Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
PENGEMBANGAN MODUL BERMUATAN MODEL PEMBELAJARAN BANDURA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENJASORKES DAN KECERDASAN KINESTETIK SISWA SEKOLAH DASAR I Ketut Yoda, I Nyoman Kanca, & Made Agus Wijaya Jurusan Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi FOK Universitas Pendidikan Ganesha Abstrak Penelitian pengembangan yang dilakukan memiliki tujuan utama untuk menghasilkan modul bermuatan model pembelajaran bandura untuk meningkatkan hasil belajar penjasorkes dan kecerdasan kinestetik siswa sekolah dasar. Metode pengembangan menggunakan Model pengembangan Dick & Carey (1990), dan penelitian eksperimental menggunakan rancangan the randomized pretest-posttest control group design yang diacu dari Fraenkel & Wallen (1996). Model pengembangan ini terdiri dari lima tahap, yaitu: a) penetapan materi pelajaran, b) analisis kebutuhan, c) pengembangan modul, d) penyusunan draf modul dan e) penilaian ahli dan uji coba. Tujuan penelitian pada tahun pertama adalah melakukan analisis kebutuhan. Populasi Penelitian ini adalah seluruh siswa SD Negeri dan Swasta yang ada di Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Sampel penelitian ditetapkan dengan metode penarikan sampel bertahap (multi stage sampling) Jumlah sampel yang dilibatkan dalam pengembangan adalah sebagai berikut: a) sampel untuk analisis kebutuhan (needs assessment) terdiri 8 sekolah dengan 252 orang siswa, 8 orang guru; b) sampel untuk analisis kecerdasan kinestetis siswa sebanyak 78 orang siswa pada 2 sekolah. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah, dokumentasi, tes, non tes, kuesioner, dan observasi. Data yang dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan cara menyusun data secara sistimatis, mengkompilasi data ke dalam kategori, melakukan sintesa, menyusun dalam pola tertentu dan membuat kesimpulan. Hasil analisis data dikaji secara mendalam sebagai acuan dalam menyusun modul penjasorkes yang bermuatan model pembelajaran bandura. Hasil penelitian pengembangan pada tahun pertama menunjukan bahwa: a) Ada 11 standar kompetensi dan 16 kompetensi dasar
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
341
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
yang harus dimiliki oleh siswa SD kelas IV dalam mata pelajaran Penjasorkes. Untuk mencapai kompetensi tersebut perlu dikembangkan materi pelajaran sebagai berikut (1) Aktivitas permainan, (2) aktivitas yang dapat mengembangkan kebugaran jasmani, (3) Senam lantai, (4) Gerak ritmik, (5) Budaya hidup sehat, (6) Renang, (7) Aktivitas luar sekolah; b) Umur siswa kelas IV SD berkisar antara 9-10 tahun. Sebanyak 99,60% siswa menginginkan agar pelaksanaan pembelajaran penjasorkes untuk melakukan atensi, reproduksi dan diberikan motivasi. Sebanyak 98,02% siswa berkeinginan untuk melihat contoh materi gerak yang diajarkan oleh guru penjasorkes; c) Secara umum pembelajaran penjasorkes di SD kelas IV baik dan perlu dipertahankan dan ditingkatkan. masih ada siswa yang berpendapat bahwa pembelajaran penjasorkes kurang menarik adalah 2,38% dan 3,96% siswa menyatakan pembelajaran penjasorkes kurang menyenangkan. 4,76% siswa menyatakan pembelajaran penjasorkes kurang relevan; d) Model pembelajaran yang paling umun digunakan oleh guru penjasorkes di SD adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kelompok; e) Tidak ada guru atau siswa yang menggunakan modul. Semua guru menuliskan bahan ajar berupa buku penjasorkes dengan penerbit yang bervariasi. Ada 5 penerbit buku penjasorkes SD kelas IV yang digunakan oleh guru dan siswa, yaitu: 1) Kemendiknas, 2) Ganeca Exact, 3) Erlangga, 4) Intan Pariwara, 5) Universitas Terbuka (UT); f) Fasilitas dan alat-alat yang dimiliki dan digunakan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran penjasorkes oleh 8 sekolah SD di Kecamatan Buleleng – Bali, hampir semua sekolah minim dengan peralatan olahraga yang bisa mendukung pelaksanaan pembelajaran penjasorkes di SD. Kata-kata kunci : modul, pembelajaran, bandura. Abstract The development research conducted aims at producing a bandura teaching method module to improve elementary students’ achievement in penjasorkes and kinesthetic intelligence. The method used in this paper/ thesis/ is based on Dick & Carrey (1990) development model, and the randomized pretest-posttest control group design adopted from Fraenkel &Wallen (1996) is used to conduct the experimental research. This model consist of 5 stages; a) Teaching Material determination, b) Need analysis, c)Module development, d)drafting module, e) expert assessment
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
342
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
and try out. The first-year research aims at conducting need analysis. Population of this research is all elementary public school and private school in Buleleng subregency, Buleleng regency, Bali Province. Sample of the research is determined by using multi stage sampling method. The numbers of samples are as follows; a) sample of need assessment consist of 8 schools 252 students and 8 teachers; b) sample of students’ kinesthetic intelligence analysis consist of 78 students in 2 different schools. The data is collected through documentation, test, non test, questionnaire, and observations. The collected data is presented in the form of explanation (paragraph) and also table. The data was analyzed descriptively by arranging them systematically, group them into the category, syntheses, and arrange it in to a certain technique and root the conclusion. The result of data analysis was used to compose a PENJASORKES module with bandura teaching method. The first-year reserach showed that; a) there are 11 standard of competence and 16 basic of competence have to be mastered by 5th grade students of elementary school in PENJASORKES subject. To achieve those competences teaching material is needed to be developed; (1) Game activity, (2) Physical Exercise, (3) Dance floor, (4) Ritmik Movement, (5) Healthy Life, (6) Swimming, (7) outschool activity; b)the fourth grade students are around 9-10 years old. 99.60% students want the PENJASKESOKES teaching activity have an attention to reproduction and give motivation. 98.02% of the students want to see the example of movement done by the teacher; c) generally teaching process in elementary school is already good and need some improvement. There are 2.38% students who think that PENJASORKES is not an interesting subject and 3.96% students said that PENJASORKES is a boring subject. While 4.76% of the stidents said that PENJASORKES is not relevant to be tought.; d) Teaching method comonly used by elementary teachers is cooperative learning with gruop approach; e) There was no teacher nor students use a module. All teachers write their teaching material from different publisher. There are 5 publisher for 5th grade students such as 1)Kemendiknas, 2)Ganeca Exact, 3) Erlangga, 4) Intan Pariwara, 5) Universitas terbuka (UT); f) facilities and equiptment owned and used by the teachers of 8 elementary schools in Buleleng sub regency in teaching and learning process are very limited.
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
343
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
Keywords: module, learning, bandura
Pendahuluan Dewasa ini diakui secara luas bahwa aktivitas jasmani yang dilakukan anak dan remaja sangat terbatas, sehingga tidak cukup memberikan kontribusi dan manfaat yang berarti terhadap kesehatan mereka (Cavill, Biddle & Sallis, 2001). Fenomena "menyedihkan" terkait dengan tugas mata pelajaran penjasorkes begitu mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam laporan riset nasional, seperti: a) tingkat kebugaran masyarakat kita rata-rata kurang. Data SDI 2006 menyebutkan bahwa 37,40% masuk kategori kurang sekali; 43,90% kurang; 13,55% sedang; 4,07% baik; dan hanya 1,08% baik sekali (Mutohir, dan Maksum, 2007); b) perilaku menyimpang dikalangan remaja semakin tinggi dan bervariasi. Fenomena penyimpangan perilaku geng motor, tawuran antar pelajar, penggunaan obat terlarang, dan seksual menyimpang masih cukup sering menjadi headline koran nasional. Penelitian di 4 kota (Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan) menunjukan bahwa 44 % remaja usia 14-18 tahun telah berhubungan badan sebelum nikah (Kompas, 27 Nov 2007); c) Pola hidup kurang gerak (sedentary lifestyle) seperti berlama-lama menonton TV, video, play station, dialami sekitar 2/3 anak terutama di negara-negara sedang berkembang (WHO, 2002). Rendahnya kualitas pembelajaran penjasorkes yang berimplikasi terhadap rendahnya hasil belajar dan kecerdasan kinestetik siswa SD disebabkan karena rendahnya kualitas guru penjasorkes, dan terbatasnya sumber belajar (Mutohir, 2002). Kondisi semacam ini juga terjadi di Kabupaten Buleleng. Dari hasil wawancara dengan guru-guru penjasorkes dimana para guru penjasorkes sangat susah mencari buku sumber dan panduan untuk pelaksanaan pembelajaran penjasorkes di SD. Kurangnya sumber-sumber belajar tersebut juga membawa dampak terhadap kurangnya pemahaman dan kemampuan guru penjasorkes di Kabupaten Buleleng dalam memilih dan menerapkan metode pembelajaran penjasorkes. Hasil wawancara dengan beberapa guru penjasorkes SD di Kabupaten Buleleng hampir semua guru tidak mengenal apa yang dimaksud dengan model pembelajaran bandura. Berdasarkan hal tersebut, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian berupa pengembangan modul bermuatan model
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
344
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
pembelajaran bandura untuk meningkatkan hasil belajar penjasorkes dan kecerdasan kinestetik siswa sekolah dasar. Fenomena "menyedihkan" terkait dengan tugas mata pelajaran penjasorkes begitu mudah dijumpai dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam laporan riset nasional, seperti: a. Tingkat kebugaran masyarakat kita rata-rata kurang. Data SDI 2006 menyebutkan bahwa 37,40% masuk kategori kurang sekali; 43,90% kurang; 13,55% sedang; 4,07% baik; dan hanya 1,08% baik sekali (Mutohir K, dan Maksum, 2007). b. Perilaku menyimpang dikalangan remaja semakin tinggi dan bervariasi. Fenomena penyimpangan perilaku geng motor, tawuran antar pelajar, penggunaan obat terlarang, dan seksual menyimpang masih cukup sering menjadi headline koran nasional. Penelitian di 4 kota (Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan) menunjukan bahwa 44 % remaja usia 14-18 tahun telah berhubungan badan sebelum nikah (Kompas, 27 Nov 2007). c. Pola hidup kurang gerak (sedentary lifestyle) seperti berlama-lama menonton TV, video, play station, dialami sekitar 2/3 anak terutama di negara-negara sedang berkembang (WHO, 2002). d. Masih ada pemahaman dari kalangan internal sekolah bahwa mapel penjasorkes adalah pelajaran yang membosankan, menghamburhamburkan waktu dan mengganggu perkembangan intelektual anak (Suherman, 2004). e. Masih sulit dijumpai adanya guru penjasorkes di sekeliling kita yang kompeten dan sukses mengelola mata pelajarannya, sehingga siswanya menyukai, menghargai, dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti proses pembelajaran dan mengimbas ke pola hidup aktif dan sehat dalam kehidupan sehari-hari (Komnas Penjasor, 2007). Berbagai penelitian di negara-negara industri maju mengindikasikan bahwa terjadi penurunan aktivitas jasmani pada berbagai tingkatan usia, terutama yang paling tajam penurunan tersebut terjadi pada usia antara 13 sampai 18 tahun (Sallis, 2000). Hal serupa juga terjadi di negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Hasil penelitian secara nasional yang dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) menunjukkan bahwa tingkat kesegaran jasmani para remaja yang berada di sekolah menengah hanya 5,29% yang termasuk katagori baik sekali, baik sebesar 16,19 %, sedang sebesar 29,99%, kurang sebesar 30,01% dan yang termasuk katagori kurang sekali sebesar 18,51% (Suyudi, 1995). Keating, dkk., (2005),
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
345
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
melaporkan berbagai penelitian menunjukkan bahwa antara 40% sampai dengan 50% siswa sekolah menengah tidak aktif melakukan aktivitas jasmani. Puncak penurunan aktivitas jasmani tersebut sebagai salah satu akibat dari pengalaman yang tidak menyenangkan di SD ketika pelaksanaan pembelajaran penjasorkes. Proses pelaksanaan pembelajaran pejasorkes di SD yang belum sesuai dengan harapan, disebabkan oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia terutama guru-guru penjasorkes yang tidak memiliki kualifikasi akademik yang sesuai dengan bidang tugasnya, juga kurang tersedianya sumber belajar yang murah dan mudah dipahami serta dapat dipakai pedoman dan petunjuk dalam pelaksanaan pembelajaran. Kondisi kualitas pembelajaran penjasorkes yang memprihatinkan di sekolah dasar hingga sekolah menengah, telah dikemukakan dan ditelaah dalam berbagai forum oleh beberapa pengamat penjasorkes. Ada beberapa faktor penyebab dari keterpurukan tersebut adalah terbatasnya kemampuan guru penjasorkes dan terbatasnya sumber-sumber yang digunakan untuk mendukung proses pembelajaran penjasorkes (Mutohir, 2002). Hasil wawancara pada beberapa guru penjasorkes SD di Kabupaten Buleleng bahwa model pembelajaran yang dilakukan dalam praktek pembelajaran, cenderung tradisional dan berpusat pada guru (Teacher Centered), dimana para siswa melakukan latihan aktifitas jasmani berdasarkan perintah yang ditentukan oleh guru. Latihan-latihan tersebut hampir tidak pernah dilakukan karena inisiatif sendiri (Student Centered). Penerapan model pembelajaran secara tradisional sering mengabaikan tugas-tugas ajar dan tidak sesuai dengan taraf perkembangan anak (Mutohir, 2002). Pembelajaran penjasorkes hendaknya dirancang dalam suatu proses pembelajaran yang produktif, aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan, karena pembelajaran penjasorkes yang benar akan mampu meningkatkan berbagai kecerdasan secara holistik, yakni kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual, kecerdasan sosial dan emosional, dan kecerdasan kinestetik. Kecerdasan kinestetik merupakan salah satu kecerdasan yang harus dikembangkan sejak dini. Hal ini disebabkan karena perkembangan manusia dari prenatal hingga post natal, semua berawal dari gerak. Tanpa gerak maka manusia tidak bisa hidup. Gerak juga dapat dipakai sebagai indikator untuk mengetahui apakah perkembangan kecerdasan intelektual, sosial, dan
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
346
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
emosional seseorang baik atau jelek. Pengembangan kecerdasan kinestetik yang diimplementasikan melalui pembelajaran gerak akan memberikan kontribusi pada aspek yang lain seperti; belajar menghargai perbedaan, menghargai diri sendiri dan orang lain, kejujuran dan keterbukaan, pengontrolan diri dan emosional, kesehatan badan dan kebugaran tubuh, bekerjasama dalam kelompok dan belajar bersosialisasi, serta belajar berkompetisi secara sehat (Muhyi Faruq M, 2007). Sebagai alternatif pemecahan permasalahan tersebut di atas, maka solusi yang ditawarkan dalam penelitian ini adalah pengembangan modul bermuatan model pembelajaran bandura. Hal ini disebabkan karena modul sebagai suatu unit materi kurikulum yang lengkap, dapat juga ditambah dengan pencapaian tugas yang lebih besar atau tujuan-tujuan jangka panjang dan sangat mudah dipahami oleh guru-guru penjasorkes terutama bagi guru penjasorkes yang tidak memiliki kualifikasi akademik dalam bidangnya. Modul juga akan sangat membantu guru-guru penjasorkes yang sulit mencari sumber belajar terutama pada sekolah SD di pedesaan. Sementara itu dengan model pembelajaran Bandura akan sangat memudahkan siswa untuk menyerap materi pelajaran, karena dalam kegiatan pembelajaran akan dirancang melalui pengamatan melibatkan proses pemodelan (modeling) dan peniruan (imitation). Hal ini dilakukan mengingat sebagian besar yang dipelajari manusia kebanyakan terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling), sehingga sangat sesuai dengan karakteristik perkebangan emosi, adapatasi sosial, mental, dan gerak anak SD. Berdasarkan paparan tentang latar belakang dan urgensi penelitian dapat dibuat rumusan masalah penelitian pengembangan adalah sebagai berikut. Untuk membantu siswa SD kelas IV dalam meningkatkan hasil belajar dan kecerdasan kinestetis perlu dikembangkan suatu modul yang bemuatan model pembelajran Bandura. Dalam penyusunan modul bermuatan model pembelajaran Bandura perlu dilakukan analisis kebutuhan pada tahun I yaitu: (1) Melakukan analisis kurikulum penjasorkes, (2) Melakukan analisis terhadap karakteristik peserta didik, (3) Mendeskripsikan hasil penilaian dan saran siswa terhadap pembelajaran penjasorkes, (4) Mengidentifikasi dan Mendeskripsikan model pembelajaran yang di terapkan dalam pembelajaran penjasorkes,
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
347
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
(5) Menganalisis kecerdasan kinestetis siswa (6) Mendeskripsikan buku sumber/ bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran penjasorkes, (7) Mengidentifikasi fasilitas olahraga yang dimiliki oleh sekolah. Metode Rencana Penelitian Penelitian ini dirancang berlangsung dalam tiga tahun. Kegiatan utama, subjek dan produk yang ingin dicapai dalam penelitian selama tiga tahun tersebut adalah seperti diuraikan pada Tabel 1 Tabel 1 Rencana Kegiatan dan Produk yang Diharapkan Tahun Kegiatan Utama Subjek Produk Tahun I Pengembangan skenario - Siswa Draf skenario (Tahun pembelajaran dan modul - Guru pembelajaran ajaran bermuatan model - Kepala dan draf modul 2011/2012) pembelajaran bandura untuk Sekolah bermuatan pembelajaran penjasorkes model siswa SD, dengan kegiatan: pembelajaran - Menetapkan materi bandura untuk pelajaran. pembelajaran - Melakukan analisis penjasorkes kebutuhan (needs siswa SD assessment) - Mengembangkan bahan pembelajaran - Menyusun draf skenario pembelajaran dan draf modul bermuatan model pembelajaran bandura untuk pembelajaran penjasorkes siswa SD Metode Pengembangan Pengembangan modul bermuatan model pembelajaran bandura untuk meningkatkan hasil belajar penjasorkes dan kecerdasan kinestetik siswa SD, dilakukan selama tiga tahun. Model Pengembangan yang digunakan JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
348
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
mengacu pada model pengembangan Dick dan Carey (1990). Tahapan pengembangan terdiri dari lima tahap yaitu: 1) tahap penetapan materi pelajaran, 2) tahap analisis kebutuhan, 3) tahap pengembangan skenario pembelajaran dan modul bermuatan model pembelajaran bandura untuk proses pembelajaran penjasorkes SD, 4) tahap penyusunan modul bermuatan model pembelajaran bandura untuk proses pembelajaran penjasorkes SD, 5) tahap review/ujicoba. Bagan alir tahapan pengembangan ditunjukkan pada Gambar 3.1 Tahap ke-1 sampai dengan tahap ke-4 dilakukan pada tahun I (tahun ajaran 2011/2012) dan tahap ke-5 dilakukan pada tahun II (tahun ajaran 2012/2013).
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
349
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
TAHAP PERTAMA PENETAPAN KELAS YANG DIPAKAI TAHAP KEDUA ANALISIS KEBUTUHAN
TAHAP KETIGA PENGEMBANGAN MODUL BERMUATAN MODEL PEMBELAJARAN BANDURA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENJASORKES DAN KECERDASAN KINESTETIK SISWA SD (2) Menganalisis Kompetensi dan Indikator Hasil Belajar (4) Merumuskan Kompetensi Dasar dan Indikator Hasil Belajar
(1) Mengidentifikasi
Kurikulum
(5) Mengembang kan Asesmen
(6) Mengemba ngkan Strategi Pembelajar an
(3) Mengidentifikasi tingkah laku masukan
TAHAP KEEMPAT PENYUSUNAN DRAF SKENARIO PEMBELAJARAN DAN MODUL BERMUATAN MODEL PEMBELAJARAN BANDURA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENJASORKES DAN KECERDASAN KINESTETIK SISWA SD (1) Petunjuk
(2) Kompet ensi Dasar
(3) Uraian Isi modul
(4) Gam bar sesuai dg. Pemb. bandura
(5) Uraian contoh
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
(6) Rangku man
(7) Soal Latihan dan kunci jawaban
350
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
EVALUASI TAHAP I
TAHAP KELIMA REVIEW/UJICOBA EVALUASI TAHAP II Uji Perorangan
Tinjauan ahli
Analisis
Revisi I
Analisis
5(3), 341-376
EVALUASI TAHAP III Uji Lapangan 1. Penilaian Siswa 2. Penilaian Guru
Revisi II
Uji coba Kelompok Kecil Analisis
Analisis
Revisi IV
Revisi III
TAHAP KEENAM SKENARIO PEMBELAJARAN DAN MODUL BERMUATAN MODEL PEMBELAJARAN BANDURA UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PENJASORKES DAN KECERDASAN
KINESTETIK SISWA SD
Gambar 1 Tahap-tahap dalam pengembangan skenario pembelajaran dan modul bermuatan model pembelajaran bandura untuk meningkatkan hasil belajar penjasorkes dan kecerdasan kinestetik siswa SD
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
351
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
Kegiatan pengembangan pada tahun I (tahun ajaran 2011/2012) ini dilakukan kegiatan penelitian sebagai berikut. a. Tahap Penetapan Materi Pelajaran Materi yang akan dikembangkan dalam modul penjasorkes yang bermuatan model pembelajaran Bandura adalah materi yang dapat mencapai kompetensi siswa SD kelas IV. Materi modul akan dipaparkan dalam tiga bagian, yaitu eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. b. Tahap Analisis Kebutuhan (Needs Assessment) Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini mencakup hal-hal sebagai berikut. 1) Menganalisis kurikulum terkait dengan pembelajaran penjasorkes SD kelas IV 2) Menganalisis bahan ajar yang digunakan di sekolah dasar kelas IV dan fasilitas, serta peralatan yang dipergunakan dalam melaksanakan pembelajaran penjassorkes. 3) Menganalisis skenario dan model pembelajaran yang dipakai selama ini dalam pelaksanaan pembelajaran penjasorkes siswa SD kelas IV. 4) Menyebarkan kuesioner pada siswa kelas IV sekolah dasar Kecamatan Buleleng untuk mendapat data karakterisitik peserta didik dan penilaian siswa terhadap pembelajaran penjasorkes. 5) Menyebar kuesioner kepada guru penjasorkes dalam rangka mendapat data mengenai buku ajar yang dipergunakan, metode dan pendekatan pembelajaran dan kendala-kendala dalam melakssanakan pembelajaran. 6) Melakukan asesmen untuk mengetahui kecerdasan kinestetis siswa SD kelas IV. c. Tahap Pengembangan Modul Pada tahap ini dilakukan kegiatan sebagai berikut. 1) Mengidentifikasi Kurikulum a. Mengidentifikasi dan menganalisis kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa SD kelas IV. b. Mengidentifikasi pengalaman belajar yang sesuai dengan tuntutan kurikulum untuk mencapai kompetensi
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
352
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
2) Menganalisis Kompetensi Dasar Melakukan analisis kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa SD kelas IV terkait dengan pengkatan pencapaian hasil belajar penjasorkes. 3) Mengidentifikasi Tingkah Laku dan Karakteristik Masukan Dilakukan analisis mengenai tingkah laku atau keterampilan yang dimiliki atau yang perlu dikuasai oleh siswa SD kelas IV. Disamping itu perlu diketahui ciri-ciri umum siswa seperti: umur, jenis kelamin, agama, sosial ekonomi, dan etnis siswa SD kelas IV yang dijadkan subyek penelitian. Hal ini sangat berguna di dalam mengorganisasi kelompok belajar di dalamkelas dan merancang pembelajaran. 4) Merumuskan Kompetensi Dasar dan Indikator Hasil Belajar. Merumuskan hasil belajar yang ingin dicapai dengan mengacu pada standar kompetensi yang dibuat. Rumusan dibuat sedemikian rupa sehingga dapat diases dan diukur. 5) Mengembangkan Instrumen Bentuk asismen yang digunakan adalah asesmen otentik dengan mengacu pada indicator hasil belajar. Pengembangan asesmen otentik mengacu pada model pengembangan yang diuraikan oleh Dorant et al. (1998). Pada tahap ini dilakukan kegiatan merumuskan kompetensi dasar dan indicator hasil belajar, memilih tugas, membuat prosedur dan mengembangkan rubrik. 6) Mengembangkan Strategi Pemb elajaran Strategi pembelajaran adalah menjelaskan komponen-komponen umum dari suatu perangkat bahan pembelajaran dan prosedurprosedur yang akan digunakan bersama-sama bahan tersebut untuk mencapai hasil belajar tertentu dari siswa (Dick & Carey, 1990). Strategi penyampaian isi modul dalam praktek pembelajaran dengan mengadopsi model pembelajaran Bandura. d. Tahap Penyusunan Modul Pada tahap ini dilakukan kegiatan: 1) Membuat buku petunjuk guru. 2) Merumuskan kompetensi dasar penjasorkes dengan penerapan modul bermuatan model pembelajaran bandura. 3) Menyusun Silabus penjasorkes dengan penerapan modul bermuatan model pembelajaran bandura.
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
353
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
4) Menyusun draf skenario pembelajaran penjasorkes dengan penerapan model pembelajaran bandura. Populasi dan Sampel Populasi yang dipergunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah siswa SD kelas IV dikecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng Provinsi Bali. Jumlah sekolah yang menjadi sampel pada tahun I adalah sebanyak delapan SD yang terdiri dari enam SD Negeri, dan dua SD Swasta yang diambil dengan teknik proporsional random sampling. Setiap sekolah diambil satu kelas dari kelas IV, sehingga jumlah kelas yang dijadikan sampel adalah 8 kelas. Metode Pengumpulan Data Dengan mengacu pada jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian pengembangan tahap pertama ini, maka metode dan instrument pengumpulan data yang akan digunakan adalah seperti pada tabel 2.3 Tabel 2.3 Jenis, Metode dan Instrumen Pengumpulan Data No
Jenis Data
Metode Pengumpulan Data Dokumentasi
Instrumen Pengumpulan Data
1
Analisis kurikulum penjasorkes,
2
Analisis terhadap karakteristik peserta didik, Penilaian dan saran siswa terhadap pembelajaran penjasorkes, Model pembelajaran yang di terapkan dalam pembelajaran penjasorkes, Kecerdasan kinestetis siswa
observasi
Pedoman pencatatan dokumen kurikulum Kuesioner
observasi
Kuesioner
observasi
Kuesioner
Tes
Buku sumber/ bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran penjasorkes, Fasilitas olahraga yang dimiliki oleh sekolah.
Observasi
Tes kecerdasan kinestetis Kuesioner
observasi
Lembar observasi
3 4 5 6 7
Metode Analisis Data Data yang telah dikumpulkan disajikan dalam bentuk table, dan narasi. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan cara menyusun data secara sistimatis, mengorganisasi data ke dalam kategori, melakukan sintesa,
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
354
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
menyusun dalam pola tertentu, dan membuat kesimpulan. Hasil analisis data dikaji secara mendalam dan digunakan sebagai acuan dalam penyusunan modul penjasorkes bermuatan model pembelajaran Bandura. Hasil Hasil analisis kebutuhan dalam rangka pengembangan modul Penjasorkes bermuatan model pembelajaran bandura untuk meningkatkan hasil belajar penjasorkes dan kecerdasan kinestetik siswa sekolah dasar siswa SD kelas IV, diperoleh data mengenai: (l) Hasil analisis kurikulum penjasorkes, (2) Karakteristik peserta didik, (3) Hasil penilaian siswa terhadap pembelajaran penjasorkes, (4) Model pembelajaran yang di terapkan dalam pelaksanaan pembelajaran penjasorkes, (5) Sumber bahan ajar, (6) Fasilitas yang dimiliki oleh sekolah. Kompetensi yang Dituntut dalam Pembelajaran Penjasorkes di SD Kurikulum yang digunakan di SD kelas IV Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng-Bali adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Dalam KTSP dinyatakan bahwa “mata pelajaran penjasorkes diberikan dengan tujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih 2. Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik. 3. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar 4. Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam pendidikan jasmani, olahraga dan kesehatan 5. Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis 6. Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan 7. Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
355
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif. Sementara ruang lingkup mata pelajaran Pendiidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan meliputi aspek-aspek sebagai berikut. 1. Permainan dan olahraga meliputi: olahraga tradisional, permainan. eksplorasi gerak, keterampilan lokomotor non-lokomotor,dan manipulatif, atletik, kasti, rounders, kippers, sepak bola, bola basket, bola voli, tenis meja, tenis lapangan, bulu tangkis, dan beladiri, serta aktivitas lainnya 2. Aktivitas pengembangan meliputi: mekanika sikap tubuh, komponen kebugaran jasmani, dan bentuk postur tubuh serta aktivitas lainnya 3. Aktivitas senam meliputi: ketangkasan sederhana, ketangkasan tanpa alat, ketangkasan dengan alat, dan senam lantai, serta aktivitas lainnya 4. Aktivitas ritmik meliputi: gerak bebas, senam pagi, SKJ, dan senam aerobic serta aktivitas lainnya 5. Aktivitas air meliputi: permainan di air, keselamatan keterampilan bergerak di air, dan renang serta aktivitas lainnya
air,
6. Pendidikan luar kelas, meliputi: piknik/karyawisata, pengenalan lingkungan, berkemah, menjelajah, dan mendaki gunung 7. Kesehatan, meliputi penanaman budaya hidup sehat dalam kehidupan sehari- hari, khususnya yang terkait dengan perawatan tubuh agar tetap sehat, merawat lingkungan yang sehat, memilih makanan dan minuman yang sehat, mencegah dan merawat cidera, mengatur waktu istirahat yang tepat dan berperan aktif dalam kegiatan P3K dan UKS. Aspek kesehatan merupakan aspek tersendiri, dan secara implisit masuk ke dalam semua aspek. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22, Tahun 2006, tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah diperoleh data bahwa ada 12 standar kompetensi dan 27 kompetensi dasar untuk mata pelajaran penjasorkes diKelas IV sekolah dasar. Standar
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
356
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
kompetensi dan kompetensi dasar tersebut diuraikan pada Tabel 2 dan 3 berikut. Tabel 2 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Penjasorkes SD Kelas IV, Semester 1 Standar Kompetensi 1. Mempraktikkan gerak dasar ke dalam permainan sederhana dan olahraga serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya
Kompetensi Dasar 1.1 Mempraktikkan gerak dasar dalam permainan bola kecil sederhana dengan peraturan yang dimodifikasi, serta nilai kerjasama tim, sportivitas, dan kejujuran**) 1.2 Mempraktikkan gerak dasar atletik sederhana, serta nilai semangat, percaya diri dan disiplin**) 1.3. Mempraktikkan gerak dasar permainan bola besar sederhana dengan peraturan yang dimodifikasi, serta nilai kerja sama, sportivitas, dan kejujuran**)
2. Mempraktikkan latihan 2.1 Mempraktikkan aktivitas permainan untuk meningkatkan sederhana untuk melatih daya tahan kebugaran dan nilai-nilai dan kekuatan otot, serta nilai kerja yang terkandung di keras, dan disiplin dalamnya 2.2 Mempraktikkan aktivitas permainan untuk melatih kelenturan dan koordinasi, serta nilai kerja keras, dan disiplin 3. Mempraktikkan berbagai 3.1 Mempraktikkan kombinasi gerak senam bentuk latihan senam lantai lantai tanpa alat dengan memperhatikan yang lebih kompleks dan faktor keselamatan, dan nilai disiplin serta nilai-nilai yang terkandung keberanian di dalamnya 3.2 Mempraktikkan kombinasi gerak senam lantai dengan alat dengan memperhatikan
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
357
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Standar Kompetensi
5(3), 341-376
Kompetensi Dasar faktor keselamatan, dan nilai disiplin serta keberanian
4. Mempraktikkan keterampilan gerak ritmik terstruktur secara beregu tanpa dan dengan menggunakan musik dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya
4.1 Mempraktikkan gerak ritmik diorientasikan pada arah, ruang dan waktu secara beregu menggunakan musik,serta nilai estetika
5. Menerapkan budaya hidup sehat
5.1 Menjaga kebersihan lingkungan rumah dan sekolah
4.2 Mempraktikkan keterampilan gerak ritmik terstruktur secara beregu tanpa menggunakan musik, serta nilai estetika
5.2 Membiasakan membuang sampah pada tempatnya
Tabel 3 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Penjasorkes SD Kelas IV, Semester 2
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
6. Mempraktikkan gerak dasar ke dalam permainan dan olahraga dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya
6.1 Mempraktikkan gerak dasar berbagai gerakan yang bervariasi dalam permainan bola kecil beregu dengan peraturan yang dimodifikasi, serta nilai kerja sama regu, sportivitas, dan kejujuran**) 6.2 Mempraktikkan gerak dasar berbagai gerakan yang bervariasi dalam permainan bola besar beregu dengan peraturan yang dimodifikasi, serta nilai kerja sama regu, sportivitas, dan kejujuran**)
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
358
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Standar Kompetensi
5(3), 341-376
Kompetensi Dasar 6.3 Mempraktikkan gerak dasar atletik yang dimodifikasi: lompat, loncat dan lempar, dengan memperhatikan nilainilai pantang menyerah, sportifitas, percaya diri, dan kejujuran**)
7. Mempraktikkan latihan kebugaran yang lebih kompleks untuk meningkatkan keterampilan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya
7.1 Mempraktikkan aktivitas dan permainan untuk melatih daya tahan dan kekuatan dengan kecepatan dan kualitas gerak yang meningkat, serta nilai kerja keras, disiplin, kerjasama, dan kejujuran 7.2 Mempraktikkan aktivitas dan permainan untuk melatih kelentukan dan koordinasi dengan kecepatan dan kualitas gerak yang meningkat, serta nilai kerja keras, disiplin, kerja sama, dan kejujuran
8. Mempraktikkan keterampilan gerak ritmik terstruktur secara beregu tanpa dan dengan menggunakan musik, serta nilai-nilai yang terkandung didalamnya
8.1
Mempraktikkan keterampilan gerak ritmik terstruktur (misal SKJ) secara beregu menggunakan musik, serta nilai kerja sama, disiplin dan estetika.
9. Mempraktikkan gerak dasar renang gaya bebas dan nilainilai yang terkandung didalamnya *)
9.1 Mempraktikkan gerak dasar; meluncur, menggerakkan tungkai, menggerakkan lengan serta nilai kebersihan
8.2 Memperbaiki kesalahan gerak dalam gerak ritmik terstruktur (misal SKJ) secara beregu menggunakan musik, serta nilai kerja sama,disiplin dan estetika
9.2 Mempraktikkan cara bernapas dalam renang gaya bebas 9.3 Mengkombinasaikan gerakan lengan dan tungkai renang gaya bebas
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
359
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Standar Kompetensi
5(3), 341-376
Kompetensi Dasar 9.4 Mempraktikkan dasar-dasar keselamatan di air
10. Mempraktikkan kegiatan berkemah di lingkungan sekitar sekolah dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya***)
10.1 Mempraktikkan berbagai keterampilan yang sesuai untuk kegiatan perkemahan, serta nilai kerja sama, tanggungjawab, disiplin, dan mengikuti aturan 10.2 Mempraktikkan aktivitas jasmani yang berisi tantangan dalam perkemahan 10.3 Mempraktikkan pola hidup sehat
11. Menerapkan budaya hidup sehat
11.1 Mengenal berbagai upaya dalam menjaga kebersihan lingkungan 11.2 Menjaga kebersihan lingkungan terhadap sumber penularan penyakit seperti nyamuk dan unggas
Karakteristik Peserta Didik Hasil penyebaran kuesioner terhadap guru penjasorkes dan 252 siswa kelas IV dari 8 Sekolah Dasar di Kecamatan Buleleng – Bali, diperoleh data seperti Tabel 4 berikut. Tabel 4 Karakteristik Siswa SD Kelas IV di Kecamatan Buleleng-Bali NO. KARAKTERISTIK HASIL PENELITIAN 1
umur
9/10 tahun
2
Pemahaman terhadap materi penjasorkes
-
Baik 85,23% (215 siswa)
-
Sedang 13,09% (7 siswa)
-
Kurang 1,19% (3 siswa)
-
Perlu 99,60% (251 siswa)
3
Keinginan untuk melakukan atensi,
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
360
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
4
5(3), 341-376
reproduksi dan diberikan motivasi
-
Tidak perlu 0,39 (1 siswa)
Keinginan untuk melihat contoh materi gerak yang diajarkan
-
Perlu 98,02% (247 siswa)
-
Tidak perlu 1,98% (5 siswa)
Hasil tes kecerdasan kinestetis terdiri dari empat item tes yaitu; 1) kecepatan, 2) kelincahan, 3) daya ledak otot tungkai (power), dan 3) kelentukan togok, terhadap 78 orang siswa kelas IV, siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Buleleng – Bali, diperoleh data seperti Tabel 5 berikut. Tabel 5 Kecerdasan Kinestetis Siswa SD Kelas IV di Kecamatan Buleleng-Bali NO 1
2
3
4
KECERDASAN KINESTETIS Kecepatan
Kelincahan
Daya ledak otot tungkai
Kelentukan togok
HASIL PENELITIAN -
Baik sekali 80,76% (63 orang)
-
Baik 11,53% (9 orang)
-
Cukup 5,12% (4 orang)
-
Kurang 1,2% (1 orang)
-
Kurang sekali 1,2% (1 orang)
-
Baik sekali 0%
-
Baik 0%
-
Cukup 0%
-
Kurang 0%
-
Kurang sekali 100% (78 orang)
-
Baik sekali 3,9% (3 orang)
-
Baik 17,9% (14 orang)
-
Cukup 14,1% (11 orang)
-
Kurang 32,1% (25 orang)
-
Kurang sekali 32,1% (25 orang)
-
Baik sekali 0%
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
361
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
-
Baik 15,4% (12 orang)
-
Cukup 83,3% (65 orang)
-
Kurang 0,01% (1 orang)
Hasil Penilaian Siswa terhadap Pembelajaran Penjasorkes Hasil penilaian pelaksanaan pembelajaran penjasorkes oleh 252 siswa SD dari 8 sekolah yang ada di Kecamatan Buleleng-Bali tahun 2011 diperoleh data seperti diringkas pada tabel 6 seperti berikut. Tabel 6 Hasil Penilaian Siswa terhadap Pembelajaran Penjasorkes (252 orang) HASIL PENELITIAN NO. 1
2
3
4
ASPEK YANG DINILAI
Jumlah Siswa
Persentase (%)
Pelaksanaan pembelajaran 242 96,03 Menyenangkan 10 3,96 Kurang Menyenangkan 0 0 Membosankan Relevansi materi yang diberikan 175 69,44 Sangat relevan 65 25,79 Relevan 12 4,76 Tidak relevan Cara menyajikan pelajaran 245 97,22 Menarik 6 2,38 Kurang menarik 1 0,39 Tidak menarik Saran-saran dari siswa Guru perlu memberikan contoh Guru perlu menjelaskan materi dengan baik Penekanan pelajaran lebih banyak praktek daripada teori Metode pembelajaran agar bervariasi
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
362
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
Model Pembelajaran yang di Terapkan dalam Pelaksanaan Pembelajaran Penjasorkes Berdasarkan hasil observasi dan penyebaran kuesioner terhadap guruguru penjasorkes kelas IV sekolah dasar sebanyak 8 sekolah dasar yang ada di Kecamatan Buleleng-Bali, diperoleh data sebagai berikut. Tabel 7 Pendekatan Pembelajaran yang di Terapkan dalam Pelaksanaan PembelajaranPenjasorkes kelas IV SD (8 sekolah) NO.
PENDEKATAN PEMBELAJARAN
HASIL PENELITIAN Jumlah 7
Peringkat 1
1
Kelompok
2
Ekspositori (ceramah)
6
2
3
Contextual Teaching and Learning (CTL)
5
3
4
Lingkungan
5
3
5
Individual
5
3
6
Konstruktivisme
4
4
7
Pemecahan masalah
3
5
Tabel 8 Model Pembelajaran yang di Terapkan dalam Pelaksanaan Pembelajaran Penjasorkes kelas IV SD (8 sekolah) NO.
MODEL PEMBELAJARAN
HASIL PENELITIAN Jumlah 8
Peringkat 1
1
Kooperatif
2
Pembelajaran Langsung (Direct Interaction)
6
2
3
Pembelajaran Berbasis Masalah
4
3
4
Inkuiri
3
4
5
Reciprocal
1
5
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
363
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
6
Pakem
5(3), 341-376
1
5
Bahan Ajar yang Digunakan dalam Pembelajaran Penjasorkes Hasil inventarisasi dan penyebaran kuesioner mengenai bahan ajar yang digunakan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran penjasorkes diperoleh hasil bahwa tidak ada guru atau siswa yang menggunakan modul. Semua guru menuliskan bahan ajar berupa buku penjasorkes dengan penerbit yang bervariasi. Ada 5 penerbit buku penjasorkes SD kelas IV yang digunakan oleh guru dan siswa, yaitu: 1) Kemendiknas, 2) Ganeca Exact, 3) Erlangga, 4) Intan Pariwara, 5) Universitas Terbuka (UT). Fasilitas dan Alat yang Dimiliki oleh Sekolah Dasar Hasil inventarisasi dan penyebaran kuesioner mengenai fasilitas dan alat-alat yang dimiliki dan digunakan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran penjasorkes oleh 8 sekolah SD di Kecamatan Buleleng – Bali diperoleh data seperti tabel berikut. Tabel 9 Fasilitas dan Alat-alat Olahraga pada Sekolah Dasar NO. NAMA SEKOLAH JENIS ALAT 1 SD Negeri 3 Banjar Jawa - Stop Watch - Peluit - Bola sepak - Bola basket - Bola voli - Bola tenis - Pemukul
JUMLAH 1 buah 2 buah 1 buah 4 buah 1 buah 10 buah 2 buah
2
1 buah 1 buah 2 buah 2 buah 25 bh 2 buah
SD Negeri 1 Banjar Jawa - Stop Watch - Peluit - Bola sepak - Bola voli - Bola tenis - Pemukul /bat
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
364
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
3
SD Negeri 1Banjar tegal
4
SD Negeri 1 Banyuasri
5
SD Negeri 1 Kampung Anyar
6
SD Negeri 1 Paket Agung
7
SD Mutiara Singaraja
-Raket -koch -matras -tali skiping - Peluit - Bola sepak - Bola voli - Bola tenis - Pemukul /bat -Perangkat alat lompat tinggi -Bola kecil -Bola sepak -Bola basket -Bola voli -Pemukul -Peluru -Tali skiping -Matras -Tongkat Estafet - Bola sepak - Bola basket - Bola tenis - Peluru -matras -Bola plastik -Bola kasti -Kayu pemukul -Bola basket -Bola sepak -Bola kasti - Pemukul -Bola basket -Bola plastic -Bola sepak -Papan catur
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
5(3), 341-376
4 buah 2 buah 4 buah 6 buah 1 buah 1 buah 1 buah 10 buah 1 buah 1 set 10 buah 1 buah 2 buah 1 buah 1 buah 2 buah 2 buah 3 buah 4 buah 1 buah 3 buah 30 buah 2 buah 3 buah 20 buah 30 buah 3 buah 2 buah 5 buah 25 buah 8 buah 1 buah 3 buah 2 buah 4 buah
365
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
8
SD Lab. Undiksha Singaraja
-Meja pingpong -Raket -Matras -Cakram - Lapangan Bulutangkis/Basket - Lapangan sepak bola mini - Stop Watch - Peluit - Bola plastik - Bola tenis - Bak pasir - Pemukul /bat -Raket -Peluru -Bola basket -Tape recorder -Tongkat estapet
5(3), 341-376
1 set 11 buah 4 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 4 buah 10 buah 1 buah 2 buah 2 buah 1 buah 1 buah 1 buah 4 buah
Pembahasan Kompetensi yang Dituntut dalam Pembelajaran Penjasorkes SD Kelas IV Kurikulum yang digunakan adalah KTSP. Berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal I, ayat (15) diuraikan bahwa KTSP menerapakan kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Dalam pengembangannya perlu memasukkan standar isi yang mengandung standar kornpetensi dan kompetensi yang dikembangkan oleh Bandan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Mulyasa (2007:20-21) menguraikan bahwa KTSP memberikan otonomi luas pada satuan pendidikan dan pelibatan masyarakat dalam rangka pengefektifan pernbelajaran di sekolah. Dengan KTSP, sekolah memiliki “full authority and responsibility” dalam menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi, misi, dan tujuan satuan pendidikan. Kurikulum yang diterapkan
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
366
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
adalah kurikulum berbasis kompetensi. Kompetensi dalam kurikulum dapat memudahkan penyajian pengalaman belajar dengan integrasi mata pelajaran yang sejalan dengan prinsip belajar sepanjang hayat untuk membangun empat pilar pendidikan,yaitu: (l) belajar untuk memahami, (2) belajar untuk berbuat, (3) belajar untuk hidup dalam kebersamaan, dan (4) belajar u ntuk membangun serta mengekspresikan jati diri (Yulaelawati, 2004:18). Berdasarkan Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa, ada 11 standar kompetensi dan 16 kompetensi dasar yang dituntut dimiliki oleh siswa SD kelas IV dalam mata pelajaran Penjasorkes. Untuk mencapai kompetensi tersebut perlu dikembangkan materi pelajaran sebagai berikut (1) Aktivitas permainan, (2) aktivitas yang dapat mengembangkan kebugaran jasmani, (3) Senam lantai, (4) Gerak ritmik, (5) Budaya hidup sehat, (6) Renang, (7) Aktivitas luar sekolah. Materi pelajaran merupakan salah satu komponen kurikulum yang perlu dikembangkan dan digunakan sebagai wahana untuk mencapai kompetensi yang dituntut pada siswa. Karakteristik Peserta Didik Umur siswa kelas IV SD berkisar antara 9-10 tahun. Ditinjau dari perkembangan gerak anak berdasarkan usia kronologis, maka anak sekolah dasar digolongkan ke dalam masa anak besar. Anak besar adalah anak yang berusia antara 6 sampai dengan l0 atau 12 tahun. Perkembangan fisik anak yang terjadi pada masa ini menunjukkan adanya kecenderungan yang berbeda dibanding pada masa sebelumnya dan juga pada masa sesudahnya. Kecenderungan perbedaan yang terjadi adalah dalam hal kepesatan dan pola pertumbuhan yang berkaitan dengan proporsi ukuran bagian-bagian tubuh. Pada masa anak besar pertumbuhan fisik anak laki-laki dan anak perempuan sudah mulai menunjukkan kecenderungan semakin jelas tampak adanya perbedaan. Pertumbuhan fisik erat kaitannya dengan terjadinya proses peningkatan kematangan fisiologis pada diri setiap individu. Proses peningkatan kematangan secara umum akan terjadi sejalan dengan bertambahnya usia kronologis. Pertumbuhan dan tingkat kematangan fisik dan fisiologis membawa dampak pada perkembangan kemampuan fisik. Menurut Sugiyanto (1998:133), beberapa perkembangan fisik anak besar meliputi dua hal yaitu: (1) perkembangan ukuran dan proporsi tubuh, dan (2) perkembangan kemampuan fisik.
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
367
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
-
5(3), 341-376
Dari data Tabel 3.3 menunjukkan bahwa sebanyak 99,60% siswa menginginkan agar pelaksanaan pembelajaran penjasorkes untuk melakukan atensi, reproduksi dan diberikan motivasi. Sebanyak 98,02% siswa berkeinginan untuk melihat contoh materi gerak yang diajarkan oleh gur penjasorkes. Apabila melihat metode pembelajaran penjasorkes yang diinginkan oleh siswa, maka hal yang dapat dilakukan adalah memberikan penjelasan meteri yang sejelas-jelasnya baik secara verbal maupun visual dengan memberikan contoh gerakan keterampilan yang akan dipelajari oleh siswa (atensi), kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan/mempraktekkan apa yang telah di amati, dimengerti dalam bentuk keterampilan gerak nyata (reproduksi), dan selanjutnya guru penjasorkes agar memberikan dorongan (motivasi) dengan memberikan stimulus yang mempu merangsang respon positif dari siswa untuk melakukan latihan gerak-gerak keterampilan. Hal ini didukung oleh perkembangan gerak pada siswa SD adalah meningkatnya kemampuan gerak yang sejalan dengan meningkatnya ukuran tubuh dan meningkatnya kemampuan fisik. Berbagai kemampuan gerak dasar yang sudah mulai bisa dilakukan pada masa sebelumnya, semakin meningkat penguasaannya pada masa SD. Peningkatan kemampuan gerak bisa diidentifikasi dalam bentuk: (1) Gerakan bisa dilakukan dengan mekanika tubuh yang makin efisien, (2) Gerakan bisa dilakukan semakin lancar dan terkontrol, (3) Pola atau bentuk gerakan semakin bervariasi, dan (4) Gerakan semakin bertenaga. Hasil tes kecerdasan kinestetis siswa SD Kelas IV di Kecamatan Buleleng-Bali menunjukan bahwa: untuk kecepatan; baik sekali 80,76%; baik 11,53%; cukup 5,12%; kurang 1,2%; dan kurang sekali 1,2%. Untuk kelincahan 100% kurang sekali. Untuk daya ledak otot tungkai baik sekali 3,9%; Baik 17,9%; cukup 14,1%; kurang 32,1%; dan kurang sekali 32,1%. Sedangkan untuk kelentukan togok baik sekali 0%; baik 15,4%; cukup 83,3%; kurang 0,01%. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa pelaksanaan pembelajaran penjasorkes SD kelas IV di Kecamatan Buleleng- Bali belum optimal. Masih perlu ditingkatkan kecerdasan kinestetis siswa melalui penerapan strategi pembelajaran penjasorkes yang memberikan kesempatan kepada siswa agar dengan mudah mengerti tentang materi yang disampaikan oleh guru penjasorkes sehingga siswa dapat melakukan latihan-latihan gerak keterampilan semaksimal mungkin.
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
368
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
Dengan pertumbuhan fisik dimana anak SD semakin tinggi dan semakin besar, seharusnya kemampuan kecerdasan kinestetis siswa semakin meningkat. Beberapa macam kemampuan fisik yang cukup nyata perkembangannya pada masa anak SD adalah: kekuatan, fleksibilitas, keseimbangan dan koordinasi. Berdasarkan sifat-sifat perkembangan fisik anak SD tersebut, maka aktivitas-aktivitas yang diperlukan oleh anak SD adalah sebagai berikut. a. Aktivitas yang menggunakan keterampilan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini anak-anak diberi kesempatan untuk ikut ambil bagian dalam berbagai macam aktivitas untuk memperoleh pengetahuan dan penguasaan keterampilan. b. Aktivitas secara beregu atau berkelompok. Anak-anak diberi kesempatan untuk bekerja sama dengan temantemannya dalam melakukan aktivitas untuk membina kebersamaan di antara mereka. c. Aktivitas mencoba-coba. Anak-anak diberi kesempatan mencobakan kemampuannya untuk mengatasi sesuatu masalah, dan belajar tentang prinsip-prinsip mekanis, fisiologis, dan kinesiologis dari Seluruh aktivitas tersebut perlu dirancang sebaik mungkin agar mudah dipahami siswa. Cara yang sederhana dan mudah dilakukan oleh guru penjasorkes adalah dengan penerapan model pembelajaran Bandura. Hasil Penilaian Pembelajaran Penjasorkes oleh Siswa Secara umum pembelajaran penjasorkes di SD kelas IV baik dan perlu dipertahankan dan ditingkatkan. Dari data Tabel 3.5 dapat dilihat bahwa masih ada siswa yang berpendapat bahwa pembelajaran penjasorkes kurang menarik adalah 2,38% dan 3,96% siswa menyatakan pembelajaran penjasorkes kurang menyenangkan. Pembelajaran perlu dirobah agar menyenangkan dan menarik bagi seluruh siswa. Pembelajaran yang menyenangkan menyebabkan siswa dapat belajar lebih mudah dan dapat mengembangkan potensinya secara optimal, karena seluruh komponen fisik dan nonfisik (mental) bebas dari tekanan. Disamping itu, dalam keadaan “fun” akan mendorong seseorang untuk sungguh-sungguh terlibat, dan asyik dalam melakukan sesuatu (termasuk belajar). Lingkungan yang bebas dari
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
369
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
ancaman dapat memberikan perolehan belajar dan retensi yang baik (Barba: 1998). Penilaian terhadap relevansi pembelajaran menunjukkan bahwa masih ada siswa (4,76%), yang menyatakan pembelajaran penjasorkes kurang relevan. Relevansi ditunjukkan oleh adanya hubungan materi yang dipelajari dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Siswa akan termotivasi untuk belajar bila mereka menganggap apa yang dipelajari memenuhi kebutuhan pribadi, atau bermanfaat dan sesuai dengan nilai yang dipegang (terutama nilai personal). Beberapa saran-saran yang dituliskan oleh siswa bersifat konstruktif atau positif, antara lain: - Guru perlu memberikan contoh - Guru perlu menjelaskan materi dengan baik - Penekanan pelajaran lebih banyak praktek daripada teori - Metode pembelajaran agar bervariasi Model Pembelajaran yang Diterapkan dalam Pembelajaran Penjasorkes Penggunaan model pembelajaran penting, karena dapat membantu siswa memperoleh informasi, gagasan, keterampilan, nilai, cara berpikir dan pencarian makna (Joyce & Weil, 19967). Menurut Gunter et al. (1990:67), An instructional model is a step-by step procedure that leads to specific learning outcomes. Model pembelajaran yang paling umun digunakan oleh guru penjasorkes di SD adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kelompok. Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didasarkan pada alasan bahwa manusia sebagai makhluk individu yang berbeda satu sama lain sehingga konsekuensi logisnya manusia harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan sesama (Nurhadi 2003: 60). Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri: -
Untuk memuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara bekerja sama Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
370
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
-
-
5(3), 341-376
Jika dalam kelas terdapat siswa-siswa yang heterogen ras, suku, budaya, dan jenis kelamin, maka diupayakan agar tiap kelompok terdapat keheterogenan tersebut. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif -
-
Hasil belajar akademik, yaitu untuk meningkatkan kinerja siswa dalm tugas-tugas akademik. Pembelajaran model ini dianggap unggul dalam membantu siswa dalam memahami konsep-konsep yang sulit. Penerimaan terhadap keragaman, yaitu agar siswa menerima temantemannya yang mempunyai berbagai macam latar belakang. Pengembangan keterampilan social, yaitu untuk mengembangkan keterampilan social siswa diantaranya: berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau mengungkapkan ide, dan bekerja dalam kelompok.
Dalam kondisi tertentu terutama ketika pelaksanaan pembelajaran penjasorkes di SD, dimana dalam kelompok tersebut tidak ada siswa yang bisa melakukan keterampilan gerak yang diajarkan oleh guru, dan ditambah dengan siswa tidak memiliki buku pegangan yang dapat membantu mereka untuk menyelesaikan permasalahan gerak, maka saat kondisi ini terjadi guruguru penjasorkes tidak bisa menerapkan model pembelajaran kooperatif tersebut. Sehubungan permasalahan tersebut maka peran guru sangat penting untuk memilih model pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam pemecahan permasalahan gerak yang dihadapinya. Dengan demikian solusi yang bisa ditawarkan adalah dengan penerapan model pembelajaran Bandura. Bahan Ajar yang Digunakan dalam Pembelajaran Hasil inventarisasi dan penyebaran kuesioner mengenai bahan ajar yang digunakan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran penjasorkes diperoleh hasil bahwa tidak ada guru atau siswa yang menggunakan modul. Semua guru menuliskan bahan ajar berupa buku penjasorkes dengan penerbit yang bervariasi. Ada 5 penerbit buku penjasorkes SD kelas IV yang
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
371
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
digunakan oleh guru dan siswa, yaitu: 1) Kemendiknas, 2) Ganeca Exact, 3) Erlangga, 4) Intan Pariwara, 5) Universitas Terbuka (UT). Penggunaan modul dalam pembejaran memiliki beberapa keuntungan, yaitu: l) dapat meningkatkan pembelajaran secara maksimal, 2 ) siswa lebih aktif dalam proses belajarnya karena menghadapi sejumlah masalah atau tugas yang harus dikerjakan, 3) dapat memberikan balikan dengan segera sehingga siswa dapat mengetahui hasil belajarnya, 4) kegiatan siswa terarah, karena modul mengandung sasaran belajar yang jelas, dan 5) keterlibatan guru dalam pembelajaran asngat minimal (Russel, l974: 20; Suryobroto,1983:16; dan Nasution 2000: 206). Fasilitas dan Alat yang Dimiliki oleh Sekolah Dasar Hasil inventarisasi dan penyebaran kuesioner mengenai fasilitas dan alat-alat yang dimiliki dan digunakan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran penjasorkes oleh 8 sekolah SD di Kecamatan Buleleng – Bali diperoleh data seperti tabel berikut. Dari data pada table 5.8, hampir semua sekolah minim dengan peralatan olahraga yang bisa mendukung pelaksanaan pembelajaran penjasorkes di SD. Minimnya peralatan ini tentu sangat berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan pembelajaran sehingga berakibat terhadap kurangnya aktivitas siswa dalam pembelajaran. Hal ini sangat bertentangan dengan hakikat penjasorkes itu sendiri, yang menekankan gerak (aktivitas fisik) sebagai alat utama untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan kurangnya Aktivitas siswa maka tidak banyak hasil yang bisa diharapkan, sehingga usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sering tidak tercapai. Guru penjasorkes sebagai agen pembelajaran, dalam hal ini memiliki peran yang sangat strategis. Dimana seorang guru penjasorkes harus mampu menciptakan situasi belajar yang dinamis pada kondisi alat yang serba minim. Upaya yang bisa dilakukan oleh guru adalah dengan memilih model dan pendekatan pembelajaran yang mampu merangsang kreativitas siswa untuk bergerak. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut.
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
372
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
a) Ada 11 standar kompetensi dan 16 kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa SD kelas IV dalam mata pelajaran Penjasorkes. Untuk mencapai kompetensi tersebut perlu dikembangkan materi pelajaran sebagai berikut (1) Aktivitas permainan, (2) aktivitas yang dapat mengembangkan kebugaran jasmani, (3) Senam lantai, (4) Gerak ritmik, (5) Budaya hidup sehat, (6) Renang, (7) Aktivitas luar sekolah b) Umur siswa kelas IV SD berkisar antara 9-10 tahun. Sebanyak 99,60% siswa menginginkan agar pelaksanaan pembelajaran penjasorkes untuk melakukan atensi, reproduksi dan diberikan motivasi. Sebanyak 98,02% siswa berkeinginan untuk melihat contoh materi gerak yang diajarkan oleh guru penjasorkes. c) Secara umum pembelajaran penjasorkes di SD kelas IV baik dan perlu dipertahankan dan ditingkatkan. masih ada siswa yang berpendapat bahwa pembelajaran penjasorkes kurang menarik adalah 2,38% dan 3,96% siswa menyatakan pembelajaran penjasorkes kurang menyenangkan. 4,76% siswa menyatakan pembelajaran penjasorkes kurang relevan. d) Model pembelajaran yang paling umun digunakan oleh guru penjasorkes di SD adalah model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kelompok. e) Tidak ada guru atau siswa yang menggunakan modul. Semua guru menuliskan bahan ajar berupa buku penjasorkes dengan penerbit yang bervariasi. Ada 5 penerbit buku penjasorkes SD kelas IV yang digunakan oleh guru dan siswa, yaitu: 1) Kemendiknas, 2) Ganeca Exact, 3) Erlangga, 4) Intan Pariwara, 5) Universitas Terbuka (UT). f) Fasilitas dan alat-alat yang dimiliki dan digunakan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran penjasorkes oleh 8 sekolah SD di Kecamatan Buleleng – Bali, hampir semua sekolah minim dengan peralatan olahraga yang bisa mendukung pelaksanaan pembelajaran penjasorkes di SD.
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
373
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
Daftar Rujukan Arends, R.E. 1997. Classroom Instruction and Management. New York: McGraw-Hill. Armstrong, T. 2002. Kinds of Smart: Menemukan dan Meningkatkan Kecerdasan Anda Berdasrkan Teori Multiple Intelligence. Terjemahan. Jakarta: Gramedia. Armstrong, T. 1994. Multiple Intelligences in The Classroom. Alexandria: ASCD. Bandura, A. 1996. Social Learning Theory of Human Development. In De Corte, E. and Weinert, F.E. (Eds.) 1996. International Encyclopedia of Developmental and Instructional Psychology. Oxpord: Pergamon. pp: 101-106. Cavill, N., Biddle, S. J. H,. & Sallis, J. F. 2001. Health Enhancing Physical Activity for Young People: Statement of the United Kingdom expert consensus cnference. Pediatric Exercise Science. Dick, W. & I. Carey.1990. The Systematic design of instruction, 3rd ed. USA: Harper Cllins. Eggen, P.D and Kauchak, D.P. 1996. Strategy for Teaching Content and Thinking Skills. Boston:Allyn & Bacon. Elliott, S.; Kratochwill, T.R.; Littlefield, J. and Travers, J.F. 1996. Educational Psychology: Effective Teaching, Effective Learning. Madison: Brown & Benchmark. Fraenkel, J.R. & N.E. Wallen. 1996. How to Design and Evaluate Research in Education, 3rd ed. New York: McGraw-Hill. Gunawan, A.W. 2003. Born to be a Genius. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
374
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
Gredler, M. E. B. 1991. Belajar dan Pembelajaran. Terjemahan. Jakarta: Rajawali Pers. Joyce, B. and Weil, M. 1996. Models of Teaching. Boston: Allyn and Bacon. Keating, D. X., Guan, J., Pinero, C.J, dan Bridges, M.D,. 2005. A MetaAnalisis of College Studen’s Physical Activity Behaviors, Journal of America College Health. Lwin, M.; Khoo, A.; Lyen, K. and Sim, C. 2005. How To Multipy Your Child’s Intelligence: Cara Mengembangkan Berbagai Komponen Kecerdasan. Terjemahan Jakarta: Indeks Kelompok Gramedia. Muhyi Faruq, M. 2007. 100 Permainan Kecerdasan Kinestetik. Jakarta: PT Gramedia Widia Sarana Indonesia. Mutohir, Toho Cholik. 2002. Gagasan-gagasan Tentang Pendidikan Jasmani Dan Olahraga. Surabaya: Unesa University Press. Mutohir, Toho Cholik dan Ali Maksum. 2007. Sport Development Index: Konsep-Metodologi dan Aplikasi. Jakarta: PT Indeks. Nasution, S. 2000. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Rusli Lutan. 1996. Ilmu Keolahragaan dan Beberapa Isu Filosofis – Manusia dan Olahraga. Bandung: Penerbit ITB. Russel, J.D. 1974. Modular Instructional: a Guide to the Design, Selection, Utilization and Evaluation of Modular Materials. Minneapolish, Minnesota: Burgess. Sallis, J. F., 2000. Age-related Decline in Physical Activity: A Synthesis of Human and Animal Studies. Medicine and Science in Sports and Exercise. Sarlito.S, W. 2002. Optimalisasi Kecerdasan Ganda dalam Era Informasi dan Global. Makalah. Disampaikan pada Seminar Nasional dengan
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
375
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
5(3), 341-376
Tema Life Skill dalam Perspektif Pendidikan Nasional di Era Global, 11 April 2002 di hotel Saphire-Century Yogyakarta Slavin. R.E. 1997. Educational Psichology: Theory and Practise, 5th Ed. Boston: Allyn and Bacon. Sugiyanto, dkk. 1998. Perkembangan Dan Belajar Motorik. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Suherman, wawan. 2007. Perlunya pendidikan Jasmani Bagi Anak. Suryosubroto, B. 1983. Sistem Pengajaran dengan Modul. Yogyakarta: Bina Aksara. Suyudi, I, 1995. Catatan Perkuliahan Filsafat Gerak, Jakarta: PPS IKIP Jakarta. Vander, A.J.; Sherman, J.H. and Luciano, D.S. 1994. Human Physiology. USA: McGraw-Hill. Woolfolk, A. 1995. Educational Psychology, 6th ed. Boston. Allyn and Bacon.
JPPP, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011
376