PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS DENGAN PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK DAN JERAMI PADI SEBAGAI ALTERNATIF ENERGI PEDESAAN
PAULUS RAJA KOTA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
2
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis” Pengembangan Teknologi Biogas Dengan Pemanfaatan Kotoran Ternak dan Jerami Padi sebagai Alternatif Energi Pedesaan” adalah karya saya sendiri di bawah arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2009
Paulus Raja Kota P052070101
dan
3
ABSTRACT Paulus Raja Kota. Development and Utilization of Biogas Technology Using Cattle Dung and Rice Straw as Rural Energy Alternative. Supervised by Hariyadi and Siswanto The research was done in laboratory scale field scale. Complete Random Design method was used at the laboratory experiment, which intend to found the best combination between cattle dung and rice straw in producing biogas. The results of research show that addition of the rice straw, which composted with EM4 and acticomp, not respectively to temperature and pH at under normal range. The parameter of TS, VS, COD and BOD were increased at the 20 days and 40 days. Addition of rice straw doesn't cause an increasing of biogas volume significantly. Significant difference was found among the treatment of control and the rice straw treatment. The rice straw treatment with different C/N ratio level was significant difference. The best quality of biogas was found at the treatment with composting by using acticom, which give result 56-65% CH4 content, higher than control treatment and rice straw treatment which is 51.4% CH4 content. Whereas rice straw treatment which composting with EM4 is 42-52% CH4 content. Bioreactor model design in the field experiment is continue type. The bioreactor diameter is 1.1 m, total volume is 6.28 m3 with working volume 5.5 m3. The yield volume of biogas is 0,85 m3/days with 56% CH4 content. This biogas can use as an energy to cook which could replace firewood and kerosene. The results of economic analysis show that installation biogas proper to be developed. This research also showed that biogas very compatible in ecological and social aspect to apply in the rural area. Keyword : rice straw, cattle dung, biogas, rural energy
4
RINGKASAN PAULUS RAJA KOTA P052070101. Pengembangan Teknologi Biogas dengan Pemanfaatan Kotoran Ternak dan Jerami Padi sebagai Alternatif Energi Pedesaan. Dibawah bimbingan: Dr. Ir. Hariyadi, MS dan Dr. Siswanto, DEA, APU. Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan sumber biomassa. Sumber biomassa tersebut tersebar hampir di seluruh daerah, baik berupa limbah pertanian ataupun produksi hasil hutan. Sejalan dengan peningkatan produksi pertanian dan peternakan, maka jumlah limbah yang dihasilkan dari kedua sektor ini juga cukup besar. Dua macam limbah yang cukup besar jumlahnya dari pertanian dan peternakan adalah jerami dan kotoran ternak. Limbah-limbah ini selain belum dimanfaatkan secara maksimal, limbah-limbah tersebut juga ikut memberi peran dalam meningkatkan efek rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global. Teknologi pengolahan limbah pertanian yang sangat efektif untuk pemecahan masalah di atas adalah teknologi biogas. Bertolak dari masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan mencari kombinasi terbaik antara jerami dan kotoran ternak dalam memproduksi biogas. Penelitian ini terdiri dari dua tahap penelitian yaitu penelitian laboratorium dan aplikasi lapangan. Penelitian laboratorium menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan perbedaan kandungan C/N pada setiap perlakuan, dengan membedakan juga aktivator yang digunakan pada proses pengomposan jerami. Penelitian laboratorium berlansung di Laboratorium Pengolahan Limbah Fakultas Peternakan IPB Darmaga, selama 40 hari. Sedangkan aplikasi lapangan dilaksanakan di Kelompok peternakan Tuanebu di Desa Kuanheum Kecamatan Amabi Oefeto Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, selama 60 hari. Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah suhu, pH, TS,VS, COD,BOD dan C/N. Untuk mengetahui kombinasi campuran terbaik, diukur volume gas dan kualitas gas. Analisis kelayakan ekonomis dilakukan untuk mengetahui kalayakan aplikasi di lapangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa suhu dan pH berada dalam kisaran normal untuk produksi biogas pada semua perlakuan. Begitu juga persentase TS dan VS tidak menunjukan peningkatan atau penurunan pada kisaran normal. Perlakuan yang mendapatkan penambahan jerami, penurunan TS dan VS lebih terlihat pada hari ke-0 hingga hari ke-20. Sedangkan pada hari ke-20 hingga pada hari ke-40 tidak terjadi penurunan. Hal yang sama tejadi juga pada kandungan COD dan BOD yang meningkat pada hari ke-20 hingga hari ke-40. Peningkatan ini mungkin disebabkan karena degradasi bahan organik secara sempurna baru terjadi pada pertengahan perlakuan anaerob. Rata-rata pertambahan biogas setiap hari terbanyak dicapai oleh perlakuan kontrol atau tampa jerami yaitu rata-rata 5026,25 ml/hari. Perlakuan dengan campuran jerami yang memiliki rata-rata biogas tertinggi adalah perlakuan P2 dengan rata-rata 4410,42 ml/hari. Selanjutnya diikuti oleh perlakuan P1 dengan rata-rata 4314,33 ml/hari. Perlakuan P5 rata-rata mengahasilkan biogas sebanyak 4094,83 ml/hari, diikuti dengan perlakuan P1 dengan rata-rata produksi biogas sebesar 4070,58 ml/hari. Untuk perlakuan P6 menghasilkan biogas terendah yaitu rata-rata 3508,33 ml/hari dan diikuti oleh perlakuan P3 dengan produksi 3842,92 ml/hari. Hasil uji statistik menunjukan ada perbedaan nyata antara perlakuan
5
kontrol dan perlakuan yang mendapatkan campuran jerami. Sedangkan antara semua perlakuan dengan campuran jerami tidak ada perbedaan yang nyata. Rata-rata kandungan CH4 terbesar ada pada semua perlakuan dengan pengomposan menggunakan aktikom. Kualitas gas terbaik di tunjukan oleh perlakuan (P4) dengan campuran jerami 35,5%, dengan kandungan CH4 sebesar 64,1% atau lebih tinggi 12,7% dari perlakuan kontrol dengan kandungan CH4 51,44%. Tertinggi ke-2 ada pada perlakuan (P5) dengan campuran jerami 62,2% dengan kandungan CH4 sebesar 56% dan diikuti oleh perlakuan (P6) dengan campuran jerami 86,6%, kandungan CH4 sebesar 55,59%. Selanjutnya untuk perlakuan yang mendapatkan campuran jerami yang dikomposkan dengan EM4 menghasilkan biogas dengan kandungan EM4 berturut-turut adalah perlakuan (P2) dengan jerami 36,7%, kandungan CH4 sebesar 52,95%. Perlakuan (P1) dengan jerami 36,7%, kandungan CH4 sebesar 51,17%. Sedangkang perlakuan (P3) dengan jerami 86,6%, kandungan CH4 44,71%. Desain model reaktor untuk aplikasi lapangan adalah reakto tipe kontinyu dan merupakan modifikasi dari tipe floating dome. Bahan utama yang digunakan adalah cincin beton dengan diameter 1,1 meter. Volume total reaktor adalah 6,28 m3 dengan volume bahan basah 5,5 m3. Campuran slury yang digunakan adalah jerami 35,5% yang dikomposkan dengan akticom dan kotoran ternak 65,5% kotoran ternak. Volume biogas yang dihasilkan rata-rata 0,85 m3/hari dengan persentase CH4 sebesar 56%. Gas ini digunakan untuk energi memasak mengantikan minyak tanah dan kayu bakar. Hasil analisis kelayakan ekonomi menunjukan nilai NPV yang dihasilkan dari instalasi biogas jika dihitung dengan kesetaraan nilai minyak tanah adalah sebesar Rp 10.804.723. Artinya bahwa nilai sekarang (present value) dari pendapatan yang diterima bernilai positif selama 15 tahun pada tingkat suku bunga 17%. Nilai Net B/C yang dihasilkan pada tingkat diskonto 17%, yaitu 3,46. Sedangkan nilai pengembalian investasi atau payback period sudah dapat dilunasi pada tahun pertama pada bulan ke-6. Kata kunci: Jerami, Kotoran Ternak, Biogas dan Energi pedesaan.
6
@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1.
2.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atas seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
7
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BIOGAS DENGAN PEMANFAATAN KOTORAN TERNAK DAN JERAMI PADI SEBAGAI ALTERNATIF ENERGI PEDESAAN
PAULUS RAJA KOTA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
8
Judul Penelitian
Nama NRP Program Studi
: Pengembangan Teknologi Biogas dengan Pemamfaatan Kotoran Ternak dan Jerami Padi Sebagai Alternatif Energi Pedesaan. : Paulus Raja Kota : P052070101 : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Hariyadi,MS Ketua
Dr. Siswanto, DEA,APU Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingungan
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof.Dr.Ir. Surjono H.Sutjahjo,MS
Prof. Dr. Ir.Khairil Anwar Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 24 Agustus 2009
Tanggal Lulus:
9
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis dengan judul; Pengembangan Teknologi Biogas dengan Pemanfaatan Kotoran Ternak dan Jerami Padi Sebagai Alternatif Energi Pedesaan. Limbah jerami padi dan kotoran ternak yang berada dipedesaan sebenarnya dapat dilihat sebagai potensi yang dapat diolah menjadi energi pedesaan dengan teknologi biogas. Teknologi ini sebenarnya telah lama ditemukan, namun perlu terus dikembangkan lewat berbagai penelitian agar bisa diterapkan dan bernilai ekonomis. Dengan teknologi ini maka sistem pertanian zero waste dapat terapkan untuk pengembangan pertanian organik, karena lumpur buangan dari biogas dapat dimamfaatkan lagi sebagai pupuk organik. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: Dr. Ir. Hariyadi, MS, sebagai Ketua komisi Pembimbing dan Dr. Siswanto, DEA,APU, sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas ilmu yang diberikan, arahan dan bimbingan hingga penyelesaian penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Prof Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS, sebagai ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan dan Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc sebagai sekertaris Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang selalu mendorong kami untuk penyelesaian tesis ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh teman angkatan 2007 Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan atas kebersamaannya dalam memberikan masukan dan saran selama penulis menyelesaikan studi dan penelitian ini. Akhirnya penulis mempersembahkan tesis ini kepada: 1. Bapak, Mama serta kakak-kakak dan adik-adik tercinta atas doa dan kasih sayang yang diberikan. 2. Masyarakat pulau sabu, melalui Sabu Devolopment Faundation (SDF) yang mendukung dana selama penulis menyelesaikan studi.
10
3. Keluarga besar Yayasan Cermin Masyarakat Rasional (CEMARA) dan kelompok penggemukan sapi Tuanebu yang membantu penulis selama penelitian aplikasi. Tesis ini juga masih belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi perbaikannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2009 Paulus Raja Kota
11
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Oenoni Kecamatan Amarasi, Kabupaten Kupang Propinsi Nusa Tenggara Timur pada Tanggal 19 September 1979 dari ayah Matheos Kota dan ibu Naomi Nubatonis. Penulis merupakan putra kedelapan dari sembilan bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 1992 di SDN Binoni, kemudian melanjutkan ke SMP PGRI Oenoni dan lulus tahun 1995. Tahun 1995 penulis melanjutkan sekolah di SMUN 5 Kupang dan tamat pada tahun 1998. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan Sarjana strata satu pada Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Nusa Cendana Kupang. Setelah tamat tahun 2003 penulis bekerja sebagai relawan di Lembaga Swadaya Masyarakat yang fokus pada pembemberdayaan masyarakat. Tahun 2007, penulis melanjutkan studi pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2009
12
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................
i
DAFTAR ISI ..........................................................................................
ii
DAFTAR TABEL .................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
vi
I. PENDAHULUAN ................................................................................
1
1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Latar Belakang ............................................................................. Kerangka Pemikiran ..................................................................... Perumusan Masalah ..................................................................... Tujuan Penelitian ......................................................................... Manfaat Penelitian ........................................................................
1 2 4 5 6
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
7
2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7
Pembangunan Ramah Lingkungan. .............................................. Pengelolaan Energi Berkelanjutan. ............................................... Limbah Ternak . ............................................................................ Jerami Padi .................................................................................... Teknologi Biogas .......................................................................... Proses Pembentukan Biogas ........................................................ Faktor yang Berpengaru Terhadap Produksi Biogas ...................
7 8 9 10 11 12 18
III. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................
19
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 3.2 Bahan dan Alat ............................................................................. 3.3 Rancangan Penelitian ................................................................... 3.3.1. Parameter Yang Diamati ....................................................... 3.3.2. Volume Gas Yang Di Hasilkan ............................................. 3.3.3. Analisis Aspek Finansial, Ekologi dan Sosial masyarakat .....
19 19 20 27 29 30
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................
32
4.1. Penelitian Laboratorium ............................................................... 4.1.1. Keadaan Umum Penelitian ..................................................... 4.1.2. Karakteristik Bahan Baku ....................................................... 4.1.3. Pendegredasian Jerami Dengan Pengomposan ...................... 4.1.4. Hasil Perlakuan Anaerob Terhadap Parameter Pengamatan . 4.1.5. Produksi Biogas ...................................................................... 4.1.6. Kualitas Biogas .......................................................................
32 32 33 33 35 41 44
13
4.2. Penelitian Aplikasi ....................................................................... 4.2.1. Keadaan Umum Penelitian ..................................................... 4.2.2. Rancangan Reaktor ................................................................. 4.2.3. Pengisian Bahan Baku ............................................................ 4.2.3. Hasil Penelitian Aplikasi......................................................... 4.2.4. Analisi Aspek Ekonomis ........................................................ 4.1.5. Analsis Aspek Sosial............................................................... 4.1.6. Analisis Aspek Ekologis. ........................................................
46 46 47 48 49 51 55 57
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................
59
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 5.2. Saran .............................................................................................
59 59
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
60
LAMPIRAN .............................................................................................
64
14
DAFTAR TABEL Halaman 1. Parameter yang diamati terhadap laju produksi biogas........................
25
2. Kadar air dan persentasi C/N Rasio Bahan Baku ................................
33
3. Rasio C/N awal dan akhir pengomposan .............................................
34
4. Komposisi Jerami dan Kotoran ternak pada reaktor dengan kapasitas 20 liter .................................................................................
34
5. Perbandingan total kalori dari masing-masing perlakuan....................
45
6. Kandungan bahan organik dalam substrat ...........................................
50
7. Perbandingan aplikasi biogas, kayu bakar dan minyak tanah..............
51
8. Rincian arus penerimaan instalasi biogas jika disetarakan dengan Minyak tanah........................................................................................
53
9. Rincian biaya investasi instalasi biogas.. .............................................
53
10. Rincian biaya operacional instalasi biogas ..........................................
54
15
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Diagram Alur Pikir ..........................................................................
4
2.
Tahap pembentukan gas bio .............................................................
13
3.
Lay-aut rancangan percobaan penelitian..........................................
21
4.
Rancangan reaktor skala laboratorium .............................................
21
5.
Bagan alur tahapan penelitian ...........................................................
24
6.
Perubahan warna jerami hasil pengomposan dengan aktifator yang berbeda. .....................................................................................
34
6.
Pencampuran jerami dan kotoran ternak serta desain reactor............
35
7.
Perubahan pH yang terjadi selama perlakuan anaerob .....................
37
8.
Perubahan Total Solid pada setiap perlakuan....................................
38
9.
Perubahan Vilatile Solid pada setiap perlakuan ................................
39
10.
Perubahan BOD dan COD pada setiap perlakuan ..........................
41
11.
Produksi biogas selama 40 hari........................................................
42
12.
Presentasi gas CH4 pada pertengahan dan akhir perlakuan.............
44
13.
Hasil rancangan reactor penampung, penampung pupuk, Penampung gas dan kompor biogas................................................
48
16
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Gambar Reaktor Skala Laboratorium ..............................................
64
2.
Hasil analisa statistik.........................................................................
65
3.
Hasil analisa parameter pengujian ....................................................
68
4.
Pertambahan volume gas ..................................................................
69
5.
Analisa kelayakan ekonomis.............................................................
71
6.
Perhitungan NPV, Net B/C dan Payback Period dengan nilai
7.
biogas disetarakan dengan harga minyak tanah ................................
73
Kuesioner kajian ...............................................................................
74
17
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang mempunyai potensi biomassa yang sangat besar. Estimasi potensi biomassa Indonesia sekitar 46,7 juta ton per tahun (Kamaruddin, 2000). Sumber biomassa tersebar di seluruh wilayah baik yang berupa produksi hasil hutan maupun limbah pertanian.
Sebagian besar
biomassa ada di wilayah pedesaan. Secara alami limbah biomassa ini mengalami degradasi dengan bantuan mikroorganisme. Dalam proses ini akan dihasilkan gasgas yang terlepas ke udara. Diantaranya adalah CO2 dan CH4 yang berperan dalam pembentukan Gas Rumah Kaca (GRK). Sektor pertanian, sawah merupakan sumber emisi GRK terbesar, kemudian diikuti oleh perternakan, emisi GRK dari tanah dan dari pembakaran biomassa(sisa pertanian). Diantara tiga gas utama diatas, metan merupakan jenis yang diemisikan oleh sektor pertanian. Total emisi metan tahun 1994 dari sektor pertanian sekitar 3.2 Tg, sebagaian besar dari padi sawah (71%) dan peternakan (29%) (Boer, 2002). Propinsi Nusa Tengara Timur terutama Kabupaten Kupang adalah salah satu kabupaten yang memiliki potensi pertanian yang cukup besar. Potensi yang ada berupa pertanian padi/palawija dan ternak ruminansia. Jumlah populasi ternak ruminansia besar (sapi dan kerbau) di propinsi ini sebanyak 700.363 ekor sedangkan untuk di kabupaten kupang sendiri sebanyak 186.360 ekor (Ditjennak,2007). Sedangkan luasan pertanian sawah dan palawija pada tahun 2007 dan musim tanam 2008 mencapai 62.339 Ha. Berdasarkan hasil Renstra di kabupaten kupang, jumlah populasi dan areal pertanian akan terus bertambah dari tahun ke tahun sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Jika diasumsikan seekor sapi menghasilkan jumlah feses 18 kg/hari (Sudono, 1995), maka kotoran ternak yang akan dibuang ke alam di kabupaten ini sebanyak 3.354.480 kg/hari. Jumlah limbah yang besar ini apabila tidak diolah secara benar maka dapat mencemari lingkungan dan juga berdampak negatif terhadap kesehatan bagi ternak itu sendiri. Sedangkan limbah pertanian terutama di persawahan berupa jerami padi yang sangat besar jumlahnya. Apabila satu
18
hektar lahan sawah menghasilkan 5-8 ton jerami padi (Makarim et al. 2007) maka ada 311.695 sampai 498.712 ton jerami padi setiap kali panen. Limbah peternakan berupa feses dan urine, dari proses pencernaan ternak ruminansia menghasilkan gas metan (CH4) yang cukup tinggi. Gas metan ini adalah salah satu gas yang ikut berperan terhadap pemanasan global dan perusakan ozon, dengan laju 1% per tahun dan terus meningkat (Boer, 2002). Menurut IPCC (1994), kontribusi emisi metan dari peternakan mencapai 20-35% dari total emisi yang dilepaskan ke atmosfir. Sedangkan setiap kilogram jerami padi dapat menghasilkan 0,25 m3 gas metan dan residunya mengandung 38% Carbon. Makarim et al (2007) melaporkan bahwa pemberian 5 ton/ha jerami kering pada lahan sawah tadah hujan mengakibatkan emisi gas metan selama satu musim 73-48 kg CH4/Ha. Disisi lain gas methan sangat berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber energi pengganti bahan bakar fosil. Salah satu dari energi terbarukan yang dapat dihasilkan adalah biogas, yang memiliki peluang yang besar dalam pengembangannya. Daerah-daerah pedesaan di Indonesia merupakan pusat produksi pertanian dan merupakan sumber bahan baku biogas berupa limbah pertanian yang kaya akan biomassa seperti; limbah peternakan berupa kotoran ternak dan limbah pertanian berupa jerami padi. Untuk meningkatkan pemanfaatan dan peranan biogas sebagai sumber energi di pedesaan saat ini, baik di sektor rumah tangga maupun sektor industri harus ditunjang dengan menerapkan teknik-teknik baru yang berefisiensi tinggi dan berwawasan lingkungan. Salah satu caranya yaitu mencari biomasa pertanian yang dapat dimamfaatkan untuk mengahasilkan biogas.
1.2. Kerangka Pemikiran. Harga bahan bakar minyak yang meningkat dan ketersediaannya yang makin menipis serta permasalahan emisi gas rumah kaca merupakan masalah yang dihadapi oleh masyarakat secara global. Upaya pencarian akan bahan bakar yang lebih ramah terhadap lingkungan dan dapat diperbaharui merupakan solusi dari permasalahan ini. Salah satunya adalah dengan teknologi biogas.
19
Tenologi biogas merupakan pengelolaan limbah yang bukan hanya bersifat penanganan namun juga memiliki nilai guna/manfaat. Selain itu, dengan biogas, teknologi yang digunakan sederhana, mudah dipraktekkan dengan peralatan yang relatif murah dan mudah didapat sehingga para industri kecil dan menengah tidak lagi beranggapan bahwa pengolahan limbah merupakan beban yang sangat mahal. Energi biogas yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai energi pengganti bahan bakar fosil sehingga akan menurunkan gas rumah kaca di atmosfer dan emisi lainnya. Metana merupakan salah satu gas rumah kaca yang keberadaannya di atmosfer akan meningkatkan temperatur, dengan menggunakan biogas sebagai bahan bakar maka akan mengurangi gas metana di udara. Limbah berupa sampah kotoran hewan dan limbah pertanian merupakan material yang tidak bermanfaaat, bahkan bisa menngakibatkan racun yang sangat berbahaya. Aplikasi biogas akan meminimalkan efek tersebut dan meningkatkan nilai manfaat dari limbah. Selain keungulan secara ekologis, pemanfaatan energi biogas memiliki banyak keuntungan secara sosial maupun ekonomi. Biogas dapat menagtasi permasalahan seperti mengurangi bau yang tidak sedap, mencegah penyebaran penyakit, serta hasil samping berupa pupuk organik berupa padat dan pupuk cair. Pemanfaatan limbah dengan cara seperti ini secara ekonomi akan sangat kompetitif seiring naiknya harga bahan bakar minyak dan pupuk anorganik. Daerah pedesaan merupakan tempat yang cocok untuk mengembangkan biogas. Hal ini karena sebagian besar pertanian ada dipedesaan dan limbah yang dihasilkan belum dimamfaatkan secara baik. Selain itu masih banyak daerah pedesaan yang belum dilewati oleh jaringan listrik. Penerapan biogas pedesaan merupakan praktek pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (zero waste). Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1.
20
Potensi Pertanian Indonesia
Limbah Pertanian
Gas methan
Dampak
Masyarakat Pedesaan: Ekologi Ekonomi Sosial
Kerusakan Lapisan Ozon Jerami padi
Kotoran ternak
Biogas
Perancangan Instalasi Biogas
Pupuk Organik
Energi Listrik Pedesaan Ramah Lingkungan
Gambar 1. Diagram Alur Pikir 1.2. Perumusan Masalah Sejalan dengan meningkatnya produksi peternakan dan pertanian maka jumlah limbah yang dihasilkannya juga semakin besar. Dalam hal ini pengelolaan limbah menjadi sangat penting untuk dilakukan agar tidak mencemari lingkungan. Salah satu cara yang bisa diterapkan adalah menginventarisir, melatih dan menyebarluaskan paket-paket teknologi untuk digunakan oleh petani dan peternak sebagai bagian perubahan pola bertani/beternak untuk mengurangi emisi GRK dari sektor pertanian.
21
Salah satu paket teknologi yang dapat diterapkan pada sektor pertanian adalah biogas. Teknologi biogas sebagai salah satu
pengahasil energi dari
pemamfaatan limbah, merupakan tekonologi yang tepat untuk mengatasi limbah biomasa baik dalam bentuk padat maupun cair. Biogas sebenarnya sudah lama dikembangkan di Indonesia, namun selama ini lebih banyak menggunakan bahan baku berupa limbah cair yaitu kotoran ternak atau limbah industri. Pemanfaatan limbah padat berupa limbah pertanian sebagai penghasil biogas belum banyak yang dilakukan. Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang cukup besar jumlahnya dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Hal ini karena walaupun limbah pertanian mengandung kandungan methan yang tinggi namun sangat lama terurai. Hal ini karena jerami mempunyai dinding sel kuat. Jerami padi terdiri dari hemisellulosa 44,9%, sellulosa 37,4%, lignin (4,9%) dan silicon 13,1% (Hills and Roberts 1981). Limbah padat memiliki C/N yang tinggi dan sangat berperan dalam bertumbuhnya mikroba. Penelitian yang dilakukan oleh Sahudi (1983) dengan mencampurkan jerami padi 5 persen dengan kotoran ternak, menghasilkan biogas 74% lebih banyak dari yang tidak mengunakan campuran jerami yang menghasilkan biogas 65%. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya perbandingan (rasio) antara sumber C dengan N (C/N). Perbandingan C/N untuk masing-masing bahan organik akan mempengaruhi komposisi biogas yang dihasilkan. Untuk mengetahui efektifitas teknologi bioproses dalam membentuk energi biogas maka perlu diketahui komposisi campuran limbah jerami padi dan kotoran ternak yang dapat menghasilkan biogas secara maksimal. Sehingga yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengkaji laju produksi volume biogas dengan bahan kombinasi antara kotoran ternak dan jerami? 2. Bagaimana persentase CH4 dan nilai kalor yang dihasilkan, sehingga mendapatkan kombinasi campuran terbaik dari kotoran ternak dan jerami padi? 3. Bagaimana kelayakan ekonomi dalam memanfaatkan limbah jerami padi dan limbah ternak sebagai energi pedesaan?
22
1.4. Tujuan: Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah 1. Mengkaji laju produksi biogas dengan bahan kombinasi antara kotoran ternak dan jerami padi. 2. Menganalisis presentasi CH4 dan nilai kalor yang dihasilkan, sehingga mendapatkan kombinasi campuran terbaik dari kotoran ternak dan jerami padi. 3. Mengkaji kelayakan ekonomi, dalam pemanfaatan jerami padi dan kotoran ternak sebagai energi alternatif pedesaan. 1.5. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Sebagai informasi bagi pemerintah dan stakeholder dalam upaya pengembangan teknologi biogas sebagai alternatif energi di pedesaan. 2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah dalam rencana pengelolaan energi pedesaan.
23
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembangunan Ramah Lingkungan Dalam pengelolaan SDA selama ini, dinilai telah terjadi kesalahan dalam meletakkan paradigma pembangunan. Pengelolaan SDA seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat secara adil dan berbagai pihak secara luas, karena sesuai mandat UUD Pasal 33 ayat (3) adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, secara berkeadilan dan berkelanjutan. Namun yang terjadi adalah pengelolaan SDA lebih menitikberatkan asas ekonomi dimana eksploitasi SDA sebagai sumber devisa namun tidak secara cermat memperhitungkan biaya-biaya lingkungan. Titik berat ini telah menimbulkan dampak (a) tidak terwujudnya kesejahteraan rakyat, dan (b) kerusakan SDA dan lingkungan hidup makin parah. Pembangunan dapat disebut berkelanjutan bila memenuhi kriteria ekonomis, bermanfaat secara sosial, dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Konsep
pembangunan
berkelanjutan
terus
mengalami
perubahan
sejak
diperkenalkan pada tahun 1970. Pada tahun tujuh puluhan konsep pembangunan berkelanjutan didominasi oleh dimensi ekonomi yang dipicu adanya krisis minyak bumi pada tahun 1973 dan tahun 1979. Harga minyak dunia melambung yang mengakibatkan resesi di negara-negara maju khususnya di negara pengimpor minyak. Earth Summit di Rio de Janeiro pada tahun 1992 merupakan titik tolak dipertimbangkannya dimensi sosial dalam pembangunan berkelanjutan (TERI 2002). Pembangunan berkelanjutan merupakan konsep yang cukup kompleks. UN World Commission on Envirowment and Development mendefinisikan sebagai
pembangunan
yang
memenuhi
kebutuhan
saat
ini
tanpa
mengkompromikan kemampuan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini menuntut masyarakat agar memenuhi kebutuhan manusia dengan meningkatkan potensi produktif melalui cara-cara yang rama lingkungan maupun dengan menjamin tersedianya peluang yang adil bagi semua pihak. Deklarasi
Johannesburg
tentang
pembangunan
berkelanjutan
mengidentifikasikan aspek-aspek ekologi, ekonomi dan sosial sebagai tiga tiang pembangunan berkelanjutan yang harus dihadapi secara holistik.
24
2.2. Pengelolaan Energi Berkelanjutan Secara umum sumber energi terbagi atas dua golongan yaitu sumber energi tak terbarukan (non renewable energy sources) dan energi yang terbarukan (renewable
energy
resources).
Sumber
energi
tak
terbarukan
bersifat
konvensional yang terdiri dari minyak bumi, gas alam dan nuklir, sedangkan yang konkonvensional adalah batubara, coalbed methan, shale gas, oil shale dan gambut. Energi tak terbarukan bersifat habis dan tidak dapat didaur ulang. Selanjutnya sumber energi terbarukan adalah geothermal, hydropower, ocean energy, solar, wind dan bioenergi dan lain-lain. Sifat utama yang terpenting dari energi yang terbarukan adalah ramah lingkungan dan dapat didaur ulang sehingga tidak akan habis dari waktu ke waktu. Kondisi sumber daya energi yang sebagian besar tidak dapat diperbaharui, terutama minyak bumi, saat ini sudah cukup kritis (Pangestu 1996). Laju penemuan cadangan energi lebih rendah dari laju konsumsi energi. Bila tidak diketemukan cadangan baru, Indonesia berpotensi menjadi negara pengimpor minyak.
Upaya-upaya
pencarian
sumber
energi
alternatif
selain
fosil
menyemangati para peneliti di berbagai negara untuk mencari energi lain yang kita kenal sekarang dengan istilah energi terbarukan. Energi terbarukan dapat didefinisikan sebagai energi yang secara cepat dapat diproduksi kembali melalui proses alam. Energi terbarukan meliputi energi air, panas bumi, matahari, angin, biogas, bio mass serta gelombang laut. Beberapa kelebihan energi terbarukan antara lain: Sumbernya relatif mudah didapat; dapat diperoleh dengan gratis; minim limbah, tidak mempengaruhi suhu bumi secara global, dan tidak terpengaruh oleh kenaikkan harga bahan bakar (Jarass, 1980).
2.3. Limbah Ternak Menurut Gaur (1983) limbah merupakan bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktifitas manusia maupun proses alam yang belum atau tidak memiliki nilai ekonomis. Sedangkan menurut Mahinda (1992) limbah buangan cair dari suatu lingkungan masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah digunakan dengan minimal 0,1% bagian merupakan zat padat yang terdiri dari senyawa organik dan anorganik. Limbah merupakan komponen penyebab
25
pencemaran yang terdiri dari zat yang tidak mempunyai mamfaat lagi bagi masyarakat. Untuk mencegah pencemaran atau untuk pemamfaatan kembali diperlukan biaya dan teknologi. Limbah peternakan biasanya diartikan sempit berupa kotoran atau tinja dan air kemih ternak. Dalam arti luas limpah ternak diartikan dengan sisa produksi peternakan setelah diambil hasil utamanya. Sedangkan menurut Soeharji (1989), limbah adalah semua buangan yang bersifat padat, cair maupun gas. Sejalan dengan definisi tersebut maka limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair maupun gas. Total limbah yang dihasilkan peternakan tergantung dari species ternak, besar usaha, tipe usaha dan lantai kandang. Limbah ternak yang terdiri dari feces dan urine merupakan limbah ternak yang terbanyak dihasilkan dan sebagian besar limba yang dihasilkan oleh ternak ruminansia seperti sapi, kerbau kambing, dan domba.
Umumnya setiap kilogram susu yang dihasilkan ternak perah
menghasilkan 2 kg limbah padat (feses), dan setiap kilogram daging sapi menghasilkan 25 kg feses (Sihombing, 2000).
Sedangkan menurut Mitchel
(1980) mengatakan bahwa produksi limbah ternak diasumsikan dari proporsi bobot hidup ternak. Untuk ternak babi, limbah yang dikeluarkan kurang lebih 3,6% dari total bobot hidup, untuk sapi 9,4% dari total hidup, domba 1,8% untuk setiap bobot badan 50 kg, sedangkan untuk sapih perah dengan berat badan 500 kg akan mengahilkan limbah kurang lebih 47 kg/hari. Berdasarkan laporan ADB-GEF-UNDP (1998) 1 kg kotoran ternak mengasilkan 230 liter gas metan. Satu ekor sapi perah mengeluarkan emisi gas metan sebanyak 56 kg CH4/ekor/tahun, sedangkan sapi pedaging sebanyak 44 kg, kerbau 55 kg, kambing 8 kg, domba 5 kg, kuda 18 kg, unggas/ayam 0 kg (IPCC, 1994).
Sedangkan emisi metan (kg CH4/ekor/tahun) dari pengelolaan kotoran
ternak untuk masing-masing ternak adalah: sapi perah 27, sapi pedaging 2, babi 7, kerbau 3, kambing 0,37, domba 0,23, kuda 2,77, unggas (ayam dan bebek) 0,157. Data ini berdasarkan asumsi bahwa kotoran ternak tersebut dikelola dengan cara dikeringkan (dry system) (IPCC, 1994).
26
Kotoran ternak ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas.
Ternak ruminansia mempunyai sistem pencernaan
khusus yang menggunakan mikroorganisme dalam sistem pencernaannya yang berfungsi untuk mencerna selulosa dan lignin dari rumput atau hijauan berserat tinggi. Oleh karena itu pada tinja ternak ruminansia, khususnya sapi mempunyai kandungan selulosa yang cukup tinggi.
2.4. Jerami Padi Semua bahan organik yang terdapat dalam tanaman, karbohidrat, selulosa adalah salah satu bahan yang disukai sebagai bahan untuk dicerna. Selulosa secara normal mudah dicerna oleh bakteri, tetapi selulosa dari beberapa tanaman sedikit sulit didegradasikan bila dikombinasikan dengan lignin. Lignin adalah molekul komplek yang memiliki bentuk rigid dan struktur berkayu dari tanaman, dan bakteri hampir tidak dapat mencernanya. Salah satu limbah pertanian yang sangat besar jumlahnya adalah jerami padi. Yang dimaksud dengan jerami adalah bagian vegetatif dari tanaman padi (batang, daun tangkai malai) dan merupakan bagian yang tidak dipungut saat pemanenan (Makarim dkk ,2007). Di Indonesia jerami belum dinilai sebagai produk yang memiliki nilai ekonomis. Petani kebanyakan membiarkan siapa saja untuk mengambil dari lahan sawahnya. Dari hamparan 100 Ha pertanaman padi yang dipanennya bersamaan dapat mengahilkan 500-800 ton jerami. Jerami tidak bermasalah berada dilahan sawah apabila penanaman dilakukan sekali dalam setahun. Namun apabila penanaman dilakukan lebih dari sekali maka perlu biaya dan tenaga untuk menyingkirkan jerami-jerami tersebut. Jerami yang mengadung sekitar 40% C dan mudah dirombak secara biologis dan merupakan substrat untuk pertumbuhan mikroorgnisme tanah. Ketika jerami dibenamkan ke sawah, maka dalam tanah segera terjadi berbagai reaksi biokimia seperti reduksi tanah, imobilisasi dan fiksasi N, produksi asam-asam organik dan pelepasan gas CO2, CH4, C2H4, dan H2S. Gas-gas tersebut, kecuali metan (CH4), bersifat racun bagi tanaman padi bila berada dalam jumlah yang banyak.
27
Fermentasi biogas dapat dibuat dari berbagai residu tanaman dan sumber bahann organik, termasuk jerami dan dari setiap kg jerami dihasilkan 0,25 M3 gas metan dan residunya mengandung 38% . Jerami padi relatif sulit terkomposisi, hanya 9-16% dari produksi total terjadi dalam periode yang sama dan pada suhu yang sama. Untuk mempercepat roduksi gas sebaiknya jerami dikomposkan terlebih dahulu.
2.5. Teknologi Biogas Biogas adalah campuran gas terutama metan yang mencakup 60-70% dan sisanya berupa CO2 dan lain-lain. Gas metan menjadi bagian terpenting dari biogas. Biogas terjadi dari hasil perombakan/fermentasi bahan organik dalam keadaan anaerob
(Yani dan Darwis, 1990). Semua bahan organik dapat
digunakan sebagai bahan penghasil biogas, seperti sisa-sisa buangan (sampah) organik, sisa hasil pertanian seperti kulit singkong, kulit kelapa sawi, batang pisang, jerami, tumbuhan air seperti eceng gondok dan kotoran dari hewan maupun manusia. Biogas adalah gas mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan-bahan organik oleh bakteri-bakteri anaerob (bakteri yang hidup dalam kondisi kedap udara). Pada umumnya semua jenis bahan organik bisa diproses untuk menghasilkan biogas, namun demikian hanya bahan organik (padat, cair) homogen seperti kotoran dan urine (air kencing) hewan ternak yang cocok untuk sistem biogas sederhana. Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktifitas sistem biogas disamping parameter-parameter lain seperti temperatur digester, pH, tekanan dan kelembaban udara. Proses untuk mendapatkan biogas diawali dengan perombakan (degradasi) limbah cair organik akan menghasilkan gas metana, karbondioksida dan gas-gas lain serta air. Perombakan tersebut dapat berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Pada proses aerobik limbah cair kontak dengan udara, sebaliknya pada kondisi anaerobik limbah cair tidak kontak dengan udara luar (Yani dan Darwis, 1990). Mikroba dapat membentuk simbiosis yang menguntungkan dengan tumbuhan-tumbuhan tertentu, misalnya antara bakteri rizobium penambat nitrogen dan beberapa jenis kacang-kacangan. Dalam proses degradasi yang dilakukan oleh
28
mikroba misalnya proses fermentasi bahan organik oleh mikroba dihasilkan berbagai materi seperti alkohol, asetat maupun materi akhir berupa gas-gas seperti CH4, CO2, NH3 dan lain-lain (Adisoemarto 1998).
2.6. Proses Pembentukan Biogas Dalam proses metabolisme, gas metan terbentuk dari hasil kerja sinergis beberapa golongan mikroba seperti bakteri fermentasi, bakteri asetogenik dan bakteri methanogenik (Suhadi et al. 1989). Bakteri metanogenik secara alami hidup dirawa-rawa, kolam tanah basah dan becek serta dalam alat pencernaan hewan besar. Enzim-ensim yang berperan pada mikroba metanogenik antara lain Coensim M-SH methyltransferase dan methyl-S Coenzim M reduktase (mcrA) berperan penting dalam pembentukan gas metan (White, 2000). Secara garis besar proses pembentukan gas bio dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu: hidrolisis, asidifikasi (pengasaman) dan pembentukan gas mehtan (Gambar 2). 2.6.1. Tahap Hidrolisis Pada tahap hidrolisis, bahan organik dienzimatik secara eksternal oleh enzim ekstraselular (selulose, amilase, protease dan lipase) mikroorganisme. Bakteri memutuskan rantai panjang karbohidrat komplek, protein dan lipida menjadi senyawa rantai pendek. Sebagai contoh polisakarida diubah menjadi monosakarida sedangkan protein diubah menjadi peptida dan asam amino.
2.6.2. Tahap Asidifikasi (Pengasaman) Pada tahap ini bakteri menghasilkan asam, mengubah senyawa rantai pendek hasil proses pada tahap hidrolisis menjadi asam asetat, hidrogen (H2) dan karbondioksida. Bakteri tersebut merupakan bakteri anaerobik yang dapat tumbuh dan berkembang pada keadaan asam. Untuk menghasilkan asam asetat, bakteri tersebut memerlukan oksigen dan karbon yang diperoleh dari oksigen yang terlarut dalam larutan. Pembentukan asam pada kondisi anaerobik tersebut penting untuk pembentuk gas metana oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya. Selain itu bakteri tersebut juga mengubah senyawa yang bermolekul rendah`
29
menjadi alkohol, asam organik, asam amino, karbondioksida, H2S, dan sedikit gas metana.
Selulosa (C6H10O5)n + nH2O selulosa
1. Hidrolisis
n(C6H12O6) glukosa
Glukosa
2. Pengasaman
(C6H12O6)n + nH2O glukosa
CH3CHOHCOOH asam laktat CH3CH2CH2COOH + CO2 + H2 asam butirat CH3CH2OH + CO2
etanol Asam Lemak dan Alkohol
3. Metanogenik
4H2 + CO2 2H2O + CH4 CH3CH2OH + CO2 CH3COOH + CH4 CH3COOH + CO2 CO2 + CH4 CH3CH2CH2COOH + 2H2 + CO2 CH3COOH + CH4
Metan + CO2
Gambar 2. Tahap Pembentukan Biogas (FAO, 1978)
2.6.3. Tahap Pembentukan Gas Methan Pada tahap ini bakteri metanogenik mendekomposisikan senyawa dengan berat molekul rendah menjadi senyawa dengan berat molekul tinggi. Sebagai contoh bakteri ini menggunakan hidrogen, CO2 dan asam asetat untuk membentuk metana dan CO2. Bakteri penghasil asam dan gas metana bekerjasama secara simbiosis. Bakteri penghasil asam membentuk keadaan atmosfir yang ideal untuk bakteri
penghasil
metana.
Sedangkan
bakteri
pembentuk
gas
metana
menggunakan asam yang dihasilkan bakteri penghasil asam. Tanpa adanya proses
30
simbiotik tersebut, akan menciptakan kondisi toksik bagi mikroorganisme penghasil asam. Dari fermentasi akan dihasilkan campuran biogas yang terdiri atas metana (CH4), karbon dioksida, hidrogen, nitrogen dan gas lain seperti H2S. Selama proses itu, mikroba yang bekerja butuh makanan. Makanan tersebut mengandung karbohidrat, lemak, protein, fosfor dan unsur-unsur mikro. Lewat siklus biokimia, nutrisi tadi akan diuraikan. Dengan begitu, akan dihasilkan energi untuk tumbuh. Dari proses pencernaan anaerobik ini akan dihasilkan gas metan. Gas metan hasil fermentasi ini akan menyumbang nilai kalor yang dikandung biogas, besarnya antara 590-700 K.cal per kubik. Sumber utama nilai kalor biogas berasal dari gas metan itu, dan sedikit dari H2 serta CO. Sedang karbon dioksida dan gas nitrogen tidak memiliki konstribusi dalam soal nilai panas. Sementara dalam hal tingkat nilai kalor yang dimiliki, biogas punya keunggulan yang signifikan ketimbang sumber energi lainnya, seperti coalgas (586 K.cal/m3) ataupun watergas (302 K.cal/m3). Nilai kalor biogas itu lebih rendah gas alam (967 K.cal/m3). Biogas pun sanggup membangkitkan tenaga listrik sebesar 1,25-1,50 kilo watt hour (kwh). Dari nilai kalor yang dikandung, biogas mampu dijadikan sumber energi dalam beberapa kegiatan sehari-hari. Mulai dari memasak, pengeringan, penerangan hingga pekerjaan yang membutuhkan pemanasan (pengelasan). Selain itu, biogas juga bisa dipakai sebagai bahan bakar untuk menggerakkan motor. Bila biogas digunakan sebagai bahan bakar motor maka diperlukan sedikit modifikasi pada sistem karburator. Hasil kerja motor dengan bahan bakar biogas ini dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pembangkit tenaga listrik, pompa air dan lainnya. Selain itu, biogas juga bisa dipadukan dengan sistem produksi lain.
2.7 Faktor yang Berpengaruh Pada Proses Anaerobik 2.7.1 Temperatur Temperatur yang optimal untuk digester adalah temperatur 30-350C, kisaran temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk pertumbuhan bakteri dan produksi biogas di dalam digester dengan lama proses yang pendek.
31
Temperatur yang tinggi (thermophilic) jarang digunakan karena sebagian besar bahan sudah dicerna dengan baik pada temperatur mesophilic, selain itu bakteri thermophilic mudah mati karena perubahan temperatur. (Bitton, 1994). Selain itu keluaran/ sludge memiliki kualitas yang rendah untuk pupuk, berbau dan tidak ekonomis untuk mempertahankan pada temperatur yang tinggi, khususnya pada iklim dingin . Bakteri mesophilic adalah bakteri yang mudah dipertahankan pada kondisi buffer yang (mantap (well buffered) dan dapat tetap aktif pada perubahan temperatur yang kecil, khususnya bila perubahan berjalan perlahan. Pada temperatur yang rendah 150C laju aktivitas bakteri sekitar setengahnya dari laju aktivitas pada temperatur 350C. Pada temperatur 100C-70C dan dibawah temperatur aktivitas, bakteri akan berhenti beraktivitas dan pada range ini bakteri fermentasi menjadi dorman sampai temperatur naik kembali hingga batas aktivasi. Apabila bakteri bekerja pada temperatur 400C produksi gas akan berjalan dengan cepat hanya beberapa jam tetapi untuk sisa hari itu hanya akan diproduksi gas yang sedikit ( Nagamani 2006). Massa bahan yang sama akan dicerna dua kali lebih cepat pada 350C dibanding pada 150C dan menghasilkan hampir 15 kali lebih banyak gas pada waktu proses yang sama. Seperti halnya proses secara biologi tingkat produksi metan berlipat untuk tiap peningkatan temperatur sebesar 100C-150C. Jumlah total dari gas yang diproduksi pada jumlah bahan yang tetap, meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur ( Nagamani 2006). Lebih lanjut, yang harus diperhatikan pada proses biometananisasi adalah perubahan temperatur, karena proses tersebut sangat sensitif terhadap perubahan temperatur. Perubahan temperatur tidak boleh melebihi batas temperatur yang diijinkan. Untuk bakteri psychrophilic selang perubahan temperatur berkisar antara 2 0C/ jam, bakteri mesophilic 10C/jam dan bakteri thermophilic 0.50C/jam. Walaupun demikian perubahan temperatur antara siang dan malam tidak menjadi masalah besar untuk aktivitas metabolisme (Yani dan Darwis, 1990). Sangat penting untuk menjaga temperatur tetap stabil apabila temperatur tersebut telah dicapai.
32
Panas sangat penting untuk meningkatkan temperatur bahan yang masuk ke dalam biodigester dan untuk mengganti kehilangan panas dari permukaan biodigester.
Kehilangan
panas
pada
biodigester
dapat
diatasi
dengan
meminimalkan kehilangan panas dari bahan. Misalnya, kotoran sapi segar memiliki temperatur 350C Apabila jarak waktu antara tubuh ternak dan biodigester dapat diminimalkan, kehilangan panas dari kotoran dapat dikurangi dan panas yang dibutuhkan untuk mencapai 350C lebih sedikit. 2.7.2 Ketersediaan Unsur Hara Bakteri Anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan kobalt. Level nutrisi harus sekurangnya lebih dari konsentrasi optimum yang dibutuhkan oleh bakteri metanogenik, karena apabila terjadi kekurangan nutrisi akan menjadi penghambat bagi pertumbuhan bakteri. Penambahan nutrisi dengan bahan yang sederhana seperti glukosa, buangan industri, dan sisa sisa tanaman terkadang diberikan dengan tujuan menambah pertumbuhan di dalam digester. Walaupun demikian kekurangan nutrisi bukan merupakan masalah bagi mayoritas bahan, karena biasanya bahan memberikan jumlah nutrisi yang mencukupi (Gunerson and Stuckey, 1986). Nutrisi yang penting bagi pertumbuhan bakteri, dapat bersifat toksik apabila konsentrasi di dalam bahan terlalu banyak. Pada kasus nitrogen berlebihan, sangat penting untuk mempertahankan pada level yang optimal untuk mencapai digester yang baik tanpa adanya efek toksik (Gunerson and Stuckey, 1986). 2.7.4 Derajat Keasaman (pH) Derajat
keasaman
memiliki
efek
terhadap
aktivasi
biologi
dan
mempertahankan pH agar stabil penting untuk semua kehidupan. Kebanyakan dari proses kehidupan memiliki kisaran pH antara 5-9. Nilai pH yang dibutuhkan untuk digester antara 7-8,5. Bila proses tidak dimulai dengan membibitkan bakteri methan, seperti memasukkan kotoran hewan ke dalam kolam, kondisi buffer tidak akan tercipta dan perubahan yang terjadi adalah: selama tahap awal dari proses sekitar 2 minggu, pH akan turun hingga 6, atau lebih rendah, ketika sejumlah CO2
33
diberikan. Hal ini akan terjadi selama 3 bulan dengan penurunan keasaman yang lambat (6 bulan pada cuaca yang dingin) selama waktu itu ikatan asam volatile dan nitrogen terbentuk . Seperti pada pencernaan, karbondioksida dan metana diproduksi dan pH perlahan meningkat hingga 7. Ketika campuran menjadi berkurang keasamannya maka fermentasi metanalah yang mengambil alih proses pencernaan. Sehingga nilai pH meningkat diatas netral hingga 7,5 – 8,5. Setelah itu campuran menjadi buffer yang mantap (well buffered), dimana bila dimasukkan asam/basa dalam jumlah yang banyak, campuran akan stabil dengan sendirinya pada pH 7,5 – 8,5 (Buyukkamaci dan Filibeli, 2004). Apabila campuran sudah mantap, ini memungkinkan untuk menambah sejumlah kecil bahan secara berkala dan dapat mempertahankan secara konstan produksi gas dan sludge (pada digester aliran kontinyu). Bila bahan dimasukkan tidak teratur (digester tipe batch), enzim akan terakumulasi sehingga padatan organik menjadi jelek dan produksi metana terhenti. Pertumbuhan bakteri penghasil gas metana akan baik bila pH bahannya pada keadaan alkali (basa). Bila proses fermentasi berlangsung dalam keadaan normal dan anaerobik, maka pH akan secara otomatis berkisar antara 7-8,5. Bila derajat keasaman lebih kecil atau lebih besar dari batas, maka bahan tersebut akan mempunyai sifat toksik terhadap bakteri metanogenik (Buyukkamaci dan Filibeli, 2004). Derajat keasaman dari bahan didalam digester merupakan salah satu indikator bagaimana kerja digester. Derajat keasaman dapat diukur dengan pH meter atau kertas pH. Untuk bangunan digester yang kecil, pengukuran pH dapat diambil dari keluaran/effluent digester atau pengambilan sampel dapat diambil di permukaan digester apabila telah terpasang tempat khusus pengambilan sampel. 2.7.5 Penghambat Nitrogen dan Ratio Carbon Nitrogen Mikroorganisme membutuhkan nitrogen dan karbon untuk proses asimilasi. Karbon digunakan sebagai energi sedangkan nitrogen digunakan untuk membangun struktur sel. Bakteri penghasil metana menggunakan karbon 30 kali lebih cepat daripada nitrogen. Proses anaerobik akan optimal bila diberikan bahan makanan yang mengandung karbon dan nitrogen secara bersamaan. CN ratio menunjukkan perbandingan jumlah dari kedua elemen tersebut.
34
Pada bahan yang memiliki jumlah karbon 15 kali dari jumlah nitrogen akan memiliki C/N ratio 15 berbanding 1. C/N ratio dengan nilai 30 (C/N = 30/1 atau karbon 30 kali dari jumlah nitrogen) akan menciptakan proses pencernaan pada tingkat yang optimum, bila kondisi yang lain juga mendukung. Bila terlalu banyak karbon, nitrogen akan habis terlebih dahulu. Hal ini akan menyebabkan proses berjalan dengan lambat. Bila nitrogen terlalu banyak (CN ratio rendah; misalnya 30/15), maka karbon habis lebih dulu dan proses fermentasi berhenti . 2.7.6 Kandungan Padatan dan Pencampuran Substrat Walaupun tidak ada informasi yang pasti, mobilitas bakteri metanogen di dalam bahan secara berangsur-angsur dihalangi oleh peningkatan kandungan padatan yang berakibat terhambatnya pembentukan biogas. Selain itu yang terpenting untuk proses fermentasi yang baik diperlukan pencampuran bahan yang baik akan menjamin proses fermentasi yang stabil di dalam pencerna. Hal yang paling penting dalam pencampuran bahan adalah: •
Menghilangkan unsur-unsur hasil metabolisme berupa gas (metabolites) yang dihasilkan oleh bakteri metanogen.
•
Mencampurkan bahan segar dengan populasi bakteri agar proses fermentasi merata.
•
Menyeragamkan temperatur di seluruh bagian pencerna.
•
Menyeragamkan kerapatan sebaran populasi bakteri.
•
Mencegah ruang kosong pada campuran bahan
35
III.
METODOLOGI
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2009 - Juli 2009. Penelitian ini berlangsung dalam dua tahap yaitu tahap penelitian laboratorium yang dilaksanakan selama 120 hari yang bertempat di laboratorium pengolahan limbah Fapet IPB Dramaga Bogor. Sedangkan tahap penelitian skala lapangan dilaksanakan selama 90 hari di kelompok penggemukan ternak sapi di Desa Kuanheum Kecamatan Amabi Oefeto Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sedangkan analisis hasil dilakukan di laboratorium Pengujian Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB dan laboratorium Fakultas MIPA Universitas Nusa Cendana. Untuk analisis gas methan dilakukan di laboratorium terpadu IPB.
3.2. Alat dan Bahan 3.2.1. Alat Alat yang digunakan dalam penelitian laboratorium adalah berupa alat-alat laboratorium yang digunakan untuk pengujian yaitu berupa termometer, pH meter, tabung reaksi, pipet, batang gelas melengkung Colony counter, cawan petri, oven, tanur, cawan keramik dan timbangan analitik. Sedangkan alat-alat yang dipakai untuk analisis yaitu pipet, desikator, labu takar, erlenmeyer, cawan porselin. Alat-alat ini digunakan pada dua tahap penelitian yaitu penelitian skala laboratorium dan penelitian skala lapangan.
3.2.2. Bahan Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kotoran ternak sapi, jerami padi serta aktifator berupa larutan EM4 dan akticom. Kotoran ternak sapi di ambil dari usaha peternakan rakyat, sedangkan limbah pertanian berupa jerami diperoleh
lansung dari kebun petani yang ada disekitar kampus IPB
darmaga untuk skala laboratorium dan skala lapangan diambil dari kebun petani di desa tempat penelitian. Sedangkan aktifator yang digunakan untuk pengomposan jerami adalah EM4 yang diperoleh dari toko pertanian dan actikomp
36
diperoleh dari Balai Penelitian Hasil Perkebunan Bogor. Bahan-bahan ini diperlukan baik dipenelitian laboratorium maupun penelitian lapangan. Bahan yang akan dipakai untuk merancang reaktor dalam penelitian laboratorium adalah berupa jergen kapasitas 20 liter, pipa PVC 0,5 inch, lem PVC selang, toples plastik, ban dalam, tali karet, kawat pengikat. Sedangkan bahan yang diperlukan untuk merancang reaktor skala lapangan adalah Cincin beton , pipa PVC 4 inch dan 0.5 inch, PVC sambungan siku 4 inch, PVC ulir 0.5 inch jantan dan betina, lem PVC, stop kran 0,5 inchi, drum, selang 0,5 inch, tali karet ban dalam, triplek 3 mm.
3.3. Rancangan Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan dua tahap percobaan yaitu percobaan skala laboratorium dengan kapasitas 20 liter. Hasil percobaan dalam skala laboratorium akan dilakukan perancangan skala semi proyek untuk satu kelompok peternak pengemukan sapi.
3.3.1. Skala Laboratorium. Percobaan skala laboratorium akan dilakukan untuk mengetahui campuran terbaik dari jerami padi dan kotoran ternak dalam menghasilkan biogas. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 6 perlakuan dan kontrol, masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Sehingga dalam penelitian ini ada 21 unit percobaan. Perlakuan pembeda pertama yaitu pengomposan dengan EM4 dan pengomposan dengan acticomp. Sedangkan perlakuan kedua yaitu perbedaan C/N 25, 30 dan 35 ( Gambar 3). Rumus model rancangan percobaan adalah:
Yij
= μ + τ i + ∑ ij ................................(1)
Yij
= Produksi biogas pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= Efek rata-rata yang sebenarnya
τi
= Efek sebenarnya dari perlakuan ke-i
Σij
= Galat pada setiap unit percobaan pada taraf ke-ij
37
C/N 25 (P1U1)
C/N 30 (P2U2)
C/N 35 (P3U3)
C/N 30 (P2U1)
C/N 35 (P3U2)
C/N 25 (P2U3)
C/N 35 (P2U2)
C/N 25 (P2U2)
C/N 30 (P2U2)
C/N 25 (P4U1)
C/N 25 (P4U2)
C/N 35 (P6U3)
C/N 30 (P5U1)
C/N 35 (P6U2)
C/N 30 (P5U3)
C/N 35 (P6U1)
C/N 30 (P5U2)
C/N 25 (P4U3)
Pengomposan dengan EM4
Pengomposan dengan acticomp
Gambar 3. Lay –out Rancangan Percobaan Penelitian
Rancangan digester skala laboratorium yaitu tipe batch. Pada tipe ini bahan dimasukan sekali dalam pengoperasian. Bahan yang dipakai untuk reaktor skala laboratorium terbuat dari jerigen dengan kapasitas 20 liter, sedangkan penampung gas terbuat dari toples ukuran 5 liter. Setiap reaktor terisi dengan bahan campuran dengan volume 18 liter. Setiap reaktor dilengkapi dengan lubang pengontrolan, juga katup input dan autput yang dihubungkan dengan tabung penampung gas (Gambar 4).
Pipa Pengontrolan
Saluran biogas Kran gas
Toples 5 liter 18 liter Toples 10 liter Penampung Biogas
Penampung air
Reaktor pembangkit terbuat dari jerigen 20 liter
Gambar 4. Rancangan Reaktor Skala Laboratorium
38
3.3.2. Skala Aplikasi Lapangan Dari hasil pengukuran dan analisis skala laboratorium akan dilihat hasil perlakuan yang mengahasilkan biogas secara optimal akan dilanjutkan pada perancangan dengan skala lapangan. Skala lapangan akan dilaknakan di dua kelompok pengemukan ternak sapi dan merupakan kelompok binaan Yayasan Cemara-Kupang. Rancangan digester untuk skala lapangan adalah tipe kontinyu dengan dua bangunan yaitu : bak pencerna atau bak fermentasi dan bak penampung gas metan. Jumlah ternak yang dimiliki oleh satu kelompok peternak adalah 7-10 ekor maka ukuran bak pencerna adalah kapasitas 6,5 m³. Digester yang dibangun akan mengunakan bahan cincin beton, hal ini bertujuan agar wakru pengunaan instalasi berlansung lama sehingga masyarakat khususnya peternak sapi tertarik untuk memanfaatkan energi biogas dengan pertimbangan murah dan mudah diperoleh. Tahapan skala lapangan dilakukan untuk mengetahui penerapan dengan skala yang lebih besar. Skala lapangan juga bertujuan mengetahui kelayakan ekonomi, sosial dan ekologi dari pemamfaatan kotoran ternak dan jerami padi sebagai penghasil biogas.
3.3.3. Tahapan penelitian Kedua tahapan penelitian diatas mendapatkan perlakuan awal bahan penelitian sebelum bahan-bahan tersebut dimasukan ke dalam digester. Proses perlakuan awal dimaksudkan agar terjadi proses pendegradasian bahan baku berupa jerami dengan cara pengomposan. Dalam proses pengomposan diharapkan akan terjadi dekomposisi bahan organik yang komplek yang diubah menjadi elemen yang sederhana atau senyawa organik dan terjadi proses mineralisasi (Higa, 1990). Untuk mempercepat proses pengomposan akan digunakan EM4 sebagai aktifator. Tahapan proses persiapan bahan pencerna adalah sebagai berikut: 1. Jerami dicacah dengan ukuran 2-3 cm kemudian di komposkan hingga jerami berubah menjadi kompos. Tujuan dari pengomposan adalah melunakan perlindungan lignin agar selulosa dapat dihidrolisis.
39
2. Penyaringan terhadap kotoran ternak segar yang telah diambil hal ini bertujuan mengeluarkan sampah-sampah atau kotoran kandang selain kotoran ternak, seperti batang dan daun keras, sisa batang rumput dan kotoran lainnya yang sebagian besar adalah sisa-sisa pakan ternak yang terlalu kasar. 3. Jerami yang telah dikomposkan dicampurkan kedalam kotoran ternak kemudian ditambahkan air hingga adonan berupa lumpur ( 7% - 9% bahan padat). Jumlah jerami yang ditambahkan didasarkan pada rasio C/N yaitu, 25, 30 dan 35. Persamaan yang digunakan untuk menentukan C/N adalah sebagai berikut:
%CJerami * Bobot + %CKotoran * Bobot = ..(25,30dan35). .........(2) % NJerami * Bobot + % NKotoran * Bobot 4. Pengadukan dilakukan terhadap campuran hingga bahan pencerna tercampur secara homogen. 5. Adonan bahan pencerna dimasukan kedalam reaktor yang telah dipersiapkan. 6. Kemudian dilakukan pengamatan/pengukuran terhadap parameter-parameter untuk mengetahui produksi biogas. 7. Penampungan dan pengukuran laju produksi biogas.
40
Limbah
Kotoran ternak
Air
Jerami padi
Penyaringan
Dicacah 2-3 cm Pengomposan Pencampuran /Pengadukan
Larutan EM4/akticom
Kolam pencerna
Pengambilan Sampel I
Inlet
Pengukuran produksi biogas
Pengambilan Sampel II
Autlet
Penampungan gas
Pengambilan sampel Kualitas biogas
Analisis laboratorium
Analisis data
Gambar 5. Bagan Alir Tahapan Penelitian
41
3.3.2. Parameter Yang Diamati Terhadap Laju Produksi Biogas
Parameter yang diamati dan akan berpengaruh terhadap produksi biogas meliputi: pH, suhu, kandungan Total Solid (TS), Volitile Solid (VS), Chemical Oxygen Demand (COD), Biochemical Oxygen Demand (BOD), dan kandungan Carbon dan Nitrogen (C/N). Parameter suhu akan diukur dan dicatat setiap hari, sedangkan pH diukur setiap minggu. Parameter lainnya akan dilakukan pengambilan sampel untuk dianalisis pada tahap pemasukan bahan pencerna dan saat akhir pengeluaran pencerna. Metode analisis yang dipakai untuk mengetahui parameter-parameter tersebut dilakukan dengan mengacu pada metode APHA (1998). Parameter ,waktu dan metode pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Parameter dan waktu pengamatan serta metode yang digunakan Parameter
Waktu Pengamatan
Metode
pH
Setiap hari
Pengamatan lansung
Suhu
Setiap hari
Pengamatan lansung
Total Solid (TS)
Awal, pertengahan dan akhir
Analisis Lab. (APHA)
Volitile Solid (VS)
Awal, pertengahan dan akhir
Analisis Lab. (APHA)
Chemical Oxygen Demand (COD) Biochemical Oxygen Demand (BOD) Kandungan Carbon dan Nitrogen (C/N).
Awal, pertengahan dan akhir
Analisis Lab. (APHA)
Awal pertengahan dan akhir
Analisis Lab. (APHA)
Awal, pertengahan dan akhir
Analisis Lab. (APHA dan Kjeldahl )
3.3.1.
Derajat Keasaman (pH)
Untuk mengetahui derajat keasaman (pH) maka akan diambil sampel dari dalam digester setiap minggu untuk mengukur pH. Sampel dari dalam digester bisa lansung diamati dengan mengunakan ph meter. Derajat keasaman sangat berpengaruh terhadap aktifitas mikroorganisme. Nilai pH yang dibutuhkan dalam biodigester adalah berkisar antara 7-8,5. Bila derajat keasaman lebih kecil atau lebih besar dari batas, maka bahan tersebut akan bersifat toksik terhadap bakteri metanogenik.
42
3.3.2.
Suhu
Suhu digester dapat diketahui dengan mengunakan termometer yang terpasang pada masing-masing digester perlakuan. Pada penelitian ini bakteri yang bekerja adalah bakteri mesophilic yang aktif bekerja pada kisaran suhu 30400 C. Suhu ini akan dijaga agar tetap berada pada kisaran angkat diatas.
3.3.3.
Kandungan Total Solid (TS)
Total solid adalah sejumlah padatan yang ada didalam bahan. Langkah pengukuran TS adalah adalah mempersiapkan cawan porselen yang bersih, kemudian keringkan di dalam oven bersuhu 103 – 105oC , lalu masukkan ke dalam desikator, setelah beberapa saat ditimbang. Indikasikan sebagai (B). Langkah berikutnya adalah pengambilan
sampel sebanyak 200 mg, dan
dimasukan ke dalam cawan porselen, lalu dipanaskan dan keringkan di dalam oven bersuhu 103 – 105oC selama 1 jam. Kemudian masukkan ke dalam desikator, dan disimpan hingga suhu dan beratnya seimbang. Indikasikan sebagai (A). Perhitungan: Total Solids Mg/L =
( A − B ) × 1000 ....................................(3) Vol.sampel (ml )
Dimana: A = berat sampel setelah ditimbang + berat cawan (mg) B = berat cawan tanpa sampel (mg)
3.3.4.
Volitile Solid (VS)
Padatan organik yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk berkembang biak. Langkah pengukuran TS adalah: Cawan porselen yang bersih, dikeringkan di dalam oven pada suhu 103 – 105oC, kemudian masukkan ke dalam desikator, setelah beberapa saat ditimbang. Indikasikan sebagai (B). Sampel sebanyak 25 – 50 gr, dimasukkan ke dalam oven bersuhu 103 – 105oC selama 1 jam, kemudian dinginkan di dalam desikator hingga suhu dan bertanya seimbang, lalu ditimbang. Indikasikan sebagai (A). Kemudian sampel (A) diambil dan dibakar di dalam tanur dengan suhu 550oC selama 1 jam, setelah itu dinginkan di dalam desikator hingga suhu dan beratnya seimbang. Indikasikan sebagai (C).
43
Perhitungan: % voletile solids =
( A − D ) × 1000 .........................(4) A− B
Dimana: A = berat sampel setelah didinginkan + cawan (mg) B = berat cawan C = berat sampel + cawan setelah dibakar di dalam tanur (mg)
3.3.5.
Chemical Oxygen Demand (COD)
Sampel sebanyak 20 ml dimasukkan ke dalam labu didih 300 ml, tambahkan 10 ml K2Cr2O7 0,25 N; 0,4 gr H2SO4; 40 ml asam sulfat yang mengandung silver sulfat dan batu didih. Panaskan dan didihkan selama 10 menit dengan direflux menggunakan kondensor. Kemudian dinginkan dan cuci dengan menggunakan 50 ml air suling. Dinginkan, kemudian tambahkan 2 tetes indikator ferroin dan titrasi dengan amonium ferro sulfat 0,25 N hingga terjadi perubahan warna dari biru kehijauan menjadi merah kecoklatan. Kemudian catat volume yang digunakan. Indikasikan sebagai (B). Dengan melakukan prosedur yang sama, lakukan titrasi terhadap blangko air suling sebanyak 20 ml dengan menggunakan 0,25 amonium ferro sulfat. Indikasikan sebagai (A). Perhitungan: COD (mg O2/L) =
( A − B ) × M × 8000 ..........................(5) ml.sampel
Dimana: A = ml titrasi blanko B = ml titrasi sampel M = molaritas (0,25) 8000 = miliequivalent berat oksigen x 1000 ml/L
3.3.6.
Biochemical Oxygen Demand (BOD)
Sampel sebanyak 1 atau 2 liter, apabila sampel terlalu tinggi tingkat kepadatannya, maka dilakukan pengenceran dengan menggunakan akuades. Kemudian tingkatkan kadar air sampel dengan aerasi menggunakan oksigen baterai selama 5 menit. Setelah itu sampel dipindahkan ke botol BOD gelap dan terang sampai penuh. Sampel pada botol terang dianalisa kadar oksigen
44
terlarutnya. Indikasikan sebagai (DO1). Sedangkan botol BOD gelap yang berisi sampel kemudian di dalamnya ditambahkan masing-masing 3 tetes buffer fosfat, MgSO4, CaCl2 dan FeCl3 kemudian diinkubasi pada suhu 20oC selama 5 hari. Setelah 5 hari dilakukan pengukuran kadar oksigen terlarutnya. Diindikasikan sebagai (DO5). Perhitungan: BOD5 (mg/L) =
(ml.DO1 − DO5) × N .Tio × 8 × 1000 ⎛ vol.Botol − vol.Pereaksi.DO ⎞ ml.contoh⎜ ⎟ × fak . pengencer vol.Botol ⎝ ⎠
.....(6)
3.3.7. Kandungan Carbon dan Nitrogen (C/N)
Cawan porselen yang bersih,dimasukkan ke dalam oven selama 1 jam dengan suhu 105oC, kemudian dinginkan di dalam desikator hingga suhu beratnya seimbang. Indikasikan sebagai (A). Sampel sebanyak 2 gr. Indikasikan sebagai (B). Kemudian sampel diletakkan ke dalam cawan porselen lalu pijar dan panaskan diatas bunsen hingga tidak berasap. Kemudian masukkan sampel ke dalam tanur bersuhu 6500C selama 12 jam. Kemudian cawan porselen didinginkan di dalam desikator hingga suhu dan beratnya seimbang, kemudian ditimbang. Indikasikan sebagai (C). Perhitungan: Kadar Abu (%) =
( A + B ) − C × 100% .................................(8) B
Kadar C (%) = 100% - kadar Abu (%)..................................(9) Untuk mengetahui kandungan Nitrogen (N) maka dilakukan dengan Metode Kjeldahl. Sampel sebanyak 0,25 gr sampel dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian tambahkan larutan H2SO4 pekat sebanyak 2,5 ml dan selen sebanyak 0,25 gr. Kemudian destruksi campuran larutan tersebut menjadi jernih, kemudian dinginkan. Setelah dingin, tambahkan ke dalamnya NaOH 40% sebanyak 15 ml. Di lain pihak, siapkan larutan penampung di dalam erlenmeyer 125 ml yang terdiri dari 19 ml H3BO3 4% dan BCG-MR 2 sebanyak 3 tetes. Kemudian larutan sampel dimasukkan ke dalam labu destilasi. Kemudian lakukan destilasi hingga tidak terdapat lagi gelembung yang keluar pada bagian dalam penampung. Kemudian hasil destilasi dititrasi dengan menggunakan HCl 0,01 N.
45
Perhitungan: %N=
(ml.titrasi.sampel − ml.titrasi.blanko ) × N .HCl × 14 × 100 .............(10) ml.sampel
3.3.2. Volume Gas yang Dihasilkan.
Untuk mengetahui perbedaan perlakuan dalam menghasilkan gas maka akan diukur volume gas yang dihasilkan sedangkan kualitas gas yang dihasilkan dapat dilakukan dengan analisis sampel gas untuk mengetahui presentasi gas metana yang dihasilkan. Analisis gas metana akan dilakukan dengan metode cromatography. Volume
gas
yang
diproduksi
diukur
setelah
biodigester
mulai
memproduksi gas dan tertampung pada tabung penampung. Volume gas dihitung dengan cara menghitung volume yang dapat dibentuk gas pada penyimpanan sementara per hari. Karena penampung gas berbentuk silinder maka rumus yang digunakan untuk menghitung volume gas adalah sebagai berikut: V= π × r2 × t …………...……..……( 11 ) Dimana
: V = Volume penyimpan sementara (ml ) π = 3,14
r = Jari-jari penampung gas (cm) t = Tinggi gas tertampung (cm) Untuk mengetahui kualitas gas yang dihasilkan maka dilakukan penghitungan persentase gas metana yang dihasilkan dilakukan dengan menggunakan gas cromatography. Dengan mengetahui persentase gas metana dapat dihitung nilai kalor bersih gas bio. Nilai kalori bersih dapat dihitung dari persentase metana seperti berikut : Q = k × m ……………....................……. (12) Dimana Q = Nilai kalor bersih ( joule/cm3 ) k = Konstanta ( 0,33 ) m = Persentase metana ( % )
46
3.3.3. Analisis Kelayakan Ekonomi, Sosial dan Ekologis 3.3.3.1. Analis Kelayakan Ekonomi Data yang diperoleh dari skala lapangan akan digunakan untuk dinalisis
kelayakan ekonomi. Hal dapat dilakukan dengan melihat aspek finansial dengan membandingkan antara besarnya biaya yang dikeluarkan dengan nilai mamfaat yang diterima dalam suatu investasi untuk jangka waktu tertentu. Dalam analisis finansial diperlukan kreteria investasi yang digunakan untuk melihat kelayakan suatu usaha. Analisis ini meliputi perhitungan, Benefit Cost Ratio (B/C), Net Present Value (NPV) dan Analisis Payback Period. 1. Penggunaan rasio manfaat dan biaya (Benefit Cost-Ratio) dapat dihitung dengan mengalikan jumlah satuan dengan harganya dan apabila produk atau jasa tersebut tidak dapat dipasarkan maka digunakan metode pendekatan untuk menyatakan nilai moneternya. Benefit Cost-Ratio adalah jumlah nilai sekarang dari manfaat dan biaya. Kriteria alternatif yang layak adalah BCR lebih besar dari 1. Secara matematis BCR dapat disajikan seperti berikut: n
BCR =
Bt − Ct
∑ (1 + i )
t
t =1
...........................(13)
Dimana Bt= Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t Ct= Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t i = Tingkat suku bunga t = Tingkat investasi (t=1,2,3.....n) n= Umur ekonomis proyek 2. Net Present Value (NPV) dapat diartikan sebagai nilai sekarang dari arus pendapatan yang didapatkan dari investasi (Husman dan Suwarsono, 2000). Nilai NPV akan menunjukan keuntungan yang diperoleh selama umur investasi. Secara matematis NPV dapat disajikan seperti berikut: n
NPV =
Bt − C t
∑ (1 + r ) t =1
t
...............................(14)
Dimana Bt= Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t Ct= Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t
47
n = Umur ekonomis proyek r = Tingkat suku bunga i = Tingkat investasi (t=1,2,3.....n) 3. Payback Period merupakan jangka waktu periode yang dibutuhkan untuk membayar kembali semua biaya-biaya yang telah dikeluarkan didalam investasi suatu proyek. Semakin cepat waktu pengembalian, semakin baik proyek itu diusahakan. Secara matematis dapat disajikan seperti berikut: P=
I ..........................(15) A
Dimana P= Jumlah waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal I= Biaya Investasi A= Benefit tiap tahun.
3.3.3.2. Analisis Aspek Sosial
Analisis aspek sosial dilakukan secara deskriptif untuk melihat dampak yang ditimbulkan dari pembuatan instalasi biogas terhadap masyarakat peternak. Aspek ini meliputi persepsi, kemauan pengelolaan dan keberlanjutan perawatan. Data untuk aspek ini diperoleh dengan Fokus Group Discussioan (FGD) dan wawancara mendalam. 3.3.3.3. Analisis Aspek Ekologi
Aspek Ekologi akan dianalisis untuk mengetahui dampak pemamfaatan biogas oleh peternak terhadap lingkungan sekitar. Untuk melihat dampak pembangunan instalasi biogas terhadap lingkungan sekitar maka akan dilihat dampak terhadap pencemaran lingkungan, dampak terhadap pengunaan energi kayu bakar dan pemamfaatan pupuk dari reaktor biogas. Data diperoleh dengan cara pengamatan langsung dan wawancara mendalam.
48
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penelitian Laboratorium 4.1.1. Keadaan Umum Penelitian
Penelitian laboratorium berlangsung selama empat bulan yaitu januari 2009 sampai Mei 2009 yang berlangsung di dalam ruangan dilaboratorium pengolahan limbah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Walaupun penelitian ini berlangsung pada musim penghujan namun suhu ruangan berkisar antara 250C sampai 290C yang diukur setiap harinya. Kondisi lingkungan sangat mempengaruhi produktifitas mikroorganisme dalam proses pengomposan maupun perlakuan anaerob. Pengukuran data dilakukan dua kali dalam sehari yaitu pukul 08.00 dan pukul 18.00 WIB. Pengadukan dilakukan setiap hari sebelum pengukuran suhu dan pH, dengan cara mengguncangkan reaktor. Pengadukan ini dimaksudkan agar medium dalam reaktor tercampur secara homogen. Pada perlakuan anaerob, terjadi kegagalan pada salah satu reaktor ulangan dengan perlakuan kontrol tidak menhasilkan gas. Kegagalan ini mungkin disebabkan karena ada kebocoran pada reaktor. Kegagalan salah satu reaktor ini menyebabkan jumlah ulangan pada kontrol berkurang menjadi dua ulangan. 4.1.2. Karakteristik Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian laboratorium adalah kotoran ternak sapi perah yang diambil dari Laboratorium sapi perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, sedangkan jerami padi didapat dari persawahan Cifor Darmaga. Sedangkan penelitian aplikasi mengunakan bahan baku jerami padi dari kebun petani disekitar lokasi. Sedangkan kotoran ternak bersumber dari kelompok pengemukan sapi yang ada. Jerami yang dipilih adalah jerami yang baru selesai dipanen, dan kotoran ternak yang dipakai adalah kotoran yang masih berumur satu sampai empat hari. Hasil analisis bahan baku awal meliputi parameter kadar air, kadar Carbon (C) dan kadar Nitrogen (N) untuk mengetahui C/N rasio. C/N merupakan karakteristik terpenting dalam bahan organik yang nantinya berguna dalam proses
49
pendegradasian (Sulaeman, 2007). Analisis C/N
(Tabel 2) dilakukan untuk
mengetahui kandungan kandungan carbon dan nitrogen dalam bahan baku sehingga dapat dipakai sebagai acuan dalam menentukan perbandingan antar perlakuan. Kedua unsur ini juga nantinya akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk menghasilkan methan. Tabel 2. Kadar air dan presentasi C/N rasio bahan baku Bahan baku
Jerami
Kotoran ternak
Karakteristik
Nilai
C
46,8
N
1,6
C/N rasio
65
Kadar Air (%)
60
C
23
N
1,2
C/N rasio
19
Kadar air(%)
80
Agar bahan padat lebih mudah terdegradasi maka bahan baku padat perlu mendapatkan perlakuan awal. Hal ini senada yang disampaiakan Yadvika, et al. (2004) menyatakan bahwa untuk meningkatkan produksi biogas dalam proses fermentasi, maka bahan baku perlu dilakukan pre-treatment. Hal ini dimaksudkan untuk menghancurkan struktur organik kompleks menjadi molekul sederhana, sehingga mikroba lebih mudah mendegradasinya. Proses pendegradasian bahan baku dalam penelitian ini dilakukan dengan cara pengomposan.
4.1.3. Pendegredasian Jerami dengan Pengomposan
Proses pengomposan diawali dengan pencacahan jerami dengan ukuran 2-4 cm, untuk memperkecil ukuran jerami. Untuk mempercepat proses pengomposan dilakukan dengan menambahkan aktifator berupa EM4 atau akticom untuk mempercepat degradasi. Proses ini dilakukan secara aerob selama 35 hari. Untuk meningkatkan suplay oksigen maka pada tumpukan jerami diberikan juga aerase yang dilakukan setiap hari. Suhu pengomposan berkisar antara 300C sampai 450C. Selama pengomposan terjadi perubahan tekstur yaitu kasar menjadi lebih halus dan warna berubah dari coklat menjadi kehitaman. Sedikit perbedaan
50
warna yang terlihat antara pengomposan dengan aktifator EM4 dan aktifator aktikom yaitu yang menggunakan akticom terlihat lebih hitam (Gambar 6).
Akticom
EM4
Gambar 6. Perubahan Warna Jerami yang Dikomposkan dengan Aktifator yang Berbeda Selama pengomposan akan terjadi pemanfaatan sumber carbon dan nitrogen
oleh
mikroba.
Mikroorganisme
membutuhkan
karbon
untuk
pertumbuhannya sedangkan nitrogen diperlukan untuk sintesis protein. Kecepatan degradasi bahan organik dapat ditunjukan dengan perubahan C/N yang terjadi. pada proses pengomposan (Tabel 3). Tabel 3. Rasio C/N awal dan akhir pengomposan Aktifator EM4 Akticom
C/N awal 75 75
C/N akhir 38,27 38,33
Hasil pengomposan jerami ini selanjutnya akan dicampur dengan kotoran ternak sesuai dengan perlakuan yaitu C/N 25, 30 dan 35. Berdasarkan perhitungan tersebut maka hasil komposisi perlakuan seperti yang tertera pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi jerami dan kotoran ternak pada reaktor dengan kapasitas 20 liter Komposisi Bobot Basah (kg) Kotoran Total Jerami ternak 9 0 9
Aktifator Pengomposan
Perlakuan
C/N Rasio
-
P0
19
P1
25
36,7
63,3
3,3
5,7
9
P2
30
62,2
37,7
5,6
3,4
9
P3
35
86,6
13,3
7,8
1,2
9
P4
25
35,5
64,4
3,2
5,8
9
P5
30
62,2
37,7
5,6
3,4
9
P6
35
86,6
13,3
7,8
1,2
9
EM4
Akticom
Persen Kotoran Jerami ternak 0 100
51
Kapasitas reaktor untuk penelitian laboratorium adalah 20 liter, dengan volume terisi sebanyak 18 liter, dengan jumlah rekator yang digunakan adalah 21 buah. Sebelum padatan dimasukan dalam reaktor, dilakukan pengenceran terlebih dahulu. Pengenceran dilakukan berdasarkan kadar air kotoran ternak dan jerami hasil pengomposan. Dengan kadar air sebesar 70-80% maka pengenceran dengan air adalah 1:1, atau 9 kg padatan dan 9 liter air. Setelah pengenceran, dilakukan pengadukan hingga jerami dan kotoran ternak tercampur secara homogen, selanjutnya dimasukan dalam reaktor (Gambar 7).
A
B
Gambar 7. Pencampuran Jerami dan Kotoran Ternak (A), Desain Reaktor pada Masing-Masing Perlakuan (B) 4.1.4. Hasil Perlakuan Anaerob Terhadap Parameter Pengamatan
Hasil pengomposan dan pencampuran pada perlakuan pendahuluan, selanjutnya dimasukan kedalam reaktor yang telah dirancang. Proses anaerob berlansung selama 40 hari. Parameter suhu dan pH diukur setiap harinya, sedangkan parameter lainya dilakukan sebanyak tiga kali yaitu hari ke-0, hari ke20 dan hari ke-40. Hasil pengukuran dan analisis terhadap parameter perlakuan adalah sebagai berikut:
4.1.4.1. Temperatur Temperatur ruangan pada penelitian laboratorium yaitu 240C hingga 270C. Pengukuran suhu dalam reaktor dilakukan setiap hari, dengan memasukan termometer pada lubang pengontrolan. Suhu terendah dalam reaktor adalah 270C dan suhu tertinggi mencapai 300C. Temperatur merupakan salah satu faktor luar
52
yang berpengaruh terhadap kehidupan bakteri dan akhirnya berpengaruh pada produksi biogas. Bakteri methanogenic sangat sensitif pada temperatur, sehingga apabila temperatur diluar ambang batas maka pertumbuhan bakteri akan lebih lambat ( Bitton, 1994). Suhu reaktor mencapai 300C pada awal perlakuan, yaitu hari ke-2 hingga hari ke-7. Kenaikan suhu ini terjadi pada semua perlakuan kecuali perlakuan kontrol yang mencapai suhu tertinggi 290C. Pada hari ke 8 terjadi penurunan suhu menjadi 28 dan stabil hingga hari ke-40. Hal ini menunjukan bahwa migroorganisme yang bekerja
adalah bakteri yang tergolong dalam
bakteri
mesophilic yang bekerja pda suhu 250- 400C (Nagamani, 2006). Temperatur yang tergambar pada penelitian ini menandakan bahwa proses anaerob dan produksi biogas berjalan secara optimum.
4.1.4.2. pH Pengukuran terhadap pH dilakukan setiap hari dengan mengambil sampel dari lubang pengambilan sampel. Nilai pH yang diukur yaitu dari angka 5,6 pada awal pengisian reaktor, dan naik hingga 8 pada hari ke sepuluh. Pada hari-hari selanjutnya pH rata-rata tetap angka 8 hingga pada hari ke-40. Hal ini terjadi pada semua perlakuan, kecuali kontrol yang pH tertinggi adalah 7,5. Nilai pH pada awal perlakuan menunjukan proses pengasaman dan perombakan bahan organik. Keasaman yang terjadi ini kemungkinan adalah asam asetat yang dihasilkan oleh bakteri asetogenik (Buyukkamaci dan Filibeli, 2004). Pembentukan asam asetat ini sebenarnya penting untuk kelanjutan produksi gas metana pada proses selanjutnya. Hal ini menunjukkan bahwa bahan masih berada dalam tahap asidifikasi, dimana bakteri asetogenik mendominasi proses dekomposisi pada bahan. Perubahan pH yang lebih basah pada hari ke-8 pada perlakuan yang mendapatkan tambahan jerami, menunjukan campuran jerami yang bersifat lebih basah. Dari data (Gambar 8) terlihat perubahan pH yang tidak stabil pada perlakuan yang mendapatkan jerami terjadi dari hari ke-2 hingga hari ke-13. Setelah hari ke 14, pH naik menjadi 8,5 dan stabil hingga hari ke 40. Sedangkan untuk kontrol pH 7 naik menjadi 7,5 pada hari ke 12 dan stabil hingga hari ke-40.
53
9
8,5
8
pH
7,5
7 Perlakuan Po 6,5
Perlakuan F1 P1 Perlakuan F1 P2 Perlakuan F1 P3
6
Perlakuan F2 P4 Perlakuan F2 P5 5,5
Perlakuan F2 P6
5 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
21
23
25
27
29
31
33
35
37
39
41
Waktu (Hari)
Gambar 8. Perubahan pH yang Terjadi Selama Perlakuan Anaerob
Kenaikan pH menjadi lebih basah menandakan adanya perombakan bahan organik, yaitu proses methanogenesis yang menggunakan asam asetat, CO2 dan hidrogen untuk menghasilkan metana, sehingga nilai keasaman berangsur-angsur akan menuju pH yang lebih basa. Perubahan pH menjadi 8,5 masih dalam taraf optimum untuk produksi biogas karena, bakteri Methanogenic bisa bertumbuh pada pH 6.5-8.5 ( Buyukkamaci dan Filibeli, 2004). 4.1.4.3. Total Solid (TS) TS merupakan padatan yang terkandung dalam bahan. Sejumlah TS akan dirombak oleh mikroorganisme dan selanjutnya akan menjadi gas. Pada campuran yang mendapat penambahan jerami, menunjukan TS dengan jumlah yang lebih besar. Hal ini karena pencampuran jerami yang mengandung lignin yang sulit dikomposisi pada saat perlakuan pengomposan. Padatan dalam reaktor akan dimanfaatkan oleh mikroba. Hasil degradasi terlihat dengan menurunnya kandungan TS pada substrat. Hasil analisis menunjukan berkurangnya TS, hal ini dapat dilihat dengan penurunan grafik pada semua perlakuan (Gambar 9). Penurunan TS lebih terlihat pada permulaan hingga pertengahan perlakuan. Penurunan TS terbesar terjadi pada perlakuan yang
54
mendapatkan campuran jerami dan terjadi pada awal hingga pertengahan penelitian. Dari grafik terlihat bahwa tidak ada perbedaan faktor pengunaan aktifator terhadap penurunan TS.
8 7
7,47
Hari ke 0 Hari ke 20
6,8 6,29 5,79
Total Solid (%)
6
6,08
6,51
6,37
Hari ke 40
5,13 5 3,78
4
3,14
3,06
3 2
1,36
1,14 1,14
1,39 1,43
1,35
1,28 1,35
1,391,45
1 0 P1 Po
P2
P3
P4
F1
P5
P6
F2 Perlakuan
Gambar 9. Perubahan Total Solid (%) pada Setiap Perlakuan.
Penurunan TS pada pertengahan hingga akhir penelitian lebih terlihat pada perlakuan P1 dan P4, dengan campuran kotoran ternak 45% dengan Pada perlakuan P2,P3,hampir tidak mengalami penurunan TS, sedangkan perlakuan P5 dan P6 ada peningkatan jumlah TS. Hal ini mungkin disebabkan terjadi degradasi jerami menjadi partikel yang lebih kecil dan terbawa pada saat pengambilan sampel. Penurunan TS dalam bahan, tidak berbanding lurus terhadap produksi gas. Hal ini disebabkan karena tidak semua padatan
dapat dimanfaatkan
mikroba. 4.1.4.4. Volatile Solid (VS) Sebagian besar TS akan terdegradasi dan digunakan oleh bakteri untuk berkembang biak. Padatan yang digunakan ini disebut dengan Volatile Solid (VS). Padatan yang terdegradasi ini biasa disebut juga padatan organik total. Dengan mengetahui jumlah VS, kita juga bisa menduga besarnya gas yang dihasilkan.
55
7 6
Volatile Solid (%)
5
Hari ke 0 Hari ke 20 Hari ke 40
6,45 5,67 4,70
4,76
4,75
4,56 4,2
4 3
3,14
2,92 2,23
2,20
2 0,83
1
0,65 0,63
0,77 0,71
0,75
0,80 0,78
0,85
0,77
0 P1 Po
P2
P3
F1
P4
P5
P6
F2 Perlakuan
Gambar 10. Perubahan Volatile Solid (%) pada Setiap Perlakuan
Perbandingan antara TS dan VS (Gambar 9 dan 10) menunjukan bahwa untuk perlakuan kontrol, tidak jauh berbeda yaitu 6,8 dan 6,45.
Hal ini
menunjukan bahwa hampir seluruh TS pada perlakuan kontrol terdegradasi menjadi VS yang dapat digunakan oleh bakteri untuk menghasilkan biogas. Untuk perlakuan yang mendapatkan tambahan jerami pada semua taraf perlakuan menunjukan perbedaan yang cukup jauh antara TS dan VS. Hal ini mungkin disebakan karena kandungan lignin pada jerami belum sepenuh terdegradasi pada proses aerob. Penurunan VS selama proses anerob berbanding lurus dengan penurunan TS. Penurunan VS terbesar terjadi pada perlakuan P2 dan P3 yang terjadi pada awal hingga pertengahan penelitian yaitu 2,5 sampai 4%. Penurunan ini terjadi pada kedua faktor pembeda bahan aktifator. Perlakuan P1 juga mengalami penurunan namun hanya 2%. Sedangkan kontrol mengalami penurunan VS secara linear antara awal, pertengahan hingga akhir.
56
4.1.4.5. Biochemical Oxygen Demand (BOD) dan Chemical Oxygen Demand (COD) Biochemical Oxygen Demand (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan organik, pada kondisi aerobik. Pemecahan bahan organik diartikan bahwa bahan organik ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh dari proses oksidasi. Penentuan BOD merupakan suatu prosedur yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu substrat, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam. Chemical Oxygen Demand (COD) adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram per liter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk mengoksidasi bahan organik. Dalam proses degradasi bahan organik ini, bakteri akan memamfaatkan oksigen untuk merombak substrat, sehingga dalam proses ini COD akan mengalami penurunan. Pada awal hingga pertengahan perlakuan terlihat adanya perubahan kandungan BOD dan COD (Garnbar 11) yang rnenunjukkan kecenderungan pola penurunan BOD dan COD pada semua perlakuan termasuk kontrol. Penurunan ini menunjukan terjadi konsumsi substrat yang telah terdegradasi oleh bakteri ataupun mikroorganisme lainnya. Penurunan awal yang sangat besar menunjukan bahwa bakteri pengurai mulai berkembang biak dan banyak oksigen yang digunakan. Pertengahan hingga akhir perlakuan BOD dan COD cenderung mengalami kenaikan, kecuali perlakuan control yang sedikit mengalami penurunan. Kanaikan ini mungkin disebabkan oleh bertambahnya kandungan senyawa organik yang baru terdegradasi pada pertengahan perlakuan anaerob. Hal ini didukung dengan berkurangnya laju penurunan TS dan VS pada pertengahan hingga akhir perlakuan disbanding awal hingga pertengahan. Kenaikan BOD dan COD ini bukan berarti konsumsi senyawa organik oleh bakteri berhenti, namun laju penguraian senyawa organik kompoleks menjadi senyawa sederhana lebih cepat dari konsumsi bakteri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Budhi. Y.W. dkk (1999) pada limbah cair printing industri tekstil.
57
3500 3100
3020
3000
Hari ke 0 Hari ke 20 Hari ke 40
3018 2826 2633
2633 2440
2500
BOD (mg/l)
2210
2182
2348 2107
2000 1490 1530
1500
1500
1336 1181 1028 873
1000 719 600
719
500
0
P1 Po
P2
P3
P4
F1
P5
P6
F2 Perlakuan
8000
7430
7590
7360
Hari ke 0 Hari ke 20 Hari ke 40
7000
COD (mg/L)
5980
5810
6000
4860 4425
5000
5520 5160
5060 4432
4650
4820
4050
3900
4000
4640
3600
3288 3050
4135 3750
3000 2000 1000 0 P1 Po
P2
P3
F1
P4
P5
P6
F2 Perlakuan
Gambar 11. Perubahan BOD dan COD pada Setiap Perlakuan
4.1.5. Volume Biogas
Volume gas yang dihasilkan diketahui dengan pengukuran setiap hari. Cara pengukuran dapat dicatat lansung dari volume gas yang tertampung pada tabung penampung. Tekanan gas dari reactor akan mendorong air yang berada didalam penampung dan keluar melalui selang pembuangan (Lampiran 1).
58
Volume gas ini diukur dengan tekanan atmosfer (1033,23 gram.cm2) dengan suhu 27 0C. Produksi gas mulai terlihat pada hari ke 2. Produksi gas ini lebih awal dari perkiraan yaitu pada hari ke-3 atau ke-4. Pada gambar 5 terlihat bahwa produksi gas pada semua perlakuan secara optimum mulai berlansung pada hari ke 7 hingga hari ke-21. Produksi gas secara optimum mencapai 5000 ml/hari. Setelah hari ke-21 terjadi penurunan produksi pada semua perlakuan hinga dibawah 4000 ml/hari. Perlakuan kontrol yang masih diatas 4000 ml/hari hingga hari ke-40. Setelah hari ke-40 produksi gas masih berlanjut namun dengan volume yang
7000
210000 200000 190000 180000 170000 160000 150000 140000 130000 120000 110000 100000 90000 80000 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
R ataan produksi biogas (m l/hari)
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0 1
3
5
7
A kum ulasi prouksi biogas (m l/hari)
semakin kecil.
9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 Waktu (hari)
Rataan P0 Rataan P5 Akumulasi P3
Rataan P1 Rataan P6 Akumulasi P4
Rataan P2 Akumulasi P0 Akumulasi P5
Rataan P3 Akumulasi P1 Akumulasi P6
Rataan P4 Akumulasi P2
Gambar 12. Produksi Biogas Selama 40 Hari
Hasil pengamatan (Gambar 12) terlihat bahwa rata-rata pertambahan biogas setiap hari terbanyak dicapai oleh perlakuan kontrol atau tampa jerami yaitu rata-rata 5026,25 ml/hari. Perlakuan dengan campuran jerami yang memiliki rata-rata biogas tertinggi adalah perlakuan P2 dengan rata-rata 4410,42 ml/hari. Selanjutnya diikuti oleh perlakuan P1 dengan rata-rata 4314,33 ml/hari. Perlakuan
59
P5 rata-rata mengahasilkan biogas sebanyak 4094,83 ml/hari, diikuti dengan perlakuan P1 dengan rata-rata produksi biogas sebesar 4070,58 ml/hari. Untuk perlakuan P6 menghasilkan biogas terendah yaitu rata-rata 3508,33 ml/hari dan diikuti oleh perlakuan P3 dengan produksi 3842,92 ml/hari. Secara akumulasi pertambahan biogas terbanyak ada pada perlakuan kontrol dengan jumlah biogas selama 40 hari adalah 178.875 ml/hari. Perlakuan dengan campuran jerami yang memiliki biogas tertinggi adalah perlakuan (P2) aktivator EM4 dengan campuran jerami 62,2% yaitu produksi biogas sebesar 176.417 ml/hari. Selanjutnya diikuti oleh perlakuan (P1) aktivator EM4 dengan campuran jerami 36,7% yaitu produksi biogas sebesar 172.573 ml/hari. Perlakuan (P5) aktivator akticom dengan campuran jerami 62,2% yaitu produksi biogas sebesar 164.727 ml/hari, diikuti dengan perlakuan (P4) aktivator akticom dengan campuran jerami 62,2% yaitu produksi biogas sebesar 164.057 ml/hari. Untuk perlakuan (P6) aktivator akticom dengan campuran jerami 86,6% yaitu produksi biogas sebesar 153.717 ml/hari dan diikuti oleh perlakuan (P3) aktivator EM4 dengan campuran jerami 86,6% yaitu proguksi biogas sebesar 140.333 ml/hari. Analisis secara statistik (Lampiran 2) membuktikan bahwa ada perbedaaan antara perlakuan kontrol memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya, tetapi antar masing-masing perlakuan selain kotrol memberikan pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) terhadap rata-rata pertambahan
biogas. Hasil ini membuktikan bahwa perlakuan penambahan
jerami yang dikomposkan dengan EM4 maupun akticom tidak meningkatkan produksi biogas secara siknifikan. Bila dibandingkan antara VS dan volume gas yang dihasilkan maka terlihat ada korelasi positif pada awal hingga akhir perlakuan, namun pada pertengahan hingga akhir perlakuan tidak terjadi korelasi. Dari tingkat produksi gas yang ditampilkan dalam grafik produksi gas dan penurunan VS, menunjukkan bahwa ada peningkatan VS pada pertengahan hingga akhir perlakuan sehingga walaupun ada peningkatan
produksi gas namun ada juga tambahan VS.
Rendahnya volume biogas pada perlakuan P3 dan P6 menunjukan bahwa persentase jerami hingga 86,6% tidak direkomendasikan untuk diterapkan.
60
Apabila dilihat dari kandungan C/N yaitu 35, memang berada di luar ambang batas yang di anjurkan yaitu 20-35.
4.1.6.
Kualitas Biogas
Biogas yang dihasilkan terdiri dari berbagai campuran gas, diantaranya adalah CH4, CO2 dan H2S yang mendominasi komposisi gas tersebut. Semakin tinggi CH4 (methan) dalam biogas, semakin baik kualitas gas yang dihasilkan. Pengambilan sampel gas dilakukan dengan mengunakan siring dan dimasukan ke dalam tabung yang telah divakum. Pengambilan sampel dilakukan dua kali yaitu pada hari ke-20 dan hari ke-40. Uji gas yang dilakukan dengan menggunakan GCMS (Gas Chromatograph Mass Spectrometer) untuk mengetahui kualitas gas.
80 71,81
Hari ke 20 70
Hari ke 40 59,7
Persentasi CH4 (%)
60 50
53,15 49,72
53,8 48,54
56,43
54,68 51,23
52,36
58,33 52,85
45,74 43,67
40 30 20 10 0 P1 Po
P2
P3
F1
P4
P5
P6
F2 Perlakuan
Gambar 13. Persentasi CH4 Biogas pada hari ke-20 dan hari ke-40 Rata-rata kandungan CH4 terbesar ada pada semua perlakuan dengan pengomposan menggunakan actikomp (Gambar 13). Kualitas gas terbaik di tunjukan oleh perlakuan (P4) dengan campuran jerami 35,5%, dengan kandungan CH4 sebesar
64,1% atau lebih tinggi 12,7% dari perlakuan kontrol dengan
kandungan CH4 51,44%. Tertinggi ke-2 ada pada perlakuan (P5) dengan campuran jerami 62,2% dengan kandungan CH4 sebesar 56% dan diikuti oleh
61
perlakuan (P6) dengan campuran jerami 86,6%, kandungan CH4 sebesar 55,59%. Selanjutnya untuk perlakuan yang mendapatkan campuran jerami yang dikomposkan dengan EM4 menghasilkan biogas dengan kandungan EM4 berturutturut adalah perlakuan (P2) dengan jerami 36,7%, kandungan CH4 sebesar 52,95%. Perlakuan (P1) dengan jerami 36,7%, kandungan CH4 sebesar 51,17%. Sedangkang perlakuan (P3) dengan jerami 86,6%, kandungan CH4 44,71%. Berdasarkan uji nyala yang dilakukan pada hari ke-4, menunjukan nyala api yang sudah berwarna biru pada semua perlakuan. Hal ini sesuai dengan hasil analisis yang menunjukan kandungan CH4 lebih besar dari 40%. Untuk mengetahui perlakuan terbaik dari berbagai level perlakuan, maka dilakukan perhitungan besarnya nilai kalor bersih biogas dari masing-masing perlakuan. Perhitungan didasarkan pada besarnya kandungan CH4 dan volume yang dihasilkan. Berdasarkan perhitungan (Persamaan 12) maka didapatkan perlakuan yang mempunyai energi kalor terbesar. Hasil perhitungan nilai kalor bersih menunjukan bahwa total nilai kalor terbesar ada pada perlakuan P4 dengan campuran jerami 35,5% yang dikomposkan dengan akticom, dengan nilai total nilai kalor sebesar 3.471,51 kilojoules. Total kalori terendah ada pada perlakuan P3 dan P6 dengan campuran jerami terbesar 86,6% yang dikomposkan dengan EM4, dengan total nilai kalor 2.267,37 dan 2.573,63 kilojoules. Perlakuan kontrol menempati urutan kedua dengan nilai kalor sebesar 3.374,99 kilojoules. Hasil perhitungan ini menunjukan bahwa walaupun volume gas pada perlakuan kontrol lebih besar, namun total kalori ada pada perlakuan dengan campuran jerami 35,5%. Hasil perhitungan lengkap dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan total kalori dari masing-masing perlakuan Perlakuan Uraian Persentase CH4 (%) Nilai Kalor bersih (kilojoules/L) Volume Terakumulasi(L) Total kalori (kilojoules)
Po
P1
F1 P2
P3
P4
F2 P5
P6
51,4
51,17
52,96
44,71
64,12
56,03
55,59
16,97
16,89
17,48
14,75
21,16
18,49
18,34
198,88
172,57
176,42
153,72
164,06
164,73
140,33
3.374,99
2.914,71
3.083,82
2.267,37
3.471,51
3.045,86
2.573,65
62
4.2. Penelitian Aplikasi.
Lanjutan dari penelitian laboratorium, dilakukan juga penelitian aplikasi di wilayah pedesaan. Pemilihan lokasi dilakukan dengan pertimbangan ketersediaan kotoran ternak dan jerami padi. Aplikasi biogas ini mengunakan jerami yang dikomposkan dengan akticom sebanyak 55% dan kotoran ternak 45%. Penelitian aplikasi juga bertujuan untuk mengetahui analisa ekonomis dari pemanfaatan jerami dan kotoran ternak sebagai pengahasil biogas.
4.2.1. Keadaan Umum Penelitian
Penelitian aplikasi biogas dengan bahan campuran kotoran ternak dan jerami, dilakukan di kelompok pengemukan ternak Tuanebu Desa Kuanheum Kecamatan Amabi Oefeto Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. Jarak dari desa ini ke ibu kota kabupaten adalah 35 km dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor sekitar 30 menit. Penelitian aplikasi ini berlansung dari bulan Mei hingga Juli 2009. Kelompok pengemukan sapi Tuanebu adalah kelompok binaan yang dibentuk oleh Koperasi Setara dan juga merupakan kelompok binaan Yayasan Cermin Masyarakat Rasional yang bergerak dalam pengembangan pertanian terpadu. Masyarakat di desa ini bekerja sebagai petani holtikultura sekaligus juga sebagai peternak sapi terutama dalam usaha pengemukan ternak sapi dengan cara di paron (Mengemukan sapi pedet jantan). Jenis sapi yang dipelihara adalah sapi bali dengan jumlah ternak yang di paron oleh kelompok ini sebanyak 22 ekor sapi. Pengemukan sapi dengan cara paronisasi masih dilakukan dengan cara tradisional, yaitu ternak diikat secara kelompok di tempat yang sama. Limbah ternak berupa feses belum dimanfaatkan oleh peternak dan dibiarkan begitu saja disekitar kandang. Hal ini dapat mencemari lingkungan dan kesehatan ternak itu sendiri. Pemanfaatan energi untuk memasak di desa kuanheum, masih mengunakan kayu bakar dan minyak tanah. Harga minyak tanah di desa ini adalah Rp 6.000/liter sedangkan harga kayu bakar adalah Rp 2.000/ikat (12 kg). Sedangkan untuk meningkatkan produksi pertanian, sebagian petani mengunakan pupuk anorganik.
63
4.2.2.
Rancangan Reaktor
Hasil rancangan biodigester untuk penelitian aplikasi yaitu berupa digester tipe semi kontinyu dengan bentuk selinder dan terbuat dari bahan beton semen. Model ini merupakan modifikasi dari tipe floating dome (lampiran 3). Beton semen berupa cincin, dicetak dengan mal dengan ukuran cincin 0,5 meter. Model ini dipilih karena beberapa pertimbangan yaitu: Masyarakat sudah terbiasa membuat cincin beton (dipakai masyarakat untuk membuat sumur), tersedia bahan-bahan local yang murah, mudah diperoleh, kuat dan tahan lama.
A. Reaktor penampung
C. Penampung gas
B. Penampung pupuk padat dan cair
D. Kompor biogas
Gambar 14. Hasil Rancangan Reaktor Penampung, Panampung Pupuk, Penampung Gas dan Kompor Biogas Berdasarkan hasil perancangan biodigester cincin beton memiliki bagianbagian yang terdiri dari (Gambar 14). Reaktor terbuat dari cincin semen yang berbentuk bulat dan berdiameter 1,10 m, dalam 2,5 m dengan volume total 6,28
64
m3 dan volume bahan basah 5,5 m3. Antara reaktor dan bak pencampuran/ babak penampung pupuk (inlet/autlet) di hubungkan dengan pipa PVC 4”. Penampung Gas: penampung gas terbuat dari dua buah drum yang dipasang saling menutupi dan bagian bawah diisi dengan air. Volume penampung gas 1,88 m3, diameter 0,75 m, tinggi 0,80 m. Bak pencampur (inlet) berbentuk persegi empat dan terbuat dari batu bata, dengan ukuran: 50 cm x 50 cm x 35 cm, volume 0,0875 m3 sedangkan bak penampung pupuk padat (outlet) berukuran: 100 cm x 50 cm x 20 cm, volume 0,1 m3. Bak penampung pupuk cair berbentuk persegi empat dan terbuat dari batu bata dengan ukuran: 35 cm x 35 cm x 40 cm, volume 0,049 m3. Rancangan kompor biogas terbuat dari kaleng cat ukuran 500 ml dan rangka terbuat dari besi baton.
4.2.3. Pengisian Bahan Baku
Selain rancangan reaktor dipersiapkan, dilakukan juga persiapan bahan baku. Bahan baku yang digunakan berupa kotoran ternak yang berumur maksimal 5 hari yang bersumber dari kandang paronisasi. Kotoran ternak yang diambil selajutnya dibersihkan dari ranting-ranting kayu. Jerami yang digunakan adalah jerami padi sawah yang baru selesai dipanen. Sebelum jerami digunakan dilakukan
pengomposan
terlebih
dahulu.
Pengomposan
diawali
dengan
pencacahan jerami dengan ukuran 3-5 cm. Pengomposan dilakukan dengan mengunakan aktivator akticom, dengan lama pengomposan adalah 35 hari. Volume reaktor sebesar 6,28 m3 dan volume terisi 5,5 m3 membutuhkan kotoran ternak dan jerami pada awal pengisian dengan jumlah yang sangat besar. Oleh karena itu perlu penyediaan kotoran ternak, jerami dalam jumlah yang besar. Sebelum bahan dimasukan dalam reaktor, terlebih dahulu dilakukan pengenceran. Pengenceran dilakukan dengan dengan perbandingan bahan 1:1 atau air sebesar 2,75 m3 dan bahan padat sebesar 2,75 m3. Bahan padat terdiri dari jerami dan kotoran ternak dengan perbandingan kotoran ternak sebanyak 65% atau 1,78 m3 dan jerami sebanyak 35% atau 0,96 m3. Pengenceran dilakukan terlebih dahulu terhadap kotoran ternak, sambil dilakukan penyaringan untuk mengeluarkan ranting kayu yang masih tersisa.
65
Setelah air dan kotoran tercampur merata, maka ditambahkan lagi jerami dan dilakukan
pencampuran
hingga
adonan
benar-benar
homogen.
Adonan
selanjutnya dimasukan kedalam reaktor hingga mencapai volume yang ditentukan. Hal ini dapat diketahui melalui lubang autlet yang mengeluarkan sebagian campuran. Agar proses pembentukan biogas lebih cepat terjadi maka ditambahkan pula slurry dari autlet reaktor biogas yang telah berproduksi. Hal ini dimaksudkan agar bakteri methanogenik yang ada dalam slurry, lansung berkembang biak. Buangan biogas berupa slurry yang ditambah sebanyak 25 liter. Setelah pengisian reaktor dibiarkan dan proses anaerob akan berlansung dan gas akan mulai berproduksi. Agar produksi biogas berjalan secara kontinyu maka perlu ditambahkan subsrat baru sebagai bahan makanan bagi bakteri. Pengisian subsrat baru dilakukan setiap 3 hari sekali dengan jumlah 160 kg, yang terdiri dari air sebanyak 80 liter, kotoran ternak sebanyak 52 kg dan jerami yang dikomposkan sebanyak 28 kg. Pencampuran untuk penambahan subsrat baru dilakukan seperti prosedur awal pengisian.
4.2.4. Hasil Penelitian Aplikasi
4.2.4.1. Hasil Pengujian Pengukuran suhu dan pH dilakukan setiap hari, melalui lubang kontrol pada penutup reaktor. Temperatur udara di tempat penelitian aplikasi cukup tinggi yaitu 240C hingga 280C. Hal ini disebabkan karena tempat dan waktu penelitian yang berada di daerah Nusa Tenggara Timur dan berlasung pada pertengaham bulan kemarau. Hal ini sangat mendukung produksi gas yang membutuhkan temperatur tinggi. Temperatur dalam reaktor berkisar antara 290C hingga 330C. Sedangkan temperatur optimal untuk proses digester adalah 30-350C dimana pertumbuhan bakteri dan produksi CH4 umumnya optimum( Nagamani 2006). Hal ini mengidentifikasikan bahwa, biogas berproduksi secara maksimal. Hasil pengukuran pH menunjukan bahwa terjadi penurunan pH pada hari ke 4 hingga hari ke 10 yaitu dengan pH 6,5. Sedangkan pada hari pertama pemasukan campuran hingga hari ke 3, pH pada keadaan netral yaitu 7. Pada hari ke 9 dan selanjutnya pH kemabali naik menjadi 7,5 hingga 8. Hal ini mengindikasikan bahwa bakteri dapat bekerja secara normal.
66
Analisis yang dilakukan terhadap Total Solid (TS), Volatile Solid dan COD menunjukan keseimbangan dan berada dalam standar produksi biogas (Tabel 6). Pengambilan sampel untuk analisis dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari pertama pemasukan campuran dan pada hari ke 30. Tabel 6. Kandungan bahan organik dalam substrat No 1 2 3 4
Parameter TS (%) VS (%) COD BOD
Hasil Analisis (hari ke..) 1 30 6,3 4,5 5,6 4,2 6460 4340 3750 3260
4.2.4.2. Volume dan Kualitas Biogas Setelah pengisian digester dengan campuran kotoran ternak dan jerami, volume biogas baru terukur pada hari ke 12. Hal ini mungkin karena pengumpan berupa slurry buangan biogas yang ditambahkan hanya berjumlah 25 liter. Dengan jumlah isian sebanyak 5,5 m3 maka bakteri membutuhkan waktu yang panjang untuk bertumbuh. Puncak produksi biogas terjadi pada hari ke 23 yaitu mencapai 1,1 m3/hari, sedangkan rata-rata volume gas yang diukur selama 30 hari pertama adalah 0,84 m3/hari. Hal ini dapat dilihat dengan terangkatnya drum penutup hingga ¾ bagian. Pada hari ke 38, volume gas kembali menurun secara perlahan. Hal ini menandakan bahwa zat organik mulai berkurang sehingga perlu dilakukan pengisian subrat baru. Pengujian terhadap kualitas gas menunjukan kandungan CH4 sebesar 56 persen. Hal ini mengambarkan bahwa produksi gas dan kualitas gas cukup baik. Jika dihitung nilai kalor bersih maka ada 18,48 Joules/m3. Dengan rata-rata volume gas sebesar 0,85 m3/hari maka didapatkan nilai kalor bersih sebesar 15,71 Joules/m3/hari. Berdasarkan uji pembakaran, kualitas api terlihat berwarna biru. Rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga sebanyak 6 orang, volume gas dapat ditampung dari sore hingga pagi hari dan dapat digunakan untuk memasak pada pagi hari, dan ditampung pagi hingga sore untuk memasak dimalam harinya. Pengujian aplikasi biogas dilakukan dengan cara merebus air mengunakan pembakaran biogas hingga air mendidih. Dengan volume air yang sama dilakukan juga perebusan dengan
bahan kayu bakar dan juga kompor minyak tanah.
67
Besarnya volume kayu dan minyak tanah yang digunakan untuk mendidihkan air, akan menjadi nilai kesetaraan nilai biogas dengan kayu bakar dan minyak tanah. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Perbandingan aplikasi biogas , kayu bakar dan minyak tanah No
Sumber Kalor
Volume air (L)
Waktu (menit)
1
Volume Bahan Bakar
Biogas
22
110
0,85 m3 *(1 m3)
2
Kayu bakar
22
68
5,6 kg *(3,5 kg)
3
Minyak tanah
22
85
0,58 liter *(0,62 liter)
*Deptan 2006
Dari tabel terlihat bahwa dengan perlakuan yang sama dan volume air yang sama, maka waktu yang diperlukan untuk mendidihkan air lebih lama menggunakan biogas dibandingkan dengan mengunakan minyak tanah dan kayu bakar. Salah satu penyebab pengunaan biogas lebih lama, karena lubang kompor biogas yang digunakan masih terlalu kecil sehingga nyala api belum sempurna. Dari hasil pengujian pembakaran biogas ini, dapat disimpulkan bahwa biogas yang dihasilkan setiap harinya, setara dengan 6,5 kg kayu bakar dan 0,58 liter minyak tanah. Nilai konversi biogas ke minyak tanah tidak jauh berbeda seperti yang dilakukan oleh Deptan (2006). Perbedaan konversi terlihat pada pengunaan kayu bakar. Nilai konversi ini selanjutnya digunakan untuk menghitung kelayakan ekonomis dari reaktor biogas yang dibangun.
4.2.4.
Analisis aspek ekonomis
Peningkatan kebutuhan daging menyebabkan permintaan pasar meningkat. Hal ini menyebabkan makin bertumbuhnya pengembangan usaha peternakan yang sejalan dengan peningkatan populasi sapi. Dengan demikian kotoran sapi (limbah) menjadi sebuah masalah serius dalam pemeliharaan ternak sapi, terutama pemeliharaan ternak secara insentif. Suatu usaha peternakan diharapkan dapat mengatasi masalah lingkungan sekitar agar tidak mencemari lingkungan tapi justru harus berkontribusi positif terhadap wilayah sekitar. Kelayakan ekonomi merupakan salah satu aspek penting untuk menentukan apakah sebuah teknologi layak dan tidaknya untuk diterapkan.
68
Analisis finansial bertujuan untuk mengetahui jumlah modal, jenis-jenis pengunaannya dalam pendirian dan pelaksanaan operasional biogas. Salah satu cara yang digunakan adalah memproyeksi aliran kas. Aliran kas dalam pengembangan biogas terdiri dari aliran kas masuk dan aliran kas keluar. Aliran kas masuk (inflow) berasal dari penerimaan harga biogas yang dihasilkan (disetarakan dengan harga kayu bakar) dan nilai pupuk yang dihasilkan ketika dijual atau di uangkan. Arus kas keluar (outflow) berasal dari pengeluaran biaya investasi untuk pembangunan instalasi biogas dan biaya operasional. Selisih antara keduanya merupakan suatu keuntungan atau kerugian dari penerapan instalasi biogas. 4.2.4.1. Arus Penerimaan (Inflow) Penerimaan dari instalasi biogas bersumber dari biogas yang dihasilkan dan hasil penjualan pupuk. Biogas yang dihasilkan tidak dijual, tapi digunakan sebagai sumber energi memasak dirumah tangga. Dengan demikian untuk mendapatkan nilai dari biogas maka akan dikoversikan dengan minyak tanah dan kayu api yang sering digunakan oleh petani/peternak. Besarnya nilai biogas yang akan dihitung diproyeksikan sebesar volume biogas yang sudah didapat selama sebulan. Volume gas yang diperoleh rata-rata adalah 0,85 m3/hari dengan persentasi gas metan sebesar 56 persen. Apabila dikonversi ke minyak tanah dan kayu bakar maka harga jual volume gas yang diperoleh setiap harinya setara dengan 0,58 liter minyak tanah dan 6,5 kg kayu bakar. Berdasarkan hasil wawancara, rata-rata masyarakat mengunakan minyak tanah untuk memasak sehari ±0,75 liter/hari dengan harga Rp 6.000/ liter. Sehingga seharinya satu rumah tangga harus mengeluarkan Rp 4.500 untuk membeli minyak tanah. Keluarga yang menggunakan kayu bakar seharinya membutuhkan kayu bakar ±8 kg yang jika dinilai rupiah sebesar Rp 1.350. Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka dapat dihitung nilai konversi rupiah biogas yang dihasilkan setiap hari yaitu Rp 3.200/m3 untuk mengantikan minyak tanah dan Rp. 1.100/m3 untuk mengantikan kayu bakar. Dengan demikian ada perbedaan arus penerimaan antara biogas yang dikonversi ke minyak tanah dan yang dikonversi ke kayu bakar. Untuk perhitungan nilai ekonomis dari
69
instalasi biogas, kami hanya memperhitungkan nilai konversi dengan minyak tanah. Harga jual pupuk organik, dilakukan dengan pendekatan harga jual pupuk organik di pasaran dan besarnya pengeluaran yang dilakukan oleh setiap keluarga dalam penyediaan pupuk. Selengkapnya arus penerimaan dari instalasi biogas dapat dilihat pada Tabel 8 : Tabel 8. Rincian arus penerimaan instalasi biogas jika di konversi ke minyak tanah (tahunan) No
Jenis Produk Biogas Pupuk Padat Pupuk Cair Total penerimaan
1 2 3
Prduksi/ bulan
Satuan
25,5 300 500
m3 Kg liter
Harga Satuan (Rp) 3.200 500 500
Penerimaan (Rp) Perbulan Pertahun 81.600 979.200 150.000 1.800.000 250.000 3.000.000 481.600
5.779.200
4.2.4.2. Arus Pengeluaran (Outflow) Arus pengeluaran dalam analisis ini terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Kedua biaya ini dihitung selama pengebangan instalasi biogas.
4.2.4.2.1. Biaya Investasi Biaya investasi meliputi semua kebutuhan pengeluaran yang dipakai untuk merancang proyek biogas. Umur ekonomis dari instalasi biogas yang terbuat dari cincin beton ini adalah 15 tahun. Penentuan ini berdasarkan hasil perhitungan digester tipe floating dome yang berumur ekonomis hingga 15 tahun. Biaya investasi biogas terdiri dari seuruh biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bahan dan pengerjaan instalasi biogas (Tabel 9). Tabel 9. Rincian biaya investasi instalasi biogas (tahunan) No 1 2 3 4 5
Uraian Pengalian lubang Bahan Biodigester Pembuatan bak penampung Plesteran bak Ongkos Las kompor Jumlah
Volume (M3) 5,5 1 2,2 2,2 1
Harga satuan (Rp) 7.500 1.537.000
Total (Rp) 41.250 1.537.000
22.000 15.000 20.000
48.400 33.000 20.000 1.679.650
70
4.2.4.2.2. Biaya Operasional Biaya opersional meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan selama proyek berjalan. Biaya ini terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari biaya perawatan dan penyusutan. Biaya perawatan pada perhitungan ini ditetapkan 10 persen per tahun dari total biaya investasi. Sedangkan biaya penyusutan dihitung 5 persen per tahun dari total biaya investasi. Biaya variabel dalam dalam instalasi biogas meliputi biaya bioaktifator, pengepakan pupuk dan pengankutan jerami (Tabel 10). Untuk bahan baku limbah berupa kotoran ternak dan jerami, dihitung dalam jumlah rupiah berdasarkan keinginan masyarakat jika ingin menjual. Berdasarkan hasil wawancara petani/peternak ingin menjual kotoran ternak dan jerami seharga Rp 100/kg dan Rp 200/kg. Dengan ikut memperhitungkan nilai dari jerami dan kotoran ternak, diharapkan ada nilai tambah bagi peternak jika biogas diterapkan didaerah pedesaan.
Tabel 10. Rincian biaya operasional instalasi biogas (tahunan) No 1 2
1 2 3 4 5
Jenis Biaya A. Biaya Tetap Perawatan Penyusutan Jumlah B. Biaya Variabel Pengepakan pupuk Aktivator untuk pengomposan Pembelian Kotoran ternak Pembelian jerami Pengangkutan jerami Jumlah Jumlah
Total (Rp) 135.000 67.500 202.500 350.000 250.000 608.333 912.500 600.000 2.720.833 2.923.333
4.2.4.2.3. Kriteria Kelayakan Ekonomi Analisa kriteria kelayakan finansial digunakan untuk menilai kelayakan proyek. Dalam penelitian ini digunakan beberapa kreteria kelayakan usaha yaitu NPV, Net B/C, IRR dan payback period. Analisis kelayakan ini dilakukan dengan menggunakan tingkat suku bunga 17%. Kriteria ini dilakukan untuk melihat
71
sejauh mana kelayakan proyek tersebut, jika peternak menggunakan modal dari Bank. Hasil analisis kelayakan finansial (Lampiran 4) adalah sebagai berikut; Nilai NPV yang dihasilkan dari instalasi biogas jika dihitung dengan kesetaraan nilai minyak tanah adalah sebesar Rp 10.804.723. Artinya bahwa nilai sekarang (present value) dari pendapatan yang diterima bernilai positif selama 15 tahun pada tingkat suku bunga 17%. Nilai Net B/C yang dihasilkan pada tingkat diskonto 17%, yaitu 3,46. Artinyanya bahwa dengan pengeluaran sebesar Rp 1.00 dapat mengahasilkan manfaat sebesar Rp 3,46 pada suku bunga 15%. Sedangkan nilai pengembalian investasi atau payback period sudah dapat dilunasi pada tahun pertama pada bulan ke-6.
4.2.5. Analisis Aspek Sosial
Masyarakat di desa Kuanheum sebagian besar bekerja sebagai petani sekaligus beternak. Sistem bertani dengan cara berladang (sawah tadah hujan) adalah cara bertani yang sudah ditekuni secara turun temurun. Sedangkan cara beternak sapi yaitu dengan cara ternak diikat dan dipindahkan setiap hari. Sedangkan ternak jantan digemukan dikandangkan dan diberi pakan pagi dan sore hari (paronisasi). Usaha ternak sapi menjadi usaha dalam menopang kebutuhan rumah tangga, baik itu untuk biaya pendidikan anak-anak maupun untuk kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan sekunder. Ternak sapi juga menjadi simbol budaya dan status sosial bagi masyarakat di daerah ini. Perkembangan usaha peternakan terutama usaha penggemukan sapi menjadi semakin berkembang seiring dengan program pemerintah daerah yang menjadikan integrasi pertanian peternakan menjadi program prioritas. Dengan adanya dukungan modal dan pendampingan oleh pemerintah ataupun swasta serta terbukanya peluang pasar, maka usaha peternakan tetap menjadi pilihan dalam berusaha. Sistem penggemukan sapi secara kelompok dan pola pemeliharaan dari ekstensif menjadi intensif terus berkembang seiring dengan arahan pemerintah ataupun swasta dan makin berkurangnya padang pengembalaan. Dengan perubahan pola pemeliharaan ini tentunya limbah ternak menjadi masalah bagi
72
ternak maupun bagi lingkungan sekitar. Apabila limbah ternak ini diolah secara benar, maka limbah ini menjadi sebuah peluang dalam meningkatkan pendapatan peternak. Pertanian sawah tadah hujan merupakan usaha bercocok tanah padi pada musim penghujan yaitu pada bulan Desember hingga Februari. Biasanya sistem bercocok tanam ini dilanjutkan dengan penanaman tanaman hortikultura dan sayur-sayuran dengan memanfaatkan sisa hujan ataupun air tanah yang masih dangkal. Sisa jerami dari penanaman sawah biasanya dibiarkan kering dan dibakar. Diharapkan dari pembakaran jerami ini dapat menyumbangkan pupuk untuk penanaman hortikultura atau sayur-sayuran. Proses pembakaran ini harus dilakukan serempak oleh semua petani agar tidak menggangu tanaman yang sudah lebih dulu ditanam. Hal ini membutuhkan waktu menunggu bagi sebagian petani. Diharapkan dengan teknologi biogas pemanfaatan jerami lebih efektif, sekaligus mengurangi pembakaran. Penanganan pencemaran skala rumah tangga menjadi rumit karena bagi peternak skala kecil, pengelolaan limbah bukanlah hal yang menarik untuk dilakukan karena terbatasnya pemodalan serta minimnya keuntungan yang dihasilkan
dari
kegiatan
tersebut
sehingga
mereka
cenderung
untuk
mengesampingkan dampak negatif yang ditimbulkan oleh limbah tersebut. Hal ini menimbulkan masalah-masalah sosial seperti tercemarnya air, tanah serta bau yang cukup menyengat yang pada gilirannya berpotensi untuk menurunkan kualitas hidup peternak itu sendiri. Untuk itu maka upaya pengolahan limbah yang dilakukan sebaiknya mampu memberikan insentif kepada peternak, sehingga mereka terdorong untuk melaksanakannya secara mandiri. Pengolahan limbah melalui teknologi biogas, menjadi solusi sekaligus menjadi nilai tambah bagi petani/peternak. Dari hasil wawancara, nilai tambah biogas berupa pupuk cair dan pupuk padat, menjadi faktor keinginan terbesar untuk membuat instalasi biogas. Hal ini disebabkan karena pengeluaran setiap keluarga untuk membeli pupuk setiap tahunnya cukup tinggi yaitu Rp 250.000 Rp 400.000. Keluarga petani yang biasanya menggunakan pupuk kimia untuk menanam, kini bisa menghemat biaya pro-produksi pertaniannya karena sudah
73
tersedia pupuk organik dalam jumlah yang memadai dan kualitas pupuk yang lebih baik. Hasil diskusi mengambarkan keseriusan kelompok yang sudah ada untuk menjaga bahkan ingin dikembangkan dalam skala yang lebih besar. Semangat kegotoroyongan dan kerja sama dalam kelompok, menjadi kunci keberlanjutan kelembagaan pengelolaan teknologi biogas dalam kelompok.
4.2.6. Analisis Aspek Ekologis
Teknologi
biogas
mempunyai
beberapa
keunggulan
yang
dapat
memecahkan persoalan diatas. Dengan teknologi biogas diharapkan kotoran ternak dapat dimanfaatkan dan bernilai guna untuk dimanfaatkan disektor yang lain. Biogas yang menghasilkan CH4 dapat digunakan sebagai salah satu sumber energi alternatif yang mengantikan energi Bahan Bakar Minyak (BBM). Selain menjadi pilihan alternatif energi, pemanfaatan biogas telah mengurangi pelepasan CH4
yang sangat berperan didalam gas rumah kaca yang berakibat pada
pemanasan global. Masyarakat pada lokasi penelitian adalah masyarakat pedesaan yang masih tinggal di sekitar hutan. Sebagian besar masyarakat di desa ini mengunakan kayu bakar sebagai energi untuk memasak, dan hanya sebagian kecil yang mengunakan minyak tanah. Pemanfaatan kayu bakar ini cenderung dapat menganggu kestabilan ekologi hutan. Selain diambil untuk konsumsi, mereka juga menjual sebagian hasilnya. Kebiasaan masyarakat di tempat penelitian adalah mengunakan jenis kayu tertentu yang memiliki serat yang keras dengan cara menebang pohon tersebut dan dibiarkan hingga kering. Dengan demikian keseimbangan ekologis dan kepunahan jenis kayu tertentu dapat terjadi. Teknologis biogas dapat menghasilkan energi yang cukup besar untuk digunakan sebagai energi untuk memasak. Dengan jumlah populasi ternak yang diparon sebanyak 230 ekor di desa ini maka dengan teknologi biogas sudah dapat mengasilkan biogas sebesar 67,16 m3/hari. Hal ini berarti biogas sudah dapat mengantikan kayu bakar sebesar 235 kg/hari. Bagi desa-desa yang berbatasan lansung dengan hutan lindung, teknologi ini sangat efektik untuk mengurangi pemanfaatan energi yang bersumber dari hutan.
74
Salah satu kelebihan teknologi biogas adalah menghasilkan pupuk organik yang siap digunakan. Cairan hasil buangan (effluent) dari reaktor adalah bahan organik yang stabil dan mengandung unsur hara yang cukup tinggi. Ada dua jenis pupuk yang dihasilkan dari teknologi ini yaitu pupuk padat dan pupuk cair. Masyarakat di lokasi penelitian adalah masyarakat yang berprofesi sebagai patani sekaligus peternak. Dengan teknologi biogas dapat terjadi integrasi antara pertanian yang membutuhkan pupuk dan peternakan yang menghasilkan pupuk organik. Pupuk yang dihasilkan dari instalasi biogas, dapat digunakan di kebunkebun holtikultura yang selama ini mengunakan pupuk kimia. Penambahan bahan organik merupakan suatu tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman yang antara lain dapat meningkatkan efisiensi pupuk (Adiningsih dan Rochayati, 1988). Hasil penelitian penggunaan bahan organik, seperti sisa-sisa tanaman yang melapuk, kompos, pupuk kandang atau pupuk organik
cair
menunjukkan
bahwa
pupuk
organik
dapat
meningkatkan
produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan serta mengurangi kebutuhan pupuk. Dengan demikian produk pangan organik dapat dihasilkan dan tekstur tanah sekaligus kesuburan tanah dapat terjaga. Beberapa nilai tambah secara ekonomis bagi petani/peternak adalah kotoran ternak menjadi sangat berharga, oleh karena itu mereka akan rajin merawat ternaknya sehingga kondisi kandang menjadi bersih dan kesehatan ternak menjadi lebih baik, pada akhirnya membawa keuntungan dengan penjualan ternak yang lebih cepat dan berharga lebih tinggi.
75
V.
5.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Penggunaan jerami padi dengan berbagai persentase sebagai susbtrat bersama kotoran
ternak tidak meningkatkan volume biogas, dan lebih
rendah dari perlakuan kontrol. 2. Penggunaan jerami padi sebagai susbtrat bersama kotoran ternak dapat meningkatkan kualitas gas dengan kandungan CH4 60-70%. Nilai kalor bersih tertinggi terdapat pada perlakuan dengan campuran jerami 35% yang dikomposkan menggunakan acticomp. 3. Aplikasi teknologi biogas dengan bahan campuran jerami 35% ditambah kotoran ternak 65% dan bahan cincin beton dengan kapasitas reaktor 6,2 m3 dapat menghasilkan produksi gas rata-rata 0,85 m3/hari dengan persentase CH4 sebesar 56% atau 15,71 joules/m3/hari. Hasil ini setara dengan 6,5 kg kayu bakar dan 0,58 liter minyak tanah. Secara ekonomi di buktikan bahwa penerapan instalasi biogas ini layak untuk dilakukan sebagai energi alternatif pedesaan. Nilai NPV yang dihasilkan dari instalasi biogas jika dihitung dengan kesetaraan nilai minyak tanah adalah sebesar Rp 10.804.723. Nilai Net B/C yang dihasilkan pada tingkat diskonto 17%, yaitu 3,46. Sedangkan nilai pengembalian investasi atau payback period sudah dapat dilunasi pada tahun pertama pada bulan ke-6.
5.2. Saran 1. Pemanfaatan jerami sebagai bahan campuran dengan kotoran ternak
sebagai penghasil biogas, sebaiknya tidak melebihi 50 persen. 2. Pengomposan jerami sebagai bahan campuran biogas, sebaiknya dilakukan lebih dari 40 hari agar jerami benar-benar terdegradasi secara baik. 3. Perlu penelitian lebih lanjut tentang pemanfaatan bahan padat seperti jerami sebagai penghasil biogas, dalam waktu yang lebih lama. Serta kualitas pupuk padat dan pupuk cairnya.
76
DAFTAR PUSTAKA
Adam, K.H. 1981. Organic to Biogas Microbiology of Anaaerobic Methan Production, Aeminar on Green Energy, ITB, Bandung. ADB-GEF-UNDP, 1998. Asian Least-cost Greenhouse Gas Abatement Strategy (ALGAS) Indonesia, Manila. Adisoemarto S. 1998. Sumberdaya Alam Sebagai Modal dalam Pembangunan Berkelanjutan. LIPI. Al-Masri. 2000. Changes in Biogas Production due to Different Ratios of Some Animal and Agricultural Wastes. Departement of Agriculture, Atomic Energy Commisions, Damascus. Syria. Bioresource Technology 77, 97100. Anonymous. 1984. Updated Guidebook on Biogas Development - Energy Resources Development Series 1984, No. 27, United Nations, New York, USA. [Maret 2008] Anonymous. 1997. Biogas Utilization. GTZ. http://ww5.gtz.de/gate/techinfo/biogas/appldev/operation/utilizat.html [Maret 2008] Anonymous.2006. Biogas Production. http://www.habmigern2003.info/PDF/met hane-digester.pdf [Juni 2009] Anthony C. 1982. The Biochemistry of Methylotrophs. London. Academic press. APHA, AWWA dan WEF. 1998. Standart Methods for the Examination of Water and Wastewater. 20th Edition. Victor Graphics, Inc, Baltimore. Bitton, G. (1994). Wastewater Microbiology. A John Wiley & Sons. New York. Boer, R. 2002. Masalah Gas Rumah Kaca : Hubungannya dengan Lingkungan Pertanian. Makalah Seminar Nasional Peningkatan Kualitas lingkungan dan Produk Pertanian, Kudus 4 November 2002. Kerjasama Lokakarya Penelitian Pencemaran lingkungan Pertanian dengan Fakultas. Pertanian Universitas Muria Kudus. Kudus. Bui Xuan An, Thomas R. Preston dan F. Dolberg, 1997, The Introduction of Low-Cost Polyethylene Tube Biodigesters on Small-Scale Farms in Vietnam, http://www.husdyr.kvl.dk/htm/php/tune96/13An.htm [Mei 2008]
77
Buyukkamaci, N. dan Filibeli, A. 2004. Volatile Fatty Acid Formation in an Anaerobic Hybrid Reactor. Process Biochemistry 39, 1491-1494. Budhi,Y.W., Tjandra S dan Bimo H. 1999. Peningkatan Bioodegradabilitas Limbah Cair Printing Inustri Tekstil Secara Anaerob, Jurnal ITB Bandung. Detjen PPHP-DEPTAN, 2006. Biogas Skala Rumah Tangga Melalui Program Bio Energi Pedesaan (BEP), Jakarta. [Ditjennak] Direktorat Jenderal Peternakan 2007. Statistik Peternakan. Jakartat Dirjen Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian RI. Fardiaz, S., 1992, Mikrobiologi Pangan 1, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Fowler, A. 1992. Prioritizing Institutional Development: A New Role for NGO Centres for Study and Development. Sustainable Agricultrure Programme Gatekeeper Series SA35. IIED, London. Gaur, A.C. 1983. A Manual of Rural Composting. FAO, The United Nation. Rome. Gunnerson, C.G., and D.C. Stuckey. 1986. Integrated Resources Recovery Anaerobic Digestion Principles and Practices for Biogas System, World Bank Technical paper Number 49, Washington DC. Harahap, F. dkk. 1990. Teknologi Biogas, ITB Bandung Hashimoto A.G.1984. Methane from swine manure: Effect of temperature and influent substrate concentration on kinetic parameter (K). Agricultural Wastes 9,299-308. Higa,T. 1990. Production of Compost From Organik Waste. Agriculture and Holticulture (Nogya Oyobi Engei). Extension Bul No. 311. Hills D.J., Roberts, D.W. 1981. Anaerobic digestion of dairy manure and field crop residues. Agricultural Wastes 3. 179-189. Husnan S. dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Edisi Keempat. UPPAMP YKPN, Yokyakarta. Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC). 1994. Greenhouse Gas Inventory Workbook: IPCC Guidelines for National Greenhouse Gas Inventories Volume 2, UNEP-WMO.
78
Jarass (1980), Strom aus Wind - Integration einer regenerativen EnergieQuelle, Springer-Verlag, Berlin. Judoamidjojo, R.M., E.G.Sa’id dan L.Hartono. 1989. Biokonversi. Depdikbud. Dirjen Dikti PAU Bioteknologi IPB. Kamaruddin A. 2000. Energy Demand for Rural Development. Proceedings, International Congress and Symposium on South East Asian Agricultural ciences. [journal] ISSAAS. 353-361. Mahinda, U. N. 1992. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali Press. Makarim A.K.,Sumarno dan Suyanto. Jerami Padi Pengelolaan dan Pemamfaatan. BPTP. 2007 Meynell, P.J. 1976. Metane: Planing a Digester. Prism Press, Great Britain. Mitchell, J.R. 1980. Guide to Meat Inspection in the Tropics. 2nd Ed. Commonwealth Agricultural Bureaux Farnham Royal Bucks England. Nagamani, B dan K. Ramasamy (2006). Biogas Production Technology: An Indian Perspective. The Facts About Biogas From Cowdung. http://www.ias.ac.in/ currsci/ jul10/ articles13.htm [Juni 2009]. Pangestu, M (1996) Indonesian Energy Sector: Facing Globalization Challenges, Presented at National Symposium of Society of Indonesian Petroleum Engineers,Jakarta, 6th August 1996. Rochayati, Sri, Mulyadi, dan J. Sri Adiningsih. 1991. Penelitian efisiensi penggunaan pupuk di lahan sawah.. Dalam Prosiding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V, Cisarua, 12-13 Nopember 1990. Puslittanak. Sahudi, S. 1983. Kotoran Ternak Sebagai Sumber Energi. Dewa Ruci Pres. Jakarta Sihombing. D.T.H. 2000. Prospek Pengunaan Biogas Untuk Energi Pedesaan. IPB. Bogor. Sudaryanto, T. 1996. Kemitraan Usaha dalam Pengembangan Agribisnis Untuk Petani Kecil. Agritexts No.06 Th. II/1996. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Hal. 47 – 53. Sudono A. 1995. Produksi Sapi Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
79
Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah UI Press. Suhadi H, Indrasti NS, Bantacut T. 1989. Biokonversi: Pemanfaatan limbah industri pertanian. Departemen pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi pusat antar Universitas Pangan dan Gisi. Institut Pertanian Bogor. Sumardjo, 2003. Membentuk Pola Perilaku Pembangunan. IPB Press. Bogor. Stuckey, D.C. (1984). Biogas: A global perspective. In EL-Halwagi, M.M. (ed.). Biogas Technology: Transfer and Diffusion. New York: Elsevier Applied Science. TERI. 2002. Sustainable Energy: Perspective for Asia, Tata Energy Research Institute, New Delhi. Tri-Panji, Suharyanto dan Siswanto (2007). Pemanfaatan limbah lateks pekat untuk produksi biogas dan bioindustri menuju produksi bersih. Laporan Kemajuan Penelitian Proyek Riset Insentif Terapan. Bogor, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. United Nations. 1984. Updated Guidebook on Biogas Development - Energy Resources Development Series 1984, No. 27, United Nations, New York, USA. Wiroatmojo, J.1982 Bioteknologi Tepat Guna. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Tropika-IPB. Biotrop-Bogor. White, D. 2000. The physiology and Biochemistry of Prokaryotes. Ed. Ke 2 Oxford University Press. London. England. Yani, M dan Darwis, A. A. 1990. Diklat Teknologi Biogas. Pusat Antar Universitas Bioteknologi-IPB Bogor. Yusgiantoro, P. (2000) Ekonomi Energi: Teori dan Praktik, Pustaka LP3ES, Jakarta
E F
G
H I
A
B C D
Keterangan Gambar: A. B. C. D. E. F. G. H.
I.
Tangki Pencerna (jergen 20 liter) Tangki Penyekat, terbuka bagian atas (Toples 10 liter) Tangki penampung gas, terbuka bagian bawah dan ditelungkupkan pada bagian B (Toples 5 liter) Bejana penampung air (Toples 5 liter) Lubang pengontrol dan pengambilan sampel (Pipa paralon 5”) Corong pemasukan slurry Selang penyalur gas (1/4 “) Kran pengeluaran gas Selang pengeluaran air.
Lampiran 1. Gambar Rancangan Reaktor Skala Laboratorium
64
65 Lampiran 2: Hasil analisi statistik Volume Gas The GLM Procedure Class Level Information Class
Levels
perlakuan
5
Values Akticomp EM4= 25,30,35 and Kontrol
Number of Observations Read
20
Number of Observations Used
20
Dependent Variable: respon Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
F Value
Pr > F
Model
4
2703067.534
675766.884
6.50
0.0030
Error
15
1558779.375
103918.625
Corrected Total
19
4261846.909
R-Square
Coeff Var
Root MSE
respon Mean
0.634248
7.788760
322.3641
4138.838
DF
Type I SS
Mean Square
F Value
Pr > F
4
2703067.534
675766.884
6.50
0.0030
DF
Type III SS
Mean Square
F Value
Pr > F
4
2703067.534
675766.884
6.50
0.0030
Source perlakuan Source perlakuan
Perlakuan berpengaruh nyata terhadap akumulasi gas karena mempunyai pvalue = 0.0030 < alpha = 0.05. Uji Lanjut Duncan
66 Duncan's Multiple Range Test for respon Alpha
0.05
Error Degrees of Freedom
15
Error Mean Square
103918.6
Harmonic Mean of Cell Sizes
3.103448
Number of Means Critical Range
2
3
4
5
551.6
578.2
594.8
606.0
Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping
Mean
N
perlakuan
A
5026.3
2
Kontrol
B
4410.4
3
EM425
4314.3
3
EM420
3891.3
9
Akticomp
3842.9
3
EM430
B B B B B B
Indeks huruf yang berbeda menunjukkan perlakuan yang berbeda nyata. Pada output di atas, kontrol memeberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan semua perlakuan lainnya, tetapi antar masing-masing perlakuan selain kotrol memberikan pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) terhadap rata-rata pertambahan gas.
67
Correlations Correlations TS TS
Produksi Gas
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Produksi Gas .844* .017 7 7 .844* 1 .017 7 7 1
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
H0 : ρ = 0 Nilai korelasi antara TS dan produksi gas = 0,844. Nilai korelasi yang positif dan bernilai besar menunjukkan bahwa hubungan antar kedua variable searah dan tingkat hubungannya kuat. Nilai korelasi ini nyata karena pvalue (sig.) = 0.017 < alpha = 0,05. Correlations Correlations Produksi Gas
VS
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Produksi Gas 1 7 .874* .010 7
VS .874* .010 7 1 7
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Nilai korelasi antara VS dan Produksi Gas = 0,874. Nilai korelasi yang positif dan bernilai besar menunjukkan bahwa hubungan antar kedua variable searah dan tingkat hubungannya kuat. Nilai korelasi ini nyata karena pvalue (sig.)=0.010 < alpha = 0,05
68
Lampiran 3. Hasil analisis parameter penelitian laboratorium Perubahan parameter TS (% b/b) dari masing-masing perlakuan Perlakuan Waktu F1 F2 Pengambilan Sampel Po P6 P1 P2 P3 P4 P5 Hari ke 0 6,8 7,47 6,29 6,08 6,37 6,51 5,13 5,79 3,14 1,14 1,39 3,06 1,28 1,39 Hari ke 20 3,78 1,36 1,14 1,43 1,35 1,35 1,45 Hari ke 40 Perubahan parameter VS (% b/b) dari masing-masing perlakuan Perlakuan Waktu F1 F2 Pengambilan Sampel Po P1 P2 P3 P4 P5 P6 Hari ke 0 6,45 5,67 4,56 4,2 4,75 4,76 3,14 4,70 2,23 0,65 0,77 2,20 0,80 0,85 Hari ke 20 2,92 0,83 0,63 0,71 0,75 0,78 0,77 Hari ke 40 Perubahan parameter BOD (mg/l) dari masing-masing perlakuan Perlakuan Waktu F1 F2 Pengambilan Sampel Po P1 P2 P3 P4 P5 P6 Hari ke 0 3100 3020 2826 3018 2633 2440 2633 719 1490 1028 1181 1336 873 719 Hari ke 20 600 1530 2210 1500 2182 2107 2348 Hari ke 40 Perubahan parameter COD (mg/l) dari masing-masing perlakuan Perlakuan Waktu F1 F2 Pengambilan Sampel Po P1 P2 P3 P4 P5 P6 Hari ke 0 7430 5810 5060 7360 5520 7590 5980 3288 4425 3900 4650 4050 3600 3750 Hari ke 20 3050 4860 4432 5160 4640 4820 4135 Hari ke 40 Perubahan parameter C/N dari masing-masing perlakuan Perlakuan Waktu F1 F2 Pengambilan Sampel Po P1 P2 P3 P4 P5 Hari ke 0 25,00 31,28 33,10 35,08 31,03 28,78 24,00 29,83 30,02 35,00 30,09 27,86 Hari ke 20 23,39 29,69 28,48 35,04 28,69 27,21 Hari ke 40
Waktu Pengambilan Sampel
Po
Rataan konsentrasi CH4 Perlakuan F1 P1 P2 P3 P4
F2 P5
P6
20
49,72
48,54
51,23
43,67
56,43
52,36
52,85
40
53,15
53,8
54,68
45,74
71,81
59,7
58,33
P6 31,77 31,72 31,64
Lampiran 4. Pertambahan volume gas selama penelitian (ml/hari) Kontrol Hari ke.. U1 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 Total Rataan
700 3.300 3.650 4.600 5.700 6.200 6.450 6.200 6.200 5.550 5.850 5.800 5.700 6.050 6.200 6.300 6.150 6.200 5.850 5.500 5.400 5.500 5.400 5.350 5.350 5.200 4.900 4.600 4.600 4.500 4.600 4.400 4.300 4.250 4.150 4.000 3.850 3.850 3.700 196.050 4.901
U2 2
U3 3 4.450 4.800 4.900 5.100 5.500 6.250 6.200 6.300 6.250 6.250 5.900 5.850 5.650 6.250 5.900 6.250 5.900 6.050 5.950 5.800 5.600 5.800 5.450 5.450 5.400 5.100 4.800 4.400 4.450 4.400 4.200 4.200 4.300 3.950 4.050 3.900 3.700 3.600 3.450 201.700 5.043 -
, 5.150 8.100 8.550 9.700 11.200 12.450 12.650 12.500 12.450 11.800 11.750 11.650 11.350 12.300 12.100 12.550 12.050 12.250 11.800 11.300 11.000 11.300 10.850 10.800 10.750 10.300 9.700 9.000 9.050 8.900 8.800 8.600 8.600 8.200 8.200 7.900 7.550 7.450 7.150 397.750 9.944
rataan 2.575 4.050 4.275 4.850 5.600 6.225 6.325 6.250 6.225 5.900 5.875 5.825 5.675 6.150 6.050 6.275 6.025 6.125 5.900 5.650 5.500 5.650 5.425 5.400 5.375 5.150 4.850 4.500 4.525 4.450 4.400 4.300 4.300 4.100 4.100 3.950 3.775 3.725 3.575 198.875 4.972
U1 4
U2 5
P1 U3 6
3.400 4.300 5.550 6.200 5.900 6.200 6.150 6.200 6.200 6.000 6.300 6.300 6.200 6.300 6.200 6.400 6.100 5.400 5.400 5.100 5.100 4.750 4.450 4.450 4.650 4.650 4.200 3.850 4.000 3.950 3.850 3.650 3.750 3.400 3.500 3.300 3.100 3.050 3.000 190.450 4.761
3.000 4.000 4.500 4.600 5.000 3.000 3.200 4.200 4.850 4.900 5.200 5.500 5.450 5.200 5.300 5.500 4.700 4.500 5.400 4.150 4.600 3.750 3.900 3.950 4.450 4.100 3.700 3.500 3.500 3.450 3.200 3.300 3.450 3.200 3.150 3.250 2.950 2.950 2.900 159.400 3.985
2.500 3.900 4.150 3.850 3.300 5.000 4.700 5.500 3.850 3.650 3.950 6.100 6.400 6.400 5.550 5.300 5.500 5.500 5.150 5.550 4.500 4.100 4.100 4.000 4.200 4.150 3.900 3.400 3.300 4.250 4.000 4.100 4.050 3.600 3.470 3.200 3.300 3.300 3.150 167.870 4.197
, 8.900 12.200 14.200 14.650 14.200 14.200 14.050 15.900 14.900 14.550 15.450 17.900 18.050 17.900 17.050 17.200 16.300 15.400 15.950 14.800 14.200 12.600 12.450 12.400 13.300 12.900 11.800 10.750 10.800 11.650 11.050 11.050 11.250 10.200 10.120 9.750 9.350 9.300 9.050 517.720 12.943
rataan
U1 7
2.967 4.067 4.733 4.883 4.733 4.733 4.683 5.300 4.967 4.850 5.150 5.967 6.017 5.967 5.683 5.733 5.433 5.133 5.317 4.933 4.733 4.200 4.150 4.133 4.433 4.300 3.933 3.583 3.600 3.883 3.683 3.683 3.750 3.400 3.373 3.250 3.117 3.100 3.017 172.573 4.314
3.050 4.000 5.000 5.600 5.650 5.750 5.650 5.800 5.800 5.900 5.800 5.700 5.800 5.900 6.000 6.150 5.450 5.150 5.300 5.400 5.550 4.900 4.600 4.600 4.700 4.400 4.000 3.600 3.650 3.500 3.500 3.450 3.700 3.300 3.500 3.500 3.250 3.250 3.050 182.850 4.571
Perlakuan Faktor 1 P2 U2 U3 8 9 3.350 1.900 4.000 2.200 5.200 2.850 5.800 3.100 5.600 3.600 5.750 4.150 5.650 4.250 5.900 4.200 5.950 4.500 5.450 4.150 5.850 4.050 5.700 5.200 5.900 6.150 6.050 5.450 5.850 5.300 5.950 5.700 5.450 5.100 5.150 5.400 5.000 5.200 5.250 5.450 5.200 5.300 5.100 5.450 4.500 4.900 4.450 4.750 4.650 4.650 4.300 4.550 3.850 4.200 3.600 3.950 3.650 3.850 3.550 3.600 3.500 3.700 3.350 3.650 3.500 3.800 3.050 3.250 3.400 3.800 3.250 3.700 3.050 3.650 3.100 3.500 3.000 3.400 180.850 165.550 4.521 4.139
, 8.300 10.200 13.050 14.500 14.850 15.650 15.550 15.900 16.250 15.500 15.700 16.600 17.850 17.400 17.150 17.800 16.000 15.700 15.500 16.100 16.050 15.450 14.000 13.800 14.000 13.250 12.050 11.150 11.150 10.650 10.700 10.450 11.000 9.600 10.700 10.450 9.950 9.850 9.450 529.250 13.231
rataan 2.767 3.400 4.350 4.833 4.950 5.217 5.183 5.300 5.417 5.167 5.233 5.533 5.950 5.800 5.717 5.933 5.333 5.233 5.167 5.367 5.350 5.150 4.667 4.600 4.667 4.417 4.017 3.717 3.717 3.550 3.567 3.483 3.667 3.200 3.567 3.483 3.317 3.283 3.150 176.417 4.410
U1 10 1.700 2.950 3.650 4.050 4.350 4.650 5.600 5.100 5.150 4.700 4.900 4.950 4.900 4.600 4.850 4.700 4.350 4.300 4.100 4.300 4.300 3.800 4.000 4.000 4.150 4.200 3.800 3.350 3.600 3.550 3.500 3.300 3.250 3.250 3.300 3.050 3.000 2.950 2.800 155.000 3.875
U2 11 2.250 3.600 4.300 5.200 4.150 5.500 5.450 5.100 5.450 5.300 5.800 5.200 5.300 5.200 5.150 5.400 4.950 3.700 4.350 4.700 4.800 4.500 4.200 4.150 4.250 4.100 3.700 3.500 3.450 3.500 3.300 3.250 3.300 3.200 3.200 3.200 2.900 3.050 3.050 164.650 4.116
P3 U3 12 1.600 2.350 3.000 3.400 3.700 4.100 4.300 4.600 4.950 4.800 4.600 4.700 4.800 2.550 4.500 4.350 4.200 4.000 4.050 4.200 4.400 4.050 3.800 3.750 3.900 3.750 3.350 3.200 3.150 3.200 3.000 3.100 2.950 2.900 3.000 2.900 2.800 2.800 2.750 141.500 3.538
69
Sambungan lampiran 4
H ari k e..
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 T o tal R ataan
U1 13
U2 14
P4 U3 15
,
rataan
3.600 5.050 5.250 5.400 5.200 5.500 5.800 6.100 6.200 6.100 6.200 5.900 5.850 5.600 5.250 4.800 4.500 4.350 4.250 4.200 4.200 3.450 3.500 3.200 3.900 4.050 3.650 3.400 3.350 3.000 2.950 2.900 2.800 2.750 2.750 2.550 2.500 2.500 2.900 165.400 4.135
2.300 3.650 4.000 5.000 4.900 5.350 5.600 5.600 5.600 5.400 5.650 5.800 6.100 6.000 6.000 6.000 5.500 5.200 4.850 4.600 4.200 4.100 3.800 3.800 3.920 3.820 3.500 3.250 3.300 3.250 3.100 2.950 2.950 2.750 2.800 2.600 2.600 2.550 2.500 164.840 4.121
2.300 3.450 4.350 5.100 4.950 5.200 5.150 5.480 5.400 5.300 5.400 5.700 5.800 5.800 5.850 5.800 5.500 5.150 5.050 4.200 4.200 4.100 3.850 3.750 3.700 3.600 3.500 3.200 3.200 3.200 3.150 2.950 2.900 2.950 2.750 2.650 2.450 2.450 2.450 161.930 4.048
8.200 12.150 13.600 15.500 15.050 16.050 16.550 17.180 17.200 16.800 17.250 17.400 17.750 17.400 17.100 16.600 15.500 14.700 14.150 13.000 12.600 11.650 11.150 10.750 11.520 11.470 10.650 9.850 9.850 9.450 9.200 8.800 8.650 8.450 8.300 7.800 7.550 7.500 7.850 492.170 12.304
2.733 4.050 4.533 5.167 5.017 5.350 5.517 5.727 5.733 5.600 5.750 5.800 5.917 5.800 5.700 5.533 5.167 4.900 4.717 4.333 4.200 3.883 3.717 3.583 3.840 3.823 3.550 3.283 3.283 3.150 3.067 2.933 2.883 2.817 2.767 2.600 2.517 2.500 2.617 164.057 4.101
U1 16 2.050 4.300 4.950 4.500 5.000 5.200 5.250 5.300 5.600 5.500 5.600 5.750 5.700 5.750 5.550 5.800 5.150 5.000 5.300 5.100 5.000 4.600 4.500 4.300 4.300 4.100 3.950 3.800 3.750 3.500 3.450 3.400 3.400 3.300 3.250 3.100 3.050 2.800 2.900 172.800 4.320
U2 17 2.450 3.600 4.700 5.250 5.200 5.500 6.050 5.600 5.900 5.450 5.600 5.650 5.450 5.580 5.550 5.500 4.900 4.950 4.800 4.750 4.500 4.350 4.150 4.050 4.000 3.850 3.550 3.500 3.450 3.450 3.400 3.250 3.100 3.050 3.050 2.950 2.800 2.800 2.700 168.380 4.210
P erlaku an F akto r 2 P5 U3 18 1.100 1.200 2.500 2.550 3.400 3.150 3.900 4.400 3.800 5.650 5.700 5.150 5.650 5.700 5.600 5.750 5.300 5.200 4.850 4.900 4.800 4.700 4.150 4.100 4.050 4.050 3.850 3.450 3.500 3.350 3.200 3.200 3.400 3.050 3.150 3.000 2.850 2.900 2.800 153.000 3.825
,
rataan
U1 19
U2 20
P6 U3 21
,
5.600 9.100 12.150 12.300 13.600 13.850 15.200 15.300 15.300 16.600 16.900 16.550 16.800 17.030 16.700 17.050 15.350 15.150 14.950 14.750 14.300 13.650 12.800 12.450 12.350 12.000 11.350 10.750 10.700 10.300 10.050 9.850 9.900 9.400 9.450 9.050 8.700 8.500 8.400 494.180 12.355
1.867 3.033 4.050 4.100 4.533 4.617 5.067 5.100 5.100 5.533 5.633 5.517 5.600 5.677 5.567 5.683 5.117 5.050 4.983 4.917 4.767 4.550 4.267 4.150 4.117 4.000 3.783 3.583 3.567 3.433 3.350 3.283 3.300 3.133 3.150 3.017 2.900 2.833 2.800 164.727 4.118
1.450 1.800 3.350 4.200 4.300 4.900 4.800 4.900 4.950 4.800 4.800 4.850 4.550 4.550 4.700 4.900 4.250 4.250 4.100 4.100 5.000 3.950 3.750 3.650 3.750 3.950 3.650 3.150 2.900 2.050 2.200 2.650 3.000 2.700 2.950 2.800 2.100 2.700 2.650 144.050 3.601
1.700 3.200 4.150 4.650 4.750 5.300 4.900 5.000 4.900 4.550 4.850 5.100 4.700 4.850 4.700 4.700 4.400 4.100 4.150 4.100 4.200 3.950 3.900 3.600 3.600 3.700 3.550 3.150 3.100 3.100 2.850 2.700 2.850 2.800 2.900 2.800 2.650 2.800 2.650 149.600 3.740
1.000 2.400 2.800 3.700 3.700 4.300 4.550 4.750 4.700 4.400 4.350 4.350 3.900 3.950 4.200 4.000 3.550 3.500 3.350 4.400 3.800 3.450 3.500 3.000 2.750 2.900 2.750 2.700 2.650 2.500 2.500 2.450 2.000 2.000 2.700 2.400 2.200 2.500 2.750 127.350 3.184
4.150 7.400 10.300 12.550 12.750 14.500 14.250 14.650 14.550 13.750 14.000 14.300 13.150 13.350 13.600 13.600 12.200 11.850 11.600 12.600 13.000 11.350 11.150 10.250 10.100 10.550 9.950 9.000 8.650 7.650 7.550 7.800 7.850 7.500 8.550 8.000 6.950 8.000 8.050 421.000 10.525
rataan 1.383 2.467 3.433 4.183 4.250 4.833 4.750 4.883 4.850 4.583 4.667 4.767 4.383 4.450 4.533 4.533 4.067 3.950 3.867 4.200 4.333 3.783 3.717 3.417 3.367 3.517 3.317 3.000 2.883 2.550 2.517 2.600 2.617 2.500 2.850 2.667 2.317 2.667 2.683 140.333 3.508
70
Lampiran 5. Analisis kelayakan ekonomi Perhitungan Berdasarkan Suku Bunga 17% Dan Nilai Biogas Disetarakan Dengan Harga Minyak Tanah. N0
Uraian
I
Penerimaan 1 Biogas 2 Pupuk padat 3 Pupuk cair
II
Pengeluaran 1 Biaya Investasi a. Instalasi Biogas
III
2
Biaya tetap a. Perawatan b. Penyusutan
3
Biaya variabel a. Bioaktifator b. Pengangkutan jerami c. Pembelian kotoran ternak d. Pembelian jerami e. Biaya pengepakan pupuk
Keuntungan
Umur Proyek (Tahun) 0
1
2
3
4
5
6
7
0 0 0 0
5.779.200 979.200 1.800.000 3.000.000
5.779.200 979.200 1.800.000 3.000.000
5.779.200 979.200 1.800.000 3.000.000
5.779.200 979.200 1.800.000 3.000.000
5.779.200 979.200 1.800.000 3.000.000
5.779.200 979.200 1.800.000 3.000.000
5.779.200 979.200 1.800.000 3.000.000
4.400.483 1.679.650 1.679.650
2.923.333 0
2.923.333 0
2.923.333 0
2.923.333 0
2.923.333 0
2.923.333 0
2.923.333 0
0 0 0
202.500 135.000 67.500
202.500 135.000 67.500
202.500 135.000 67.500
202.500 135.000 67.500
202.500 135.000 67.500
202.500 135.000 67.500
202.500 135.000 67.500
2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000
2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000 2.720.833 2.855.867
2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000 2.720.833 2.855.867
2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000 2.720.833 2.855.867
2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000 2.720.833 2.855.867
2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000 2.720.833 2.855.867
2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000 2.720.833 2.855.867
2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000 2.720.833 2.855.867
(4.400.483)
71
Sambungan lampiran 5 N0
Uraian
I
Penerimaan 1 Biogas 2 Pupuk padat 3 Pupuk cair
II
Pengeluaran 1 Biaya Investasi a. Instalasi Biogas 2 Biaya tetap a. Perawatan b. Penyusutan 3 Biaya variabel a. Bioaktifator b. Pengangkutan jerami c. Pembelian kotoran ternak d. Pembelian jerami e. Biaya pengepakan pupuk
III
Keuntungan
8 5.779.200 979.200 1.800.000 3.000.000
9 5.779.200 979.200 1.800.000 3.000.000
10 5.779.200 979.200 1.800.000 3.000.000
Umur Proyek (Tahun) 11 12 5.779.200 5.779.200 979.200 979.200 1.800.000 1.800.000 3.000.000 3.000.000
13 5.779.200 979.200 1.800.000 3.000.000
14 5.779.200 979.200 1.800.000 3.000.000
15 5.779.200 979.200 1.800.000 3.000.000
2.923.333 0 202.500 135.000 67.500 2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000 2.720.833 2.855.867
2.923.333 0 202.500 135.000 67.500 2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000 2.720.833 2.855.867
2.923.333 0 202.500 135.000 67.500 2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000 2.720.833 2.855.867
2.923.333 0 202.500 135.000 67.500 2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000 2.720.833 2.855.867
2.923.333 0 202.500 135.000 67.500 2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000 2.720.833 2.855.867
2.923.333 0 202.500 135.000 67.500 2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000 2.720.833 2.855.867
2.923.333 0 202.500 135.000 67.500 2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000 2.720.833 2.855.867
2.923.333 0 202.500 135.000 67.500 2.720.833 250.000 600.000 608.333 912.500 350.000 2.720.833 2.855.867
72
73
Lampiran 6. Perhitungan NPV, Net B/C dan Payback Period dengan nilai biogas disetarakan dengan harga minyak tanah 1. Perhitungan Nilai NPV Tahun
Keuntungan
DF 17 %
NPV (Rp)
0 1 2
(4.400.483) 2.855.867 2.855.867
1,0000 0,8547 0,7305
(4.400.484) 2.440.910 2.086.211
3 4 5
2.855.867 2.855.867 2.855.867
0,6244 0,5337 0,4561
1.783.203 1.524.176 1.302.561
6 7 8 9 10 11 12 13 14
2.855.867 2.855.867 2.855.867 2.855.867 2.855.867 2.855.867 2.855.867 2.855.867 2.855.867
0,3898 0,3332 0,2848 0,2434 0,2080 0,1778 0,1520 0,1299 0,1110
1.113.217 951.575 813.351 695.118 594.020 507.773 434.092 370.977 317.001
15
2.855.867
0,0949 NPV
2. Perhitungan Nilai B/C risio Keuntungan positif Keuntungan negatif B/C rasio
Rp 15.205.207 Rp (4.400.484) 3,46
3. Perhitungan nilai Payback Period Biaya Investasi
1.679.650
Keuntungan/tahun
2.855.867
Payback Period
0,59
271.022 10.804.723
74
Lampiran 7. Kuesioner kajian
IDENTITAS RESPONDEN KARAKTERISTIK PETANI/PETERENAK Kelompok Peternak Tuanebu Desa Kuanheum Kecamatan Amabi Oefeto Kabupaten Kupang
No Responden Tanggal pengambilan data Pengambil Data
1. Nama
:......................................................
2.Alamat (RT/TW)
:.....................................................
3. Umur
:.....................................................
4. Jumlah Anggota Keluarga :......................................................
5. Apa pendidikan terakhir formal tertinggi yang dicapai? Sebutkan dengan melingkari jawaban yang ada! a. Tidak sekolah b. SD/ Sederajat
: sampai kelas........
c. SLTP/Sederajat
: Sampai kelas.........
d. SLTA/Sederajat
: Sampai kelas........
e. Perguruan tinggi 6. Sudah berapa lama bekerja sebagai petani?(sebutkan)...........................tahun 7. Apa pekerjaan bapak/ibu selain beternak sapi? (Pilih dengan melingkari jawaban) a. Bertani di ladang b. Bertani sawah c. Buruh 8. Sudah berapa lama menjadi peternak sapi? Sebutkan........ Tahun 9.Berapa jumlah ternak sapi yang Bpk/Ibu miliki? Sebutkan. a. Sapi betina
:..........ekor
75
b. Sapi anakan
:..........ekor
c. Sapi jantan yang diparon
:..........ekor
10. Berapa jumlah keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan sapi paron setiap kali penjualan. Sebutkan........................ 11. Sebelum teknologi biogas ini di terapkan, kotoran sapi yang dihasilkan digunakan untuk apa? Sebutkan.. a. Dibiarkan begitu saja b. Dijadikan pupuk c. Dijual Jika
jawabannya
(b)
bagaimana
caranya?
Jelaskan............................................................................................................. ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... .................
Jika
jawabannya
(c)
siapa
pembelinya
dan
berapa
harganya............................................................................................................ Jika ingin dijual berapa harga/kg.....................................................................
10.
Berapa luas lahan pertanian yang Bpk/Ibu miliki untuk ditanami padi? Sebutkan. a. Sawah
:..........Ha
b. Sawah tada hujan
:.......... Ha
c. Sawah ladang
:.......... Ha
11. Berapa banyak hasil setiap kali panen per hektarnya. Sebutkan........................ 12. Sebelum teknologi biogas ini di terapkan, jerami padi yang dihasilkan digunakan untuk apa? Sebutkan.. a. Dibiarkan begitu saja b. Dijadikan pupuk c. Dijual Jika
jawabannya
(b)
bagaimana
caranya?
Jelaskan............................................................................................................. ........................................................................................................................... ...........................................................................................................................
76
Jika
jawabannya
(c)
siapa
bembelinya
dan
berapa
harganya............................................................................................................ Jika ingin menjual, berapa harga/kg............................................................. 13. Apakah pengolahan tanah untuk pertanian mengunakan pupuk? Sebutkan sumbernya dan berapa harga yang dikeluarkan untuk setiap kali tanamnya?........ ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........... 14. Bagaimana pemanfaatan energi untuk memasak setiap harinya! (lingkari salah satu jawaban. Jelaskan pulah sumber dan harga Jenis
Jumlah
Sumber
Harga
bahan bakar a. Kayu ................................ ..........................
.........................
bakar b.
..............................
.........................
..................
Minyak tanah c.
Gas ..............................
........................... .......................
elpiji d. listrik
..............................
.........................
........................
Keterangan
77
Lampiran 6. Data Ternak Sapi Desa Kuanheum. Tabel 8. Perkembangan Populasi Sapi Desa Kuanheum Kecamatan Amabi Oefeto Kabupaten Kupang. Tahun
Jumlah Indukan Anak peternak 2006 82 160 46 2007 82 167 48 2008 86 173 54 Mei 2009 87 179 63 Sumber: Data Monografi Desa Kuanheum 2009
Tabel 9. Data Peternak Kelompok Tuanebu No Peternak Alamat Anggota keluarga (Jiwa)
Jumlah sapi (ekor)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Harum Bana Ferdinan Ora Bernadus Seran Ibrahim Neolaka Viktor Tnunai Eduard Ora Melki Uas Fance Seran Daniel Ora Jumlah
Sapi paron 143 124 135 140
Dusun III Dusun III Dusun III Dusun III
7 4 3 6
6 4 5 6
Jumlah sapi yang di paron 3 2 3 2
Dusun III Dusun III Dusun III Dusun III Dusun III
4 3 5 4 3
2 2 6 4 1 36
2 2 3 1 1 19
Jumlah 349 339 362 382
Jabatan dalam Kelompok Ketua Sekertaris Bendahara Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota
74
Lampiran 7. Kuesioner kajian
IDENTITAS RESPONDEN KARAKTERISTIK PETANI/PETERENAK Kelompok Peternak Tuanebu Desa Kuanheum Kecamatan Amabi Oefeto Kabupaten Kupang
No Responden Tanggal pengambilan data Pengambil Data
1. Nama
:......................................................
2.Alamat (RT/TW)
:.....................................................
3. Umur
:.....................................................
4. Jumlah Anggota Keluarga :......................................................
5. Apa pendidikan terakhir formal tertinggi yang dicapai? Sebutkan dengan melingkari jawaban yang ada! a. Tidak sekolah b. SD/ Sederajat
: sampai kelas........
c. SLTP/Sederajat
: Sampai kelas.........
d. SLTA/Sederajat
: Sampai kelas........
e. Perguruan tinggi 6. Sudah berapa lama bekerja sebagai petani?(sebutkan)...........................tahun 7. Apa pekerjaan bapak/ibu selain beternak sapi? (Pilih dengan melingkari jawaban) a. Bertani di ladang b. Bertani sawah c. Buruh 8. Sudah berapa lama menjadi peternak sapi? Sebutkan........ Tahun 9.Berapa jumlah ternak sapi yang Bpk/Ibu miliki? Sebutkan. a. Sapi betina
:..........ekor
75
b. Sapi anakan
:..........ekor
c. Sapi jantan yang diparon
:..........ekor
10. Berapa jumlah keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan sapi paron setiap kali penjualan. Sebutkan........................ 11. Sebelum teknologi biogas ini di terapkan, kotoran sapi yang dihasilkan digunakan untuk apa? Sebutkan.. a. Dibiarkan begitu saja b. Dijadikan pupuk c. Dijual Jika
jawabannya
(b)
bagaimana
caranya?
Jelaskan............................................................................................................. ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... .................
Jika
jawabannya
(c)
siapa
pembelinya
dan
berapa
harganya............................................................................................................ Jika ingin dijual berapa harga/kg.....................................................................
10.
Berapa luas lahan pertanian yang Bpk/Ibu miliki untuk ditanami padi? Sebutkan. a. Sawah
:..........Ha
b. Sawah tada hujan
:.......... Ha
c. Sawah ladang
:.......... Ha
11. Berapa banyak hasil setiap kali panen per hektarnya. Sebutkan........................ 12. Sebelum teknologi biogas ini di terapkan, jerami padi yang dihasilkan digunakan untuk apa? Sebutkan.. a. Dibiarkan begitu saja b. Dijadikan pupuk c. Dijual Jika
jawabannya
(b)
bagaimana
caranya?
Jelaskan............................................................................................................. ........................................................................................................................... ...........................................................................................................................
76
Jika
jawabannya
(c)
siapa
bembelinya
dan
berapa
harganya............................................................................................................ Jika ingin menjual, berapa harga/kg............................................................. 13. Apakah pengolahan tanah untuk pertanian mengunakan pupuk? Sebutkan sumbernya dan berapa harga yang dikeluarkan untuk setiap kali tanamnya?........ ........................................................................................................................... ........................................................................................................................... ........... 14. Bagaimana pemanfaatan energi untuk memasak setiap harinya! (lingkari salah satu jawaban. Jelaskan pulah sumber dan harga Jenis
Jumlah
Sumber
Harga
bahan bakar a. Kayu ................................ ..........................
.........................
bakar b.
..............................
.........................
..................
Minyak tanah c.
Gas ..............................
........................... .......................
elpiji d. listrik
..............................
.........................
........................
Keterangan
77
Lampiran 6. Data Ternak Sapi Desa Kuanheum. Tabel 8. Perkembangan Populasi Sapi Desa Kuanheum Kecamatan Amabi Oefeto Kabupaten Kupang. Tahun
Jumlah Indukan Anak peternak 2006 82 160 46 2007 82 167 48 2008 86 173 54 Mei 2009 87 179 63 Sumber: Data Monografi Desa Kuanheum 2009
Tabel 9. Data Peternak Kelompok Tuanebu No Peternak Alamat Anggota keluarga (Jiwa)
Jumlah sapi (ekor)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Harum Bana Ferdinan Ora Bernadus Seran Ibrahim Neolaka Viktor Tnunai Eduard Ora Melki Uas Fance Seran Daniel Ora Jumlah
Sapi paron 143 124 135 140
Dusun III Dusun III Dusun III Dusun III
7 4 3 6
6 4 5 6
Jumlah sapi yang di paron 3 2 3 2
Dusun III Dusun III Dusun III Dusun III Dusun III
4 3 5 4 3
2 2 6 4 1 36
2 2 3 1 1 19
Jumlah 349 339 362 382
Jabatan dalam Kelompok Ketua Sekertaris Bendahara Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota