3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
PENGEMBANGAN MODEL PENILAIAN KINERJA BERBASIS STRATEGI BAGI PENINGKATAN KINERJA MASA DEPAN DAN DAYA SAING UKM DI SURABAYA DAN SIDOARJO Lodovicus Lasdi Widya Mandala Catholic University Surabaya Teodora Winda Mulia Widya Mandala Catholic University Surabaya Lidya Arie Widyarini Widya Mandala Catholic University Surabaya Abstract Penggunaan balanced scorecard dalam konteks UKM ditujukan untuk menghasilkan proses yang produktif dan cost effective, menghasilkan financial return yang berlipat ganda dan berjangka panjang, mengembangkan sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen, mewujudkan produk dan jasa yang mampu menghasilkan value terbaik bagi customer/pelanggan. Penelitian aplikatif ini berupaya untuk menelaah strategi bisnis UKM dalam kerangka pengembangan model kinerja UKM yang berfokus peningkatan daya saing di masa datang. UKM yang menjadi objek penelitian ini adalah UKM penghasil obat dan produk herbal serta bahan makanan untuk Diabetes Melitus yang seusai dengan Rancangan Induk Penelitian Universitas Katolik Widya Mandala.. Keywords: earnings management, accrual, real earnings management and financial crisis
PENDAHULUAN Globalisasi menjadi keharusan menolak atau menghapus hambatan bagi arus modal, barang dan jasa. Berdasar globalisasi tersebut membuat keterkaitan ekonomi nasional dengan perekonomian internasional menjadi makin erat. Dalam skala nasional, globalisasi adalah peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri secara kompetitif. Namun pada sisi tertentu juga peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik. Dengan semakin mengglobalnya perekonomian dunia dan era perdagangan bebas, usaha kecil menengah (UKM) di Indonesia juga dapat diharapkan menjadi salah satu pemain penting. UKM diharapkan sebagai pencipta pasar di dalam maupun di luar negeri dan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan dan jasa atau neraca pembayaran. Untuk melaksanakan peranan tersebut, UKM Indonesia harus membenahi diri, yakni menciptakan daya saing globalnya (Supratiwi & Isnalita,2003). Secara nasional, usaha kecil dan menengah mempunyai kedudukan, potensi dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan pembangunan ekonomi pada khususnya. Peran ini dapat dilihat dalam hal penyediaan kesempatan usaha,lapangan kerja dan peningkatan ekspor. Dapat dilihat bahwa usaha kecil danmenengah lebih mampu untuk bertahan lebih lama dari krisis ekonomi, karenamempunyai karakteristik yang lebih fleksibel dan lebih memanfaatkan sumberdaya lokal sehingga bisa diandalkan untuk mendukung ketahanan ekonomi.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
707
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan unit usaha yang dikelola oleh kelompok masyarakat maupun keluarga. UKM mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional, sebab selain memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional juga dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Data yang dipublikasikan oleh Kementerian Negara Koperasi dan UKM menunjukkan perkembangan peran usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) yang besar. Perkembangan ini ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Pada tahun 2008, persentase jumlah UKM sebesar 99,9 persen dari seluruh unit usaha, yang terdiri dari usaha menengah sebanyak 39,0 ribu unit usaha dan jumlah usaha kecil sebanyak 522,12 ribu unit usaha yang sebagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. UKM telah menyerap lebih dari 94,0 juta tenaga kerja atau 97,15 persen dari jumlah tenaga kerja pada tahun 2008. Kontribusi UKM dalam PDB pada tahun 2008 adalah sebesar 55,67 persen dari total PDB nasional, dan diprediksikan naik sampai 59,0 persen pada tahun 2012. Perkembangan UKM yang meningkat dari segi kuantitas tersebut belum diimbangi oleh meratanya peningkatan kualitas UKM. Permasalahan klasik yang dihadapi yaitu rendahnya produktivitas. Keadaan ini disebabkan oleh masalah internal yang dihadapi UKM yaitu: rendahnya kualitas SDM UKM dalam manajemen, organisasi, penguasaan teknologi, dan pemasaran, lemahnya kewirausahaan dari para pelaku UKM, dan terbatasnya akses UKM terhadap permodalan, informasi, teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Masalaheksternal yang dihadapi oleh UKM diantaranya adalah besarnya biaya transaksi akibat iklim usaha yang kurang mendukung dan kelangkaan bahan baku. Juga yang menyangkut perolehan legalitas formal yang hingga saat ini masih merupakan persoalan mendasar bagi UKM di Indonesia, menyusul tingginya biaya yang harus dikeluarkan dalam pengurusan perizinan. Bersamaan dengan masalah tersebut, UKM juga menghadapi tantangan terutama yang ditimbulkan oleh pesatnya perkembangan globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan bersamaan dengan cepatnya tingkat kemajuan teknologi. Upaya efektif menjadikan usaha kecil dan menengah tidak saja mandiri, tetapi mampu beroperasi secara menguntungkan dan memberikan konstribusi lebih besar terhadap perekonomian Indonesia, tampaknya tidak cukup hanya melalui kebijakan pemerintah. Pengusaha kecil dan menengah penting memahami tipe strategi yang dipandang mampu meningkatkan kinerja usahanya dalam menghadapi situasi yang penuh ketidakpastian. Tuntutan agar strategi yang ada lebih dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemakaian sumber daya perusahan menjadi mengemuka. Sistem pengukuran kinerja merupakan salah satu model yang ada untuk memonitor keberhasilan implementasi strategi objektif yang telah ditetapkan pimpinan perusahaan, tidak terkecuali UKM. Dalam evaluasi tersebut diperlukan suatu standar pengukuran kinerja yang tepat, dalam arti tidak hanya berorientasi pada sektor keuangan saja, karena hal tersebut sangat kurang tepat dalam menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat. Oleh karena itu perlu dilengkapi dengan informasi dari sektor non keuangan, seperti kepuasan konsumen, kualitas produk atau jasa, loyalitas karyawan dan sebagainya, sehingga pihak manajemen perusahaan dapat mengambil keputusan yang tepat untuk kepentingan hidup perusahaan dalamjangka panjang. Selama ini yang umum dipergunakan dalam perusahaan adalah pengukuran kinerja tradisional yang hanya menitikberatkan pada sektor keuangan saja. Pengukuran kinerja dengan sistem ini menyebabkan orientasi perusahaan hanya padakeuntungan jangka pendek dan cenderung mengabaikan kelangsungan hidup perusahaan dalam jangka panjang. Pengukuran kinerja yang menitikberatkan pada sektor keuangan saja kurang mampu mengukur kinerja harta-harta tak Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
708
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
berwujud (intangible assets) dan harta-harta intelektual (sumber daya manusia) perusahaan. Selain itu pengukuran kinerja dengan cara ini juga kurang mampu bercerita banyakmengenai masa lalu perusahaan, kurang memperhatikan sektor eksternal, serta tidak mampu sepenuhnya menuntun perusahaan ke arah yang lebih baik (Kaplan dan Norton, 1996:7). Implementasi sistem pengukuran kinerja dalam konteksperusahaan di Indonesia telah banyak dilakukan. Akan tetapi aplikasi pengukuran kinerja pada perusahaan industri kecil dan menengah dirasa kurang, padahal perusahaan industri kecil dan menengah di Indonesia sangat signifikan jumlahnya dan memiliki tingkat kontribusi yang relatif besar dalam perekonomian Indonesia serta daya tahan ketika guncangan krisis moneter, industri kecil dan menengah lebih baik dibanding industri besar. Pada umumnya, hingga saat di Indonesia masih banyak perusahaan berskala kecil dan menengah (UKM) menjalankan bisnisnya tanpa memiliki visi, misi, dan strategi manajemen yang jelas. Bahkan tidak sedikit dari perusahaan-perusahaan tersebut tidak pernah melakukan penilaian terhadap kinerja bisnisnya. Sehingga meskipun daya tahan terhadap guncangan ekonomi terbukti kuat, tetapi daya saing bisnisnya di pasar domestik maupun internasional tergolong rendah. Kondisi seperti ini tidak menguntungkan bagi upaya pengembangan UKM dan mewujudkan UKM sebagai pilar ekonomi yang kuat untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Pengalaman di negara-negara maju menunjukkan bahwa UKM adalah sumber dari inovasi produksi dan teknologi, pertumbuhan wirausaha yang kreatif, dan inovatif, penciptaan tenaga kerja trampil dan fleksibilitas proses produksi untuk menghadapi perubahan permintaan pasar yang semakin beragam segmentasinya dan semakin spesifik. Kemampuan yang dimiliki UKM tersebut sangat ditentukan oleh sejumlah faktor. Diantaranya adalah sumberdaya manusia, penguasaan teknologi, akses ke informasi, pasar output, dan input. Dibandingkan mitra UKM di negara-negara Asia seperti Taiwan, China, Thailand, dan Singapura kinerja eksport UKM Indonesia masih sangat lemah. Bahkan UKM di Vietnam yang baru memulai pembangunan ekonominya sejak awal tahun 1980-an masih lebih ungul dibandingkan UKM Indonesia. Berdasarkan kondisi itulah, perlu dilakukan upaya penelaahan terhadap strategi bisnis UKM dalam kerangka pengembangan model kinerja UKM yang berfokus peningkatan daya saing di masa datang. Untuk itu perlu model peningkatan kinerja dan daya saing UKM berdasarkan sistem penilaian kinerja sistem penilaian kinerja yang tidak hanya mengukur kinerja dari aspek keuangan semata, akan tetapi juga aspek bisnis internal, pelanggan serta pertumbuhan dan pembelajaran. Balanced scorecard yang dikembangkan oleh Kaplan dan Norton memberikan solusi terhadap tuntutan ini. Peran balanced scorecard dalam sistem manajemen strategis adalah: memperluas perspektif dalam setiap tahap sistem manajemen strategis, membuat fokus manajemen menjadi seimbang, mengaitkan berbagai sasaran secara koheren, dan mengukur kinerja secara kuantitatif. Penggunaan balanced scorecard dalam konteks UKM ditujukan untuk menghasilkan proses yang produktif dan cost effective, menghasilkan financial return yang berlipat ganda dan berjangka panjang, mengembangkan sumber daya manusia yang produktif dan berkomitmen, mewujudkan produk dan jasa yang mampu menghasilkan value terbaik bagi customer/pelanggan. Balanced scorecard diyakini dapat mengubah strategi menjadi tindakan, menjadikan strategi sebagai pusat organisasi, mendorong terjadinya komunikasi yang lebih baik antar karyawan dan manajemen, meningkatkan mutu pengambilan keputusan dan memberikan informasi peringatan dini, serta mengubah budaya kerja. Potensi untuk mengubah budaya kerja ada karena dengan balanced scorecard, perusahaan lebih transparan, informasi dapat diakses dengan mudah, pembelajaran organisasi dipercepat, umpan balik menjadi obyektif, terjadwal, dan tepat untuk organisasi dan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
709
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
individu; dan membentuk sikap mencari konsensus karena adanya perbedaan awal dalam menentukan sasaran, langkah-langkah strategis yang diambil, ukuran yang digunakan, dan lain-lain. Penelitian ini dilakukan pada UKM di Surabaya dan Sidoarjo. Alasannya karena sebagian besar sentra UKM Jawa Timur berada di Surabaya dan Sidoarjo dan mempunyai potensi besar dalam perkembangan industri di Jawa Timur. UKM di Jawa Timur berkembang dari tahun ke tahun baik dari jumlah sentra, unit usaha, penggunaan tenaga kerja, nilai investasi maupun nilai produksi. Melihat perkembangan itu diperlukan upaya terus menerus baik oleh UKM sendiri, pemerintah dan dunia usaha, agar peran UKM dalam perekonomian semakin besar. Potensi tumbuh kembang UKM Jatim masih cukup besar, mengingat 50 persen produk domestik regional bruto (PDRB) 2008 disumbang sektor ini. Alasan ini mendorong Pemprov Jatim untuk memfokuskan pada pengembangan UKM dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2010.
KAJIAN LITERATUR A.
Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Pengertian tentang usaha kecil dan menengah tidak selalu sama, tergantung konsep yang digunakan. Berdasarkan pasal 1 UndangUndang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UKM), definisi dari Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah adalah sebagai berikut. 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Jika dilihat dari besarnya kekayaan bersih dan omzetnya, maka kriteria Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Kriteria Usaha Mikro, Kecil dan Menengah No
Uraian
Kriteria Aset
Omzet
1
Usaha Mikro
Maks. 50 juta
Maks. 300 juta
2
Usaha Kecil
50 juta-500juta
30juta-2,5Milyar Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
710
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
3
Usaha Menengah
500juta-10Milyar
2,5Milyar-50Milyar
Sumber: www.depkop.go.id
Berdasarkan tabel 2.1, dapat dilihat bahwa suatu unit usaha dikategorikan sebagai Usaha Mikro, jika unit usaha tersebut memiliki aset maksimun sebanyak Rp 50 juta dan omzetnya maksimum sebanyak Rp 300 juta, sedangkan unit usaha dikategorikan sebagai usaha kecil apabila aset dan omzetnya masing-masing sebesar 50 Juta - 500 Juta dan 300 Juta - 2,5 Miliar, sedangkan suatu unit usaha dikategorikan sebagai usaha menengah jika memiliki aset sebesar Rp 500 Juta-10 Miliar dan omzet sebesar Rp 2,5 Miliar-50 Miliar. Peran usaha mikro, kecil dan menengah (UKM) dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari: 1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor, 2) penyedia lapangan kerja yang terbesar, 3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat, 4) pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta 5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Posisi penting ini sejak dilanda krisis belum semuanya berhasil dipertahankan sehingga pemulihan ekonomi belum optimal. Perkembangan peran usaha mikro, kecil dan menengah yang besar ditunjukkan oleh sejumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Dilihat dari unit usahanya, jumlah unit usaha UKM dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Perbandingan Unit Usaha UKM pada Tahun 2007 dan 2008 No
Skala Usaha
2007
2008
Pertumbuhan
1
Usaha Mikro
49.828.586
49.828.586
2,86 %
2
Usaha Kecil
498.565
520.221
4,34 %
3
Usaha Menengah
38.282
39.657
3,59 %
4
Usaha Mikro, Menengah
49.824.123
51.257.537
2,88%
5
Usaha Besar
4.463
4.372
(2,04)%
Kecil,
Sumber: BPS dan Kementerian Koperasi dan UKM, 2009 (diolah) Dilihat dari penyerapan tenaga kerja, jumlah pekerja yang terserap pada sektor UKM pada tahun 2008 tercatat sebanyak 90.896.270 pekerja atau meningkat 2,15 juta pekerja dibandingkan dengan tahun 2007 yang berjumlah 88.739.744 pekerja, atau terjadi peningkatan sebesar 2,3%. Tabel 2.4 Perbandingan Jumlah Pekerja Pada Tahun 2007 dan 2008 No
Skala Usaha
2007
2008
Pertumbuhan
1
Usaha Mikro
81.732.430
83.647.711
2,34 %
2
Usaha Kecil
3.864.995
3.992.371
3,30 %
3
Usaha Menengah
3.142.319
3.256.188
3,62 %
4
Usaha Mikro, Menengah
88.739.744
90.896.270
2,43%
Kecil,
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
711
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
5
Usaha Besar
2.788.518
2.776.214
(0,44)%
Sumber: BPS dan Kementerian Negara Koperasi dan UKM, 2009 (diolah) Tabel 2.1 sampai dengan 2.4 menunjukkan betapa banyaknya pengusaha mikro dan kecil yang harus diberdayakan. Apabila setiap unit usaha mikro dan kecil mampu difasilitasi dan diberdayakan untuk menciptakan 1 (satu) orang kesempatan kerja atau kesempatan usaha tambahan baru, maka akan tercipta 40 juta kesempatan kerja baru. Ini artinya, jika kita mampu memberdayakan UKM tersebut, berarti upaya pemberantasan kemiskinan akan berhasil secara signifikan. Gerakan pemberdayaan UKM tersebut harus menjadi perhatian pemerintah secara serius, tentunya bekerjasama dengan Lembaga Swadaya Masyarakat dan Perguruan Tinggi. Penekanan pada permasalahan perencanaan dan penilaian kinerja strategi dilakukan karena kondisi lingkungan yang semakin dinamis menyebabkan perusahaan harus menetapkan strategi yang tepat dan mengimplementasikannya dengan baik. Tuntutan agar strategi yang ada lebih dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemakaian sumber daya perusahan menjadi mengemuka. Sistem pengukuran kinerja merupakan salah satu model yang ada untuk memonitor keberhasilan implementasi strategi objektif yang telah ditetapkan pimpinan perusahaan, tidak terkecuali UKM. B.
Definisi, Tujuan, dan Manfaat Pengukuran Kinerja
Menurut Wibowo (2008), kinerja berasal dari pengertian performance. Adapun pengertian performance sebagai hasil kerja atau prestasi kerja. Akan tetapi, sebenarnya kinerja mempunyai makna luas, tidak hanya hasil kerja, tetapi bagaimana proses pekerjaan berlangsung. Pendapat lain yang dikemukakan oleh Armstrong dan Baron dalam Wibowo (2008), kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Venkatraman dan Ramanujam (1986) menunjukkan bahwa kinerja perusahaan merupakan sebuah konstruk multidimensi. Dalam hal ini, kinerja perusahaan terdiri dari kinerja keuangan, kinerja bisnis, dan kinerja keorganisasian. Kinerja keuangan berada di pusat wilayah efektifitas keorganisasian. Ukuran kinerja ini dinilai sangat penting, tetapi tidak cukup untuk mendefinisikan efektifitas keseluruhan. Standar berbasis akuntansi seperti penerimaan atas aset (return on asset), penerimaan atas penjualan (return on sales), dan return on equity mengukur keberhasilan keuangan. Indikator-indikator tersebut menggambarkan profitabilitas saat ini. Ukuran kinerja bisnis berkaitan dengan pasar seperti pasar pangsa pasar, pertumbuhan, diversifikasi, dan pengembangan produk. Terdapat dua dimensi dalam kinerja ini, yaitu (i) indikator yang berkaitan dengan pertumbuhan dalam bisnis yang ada dan (ii) indikator yang berkaitan dengan posisi perusahaan di masa datang (pengembangan produk baru dan diversifikasi). Ukuran efektivitas keorganisasian berkaitan erat dengan stakeholder. Contoh ukuran tersebut adalah kepuasan pelanggan, kualitas dan tanggung jawab sosial. Terdapat dua dimensi, yaitu (i) indikator yang berkaitan dengan kualitas (kualitas produk, kepuasan pegawai), dan (ii) indikator yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial (lingkungan dan masyarakat). Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, kinerja perusahaan tidak hanya diukur dari kemampuannya dalam menghasilkan financial returns, namun dari kemampuannya melipatgandakan financial returns dalam jangka panjang. Ada dua atribut yang perlu ditambahkan dalam kemampuan perusahaan untuk menghasilkan kekayaan: (1) financial returns yang dihasilkan oleh perusahaan harus signifikan jumlahnya (berlipatganda), dan (2) berjangka panjang. Itulah sebabnya, manajemen perusahaan yang memasuki lingkungan bisnis yang kompetitif perlu menempuh usaha-usaha cerdas (smart efforts) dalam melipatgandakan kinerja perusahaan, sehingga perusahaan mampu menghasilkan financial returns dalam jumlah signifikan dan dalam jangka panjang. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
712
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
Untuk menghadapi lingkungan yang di dalamnya customer memegang kendali bisnis,ukuran keuangan sebagai pengukur kinerja eksekutif dan manajer pusat pertanggungjawaban memiliki keterbatasan berikut ini (Niven, 2002, 117): 1. Ukuran kinerja keuangan tidak cocok dengan kondisi lingkungan bisnis sekarang, yang di dalamnya kinerja keuangan terutama lebih banyak dihasilkan dari intangible assets,bukan dari aktiva yang tampak dalam neraca (tangible assets). 2. Ukuran kinerja keuangan lebih mencerminkan apa yang telah terjadi di masa lalu, sehingga dalam perjalanan organisasi menuju ke masa depan, ukuran tersebut ibaratkaca spion mobil untuk melihat ke belakang, yang tidak memiliki daya prediksi ke masa depan. 3. Konsolidasi informasi keuangan cenderung mendorong terpisah-pisahnya antarfungsi. 4. Ukuran kinerja keuangan seringkali menghambat aktivitas penciptaan nilai secaraberkesinambungan karena aktivitas tersebut baru dapat menghasilkan kinerja keuanganbeberapa tahun ke depan, padahal ukuran kinerja keuangan menggunakan periode akuntansi sebagai basis pengukurannya (umumnya mencakup periode satu tahun kalender). 5. Hampir semua ukuran kinerja keuangan tingkat tinggi (seperti return on investment,pertumbuhan volume penjualan) hanya sedikit memberikan panduan bagi karyawan tingkat bawah dalam aktivitas harian mereka. Pengukuran kinerja suatu perusahaan adalah sangat penting bagi manjer, guna evaluasi dan perencanaan masa depan. Beberapa jenis informasi yang digunakan dalam pengendalian disiapkan dalam rangka menjamin bahwa pekerjaan yang dilakukan telah dilakukan secara efektif dan efisien. Dengan demikian dalam masa proses pertumbuhan perusahaan selalu diukur kinerjanya melalui: Informasi formal dan nonformal, Informasi pengendalian tugas, Laporan anggaran dan laporan nonfinansial, Laporan pengunaan dan pengendalian biaya, Laporan kinerja pegawai dan sebagainya. Dengan demikian megukur kinerja tidak hanya informasi finansial tetapi juga informasi nonfinansial, seperti masalah kinerja pegawai yang dihubungkan denga prestasi produksi. Menurut Gaspersz (2005: 68), tujuan dari pengukuran kinerja adalah untuk menghasilkan data, yang kemudian apabila data tersebut dianalisis secara tepat akan memberikan informasi yang akurat bagi pengguna data tersebut. Berdasarkan tujuan pengukuran kinerja, maka suatu metode pengukuran kinerja harus dapat menyelaraskan tujuan organisasi perusahaan secara keseluruhan tujuan organisasi secara keseluruhan (goal congruence). Penilaian kinerja dimanfaatkan manajemen untuk berbagai tujuan antara lain (Mulyadi & Setyawan, 2000) yaitu : 1.
Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui pemotivasian personel secara maksimum. Dalam mengelola perusahaan, manajemen menetapkan sasaran yang akan dicapai beserta langkah-langkah pencapaiannya dalam sebuah perencanaan. Dalampelaksanaan perencanaan, manajemen menetapkan pengendalian yang efektif.Pelaksanaan rencana dapat ditempuh dengan tangan besi yang dapat menjaminpencapaian sasaran organisasi secara efektif dan efisien namun pencapaian ini akandisertai dengan rendahnya moral karyawan. Kondisi moral karyawan yang demikian tidak akan terjadi apabila pengelolaan perusahaan didasarkan atas maksimalisasi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
713
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
motivasi karyawan. Motivasi akan membangkitkan dorongan dalam diri karyawan untuk menggerakkan usahanya dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi. 2.
Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan. Penilaian kinerja akan menghasilkan data yang dapat digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan yang berkaitan dengan karyawan seperti promosi, mutasi atau pemutusan hubungan kerja permanen. Data hasil evaluasi kinerja yang diselenggarakan secara periodik akan sangat membantu memberikan informasi penting dalam mempertimbangkan keputusan tersebut.
3.
Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan untukmenyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan. Organisasi memiliki suatu keinginan untuk mengembangkan karyawan selama masa kerjanya agar karyawan selalu dapat menyesuaikan diri dengan perubahanlingkungan bisnis yang terus mengalami perubahan dan perkembangan. Sulit bagi perusahaan untuk mengadakan program pelatihan dan pengembangan bilaperusahaan tidak mengetahui kekuatan dan kelemahan karyawan yang dimilikinya.Hasil penilaian kinerja dapat menyediakan kriteria untuk memilih program pelatihankaryawan yang sesuai dan untuk mengevaluasi kesesuaian program pelatihan karyawan dengan kebutuhan karyawan.
4.
Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai mereka. Dalam organisasi perusahaan, biasanya manajemen atas mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada manajemen dibawah mereka disertai dengan alokasi sumber daya yang diperlukan dalam pelaksanaan wewenang tersebut. Penggunaan wewenang dan konsumsi sumber daya dalam pelaksanaan wewenang itu dipertanggungjawabkan dalam bentuk kinerja.
5.
Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan. Penghargaan digolongkan dalam 2 kelompok yaitu : a. Penghargaan intrinsik, berupa puas diri yang telah berhasil menyelesaikan pekerjaannya dengan baik dan telah mencapai sasaran tersebut. b. Penghargaan ekstrinsik, terdiri dari kompensasi yang diberikan kepada karyawan, baik berupa kompensasi langsung, tidak langsung, maupun yang berupa kompensasi non keuangan dimana ketiganya memerlukan data kinerja karyawan agar penghargaan tersebut dirasakan adil oleh karyawan yang menerima maupun yang tidak menerima penghargaan tersebut. Suatu pengukuran kinerja akan menghasilkan data, dan data yang telah
dianalisis akan memberikan informasi yang berguna bagi peningkatan pengetahuan para manajer dalam mengambil keputusan atau tindakan manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi (Gaspersz, 2005: 68). Manfaat sistem pengukuran kinerja yang baik adalah: 1. Menelusuri kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan. 2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan sebagai bagian dari mata rantai pelanggan dan pemasok internal. 3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya pengurangan terhadap pemborosan tersebut (reduction of waste). Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
714
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih konkrit sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi. 5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi reward atas perilaku yang diharapkan itu. C.
Daya Saing Perusahaan
Dewasa ini banyak perusahaan yang gagal mencapai tujuannya karena tidak mempunyai daya saing yang kuat dalam menghadapi pasar yang serba lengkap ini.Dalam era globalisasi ini, perusahaan-perusahaan nasional akan menghadapi persaingan yang tajam untuk berkiprah di dunia bisnis.Untuk memperoleh pasar yang lebih luas, perusahaan harus mempunyai daya saing yang lebih dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lainnya.Daya saing itu dapat berupa produk yang dihasilkan, pelayanan, maupun sumberdaya manusiannya.Perusahaan harus dapat mempunyai nilai lebih ke atas sumberdaya-sumberdayanya (added value for resources), sehingga akan menghasilkan daya saing yang kuat atas perusahaan-perusahaan lain. Secara sederhana, daya saing menurut Cho dan Moon (2003) didefinisikan sebagai kemampuan untuk bersaing. Daya saing menurut definisi Bank Dunia mengacu kepada besaran serta laju perubahan nilai tambah per unit input yang dicapai oleh perusahaan. Porter (1990) menyatakan bahwa daya saing lebih berfokus pada produktivitas yang diartikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja, atau tingkat efisiensi suatu perusahaan. Daya saing adalah kemampuan perusahaan dalam mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional. Perusahaan tidak luput dari persaingan dalam mencapai tujuannya. Salah satu cara untuk mempertahankan atau meningkatkan efektivitas perusahaan dalam mencapai tujuannya adalah dengan memperbaiki dan mengembangkan keunggulan komparatif (comparative advantage).Persaingan merupakan suatu konsep yang menentukan berhasil tidaknya perusahaan mencapai tujuannya.Persaingan menentukan bagaimana suatu perusahaan dapat mendukung kinerjanya, seperti inovasi dan budaya kohesif. Oleh karena itu sesuatu keharusan bagi perusahaan untuk menentukan strategi yang tepat dalam memenangkan persaingan. Strategi bersaing adalah pencarian akan posisi bersaing yang menguntungkan di dalam suatu industri, arena fundamental tempat bersaing terjadi (Porter, 1994:1). Strategi bersaing bertujuan untuk menentukan posisi yang menguntungkan dari kekuatan-kekuatan pesaing (competitor). Oleh karena itu daya saing yang tinggi merupakan sesuatu keharusan bagi perusahaan untuk mencapainya, karena tanpa itu sulit bagi perusahaan untuk bertahan dan bersaing. Pada tingkat negara-negara ASEAN, daya saing produk unggulan Indonesia mengalami kemerosotan. Menurut laporan World Economic Forum (2003-2004), pada tahun 1999 daya saing Indonesia menduduki peringkat ke 37, tahun 2000 turun ke peringkat 44, peringkat 49 pada tahun 2001, peringkat 69 pada tahun 2002, dan menduduki peringkat 72 pada tahun 2003. Porter (1994) mengatakan bahwa suatu negara memperoleh keunggulan daya saing (comparative advantage) jika perusahaan yang ada di negara tersebut dapat bersaing dengan perusahaan di negara lain. Daya saing suatu negara dapat ditentukan oleh kemampuan industri dalam melakukan inovasi. Hal ini menunjukkan bahwa daya saing usaha Indonesia paling rendah di dunia. D.
Perencanan Strategik
Perencanaan strategik hadir sekitar pertengahan tahun 1960-an dan parapimpinan perusahaan mengakui bahwa perencanaan stratejik merupakan ”the one best way” untuk memutuskan dan mengimplementasikan strategi yang dapat Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
715
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
meningkatkan kompetitif pada setiap unit bisnis. Seperti yang diungkapkan oleh ahli penelitian Frederick Taylor, perencanaanstratejik merupakan cara yang melibatkan pemikiran melalui sebuah karya,penciptaan dari fungsi manajemen staf baru yaitu munculnya ahli perencanaan.Dimana sistem perencanaan ini merupakan strategi yang bagus sebagai suatutahapan strategi yang akan diterapkan para pelaku bisnis, manajer perusahaan danmengarahkan agar tidak membuat kekeliruan (Mintzberg,1994). Menurut (Kaye,2005) definisi perencanaan stratejik adalah prosessistematik yang disepakati organisasi dan membangun keterlibatan diantarastakeholder utama-tentang prioritas yang hakiki bagi misinya dan tanggapterhadap lingkungan operasi.Perencanaan stratejik khususnya digunakan untuk mempertajam fokusorganisasi, agar semua sumber organisasi digunakan secara optimal untukmelayani misi organisasi itu. Artinya bahwa perencanaan stratejik menjadipedoman sebuah organisasi harus tanggap terhadap lingkungan yang dinamis dansulit diramal. Perencanaan stratejik menekankan pentingnya membuat keputusankeputusan yang menempatkan organisasi untuk berhasil menanggapi perubahanlingkungan. Fokus perencanaan stratejik adalah pada pengelolaan stratejik, artinyapenerapan pemikiran stratejik pada tugas memimpin sebuah organisasi gunamencapai maksudnya. Pengertian lain dari perencanaan stratejik menurut (Shrader,Taylor danDalton,1984) adalah perencanaan jangka panjang yang tertulis dimana didalamnyaterdiri dari kesepakatan misi dan tujuan perusahaan. Beberapa dimensi dariperencanaan stratejik telah dikemukakan (Frederickson,1986) menurut kategoriyaitu : inisiasi proses, aturan tujuan, arti dan akhir dari hubungan, penjelasan daripelaksanaan stratejik dan tingkat keputusan yang terintergrasi. Menurut Philips (2000) perencanaan stratejik yang efektif pengaruhnya padakinerja keuangan pada contoh kasus pada hotel, ditunjukkan pada peranan perilaku manajer dalam pengambilan keputusan. Studi lanjutan dari Bracker et al. (1988) menyatakan hubungan antara proses perencanaan dengan kinerja keuanganpada perusahaan kecil yang terseleksi menunjukkan hasil yang signifikan. Studi lain dari Robinson dan Pearce (1988) menganalisis pengaruh moderatingdari perencanaan stratejik dalam kinerja strategi di 97 perusahaan manufakturdengan 60 industri yang berbeda menghasilkan efek moderasi positif dansignifikan.Formulasi dari perencanaan stratejik dipengaruhi oleh budaya perusahaan danperilaku manajer (Bailey,Johnson dan Daniels,2000; Haberberg dan Rieple,2001;Hart dan Banbury,1994; Lynch,2000; Miesling dan Wolfe,1985; Venkatraman,1989). Sehingga pengaruhnya dapat dilihat pada perubahan danpengembangan suatu organisasi. Kaitan selanjutnya mengenai pengembangan perencanaan stratejik adalahpada penciptaan keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Hal ini tercapai ketikakemampuan manajemen dan menggunakan kreasi dan mengimplentasikan strategi agar tahan pada keunggulan yang banyak terjadi peniruan, mampu menciptakanfaktor hambatan dalam jangka waktu yang lama (Bharawaj, Varadarajan danFahy,1993; Grant,1995; Mahoney dan Pandian,1992; Rumelt,1984). Berdasarkan penelitian para pakar secara umum, disimpulkan bahwaperencana mengalahkan non-perencana, pemikirannya adalah bahwa perusahaanyang memiliki rencana formal lebih unggul dibandingkan dengan rencanainformal, karena proses penulisan rencana mengharuskan untuk menuangkan ide-idedan tujuan-tujuan untuk dipikirkan secara matang (Hopkins andHopkins,1997; Rue dan Ibrahim,1998; Shrader et al.1989). Pendapat ini jugadidukung oleh Robinson dan pearce (1984) yang dikutip oleh Shrader et al. (1989)bahwa makin rumit proses perencanaan maka makin baik pula kinerja organisasi. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
716
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
Proses perencanaan terdiri dari tiga komponen utama (Armstrong, 1982 dalamShrader et al, 1989; Robinson and pearce,1984) yaitu : (1) perumusan, yangmeliputi pengembangan misi, penentuan tujuan utama, penilaian lingkungan eksternal dan internal dan evaluasi serta pemilihan alternatif; (2) penerapan; dan(3) pengendalian. Orpen (1985)menyatakanbahwa perencanaan menguntungkan perusahaanperusahaankecildengan mendorong mereka untuk mencari alternatif-alternatifbaru guna meningkatkan penjualan dan posisi kompetitif mereka.MenurutBracker et al. (1988) mengemukakan bahwa perencanaan yang matangmenguntungkan perusahaan kecil dalam industri dinamis yang berkembang pesat. Berdasarkan hasil penelitian Rue dan Ibrahim (1998) dan Shrader et al (1989),menyatakan bahwa top manajer atau CEO dalam perusahaan kecil menengahmengindikasikan perencanaan perusahaan pada umumnya dikerjakan sendiri,yang artinya top manajer atau CEO sekaligus perencana. Perencanaan strategi pada berbagai keadaan usaha yang seharusnya dimilikioleh perusahaan baik besar atau kecil. Hal ini karena manajemen strategi akandapat berfungsi sebagai sarana untuk mengkomunikasikan tujuan perusahaan sertaalternatif jalan yang akan ditempuh guna pencapaian tujuan tersebut(Nurwening,1997).Perlu diingat bahwa proses perencanaan strategi ini adalah suatu pemikiranstratejik (strategic thinking) dari para pemilik usaha. Perencanaan strategi tidakharus bersifat formal namun pemikiran stratejik ini setidaknya mensistesiskanintuisi dan kreativitas wirausaha kedalam visi masa depan (Rambat,2002). Perencanaan strategi merupakan sebuah rencana tertulis jangka panjang, yangdidalamnya menyatakan misi perusahaan dan pernyataan tujuan organisasi.Perencanaan strategi juga dianggap memberikan substansi dimana kinerjaperusahaan dapat dikontrol dan diukur (Rue dan Ibrahim,1998; Shrader etal.1989). Ditambahkan pula menurut (Hopkins and Hopkins,1997) perencanaanstrategi adalah sebagai proses penggunaan kriteria sistematis dan investigasi yangsangat teliti untuk merumuskan, menetapkan dan mengendalikan strategi sertamendokumentasikan harapan-harapan organisasi secara formal. Perencanaan strategik biasanya mencakup periode waktu satu sampai lima tahun (Matthews &Scott,1995; Rue & Ibrahim,1998; Robinson and pearce,1997; Shrader et al,1984). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa perencanaanstratejik menjadi pedoman sebuah organisasi untuk tanggap terhadap lingkungan yang dinamis dan sulit diramal. Perencanaan stratejik menekankan pentingnya membuat keputusan-keputusan yang menempatkan organisasi untuk berhasil menanggapi perubahan lingkungan. E.
Pengukuran Kinerja Perusahaan dengan Pendekatan BalancedScorecard
Perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat telah merubahpola persaingan perusahaan dari industrial competition menjadiinformation competition, dimana telah mengubah acuan yang dipakaiuntuk mengukur kinerja suatu perusahaan. Alat ukur kinerja tradisionalyang memfokuskan pada pengukuran keuangan tentunya harus bergesermenyesuaikan dengan tuntutan agar memberikan arah yang lebih baik bagiperusahaan (Kaplan dan Norton, 1996). Hanya dengan menggunakanukuran keuangan saja, belum dapat menggambarkan kinerja suatuperusahaan secara keseluruhan. BSC merupakan suatu alat pengukuran kinerja perusahaan yangmengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan baik keuangan maupunnon keuangan dengan mempertimbangkan empat aspek yang berkaitandengan perusahaan, antara lain: aspek keuangan, pelanggan, proses bisnisinternal, dan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
717
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
pembelajaran dan pertumbuhan.Konsep BSC berkembang sejalan dengan implementasi konsep tersebut. BSC terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2)berimbang (balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untukmencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakanuntuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel masadepan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan personel di masadepan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasilperbandingan ini digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerjasesungguhnya. Menurut Kaplan dan Norton (1996: 9), kata “balanced”disini menekankan keseimbangan antara beberapa faktor, yaitu: 1. Keseimbangan antara pengukuran eksternal bagi stakeholders dankonsumen dengan pengukuran internal bagi proses internal bisnis,inovasi, dan proses belajar dan tumbuh. 2. Keseimbangan antara pengukuran hasil dari usaha masa lalu denganpengukuran yang mendorong kinerja masa mendatang. 3. Keseimbangan antara unsur objektivitas, yaitu pengukuran berupa hasilkuantitatif yang diperoleh secara mudah dengan unsur subjektivitas,yaitu pengukuran pemicu kinerja yang membutuhkan pertimbangan. BSC merupakan penjabaran dari visi, misi, dan strategi perusahaandalam serangkaian tujuan dan dari penjabaran tersebut dijadikan ukuranbagi pengukuran prestasi perusahaan. Visi, misi, dan strategi tersebutdijabarkan dalam empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan,proses bisnis internal, dan pembelajaran dan pertumbuhan. BSCmenekankan bahwa pengukuran keuangan dan non keuangan harusmerupakan bagian dari sistem informasi bagi seluruh karyawan dari semuatingkatan dalam perusahaan. Sehingga BSC merupakan suatu framework,suatu bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan strategi kepada seluruhpegawai tentang apa yang menjadi kunci penentu sukses saat ini dan masamendatang. Sebagai sarana komunikasi misi dan strategi, BSC memuatsuatu pesan kepada semua karyawan tentang pentingnya mengejar secaraseimbang terhadap empat perspektif sekaligus. Tujuan dan pengukuran keuangan dalam BSC bukan hanyapenggabungan dari ukuran-ukuran keuangan dan non keuangan yang adamelainkan merupakan hasil dari proses top-down berdasarkan misi danstrategi dari suatu unit usaha. Visi dan strategi harus diterjemahkan olehBSC menjadi suatu tujuan dan ukuran yang nyata. Untuk mengkomunikasikan startegi perusahaan diperlukan penyusunan suatu Balanced Scorecard menurut Kaplan dan Norton (1993, 138-139), karena: 1. Balanced Scorecard menjelaskan visi masa depan organisasi secra keseluruhan, sehingga dapat memberi pengertian bersama 2. Balanced Scorecard menciptakan suatu model holistic dari strategi yang memungkinkan semua karyawan melihat partisipasi masing-masing dalam keberhasilan organisasi. Tanpa hubungan semacam ini, individu-individu dan departemen-deartemen dapat mengptimalkan kinerja lokal, tetapi tidak berpartisipasi dalam mencapai tujuan-tujuan startegis. 3. Balanced Scorecard memfokuskan usaha-usaha perubahan. Jika sasran dan tolok ukur yang benar diidentifikasi, maka implementasi akan berhasil. Jika tidak, maka investasi dan inisiatif akan siasia. Analisis dan Pembahasan A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
718
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
Mitra UKM yang akan digandeng dalam penelitian ini adalah UKM Belimbing Wuluh yang berlokasi di RT. 01, RW. 06, Kelurahan Gundih, Kota Surabaya. UKM ini memanfaatkan secara optimal hasil pembudidayaan tanaman belimbing wuluh dengan hasil keluaran seperti sirup, selai, obat herbal, kue-kue kering, dan kontribusi tidak langsungnya terhadap pengembangan ekowisata di Kota Surabaya. UKM lain yang juga bergerak dalam lini produk yang sama adalah UKM Mangrove di Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Wonorejo, Kota Surabaya, dengan pemanfaatan utama pada buah bogem yang juga memiliki beberapa kegunaan, yaitu dapat dipakai sebagai bahan baku pembuatan sirup, dodol, jenang, nata, dan juga obat herbal, serta tidak ketinggalan kontribusinya terhadap pengembangan ekowisata di Kota Surabaya. Kedua produk tersebut merupakan obat herbal, makanan bagi penderita Diabetes Melitus. B. Aktivitas UKM Belimbing Wuluh Berdasarkan analisis data yang dihasilkan dari wawancara dan diskusi dengan para pengelola UKM Belimbing Wuluh yang berlokasi di RT. 01, RW. 06, Kelurahan Gundih, Kota Surabaya, aktivitas UKM secara umum terbagi menjadi aktivitas produksi, keuangan dan administrasi, pengelolaan sumber daya manusia dan aktivitas pemasaran. a. Produksi Salah satu kemampuan terpenting yang harus dikuasai oleh pengrajin belimbing wuluh adalah kemampuan untuk memilih belimbing wuluh yang berkualitas baik. hal penting yang perlu diperhatikan dalam pembuatan olahan belimbing wuluh adalah harus benar-benar dilakukan sesuai dengan petunjuk teknis yang disarankan. b. Keuangan, Administrasi, dan Permodalan Untuk kegiatan pencatatan keuangan dan administrasi, UKM olahan belimbing wuluh belum melakukan sama sekali, setiap transaksi belum pernah dicatat. Barulah kemudian dilakukan pencatatan transaksi setelah dilakukannya penelitian ini, namun pencatatan yang dilakukan oleh pemilik ini masih sederhana. c. Pengelolaan Sumber Daya Manusia Untuk mengetahui pengelolaan sumber daya manusia bisa dilihat dari struktur organisasi maupun tenaga kerja yang ada. Struktur Organisasi UKM Belimbing Wuluh yang berlokasi di RT. 01, RW. 06, Kelurahan Gundih, Kota Surabaya belum tersusun secara tertulis tetapi tergambarkan berdasarkan fungsi pada setiap bagian yang menunjukkan kekhususan tugas masing-masing bagian secara terpisah yaitu administrasi dan keuangan, pemasaran, dan produksi. Bagian-bagian tersebut langsung di bawah pimpinan utama UKM. Adapun tugas dan wewenang masing-masing bagian sebagai berikut: 1. Bagian administasi dan keuangan Bagian administrasi dan keuangan membantu tugas pemimpin UKM dalam urusan administrasi dan keuangan UKM secara terperinci dan wewenangnya sebagai berikut : a. Mencatat segala transaksi yang dilakukan UKM, baik transaksi pembelian ataupun penjualan b. Melakukan semua pencatatan pengeluaran dan pemasukan kas c. Mencatat aktivitas karyawan mulai absensi, perizinan dan gaji d. Membuat pertanggungjawaban 2. Bagian Pemasaran Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
719
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
Bagian ini berfungsi membantu pimpinan utama dalam kegiatan pemasaran kambing kepada konsumen. Adapun rincian tugas dan wewenang adalah : a. Mengirimkan olahan mangrove kepada pelanggan atau konsumen b. Mengemas olahan mangrove sesuai pesanan pelanggan atau konsumen c. Membuat target-target pemasaran dan pencarian pelanggan baru d. Membuat pertanggungjawaban dan laporan pemasaran setiap bulan. Point c dan d belum dilakukan. 3. Bagian Produksi Bagian ini menangani produksi seperti mencari buah mangrove yang berkualitas, memasak, dan memberi perasa. d. Bagian Analisis Lingkungan Untuk mengetahui bagaimana upaya dan strategi dalarn pengelolaan hutan mang-rove, di Kabupaten Sinjai dianalisis de-ngan pendekatan Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat). Me-tode ini bertujuan untuk mengidentifikasi berbagai faktor internal dan eksternal secara sistematis yang hasilnya akan digunakan dalam perencanaan pengelola-an untuk merumuskan strategi pengelola-an mangrove. Model-model analisis yang dipakai dalam mengolah data-data yang telah terkumpul adalah matrik IFAS dan matrik EFAS, sedangkan untuk mengana-lisis hasil pengolahan data tersebut di gunakan model matrik IE dan matrik TOWS. Tabel 4.1 SWOT ANALYSIS PENGRAJIN BELIMBING WULUH
IFAS
Strengths (S)
Weaknesses (W)
1. Masyarakat melakukan penanaman belimbing wuluh
1. Masyarakat melakukan penebangan belimbing wuluh
2. Penanaman melalui swadaya masyarakat
2. Belimbing wuluh digunakan untuk tanaman pagar
3. Peran pemerintah dalam pengelolaan belimbing wuluh
3. Belum tersentuh teknologi
4. Terdapat organisasi kemasyarakatan yang mengelola belimbing wuluh EFAS
Oportunities (O) 1. Potensi pengembangan belimbing wuluh besar 2. Penanaman belimbing
4. Bantuan yang diberikan masyarakat dalam pengelolaan belimbing wuluh
5. Dapat memperbaiki perekonomian daerah
5. Masyarakat tidak dilibatkan dalam penyusunan peraturan pemerintah
Stretegi SO :
Strategi WO :
a. Masyarakat melakukan penanaman berdasarkan potensi yang ada
a. Sosialisasi kepada masyarakat tentang manfaat belimbing
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
720
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
wuluhtidak melanggar kebiasaan dan adat istiadat 3. Memperbaiki ekonomi masyarakat 4. Peran lembaga masyarakat
b. Perlunya membentuk kawasan tanaman belimbing wuluh yang tidak dapat diganggu
wuluh b. Perlu sentuhan teknologi dalam pengembangan olahan belimbing wuluh
c. Lebih meningkatkan peran oraganisasi masyarakat
c. Masyarakat dilibatkan dalam setiap pengambilan kebijakan tentang olahan makanan herbal
d. Lebih memberdayakan masyarakat
d. Peningkatan peran pemerintah Threats (T) 1. Pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan lingkungan masih kurang 2. Masyarakat melakukan penanaman hanya untuk pagar rumah 3. Tingkat pendidikan masyarakat masih rendah
Strategi ST :
Strategi WT :
a. Penyuluhan tentang lingkugan dan ekosistem
a. Sosialisasi penerapan per-aturan pemerintah tentang lingkungan
b. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pemanfaatan belimbing wulu c. Peningkatan pendidikan/Pelatihan kepada masyarakat
b. Melibatkan masyarakat da-lam penyusunan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan belimbing wuluh c. Pemerintah dan masyarakat bersamasama mendukung pengelolaan belimbing wuluh
Deskripsi Data Data pada penelitian ini merupakan jawaban atas pertanyaan kuisioner yang disebarkan. Terdapat empat bagian pertanyaan dalam kuisioner yang disebarkan yaitu: a. Bagian demografis responden untuk memperjelas identitas responden; b. Bagian analisis lingkungan sebagai salah mengimplementasikan Balanced Scorecard;
satu indikator
kebutuhan
UMKM
untuk
c. Bagian sistem pengukuran kinerja untuk menelaah sejauh mana UMKM mengenal balanced scorecard dan bentuk penerapannya selama ini. Bagian pertanyaan ini dibagi lagi yaitu: untuk UMKM yang telah membuat pengukuran kinerja; dan yang belum membuat pengukuran kinerja; d. Bagian pengukuran kinerja berbasis strategik untuk menelaah sejauh mana pengenalan para pelaku UMKM mengenai balanced scorecard dan kesediaan mereka untuk mengimplementasikan balance scorecard.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
721
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
Setiap pertanyaan pada bagian-bagian di atas akan mengarahkan jawaban reponden pada kesimpulan yang telah didesain sebelumnyadengan menunjukkan jumlah responden yang siap mengimplementasikan balanced scorecard dan jumlah responden yang belum siap mengimplementasikan balancd scorecard. e. Bagian Demografis Responden Pertanyaan pada bagian ini diajukan untuk mengetahui latar belakang responden dan usahanya, dalam hal ini untuk UKM di Surabaya dan Sidoarjo bukan hanya UKM belimbing wuluh. Pertanyaan untuk mengetahui latar belakang responden meliputi posisi responden tersebut dalam perusahaan, pendidikan terakhir, dan latar belakang pendidikannya. Sedangkan pertanyaan untuk mengetahui latar belakang usaha responden tersebut meliputi tahun berdiri usaha, jumlah karyawan, jumlah aset perusahaan, jumlah penjualan per tahun, dan sumber pendanaan atau modal perusahaan. Pertanyaan terakhir diajukan untuk mengarahkan jawaban responden pada bagian kedua atau ketiga. Bagi responden yang menjawab pernah mengajukan kredit bank pertanyaan akan dilanjutkan pada bagian kedua. Sedangkan untuk responden yang menjawab tidak pernah mengajukan kredit, pertanyaan akan langsung berlanjut ke bagian tiga yaitu sistem akuntansi dan laporan keuangan. Berikut merupakan pengelompokan jumlah responden yang memiliki kesamaan pilihan jawaban dalam kuisioner untuk bagian pertama ini: Tabel 4.2 Bagian Demografis Responden No.
Pertanyaan
1
Posisi bapak/ibu dalam perusahaan
2
Pendidikan terakhir Bapak/Ibu
Jawaban
Jumlah
•
Pemilik perusahaan
81
83,50%
•
Direktur perusahaan
0
0%
•
Manajer keuangan/Akuntansi
9
9,28%
•
Pegawai
7
4
62
63,92%
• S1
35
36,08%
• S2
0
0% 0
• Akuntansi/manajemen/ekonomi
Tahun berdiri usaha
• 1980-1989
29
29,90%
• 1990-1999
23
23,71%
• 2000-2009
40
41,24%
20
• Yang lain
Jumlah karyawan
Jumlah harta atau asset
57,14% 15
42,86%
5
5,15%
• Kurang dari 4 orang
55
56,70%
• 5-19 orang
42
43,30%
• 20-100 orang
0
0%
• Yang lain 6
0%
Latar belakang pendidikan
• 2010 dan seterusnya 5
7,22%
• SMA
• Yang lain 3
Persentase
• Kurang dari Rp 50 juta
0 4
0% 4,12%
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
722
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
perusahaan
• Rp 50 juta-Rp500 juta
45
46,39%
• Rp 500 juta-Rp10 Milyar
23
23,71%
• Lebih dari 10Milyar
0
0%
• Tidak menjawab 7
Jumlah penjualan perusahaan per tahun
25
• Kurang dari Rp 300 juta
4
4,12%
• Rp 300 juta-Rp 2,5 Milyar
49
50,51%
• Rp 2,5 Milyar-Rp 50 Milyar
19
19,59%
• Lebih dari Rp50 Milyar
0
0%
• Tidak menjawab 8
Sumber pendanaan (modal) perusahaan
9
Apakah perusahaan bapak/ibu pernah melakukan pengukuran kinerja?
25,78%
25
25,78
•
100% Modal sendiri
59
60,82%
•
75-99% Modal sendiri
7
7,22%
•
50-74% Modal sendiri
31
31.06%
•
Kurang dari 50% modal sendiri
•
Pernah
•
Tidak Pernah
0 38
0% 38,17%
59
61,83
e. Bagian sistem pengukuran kinerja Pertanyaan pada bagian ini dibedakan menjadi 2 yaitu untuk: a. Perusahaan yang telah membuat laporan keuangan dan kinerja Pertanyaan-pertanyaan pada bagian ini ditujukan untuk mengetahui apakah perusahaan mempekerjakan karyawan khusus atau menggunakan jasa konsultan/akuntan untuk pencatatan akuntansinya, apakah pembuatan laporan keuangan dilakukan secara rutin, komponen laporan keuangan apa saja yang dibuat, apa tujuan perusahaan membuat laporan keuangan dan kinerja. b. Perusahaan yang tidak atau belum membuat laporan keuangan dan kinerja Pertanyaan pada bagian ini ditujukan untuk mengetahui alasan perusahaan tidak atau belum membuat laporan keuangan serta kinerja dan apakah perusahaan berencana untuk melakukan pencatatan akuntansi dan membuat laporan keuangan serta kinerja. Tabel 4 menunjukkan jumlah responden yang memiliki kesamaan pilihan jawaban terhadap pertanyaan pada bagian ini. Tabel 4.3. Bagian Sistem Pengukuran Kinerja Panel A No.
Pertanyaan
Jawaban
Jumlah
Persentase
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
723
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
1
Apakah pada perusahaan bapak/ibu
• Ya
56
57,73%
• Tidak
41
42,27%
melakukan pencatatan/pembukuan akuntansi? 2
3
Menurut bapak/ibu
• 1
0
0%
Seberapa pentingkah
• 2
5
5,15%
laporan kinerjan bagi tumbuh dan berkembangnya perusahaan (1 = sangat tidak penting ~ 5 = Sangat penting
• 3
15
15,46%
• 4
31
31,96%
Apakah terdapat kendala yang dihadapi
• Ada
• 5
46
48
47,43%
49,48%
• Tidak ada
49
50,51%
Jumlah
Persentase
12
21,43%
Perusahaan bapak/ibu saat ini terkait dengan pengukuran kinerja? (Jika ada sebutkan)
Panel B. Telah membuat laporan keuangan No. 1
2
Pertanyaan
Jawaban
Apakah bapak/ibu
• Ya
Mempekerjakan karyawan khusus untuk melakukan pencatatan akuntansi dan pengukuran kinerja?
• Tidak
Apakah bapak/ibu menggunakan jasa
• Ya
44
0
• Tidak
78,57%
0% 56
100%
konsultan/akuntan untuk pencatatan akuntansi dan pengukuran kinerja 3
Sejak kapan laporan kinerja pertama dibuat
• 1980-1989
0
0%
• 1990-1999
17
30,36
• 2000-2009
34
60,71%
• 2010 dan seterusnya 4
5
Apakah pencatatan
• Ya secara rutin
Akuntansi dan pengukuran kinerja dilakukan secara rutin
• Tidak
Apakah laporan kinerja disusun secara rutin?
• 3
5 56
100% 0
3
8,93%
0%
5,36%
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
724
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
6
Jika rutin, berapa kali dalam setahun
• 6
System pengukuran kinerja apa yang digunakan untuk mengukur kinerja
• Keuangan
0
0%
• Keuangan dan lainnya
0
0%
• Tidak tahu
56
100%
22
• 12
31
• Yang lain 7
8
39,28% 55,36%
0
0%
Komponen laporan kinerja apa saja yang
• Neraca
18
32,14%
• Laporan laba rugi
56
100%
disajikan selama ini (dapat lebih dari satu)
• Laporan perubahan modal
0
0%
Apakah dalam penyusunan laporan kinerja perusahaan menggunakan software
• Laporan arus kas
56
• Ya
12
• Tidak
100% 21,43%
44
78,57%
akuntansi? Sebutkan nama softwarenya 9
Apakah software tersebut sangat membantu dalam meningkatkan kualitas laporan kinerja yang
• Ya
5
41,66%
• Tidak
7
58,34%
dibuat oleh perusahaan bapak/ibu 10
Apakah tujuan bapak/ibu membuat laporan kinerja
• Keperluan internal
56
100%
• Keperluan eksternal
24
42,86%
• Yang lain 7
11
Apakah laporan kinerja yang dibuat selama ini telah memenuhi tujuan yang diinginkan
• Sudah
56
• Belum
1,78 100%
0
0%
Panel C. Tidak/belum membuat laporan keuangan No.
Pertanyaan
1
Apa alasan bapak/ibu tidak membuat pencatatan akuntansi dan pelaporan kinerja perusahaan
Jawaban
Jumlah
Persentase
• Tidak membutuhkan
8
19,51%
• Laporan kinerja itu sulit
3
7,32%
• Butuh biaya lebih/mahal
0
0%
• Tidak ada karyawan yang mengerti akuntansi
9
21,95% 21
51,22%
• Yang lain
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
725
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
2
Apakah bapak/ibu berencana untuk melakukan pencatatan
• Berencana
5
12,19%
• Tidak
36
87,81%
akuntansi dan membuat laporan kinerja bagi perusahaan
2.
Bagian Sistem Pengukuran Kinerja Berbasis Strategik UMKM
Pertanyaan pada bagian ini ditujukan untuk mengetahui apakah perusahaan telah mengetahui tentang adanya balanced scorecard, pendapat mereka tentang balanced scorecard, cara yang efektif untuk memperkenalkan balanced scorecard dan pertanyaan terakhir yang menjadi kesimpulan jawaban responden yaitu apakah perusahaan akan mengimplementasikannya di masa yang akan datang. Beberapa pertanyaan seperti cara yang efektif untuk memperkenalkan balanced scorecard kepada pengusaha UMKM, pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan sosialisasi balanced scorecard serta tantangan dan harapan dari penerapan balanced scorecard memungkinkan responden untuk memilih jawaban lebih dari satu. Tabel 5 memperlihatkan jumlah responden yang memiliki kesamaan jawaban untuk setiap pertanyaan pada bagian ini.
Tabel 4.4. Bagian Sistem Pengukuran Kinerja Berbasis Strategik UMKM Panel A. No. 1
2
Pertanyaan
Jawaban
Jumlah
Apakah bapak/ibu
• Sudah tahu
Sebelumnya telah mengetahui adanya BSC ?
• Belum tahu
Darimana bapak/ibu mendapatkan informasi terkait BSC tersebut
• Seminar atau pelatihan
0
0%
• Internet
0
0%
• Buletin/Majalah/Surat kabar 0
0%
0
4
5
Apakahbapak/ibu sudah pernah mendapatkan sosialisasi atau pelatihan mengenai BSC ini?
• Pernah
Apakah bapak/ibu
• Ya
cukup memahami isi dari BSC?
• Tidak
Apakah bapak/ibu mengetahui perbedaan antara pengukuran kinerja individu dengan BSC ?
• Ya
100%
0 0
• Belum pernah
• Tidak
0% 97
• Yang lain 3
Persentase
0% 0%
0
0
0%
0% 0
0
0% 0%
0
0%
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
726
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
Panel B. Berikan pendapat bapak/ibu terkait dengan BSC berikut 1 = sangat tidak setuju 2 = tidak setuju 3 = tidak ada pendapat 4 = setuju 5 = sangat setuju No. 1
Pertanyaan
Jawaban
BSC merupakan bentuk 1 komprehensif penyajian 2 pelaporan kinerja untuk 3 usaha UMKM
4
Jumlah
Persentase
0
0%
0
0%
67
69,07%
24
24,74%
5 2
BSC memberikan kemudahan bagi Pengusaha untuk menyajikan laporan kinerja
6
1
0
0%
2
0
0%
3
68
70,10%
4
26
26,80%
5 3
BSC mampu meningkatkan kualitas laporan kinerja UMKM
3
BSC mudah untuk dipahami oleh masyarakat umum
0
0%
2
0
0%
3
65
67,01%
4
23
23,71% 9
SC mempermudah mendapatkan akses Keunggulan bersaing
5
5,15%
2
36
37,11%
3
53
54,64%
4
3
3,10% 0
Masih perlu sosialisasi dan pelatihan terkait
0%
1
0
0%
2
0
0%
3
79
81,44%
4
18
18,56%
5 6
9,28%
1
5 5
3,10%
1
5 4
6,19
0
0%
1
0
0%
2
0
0%
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
727
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
penerapan BSC
3
0
0%
4
39
40,21%
5 7
8
58
Menurut bapak/ibu
• Seminar
97
100%
Bagaimana cara yang efektif untuk meperkenalka n & memberikan pelatihan terkait BSC
• Pemberian modul
29
29,90%
• Kursus
7
7,22%
• Pelatihan/Training
5
5,15%
Menurut bapak/ibu
• Kadin
74
76,29%
pihak manakah yang
• Kementerian UKM
0
0%
paling bertanggung jawab melakukan sosialisasi BSC ini
• Kementerian perindustrian dan perdagangan
28
28,87%
14
14,43%
• Yang lain
0
11
1,03%
Menurut bapak/ibu tantangan atau kendala apa saja yang mungkin akan dihadapi
• Tingkat pendidikan pengusaha UMKM yang relatif rendah
67
69,07%
• Bahasa standar akuntansi yang rumit
45
46,39%
Dalam penerapan BSC ini di waktu mendatang
• Pengusaha UMKM cenderung menyukai hal-hal yang praktis daripada teoritis.
13
13,40%
• Masalah waktu dan kesibukan pengusaha UMKM dalam mempelajari hal-hal yang teoritis. 10
0%
• Yang lain 1
9
59,79%
Jelaskan apa yang menjadi harapan bapak/ibu terkait dengan penerapan BSC di tahun 2013
Perusahaan saya mungkin akan
• Dapat mengembangkan sistem pengukuran kinerja UMKM dengan penjelasan yang sederhana dan tidak rumit
58 73
• Segera disosialisasikan kepada para pengusaha UMKM. • Ya • Tidak
59,79% 75,26%
24 43
24,74% 44,33%
54
55,67%
Mengimplementasikan BSC di masa yang akan datang
Berikut hasil tabulasi yang menunjukkan frekuensi nilai distribusi data yang berasal dari 97 responden. Tabulasi ini akan menunjukkan nilai distribusi data penelitian yang memiliki kesamaan kategori yaitu kategori UMKM yang siap mengimplementasikan BSC sejumlah 43 responden (44,33%) dan kategori UMKM yang tidak siap mengimplementasikan BSC sejumlah 54 responden (55,67%). Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
728
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
TIDAK SIAP IMPLEME NTASI 56%
SIAP IMPLEME NTASI 44%
Gambar 1 Tingkat Kesiapan Responden (Dalam Persentase) Sebanyak 43 responden dalam penelitian ini dikategorikan sebagai UMKM yang siap mengimplementasikan BSC karena menyatakan bahwa perusahaan mereka akan mengimplementasikan BSC di masa yang akan datang. Pada umumnya, perusahaan yang bersedia dan dikategorikan siap mengimplementasikan BSC ini telah memiliki sistem akuntansi yang cukup rapi dan tertata. Perusahaan-perusahaan ini biasa membuat pencatatan akuntansi dan laporan kinerja sederhana dengan frekuensi rata-rata satu tahun satu kali. Pada 54 responden lainnya yang dikategorikan sebagai UMKM yang tidak siap mengimplementasikan BSC, umumnya pencatatan dan pembuatan laporan keuangan dan kinerja tidak pernah dilakukan oleh perusahaan tersebut. Adapun alasan yang membuat perusahaan-perusahaan tersebut tidak melakukan pencatatan akuntansi dan pelaporan kinerja adalah sebagai berikut : 1. Pandangan bahwa akuntansi dan pelaporan kinerja itu sulit dan rumit. 2. Tidak tersedianya cukup waktu untuk melakukan pencatatan akuntansi dan membuat laporan kinerja. 3. Tidak terdapat kebutuhan untuk melakukan pencatatan akuntansi dan membuat laporan keinerja bagi usahanya. 4. Tidak tersedianya sumber daya manusia yang memadai untuk melakukan hal tersebut Keseluruhan responden dalam penelitian ini yaitu sejumlah 97 responden sama-sama belum mengetahui adanya BSC yang dapat diterapkan bagi UMKM sebagai alternatif system pengukuran kinerja yang lebih sederhana yang dapat digunakan untuk mengembangkan sistem pengukuran kinerja mereka. Namun, keseluruhan responden memberi masukan bagi pengembangan BSC ini khususnya untuk pengimplementasiannya. Para responden menjelaskan kendala-kendala yang mungkin dihadapi dalam pengimplementasian BSC adalah sebagai berikut: Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
729
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
1. Tingkat pendidikan para pengusaha UMKM yang hanya sampai tingkatan menengah atas. 2. Konsep pengukuran kinerja yang susah dipahami. 3. Pengusaha UMKM cenderung menyukai hal-hal yang praktis daripada teoritis. 4. Masalah waktu dan kesibukan pengusaha UMKM dalam mempelajari hal-hal yang teoritis juga menjadi salah satu kendala. Harapan-harapan pengusaha UMKM terkait dengan adanya BSC adalah:
1. Dapat mengembangkan sistem pengukuran kinerja UMKM dengan penjelasan yang sederhana dan tidak rumit untuk diterapkan. 2. Segera disosialisasikan kepada para pengusaha UMKM dengan cara seminar, pemberian modul, kursus atau pelatihan tertentu.
Kesimpulan Penelitian untuk menelaah kesiapan implementasi BSC pada UMKM di Surabaya dan Sidoarjo ini menunjukkan bahwa sebagian reponden UMKM di Surabaya dan Sidoarjo telah siap mengimplementasikan system pengukuran kinerja berbasis strategic atau BSC dan sebagian besar lainnya tidak siap mengimplementasikan BSC. UMKM yang dikelompokkan dalam kategori siap mengimplementasikan BSC adalah UMKM yang menyatakan diri bersedia untuk mengimplementasikan BSC di masa datang. Adapun sebagian besar UMKM yang siap adalah perusahaan yang telah memiliki sistem akuntansi yang cukup rapi dan tertata. Perusahaan-perusahaan ini biasa membuat pencatatan akuntansi dan laporan kinerja rata-rata satu bulan satu kali. UMKM yang terkategorikan sebagai UMKM yang tidak siap mengimplementasikan BSC adalah UMKM yang menyatakan diri tidak bersedia mengimplementasikan BSC karena umumnya pencatatan dan pembuatan laporan kinerja tidak pernah dilakukan oleh perusahaan tersebut dengan alasan bahwa akuntansi dan pengukuran kinerja itu sulit dan rumit serta tidak tersedianya cukup waktu dan SDM yang memadai untuk melakukan pencatatan akuntansi dan membuat laporan kinerja.
Keterbatasan dan Saran Penelitian ini memiliki keterbatasan berupa obyek penelitian yang hanya dikhususkan pada UMKM di Surabaya dan Sidoarjo sehingga hasil dan pembahasan hanya difokuskan pada obyek penelitian ini. Bagi penelitian selanjutnya yang akan mengambil topik yang sama sebaiknya obyek dan sampel penelitian lebih diperluas. Obyek penelitian dapat diambil dari UMKM di kota atau pulau yang berbeda dan sampel penelitian dapat lebih diperbanyak jumlahnya sehingga hasil data dapat lebih digeneralisasikan. Keterbatasan informasi mengenai BSC yang membuat sebagian UMKM tidak siap mengimplementasikannya membutuhkan sosialisasi BSC yang perlu dilaksanakan segera agar UMKM dapat memiliki informasi yang memadai mengenai manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya BSC.
DAFTAR PUSTAKA Chen, C., dan K. Jones. 2009. Are employees buying the balanced scorecard? Management Accounting Quarterly 11 (1) (Fall): 36-44. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
730
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
De Geuser, F., S. Mooraj, dan D. Oyon. 2009. Does the balanced scorecard add value? Empirical evidence on its effect on performance. European AccountingReview 18 (1): 93-122. Gaspersz, Vincent, 2006, Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced Scorecard dengan Six Sigma – Untuk Organisasi Bisnis dan Pemerintah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Gaspersz, Vincent, 2007, Organizational Excellence – Model Strategik Menuju World Class Quality Company, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Gibson,B, Cassar,G. (2002). “Planning Behavior Variables in Small Firms.” Journal of Small Business Management. 40(3): pp.171-186. Govindarajan, V., dan A. Gupta. 1985. Linking control systems to business unit strategy: Impact on performance. Accounting Organization and Society 10 (1): 51-66. Hoque, Z., dan W. James. 2000. Linking balanced scorecard measures to size and market factors: Impact on organizational performance. Journal of Management Accounting Reseaqrch 12: 117. Islam, M, dan F. Kellermanns. 2006. Firm-and individual-level determination of balanced scorecard usage. Canadian Accounting Perspectives 5 (2): 181-207. Johanson, U., M. Skoog, A. Backlund, dan R. Almqvist. 2006. Balancing dilemmas of the balancd scorecard. Accounting, Auditing &Accountability Journal 19 (6): 842-857. Kaplan, R. S. dan D. P. Norton. 1997. Translating Stretegy Into Action The Balanced Scorecard. Harvard Business Scholl Press. Boston, Massachusetts. Kaplan, R., dan D. Norton. 1992. The balanced scorecard-measures that drive performance. Harvard Business Review 70 (1) (Jan): 71-79. ________, 2001a. Transforming the balanced scorecard from performance measurement to strategic management. Part I. Accounting Horizons 15 (1) (Mar): 87-104. Khandawala, P. 1972. The effect of different types of competition on the use of management controls. Journal of Accounting Research 10 (2): 275-285. Langfield-Smith, K. 2007. A review of quantitatvie research in management control systems and strategy. Handbook of Management Accounting Research 2: 753-783. Maiga, A., dan F. Jacobs. 2003. Balanced scorecard, activity based costing and company performance: An empirical analysis. Journal of Managerial Issues 15 (3): 283-301. Miles, R., C. Snow., dan A. Meyer. 1978. Organiztional strategy, structure, and process. Academy of Management the Academy of Management Review 3 (3): 546-562. Miller,C.C, Cardinal,L.B. (1994). “Strategic Planning and Firm Performance: A Synthesis of More Than Decades of Research. “Academy of Management Journal”Vol 37 No 6: pp.1649-1665. Mintzberg, H. 1978. Patterns in strategy formation. Management Science 24 (9): 934-948. Mintzberg, H.(1994). “The Fall and Rise of Strategic Planning.” Harvard Business Review. JanuaryFebruary :pp.107-114. Prentice Hall International. Mulyadi dan J. Setyawan 2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Perusahaan. Edisi Kedua. Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Mulyadi, 2001. Balanced Scorecard; Alat Manajemen Kontemporer Untuk Pelipatgandakan Kinerja Laporan Keuangan Perusahaan, Cetakan Kesatu, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Niven, Paul R., 2007, Balanced Scorecard Diagnostic – Mempertahankan Kinerja Maksimal, Jakarta: Elex Media Computindo. Parnell, J.A. (2002). “Competititive Strategy Research. Current Challenges and New Directions. “Journal of Management Research”Vol 2 No 1 April 2002: pp.1-8. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
731
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014
Pearce,J.A, Freeman,E.B, Robinson,R.B. (1987). “The Tenous Link Between Formal Strategic Planning and Financial Performance “Academy of Management review Vol 12: pp.658-675. Phillips,P.A. (2000). “The Strategic Planning/Finance Interface: Does Sophistication Really Matter? “Management Decison Vol 38/8: pp.541-549. Porter, M. 1980. Competitive Strategy. New York. NY: Free Press. Rue,L.W, Ibrahim,N.A.(1998). “The Ralationship between Planning Sophistication and Performance in Small Businesses” Journal of Small Business Managment” October 1998, pp.24-32. Sapienza,H.J; Smith,K.G and M.J Gamon. (1988).” Using Subjective Evaluations of Organizational Performance in Small Business Research”.American Journal of Small Business. Winter:pp.45-60. Shrader,C.B, Mulford,C.L, Blackburn,V.L (1989). “Strategic and Operational Planning Uncertainty, and Performance In Small Firms “Journal of Small Business Management” October 1989, pp.45-60. Slater,S.F; Narver,J.C. (1997). “ Information Search Style & Business Performance in Dynamic and Stable Environment “ An Exploratory Study, Marketing Science Institude Working Paper, report no.97-104: pp.1-29. Sugiyanto, Eko dan Kasyful Anwar, Balanced Scorecard sebagai Sistem Manajemen Strategi, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.2, No.1: 15-24, 2003. Venkatraman, dan V.Ramanujam. 1986. Measurement of Business Performance in Strategy Research: a Comparison of Approaches. Academy of Management Review, Vol 11, pp801-814. Wibowo. 2008. Manajemen Kinerja. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana
732