PENGEMBANGAN SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR KALI GARANG SEMARANG DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI BERBASIS SMS DAN WEB
JAKA WINDARTA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin tertulis pada IPB
ABSTRACT JAKA WINDARTA. Flood Early Warning System Development at Garang River Semarang Using SMS and Web Based on Information Technology. Under Supervision of HIDAYAT PAWITAN, I DEWA MADE SUBRATA, M JANUAR J PURWANTO, and SURIPIN One of the large rivers flowing in the center of Semarang City is Garang River with watershed area about 203 km2 and having characteristics such as high flood discharge and flash flood. The flash flood on January 25th 1990 caused more than 45 people died and goods loss was estimated to be 8.5 billion rupiahs. In this research, a flood early warning system is made, in which an automatic rainfall recorder (ARR) was placed in upstream of Garang River at sub district Gunungpati and an automatic water level recorder (AWLR) was placed in Simongan weir. To receive rainfall and water level data, a computer as server that is placed in Semarang government office. This also functions for sending flood status of Garang River (prepared/caution/careful) to flood attendants and stake holders. Beside that, artificial neural network (ANN) is used to predict water level in Garang River where the input are rainfall in upstream river for 1, 2, 3, 4 or 5 days before the occasion and the water level in the downstream for 3 hours before the occasion. The output is water level in downstream of Garang River for next 2 hours. This system is integrated with information technology that is SMS (Short Message Services) and Web so that the flood early warning can be accessed anywhere as long as communication network is available. The result of research, time for sending data of rainfall and water level telemetry system is less than 10 minutes, while information system that is built to give flood early warning information is less than 10 minutes. Consequently it fulfill in which the time to receive the information less than time when flood happened that is 2 hours. The result of optimum predicting during the ANN training is model 4 with 20 neurons; speed training 0.9 and momentum 0.3 which the input rainfall are four days before the occasion and the water level are 3 hours before the occasion having MSE 0.0046. Finally, the results of survey to flood attendants and staffs from government show that 86 % of the respondent that they absolutely need the flood early warning system.
Key words: Garang River, short message services, artificial neural network, flood early warning.
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa Disertasi yang berjudul ”Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Semarang dengan Teknologi Informasi Berbasis SMS dan Web”, adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Bogor, Februari 2009
JAKA WINDARTA P062040111
RINGKASAN
JAKA WINDARTA. 2009. Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Semarang dengan Teknologi Informasi Berbasis SMS dan Web Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN, I DEWA MADE SUBRATA, M. YANUAR J. PURWANTO dan SURIPIN. Penelitian dengan judul Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Semarang dengan Teknologi Informasi Berbasis SMS dan Internet ini dilakukan pada bulan Desember 2006 sampai dengan Juni 2008 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Garang Semarang. Tujuan penelitian adalah untuk mengembangkan sistem peringatan dini banjir di Kali Garang Semarang dengan memanfaatkan teknolgi SMS dan internet dan diharapkan menjadi model sistem peringatan dini banjir kota lain yang padat penduduk. Salah satu sungai besar yang mengalir di tengah Kota Semarang adalah Kali Garang. Kali Garang dengan luas DAS 203 km2 dicirikan oleh debit aliran banjir yang besar dan datangnya cepat (flash flood). Kali Garang mempunyai pola meranting, dengan demikian banyak anak-anak sungainya. Anak sungai yang utama yaitu Sungai Kreo dan Sungai Kripik, dengan panjang aliran Kali Garang dari hulu sampai ke hilir kurang lebih 35 km. Adanya pemukiman penduduk yang padat di sekitar Kali Garang sehingga banjir yang terjadi mengakibatkan kerugian yang sangat besar baik harta maupun nyawa. Pada tanggal 25 Januari 1990 terjadi banjir bandang yang mengakibatkan lebih dari 45 orang meninggal dan kerugian harta benda yang begitu besar. Kerugian total ditaksir mencapai 8,5 milyar rupiah. Daerah yang mengalami kerugian terbesar meliputi Kecamatan Semarang Barat dan Semarang Selatan. Ketinggian genangan/banjir di dua kecamatan tersebut mencapai 3 meter selama 3 sampai 5 jam. Dalam penelitian ini dipasang satu alat pengukur curah hujan otomatis atau Automatic Rainfall Recorder (ARR) di hulu Kali Garang, tepatnya di Kecamatan Gunungpati dan satu alat pengukur tinggi muka air otomatis atau Autimatic Water Level Recorder (AWLR) yang dipasang di Bendung Simongan untuk mencatat tinggi muka air. Selain itu dibuat pula suatu sistem prediksi banjir dengan menggunakan model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) di mana sebagai masukan adalah curah hujan di hulu (Gunungngpati) dan tinggi muka air di hilir (Bendung Simongan), dan sebagai luaran adalah tinggi muka air di hilir untuk 2 jam ke depan. Pembuatan peralatan telemetri curah hujan dan tinggi muka air berbasis SMS ini diawali pada awal tahun 2007 dengan memulai pembuatan prototype di Laboratorium Teknik Elektro Undip. Dalam kurun waktu bulan Januari 2007 s/d Januari 2008 dilakukan penyempurnaan hardware dan software antara lain yaitu perubahan sistem mikrokontroler yang digunakan diubah dari prosessor AT89S51 ke seri ATmega. Selain itu juga penggunaaan modem untuk pengiriman data dengan SMS yang sebelumnya menggunakan handphone. Penggantian handphone ke Modem agar lebih handal dalam sistem komunikasi dan juga peningkatan fasilitas software yaitu dapat mengirim data jika ada yang meminta data. Untuk melihat ‘time response’ banjir Kali Garang, digunakan data banjir tanggal 25 Desember 2006. Dari catatan data tinggi muka air di Bendung Simongan oleh Subdin PU Pengairan Kota Semarang dan catatan data curah hujan di Stasiun Gunungpati dari peralatan pengukur hujan milik BPTP Jateng menunjukkan bahwa
respon banjir Kali Garang adalah cepat yaitu berkisar 2,5 jam. Kejadian hujan maksimum di Gunungpati terjadi pada pukul 15.00, sedangkan tinggi muka air maksimum terjadi di Bendung Simongan pada pukul 17.30. Ini menunjukkan bahwa Kali Garang mempunyai respon banjir yang cepat. Untuk itu diperlukan peralatan sistem peringatan dini banjir yang cepat pula. Dalam uji coba peralatan telemetri ini dilakukan pengamatan perbedaan waktu antara pengiriman dan penerimaan SMS untuk mengirim data curah hujan dan tinggi muka air ke server komputer. Dari hasil pengamatan pada bulan Januari s/d April 2008 didapat perbedaan maksimum waktu pengiriman dan penerimaan data adalah kurang dari 10 menit. Dalam uji coba sistem informasi banjir Kali Garang ini adalah dengan cara menaikkan sensor tinggi muka air sehingga melampaui batas normal tinggi muka air sungai (waspada/siaga/awas) sehingga server komputer akan mengirim informasi waspada/siaga/awas ke petugas via SMS. Dari hasil uji coba, di dapat perbedaan waktu10 menit untuk pengiriman data dari lapangan ke server dan 10 menit untuk pengiriman sistem informasi banjir dari server ke petugas dengan SMS. Sehingga jika dijumlahkan waktu maksimum yang diperlukan sistem peringatan dini banjir ini adalah 20 menit. Hal ini masih memenuhi syarat jika dibandingkan respon banjir Kali Garang yang berkisar antara 2 -3 jam. Kendala yang dihadapi dalam penelitian sistem peringatan dini ini adalah sarana infrastruktur seperti belum tersedianya fasilitas pasokan listrik yang 24 jam untuk menunjang keperluan server komputer. Hal ini penting mengingat sistem peringatan dini banjir ini tidak dapat bekerja jika tidak ada fasilitas listrik. Sehingga jika terjadi gangguan pasokan listrik akan mengakibatkan keterlambatan penerimaan data dan mengakibatkan sistem informasi banjir juga akan mengalami keterlambatan. Dalam melakukan prediksi tinggi muka air Kali Garang, data yang diperlukan pada Jaringan Syaraf Tiruan ini antara lain data untuk pelatihan dan data untuk pengujian. Data untuk pelatihan dan data untuk pengujian adalah berupa data tinggi air dan data curah hujan dalam jangka waktu tertentu. Data yang digunakan pada proses pelatihan adalah data tinggi air dan curah hujan selama 3 bulan yaitu pada bulan Januari sampai Maret 2008. Data masukan berupa curah hujan dan tinggi muka air dengan selang waktu 30 menit sehingga jumlah datanya adalah 4.320 data tinggi air dan 4.320 data curah hujan. Data untuk pengujian adalah data curah hujan dan tinggi muka air bulan April 2008. Untuk mencari model JST yang paling optimum, maka dilakukan perlakuan model JST yaitu dengan menggunakan masukan curah hujan yang berbeda-beda meliputi data masukan curah hujan 1, 2, 3, 4 atau 5 hari sebelumnya dengan bentuk data curah hujan per ½ jam dan tinggi muka air 3 jam sebelumnya dengan bentuk data tinggi muka air per ½ jam pula. Dari hasil pengujian didapat hasil yang paling optimum yaitu model 4 dengan data masukan curah hujan 4 hari ke belakang dengan jumlah neuron 20, laju pembelajaran 0,9 dan momentum 0,3 didapat MSE sebesar 0,0046. Dari hasil survey ke petugas banjir dan staf instansi terkait terhadap keperluan peralatan peringatan dini banjir terlihat bahwa persepsi petugas terhadap keperluan alat tersebut 86,7% sangat memerlukan dan sisanya 13,3% menjawab memerlukan. Dari 20 responden wakil masyarakat didapat 90% responden sangat mengharapkan SMS informasi banjir ini dapat dikirim ke wakil masyarakat dan 5% menjawab diperlukan. Hanya 5% responden yang menjawab SMS informasi banjir tidak diperlukan dikirim ke masyarakat. Dengan ditetapkannya UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, maka landasan hukum untuk sistem peringatan dini banjir ini menjadi lebih jelas dimana
lembaga yang menjadi koordinator dalam sistem peringatan dini bencana dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang, baik secara teknis maupun administratip dan dikoordinasikan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) atau Badan Penaggulangan Bencana Daerah (BPBD) dalam bentuk pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini. Karena BPBD untuk Propinsi Jawa Tengah dan Kota Semarang belum terbentuk maka pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan dini banjir ini masih dilakukan oleh Dinas PU Kota Semarang. Dalam menghadapi bencana banjir, maka pemberdayaan masyarakat sangatlah penting. Hal ini dikarenakan penanganan bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga masyarakat. Saat ini organisasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat di Kali Garang belum terbentuk. Untuk itu perlu segera dibentuk Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB) Kali Garang mengingat banyaknya penduduk yang bermukim di sekitar Kali Garang sehingga perlu persiapan yang lebih baik dalam menangani bencana. Hal ini juga disebabkan Kali Garang mempunyai respon banjir yang cepat sehingga masyarakat dapat langsung ikut terlibat jika terjadi banjir di Kali Garang. Untuk Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Berbasis SMS dan Web, biaya operasional untuk pulsa dan listrik selama satu tahun diperlukan dana Rp 3.976.000,Sehingga biaya operasional rata rata untuk setiap bulan adalah sekitar Rp 331.400,-. Jika biaya pemeliharaan setiap bulan diperlukan Rp 1.000.000,- yaitu untuk membayar satu orang pegawai untuk melakukan pemeliharaan, maka biaya operasional dan pemeliharan (OP) untuk sistem peringatan dini banjir ini adalah sebesar Rp 1.331.400,per bulan. Kata kunci : Kali Garang, SMS, jaringan syaraf tiruan, sistem peringatan dini banjir.
PENGEMBANGAN SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR KALI GARANG SEMARANG DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI BERBASIS SMS DAN WEB
JAKA WINDARTA
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
Judul Disertasi : Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Semarang dengan Teknologi Informasi Berbasis SMS dan Web Nama
: Jaka Windarta
NIM
: P062040111
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Hidayat Pawitan, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr Anggota
Dr.Ir. M. Yanuar J. Purwanto, M.S. Anggota
Dr. Ir. Suripin, M.Eng. Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Surjono H Sutjahjo, M.S.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal ujian: 5 Februari 2009
Tanggal lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya penulisan Disertasi ini. Tema yang dipilih adalah Pengembangan Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Semarang dengan Teknologi SMS (Short Message Services) dan Web. Disertasi ini merupakan hasil penelitian yang ditujukan untuk mengembangkan sistem peringatan dini banjir dengan menggunakan teknologi SMS dan Web dan telah diterapkan di Kali Garang Semarang. Penelitian ini juga merupakan babak baru dalam melakukan pengembanagn peralatan dari sistem manual ke dalam sistem otomatisasi baik segi pengambilan data curah hujan dan tinggi muka air secara on line . Dalam melakukan penelitian prediksi banjir digunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST), di mana metode ini untuk memprediksi besaran tinggi muka air dengan masukan adalah curah hujan di hulu dan keluaran tinggi muka air di hilir. Selain itu dilakukan integrasi antar prediksi banjir dengan sistem informasi banjir secara real time dengan menggunakan sistem SMS Penulis menyampaikan terimakasih kepada Bapak Prof. Dr. Hidayat Pawitan M.Sc, Bapak Dr. Ir. I Dewa Made Subrata M.Agr, Bapak Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto MS dan Bapak Dr. Ir. Suripin M.Eng sebagai Tim Komisi Pembimbing yang telah memberikan kontribusi dalam bentuk saran pemikiran dan bimbingannya sehingga saya dapat menyelesaikan Disertasi ini. Kepada Prof. Dr. Surjono H. Sutjahjo MS selaku Ketua Program Studi PSL saya ucapkan terima kasih atas perhatian dan waktunya dalam memberikan dorongan dan semangat kepada saya. Pada kesempatan ini saya sampaikan juga ucapan terima kasih kepada jajaran Pemerintah Kota Semarang dan Balai PSDA Jragung Tuntang yang telah banyak membantu dalam penyediaan dana dan tempat untuk melaksanakan penelitian. Khususnya kepada isteri saya dr. Agustinawati Ulfah Sp.A yang selalu memberikan semangat, dukungan dan doanya, serta kepada anak saya Azra Zaqi Pratama dan Nabila Hasna Pratiwi atas pengertian terkuranginya waktu kebersamaan sehingga saya dapat menyelesaikan pendidikan ini dari awal sampai akhir saya ucapkan terima kasih. Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Yuli Cristyiono, ST.MT dan Sumardi, ST.MT staf pengajar Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro Undip yang telah membantu dalam bidang perangkat lunak. Sdr Purwatmo dan Herry Darma yang telah membantu dalam pelaksanaaan penelitian di lapangan. Juga semua staf Jurusan Teknik Elektro Undip dan semua pihak atas bantuan dan perhatiannya dalam penyelesaian Disertasi ini. Sebagai sebuah Disertasi, tentunya diharapkan masukan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Disertasi ini. Semoga bimbingan, saran, dan masukan yang diberikan dengan ikhlas membuahkan sebuah karya ilmiah yang bermanfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan dan kemaslahatan umat manusia khususnya bagi Pemerintah Kota Semarang dan masyarakat Kota Semarang. Bogor, Februari 2009 Jaka Windarta
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Solo Jawa Tengah pada tanggal 26 Mei 1964 dari ayah Drs. Suhardi dan ibu Suwarni. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung, lulus dan memperoleh gelar Sarjana pada tahun 1988. Penulis menyelesaikan pendidikan magister (S2) Jurusan Teknik Elektro ITB pada tahun 1995. Penulis menempuh pendidikan Doktor (S3) Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Institut Pertanian Bogor sejak 2004. Riwayat pekerjaan penulis yaitu sebagai Staf Pengajar di Jurusan Teknik Elektro Universitas Diponegoro Semarang, sejak tahun 1989 hingga sekarang. Penulis juga pernah bekerja sebagai staf pengajar Politeknik Negeri Bandung pada tahun 1998 s/d 2000. Bekerja sebagai staf konsultan PLN selama tahun 1995 sampai dengan 2002. Staf maintenance pada PT. Tanjung Enim Lestari Pulp and Paper Sumatera Selatan tahun 2003. Staf maintenance pada PT. Batamtex di Ungaran Semarang tahun 2004. Sejak tahun 2006 sampai sekarang, penulis sebagai anggota tim FFWS (Flood Forecasting and Warning System) Departemen PU mewakili Undip. Penulis juga melakukan penelitian tentang peringatan dini banjir berbasis SMS dan Web di beberapa lokasi yaitu Kota Semarang, Bengawan Solo, Balai Sungai Puslitbang SDA Departemen PU di Solo, serta BBWS Pompengan Jeneberang SDA I Provinsi Sulawesi Tenggara. Karya Ilmiah dengan judul Flood Early Warning System Develop at Garang River Semarang using Information Technology Base on SMS and Web telah disajikan pada Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Himpunan Ahli Teknik Hidraulik Indonesia (HATHI) di Pelembang, Sumatera Selatan pada 21-23 Agustus 2008. Artikel lain yang berjudul Model Prediksi Tinggi muka Air Kali Garang Semarang dengan Jaringan Syaraf Tiruan telah diterbitkan pada Jurnal Majalah Teknik Vol 29 No 3 bulan Desember 2008. Saat ini penulis mempunyai jabatan fungsional Lektor Kepala / IV A pada Fakultas Teknik Undip Semarang.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ I.
II.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1.2 Perumusan Masalah ...................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 1.5 Kerangka Pemikiran ....................................................................... 1.6 Kebaruan ....................................................................................... TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Banjir dan Mitigasi Bencana Banjir................................ 2.2 Sistem Peringatan Dini Banjir.......................................................... 2.3 Sejarah Sistem Peringatan Dini Banjir di Indonesia ........................ 2.4 Teknologi Informasi ........................................................................ 2.4.1 Short Message Service (SMS)............................................... 2.4.2 Internet .................................................................................. 2.4.3 World Wide Web.................................................................... 2.5 Sistem Peringatan Dini Banjir Berbasis SMS dan Internet .............. 2.5.1 Sistem Telemetri Curah Hujan dan Tinggi Muka Air Berbasis SMS ..................................................................... . 2.5.2 Pengukuran Curah Hujan ..................................................... 2.5.3 Pengukuran Tinggi Muka Air................................................. 2.5.4 Model Prakiraan Banjir ......................................................... 2.6 Jaringan Syaraf Tiruan ................................................................... 2.6.1 Pelatihan .............................................................................. 2.6.2 Jaringan Syaraf Tiruan dengan Perambatan – Balik (Backpropagation) ................................................................ 2.7 Konsep Penanggulangan Bencana ................................................ 2.8 Penanggulangan Bencana menurut UU No 24 Tahun 2007 ...........
III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ........................................................................ 3.2 Bahan dan Alat .............................................................................. 3.3 Tahapan Penelitian......................................................................... 3.4 Metode Penelitian .......................................................................... 3.4.1 Metode Pengumpulan Data ............................................... 3.4.2 Metode Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Tinggi Muka Air Sungai ........................................................................... 3.4.3 Disain Sistem Telemetri Curah Hujan dan Tinggi Muka Air . 3.4.4 Analisa Peringatan Dini Banjir ............................................. 3.4.5 Validasi Sistem Peringatan Dini Banjir ................................ 3.4.6 Sosialisasi dan Survey ........................................................ IV.
KONDISI DAN PENGELOLAAN DAS GARANG 4.1 Kondisi Umum DAS Garang dan Kali Garang................................
iv ix xii
1 6 7 8 8 11
12 14 17 19 19 21 22 22 24 26 27 28 30 33 34 36 38
41 41 41 44 44 44 47 48 49 49
50
ii
4.2
4.3 4.4
Sistem Jaringan Hidrometri DAS Garang....................................... 4.2.1 Pemantauan Debit atau Tinggi Muka Air ............................ 4.2.2 Pemantauan Curah Hujan .................................................. Bendung Simongan ....................................................................... Rencana Pengelolaan DAS Garang ............................................. 4.4.1 Mitigasi Bencana Banjir Kali Garang Secara Struktur......... 4.4.2 Mitigasi Bencana Banjir Kali Garang Secara non Struktur ..
V. PERANCANGAN SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR KALI GARANG BERBASIS SMS DAN WEB 5.1 Gambaran Umum Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Berbasis SMS dan Web.................................................................. 5.2 Perancangan Disain Sub Sistem Telemetri Tinggi Muka Air dan Curah Hujan Kali Garang Berbasis SMS ........................................ 5.2.1 Blok Diagram Sistem Keseluruhan Telemetri Tinggi Muka Air dan Curah Hujan........................................................... 5.2.2 Perangkat Keras Tinggi Muka Air dan Curah Hujan ........... 5.2.3 Perangkat Lunak Sistem Telemetri Tinggi Muka Air dan Curah Hujan........................................................................ 5.3 Perancangan Perangkat Lunak Telemetri dan Sistem Informasi Banjir .............................................................................................. 5.4 Perancangan Sub Sistem Prediksi Banjir Kali Garang dengan Jaringan Syaraf Tiruan ................................................................ 5.4.1 Ukuran Jaringan (Network Size).......................................... 5.4.2 Parameter Laju Pembelajaran (α) ...................................... 5.4.3 Parameter Momentum (μ) .................................................. 5.4.4 Perancangan Senarai Program Jarinagn Syaraf Tiruan ..... 5.5 Perancangan Sub Sistem Informasi Banjir Kali Garang Berbasis SMS dan Web ................................................................................ 5.6 Pemasangan Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Berbasis SMS dan Web ................................................................................ 5.6.1 Pemasangan Peralatan Telemetri Curah Hujan di Gunungpati .......................................................................... 5.6.2 Pemasangan Peralatan Telemetri Tinggi Muka Air di Bendung Simongan .............................................................. 5.6.3 Pemasangan Sistem Informasi Banjir Kali Garang Berbasis SMS dan Web .......................................................................
52 52 54 55 57 58 60
64 66 66 68 72 75 75 76 77 78 78 80 81 81 82 83
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
6.2 6.3
Pengujian Sub Sistem Telemetri Curah Hujan dan Tinggi Muka Air 6.1.1 Pengujian Telemetri Curah Hujan........................................ 6.1.2 Pengujian Telemetri Tinggi Muka Air Kali Garang ............... 6.1.3 Pencatatan Data Telemetri Curah Hujan dan Tinggi Muka Air ....................................................................................... 6.1.4 Pengujian Sistem Telemetri Curah Hujan dan Tinggi Muka Air Kali Garang Secara Keseluruhan................................. Hasil Pencatatan Sistem Telemetri Curah Hujan dan Tinggi Muka Air ................................................................................................... Pengujian Sub Sistem Prediksi Banjir Kali Garang ......................... 6.3.1 Visualisasi Sistem Prediksi Tinggi Muka Air Kali Garang dengan Jaringan Syaraf Tiruan ............................................. 6.3.2 Pemodelan Jaringan syaraf Tiruan ....................................... 6.3.3 Hasil Pelatihan untuk 5 Model JST .......................................
84 84 86 87 90 91 95 98 99 100
iii
6.4
6.5 6.6 6.7
6.8 6.9 6.10
6.3.4 Pengaruh Jumlah Neuron .................................................... 6.3.5 Pengaruh Perubahan Laju Pembelajaran ............................. 6.3.6 Pengaruh Perubahan Momentum ......................................... 6.3.5 Hasil Pengujian 5 model JST................................................ Hasil Pengujian Sub Sistem Informasi Banjir ................................... 6.4.1 Hasil Pengujian Pengiriman Data dengan Menggunakan Sistem SMS untuk Peringatan Dini Banjir.............................. 6.4.2 Pengujian sistem informasi Banjir berbasis Web ................... 6.4.3 Integrasi SIstem Telemetri,Sistem Prediksi dan Sistem Informasi Banjir ................................................................... Sistem Penanggulangan Bencana Banjir Kali Garang .................... Sistem Penanggulangan Bencana Banjir Kali Garang Berbasis Masyarakat...................................................................................... Sosialisasi Sistem Peringatan Dini Banjir berbasis SMS dan Web .. 6.7.1 Persepsi Petugas Banjir dan Staf Instansi Pemda Terhadap Peralatan Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang ............ 6.7.2 Persepsi Masyarakat terhadap peralatan Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang .......................................................... Pengaruh pembangunan Waduk Jatibarang terhadap Peringatan Dini Banjir Kali Garang .................................................................... Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Secara Terpadu ............ Analisa Biaya Operasi dan Pemeliharaan .......................................
102 104 105 107 112 112 115 117 118 121 124 126 128 131 132 133
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ......................................................................................... 7.2 Saran ..................................................................................................
135 137
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
139
LAMPIRAN .......................................................................................................
144
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 1
Peta Kota Semarang...........................................................
4
Gambar 2
Kerangka pemikiran sistem peringatan dini banjir ...............
10
Gambar 3
Konfigurasi sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air menggunakan radio .......................................................
Gambar 4
17
Stasiun telemetri curah hujan dengan sistem radio di Jatisrono (Hulu Bengawan Solo) yang sudah tidak berfungsi lagi.........................................................................
18
Gambar 5
Arsitektur dasar jaringan SMS.............................................
21
Gambar 6
Sistem peringatan dini banjir berbasis SMS dan Web.........
24
Gambar 7
Sistem telemetri curah hujan atau tinggi muka air dengan SMS....................................................................................
25
Gambar 8
Alat penakar hujan manual..................................................
26
Gambar 9
(a) Alat penakar hujan otomatis jenis tipping bucket dan (b) pencatat curah hujan otomatis ............................................
27
Gambar 10 (a) Pengukuran tinggi muka air sungai dengan peil scale, (b) Mekanik otomatis dan (c) Elektronik data logger............
28
Gambar 11 Struktur neuron jaringan syaraf ...........................................
31
Gambar 12 Jaringan Syaraf Tiruan sederhana ......................................
32
Gambar 13 Arsitektur jaringan syaraf tiruan dengan perambatan balik ..
35
Gambar 14 Siklus pengelolaan bencana ...............................................
37
Gambar 15 Siklus penanganan bencana ...............................................
38
Gambar 16 Tahapan Penelitian .............................................................
43
Gambar 17 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan yang dipakai ....................
46
Gambar 18 Contoh bentuk data curah hujan selama 4 hari sebelumya dan data tinggi muka air tiga jam sebelumnya dalam Jaringan Syaraf Tiruan........................................................
47
Gambar 19 Peta dan penggunaan lahan di DAS Garang ........................
51
Gambar 20 Lokasi penempatan AWLR dan ARR di DAS Garang ...........
53
Gambar 21 Foto Bangunan AWLR yang dikelola oleh Dinas PSDA Jawa Tengah ......................................................................
53
v
Gambar 22 Foto Stasiun AWLR dan ARR yang dikelola oleh Departemen Pertanian .......................................................
55
Gambar 23 Grafik antara h (head) dengan debit untuk Bendung Simongan............................................................................
56
Gambar 24 Bendung Simongan dilihat dari sisi hilir ...............................
57
Gambar 25 Denah lokasi pekerjaan Jatibarang Dam, River Improvement for West Floodway/Garang River dan Urban Drainage System Improvement...........................................
58
Gambar 26 Manfaat dari rencana pekerjaan Flood Control , Urban Drainage and Water Resources Development ....................
59
Gambar 27 Bentuk sumur resapan untuk kawasan hulu........................
62
Gambar 28 Bentuk tampungan air untuk kawasan hilir ..........................
62
Gambar 29 Sistem peringatan dini banjir Kali Garang berbasis SMS dan Web .............................................................................
65
Gambar 30 Blok diagram sistem telemetri tinggi muka air dan curah hujan...................................................................................
67
Gambar 31 Sensor tinggi muka air ........................................................
68
Gambar 32 Penakar hujan jenis tipping bucket......................................
69
Gambar 33 Posisi reed switch terhadap magnet....................................
70
Gambar 34 Skematik lengkap sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air ..............................................................................
71
Gambar 35 Modem GSM Wavecom ......................................................
71
Gambar 36 Diagram alir sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air dengan SMS ..................................................................
73
Gambar 37 Diagram alir perangkat lunak telemetri ................................
75
Gambar 38 Diagram alir perancangan Jaringan Syaraf Tiruan .............
76
Gambar 39 Arsitektur JST perambatan-balik peramalan tinggi permukaan air dengan 1 lapis tersembunyi dengan n lapisan tersembunyi maksimum 50 .....................................
77
Gambar 40 Prosedur pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan .........................
79
Gambar 41 Sub Sistem Informasi Banjir Kali Garang berbasis SMS dan Web ....................................................................................
80
Gambar 42 Foto peralatan telemetri curah hujan di Gunungpati ...........
82
Gambar 43 Foto-foto peralatan telemetri tinggi muka air dipasang di Bendung Simongan ............................................................
83
vi
Gambar 44 Tampilan utama perangkat lunak telemetri curah hujan dan tinggi muka air.....................................................................
91
Gambar 45 Tampilan setting untuk pengiriman data yang dari lapangan ke komputer server............................................
91
Gambar 46 Grafik jumlah data dalam % untuk (a) curah hujan dan (b) TMA dengan jeda kurang dari 5 menit dan 5 s/d 10 menit .
92
Gambar 47 Perubahan tinggi muka air Kali Garang dari normal ke waspada, siaga, atau awas untuk Bulan Januari 2008 .......
93
Gambar 48 Perubahan tinggi muka air Kali Garang dari normal ke waspada, siaga, atau awas untuk Bulan Februari 2008 .....
94
Gambar 49 Perubahan tinggi muka air Kali Garang dari normal ke waspada, siaga, atau awas untuk Bulan Maret 2008.........
94
Gambar 50 Hidrograf Kali Garang pada tahun 1993 oleh JICA..............
96
Gambar 51 Grafik curah hujan di Gunungpati dan tinggi muka air di Bendung Simongan pada tanggal 25 Desember 2006 ........
97
Gambar 52 Tampilan software prediksi tinggi muka air Kali Garang ...... Gambar 53 Contoh struktur data masukan dan aristektur JST untuk model satu ..........................................................................
99
Gambar 54 Tampilan hasil pelatihan untuk jumlah neuron 20 laju pembelajaran 0,5 momentum 0, 3 ......................................
100
Gambar 55 Grafik antara target dan prediksi pada saat pelatihan dengan laju pembelajaran 0,9 dan momentum 0.5 serta data masukan curah hujan 4 hari sebelumnya ....................
101
Gambar 56 Hasil pelatihan model 3 untuk jumlah neuron 30, Laju pembelajaran 0,9 dan momentum 0,5 dengan diperlukan waktu pelatihan 4 jam 15 menit...........................................
103
Gambar 57 Hasil pelatihan model 3 untuk jumlah neuron 30, Laju pembelajaran 0,9 dan momentum 0,5 dengan diperlukan waktu pelatihan 3 jam 13 menit...........................................
104
Gambar 58 Hasil pelatihan untuk jumlah neuron 20, Laju pembelajaran 0,9 dan momentum 0,5 dengan diperlukan waktu pelatihan 3 jam 13 menit .....................................................
104
Gambar 59 Hasil pelatihan untuk jumlah neuron 20, Laju pembelajaran 0,5 dan momentum 0,5 dengan diperlukan waktu pelatihan 3 jam 20 menit .....................................................
105
vii
Gambar 60 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk model 1D ...........................................................................
109
Gambar 61 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk Model 2E............................................................................
109
Gambar 62 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk Model 3D ............................................................................
109
Gambar 63 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk Model 4B.............................................................................
110
Gambar 64 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk Model 5D ............................................................................
110
Gambar 65 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk model 1D data masukan CH(t) s/d CH(t-24
jam)
dengan 20
neuron laju pembelajaran 0,5; momentum 0,3 ...................
111
Gambar 66 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk model 2E data masukan CH(t) s/d CH(t-48
jam)
dengan 30
neuron laju pembelajaran 0,9; momentum 0,5..................
111
Gambar 67 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk model 3D data masukan CH(t) s/d CH(t-72
jam)
dengan 20
neuron laju pembelajaran 0,5; momentum 0,3.....................
111
Gambar 68 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk model data masukan CH(t) s/d CH(t-96 jam) dengan 20 neuron laju pembelajaran 0,9; momentum 0,3.................................
112
Gambar 69 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk data masukan CH(t) s/d CH(t-120 jam) dengan 20 neuron laju pembelajaran 0,9; momentum 0,5....................
112
Gambar 70 Tampilan tulisan yang diterima di HP pada kejadian banjir sebenarnya .........................................................................
113
Gambar 71 Tampilan daftar nama dan no HP yang akan dikirim status Kali Garang berubah dari normal ke waspada/siaga/awas ..
115
Gambar 72 Tampilan web site sistem peringatan dini banjir di www.semarang.go.id ..........................................................
115
Gambar 73 Tampilan web site sistem peringatan dini banjir Kali Garang
116
Gambar 74 Sistem Jaringan Internet di Pemkot Semarang ...................
116
Gambar 75 Sistem jaringan internet yang seharusnya di Pemkot Semarang ...........................................................................
117
viii
Gambar 76 Tampilan simulasi sistem peringatan dini banjir yang telah terintegrasi terhadap sub sistem telemetri, sub sistem prediksi dan sub sistem informasi banjir .............................
118
Gambar 77 (a). Susunan organisasi penanggulangan bencana sebelum UU No. 24 Tahun 2007 .........................................
119
(b). Susunan organisasi penanggulangan bencana setelah UU No. 24 Tahun 2007 .......................................................
119
Gambar 78 Susunan SATLAK PBP Kota Semarang dan Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana untuk bencana banjir Kali Garang ...............................................................
120
Gambar 79 Usulan Struktur organisasi KMPB di sekitar Kali Garang berdasarkan panduan umum penanganan bencana berbasis masyarakat ...........................................................
124
Gambar 80 Diagram lingkaran persentase persepsi petugas terhadap (a) pertanyaan P1 dan (b) Pertanyaan P2 ............................
127
Gambar 81 Diagram lingkaran persentase persepsi petugas banjir terhadap (a) pertanyaan P3 dan (b) pertanyaan P4 ..............
127
Gambar 82 Diagram lingkaran persentase persepsi wakil masyarakat terhadap (a) pertanyaan P1 dan (b) Pertanyaan P2 .............
130
Gambar 83 Diagram lingkaran persentase persepsi wakil masyarakat terhadap (a) pertanyaan P3 dan (b) Pertanyaan P4 .............
130
Gambar 84 Sistem peringatan dini banjir Kali Garang secara terpadu...
132
ix
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1
Lokasi dan kerugian bencana banjir selama 5 tahun terakhir di Indonesia ..................................................................................
2
Tabel 2
Contoh klasifikasi bahaya banjir dan durasi pelaporan..............
23
Tabel 3
Pengelompokan data primer untuk model Jaringan Syaraf Tiruan .......................................................................................
Tabel 4
45
Klasifikasi status banjir terhadap tinggi muka air di Bendung Simongan..................................................................................
48
Tabel 5
Lokasi AWLR ............................................................................
52
Tabel 6
Lokasi ARR di DAS Garang ......................................................
54
Tabel 7
Hubungan antara tinggi limpas bendung (m)
dan debit
(m3/dtk) .....................................................................................
55
Tabel 8
Kejadian penting banjir Kota Semarang ....................................
56
Tabel 9
Perubahan tata guna lahan sekitar hulu Kali. Garang, Kali Kripik dan Kreo .........................................................................
61
Tabel 10 Pencegahan Banjir Secara Non Struktur daerah hulu dan hilir DAS Kali Garang.......................................................................
63
Tabel 11 Item-item perubahan dalam pemasangan peralatan telemetri...
81
Tabel 12 Hasil perhitungan penakar hujan otomatis untuk diameter 16 cm.............................................................................................
84
Tabel 13 Hasil pengetesan dengan menumpahkan air ke curah hujan secara manual dan otomatis .....................................................
85
Tabel 14 Perbandingan hasil pengetesan curah hujan secara manual dan otomatis .............................................................................
86
Tabel 15 Hasil uji coba pembacaan tinggi muka air secara manual dengan pembacaan peralatan telemetri tinggi muka air Kali Garang pada tanggal 3 Januari 2008 ........................................
86
Tabel 16 Contoh perbedaan waktu pengiriman data curah hujan dari tinggi muka air dari lapangan dengan waktu penerimaan data di server komputer tanggal 30 Januari 2008 ............................
87
x
Tabel 17
Tertundanya penerimaan data tinggi muka air dan curah hujan di server komputer
akibat padamnya pasokan listrik PLN
tanggal 30 Januari 2008............................................................ Tabel 18
Hasil perbedaan antara waktu pengiriman dan penerimaan SMS untuk sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air ..
Tabel 19
92
Hasil pencatatan waktu perubahan dari kondisi normal ke siaga, waspada, atau awas pada bulan Januari s/d Maret 2008
Tabel 20
89
Data curah hujan di Gunungpati
95
dan tinggi muka air di
Bendung Simongan pada tanggal 25 Desember 2006 ............
97
Tabel 21
Struktur data masukan pada Jaringan Syaraf Tiruan ................
100
Tabel 22
Hasil pelatihan JST untuk ke lima model...................................
102
Tabel 23
Perbandingan MSE untuk momentum 0,5 dengan jumlah neuron 20 dan 30......................................................................
Tabel 24
Pengaruh perubahan laju pembelajaran terhadap MSE untuk Neuron 20 dan Momentum 0,5..................................................
Tabel 25
103
105
Perbandingan MSE pelatihan tehadap perubahan momentum 0,5 dan 0,3 untuk neuron 20, laju pemnbelajaran 0,9 untuk ke lima model ................................................................................
Tabel 26
Hasil pengujian JST dengan
masukan data curah hujan
bervariasi .................................................................................. Tabel 27
108
Hasil pengujian perbedaan waktu antara pengiriman SMS dan penerimaan pada beberapa operator ........................................
Tabel 28
106
113
Contoh beberapa orang yang akan menerima SMS jika Kali Garang meningkat statusnya ...................................................
114
Tabel 29
Daerah rawan benacana banjir bandang di sekitar Kali Garang
120
Tabel 30
Aspek penyebab banjir di sekitar Kali Garang ...........................
122
Tabel 31 Aspek partisipasi masyarakat....................................................
122
Tabel 32 Hasil survey persepsi petugas dan staf instansi terkait terhadap peralatan sistem peringatan dini banjir Kali Garang ....................................................................
126
Tabel 33 Perhitungan skor pertanyaan untuk responden staf/petugas banjir......................................................................................... Tabel 34
128
Hasil survey persepsi wakil masyarakat terhadap peralatan sistem peringatan dini banjir Kali Garang ..................................
129
xi
Tabel 35 Perhitungan
skor
pertanyaan
untuk
responden
wakil
masyarakat ............................................................................... Tabel 36
131
Perhitungan biaya operasional peralatan Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang berbasis SMS dan Web Selama Satu Tahun ......................................................................................
134
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran I
Algoritma Jaringan Saraf Tiruan ................................................................ 145
Lampiran II A Peta genangan pada saat banjir tanggal 25 januari 2005 ....
150
Lampiran II B Kapasitas Kali Garang dari muara sungai hingga Bendung Simongan............................................................................ Lampiran III
Data curah hujan di Gunung Pati periode Januari-Maret 2008....................................................................................
Lampiran IV
151
152
Hasil pengujian JST untuk model 4 B dengan jumlah neuron 20; laju pembelajaran 0,9; momentum 0,3...............
154
Lampiran VA Lembar kuisioner untuk untuk petugas banjir dan instansi terkait ..................................................................................
158
Lampiran VB Lembar kuisioner untuk wakil masyarakat...........................
158
Lampiran VC Perhitungan skor untuk petugas banjir/instansi ..................
159
Lampiran VD Perhitungan skor untuk wakil masyarakat ..........................
159
Lampiran VI
Kegiatan sosialisasi sistem peringatan dini banjir Kali Garang dengan teknologi informasi berbasis SMS dan Web ...................................................................................
160
Lampiran VII Hasil pencatatan Kondisi Kali Garang pada bulan Januari
161
Maret 2008 ........................................................................
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pembangunan sebagai upaya sadar dan terencana dalam mengolah dan
memanfaatkan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, idealnya memadukan perimbangan sosial, ekonomi, dan lingkungan dalam pengambilan
keputusan.
Dalam
konteks
pembangunan
berkelanjutan
(sustainable development) yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri (WCED 1987), keseimbangan antara dimensi sosial, ekonomi dan lingkungan menjadi kunci yang harus diperhatikan dalam merumuskan kebijakan pembangunan. Bencana banjir dan kekeringan merupakan salah satu akibat negatif dari tidak adanya keseimbangan antara pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan. Banjir dan kekeringan cenderung meningkat dari tahun ke tahun baik secara kuantitas dan waktu kejadian maupun secara kualitas. Banjir tidak hanya berupa air saja tetapi juga membawa lumpur, sedimen, limbah, dan lain lain. Banjir tidak hanya disebabkan oleh faktor alam saja (curah hujan yang tinggi, kondisi topografi, penutup lahan) namun juga sebagai akibat ulah dan aktivitas manusia dalam mengelola, mengolah dan memanfaatkan alam. Intervensi manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam semakin lama semakin meningkat sehingga menimbulkan masalah yang sebelumnya jarang terjadi. Maraknya kejadian bencana akhir-akhir ini seperti tanah longsor, banjir, kekeringan dan sebagainya merupakan indikator tidak optimalnya pengelolaan sumber daya dalam Daerah Aliran Sungai (Kodoatie R dan Rustam S, 2008) Fenomena banjir musim hujan dan kekeringan musim kemarau yang sering terjadi akhir-akhir ini merupakan indikator hidrologis buruknya kondisi suatu Daerah Alira Sungai (DAS). Fenomena ini terjadi akibat terganggunya keseimbangan daur hidrologi yang ditandai dengan ekstrimnya salah satu komponen daur hidrologi yakni aliran permukaan (run-off) akibat menurunnya kapasitas infiltrasi tanah. Air hujan yang jatuh di permukaan tanah lebih banyak
2
yang menajdi aliran permukaan dibandingkan dengan air yang masuk dan tersimpan di dalam tanah (Maryono A, 2003). Beberapa kejadian banjir di tahun 2006 antara lain: banjir bandang disertai tanah longsor yang menewaskan lebih dari 250 orang pada tanggal 20 Juni 2006 di Sinjai Sulawesi Selatan; di Trenggalek yang menewaskan lebih dari 30 orang pada bulan April 2006; di Jember yang menewaskan 62 orang dan ratusan rumah rusak; serta banjir di pantura (Demak, Semarang, Kendal, dan Indramayu) yang mengakibatkan kerugian milyaran rupiah akibat ribuan rumah dan ribuah hektar sawah
terendam serta 4 orang meninggal dunia.
Banjir
pantura tanggal 28 Januari 2006 ini juga mengakibatkan transportasi darat lewat pantura (dari arah Kendal ke Semarang serta dari Semarang ke Jawa Timur) lumpuh total selama 2 hari seperti terlihat pada Tabel 1. Tabel 1 Lokasi dan kerugian bencana banjir selama 5 tahun terakhir di Indonesia NO
LOKASI DAN TAHUN KEJADIAN BANJIR
BESAR KERUGIAN
1
Banjir Bandang di Kec Panti, Jember , 2 Januari 2006
60 orang tewas, ratussan rumah rusak.
2
Banjir di Pantura (Pati, Kudus, Demak, Semarang, Kendal, Cirebon, Indramayu), 28 Januari 2006 Banjir Bandang di Malang dan Jombang, Feb 2006
Ribuan hektar sawah terendam dan ribuan rumah terendam Ratusan rumah rusak
4
Banjir Bandang di Pati, Maret 2006
Ratusan rumah rusak
5
Banjir Bandang di Sumber Manjing, Malang, 2004
3 orang tewas, rumah rusak
6
Banjir di Blitar Selatan, 2004.
16 Orang tewas dan puluhan rumah rusak
7
Bajir Bandang di Bukit Lawang, Bohorok, 3 November 2003
92 orang tewas, 154 orang hilang
8
Banjir bandang di Langkat, Sumatra utara, 7 Oktober 2003
9
Banjir Bandang di Malang, 22 – 23 November 2003
600 rumah terendam, puluhan rumah rusak dan ratusan hektar sawah rusak 3 orang tewas dan 400 rumah tergenang (150 rusak)
10
Banjir dan tanah longsor di Ende, NTT, 29 Maret 2003
42 orang tewas dan ratusan rumah hancur
11
Banjir di Pacet, Mojokerto, 2002
24 orang tewas
12
Banjir di Jakarta, Feb 2002
Kerugian ditaksir mencapai Rp 10 trilyun
3
Sumber : disarikan dari berbagai sumber
ratusan
3
Seperti halnya kota-kota pantai lainnya di Indonesia, Semarang menghadapi permasalahan laten berupa banjir, baik banjir musiman yang datang setiap musim hujan, maupun banjir harian akibat rob. Banjir seakan sudah menyatu dengan kota Semarang, sehingga mendapat julukan “Kota Banjir“ bahkan telah diabadikan dalam sebuah lagu yang cukup terkenal yaitu “Semarang Kaline Banjir“. Berbagai usaha dan kegiatan yang berkaitan dengan penanggulangan banjir, baik yang berupa studi, seminar, diskusi, di samping kegiatan fisik sarana penanggulangan banjir, sudah tak terhitung jumlahnya. Usaha tersebut sudah dimulai sejak jaman Belanda, yaitu dibangunnya Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat sekitar awal abad 19. Namun keadaan tak teratasi, banjir masih saja terus terjadi, khususnya pada musim hujan. Bahkan dikatakan makin meningkat, baik luasan maupun sebarannya (BAPPEDA Kota Semarang, 2008). Kota Semarang merupakan ibukota Propinsi Jawa Tengah, secara geografis terletak pada 110o50‘ Bujur Timur dan 6o50’ – 7o10’ Lintang Selatan. Kota Semarang memiliki luas wilayah 373,70 km2. Secara administratif, kota Semarang terbagi atas 16 wilayah kecamatan dan 177 kelurahan. Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah kecamatan Mijen seluas 57,55 km2, kecamatan Gunungpati seluas 52,63 km2. Sedangkan kecamatan yang terkecil wilayahnya adalah kecamatan Semarang Tengah seluas 5,14 km2. Secara topografi kota Semarang terdiri atas daerah pantai, dataran rendah dan perbukitan, sehingga memiliki wilayah yang disebut sebagai kota bawah dan kota atas. Kota bawah merupakan pantai dan dataran rendah yang memiliki kemiringan antara 0 - 5%, sedangkan di bagian selatan merupakan daerah dataran tinggi dan perbukitan dengan kemiringan bervariasi antara 5 40%. Wilayah kota Semarang berada pada ketinggian antara 0 - 348 m dpl (di atas permukaan laut). Tantangan yang dihadapi adalah menjaga keseimbangan kota atas dan kota bawah dalam satu kesatuan ekologis. Salah satu sungai besar yang mengalir di tengah kota Semarang adalah Kali Garang. Kali Garang dengan luas DAS 203 km
2
dicirikan oleh debit aliran
banjir yang besar dan datangnya cepat (flash flood). Kali Garang mempunyai pola meranting, dengan demikian banyak anak-anak sungainya. Anak sungai yang utama yaitu Sungai Kreo dan Sungai Kripik, dengan panjang aliran Kali Garang dari hulu sampai ke hilir kurang lebih 35 km (Gambar 1).
4
Kali Kripik Kali Kreo
Kali Garang
Gambar 1 Peta Kota Semarang. Kali Garang yang terletak di bagian barat kota Semarang, semula mempunyai muara yang disebut Kali Semarang. Dengan adanya perkembangan kota, beban Kali Semarang menjadi berat, sementara upaya normalisasi sudah tidak memungkinkan. Maka pada abad ke 19, dibangunlah Banjir Kanal Barat mulai dari Simongan lurus ke utara langsung menuju laut. Banjir Kanal Barat merupakan terusan dari Kali Garang yang bersumber di Gunung Ungaran. Adanya pemukiman penduduk yang padat di sekitar Kali Garang sehingga banjir yang terjadi mengakibatkan kerugian yang sangat besar baik harta maupun nyawa. Pada tanggal 25 Januari 1990 terjadi banjir bandang yang mengakibatkan lebih dari 45 orang meninggal dan kerugian harta benda yang begitu besar. Kerugian total ditaksir mencapai 8,5 milyar rupiah. Daerah yang mengalami kerugian terbesar meliputi Kecamatan Semarang Barat dan Semarang Selatan. Ketinggian genangan/banjir di dua kecamatan tersebut mencapai 3 meter selama 3 sampai 5 jam (JICA, 2000)
5
Dalam upaya mengurangi bencana banjir, aspek pengendalian banjir adalah sangat penting. Secara umum, pengendalian banjir dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu upaya struktur dan non struktur.
Upaya struktur antara lain
pembangunan waduk, floodway, perbaikan alur sungai, retardasi (waduk alam). Dalam upaya pengendalian banjir, selain melalui upaya struktur dengan membangun bangunan prasarana pengairan pengendali banjir, perlu juga dikembangkan upaya non struktur antara lain Flood Planning Zooning dan Flood Forecasting and Warning System (FFWS) atau Sistem Prediksi dan Peringatan Dini Banjir yang meliputi kegiatan prediksi (memperkirakan) besaran dan kapan akan terjadi banjir sekaligus pemberitahuan kepada masyarakat kemungkinan akan terjadinya. Kejadian banjir dapat diantisipasi dengan menggunakan sistem peringatan dini banjir . Sistem peringatan dini datangnya banjir kepada masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai peralatan komunikasi seperti radio, telepon, televisi, dll. Dalam Undang Undang No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air disebutkan bahwa pengendalian banjir/daya rusak air menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, pengelola SDA dan masyarakat (Kodatie dan Rustam S, 2008). Sehingga di dalam pelaksanaan tersebut di atas seluruh komponen ikut berpartisipasi baik dalam koordinasi maupun penyampaian informasi. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat seperti SMS (Short Message Services) dan Web, maka informasi tentang peringatan dini banjir dapat disampaikan dan diterima dengan cepat. Metode
yang
digunakan
dalam
prakiraan
debit
banjir
dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu model matematis/konseptual dan model blackbox (Anwar, 2006). Prakiraan debit banjir secara konseptual adalah dengan memperhitungkan semua aspek daur hidrologi yang ada dalam suatu DAS. Metode ini mempunyai banyak kendala di antaranya sulitnya mendapatkan data di lapangan, seperti tata guna lahan, evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, interflow, dan lain lain. Sedangkan sistem prediksi banjir dalam peringatan dini banjir dengan menggunakan data curah hujan dan debit
antara lain
menggunakan metode ARIMA (Auto Regresive Integrated Moving Average) dan ANN (Artifical Neural Network) atau lebih dikenal Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Dengan adanya perkembangan teknologi informasi seperti SMS dan Web, memungkinkan integrasi antara model sistem prediksi banjir dan teknologi informasi. Dengan adanya integrasi tersebut, diharapkan infomasi tentang peringatan dini banjir dapat diterima masyarakat secara cepat dan akurat.
6
Dalam penanganan bencana, paradigma yang sedang dikembangkan adalah paradigma pengurangan resiko. Pendekatan ini merupakan perpaduan dari sudut pandang teknis dan ilmiah dengan perhatian kepada faktor faktor sosial, ekonomi, dan politik dalam perencanaan pengurangan bencana. Dalam hal ini penanganan bencana bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan menekankan resiko terjadinya bencana. Hal penting dalam pendekatan ini adalah memandang masyarakat sebagai subyek dan bukan sebagai obyek penanganan bencana dalam proses pembangunan. Untuk itu sangat diperlukan peran masyarakat dalam penanggulangan bencana termasuk penanggulangan bencana banjir.
Sehingga dalam penanggulangan
bencana banjir Kali Garang, maka konsep Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (PBBM) perlu dikembangkan (Yayasan IDEP, 2005) Dalam penelitian ini dikembangkan suatu sistem peringatan dini banjir, yaitu prediksi banjir dengan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan yang diintegrasikan dengan peralatan teknologi informasi seperti SMS dan Web sehingga peringatan dini tersebut dapat diakses di manapun selama ada jaringan komunikasi. Selain itu dilakukan analisa tentang persepsi petugas banjir dan wakil masyarakat sekitar Kali Garang terhadap efektifitas serta manfaat peralatan sistem peringatan dini banjir dengan melakukan survey langsung ke petugas banjir dan wakil masyarakat .
1.2
Perumusan Masalah Pemantauan aliran sungai umumnya dilakukan dengan pemantauan
elevasi muka air sungai
secara manual (dengan papan duga) atau secara
otomatis dengan AWLR (Automatic Water Level Recorder).
Saat ini, elevasi
permukaan air di sepanjang Kali Garang diukur secara mekanik dengan AWLR dan manual di lokasi Bendung Simongan. Nilai elevasi permukaan air diketahui dari hasil penggambaran grafik berdasarkan perubahan permukaan air atau dengan operator melihat langsung level di lokasi pengukuran dengan membaca papan duga. Setelah itu operator akan mencatat dan menentukan apakah level tersebut telah berada pada batas aman, batas pengawasan atau batas bahaya. Jika pada batas tidak aman maka operator akan menghubungi instansi terkait melalui media komunikasi seperti kentongan, telepon, atau radio HT secara manual.
7
Kondisi diatas adalah kondisi umum yang terjadi saat ini. Dari kondisi tersebut maka kecepatan, ketepatan dan sistem penyampaian pesan terutama pada saat elevasi permukaan air diatas ketinggian normal menjadi memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki secara umum adalah : •
Belum ada pencatatan secara real time
•
Pengukuran ketinggian permukaan air sungai dilakukan secara manual atau mekanik
•
Operator harus ke lapangan untuk pencatatan dan pengawasan
•
Ketinggian air diatas normal hanya dapat diketahui saat operator berada ditempat pengukuran
•
Ketergantungan tinggi pada kedisiplinan operator atau petugas banjir
•
Sistem penyampaian dan penyimpanan data manual Saat ini sistem pengukuran tinggi muka air secara otomatis dengan
sistem telemetri belum diterapkan di Kali Garang. Sehingga sistem peringatan dini banjir secara otomatis belum dapat diterapkan. Dengan adanya kelemahan kelemahan sistem peringatan dini banjir secara manual maka diperlukan sistem peringatan dini banjir secara otomatis yang dapat memberikan informasi banjir ke petugas banjir atau masyarakat sekitar Kali Garang. Kali Garang yang mempunyai karakteristik debit banjir yang cepat memerlukan sistem peringatan dini banjir yang cepat. Sistem peringatan dini banjir ini akan sangat membantu mengurangi besarnya kerugian akibat banjir. Permasalahan adalah sejauh mana sistem peringatan dini banjir yang paling tepat dalam mengantisipasi akan adanya banjir.
Selain itu, metode prediksi
banjir yang bagaimanakah dan peralatan yang bagaimanakah yang dapat mendukung sistem peringatan dini banjir yang akurat. 1.3
Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan
model
prediksi banjir dan peringatan dini banjir berbasis SMS dan Web dan diharapkan dapat memberi nilai tambah (added value) yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dan pemerintah dalam penanganan bencana banjir. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Mengembangkan sistem perangkat keras dan lunak telemetri hidrologi Kali Garang berbasis SMS.
8
2) Mengembangkan sistem perangkat lunak prediksi banjir Kali Garang dengan model Jaringan Syaraf Tiruan. 3) Membangun sistem informasi peringatan dini banjir Kali Garang berbasis SMS dan Web. 4) Mengintegrasikan telemetri hidrologi, prediksi tinggi muka air sungai dan sistem informasi peringatan dini banjir ke dalam
suatu sistem Flood
Forecasting and Warning System (FFWS) atau sistem prediksi dan peringatan dini banjir. 5) Melakukan analisis tentang persepsi petugas banjir dan tentang
masyarakat
fungsi dan efektifitas peralatan peringatan dini banjir yang
dikembangkan. 1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1) Untuk memberikan informasi secara dini prakiraan akan terjadinya banjir pada penduduk disekitar Kali Garang sehingga masyarakat dapat melakukan upaya penyelamatan sebelum kejadian banjir . 2) Untuk memberikan informasi secara dini prakiraan akan terjadinya banjir kepada instansi pemerintah sehingga dapat melakukan tindakan pencegahan dan penyelamatan banjir. 3) Sistem peringatan dini yang secara otomatis ini diharapkan
dapat
dijadikan model peringatan dini banjir untuk daerah perkotaan lain yang padat penduduk. 1.5
Kerangka Pemikiran Perkotaan yang merupakan pusat segala kegiatan manusia, pusat
produsen, pusat perdagangan, sekaligus pusat konsumen. Urbanisasi yang terjadi di hampir seluruh kota besar di Indonesia akhir-akhir ini menambah beban daerah perkotaan menjadi lebih berat. Kebutuhan akan lahan, baik untuk permukiman maupun kegiatan perekonomian meningkat sehingga lahan yang berfungsi sebagai retensi dan resapan menurun, akibatnya aliran permukaan bertambah besar. Perubahan lahan dari hutan menjadi daerah terbangun juga meningkatkan erosi. Material yang tererosi terbawa serta ke sungai dan menyebabkan pendangkalan dan penyempitan sungai.
Perubahan tata guna
9
lahan yang selalu terjadi akibat perkembangan kota dapat mengakibatkan peningkatan aliran dan menyebabkan banjir. Penanggulangan banjir secara struktur (normalisasi sungai, pembuatan polder, waduk, dll) sebenarnya tidaklah cukup. Pendekatan non struktur dengan melakukan prediksi dan peringatan dini menjadi sangat penting untuk mengurangi dampak kerugian banjir, apalagi untuk menghadapi banjir bandang yang datangnya secara tiba tiba. Melalui sistem prediksi dan peringatan dini banjir ini, banjir dapat diketahui beberapa jam sebelum menggenangi suatu wilayah. Dengan demikian para petugas pintu/pompa dapat bersiap siap untuk mengoperasikan infrastruktur yang telah ada untuk mengurangi besarnya genangan dan dampak akibat adanya banjir yang akan datang serta memberikan waktu kepada penduduk untuk menyelamatkan diri dan mengamankan harta benda. Metode yang sering dipergunakan dalam pengembangan sistem peringatan dini banjir suatu DAS yang mempunyai data curah hujan dan debit sungai adalah model kotak hitam (black-box). Model kotak hitam dipergunakan untuk mengubah data curah hujan menjadi debit sungai tanpa memperhitungkan sifat bio fisik DAS dan tanpa memperhitungkan proses yang terjadi dalam perubahan tersebut. Salah satu contoh model kotak hitam adalah Jaringan Syaraf Tiruan. Model inilah yang akan dipakai dalam pemilihan prediksi debit banjir/tinggi muka air. Model JST memerlukan data curah hujan dan tinggi muka air untuk beberapa periode sebelumnya sebagai pembelajaran dan membangun JST. Peringatan dini yang merupakan pemberitaan hasil pemantauan dan akuisisi data curah hujan dan aliran sungai (tinggi muka air/debit), perlu disampaikan dengan baik kepada masyarakat luas, utamanya di daerah rawan banjir. Pemberitahuan kepada organisasi penanggulangan bencana alam tidak boleh terlupakan. Pada saat ini khususnya di luar negeri telah ada peralatan hidrometri berbasis komputer. Sistem prediksi banjir dan peringatan dini perlu ditunjang oleh suatu perangkat lunak (software) untuk memprediksi besar dan waktu terjadinya banjir serta perangkat keras (hardware) untuk dapat memantau dan mengirimkan data di lapangan secara tepat. Pembentukan sistem prediksi ini selanjutnya mengarah pada sistem peringatan dini yang akan memberikan peringatan akan datangnya banjir dalam periode waktu tertentu sebelum banjir datang. Dengan
adanya
membantu dalam hal
perkembangan
teknologi
informasi
akan
sangat
penyampaian informasi sistem peringatan dini
banjir.
10
Selain itu dengan adanya perangkat teknologi informasi yang berbasis Web dan SMS, informasi peringatan dini banjir tersebut dapat diakses di manapun selama jaringan telekomunikasi tersebut ada. Gambar 2 menunjukkan kerangka pemikiran sistem peringatan dini banjir secara lengkap. Hujan di DAS Garang
Telemetri Curah Hujan Data curah hujan Data TMA DAS Garang
Aliran Permukaan
Studi korelasi curah hujan dan TMA dengan Jaringan Syaraf Tiruan Tiruan
Telemetri TMA
Tingkat kesalahan memenuhi syarat
(TMA)
Waspada SIaga Awas
Kalibrasi dan Verifikasi Model
Tidak
Kondisi Tinggi Muka Air Sungai
Time Response Banjir
Aman
Banjir
Ya Model Prediksi Banjir dengan JST
Aman
Waspada Siaga Awas
Time Response Informasi Banjir
Informasi Peringatan Dini Banjir dengan SMS dan Web
Time response informasi banjir < Time response banjir, peringatan dini banjir berhasil Time response informasi banjir > Time response banjir, peringatan dini banjir gagal
Gambar 2 Kerangka pemikiran sistem peringatan dini banjir
11
Mengingat pentingnya informasi bahaya banjir terutama informasi ketinggian permukaan air sungai dan menjawab tuntutan masyarakat akan penyediaan informasi yang tepat, real time dan akurat, maka upaya pematauan yang dilakukan secara manual saat ini belum dapat secara optimal menjawab tuntutan di atas. Oleh sebab itu monitoring yang dilakukan saat ini perlu ditingkatkan kinerjanya dengan tujuan menyediakan dan memberitahukan informasi penting mengenai ketinggian (elevasi) permukaan air sungai secepat, seakurat dan se-real time mungkin, dan hal ini dapat diwujudkan dengan suatu pemantaun secara otomatis. Sistem ini akan menunjang dan sangat dibutuhkan dalam pembangunan sistem prediksi banjir dan peringatan dini. 1.6
Kebaruan Kebaruan dalam Disertasi ini mencakup dua hal yang terpenting yaitu
dari segi pendekatan dan segi hasil. Dari segi pendekatan yaitu metode yang digunakan dalam prediksi banjir adalah metode Jaringan Syaraf Tiruan dan diintegrasikan dengan sistem informasi banjir secara real time. Sedangkan dari segi hasil adalah sistem peringatan dini banjir ini telah diimplementasikan secara nyata di lapangan dan dilakukan evaluasi dari kinerja sistem peringatan dini banjir sehingga akan diketahui apakah hasil implementasi sistem peringatan dini banjir di lapangan akan berhasil atau tidak.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pengertian Banjir dan Mitigasi Bencana Banjir Difinisi Banjir (flood) Menurut Multilingual Technical Dictionary on
Irrigation and Drainage (ICID) dalam Siswoko(2002) adalah “ A relatively high flow or stage in a river, markedly higher than the usual; also the inundation of flow land that may result thereform. A body of water, rising, swelling and overflowing the land not usually thus covered. Also deluge; a freshet. Definisi lain banjir adalah salah satu bentuk ekstrim aliran permukaan (run-off extremes) di mana tinggi muka air sungai atau debit melebihi suatu batas batas yang ditetapkan untuk kepentingan tertentu (Harto, 1993). Secara umum terdapat tiga istilah pengertian banjir yang dikaitkan dengan sungai di masyarakat (Isnugoroho, 2002) yaitu :
Suatu sungai dikatakan banjir apabila terjadi peningkatan debit aliran yang relatif besar, pengertian ini biasa digunakan oleh para petugas hidrologi dan masyarakat umum/awam setempat.
Suatu sungai dikatakan banjir apabila aliran air melimpas keluar alur sungai,
pengertian
ini
biasa
dipakai
oleh
instansi
pengelola
sungai/pengendali banjir.
Suatu sungai dikatakan banjir apabila aliran air melimpas ke luar alur sungai dan menimbulkan gangguan terhadap manusia. Pengertian ini biasa digunakan oleh media dalam kaitannya dengan informasi bencana banjir. Dilihat dari bentuk kejadian banjir dapat dikategorikan banjir bandang dan
banjir menggenang. Banjir bandang adalah luapan air yang datangnya secara tiba tiba dan menimbulkan kerusakan akibat kecepatan arus air. Sedangkan banjir genangan yang biasanya terjadi di hilir dan dataran rendah, adalah banjir yang
menimbulkan kerusakan/gangguan
akibat
genangan
air.
Peristiwa
terjadinya bencana banjir melibatkan dua fenomena yaitu: kejadian banjir dan keberadaan manusia dan harta benda di daerah kejadian. Dengan demikian, jika terjadi luapan/genangan air yang mengganggu kehidupan manusia (melanda manusia dan harta benda) maka terjadilah bencana.
13
Penyebab banjir dapat dikategorikan dalam tiga faktor, yaitu kondisi alam yang bersifat statis ataupun dinamis. Kegiatan manusia yang bersifat dinamis serta sarana dan prasarana yang ada. Faktor alam seperti global
dan
regional
akibat
mempengaruhi iklim lokal.
efek
rumah
perubahan iklim
kaca/pemanasan
global
yang
Faktor manusia antara lain perubahan tata ruang
DAS (Daerah Aliran Sungai), pemanfaatan sungai/saluran sebagai tempat buangan sampah, faktor sarana–prasarana antara lain: minimmya sarana pengendali banjir seperti saluran, kanal, polder, waduk, pompa air, pintu air, dan lain lain (Siswoko, 2002) Mitigasi bencana adalah upaya manusia untuk menurunkan dampak yang lebih buruk dari suatu kejadian bencana. Kerugian dapat diminimalkan dengan usaha mitigasi dan dapat menekan kerugian jiwa maupun harta benda. Karena bencana yang disebabkan oleh alam, oleh karena manusia maupun oleh keduanya tidak tidak dapat dicegah. Maka upaya mitigasi menjadi kegiatan yang paling efektif dalam hal penanggulangan bencana dan kerugian harus ditekan sekecil mungkin. Upaya mitigasi dapat dilakukan berbagai cara baik struktural maupun non struktural yang masing-masing harus dilakukan secara simultan. Struktural menyangkut pembangunan fisik dalam upaya menaggulangi dampak bencana. Sedangkan
non
struktural
menyangkut
perundang-undangan,
peraturan,
pemasyarakatan, maupun sosialisasi dengan berbagai media. Upaya struktur dalam menangani masalah bahaya banjir adalah upaya teknis yang bertujuan melancarkan dan mencegah adanya luapan air sungai atau terjadinya genangan air di daerah-daerah titik rawan banjir, antara lain : a. Pembangunan tanggul-tanggul di pinggir sungai pada titik-titik daerah rawan banjir. Tujuannya adalah mencegah meluapnya air pada tingkat ketinggian tertentu ke daerah rawan banjir. b. Pembangunan kanal-kanal yang bertujuan menurunkan tingkat ketinggian air di daerah aliran sungai dengan menambah dan mengalihkan arah aliran sungai. c. Pembangunan bendungan, bertujuan menampung air di daerah aliran sungai pada tempat yang aman sehingga dapat mengendalikan debit air pada daerah aliran sungai berikutnya. d. Pembangunan polder, bertujuan untuk mengumpulkan dan memindahkan air dari tempat yang mempunyai elevasi rendah ke tempat yang lebih tinggi dengan pompanisasi
14
e. Pelurusan sungai, bertujuan untk melancarkan dan mempercepat aliran sungai mencapai muara. Upaya struktur yang dijelaskan di atas adalah upaya teknis yang sifatnya permanen, sehingga untuk mendapatkan hasil maksimal harus didukung dengan peran
serta
masyarakat
maupun
peraturan-peraturan
yang
mengarah
tercapainya sasaran program tersebut. Upaya yang bersifat non struktur menyangkut
penyesuaian dan pengaturan kegiatan manusia sehingga
didapatkan berfungsinya program program yang dilakukan dengan cara struktural. Upaya non strukural dalam mitigasi bencana banjir meliputi : a. Konservasi dan penghutanan kembali di daerah hulu. b. Pengaturan penggunaan lahan di dataran banjir. c. Penerapan batas sempadan sungai. d. Sistem Peringatan Dini Banjir (Flood Forecasting and Early Warning System). e. Peran serta masyarakat dalam mengelola sungai. Menurut UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Penelitian tentang sistem peringatan dini di Indonesia mengalami perkembangan sangat pesat setelah terjadinya bencana tsunami tahun 2004. Pemerintah Indonesia melakukan penelitian tentang sistem peringatan dini bencana tsunami mulai tahun 2006 dalam hal ini dilakukan oleh beberapa instansi seperti ITB, LIPI, BPPT, BMG, Bakosurtanal serta beberapa partner dari luar negeri membuat sistem peringatan dini tsunami untuk daerah Aceh dan Jawa Barat yang dikenal dengan nama Indonesian Tsunami Early Warning System (INA-TEWS) (Wahab, 2008). Sedangkan penelitian sistem peringatan dini banjir mulai banyak dilakukan setelah kejadian banjir di Jakarta tahun 2006. 2.2.
Sistem Peringatan Dini Banjir Definisi sistem peringatan dini secara khusus misalnya untuk sistem
peringatan dini banjir adalah suatu pemberitahuan hasil pemantauan dan akuisisi data curah hujan dan aliran sungai kepada masyarakat luas, utamanya pada daerah rawan banjir (Legono et al., 2002).
15
Sistem peringatan dini banjir (flood early warning system) sebagai salah satu upaya non struktur pengendalian bencana banjir merupakan satu elemen utama dalam mengurangi resiko bencana. Sistem ini dapat mengurangi kerugian jiwa maupun harta benda terjadinya bencana. Khusus untuk bencana banjir, sistem peringatan dini datangnya banjir pada prinsipnya dimaksudkan supaya masyarakat yang bermukim di daerah rawan banjir baik di hulu maupun di hilir suatu DAS, dapat memperoleh informasi lebih awal tentang besaran banjir yang mungkin terjadi dan agar waktu evakuasi korban memadai sehingga resiko yang ditimbulkan dapat diminimalkan. Sistem peringatan dini datangnya banjir di Indonesia sangat penting, karena intensitas dan keragaman hujan menurut ruang dan waktu sangat tinggi sehingga banjir dapat terjadi secara tiba-tiba atau yang dikenal dengan banjir bandang. Selain itu hujan besar biasanya terjadi pada sore sampai malam hari sehingga debit puncak umumnya pada malam hari. Dari beberapa kejadian banjir, hampir sebagian besar banjir di Indonesia tidak dapat diantisipasi karena belum tersedianya sistem peringatan dini datangnya banjir. Akibatnya, penanganan banjir lebih ditekankan pada rehabilitasi pasca banjir yang tentunya memerlukan tenaga, waktu dan biaya yang sangat besar karena korban cenderung meningkat dengan adanya efek pascabanjir. Penelitian sistem peringatan dini banjir lebih banyak dilakukan oleh
organisasi peneliti seperti LIPI , BPPT serta beberapa perguruan tinggi secara sendiri sendiri. Penelitian sistem peringatan dini banjir masih terfokus pada sistem telemetri atau prediksi banjir secara terpisah. Sehingga penelitian tentang prediksi banjir lebih sering belum teintegrasi dengan sistem telemetri dan peringatan dini dan prediksi banjir. Prediksi banjir dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa model antara lain model ARIMA dan Jaringan Syaraf Tiruan (JST). Penelitian tentang prediksi banjir dengan ARIMA dilakukan oleh Anwar (2006) untuk DAS Cimanuk. Penerapan aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan untuk prediksi lebih banyak digunakan untuk menghitung prediksi debit harian (bukan debit sesaat). Hal ini dikarenakan adanya keterbatasan data curah hujan dalam bentuk jam-jaman. Margiantoro (2003) melakukan perhitungan debit rata rata harian dengan JST untuk Kali Cikapundung dengan menggunakan data curah hujan harian. Setiawan dan Rudiyanto (2004) melakukan penelitian tentang perhitungan
16
prediksi rata rata aliran sungai di DAS Cidanau dengan menggunakan curah hujan harian. Penelitian Sistem peringatan dini banjir yang terintegrasi antara telemetri dan sistem prediksi mulai dilakukan pada tahun 2006 seiring dengan perkembangan sistem telemetri dengan SMS seperti yang dilakukan oleh Kanbua dan Cham (2008) di Negara Thailand. Sedangkan penelitian prediksi banjir dengan menggunakan satelit atau radar lebih banyak dilakukan oleh negara negara maju di Eropa dan Amerika. Penelitian dengan satelit atapun radar lebih banyak diterapkan untuk perdiksi banjir dengan DAS yang luas. Adrana et al., (2008) melakukan penelitain sistem peringatan dini banjir dengan menggunakan satelit dengan luas DAS hingga 1000 km2. Penelitian tentang sistem peringatan dini banjir Sungai Mekong juga telah dilakukan dengan menggunakan satelit (Begkhuntod, 2007) Penelitian sistem peringatan dini banjir secara umum dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu dengan menggunakan data curah hujan atau lebih dikenal dengan sistem peringatan dini banjir dengan sistem bawah. Sedangkan sistem peringatan dini banjir dengan melihat adanya awan dengan
menggunakan
radar
cuaca
lebih
dikenal
dengan
sistem
peringatan dini banjir sistem atas. Hasil sistem peringatan dini banjir akan sangat baik jika dapat dilakukan
penggabungan
antara
sistem
peringatan
dini
dengan
menggunakan radar cuaca dan sistem peringatan dini banjir dengan menggunakan sistem telemetri curah hujan (sistem bawah). Untuk sistem perdiksi banjir dengan luas DAS yang kecil, lebih cocok dengan menggunakan data curah hujan atau lebih dikenal sistem perdiksi bawah. Untuk sistem peringatan dini banjir
dengan satelit di Indonesia mulai
dilakukan pada tahun 2007 oleh BPPT, BMG dan LAPAN dengan program yang disebut program “Harimau” atau Hydrometeorological Array for Intraseasonal variation Monsoon Automonitoring (Fadli, 2007). Program ini direncanakan hingga tahun 2010 bekerja sama dengan pihak peneliti dari Universitas Kyoto dan Universitas Hokaido. Sistem peringatan dini banjir untuk negara berkembang mulai dilakukan oleh Basha dan Daniele pada Januari
2004 di Honduras.
Dimana pernah terjadi banjir besar pada tahun 1998 di Sungai Aguan timur laut Honduras yang menyebabkan 5000 orang meninggal dunia dan 8000 orang hilang (Basha dan Daniele, 2007).
17
2.3.
Sejarah Sistem Peringatan Dini Banjir di Indonesia Sistem peringatan dini banjir secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu
sistem peringatan dini banjir secara konvensional (non teknologi) dan dengan menggunakan teknologi.
Sistem peringatan dini banjir secara konvensinal
adalah seperti penggunaan kentongan untuk menyebarkan informasi banjir ke masyarakat. Sedangkan sistem peringatan dini banjir secara non konvensional adalah dengan menggunakan teknologi untuk penyampaian informasinya seperti dengan radio, HP, ataupun lainnya yang berbasis teknologi. Sistem peringatan dini banjir secara non konvensional di Indonesia dimuali pada tahun 70an yaitu pada saat pembangunan Bendungan Karangkates di Kabupaten Malang dan Bendungan Gajah Mungkur di Wonogiri tahun. Sistem peringatan dini yang terpasang di bendungan tersebut berawal dari pemasangan sistem
telemetri
dengan
menggunakan
media
gelombang
radio
untuk
mengirimkan data curah hujan ataupun tinggi muka air. Komponen sistem telemetri yang dibangun dibuat dari produk luar negeri seperti produk JRC (Japan Radio Communication) dari Jepang. Secara umum sistem konfigurasi telemetri yang dibangun terdiri dari master station, monitoring station, repeater station, water level station dan rain gauge station seperti terlihat pada Gambar 3.
Sumber : Ministry of Construction Japan (1980)
Gambar 3 Konfigurasi sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air menggunakan radio.
18
Pada tahun 1986 dibangunlah Waduk Kedungombo yang juga dilengkapi dengan menggunakan sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air dengan menggunakan sistem radio. Dalam perjalanannya sistem telemetri dengan menggunakan radio mengalami banyak permasalahan sehingga banyak peralatan yang tidak dapat bekerja. Hingga saat ini peralatan sistem telemetri yang menggunakan radio yang masih berjalan adalah di lokasi Proyek Wilayah Sungai Brantas yang saat ini dikelola PT Jasa Tirta I. Permasalahan yang menjadi penyebab gagalnya sistem peralatan telemetri dengan menggunakan radio antara lain: a)
Hampir semua komponen berasal dari luar negeri sehingga jika terjadi kerusakan di setiap komponen harus mendatangkan dari luar negeri.
b)
Sumber daya manusia untuk menangani peralatan dengan teknologi tersebut
belum
siap
sehingga
jika
terjadi
kerusakan
harus
mendatangkan orang dari luar negeri. c)
Permasalahan Operasi dan Pemeliharaan (OP) peralatan dimana harga komponen yang mahal
sehingga membebani biaya operasional dan
perawatan. Pada lokasi Bendungan Serbaguna Gajah Mungkur dan Bendungan Kedungombo semua peralatan telemetri yang menggunakan sistem radio sudah tidak ada yang berfungsi lagi dimana hanya bertahan dalam waktu 3 tahun sejak dioperasikan. Gambar 4 menunjukkan salah satu stasiun telemetri curah hujan di Jatisrono yang sudah tidak berfungsi lagi.
Gambar 4 Stasiun telemetri curah hujan dengan sistem radio di Jatisrono (Hulu Bengawan Solo) yang sudah tidak berfungsi lagi.
19
Dengan adanya permasalah permasalah sistem peringatan dini bencana banjir tersebut, maka pada tanggal 31 Mei 2006 Departemen Pekerjaan Umum mengeluarkan SK Menteri PU No 238A/KPTS/M/2006, tentang Pembentukan Team Pengembangan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam Banjir dimana dalam SK tersebut terlibat unsur Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air (Puslitbang SDA) Departemen PU, Dirjen Pos dan Telekomunikasi, Perguruan Tinggi (Undip dan ITS), dan PT Inti Bandung selaku Industri. Disebutkan bahwa untuk mengembangkan sistem telemetri dan peringatan dini banjir dengan didukung oleh produk dalam negeri. Dalam perjalannya, team Pengembangan Sistem Peringatan Dini Bencana Alam Banjir ini lebih menekankan sistem telemetri dan peringatan dini berbasis GSM dengan beberapa keuntungan teknologi GMS antara lain :
Peralatan yang digunakan lebih simpel dan murah dimana untuk pengiriman data jarak yang jauh (lebih dari 30 km) tidak memerlukan repeater.
2.4.
Komponen yang digunakan mudah didapat di dalam negeri.
Teknologi Informasi Istilah Teknologi Informasi atau IT (Information Technology) adalah
bagian dari mata rantai panjang panjang dari perkembangan istilah dalam dunia Sistem Informasi (SI). Istilah TI memang lebih banyak merujuk pada teknologi yang digunakan dalam mengolah informasi, namun pada dasarnya merupakan bagian dari sistem informasi itu sendiri. TI lebih mudah dipahami secara umum sebagai pengolahan informasi yang berbasis teknologi komputer yang tengah berkembang pesat. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi, maka implementasi teknologi informasi dalam sistem peringatan dini banjir seperti SMS dan Web turut serta digunakan terutama dalam penyampaian informasi dan pengiriman data curah hujan atau tinggi muka air. 2.4.1. Short Message Services (SMS) Short Message Services (SMS) merupakan layanan yang banyak diaplikasikan pada layanan komunikasi nirkabel. Data yang dikirimkan berbentuk alfanumerik. Yakni kode karakter teks ASCII (American Standard Code for Information Interchange) yang dapat dibaca.
20
SMS pertama kali diperkenalkan di benua Eropa pada era tahun 1991 bersamaan dengan teknologi komunikasi tanpa kabel yaitu, Global System for Mobile Communication (GSM). Pengiriman SMS pertama kali dilakukan pada bulan Desember 1992 yang dilakukan dari sebuah PC (Personal Computer) ke telepon bergerak (mobile) dalam jaringan GSM milik Vodafone, Inggris. Dengan segera, perkembangannya merambah benua Amerika yang dipelopori oleh beberapa operator komunikasi antara lain Bell South Mobility, PrimeCo. dan lainlain. Kini cara mengirimkan SMS bervariasi, ada yang menggunakan AMPS, GSM, dan CDMA (Code Division Multiple Acces). Dalam sistem SMS, mekanisme utama yang dilakukan dalam sistem adalah mengirimkan pesan singkat dari satu terminal pelanggan ke terminal pelanggan yang dituju. Pengiriman pesan singkat antar terminal ini dapat terjadi karena adanya Message Center (MC) atau yang disebut juga Short Message Service Center (SMSC). Tugas perangkat SMSC ini adalah menyimpan dan mengirimkan (store-and-forward) pesan singkat. Untuk melakukan tugas tersebut, SMSC melakukan pencarian rute tujuan akhir dari pesan singkat. SMSC biasanya didesain untuk menangani pesan singkat dari berbagai sumber seperti Voice Mail System (VMS), Web-based Messaging, Email Integration, External Short Messaging Entities (ESME) dan lain-lain. Untuk jaringan komunikasi seperti Home Location Register (HLR) dan Mobile Switching Center (MSC), SMSC biasanya menggunakan Signal Transfer Point (STP). Karakteristik
SMS bersifat out-of-band data dengan lebar-bidang
(bandwith) yang kecil. Dengan karakteristik ini, pengiriman data yang pendek dapat dilakukan dengan efisiensi tinggi. Pada mulanya SMS didesain untuk menggantikan layanan paging. Dengan menyediakan layanan yang serupa yang bersifat dua arah dengan disertai pemberitahuan. Layanan SMS dibangun dari berbagai elemen yang saling terkait yang memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing. Entitas dalam jaringan SMS disebut juga elemen jaringan SMS. Secara umum arsitektur sistem SMS dapat dilihat pada Gambar di bawah ini. Elemen utama dalam jaringan SMS adalah SMSC, yang di dalamnya terdapat berbagai proses pengolahan pesan singkat. Prinsip kerja sebuah SMSC adalah simpan dan teruskan. Dengan prinsip ini, seluruh pesan singkat yang masuk akan langsung ditampung tanpa melihat status tujuan apakah ada atau
21
tidak. Penyampaian ke tujuan akan dilakukan kemudian dengan terlebih dahulu mengidentifikasi tujuan.
ESME
Jaringan IP ESME
ESME
SMPP Jaringan Nirkabel
SS7
SMSC
MSC
Sumber : Khang B (2002)
Gambar 5 Arsitektur dasar jaringan SMS. Dari Gambar 5 dapat dilihat SMSC mempunyai dua buah antarmuka ke Mobile Switching Center (MSC) yang menghubungkan SMSC ke jaringan tanpa kabel dan yang kedua antarmuka ke jaringan IP yang menghubungkan SMSC dengan entitas-entitas penyedia layanan SMS khusus yang disebut juga ESME. Pada arsitektur dasar, koneksi dan komunikasi antara SMSC dan MSC menggunakan sebuah protokol dalam jaringan telepon bergerak yaitu Signaling System 7 (SS7), sedangkan protokol komunikasi yang digunakan pada level aplikasi untuk menghubungkan SMSC dengan ESME adalah Short Message Peer-to-Peer Protocol (SMPP). 2.4.2. Internet Internet adalah sekumpulan jaringan komputer yang menggunakan protokol TCP (Transmission Control Protocol ) atau IP (Internet Protocol ) yang saling terhubung, sehingga pengguna pada suatu jaringan dapat menggunakan layanan yang disediakan oleh TCP/IP untuk mencapai jaringan lain. Pada awalnya internet merupakan suatu jaringan komputer yang dibentuk oleh Departemen Pertahanan Amerika, melalui proyek ARPA (Advance Research Project Agency) yang disebut ARPANET.
22
ARPANET dibentuk secara khusus di empat universitas besar di Amerika, yaitu Stanford Research Institute, University of California di Santa Barbara, University of California di Los Angeles dan University of Utah. ARPANET akhirnya diperkenalkan secara umum pada tahun 1972. Dengan berakhirnya perang dingin antara Amerika dan Uni Sovyet, seluruh jaringan yang tercakup pada ARPANET diubah menjadi TCP/IP dan selanjutnya menjadi cikal bakal dari internet Protokol jaringan pada ARPANET menggunakan teknologi baru yang disebut Packet Switching. Dengan teknik tersebut, data komputer dikirim dan diterima melalui satu saluran, sehingga dengan menggunakan media komunikasi kabel data dapat disalurkan melalui beberapa tempat yang berbeda yang selanjutnya disalurkan ke beberapa pemakai (McLeod 2001). 2.4.3. World Wide Web (WWW) Web adalah jaringan informasi yang menggunakan protokol HTTP (Hyper Text Transfer Protocol) dan dapat diakses melalui suatu interface sederhana dan mudah digunakan. Selain HTTP, protokol yang sangat penting dalam penggunaan internet adalah FTP ( File Transfer Protocol ). Informasi dalam jaringan biasanya disajikan dalam format Hypertext yang tersimpan pada berbagai server diseluruh dunia. HTML (Hyper Text Markup Language) sebagai bahasa halaman halaman Web dapat menampilkan citra, text, multimedia, dan menyediakan instruksi bagi pengguna untuk mengatur penampilan suatu dokumen dan hubungan satu dokumen dengan dokumen lain. Masing-masing text, citra dan komponen lain pada halaman HTML, memiliki spesifik yang disebut sebagai URL (Uniform Resource Locator) yang memudahkan pengaksesan dan pencarian informasi di Web (McLeod 2001) 2.5. Sistem Peringatan Dini Banjir Berbasis SMS dan Internet Sistem Peringatan Dini Banjir Berbasis SMS dan Web pada prinsipnya adalah data curah hujan yang tercatat di hulu secara otomatis dapat dikirim ke sisi hilir. Dari data curah hujan yang didapat di hulu, dengan menggunakan model prediksi tinggi muka air di hilir, akan didapat prakiraan tinggi muka air yang akan terjadi di hilir. Dari hasil prediksi debit tersebut, akan dikategorikan apakah akan masuk dalam kategori normal, waspada, siaga atau awas. Selain itu informasi kondisi tinggi muka air dan curah hujan dapat pula diakses melalui Website. Kondisi tinggi muka air yang terkirim juga dapat dijadikan informasi
23
kondisi
saat
itu
untuk
memberikan
informasi
ke
petugas/instansi
terkait/masyarakat tentang kondisi tinggi muka air sudah dalam status waspada, siaga atau awas. Dalam sistem peringatan dini banjir berbasis SMS dan Web dapat dibuat agar dapat diakses oleh beberapa tingkatan pengguna. Masing masing pengguna akan memperoleh menu yang terbatas sesuai dengan hak aksesnya. Namun demikian, ada satu tingkatan yang dapat mengatur seluruh menu yang terdapat pada sistem Informasi peringatan dini banjir yaitu :
Tingkat Supervisor mempunyai kewenangan untuk mengawasi dan menjalankan semua fasilitas yang terdapat pada sistem informasi peringatan dini banjir .
Tingkat pengguna khusus (community development) mempunyai hak akses yang dapat untuk menjalankan aplikasi tanpa dapat mengubah data, tetapi dapat mendapatkan informasi kondisi ketinggian air/debit sungai dengan mengirim SMS tentang permintaan data.
Tingkat pengguna umum: mempunyai hak akses yang untuk menjalankan aplikasi tanpa dapat mengubah data. Dalam pentahapan bahaya banjir, bahaya banjir dibagi dalam tiga tahap
tingkatan siaga yang masing masing didasarkan atas kondisi elevasi muka air dan atau debit yakni waspada (siaga I), siaga (siaga II) dan yang terakhir awas (siaga III) yang secara berurutan menggambarkan tingkat bahaya yang lebih tinggi. Secara umum contoh sistem pengamatan dan pelaporan dari setiap siaga dapat dilihat pada Tabel 2. Sedangkan diagram sistem peringatan dini banjir berbasis SMS dan Web termasuk komponen komponen yang ada di dalam sistem peringatan dini banjir tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. Tabel 2 Contoh klasifikasi bahaya banjir dan durasi pelaporan TINGKAT BAHAYA Waspada (Siaga I )
SELANG PENGAMATAN 2 jam
Siaga (Siaga II )
1 jam
Awas (Siaga III )
Terus menerus
TUJUAN PELAPORAN Balai PSDA , Subdinan Pengairan Balai PSDA , SATLAK PB kab/kota, Subdin Pengairan
Balai PSDA, SATLAK PB. SATKLORLAK PB, Subdin Pengairan Sumber : Sukistijono dan Hermanto (2006)
DURASI PELAPORAN 2 jam sekali
1 jam sekali
Terus menerus
24
Gambar 6 Sistem peringatan dini banjir berbasis SMS dan Web. 2.5.1. Sistem Telemetri Curah Hujan dan Tinggi Muka Air Berbasis SMS Sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air secara umum dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem perangkat keras (hardware) dan sistem perangkat lunak (software). Sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air pada prinsipnya adalah mirip. Perbedaan hanyalah pada sisi sensornya dan program yang ada di dalam mikrokontroler. Perangkat keras terdiri atas stasiun penakar hujan atau sensor curah hujan, mikrokontroler dan komputer penerima. Mikrokontroler
berupa penyusunan komponen-komponen elektronika menjadi
satu kesatuan sistem rangkaian yang bisa bekerja sesuai yang diharapkan. Sedangkan sistem perangkat lunak meliputi program yang dibutuhkan dalam sistem, yang meliputi program pengambilan dan pengiriman data, program monitoring melalui komputer. Diagram proses secara umum dari rancangan perangkat keras sistem telemetri data curah hujan dan curah hujan otomatis dengan memanfaatkan fasilitas SMS diperlihatkan oleh Gambar 7. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa sistem terdiri atas yang melakukan pengukuran dan pengiriman data curah hujan atau tinggi muka air serta komputer penerima yang menampilkan dan menyimpan data parameter cuaca. Sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air terdiri dari beberapa blok fungsional yaitu:
25
1.
Sistem mikrokontroler, digunakan untuk pengolahan data masukan, keluaran dan pengendali proses.
2.
RTC (Real Time Clock), digunakan sebagai kalender dan pewaktu yang memberitahu sistem mikrokontroller data tahun, bulan, tanggal, jam, menit dan detik yang sedang berjalan.
3.
EEPROM, berfungsi untuk menyimpan data parameter cuaca hasil pengukuran dan waktu pengukuran.
4.
LCD (Liquid Crystal Display), digunakan untuk menampilkan
data
parameter cuaca hasil pengukuran. 5.
Keypad, digunakan untuk memasukkan settng data tahun, bulan, tanggal, jam, menit dan detik seta setting lainnya jika alat pertama kali dihidupkan.
6.
Serial interface, digunakan sebagai antar muka komunikasi serial antara mikrokontroler dan Modem GSM.
7.
Modem GSM, digunakan untuk mengirimkan data curah hujan dan tinggi muka air melalui SMS.
8.
Komputer penerima, yang berfungsi untuk menyimpan dan menampilkan data parameter curah hujan dan tinggi muka air yang dikirimkan melalui fasilitas SMS. SISTEM TELEMETRI TINGGI MUKA AIR /CURAH HUJAN PARAMETER CURAH HUJAN /TINGGI AIR MUKA AIR SENSOR DAN TRANSDUSER
LCD
RTC
SISTEM MIKRO KONTROLLER
Modem
KEYPAD
SMS
Modem
Komputer
Gambar 7 Sistem telemetri curah hujan atau tinggi muka air dengan SMS.
26
2.5.2. Pengukuran Curah Hujan Di Indonesia data hujan ditakar dan dikumpulkan oleh beberapa instansi, antara lain Dinas Pengairan, Dinas Pertanian, dan Badan Meteorologi dan Geofisika. Jenis dan tipe alat penakar hujan yang digunakan juga berbeda-beda. Secara umum penakar hujan dibedakan menjadi dua, yaitu penakar hujan manual dan penakar hujan otomatis. Penakar Hujan Manual Penakar hujan ini menampung hujan selama 24 jam. Biasanya alat ini dibuka dan diukur jumlah curah hujannya secara teratur pada jam 07.00 pagi dan dicatat sebagai hujan yang terjadi pada hujan sebelumnya pada formulir yang telah ditetapkan. Dengan cara ini, informasi hujan yang diperoleh adalah informasi hujan total yang terjadi selama 24 jam. Berapa lama dan jam berapa hujan terjadinya hujan tidak diketahui. Penakar hujan manual merupakan alat ukur yang paling banyak digunakan. Alat ini terdiri dari corong dan bejana (Gambar 8). Ukuran diameter dan tinggi bervariasi dari satu negara ke negara lain. Di Indonesia alat yang paling banyak digunakan adalah penakar hujan dengan tinggi pemasangan 120 cm dari tanah dan luas corong 200 cm2 atau 100 cm2 (Suripin, 2004). Jumlah air hujan yang tertampung diukur dengan gelas ukur.
Gambar 8 Alat penakar hujan manual. Pada suatu alat penakar manual, untuk mendapatkan data curah hujan dalam satuan milimeter pada suatu waktu maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan persamaan curah hujan kotor sebagai berikut:
27
CH V
(1)
L
dengan : CH = Curah hujan (mm) V = Volume rerata air hujan (mm3) L
= Luas permukaan penakar (mm2)
Penakar Hujan Otomatis (Automatic Rainfall Recorder/ARR ) Dengan alat ini, hujan tidak perlu lagi dicatat setiap hari karena alat ini dilengkapi dengan pencatat jumlah akumulasi hujan terhadap waktu dalam bentuk grafik. Ada tiga jenis alat penakar hujan otomatis: weighing bucket, tipping bucket, dan float. Gambar alat penakar hujan tipe tipping bucket (bejana jungkit) dapat dilihat pada Gambar 9.
(a)
(b)
Gambar 9 (a) Alat penakar hujan otomatis jenis tipping bucket dan (b) pencatat curah hujan otomatis. 2.5.3. Pengukuran Tinggi Muka Air Pengukuran tinggi muka air dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu secara manual dan secara otomatis. Pengukuran secara manual adalah dengan melihat papan duga. Dari papan duga dapat diketahui tinggi muka air saat itu. Sedangkan pengukuran secara otomatis dapat dibagi menjadi dua buah yaitu dengan menggunakan otomatis mekanik dan otomatis elektronik. Sistem pengukuran tinggi muka air otomatis mekanik adalah data tinggi muka air
28
terekam dalam kertas secara periodik sehingga akan terekam perubahan tinggi muka air dalam grafik. Pencatatan secara otomatis elektronik dapat dibagi menjadi dua yaitu sistem data loger dan sistem sistem telemetri. Sistem data logger adalah data tinggi muka air tersimpan dalam memori sistem data loger (EEPROM/MMC). Untuk mengambil data tinggi muka air yang tercatat dalam data logger, maka diperlukan komputer untuk down load data. Sehingga diperlukan waktu untuk ke lapangan untuk mengambil data yang tersimpan dalam logger. Sedangkan pencatatan data dengan telemetri adalah data tinggi muka air dikirim melalui media komunikasi (radio/telephone) ke server komputer sehingga data tinggi muka air dapat diketahui secara cepat. Untuk itu sistem telemetri dapat digunakan sebagai sistem peringatan dini banjir. Gambar dibawah menunjukkan sistem pencatatan tinggi muka air secara manual, otomatis mekanik dan otomatis elektronik (data logger).
(a)
(b)
(c)
Gambar 10 (a) Pengukuran tinggi muka air sungai dengan papan duga (b) Mekanik otomatis dan (c) elektronik data logger 2.5.4. Model Prakiraan Banjir Sistem peringatan dini banjir .sangat berkaitan erat dengan prakiraan banjir. Model yang digunakan dalam prakiraan debit/tinggi muka air sungai dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu model matematis dan model black-box
29
(Anwar, 2006). Metode prakiraan banjir secara umum dapat dibagi menjadi dua model yang dikembangkan yaitu : 1. Prakiraan
debit banjir secara konseptual dengan memperhitungkan
semua aspek siklus hidrologi yang ada dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Metode ini mempunyai banyak kendala di antaranya sulitnya mendapatkan data di lapangan, seperti tata guna lahan.
Selain itu
diperlukan data hidrologi seperti evapotranspirasi, infiltrasi, perkolasi, interflow, serta air tanah dan aliran bawah tanah. 2. Prakiraan debit banjir dengan model Black Box (kotak hitam) dimana model tersebut tanpa melihat karakteristik fisiknya.
Model Black Box
pergunakan untuk mentransfer data hujan menjadi data debit/ tinggi muka air tanpa memperhitungkan sifat fisik DAS. Model Black Box diterapkan pada DAS yang sifat fisiknya belum dapat diketahui dengan sempurna seperti kebanyakan pada DAS di Indonesia. Metode yang sering dipergunakan dalam pengembangan
sistem
peringatan dini banjir untuk DAS yang hanya mempunyai data curah hujan dan debit sungai adalah dengan menggunakan model kotak hitam. Model kotak hitam dipergunakan untuk merubah hujan menjadi hidrograf tanpa memperhitungkan sifat-sifat bio-fisik DAS dan tanpa memperhitungkan proses yang terjadi dalam perubahan tersebut. Selain itu dapat pula digunakan model regresi ataupun model
prakiraan
dengan
menggunakan
Jaringan
Syaraf
Tiruan
untuk
memperkirakan debit banjir atau tinggi muka air sungai. a.
Motode Regresi Berganda Metode regresi berganda sering dipergunakan pada perhitungan hidrologi
ketika karakteristik
bio-fisik
DAS tidak dapat diketahui dengan benar.
Ketersediaan program computer seperti MINITAB dan SPSS sangat membantu dalam program perhitungan. Salah satu contoh penggunaan regresi berganda dalam prakiraan debit banjir yang dinilai cukup berhasil adalah dilakukan oleh Liang (Anwar , 2006). Liang mengembangkan model prakiraan banjir pada DAS Hankou di Cina menggunakan banyak masukan dan satu keluaran model regresi. b.
Metode Penelusuran Banjir Muskingum Prakiraan debit sungai sering dilakukan dengan menggunakan metode
penelusuran banjir. Salah satu metode penelusuran banjir adalah dikembangkan oleh Muskingum mulai tahun 1969. Metode Muskingum sangat umum digunakan
30
dalam teknik penelusuran banjir. Metode ini telah diterapkan secara instensif pada beberapa sungai di Inggris dan hasil penelitianya menunjukkan bahwa tingkat akurasinya cukup tinggi. Metode Muskingum juga diterapkan untuk memprediksi debit banjir pada Sungai Keegans Bayaou, USA yang mengalir melalui daerah pemukiman padat penduduk. Hasil penelitian penggunaan metode Muskingum di Keegans Bayaou menunjukkan bahwa metode ini cukup akurat dalam melakukan prakiraan debit banjir. Metode Muskingum termasuk salah satu metode yang digunakan dalam model HEC-1 yang dikembangkan oleh US Army Corps of Engineering pada Hydrologic Engineering Centre. Saat ini Model HEC-1 telah dikembangkan menjadi model HEC 2.2 under Windows. c.
Metode Jaringan Syaraf Tiruan (JST) Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah teori yang didesain untuk
memodelkan cara otak mengerjakan suatu persoalan dan seringkali disebut sebagai fungsi adaptif (Haykin, 1994). Salah satu aplikasi Jaringan Syaraf Tiruan adalah untuk peramalan. Algoritma perambatan-balik dengan arsitektur multilayer perceptron dengan satu lapisan tersembunyi merupakan metoda yang sering dipakai pada proses peramalan; seperti peramalan debit aliran Nil di Mesir (Atiya dan Shahen, 1999), Mae Kong (Phien, 1997) dan prediksi debit Cikapundung dengan Jaringan Syaraf Tiruan (Margiantoro, 2003). Dalam Penelitian ini akan digunakan Jaringan Syaraf Tiruan untuk memprediksi tinggi muka air Kali Garang dengan masukan adalah curah hujan. Model JST yang digunakan adalah dengan algoritma back propagation dimana merupakan algoritma pembelajaran yang terawasi dan biasanya digunakan oleh perceptron dengan banyak lapisan untuk mengubah bobot-bobot yang terhubung dengan neuron-neuron yang ada pada lapisan tersembunyi. 2.6.
Jaringan Syaraf Tiruan Jaringan Syaraf Tiruan adalah sistem pemrosesan informasi yang
memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf biologi manusia. JST dibentuk sebagai generalisasi model matematik dari jaringan syaraf biologi, dengan asumsi bahwa: a)
Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron).
b)
Sinyal dikirimkan di antara neuron-neuron melalui penghubungpenghubung.
31
c)
Untuk menentukan keluaran, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanya bukan fungsi linier) yang dikenakan pada jumlah input yang diterima. Besarnya output selanjutnya dibandingkan dengan suatu ambang batas.
Jaringan Syaraf Tiruan
ditentukan oleh tiga hal yang sangat penting seperti
terlihat pada Gambar 11 yaitu:
Pola hubungan antar neuron.
Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode training/ learning).
Fungsi Aktivasi. Fungsi penjumlah
Masukan dari beberapa Neuron
Bobot
Fungsi aktivasi Bobot Fungsi keluar
Keluaran ke beberapa Neuron
Sumber:
Gambar 11 Struktur neuron jaringan syaraf. Suatu jaringan syaraf dinyatakan sebagai pola hubungan antar simpul yang disebut arsitektur jaringan syaraf, metode penentuan bobot penghubung yang dinamakan pelatihan atau algoritma pelatihan, dan fungsi aktivasinya yang terdapat di dalam simpul. Sebuah jaringan syaraf terdiri atas sejumlah besar elemen pemroses sederhana yang disebut neuron, unit sel, atau simpul (node). Tiap simpul dihubungkan ke simpul lainnya oleh suatu rantai penghubung yang memiliki bobot. Bobot ini menunjukkan informasi yang digunakan oleh jaringan untuk memecahkan suatu masalah. Jaringan syaraf dapat diterapkan pada masalah yang bervariasi, seperti penyimpanan (storing), pemanggilan kembali (recalling) data atau pola, klafisikasi pola dan pemetaan pola masukan ke pola keluaran, pengelompokan pola serupa atau penemuan solusi untuk optimasi masalah. Sebuah simpul mengirimkan suatu aktivasi sebagai sinyal ke simpulsimpul lainnya. Simpul hanya dapat mengirim satu sinyal pada satu waktu, walaupun sinyal tersebut disebarkan ke beberapa simpul lain. Gambar 12 menunjukkan penggambaran bentuk sederhana JST.
32
Gambar 12 Jaringan Syaraf Tiruan sederhana. Jaringan Syaraf Tiruan pada Gambar 12 diatas terdiri atas tiga simpul awal X1, X2, dan X3 dengan nilai x1, x2, dan x3 yang disebut unit masukan, satu simpul tengah Y dengan nilai y yang disebut unit tersembunyi (hidden), dan dua simpul akhir Z1 dan Z2 dengan nilai z1 dan z2 yang disebut unit keluaran. Masingmasing unit masukan X1, X2, dan X3 yang terhubung ke unit tersembunyi Y memiliki bobot w1, w2, dan w3. Masukan jaringan (y_net) pada unit tersembunyi Y adalah jumlah terbobot dari nilai unit-unit masukan x1, x2, dan x3. Input jaringan (y_net) ditunjukkan pada persamaan ( 4 ).
y _ net w1 x1 w2 x 2 w3 x3
(4)
Aktivasi y pada unit tersembunyi Y dihasilkan dari input jaringan y_net dengan y f ( y _ net ) . Fungsi aktivasi y dapat berupa fungsi sigmoid f x seperti ditunjukkan pada persamaan ( 5 ).
y f ( y _ net )
1 1 e y _ net
(5)
Sinyal aktivasi y pada unit tersembunyi Y dikirimkan ke unit keluaran Z1 dan Z2. Unit tersembunyi Y yang terhubung ke unit keluaran Z1 dan Z2 memiliki bobot-bobot v1 dan v2. Masukan jaringan z_net1 dan z_net2 pada masing-masing unit keluaran Z1 dan Z2 adalah jumlah terbobot dari sinyal aktivasi y terhadap bobot-bobot v1 dan v2 yang ditunjukkan pada persamaan ( 6 ) dan ( 7 ).
z _ net1 y.v1
(6)
z _ net 2 y.v 2
(7)
33
Aktivasi z1 dan z2 dihasilkan dari masukan jaringan
z f ( z _ net ) dan
ditunjukkan pada persamaan ( 8 ) dan ( 9 ) di bawah ini.
z1 f ( z _ net1 ) z 2 f ( z _ net 2 )
1
(8)
1 e z _ net1 1 1 e
(9)
z _ net 2
Hasil akhir dari jaringan adalah sinyal aktivasi z1 dan z2 yang merupakan keluaran dari Z1 dan Z2. Jaringan Syaraf Tiruan memiliki arsitektur paralel dengan sejumlah besar simpul dan penghubung. Tiap penghubung menghubungkan satu simpul ke simpul lain dan memiliki bobot. Konstruksi Jaringan Syaraf Tiruan meliputi hal– hal sebagai berikut:
Menentukan
kebutuhan
jaringan
meliputi
topologi
jaringan,
tipe
sambungan, proses pada sambungan, dan rentang bobot.
Menentukan kebutuhan simpul meliputi rentang aktivasi dan fungsi aktivasi.
Menentukan kebutuhan sistem meliputi pola inisialisasi bobot, rumus perhitungan aktivasi, dan aturan pembelajaran.
2.6.1. Pelatihan Metode penyesuaian bobot merupakan hal yang sangat penting. Untuk memudahkan dalam penyesuaian bobot, maka perlu dibedakan dua jenis pelatihan untuk Jaringa syaraf tiruan, yakni supervised training (pelatihan dengan pengawasan) dan unsupervised training (pelatihan tanpa pengawasan).
1. Supervised Training (Pelatihan dengan Pengawasan) Metode pelatihan pada jaringan syaraf disebut terawasi jika keluaran yang diharapkan telah diketahui sebelumnya. Pada proses pelatihan, satu pola input akan diberikan ke satu neuron pada lapis masukan. Pola ini akan dirambatkan di sepanjang jaringan syaraf hingga sampai ke neuron pada lapis keluaran. Lapis keluaran ini akan membangkitkan pola keluaran yang nantinya akan dicocokkan dengan pola keluaran targetnya. Apabila terjadi perbedaan antara pola keluaran hasil pelatihan dengan pola target, maka akan dihasilkan galat. Apabila nilai galat ini
34
masih cukup besar, mengindikasikan bahwa masih perlu dilakukan lebih banyak pelatihan lagi.
2. Unsupervised Training (Pelatihan tanpa Pengawasan) Pada metode pelatihan yang tidak terawasi ini tidak memerlukan target keluaran. Pada metode ini, tidak dapat ditentukan hasil yang seperti apakah yang diharapkan selama proses pelatihan. Selama proses pelatihan, nilai bobot disusun dalam suatu rentang tertentu bergantung pada nilai masukan yang diberikan. Tujuan pelatihan ini adalah mengelompakkan unit-unit yang hampir sama dalam suatu area tertentu. Pelatihan ini biasanya sangat cocok untuk pengelompokan (klasifikasi) pola. 2.6.2. Jaringan Syaraf Tiruan dengan Perambatan-balik (Backpropagation ) Jaringan syaraf yang luas digunakan dan mudah dipelajari adalah jaringan perambatan-balik. Dari beberapa perkiraan, hampir 90% aplikasi berbasis Jaringan Syaraf Tiruan menerapkan metode perambatan-balik. Jaringan ini juga dikenal dengan sebutan Jaringan Syaraf Umpan-maju
(Feedforward
Neural Network). Pada perambatan-balik selama pelatihan, dilakukan proses perhitungan nilai galat keluaran. Galat pada keluaran menentukan perhitungan nilai galat pada lapis tersembunyi, yang digunakan sebagai dasar penyesuaian bobot. Proses iterasi untuk menyesuaikan bobot akan berhenti setelah galat mencapai nilai minimum (nilai toleransi).
1. Arsitektur Perambatan-balik Arsitektur perambatan-balik diperlihatkan pada Gambar 13 dimana jaringan memiliki satu lapis tersembunyi (hidden), meskipun pada dasarnya perambatan-balik dapat memiliki lebih dari satu lapis tersembunyi sesuai kebutuhan sistem. Jumlah simpul terhubung pada lapis masukan dan lapis keluaran ditentukan dari jumlah pola-pola masukan dan pola-pola keluaran. Unit-unit keluaran dan unit-unit masukan masing-masing memiliki bias. Bias pada unit keluaran Yk dinotasikan sebagai Wk0, dan bias pada unit tersembunyi Zj dilambangkan dengan Vj0.
35
1
V10 Vj0 Vp0
1
X1
V11 Vj1 Vp1
Z1
Xi
V1i Vji Vpi
V10 Vj0 Xn Vp0
Zj
W10 Wj0 Wp0 W11 Wj1 Wp1 W1i Wji Wpi
W10 Wj0 Zp Wp0
Y1
Yk
Ym
Sumber: Kusumadewi S(2004)
Gambar 13 Arsitektur Jaringan Syarat Tiruan dengan perambatan balik. 2. Pelatihan Pelatihan dalam jaringan syaraf adalah menemukan nilai bobot yang sesuai. Pelatihan pada Jaringan Syaraf Tiruan Perambatan-balik meliputi tiga tahap, yaitu: a. Pelatihan umpan-maju (Feedforward) pola-pola masukan. Selama proses umpan maju setiap unit masukan (Xn) menerima sebuah sinyal masukan dan memancarkan sinyal ini ke unit-unit tersembunyi Z1,…, Zj. Setiap unit tersembunyi melakukan perhitungan terhadap fungsi aktivasinya dan mengirimkan sinyal-sinyalnya ke setiap unit keluaran. Setiap unit keluaran (Yk) melakukan perhitungan terhadap fungsi aktivasinya dan memberikan sinyal keluaran yang merupakan tanggapan jaringan tersebut dari setiap pola masukan yang telah diberikan. b. Perhitungan galat. Selama pelatihan, pada setiap unit keluaran, dibandingkan aktivasi keluaran yang dihasilkan Yk dengan nilai target Tk untuk menentukan galat yang berhubungan dengan pola-pola pada unit tersebut. Berdasar pada galat ini, besaran koreksi galat k (k = 1, 2, …, m) dapat dihitung dan digunakan untuk mendistribusi-balikkan galat yang terdapat pada unit keluaran Yk ke semua unit pada lapis sebelumnya (unit-unit tersembunyi yang berhubungan dengan unit keluaran Yk). Koreksi galat k digunakan untuk memperbaiki bobot-bobot antara lapisan keluaran dan lapisan tersembunyi. Dengan cara
36
yang sama, besaran h (h = 1, 2, …, h) dihitung pada setiap unit tersembunyi Zj. Koreksi galat h tidak digunakan untuk merambat-balikkan galat ke lapis masukan, tetapi digunakan untuk memperbaiki bobot-bobot antara lapis tersembunyi dan lapis masukan. c. Penyesuaian bobot. Setelah semua besaran koreksi galat ditentukan, secara serentak bobot-bobot untuk semua lapis disesuaikan. Penyesuaian terhadap bobot Wkh (dari unit tersembunyi Zj terhadap unit keluaran Yk) berdasar pada besaran k dan aktivasi Yk dari unit tersembunyi Zj Penyesuaian terhadap bobot Whn (dari unit masukan Xn terhadap unit tersembunyi Zj) berdasar pada besaran h dan aktivasi Zj dari unit masukan Xn. Setelah pelatihan selesai, aplikasi dari jaringan hanya membutuhkan proses umpan maju untuk menghasilkan keluaran. Secara lengkap proses perhitungan dengan perambatan balik dapat dilihat pada Lampiran 1. 2.7. Konsep Penanggulangan Bencana Saat ini konsep penanganan bencana mengalami pergeseran paradigma dari konvensional menuju ke holistik. Pandangan konvensional menganggap bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tak terelakkan dan korban harus segera mendapatkan pertolongan. Sehingga fokus pada penanganan bencana lebih bersifat bantuan (relief) dan kedaruratan (emergency). Oleh karena itu pandangan semacam ini disebut dengan paradigma relief atau bantuan darurat yang berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan darurat berupa pangan, penampungan darurat dan kesehatan kesehatan. Tujuan penanganan bencana pandangan ini adalah menekan kerugian, kerusakan dan cepat memulihkan keadaan (SET BAKORNAS PBP, 2005) dan (Yulaelawati dan Syihab, 2008). Paradigma yang berkembang berikutnya adalah paradigma mitigasi, yang tujuannya lebih diarahkan identifikasi daerah-daerah rawan bencana, mengenali pola-pola yang dapat menimbulkan kerawanan, dan melakukan mitigasi yang bersifat struktur seperti membangun konstruksi maupun non struktural seperti penataan ruang, building code dan sebagainya. Selanjutnya paradigma penanganan bencana berkembang lagi mengarah kepada faktor-faktor kerentanan di dalam masyarakat yang ini disebut paradigma pembangunan. Upaya-upaya yang dilakukan lebih bersifat mengintegrasikan upaya penanganan bencana dengan program pembangunan. Misalnya melalui
37
peningkatan ekonomi, penerapan teknologi, pengentasan kemiskinan dan sebagainya. Paradigma yang terakhir adalah paradigma pengurangan resiko. Pendekatan ini merupakan perpaduan dari sudut pandang teknis dan ilmiah dengan perhatian kepada faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik dalam perencanaan pengurangan bencana. Dalam hal ini penanganan bencana bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan menekankan resiko tejadinya bencana. Hal penting dalam pendekatan ini adalah memandang masyarakat sebagai subyek dan bukan sebagai obyek penanganan bencana dalam proses pembangunan. Gambar 14 memperlihatkan siklus pengelolaan bencana dari proses bencana ke tanggap darurat hingga proses persiapan jika terjadi bencana.
Sumber : Kementerian Ristek (2006)
Gambar 14 Siklus pengelolaan bencana. Dalam penanggulangan bencana, saat ini pola pemikiran telah bergeser dari yang dahulu pada penekanan pasca bencana ke penekanan sebelum bencana. Gambar 15 memperlihatkan alur pemikiran yang dalam penanganan bencana ditekankan pada saat sebelum kejadian bencana bukan penanganan setelah kejadian bencana.
38
Sumber : Kementerian Ristek (2006)
Gambar 15 Siklus penanganan bencana. 2.8.
Penanggulangan Bencana Menurut UU N0 24 Tahun 2007 Berdasarkan UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
dan PP No 08 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penaggulangan Bencana, saat ini badan yang menangani penaggulangan bencana untuk tingkat nasional adalah Badan Nasional Penaggulangan Bencana (BNPB) dan Penaggulangan
Bencana
Daerah
(BPBD)
Tingkat
I/II
untuk
Badan Propinsi/
Kabupaten/Kota. Perbedaan yang mendasar dalam penanggulangan bencana saat ini dengan yang sebelumnya (BAKORNAS PBN) adalah bahwa BNPB bukan lagi sebagai badan koordinasi, melainkan suatu badan non departemen yang setingkat menteri. Selain itu, menurut UU No 24 Tahun 2007 dinyatakan bahwa BNPB mempunyai kemudahan akses antara lain: a. Pengerahan sumber daya manusia. b. Pengerahan peralatan. c. Pengerahan logistic. d. Imigrasi, cukai dan karantina, e. Perizinan. f.
Pengadaan barang/Jasa.
g. Pengelolaan pertanggung jawaban uang dan atau barang. h. Penyelamatan. i.
Komando untuk memerintahkan sektor/lembaga.
39
Dalam uraian diatas terlihat bahwa BNPB mempunyai akses yang lebih besar dalam penanganan bencana dibandingkan BAKORNAS. Saat ini untuk tingkat propinsi atau kabupaten/kota BPBD untuk Propinsi Jawa Tengah ataupun Kota Semarang belum terbentuk. Hal ini disebabkan peraturan daerah tentang pembentukan BPBD belum terbentuk. Untuk itu dalam penanganan bencana untuk tingkat Propinsi Jawa Tengah masih dilakukan oleh Satkorlak (Satuan Koordinasi Pelaksanaan) Penaggulangan Bencana dan untuk Kota Semarang dilakukan oleh Satlak (Satuan Pelaksanaan) Penaggulanagn Bencana. Menurut UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, disebutkan bahwa penanggulangan bencana dapat dilakukan dalam situasi tidak terjadi
bencana
dan
situasi
terdapat
potensi
terjadinya
bencana.
Penyelenggaraan penaggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana antara lain: a. Kesiapsiagaan. b. Peringatan dini. c. Mitigasi bencana. Kesiapsiagaan adalah upaya untuk memastikan upaya yang cepat dan tepat dalam menghadapai kejadian bencana. Dalam kesiapsiagaan yang dimaksud di atas dilakukan antara lain melalui: a. Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan bencana. b. Pengorganiasian, pemasangan dan pengujian sistem peringatan dini. c. Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan dasar. d. Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat. e. Penyiapan lokasi evakuasi. f.
Penyusunan data akurat, iformasi, dan pemutakhiran prosedur tetap tanggap darurat.
g. Penyediaan
dan
penyiapan
bahan,
baran
pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
dan
peralatan
untuk
40
Dalam pelaksanaan sistem peringatan dini disebutkan dalam pasal 16 UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana bahwa sistem peringatan dini bencana dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang, baik secara teknis maupun administratip dan dikoordinasikan
oleh BNPB/BPBD dalam
bentuk pengorganisasisan, pemasangan dan pengujian sistem peringatan dini. Dari uraian diatas jelas terlihat bahwa untuk penanganan/pemasangan peralatan
peringatan dini jelas harus dikoordinasikan dengan BNPB/BPBD
sehingga jika BPBD untuk tingkat Kota Semarang terbentuk, maka pemasangan sistem peringatan dini banjir kota semarang harus dikoordinasikan dengan BPBD Kota Semarang termasuk dalam hal pengujian sistem peringatan dini banjir. Selain itu BPBD inilah yang mempunyai kewenanangan dalam penyampaian informasi bencana termasuk informasi bencana harus dikirim ke masyarakat.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada akhir bulan Desember 2006 – April 2008
meliputi tahap pengumpulan data, persiapan survey, survey dan identifikasi lapangan, pembuatan perangkat keras dan perangkat lunak, analisis serta penyusunan Disertasi. Penelitian dilakukan di Lab Teknik Elektro Undip dan di lokasi lapangan yaitu di DAS Garang Semarang.
3.2
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta rupa bumi skala 1
: 25.000 produksi Bakosurtanal. Alat yang digunakan untuk penelitian adalah alat pengukur curah hujan dan tinggi muka air sungai otomatis, modem, Hand Phone (GSM dan CDMA), perangkat komputer untuk server, dan beberapa perangkat lunak aplikasi seperti program Delphi dan Web disain.
3.3
Tahapan Penelitian Pelaksanaan penelitian dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu :
1)
Tahap pendahuluan, meliputi kajian studi literatur dan sumber informasi lainnya terutama sistem peringatan dini banjir yang ada sekarang sehingga dapat menunjang pelaksanaan kegiatan berikutnya.
2)
Tahap pengumpulan data sekunder, di mana data yang diperlukan antara lain data curah hujan jam-jaman yang berasal dari satu stasiun curah hujan otomatis sistem data logger milik Balai Agroklimat yang ditempatkan di kecamatan Gunungpati Semarang. Selain itu diperlukan pula data tinggi muka air Kali Garang yang ada di Bendung Simongan secara manual.
3)
Tahap Analisis Data Sekunder, di mana data curah hujan untuk selanjutnya akan dilakukan analisa hubungan antara data curah hujan dengan data tinggi muka air. Data ini sangat diperlukan untuk melihat time response banjir secara aktual.
4)
Tahap pembuatan perangkat keras dan perangkat lunak sistem telemetri curah hujan dan Tinggi Muka Air. Peralatan ini sangat berguna untuk mendapatkan data primer curah hujan di hulu Kali Garang
42
secara real time dengan sistem SMS. Peralatan telemetri curah hujan ditempatkan di Kecamatan Gunungpati dan telemetri tinggi muka air ditempatkan di Bendung Simongan, karena kedua
lokasi tersebut
terdapat fasilitas infrastruktur yaitu adanya bangunan rumah dan listrik 5)
Tahap pengumpulan data primer. Tahap ini dilakukan pengumpulan data primer curah hujan dan tinggi muka air sungai
yang dilakukan
secara real time dengan alat pengukur curah hujan dan tinggi muka air otomatis. 6)
Tahap pembuatan perangkat lunak prediksi banjir dengan Jaringan Syaraf Tiruan.
Tahap ini akan dibuat perangkat lunak prediksi tinggi
muka air banjir dengan metode Jaringan Syaraf Tiruan. Dalam prediksi tinggi muka air banjir ini sebagai masukan adalah data curah hujan jamjaman yang dipasang di Kecamatan Gunungpati
dan sebagai output
adalah prediksi tinggi muka air banjir dua jam kemudian
di Bendung
Simongan. 7)
Tahap pembuatan sistem peringatan dini banjir berbasis SMS dan Web. Dalam tahap ini dilakukan integrasi antara sistem telemetri curah hujan dan telemetri tinggi muka air dengan perangkat lunak peringatan dini banjir berbasis SMS dan Web ke dalam suatu sistem peringatan dini banjir.
8)
Tahap implementasi peringatan dini banjir secara real time. Dalam tahap ini akan diuji coba semua perangkat keras dan perangkat lunak peringatan dini banjir ini secara real time dengan kondisi nyata. Dalam implementasi ini akan diteliti juga time response banjir Kali Garang dengan time response sistem informasi banjir. Jika time response sistem informasi banjir < time response banjir Kali Garang, maka sistem peringatan dini berhasil.
9)
Tahap Sosialisasi. Dalam tahap ini dilakukan sosialisasi ke petugas dan instansi terkait serta masyarakat sekitar Kali Garang terhadap peralatan sistem peringatan dini banjir Kali Garang yang dipasang. Sosialisasi dilakukan dengan cara melakukan pertemuan secara langsung dan juga melalui media masa.
10) Tahap analisis persepsi petugas banjir dan masyarakat terhadap peralatan sistem peringatan dini banjir dengan cara pengisian kuisioner. Dalam tahap ini dilakukan teknik pengisian kuisioner secara
43
langsung ke petugas banjir dan wakil masyarakat atau RW. Responden yang dipilih untuk petugas banjir adalah petugas dan instansi terkait yang terlibat langsung penanganan banjir. Gambar 16 menunjukkan diagram alir pentahapan penelitian yang dilakukan.
Gambar 16 Tahapan Penelitian sistem peringatan dini banjir Kali Garang berbasis SMS dan web
44
3.4
Metode Penelitian
3.4.1. Metode Pengumpulan Data Metode Pelaksanaan pengumpulan data sekunder dalam penelitian ini terdiri atas: 1)
Studi awal pengumpulan data sekunder
curah hujan
yang
akan
digunakan adalah yang ada di Stasiun Gunungpati, sedangkan data tinggi muka air adalah data yang ada di Bendung Simongan. Data diambil pada saat terjadi banjir tahun 2006 untuk melihat response banjir Kali Garang. 2)
Pengumpulan data primer berupa pengukuran telemetri besaran curah hujan dan tinggi muka air (TMA) secara real time. Data primer diperoleh dengan pengukuran langsung yaitu besaran curah hujan di sisi hulu Kali Garang (Gunungpati) dan tinggi muka air sungai di sisi hilir (Bendung Simongan). Kedua peralatan tersebut
dibuat di Laboratorium Teknik
Elektro Undip. 3.4.2. Metode Jaringan Syaraf Tiruan untuk Prediksi Tinggi Muka Air Sungai Secara garis besar langkah langkah pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan dalam prediksi banjir tersebut adalah sbb: a. Masukan, adalah berupa data-data curah hujan di stasiun Gunungpati dan tinggi muka air Bendung Simongan tersebut
yang diperoleh berdasar
pengamatan selama 3 bulan yaitu pada bulan Januari s/d Maret 2008 sebagai pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan. b. Data uji untuk Jaringan Syaraf Tiruan adalah data curah hujan di Gunungpati dan tinggi muka air di Bendung Simongan pada bulan April 2008. c. Bentuk Jaringan Syaraf Tiruan dipilih agar menghasilkan bentuk yang paling optimal dimana hasil prediksi dibandingkan dengan target (data real) yang mempunyai galat yang seminimal mungkin. d. Dari data curah hujan dan tinggi muka air tersebut merupakan masukan dan keluaran sehingga data data tersebut sebagai data pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan e. Kemudian dilakukan pembentukan Jaringan Syaraf Tiruan dengan masukan adalah curah hujan dan keluaran adalah tinggi muka air untuk dua jam ke depan.
45
f.
Sebelum dilakukan perhitungan jumlah pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan, perlu dilakukan perhitungan Antecedent Precipitation Index (API). Dimana API secara umum dapat dikatakan sifat kelengasan tanah akibat turunnya hujan terus menerus. API sangat berpengaruh terhadap besarnya run-off dan semakin besar API akan semakin besar run-off. Perhitungan APIn dapat dirumuskan sbb:
API n (t )
t
CH
i t n
(10)
i
dimana : API n (t) = Antecedent Precipitation Index (API) ke-n CH i = Curah hujan yang ke i g. Data masukan jika untuk ke lima model, data Jaringan Syaraf Tiruan untuk data curah hujan adalah selama 1,2,3,4 atau 5 hari sebelumnya dengan data curah hujan per ½ jam. Data tinggi muka air adalah 3 jam sebelumnya dengan dengan data tinggi muka air juga per ½ jam. Hal ini berarti tinggi muka air pada 2 jam ke depan ini dipengaruhi oleh curah hujan pada data 1, 2, 3, 4 atau 5 hari sebelumya dan tinggi muka air 3 jam sebelumnya. h. Parameter jaringan meliputi laju pembelajaran, momentum, dan jumlah neuron. Data masukan untuk pelatihan dalam JST adalah data curah hujan setiap ½ jam selama tiga bulan yaitu bulan Januari sampai dengan Maret 2008, sedangkan data uji adalah pada bulan April 2008 dengan mengambil data pada saat terjadi banjir sedangkan prediksi dilakukan pada mulai bulan Mei 2008. Tabel 3 menunjukkan pengelompokan data untuk model Jaringan Syaraf Tiruan.
Tabel 3 Pengelompokan data primer untuk model Jaringan Syaraf Tiruan NO
DATA TMA (Bulan) Jan-08
SEBAGAI DATA
1
DATA CURAH HUJAN (Bulan) Jan-08
2
Feb-08
Feb-08
Pelatihan
3
Mar-08
Mar-08
Pelatihan
4
Apr-08
Apr-08
Uji /Testing
Keterangan: TMA = tinggi muka air sungai
Pelatihan
46
Jaringan Syaraf Tiruan
yang digunakan adalah multilayer perceptron.
Multilayer perceptron dapat memberikan hasil yang lebih baik untuk menangani data non linear jika dibandingkan jaringan lainnya (Nugroho 1998). Arsitektur jaringan yang dipilih terdiri atas tiga lapisan elemen pemroses yang terdiri dari 1 lapisan input, 1 lapisan tersembunyi dan 1 lapisan output seperti terlihat pada Gambar 17. U11
X1
Z1
U31 Xn
W1
k
Yt+2 U2h Y1 U3h
Zh
W jk
U41
Yn
U4h
masukan
Keluaran
Hidden layer 1
Keterangan: X1,X2,X3 ... Xn = data curah hujan pada jam ke t , t-½,t-1,t-1½,t-2,dst Y1,Y2,Y3 ... Y6 = data tinggi muka air pada jam ke t , t-½, t-1, t-1½, t-2, t-2½, t - 3 Yt+2 = tinggi muka air sungai pada 2 jam ke depan .
Gambar 17 Arsitektur Jaringan Syaraf Tiruan yang dipakai. Dari Gambar 17 X adalah data curah hujan pada jam t dan X-1 adalah data curah hujan pada jam t -1/2 jam, X-2 adalah data hujan pada jam t – 1 jam, dan seterusnya. Sedangkan Y t+2 adalah prediksi tinggi muka air pada dua jam ke depan. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa prakiraan tinggi muka air dua jam ke depan dipengaruhi data curah hujan mundur ke belakang selama 1,2,3,4 atau 5 hari dimana terdapat
48, 96, 144, 192, atau 240 data curah hujan dan
tinggi muka air tiga jam mundur ke belakang dimana terdapat 6 data seperti terlihat pada Gambar 18.
47
Gambar 18 Contoh bentuk data curah hujan selama 4 hari sebelumya dan data tinggi muka air tiga jam sebelumnya dalam Jaringan Syaraf Tiruan. Pelatihan jaringan digunakan untuk melatih set data yang telah dibuat. Pelatihan dilakukan dengan berbagai variasi parameter jaringan yaitu jumlah neuron, momentum dan pesat belajar. Setiap variasi parameter diamati dengan menghitung Mean Square Error (MSE) dengan rumusan : 2
N
1 MSE N
(TMAtarget i 1
i
TMA prediksii )
(11)
Jaringan yang sudah dilatih perlu diuji untuk mengetahui kemampuannya mempelajari data latih yang diberikan kepadanya. Pengujian dilakukan dengan mengamati data target, keluaran aktual, kesalahan, MSE dimana untuk hasil perdiksi terbaik adalah jika didapat harga MSE terkecil. Selain itu dilakukan pula perhitungan R (Korelasi) . Korelasi dihitung dengan rumusan :
N
R
( X i z X )(Yi z Y ) i 1
N
(X i 1
_
i
N
(12) _
X ) 2 (Yi Y ) 2 i 1
Prediksi terbaik jika didapat harga MSE terkecil serta korelasi (R) terbesar. 3.4.3. Disain Sistem Telemetri Curah Hujan dan Tinggi Muka Air Dalam tahap ini dirancang sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air yang
terdiri dari sistem perangkat keras dan perangkat lunak. Perangkat
keras sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air terdiri dari penakar hujan otomatis jenis tiping bucket, sensor tinggi muka air jenis pelampung, mikrokontroler dan modem. Lokasi penempatan penakar curah hujan di Kantor
48
Kecamatan Gunungpati (daerah hulu dan di tengah DAS Garang)
dan
penempatan sensor tinggi muka air di Bendung Simongan. Pemilihan lokasi penempatan peralatan telemetri curah hujan dan tinggi muka air dilakukan dengan alasan sebagai berikut: a.
Faktor fasilitas infrastruktur yang memadai seperti adanya fasilitas listrik dan rumah jaga sangat aman untuk menempatkan peralatan tersebut.
b.
Sinyal komunikasi sistem GSM tersebut terjamin (bukan daerah blank spot).
3.4.4. Analisa Peringatan Dini banjir Untuk memprediksi tinggi muka air dua jam ke depan, data telemetri curah hujan di hulu Kali Garang dimasukkan ke dalam sistem Jaringan Syaraf Tiruan yang telah dibangun sebelumnya. Hasil prediksi tinggi muka air dua jam ke depan inilah yang akan dibandingkan dengan klasifikasi status waspada, siaga dan awas sehingga akan diketahui apakah prediksi tinggi muka air sudah masuk dalam kategori waspada, siaga dan awas. Dari catatan Dinas PSDA Jawa Tengah (PSDA, 2006) klasifikasi waspada, siaga dan awas terhadap tinggi muka air dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Klasifikasi status banjir terhadap tinggi muka air di Bendung Simongan STATUS
TINGGI MUKA AIR (m)
TINGGI AIR DARI PUNCAK BENDUNG (m)
DEBIT 3 (m /detik)
Normal Waspada
≤ 4,4 4,4 s/d 4,8
≤ 0,8 0,8 s/d 1,2
≤ 86 86 s/d 158
Siaga
4,8 s/d 5,2
1,2 s/d 1,6
158 s/d 243
Awas ≥ 5,2 ≥ 1,6 ≥ 243 Keterangan: elevasi puncak bendung 3,6 m; rating curve =1,57 x 64,6 x h1,5 + 1,8 x10,4 x h1,5
Klasifikasi waspada, siaga dan awas tersebut di atas berdasarkan kemampuan debit Kali Garang dilihat dari Bendung Simongan hingga muara Kali Garang seperti terlihat pada Lampiran II B. Kemampuan debit Kali Garang terlihat bahwa dari Bendung Simongan hingga muara sangat bervariasi bahkan di daerah Jembatan Jalan Ring Road Utara (North Ring Road Bridge) mempunyai kapasitas yang paling kecil yaitu sekitar 275 m3/detik sehingga Kali Garang sudah dalam klasifiaksi awas pada debit
243 m 3/detik
mengingat
kapasitas debit Kali Garang untuk daerah Jembatan Jalan Ring Road Utara sudah mencapai lebih dari 88% dari kapasitas debit maksimum .
49
3.4.5. Validasi Sistem Peringatan Dini Banjir Data telemetri curah hujan
dan tinggi muka air dikirim ke instansi
pemerintah dan masyarakat secara real time. Dalam penelitian ini tahap validasi sistem peringatan dini banjir Kali Garang dilakukan mulai tanggal 1 Januari 2008 s/d Mei 2008. Dalam tahap ini dilakukan validasi time response antara peringatan dini banjir terhadap time response banjir Kali Garang. Jika time response sistem peringatan dini banjir lebih kecil dari time response banjir Kali Garang, maka sistem peringatan dini banjir ini berhasil untuk diimplementasikan secara nyata di lapangan. Akan tetapi sebaliknya jika time response jauh lebih besar dari time response banjir Kali Garang, maka perlu perbaikan-perbaikan dalam kecepatan alur pemberitaan/informasi peringatan dini banjir. 3.4.6
Sosialisasi dan Survey Tahap sosialisasi dalam penelitian sistem peringatan dini banjir Kali
Garang ini adalah dengan melakukan sosialisasi secara langsung dengan mengundang para petugas banjir dan instansi terkait serta masyarakat. Selain itu dilakukan pula sosialisasi melalui media masa baik koran atau media elektronik seperti radio dan televisi lokal di Semarang. Tujuan dari sosialisasi ini adalah memberikan gambaran secara nyata tentang peralatan sistem peringatan dini banjir berbasis SMS dan Web Tahap terakhir dalam penelitian ini adalah melakukan survey ke petugas banjir/instansi terkait serta masyarakat sekitar Kali Garang untuk dimintai pendapat tentang peralatan sistem peringatan dini banjir yang dipasang di Kali Garang dengan cara melakukan pengisian kuisiner. Dalam pengisian kuisiner dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok petugas banjir/instansi terkait serta kelompok wakil masyarakat sekitar Kali Garang.
IV. KONDISI DAN PENGELOLAAN DAS GARANG
4.1
Kondisi Umum DAS Garang dan Kali Garang Daerah Aliran Sungai (DAS) Garang membentang lurus dari selatan ke
utara yaitu dari puncak Gunung Ungaran sampai pantai Laut Jawa dengan luas total kurang lebih 203,38 km2. Tiga anak sungai yang masuk ke Kali Garang adalah Sungai Kreo di sebelah barat, Sungai Kripik di tengah dan hulu Kali Garang di timur. Ketiga anak sungai ini bertemu di hulu Bendung Simongan . DAS Garang dibedakan menjadi tiga daerah toporafis yaitu: daerah tinggi (400–2050 m) merupakan lambung terjal Gunung Ungaran yang mempunyai Gunung api sejak jaman pelistocene.
Kelerengan antara 15 –
40%. Hutan
masih menutupi lambung yang paling curam, tetapi tegalan (jagung dan ubi kayu) dan sawah serta perkebunan (karet, teh, cengkih, rambutan dan kopi) dominan pada ketinggian 400 – 1000 m (Irianto et al., 1999). Daerah transisi merupakan dataran berbukit dengan ketinggian antara 50– 400 m. Jaringan hidrologi berkembang, ketiga anak sungai melewati lembah sempit dan berbelok-belok. Di dalam alur sungai ini banyak terdapat batu-batuan besar yang menyatakan bahwa aliran sungai deras sekali. Pemandangan di sekelilingnya adalah sawah, tegalan (kebun campur), dan bangunan. Daerah pantai dengan lebar 4 km, dahulu adalah rawa, tetapi hampir seluruhnya ditempati oleh persawahan, bangunan, perikanan (kolam) dan tegalan. Tiga anak sungai bertemu di daerah tugu suharto, kemudian mengalir melewati Bendung Simongan sampai ke laut. DAS Garang meliputi tiga daerah administrasi, yaitu: Kabupaten Kendal, Kabupaten Semarang, dan Kota Semarang. Kepadatan penduduk mencapai rata rata 795 orang/km2. Curah hujan tahunan di Semarang sekitar 2500 mm dan di kaki Gunung Ungaran > 4000 mm (JICA, 2000). Kali Garang merupakan suatu sistem dengan pola meranting, dengan demikian banyak anak sungainya. Anak sungai yang cukup besar yaitu Sungai Kreo dan Sungai Kripik (Gambar 19), di mana panjang aliran Kali Garang dari hulu sampai ke hilir kurang lebih 35 km. Kali Garang merupakan sungai pengangkut sedimen yang cukup besar untuk daerah Semarang dan sekitarnya terutama daerah-daerah sepanjang pantai Semarang .
51
Sumber: Irianto et al., (1999)
Gambar 19 Peta dan penggunaan lahan di DAS Garang
Berdasarkan data pokok pengairan yang dikeluarkan oleh Dinas PSDA Jawa Tengah (2006) menyebutkan bahwa Kali Garang mempunyai data umum sebagai berikut :
Panjang Sungai
: 35 km
Luas DAS
: 203,38 km2
Q Hilir
: 414,13 m3 / detik
Kemiringan dasar sungai
: 0,0129
Panjang Tanggul
: 4 km kanan dan kiri
52
Berdasarkan peta tata guna lahan untuk DAS Garang dan data sekunder dari
Badan Pertanahan Propinsi Jawa Tengah tahun 1998, lahan terbesar
adalah:
4.2
Sawah 54,22 km2
Kebun 49 km2;
Pemukiman 36,68 km2 ;
Hutan 17,33 km2 ;
Tegalan 15,13 km2 dan sisa lainnya berupa tambak dan padang rumput. Sistem Jaringan Hidrometri DAS Garang
4.2.1. Pemantauan Debit atau Tinggi Muka Air Saat ini pemantauan tinggi muka air sungai atau debit Kali Garang menggunakan AWLR (Automatic Water Level Recorder) mekanik dan dipasang di daerah Panjangan (pertengahan antara hulu dan hilir), Kalipancur (hulu Sungai Kreo) serta di Patemon (hulu anak Kali Garang). Akan tetapi untuk AWLR di Patemon telah hilang/rusak sejak tahun 2000. Pada tahun 1996-1999, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat dan CIRAD (Center for International Cooperation in Agricultural Research for Development) Perancis dalam rangka Kali Garang Pilot Project memasang alat pengukur cuaca atau AWS (Automatic Weather Station), curah hujan otomatis atau ARR (Automatic Rainfall Recorder) dan AWLR dengan sistem data logger. Lokasi-lokasi AWLR di DAS Garang baik yang dikelola oleh Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA)/BMG dan Departemen Pertanian dapat dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 20. Sedangkan bangunan AWLR yang dikelola oleh Departemen Pekerjaan Umum dapat dilihat dan Gambar 21. Tabel 5 Lokasi stasiun pengukur tinggi muka air LOKASI
FASILITAS
KONDISI
TAHUN
KETERANGAN
Panjangan
AWLR Kertas
Bagus
1998
Milik Dinas PSDA
Patemon
AWLR Kertas
Hilang
1990
Milik Dinas PSDA
AWLR Kreo
AWLR Kertas
Rusak
2002
Milik Dinas PSDA
Sikopek (hulu sungai Kreo) Jedung (hulu Kali Garang) Keji (hulu anak Kali Garang)
Data Logger
Rusak
1997
Data Logger
Rusak
1997
Data Logger
Rusak
1997
Milik Departeman Pertanian Milik Departeman Pertanian Milik Departeman Pertanian
53
Gambar 20 Lokasi penempatan stasiun AWLR dan ARR di DAS Garang.
a. AWLR Panjangan
b. AWLR Kreo
Gambar 21 Foto bangunan AWLR yang dikelola oleh Dinas PSDA Jawa Tengah
54
4.2.2. Pemantauan Curah Hujan Pemantauan curah hujan di DAS Garang baik di hulu sungai maupun di hilir sungai milik Departemen PU dan BMG masih menggunakan sistem manual dengan penakar hujan harian. Untuk penakar hujan otomatis (tipe Hilman) hanya ada 1 buah dan terpasang di Kantor Pusat BMG Semarang (hilir Kali Garang). Beberapa alat penakar curah hujan dan lokasi serta kondisi dapat dilihat pada Tabel 6 dan Gambar 20. Sedangkan bangunan ARR dan AWLR yang dikelola oleh Departemen Pertanian dapat dilihat pada Gambar 22. Tabel 6. Lokasi stasiun pengukur hujan di DAS Garang LOKASI
POSISI
FASILITAS
KONDISI
KETERANGAN
0
Data Logger
Baik
Milik Departemen Pertanian
0
Data Logger
Baik
Milik Departemen Pertanian
0
Data Logger
Rusak
Milik Departemen Pertanian
0
Data Logger
Rusak
Milik Departemen Pertanian
0
Data Logger
Baik
Milik Departemen Pertanian
0
Data Logger
Rusak
Milik Departemen Pertanian
o
Manual dan otomatis
Manual Bagus Otomatis Rusak
Dikelola PU dan BMG
o
Manual
Rusak
Dikelola PU dan BMG
o
Manual
Rusak
Dikelola PU dan BMG
o
Manual
Rusak
Dikelola PU dan BMG
o
Manual
Rusak
Dikelola PU dan BMG
BPP Pakopen
S 07 12’ 28.9” 0 E 110 23’ 16.7” Elevasi 540 m
BPP Gunungpati
S 07 05’ 05.9” 0 E 110 21’ 41.7” Elevasi 284 m
Sikopek (hulu sungai Kreo)
S 07 05’46.4” 0 E 110 20’ 26.4” Elevasi 300 m
Jedung (hulu Kali Garang)
S 07 04’43” 0 E 110 22’ 16.6” Elevasi 260 m
Nyatnyono
S 07 08’ 52.2” 0 E 110 22’ 37.2” Elevasi 650 m
Gonoharjo
S 07 08’ 75” 0 E 110 19’ 27” Elevasi 720 m
Gunung Pati (46)
S 07 05’10.6” E 110º22’03” Elev 294 m
Ungaran (65)
S 07 08’ E 110º24’ Elev 318 m
Simongan (42)
S 06 59’34.11” E 110º24’08.71” Elevasi 6 m
Sumur Jurang
S 07 06’20.02” E 110º23’11.51” Elevasi 336m
Ungaran 2 ( 64)
S 07 07’ E 110º25’ Elevasi 330 m
55
a. AWLR dan ARR di Sekopek (hulu Sungai Kripik)
b. ARR di Pakopen
Gambar 22 Foto stasiun AWLR dan ARR yang dikelola oleh Departemen Pertanian 4.3
Bendung Simongan Fasilitas lain yang cukup penting di lokasi Kali Garang adalah Bendung
Simongan. Bendung ini terletak di hilir Kali Garang kurang lebih 5 km dari pantai Semarang dan kurang lebih 2 km dari lokasi AWLR Panjangan. Dari hasil pengukuran oleh JICA tahun 2000, adalah 1,57 x 64,6 x h
1,5
rating curve pada Bendung Simongan
+ 1,8 x10,4 x h1,5 dengan h adalah tinggi muka air dari
puncak bendung. Berdasarkan rating curve tersebut dapat dibuat tabel antara tinggi muka air dari puncak bendung dengan debit seperti terlihat pada Tabel 7. Sedangkan gambar grafik rating curve dapat dilihat pada Gambar 23 di bawah ini.
Tabel 7
Hubungan antara tinggi air dari puncak bendung (m) dan debit (m3/dtk)
No
Tinggi Air dari Puncak Bendung (m)
Debit 3 (m /detik)
1
0,5
42
2
1
120
3
1,5
221
4
2
340
5
2,5
475
6
3
624
7
3,5
787
8
4
961
9
4,5
1147
56
5
Tinggi air dari puncak bendung (m)
4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 0
200
400
600
800
1000
1200
1400
Q (m3 /detik)
Gambar 23 Grafik rating curve untuk Bendung Simongan Dari catatan kejadian banjir pada 25 Januari 1990 di Bendung Simongan ketinggian muka air dari puncak bendung mencapai 4,25 m dengan debit mencapai 1053 m3/detik seperti terlihat pada Tabel 8. Genangan pada saat banjir tahun 1990 dapat dilihat pada Lampiran II A serta Lampiran II B menggambarkan kapasitas Kali Garang dilihat dari Bendung Simongan hingga muara Kali Garang. Tabel 8 Kejadian penting banjir di Kali Garang Semarang Tinggi Air dari Puncak
Debit *
Bendung (m)
(m /detik)
28 Maret 1922
4,1
997
10 Januari 1963
4,2
1.034
22 Januari 1976
4,05
979
4,25
1.053
Tanggal Kejadian Banjir
25 Januari 1990 * rating curve = 1,57 x 64,6 x h
1,5
+ 1,8 x10,4 x h
3
1,5
Sistem pencatatan tinggi muka air di Bendung Simongan masih secara manual yaitu dengan melihat papan duga. Data dicatat dan dilaporkan ke Sub Dinas PU Pengairan Semarang setiap satu minggu sekali. Jika ada kejadian luar biasa (yaitu waspada, siaga dan awas) maka pencatatan dilakukan setiap 1 Jam, 30 menit ataupun terus menerus. Sistem pelaporan dalam keadaan siaga dengan menggunakan telepone umum (wartel). Sistem monitoring secara manual memiliki kelemahan kelemahan antara lain sebagai berikut : •
Petugas harus selalu mengunjungi lokasi pengukuran.
•
Pencatatan muka air secara manual sehingga akurasinya kurang.
57
•
Sistem monitoring secara berkala dan belum real time.
•
Pemberitahuan bahaya masih dilakukan manual dan satu persatu sehingga waktu tanggap belum dapat ditingkatkan.
•
Prosedur penyampaian pesan secara manual. Kecepatan, ketepatan dan prosedur tetap penyampaian pesan dan tindak
lanjut sangat tergantung kapabilitas operator. Waktu penyampaian pesan berpotensi terjadi keterlambatan sehingga berpotensi pula terjadi keterlambatan dalam pencegahan bencana. Karena adanya beberapa keterbatasan di atas maka saat ini di Kali Garang tidak terdapat sistem monitoring secara on line dan terintegrasi sehingga menyebabkan sulitnya dilakukan prediksi dan peringatan dini tentang bahaya banjir yang akan terjadi. Lebih jauh lagi tidak adanya informasi dan data yang dapat mendukung pengambilan keputusan dan tindakan untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan.
Gambar
24 di bawah
adalah kondisi bendung Simongan jika dilihat dari sisi hilir
Gambar 24 Bendung Simongan dilihat dari sisi hilir
4.4
Rencana Pengelolaan DAS Garang Untuk menangani masalah banjir di DAS Garang, maka pemerintah telah
melakukan penanganan pencegahan banjir secara struktur dan non struktur. Rencana pencegahan banjir di DAS Garang secara struktur untuk tahun 2009 s/d 20011 adalah pembangunan Waduk Jatibarang dan Normalisasi Kali Garang. Selain itu akan dilakukan pula pembangunan pompanisasi.
58
4.4.1. Mitigasi Bencana Banjir Kali Garang Secara Struktur Dalam upaya kegiatan pencegahan banjir secara struktur antara lain adalah normalisasi sungai, pembuatan dam dan pompanisasi. Untuk kegiatan pengendalian banjir di Kali Garang telah dilakukan kegiatan studi perencaanaan yang dilakukan oleh JICA (Japan International Cooperation Agency) sejak tahun 1997 hingga tahun 2000. tercakup dalam satu paket disain pekerjaan “Flood Control , Urban Drainage and Water Resources Development in Semarang in the Republic of Indonesia“. Kegiatan ini meliputi tiga
paket yaitu: pembangunan
Waduk Jatibarang (Jatibarang Dam) dan normalisasi Kali Garang (Garang River Improvement) serta Urban Drainage System Improvement seperti terlihat pada Gambar 25.
Sumber : JICA (2000)
Gambar 25 Denah lokasi pekerjaan Jatibarang Dam, River Improvement for West Floodway/Garang River dan Urban Drainage System Improvement.
59
Untuk kegiatan Normalisasi Kali Garang terdapat tiga kegiatan yaitu: normalisasi Kali Garang dan rekonstruksi Bendung Simongan.
Sedangkan
Urban Drainage System improvment terdapat dua kegiatan yaitu Kali Semarang Improvement dan Pompanisasi Kali Asin/Kali Baru. Manfaat yang didapat dari ketiga kegiatan dari Flood Control, Urban Drainage and Water Resources Development dapat dilihat pada Gambar 26 dibawah ini.
U
Bandara A.Yani
Kec.Semarang Barat
at Banjir Kanal Bar
LAUT JAWA
Kec.Semarang Tengah
Rencana Kegiatan: - Perbaikan sungai (9.5 km) - Modifikasi bd. Simongan - Peninggian jembatan KA
Bd.Simongan
MANFAAT: Pengamanan terhadap banjir dengan periode ulang 25 tahunan (tanpa waduk) atau 50 tahunan (dengan waduk) k. Garang
k. Kr eo
k. Kripik
Luas DAS: 53 km2 Luas permukaan: 1.10 km2 3 Volume : 20.4 juta m
Rencana Kegiatan: - Pembangunan waduk - Pembangunan WTP II - Pembangunan PLTA
ar an g
WTP.K.Garang
Wd.Jatibarang
Kec.Mijen
k. Se m
Kec.Gunungpati
MANFAAT: - Penyediaan air minum kota Semarang (2.040 l/dt) - Pengendalian banjir - Pembangkit tenaga listrik (1.500 kW) MANFAAT TAK LANGSUNG: - Pengurangan pengambilan air bawah tanah dengan tersedianya air permukaan sehingga mengurangi penurunan muka tanah
LEGENDA Jalan raya Jalan kereta api
Kec. Ungaran
Batas DAS Sungai
G.Ungaran (2.050 m)
SKALA 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 Km
SISTIM PENGENDALIAN BANJIR SEMARANG - SUNGAI GARANG/BANJIR KANAL BARAT -
C/std/Bm/Banj/Garang.cdr
Gambar 26 Manfaat dari rencana pekerjaan Flood Control , Urban Drainage and Water Resources Development
60
4.4.2. Mitigasi Bencana Banjir Kali Garang Secara Non Struktur Pertumbuhan
penduduk
dan
pembangunan
yang
begitu
cepat
menyebabkan perubahan tata guna lahan tak terhindarkan. Banyak lahan-lahan yang semula berupa lahan terbuka dan/atau hutan berubah menjadi areal permukiman maupun industri. Hal ini tidak hanya terjadi di kawasan perkotaan, namun sudah merambah ke kawasan budidaya dan kawasan lindung, yang berfungsi sebagai daerah resapan air. Dampak dari perubahan tata guna lahan tersebut adalah meningkatnya aliran permukaan langsung sekaligus menurunnya air yang meresap ke dalam tanah. Akibat selanjutnya distribusi air yang makin timpang antara musim penghujan dan musim kemarau, debit banjir meningkat dan ancaman kekeringan makin menjadi-jadi. Secara umum penggunaan tanah di DAS Garang dapat dibagi menjadi tujuh macam yaitu; tanah rawa, tegalan, kebun capuran, hutan, perkebunan dan pemukiman. Hutan terdapat di hulu Kali Garang yaitu di derah sebagian Ungaran Utara (Kab Ungaran), Gunungpati dan Mijen (Kota Semarang). Sejak 20 tahun terakhir ini, di hulu DAS Garang perubahan lahan
dari lahan hijuan/terbuka
terdapat berbagai
menjadi perumahan/pabrik. Dari
survey bulan Agustus 2008, terdapat banyak komplek perumahan di sekitar DAS Garang.
Secara
umum
komplek
perumahan
di
DAS
Garang
dapat
dikelompokkan menjadi dua lokasi yaitu yang terdapat di hulu Kali Garang dan hulu Kali kripik / Kreo seperti terlihat pada Tabel 9. Dari Tabel 9 di bawah dapat dilihat bahwa banyak perubahan lahan terutama tegalan, kebun campuran, hutan, serta sawah berubah menjadi komplek perumahan. Dari tahun 1980 sampai dengan 2008 untuk hulu Kali Garang terdapat perubahan lahan hijau kurang lebih sebesar 325 Ha menjadi lahan perumahan. Selain itu juga terdapat perubahan lahan hijau menjadi lahan rumah tinggal secara pribadi. Untuk mencegah terjadinya perubahan tata guna lahan, maka pada tahun 2004 pemerintah Kota Semarang mengeluarkan Perda No 5 Tahun 2004 tentang Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Semarang. Dalam kebijakan tata ruang Kota Semarang, pemanfaatan ruang pada kawasan hulu DAS Garang berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) dan pengelolaan DAS secara terpadu dari hulu ke hilir, dengan melibatkan seluruh pemangku
kebijakan
pembangunan
DAS
yang Kali
terkait Garang
(Stake akan
Holders).
Dengan
memperhatikan
demkian
perimbangan-
61
perimbangan antara ruang untuk pengembangan dengan ruang untuk fungsi ekologis secara serasi dan terpadu dalam kerangka keseimbangan dan kelestarian ekosistemnya. Tabel 9 NO
Perubahan tata guna lahan sekitar hulu Kali. Garang, Kali Kripik dan Kreo
NAMA PERUMAHAN
TOTAL AREA
LAHAN SEBELUMNYA
MULAI DIBANGUN
Lokasi Hulu K Garang 1
Rumpun Diponegoro
20
Ha
Tegalan, kebun campuran
1980
2
Srondol Asri
10
Ha
Tegalan, kebun campuran
1990
3
`
5
Ha
Tegalan, kebun campuran
1995
4
Perumahan PLN
15
Ha
Tegalan
1995
5
P4A
45
Ha
1997
6
Mapagan Permai
10
Ha
Kebun campuran, tegalan, hutan Tegalan, kebun campuran
7
Trangkil Sejahtera
7
Ha
Tegalan, kebun campuran
1997
8
Villa Regency
10
Ha
Tegalan
2000
9
Bukit Sentosa
5
Ha
Tegalan
2005
10
Griya Sakinah
8
Ha
Sawah
2008
11
Bukit Wahid
30
Ha
Tegalan, kebun campuran
2008
50
Ha
Tegalan, hutan
1995
1997
Lokasi Hulu K Kreo & Kripik 1
Bukit Manyaran Permai
2
Perum Kandri Pesona Asri
3
Perum Bukit Sukorejo
4
Puri Sartika
5
Green Wood Estate
6
Permata Safir
7
Puri Ayodia
8
Perum Sekar Gading
9
Kuasen Rejo
10
Kampung Hollywood
20
7
Ha
Tegalan, hutan
1997
10
Ha
Tegalan
1998
5
Ha
Tegalan
2000
15
Ha
Tegalan
2000
8
Ha
Tegalan
2000
10
Ha
Tegalan
2000
5
Ha
Hutan
2004
30
Ha
Tegalan, hutan
2006
Ha
Tegalan
2007
Dalam pencegahan banjir secara non struktur untuk DAS Garang dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu:
Upaya non struktur kawasan hulu.
Upaya non struktur kawasan hilir.
Untuk upaya non struktur di kawasan hulu lebih ditekankan pada pembuatan embung, penghijuan serta pencegahan perubahan tata guna lahan dari lahan hijau/terbuka menjadi lahan permukiman. Untuk
lokasi hilir ditekankan pada
penghijuan kembali serta pembuatan tampungan air. Hal ini dikarenakan kawasan hilir didominasi oleh lahan permukiman dan pertokoan/usaha. Bentuk sumur resapan untuk kawasan hulu dan tampungan air untuk kawasan hilir
62
dapat dilihat pada Gambar 27 dan 28. Sedangkan bentuk-bentuk kegiatan yang dikelompokkan ada di hulu dan hilir DAS Garang dapat dilihat pada Tabel 10.
PIPA TALANG RUMAH
TUTUP BAK KONTROL TROTOAR JALAN SALURAN AIR HUJAN
PIPA PVC
SALURAN DRAINASE
SUMUR RESAPAN AIR HUJAN
BATU / PUING / IJUK
Gambar 27 Bentuk sumur resapan untuk kawasan hulu
Atap Talang
PipaTalang
TutupBak
Bakdari Beton Bertulang
Kran
SaringanAir (Filter)
Gambar 28 Bentuk tampungan air untuk kawasan hilir
63
Tabel 10 Pencegahan banjir secara non struktur daerah hulu dan hilir DAS Garang KELOMPOK
DAERAH
JENIS KEGIATAN
Hulu
Ungaran Utara
Pembuatan embung Penghijuan Sumur Resapan Pencegahan perubahan tata guna lahan hijau atau terbuka menjadi lahan permukiam
Hulu
Gunungpati
Pembuatan embung Penghijauan Sumur Resapan Pencegahan perubahan tata guna lahan hijau atau terbuka menjadi lahan permukiam
Hulu
Mijen
Pembuatan embung Penghijuan Sumur Resapan Pencegahan perubahan tata guna lahan hijau atau terbuka menjadi lahan pemukiman
Hilir
Semarang Barat
Tampungan Air Ruang Terbuka Hijau
Hilir
Semarang Utara
Tampungan Air Rang Terbuka Hijau
Hilir
Semarang Tengah
Tampungan Air Ruang Terbuka Hijau
V. PERANCANGAN SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR KALI GARANG BERBASIS SMS DAN WEB
5.1.
Gambaran Umum Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Berbasis SMS dan Web Sistem peringatan dini banjir Kali Garang berbasis SMS dan Web adalah
suatu peralatan yang akan mendeteksi terjadinya banjir Kali Garang dengan cara mengukur curah hujan yang dipasang di Gunungpati dan tinggi muka air yang dipasang di Bendung Simongan yang mana data curah hujan dan tinggi muka air dikirim via SMS ke sebuah server komputer yang ditempatkan di kantor Subdin Pengairan Kota Semarang yang berfungsi untuk mengolah data, menyimpan dan memprediksi terjadinya banjir serta mengirim informasi status Kali Garang ke petugas/instansi terkait/wakil masyarakat. Secara umum peralatan sistem peringatan dini banjir ini terdiri dari beberapa peralatan antara lain: 1. Peralatan telemetri tinggi muka air. 2. Peralatan telemetri curah hujan. 3. Peralatan komputer server yang dilengkapi dengan modem GSM. 4. Software telemetri dan prediksi banjir. 5. Software Sistem peringatan dini banjir berbasis SMS dan Web. Secara umum gambar sistem peringatan dini banjir Kali Garang Semarang dapat dilihat seperti Gambar 32. Peralatan telemetri curah hujan berfungsi untuk mengukur besarnya curah hujan di hulu Kali Garang/ditempatkan di Kecamatan Gunungpati dan dikirim ke server komputer yang ada di Kantor Subdin PU Pengairan Kota Semarang dengan menggunakan SMS. Data ini sebagai masukan untuk memprediksi besarnya tinggi muka air di Bendung Simongan untuk 2 jam ke depan. Sedangkan peralatan telemetri tinggi muka air berfungsi untuk mengukur ketinggian air Kali Garang di Bendung Simongan. Server komputer berfungsi untuk menyimpan, mengolah data curah hujan dan tinggi muka air yang selanjutnya akan dilakukan prediksi tinggi muka air dengan menggunakan model Jaringan Syaraf Tiruan. Komputer server juga berfungsi sebagai Web Server untuk menampilkan status Kali Garang dan data tinggi muka air serta curah hujan secara on line dengan fasilitas internet.
65
AW AS S IA G A
AW AS
LCD
M ik ro k on tro ler AVR A T -M e ga 3 2
AW AS S IA G A W ASPADA
R S -2 32 AW AS S IA G A W ASPADA
M odem G SM
S e n so r C u ra h H u ja n
CAMAT
1 11 2 1 10 2 9 3 8 4 7 6 5 R TC (R e al T im e C lo ck ) DS1302
7
8
9
4
5
6
1
2
3
W A L IK O T A
M e B n a u c
0 C O k KK e y P a d 4 x 4
LURAH
G S M N e tw o rk R T /R W
AG ENT TELEM ETRI CUR AH HUJAN G S M N etw o rk M odem G SM
LCD
S e ns o r T in g g i M u k a A ir
S e rve r
M ik ro k o n tro le r AVR A T -M e g a 3 2
R S -2 3 2
P U S A T P E N E R IM A (S E R V E R )
M o d em G S M
1 11 2 1 2 10 9 3 8 4 7 6 5
7
8
9
4
5
6
1
2
3
R TC (R e al T im e C loc k ) D S 1 30 2
0 C O K KeyPad 4x4
M en B u ac k
AG ENT TELEM ETRI T IN G G I M U K A A IR
Gambar 32 Sistem peringatan dini banjir Kali Garang berbasis SMS dan Web.
IN T E R N E T
66
Selain itu server komputer juga berfungsi sebagai sistem peringatan dini banjir dengan SMS untuk mengirim status ketinggian muka air Kali Garang (waspada, siaga atau awas) ke instansi terkait dan masyarakat dengan SMS. 5.2.
Perancangan Disain Sub Sistem Telemetri Tinggi Muka Air dan Curah Hujan Kali Garang Berbasis SMS Sebagai bagian penting dari Sistem Peringatan Dini Banjir adalah
perangkat Telemetri Tinggi Muka Air dan Curah Hujan.
Peralatan ini harus
memiliki spesifikasi dan fitur yang cukup andal dalam menangani berbagai kemungkinan yang terjadi di lapangan. Termasuk juga di dalamnya adalah kemampuan kendali jarak jauh, penanganan format data, filtering, serta sistem resetnya baik secara manual maupun secara automatis. Berikut adalah perancangan mengenai spesifikasi dan kemampuan dari Agent Telemetri Tinggi Muka Air (Agent TMA) dan Agent Telemetri Curah Hujan (Agent CH) sbb: 1. Mendeteksi keberadaan dan status modem GSM saat booting. 2. Sistem reset jarak jauh dan otomatis. 3. Operasi jarak jauh: tanggal, jam, interval pengiriman, kalibrasi data, pusat penerima(server), permintaan data yang tersedia. 4. Timer lampu LCD, untuk menghemat daya. 5. Operasi manual dengan Keypad: Setting tanggal, jam, kalibrasi data, pengiriman data ke Server, No Server, level signal Modem GSM. 6. Tampilan waktu, data dan status operasi. 7. Pencuplikan data dengan Intervel 5 menit, disimpan di SRAM, dengan default interval waktu pengiriman 60 menit. 5.2.1
Blok Diagram Sistem Keseluruhan Telemetri Tinggi Muka Air dan Curah Hujan Sistem Telemetri Tinggi Muka Air dan Curah Hujan, ditinjau dari
perangkat keras terdiri dari dua bagian. yaitu: 1. Agent Telemetri Tinggi Muka Air atau Curah Hujan. 2. Pusat Penerima (Server). Bagian – bagian di atas, dapat digambarkan seperti pada Gambar 33 seperti di bawah ini.
67
LCD Mikrokontroler AVR AT-Mega32
RS-232 Modem GSM
Sensor Curah Hujan 11 12 1 2 10 9 3 8 4 7 6 5
7
8
9
4
5
6
1
2
3
M en B u ac k
0 C O K KeyPad 4x4
RTC (Real Time Clock) DS1302
AGENT TELEMETRI CURAH HUJAN GSM Network
Modem GSM
Server
LCD
Sensor Tinggi Muka Air
Mikrokontroler AVR AT-Mega32
11 12 1 2 10 9 3 8 4 7 6 5 RTC (Real Time Clock) DS1302
PUSAT PENERIMA (SERVER)
RS-232 Modem GSM
7
8
9
4
5
6
1
2
3
M en Ba u ck
0 C O K KeyPad 4x4
AGENT TELEMETRI TINGGI MUKA AIR
Gambar 33 Blok diagram sistem telemetri tinggi muka air dan curah hujan. Bagian pertama adalah agent telemetri tinggi muka air atau curah hujan yang berfungsi mengirimkan data hasil pencuplikan data curah hujan atau tinggi muka air selama interval waktu tertentu ke bagian kedua yaitu sebuah pusat penerima (server). Pada bagian pusat penerima, terdapat program komputer yang dapat membaca pesan SMS dan mengolahnya menjadi data tinggi muka air atau curah hujan, disesuaikan dengan waktu pencuplikannya. Agent telemetri tinggi muka air dan curah hujan, terdiri dari beberapa komponen sebagai berikut: 1. Rotari Encoder tipe Incremental berfungsi sebagai sensor tinggi muka air; Sedangkan untuk curah hujan
komponen reed switch digunakan sebagai
penggunaan sensor curah hujan. 2. Modul LCD M1632 berfungsi menampilkan waktu, data pengukuran dan status agent. 3. Mikrokontroler AVR AT-Mega32 berfungsi mengatur kinerja sistem dalam manajemen data dan pengirimannya. 4. Modem GSM merupakan perangkat dengan kemampuan akses jaringan GSM. Pada agent sebagai pengirim data SMS. 5. Key Pad 4x4 berfungsi sebagai unit masukan untuk keperluan setting secara manual di tempat. 6. RTC (Real Time Clock) berfungsi sebagai sumber waktu akurat.
68
7. Konverter RS-232 sebagai penyesuai level tegangan antara mikrokontroler dengan Modem GSM.
5.2.2
Perangkat Keras Tinggi Muka Air dan Curah Hujan Perangkat keras/hardware pada Agent Telemetri Tinggi Muka Air dan
Curah Hujan ini terbagi menjadi 3 bagian yakni: 1. Sensor Tinggi muka air yang terdiri atas: Pelampung dan Pemberat, Piringan Penghubung, dan Rotari enkoder tipe Incremental; sedangkan sensor curah hujan terdiri dari casing dari stainless steel dan sensor reed. 2. Sistem Minimum AVR AT-Mega32. Terdiri atas: Mikrokontroler AVR AT-Mega 32, RTC DS1303, konverter RS 232, LCD M1632, Keypad 4x4. 3. Modem GSM Wavecom. A.
Perangkat Sensor Tinggi Muka Air dan Curah Hujan Sensor tinggi muka air dapat digambarkan sebagai berikut:
Keterangan : 1
1. Sensor
1 4 3
5
3. Pipa
5
2
2. Air
2
4. Pemberat 5. Pelampung
TAMPAK SAMPING
TAMPAK DEPAN
Gambar 34 Sensor tinggi muka air. Gambar di atas adalah sensor tinggi muka air. Bagian depan adalah sebuah piringan yang terbuat dari bahan acrylic dengan keliling 25 cm. Piringan ini dihubungkan dengan batang enkoder. Piringan dengan encoder adalah satu poros. Apabila piringan telah menempuh satu kali putaran, maka enkoder juga telah menempuh satu putaran. Sedangkan enkoder yang digunakan adalah enkoder tipe incremental dengan resolusi 100 P/R (100 Pulse/Rotation). Jadi, saat piringan telah menempuh jarak putar sejauh 25 cm, maka enkoder akan menghasilkan pulsa sebanyak 100 buah pulsa.
69
Agar dapat berfungsi sebagai sensor tinggi muka air, perangkat sensor ini harus dihubungkan dengan pelampung. Pelampung terbuat dari bahan plastik ringan yang di dalamnya diisi dengan air. Tujuannya adalah supaya pelampung dapat mengapung pada permukaan air. Sehingga dapat mengikuti kenaikan dan penurunan permukaan air. Pelampung dihubungkan pada piringan sensor menggunakan seutas tali nylon dengan salah satu ujungnya dikaitkan dengan sebuah pemberat. Tujuan dari pemberian pemberat ini adalah, supaya tidak terjadi slip dan tali tersebut dapat terkopel dengan kuat pada piringan sensor. Sehingga apabila pelampung mengalami kenaikan atau penurunan, piringan sensor akan ikut berputar sejauh kenaikan atau penurunan tersebut. Untuk sensor curah hujan, terdiri dari casing dan tipping serta sensor reed. Pembuatan sensor curah hujan hujan
dimulai dengan membentuk peralatan penakar
menjadi bentuk yang kita inginkan sesuai dengan fungsinya. Seperti
terlihat pada Gambar 35. Selanjutnya perancangan sistem tipping bucket yang akan digunakan untuk menakar skala air hujan yang diinginkan. Untuk skala penakaran dengan ukuran tertentu maka diperlukan bejana penakar yang tertentu pula. Bahan yang digunakan untuk selubung luar berupa plat stainles steel berdiameter 160 mm dan tinggi 400 mm dengan ketebalan 2 mm. Selubung luar juga bermanfaat sebagai penampung dan penahan air hujan selain melindungi kinerja dari bejana penakar yang terdapat di dalamnya. Bagian atas dari selubung ini di buat segitiga atau tajam dengan kemiringan ±50o, agar air hujan yang masuk ke dalam penakar hanya yang benar-benar berasal dari radius cakupan penakar itu saja. Corong Penakar
Tipping Bucket
Gambar 35 Penakar hujan jenis tipping bucket.
70
Corong pada penakar hujan berfungsi sebagai pengumpul air hujan untuk disalurkan. Corong ini diatur dengan kemiringan. Kemiringan corong ini sangat penting di perhitungkan karena memiliki peranan penting untuk mengurangi kesalahan. Perancangan bejana penakar ini sangat memerlukan ketelitian dalam pengaturan posisi alat ukur terhadap sensor reed switch-nya. Gambar 36 di bawah ini menunjukkan posisi sensor reed switch terhadap magnet.
Gambar 36 Posisi reed switch terhadap magnet. B.
Sistem Minimum Mikrokontroler Tinggi Muka Air dan Curah Hujan Pada sistem telemetri tinggi muka air dan curah hujan, sistem minimum
mikrokontroler memegang peranan penting. Sebagai rangkaian sentral yang mengatur kinerja sistem, bagian ini didesain untuk mampu mengakomodasi dan menangani setiap kejadian yang mungkin terjadi. Baik dalam pengelolaan dan menajemen data, waktu pengiriman hingga penanganan terhadap setiap kegagalan proses. Secara garis besar, rangkaian inti dari sistem minimum ini adalah sebuah chip mikrokontroler AT-Mega 32 lengkap dengan rangkaian pembangkit pulsa/oscilator.
Selanjutnya,
rangkaian
sistem
minimum
ini memerlukan
komponen–komponen pendukung agar dapat berfungsi seperti spesifikasi Agent Telemetri Tinggi Muka Air yang telah ditentukan. Penambahan komponen seperti: RTC, konverter level RS-232, keypad dan LCD dilakukan guna melengkapi sistem agar dapat berfungsi sesuai dengan kebutuhan.
Berikut
adalah skematik lengkap dari sistem minimum tinggi muka air (Gambar 37) dan curah hujan (Gambar 38).
71
VCC
C1 100uF
10K
C2 100nF
VCC
PB.0 PB.1
GND
RST
RST
PORT B
PB.2
Baris
7
8
9
Menu
4
5
6
Back
1
2
3
0
C
PB.3
C1 100uF
PB.4 PB.5 PB.6
OK
PB.7
KEYPAD 4X4 C3 30pF
ATMega-32
X1 11.095200 XTal1 XTal2
Kolom
PC.2 TX
TX RX
RX
VCC
PC.3
LCD
PC.4
VR 10K
D7
D6
VEE
D5
PC.7
D4
PC.6
EN
PC.5 INT0
RS
RS232
R/W
RX MODEM
VCC
PC.0 PC.1
C4 30pF TX MODEM
GND
Sensor Curah Hujan
System Telemetri Curah Hujan
Gambar 38 Skematik lengkap sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air C.
Modem GSM Wavecom Modem GSM Wavecom berfungsi sebagai bagian pengirim data. Modem
GSM ini digunakan karena dapat diakses menggunakan komunikasi data serial dengan baudrate yang dapat disesuaikan mulai dari 9600 sampai dengan 115.200. Selain itu, modem GSM ini menggunakan catu daya DC 12 V dan tidak memerlukan tombol ON untuk mengaktifkannya, sehingga sangat cocok untuk digunakan pada sistem yang berjalan secara terus menerus. Berikut adalah gambar dari modem GSM wavecom.
Gambar 39 Modem GSM Wavecom.
Spesifikasi modem GSM Wavecom adalah sebagai berikut:
Dual Band GSM/GPRS 900/1800 MHz.
GSM/GPRS (cl. 10) Data, SMS, Voice dan Fax.
Open AT menanamkan program langsung pada modem.
Keluaran daya maksimum 2W untuk GSM 900/ 1W untuk GSM 1800.
Masukan tegangan 5,5 volt s/d 32 volt.
Antarmuka SIMCard 3volt.
Dimensi : 73mm x 54,5mm x 25,5 mm.
72
Bobot: 80 gram
Suhu operasi : -25 OC s/d 70 OC. GSM
Modem
ini,
menggunakan
ATCommand
standar,
sebagai
protokolnya yaitu Standad ETSI GSM 07.07.
5.2.3
Perangkat Lunak Sistem Telemetri Tinggi Muka Air dan Curah Hujan Mikrokontroler tidak akan dapat bekerja tanpa adanya software/perangkat
lunak di dalamnya. Software ini sering disebut sebagai firmware. Yakni suatu urutan perintah/instruksi yang harus dikerjakan oleh CPU (Central Processing Unit), baik itu perhitungan aritmatika, manajemen memory, maupun akses input/output. Mikrokontroler keluarga AVR, secara hardware di desain untuk mengakomodasi bahasa tingkat menengah yaitu bahasa C. Oleh karena itu, programer
akan
pengembangan
sangat
firmware
dimudahkan yang
hendak
dalam
pembangunan
ditanamkan
ke
dalam
maupun sistem
(Budiarto, 2005). Selain hal di atas, CodeVision AVR telah menyediakan fungsi-fungsi dan prosedur siap pakai, yang terdokumentasi dalam library yang tersedia. Sehingga, akses terhadap suatu periferal spesifik (contoh: LCD, RTC DS1302) sangat mudah dilakukan. Cukup dengan menggunakan fungsi–fungsi yang telah tersedia. Diagram alir perancangan perangkat lunak sistem telemetri dalam mikrokontroler ini dapat dilihat pada Gambar 40. Sistem telemetri ini, dirancang untuk mengirimkan paket data curah hujan dan tinggi muka air sesuai dengan Interval waktu pengiriman. Sebagai contoh, untuk pengiriman dengan interval waktu 60 menit, maka dalam paket data terdapat 12 data dengan interval waktu cuplik 5 menit.
73
Gambar 40 Diagram alir sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air dengan SMS .Sedangkan dalam paket data SMS, terdapat beberapa header dan data dengan format sebagai berikut:
,<Jam>,,,,
:
Merupakan unit identifier yang berfungsi untuk mendefinisikan jenis agent. Untuk sistem telemetri tinggi permukaan air ini identifier yg digunakan berupa string “LevelAir”.
<Jam>
:
Merupakan header Jam saat data dikirimkan sesuai dengan interval waktu kirim.
:
Merupakan header tanggal saat data dicuplik.
74
:
Jumlah data yang dikirimkan, sesuai dengan interval waktu pengiriman.
:
Merupakan deretan data dengan i mulai dari 1 sampai dengan . nData merupakan jumlah data maksimal dalam dapat dihitung.
:
merupakan interval waktu pengiriman dengan nilai minimal 10menit s/d 120 menit.
Sebagai contoh, untuk data tinggi muka air pada tanggal 16 juni 2007, pada pukul 07.00 dengan interval waktu pengiriman 60 menit, dengan data adalah sebagai
berikut:
100,122,140,150,145,150,160,165,160,165,162,170
adalah
sebagai berikut: LevelAir,070000,160607,12,100,122,140,150,145,150,160,165,160,165,162,170.60 Jam Data tinggi air Tanggal
Jumlah Data
Interval Waktu pengiriman
Sedangkan untuk curah hujan mempunyai format data yang sama bentuknya dengan perbedaan padaheader awal yaitucurahhujan CurahHujan,070000,160607,12,0, 0, 0, 0, 5, 0, 0,1,1, 0,6, 1.60 Jam
Data curah Tanggal
Jumlah Data
hujan Interval Waktu pengiriman
Format data ini diperlukan agar pada sisi penerima di server komputer dapat mengolah kembali data hasil pencuplikan yang dilakukan oleh agent telemetri sesuai dengan waktu cupliknya. Oleh karena pada header sms telah terdapat nomer pengirim, maka tidak disertakan Id/penanda nomer agent. Di sisi penerima akan membedakan agent level air berdasarkan no pengirim apabila terdapat lebih dari satu buah agent telemetri tinggi muka air atau curah hujan. Hal ini dilakukan untuk penghematan karakter sms.
75
5.3.
Perancancangan Perangkat Lunak Telemetri dan Sistem Informasi Banjir Perangkat lunak
telemetri curah hujan dan tinggi muka air berfungsi
untuk menerima data, mengolah dan menyimpan data curah hujan dan tinggi muka air yang diterima dari lapangan. Selain itu perangkat lunak telemetri juga berfungsi sebagai sistem informasi banjir berbasis SMS dimana jika terjadi tinggi muka air yang melebihi klasifikasi siaga/waspada/awas maka akan mengirim SMS lewat HP ke personil yang telah diseting di komputer. Diagram alir perangkat lunak sistem telemetri ada pada gambar di bawah ini.
Gambar 41
5.4.
Diagram alir perangkat lunak telemetri
Perancangan Sub Sistem Prediksi
Banjir Kali Garang
dengan
Jaringan Syaraf Tiruan Perangkat lunak prediksi banjir yang dibuat ini bertujuan untuk memprediksi tinggi permukaan air yang akan datang berdasarkan data curah hujan dan data tinggi permukaan air sebelumnya dengan menggunakan metode Jaringan Syaraf Tiruan. Dalam perancangan perangkat lunak prediksi banjir ini, terdapat 3 prosedur yang harus dilakukan. Pertama adalah prosedur pelatihan yaitu prosedur yang digunakan untuk melatih suatu data yang telah disediakan,
76
dalam hal ini data curah hujan dan data tinggi permukaan air selama 3 bulan sehingga didapatkan bobot-bobot JST-nya. Kedua adalah prosedur pengujian yaitu prosedur yang digunakan untuk menguji sejauh mana nilai bobot yang digunakan dapat memprediki dengan baik, baik dengan menggunakan data yang sudah dilatih maupun dengan data yang belum dilatih. Ketiga adalah prosedur prediksi yaitu prosedur yang digunakan untuk meramalkan tinggi permukaan air satu jam kemudian dengan menggunakan bobot-bobot yang telah disimpan sebelumnya. Diagram alir perancangan prediksi tinggi muka air dengan Jaringan Syaraf Tiruan dapat dilihat pada Gambar 42.
Gambar 42 Diagram alir perancangan Jaringan Syaraf Tiruan.
5.4.1. Ukuran Jaringan (Network Size) Dalam merancang ukuran jaringan yang diperlukan terdapat bebarapa hal yang harus ditentukan, diantaranya jumlah simpul pada lapis masukan, jumlah
77
lapis tersembunyi, jumlah simpul lapis tersembunyi dan jumlah simpul pada lapis keluaran. Jaringan Syaraf Tiruan perambatan-balik adalah suatu sistem yang tersusun dari beberapa unit proses berupa proses pada lapisan masukan dan lapisan keluaran serta lapisan tersembunyi yang terdapat di antaranya. Lapisan tersembunyi ini dapat berupa satu lapis. Hal utama dalam merancang suatu Jaringan Syaraf Tiruan perambatanbalik adalah penentuan jumlah lapis dan jumlah simpul pada lapis tersembunyi, umumnya satu lapisan tersembunyi adalah cukup (Siang, 2004). Tidak ada cara yang pasti untuk menentukan jumlah simpul lapis tersembunyi, kecuali dengan melakukan percobaan-percobaan pelatihan. Patokan yang dipakai adalah jumlah epoch dan kecepatan dalam melakukan pelatihan serta sistem mampu mengenali kembali data-data yang telah dipelajarinya secara akurat. Dalam perancangan ini disediakan pilihan jumlah neuron dengan pilihan jumlah neuron dengan jumlah maksimal adalah 50 neuron. Diagram sistem dan JST perambatan-balik yang dirancang dalam Desertasi ini dapat dilihat pada Gambar 43.
Gambar 43 Arsitektur JST perambatan-balik peramalan tinggi permukaan air dengan 1 lapis tersembunyi dengan jumlah neuron tersembunyi maksimum 50.
5.4.2. Parameter Laju Pembelajaran (α) Dalam standar Backpropagation (perambatan balik), laju pembelajaran merupakan suatu konstanta yang dipakai dalam seluruh iterasi pada Jaringan Syaraf Tiruan. Nilai laju pembelajaran (learning rate) yang terlalu kecil mengakibatkan jaringan syaraf terlalu lambat dalam proses pelatihan tetapi bila terlalu besar mengakibatkan hasil divergen atau melewati nilai target yang diinginkan. Semakin besar nilai α semakin cepat pula proses pelatihan, tetapi jika
78
α telalu besar maka algoritma menjadi tidak stabil dan mencapai titik minimum lokal. Nilai parameter laju belajar yang umum digunakan adalah 0 sampai 1.
5.4.3. Parameter Momentum (μ) Dengan menggunakan perambatan-balik standar maka pelatihan akan memakan banyak waktu, hal ini bisa diperbaiki dengan menambah parameter momentum sehingga pelatihan akan berjalan lebih cepat. Tidak ada perumusan untuk mendapatkan nilai parameter momentum yang sesuai untuk suatu Jaringan Syaraf Tiruan. Semakin besar nilai parameter momentum menjadikan jaringan syaraf semakin cepat konvergen. Sebagai pendekatan umum jaringan syaraf, nilai parameter momentum (μ) biasanya berkisar antara 0 sampai 1. Nilai parameter momentum yang terlalu besar dapat mengakibatkan hasil iterasi tidak mencapai nilai minimal yang
diinginkan karena sebenarnya parameter
momentum adalah kemiringan garis pada proses step decent iterasi.
5.4.4. Perancangan Senarai Program Jaringan Syaraf Tiruan Dalam Disertasi ini semua Senarai program dibuat menggunakan bahasa pemrograman Borland Delphi versi 7.0. Secara garis besar Senarai program dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian utama, yaitu bagian pertama adalah prosedur
pelatihan
yang
meliputi:
prosedur
umpan-maju
dan prosedur
perambatan-balik. Bagian kedua adalah prosedur pengujian, sedangkan bagian ketiga adalah prosedur peramalan/prediksi.
A.
Prosedur Pelatihan Prosedur pelatihan (training) pada JST perambatan-balik pada prinsipnya
adalah proses pencarian nilai keluaran mendekati nilai target keluaran yang telah ditentukan. Dalam proses ini dihitung nilai selisih keluaran jaringan dengan target keluarannya sehingga didapatkan nilai galat. Nilai galat ini selanjutnya dirambatbalikkan ke lapis tersembunyi untuk perhitungan galat lapis tersembunyi. Hasil proses selanjutnya sebagai dasar perbaikan nilai bobot-bobot lapis tersembunyi maupun bobot lapis masukan. Prosedur pelatihan meliputi 3 tahapan, yaitu prosedur umpan-maju, prosedur penghitungan galat, dan prosedur perbaikan bobot. Bobot-bobot hasil perbaikan nantinya disimpan sebagai memori jaringan yang dapat dipanggil
79
kembali atau dibaca dalam proses pengenalan pola saat diaplikasikan. Diagram alir prosedur pelatihan dapat dilihat dari Gambar 45.
Gambar 45 Prosedur pelatihan Jaringan Syaraf Tiruan.
B.
Prosedur Pengujian Prosedur pengujian pada prinsipnya adalah proses pengujian nilai bobot
yaitu diuji sejauh mana nilai bobot yang digunakan dapat memprediksikan dengan baik, baik dengan menggunakan data yang sudah dilatih maupun dengan data yang belum dilatih. Nilai-nilai
bobot yang baik adalah yang
menghasilkan kesalahan yang kecil antara nilai target dan nilai hasil prediksi. Prosedur pengujian hanya melibatkan proses umpan-maju saja. Proses pengujian
yang
dilakukan
meliputi
pengambilan
data
untuk
pengujian,
pengambilan bobot yang akan diuji, dan proses pengujian itu sendiri.
C.
Prosedur Prediksi Bagian prediksi adalah bagian tempat program siap digunakan. Setelah
proses pelatihan selesai maka jaringan syaraf harus mampu mengenali pola atau rangkaian data yang dimasukkan padanya sehingga dapat meramalkan kondisi yang akan datang. Prosedur peramalan hanya melibatkan proses umpan-maju saja.
80
5.5
Perancangan Sub Sistem Informasi Banjir Kali Garang Berbasis SMS dan Web Sub sistem informasi banjir Kali Garang terdiri dari sistem informasi
dengan menggunakan SMS dan sistem informasi dengan menggunakan Web. Semua sistem informasi dikendalikan oleh sebuah server komputer yang berfungsi untuk mengolah data telemetri curah hujan dan tinggi muka air. Komputer akan mengolah data tinggi muka air yang diterima. Jika data tinggi muka air yang diterima melebihi batas range siaga/waspada dan awas maka akan melakukan pengiriman SMS ke petugas/ instansi terkait dengan sesuai dengan tingkat kepentingannya. Misal Walikota Semarang akan menerima SMS sistem informasi banjir jika kondisi Kali Garang dalam status awas. Untuk level petugas banjir akan menerima SMS sistem informasi banjir jika kondisi Kali Garang dalam status waspada/siaga/awas. Gambar di bawah menunjukkan sistem informasi banjir Kali Garang berbasis SMS dan Web.
A W AS
A W AS SIA GA
W ALIK OT A
CA M AT
G S M N etw ork
A W AS SIA GA W AS PA DA
IN TE R N E T
M o dem G SM Se rve r
P U SA T P E N ER IM A (S E R V E R )
LU R AH
A W AS S IA G A W A SPA DA
RT /R W
Gambar 46 Sub sistem informasi banjir Kali Garang berbasis SMS dan Web.
Untuk sistem informasi banjir dengan Web, data yang ditampilkan adalah data curah hujan dan tinggi muka air. Data tersebut akan berubah ubah sesuai dengan data yang diterima di server komputer. Data ini akan berubah ubah di web site secara otomatis jika data di server komputer juga berubah. Sehingga komputer server berfungsi pula sebagai fungsi Web Server.
81
5.6
Pemasangan Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Berbasis SMS dan Web Peralatan telemetri curah hujan dan tinggi muka air telah dilakukan
pemasangan pada bulan maret 2006 hingga saat ini telah berjalan dengan baik. Pada saat pemasangan pertama hingga sekarang peralatan telemetri tersebut mengalami perubahan perubahan antara lain dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Item-item perubahan dalam pemasangan peralatan telemetri NO
BULAN
ITEM PERUBAHAN
ALASAN PERUBAHAN
1
Juli 2007
Perubahan Hardware sistem kontroler dari Mikrokontroler AT 89S51 ke Atmega 32
Agar lebih mudah pembuatan software di mikrokontroler untuk ke depannya
2
September 2007
Perubahan konstruksi Sensor Curah Hujan
Sering macet pergerakan tippingnya
3
Oktober 20007
Perubahan dari penggunaan HP ke Modem
Penggunaaan HP kurang stabil, sering batere habis.
4
Desember 2007
Penambahan fasilitas perangkat lunak telemetri
Adanya fasilitas pengolahan data curah hujan dan TMA
5
Januari 2008
Penambahan fasilitas perangkat lunak sistem peringatan dini
Adanya penambahan fasilitas mengirim data jika ada yang meminta data
5.6.1
Pemasangan Peralatan Telemetri Curah Hujan di Gunungpati Peralatan telemetri curah hujan yang berfungsi untuk mendeteksi
besarnya curah hujan di hulu DAS Garang maka dalam penelitian ini kita lakukan pemasangan peralatan curah hujan di Kecamatan Gunungpati dengan lokasi 070 05’ 10.7” LS, 1100 22’ 3.12” BT dengan elevasi 294 meter. Pemilihan lokasi ini berdasarkan antara lain: 1. Faktor fasilitas infrastruktur dan keamanan dimana pada lokasi stasiun curah hujan ini memiliki fasilitas listrik dan faktor keamanan yang memenuhi syarat karena adanya penjagaan secara 24 jam oleh petugas pamong praja. 2. Dengan adanya satu stasiun curah hujan yang dipasang di DAS Garang, maka pemasangan alat pengukur curah hujan di Gunungpati yang terletak di tengah-tengah DAS Garang diharapkan memperbaiki keterwakilan data curah hujan yang ada di DAS Garang. Gambar 47 memperlihatkan foto foto peralatan telemetri curah hujan yang dipasang di Gunungpati.
82
Gambar 47 Foto peralatan telemetri curah hujan di Gunungpati.
5.6.2
Pemasangan Peralatan Telemetri Tinggi Muka Air di Bendung Simongan Peralatan telemetri tinggi muka air yang berfungsi untuk mengukur tinggi
muka air sungai diletakkan di Bendung Simongan yaitu terletak di hilir Kali Garang pada posisi 060 50’ LS, 1100 23’ BT, dengan jarak kurang lebih 5 km dari muara Kali Garang. Pemilihan lokasi pemasangan peralatan telemetri tinggi muka air di Bendung Simongan didasarkan pada beberapa alasan sbb: 1. Faktor fasilitas infrastruktur pada lokasi stasiun tinggi muka air ini memiliki fasilitas listrik dan pos untuk meletakkan peralatan agent serta faktor keamanan yang memenuhi syarat yaitu terdapat ruang pos jaga. 2. Pemasangan pengukuran tinggi muka air di Bendung Simongan sangat mudah karena adanya dinding bendung untuk pemasangan sensor tinggi muka air dengan menggunakan sensor pelampung diletakkan di dalam pipa yang menempel dinding bendung, sehingga tidak memerlukan konstruksi yang khusus seperti pemasangan AWLR pada umumnya.
Gambar 48 memperlihatkan foto foto pada saat pemasangan peralatan tinggi muka air di Bendung Simongan.
a. Sensor tinggi muka air
b. Agent telemetri TMA
83
c. Lokasi Bendung Simongan Gambar 48
5.6.3
d. Ruang telemetri
Foto – foto peralatan telemetri tinggi muka air yang dipasang di Bendung Simongan.
Pemasangan Sistem Informasi Banjir Kali Garang Berbasis SMS dan Web Peralatan sistem informasi banjir Kali Garang terdiri dari pemasangan
komputer server serta peralatan pendukung seperti Modem GSM
serta
perangkat jaringan internetnya. Komputer server diletakkan di ruang server sistem peringatan dini banjir di Subdin PU Pengairan. Ruang server komputer dilengkapi dengan AC dan selalu tertutup dan terkunci jika tidak ada operator. Hanya orang orang tertentu yang dapat memasuki ruang server komputer tersebut. Selain itu server komputer juga dilengkapi pula password sehingga tidak sembarang orang dapat mengoperasikan server komputer.
Server
komputer juga harus disetting dalam kondisi dapat menyala otomatis jika kondisi listrik berubah dari padam. Pensetingan dilakukan pada bios komputer dipilih dengan status power failure actifve on. Untuk pemasangan jaringan, server komputer informasi banjir
akan
terkoneksi dengan web server yang ada di Pemkot Semarang. Sistem koneksi jaringan menggunakan Hub yang ada di Subdin PU Pengairan. Hub berfungsi untuk menghubungkan beberapa komputer
web server Pemerintah Kota
Semarang . Untuk web server sistem informasi banjir menggunakan IP Private kelas C sehingga perlu dilakukan routing agar web server sistem informasi banjir dapat diakses dari luar.
VI.
6.1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Sub Sistem Telemetri Curah Hujan dan Tinggi Muka Air Sebelum melakukan pengambilan data primer curah hujan di Gunungpati
dan tinggi muka air di Bendung Simongan, maka dilakukan uji coba dan kalibrasi peralatan telemetri curah hujan dan tinggi muka air. 6.1.1. Pengujian Telemetri Curah Hujan Setelah melakukan pemasangan peralatan telemetri curah hujan di Gunungpati, maka dilakukan uji coba/kalibrasi peralatan curah hujan dengan dua cara yaitu: 1. Uji coba secara statis (dengan menumpahkan air ke dalam corong penakar hujan). 2. Uji coba secara dinamis (dengan curah hujan sebenarnya) Uji coba secara statis bertujuan untuk mendapatkan ketelitian pengukuran curah hujan sampai 0.5 mm/tip. Sebelum melakukan uji coba, maka dilakukan perhitungan besarnya volume air yang akan ditumpahkan seperti pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil perhitungan penakar hujan otomatis untuk diameter 16 cm NO
VOLUME AIR ( cc )
1 2 3 4 5 6 7 8
5 6 7 8 9 10 11 12
DIAMETER COLLECTOR ( cm ) 16 16 16 16 16 16 16 16
LUAS COLLECTOR 2 (cm ) 200 200 200 200 200 200 200 200
INTENSITAS HUJAN (mm/tip) 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.5 0.55 0.60
Dari tabel di atas maka dipilih volume air yang akan ditumpahkan ke tipping bucket adalah 10 cc dengan hasil per tip adalah 0.5 mm hujan sehingga alat pengukur curah hujan tersebut adalah bekerja pada 0.5 mm setiap tip. Agar peralatan tipping bucket tersebut dapat tepat 1 kali klik untuk setiap 10 cc air ditumpahkan maka diatur baut pengatur naik atau turun yang ada pada tipping sehingga tepat 10 cc air akan mengklik satu kali. Setelah dilakukan pengetesan
85
secara statis maka dilakukan pengetesan dinamis yaitu dengan menumpahkan air ke sensor curah hujan/alat penakar hujan dan pencatatan air hujan secara real. Dengan menumpahkan air dengan ukuran volume tertentu sehingga sensor curah hujan akan mencatat jumlah air yang ditumpahkan dalam bentuk jumlah curah hujan. Hasil uji coba pengetesan dengan menumpahkan air ke penakar hujan didapat pada Tabel 13. Sedangkan hasil perbedaan pencatatan hujan secara manual dan otomatis (telemetri)
didapat data pengujian seperti pada
Tabel 14. Tabel 13 Hasil pengetesan dengan menumpahkan air ke curah hujan secara manual dan otomatis NO
VOLUME AIR YANG DITUMPAHKAN (cc)
1 2 3 4 5
10 20 30 40 50
JUMLAH GERAKAN TIPPING BUCKET 1 Klik 2 Klik 3 Klik 4 Klik 5 Klik
PEMBACAAN DISPLAY CURAH HUJAN (mm) 0,5 1 1,5 2 2,5
Dari pembacaan display terlihat bahwa dengan menuangkan air ke dalam corong penakar hujan sebesar 10 cc menyebabkan tipping bucket bergerak sekali sehingga sensor reed akan membaca sebagai 1 gerakan atau 1 klik. Karena satu klik = 0,5 mm maka di dispaly akan menunjukkan sebesar 0,5 mm. Demikian selanjutnya kalau volume air yang ditumpahkan sebesar 20 cc maka akan menyebabkan tipping bucket bergerak menjadi 2 gerakan atau 2 klik. Sehingga display akan menunjuk 0,5 mm x 2 = 1,0 mm. Dari tabel uji coba tersebut diatas menunjukkan peralatan curah hujan telah sesuai dengan yang dikehendaki bahwa setiap kelipatan air yang ditumpahkan kelipatan 10 cc menyebabkan kenaikan kelipatan 0,5 mm. Dari hasil perbandingan pencatatan curah hujan secara manual dan secara otomatis pada tabel dibawah ini terlihat bahwa perbedaannya maksimum antara curah hujan manual dan otomatis 1,5 mm. Hal ini disebabkan pengukuran curah hujan secara manual hanya dapat mengukur dengan besar ketelitian dengan range per 1 mm. Sedangkan sistem otomatis yang dipasang dalam penelitian ini mempunyai ketelitian sebesar 0, 5 mm.
86
Tabel 14 Perbandingan hasil pengetesan curah hujan secara manual dan otomatis NO
TANGGAL
1 2 3 4 5
1 Januari 2008 2 Januari 2008 3 Januari 2008 4 Januari 2008 5 Januari 2008
6.1.2.
CURAH HUJAN MANUAL (mm) 0 1 1 62 0
CURAH HUJAN OTOMATIS (mm) 0 2 1,5 63,5. 1
PERBEDAAN (mm) 0 +1 + 0,5 + 1,5 +1
Pengujian Telemetri Tinggi Muka Air Kali Garang Uji coba peralatan telemetri tinggi muka air ini dilakukan setelah peralatan
telemetri di Bendung Simongan dipasang dengan baik. Uji coba dilakukan dengan cara
membandingkan data
telemetri tinggi muka air dengan
hasil
pencatatan data tinggi muka air secara manual dengan cara melihat tinggi muka air pada papan duga. Jika data yang diterima sistem telemetri tinggi muka air berbeda dengan yang dibaca pada papan duga, maka diperlukan kalibrasi sensor tinggi muka air dengan menggeser geser pelampungnya sehingga sama dengan tinggi muka air sebenarnya. Tabel 15 menunjukkan hasil uji coba pembacaan telemetri tinggi muka air Kali Garang. Tabel 15 Hasil uji coba pembacaan tinggi muka air secara manual dengan pembacaan peralatan telemetri tinggi muka air Kali Garang pada tanggal 3 Januari 2008 NO
WAKTU
1 2 3 4 5
10.00 11.00 12.00 13.00 14.00
PEMBACAAN MANUAL (m) 3.65 3,65 3.65 3.65 3.65
PEMBACAAN OTOMATIS (m) 3,65 3,67 3.66 3,65 3,63
PERBEDAAN (cm) 0 +2 +1 0 - 2
Dari hasil pembacaan tingi muka air secara manual dan pembacaan secara otomatis,
terlihat perbedaan berkisar antara 0 s/d 2 cm. Hal ini
disebabkan pembacaan manual tidak dapat teliti disebabkan skala yang ada di papan duga adalah per 5 cm. Tetapi dengan adanya perbedaan yang kurang dari 2 cm akurat.
menunjukan bahwa peralatan telemetri yang dipasang adalah cukup
87
6.1.3. Pencatatan Data Telemetri Curah Hujan dan Tinggi Muka Air Untuk mengetahui hasil pencatatan data curah hujan dan tinggi muka air secara otomatis dapat dilihat di perangkat lunak telemetri yang ada di komputer server. Penerimaan data yang ada di komputer server didapat dari pengukuran curah hujan di Gunungpati dan tinggi muka air di Bendung Simongan. Data curah hujan dan tinggi muka air 5 menitan diterima di server komputer dan data diterima sesuai settingan yaitu 10 , 15, 20, 30 menit atau 1 jam, 2 jam dst hingga 24 jam sekali untuk mengirim data. Jika pengaturan pengiriman data curah hujan dan tinggi muka air diatur pada 30 menit maka 6 data curah hujan dan tinggi muka air dikumpulkan, kemudian dikirim bersama sama setiap 30 menit dengan menggunakan fasilitas SMS. Di bawah ini adalah contoh data hasil pengukuran curah hujan dan tinggi muka air yang didapat dari pengukuran telemetri pada tanggal 30 Januari 2008. Tabel 16
WAKTU DATA
WAKTU KIRIM
16:35:00 16:40:00
Contoh jeda waktu pengiriman data curah hujan dan tinggi muka air dari lapangan dengan waktu penerimaan data di server komputer sistem telemetri tanggal 30 Januari 2008 CURAH HUJAN CH (mm)
WAKTU TERIMA
17:00:00 17:00:00
0,5 3,5
16:45:00
17:00:00
16:50:00
17:00:00
16:55:00
TINGGI MUKA AIR JEDA
TINGGI AIR (m)
WAKTU TERIMA
JEDA
17:01:24 17:01:25
00:01:24 00:01:25
3,61 3,60
17:00:56 17:00:57
00:00:56 00:00:57
1,5
17:01:26
00:01:26
3,60
17:00:59
00:00:59
0,5
17:01:28
00:01:28
3,60
17:01:00
00:01:00
17:00:00
2,5
17:01:29
00:01:29
3,63
17:01:01
00:01:01
17:00:00
17:30:00
2,5
17:31:24
00:01:24
3,65
17:30:55
00:00:55
17:05:00
17:30:00
0,5
17:31:25
00:01:25
3,66
17:30:57
00:00:57
17:10:00
17:30:00
0
17:31:26
00:01:26
3,66
17:30:58
00:00:58
17:15:00
17:30:00
0
17:31:27
00:01:27
3,62
17:30:59
00:00:59
17:20:00
17:30:00
3
17:31:29
00:01:29
3,89
17:31:01
00:01:01
17:25:00
17:30:00
0
17:31:30
00:01:30
4,08
17:31:02
00:01:02
17:30:00
18:00:00
0
18:02:21
00:02:21
4,25
18:00:57
00:00:57
17:35:00
18:00:00
0
18:02:23
00:02:23
4,38
18:00:58
00:00:58
17:40:00
18:00:00
0
18:02:24
00:02:24
4,39
18:00:59
00:00:59
17:45:00
18:00:00
0
18:02:25
00:02:25
4,44
18:01:01
00:01:01
17:50:00
18:00:00
0,5
18:02:26
00:02:26
4,50
18:01:02
00:01:02
17:55:00
18:00:00
0
18:02:28
00:02:28
4,56
18:01:04
00:01:04
18:00:00
18:30:00
1,5
18:32:23
00:02:23
4,61
18:30:51
00:00:51
Keterangan : Jeda adalah selisish waktu kirim dan waktu terima data
88
Dari hasil pencatatan data yang ada di server komputer pada contoh di atas, terlihat bahwa jeda waktu antara pengiriman dengan penerimaan kurang dari dua menit. Hal ini menunjukkan bahwa sistem telemetri yang dibangun telah berjalan
dengan
baik,
walaupun
perbedaan
waktu
pengiriman
dengan
penerimaan SMS juga tergantung pada operator yang dipakai dan traffic dari penggunaan SMS seperti pada saat-saat sibuk yaitu pada saat lebaran, natal ataupun tahun baru. Demikian juga pada pencatatan data tinggi muka air dengan sistem telemetri
menunjukkan bahwa jeda waktu pengiriman dan peneriman
data tinggi muka air dan curah hujan juga menunjukkan kurang dari 3 menit. Dalam pengiriman data secara real time dengan SMS, faktor yang sangat penting diperhatikan adalah sarana insfrastruktur seperti fasilitas pasokan listrik yang harus selalu tersedia selama 24 jam untuk menunjang keperluan server komputer. Hal ini penting mengingat sistem peringatan dini banjir ini tidak dapat bekerja jika fasilitas listrik mati. Seperti kejadian saat terjadi debit tinggi (banjir) tanggal 30 Januari 2008 dimana pada jam 19.00 listrik untuk memasok server komputer padam akibat gangguan listrik dari PLN sehingga data yang terkirim dari lapangan tertunda. Tabel 17 di bawah menunjukkan tertundanya penerimaan data tinggi muka air di server komputer kurang lebih 2 jam akibat padamnya aliran listrik.
Dari tabel
di bawah terlihat bahwa tinggi muka air pada Jam
19:00:00 yaitu 5,17 m (kondisi siaga)
dikirm pada saat jam 19:30:00 baru
diterima di server komputer pada jam 21:16:01. Hal ini sangat membahayakan karena response banjir Kali Garang sangat cepat yaitu sekitar 2 – 3 jam. Sehingga jika data tertunda selama 2 jam maka ada kemungkinan sistem telemetri tidak ada manfaatnya karena waktu datangnya banjir lebih cepat dari data yang diterima di server komputer. Demikian pula untuk penerimaan data curah hujan juga mengalami penundaan penerimaan data akibat pasokan listrik dari PLN padam. Hal ini menunjukkan bahwa peralatan server komputer perlu dilengkapi dengan fasilitas UPS (Uninteruption Power Supply) atau Genset yang dapat memasok listrik jika sewaktu-waktu listrik PLN padam. Hal ini menunjukkan bahwa infrastruktur sistem telemetri ataupun sistem peringatan dini banjir memegang peranan penting agar sistem harus tetap berjalan 24 jam walapun pasokan listrik dari PLN padam. Tabel 17 menunjukkan tertundanya penerimaan data tinggi muka air di server komputer akibat padamnya pasokan listrik dari PLN tanggal 30 Januari 2008.
89
Tabel 17 Tertundanya penerimaan data tinggi muka air dan curah hujan di server komputer akibat padamnya pasokan listrik PLN tanggal 30 Januari 2008 WAKTU DATA
WAKTU KIRIM
18:30:00
CURAH HUJAN CH (mm)
WAKTU TERIMA
19:00:00
0,5
18:35:00
19:00:00
18:40:00
TINGGI MUKA AIR
JEDA
TINGGI AIR (m)
WAKTU TERIMA
JEDA
18:30:19
00:00:19
4,89
19:00:54
00:00:54
0
18:30:23
00:00:23
4,9
19:00:56
00:00:56
19:00:00
0,5
18:30:27
00:00:27
4,99
19:00:57
00:00:57
18:45:00
19:00:00
0,5
18:30:31
00:00:31
5,06
19:00:58
00:00:58
18:50:00
19:00:00
0,5
18:30:35
00:00:35
5,13
19:01:00
00:01:00
18:55:00
19:00:00
0,5
18:30:39
00:00:39
5,14
19:01:01
00:01:01
19:00:00
19:30:00
0,5
21:16:10
01:46:10
5,17
21:16:01
01:46:01
19:05:00
19:30:00
1
21:16:11
01:46:11
5,23
21:16:03
01:46:03
19:10:00
19:30:00
0,5
21:16:12
01:46:12
5,26
21:16:04
01:46:04
19:15:00
19:30:00
0,5
21:16:14
01:46:14
5,28
21:16:06
01:46:06
19:20:00
19:30:00
0
21:16:15
01:46:15
5,34
21:16:07
01:46:07
19:25:00
19:30:00
0
21:16:16
01:46:16
5,36
21:16:08
01:46:08
19:30:00
20:00:00
0
21:16:37
01:16:37
5,32
21:16:28
01:16:28
19:35:00
20:00:00
0,5
21:16:38
01:16:38
5,32
21:16:30
01:16:30
19:40:00
20:00:00
0
21:16:39
01:16:39
5,31
21:16:31
01:16:31
19:45:00
20:00:00
0,5
21:16:40
01:16:40
5,33
21:16:32
01:16:32
19:50:00
20:00:00
0,5
21:16:42
01:16:42
5,24
21:16:34
01:16:34
19:55:00
20:00:00
0,5
21:16:43
01:16:43
5,26
21:16:35
01:16:35
20:00:00
20:30:00
0
21:17:03
00:46:03
5,22
21:16:55
00:46:55
20:05:00
20:30:00
0
21:17:05
00:47:05
5,21
21:16:56
00:46:56
20:10:00
20:30:00
0
21:17:06
00:47:07
5,15
21:16:58
00:46:58
20:15:00
20:30:00
0
21:17:07
00:47:07
5,10
21:16:59
00:46:59
20:20:00
20:30:00
0
21:17:08
00:47:08
5,10
21:17:01
00:47:01
20:25:00
20:30:00
0
21:17:11
00:47:11
5,07
21:17:02
00:47:02
20:30:00
21:30:00
0
21:18:11
00:18:11
5,05
21:17:07
00:17:07
Keterangan : warna merah pada saat penerimaan data tertunda akibat listrik padam
Agar tidak terulang kejadian seperti tersebut di atas, maka perlu dihitung besarnya kapasitas UPS yang diperlukan dalam sistem peringatan dini banjir pada server komputer. Jika asumsi listrik padam selama 4 jam, dan besarnya daya yang diperlukan untuk komputer dan monitor adalah 150 Watt, maka kapasitas batere yang diperlukan dalam waktu 4 jam adalah : K batere = (P / V) x t = (150 / 12) x 4 = 50 Ah dimana : K batere = kapasitas batere UPS dalam Ah (Amper hour) V
= tegangan batere
90
P
= Daya yang diperlukan komputer dalam Watt
t
= Waktu padam dalam jam
Sehingga diperlukan
UPS dengan kapasitas batere minimal adalah 60 Ah
(karena kapasitas batere 50 Ah tidak ada di pasaran) agar server komputer tetap dapat menyala jika terjadi pasokan listrik padam selama 4 jam. Saat ini UPS yang terpasang memiliki kapasitas batere 7 Ah sehingga komputer hanya mampu menyala selama kurang lebih 30 menit. Dalam kondisi
pasokan
listrik PLN padam, peralatan yang ada di
lapangan tetap dapat mengirim data ke server komputer. Hal ini dimungkinkan karena peralatan tersebut walau hanya dilengkapi UPS dengan kapasitas batere 7 AH mampu tetap menyala kurang lebih 12 jam. Karena kebutuhan daya untuk peralatan agent di lapangan hanya sekitar 5 Watt.
6.1.4. Pengujian Sistem Telemetri Curah Hujan dan Tinggi Muka Air Kali Garang Secara Keseluruhan Pengujian Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang ini sangat penting dilakukan
sebelum dinyatakan layak untuk digunakan.
Pengujian software
telemetri ini antara lain adalah :
fungsi sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air apakah dapat berjalan dengan baik dimana fungsi-fungsi yang ada di software telemetri berjalan dengan baik seperti sistem setting pengiriman data, sistem pengolahan data, penyimpanan data dan lain lain.
Sistem uji coba selama 24 jam selama 1 minggu
terus menerus
tanpa dimatikan untuk mengetahui keandalan sistem telemetri baik hardware ataupun software. Dari hasil dari uji coba sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air ini sistem telemetri telah berjalan dengan baik dimana fungsi penerimaan data dari lapangan ke server komputer telah berjalan dengan sempurna. Selain itu dilakukan validasi data antara lapangan dengan yang ada di komputer. Contoh tampilan perangkat lunak telemetri curah hujan dan tinggi muka air ada pada Gambar 44 dan 45.
91
Gambar 44 Tampilan utama perangkat lunak telemetri curah hujan dan tinggi muka air
Gambar 45 Tampilan setting untuk pengiriman data yang dari lapangan ke komputer server. 6.2.
Hasil Pencatatan Sistem Telemetri Curah Hujan dan Tinggi Muka Air Untuk mengetahui efektivitas dari sistem SMS maka akan dianalisis jeda
waktu antara pengiriman SMS dan penerimaan SMS. Untuk itu diperlukan data waktu pengiriman SMS dari stasiun curah hujan atau tinggi muka air serta data waktu penerimaan SMS di sisi server komputer. Dari hasil pengolahan data di server komputer dari bulan Januari s/d April 2008 didapat bahwa dalam kondisi normal, rata rata selama bulan Januari s/d April 92% data curah hujan terkirim dengan jeda waktu kurang dari 5 menit dan 8% data terkirim dengan jeda antara 5 s/d 10 Menit. Untuk sistem telemetri tinggi muka air, didapat 92,25% data
92
tinggi muka air terkirim dengan jeda waktu kurang dari 5 menit dan 7,75% data terkirim dengan jeda antara 5 s/d 10 menit. Tabel 18 menunjukkan jumlah data dalam persentase dengan jeda waktu pengiriman kurang dari 5 menit dan antara 5 s/d 10 menit, Tabel 18 Hasil perbedaan antara waktu pengiriman dan penerimaan SMS untuk sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air. BULAN Januari
JEDA < 5 MENIT CURAH HUJAN TMA (%) (%) 90 91
5MENIT<JEDA<10 MENIT CURAH HUJAN TMA (%) (%) 10 9
Februari
91
91
9
9
Maret
92
93
7
7
April
94
94
6
6
Rata -rata
92
92,25
8
7,75
Dari tabel di atas menunjukkan sistem SMS masih andal/bisa digunakan dalam sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air karena jeda antara waktu pengiriman dan penerimaan kurang dari 5 menit sekitar 92% data dan hanya sekitar 8% jeda pengiriman data adalah antara 5 s/d 10 menit. Jeda waktu antara pengiriman dan penerimaan yang kecil ini disebabkan sistem telemetri di lapangan menggunakan operator jaringan GSM yang sama dengan sistem yang ada di server komputer. Gambar 46 di bawah menunjukkan Grafik jumlah data dalam % antara pengiriman data dan penerimaan data untuk curah hujan dan
100%
100%
80%
80% CURAH HUJAN JEDA 5 MENIT - 10 MENIT
60% 40%
CURAH HUJAN JEDA < 5 MENIT
P ERSEN TA SE
P ERSEN TA SE
TMA dengan jeda kurang dari 5 menit dan antara 5 sampai dengan 10 menit.
60%
TMA JEDA 5 MENIT - 10 MENIT
40%
TMA JEDA < 5 MENIT
20%
20%
0%
0% Januari Februari Maret BULAN
Gambar 46
April
Januari Februari Maret
April
BULAN
Grafik jumlah data dalam % untuk (a) curah hujan dan (b) TMA dengan jeda waktu kurang dari 5 menit dan 5 s/d 10 menit
Dalam pencatatan data tinggi muka air Kali Garang sejak bulan Januari s/d April 2008 terlihat bahwa pada saat bulan Januari ketinggian air Kali Garang
93
mencapai status awas. Sedangkan pada bulan Februari dan Maret tercatat tinggi muka air tertinggi mencapai waspada. Data lengkap kondisi perubahan status Kali Garang dapat dilihat dari bulan Januari s/d Maret dapat dilihat pada Lampiran VII. Dari hasil pencatatan di server komputer selama bulan Januari s/d Maret 2008 dapat dilihat waktu yang diperlukan untuk perubahan kondisi tinggi muka air Kali Garang dari normal ke waspada/siaga/awas seperti terlihat pada Gambar 47 untuk bulan Januari 2008.
Tanggal 4 Januari 2008 6,00
Ti nggi muka air (m)
5,00
± 170 Menit Waspada
4,00 3,00
±230 menit Siaga
2,00 1,00 0,00
Waktu
5,00
± 60 Menit Waspada
Tanggal 18 Januari 2008
Tinggi m uka air (m)
4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
Waktu
Tanggal 30 Januari 2008 6,00
Tin ggi m uka air (m )
± 55 Menit Waspada 5,00 4,00
±85menit Siaga 3,00
± 135 menit Awas 2,00 1,00 0,00
Waktu
Gambar 47 Perubahan tinggi muka air Kali Garang dari normal ke waspada, siaga, atau awas untuk bulan Januari 2008 Sedangkan Gambar 48 dan 49 adalah hasil pencatatan perubahan tinggi muka air di Bendung Simongan yang terekam dalam sistem peringatan dini banjir Kali Garang untuk bulan Februari dan Maret 2008.
94
± 35 Menit Waspada
Tanggal 29 Februari 2008
5,00 4,50 Tin ggi m u ka air (m )
4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
Waktu
Gambar 48 Perubahan tinggi muka air Kali Garang dari normal ke waspada, siaga, atau awas untuk Bulan Februari 2008
Tanggal 2 Maret 2008 5,00
± 85 Menit Waspada
4,50 4,00
Tinggi muka air (m)
3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00
Waktu
Tanggal 13 Maret 4,60
± 150 Menit Waspada
Ti nggi muka air (m)
4,40 4,20 4,00 3,80 3,60 3,40 3,20
Waktu
Tanggal 17 Maret 4,60
± 55 Menit Waspada
Tinggi muka air (m)
4,40 4,20 4,00 3,80 3,60 3,40 3,20
Waktu
Gambar 49 Perubahan tinggi muka air Kali Garang dari normal ke waspada, siaga, atau awas untuk bulan Maret 2008
95
Dari Gambar 47, 48 dan 49 di atas dapat dibuat tabel waktu perubahan dari kondisi normal ke kondisi waspada, siaga dan awas. Tabel 19 menunjukkan waktu perubahan tinggi muka air Kali Garang dalam kondisi normal ke siaga, waspada dan awas untuk bulan Januari s/d Maret 2008. Tabel 19 Hasil pencatatan waktu perubahan dari kondisi normal ke siaga, waspada, atau awas pada bulan Januari s/d Maret 2008 INTERVAL WAKTU (menit) NORMAL KE SIAGA
TANGGAL
NORMAL KE WASPADA
NORMAL KE AWAS
04-Jan-08
170
230
-
18-Jan-08
60
-
-
30-Jan-08
55
85
135
29-Feb-08
35
-
-
02-Mar-08
85
-
-
13-Mar-08
150
-
-
17-Mar-08
55
-
-
Dari tabel di atas terlihat bahwa perubahan tercepat dari normal ke waspada adalah 35 menit dan terlama adalah 170 menit. Sedangkan waktu perubahan dari normal ke awas adalah 135 menit. Ini menunjukkan bahwa Kali Garang termasuk sungai yang mempunyai respon banjir yang cepat sehingga perlu diwaspadai. Hal ini sangat berbahaya jika terjadi banjir bandang pada malam hari dimana pada saat penduduk sekitar Kali garang pada tertidur lelap. Seperti kejadian banjir tahun 1990, selain faktor cepatnya banjir bandang terjadi juga kejadian banjir tejadi pada malam hari sehingga banyak menelan korban jiwa karena banyak penduduk sekitar Kali Garang sedang tidur pada saat kejadin. 6.3.
Pengujian Sub Sistem Prediksi Banjir Kali Garang Pengujian sub sistem prediksi banjir Kali Garang dilakukan beberapa
langkah pengujian yaitu pengujian dengan data latih dan pengujian dengan data uji/data validasi.
Sedangkan model JST yang digunakan adalah lima model
dengan masukan data curah hujan yang berbeda beda yaitu data curah hujan untuk 1, 2, 3, 4 dan 5 hari. Sedangkan bentuk digunakan adalah neuron 20 dan 30.
arsitektur JST yang akan
Pemilihan jumlah neuron umumnya
biasanya padajumlah neuron tidak terlalu besar tetapi juga tidak terlalu kecil.
96
Langkah awal dalam melakukan sistem prediksi banjir Kali Garang ini adalah dengan melakukan studi pustaka dan pengumpulan data tentang hidrograf banjir Kali Garang.
Hidrograf ini sangat penting di mana untuk
mengetahui respon banjir Kali Garang yaitu berapa waktu yang diperlukan untuk mencapai debit puncak jika terjadi hujan di hulu Kali Garang. Pada tahun 1993, JICA (Japan International Cooperation Agency) melakukan penelitian tentang Master Plan on Water Resources Development and Feasibility Study for urgent Flood Control and Urban in Semarang City and Suburbs dan diperoleh hidrograf banjir Kali Garang (Gambar 50). Dari Gambar hidrograf terlihat bahwa response banjir Kali Garang adalah cepat yaitu berkisar 3 – 4 jam.
sumber : JICA (1993)
Gambar 50 Hidrograf Kali Garang pada tahun 1993 oleh JICA. Untuk melihat respon banjir Kali Garang, juga dilakukan pengumpulan data primer maupun sekunder curah hujan dan tinggi muka air. Pengumpulan data curah hujan secara umum dibagi dua yaitu pengumpulan data sekunder dan data primer. Data sekunder dilakukan dengan mencari data-data curah hujan di Stasiun Gunungpati yang dimiliki oleh BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Jawa Tengah dan data tinggi muka air Bendung Simongan yang dimiliki oleh Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang.
Data sekunder ini
digunakan melihat respon banjir Kali Garang. Untuk data sekunder curah hujan
97
dan tinggi muka air ini diambil saat terjadi banjir pada tanggal 25 Desember 2006 di mana pada saat itu terjadi banjir yang cukup besar. Data sekunder curah hujan dan tinggi muka air ini dapat dilihat pada Tabel 20 Tabel 20
JAM
Data curah hujan di Gunungpati dan tinggi muka air di Bendung Simongan pada tanggal 25 Desember 2006
CURAH HUJAN (mm)
TINGGI MUKA AIR (m)
Head (m)
Debit 3 (m /detik)
13.00
0
3,6
0
0
13.30
0
3,6
0
0
14.00
4,2
3,6
0
0
14.30
23,8
3,7
0,1
4
15.00
59,4
3,9
0,3
20
15.30
47,6
4,25
0,65
63
16.00
16,2
4,7
1,1
139
16.30
16
5,2
1,6
243
17.00
2,2
5,8
2,2
392
17.30
2,6
6
2,4
447
18.00
1,4
5,7
2,1
366
18.30
0,2
5
1,4
199
19.00
0,2
4,5
0,9
103
19.30
0
4,25
0,65
Ket: elevasi puncak bendung = 3,6 m ; rating curve 1,57 x 64,6 x h
63 1,5
+ 1,8 x10,4 x h
1,5
Berdasarkan Tabel 20 tersebut di atas dapat dibuat grafik respon banjir Kali Garang yaitu dengan membuat grafik antara curah hujan dan tinggi muka air seperti terlihat pada Gambar 51.
2,5 Jam
7
60
6
50
5
40
4
30
3
20
2
10
1
0
0
tinggi muka air (m)
Curah hujan (mm/ 30 menit)
70
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 .0 .3 .0 .3 .0 .3 .0 .3 .0 .3 .0 .3 .0 .3 13 13 14 14 15 15 16 16 17 17 18 18 19 19 waktu
Gambar 51
Grafik hasil pengamatan curah hujan di Gunungpati dan tinggi muka air di Bendung Simongan pada tanggal 25 Desember 2006.
98
Dari hasil studi pustaka yang dilakukan oleh JICA (1993) dan analisa data sekunder banjir tanggal 25 desember 2005 maka diambil waktu terbaik untuk prediksi tinggi muka air (TMA) adalah tinggi muka air dua jam ke depan atau TMA(t+2 jam). 6.3.1. Visualisasi Sistem Prediksi Tinggi Muka Air Kali Garang dengan Jaringan Syaraf Tiruan Perangkat lunak yang dibuat pada Disertasi ini mempunyai satu jendela utama dan beberapa jendela pendukung. Jendela utama merupakan jendela yang digunakan untuk proses berjalannya sistem utama, sedangkan jendela pendukung digunakan untuk proses-proses yang mendukung sistem utama. Tampilan jendela utama dapat dilihat pada Gambar 52.
Gambar 52 Tampilan software prediksi tinggi muka air Kali Garang. Perangkat lunak yang dibuat memiliki 4 mode proses yaitu Setting JST, Pelatihan, Pengujian, dan Prediksi. Proses Setting JST pada prinsipnya adalah proses menentukan ukuran JST yaitu jumlah neuron dalam lapisan tersembunyi, menentukan
parameter-parameter
JST
seperti
laju
pembelajaran
dan
momentum, serta menentukan prioritas berhentinya pelatihan JST apakah toleransi galat atau jumlah epoch. Proses Pelatihan pada prinsipnya adalah proses pencarian nilai-nilai bobot JST berdasarkan data-data pelatihan yang telah disiapkan dengan harapan nilai keluaran mendekati nilai target keluaran yang telah ditentukan. Proses Pengujian digunakan untuk menguji sejauh mana nilai-nilai bobot hasil pelatihan mampu mengenali data-data baik yang sudah dilatih maupun yang belum dilatih. Sedangkan Prediksi merupakan bagian terpenting perangkat lunak ini, yaitu proses untuk memprediksikan tinggi
99
permukaan air untuk dua jam kemudian sehingga juga bisa digunakan dalam mengantisipasi terjadinya banjir. 6.3.2. Pemodelan Jaringan Syaraf Tiruan Dalam membangun model perdiksi tinggi muka air Kali Garang dengan JST, maka perlu dibangun beberapa
model dengan perbedaan model satu
dengan model lainnya adalah pada data masukan curah hujan. Dalam membangun model prediki tinggi muka air dengan JST untuk Kali Garang adalah dilakukan perlakuan masukan curah hujan 1 s/d 5 hari hujan berturut turut dengan konsep API terhadap banjir.
bahwa curah hujan berturut turut akan berpengaruh
Perhitungan API untuk kasus DAS Garang ini dengan data
curah hujan dari Januari s/d Maret 2008 menghasilkan
perhitungan API seperti
disajikan pada Lampiran III. Selain itu curah hujan harian selama bulan Januari s/d Maret 2008 dengan intenistas
hujan lebih dari 10 mm/hari (curah hujan
efektif untuk run off) selama berturut turut adalah maksimum 5 hari. Masukan data curah hujan yang berbeda-beda dari 1 s/d 5 hari data curah hujan sebelumnya yaitu untuk masukan data curah hujan untuk 1 hari sebelumnya adalah CH(t) s/d CH (t-24 jam) untuk model1; 2 hari sebelumnya yaitu CH(t) s/d CH
(t-48jam)
untuk model 2; 3 hari sebelumnya yaitu CH(t) s/d CH
(t-72 jam)
untuk model 3; 4 hari sebelumnya yaitu CH(t) s/d CH (t-96 jam) untuk model4; dan curah hujan 5 hari sebelumya yaitu CH(t) s/d CH (t-120 jam) untuk model 5 dengan bentuk data curah hujan per ½ jam. Sedangkan data tinggi muka air diambil tetap yaitu untuk TMA(t) s/d TMA(t-3 jam) dengan bentuk data tinggi muka air per ½ jam seperti terlihat pada Tabel 21. Tabel 21 Struktur data masukan pada Jaringan Syaraf Tiruan Model (Perlakuan)
Data Tinggi Muka Air (per ½ jam)
Data Curah Hujan (per ½ jam)
Prediksi Tinggi Muka Air
1
TMA(t) s/d TMA(t-3 jam)
CH(t) s/d CH(t-24 jam)
TMA(t+2 jam)
2
TMA(t) s/d TMA(t-3 jam)
CH(t) s/d CH(t-48jam)
TMA(t+2 jam)
3
TMA(t) s/d TMA(t-3 jam)
CH(t) s/d CH(t-72 jam)
TMA(t+2 jam)
4
TMA(t) s/d TMA(t-3 jam)
CH(t) s/d CH(t-96 jam)
TMA(t+2 jam)
5
TMA(t) s/d TMA(t-3 jam)
CH(t) s/d CH(t-120 jam)
TMA(t+2 jam)
Kelima model ini akan diuji dengan menggunakan JST dengan arsitektur satu lapis tersembunyi. Bentuk Model JST untuk contoh model satu dapat dilihat pada Gambar 53.
100
Gambar 53 Contoh struktur data masukan dan aristektur JST untuk model satu. Data yang diperlukan pada aplikasi jaringan syaraf tiruan antara lain adalah data untuk pelatihan, data untuk pengujian, data untuk prediksi, dan data bobot. Data untuk pelatihan dan data untuk pengujian adalah berupa data tinggi air dan data curah hujan dalam jangka waktu tertentu.
6.3.3. Hasil Pelatihan untuk 5 Model JST Data yang digunakan pada proses pelatihan adalah data tinggi air dan curah hujan selama 3 bulan (Januari – Maret 2008) dengan selang waktu 30 menit sehingga jumlah datanya adalah 4.320 data tinggi air dan 4.320 data curah hujan. Proses pelatihan pada prinsipnya adalah proses pencarian nilai-nilai bobot JST berdasarkan data-data pelatihan yang telah disiapkan dengan harapan nilai keluaran mendekati nilai target keluaran yang telah ditentukan. Pelatihan ini digunakan dengan variasi nilai momentum (0,3 dan 0,5), variasi nilai laju pembelajaran (0,5 dan 0,9), dan variasi jumlah neuron tersembunyi (20 dan 30). Sedangkan jumlah epoch yang diinginkan adalah 500. Contoh hasil tampilan running program untuk model satu dengan satu hidden layer 20 neuron dan masukan adalah curah hujan CH(t) s/d CH(t-24
jam)
dan tinggi muka air TMA(t) s/d
TMA(t-3 jam) pada saat pelatihan dapat dilihat pada Gambar 54.
Gambar 54
Contoh tampilan hasil pelatihan untuk jumlah neuron 20 laju pembelajaran 0,5 momentum 0,3
101
Grafik tinggi muka air hasil pelatihan antara perdiksi dengan target untuk data latih (data curah hujan bulan Januari s/d Maret 2008)
dengan laju
pembelajaran 0,9 dan momentum 0,5 serta data masukan curah hujan 4 hari sebelumnya dapat dilihat pada Gambar 55.
Gambar 55
Grafik antara target dan prediksi pada saat pelatihan dengan laju pembelajaran 0,9 dan momentum 0.5 serta data masukan curah hujan 4 hari sebelumnya
Dari Gambar 55 di atas terlihat bahwa prediksi yang dibangun dengan JST mengenali pola tinggi muka air aktual/target akan tetapi ada beberapa daerah dimana JST tidak bisa mengenali pola tinggi muka air yang rendah. Ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan data yang exstrim dimana data tinggi muka air Bendung Simongan yang seharusnya selalu berkisar antara 3,6 s/d 3,7 jika tidak terjadi hujan berubah menjadi 3,3 s/d 3,4 meter. Hal ini terjadi pada saat pintu air Bendung Simongan dibuka oleh operator untuk pembuangan lumpur yang ada di sekitar bendung atau dialirkan ke Kali Semarang untuk penggelontoran. Dari hasil running pelatihan JST dengan data curah hujan selama bulan Januari s/d Maret 2008 untuk kelima model dengan perubahan jumlah neuron 20 dan 30; laju pembelajaran 0,9 dan 0,5; serta momentum 0,5 dan 0,3 untuk kelima model tersebut seperti terlihat pada Tabel 22 di bawah ini.
102
Tabel 22 Hasil pelatihan JST untuk ke lima model MODEL (PERLAKUAN)
1
2
3
4
5
NEURON
LAJU PEMBELAJARAN
MOMENTUM
MSE PELATIHAN
20 20 20 20 30 30 30 30 20 20 20 20 30 30 30 30 20 20 20 20 30 30 30 30 20 20 20 20 30 30 30 30 20 20 20 20 30 30 30 30
0,9 0,9 0,5 0,5 0,9 0,9 0,5 0,5 0,9 0,9 0,5 0,5 0,9 0,9 0,5 0,5 0,9 0,9 0,5 0,5 0,9 0,9 0,5 0,5 0,9 0,9 0,5 0,5 0,9 0,9 0,5 0,5 0,9 0,9 0,5 0,5 0,9 0,9 0,5 0,5
0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3
0,0113 0,0115 0,0111 0,0099 0,0108 0,0119 0,0116 0,0114 0,0090 0,0097 0,0098 0,0098 0,0090 0,0096 0,0094 0,0098 0,0066 0,0064 0,0064 0,0065 0,0064 0,0063 0,0062 0,0064 0,0103 0,0086 0,0081 0,0072 0,0086 0,0106 0,0093 0,0080 0,0062 0,0063 0,0064 0,0064 0,0061 0,0063 0,0064 0,0065
MSE = Mean Square error
6.3.4. Pengaruh Jumlah Neuron Untuk mengetahui pengaruh jumlah neuron, maka dilakukan uji coba dengan merubah dari 20 neuron ke 30 neuron. Seperti dilihat pada tabel tabel 22 di bawah bahwa dari pelatihan JST terlihat bahwa perubahan neuron tidak menjamin bahwa semakin besar jumlah neuron akan semakin kecil MSE . Hal ini dikarenakan bahwa JST adalah suatu proses pengenalan pola. Kadang kadang
103
dengan jumlah neuron yang kecil, sudah cukup untuk mengenali suatu masalah. Dalam menentukan besarnya jumlah neuron, tidak ada teori secara khusus tetapi hanya bisa dilakukan secara coba coba (trial error), tetapi dari beberapa penelitian jumlah neuron berkisar antara 10 s/d 50. Tabel 23 Perbandingan MSE untuk momentum 0,5 dengan jumlah neuron 20 dan 30 MODEL
NEURON
LAJU PEMBELAJARAN
MOMENTUM
MSE PELATIHAN
20
0,9
0,5
0,0090
30
0,9
0,5
0,0090
20
0,9
0,5
0,0113
30
0,9
0,5
0,0108
20
0,9
0,5
0,0066
30
0,9
0,5
0,0064
20
0,9
0,5
0,0103
30
0,9
0,5
0,0086
20
0,9
0,5
0,0062
30
0,9
0,5
0,0061
1 2 3 4 5
Dalam melakukan pelatihan JST yang perlu diperhatikan adalah semakin besar neuron, maka memerlukan waktu komputasi yang lebih lama seperti terlihat pada Gambar 56 di bawah ini dimana untuk neuron 30; laju pembelajaran 0,9 ; momentum 0,5 perlu waktu komputasi 4 jam 15 menit. Sedangkan proses komputasi untuk 20 neuron; laju pembelajaran 0,9 ; momentum 0,5 lebih cepat dibandingkan untuk
30 neuron yaitu waktu pelatihan hanya 3 jam 13 menit
(Gambar 57)
Gambar 56 Hasil pelatihan model 3 untuk jumlah neuron 30, Laju pembelajaran 0,9 dan momentum 0,5 diperlukan waktu pelatihan 4 jam 15 menit
104
Gambar 57 Hasil pelatihan model 3 untuk jumlah neuron 20, Laju pembelajaran 0,9 dan momentum 0,5 diperlukan waktu pelatihan 3 jam 13 menit Untuk itu dalam melakukan pelatihan JST perlu diperhitungkan spesifikasi dari sebuah komputer. Hal ini sangat penting mengingat semakin besar neuron akan semakin lama waktu pelatihan sehingga untuk mempercepat pelatihan diperlukan spesifikasi komputer yang tinggi. 6.3.5. Pengaruh Perubahan Laju Pembelajaran Laju pembelajaran mempunyai fungsi untuk mempercepat proses iterasi (epoch) ke arah konvergen. Laju pembelajaran semakin besar akan semakin cepat mengarah ke suatu titik konvergensi (menuju kestabilan MSE). Hal ini dapat dilihat dari hasil pelatihan JST seperti terlihat pada Gambar 58 dan 59 di bawah ini.
Gambar 58 Hasil pelatihan model 3 untuk jumlah neuron 20, Laju pembelajaran 0,9 dan momentum 0,5 dimana diperlukan waktu pelatihan 3 jam 13 menit
105
Gambar 59
Hasil pelatihan untuk model jumlah neuron 20, Laju pembelajaran 0,5 dan momentum 0,5 dimana diperlukan waktu pelatihan 3 jam 20 menit
Dari hasil pelatihan untuk laju pembelajaran semakin besar tidak dapat menjamin bahwa pelatihan akan mendapatkan MSE akan semakin kecil. Pengaruh perubahan laju pembelajaran terhadap harga MSE dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24 Pengaruh perubahan laju pembelajaran terhadap MSE untuk Neuron 20 dan Momentum 0,5 MODEL 1 2 3 4 5
NEURON
LAJU PEMBELAJARAN
MOMENTUM
MSE PELATIHAN
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
0,9 0,5 0,9 0,5 0,9 0,5 0,9 0,5 0,9 0,5
0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5 0,5
0,0113 0,0111 0,0090 0,0098 0,0066 0,0064 0,0103 0,0081 0,0062 0,0064
6.3.6. Pengaruh Perubahan Momentum Salah satu perbaikan proses belajar standar yang populer adalah algoritma belajar perambatan-balik dengan momentum. Dalam perambatan-balik dengan momentum menjadikan jaringan syaraf semakin cepat konvergen. Perbaikan bobot merupakan kombinasi antara kemiringan sekarang (current gradient) dengan kemiringan sebelumnya (previous gradient). Metode ini adalah modifikasi dari metode gradient descent. Konvergen akan lebih cepat dicapai bila menggunakan penambahan metode momentum untuk perbaikan bobot.
106
Perumusan bobot unit keluaran perambatan-balik dengan momentum terlihat dalam persamaan berikut. wkh(t + 1) = wkh(t) + αkih + μ[ wkh(t) - wkh(t - 1)] dimana : μ = momentum α = laju pembelajaran wkh(t + 1) = bobot baru wkh(t) = bobot lama persamaan di atas terlihat bawa dengan menambahkan μ akan
Dari
menambah harga bobot baru sehingga mempercepat proses konvergensi. Akan tetapi pengaruh perubahan momentum semakin besar tidak menjamin bahwa hasil MSE akan semakin kecil. Hal ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini dimana untuk momentum 0,5 tidak selalu menghasilkan MSE lebih kecil dari pada monetum 0, 3 . Tabel 25 Perbandingan MSE pelatihan tehadap perubahan momentum 0,5 dan 0,3; neuron 20; dan laju pembelajaran 0,9 untuk ke lima model MODEL
NEURON
LAJU PEMBELAJARAN
MOMENTUM
MSE PELATIHAN
20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9 0,9
0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3 0,5 0,3
0,0113 0,0115 0,0090 0,0097 0,0066 0,0064 0,0103 0,0086 0,0062 0,0063
1 2 3 4 5
Dari hasil pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan memperbesar laju pembelajaran serta penambahan momentum adalah salah satu teknik komputasi untuk mempercepat kestabilan MSE. atau mempercepat konvergensi. Dari hasil pelatihan semua model yaitu model 1 s/d model 5 didapat hasil MSE yang terkecil adalah 0,0061 yaitu pada model 5 (data curah hujan 5 hari sebelumnya) dimana: jumlah neuron 30; laju pembelajaran 0,9; dan momentum 0,5. Sedangkan MSE terbesar didapat pada model 1 (data curah hujan 1 hari sebelumnya) dimana: jumlah neuron 30; laju pembelajaran 0,9; dan momentum 0,3. Akan tetapi dalam proses pelatihan ini hasil yang didapat belum dapat
107
memilih model yang terbaik, karena diperlukan langkah pengujian lebih dahulu untuk memilih model yang paling optimum.
6.3.7. Hasil Pengujian 5 Model JST Proses pengujian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar jaringan ini mengenali data yang dimasukkan setelah melewati tahap pelatihan. Selain itu, pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keseimbangan jaringan dalam mengenali pola pelatihan secara benar dan memberikan tanggapan yang baik terhadap pola lain. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bobot JST hasil pelatihan sebelumnya.
Bobot JST tersebut diperoleh dari proses pelatihan dengan
konfigurasi JST dengan 5 variasi jumlah masukan data curah hujan. Dari hasil tahap pengujian dengan data tinggi air dan curah hujan selama jangka waktu tertentu (tanggal 18 April s/d 21 April 2008) didapat hasil pengujian seperti pada Tabel 26.
Dari tabel di atas
didapat bahwa masukan yang menghasilakn MSE
terkecil adalah dengan menggunakan model 4 yaitu dengan masukan data curah hujan CH(t) s/d CH(t-96
jam).
Dimana harga MSE terkecil pada model 4 jika
dibandingkan dengan model 1, 2, 3 dan 5. Dari tabel di atas walaupun R untuk model 4 menunjukkan harga yang bukan terkecil karena dalam melihat hasil pemodelan yang terpenting adalah dengan melihat MSE dahulu baru dilihat Korelasi (R). Jika hasil pemodelan menunjukkan harga MSE yang sama antara dua model, maka baru dilihat hasil korelasinya (R) yang terbesar yang menunjukkan hasil pemodelan yang terbaik. Untuk perhitungan lengkap pemodelan dengan MSE terkecil yaitu model 4 B dapat dilihat pada Lampiran IV
108
Tabel 26 Hasil pengujian JST dengan masukan data curah hujan bervariasi 1 s/d 5 hari sebelumnya; laju pembelajaran 0,9 dan 0,5; serta momentum 0,5 dan 0,3 MODEL LAJU NEURON MOMENTUM MSE PENGUJIAN (PERLAKUAN) PEMBELAJARAN A 20 0,9 0,5 0,0191 B 20 0,9 0,3 0,0194 C 20 0,5 0,5 0,0194 D 20 0,5 0,3 0,0165 1 E 30 0,9 0,5 0,0178 F 30 0,9 0,3 0,0199 G 30 0,5 0,5 0,0198 H 30 0,5 0,3 0,0195 A 20 0,9 0,5 0,0140 B 20 0,9 0,3 0,0144 C 20 0,5 0,5 0,0150 D 20 0,5 0,3 0,0157 2 E 30 0,9 0,5 0,0129 F 30 0,9 0,3 0,0143 G 30 0,5 0,5 0,0143 H 30 0,5 0,3 0,0146 A 20 0,9 0,5 0,0095 B 20 0,9 0,3 0,0086 C 20 0,5 0,5 0,0085 D 20 0,5 0,3 0,0068 3 E 30 0,9 0,5 0,0097 F 30 0,9 0,3 0,0091 G 30 0,5 0,5 0,0085 H 30 0,5 0,3 0,0078 A 20 0,9 0,5 0,0049 B 20 0,9 0,3 0,0046 C 20 0,5 0,5 0,0055 D 20 0,5 0,3 0,0057 4 E 30 0,9 0,5 0,0051 F 30 0,9 0,3 0,0049 G 30 0,5 0,5 0,0048 H 30 0,5 0,3 0,0051 A 20 0,9 0,5 0,0075 B 20 0,9 0,3 0,0068 C 20 0,5 0,5 0,0074 D 20 0,5 0,3 0,0067 5 E 30 0,9 0,5 0,0073 F 30 0,9 0,3 0,0071 G 30 0,5 0,5 0,0078 H 30 0,5 0,3 0,0069 Keterangan: MSE = Mean Square Error dan R = Korelasi antara target dan prediksi
R 0,88 0,88 0,87 0,87 0,89 0,88 0,87 0,87 0,89 0,90 0,89 0,89 0,90 0,90 0,90 0,89 0,88 0,87 0,87 0,87 0,87 0,87 0,86 0,86 0,89 0,89 0,87 0,87 0,88 0,89 0,88 0,88 0,88 0,88 0,87 0,88 0,88 0,88 0,87 0,88
MSE terkecil untuk setiap model
. Hasil Grafik korelasi antar target dan prediksi untuk ke lima model dengan MSE terkecil tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
109
Model 1D (Neuron = 20 ; laju pembelajaran = 0,5 ; momentum = 0,3)
Grafik Model 1 D 4,4
Prediksi (m)
4,2 4 3,8 y = 0,845x + 0,486 R² = 0,757
3,6 3,6
3,8
4
4,2
4,4
Target (m)
Gambar 60 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk model 1D
Model 2E (Neuron = 30 ; laju pembelajaran = 0,9 ; momentum = 0,5)
Grafik Model 2 E 4,4
Prediksi (m)
4,2 4 y = 0,911x + 0,246 R² = 0,818
3,8 3,6 3,6
3,8
4
4,2
4,4
Target (m)
Gambar 61 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk Model 2E
Model 3D ( Neuron = 20 ; laju pembelajaran = 0,5 ; momentum = 0,3 )
Grafik Model 3D
Prediksi(m)
4,4 4,2 4 3,8
y = 0,825x + 0,632 R² = 0,755
3,6 3,6
3,8
4
4,2
4,4
Target (m)
Gambar 62 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk Model 3D
110
Model 4B ( Neuron = 20 ; laju pembelajaran = 0,9 ; momentum = 0,3 )
Grafik Model 4B 4,4
Prediksi (m)
4,2 4 3,8
y = 0,884x + 0,439 R² = 0,789
3,6 3,6
3,8
4
4,2
4,4
Target (m)
Gambar 63 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk Model 4B
Model 5D ( Neuron = 20 ; laju pembelajaran = 0,5 ; momentum = 0,3 )
Grafik Model 5D 4,4
Prediksi (m)
4,2 4 3,8
y = 0,848x + 0,539 R² = 0,770
3,6 3,6
3,8
4
4,2
4,4
Target (m)
Gambar 64 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk Model 5D
Dari hasil pengujian untuk konfigurasi JST yang memberikan hasil MSE terkecil dari semua model yang diuji adalah konfigurasi dengan jumlah neuron 20; laju pembelajaran 0,9; momentum 0,5; dengan curah hujan masukan 4 hari ke belakang diperoleh MSE 0,0046. Grafik pengujian dengan Jaringan Syaraf Tiruan untuk 5 model dengan jumlah 5 variasi masukan yaitu dengan masukan data curah hujan 1, 2, 3, 4 dan 5 hari sebelumnya dapat dilihat pada Gambar 65 s/d 69.
111
Gambar 65 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk Model 1D data masukan CH(t) s/d CH(t-24 jam) dengan 20; neuron laju pembelajaran 0,5; momentum 0,3.
Gambar 66 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk model 2E dengan data masukan CH(t) s/d CH(t-48 jam) dengan 30 neuron laju pembelajaran 0,9; momentum 0,5.
Gambar 67 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk model 3D dengan data masukan CH(t) s/d CH(t-72 jam) dengan 20 neuron laju pembelajaran 0,5; momentum 0,3.
112
Puncak I
Puncak II
Gambar 68 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk model 4B dengan masukan CH(t) s/d CH(t-96 jam) dengan 20; neuron laju pembelajaran 0,9; momentum 0,3.
Gambar 69 Grafik hasil pengujian antara target dan prediksi untuk model 5D dengan data masukan CH(t) s/d CH(t-120 jam) dengan 20 neuron; laju pembelajaran 0,5; momentum 0,3. 6.4.
Hasil Pengujian Sub Sistem Informasi Banjir Bagian terkahir dari sistem peringatan dini banjir adalah sub sistem
informasi banjir. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian sistem peringatan dini banjir Kali Garang berbasis SMS dan Web baik fungsi dan efektifitas peralatan tersebut.
6.4.1
Hasil Pengujian Pengiriman Data dengan Menggunakan Sistem SMS untuk Peringatan Dini Banjir Yang dimaksud pengujian sistem SMS peringatan dini banjir adalah jeda
waktu yang diperlukan antara waktu pengiriman status tinggi muka air melalui SMS dari server komputer ke beberapa HP dengan beberapa no. provider GSM dan CDMA. Dalam uji coba Sistem Informasi Banjir Kali Garang ini adalah
113
dengan cara menaikkan sensor tinggi muka air sehingga melampaui batas normal tinggi muka air waspada/siaga/awas.
sungai (di atas 440 cm)
yaitu pada batas
Dalam uji coba ini dilakukan beberapa kali percobaan
yang berbeda beda untuk sisi penerima SMS dengan beberapa operator GSM dan CDMA (Simpati, XL, Indosat, Fleksi dan Mobile 8) dan satu sistem operator untuk sisi pengirim (Simpati). Tabel di bawah adalah hasil uji coba jeda waktu antara pengiriman SMS dengan penerima SMS. Tabel 27
Hasil pengujian perbedaan waktu antara pengiriman SMS dan penerimaan pada beberapa operador.
NO
TANGGAL
WAKTU KIRIM SMS
1 2 3 4 5 6
1 Januari 2008 1 Januari 2008 3 Januari 2008 3 Januai 2008 5 Januari 2008 6 Januari 2008
10.00 18.00 14.00 17.00 17.00 19.00
WAKTU PENERIMAAN SMS DI HP SIMPATI 10.02 18.01 14.01 17.01 17.01 19.02
XL 10.03 18.03 14.04 17.04 17.03 19.02
MENTARI 10.02 18.02 14.02 17.02 17.03 19.02
FLEKSI 10.03 18.05 14.06 17.04 17.03 19.02
Dari hasil uji coba jeda waktu pengiriman SMS antara pengiriman dan penerimaan SMS pada pada tabel di atas didapat hasil maksimal waktu jeda adalah kurang dari 10 menit. Dari hasil pengamatan beberapa kejadian banjir sebenarnya di Kali Garang, sistem informasi banjir dengan SMS ini telah berjalan dengan baik yakni pada saat tinggi muka air Kali Garang naik, komputer server telah mengirim SMS status Kali Garang ke beberapa petugas banjir seperti terlihat pada Gambar 70 di bawah ini.
Gambar 70 Tampilan tulisan yang diterima di HP pada kejadian banjir sebenarnya
114
Beberapa petugas dan pejabat instansi terkait yang telah tercatat dalam software sistem peringatan dini banjir ini yang akan menerima SMS jika Kali Garang meningkat statusnya dari normal ke waspada/siaga dan awas. Tabel 28 adalah contoh sebagian nama-nama instansi terkait yang akan merima SMS jika terjadi perubahan status Kali Garang. Pengelompokan status pengiriman ke instansi terkait selama ini belum ada panduan yang tetap. Akan tetapi secara struktur bahwa petugas banjir dan instansi pemerintah tingkat kelurahan akan mendapatkan pengiriman jika perubahan status Kali Garang tejadi dari normal ke waspada, siaga dan awas. Sedangkan camat cukup kondisi siaga dan walikota/wakil walikota dan sekda hanya akan menerima SMS jika statusnya adalah awas. Tabel 28 Contoh beberapa orang yang akan menerima SMS jika Kali Garang meningkat statusnya NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
NAMA
JABATAN
WASPADA
SIAGA
AWAS
Sukawi Sutarip H Macfud Ali H Sumargo Nugroho Joko PM Chairun Setiawan Ari Joko Santoso Fauzi Lukito Nasriel Hidayat Pawitan Joko Windarto
Walikota Wakil Walikota Sekda Ka Dinas PU Semarang Ka BGM Semarang Ka Santel Kesbanglinmas Ka Subdin Pengairan Ka Balai PSDA SPV IPB IPB
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Dalam perangkat lunak sistem peringatan dini banjir ini, Gambar 71 menunjukkan tampilan status petugas banjir dan staf dinas terkait yang akan menerima informasi banjir lewat SMS beserta statusnya. Untuk perangkat lunak sistem peringatan dini banjir Kali Garang ini adalah terintegrasi menjadi satu bagian dengan perangkat lunak telemetri. Fasilitas lain dalam sistem telemetri adalah mengolah data, setting waktu pengiriman data, dan lain lain. Dalam pengolahan data terdapat fasilitas export ke data Excel dan Word.
115
Gambar 71 Tampilan daftar nama dan no HP yang akan dikirim jika status Kali Garang berubah dari normal ke waspada/siaga/awas.
6.4.2
Pengujian Sistem Informasi Banjir Berbasis Web Pengujian Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang berbasis Web ini
sangat penting dilakukan sebelum dilakukan sosialiasi ke masyarakat/instansi terkait. Pengujian yang dilakukan dalam sistem informasi banjir adalah apakah situs web site informasi banjir Kali Garang ini dapat diakses lewat internet. Web site peringatan dini banjir Kali Garang Semarang ini dapat diakses dengan mengakses alamat web site yaitu di www.semarang.go.id dimana akan muncul icon Sistem Peringatan Dini Banjir (Gambar 72).
Icon Sistem Peringatan DIni Banjir
Gambar 72 Tampilan web site sistem peringatan dini banjiir Kota Semarang www.semarang.go.id.
116
Jika icon sistem Sistem Peringatan Dini Banjir
ini di Klik maka akan
muncul kondisi tinggi muka air Kali Garang secara real time. Dari hasil uji coba sistem informasi banjir dengan internet, data yang ditampilkan adalah sesuai dengan data yang diterima di server komputer pada saat itu seperti terlihat pada Gambar 73
Gambar 73 Tampilan Web site sistem peringatan dini banjir Kali Garang. Dalam sistem informasi banjir berbasis SMS dan Internet ini, untuk mengakses situs info banjir Kali Garang kadang-kadang mengalami kegagalan terutama pada siang hari. Hal ini disebabkan sistem jaringan yang dibangun oleh Pemkot mempunyai kendala-kendala fasilitas infrastruktur jaringan komputernya. Gambar 74 menunjukkan bentuk sistem jaringan internet Pemkot Semarang.
3Com
Gambar 74 Sistem jaringan internet di Pemkot Semarang.
yang dipasang di
117
Dari Gambar 74 tersebut di atas terlihat bahwa server info banjir Kali Garang
tidak ditempatkan di server utama Pemkot Semarang. Hal ini
menyebabkan sistem koneksi ke internet menjadi terhambat dikarenakan melewati beberapa tahap dan jalur yang ada digunakan bersama sama dengan komputer lain. Untuk mempercepat sistem informas banjir dengan internet, maka sistem jaringan info banjir seharusnya diubah ke dalam bentuk seperti pada Gambar 75.
3Com
Gambar 75 Sistem jaringan internet yang seharusnya di Pemkot Semarang.
6.4.3
Integrasi Sistem Telemetri, Sistem Prediksi dan Sistem Informasi Banjir Dalam sistem peringatan dini banjir ini dilakukan pula intergasi setiap sub
sistem yaitu integrasi anatar sistem telemtri, sistem perdiksi dan sistem informasi banjir. Dalam sistem integrasi ini baru dilakukan tahap awal yaitu di mana ke tiga sistem tersebut telah terintegrasi dan telah bekerja tetapi informasi prediksi tidak diinformasikan baik ke petugas ataupun ke masyarakat. Hal ini disebabkan sistem perdiksi perlu dilakukan uji coba lebih lama lagi dengan data latih yang lebih banyak lagi serta data uji yang lebih banyak pula. Gambar di bawah menunjukkan hasil uji coba ke tiga sub sistem yaitu sub sistem telemtri, sub sistem perdiksi dan sub sistem informasi banjir menjadfi satu sistem.
118
Gambar 76 Tampilan simulasi sistem peringatan dini banjir yang telah terintegrasi terhadap sub sistem telemetri, sub sistem prediksi dan sub sistem informasi banjir 6.5.
Sistem Penanggulangan Bencana Banjir Kali Garang Dalam setiap kejadian bencana di Indonesia ada beberapa pihak yang
bekerja sama dalam melakukan usaha-usaha penanganannya. Pihak-pihak ini adalah pemerintah, organisasi-organisasi bantuan dan masyarakat itu sendiri. Hubungan antara pihak-pihak ini sebaiknya telah dirintis pada tahap persiapan sebelum ada bencana di bawah koordinasi Satlak PBP. Untuk tingkat nasional, lembaga pemerintah yang khusus menangani penanggulangan bencana di Indonesia sebelum UU No. 24 Tahun 2007 adalah berdasarkan Kepres N0 83 Tahun 2005 tentang BAKORNAS PBP (Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi), SATKORLAK PBP (Satuan Koordinasi Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi) di tingkat provinsi, SATLAK
tingkat kabupaten/kota,
SATGAS tingkat kecamatan dan LINMAS di tingkat desa. Di samping itu peran LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan organisasi-organisasi seperti PMI (Palang Merah Indonesia ) juga sangat penting dalam penanganan bencana. Untuk memperkuat kesiap-siagaan, masyarakat bisa mendapatkan pelatihanpelatihan dari organisasi-organisasi tersebut. Gambar 77 a menunjukkan
119
susunan organisasi penanggulangan bencana dari tingkat pusat sampai desa/kelurahan sebelum UU No. 24 Tahun 2007 dan Gambar 77 (b) menunjukkan susunan menurut UU No. 24 Tahun 2007.
Sumber: Yayasan IDEP (2005)
(a)
Sumber : Depkumham (2008)
(b) Gambar 77 a. Susunan organisasi penanggulangan bencana sebelum UU No. 24 Tahun 2007 b. Susunan organisasi penanggulangan bencana setelah UU No. 24 Tahun 2007 Jika pemerintah daerah propinsi atau Kabupaten/Kota belum mempunyai peraturan daerah tentang BPBD, maka struktur organisasi SATKORLAK PBP dan SATLAK PBP tetap berlaku sampai menunggu terbitnya peraturan daerah tentang pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Tingkat I /II. Untuk kondisi daerah bencana di DAS Garang, dari survey lokasi daerah rawan bencana terdapat 14 kelurahan yang rawan bencana banjir bandang yang tersebar di 6 kecamatan. Dari daerah rawan bencana sebanyak 14 kelurahan tersebut terdapat 33 RW yang perlu diwaspadai terkena dampak banjir bandang Kali Garang.
Tabel 29 menunjukkan daerah rawan bencana banjir
bandang termasuk lingkup RW (Rukun Warga) di sekitar Kali Garang.
120
Tabel 29 Daerah rawan bencana banjir bandang di sekitar Kali Garang NO
1
2
KECAMATAN
Semarang Barat
Semarang Utara
3
Semarang Tengah
4
Semarang Selatan
5
Gajah Mungkur
6
Gunung Pati
KELURAHAN
RW
Krobokan
I, IV, VI, IX
Cabean
I
Bojong Salaman
I, II, III, VI, VIII
Ngemplak Simongan
II, VII, VIII
Manyaran
I,VII
Bulu Lor
II, III, VII, VIII, X
Panggung Kidul
III
Panggung Lor
XI
Pendrikan Lor
VI
Barusari
IV, V
Bulustalan
III, IV
Sampangan
I, IV, VII
Petompon
III, V
Sukorejo
III
Keterangan: kriteria rawan banjir bandang adalah yang berjarak 500 meter dari tanggul
Pada buku Pedoman Panduan Umum Penanggulangan Bencana dapat dibuat susunan organisasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat dengan susunan organisasi utama adalah yang ada di pemerintahan. Dari buku panduan tersebut dapat dibuat susunan organisasi termasuk kelompok masyarakat untuk Kali Garang.
KMPB = Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana
Gambar 78 Susunan SATLAK PBP Kota Semarang dan Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana untuk bencana banjir Kali Garang.
121
Gambar 79 adalah susunan organisasi SATLAK PBP Kota Semarang dan Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana
Kali Garang untuk daerah
rawan bencana banjir Kali Garang berdasarkan buku panduan umum penanggulangan Bencana. 6.6.
Sistem Penanggulangan Bencana Banjir Kali Garang Berbasis Masyarakat Selama ini banyak yang beranggapan bahwa penanganan bencana
merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah saja, tetapi sebenarnya adalah tugas kita bersama, yakni pemerintah, swasta dan masyarakat sesuai dengan peran dan fungsi masing-masing. Salah satu cara untuk memperkuat kemampuan daerah dalam upaya penanggulangan bencana adalah meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan dan pelatihan, baik bagi aparatur pemerintah maupun masyarakat di daerah. Selama ini tindakan dalam usaha penanggulangan bencana dilakukan oleh pemerintah yang pelaksanaannya kemudian dilakukan bersama antara pemerintah daerah dengan organisasi-organisasi yang terkait dan masyarakat yang tertimpa bencana. Masyarakat baik sebagai individu maupun masyarakat secara keseluruhan dapat berperan secara signifikan dalam manajemen bencana banjir. Peranan dan tanggung jawab masyarakat dapat dikategorikan dalam dua aspek yaitu aspek penyebab dan aspek partisipatif adalah sebagai berikut: .
Aspek Penyebab, Jika beberapa peraturan yang sangat berpengaruh atas faktor-faktor penyebab banjir dilaksanakan atau dipatuhi akan secara signifikan akan mengurangi besaran dampak bencana banjir. Tabel 30 menunjukkan faktor-faktor penyebab banjir di sekitar K Garang.
Aspek partisipatif, dalam hal ini
partisipasi atau kontribusi dari
masyarakat dapat mengurangi dampak bencana banjir yang akan diderita oleh masyarakat sendiri. Tabel 31 menunjukkan contoh partisipatif masyarakat terhadap pencegahan banjir di sekitar Kali Garang.
122
Tabel 30 Aspek penyebab banjir di sekitar Kali Garang PERMASALAHAN SEKITAR K GARANG Ya; Seperti banyaknya sampah rumah tangga yang dibuang di sungai
ASPEK PENYEBAB BANJIR o
Membuang sampah/limbah padat ke sungai, saluran dan sistem drainase
o
o
Membangun jembatan dan bangunan yang menghalangi atau mempersempit palung aliran air
o
Ya; seperti adanya penutupan gorong gorong oleh masyarakat untuk toko toko/warung di bantaran sungai
o
Tinggal dalam bantaran sungai
o
Ya; ada 23 KK yang tinggal di daerah bantaran sungai K. Garang
o
Menggunakan dataran retensi banjir untuk pemukiman atau untuk hal-hal lain diluar rencana peruntukkannya
o
Ya
o
Penggundulan tangkapan air
daerah
o
Ya
o
Praktek pertanian dan penggunaan lahan yang bertentangan dengan kaidah-kaidah konservasi air dan tanah
o
Ya
hutan
di
Tabel 31 Aspek partisipasi masyarakat KETERLIBATAN MASYARAKAT
ASPEK PARTISIPASI MASYARAKAT
SEKITAR KALI GARANG
o
Ikut serta dan aktif dalam latihanlatihan (gladi) upaya mitigasi bencana banjir misalnya kampanye peduli bencana, latihan kesiapan penanggulangan banjir dan evakuasi, latihan peringatan dini banjir dsb.
o
Ya; seperti terlihat pada kegiatan penanggulangan banjir yang dilakukan oleh pihak Kesbanglinmas Kota Semarang.
o
Ikut serta dalam pendidikan publik yang terkait dengan upaya mitigasi bencana banjir .
o
Ya; seperti terlihat dalam sosialisasii sistem peringatan dini banjir Kali Garang.
o
Ikut serta dalam setiap tahapan konsultasi publik yang terkait dengan pembangunan prasarana pengendalian banjir dan upaya mitigasi bencana banjir
o
Ya; seperti terlihat pada laporan rencana pembangunan Waduk Jatibarang dengan melakukan kegiatan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
o
Mengadakan gotong-royong pembersihan saluran drainase yang ada di lingkungannya masing-masing
o
Ya; dengan adanya program Pemerintah Kota Semarang yaitu Resik Resik Kutho setiap Jumat
123
Pada saat menghadapi bencana, masyarakat yang belum mampu untuk menanganinya sendiri harus menunggu bantuan yang ’kadang-kadang’ tidak segera datang. Perlu disadari bahwa upaya/kegiatan yang dilaksanakan pada detik-detik pertama saat bencana terjadi, sangat menentukan dampak bencana tersebut.
Didasari
pemikiran
tersebut,
dan
sejalan
dengan
program
pengembangan masyarakat yang mandiri, masyarakat sendiri perlu mengetahui secara menyeluruh semua upaya dan tindakan penanggulangan bencana supaya bisa segera mengambil tindakan yang tepat pada waktu bencana terjadi. Pada tahun 2005 Pemerintah melalui BAKORNAS PBP mengeluarkan Panduan Umum
Penanggulangan
Bencana
Berbasis
Masyrakat
(PBBM).
Secara
keseluruhan, tujuan PBBM adalah: 1. Meningkatkan kesadaran dan kesiap-siagaan masyarakat, terutama pada daerah-daerah yang rawan bencana. 2. Memperkenalkan cara membuat peta bahaya setempat. 3. Memperkuat kemampuan mayarakat dalam menanggulangi bencana dengan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak terkait. 4. Mengembangkan organisasi bencana di daerah. 5. Memperkaya pengetahuan masyarakat dengan pendidikan tentang bencana. 6. Mempertinggi kesadaran masyarakat akan lingkungan hidup. 7. Membina kemampuan masyarakat yang mandiri.
KMPB (Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana) sebagai kelompok masyarakat yang aktif dalam masalah penanggulangan bencana, terutama di kelurahan-kelurahan yang rawan bencana banjir kali Garang. Kelompok Masyarakat iniliah yang pertama tama akitf dalam penanggulangan bencana. Dari survey di Kali Garang terdapat 14 kalurahan yang termasuk daerah rawan bencana, yaitu Kelurahan Panggung Lor, Panggung Kidul, Bulu Lor, Pendrikan Lor, Bulustalan, Barusari, Petompon, Sampangan, Sukorejo, Krobokan, Cabean, Bojong Salaman, Ngemplak Simongan, dan Manyaran. Idealnya kelurahan-kelurahan tersebut mempunyai seperti terlihat pada Gambar 79.
struktur organisasi KMPB
124
Gambar 79 Usulan Struktur organisasi KMPB di sekitar Kali Garang berdasarkan panduan umum penanganan bencana berbasis masyarakat Susunan KMPB ini terdiri dari empat bagian utama yaitu bagian penanggulangan, bagian operasional, bagian komunikasi masa dan bagian kesejahteraan. Untuk bagian penanggulangan akan menangani masalah deteksi dini dan pemetaan. Kelompok inilah yang paling utama yang akan menerima sistem informsai banjir jika suatu sistem informasi peringatan dini banjir diterapkan secara menyeluruh baik untuk petugas banjir dan di masyarakat.
6.7.
Sosialisasi Sistem Peringatan Dini Banjir Berbasis SMS dan Web Sosialisasi peralatan sistem peringatan dini banjir berbasis SMS dan Web
ini sangat perlu dilakukan baik untuk masyarakat, petugas dan instansi terkait. Hal ini disebabkan antara lain : a. Peralatan sistem peringatan dini banjir berbasis SMS dan internet ini merupakan peralatan yang baru sehingga sangat perlu disosialisasikan ke masyarakat.
125
b. Peralatan sistem peringatan dini banjir menggunakan teknologi yang cukup baru sehingga belum dikenal oleh petugas banjir di lingkungan Dinas PSDA Jawa Tengah/Sub Din PU Pengairan Kota Semarang. c. Peralatan peringatan dini banjir ini walaupun bekerja secara otomatis, tetapi tetap diperlukan petugas untuk melakukan operasi dan perawatan rutin sehingga perlu dilakukan sosialisasi sehingga petugas mengetahui cara pengoperasian dan perawatan peralatan sistem peringatan dini banjir ini. Dalam sosialisasi ini dilakukan peninjauan lapangan oleh petugas banjir dan
sosialisasi
langsung
ke
masyarakat
dan
instansi
terkait
seperti
Kesbanglinmas, BMG, kelurahan, kecamatan dan masyarakat sekitar Kali Garang (RT/RW) sekaligus meresmikan peralatan sistem peringatan dini banjir ini pada tanggal 31 Januari 2008. Beberapa kegiatan sosialisasi baik secara langsung atau tidak langsung melalui media masa dapat dilihat pada Lampiran VI. Dari hasil sosialisasi peralatan sistem peringatan dini banjir ini, didapat masukan masukan dari peserta sosialisasi antara lain :
Sebaiknya sistem informasi banjir dengan SMS ini dapat dikirim sampai ke tingkat RT/RW sehingga sistem informasi peringatan dini banjir ini akan lebih cepat sampai ke masyarakat.
Jika memungkinkan peralatan ini dilengkapi dengan display yang terpasang di lokasi yang sangat strategis (misal di perempatan jalan/simpang lima) sehingga informasi banjir dapat dilihat oleh masyarakat umum yang tidak mempunyai HP.
Untuk mengantisipasi tidak berfungsinya peralatan peringatan dini banjir akibat padamnya listrik, maka diharapkan adanya genset/UPS yang dipasang di lokasi server komputer.
Sebaiknya dilakukan pula program simulasi evakuasi bencana banjir.
Pemerintah Kota Semarang diharapkan dapat memasang pula sistem peringatan dini banjir akibat rob.
Pemerintah Kota Semarang diharapkan dapat menambah sistem pompanisasi untuk mengurangi akibat banjir. Secara umum peralatan sistem peringatan dini banjir Kali Garang ini telah
mencatat kejadian banjir dan mengirim informasi banjir ke petugas sejak tanggal 31 Januari 2008 setelah dilakukan sosilasiasi.
126
6.7.1. Persepsi Petugas Banjir dan Staf Instansi Pemda Terhadap Peralatan Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Pada bulan Juli 2008 dilakuan survey kepada wakil dari pemerintah dan petugas banjir serta masyarakat untuk dimintai pendapatnya tentang peralatan sistem peringatan dini banjir ini. Survey dilakukan secara langsung satu persatu kepada wakil pemerintah atau petugas banjir dengan cara mengisi kuisioner dengan empat
pertanyaaan (bentuk pertanyaan ada pada Lampiran V A).
Jumlah responden adalah 15 orang baik dari petugas dan staf instansi terkait dengan hasil seperti terlihat pada Tabel 32. Tabel 32 Hasil survey persepsi petugas dan staf instansi terkait terhadap peralatan sistem peringatan dini banjir Kali Garang No. Responden
P1
1
mengetahui
2
sangat mengetahui
3
P2
P3
P4
sangat membantu
tidak perlu
diperlukan
sangat membantu
Perlu
sangat mengetahui
sangat diperlukan
sangat membantu
tidak perlu
4
sangat mengetahui
sangat diperlukan
sangat membantu
Perlu
5
sangat mengetahui
sangat diperlukan
membantu
Perlu
6
sangat mengetahui
sangat diperlukan
membantu
tidak perlu
7
sangat mengetahui
sangat diperlukan
sangat membantu
tidak perlu
8
sangat mengetahui
sangat diperlukan
sangat membantu
tidak perlu
9
sangat mengetahui
sangat diperlukan
membantu
tidak perlu
10
sangat mengetahui
sangat diperlukan
sangat membantu
tidak perlu
11
sangat mengetahui
sangat diperlukan
sangat membantu
tidak perlu
12
mengetahui
sangat diperlukan
sangat membantu
tidak perlu
13
sangat mengetahui
sangat diperlukan
sangat membantu
tidak perlu
14
sangat mengetahui
sangat diperlukan
sangat membantu
tidak perlu
diperlukan
15 sangat mengetahui sangat diperlukan sangat membantu tidak perlu Keterangan : P1 = Pertanyaan 1 ; P2 = Pertanyaan 2 ; P3 = Pertanyaan 3 dan P4 = Pertanyaan 4
Dari Tabel 32 dapat dibuat diagram lingkaran pertanyaan
untuk setiap jenis
dari P1 hingga P4. Dari Gambar 80 (a) terlihat bahwa untuk
pertanyan P1 yaitu apakah para petugas mengetahui peralatan peringatan dini banjir yang dipasang di Kali Garang, maka sebanyak 86,7% responden sangat mengetahui dan sisanya 13,3% mengetahui peralatan tersebut. Sedangkan dari Gambar 80 (b) di bawah terlihat bahwa persepsi petugas terhadap keperluan
127
alat tersebut 86,7% sangat memerlukan dan sisanya 13,3% menjawab memerlukan.
Petugas Mengetahui Perlatan Sistem Peringatan Dini Banjir yang Dipasang di Kali Garang 0%
Peralatan Tersebut Diperlukan Dalam Penanganan Banjir di Kali Garang 0%
13%
13%
Diperlukan
Mengetahui
Sangat diperlukan
Sangat Mengetahui
Tidak Diperlukan
Tidak Mengetahui 87%
87%
(a)
(b)
Gambar 80 Diagram lingkaran persentase persepsi petugas terhadap (a) pertanyaan P1 dan (b) pertanyaan P2 Dari hasil survey ke petugas banjir dan instansi terkait didapat bahwa sistem informasi banjir dengan SMS tersebut sebagian besar petugas terlihat bahwa
80%
menjawab
bahwa
peralatan
tersebut
sangat
membantu
menyebarkan informasi banjir sedangkan 20% responden menjawab membantu dalam menyebarkan informasi banjir seperti terlihat pada Gambar 81 (a).
Peralatan Tersebut Membantu Dalam Menyebarkan Informasi Banjir
Sistem SMS Informasi Banjir Kali Garang Perlu Dikirim ke Masyarakat 0,0%
0,0% 20,0%
Sangat Membantu Membantu
20,0% Tidak Perlu Perlu
Tidak Membantu
Sangat Perlu
80,0%
(a)
80,0%
(b)
Gambar 81 Diagram lingkaran persentase persepsi petugas banjir terhadap (a) pertanyaan P3 dan (b) pertanyaan P4
128
Dari Gambar 81 (b) terlihat bahwa sistem pengiriman informasi banjir dengan SMS tersebut, sebagian besar petugas terlihat bahwa 80%
belum
menginginkan informasi banjir tersebut dikirim langsung ke masyarakat dan hanya 20% yang menjawab perlu dikirim ke masyarakat. Hal ini disebabkan petugas banjir sangat mengetahui bahwa sistem infrastruktur dari peralatan peringatan dini banjir tersebut belum 100% sempurna. Sehingga sebagaian besar
para petugas masih menginginkan perbaikan infrastruktur peralatan
peringatan dini banjir ini (seperti penyediaan genset/UPS di server komputer) dahulu sebelum sistem SMS peringatan dini banjir ini dikirim ke masyarakat. Berdasarkan data hasil pengisian 15 responden, dapat dihitung skor untuk pertanyaan P1 s/d P4 (Lampiran V.C) sehinga didapat perhitungan skor untuk setiap pertanyaan seperti terlihat pada Tabel 33. Tabel 33 Perhitungan skor pertanyaan untuk responden staf/petugas banjir Pertanyaan
Skor
Persentase
Kesimpulan
P1
43
95,5
Sangat Mengetahui
P2
43
95,5
Sangat Diperlukan
P3
42
93,3
Sangat membantu
P4
42
93,3
Tidak Perlu
Keterangan : Maksimum skor setiap pertanyaan 45
6.7.2. Persepsi Masyarakat Terhadap Peralatan Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap peralatan peringatan dini banjir ini, maka dilakukan survey langsung ke masyarakat. Dalam melakukan survey, maka dipilih wakil dari beberapa RW yang dekat dengan lokasi Kali Garang dan didapatkan 20 orang responden dengan hasil seperti terlihat pada Tabel 34.
Bentuk pertanyaan P1 sampai dengan
Lampiran V.B.
P4
dapat dilihat
pada
129
Tabel 34 Hasil survey persepsi wakil masyarakat sistem peringatan dini banjir Kali Garang No. Responden
P1
P2
P3
terhadap peralatan
P4
1 mengetahui diperlukan sangat diperlukan diperlukan 2 sangat mengetahui diperlukan sangat diperlukan diperlukan 3 sangat mengetahui sangat diperlukan sangat diperlukan sangat diperlukan 4 mengetahui sangat diperlukan sangat diperlukan diperlukan 5 sangat mengetahui sangat diperlukan diperlukan diperlukan 6 mengetahui sangat diperlukan tidak diperlukan sangat diperlukan 7 sangat mengetahui sangat diperlukan sangat diperlukan sangat diperlukan 8 sangat mengetahui sangat diperlukan sangat diperlukan sangat diperlukan 9 sangat mengetahui sangat diperlukan sangat diperlukan sangat diperlukan 10 sangat mengetahui sangat diperlukan sangat diperlukan sangat diperlukan 11 sangat mengetahui sangat diperlukan sangat diperlukan sangat diperlukan 12 tidak mengetahui tidak diperlukan sangat diperlukan tidak diperlukan 13 sangat mengetahui sangat diperlukan sangat diperlukan sangat diperlukan 14 sangat mengetahui sangat diperlukan sangat diperlukan sangat diperlukan 15 sangat mengetahui sangat diperlukan sangat diperlukan sangat diperlukan 16 sangat mengetahui sangat diperlukan sangat diperlukan sangat diperlukan 17 sangat mengetahui sangat diperlukan sangat diperlukan sangat diperlukan 18 sangat mengetahui sangat diperlukan sangat diperlukan sangat diperlukan 19 sangat mengetahui sangat diperlukan sangat diperlukan sangat diperlukan 20 sangat mengetahui sangat diperlukan sangat diperlukan sangat diperlukan Keterangan : P1 = Pertanyaan 1 ; P2 = Pertanyaan 2 ; P3 = Pertanyaan 3 dan P4 = Pertanyaan 4
Dari survey ke wakil masyarakat terlihat bahwa sebagian besar masyarakat sangat mengetahui adanya peralatan peringatan dini banjir tersebut. Hal ini terlihat dari jawaban masyarakat bahwa 80% masyarakat sekitar Kali Garang sangat mengetahui peralatan tersebut dan 15% mengetahui serta 5% tidak mengetahui peralatan peringatan dini banjir tersebut seperti terlihat pada Gambar 82 (a). Hal ini menunjukkan bahwa sosialisasi peralatan peringatan dini banjir tersebut telah berhasil dilakukan. Dari
sebagian besar
wakil masyarakat sekitar Kali Garang sangat
memerlukan adanya peralatan peringatan dini banjir tersebut. Hal ini terlihat dari jawaban masyarakat bahwa 80% masyarakat sekitar Kali Garang sangat memerlukan peralatan tersebut dan 15% memerlukan serta 5% tidak memerlukan peralatan peringatan dini banjir tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa kebutuhan peralatan peringatan dini banjir tersebut sangat dibutuhkan oleh masyarakat ( Gambar 82.b).
130
Masyarakat Mengetahui Sistem Peringatan Dini Banjir yang Dipasang di Kali Garang
Peralatan sistem Peringatan DIni Banjir tersebut diperlukan
5%
5%
10%
15%
Mengetahui
Diperlukan
Sangat Mengetahui Tidak Mengetahui
Sangat Diperlukan Tidak Diperlukan
80%
85%
(a)
(b)
Gambar 82 Diagram lingkaran persentase persepsi wakil masyarakat terhadap (a) pertanyaan P1 dan (b) pertanyaan P2 Sebagian
besar
masyarakat
juga
sangat
mengharapkan
sistem
peringatan dini banjir berbasis SMS ini SMS nya dapat dikirim ke masyarakat. Dari 20 responden wakil masyarakat, 90% sangat mengharapkan SMS informasi banjir ini dapat dikirim ke wakil masyarakat dan 5% menjawab diperlukan serta hanya 5% tidak diperlukan.Jadi sebagian besar masyarakat sangat memerlukan SMS ini (Gambar 84.a). Selain itu hampir sebagian masyarakat juga masih menginginkan sistem peringatan dini banjir secara konvensional (kentongan) masih sangat diperlukan. Hal ini terlihat bahwa 75% masyarakat masih sangat menginginkan sistem peringatan dini banjir secara konvensional dan hanya 5% yang tidak menginginkan sistem peringatan dini banjir secara konvensional seperti terlihat pada Gambar 83 (b). SMS Sistem InformasiBanjir Perlu Dikirim Ke Masyarakat 5%
Sistem Peralatan Peringatan Dini Banjir Secara Konvensional (Kentongan) Masih Diperlukan
5%
5% 20%
Sangat Diperlukan
Sangat Diperlukan Diperlukan
Diperlukan Tidak Diperlukan
Tidak Diperlukan 75%
90%
(a)
(b)
Gambar 83 Diagram lingkaran persentase persepsi wakil mayarakat terhadap (a) pertanyaan P3 dan (b) pertanyaan P4.
131
Berdasarkan data hasil pengisian 20 responden, dapat dhitung skor untuk pertanyaan P1, P2, P3, P4 (Lampiran V.D) sehingga hasil perhitungan skor untuk pertanyaan 1, 2, 3 dan 4 dapat dilihat pada Tabel 35 dibawah ini. Tabel 35 Perhitungan skor pertanyaan untuk responden wakil masyarakat Pertanyaan
Skor
Persentase
Kesimpulan
P1
55
91,6
Sangat Mengetahui
P2
55
93,3
Sangat Diperlukan
P3
54
90
Sangat Dperlukan
P4
57
95
Sangat Diperlukan
Keterangan : Maksimum skor setiap pertanyaan 60
6.8.
Pengaruh Pembangunan Waduk Jatibarang terhadap Peringatan Dini Banjir Kali Garang Sesuai dengan rencana Departemen Pekerjaan Umum pembangunan
Waduk Jatibarang akan dilakukan mulai tahun 2010 s/d 2011 dan pengoperasian waduk dilakukan mulai 2012. Waduk Jatibarang mempunyai fungsi ganda yaitu bukan hanya sebagai sumber air baku Kota Semarang tetapi juga pembangkit listrik serta pengendali banjir. Waduk Jatibarang di disain dengan sistem spillway tanpa pintu sehingga fungsi pengendali banjir adalah kecil. Dari laporan JICA (2000) bahwa Waduk Jatibarang hanya mengurangi debit banjir 100 tahunan dari 1010 m3/detik menjadi 790 m3/detik (pengurangan debit 28%). Waduk Jatibarang di disain dengan mengutamakan fungsi penyediaan air baku Kota Semarang, sehingga untuk pengendalian banjir Kali Garang bukan hanya mengandalkan pembangunan Waduk Jatibarang tetapi juga normalisasi Kali Garang.
Jika pembangunan Waduk Jatibarang selesai tahun 2012, maka
pengaruh terhadap sistem
peringatan dini banjir Kali Garang yang telah
dipasang adalah sbb :
Peralatan sistem peringatan dini banjir tetap dapat berfungsi dimana secara perangkat keras tidak diperlukan perubahan perubahan.
Untuk sistem prediksi banjir, diperlukan sistem pembelajaran kembali sistem Jaringan Syaraf Tiruan. Hal ini dikarenakan adanya perubahan data korelasi antara curah hujan di hulu dengan tinggi muka air di hilir akibat pengoperasian Waduk Jatibarang. Sehingga untuk mengenali pola hubungan antara curah hujan dan tinggi muka air.
132
6.9.
Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Secara Terpadu Dalam
sistem
peringatan
dini
banjir
secara
terpadu
adalah
pendekatannya bukan hanya mengandalkan basis teknologi saja. Tetapi juga basis
pemberdayaan
masyarakat
dan kesiapan
dari
pemerintah untuk
menangani bencana. Dalam sistem peringatan dini banjir Kali Garang secara terpadu maka keterkaitan antara teknologi, masyarakat dan pemerintah dapat dilihat pada Gambar dibawah ini. Dari Gambar 84 terlihat
bahwa sistem
peringatan dini banjir berbasis teknologi dan berbasis masyarakat adalah saling mendukung. Ini berarti bahwa sistem peringatan dini banjir berbasis masyarakat tetap diperlukan walau telah ada sistem peringatan dini banjir berbasis teknologi. Sedangkan Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB) harus dapat bersinergi dengan struktur organisasi yang ada di pemerintahan baik sebelum ada bencana dan setelah ada bencana. SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR BERBASIS PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (KENTONGAN)
SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR BERBASIS TEKNOLOGI (SMS DAN INTERNET)
INFORMASI BANJIR
Gambar 84. Sistem peringatan dini bajir Kali Garang Secara terpadu
133
Sistem peringatan dini banjir berbasis teknologi SMS di atas mempunyai fungsi untuk mendukung sistem peringatan dini secara konvensioan. Hal ini sangat memungkinkan di mana sistem peringatan dini berbasis teknologi SMS akan dapat membantu penyebaran informasi secara cepat tanpa mengenal jarak. Ini
berarti
sistem
informasi
banjir
akan dapat
diterima
oleh
petugas
banjir/masyarakat di manapun selama masih ada sinyal komunikasi GSM. Sehingga petugas/masyarakat setelah menerima informasi banjir tersebut dapat secara cepat melakukan tindakan tindakan jika kondisi Kali Garang dalam status waspada/siaga/awas.
6.10.
Analisa Biaya Operasi dan Pemeliharaan Dalam pengoperasioan Sistem Peringatan Dini Banji Kali Garang, maka
komponen utama biaya operasional adalah biaya telekomunikasi dan listrik. Sedangkan biaya pemeliharaan sebenarnya lebih bersifat pemeliharaan rutin seperti pemeliharaan menjaga kebersihan sensor tinggi muka air dari lumpur, menjaga kebersihan sensor curah hujan dan agent (peralatan elektronik) yang ada di lapangan. Dalam perhitungan operasional dan pemeliharaan Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang, maka diperlukan beberapa asumsi asumi. Misal untuk pulsa dan listrik
selama satu tahun
diasumsikan jika dalam kondisi musim hujan
(selama 6 bulan) seting pengiriman data curah hujan dan tinggi muka air adalah setiap setengah jam ke server komputer. Untuk musim kemarau (selama 6 bulan) diasumsikan pengiriman data adalah setiap dua jam. Untuk kebutuhan perhitungan pulsa di server komputer, pengiriman kondisi waspada/siaga/awas pada saat musim hujan (selama 6 bulan) kita asumsikan setiap bulan mengirim 2 kali SMS informasi banjir dikirim ke 20 personal. Sedangkan kebutuhun sistem informasi banjir untuk musim kemarau tidak ada. Untuk kebutuhan listrik diasumsikan untuk server komputer, daya yang dibutuhkan adalah 150 watt sehingga dalam sehari dibutuhkan energi listrik sebesar 24 jam x 0, 15 kWatt = 3,6 kWh/hari. Untuk Kebutuhan agent curah hujan dan tinggi muka air adalah 5 watt/agent. Sehingga kebutuhan listrik per hari setiap agent adalah 24 jam x 0,05 kWatt = 0,12 kWh/hari Dari hasil kondisi kondisi tersebut di atas dapat dilakukan perhitungan kebutuhan operasional untuk Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang. Dari Tabel 25
maka biaya operasional untuk Sistem peringatan Dini Banjr Kali
Garang selama setahun adalah Rp 3.976.000,-
sehingga rata rata dalam
134
sebulan keperluan operasional adalah Rp 331.400,- per bulan untuk pulsa dan listrik. Jika dalam perawatan diperlukan satu orang denggn gaji per bulan adalah Rp 1.000.000,- maka dalam satu bulan diperlukan biaya operasional dan pemeliharaan (OP) untuk sistem peringatan dini banjir ini adalah Rp 1.331.400,per bulan. Tabel 36 Perhitungan biaya operasional peralatan Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Berbasis SMS dan Web selama satu tahun. A. Kebutuhan Pulsa
Harga SMS
MUSIM HUJAN Pulsa Agent Curah Hujan Pulsa Agent TMA Pulsa server untuk setting Pulsa server untuk informasi banjir
Kebutuhan
Total Biaya (Rp)
(Rp/SMS)
(SMS/Hari)
(SMS/Bulan)
(Bulan)
100 100
48 48
1440 1440
6 6
864.000 864.000
100
15
450
6
270.000
400
6
240.000
100
MUSIM KEMARAU Pulsa Agent Curah Hujan Pulsa Agent TMA Pulsa server untuk setting Pulsa server untuk informasi banjir
Operasional
100 100
12 12
360 360
6 6
216.000 216.000
100
15
450
6
270.000
100
0
0
6
0
A. TOTAL KEBUTUHAN PULSA/TAHUN B. Kebutuhan Listrik Server Agent Curah Hujan Agent TMA
Harga Listrik
Kebutuhan
Rp2.940.000 Opersioanal
(Rp/kWh)
(kWh/Hari)
(kWh/Bulan)
(Bulan)
750 750 750
3,6 0,12 0,12
108 3,6 3,6
12 12 12
B. TOTAL KEBUTUHAN LISTRIK/TAHUN TOTAL KEBUTUHAN PULSA DAN LISTRIK /TAHUN (A+B)
Total Biaya 972.000 32.400 32.400
Rp1.036.000
Rp3.976.000
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1.
Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian mengenai Pengembangan
Sistem Peringatan Dini Banjir Kali Garang Semarang dengan Teknologi Informasi Berbasis SMS dan Web adalah sebagai berikut: 1. Hasil pengembangan sistem telemetri hidrologi di Kali Garang adalah: a. Peralatan sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air yang dibangun di Kali Garang merupakan peralatan yang sangat penting dalam sistem peringatan dini banjir Kali Garang. Dengan adanya peralatan sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air yang dibangun di Kali Garang ini sangat membantu dalam mendapatkan data curah hujan dan tinggi muka air secara real time. Sehingga informasi data curah hujan dan tinggi muka air ini dapat langsung segera diketahui. b. Sistem telemetri curah hujan dan tinggi muka air yang dibangun terdiri dari Agent dengan menggunakan sistem mikrokontroler Atmega 32. Penakar hujan yang dipakai adalah penakar hujan otomatis jenis tipping bucket. Sedangkan sensor tinggi muka air menggunakan jenis pelampung yang dilengkapi dengan encoder. Selain itu diperlukan sebuah server komputer untuk menerima data tinggi muka air dan curah hujan yang dari lapangan. c. Hasil pengujian pengiriman data curah hujan dan tinggi muka air dengan menggunakan SMS dari lapangan ke server komputer untuk pengiriman data sangat efektif dimana lebih dari 92% data terkirim dengan jeda kurang dari 5 menit dan 8% data terkirim dengan jeda antara 5 – 10 menit. 2. Model prediksi tinggi muka air yang dibangun di Kali Garang adalah: a. Model Jaringan Syaraf Tiruan (JST) dengan 2 simpul lapis masukan adalah curah hujan 1, 2, 3, 4 atau 5 hari sebelumnya di Stasiun Hujan Gunungpati dan tinggi muka air 3 jam sebelumnya di Bendung Simongan. Lapis tersembunyi terdiri dari 20 dan 30 simpul. Laju pembelajaran yang digunakan adalah 0,9 dan 0,5.
136
Lapis keluaran adalah prediksi tinggi muka air 2 jam ke depan di Bendung Simongan. b. Hasil pengujian JST untuk data pada bulan April 2008 didapat hasil yang optimum adalah
dengan data masukan 4 hari
sebelumnya, jumlah simpul 20, laju pembelajaran
0,9 dan
momentum 0,3 dengan kesalahan MSE sebesar 0,0046. 3. Hasil pengembangan sistem informasi peringatan dini banjir Kali Garang dengan SMS dan Web adalah: a. Sistem SMS digunakan untuk mengirim informasi banjir sesuai kondisi/status Kali Garang yaitu waspada,siaga, dan awas ke petugas banjir/instansi terkait secara otomatis. b. Sistem Web akan menampilkan kondisi curah hujan di Stasiun Gunungpati dan tinggi muka air di Bendung Simongan secara real time dan dapat diakses selama 24 jam dengan alamat www. Semarang.go.id. 4. Hasil integrasi sistem telemetri hidrologi, sistem informasi banjir dan sistem prediksi banjir ke dalam sistem yang disebut Flood Forecasting and Warning System (FFWS) adalah: a. Sistem FFWS telah diuji coba dengan hasil bahwa ketiga sistem dapat terintegrasi dan berjalan dengan baik. Dari hasil pengujian, sistem prediksi akan secara otomatis memprediksi tinggi muka air 2 jam ke depan jika server komputer menerima data dari hulu jika terjadi hujan. Selain itu akan diinformasikan pula secara otomatis melalui SMS ke petugas banjir jika tinggi muka air Kali Garang telah dalam kondisi waspada, siaga ataupun awas. b. Dari sistem FFWS yang dibangun didapat total waktu yang diperlukan dalam sistem peringatan dini banjir ini dengan SMS adalah 20 menit sehingga jauh lebih kecil dari respon banjir Kali Garang yang sebesar 2 - 3 jam. Dari hasil penelitian ini maka sistem informasi peringatan dini banjir Kali Garang telah memenuhi kriteria sistem peringatan dini banjir
dimana sistem
informasi banjir lebih kecil dari respon banjir Kali Garang. 5. Hasil analisa persepsi petugas banjir dan masyarakat sekitar Kali Garang terhadap peralatan sistem peringatan dini banjir adalah:
137
a. Dari hasil survey ke petugas banjir dan instansi terkait didapat hasil 87,6% responden sangat memerlukan peralatan peringatan dini banjir ini. Sedangkan 13,3% menjawab memerlukan. b. Dari hasil survey wakil masyarakat sekitar Kali Garang didapat hasil 75% responden menganggap bahwa sistem peringatan dini dengan kentongan (konvensional) masih sangat diperlukan. 20% responden menggangap peringatn dini dengan kentongan masih diperlukan dan hanya 5% responden yang menganggap tidak memerlukan sistem peringatan dini dengan kentongan. c. Untuk masalah pengiriman SMS informasi banjir ke wakil masyarakat/RW, penilaian dari pihak petugas dan instansi terkait menilai untuk sementara masih belum perlu dilakukan. Hal ini disebabkan masih banyaknya kendala-kendala teknis seperti belum tersedianya infrastruktur penunjang seperti genset atau backup batere yang memadai agar sistem peringatan dini banjir ini tetap dapat bekerja secara maksimal jika pasokan listrik PLN padam.
7.2.
Saran Saran
yang
dapat
diberikan
dari
hasil
penelitian
mengenai
pengembanagan sistem peringatan dini banjir Kali Garang Semarang dengan Teknologi informasi berbasis SMS dan Internet adalah sbb: 1. Kendala yang dihadapi dalam penelitian sistem peringatan dini ini adalah sarana infrastruktur seperti belum tersedianya fasilitas pasokan listrik yang 24 jam untuk menunjang keperluan server komputer. Hal ini penting mengingat sistem peringatan dini banjir ini tidak dapat bekerja jika tidak ada fasilitas listrik. Sehingga jika terjadi gangguan pasokan listrik akan mengakibatkan keterlambatan penerimaan data dan mengakibatkan sistem informasi banjir juga akan mengalami keterlambatan. 2. Kegiatan yang masih perlu dilakukan dalam penelitian ini adalah simulasi evakuasi mayarakat pada saat banjir, sehingga akan diketahui pula waktu yang diperlukan untuk evakuasi. Jika waktu evakuasi banjir ditambah waktu sistem informasi banjir jauh lebih kecil daripada response banjir Kali Garang, maka sistem peringatan banjir ini akan sangat efektif.
138
3. Agar hasil prediksi tinggi muka air Kali Garang dengan Jaringan Syaraf Tiruan ini menghasilkan prediksi yang lebih tepat, maka diperlukan pula tambahan peralatan telemetri curah hujan untuk dipasang di hulu Kali Garang minimal dua buah yaitu di hulu Kali Kripik dan Kali Kreo sehingga benar-benar mewakili DAS Garang. 4. Penelitian ini adalah penelitian tahap awal dari penelitian peringatan dini banjir secara real time, sehingga masih perlu ditingkatkan lagi untuk lebih sempurna lagi seperti
untuk melakukan pemodelan JST yang lebih
mendalam lagi. 5. Dalam menghadapi bencana banjir, maka pemberdayaan masyarakat sangatlah penting. Hal ini dikarenakan penanganan bencana bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi juga masyarakat. Saat ini organisasi penanggulangan bencana berbasis masyarakat di Kali Garang belum terbentuk. Untuk itu perlu segera dibentuk Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB) Kali Garang mengingat banyaknya penduduk yang bermukim di sekitar Kali Garang sehingga perlu persiapan yang lebih baik dalam menangani bencana. Hal ini juga disebabkan Kali Garang mempunyai respon banjir yang cepat sehingga peran serta masyarakat dapat langsung ikut terlibat jika terjadi banjir di Kali Garang.
139
DAFTAR PUSTAKA
Adriana A, F Disabato, O Terzo, R Vigna. 2008. Early Warning System for Flood Event and Automatic Classification of Low Resolution Satellite Imagery: ITHACA Approach. http://www.tlc.unipf.it/6_RSDMA/finals [12 September 2008] Albanese A, F Disabato, O Terzo, R Vigna, M Giardino, L Perotti. 2008.A Preliminary Approach to Flood Risk Mapping and Flood Forecasting System for the LDCs. http://www.isprs.org/congresses/beijing2008/proceedings/4pdf/269.pdf [5 Maret 2008]. Anwar S. 2006. Pengembangan Indikator Sistem Peringatan Dini dan Teknik Prakiraan Debit Banjir Sungai Cimanuk [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Insitut Pertanian Bogor. Ares M. 2008. Econova Flood Warning System: Geo-information for Real Time Flood Risk Management. http://www.isprs.org/congresses/beijing2008/proceedings/4pdf/287pdf [5 Maret 2008]. Aramous M, Szidarovsky F, Zahraie B. 2003. Water Resources Systems Analysis. Florida: Lewis Publisher. Asdak C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jogjakarta: Gajah Mada University Press. Atiya AF, Shahen, SI, 1999, A Comparison between Neural Network Forecasting Techniques, IEEE Trans. On Neural Network 10:56-71. [BRLKT Wilayah V] Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Wilayah V. 1988. Pola Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai Garang. Solo: Balai RLKT V. [BAPPEDA Kota Semarang]. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Semarang. 2007. Penyusunan Masterplan Drainase Kota Semarang. Semarang: Bappeda Kota Semarang. Basha E, Daniele R. 2007. Design of Early Warning Flood Detection System for Developing Countries. http://www.groups.csail.mid.edu/drl/ [3 Februari 2008]. Begkhuntod, P. 2007. Application of Satellite for Flood Risk Reduction in Mekong River Basin. http://www.apsaf.org/data feature/ [3 Februari 2008]. Budiarto W. 2005. Perancangan Sistem dan Aplikasi Mikrokontroler. Jakarta: PT Elek Media komputindo.
140
De Leon JCV, John S, Camilo C, Stacey T. 2005. Early Warning Systems In The American Hemisphere. http://www.thecommonwealth.org/shared_asp_files [3 Februari 2008] De Leon JCV. 2005 Early Warning System: A Tool for Mitigation and Coordination. http://www.nws.noaa.gov/iao/AMS/2004/presentation [3 Februari 2008] [Depkumham] Departemen Hukum dan Hak Asasi Manuasi. 2008. Undang Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penaggulangan Bencana. Jakarta: Depkuham. Djayadiredja E. 2006. Peran Kearifan Lokal dan Teknologi dalam Mencari Solusi Bencana Banjir Bandang. Makalah Seminar Nasional Bencana Banjir Bandang dan Solusinya oleh Masyarakat Hidrologi Indonesia dalam Rangka Hari Air Sedunia 21 Maret 2006. Diposaptono S. 2007. Mengantisipasi Bencana. Gempa Bumi, Tsunami, Banjir, Abrasi, Pemanasan Global, dan Semburan Lumpur Lapindo. Bogor: Buku Ilmiah Populer. [Dinas PSDA JATENG] Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Jawa Tengah. 2006. Data Pokok Pengairan 2006. Semarang: Dinas PU Propinsi Jawa Tengah. Fadli. 2007. Radar Cuaca Sarana Peringatan Dini Banjir. Kompas 11 Feb 2007: 11(kolom 5- 7). Fausett, Laurene. 1994. Fundamental of Neural Network Architecture; Algorithm and Application, USA: Prentice Hall Englewood Cliffs. Garcia R, Bartual. 2001. Short term river flood forecasting with neural networks. Spain: Department of Hydraulic and Environmental Engineering, Universidad Politecnica de Valencia. Haykin, S. 1994. Neural Network A Comprehensive Foundation. USA: Macmillian College, Publishing Company Inc. Irianto G, P Perez, dan T Prasetyo. 1999. Karakteristik dan Analisis Biofisik Wilayah Rawan Kekeringan dan Banjir. Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Isnugroho. 2002. Tinjauan Penyebab Banjir dan Upaya Penanggulangannya. Alami. Jurnal Air, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi Bencana Vol 7 (2). Hlm 1-7. [JICA] Japan International Cooperation Agency. 1993. Master Plan on Water Resources Development and Feasibility Study for urgent Flood Control and Urban in Semarang City and Suburbs. Jakarta: JICA
141
[JICA] Japan International Cooperation Agency, Ministry of Settlement and Regional Development The Republic of Indonesia. 2000. The Detail Design of Flood Control, Urban Drainage and Water Resources Development in Semarang in The Republic of Indonesia. Jakarta: JICA. Joorabchi A, H Zhang, M Blumenstein. 2007. Application of artificial neural networks in flow discharge prediction for the Fitzroy River, Australia. Australia: Journal of Coastal Research. Junkhiaw S, Wit S, Thada S, Nipon T. 2004. Developing Flood Warning System for Upland Watersheds of the Chao Phraya Basin. http://www.hyarc.nagoya-u.ac.jp/game/6thconf/html/abs_html. [3 Februari 2008]. [KNRT] Kementrian Negara Riset dan Teknologi. 2006. Penanggulangan Bencana Tsunami. Jakarta: Kementrian Negara Riset dan Teknologi. Kanbua W, Charm K. 2007. Decision Support System for Flash Flood Warning Management using Artificial Neural Network. http://www.marine.tmd.go.th/ dss_paper.pdf [3 Februari 2008]. Khang B. 2002. Trik Pemrograman Aplikasi Berbasis SMS. Jakarta: Penerbit Elex Media Komputindo. Kodoatie R, Sugiyanto. 2001. Banjir, Beberapa Penyebab dan Metode Pengendaliannya dalam Perspektif Lingkungan. Jogyakarta: Penerbit Pustaka Pelajar. Kodoatie R. 2002. Banjir Kota Semarang Studi Kasus Kali Bringin. Alami. Jurnal Air, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi Bencana, Vol 7 (2) hlm 58 – 63. Kodoatie R, Rustam S. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Jogyakarta: Penerbit Andi Kung SY. 1993. Digital Neural Network. New Jersey: Prentice Hall Inc. Kurniawan L. 2004. Penyediaan Informasi Spasial untuk Penanggulangan Banjir dan Rob di Kota Semarang. Di dalam: Tejakusuma B, Marwanto. editor. Year Book Mitigasi Bencana 2004. Jakarta: Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan BPPT. Hlm 99 – 112. Kusumadewi S. 2004. Membangun Jaringan Syaraf Tiruan Menggunakan Matlab dan Excelink. Jogyakarta: Penerbit Graha Ilmu. Legono D, Pamudji AR, Istiarto. 2002. Pengembangan Sistem Peringatan Dini Bencana Banjir, Alami. Jurnal Air, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi Bencana, Vol 7 (2) : hlm 8 – 12. Linsley
R.K, Franzini JB. 1979. Water Resources Engineering . New York: McGraw-Hill.
142
Margiantoro A. 2003. Prediksi Debit Sungai Cikapundung menggunakan Jaringan Saraf Tiruan [tesis]. Bandung: Program Magister Teknik Instrumentasi dan Kontrol, ITB . Maryono A. 2003. Pembangunan Sungai Dampak dan Restorasi Sungai. Jogyakarta: Gajah Mada University Press. Ning L. 2005. From Philosophy to Action: Accomplish Harmonious Coexistence Between Man adn Flood. http://www.icid.org [5 Maret 2008]. Nugroho AW. 1998. Peramalan Beban Listrik Jangka Pendek dengan Jaringan Syaraf Tiruan dan Evaluasinya dengan Logika Fuzzy [tesis]. Jogyakarta: Jurusan Teknik Elektro UGM. Pemerintah Kota Semarang. Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kodya Semarang Th 2000-2010. http://www.semarang.go.id [ 1 Okt 2005 ]. Pemerintah Kota Semarang. 2005. Nama dan Alamat Pejabat di Lingkungan Pemerintah Kota Semarang. Semarang: Pemerintah Kota Semarang. Peters R, G Schimtz, J Cullmann. 2006. Flood routing modelling with Artificial Neural Networks. http://www.adv-geosci.net/ [26 September 2005]. Hlm 131 – 136. Purwadhi FS . 2003. Tinjuaan Mitigasi Bencana Banjir dan Aplikasi Remote Sensing. Di dalam: Kuniawan L editor. Year Book Mitigasi Bencana 2003. Jakarta: Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan, BPPT. Hlm 1- 11. Riduwan. 2002. Skala Pengkuran Variabel – Variabel Penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta [Set BAKORNAS PBP] Sekretaiat Badan Koodinasi Nasional Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi. 2005. Panduan Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia. Jakarta: Sekretaris Bakornas PBP. Setiawan BI, Rudiyanto. 2004. Aplikasi Neural Networks untuk Prediksi Aliran Sungai (Studi Kasus DAS Cidanau Indonesia dan DAS Terauchi, Jepang). Proseding Semiloka Teknologi Simulasi dan Komputasi Serta Aplikasi. Hlm 61 - 66 Siang J. 2005. Jaringan Syaraf Tiruan dan Pemrogramannya dengan Matlab. Jogyakarta: Penerbit Andi. Siswoko.
2002. Banjir, Masalah banjir dan Upaya Mengatasinya. http://www.pu.go.id / ditjen_ruang/TaruNews [5 Maret 2008].
Soekistijono dan Aris Harmanto. 2006. Pengendalian Banjir dan Aspek Kelembagaan di DAS Kali Brantas. Makalah Seminar Nasional Bencana Banjir Bandang dan Solusinya oleh Masyarakat Hidrologi Indonesia dalam Rangka Hari Air Sedunia.
143
Sureerattanan S, Phien, HN. 1997. Back Propagation Network for Daily Stream flow Forecasting, Research Report. Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Penerbit Andi.
Jogyakarta:
Tareghian R, Kashefipour SM. 2007. Application of Fuzzy Systems and Artificial Neural Networks for Flood Forecasting. Journal of Applied Sciences 7 (22): Hal 3451-3459 Tejakusuma I. 2002. Bencana Banjir di Jerman dan Teknologi Mitigasinya. Alami. Jurnal Air, Lahan, Lingkungan dan Mitigasi Bencana, Vol 7 (2) : hlm 75 – 78. Tejakusuma I, Kurniawan L, Sarodja D, Kristionao A. 2007. Tipologi Longsor dan Bencana Kolateral Banjir Bandang di Kabupaten Trenggalek Provinsi Jawa Timur. Sain dan Mitigasi bencana. 2 No 1: hlm 21 – 29. Wahab M. 2008. Integrated Data Communication and Processing for Early Warning System. http://www.eurosoutheastasia-ict.org/events / coop_forum / session11 / mashury_wahab.pdf [5 Maret 2008] Yayasan IDEP. 2005. Panduan Umum Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (PBBM). Jakarta: Penerbit Yayasan IDEP. Yulaelawati E, Syihab U. Grasindo [WCED]
2008.
Mencerdasi Bencana. Jakarta: Penerbit
World Commission on Environment and Development. 1988. Hari Depan kita Bersama. Terjemahan dari: Our Common Future. Jakarta: Penerbit Gramedia.
144
LAMPIRAN
145
LAMPIRAN I :
ALGORITMA JARINGAN SYARAF TIRUAN
1. Prosedur Pelatihan Perambatan-balik Pelatihan perambatan-balik meliputi tiga tahap, yaitu prosedur umpan maju, perhitungan serta perambatan-balik
galat, dan penyesuaian bobot.
Sebelum proses pelatihan, terlebih dahulu ditentukan bobot-bobot awal secara acak dan toleransi galat minimum (). Bobot-bobot awal ini nantinya diinisialisasi dan digunakan pada proses umpan-maju awal, sedangkan proses umpan-maju selanjutnya menggunakan bobot-bobot yang telah mengalami perbaikan. Toleransi galat minimum () berfungsi sebagai pembatas berulangnya proses iterasi dalam suatu pelatihan. Proses pelatihan akan terus berulang hingga diperoleh koreksi galat yang sama dengan/lebih kecil dari toleransi galat minimum. Algoritma umpan maju diuraikan dalam langkah-langkah atau alur prosedur sebagai berikut. Langkah 1: Setiap unit masukan (Xn, n = 1, …, n) menerima sinyal-sinyal masukan xn dan mengirimkan sinyal-sinyal ini ke unit-unit selanjutnya (unit-unit tersembunyi). Langkah 2: Setiap unit tersembunyi (Ih, h = 1, …, h) menjumlahkan sinyal-sinyal terbobotnya.
i _ in h hn x n whn
(1)
n
Kemudian menerapkan fungsi aktivasinya untuk menghitung sinyal keluarannya. Ih = f (i_inh)
(2)
lalu mengirimkannya pada semua unit lapis lapis keluaran. Langkah 3: Setiap unit keluaran (Ok, k = 1, …, k) menjumlahkan sinyal masukan terbobotnya.
o _ in k kh ih wkh h
(3)
146
Kemudian
menerapkan fungsi aktivasi untuk menghitung sinyal
keluarannya. ok = f (o_ink)
(4)
Setelah sinyal keluaran didapatkan maka dimulai tahapan prosedur penghitungan galat dan selanjutnya perambatan-balik nilai galat ke lapis tersembunyi lalu ke lapis keluaran sebagaimana dijelaskan dalam langkahlangkah berikut. Langkah 4: Pada setiap unit keluaran (Ok, k = 1, …, k) diterima sebuah pola keluaran target yang berhubungan dengan pola masukan pelatihan. Untuk menghitung informasi galatnya digunakan persamaan berikut.
k = (tk – ok) f’(ok)
(5)
Lalu dihitung besar koreksi bobotnya (untuk memperbaiki wkh).
wkh = αkIh
(6)
Selanjutnya dihitung besar koreksi biasnya (yang akan digunakan untuk memperbaiki θkh)
θkh = αk
(7)
dan mengirimkan k ke unit-unit lapis tersembunyi. Langkah 5: Pada setiap unit tersembunyi (Ih, h = 1, …, h), masukan deltanya (dari unit-unit lapis keluaran) dijumlahkan.
_ inh k wkh
(8)
k
Kemudian hasil ini akan digunakan untuk menghitung besar informasi galatnya.
h = _inh f’(ih)
(9)
Lalu menghitung besar koreksi bobotnya (untuk memperbaiki whn).
whn = αhxn
(10)
Dan menghitung koreksi biasnya (untuk memperbaiki θhn).
θhn = αh
(11)
Prosedur selanjutnya adalah proses perbaikan bobot dan bias dari unit input dan unit tersembunyi. Hal ini diuraikan dalam langkah-langkah berikut. Langkah 6: Masing-masing unit keluaran Ok, (k = 1, …, k) diperbaiki bobot dan biasnya. wkh (baru) = wkh (lama) + wkh
(12)
θkh (baru) = θkh (lama) + θkh
(13)
147
Langkah 7: Masing-masing unit tersembunyi (Ih, h = 1, …, h) diperbaiki bobot dan biasnya :
Langkah 8:
whn (baru) = whn(lama) + whn
(14)
θhn (baru) = θhn (lama) + θhn
(15)
Proses berhenti pada saat koreksi galat mencapai minimum.
Suatu jangka waktu (epoch) adalah satu set putaran vektor-vektor pelatihan. Beberapa epoch diperlukan untuk pelatihan sebuah JST perambatanbalik. Dalam algoritma ini dilakukan perbaikan bobot setelah masing-masing pola pelatihan disajikan. Setelah pelatihan selesai, bobot-bobot yang telah mengalami perbaikan tersebut disimpan dalam suatu berkas. Langkah-langkah di atas merupakan algoritma perambatan-balik standar yang menggunakan prosedur iterasi gradient descent atau steepest descent. Algoritma tersebut membutuhkan banyak proses iterasi untuk mendapatkan solusi yang diinginkan sehingga menjadikan proses pelatihan menjadi relatif lambat. Salah satu perbaikan proses belajar standar di atas yang populer adalah algoritma belajar perambatan-balik dengan momentum. Dalam perambatan-balik dengan momentum, perbaikan bobot merupakan kombinasi antara kemiringan sekarang (current gradient) dengan kemiringan sebelumnya (previous gradient). Metode ini adalah modifikasi dari metode gradient descent. Konvergen akan lebih cepat dicapai bila menggunakan penambahan metode momentum untuk perbaikan bobot. Dalam metode momentum, perbaikan bobot sebelumnya harus disimpan karena perubahan bobot baru didasari oleh bobot sebelumnya. Perumusan bobot unit keluaran perambatan-balik dengan momentum terlihat dalam persamaan berikut. wkh(t + 1) = wkh(t) + αkih + μ[ wkh(t) - wkh(t - 1)]
(16)
atau
wkh (t + 1) = αkih + μ wkh(t)
(17)
dan perbaikan pada unit tersembunyi : whn(t + 1) = whn(t) + αhxn + μ[whn(t) – whn(t - 1)]
(18)
atau
whn(t + 1) = αhxn + μ whn(t)
(19)
148
Langkah 6 dan langkah 7 sebelumnya diubah dengan persamaan (16) sampai (19) sehingga prosedur standar perbaikan bobot perambatan-balik menjadi perambatan-balik dengan momentum yang hasil iterasi pelatihannya akan lebih cepat.
2. Prosedur Pengujian dan Peramalan Setelah pelatihan, sebuah JST perambatan-balik hanya menggunakan tahap umpan-maju untuk prosedur pengujian dan peramalan. Hasil perhitungan aktivasi Ok dari proses umpan-maju pengujian dan peramalan merupakan keluaran akhir jaringan. Langkah-langkah algoritma dari proses umpan-maju pada pengujian dan peramalan adalah sebagai berikut. Langkah 0: Inisialisasi bobot awal (hasil dari pelatihan). Langkah 1: Untuk setiap vektor masukan, dikerjakan langkah 2 - 4. Langkah 2: Pada unit masukan, untuk n = 1, …, n didistribusikan masukan xn ke setiap unit selanjutnya (unit tersembunyi). Langkah 3: Pada unit tersembunyi, untuk h = 1,2,…, h digunakan persamaan (1) dan (2).
iin hn x n whn n
Ih = f (iin) Langkah 4:
Pada unit keluaran, untuk k = 1,2, …, k digunakan persamaan (3) dan (4).
oin kh ih wkh h
ok = f (oin) 3. Prosedur Jaringan Syaraf Tiruan pada Kali Garang Jumlah simpul pada lapis masukan bergantung pada jumlah data yang akan diumpankan pada jaringan. Dalam perancangan ini digunakan 48, 96, 144, 192, atau 240
buah data masukan curah hujan (1, 2, 3, 4, atau 5 hari
sebelumnya per step ½ jam) dan data curah hujan dantinggi muka air 3 jam sebelumnya (6 data) untuk setiap prosesnya. Sedangkan keluaran adalah tingg muka air untuk 2 jam ke depan . Contoh Blok diagram JST perambatan-balik yang dirancang dengan masukan curah hujan 4 hari sebelumnya dan tinggi muka air 3 jam sebelumnya untuk prediksi tinggi muka air 2 jam ke depan dalam disertasi ini dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
149
Gambar 1. Blok diagram sistem peramalan tinggi permukaan air dengan jaringan syaraf tiruan dengan data masukan curah hujan 4 hari sebelumnya dan tinggi muka air 3 jam sebelumnya (step data per ½ jam )
150
LAMPIRAN II A: PETA GENANGAN KALI GARANG PADA SAAT BANJIR TANGGAL 25 JANUARI 1990
151
LAMPIRAN II B : KAPASITAS KALI GARANG DARI MUARA SUNGAI HINGGA BENDUNG SIMONGAN
152
LAMPIRAN III
Data Curah Hujan di Gunung Pati periode Januari-Maret 2008 Hari
Curah Hujan
30-03-2008 29-03-2008 28-03-2008 27-03-2008 26-03-2008 25-03-2008 24-03-2008 23-03-2008 22-03-2008 21-03-2008 20-03-2008 19-03-2008 18-03-2008 17-03-2008 16-03-2008 15-03-2008 14-03-2008 13-03-2008 12-03-2008 11-03-2008 10-03-2008 09-03-2008 08-03-2008 07-03-2008 06-03-2008 05-03-2008 04-03-2008 03-03-2008 02-03-2008 01-03-2008 29-02-2008 28-02-2008 27-02-2008 26-02-2008 25-02-2008 24-02-2008 23-02-2008 22-02-2008 21-02-2008 20-02-2008 19-02-2008 18-02-2008 17-02-2008 16-02-2008 15-02-2008 14-02-2008 13-02-2008 12-02-2008 11-02-2008 10-02-2008 09-02-2008
17,5 1 0 8,5 0 0 1 15 8,5 5 19 0 3 22,5 5,5 0,5 2 29,5 13 0 19,5 0 4,5 31,5 0 15 5,5 1,5 33,5 5,5 58 12 17 15 11,5 4 38 9,5 16,5 1 20,5 31 21,5 7,5 4,5 41,5 38,5 2 0 22,5 13
API 1 1 0 8,5 0 0 1 15 8,5 5 19 0 3 22,5 5,5 0,5 2 29,5 13 0 19,5 0 4,5 31,5 0 15 5,5 1,5 33,5 5,5 58 12 17 15 11,5 4 38 9,5 16,5 1 20,5 31 21,5 7,5 4,5 41,5 38,5 2 0 22,5 13 35,5
2 1 8,5 8,5 0 1 16 23,5 13,5 24 19 3 25,5 28 6 2,5 31,5 42,5 13 19,5 19,5 4,5 36 31,5 15 20,5 7 35 39 63,5 70 29 32 26,5 15,5 42 47,5 26 17,5 21,5 51,5 52,5 29 12 46 80 40,5 2 22,5 35,5 48,5 83
3 9,5 8,5 8,5 1 16 24,5 28,5 32,5 24 22 25,5 31 28,5 8 32 44,5 42,5 32,5 19,5 24 36 36 46,5 20,5 22 40,5 40,5 97 75,5 87 44 43,5 30,5 53,5 51,5 64 27 38 52,5 73 60 33,5 53,5 84,5 82 40,5 24,5 35,5 71 96 125,5
4 9,5 9,5 24,5 24,5 29,5 48,5 47,5 35,5 49,5 50 31,5 33,5 60 50,5 45 64 62 37 55,5 55,5 51 56,5 53,5 55,5 61 104 110,5 126 107,5 113,5 59,5 85,5 78 79,5 69 85,5 78,5 90,5 81,5 85 106 113,5 94 86,5 104,5 76 73 118,5 161 140 137,5
5 10,5 24,5 33 29,5 48,5 48,5 50,5 58 55 50,5 33,5 63 73 50,5 64,5 64 66,5 68,5 55,5 70,5 56,5 58 87 61 119 116 127,5 141 119 117,5 97,5 95 94,5 80,5 89,5 116,5 100 98 86 126,5 144,5 115,5 94 109 117,5 111,5 120,5 161 162,5 150,5 137,5
6 25,5 33 38 48,5 48,5 51,5 73 63,5 55,5 52,5 63 76 73 70 64,5 68,5 98 68,5 70,5 76 58 91,5 92,5 119 131 133 142,5 152,5 123 155,5 107 111,5 95,5 101 120,5 138 107,5 102,5 127,5 165 146,5 115,5 116,5 122 153 159 163 162,5 173 150,5 144,5
153 Hari
Curah Hujan
08-02-2008 07-02-2008 06-02-2008 05-02-2008 04-02-2008 03-02-2008 02-02-2008 01-02-2008 31-01-2008 30-01-2008 29-01-2008 28-01-2008 27-01-2008 26-01-2008 25-01-2008 24-01-2008 23-01-2008 22-01-2008 21-01-2008 20-01-2008 19-01-2008 18-01-2008 17-01-2008 16-01-2008 15-01-2008 14-01-2008 13-01-2008 12-01-2008 11-01-2008 10-01-2008 09-01-2008 08-01-2008 07-01-2008 06-01-2008 05-01-2008 04-01-2008 03-01-2008 02-01-2008 01-01-2008 Max
35,5 47,5 42,5 1,5 10,5 0 7 0 9,5 87,5 30 15,5 3,5 6 17 0 3,5 2 0 6 16,5 32,5 4,5 2,5 5 5,5 0 1 0 0 0 0 4,5 2 1 63 1,5 1 0 API
API 1 47,5 42,5 1,5 10,5 0 7 0 9,5 87,5 30 15,5 3,5 6 17 0 3,5 2 0 6 16,5 32,5 4,5 2,5 5 5,5 0 1 0 0 0 0 4,5 2 1 63 1,5 1 0
2 90 44 12 10,5 7 7 9,5 97 117,5 45,5 19 9,5 23 17 3,5 5,5 2 6 22,5 49 37 7 7,5 10,5 5,5 1 1 0 0 0 4,5 6,5 3 64 64,5 2,5 1
3 91,5 54,5 12 17,5 7 16,5 97 127 133 49 25 26,5 23 20,5 5,5 5,5 8 22,5 55 53,5 39,5 12 13 10,5 6,5 1 1 0 0 4,5 6,5 7,5 66 65,5 65,5 2,5
4 102 61,5 19 27 104 134 142,5 146 142,5 72 42 30 28,5 22,5 11,5 28 57 59,5 62 61 50 17,5 14 11,5 6,5 1 1 4,5 6,5 7,5 70,5 72 68,5 66,5 65,5
5 109 61,5 28,5 114,5 134 149,5 146 152 159,5 72 45,5 32 28,5 28,5 28 60,5 61,5 62 67 66,5 50 18,5 14 11,5 6,5 1 5,5 6,5 7,5 70,5 72 73 68,5 66,5
6 109 71 116 144,5 149,5 153 152 169 159,5 75,5 47,5 32 34,5 45 60,5 65 64 67 72,5 66,5 51 18,5 14 11,5 6,5 5,5 7,5 7,5 70,5 72 73 73 68,5
87,5
117,5
133
161
162,5
173
154 LAMPIRAN : IV HASIL PENGUJIAN JST UNTUK MODEL 4 B DENGAN JUMLAH NEURON 20;LAJU PEMBELAJARAN 0,9; MOMENTUM 0,3 Pola Waktu 2 Jam keDepan Target Prediksi Selisih Selisih kuadrat 1 21/Apr/2008 23:55:00 3,78 3,75 0,03 0,0009 2 21/Apr/2008 23:25:00 3,79 3,76 0,03 0,0009 3 21/Apr/2008 22:55:00 3,78 3,77 0,01 0,0001 4 21/Apr/2008 22:25:00 3,81 3,73 0,08 0,0064 5 21/Apr/2008 21:55:00 3,79 3,76 0,03 0,0009 6 21/Apr/2008 21:25:00 3,79 3,75 0,04 0,0016 7 21/Apr/2008 20:55:00 3,8 3,81 0,01 0,0001 8 21/Apr/2008 20:25:00 3,8 3,78 0,02 0,0004 9 21/Apr/2008 19:55:00 3,8 3,76 0,04 0,0016 10 21/Apr/2008 19:25:00 3,75 3,78 0,03 0,0009 11 21/Apr/2008 18:55:00 3,74 3,73 0,01 0,0001 12 21/Apr/2008 18:25:00 3,74 3,74 0 0 13 21/Apr/2008 17:55:00 3,75 3,7 0,05 0,0025 14 21/Apr/2008 17:25:00 3,75 3,74 0,01 0,0001 15 21/Apr/2008 16:55:00 3,75 3,74 0,01 0,0001 16 21/Apr/2008 16:25:00 3,76 3,72 0,04 0,0016 17 21/Apr/2008 15:55:00 3,76 3,77 0,01 0,0001 18 21/Apr/2008 15:25:00 3,76 3,77 0,01 0,0001 19 21/Apr/2008 14:55:00 3,77 3,78 0,01 0,0001 20 21/Apr/2008 14:25:00 3,77 3,78 0,01 0,0001 21 21/Apr/2008 13:55:00 3,78 3,81 0,03 0,0009 22 21/Apr/2008 13:25:00 3,79 3,76 0,03 0,0009 23 21/Apr/2008 12:55:00 3,79 3,77 0,02 0,0004 24 21/Apr/2008 12:25:00 3,79 3,81 0,02 0,0004 25 21/Apr/2008 11:55:00 3,79 3,77 0,02 0,0004 26 21/Apr/2008 11:25:00 3,79 3,86 0,07 0,0049 27 21/Apr/2008 10:55:00 3,67 3,8 0,13 0,0169 28 21/Apr/2008 10:25:00 3,68 3,84 0,16 0,0256 29 21/Apr/2008 09:55:00 3,69 3,84 0,15 0,0225 30 21/Apr/2008 09:25:00 3,73 3,84 0,11 0,0121 31 21/Apr/2008 08:55:00 3,88 3,81 0,07 0,0049 32 21/Apr/2008 08:25:00 3,88 3,82 0,06 0,0036 33 21/Apr/2008 07:55:00 3,88 3,81 0,07 0,0049 34 21/Apr/2008 07:25:00 3,89 3,8 0,09 0,0081 35 21/Apr/2008 06:55:00 3,9 3,83 0,07 0,0049 36 21/Apr/2008 06:25:00 3,9 3,81 0,09 0,0081 37 21/Apr/2008 05:55:00 3,92 3,82 0,1 0,01 38 21/Apr/2008 05:25:00 3,92 3,86 0,06 0,0036 39 21/Apr/2008 04:55:00 3,93 3,87 0,06 0,0036 40 21/Apr/2008 04:25:00 3,95 3,89 0,06 0,0036 41 21/Apr/2008 03:55:00 3,98 3,93 0,05 0,0025 42 21/Apr/2008 03:25:00 3,97 3,95 0,02 0,0004 43 21/Apr/2008 02:55:00 3,99 3,99 0 0 44 21/Apr/2008 02:25:00 4,01 3,98 0,03 0,0009 45 21/Apr/2008 01:55:00 4,04 4,03 0,01 0,0001 46 21/Apr/2008 01:25:00 4,05 4,04 0,01 0,0001
155 Pola 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95
Waktu 2 Jam keDepan 21/Apr/2008 00:55:00 21/Apr/2008 00:25:00 20/Apr/2008 23:55:00 20/Apr/2008 23:25:00 20/Apr/2008 22:55:00 20/Apr/2008 22:25:00 20/Apr/2008 21:55:00 20/Apr/2008 21:25:00 20/Apr/2008 20:55:00 20/Apr/2008 20:25:00 20/Apr/2008 19:55:00 20/Apr/2008 19:25:00 20/Apr/2008 18:55:00 20/Apr/2008 18:25:00 20/Apr/2008 17:55:00 20/Apr/2008 17:25:00 20/Apr/2008 16:55:00 20/Apr/2008 16:25:00 20/Apr/2008 15:55:00 20/Apr/2008 15:25:00 20/Apr/2008 14:55:00 20/Apr/2008 14:25:00 20/Apr/2008 13:55:00 20/Apr/2008 13:25:00 20/Apr/2008 12:55:00 20/Apr/2008 12:25:00 20/Apr/2008 11:55:00 20/Apr/2008 11:25:00 20/Apr/2008 10:55:00 20/Apr/2008 10:25:00 20/Apr/2008 09:55:00 20/Apr/2008 09:25:00 20/Apr/2008 08:55:00 20/Apr/2008 08:25:00 20/Apr/2008 07:55:00 20/Apr/2008 07:25:00 20/Apr/2008 06:55:00 20/Apr/2008 06:25:00 20/Apr/2008 05:55:00 20/Apr/2008 05:25:00 20/Apr/2008 04:55:00 20/Apr/2008 04:25:00 20/Apr/2008 03:55:00 20/Apr/2008 03:25:00 20/Apr/2008 02:55:00 20/Apr/2008 02:25:00 20/Apr/2008 01:55:00 20/Apr/2008 01:25:00 20/Apr/2008 00:55:00
Target Prediksi 4,09 4,04 4,12 4,09 4,16 4,15 4,19 4,18 4,22 4,26 4,24 4,31 4,27 4,34 4,34 4,36 4,36 4,34 4,34 4,1 4,29 3,83 4,03 3,77 3,81 3,74 3,81 3,75 3,75 3,75 3,75 3,77 3,76 3,77 3,76 3,76 3,76 3,79 3,76 3,72 3,77 3,73 3,76 3,76 3,77 3,71 3,77 3,75 3,77 3,73 3,77 3,74 3,77 3,75 3,78 3,77 3,78 3,73 3,77 3,78 3,78 3,78 3,78 3,75 3,78 3,76 3,79 3,78 3,79 3,73 3,79 3,81 3,8 3,74 3,8 3,76 3,81 3,79 3,82 3,78 3,83 3,75 3,82 3,8 3,83 3,79 3,82 3,8 3,84 3,81 3,83 3,78 3,85 3,84 3,86 3,84 3,86 3,82
Selisih 0,05 0,03 0,01 0,01 0,04 0,07 0,07 0,02 0,02 0,24 0,46 0,26 0,07 0,06 0 0,02 0,01 0 0,03 0,04 0,04 0 0,06 0,02 0,04 0,03 0,02 0,01 0,05 0,01 0 0,03 0,02 0,01 0,06 0,02 0,06 0,04 0,02 0,04 0,08 0,02 0,04 0,02 0,03 0,05 0,01 0,02 0,04
Selisih kuadrat 0,0025 0,0009 0,0001 0,0001 0,0016 0,0049 0,0049 0,0004 0,0004 0,0576 0,2116 0,0676 0,0049 0,0036 0 0,0004 0,0001 0 0,0009 0,0016 0,0016 0 0,0036 0,0004 0,0016 0,0009 0,0004 0,0001 0,0025 0,0001 0 0,0009 0,0004 0,0001 0,0036 0,0004 0,0036 0,0016 0,0004 0,0016 0,0064 0,0004 0,0016 0,0004 0,0009 0,0025 0,0001 0,0004 0,0016
156 Pola 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144
Waktu 2 Jam keDepan 20/Apr/2008 00:25:00 19/Apr/2008 23:55:00 19/Apr/2008 23:25:00 19/Apr/2008 22:55:00 19/Apr/2008 22:25:00 19/Apr/2008 21:55:00 19/Apr/2008 21:25:00 19/Apr/2008 20:55:00 19/Apr/2008 20:25:00 19/Apr/2008 19:55:00 19/Apr/2008 19:25:00 19/Apr/2008 18:55:00 19/Apr/2008 18:25:00 19/Apr/2008 17:55:00 19/Apr/2008 17:25:00 19/Apr/2008 16:55:00 19/Apr/2008 16:25:00 19/Apr/2008 15:55:00 19/Apr/2008 15:25:00 19/Apr/2008 14:55:00 19/Apr/2008 14:25:00 19/Apr/2008 13:55:00 19/Apr/2008 13:25:00 19/Apr/2008 12:55:00 19/Apr/2008 12:25:00 19/Apr/2008 11:55:00 19/Apr/2008 11:25:00 19/Apr/2008 10:55:00 19/Apr/2008 10:25:00 19/Apr/2008 09:55:00 19/Apr/2008 09:25:00 19/Apr/2008 08:55:00 19/Apr/2008 08:25:00 19/Apr/2008 07:55:00 19/Apr/2008 07:25:00 19/Apr/2008 06:55:00 19/Apr/2008 06:25:00 19/Apr/2008 05:55:00 19/Apr/2008 05:25:00 19/Apr/2008 04:55:00 19/Apr/2008 04:25:00 19/Apr/2008 03:55:00 19/Apr/2008 03:25:00 19/Apr/2008 02:55:00 19/Apr/2008 02:25:00 19/Apr/2008 01:55:00 19/Apr/2008 01:25:00 19/Apr/2008 00:55:00 19/Apr/2008 00:25:00
Target Prediksi 3,86 3,85 3,87 3,84 3,88 3,87 3,87 3,85 3,87 3,92 3,9 3,91 3,86 3,97 3,86 3,94 3,86 3,93 3,86 3,93 3,84 3,9 3,84 3,82 3,86 3,76 3,85 3,76 3,77 3,74 3,76 3,73 3,76 3,76 3,76 3,75 3,78 3,76 3,77 3,75 3,78 3,76 3,79 3,76 3,8 3,75 3,8 3,79 3,81 3,76 3,81 3,81 3,82 3,76 3,82 3,8 3,82 3,8 3,83 3,79 3,84 3,81 3,84 3,78 3,85 3,8 3,86 3,81 3,87 3,83 3,87 3,79 3,88 3,87 3,87 3,83 3,9 3,88 3,93 3,88 3,95 3,9 3,94 3,92 3,97 3,98 3,98 3,96 4 3,98 4,04 4,02 4,07 3,99 4,08 4,08 4,11 4,1
Selisih 0,01 0,03 0,01 0,02 0,05 0,01 0,11 0,08 0,07 0,07 0,06 0,02 0,1 0,09 0,03 0,03 0 0,01 0,02 0,02 0,02 0,03 0,05 0,01 0,05 0 0,06 0,02 0,02 0,04 0,03 0,06 0,05 0,05 0,04 0,08 0,01 0,04 0,02 0,05 0,05 0,02 0,01 0,02 0,02 0,02 0,08 0 0,01
Selisih kuadrat 0,0001 0,0009 0,0001 0,0004 0,0025 0,0001 0,0121 0,0064 0,0049 0,0049 0,0036 0,0004 0,01 0,0081 0,0009 0,0009 0 0,0001 0,0004 0,0004 0,0004 0,0009 0,0025 0,0001 0,0025 0 0,0036 0,0004 0,0004 0,0016 0,0009 0,0036 0,0025 0,0025 0,0016 0,0064 0,0001 0,0016 0,0004 0,0025 0,0025 0,0004 0,0001 0,0004 0,0004 0,0004 0,0064 0 0,0001
157 Pola 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189
Waktu 2 Jam keDepan Target Prediksi 18/Apr/2008 23:55:00 4,13 4,13 18/Apr/2008 23:25:00 4,15 4,2 18/Apr/2008 22:55:00 4,14 4,24 18/Apr/2008 22:25:00 4,15 4,29 18/Apr/2008 21:55:00 4,18 4,35 18/Apr/2008 21:25:00 4,13 4,32 18/Apr/2008 20:55:00 3,85 4,03 18/Apr/2008 20:25:00 3,76 3,79 18/Apr/2008 19:55:00 3,72 3,77 18/Apr/2008 19:25:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 18:55:00 3,7 3,76 18/Apr/2008 18:25:00 3,72 3,77 18/Apr/2008 17:55:00 3,71 3,76 18/Apr/2008 17:25:00 3,71 3,77 18/Apr/2008 16:55:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 16:25:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 15:55:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 15:25:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 14:55:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 14:25:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 13:55:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 13:25:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 12:55:00 3,72 3,77 18/Apr/2008 12:25:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 11:55:00 3,73 3,76 18/Apr/2008 11:25:00 3,73 3,76 18/Apr/2008 10:55:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 10:25:00 3,72 3,77 18/Apr/2008 09:55:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 09:25:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 08:55:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 08:25:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 07:55:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 07:25:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 06:55:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 06:25:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 05:55:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 05:25:00 3,73 3,76 18/Apr/2008 04:55:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 04:25:00 3,71 3,76 18/Apr/2008 03:55:00 3,72 3,76 18/Apr/2008 03:25:00 3,71 3,75 18/Apr/2008 02:55:00 3,71 3,77 18/Apr/2008 02:25:00 3,72 3,75 18/Apr/2008 01:55:00 3,71 3,77 Jumlah selisih kuadrat MSE R
Selisih 0 0,05 0,1 0,14 0,17 0,19 0,18 0,03 0,05 0,04 0,06 0,05 0,05 0,06 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,05 0,04 0,03 0,03 0,04 0,05 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,04 0,03 0,04 0,05 0,04 0,04 0,06 0,03 0,06
Selisih kuadrat 0 0,0025 0,01 0,0196 0,0289 0,0361 0,0324 0,0009 0,0025 0,0016 0,0036 0,0025 0,0025 0,0036 0,0016 0,0016 0,0016 0,0016 0,0016 0,0016 0,0016 0,0016 0,0025 0,0016 0,0009 0,0009 0,0016 0,0025 0,0016 0,0016 0,0016 0,0016 0,0016 0,0016 0,0016 0,0016 0,0016 0,0009 0,0016 0,0025 0,0016 0,0016 0,0036 0,0009 0,0036 0,8677 0,0046 0,89
158
Lampiran V A : Lembar Kuisiner untuk Petugas Banjir dan Instansi Terkait “ SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR KALI GARANG BERBASIS SMS DAN Web “ Bentuk Pertanyaan 1)
Apakah
anda
Skor 3
mengetahui 1. Sangat
peralatan sistem peringatan dini
Skor 2 2. Mengetahui
mengetahui
Skor 1 3. Tidak Mengetahui
banjir yang dipasang di Kali Garang ? 2)
Apakah
peralatan
tersebut
1. Sangat
diperlukan dalam penanganan
2. Diperlukan
diperlukan
3. Tidak Diperlukan
banjir d Kali Garang ? 3)
Apakah
peralatan
tersebut 1. Sangat
membantu dalam menyebarkan
2. Membantu
membantu
3. Tidak membantu
informasi banjir ? 4)
Apakah sistem SMS nformasi 1. Sangat perlu
2. Perlu
3. Tidak Perlu
banjir Kali Garang perlu dikirim ke masyarakat ?
Lampiran V B : Lembar Kuisiner untuk Wakil Masyarakat “ SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR KALI GARANG BERBASIS SMS DAN Web “ Bentuk Pertanyaan 1.
Apakah
anda
Skor 3
mengetahui
1. Sangat
peralatan sistem peringatan dini
Skor 2 2. Mengetahui
mengetahui
Skor 1 3. Tidak Mengetahui
banjir yang dipasang di Kali Garang ? 2.
Apakah
peralatan
sistem
1. Sangat
peringatan dini banjir tersebut
2. Diperlukan
diperlukan
3. Tidak Diperlukan
diperlukan ? 3.
Apakah SMS sistem informasi banjir
perlu
dikirim
1. Sangat
ke
2. Diperlukan
diperlukan
3. Tidak Diperlukan
masyarakat ? 4.
Apakah
sistem
peralatan
peringatan dini banjir secara konvensional (kentongan) masih diperlukan ?
1.
Sangat diperlukan
2. Diperlukan
3. Tidak Diperlukan
159
159
LAMPIRAN V.C Berdasarkan data hasil pengisian 15 responden, dapat dhitung
skor
untuk pertanyaan P1 dengan dengan cara:
Jumlah skor untuk menjawab sangat mengetahui : 13 x 3 = 39
Jumlah skor untuk menjawab mengetahui :
2x2 =4
Jumlah skor untuk tidak mengetahui :
0x1 =0 Jumlah
43
Jumlah skor untuk jawaban tertinggi ( sangat mengetahui ): 15 x 3 = 45
Jumlah skor untuk jawaban terendah ( tidak mengetahui ): 15 x 1 = 15
Berdasarkan data
jumlah responden 15, maka untuk pertanyaan P1
terletak pada daerah sangat mengetahui. Karena 43/ 45 = 95,5% sehingga dapat disimpulkan bahwa petugas banjir sangat mengetahui adanaya peralatan sistem peringatan dini banjir Kali Garang. Dengan cara yang sama, didapat hasil untuk pertanyaan 2,3 dan 4 LAMPIRAN V.D Berdasarkan data hasil pengisian 20 responden, dapat dhitung skor untuk pertanyaan P1 dengan dengan cara:
Jumlah skor untuk menjawab sangat mengetahui : 16 x 3 = 48
Jumlah skor untuk menjawab mengetahui :
3x2 =6
Jumlah skor untuk tidak mengetahui :
1x1 =1
Jumlah
55
Jumlah skor untuk jawaban tertinggi ( sangat mengetahui ): 20 x 3 = 60
Jumlah skor untuk jawaban terendah ( tidak mengetahui ): 20 x 1 = 20
Berdasarkan data jumlah responden 20 maka untuk pertanyaan P1, terletak pada daerah sangat mengetahui. Karena 55/ 60 = 91,6 % terletak pada daerah sangat mengetahui. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Wakil masyarakat Kali Garang sangat mengetahui adanaya peralatan sistem peringatan dini banjir Kali Garang. Dengan cara yang sama, didapat hasil perhitungan skor untuk pertanyaan 2,3 dan 4
160
LAMPIRAN VI : BENTUK – BENTUK KEGIATAN SOSIALISASI
KEGIATAN SOSIALISASI SISTEM PERINGATAN DINI BANJIR KALI GARANG DENGAN TEKNOLOGI INFORMASI BERBASIS SMS DAN WEB
1. Sosialisasi
di Pemkot Semarang tanggal 29 Januari 2007 dengan
peserta wakil masyarakat dan instansi terkait dan dihadiri oleh 89 peserta 2. Kunjungan Staf PSDA dan Balai PSDA Jragung Tuntang serta Komisi Pembimbng tanggal 19 Februari 2007 ke Lokasi pemasangan AWLR di Bendung Simongan 3. Sosialisasi di Pemkot Semarang tanggal 31 Januari 2008 dengan peserta wakil masyarakat dan instansi terkait dan dihadiri oleh 47 peserta. 4. Sosialisasi lewat TV Pro pada bulan Maret 2008 5. Sosialisasi lewat media masa Koran/Majalah antara lain:
Majalah Tempo tanggal 24 Desember 2006 dengan judul ” Alarm Banjir dari Ponsel “.
Koran Kompas tanggal 30 Januari 2007 dengan judul ” Peringatan Dini Banjir Diterapkan ”.
Koran Jawa Pos tanggal 30 Januari 2008 dengan judul ” Kali Garang Dipasang Pendeteksi Banjir ”.
Koran Wawasan
Semarang
11
Oktober
2007
dengan
judul
”Pendeteksi Banjir Lewat SMS ”.
Koran Suara Merdeka Semarang tanggal 2 Februari 2008 dengan judul ” SMS Banjir Ibarat Kentongan ”.
161
LAMPIRAN VII HASIL PENCATATAN KONDISI KALI GARANG PADA BULAN JANUARI - MARET 2008 JANUARI WAKTU TMA 2008-01-04 08:35:00 4,70 2008-01-04 08:40:00 4,71 2008-01-04 08:45:00 4,76 2008-01-04 08:50:00 4,76 2008-01-04 08:55:00 4,81 2008-01-04 09:00:00 4,81 2008-01-04 09:05:00 4,70 2008-01-04 09:10:00 4,71 2008-01-04 09:15:00 4,76 2008-01-04 09:20:00 4,76 2008-01-04 09:25:00 4,79 2008-01-04 09:30:00 4,81 2008-01-04 09:35:00 4,81 2008-01-04 09:40:00 4,82 2008-01-04 09:45:00 4,88 2008-01-04 09:50:00 4,86 2008-01-04 09:55:00 4,83 2008-01-04 10:00:00 4,78 2008-01-04 10:05:00 4,78 2008-01-04 10:10:00 4,83 2008-01-04 10:15:00 4,80 2008-01-04 10:20:00 4,75 2008-01-04 10:25:00 4,71 2008-01-04 10:30:00 4,61 2008-01-04 10:35:00 4,78 2008-01-04 10:40:00 4,83 2008-01-04 10:45:00 4,67 2008-01-04 10:50:00 4,66 2008-01-04 10:55:00 4,62 2008-01-04 11:00:00 4,56 2008-01-04 11:05:00 4,57 2008-01-04 11:10:00 4,47 2008-01-04 11:15:00 4,45 2008-01-04 11:20:00 4,45 2008-01-04 11:25:00 4,45 2008-01-04 11:30:00 4,45 2008-01-04 11:35:00 4,42 2008-01-04 11:40:00 4,40 2008-01-04 11:45:00 4,41 2008-01-18 20:15:00 4,40 2008-01-18 20:25:00 4,40 2008-01-18 20:30:00 4,41 2008-01-18 20:35:00 4,45 2008-01-30 18:15:00 4,81 2008-01-30 18:20:00 4,83 2008-01-30 18:25:00 4,86 2008-01-30 18:30:00 4,89 2008-01-30 18:35:00 4,90 2008-01-30 18:40:00 4,99 2008-01-30 18:45:00 5,06 2008-01-30 18:50:00 5,13 2008-01-30 18:55:00 5,14 2008-01-30 19:00:00 5,17 2008-01-30 19:05:00 5,23 2008-01-30 19:10:00 5,26 2008-01-30 19:15:00 5,28 2008-01-04 08:30:00 4,68 2008-01-04 08:35:00 4,70 2008-01-04 08:40:00 4,71
STATUS Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Siaga Siaga Siaga Siaga Siaga Siaga Waspada Waspada Siaga Siaga Waspada Waspada Waspada Waspada Siaga Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Siaga Siaga Siaga Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Awas Awas Awas Waspada Waspada Waspada
FEBRUARI WAKTU TMA 2008-02-29 13:35:00 4,45 2008-02-29 13:40:00 4,46 2008-02-29 13:45:00 4,50 2008-02-29 13:50:00 4,52 2008-02-29 13:55:00 4,52 2008-02-29 14:00:00 4,53 2008-02-29 14:05:00 4,49 2008-02-29 14:10:00 4,54 2008-02-29 14:15:00 4,53 2008-02-29 14:20:00 4,56 2008-02-29 14:25:00 4,56 2008-02-29 14:30:00 4,50 2008-02-29 14:35:00 4,53 2008-02-29 14:40:00 4,52 2008-02-29 14:45:00 4,56 2008-02-29 14:50:00 4,51 2008-02-29 14:55:00 4,47 2008-02-29 15:00:00 4,50 2008-02-29 15:05:00 4,46 2008-02-29 15:10:00 4,47 2008-02-29 15:15:00 4,46 2008-02-29 15:20:00 4,43 2008-02-29 15:25:00 4,40
STATUS Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada
MARET WAKTU TMA 2008-03-02 17:30:00 4,40 2008-03-02 17:40:00 4,41 2008-03-02 17:45:00 4,43 2008-03-02 17:50:00 4,44 2008-03-02 17:55:00 4,46 2008-03-02 18:00:00 4,49 2008-03-02 18:05:00 4,51 2008-03-02 18:10:00 4,53 2008-03-02 18:15:00 4,53 2008-03-02 18:20:00 4,55 2008-03-02 18:25:00 4,51 2008-03-02 18:30:00 4,53 2008-03-02 18:35:00 4,52 2008-03-02 18:40:00 4,49 2008-03-02 18:45:00 4,48 2008-03-02 18:50:00 4,46 2008-03-02 18:55:00 4,46 2008-03-02 19:00:00 4,44 2008-03-02 19:05:00 4,44 2008-03-02 19:10:00 4,42 2008-03-02 19:20:00 4,40 2008-03-13 16:10:00 4,42 2008-03-13 16:15:00 4,44 2008-03-13 16:20:00 4,42 2008-03-13 16:25:00 4,40 2008-03-17 16:00:00 4,42 2008-03-17 16:05:00 4,42 2008-03-17 16:10:00 4,42 2008-03-17 16:15:00 4,41
STATUS Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada Waspada
162
HASIL PENCATATAN KONDISI KALI GARANG PADA BULAN JANUARI - MARET 2008 JANUARI WAKTU TMA STATUS 2008-01-04 08:45:00 4,76 Waspada 2008-01-04 08:50:00 4,76 Waspada 2008-01-04 08:55:00 4,81 Waspada 2008-01-04 09:00:00 4,81 Waspada 2008-01-04 09:05:00 4,70 Waspada 2008-01-04 09:10:00 4,71 Waspada 2008-01-04 09:15:00 4,76 Waspada 2008-01-04 09:20:00 4,76 Waspada 2008-01-04 09:25:00 4,79 Waspada 2008-01-04 09:30:00 4,81 Siaga 2008-01-04 09:35:00 4,81 Siaga 2008-01-04 09:40:00 4,82 Siaga 2008-01-04 09:45:00 4,88 Siaga 2008-01-04 09:50:00 4,86 Siaga 2008-01-04 09:55:00 4,83 Siaga 2008-01-04 10:00:00 4,78 Waspada 2008-01-04 10:05:00 4,78 Waspada 2008-01-04 10:10:00 4,83 Siaga 2008-01-04 10:15:00 4,80 Siaga 2008-01-04 10:20:00 4,75 Waspada 2008-01-04 10:25:00 4,71 Waspada 2008-01-04 10:30:00 4,61 Waspada 2008-01-04 10:35:00 4,78 Waspada 2008-01-04 10:40:00 4,83 Siaga 2008-01-04 10:45:00 4,67 Waspada 2008-01-04 10:50:00 4,66 Waspada 2008-01-04 10:55:00 4,62 Waspada 2008-01-04 11:00:00 4,56 Waspada 2008-01-04 11:05:00 4,57 Waspada 2008-01-04 11:10:00 4,47 Waspada 2008-01-04 11:15:00 4,45 Waspada 2008-01-04 11:20:00 4,45 Waspada 2008-01-04 11:25:00 4,45 Waspada 2008-01-04 11:30:00 4,45 Waspada 2008-01-04 11:35:00 4,42 Waspada 2008-01-04 11:40:00 4,40 Waspada 2008-01-04 11:45:00 4,41 Waspada Keterangan : 4.4 m < Waspada < 4.8 m
WAKTU
FEBRUARI TMA
MARET STATUS
4.8 m< Siaga < 5.2 m
WAKTU
TMA
STATUS
Awas > 5.2 m