PENGENALAN UMUM TENTANG KAKAO Soetanto Abdoellah
PELATIHAN FASILITATOR UTAMA/MASTER FASILITATOR “CocoaSafe”: Pembangunan Kapasitas dan Kerjasama Pengetahuan tentang Sanitari dan Fitosanitari Kakao di Asia Tenggara Jember, 15-26 September 2014
Cocoa year (Oct-Sep)
2012/2013 Revised estimates
2013/2014 Previous forecasts a/
Year-on-year change
Revised forecasts
(thousand tonnes)
(Per cent)
World production
3 942
4 162
4 345
+ 403
+ 10.2%
World grindings
4 111
4 195
4 262
+ 151
+ 3.7%
Surplus/defi cit b/
- 208
- 75
+ 40
End-ofseason stocks
1 620
1 565
1 660
+ 40
+ 2.5%
Stocks/Grind ings ratio
39.4%
37.3%
38.9%
Data Direktorat Jenderal Perkebunan 2014 • Luas areal total 1,8 juta ha • Produksi 700 ribu ton
PASAR KAKAO • Permintaan yang terus meningkat 2%-4%/thn atau 60.000 – 120.000 ton/thn • Pasar terbuka luas Negara
Populasi
GDP/capita
China India Indonesia
1.33 Milyar 1.15 Milyar 0.24 Milyar
USD 7600 USD 3700 USD 3000
Cocoa cons/capita 0.04 kg 0.03 kg 0.20 kg
TOTAL 2.72 Milyar Jika konsumsi kakao di tiga negara ini menjadi 1 kg/kapita/tahun, maka akan ada demand tambahan sekitar 2.7 juta ton/tahun.
MASALAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN SANITARI DAN FITOSANITARI KAKAO • Penyakit serius di Amerika Tengah dan Selatan yaitu “witches broom” dan “frosty pod rot”. • Kendala paling penting terhadap produksi kakao di Indonesia, Malaysia dan PNG adalah hama PBK dan penyakit VSD. • PBK berdampak menurunkan produksi kakao di Indonesia. • Diperkirakan pada tahun 2000 PBK telah menyebar di seluruh Indonesia dan menyebabkan kehilangan hasil sekitar 40 juta dollar AS per tahun. • Di Malaysia, serangan parah PBK di tahun 1990-an telah menurunkan produksi sebesar 50.000 metrik ton dan serangan PBK merupakan penyebab utama hilangnya kakao dari Semenanjung Malaysia. • VSD pertama kali ditemui di PNG pada tahun 1960-an yang menyebabkan kehilangan hasil yang parah.
• VSD saat ini terdapat di semua negara penghasil kakao di Asia dan Pasifik • Kendala lain terhadap produksi adalah hama dan penyakit seperti busuk buah Phytophthora, serangga pengisap buah, penggerek batang, kerakat/picisan, rayap dan gulma. • Dengan meningkatnya lalu lintas bahan tanaman global, maka terjadi pula peningkatan ancaman meluasnya hama dan penyakit dari Amerika dan dan Afrika yang saat ini tidak dijumpai di Asia dan Pasifik. • Dengan adanya serangan hama-penyakit penggunaan pestisida menjadi lebih intensif
kakao,
• Perlu tindakan sanitari & fitosanitari serta penggunaan pestisida yang rasional dan aman, sehingga tidak berpengaruh buruk terhadap keamanan pangan
Definisi biji kakao berkualitas baik menurut FAO/WHO 1969 – Komisi Codex untuk Produk Kakao dan Cokelat adalah: • Terfermentasi, kering, bebas biji berbau asap, bebas bau abnormal atau bau asing, dan bebas dari upaya penuaan • Berukuran seragam, bebas dari biji pecah, fragmen dan kulit biji, bebas dari bahan asing
• Keamanan pangan saat ini merupakan agenda utama bagi banyak pemerintah dan organisasi konsumen, terutama di Eropa, Jepang dan AS. • Perundang-undangan dan peraturan yang lebih ketat telah diterapkan untuk melindungi kesehatan konsumen dari bahaya kontaminan dan residu yang terdapat di dalam bahan pangan. • Biji kakao dan produknya telah ditetapkan sebagai bahan pangan yang dapat mengandung kontaminan dan residu dengan kadar tinggi. • Oleh karena itu negara-negara produsen kakao tidak hanya harus memenuhi persyaratan kualitas seperti biasanya saja seperti syarat-syarat fisik dan citarasa, tetapi juga harus memenuhi parameter-parameter untuk meminimalkan kandungan bahan-bahan yang membahayakan, agar memenuhi standard baru “sanitary and phytosanitary (SPS)”.
• Jika tidak memenuhi standard baru tersebut, terdapat risiko bahwa di kemudian hari produk-produk kakao akan ditolak oleh negara-negara importir. • Timbulnya kontaminan dan penurunan kualitas biji dapat terjadi pada semua titik sepanjang rantai pasok kakao, yaitu saat produksi, prosesing (panen, fermentasi dan pengeringan), penyimpanan, transportasi dan pengolahan industri. • Oleh karena itu semua pemangku kepentingan sepanjang rantai pasok, termasuk yang terlibat dalam produksi dan pengolahan pasca panen harus peduli dan mengikuti peraturan serta standard keamanan pangan untuk kakao, untuk meminimalkan risiko masuknya kontaminan dan mempertahankan akses pasar. • Prioritas utama kontaminasi kakao adalah residu pestisida, logam berat, okhratoksin A (OTA) dan polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH).
• Kakao merupakan obyek pemakaian pestisida (insektisida, fungisida dan herbisida) selama tumbuh di lapangan untuk mengendalikan hama dan penyakit. • Biji kakao juga merupakan obyek penggunaan pestisida selama proses pasca panen, penyimpanan dan pengapalan melalui fumigasi untuk mengendalikan hama gudang. • Oleh karena itu diperlukan pengawasan untuk meminimalkan tingkat bahaya bahan-bahan yang timbul selama penggunaan pestisida, terutama sebagai negara produsen yang menghadapi potensi kendala perdagangan sebagai akibat meningkatnya sejumlah aturan-aturan pada standard SPS tentang keamanan pangan yang diterapkan oleh negaranegara konsumen kakao.
• Untuk mengatur residu pestisida di negara importir, standard yang disusun oleh Codex Alimentarius dapat digunakan sebagai referensi untuk perdagangan internasional, meskipun sebagian pasar seperti Uni Eropa, NAFTA (North American Free Trade Agreement/Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara), Jepang, dan negara-negara lainnya menggunakan tingkat residue maksimumnya sendiri-sendiri (maximum residue level/MRL). • Uni Eropa mengacu 91/414/EEC yang mengatur bahan aktif yang diperbolehkan ada di bahan pangan untuk Uni Eropa, dan peraturan 396/2005 tentang harmonisasi tingkat residu maksimum pestisida yang diperbolehkan ada di dalam pangan dan pakan ternak. • Termasuk di dalamnya kakao sebagai komoditas import, dan jika pada bahan olahan kakao ditemukan mengandung residu pestisida di atas batas maksimum yang diperbolehkan maka pengapalan akan dicegah di negara tujuan import.
• Biji kakao dan produk olahan kakao yang masuk ke Uni Eropa dicek secara rutin perihal kandungan residu bahan kimianya oleh lembaga nasional yang berwenang. • Tingkat residu maksimum untuk kakao dalam banyak hal ditetapkan pada batas yang dapat dideteksi (limit of detection/LOD) dari metode analisis atau pada tingkat yang sudah ditentukan yaitu 0,01 mg/kg. • Beberapa bahan aktif yang sebelumnya digunakan di dalam pestisida dan masih digunakan di luar Uni Eropa, sekarang telah dilarang untuk digunakan di Uni Eropa. • Kakao yang diimpor ke Uni Eropa harus memenuhi syarat tingkat residu maksimum untuk bahan aktif, jika tidak maka pengiriman tersebut akan ditolak masuk ke negara tujuan. • Tingkat residu maksimum dianalisis dari biji tanpa kulit (nib).
• Pada bulan Mei 2006, Departemen Keamanan Pangan, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang mengeluarkan pembatasan-pembatasan terhadap pestisida yang tercantum di dalam “Sistem Daftar Positif untuk Residu Pertanian di dalam Bahan Pangan”. • Tingkat residu maksimum di Jepang ditetapkan menggunakan biji utuh (termasuk kulit biji/shell) yang menyebabkan kerancuan dengan batas yang ditetapkan oleh Uni Eropa yang menggunakan biji tanpa kulit (nib). • Meskipun demikian, Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang sedang dalam proses mengkaji cara ini untuk beberapa pestisida untuk menyelaraskan dengan metode Uni Eropa.
Hal-hal berikut akan dibahas secara lebih rinci di dalam pelatihan ini dan memerlukan pemenuhan persyaratan dengan standar nasional dan internasional: • Hanya menggunakan pestisida yang terdaftar/diijinkan di negara pengimpor • Menggunakan dosis/waktu pemakaian yang direkomendasikan • Menggunakan nozel dengan benar • Mengamati interval sebelum panen • Menggunakan perlengkapan pelindung saat menggunakan pestisida • Mengurangi penggunaan pestisida dengan pendekatan Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) • Mengikuti Praktek Pertanian yang Baik, memangkas untuk mengatur tinggi tanaman, dll. • Menghindari kontaminasi silang
Banned crop protection products No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Name of crop protection product (active ingredient) 2,4,5-T# 2,4,5-TCP 1,2-dibromoethane (EDB)# X Acephate Aldrin*# Amitraz Arsenic trioxide Benomyl# Benzene hexachloride (BHC) 2,3,4,5-Bistetrahydro-2-furaldehyde Binapacryl# Bromoxynil butyrate
Accredited by KNAPPP
PUSLITKOKA INDONESIA
EU X X X X X X X X X X X
USA X X X X
X
Banned crop protection products No. 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Name of crop protection product (active ingredient)
Cadmium Calcium arsenate+ Captafol#^ Carbon tetrachloride Carbofuran#+ Chloranil Chlordane*# Chlordecone (kepone) Chlordimeform# Chlorobenzilate# X Chlorfenapyr Chlozolinate Copper arsenate Chloromethoxypropylmercuric acetate CPMA Cyhalothrin Daminozide
Accredited by KNAPPP
PUSLITKOKA INDONESIA
EU X
X X X X X X X
USA X X X X X X X X
X X
Banned crop protection products No. 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Name of crop protection product (active ingredient)
DBCP DDT*# Dicofol Dieldrin*# Dinoseb and its salts# Dinoterb+ Diphenylmercurydodecenylsuccinate (PMDS) DNOC and its salts#+ Endrin* EPN^ Ethyl hexyleneglycol (6-12) Ethylene dibromide (EDB) Ethylene dichloride (EDC)# Ethylene oxide (ETO)# Fentin acetate Fentin hydroxide Fenthion
Accredited by KNAPPP
PUSLITKOKA INDONESIA
EU X X X X X X X X
X
X
X X X X X X
USA X X X X X X X
X
Banned crop protection products No. 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62
Name of crop protection product (active ingredient) Fenvalerate Ferbam Fluoroacetamide#+ Heptachlor*# Hexachlorobenzene (HCB)*#^ Hexachlorocyclohexane (HCH)# Lindane# Lead arsenate+ Leptophos Maleic hydrazide Mercury compounds#^+ Methamidophos#+ Mevinphos^ Mirex* Monocrotophos#+ Monolinuron Nitrofen (TOK)
Accredited by KNAPPP
PUSLITKOKA INDONESIA
EU
X
X X X X X X X X X X
X
X X X X
USA X X X X X X X X X X
Banned crop protection products No. 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78
Name of crop protection product (active ingredient) Nonylphenol ethoxylate Octamethylpyrophosphoramide (OMPA) Paraquat (banned per 1 Dec 2007) Parathion#^ Parathion methyl#^ Pentachlorophenol#+ Permethrin Propham Pyriminil Pyrazophos Phenylmercury acetate (PMA)^ Phenylmercuric oleate (PMO) Quintozene Safrole Silbes Sodium arsenate
Accredited by KNAPPP
PUSLITKOKA INDONESIA
EU X
X
X X X X X X X X
USA X X X X
X X X X X
Banned crop protection products No. 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88
Name of crop protection product (active ingredient) Sodium arsenite+ TDE Tecnazene Terpene polychlorinates Thallium sulfate+ Toxaphene*# Triazamate Tributyltin compounds Vinyl chloride Zineb
Accredited by KNAPPP
PUSLITKOKA INDONESIA
EU X
X
X X X X
USA X X X X X X
LIST OF MAXIMUM RESIDUE LIMITS ESTABLISHED IN THE JAPANESE GENERAL FOOD LAW No. Name of crop protection product (active ingredient) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
1- Naphthaleneacetic acid 2,2-DPA 2.4.5-T 4-CPA Abamectin Acequinocyl Aldicarb Amitrol Asulam Azocyclotin Azoxystrobin Bensulfuron- Methyl Bensulide Bentazone Benzyladenine (Benzylaminopurin) Bifenazate
PUSLITKOKA INDONESIA
Accredited by KNAPPP
MRL (ppm) 0.05
0.1
Not to be detected 0.02 0.008 0.02
0.1 Not to be detected 0.02 Not to be detected 0.02 0.02 0.03 0.02 0.02 0.02
LIST OF MAXIMUM RESIDUE LIMITS ESTABLISHED IN THE JAPANESE GENERAL FOOD LAW No. Name of crop protection product (active ingredient) 17 18 19 20 21 22 23
24 25 26 27 28 29 30 31
Bilanafos (Bialaphos) Bioresmethrin Brodifacoum Bromide (Methyl Bromide) Captafol Carbadox Carbendazim, Benomyl, Thiophanate, Thiophanate-Methyl (in total) Carbofuran Carfentrazone – Ethyel Carpropamid Chloramphenicol Chlorfluazuron Chlorothalonil Chlorpromzaine Chlorpyrifos
PUSLITKOKA INDONESIA
Accredited by KNAPPP
MRL (ppm)
0.004 0.1 0.001 60 Not to be detected Not to be detected
0.1 1 0.1 0.1 Not to be detected 0.05 0.2 Not to be detected 0.05
LIST OF MAXIMUM RESIDUE LIMITS ESTABLISHED IN THE JAPANESE GENERAL FOOD LAW No. Name of crop protection product (active ingredient) 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Clodinafop – Propargyl Clofentezine Clomazone Clothianidin Copper nonylphenolsulfonate Copper telephthalate Coumaphos Cumyluron Cycloprothrin Cycloxydim Cyfluthrin Cyhexatin Cymoxanil Cypermethrin Cyproconazole Cyromazine
PUSLITKOKA INDONESIA
Accredited by KNAPPP
MRL (ppm)
0.02 0.02 0.02 0.04 0.04 0.5 Not to be detected 0.02 0.02 0.05 0.02 Not to be detected 0.05 0.05 0.1 0.02
LIST OF MAXIMUM RESIDUE LIMITS ESTABLISHED IN THE JAPANESE GENERAL FOOD LAW No. Name of crop protection product (active ingredient) 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
Daminozide DBEDC Deltamethrin, Tralomethrin (in total) Demeton S-Methyl Diafenthiuron Dichlorvos Diclomezine Dieldrin, Aldrin (in total) Diethylstibestrol Difenzoquat Diflubenzuron Diflufenican Diflufenzopyr Dimethipin Dimetridazole Diquat
PUSLITKOKA INDONESIA
Accredited by KNAPPP
MRL (ppm)
Not to be detected 0.5 2 0.05 0.02 0.2 0.02
0.1 Not to be detected 0.05 0.05 0.002 0.05 0.04 Not to be detected 0.05
LIST OF MAXIMUM RESIDUE LIMITS ESTABLISHED IN THE JAPANESE GENERAL FOOD LAW No. Name of crop protection product (active ingredient) 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79
Disulfoton Dithiocarbamates Diuron Endosulfan Endrin Ethephon 0.1 Ethiprole Ethoprophos Ethoxyquin Ethychlozate Napropamide Ethylene Dibromide (EDB) Fenbutatin oxide Fenoxycarb Fenpyroximate Fentin
PUSLITKOKA INDONESIA
Accredited by KNAPPP
MRL (ppm)
0.2 5 0.02 0.1 Not to be detected 0.1 0.02 0.005 0.05 0.05 0.1 Not to be detected 0.05 0.05 0.02 0.1
LIST OF MAXIMUM RESIDUE LIMITS ESTABLISHED IN THE JAPANESE GENERAL FOOD LAW No. Name of crop protection product (active ingredient) 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95
Fipronil Flazasulfuron Fluazifop Flucythrinate Flufenoxuron Fluometuron Fluoroimide Fosetyl Furametpyr Glufosinate Glyphosate Halosulfuron methyl Hexaconazole Hexaflumuron Hydrogen cyanide Hydrogen phosphide
PUSLITKOKA INDONESIA
0.002
Accredited by KNAPPP
MRL (ppm) 0.02 0.1 0.05 0.02 0.02 0.04 0.5 0.1 0.05 1 0.02 0.05 0.02 1 0.06
LIST OF MAXIMUM RESIDUE LIMITS ESTABLISHED IN THE JAPANESE GENERAL FOOD LAW No. Name of crop protection product (active ingredient) 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111
Hymexazol Imazaquin Imazethapyr Ammonium Iminoctadine Iprodione Isouron Lindane (gamma-BHC) Linuron Lufenuron Malathion Maleic Hydrazide Methidathion Methomyl, Thiodicarb (in total) Metronidazole Milbemectin Molinate
PUSLITKOKA INDONESIA
Accredited by KNAPPP
MRL (ppm) 0.05
0.02
0.02 0.05
0.02 0.05 0.02 0.002 0.02 0.5 0.2 1 1 Not to be detected 0.02 0.02
LIST OF MAXIMUM RESIDUE LIMITS ESTABLISHED IN THE JAPANESE GENERAL FOOD LAW No. Name of crop protection product (active ingredient) 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127
Naled Nitenpyram Nitrofurans Novaluron Oxamyl Oxaziclomefone Oxyfluorfen Oryzalin Paraquat Pencycuron Permethrin Phenothrin Phorate Phoxim Pindone Probenazole
PUSLITKOKA INDONESIA
Accredited by KNAPPP
MRL (ppm)
0.1 0.02 0.1
0.02 0.001
0.2 0.03 Not to be detected 0.02 0.05 0.05 0.1 0.05 0.02 0.02 0.03
LIST OF MAXIMUM RESIDUE LIMITS ESTABLISHED IN THE JAPANESE GENERAL FOOD LAW No. Name of crop protection product (active ingredient) 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143
Prochloraz Prohexadione-calcium Propham Propiconazole Pyrazolynate Pyrethrins Pyridalyl Pyriproxyfen Ronidazole Sec-Butylamine Silafluofen Sulfentrazone Sulfuryl fluoride Tebufenozide Tebuthiuron Teflubenzuron
PUSLITKOKA INDONESIA
Accredited by KNAPPP
MRL (ppm)
0.1 1
0.2 0.02 Not to be detected 0.1 0.02 0.05 0.02 0.1 Not to be detected 0.05 0.05 0.05 0.02 0.02
LIST OF MAXIMUM RESIDUE LIMITS ESTABLISHED IN THE JAPANESE GENERAL FOOD LAW No. Name of crop protection product (active ingredient) 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157
Tepraloxydim Terbufos Thiamethoxam Triadimefon Triadimenol Triazophos Trichlamide Triclopyr Triflumizole Triflumuron Tricyclazole Trinexapac-ethyl Vamidothion Warfarin
PUSLITKOKA INDONESIA
Accredited by KNAPPP
MRL (ppm)
0.02
0.05 0.05 0.04 0.05 0.1 Not to be detected 0.1 0.03 0.05 0.02 0.02 0.02 0.001
Active ingredient Used on the farm 2,4-D Acephate Acetamiprid Aldrin Allethrin (Esbiothrin) Ametryn Amitraz Atrazine Azinphos-methyl Azoxystrobin Benalaxyl Benomyl
Appro US ved EPA Approved for use on cocoa in (coc Camr Ghan Niger Indone Brazi sia l in EU oa) oon CdI a ia Y N Y N N N N N N Y Y N
Y
Y Y
Y
Y
MRLs
Active ingredient
EU Austr Malays Singa Vietna Indon Thail EU (t) Cana Rus Japan Brazil defa US MRL da m alia ia pore esia and sia ult
Used on the farm 2,4-D
0,1
(0,01)
Acephate
0,05
(0,01)
Acetamiprid
0,1
(0,01)
0.05 incl dieldrin
0,1 incl dieldrin
Aldrin
Allethrin (Esbiothrin)
0,01
(0,01)
Ametryn
0,01
(0,01)
NP 0,2
0,02
NP NP
0,05
NP
NP 0,2
NP
Amitraz
0,1
(0,01)
NP
Atrazine
0,1
(0,01)
NP
Azinphos-methyl
0,1
(0,01)
NP
Azoxystrobin
0,1
(0,01)
NP
Benalaxyl
0,1
(0,01)
NP
Benomyl
0,1
(0,01)
NP
Bentazone
0,1
0,02
NP
Bifenthrin
0,1
0,1
NP
• Logam berat semacam arsenik, kadmium dan timbal adalah bahan beracun bagi manusia dan hewan. • Bahan-bahan tersebut terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dalam jangka waktu lama merusak organ internal dan dapat juga bersifat karsinogenik. • Logam berat terdapat di lingkungan dan diserap oleh tanaman. • Logam berat terjadi secara alami di tanah dan juga dari hasil pelapukan batuan atau melalui aktivitas vulkanik; hal ini dapat berpengaruh kepada negara-negara yang mempunyai tanah vulkanik seperti Indonesia dan PNG. • Kontaminasi juga dapat terjadi melalui aktivitas manusia seperti pertambangan, aktivitas industri dan dapat juga melalui penambahan agrokimia seperti pupuk dan pestisida. • Tidak diketahui secara pasti bagaimana kakao menyerap dan menyimpan logam berat serta bagaimana varietas tertentu mengakumulasi lebih banyak daripada varietas yang lain, tetapi terdapat kecenderungan bahwa logam berat yang berasal dari aktivitas manusia lebih larut di dalam air sehingga lebih tersedia untuk diserap tanaman.
• Akhir-akhir ini fokus utama Uni Eropa adalah kontaminasi kadmium dan batas kadmium dalam biji dan produk kakao telah diusulkan, diharapkan akan dipublikasikan pada tahun ini (2014). • Batas tersebut akan diterapkan untuk cokelat dan bubuk kakao, tetapi tidak untuk biji kakao mentah. • Akan ada masa transisi selama 5 tahun dan regulasi ini akan diterapkan pada 1 Januari 2019. • Tampaknya Uni Eropa akan menerapkan batasan yang serupa untuk timbal dan arsenik pada waktu mendatang. • Karena penyerapan logam berat masih sedikit dimengerti dan logam berat tersebut dapat terjadi dalam level yang tinggi secara alami pada beberapa tanah, maka penanganan logam berat tersebut sangat sulit dilakukan. • Level logam berat dalam biji kakao diperkirakan berhubungan dengan tingginya level logam berat di tanah, tetapi penemuan terakhir membuktikan bahwa ternyata lebih kompleks daripada demikian.
• Penyerapan logam berat dapat tergantung kepada varietas kakao yang ditanam, pH tanah, sumber air dan kadar bahan organik tanah. • Makin tingginya tingkat penyerapan logam berat dapat juga berhubungan dengan defisiensi unsur hara makro/mikro. • Disarankan hanya menggunakan input yang telah disetujui seperti pupuk fosfat rendah kadmium dan menggunakan wilayah yang sudah dilakukan analisis tanah.
• Ochratoxin A (OTA) adalah metabolit yang bersifat racun atau mikotoksin yang dihasilkan oleh beberapa jamur/fungi, terutama spesies dari Aspergillus dan Penicillium. • Genus tersebut biasanya ditemukan sebagai kontaminan pada kopi, kakao, sereal dan kacang-kacangan. • Aspergillus ochraceus dapat tumbuh dan menghasilkan OTA pada biji kakao selama beberapa tahap pengolahan. • OTA relatif stabil terhadap panas dan dapat tetap berada di dalam kakao dan cokelat. • OTA adalah genotoksik dan teratogenik, dan pengaruh toksiknya dapat merusak ginjal. • Uni Eropa telah mendiskusikan batas OTA sejak 1999. • Batas tersebut dibuat untuk beberapa bahan pangan dalam tahun 2002, tetapi akhir-akhir ini tidak ada batas yang digunakan spesifik untuk kakao.
• Cokelat adalah sumber minor OTA di dalam diet, meskipun demikian Uni Eropa mempertimbangkan akan merevisi hal ini di kemudian hari, jika dirasa ada issu tentang OTA di dalam kakao. • Organisme yang menghasilkan OTA masuk ke buah kakao melalui permukaan buah yang sering berhubungan dengan alat pemecah buah selama panen • Cara termudah untuk mengurangi tingkat OTA adalah tidak merusak buah kakao selama panen • Buah yang rusak sebaiknya tidak disimpan selama lebih dari 1 hari dan jangan menyimpan buah yang tidak rusak lebih dari 1 minggu • Jika panen sangat perlu membuang buah yang busuk atau rusak • Keringkan kakao hingga kadar air 8%
• Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) adalah senyawa organik genotoksik dan karsinogenik yang terdiri atas dua atau lebih cincin aromatik yang berfusi. • PAH adalah hasil samping yang terbentuk selama pembakaran bahan bakar fossil yang tidak sempurna. • Kontaminasi kakao oleh PAH biasanya akibat dari biji kakao yang kontak dengan asap selama pengeringan dengan pengering berbahan bakar diesel atau kayu yang tidak baik. • PAH sangat larut dalam minyak dan lemak serta dapat menyebabkan tingginya kontaminasi pada lemak kakao. • Uni Eropa telah menerapkan batas maksimum PAH pada bahan pangan termasuk lemak kakao. • Semula benzo(a)pyrene digunakan untuk menguji kandungan PAH di dalam pangan, namun demikian pada tahun 2011 Otoritas Keamanan Pangan Eropa menyimpulkan bahwa tidak ada tanda yang sesuai untuk menghitung tingkat PAH yang ada di dalam pangan.
• Regulasi baru diperkenalkan pada tahun 2011 (EC Regulation No. 835/2011) yang menggunakan kelompok PAH (HAP4 = benzo(a)pyrene, benz(a)anthracene, benzo(b)fluoranthene dan chrysene) sepanjang benzo(a)pyrene untuk menilai tingkatan PAH dalam bahan pangan. • Level maksimum baru benzo(a)pyrene dan HAP4 di dalam lemak kakao sesuai tahap sebagai berikut: Dari 1 April 2013 sampai 31 Maret 2015 batasnya adalah 5 µg/kg untuk benzo(a)pyrene dan 35 µg/kg untuk HAP4 Dari 1 April 2015 batasnya ditetapkan benzo(a)pyrene dan 30 µg/kg untuk HAP4.
5
µg/kg
Mitigasi PAH • Keringkan kakao dengan sinar matahari jika memungkinkan (kadang-kadang sulit jika musim hujan) • Hindari asap kontak dengan biji • Hindari pengeringan langsung dengan api kayu atau diesel • Gunakan metode pengeringan tidak langsung jika pengeringan alami tidak memungkinkan • Lakukan perawatan rutin terhadap pengering • Pastikan pengering mempunyai sistem pembuangan asap (cerobong asap) yang berfungsi • Penghilangan kulit biji kakao secara efektif mengurangi tingkat kontaminasi Secara ringkas, keamanan pangan dan biji kakao berkualitas tinggi sebaiknya merupakan prioritas bagi semuanya dan tidak hanya sekedar aturan. Perlu diinformasikan kepada semua pemangku kepentingan di seluruh rantai pasok tentang pentingnya issu keamanan pangan.