PENGEMBANGAN PROFESIONALISME TENAGA PENDIDIK Junaidah Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung Abstract Educators and educational role in the nation since then, various policy activities have been and will continue to be done to improve: career, quality, rewards, and welfare. The hope, they will be better able to work as professionals in performing their duties and responsibilities. Professional development of teachers is to meet the needs of the community, to find new ways to help education staff in order to develop a broad personal and the need to develop and encourage the teachers to enjoy and promote his personal life. There are two types of professional development of educators, namely pre-job education and education in the office. Educational activities and training of teachers and education personnel in general aim for the teacher is able to respond to changes and demands of the development of science and technology answer the demands of society. Educational activities and training of teachers in a philosophical core of professionalization. The challenge of the future of the education system in Indonesia is not solely on efforts to improve education quality and efficiency internally, but also improve the quality and appropriateness of education with various sectors of life, therefore it needs to be made staff development program planned. Key Word: Development, Professionalism, Teachers.
A. Pendahuluan Pendidikan telah diyakini sebagai salah satu aspek pembangunan bangsa yang sangat penting untuk mewujudkan warga negara yang handal profesional dan berdaya saing tinggi. Pendidikan juga merupakan cara yang efektif sebagai proses nation and character building, yang sangat menentukan perjalanan dan regenerasi suatu bangsa. Pendidikan yang bermutu sangat tergantung pada keberadaan guru yang bermutu, yakni guru yang profesional, sejahtera dan bermartabat, guru adalah the Key Actor in the Learning. Namun kondisi sekarang
setiap kali kita berada pada masa akhir tahun ajaran sekolah perhatian masyarakat akan tertuju kepada betapa rendahnya kualitas pendidikan sekolah menengah yang ditunjukkan dengan rendahnya hasil Ujian Nasional. Rendahnya skor di atas akan senantiasa dikaitkan dengan rendahnya mutu guru dan rendahnya kualitas pendidikan guru. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan sasaran sentral yang dibenahi adalah kualitas guru dan kualitas pendidikan guru. Berbagai usaha untuk meningkatkan kualitas guru dan pendidikan guru telah dilaksanakan dengan berbagai bentuk pembaharuan pendidikan, misalnya diintroduksirnya proyek perintis sekolah pembangunan, pengajaran dengan system modul, pendekatan pengajaran aktif, pemanfaatan media dan sumber belajar. Sudah banyak usaha-usaha yang dilaksanakan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, khususnya kualitas guru dan pendidikan guru yang dilaksanakan oleh pemerintah. Namun patut disayangkan usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas guru dan pendidikan guru tersebut dilaksanakan berdasarkan pandangan dari "luar kalangan guru ataupun luar pendidikan guru". Terlalu banyak kebijaksanaan di bidang pendidikan yang bersifat teknis diambil dengan sama sekali tidak mendengarkan suara guru. Pengambilan keputusan yang menyangkut guru di atas seakan-akan melecehkan guru sebagai seseorang yang memiliki "kepribadian". Pengambil kebijaksanaan di bidang pendidikan tidak pernah menghayati apa dan bagaimana yang sesungguhnya terjadi di ruang-ruang kelas. Misalnya, dampak jumlah murid yang besar, keberanian murid untuk menyampaikan gagasan rendah, motivasi lebih terarah untuk belajar guna menghadapi tes daripada belajar untuk memahami pelajaran yang disampaikan guru, target materi pelajaran yang begitu berat bagi seorang guru, dan sebagainya. Selain persoalan di atas, ada beberapa persoalan yang terlihat, misalnya mutu guru yang heterogen, adanya guru yang missmatch, penyebaran guru yang tidak merata, kesulitan Mutasi Guru Antar Kabupaten/Kota/Propinsi serta kurangnya dukungan dari Kebijakan Pemda dalam Penyebaran dan Peningkatan Mutu Guru. Kalau hal-hal tersebut mendapat perhatian niscaya kebijaksanaan yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran bisa lain, paling tidak untuk sementara waktu dapat diminimalisir. B. Profesionalitas Tenaga Pendidik Membahas persoalan profesionalitas sebaiknya kita awali dengan membicarakan istilah profesi yang notabene sudah cukup dikenal oleh semua pihak dan senantiasa melekat pada guru karena tugas guru sesungguhnya merupakan suatu jabatan professional. Untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat, berikut ini akan dikemukakan pengertian profesi dan kemudian akan dikemukakan pengertian profesi guru. Biasanya sebutan profesi selalu dikaitkan 30
dengan pekerjaan atau jabatan yang dipegang oleh seseorang, akan tetapi tidak semua pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi karena profesi menuntut keahlian para pemangkunya. Hal ini mengandung arti bahwa suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, akan tetepi memerlukan suatu persiapan melelui pendidikan dan pelatihan yang dikembangkan khusus untuk itu. Ada beberapa istilah lain yang dikembangkan yang bersumber dari istilah profesi yaitu istilah professional, profesionalisme, profesionalitas, dan profesionaloisasi. Berikut ini akan diberikan penjelasan singkat mengenai pengertian istilah-istilah tersebut. Professional mempunyai makna yang mengacu kepada sebutan tentang orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya. Penyandangan dan penampilan professional ini telah mendapat pengakuan, baik segara formal maupun informal. Pengakuan secara formal diberikan oleh suatu badan atau lembaga yang mempunyai kewenangan untuk itu, yaitu pemerintah dan atau organisasi profesi. Sedang secara informal pengakuan itu diberikan oleh masyarakat luas dan para pengguna jasa suatu profesi. Sebagai contoh misalnya sebutan guru professional adalah guru yang telah mendapat pengakuan secara formal berdasarkan ketentuan yang berlaku, baik dalam kaitan dengan jabatan ataupun latar belakang pendidikan formalnya. Pengakuan ini dinyatakan dalam bentuk surat keputusan, ijazah, akta, sertifikat, dan sebagainya baik yang menyangkut kualifikasi maupun kompetensi. Sebutan guru professional juga dapat mengacu kepada pengakuan terhadap kompetensi penampilan unjuk kerja seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai guru. Dengan demikian, sebutan profesional didasarkan pada pengakuan formal terhadap kualifikasi dan kompetensi penampilan unjuk kerja suatu jabatan atau pekerjaan tertentu. Profesionalisme adalah sebutan yang mengacu kepada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Seorang guru yang memiliki profesionalisme yang tinggi akan tercermin dalam sikap mental serta komitmennya terhadap perwujudan dan peningkatan kualitas professional melalui berbagai cara dan strategi. Ia akan selalu mengembangkan dirinya sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman sehingga keberadaannya senantiasa memberikan makna propesional. Profesionalitas adalah sutu sebutan terhadap kualitas sikap para anggota suatu profesi terhadap profesinya serta derajat pengetahuan dan keahlian yang mereka miliki untuk dapat melakukan tugas-tugasnya. Dengan demikian, sebutan profesionalitas lebih menggambarkan suatu keadaan derajat keprofesian seseorang 31
dilihat dari sikap, pengetahuan, dan keahlian yang diperlukan untuk melaksanakan tugasnya. Profesionalisasi adalah sutu proses menuju kepada perwujudan dan peningkatan profesi dalam mencapai suatu kriteria yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dari paparan di atas dapat dipertegas bahwa guru profesional adalah guru yang memiliki keahlian dan keterampilan yang diperoleh melalui pendidikan atau pelatihan khusus guna menunjang pekerjaannya serta memiliki kualifikasi akademik minimal S1/D4 (UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Guru adalah sebuah profesi yang sangat mulia, kehadiran guru bagi peserta didik ibarat sebuah lilin yang menjadi penerang tanpa batas tanpa membedakan siapa yang diterangi nya demikian pula terhadap peserta didik. Tetapi, dalam mengemban amanah sebagai seorang guru, perlu kiranya tampil sebagai sosok profesional. Sosok yang memiliki ilmu pengetahuan dan wawasan, sosok yang dapat memberi contoh teladan dan sosok yang selalu berusaha untuk maju, terdepan dan mengembangkan diri untuk mendapatkan inovasi yang bermanfaat sebagai bahan pengajaran kepada anak didik. Peran guru sebagai tenaga pendidik tidak hanya berhenti sebagai pemegang tonggak peradaban saja, melainkan juga sebagai rahim peradaban bagi kemajuan zaman. Karena dialah sosok yang berperan aktif dalam pentransferan ilmu dan pengetahuan bagi anak didiknya untuk dijadikan bekal yang sangat vital bagi dirinya kelak. Bahkan yang lebih penting disamping itu, mereka mampu mengembangkan dan memberdayakan manusia, untuk dicetak menjadi seorang yang berkarakter dan bermental baja, agar mereka tidak minder dalam meghadapi masalah dan dapat bersikap layaknya seorang ksatria. Maka bagaimanapun juga peran seorang guru tidak dapat diremehkan di dalam bidang apapun, baik yang bersifat pendidikan maupun yang lainnya. Tetapi untuk mencari dan menjadi guru yang seperti itu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, melainkan membutuhkan etos dan spirit perjuangan yang luar biasa. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Friedric Wilhelm Nietzsche, seorang filsuf terkemuka abad postmodern. Dia menuturkan bahwa seorang guru sejati adalah mereka yang tidak memikirkan segala sesuatu, termasuk dirinya sendiri, kecuali muridnya. Dari sini dapat kita tarik kesimpulan bahwa seorang guru yang benar-benar patut dijadikan tauladan adalah mereka yang terfokus pada anak didiknya, demi tercapainya pencerahan. Karena bagaimanapun juga anak didik adalah cikal bakal maju mundurnya sebuah bangsa. Kemana bangsa ini akan diarahkan itu tergantung pada mereka. Namun masalah pelik yang sering kita hadapi selama ini adalah status guru tidak lagi diindahkan oleh pemegang status itu sendiri. Mereka menjadikan eksistensi 32
guru sebagai profesi. Bahkan yang lebih mengerikan lagi, banyak orang menjadi guru hanya sebagai alternatif atau pelampiasan (jalan keluar mencari nafkah) saja. Guru semacam inilah yang berbahaya, karena mereka tidak mampu membentuk karakter dan mencerdaskan anak didiknya, tetapi mereka malah justru cenderung menguras harta negara. Disamping itu, demi terisinya mata pelajaran, sekarang ini dari pihak sekolah sering kali salah kamar dalam menempatkan posisi guru sebagai pemegang mata pelajaran. Hal itu menjadi sebab utama rapuhnya pendidikan bangsa ini, karena kurangnya profesionalitas tenaga pengajar. Tak dapat dipungkiri, benturan finansial seringkali menjadi masalah ketika para guru ingin mengembangkan aspek pengetahuan mereka. Terlebih aspek pengembangan karir dengan cara menimba ilmu ke jenjang yang lebih tinggi. Akan tetapi, sebagai seorang yang harus lebih pintar dan lebih pandai dari anak didik nya, mau tak mau cara ini harus ditempuh para guru. Dengan kata lain, meningkatkan profesionalisme itu memang harus diiringi dengan sekolah lanjutan setelah memiliki gelar sarjana ke pendidikan. Ikut ambil bagian dalam berbagai kegiatan seminar kependidikan, diskusi dengan pakar-pakar ilmu pengetahuan dan lain sebagainya termasuk cara untuk mencerdaskan diri di samping menuntut ilmu secara formal. Tentu saja kearifan dan kebijaksanaan dalam proses memenej penghasilan sangat dibutuhkan dalam rangka mempersiapkan pendanaan untuk mendapatkan pendidikan kelanjutan. Tidak sedikit para doktor, profesor atau sarjana lanjutan lainnya yang memenej keuangan mereka demikian rupa, sehingga mampu menyelesaikan pendidikan hingga akhirnya benar-benar tampil sebagai seorang pendidik yang memiliki profesi yang dibanggakan. Setelah itu para guru akan lebih mempunyai peluang dan harapan untuk mendapatkan posisi tawar dalam berbagai aspek, yang akhirnya mendapatkan finansial yang lebih tinggi dari keberadaan mereka semula yang hanya mengandalkan kemampuan mengajar. Dukungan berbagai pihak memang memberikan peluang. Bila diperhatikan undang-undang, perhatian pemerintah yang memberikan dana finansial bagi para guru honor. Saat ini, berbagai peluang yang mengandalkan kemampuan untuk mendapatkan finansial tambahan sudah cukup banyak. Bagi mereka yang mampu menulis, media surat kabar, umumnya memberikan finansial bila tulisan mereka diterbitkan. Lembaga pendidikan kursus juga menunggu para pendidik yang ahli di bidangnya. Sehingga orang-orang yang profesional akan mengandalkan kemampuannya untuk mendapatkan finansial yang berdampak pada kesejahteraan hidup keluarganya. Ingatlah, kemajuan zaman akan menggiring manusia yang profesional lebih memposisikan diri sesuai ilmu dan kemampuan mereka masingmasing. Jika tidak, semua orang akan tertinggal, terutama para guru. Anak didik dengan orang tuanya yang mapan akan memilih sekolah dengan 33
tingkat kecerdasan guru yang mereka anggap profesional pula. Lembaga pendidikan akan melakukan hal yang sama, memilih para guru yang profesional, karena finansial yang mereka berikan sama dengan tingkat pengetahuan dan kinerja para guru yang bakal menjadikan siswa mereka cerdas, mampu berkompetisi dan bisa bersaing dengan siswa lainnya dalam dan luar negeri. Jika tidak dari sekarang membenahi diri ke arah yang profesional kapan lagi. Jika guru yang ada tidak mengembangkan diri dengan harapan lebih profesional, apakah mungkin guru mampu mentransfer ilmu pengetahuan yang baru? Cakap, cerdas dan memiliki posisi tawar adalah ciri guru masa depan, yang selalu mengembangkan diri dengan ilmu pengetahuan dan inovasi, yang selalu ingin maju dari peserta didik nya. Anak didik menjadi insinyur, selayaknya guru-guru mereka menjadi doktor atau profesor. (Soetjipto dan Raflis Kosasi, 2007) menyatakan bahwa profesi dan syarat-syarat keguruan adalah meliputi : (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g) (h)
Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual Menggeluti bidang ilmu khusus Memerlukan persiapan profesional yang lama Memerlukan latihan secara kesinambungan Jabatan yang menjanjikan karier hidup Jabatan yang ada standar bakunya Mengutamakan layanan Memiliki organisasi profesi
C. Tenaga Pendidik Profesional Vollmer & Mills dalam bukunya Professionalization (1972), profesi merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam science dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Mengingat tugas dan tanggung jawab guru atau dosen yang begitu kompleksnya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus antara lain sebagai berikut : a. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam b. Menekankan pada suatu keahlian di bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya c. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai d. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakannya. e. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. 34
Berkenaan dengan pekerjaan profesional, ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, yaitu: b. Memiliki spesialisasi dengan latar belakang teori yang luas; c. Memiliki pengetahuan umum yang luas d. Memiliki keahlian khusus yang mendalam e. Merupakan karier yang dibina secara organisatoris; f. Adanya keterikatan dalam suatu organisasi profesi g. Memiliki otonomi jabatan h. Memiliki kode etik jabatan i. Merupakan karya bakti seumur hidup j. Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status profesional ( memperoleh dukungan masyarakat). k. Mendapat pengesahan dan perlindungan hukum, memiliki prasyarat kerja yang sehat serta memiliki jaminan hidup yang layak.
Dengan demikian seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi) didalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk membedakannya dengan kerja biasa (occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan/ atau kekayaan materiil-duniawi. Terdapat tiga watak kerja yang merupakan persyaratan dari seorang profesional, yaitu (a) harus dilandaskan itikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang digelutinya (dalam artian tidak hanya mementingkan imbalan upak materiil semata); (b) harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat; (c) diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral harus menundukkan diri pada sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama didalam sebuah organisasi profesi. Bertitik tolak dari paparan di atas, maka dapat diuraikan pengertian guru atau dosen profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru atau dosen dengan kemampuan maksimal, atau dengan kata lain guru atau dosen profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. Dari gambaran guru atau dosen yang profesional tersebut, maka kewenangan profesional guru atau dosen dituntut memiliki seperangkat kemampuan yang beraneka ragam termasuk persyaratan profesional. Seorang guru 35
profesional dapat dibedakan dari seorang teknisi, karena disamping menguasai sejumlah teknik serta prosedur kerja tertentu, seorang pekerja profesional ditandai dengan adanya informed responsiveness terhadap implikasi kemasyarakatan dari obyek kerjanya. Hal ini berarti bahwa seorang guru harus memiliki persepsi filosofis dan ketanggapan yang bijaksana yang lebih mantap dalam menyikapi dan melaksanakan pekerjaannya. Kompetensi seorang guru sebagai tenaga profesional ditandai dengan serangkaian diagnosis, rediagnosis, dan penyesuaian yang terus menerus. Selain kecermatan dan ketelitian dalam menentukan langkah guru juga harus sabar, ulet, dan telaten serta tanggap terhadap situasi dan kondisi, sehingga diakhir pekerjaannya akan membuahkan hasil yang memuaskan. Berdasarkan pengertian profesi dengan segala persyaratannya yang telah dikemukakan, akan membawa konsekuensi yang mendasar terhadap program pendidikan terutama yang berkenaan dengan komponen tenaga kependidikan. Konsekuensi yang dimaksud adalah masalah accoutability dari program pendidikan itu sendiri. Hal ini merupakan suatu petunjuk bahwa keberhasilan program pendidikan tidak dapat dipisahkan dari peranan masyarakat secara keseluruhan. Jadi kompetensi lulusan tidak semata-mata tanggung jawab guru akan tetapi ditentukan juga oleh pemakai lulusan dan masyarakat baik secara langsung maupun tidak sebagai akibat dari adanya lulusan tersebut. Berkenaan dengan tugas tenaga pendidik sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan pada siswa. Tugas dan peran guru tidaklah terbatas di dalam masyarakat, bahkan guru pada hakekatnya merupakan komponen strategis yang memiliki peranan yang penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan faktor condisio sine quanon yang tidak mungkin digantikan oleh komponen manapun dalam kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih-lebih pada era kontenporer ini. Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting, apabila bagi suatu bangsa yang sedang membangun terlebih-lebih bagi keberlangsungan hidup bangsa ditengah tengah lintasan perjalanan zaman dengan teknologi yang makin canggih dan segala perubahan serta pergeseran nilai dan seni dalam kadar dinamik untuk dapat mengadaptasian diri. Semakin akurat para guru melaksanakan fungsinya, semakin terjamin terciptanya dan terbinanya kesiapan dan keadaan seseorang sebagai manusia pembangunan. Dengan kata lain, potret dan wajah diri bangsa dimasa depan tercermin dari potret diri para guru masa kini, dan gerak maju dinamika kehidupan bangsa berbanding lurus dengan citra para guru ditengah-tengah masyarakat. Perkembangan baru terhadap pandangan belajar mengajar membawa konsekuensi kepada guru atau dosen untuk meningkatkan peranan dan kompetensinya karena proses belajar mengajar dan hasil belajar siswa sebagian 36
besar ditentukan oleh peranan dan kompetensi guru atau dosen. Guru atau dosen yang kompeten akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada tingkat optimal. Peranan dan kompetensi guru atau dosen dalam proses belajar mengajar meliputi banyak hal, antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan dan partisipan. Berdasarkan PP 19 Ps.28 Th.2005, kompetensi guru dalam kegiatan pemelajaran meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik Kompetensi pedagogik yang harus dimiliki oleh seorang guru terkait dengan substansi kegiatan praktik pendidikan. Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian, kompetensi kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang guru terkait dengan substansi kegiatan praktik pendidikan. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional , Kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh seorang guru terkait dengan substansi kegiatan praktik pendidikan. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi sosial, Kompetensi sosial yang harus dimiliki oleh seorang guru terkait dengan substansi kegiatan praktik pendidikan. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Berdasarkan bahasan kompetensi yang telah dikemukakan dapat dijelaskan bahwa tuntutan kepada seorang pendidik tidak hanya cukup menguasai bidang studi secara profesional, tetapi harus memiliki kepribadian yang mantap, sehingga dapat menjadi teladan baik di lingkungan pendidikan maupun masyarakat luas. Disamping penguasaan kompetensi di atas, seorang pekerja profesi harus memahami kode etik. Kode yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis. Kode etik yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja. 37
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, sebab dihasilkan berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar bisa menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil pengaturan diri dari profesi. Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bisa mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik. Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang professional. Adapun tujuan diterbitkannya kode etik bagi pekerja profesi adalah : Untuk menjunjung tinggi martabat profesi Menjaga dan memelihara kesejahteraan anggota profesi Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi. Untuk meningkatkan mutu profesi. 38
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat. Menentukan baku standarnya sendiri.
Adapun fungsi dari kode etik adalah :
Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang bersangkutan. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi.
D. Pengembangan Profesionalisme Tenaga Pendidik Konsep pengembangan profesionalisme menurut para ahli dapat didefinisikan bermacam-macam. Salah satu pendapat dikemukakan oleh Alba, G.D & Sandberg (2006: 384) sebagai berikut The concept of professional development is not clearly delimited. A profession traditionally is defined as being based on systematic, scientific knowledge. Preliminary development of professional skill has occurred largely through designated higher education programs, with subsequent development taking various forms. Konsep pengembangan profesional tidaklah dengan jelas dibatasi. Suatu profesi digambarkan sebagai dasar pengetahuan sistematis dan pengetahuan ilmiah. Pengembangan ketrampilan profesional telah dirancang luas melalui programprogram pendidikan lebih tinggi dengan berbagai bentuk pengembangan. Tujuan pengembangan guru melalui pembinaan guru adalah untuk memperbaiki proses belajar mengajar yang di dalamnya melibatkan guru dan siswa, melalui serangkaian tindakan, bimbingan dan arahan. Perbaikan proses belajar mengajar yang pencapainnya melalui peningkatan profesional guru tersebut diharapkan memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu pendidikan (Ali Imron, 1995: 23). Menurut Sudarwan Danim (2002: 51) menjelaskan bahwa pengembangan profesionalisme guru dimaksudkan untuk memenuhi tiga kebutuhan. Pertama, kebutuhan sosial untuk meningkatkan kemampuan sistem pendidikan yang efisien dan manusiawi serta melakukan adaptasi untuk penyusunan kebutuhan-kebutuhan sosial. Kedua, kebutuhan untuk menemukan cara-cara untuk membantu staff pendidikan dalam rangka mengembangkan pribadinya secara luas. Ketiga, 39
kebutuhan untuk mengembangkan dan mendorong kehidupan pribadinya, seperti halnya membantu siswanya dalam mengembangkan keinginan dan keyakinan untuk memenuhi tuntutan pribadi yang sesuai dengan potensi dasarnya. Berdasarkan tujuan-tujuan tersebut dapat diidentifikasikan fungsi-fungsi pembinaan guru. Fungsi-fungsi tersebut meliputi memelihara program pengajaran sebaik-baiknya, menilai, dan memperbaiki faktor-faktor yang mempengaruhi hal belajar dan memperbaiki situasi belajar siswa. Oleh karenanya, fungsi pembinaan guru adalah menumbuhkan iklim bagi perbaikan proses dan hasil belajar melalui serangkaian upaya pembinaan terhadap guru dalam wujud layanan profesional. Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 Tanggung jawab upaya pengembangan profesionalisme guru ini merupakan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah. Artinya pemerintah dan pemerintah daerah wajib membina dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Hanya saja, mengingat yang hampir setiap hari bertemu dengan guru di sekolah adalah kepala sekolah dan bukan pembina yang lain-lainnya sehingga kepala sekolah yang paling banyak bertanggungjawab dalam pembinaan dan pengembangan guru. Oleh karena itu, selain tugas kepala sekolah sebagai administrator di sekolah yang tidak boleh dilupakan karena sangat penting, haruslah diikutsertakan pada pembinaan guru di sekolah yang dipimpinnya. Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh kepala sekolah dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, menyelaraskan sumber daya pendidikan. Kepemimpinannya sebagai faktor pendukung untuk mewujudkan visi, misi, tujuan, termasuk sasaran. Oleh karena itu kepala sekolah harus mampu memobilisasi sumber daya sekolah, perencanaan, evaluasi program, kurikulum, pembelajaran, pengelolaan personalia, sarana dan sumber belajar, keuangan, pelayanan siswa, hubungan dengan masyarakat, dan penciptaan iklim kondusif. Dari penjelasan di atas dapat diambil satu pengertian bahwa penanggung jawab pengembangan guru di sekolah adalah di tangan kepala sekolah, tetapi dalam pelaksanaannya kepala sekolah dapat mendayagunakan personalia yang lain, yang meliputi penilik sekolah, guru yang lebih senior, ketua yayasan dan pejabat struktural yang berada di atas kepala sekolah. Pengembangan profesionalisme adalah usaha profesionalisasi yaitu setiap kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan profesi mengajar dan mendidik. Usaha mengembangkan profesi ini bisa timbul dari dua segi, yaitu dari segi eksternal, yaitu pimpinan yang mendorong guru untuk mengikuti penataran atau kegiatan akademik yang memberikan kesempatan guru untuk belajar lagi, sedangkan dari segi internal, guru dapat berusaha belajar sendiri untuk dapat berkembang dalam jabatannya. Dalam kaitan dengan usaha profesionalisasi jabatan guru ini perlu dikembangkan usaha pemeliharaan dan perawatan profesi guru. Pengembangan profesi adalah kegiatan guru dalam rangka pengamalan ilmu dan pengetahuan, 40
teknologi dan ketrampilan untuk meningkatkan mutu, baik bagi proses belajar mengajar dan profesionalisme tenaga kependidikan lainnya. Macam kegiatan guru yang termasuk kegiatan pengembangan profesi adalah: (1) mengadakan penelitian dibidang pendidikan, (2) Menemukan teknologi tepat guna dibidang pendidikan, (3) membuat alat pelajaran/peraga atau bimbingan, (4) menciptakan karya tulis, (5) mengikuti pengembangan kurikulum (Zainal A & Elham R, 2007: 155). Penjelasan di atas dapat diambil suatu pengertian bahwa pengembangan profesionalisme guru terdiri dari atas dua bentuk, yaitu pembinaan dan pengembangan. Pembinaan yang dimaksud adalah berbagai kegiatan yang tidak sebatas pelatihan, tetapi berbagai kegiatan sebagai upaya yang ditujukan untuk para guru dalam hubungannya dengan peningkatan kemampuan profesionalisme saat ini, segera dan berjangka pendek. Tujuan utama kegiatan adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi kerja setiap guru. Pengembangan adalah usaha yang terus-menerus dalam rangka menyesuaikan kemampuan guru terhadap pengembangan ilmu dan teknologi serta mengembangkan ilmu dan teknologi itu sendiri khususnya dalam kegiatan pendidikan. Untuk mencapai tujuan tersebut menurut Ali Imron (1995: 4) guru harus memainkan fungsi sebagai pembimbing, pembaharu model, penyelidik, konselor, pencipta, yang mengetahui sesuatu, pembangkit pandangan, pembawa cerita, dan seorang aktor. Oleh karena itu strategisnya peranan guru ini dalam usaha meningkatkan mutu pendidikan menuntut adanya peran guru sebagai berikut: (a) agen pembaharuan, (b) berperan sebagai fasilator yang memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi subyek didik untuk belajar, (c) bertanggungjawab atas terciptanya hasil belajar subyek didik, (d) dituntut menjadi contoh subyek didik, (e) bertanggungjawab secara profesional untuk meningkatkan kemampuannya, (f) menjunjung tinggi kode etik profesionalnya. Menurut Moh. Uzer Usman (2002: 5) menyatakan bahwa guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan kegiatan atau pekerjaan sebagai guru. Orang yang pandai berbicara dalam bidang-bidang tertentu belum dapat disebut sebagai guru. Untuk menjadi guru diperlukan syarat-syarat khusus, apabila sebagai guru yang profesional yang harus menguasai betul seluk beluk pendidikan dan pengajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan lainnya yang perlu dibina dan dikembangkan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan. Sebagi tenaga profesional, guru dituntut memvalidasi ilmunya, baik melalui belajar sendiri maupun melalui program pembinaan dan pengembangan yang dilembagakan oleh pemerintah. Pembinaan merupakan upaya peningkatan profesionalisme guru yang dapat dilakukan melalui kegiatan seminar, pelatihan, 41
dan pendidikan. Pembinaan guru dilakukan dalam kerangka pembinaan profesi dan karier. Pembinaan profesi guru meliputi pembinaan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Pembinaan karier sebagaimana dimaksud pada meliputi penugasan dan promosi. Pengembangan Profesionalisme Guru. Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan. Memperhatikan kualitas guru di Indonesia memang jauh berbeda dengan dengan guru-guru yang ada di Amerika Serikat atau Inggris. Di Amerika Serikat pengembangan profesional guru harus memenuhi standar sebagaimana yang dikemukakan Stiles dan Horsley (1998) dan NRC (1996) bahwa ada empat standar standar pengembangan profesi guru yaitu; (1) Standar pengembangan profesi A adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembelajaran isi sains yang diperlukan melalui perspektif-perspektif dan metodemetode inquiri. Para guru dalam sketsa ini melalui sebuah proses observasi fenomena alam, membuat penjelasan-penjelasan dan menguji penjelasanpenjelasan tersebut berdasarkan fenomena alam; (2) Standar pengembangan profesi B adalah pengembangan profesi untuk guru sains memerlukan pengintegrasian pengetahuan sains, pembelajaran, pendidikan, dan siswa, juga menerapkan pengetahuan tersebut ke pengajaran sains. Pada guru yang efektif tidak hanya tahu sains namun mereka juga tahu bagaimana mengajarkannya. Guru yang efektif dapat memahami bagaimana siswa mempelajari konsep-konsep yang penting, konsep-konsep apa yang mampu dipahami siswa pada tahap-tahap pengembangan, profesi yang berbeda, dan pengalaman, contoh dan representasi apa yang bisa membantu siswa belajar; (3) Standar pengembangan profesi C adalah pengembangan profesi untuk para guru sains memerlukan pembentukan pemahaman dan kemampuan untuk pembelajaran sepanjang masa. Guru yang baik biasanya tahu bahwa dengan memilih profesi guru, mereka telah berkomitmen untuk belajar sepanjang masa. Pengetahuan baru selalu dihasilkan sehingga guru berkesempatan terus untuk belajar; (4) Standar pengembangan profesi D adalah program-program profesi untuk guru sains harus koheren (berkaitan) dan terpadu. Standar ini dimaksudkan untuk menangkal kecenderungan kesempatan-kesempatan pengembangan profesi terfragmentasi dan tidak berkelanjutan. 42
Apabila guru di Indonesia telah memenuhi standar profesional guru sebagaimana yang berlaku di Amerika Serikat maka kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia semakin baik. Selain memiliki standar profesional guru sebagaimana uraian di atas, di Amerika Serikat sebagaimana diuraikan dalam jurnal Educational Leadership 1993 (dalam Supriadi 1998) dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, (2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, (5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya. Arifin (2000) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah. Dengan adanya persyaratan profesionalisme guru ini, perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru Indonesia yang profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3) keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4) pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional. Dimensi lain dari pola pembinaan profesi guru adalah (1) hubungan erat antara perguruan tinggi dengan pembinaan SLTA; (2) meningkatkan bentuk rekrutmen calon guru; (3) program penataran yang dikaitkan dengan praktik lapangan; (4) meningkatkan mutu pendidikan calon pendidik; (5) pelaksanaan supervisi; (6) peningkatan mutu manajemen pendidikan berdasarkan Total Quality Management (TQM); (7) melibatkan peran serta masyarakat berdasarkan konsep linc and match; (8) pemberdayaan buku teks dan alat-alat pendidikan penunjang; 43
(9) pengakuan masyarakat terhadap profesi guru; (10) perlunya pengukuhan program Akta Mengajar melalui peraturan perundangan; dan (11) kompetisi profesional yang positif dengan pemberian kesejahteraan yang layak. Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan (1991) bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator (Soewondo, 1972 dalam Arifin 2000). Pengembangan profesionalisme guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan. Tugas mulia itu menjadi berat karena bukan saja guru harus mempersiapkan generasi muda memasuki abad pengetahuan, melainkan harus mempersiapkan diri agar tetap eksis, baik sebagai individu maupun sebagai profesional. Faktor-faktor Penyebab Rendahnya Profesionalisme Guru Kondisi pendidikan nasional kita memang tidak secerah di negara-negara maju. Baik institusi maupun isinya masih memerlukan perhatian ekstra pemerintah maupun masyarakat. Dalam pendidikan formal, selain ada kemajemukan peserta, institusi yang cukup mapan, dan kepercayaan masyarakat yang kuat, juga merupakan tempat bertemunya bibit-bibit unggul yang sedang tumbuh dan perlu penyemaian yang baik. Pekerjaan penyemaian yang baik itu adalah pekerjaan seorang guru. Jadi guru memiliki peran utama dalam sistem pendidikan nasional khususnya dan kehidupan kita umumnya. Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, 44
seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya. Akadum (1999) menyatakan dunia guru masih terselingkung dua masalah yang memiliki mutual korelasi yang pemecahannya memerlukan kearifan dan kebijaksanaan beberapa pihak terutama pengambil kebijakan; (1) profesi keguruan kurang menjamin kesejahteraan karena rendah gajinya. Rendahnya gaji berimplikasi pada kinerjanya; (2) profesionalisme guru masih rendah. Selain faktor di atas faktor lain yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru disebabkan oleh antara lain; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara utuh. Hal ini disebabkan oleh banyak guru yang bekerja di luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga waktu untuk membaca dan menulis untuk meningkatkan diri tidak ada; (2) belum adanya standar profesional guru sebagaimana tuntutan di negara-negara maju; (3) kemungkinan disebabkan oleh adanya perguruan tinggi swasta sebagai pencetak guru yang lulusannya asal jadi tanpa mempehitungkan outputnya kelak di lapangan sehingga menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika profesi keguruan; (4) kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri karena guru tidak dituntut untuk meneliti sebagaimana yang diberlakukan pada dosen di perguruan tinggi. Akadum (1999) juga mengemukakan bahwa ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggo-tanya. Dengan melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru. Upaya Meningkatkan Profesionalisme Guru. Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesionalisme guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaaan Diploma II bagi guru45
guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan. Selain diadakannya penyetaraan guru-guru, upaya lain yang dilakukan pemerintah adalah program sertifikasi. Selain sertifikasi upaya lain yang telah dilakukan di Indonesia untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru, dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya (Supriadi, 1998). Dengan demikian usaha meningkatkan profesionalisme guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.Dari beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi. Dalam Journal PAT (2001) dijelaskan bahwa di Inggris dan Wales untuk meningkatkan profesionalisme guru pemerintah mulai memperhatikan pembayaran gaji guru diseimbangkan dengan beban kerjanya. Di Amerika Serikat hal ini sudah lama berlaku sehingga tidak heran kalau pendidikan di Amerika Serikat menjadi pola anutan negara-negara ketiga. Di Indonesia telah mengalami hal ini tetapi ketika jaman kolonial Belanda. Setelah memasuki jaman orde baru semua berubah sehingga kini dampaknya terasa, profesi guru menduduki urutan terbawah dari urutan profesi lainnya seperti dokter, jaksa, dan sebagainya.
PENUTUP Guru sebagai pekerja profesi harus mengacu pada keberadaan tiga pilar pendidikan yakni sebagai berikut: 1) Learning to know, bukan sekedar mempelajari materi pembelajaran, tetapi yang lebih penting adalah mengenal cara memahami dan mengkomunikasikannya; 2) Learning to do, menumbuhkan semangat kreativitas, produktivitas, ketangguhan, menguasai kompetensi secara profesional, dan siap menghadapi situasi yang senantiasa berubah; 3) Learning to be, pengembangan potensi diri yang meliputi kemandirian, kemampuan bernalar, imajinasi, kesadaran estetik, disiplin, dan tanggung jawab; serta. 4) Learning to 46
live together, pemahaman hidup selaras dan seimbang, baik secara nasional maupun internasional dengan menghormati nilai-nilai spiritual dan tradisi kebhinekaan. Dalam rangka melaksanakan 4 pilar pendidikan tersebut, pemerintah Indonesia berbenah diri melalui serangkaian kebijakan pendidikan. Salah satu kebijakan itu dapat disimak dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang mengarah kepada peningkatan sumber daya guru. Hal ini mengingat guru yang diperlukan harus memiliki karakteristik tertentu, yang dapat mengarahkan peserta didik kepada empat dasar pembelajaran tersebut. Karakteristik guru yang diperlukan adalah: 1) memahami profesi guru sebagai panggilan hidup sejati (genuineness); 2) selama proses pembelajaran mengupayakan positive reward, sehingga siswa mampu malakukan self-reward. Selanjutnya sebagai langkah peningkatan dan pengembangan profesi guru, harus ada upaya peningkatan mutu produktivitas guru melalui pendidikan dalam jabatan, penekanan diberikan pada kemampuan guru agar dapat meningkatkan efektifitas mengajar, mengatasi persoalan-persoalan praktis dan pengelolaan PBM, dan meningkatkan kepekaan guru terhadap perbedaan individu para siswa yang dihadapinya. Pembinaan mutu guru perlu secara sungguh-sungguh memberikan perhatian melatih kepekaan guru terhadap para siswa yang semakin beragam, terutama pada pendidikan dasar sebagai konsekuensi dari semakin terbukanya akses peserta didik terhadap sekolah. Dalam rangka peningkatan mutu guru, lembaga-lembaga Diklat bagi tenaga pendidik juga harus lebih ditingkatkan kinerjanya. Persoalan lain yang sangat penting dalam hal pengembangan profesi guru adalah masalah pengembangan karier. Karir guru harus lebih menjadi perhatian pemerintah sehingga cukup memberi kepuasan kepada para guru untuk tetap sebagai guru, karena daya tarik berkarier sebagai guru sama dengan karier pada lingkungan profesi yang lain. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muhammadiyah Malang, 25-26 Juli 2001. Danim, S, Inovasi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2000 Hermawan, Etika Keguruan Suatu Pendekatan terhadap profesi dan kode etik Guru Indonesia, Jakarta: Margihayu, 1999. 47
Sanusi, Ahmad, Studi pengembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan, Bandung: Pustaka Setia, 1999 Semiawan, C.R, Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: Grasindo, 1991
Soetjipto dan Raflis Kosasih, Profesi Keguruan, Jakarta: Rieneka Cipta, 2007 Tilaar,
H.A.R, Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan DalamPerspektif Abad 21. Magelang: Indonesia Tera, 1999
Nasional
Uzer Usman, Moh, Menjadi guru profesional, Jakarta: Grafindo, 2005
Widayati, S, Reformasi Pendidikan Dasar. Jakarta: Grasindo, 2002
48