Pengembangan Perangkat Lunak untuk Pengaturan Sekuen dan Navigasi Obyek Pembelajaran pada Sistem E-Learning Menggunakan Model Jaringan Petri Suwandi Prayitno, Yusuf Bilfaqih, Achmad Jazidie Laboratorium Teknik Sistem Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Email:
[email protected] Abstrak Paradigma e-learning yang baru adalah menyediakan konten yang tepat untuk orang yang tepat pada saat yang tepat dalam konteks yang tepat dengan cara yang tepat dan menggunakan teknologi yang tepat. Sebagai respon terhadap paradigma tersebut, telah dilakukan penelitian mengenai standar dan spesifikasi e-learning. Sharable Content Object Reference Model (SCORM) merupakan standar dan spesifikasi e-learning yang banyak digunakan tidak menyediakan kemudahan dalam mendefinisikan sekuen dan navigasi obyek pembelajaran, sehingga struktur pembelajaran tidak dapat disusun secara fleksibel. Pada penelitian ini dikembangkan perangkat lunak untuk mendefinisikan, menganalisa dan mengatur sekuen dan navigasi obyek pembelajaran paket standar SCORM menggunakan model jaringan Petri. Untuk menjamin interoperability paket konten maka struktur dan hirarki paket konten disusun menggunakan Petri Net Markup Language (PNML). Sebagai hasilnya perangkat lunak bermanfaat dalam hal authoring, browsing, monitoring dan analyzing pada sistem e-learning. Kata kunci: e-learning, jaringan Petri, PNML, SCORM, sekuen dan navigasi 1.
Pada implementasi KBK, salah satu hal yang penting adalah penyusunan struktur kompetensi. Hal ini secara operasional merupakan penyusunan sekuen dan navigasi Obyek Pembelajaran (OP) [3].
Pendahuluan
Perkembangan internet yang cepat telah menjadikan e-learning semakin populer. Elearning sebagai suatu bentuk pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah terbukti secara efektif dan efisien mendukung proses belajar-mengajar di kelas [1]. Peran e-learning untuk mendukung implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) juga telah diteliti, diterapkan dan dirasakan hasilnya yang sangat menjanjikan [2].
Sharable Content Object Reference Model (SCORM) sebagai standar desain dan pembuatan paket obyek pembelajaran yang paling populer tidak memberikan kemudahan dalam mendefinisikan sekuen dan navigasi obyek pembelajaran. Pada standar SCORM 2004, Sequencing and Navigation (SN) mendefinisikan perilaku sekuen obyek pembelajaran, memilih dan mengirimkan obyek pembelajaran serta mengorganisasikan obyek pembelajaran dalam struktur hirarkial yang disebut Pohon Aktivitas (Activity Tree). SN menerapkan strategi intruksional seorang desainer yang berupa urutan aktivitas pembelajaran untuk ditanam dalam sebuah obyek pembelajaran atau kumpulan obyek pembelajaran. Dengan demikian, aktivitas pembelajaran on-line pada sistem e-learning dapat dilakukan otomatis menurut pengalaman pelajar berdasarkan strategi yang diterapkan pengajar [4]. Namun, struktur
Paradigma e-learning yang semula direpresentasikan oleh jargon “anytime” dan “anywhere”, bahwasannya e-learning dapat diakses kapan saja dan dimana saja, bergeser menjadi bagaimana e-learning dapat menyediakan konten yang tepat untuk orang yang tepat pada waktu yang tepat dalam konteks yang tepat dengan cara yang tepat dan menggunakan alat yang tepat. Suatu bentuk respon terhadap paradigma baru tersebut, penelitian dan pengembangan mengarah pada spesifikasi dan standard e-learning misalkan SCORM .
1
dengan aturan sekuen yang rumit pada Pohon Aktivitas SN menjadikan desain dan pembuatan sekuen pembelajaran rumit pula. Sekuen dan navigasi obyek pembelajaran tidak dapat diatur secara fleksibel guna menerapkan strategi pembelajaran tertentu dalam mencapai kompetensi tertentu [5].
atas sub cluster yang lain. Setiap aktivitas pembelajaran terdiri atas Sequencing Definition Model (SDM) yang berisi kelakuan sekuen pembelajaran yang diinginkan desainer konten dan Tracking Status Model (TSM) yang berisi informasi mengenai interaksi pelajar dengan OP pada aktivitas pembelajaran yang berkaitan. Lintasan pembelajaran merupakan urutan pola pembelajaran yang didefinisikan oleh seorang desainer atau author dengan cara menerapkan aturan sekuen dan navigasi OP standar SCORM melalui pemrograman atau menggunakan perangkat lunak authoring. Ilustrasi pemodelan sekuen dan navigasi OP standar SCORM dapat dilihat pada Gambar 1.
Pada penelitian ini, dikembangkan perangkat lunak untuk mendefinisikan, mengatur dan menganalisa sekuen dan navigasi obyek pembelajaran standar SCORM pada sistem e-learning menggunakan model jaringan Petri. Perangkat lunak yang dikembangkan dimaksudkan dapat melakukan fungsi-fungsi authoring, browsing, monitoring, analyzing yang bermanfaat dalam aplikasi e-learning. Alasan penggunaaan model jaringan Petri ialah karena ia merupakan perangkat powerful dalam pemodelan sistem dan validasi [6]-[8]. 2.
2.2. Model Sekuen dan Navigasi OP pada Jaringan Petri Jaringan Petri (JP) merupakan alat pemodelan aliran informasi secara grafis dan matematis [6]-[8]. Jaringan Petri merupakan graph berarah yang bipartite. Jaringan Petri terdiri atas tiga tipe obyek yaitu Place, Transition dan Arc. Pada gambar, place digambarkan dengan lingkaran, transition digambarkan dengan kotak dan arc digambarkan dengan anak panah berarah.
Pemodelan Sekuen dan Navigasi
Pendefinisian sekuen dan navigasi obyek pembelajaran dalam standar SCORM tidaklah mudah. Lebih jauh lagi, seorang dosen yang berperan sebagai author tidak dapat mengetahui gambaran umum mengenai strategi instruksional yang telah ia rancang. Oleh karena itu, bahasan berikutnya membicarakan mengenai pemodelan dan pengaturan sekuen & navigasi OP menggunakan jaringan Petri.
Pada pemodelan sistem, place biasanya merepresentasikan kondisi dan transition merepresentasikan kejadian. Sifat dinamik jaringan Petri ditentukan oleh state dan perubahannya. Pada bagian dalam place jaringan Petri terdapat sejumlah positif titik hitam yang dinamakan sebagai token yang menentukan kelakuan dinamik jaringan Petri. Ada tidaknya token pada place merepresentasikan bahwa kondisi tertentu pada model diskrit yang diwakili oleh place dalam keadaan benar atau salah (terjadi atau tidak). Marking jaringan Petri adalah distribusi token pada semua place setiap saat. Marking inilah yang merepresentasikan state (keadaan) model sistem diskrit setiap waktu. Marking pada jaringan Petri dengan m place diwakili oleh vektor (m x 1) M, setiap elemen di dalamnya dilambangkan dengan M(p) yang menyatakan jumlah non-negatif token pada place p. Gambar 2 adalah contoh jaringan Petri yang terdiri atas lima place dan empat transition.
2.1. Model Sekuen dan Navigasi OP pada SCORM Konten Pembelajaran pada SN SCORM diorganisasikan ke dalam struktur hirarkial yang disebut Pohon Aktivitas sebagai peta pembelajaran. Susunan hirarki konten pembelajaran adalah sebagai berikut [9]: Aggregation (Modul) yang merupakan kumpulan OP, SCO (Sharable Content Object) atau OP yang merupakan unit pembelajaran tunggal dan dapat berkomunikasi dengan LMS (Learning Management System), Aset digital yang merupakan elemen dasar unit pembelajaran dan berupa representasi elektronik dari media seperti teks, gambar, video dll. Pohon aktivitas terdiri atas beberapa Cluster yang merepresentasikan aktivitas pembelajaran. Sebuah cluster dapat terdiri
2
Gambar 1. Pemodelan Sekuen dan Navigasi OP pada SCORM
Umumnya jaringan Petri didefinisikan sebagai berikut [6]-[8]:
dapat
belajar dapat berupa knowledge (pengetahuan), experience (pengalaman), atau skill (keahlian). Sasaran dari suatu obyek pembelajaran dapat menjadi prasyarat bagi obyek pembelajaran yang lain. Dengan asumsi bahwa jaringan Petri memodelkan keterkaitan obyek pembelajaran dengan benar, sebuah obyek pembelajaran dapat diselesaikan dengan baik hanya jika semua prasyarat terpenuhi. Relasi yang demikian dideskripsikan menggunakan jaringan Petri dimana obyek pembelajaran dimodelkan dengan place, sedangkan prasyarat dan sasaran dimodelkan dengan transition [10]. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 3.
PN ( P, T , I , O, M 0 ) ; dimana: o P = {p1,p2,....,pm}adalah himpunan berhingga place o T = {t1,t2,....,tn} adalah himpunan berhingga transition, P T dan P T o I : ( PxT ) N adalah fungsi input yang merepresentasikan arc berarah dari place menuju transition, dimana N adalah himpunan bilangan bulat non-negatif. o O : ( PxT ) N adalah fungsi output yang merepresentasikan arc berarah dari transition menuju place o M 0 : P N adalah marking awal Perubahan distribusi token pada place merefleksikan kejadian atau eksekusi operasi jaringan Petri. Hal tersebut merupakan kelakuan dinamis sistem diskrit yang dimodelkan. Dalam memodelkan struktur dan saling keterkaitan antar obyek pembelajaran menggunakan jaringan Petri, tiap obyek pembelajaran dikarakteristikkan oleh prasyarat dan sasaran belajar. Sasaran
Gambar 2. Contoh Jaringan Petri
3
3.
sasaran belajar i,1 pra i,1
Pada SCORM, untuk membentuk lintasan pembelajaran maka didefinisikan berbagai aturan sekuen dan navigasi OP. Pada sub-bab ini akan dijabarkan bagaimana cara pemetaan aturan sekuen dan navigasi OP standar SCORM menggunakan model jaringan Petri.
prasyarat i pra i,2
OPi pra i,3
3.1. Pemetaan Aturan Sekuen dan Navigasi OP SCORM Menggunakan Jaringan Petri
pra i,n
...
sasaran belajar i,2 Gambar 3. Struktur OP dalam JP Pengantar
t1
OP 1
t2
t3
OP 2
Gambar 4. Struktur Serial OP OP 1
t2
OP 2
Pengantar t1
t4 OP 3
t3
OP 4
Beberapa aturan dasar untuk pendefinisian sekuen dan navigasi OP standar OP 3 SCORM adalah: Flow, Choice, Skip, Limited Condition, Roll-up [11], [12]. Aliran (Flow) menunjukkan lintasan pembelajaran yang lurus. Aliran memastikan kemajuan pelajar melalui agregat konten yang ditentukan sebelumnya. Gambar 4 menunjukkan konstruksi aliran. OP 5 Pemilihan (Choice) merepresentasikan bahwa pelajar dapat melompat untuk memilih pelajaran yang diinginkan. Seperti pada Gambar 5, pelajar dapat memilih OP1 atau OP3 setelah ia menyelesaikan pengantar.
Gambar 5. Struktur Paralel OP skor >= 80 Pengantar t1
Lewatkan (skip) adalah aksi bila pelajar ingin mengabaikan materi pembelajaran tertentu sementara. Kita menambahkan control place dengan token awal dan menempatkannya kedalam struktur pemilihan untuk memungkinkan pelajar melalui materi yang seharusnya diambil atau melewatinya sementara. Pada Gambar 8, lingkaran ganda merupakan control place. Jika t4 fire maka pelajar melewati ”lesson2” dan langsung mempelajari ”lesson3”. Alasan mengapa arc input t4 dua arah adalah untuk mempertahankan kesempatan materi pembelajaran ”lesson2”.
OP 1 t2
OP 3
OP 2 skor < 80 Gambar 6. Struktur Kondisional OP skor < 80 Pengantar t1
OP 1
t2
OP 2
Pengaturan Sekuen dan Navigasi
t3
OP 3
Kondisi terbatas (limited condition) mandeskripsikan bahwa aktivitas hanya dapat dijalankan hanya beberapa kali saja. Dengan menempatkan sejumlah token pada control place , maka kita hanya dapat membaca atau mengakses materi pembelajaran sebanyak jumlah token pada control place tersebut. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9.
skor >= 80 Gambar 7. Struktur Perulangan OP
Gambar 4 sampai 7 secara berurutan menggambarkan struktur serial, paralel, kondisional dan perulangan dalam model sekuen dan navigasi OP menggunakan jaringan Petri.
Roll up adalah proses mengevaluasi tujuan dan data dari aktivitas anak untuk aktivitas orang tua. Roll up meliputi terpenuhinya tujuan, pengukuran tujuan dan
4
status kelengkapan aktivitas. Di dalam model, kita gunakan jumlah token dan bobot arc untuk menentukan apakah kondisi roll up sudah terpenuhi. Gambar 10 menunjukkan pemodelan aturan roll-up, apakah seseorang lulus atau tidak dalam sebuah ujian. Untuk memperjelas aturan roll-up kita perhatikan Gambar 10 yang dapat digunakan untuk memodelkan ujian awal (pretest) dan ujian akhir (posttest). Ketika t1 fire maka token dipindahkan dari pertanyaan1 (question1) ke cp1 untuk memutuskan apakah jawaban benar atau salah, jika benar maka t5 firing dan memindahkan token dari cp1 ke cpcorretc, jika salah t4 firing lalu memindahkan token dari cp1 ke cperror. Setelah semua pertanyaan (question) selesai dikerjakan, jumlah token di cpcorrect dan cperror menunjukkan total jumlah jawaban benar dan salah. Dan kemudian kita pakai bobot arc yang terhubung ke t10 sebagai filter apakah tujuan minimal terpenuhi. Jika jawaban benar sama dengan atau lebih besar dari 2 maka t10 akan fire yang menunjukkan pelajar memenuhi obyektif (tujuan) modul ujian.
Gambar 10. Konstruksi Roll-up untuk Ujian
4.
Perancangan Perangkat Lunak
Bab ini berisi perancangan proses pada perangkat lunak yang dikembangkan. Perancangan proses pada penelitian ini menggunakan model Data Flow Diagram (DFD). Alasan memilih model DFD adalah karena fungsi-fungsi sistem ( dalam hal ini authoring, browsing, monitoring, analyzing) merupakan bagian yang lebih penting dan komplek daripada data yang dimanipulasi sistem [13]. 4.1. Diagram Konteks atau DFD Level Nol Diagram ini merupakan level tertinggi dari DFD dan menjelaskan hubungan sistem dengan lingkungan luarnya misalkan pengguna perangkat lunak (dalam hal ini adalah dosen dan mahasiswa). Gambar diagram konteks atau DFD level nol ada pada Gambar 11.
Gambar 8. Konstruksi Lewatkan (Skip)
Penjelasan Gambar 11 adalah sebagai berikut. Sistem yang dirancang diberi nama Sistem Perangkat Lunak. Sistem berhubungan dengan entitas luar Mahasiswa dan Dosen serta datastore berupa Repository. Dosen mengekspor paket Obyek Pembelajaran (OP) ke sistem disertai dengan strategi pembelajaran yang ingin diterapkan. Sebagai hasilnya adalah sistem menciptakan OP dengan struktur jaringan Petri dimana dalam setiap OP tersebut telah ditanamkan berbagai assesment dan objective (OP Berkompetensi). OP Berkompetensi ini dikirimkan sistem ke repository dan sistem dapat mengakses OP ini setiap saat. Berdasarkan profil dan responsi mahasiswa pada pembelajaran, sistem mengirimkan OP yang sesuai dengan kompetensi mahasiswa ke setiap mahasiswa
Gambar 9. Konstruksi Kondisi Terbatas (Limited Condition)
5
yang melakukan pembelajaran pada sistem elearning. Dosen dan mahasiswa juga menerima hasil analisa pembelajaran berbasiskan jaringan Petri dari sistem.
pembelajaran bermodelkan jaringan Petri (JP). Sebagai hasilnya adalah OP berkompetensi dengan struktur jaringan Petri yang dikrimkan ke mahasiswa melalui proses nomor dua (Browsing). Proses nomor dua memastikan bahwa mahasiswa menerima OP sesuai dengan kompetensi mereka berdasarkan strategi pembelajaran yang diterapkan dosen pada proses nomor satu. Dosen dapat memantau kemajuan mahasiswa sebagai hasil proses nomor tiga (Monitoring) yang menerima masukan dari mahasiswa berupa profil dan responsi mahasiswa. Mahasiwa juga menerima hasil assesment dari proses nomor tiga ini. Berdasarkan struktur jaringan Petri OP yang dibentuk dari proses nomor satu, sistem dapat melakukan analisa pembelajaran berbasiskan jaringan Petri. Selanjutnya perangkat lunak mengirimkan hasil analisa kepada dosen dan mahasiswa.
4.2. DFD Level Satu DFD level satu merupakan dekomposisi dari DFD level nol. Diagram ini menjelaskan lebih rinci mengenai serangkaian proses yang dilakukan perangkat lunak yang digambarkan oleh proses nomor nol pada Gambar 11. DFD level satu ini ditunjukkan Gambar 12. Secara keseluruhan, proses yang terdapat pada DFD level satu ini terdiri atas empat proses sesuai dengan fungsi yang dapat dilakukan perangkat lunak yang dikembangkan dalam penelitian yaitu authoring, browsing, monitoring dan analyzing. Proses nomor satu (Authoring) menerima masukan berupa OP dan strategi
Gambar 11. Diagram Konteks atau DFD Level Nol
6
Gambar 12. DFD Level Satu
5.
Berdasarkan respon pelajar terhadap item tes, OBJ untuk tiap item tes tersebut di-set passed atau failed, LMS menyediakan daftar OP yang sesuai dan pelajar dapat memilihnya untuk remediasi. Deskripsi aturan template ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan struktur kontennya pada Gambar 13.
Implementasi Perangkat Lunak
Berikut ini akan diilustrasikan hasil implementasi perangkat lunak untuk pengaturan sekuen dan navigasi OP menggunakan JP menggantikan aturan-aturan standar SCORM pada template ke-5 yang didesain oleh [14]. Sebelumnya akan dijelaskan dahulu mengenai desain sekuen dan navigasi menggunakan template tersebut.
Tabel 1. Deskripsi Aturan Template ke-5 [14]
Behavior 1.Untuk lulus dalam Root Aggregation, pelajar harus lulus post-test OP 3
Template ke-5 yang didesain oleh [14] merupakan strategi pembelajaran untuk menerapkan suatu remediasi berdasarkan obyektif. Template ini menyajikan pilihan sekuen untuk remediasi pelajar apabila terdapat multiple OP. Remediasi antar OP ini dijejaki oleh LMS menggunakan objective (OBJ). Tes pada struktur ini berupa sebuah OP dengan dua aset tes. OP Post-test (OP 3) menggunakan objective untuk menghubungkan tiap item tes ke OP yang bersesuaian.
2. Pelajar harus selesai OP 1 sblm mengakses OP 2. Pelajar harus selesai OP 2 sblm OP 3 3. Untuk selesai OP3 harus lulus kedua obyektif OBJ 1 dan
7
Fungsi SCORM Root Aggregation Rollup:if All Satiesfied, satiesfied OP 1: isRolledup=false OP 2: isRolledup=false OP 3: isRolledup=false RootAggregation:Choice =false; Flow=true
Tidak ada
OBJ 2 4. Apabila pelajar gagal OBJ1 dalam OP 3, maka disajikan OP 1 5. Apabila gagal OBJ 2 dalam OP3 disajikan OP2 6. Mengijinkan dua kali akses terhadap OP
1, OP 2 dan OP 3 7. Jika pelajar masih gagal di OP 3 pada akses yang kedua kalinnya, maka hak akses pelajar dihantikan dan diperlukan intervensi secara manual
OP 3: set OBJ 1 OP1: skip if OBJ 1 satiesfied OP 3: set OBJ 2 OP 2: skip if OBJ 2 satiesfied OP 1, OP 2, OP 3: Attempt Limit=2
Tidak ada
Gambar 13. Struktur Konten Template ke-5 [14]
Gambar 14. Model JP untuk Menggantikan Aturan Sekuen dan Navigasi Template ke-5
Gambar 14 menunjukkan JP untuk menggantikan definisi aturan sekuen dan navigasi OP menggunakan standar SCORM. Tampak bahwa dengan menggunakan JP, maka seorang author menjadi lebih mudah
dalam mendefinisikan strategi pembelajaran tertentu agar setiap pelajarnya dapat mencapai kompetensi tertentu. Terlebih lagi, ia dapat mengetahui gambaran umum mengenai struktur pembelajaran yang ia desain.
8
Gambar 15. Coverability Graph dari Gambar 14, Agar Dapat Lulus dalam Root Aggregation, Pelajar Harus dapat Mencapai State S6 atau S7 atau S10 atau S12 dari S0.
Mahasiwa dan dosen juga menerima beberapa analisa dari perangkat lunak berbasiskan jaringan Petri. Analisa-analisa yang dilakukan perangkat lunak antara lain:
esensi apa-apa, oleh karena itu JP yang dibentuk seharusnya bersifat safe atau bounded. o Reversibility: Memastikan Bahwa JP yang dibentuk memungkinkan mahasiswa atau pelajar dapat kembali mengakses OP yang sudah pernah dipelajari. Pada makalah ini diilustrasikan analisa yang dilakukan perangkat lunak menggunakan metode Coverability Graph seperti yang ditunjukkan Gambar 15.
o Reachability: Dengan melihat graph ketercapaian pada pembelajaran, maka pelajar dapat menentukan lintasan pembelajaran agar ia dapat mencapai kompetensi tertentu. o Conservativeness: Apabila author mengiginkan agar pelajar hanya dapat mengakses jumlah OP yang konstan sepanjang aktivitas pembelajaran, maka JP yang dibentuk harus bersifat conservative. o Liveness & Deadlock: Apabila author ingin agar pelajar selalu dapat melakukan aktivitas pembelajaran sepanjang waktu, maka JP yang dibentuk harus bersifat live dan bebas deadlock. o Boundedness & Safeness: Adanya token pada place (OP) menunjukkan bahwa pelajar dapat mengakses OP tersebut. Adanya token berlebih pada suatu place tidak mempunyai
Analisa reachabilty dapat dilakukan dengan cara melihat apakah ada lintasan yang memungkinkan pelajar dapat mencapai kompetensi tertentu (diwakili state tertentu). Pada Gambar 15 diilustrasikan bahwa pelajar telah lulus OBJ 1 tetapi tidak lulus OBJ 2 dan sekarang ia sedang meremediasi OP 2. Gambar 15 menginformasikan pelajar, apa yang harus dilakukan agar ia dapat lulus dalam root aggregation. 6.
Kesimpulan
Perangkat lunak untuk pengaturan sekuen dan navigasi OP menggunakan model jaringan Petri memberikan kemampuan untuk mendefinisikan, menganalisa, dan mengatur
9
sekuen dan navigasi OP pada sistem elearning. Perangkat lunak yang dikembangkan memberi manfaat dalam aplikasi e-learning yaitu:
High Level Petri Nets”, Computer Standards & Interfaces, Hal. 336-355. [6] Zurawski, R., Zhou, M. (1994) “Petri Nets and Industrial Application: A Tutorial”, IEEE Transaction on Industrial Electronics, Vol. 41, No. 6, Hal. 567-583. [7] Cassandras, C.G. (1993) “Discrete Event Systems: Modelling and Performance Analysis”, Aksen Associates Incorporated Publishers, Boston. [8] Murata, T. (1989) “Petri Nets: Properties, Analysis and Applications “, Proceedings of IEEE, Department of Electrical Engineering and Computer Science, University of Illinois, Chicago, USA, Vol. 77, No. 4, Hal. 541-580. [9] ____. (2004) “SCORM 2004 2nd Edition Overview”, Advanced Distributed Learning (ADL). Online: http://www.adlnet.org. [10] Risse, Thomas, & Vatterrot, HeideRose. (2004). “Learning Objects Structure Petri Net”. European Journal of Open Distance and E-Learning. [11] Lin, H.W., Chang, W.C., Yee, G., Shih, T.K., Wang, C.C., & Yang, H.C. (2005). “Applying Petri Nets to Model SCORM Learning Sequence Specification in Collaborative Learning”. Proceeding of the 19th IEEE International Conference on Advanced Information Networking and Application. [12] Lin, H.W., Chang, W.C., Yee, G., Shih, T.K., Wang, C.C., & Yang, H.C. (2004). “A Petri Nets based Approach to Modeling SCORM Sequence”. Proceeding of IEEE International Conference on Multimedia and Expo. [13] Sommerville, Ian. (2003) “Software Engineering (Rekayasa Perangkat Lunak)/Edisi 6/Jilid 1”, Penerbit Erlangga, Jakarta. [14] ____. (2003) “SCORM: Simple Sequencing Templates and Models”, European Journal of Open Distance and E-Learning, Learning System Architecture Laboratory (LSAL), Carniege Mellon University, Pitssburgh, Pennsylvania, USA. Online: http://www.lsal.cmu.edu.
o Authoring: mampu mendefinisikan struktur prasyarat dan tujuan setiap OP dalam jaringan Petri, sehingga mempermudah author dalam menerapkan strategi pembelajaran tertentu. o Browsing: mampu menampilkan keterkaitan antar OP, sehingga pengguna dapat mengakses konten pembelajaran lewat peta JP yang yang representatif. o Monitoring: mampu membuat rekaman aktivitas pembelajaran yang telah dilakukan pelajar. o Analyzing: mampu melakukan analisa pembelajaran berbasiskan model jaringan Petri. 7.
Daftar Pustaka
[1] Bilfaqih, Y. dan Agustinah, T. (2002) ” Pembelajaran Interaktif Berbasis Web Untuk Mata Kuliah Sistem Linier di Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS”, Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat ITS. [2] Bilfaqih, Y., Agustinah, T., dan Gamayanti, N. (2006) ” Metode Desain E-Learning Untuk Kurikulum Berbasis Kompetensi Menggunakan Quality Function Deployment”, Laporan Penelitian Dosen Muda, Dikti. [3] Bilfaqih, Y., Prayitno, S., Jazidie, A. (2008) “Model Implementasi Struktur Kompetensi Pada Sistem E-learning Menggunakan Pemodelan Jaringan Petri”, Prosiding Seminar Teknik Elektro dan Pendidikan Teknik Elektro (STE 2008), Universitas Negeri Surabaya, Surabaya. [4] ____. (2004) “SCORM Sequencing and Navigation”, Advanced Distributed Learning (ADL). Online: http://www.adlnet.org. [5] Su, J.M, Tseng, S., Chen, C.Y, Feng, J., Tsai, W.N. (2006) “Constructing SCORM Compilant Course Based on
10
11