Perlakuan
Pemberian hormon organik berpengaruh nyata terhadap panjang daun baru pada 8 MSA. Daun baru yang terpanjang pada 8 MSA yaitu H3 (pemberian hormon dengan konsentrasi 5 ml/l) sepanjang 47.70 cm. Hasil penelitian Junaidi (2005) menunjukkan bahwa perlakuan pemberian dosis Rootone-F 2 gram/abut
59
memberikan nilai panjang tunas lebih panjang bila dibandingkan dengan dosis 0, 0.5, 1, dan 1,5 gram/abut. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian hormon dengan konsentrasi paling tinggi menyebabkan suplai hormon semakin banyak pada bibit sehingga perpanjangan daun baru menjadi lebih cepat.
Jumlah Anak Daun Baru Anak daun baru merupakan anak daun yang muncul dari daun baru. Daun baru merupakan daun yang muncul setelah daun pangkasan muncul. Anak daun baru muncul pertama kali pada 2 MSA dan muncul seluruhnya pada 6 MSA. Interaksi kedua faktor yaitu pemangkasan dan pemberian hormon organik memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah anak daun baru pada 7 MSA (Tabel 7). Tabel 7. Interaksi antara Pemangkasan (P) dengan Aplikasi Hormon Organik terhadap Jumlah Anak Daun Baru MSA
Perlakuan
6
7
8
……………...helai……………….
P0
P1
P2
H0
0.00
0.00
47.00
H1
50.00
50.00abc
54.50
H2
51.00
53.00ab
50.33
H3
36.00
42.50bcd
45.58
H0
48.00
50.50abc
47.67
H1
35.00
40.50cd
43.80
H2
41.00
51.50ab
52.50
H3
39.00
38.17d
50.33
H0
45.33
50.00abc
46.53
H1
40.33
45.89abcd
46.42
H2
48.00
36.33d
45.50
H3
56.00
56.75a
52.92
Uji F tn * tn Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %
Penambahan jumlah anak daun baru pada bibit sagu dipersemaian sebagian besar berasal dari pati yang terdapat banir dan hanya sedikit dari hasil fotosintesis daun pangkasan. Pada saat pembentukan anak daun baru, akar yang
60
muncul pada bibit masih sedikit dan hanya terdapat 1 daun sehingga diduga hasil fotosintesis dari daun pangkasan masih sedikit. Jumlah anak daun baru yang muncul terbanyak pada 7 MSA terdapat pada perlakuan P2H3, yaitu pemangkasan 30 cm dari atas banir (P2) dengan pemberian hormon organik konsentrasi 5ml/l (H3).
Panjang Anak Daun Pangkasan Panjang anak daun pangkasan diukur dari pangkal hingga ujung anak daun pangkasan. Anak daun pangkasan yang diukur yaitu anak daun yang memiliki panjang dan lebar paling besar diantara anak daun lainnya. Panjang anak daun pangkasan diukur bersamaan dengan jumlah anak daun pangkasan. Anak daun pangkasan muncul pertama kali pada 1 MSA dan muncul seluruhnya pada 3 MSA. Pemangkasan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang anak daun pangkasan dari 3 hingga 8 MSA (Tabel 8). Tabel 8. Pengaruh Pemangkasan (P) terhadap Panjang Anak Daun Pangkasan MSA
Perlakuan Pemangkasan
3
4
P0
39.40a
40.33a
40a
41.63a
37.49a
36.11a
P1
20.15b
21.72b
23.44b
24.51b
24.43b
24.43b
P2
18.11b
20.98b
23.09b
23.54b
24.40b
25.41b
5
6
7
8
…………………..cm..............................
Uji F ** ** ** ** ** ** Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %
Perlakuan tanpa pemangkasan (P0) menunjukkan nilai panjang anak daun paling tinggi. Hal ini disebabkan karena daun yang dipangkas jumlah anak daunnya tidak muncul seluruhnya dan terpangkas saat anak daun belum membuka. Anak daun yang keluar dari daun pangkasan memiliki panjang yang lebih rendah dari daun yang tidak dipangkas karena anak daun yang paling panjang sudah terpangkas.
61
Lebar Anak Daun Pangkasan Lebar anak daun pangkasan diukur pada bagian tengah anak daun pangkasan. Anak daun pangkasan yang diukur yaitu anak daun yang memiliki panjang dan lebar paling besar diantara anak daun lainnya. Lebar anak daun pangkasan diukur bersamaan dengan jumlah anak daun pangkasan. Anak daun pangkasan muncul pertama kali pada 1 MSA dan muncul seluruhnya pada 3 MSA. Pemberian hormon organik berpengaruh nyata terhadap lebar anak daun pangkasan pada 7 MSA (Tabel 9). Tabel 9. Pengaruh Aplikasi Hormon Organik (H) terhadap Lebar Anak Daun Pangkasan Perlakuan Hormon Organik
MSA 3
4
5
6
7
8
…………………..cm.............................. H0
2.73
2.80
3.10
3.06
2.92bc
3.05
H1
2.62
2.83
2.90
2.89
3.03ab
2.96
H2
2.36
2.28
2.50
2.57
2.66c
3.00
H3
2.65
2.76
3.12
3.16
3.29a
4.56
Uji F tn tn tn tn * tn Keterangan: angka yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %. tn: tidak berbeda nyata *): berbeda nyata pada taraf 5 % **): berbeda sangat nyata pada taraf 5 %
Pemberian hormon organik dengan konsentrasi yang paling tinggi yaitu 5 ml/l (H3) menunjukkan nilai lebar paling tinggi pada 5 hingga 8 MSA, namun berpengaruh nyata hanya pada 7 MSA. Hal ini dikarenakan konsentrasi yang tinggi menyebabkan suplai hormon semakin banyak pada bibit sehingga lebar daun pangkasan menjadi lebih besar. Hormon organik mengandung zat pengatur tumbuh organik terutama auksin, giberelin dan sitokinin. Menurut Abidin (1983) auksin merupakan salah satu hormon tanaman yang berperan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Jumlah Anak Daun Pangkasan, Panjang dan Lebar Anak Daun Baru Hasil analisis sidik ragam (Tabel 1) menunjukkan bahwa perlakuan pemangkasan, pemberian hormon organik, dan interaksi dari kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anak daun pangkasan serta panjang dan lebar
62
anak daun baru. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, penyimpanan bibit, cara aplikasi, dan konsentrasi hormon. Kondisi dan pertumbuhan bibit di persemaian dapat di pengaruhi oleh cara penyimpanan bibit. Berdasarkan penelitian Wahid (1987) penyimpanan dengan cara dikeringanginkan akan mengurangi kelembaban pada bagian pangkal batang dan akar yang terputus dibandingkan dengan penyimpanan dengan cara dibungkus. Bibit yang digunakan mengalami penyimpanan selama beberapa hari sebelum disemai. Hal ini dikarenakan pengambilan bibit tidak dilakukan dalam waktu yang sama serta lamanya pelangsiran bibit. Pemangkasan yang dilakukan satu bulan setelah semai diharapkan dapat mengurangi kekeringan pada bibit, karena setelah dipangkas hormon organik langsung diaplikasikan. Namun, pemangkasan tidak berpengaruh terhadap jumlah anak daun pangkasan serta panjang dan lebar anak daun baru. Cara aplikasi pemberian hormon organik yang dilakukan tidak tepat, karena pemberian hormon dengan cara pengolesan terhalang oleh getah yang keluar akibat pemangkasan bibit. Selain itu konsentrasi yang diberikan terlalu kecil, sehingga hormon tidak dapat diserap dan diangkut ke akar dengan baik. Hal ini mengakibatkan penyerapan hormon tidak efektif.
Korelasi Antara Akar Nafas dengan Persentase Kehidupan Bibit Akar nafas yaitu akar yang keluar dari bibit sebelum akar bawah bibit keluar. Pengamatan keberadaan akar nafas berpegaruh terhadap persentase kehidupan bibit di akhir persemaian. Semakin banyak akar nafas, maka semakin banyak bibit yang hidup. Pengamatan keberadaan akar nafas dilakukan sebelum aplikasi sedangkan pengamatan persentase kehidupan bibit diamati pada akhir persemaian. Berdasarkan Gambar 17 terdapat korelasi yang positif antara kemunculan akar nafas dengan persentase kehidupan bibit.
63
Gambar 15. Korelasi Antara Akar Nafas dengan Persentase Kehidupan Bibit Kemampuan tumbuh bibit di persemaian dilihat dari penampakan pertumbuhan bibit, salah satunya dengan kemunculan akar nafas. Keberadaan akar nafas menandakan adanya kehidupan dalam bibit tersebut. Akar nafas berfungsi sebagai akar yang melakukan respirasi sebelum akar bawah muncul. Semakin banyak akar nafas maka semakin banyak persentase bibit yang hidup. Hal ini dikarenakan akar nafas berfungsi sebelum akar bawah muncul selama di persemaian. Setelah akar bawah muncul, akar nafas mulai berubah warna dari kemerahan menjadi kecoklatan.
a
b
Gambar 16. a) Penampakan Akar Nafas Sebelum Ada Akar Bawah, b) Penampakan Akar Nafas Setelah Ada Akar Bawah