PENGEMBANGAN MODEL PELAYANAN BIMBINGAN DAN KONSELING BEHAVIORAL BAGI SISWA BERKESULITAN BELAJAR Salma Bau
Guru SMP Negeri 1 Limboto Abstrak Persoalan yang kita hadapi dari waktu kewaktu tampaknya makin lama makin kompleks, baik persoalan yang berhubungan dengan pribadinya, keluarganya, pekerjaanya, dan masalah kehidupan secara umum. Kompleksitas masalah itu telah mengarahkan sebagian dari kita mengalami konflikkonflik dan hambatan dalam memenuhi apa yang kita harapkan, bahkan sampai dapat menimbulkan tekanan yang sangat mengganggu. Kompleksitas masalah demikian inilah yang diantaranya menuntut adanya media yang dapat membantu mengatasi segenap permasalahan kehidupan kita sehari-hari. Konseling merupakan salah satu upaya untuk membantu mengatasi konflik, hambatan, dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan kita, sekaligus sebagai upaya peningkatan kesehatan mental. Konseling merupakan satu diantara bentuk upaya bantuan yang secara khusus dirancang untuk mengatasi persoalan-persoalan yang kita hadapi. Kata Kunci: Layanan, konseling, dan behavioral PENDAHULUAN Kemajuan konseling ini sejalan dengan kemajuan masyarakat. Pekejaan di masyarakat kita sudah terdiferensiasi ke arah yang lebih baik. Pekerjaan-pekerjaan yang semula satu jenis, kini mulai terbagi menjadi bagian-bagian yang amat spesifik, misalnya konseling sebagai salah satu hubungan pemberian bantuan yang profesional. Dalam perkembangan terakhir ini kita ketahui bahwa konseling ini begitu sangat pesat baik dari segi riset-riset yang dilakukan maupun teknik-teknik yang dikembangkanya. Perkembangan lembaga-lembaga pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan khusus dan meningkatmya kebutuhan masyarakat akan bantuan dalam memecahkan persoalan-persoalan pribadi telah mendorong bagi tumbuhnya pekerjaan konseling sebagai pekerjaan profesional. Sebagai pekerjaan profesional, konseling tentu memiliki fungsi dan cara kerja yang khas sesuai dengan bidang keilmuanya. Saat ini konseling merupakan pekerjaan yang sama pentingnya dengan bidang pekerjaan profesional lain. Konseling Profesional merupakan Layanan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan dengan sungguh-sungguh dan dapat dipertanggung jawabkan dasar keilmuan dan teknologinya (Sugiarto, 2006). Pendekatan konseling hakekatnya merupakan sistem konseling yang dirancang dan didesain berdasarkan teori-teori dan terapan-terapanya, sehingga mewujudkan suatu struktur performansi konseling. Bagi konselor, penggunaan pendekatan konseling merupakan pertanggungjawaban ilmiyah dan teknologis dalam penyelenggaraan konseling. Sebagai konsekuensinya memahami berbagai pendekatan teoritis merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh konselor dalam praktek konseling profesional. Salah satu pendekatan yang berorientasi pada tingkah laku manusia adalah pendekatan behavioral. Menurut pendekatan ini seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan tingkah laku tersebut dapat dirubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar. Kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dimana individu dalam proses belajar menemukan adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Kondisi ini memberikan ketidaknyamanan pada diri individu, sehingga hambatan-hambatan tersebut perlu dihilangkan, dialihkan, atau dimodifikasikan melalui proses kegiatan konseling. Salah satunya dengan menggunakan pendekatan behavioral.
KAJIAN TEORETIK PENDEKATAN KONSELING BEHAVIORAL 1. Konsep Dasar Pendekatan Konseling Behavioral Sejalan dengan pendekatan yang digunakan dalam teori behavioral, konseling behavioral menaruh perhatian pada upaya perubahan perilaku. Saat ini konseling/terapi behavioral berkembang pesat dengan ditemukannya sejumlah teknik-teknik pengubahan perilaku, baik yang menekankan pada aspek fisiologis, perilaku, maupun kognitif (Hackmann, 1993 ). Rahman (1963) dan Wolpe (1963)
mengemukakan bahwa terapi behavioral dapat menangani masalah perilaku mulai dari kagagalan individu untuk belajar merespon serta adaptif hingga mengatasi gejala neurosis. 2. Pandangan Mengenai Manusia Dalam pandangan behavioral, kepribadian manusia itu pada hakekatnya adalah perilaku. Perilaku dibentuk berdasarkan hasil dari segenap pengalamannya berupa interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya. Tidak ada manusia yang sama, karena kenyataanya manusia memiliki pengalaman yang berbeda dalam kehidupanya. Kepripadian sesorang merupakan cerminan dari pengalaman, yaitu situasi stimulus yang diterimanya. 3. Aplikasi Pendekatan Behavioral dalam konseling Konseling behavioral ini dalam berbagai eksperimen mampu mengatasi masalah-masalah klien yang mengalami hambatan perilaku seperti: pobia, cemas, gangguan seksual, penggunaan Zat adiktif, obsesi, depresi, gangguan kepribadian, serta sejumlah gangguan pada anak. Hackmann, (1993). Lebih dari itu sebagai sanggahan terhadap kritik-kritikyang ditujukan kepada pendekatan ini. Rachman (1963) dan Wolpe (1963) menegaskan bahwa konseling behavioral tidak hanya mengatasi simptom yang bersifat permukaan saja, tetapi juga mengatasi masalah-masalah yang mendalam, bahkan dapat mengubah perilaku dalam jangka panjang. a. Tujuan Konseling Behavioral Tujuan konseling behavioral adalah untuk membantu klien membuang respon-respon yang lama yang merusak diri, dan mempelajari respon-respon yang baru yang lebih sehat. Terapi ini berbeda dengan terapi lain, pendekatan ini ditandai oleh: 1. Berfokus pada perilaku yang tampak dan spesifik. 2. Memerlukam kecermatan dalam perumusan tujuan terapeutik. 3. Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien 4. Penaksiran obyektif atas tujuan terapetik. Berdasarkan karakteristik ini sangat jelas bahwa konseling behavioral secara konsisten menaruh perhatian pada perilaku yang tampak. Perilaku yang tidak tampak dan bersifat umum harus dirumuskan menjadi lebih spesifik. Tujuan konseling harus cermat, jelas dan dapat dicapai dengan prosedur tertentu. Kecermatan penentuan tujuan sangat membantu konselor dan klien dalam memilih prosedur perlakuan yang tepat, dan sekaligus mempermudah mengevaluasi keberhasilan konseling. Selanjutnya Krumboltz dan Thoresen (Shertzer dan Stone, 1980) menyatakan bahwa konseling behavioral hakikatnya merupakan suatu proses membantu individu untuk “belajar” memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu. Penekanan kata belajar dalam proposisi di atas adalah atas pertimbangan bahwa konselor membantu klien belajar atau mengubah tingkah lakunya. Konselor berperan dalam membantu proses belajar dengan menciptakan kondisi yang sedemikian rupa sehingga klien dapat memecahkan masalahnya dan mengubah tingkah lakunya. b. Peran Konselor dalam Proses Konseling Konselor behavioral memiliki peran yang sangat penting dalam membantu klien. Wolpe mengemukakan peran yang harus dilakukan konselor, yaitu bersikap menerima, mencoba memahami klien dan apa yang dikemukakan tanpa menilai atau mengkritiknya. Dalam hal ini menciptakan iklim yang baik adalah sangat penting untuk mempermudah melakukan modifikasi perilaku. Konselor lebih berperan sebagai guru yang membantu klien melakukan teknik-teknik modifikasi perilaku yang sesuai dengan masalah, tujuan yang hendak dicapai. Dalam hubungan konselor dengan klien beberapa hal di bawah ini harus dilakukan - Konselor memahami dan menerima klien. - Keduanya bekerja sama. - Konselor memberikan bantuan ke arah yang diinginkan klien. Konseling harus dibangun secara spesifik karena konseling membutuhkan hubungan yang bersifat kekeluargaan diantaranya perlu adanya keterbukaan, pemahaman, penghargaan secara positif tanpa syarat, dan empati. Disamping itu peran konselor yang efektif adalah: 1. Senantiasa mengetahui dan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan yang terjadi, memahami kebutuhan psikologis siswa, penuh perhatian hangat, mampu berempati kepada siswa, dan dapat bersikap sebagai teman, orang tua, guru serta ramah dan supel. 2. Lebih senang dan aktif mendengar dari pada menggurui, mampu memberi nasihat pada situasi yang tepat dan diperlukan tanpa melukai perasaan siswa. 3. Mengetahui perkembangan dunia remaja dan idolanya dan senang serta mampu berbicara bahasa
remaja tanpa harus kehilangan dan berkurang kewibawaanya. 4. Bersikap proaktif untuk berbincang dengan siswa, sebelum mereka bermasalah (merubah tradisi memanggil siswa yang bermasalah). 5. Berbincang dengan siswa tentang manfaat dan sisi positif tentang perubahan lingkungan secara bijak, dan menghindar untuk mencela sisi negatif yang justru sedang digandrungi siswa sesuai dengan perkembangan jiwa remaja mereka. c. Peran Klien dalam Proses Konseling Klien berperan aktif dalam proses konseling dan merupakan orang yang perlu memperoleh perhatian sehubungan dengan masalah yang dihadapinya. Keberhasilan konseling, selain karena faktor kondisi yang diciptakan konselor, cara penanganan, dan aspek konselor sendiri, ditentukan pula oleh faktor klien. Siapakah klien itu ? Peran klien menurut Prayitno adalah Klien adalah seorang individu yang sedang mengalami masalah, atau setidak-tidaknya sedang mengalami sesuatu yang ingin ia sampaikan kepada oarang lain. Klien menanggung semacam beban, uneg-uneg, atau mengalami suatu kekurangan yang ia ingin isi; atau ada sesuatu yang ingin dan/atau perlu dikembangkan pada dirinya; semuanya itu agar ia mendapatkan suasana fikiran dan/aaatau perasaan yang lebih ringan, memperoleh nilai tambah, hidup lebih berarti, dan hal-hal positif lainnya dalam menjalani hidup sehari-hari dalam rangka kehidupan dirinya secara menyeluruh Klien datang dan bertemu Konselor dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang datang sendiri dengan kemauan yang kuat untuk memenuhi Konselor (self-referral); ada yang datang dengan perantaraan orang lain; bahkan ada yang datang (mungkin terpaksa) karena didorong atau diperintah oleh pihak lain. Kedatangan klien bertemu konselor disertai dengan kondisi tertentu yang ada pada diri klien itu sendiri. Dalam pada itu, apapun latar belakang kedatangan klien, dan bagaimanapun juga kondisi diri klien sejak paling awal pertemuannya dengan konselor, semuanya itu harus disikapi oleh konselor dengan penerapan asas kekinian da prinsip “klien tidak pernah salah” (KTPS). Apapun latar belakang dan kondisi klien yang datang menemui Konselor, semuanya itu perlu mendapatkan perhatian dan penanganan sepenuhnya oleh Konselor. Melalui proses pelayanan konseling perorangan, klien bersama Konselor melakukan upaya tersinergikan untuk mencapai tujuan layanan. Dari segi klien, keefektifan layanan konseling perorangan ditentukan oleh kondisi klien sejak sebelum bertemu Konselor sampai dengan aktifitas klien pasca layanan konseling perorangan. Pada diri klien, keefektifan layanan konseling perorangan mengikuti pentahapan berikut: (1) Klien menyadari bahwa dirinya bermasalah, (2) Klien menyadari bahwa dirinya memerlukan bantuan untuk mengentaskan masalah yang dialaminya, (3) Klien mencari sumber (dalam hal ini Konselor) yang dapat memberikan bantuan, (4) Klien terlibat secara aktif dalam proses perbantuan (dalam hal ini proses konseling perorangan) Secara umum bahwa siswa dalam proses pembelajaran akan menampilkan perilaku kesulitan belajar.. Berdasarakan penelitian (Saccazzo, 1978:57) yang paling banyak menjadi harapan klien datang ke konselor adalah untuk mengatasi kesulitan dan masalah yang sebenarnya yang sedang dialaminya (mencapai 95%), dan harapan agar orang lain menanggapinya sebagaimana layaknya (mencapai 91%). Bantuan yang sungguh-sungguh dan tulus dari konselor berarti klien memperoleh dorongan sosial dari pihak lain, dan hal ini lebih memungkinkan klien dapat mengatasi masalah yang dihadapi. Karena klien membawa masalah dan memiliki keinginan tertentu untuk dapat diselesaikan melalui hubungan konseling, konselor tentunya tidak dapat menghindar. Justru sebaliknya ia dapat memanfaatkan keinginan klien itu sebagai motivasi untuk mengubah dirinya atas masalahnya yang dirasakan. B. MASALAH KESULITAN BELAJAR 1. Pengertian kesulitan belajar Kesulitan belajar merupakan terjemahan yang kurang tepat dari learning disabilities tetapi lebih disukai karena istilah tersebut lebih prospektif. Terjemahan yang tepat dari learning disabilities adalah ketidak mampuan belajar. Gejalanya adalah individu tidak mampu atau menghindari belajar. Sehingga hasil belajar yang dicapai berada dibawah potensi intelektualnya. Individu yang bersangkutan tidak mau mengikuti proses belajar mengajar. Tidak ingin memperoleh beban dan tugas-tugas yang diberikan tidak mau mengikuti proses beajar mengajar damn masa bodoh. Jadi ketidak mampuan belajar disebabkan oleh berbagai hal. Kategori ini juga dapat diketahui lebih jelas dengan melakukan pengukuran obyektif yang dapat mengungkapkan kemampuan umum dan kemampuan khusus yang dimilikinya, melalui tes inteligensi dan tes bakat. 2. Manifestasi Tingkah Laku Kesulitan Belajar
Manifestasi atau perwujudan bentuk tingkah laku belajae sangat bermacam-macam, ada yang kongkrit dan ada yang abstrak. Suatu sebab kesulitan belajar mempunyai akibat berbeda dengan sebab lainnya, bahkan suatu sebab kadangkala berakibat beberapa bentuk gejala tingkah laku sebagai kesulitan belajar. Berdasarkan distribusi normal dalam statistik, seorang biasanya dapat dikatakan berhasil jika dapat menguasai 60% dari tujuan yang harus dicapai. Presentasi penguasaan ini dapat ditingkatkan sesuai tuntutan peningkatan mutu pendidikan ditinjau dari hasil belajar. Hasil pengukuran dan evaluasi, yang diperoleh dari akhir smester dalam bentuk tes sumatif yang mengungkapkan pencapaian tujuan kurikulum, sedangkan hasil yang diperoleh dari tes formatif dari setiap akhir pengajaran mengungkapkan pencapaian tujuan kompetensi dasar. Jadi kegagalan mencapai tujuan yang telah dirumuskan merupakan salah satu kriteria kesulitan atau hambatan dalam belajar. . BAB III METODOLOGI PENGEMBANGAN Setting: Kegiatan ini dilaksanakan pada siswa di tiga SMP Limboto Kabupaten Gorotalo Tahun pelajaran 2011/2012. (tempat pengembangan model pelayanan dilakukan) Subyek: Pelaksanaan ini dilakukan pada siswa berkesulitan belajar. (Subyek yang menjadi responden pengembangan). Alat dan Tehnik Pengumpulan Data: Angket, Instumen dan Observasi, wawancara dan Studi kepustakaan Prosedur Pengembangan model konseling perorangan Tahap I a- Kondisi obyektif lapangan Kegiatan yang dilakukan peneliti pada tahap ini adalah sebagai berikut: Studi Evaluatif Kondisi Lapangan yaitu mencari informasi untuk pengembangan (memotret kondisi obyektif di lapangan) yang meliputi: a. Mendiskripsikan temuan kesulitan belajar siswa yang berorientasi pada pencegahan terhadap gangguan kepribadian, pengatasan masalah kesulitan belajar, dan kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhan kepribadian. b. Mendiskripsikan temuan penelitian tentang kondisi obyektif lingkungan belajar siswa di sekolah. c. Mendiskripsikan temuan penelitian tentang implememtasi aktual konseling perorangan di SMP. Hasil Penelitian Kegiatan yang dilakukan peneliti pada tahap ini adalah sebagai berikut: a. Studi Evaluatif dengan menggunakan kuesioner, wawancara, dan observasi dan observasi sebagai langkah awal pengembangan, yaitu memotret kondisi obyektif di lapangan untuk mendapatkan gambaran umum tentang kesulitan belajar siswa, langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan belajar dan implementasi aktual layanan konseling perorangan di SMP/MTs. Kajian teoritik dan Kajian Ketentuan Formal Krumboltz dan Thoresen (Shertzer dan Stone, 1980) menyatakan bahwa konseling behavioral hakikatnya merupakan suatu proses membantu individu untuk “belajar” memecahkan masalah interpersonal, emosional, dan keputusan tertentu. Penekanan kata belajar dalam proposisi di atas adalah atas pertimbangan bahwa konselor membantu klien belajar atau mengubah tingkah lakunya. Konselor berperan dalam membantu proses belajar dengan menciptakan kondisi yang sedemikian rupa sehingga klien dapat memecahkan masalahnya dan mengubah tingkah lakunya Kajian ketentuan formal Sekolah merupakan lembaga formal memiliki program-program direncanakan, dilaksanakan serta dinilai secara formal berdasarkan peraturan yang berlaku. Di sekolah siswa akan berhadapan dengan orang-orang baru, benda-benda baru yang berbeda dengan lingkungan keluarga. Guru dan teman-teman sekelas memiliki cara, pola tingkah laku dan peraturan yang berlainan dibandingkan dengan anak dirumah. Tugas sekolah merupakan hal yang harus dikerjakan, berbeda dengan tugas
rumah yang kadang-kadang masih dapat dibantah, ini merupakan tekanan sendiri bagi perasaan anak. Pada sisi lain, pelajaran dan pengalaman yang lebih luas di sekolah mempengaruhi anak. Pengetahuan baru yang diperoleh anak membuat gembira dan lebih pandai. Pergaulan dengan teman-teman baru dapat menjadikan anak lebih terampil menggunakan kelengkapan motorik. Pola kepemimpinan kepala sekolah dan guru menyenangkan, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “aktif melakukan sesuatu” di dalam proses belajar mengajar, dan pihak sekolah dan pihak sekolah memberi penghargaan kepada siswa yang berprestasi. Sikap personil sekolah membuat siswa tentram di sekolah, suasana hubungan semua personil dengan siswa dan siswa lain cukup akrab. Kehadiran guru dalam mengajar cukup rajin, dan tata tertib sekolah diterapkan secar fleksibel. Kondisi linkungan sekolah yang kurang menunjang kebutuhan siswa, yaitu masih ada anggapan dari warga sekolah bahwa siswa yang berhubungan dengan konselor dalam kaitan dengan konseling dianggap sebagai siswa kurang mampu, bermasalah, sehingga menimbulkan motivasi siswa untuk meminta bantuan menjadi rendah. Konselor kurang dapat mensosialisasikan pentingnya layanan konseling bagi siswa, kurang terampil dalam melakukan layanan konseling khususnya konseling perorangan siswa sebagai klien, dan ruang konseling kurang mendukung untuk pelaksanaan kegiatan konseling perorangan.. b. Model Hipotetik Pengembangan Model Pelayanan Bimbingan dan Konseling di sekolah Model hipotetik pengembangan model pelayanan bimbingan dan konseling berdasarkan pendekatan sistem di SMPN/MTs Kabupaten Gorontalo. Ini dilakukan melalui enam tahap kegiatan, yaitu: tahap 1: persiapan, tahap II: merancang model hipotetik, tahap III: uji-kelayakan model hipotetik, tahap IV: perbaikan model hipotetik, tahap V:uji-lapangan model hipotetik, tahap VI: merancang model “akhir”. c. Uji kelayakan Model Hipotetik a. Kerangka kerja kolaboratif dalam Uji- kelayakan model konseling perorangan ini diwujudkan melalui kegiatan seminar dan lokakarya dengan personil yang terlibat langsung dalam implementasi model, didukung oleh 1 ahli sebagai nara sumber, 1 dosen bimbingan konseling, dan 19 orang konselor SMP/MTs Kabupaten Gorontalo. b. Diskripsi hasil pelaksanaan uji kelayakan Berdasarkan hasil pelaksanaan Uji kelayakan peneliti melakukan kegiatan yaitu: Evaluasi hasil Uji kelayakan model hepotetik yakni: Evaluasi pelaksanaan kegiatan konseling di sekolah termasuk konseling perorangan belum terlaksana sebagaimana mestinya.Evaluasi yang dilakukan oleh konselor belum rutin dan baru terbatas pada evaluasi kesesuaian antara program dengan pelaksanaan. Aspek lain yang belum di evaluasi yaitu hambatan dampak layanan terhadap kegiatan belajar mengajar, respon siswa personil sekolah, orang tua dan masyarakat terhadap layanan konseling pada umumya dan konseling perorangan pada khususnya, perubahan perilaku siswa dilihat dari pencapaian tujuan layanan konseling perorangan, pemanfaatan siswa terhadap hasil layanan konseling prorangan, kesulitan belajar dan hasil belajar, dan keberhasilan siswa setelah menamatkan sekolah maupun dalam kehidupan masyarakat. d Perbaikan Model Hipotetik Berdasarakan hasil Pengembangan model konseling perorangan di SMP dirancang untuk mengubah sistem menjadi efektif. Efektif artinya menghasilkan keluaran sesuai yang diinginkan atau dapat bekerja, melayani dan berhasil mencapai tujuan yang ditetapkan. Keefektifan sebuah sistem konseling perorangan akan berpengaruh terhadap keefektifan siswa dalam mencapai tujuan. Oleh karena itu agar konseling perorangan dapat efektif harus dibangun mendasarkan pada kerangka kerja sistem yang terdiri dari komponen-komponen sisten yang tangguh sehingga dapat beroperasi secara baik yakni kerja sama yang harmonis antar komponen secara langsung mempengaruhi hasil
Uji- Lapangan model konseling perorangan Uji-lapangan model konseling perorangan, dimaksudkan untuk menguji implementasi model konseling perorangan, tingkat aseptabilitas konselor dalam mengimplementasikan model konseling perorangan, dan dampak intervensi konseling perorangan terhadap mutu layanan konseling di SMP/Mts
Uji-lapangan model konseling perorangan dilaksanakan di SMPN 1 Limboto, SMPN 1 Tibawa Kabupaten Gorontalo selama 10 hari, yaitu kelima September 2011 sampai minggu pertama 2011, Sasaran uji-lapangan adalah konselor, siswa (klien) dan kepala sekolah. Dalam uji-lapangan model konseling perorangan hipotetik ini menggunakan pendekatan penelitian “partisipatif-kolaboratif”, dimana peneliti berpartisipasi dan kerja sama dengan praktisi di sekolah dalam mengimplementasikan model. Kegiatan uji-lapangan model meliputi: persiapan uji-lapangan, pelaksanaan uji-lapangan, penilaian. e. Uji Coba Pelaksanaan Terbatas a. Persiapan uji-lapangan Peneliti bersama konselor dan kepala sekolah melakukan kegiatan-kegiatan. 1. mengembangkan program uji-lapangan 2. mempersiapakan sarana yang diperlukan dalam pelaksanaan uji-lapangan 3. mempersiapkan konselor dengan cara menetapkan, melatih dan memotivasi konselor. b. Pelaksanaan Uji-lapangan Keterlibatan peneliti, konselor, kepala sekolah dan siswa dalam mengimplementasikan konseling perorangan adalah sebagai berikut: 1. Peneliti bersama konselor sekolah menyelenggarakan konseling perorangan kepada siswa asuh yang menjadi tanggung jawab 2. Keterlibatan konselor dan peneliti dalam Uji-lapangan, yaitu a. menyiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan dalam konseling perorangan. b. melaksanakan konselimg perorangan terhadap sejumlah siswa bermasalah. c. melaksanakan monitoring dan evaluasi proses konseling perorangan d. membahas dampak konseling perorangan 3. Keterlibatan kepala sekolah dalam pelaksanaan uji-lapangan, yaitu: a. melakukan dialog dengan peneliti menngenai kedudukan, visi,misi dan tujuan konseling perorangan dalam keseluruhan penyelenggaraa pendidikan. b. memberikan dukungan sepenuhnya rehadap pengembangan model konseling yang akan diujilapangan di sekolah. c. menyediakan fasilitas yang diperlukan untuk uji-lapangan model konseling perorangan. 4. Keterlibatan siswa dalam konseling perorangan, yaitu: a. mengikuti kegiatan layanan konseling perorangan b. memberikan balikan tentang pelaksanaan dan hasil konseling perorangan. 5. Peneliti memonitoring dan mengevaluasi pelaksanaan konseling perorangan yang dilakukan oleh konselor. 6. Konselor memonitoring dan mengevaluasi dampak dari implementasi konseling perorangan terhadap mutu layanan konseling yang diberikan kepada siswa. Hasil monitoring dan evaluasi peneliti dan konselor tersebut merupakan bahan untuk mengadakan perbaikan model konseling perorangan. 7. Melalui informasi, peneliti menumbuhkan motivasi konselor dengan cara meminta bantuan untuk secara bersama-sama mengimplementasikan model konseling perorangan berdasarkan pendekatan sistem hasil penelitian ini, dan menjelaskan manfaat besar yang akan diperole baik bagi konselor, siswa, sekolah maupun bagi peneliti. 8. Peneliti mendorong konselor dan kepala sekolah dengan cara memberi saran untuk: a. berkemauan menyusun program konseling kelompok di waktu-waktu mendatang yang lebih didasarkan pada analisis kebutuhan nyata siswa b. menyadiakan sarana dan prasarana konseling perorangan yang lebih memadai dibandingkan dengan yang ada sekarang (jika dimunkinkan). e. meningkatkan profesionalitas dan kuantitas konselor, seperti: meningkatkan kemampuan dan ketrampilan konselor di bidang melalui seminar, lokakaaarya, pembinaan dan pengembangan sejawat, dan lain-lain, dan mengajukan usulan menambah jumlah konselor. c. Evaluasi Pelaksanaan Uji-lapangan Ada tiga dimensi yang dievaluasi dalam pelaksanaan uji-lapangan ini, yaitu: 1. Berkenaan dengan implementasi model konseling perorangan, 2. Tingkat akseptabilitas konselor dalam mengimplementasi model konseling perorangan 3. Dampak intervensi model konseling perorangan terhadap mutu layanan konseling di SMPN
d. Hasil Uji-Lapangan Deskripsi hasil Uji-lapangan model konseling perorangan yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi: implementasi model konseling perorangan, akseptabilitas konselor, dampak intervensi model konseling perorangan, dan sustainability model konseling perorangan setelah ujilapangan =Implementasi model konseling perorangan Pelaksanaan implementasi model dilakukan melalui langkah-langkah pendekatan kepada kepala sekolah, penyiapan konselor, penyiapan lingkungan, dan penyiapan panduan model konseling perorangan. Pendekatan kepada kepala sekolah merupakan langkah awal yang penting untuk diizinkan dan diwujudkan pelaksanaan uji-lapangan, karena kepala sekolah memiliki peranan yang besar untuk memobilisasi konselor, siswa dan fasilitas. Pda dasarya kepala SMP N1 Limboto, SMP N1 Tibawa Kabupaten Gorontalo menunjukkan dukungan sangat besar pada kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan implementasi model ini. Dukungan kepala sekolah dalam penelitian ini ditunjukkan pula dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut : 1. melakukn dialog dengan peneliti mengenai model konseling perorangan dan kedudukanya dalam keseluruhan penyelenggaraan pendidikan, 2. memberikan dukungan sepenuhnya terhadap penyelenggaraan implementasi pengembangan model konseling perorangan di sekolah. 3. menyediakan fasilitas yang diperlukan bagi terselenggaranya implementasi model konseling perorangan Sebelum dilakukan uji-lapangan, peneliti terlebih dahulu melakukan sssosialisasi dan pelatihan cara menggunakan model konseling perorangan berdasarkan pendekatan sistim yang akan diimplementasikan. Pelatihan untuk masing-masing sekolah diselenggaraakan sehari pada awal akan dilaksanakan implementasi yang dihadri oleh konselor . Kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan uji-lapangan adalah mengimplememtasikan model konseling perorangan berdasarkan pendekatan sistim yang dilakukan oleh sekolompok siswa 20 orang berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan. Konselor yang melaksanakan implementasi model konseling perorangan di SMP 1 Limboto, SMPN 1 Tibawa telah mengikuti worskhop, dan mengikuti seminar model konseling kolompok hipotetik. di SMAN 1 Limboto Kabupaten Gorontalo pada tanggal 24 Oktober 2011 Siswa yang dikenai uji-lapangan minggu ke V Oktober dan Minggu 1 November 2011. Pertemuan yang dilakukan oleh konselor dalam melaksanakan uji-lapangan 3 kali pertemuan. = Tingkat akseptabilitas konselor dalam mengimplementasi model konseling perorangan di SMP Konselor di SMPN 1 Limboto, SMPN 1 Tibawa dikenai uji-lapangan, setelah melaksanakan implementasi model konseling perorangan dapat disimpukan memiliki tingkat aseptabilitas yang tinggi. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya pernyataan dari konselor bahwa model konseling perorangan yang telah di implementasikan yaitu : a, mudah dipahami. b,mudah dilaksanakan, c, bersifat fleksibel, artinya dapat digunakan untuk membantu siswa tidak hanya terfokus pada pengentasan masalah, tetapi juga pada pencegahan, pengembangan kepribadian, d, pencapaian target sasaran konseling perorangan tinggi, e, motivasi siswa untuk memanfaatkan layanan konselimg perorangan tinggi, f, motivasi konselor untuk memanfaatkan model konseling perorangan dalam memenuhin kebutuhan siswa tinggi, g, adanya komitmen dari konselor untuk mengupayakan ke arah melestarikan model konseling perorangan berdasarkan pendekatan sitim ini setelah ujilapangan. = Dampak Intervensi model konseling perorangan terhadap mutu layanan konseling di SMP/MTs a. Dampak terhadap siswa Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi mengenai manfaat layanan konseling kelompok yang diberikan oleh konselor terhadap siswa memberikan dampak positif. Pertama, kebutuhan siswa akan bantuan yang terfokus pada pengembangan pribadi, pencegahan, dan pengatasan masalah dapat terpenuhi. Kedua, siswa merasakan adanya perubahan perilaku yang terjadi pada dirinya. Ketiga, siswa merasa lebih dekat dengan konselor dan teman-teman lain yang telah terlibat dalam konseling perorangan. Keempat, siswa mau mengungkapkan tentang dirinya secara terbuka melalui konseling perorangan. Kelima, siswa timbul kesadaran tentang pentingnya mengikuti layanan konseling
perorangan. Keeman, siswa menyatakan adanya peningkatan kualitas layanan konseling di sekolah. Ketujuh, timbul kepedulian pada diri siswa untuk memanfaatkan layanan konseling. b. Dampak terhadap konselor Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi, intervensi model konseling perorangan berdampak positif pada kemampuan konselor dalam mengelola konseling perorangan. Pertama, dalam merencanakan program konseling perorangan, konselor memperhatikan aspek-aspek perkembangan, kebutuhan dan masalah siswa, kelayakan tempat dan waktu konseling perorangan. Kedua, dalam mengorganisasikan program konseling perorangan, konselor mengembangkan selaras dengan program pendidikan, didasarkan kepada perkembangan dan kebutuhan siswa, kondisi obyektif sekolah, serta perkembangan yang terjadi di masyarakat. Upaya pengembangan program meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan tindak lanjut. Ketiga, pelaksanaan program konseling perorangan terfokus pada pengembangan pribadi, pencegahan, dan pengatasan masalah yang berkaitan dengan pribadi, sosial, belajar, dan karir. Keempat, dalam evaluasi program, konselor telah melakukan secara sistemis dan sistematis, dengan mendasarkan pada kriteria keberhasilan. Meskipun ditinjau dari segi kualitas masih ada beberapa konselor yang masih kurang mampu melakukan evaluasi program. Kelima, konselor telah melakukan evaluasi proses dan evaluasi hasil konseling perorangan. Evaluasi proses yang dilakukan oleh konselor, meliputi kesesuaian antara program dengan pelaksanaan, keterlaksanaan program, hambatan yang dijumpai, faktor penunjang, dan keterlibatan siswa dalam kegiatan konseling perorangan. Evaluasi proses dilakukan oleh konselor melalui observasi tingkah laku siswa sejak awal sampai akhir mengikuti kegiatan konseling. Evaluasi hasil yang dilakukan oleh konselor dilakukan sebelum konseling, selama konseling, segera setelah konseling, dan beberapa waktu setelah konseling. Aspek yang dievaluasi yaitu perolehan siswa dalam hal pemahaman baru, perasaan, rencana kegiatan yang akan dilakukan pasca konseling, dampak layanan terhadap perubahan perilaku ditinjau dari pencapaian tujuan layanan, tugas perkembangan, dan hasil belajar, serta aspek-aspek tertentu pada diri siswa yang dapat berkembang secara baik, titik lemah yang dapat mengganggu perkembangan, dan permasalahan dapat dipecahkan dengan cepat dan lancar. Ditinjau dari segi kuantitas evaluasi telah dilakukan secara baik, namun ditinjau dari segi kualitas belum semua konselor melaksanakan dengan baik. Konselor belum semua mampu menetapkan kriteria keberhasilan dan instrumen penilaian. Hal ini menunjukkan pengelolaan evaluasi belum dilaksanakan sebagai mana mestinya. c. Dampak terhadap lingkungan Dampak uji-lapangan model konseling kelompok terhadap lingkungan sekolah adalah positif. Pertama, konselor dapat menjalin hubungan baik dengan guru mata pelajaran, wali kelas, dan kepala sekolah dalam melaksanakan kegiatan konseling kelompok. Kedua, adanya pemahaman dari kepala sekolah, guru mata pelajaran, dan guru wali kelas terhadap kegiatan konseling kelompok yang dilakukan oleh konselor terhadp siswa. Sustainability model konseling kelompok setelah uji-lapangan. Upaya ke arah sustainability pelaksanaan model konseling perorangan di sekolah setelah ujilapangan ditandai adanya : pertama, dukungan dari kepala sekolah yang diwujudkan dalam bentuk menfasilitasi ruangan (tempat), pengalokasian waktu, dan saran lain yang diperlukan, kedua, dukungan dari konselor yang diwujudkan dalam bentuk komitmen yang cukup tinggi untuk menindaklanjuti pelaksanaan model konseling perorangan yang telah dikembangkan sesuai dengan kondisi sekolah, ketiga, kerjasama yang baik antara kepala sekolah, konselor, guru mata pelajaran, siswa serta pihak-pihak yang terkait dalam penyelenggaraan konseling kelompok, keempat, dukungan dari siswa yang diwujudkan dalam kesediaan untuk dilayani menggunakan intervensi konseling perorangan. e. Kendala yang dihadapi Kendala yang dihadapi dalam uji-lapangan model konseling perorangan adalah sebagai berikut. 1. Sebagian kecil konselor mengalami kesulitan dalam mengimplementasikan model konseling perorangan tanpa di pandu oleh peneliti (pengembang). 2. Sebagian kecil konselor menyatakan bahwa model tersebut sulit dipahami dan diterapkan oleh guru pembimbing yang tidak berlatar belakang pendidikan bimbingan dan konseling, dan belum pernah mengikuti penataran konseling. 3. Sebagian kecil konselor mengalami kesulitan dalam mengembangkan materi dan tahapan dalam konseling perorangan 4. Sebagian kecil konselor mengalami kesulitan dalam melaksanakan prosedur kerja konseling perorangan.
5. Sebagian kecil konselor kurang mampu memfungsikan, menginteraksikan komponen-komponen sistem dalam proses sistem konseling perorangan. 6. Sebagian kecil konselor kurang mampu melaksanakan evaluasi proses dan evaluasi hasil konseling perorangan. 7. Sebagian kecil konselor mengalami kesulitan dalam menetapkan waktu dan tempat yang baik untuk kegiatan konseling perorangan. 8. Pelaksanaan uji-lapangan tidak optimal adanya waktu singkat diberikan oleh PPPPTK Penjas dan Bimbingan dan Konseling. f. Perbaikan Model Akhir Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah Berdasarkan hasil uji-lapangan, diperoleh masukan untuk perbaikan pengembangan model konseling perorangan di SMP sebagai berikut 1. Sebelum dilakukan uji-lapangan model secara luas, terlebih dahulu perlu disiapkan secara sungguh-sunguh siswa berkesulitan belajar, terutama mengenai kemampuan untuk memahami konseling perorangan, memilih beberapa alternatif pemecahan atau mencari solusi yang terbaik dan mengoperasikan kegiatan kenseling perorangan, kemampuan untuk mengelola model konseling perorangan, kemampuan untuk mengelola model konseling perorangan, dan kesiapan mental untuk melaksanakan konseling perorangan. Untuk itu perlu ada latihan-latihan khusus secara intensif dan dukungan dari kepala sekolah. 2. Perlu ada strategi sosialisasi yang tepat dengan waktu yang cukup memadai, agar model ini diterima oleh seluruh warga di sekolah.Untuk itu keterlibatan kepala sekolah dan konselor penting dalam upaya melakukan sosialisasi model konseling perorangan dan pendidikan di sekolah. 3. Prosedur kerja konseling perorangan perlu disusun lebih operasional dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami, sehingga akan mudah diimplementasikan oleh konselor di SMP tanpa harus dipandu oleh pengembang. 4. Perumusan visi dan misi konseling perorangan perlu disusun lebih operasional sehingga akan mudah dipahami oleh guru pembimbing yang bukan konselor. KESIMPULAN Kesimpulan temuan empiris yang diperoleh dalam uji-lapangan model adalah, pertama, pola kerja kalaboratif membawa dampak positif bagi peningkatan pemahaman,pengetahuan, kualitas layanan dan sistem pengelolaan konseling kelompok di SMP. Pada umumnya konselor mampu merencanakan dan mengorganisasikan kegiatan konseling kelompok dengan baik. Ini ditandai dengan perhatian yang sangat besar terhadap aspek-aspek perkembangan, kebutuhan, dan masalah siswa dalam merencanakan program konseling. Konselor memperhatikan komponen-komponen dalam konseling perorangan di dalam proses konseling perorangan, sehingga terjadi interaksi, pelakuan dan kontra perkembangan/perilaku yang akan dicapai sebagai hasil perubahan perilaku siswa. Kedua, sejak direncanakan sampai selama uji-lapangan model, keterlibatan dan motivasi konselor, kepala sekolah cukup tinggi untuk mengimplementasikan model konseling perorangan berdasarkan pendekatan sistem yang dikembangkan ini. Ketiga, ditemukan beberapa kesenjangan antara komponen-komponen model hipotetik konseling perorangan dengan proses implementasi dilapangan. Kesenjangan ini berkenaan dengan masalah dimensi komponen dan prosedur kerja yang kurang operasional. Keempat, model konseling perorangan berdasarkan pendekatan sistem hasil penelitian ini dapat diterapkan di SMP, karena: (1) model ini dalam implementasinya tidak menuntut segi administrasi yang rumit, (2) model ini dikembangkan berdasarkan pendekatan sestem dengan memperhatikan kondisi obyektif disekolah, kebutuhan, aspek-aspek perkembangan, dan lingkungan.