MAKALAH SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS BIOLOGI – FMIPA, UNAIR SURABAYA, 22 JULI 2006
ISBN : 979 – 98109 – 1 – 4
PENGEMBANGAN METODE TRANSFORMASI GENETIK TANAMAN UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN HIDUP MANUSIA Y. Sri Wulan Manuhara Laboratorium Biologi Reproduksi, Jurusan Biologi, FMIPA – UNAIR Kampus C Unair, Jl.Mulyorejo Surabaya, Telp/Fax: 031-5926804, e-mail :
[email protected] ABSTRAK Metode transformasi genetik tanaman merupakan metode alternatif untuk menghasilkan tanaman pangan hasil rekayasa genetik yang memiliki sifat-sifat unggul, diantaranya ketahanan terhadap hama dan penyakit, ketahanan terhadap herbisida, perubahan kandungan nutrisi dan peningkatan daya simpan. Transformasi genetik adalah suatu perpindahan gen asing yang diisolasi dari tanaman, virus, bakteri atau hewan ke dalam suatu genom baru. Pada tanaman, keberhasilan transformasi genetik ditunjukkan oleh keberhasilan pertumbuhan tanaman baru yang normal, fertil dan dapat mengekspresikan gen baru hasil insersi. Proses transformasi genetik terdiri dari beberapa tahap yaitu insersi, integrasi, ekspresi dan pewarisan sifat DNA baru. Sampai saat ini telah banyak tanaman pangan transgenik yang dihasilkan, dan meskipun terdapat kontroversi tentang tanaman pagan transgenik, area tanaman hasil rekayasa genetika tersebut secara global terus meningkat, diantaranya jagung tahan hama dan herbisida, kedelai tahan herbisida, tomat tahan herbisida, kanola tahan herbisida dan lain-lainnya. Melalui perakitan tanaman transgenik, selain tanaman dapat menghasilkan panen yang lebih tinggi karena tahan terhadap serangan hama dan penyakit, petani dapat menggunakan herbisida secara tidak berlebihan dan mengurangi biaya pengolahan tanah. Hal ini telah menjadi bukti bahwa penggunaan tanaman produk bioteknologi memberikan kontribusi yang nyata bagi peningkatan kesejahteraan hidup manusia, yaitu meningkatkan hasil, mengurangi biaya budiaya, meningkatkan keuntungan serta membantu melindungi lingkungan. Kata kunci: transformasi genetik, tanaman transgenik, bioteknologi, rekayasa genetika PENDAHULUAN Populasi dunia diperkirakan meningkat dua kali lipat menjelang tahun 2033. Di Asia, kebutuhan makanan diperkirakan melampaui tingkat kapasitas pasokan menjelang tahun 2010. Kondisi ini merupakan tantangan besar bagi sistem pertanian. Peralatan dan praktek pertanian tradisional mencapai batas efektifnya dalam meningkatkan produk petanian. Seiring dengan perkembangan suatu Negara, penduduk juga memerlukan makanan yang lebih banyak dan lebih berkualitas. Hal ini diperparah dengan lahan pertanian yang semakin sempit dan menurun kualitasnya, meningkatnya upah buruh dan menurunnya tenaga pertanian. Bioteknologi makanan (atau modifikasi genetika) menawarkan metode tambahan untuk meningkatkan kelangsungan lahan pertanian yang ada dan meningkatkan kualitas pasokan makanan. Keuntungan potensial yang dapat diperoleh dari bioteknologi sangat banyak dan mencakup pemberian daya tahan terhadap hama tanaman, meningkatkan panen tanaman dan mengurangi pemakaian pestisida kimia. Pengolahan makanan dan kandungan makanan dengan memakai bioteknologi memberikan berbagai bentuk makanan dan bahan makanan fermentasi yang banyak dikonsumsi. Tanaman produk bioteknologi telah banyak diperdagangkan di pasar. Tanaman hasil rekayasa genetika tersebut menyerupai tanaman asalnya, tetapi memiliki sifat-sifat tertentu yang menyebabkan tanaman tersebut lebih baik. Tanaman tersebut memberikan keuntungan bagi petani dan konsumen. Petani memperoleh hasil yang lebih tinggi dan peningkatan keleluasaan dalam pengelolaan tanaman, sedangkan konsumen memperoleh hasil yang lebih menyehatkan, antara lain tanaman ditanam dengan pestisida yang lebih sedikit dan atau sifat kandungan nutrisi yang lebih menyehatkan. Tanaman produk bioteknologi yang telah disetujui untuk pangan merupakan tanaman yang direkayasa untuk memiliki sifat seperti: (1) ketahanan terhadap hama dan penyakit, (2) ketahanan terhadap herbisida, (3) perubahan kandungan nutrisi dan (4) peningkatan daya simpan. Beberapa contoh tanaman produk bioteknologi dapat dilihat pada Tabel 1.
1
MAKALAH SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS BIOLOGI – FMIPA, UNAIR SURABAYA, 22 JULI 2006
ISBN : 979 – 98109 – 1 – 4
Tabel 1 Beberapa contoh tanaman produk bioteknologi TANAMAN SIFAT Kanola Toleran herbisida Kanola Kandungan laurat tinggi Kanola Kandungan asam oleat tinggi Jagung Toleran herbisida Jagung Tahan hama Kapas Tahan hama Pepaya Tahan virus Kentang Tahan hama Kentang Tahan virus Kedelai Tahan herbisida Kedelai Kandungan asan oleat tinggi Jeruk Tahan virus Tomat Penundaan pemasakan Tomat Toleran herbisida Sumber: Global Knowledge Center on Crop Biotechnology Tujuan utama bioteknologi modern ialah untuk membuat sel hidup melakukan tugas khusus yang bermanfaat dengan cara yang dapat diperhitungkan dan dikontrol. Tugas itu misalnya untuk melakukan fermentasi pada kacang kedelai dalam pembuatan kecap atau mengembangkan tanaman yang dapat menghasilkan panen lebih tinggi atau tahan terhadap serangan hama. Sel hidup dapat melakukan tugas-tugas ini dengan baik ditentukan oleh susunan genetiknya, yaitu dengan instruksi yang terdapat pada kumpulan pesan kimia yang ditemukan dalam gennya. Gen-gen ini diturunkan dari generasi satu ke generasi berikutnya, sehingga leluhur mewariskan berbagai sifat individu dari induknya. Pada tahun 1953, para ilmuwan menemukan bahwa asam deoksiribonukleat (DNA) ditemukan pada semua makluk hidup dan bahwa gen merupakan satu segmen DNA yang mempunyai urutan atau kode genetik yang spesifik. Kode ini menentukan berbagai karakteristik seperti warna mata atau rambut. Pada tahun 1973, para ilmuwan megidentifikasi satu cara untuk mengisolasi gen dan menjelang tahun 1980-an, mereka dapat mengembangkan alat yang diperlukan untuk memindahkan gen dari satu organisme ke organisme lainnya. Dengan penemuan enzim yang dapat dipakai untuk memotong atau membuang segmen gen dari rantai DNA di tempat khusus sepanjang untaian tersebut, para ilmuwan dapat memperkenalkan instruksi baru yang akan menyebabkan sel menghasilkan zat kimia yang diperlukan, melakukan proses yang bermanfaat atau memberikan suatu sifat-sifat organisme yang dikehendaki. Teknik ini disebut teknologi rekombinan DNA. Hasilnya merupakan bioteknologi modern, yaitu pengetahuan ilmiah dalam memindahkan instruksi genetika khusus dari satu sel ke sel lain. Disamping memindahkan gen antara spesies, memungkinkan pula dilakukan penghilangan sifat bawaan yang tidak dikehendaki dengan cara menon-aktifkan gen yang bertanggung jawab atas sifat bawaan tersebut. Sebagai contoh, teknologi ini telah dipakai untuk menon-aktifkan gen yang bertanggung jawab atas pelunakan dalam buah tomat. Di masa yang akan datang mungkin bisa dilakukan penghilangan protein yang dapat menyebabkan reaksi alergi dari makanan seperti kacang dan susu. Usaha untuk mendapatkan tanaman dengan sifat-sifat tambahan yang berguna dilakukan dengan metode transformasi genetik, yaitu dengan cara menyisipkan gen tertentu ke dalam genom tanaman. Tujuan pengembangan metode transformasi genetik tanaman antara lain adalah (1) untuk meningkatkan nilai agrikultural, nilai hortikultural dan ornamental tanaman, (2) menjadikan tanaman transgenik sebagai pabrik biologi untuk memproduksi protein atau metabolit lainnya yang mempunyai nilai komersial tinggi dan (3) menjadikan tanaman transgenik sebagai obyek untuk mempelajari proses biologi tanaman, termasuk di antaranya biologi perkembangan.
2
MAKALAH SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS BIOLOGI – FMIPA, UNAIR SURABAYA, 22 JULI 2006
ISBN : 979 – 98109 – 1 – 4
METODE TRANSFORMASI GENETIK Webb dan Morris (1992) mendefinisikan transformasi genetik sebagai suatu perpindahan (transfer) gen asing yang diisolasi dari tanaman, virus, bakteri atau hewan ke dalam suatu genom baru (new genetic background). Pada tanaman, keberhasilan transformasi genetik ditunjukkan oleh keberhasilan pertumbuhan tanaman baru yang normal, fertil dan dapat mengekspresikan gen baru hasil insersi. Proses transformasi genetik terdiri dari beberapa tahap yaitu insersi, integrasi, ekspresi dan pewarisan sifat DNA baru. Metode insersi gen dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri (species Agrobacterium) atau virus dan transfer gen langsung (direct gene transfer). Teknik ini memanfaatkan konstruksi gen yang terdiri dari promoter bakteri atau virus. Pemilihan metode transfer gen pada umumnya tergantung pada species tanaman yang digunakan dan kemampuan regenerasi tanaman tersebut secara in vitro (Webb dan Morris, 1992). Dasar keberhasilan transformasi genetik adalah kemampuan sel target untuk berkembang menjadi tanaman utuh. Teknik kultur jaringan membuka peluang untuk menyediakan sel target yang terdapat dalam organ tanaman (daun, batang, hipokotil dan kotiledon), yang terdapat dalam kalus atau kultur suspensi sel dan bahkan protoplas. Sel-sel ini dapat diinduksi untuk berkembang menjadi tanaman baru melalui inisiasi pembentukan tunas baru atau melalui embriogenesis (Webb dan Morris, 1992). Daun-daun dari spesies dikotil dapat secara langsung ditransformasi dengan Agrobacterium atau dengan metode transfer gen langsung (direct gene transfer) pada protoplas. Pada monokotil, jaringan meristem merupakan sumber yang paling baik karena berpotensi membentuk sel-sel embrionik. Sel-sel tersebut harus dimultiplikasi terlebih dahulu dalam kultur sel sehingga membentuk kelompok sel embrionik yang dapat digunakan sebagai sel target untuk transfer gen dengan cara microinjection atau particle bombardment (Webb dan Morris, 1992). Dalam sistem transformasi genetik, tujuan akhir adalah meregenerasi tanaman baru yang identik dengan induknya, kecuali dalam hal sifat baru dari gen yang disisipkan. Jaringan dari berbagai spesies, termasuk sejumlah tanaman budidaya yang penting, saat ini dapat diregenerasi menjadi tanaman baru dengan menghasilkan tunas atau embrio secara in vitro (Lal & Lal, 1990). Hal ini merupakan faktor yang dapat menunjang keberhasilan proses transformasi. Untuk keperluan ekspresi di dalam sel tanaman, gen-gen asing memerlukan promoter yang sesuai, sekuen awal 5’ dan terminator 3’ untuk menjamin transkripsi yang efisien, stabil dan translasi mRNA. Besarnya perbedaan antara elemen regulator dari prokariot dan eukariot menyebabkan sekuen gen bakteri tidak dapat berfungsi dalam sel tanaman. Sebagai perkecualian dalam hal ini adalah adanya elemen regulator dari gengen tertentu pada Agrobacterium tumefaciens dan A. rhizogenes yang dapat berfungsi aktif pada sel-sel tanaman transforman. Gen-gen promoter nos (nopaline synthase), ocs (octopine synthase) dan mas (mannopine synthase) yang berasal dari kedua macam bakteri tersebut telah berhasil digunakan sebagai sumber elemen regulasi. Selain itu, virus tanaman yang mengendalikan transkripsi dan translasi telah digunakan sebagai sumber elemen regulasi, dan yang paling sering digunakan adalah gen promoter 35S RNA dari Cauliflower Mosaic Virus (CaMV). Promoter ini aktif dalam semua jaringan tetapi aktivitasnya bervariasi di antara tipe-tipe sel yang berbeda (Webb dan Morris, 1992). Ekspresi gen asing pada sel tanaman hasil transformasi dapat diketahui dengan cara menentukan aktivitas produknya. Sekuen yang mengkode gen-gen penghasil enzim pada bakteri dengan mudah dapat dianalisis, yang aktivitasnya tidak ditemukan pada tanaman normal, merupakan bentuk dasar dari beberapa reporter gen. Enzim-enzim bakteri yang umum digunakan adalah nopaline synthase (nos), chloramfenicol acetyltransferase (cat), luciferase (luc), neomycin phosphotransferase (nptII), dan β-glucuronidase (gus). Gengen reporter ini telah digunakan secara luas untuk menganalisis fungsi promoter dan sekuen gen regulator lain. Adanya gen-gen reporter ini, yang mempunyai sensitivitas, ketepatan dan keyakinan pada deteksi enzimatik, dapat meningkatkan kegunaannya untuk mendeteksi transient. Bila dibandingkan antara cat, gus dan nptII sebagai gen reporter dibawah kendali promoter CaMV 35S pada tembakau menunjukkan bahwa ekspresi gen gus paling mudah dideteksi, kemudian nptII dan terakhir cat (Webb dan Morris, 1992). Seleksi terhadap sel-sel transforman merupakan faktor kunci dalam keberhasilan metode yang dikembangkan untuk transformasi genetik. Gen-gen penyebab tumor yang berasosiasi dengan A. tumefaciens (Marton et al., 1979; Hernalsteens et al., 1980) dan A. rhizogenes (Tempe dan Casse-Delbart, 1989; Zambryski et al., 1989) dapat digunakan sebagai penanda seleksi. Gen-gen ini mempengaruhi morfologi jaringan pada tanaman transforman. Pada peristiwa infeksi A. tumefaciens, crown gall tumbuh terus menerus
3
MAKALAH SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS BIOLOGI – FMIPA, UNAIR SURABAYA, 22 JULI 2006
ISBN : 979 – 98109 – 1 – 4
pada kultur in vitro dengan tidak adanya penambahan zat pengatur tumbuh. Beberapa strain A. tumefaciens menyebabkan sel transforman membentuk pucuk abnormal yang pada umumnya infertil. Karakteristik lain adalah, biasanya ditentukan oleh gen-gen tunggal yang dominan mengkode resistensi tertentu pada bahan selektif. Gen-gen ini tidak rusak pada proses regenerasi tanaman, oleh karena itu dapat digunakan untuk seleksi transforman. Gen-gen penanda seleksi yang sama juga dapat digunakan untuk identifikasi sel transforman pada metode transfer gen secara langsung (Webb dan Morris, 1992). Beberapa faktor mempengaruhi kemampuan atau efektifitas bahan kimia yang digunakan untuk seleksi. Bahan-bahan penyeleksi tersebut bersifat toksik untuk sel tanaman. Jadi toksin yang paling efektif adalah toksin yang menghambat pertumbuhan atau membunuh sel-sel non-transforman secara perlahanlahan. Tekanan seleksi akan optimal apabila menggunakan konsentrasi toksin yang paling rendah yang mampu membunuh jaringan untransforman (Webb dan Morris, 1992). Pemilihan toksin sebagai bahan penyeleksi harus berhati-hati supaya dapat membatasi jumlah sel non-transforman yang hidup. Gen-gen yang resisten terhadap berbagai senyawa toksik, seperti methotrexate, antibiotik, dan herbisida telah disisipkan pada promoter yang sesuai dan digunakan untuk menyeleksi dan mengidentifikasi sel-sel transforman. Antibiotik kanamisin, G418 dan higromisin adalah antibiotik yang saat ini secara luas digunakan sebagai bahan penyeleksi. Ketiganya adalah antibiotika aminoglikan yang mempengaruhi aktivitas translasi sel. Gen nptII diisolasi dari transposon Tn5-coli K12. Enzim yang dihasilkan akan menonaktifkan antibiotik pada dikotil termasuk tembakau, kentang, dan tomat (An et al., 1986), kacangkacangan (White dan Greenwood, 1987) dan kacang kapri (Pounti-Kaerlas et al, 1989) serta tanaman berkayu seperti Pseudostuga menziesii (Ellis et al., 1989). Gen hpt (hygromycin phosphotransferase) dikembangkan untuk resistensi terhadap antibiotika higromisin. Gen ini diisolasi dari E. coli dan telah berhasil digunakan dalam strawberi (Nehra et al., 1990) dan padi (Dekeyser et al., 1989; Shimamoto et al., 1987). Selain itu variasi tingkat resistensi terhadap higromisin telah ditemukan pada spesies yang tergolong Gramineae yang lain (Hauptmann et al., 1988). TEKNIK TRANSFORMASI GEN DENGAN PERANTARA Agrobacterium sp. Teknik transformasi gen ke dalam tanaman didasari oleh penemuan bakteri tanah Agrobacterium tumefaciens yang merupakan fitopatogen tanah yang menyebabkan penyakit crown gall di dalam jaringan luka pada berbagai macam tanaman dikotil dan mempunyai kemampuan untuk memindahkan DNA ke dalam sel tanaman (Gelvin, 1993; Old dan Primrose, 1989; Rossi et al., 1998, Heldt, 1999). Strain onkogenik A. tumefaciens mengandung plasmid single copy yang berukuran besar (150-250 kb) yang disebut Plasmid Ti (tumour inducing)(Gambar 1). Sebagian dari DNA plasmid ini yaitu T-DNA (transfer) dipindahkan ke dalam sel tanaman yang terluka dan disisipkan ke dalam genom tanaman. Walaupun gen-gen T-DNA berasal dari bakteri, tetapi mampu diekspresikan pada sel tanaman. Ekspresi gen-gen tersebut adalah sintesis fitohormon (auksin dan sitokinin) dan sintesis opin. Akibatnya jaringan yang terinfeksi akan mengalami proliferasi sel yang tidak terkendali dan menghasilkan jaringan tumor. Pada biakan jaringan, pertumbuhan tumor ini dapat tumbuh terus walaupun dalam media tidak ditambahkan auksin dan sitokinin, yang biasanya kedua senyawa ini diperlukan untuk pertumbuhan jaringan tumbuhan secara in vitro (Day dan Lichtenstein, 1992; White, 1993; Heldt, 1999).
4
MAKALAH SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS BIOLOGI – FMIPA, UNAIR SURABAYA, 22 JULI 2006
ISBN : 979 – 98109 – 1 – 4
T-DNA Sitokinin Auksin
Opin
batas
batas
kiri
kanan Plasmid Ti
katabolisme opin gen-gen vir awal replikasi ori
Gambar 1. Diagram plasmid Ti (Heldt, 1999) Mekanisme infeksi Agrobacterium ke dalam sel tanaman meliputi tiga tahap, sebagai berikut (Day dan Lichtenstein, 1992). 1. Pengenalan Agrobacterium dengan molekul sinyal yang dihasilkan oleh sel tanaman yang terluka, kemudian secara kemotaksis Agrobacterium bergerak dan menempel pada sel tanaman. 2. Gen-gen vir pada plasmid Ti merespon molekul sinyal yang dihasilkan oleh sel tanaman dan selanjutnya menginduksi ekspresi gen-gen vir untuk memotong rantai tunggal T-DNA dan memindahkannya ke dalam inti sel tanaman. 3. T-DNA terintegrasi ke dalam genom tanaman dan gen-gen pada T-DNA diekspresikan dalam sel tanaman. Ekspresi gen-gen onc (oncogen) menyebabkan sel berproliferasi, sedangkan ekspresi gengen opin bertanggungjawab untuk sintesis derivat asam amino opin. Berdasarkan jenis opin, ada 6 strain Agrobacterium yang dihasilkan oleh plasmid Ti, yaitu : oktopin, nopalin, leusinopin, manopin, suksinamopin dan agropin. Secara skematis mekanisme transformasi T-DNA ke dalam genom tanaman dengan perantara Agrobaterium digambarkan pada Gambar 2. Pada dasarnya Agrobacterium memberikan respon kemotaksis terhadap senyawa fenol yang dilepaskan oleh jaringan tanaman yang terluka dan bergerak menurut gradien konsentrasi menuju sel yang terluka. Respon kemotaksis merupakan ekspresi konstitutif dari gen-gen kromosomal Agrobacterium, yaitu chvA, chvB, pscA dan att (Douglas et al., 1986; Ziemienowicz, 2001). Menurut Dylan et al. (1986) gen chvA dan chvB mempunyai fungsi yang ekuivalen dengan gen ndvA dan ndvB pada Rhizobium. Senyawa fenol, seperti acetosyringone telah terbukti mampu menginduksi gen-gen vir pada konsentrasi 1,5 – 10 x 10-6 M (Stachel et al., 1985). Pada konsentrasi yang rendah (10-7M) senyawa tersebut mampu menginduksi respon kemotaksis pada Agrobacterium (Asbhy et al., 1987), tetapi respon ini tergantung pada ekspresi plasmid Ti yang mengkode gen-gen vir, terutama virA dan virG (Shaw et al., 1988). Kontak Agrobacterium dengan senyawa yang dilepaskan oleh tanaman yang terluka (acetosyringone) menginduksi transkripsi daerah vir pada plasmid Ti. Acetosiryngone kemudian berinteraksi dengan virA dan menghasilkan sinyal intraseluler yang berupa aktivasi virG. VirG yang aktif ini mengaktifkan gen virulen lainnya (virB, C, D dan E). Induksi gen vir diikuti dengan pengenalan sekuen pembatas 25 pasang basa terulang (imperfect direct repeat/border sequences) yang mengapit T-DNA. Pembatas T-DNA kemudian dipotong oleh dua protein yang dihasilkan oleh operon virD yaitu VirD1 dan VirD2 (Yanofsky et al., 1986; Stachel et al., 1986; Filichkin dan Gelvin, 1993), sehingga diperoleh untai tunggal T-DNA.
5
MAKALAH SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS BIOLOGI – FMIPA, UNAIR SURABAYA, 22 JULI 2006
ISBN : 979 – 98109 – 1 – 4
Agrobacterium att
DNA kromosom
chvA chvB
opin hidrolase daerah virulensi
vir A B G C D E LB
pTi
occ
RB opin
T-DNA
permease VirD2
VirG
VirE2
VirA
Pori/pilus VirB
Fenol
saluran VirE
Gula Keasaman Kompleks T-DNA
NPC
Sintesis
Importin
Inti sel
fitohormon
sintesis opin
T-DNA
Sel Tanaman
Gambar 2. Mekanisme transformasi T-DNA dari plasmid Ti ke dalam genom inti sel tanaman dengan perantara Agrobacterium. LB : left border, RB: right border, NPC : nuclear pore complex. Keterangan ada dalam teks. (Ziemienowicz, 2001) Proses pemindahan T-DNA dikode oleh operon virB yang terdiri dari 11 gen (Christie, 1997). Masingmasing gen, kecuali virB1, berperan pada proses terbentuknya tumor (Berger dan Christie, 1994). Protein VirB menunjukkan aktivitas ATPase dan diduga digunakan sebagai sumber energi untuk melepaskan subunit
6
MAKALAH SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS BIOLOGI – FMIPA, UNAIR SURABAYA, 22 JULI 2006
ISBN : 979 – 98109 – 1 – 4
protein lain untuk keperluan transpor T-DNA. Saat ini, telah diketahui bahwa protein VirB dapat membentuk pili yang menyerupai pili konjugatif (Fullner et al., 1996) dan VirB2 menjadi subunit mayor dari pili-pili tersebut. Jembatan berupa pili yang dibentuk oleh VirB memungkinkan kompleks T-DNA-VirD2 dipindahkan ke dalam sitoplasma sel tanaman. Di dalam sitoplasma sel tanaman kompleks T-DNA-VirD2 dibungkus oleh protein VirE2 yang berperan melindungi T-DNA dari degradasi yang disebabkan oleh enzim-enzim nuklease tanaman (Rossi et al., 1996). Kompleks T-DNA-VirD2 dan protein VirE yang telah berada di dalam sitoplasma sel tanaman kemudian masuk ke dalam inti sel tanaman. Masuknya kompleks T-DNA ke dalam inti sel tanaman dengan perantaraan protein-protein yang berasal dari Agrobacterium yaitu VirD2 dan VirE2. Pada sel-sel eukariotik transpor aktif protein dan kompleks nukleoprotein membutuhkan sinyal spesifik yaitu NLS (nuclear localization signal) yang dikenali oleh faktor yang terdapat dalam sitosol inti sel yang disebut importin. VirD2 dan VirE2 mengandung NLS yang berfungsi memasukkan protein ke dalam inti sel tanaman dan senyawa importin telah berhasil diidentifikasi oleh Ballas dan Citovsky (1997). Di dalam inti sel tanaman T-DNA diintegrasikan ke dalam genom tanaman dengan cara illegitimate recombination, suatu mekanisme bergabungnya dua molekul DNA yang tidak mempunyai homologi secara luas. Pada organisme tingkat tinggi seperti tanaman, illegitimate recombination adalah mekanisme yang dominan terjadi pada integrasi DNA (Paszkowski et al., 1988; Offringa et al., 1990) dan telah dijelaskan empat belas tahun yang lalu (Gheysen et al., 1991; Matsumoto et al., 1990; Mayerhofer et al., 1991), tetapi faktor-faktor yang terlibat dalam proses tersebut masih sedikit yang diketahui. T-DNA yang terintegrasi ke dalam genom inti sel tanaman mempunyai sifat seperti gen sel eukariotik dan diwariskan sesuai hukum Mendel. T-DNA yang terintegrasi direplikasikan oleh sel tanaman seperti DNA milik tanaman itu sendiri dan karena juga mengandung promotor, maka juga akan ditranskripsi (Heldt, 1999). TANAMAN PANGAN PRODUK BIOTEKNOLOGI Teknik pemuliaan tanaman secara tradisional melalui pengaturan penyerbukan tanaman memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, kawin silang hanya terjadi pada spesies yang sama atau sejenis. Hal ini membatasi sumber-sumber genetika yang dapat digunakan oleh para pemulia dalam mengembangkan sifatsifat tanaman yang diinginkan. Kedua, jika dua tanaman disilangkan, masing-masing mempunyai 100.000 gen, semua gen dari kedua tanaman tersebut bersilangan secara acak. Hal ini menimbulkan masalah karena turunan tanaman mungkin menunjukkan sifat-sifat yang diinginkan maupun tidak diinginkan dari induknya, sehingga pemulia harus menghabiskan waktu bertahun-tahun menyilang kembali tanaman turunan tersebut dengan tanaman induk, terus menerus, perlahan-lahan membuang puluhan ribu gen yang tidak diinginkan. Pemuliaan tanaman secara tradisional memerlukan waktu yang lama, kadang-kadang selama 10 sampai 12 tahun. Bioteknologi tanaman merupakan perluasan dari pemuliaan tanaman secara tradisional dengan satu perbedaan penting. Daripada menyilangkan ratusan ribu gen untuk memperbaiki tanaman, pemulia modern dapat menggunakan bioteknologi untuk memilih sifat bawaan spesifik dari satu tanaman, mikroba atau hewan dan memindahkannya ke dalam kode genetik tanaman lain. Hal ini mungkin dilakukan karena adanya kesamaan semua makhluk hidup pada tingkat DNA. Aplikasi bioteknologi tanaman yang telah disetujui untuk pangan merupakan tanaman yang direkayasa untuk memiliki sifat seperti: 1. Ketahanan terhadap hama dan penyakit Perakitan tanaman transgenik tahan hama merupakan merupakan salah satu bidang yang mendapat perhatian besar dalam perbaikan tanaman. Perakitan tanaman tahan hama umumnya mempergunakan gen dari Bacillus thuringiensis (Bt). Pada tahun 1995, tanaman transgenik pertama mulai tersedia bagi petani di Amerika Serikat, yaitu jagung hibrida yang mengandung gen cry IA(b), Maximixer, yang dibuat oleh Novartis, tanaman kapas yang mengandung gen cry IA(c), Bollgard, sawi (Barfield & Pua, 1991) dan kentang yang mengandung gen cry 3A, Newleaf, yang dibuat oleh Monsanto. Sampai tahun 1998, lebih dari 10 jenis tanaman telah berhasil ditransformasi untuk mendapatkan tanaman transgenik tahan hama. Tanaman tersebut meliputi tembakau, tomat, kentang, kapas, padi, jagung, whitespruce, kacang hijau, stroberi dan kanola (Schuler et al. 1998). Perakitan tanaman transgenik tahan penyakit umumnya mempergunakan gen β-1,3-endoglukanase atau kitinase. Yoshikawa et al., 1993 menggunakan gen β-1,3-endoglukanase dari tanaman kedelai untuk 7
MAKALAH SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS BIOLOGI – FMIPA, UNAIR SURABAYA, 22 JULI 2006
ISBN : 979 – 98109 – 1 – 4
mengatasi serangan jamur. Penggunaan gen tersebut didasarkan pada kemampuan gen β-1,3-endoglukanase menghasilkan enzim β-1,3-endoglukanase yang berfungsi mengkatalisis proses hidrolisis β-1,3-glukan yang merupakan komponen utama dinding sel sebagian besar jamur. Hidrolisis tersebut menghasilkan elisitor berupa karbohidrat yang selanjutnya menginduksi terbentuknya fitoaleksin anti jamur. Perakitan tanaman tahan penyakit menggunakan gen β-1,3-endoglukanase telah berhasil dilakukan pada tanaman buah kiwi (Nakamura et al., 1999), terong (Ito et al., 1995) dan kubis (Manuhara et al., 2003). 2. Ketahanan terhadap herbisida Gulma bersaing dengan tanaman dalam mendapatkan air, zat hara, sinar matahari dan ruangan. Gulma tersebut juga merupakan tempat bagi serangga dan hama penyakit, mengurangi kualitas tanaman dan menyisakan benih gulma pada tanaman yang dipanen. Para petani mengendalikan gulma dengan membajak atau mengolah tanah, menggunakan herbisida atau kombinasi keduanya. Kegiatan olah tanah membuat permukaan tanah mudah terkena erosi akibat angin atau air. Melalui perakitan tanaman tahan herbisida tertentu, petani dapat menggunakan herbisida secara bijaksana untuk mengontrol gulma tanpa merusak tanaman. Hal ini merupakan hasil peningkatan penggunaan herbisida yang ramah lingkungan dan mengurangi pengolahan tanah. Beberapa perakitan tanaman transgenik tahan herbisida ditujukan untuk mengurangi pemakaian herbisida glyfosate, asulam (methyl (4-aminobenzenesulphonyl)-carbamate), atrazine (2-chloro-4-(ethylamine)6-(isopropylamino)-s-triazine), sulphonyl urea dan chlorsulphuron (Mullineaux, 1992). Beberapa tanaman transgenik tahan herbisida yang telah ditanam secara luas antara lain kanola, jagung, kapas, kedelai dan tomat. Meskipun terdapat kontroversi tentang tanaman transgenik, area tanaman transgenik secara global terus meningkat, seperti ditunjukkan pada Tabel 2 di bawah ini. Pada tahun 2000, area tanaman transgenik mencapai 8,30 juta hektar (James 1998; 2000). Tanaman transgenik tidak hanya ditanam di negara-negara maju, namun juga di beberapa negara berkembang seperti Argentina, Cina, Meksiko dan Indonesia. Di Indonesia, pada tahun 2000 telah dicoba menanam kapas transgenik Bollgard di Sulawesi Selatan seluas 5.000 ha. Menurut Makkarasang (2001), keuntungan yang diperoleh petani kapas tersebut mencapai Rp. 3-4 juta/ha/musim tanam. Tabel 2. Luas pertanaman tanaman transgenik berdasarkan karakter yang diintroduksi, 1997-2000 Karakter Toleran herbisida Tahan hama Tahan hama dan herbisida Sumber: James (1998; 2000)
1997 6,90 4,00 < 0,10
Luas pertanaman (juta ha) 1998 1999 19,80 28,10 7,70 8,90 0,30 2,90
2000 32,70 8,30 3,20
KEAMANAN PANGAN PRODUK BIOTEKNOLOGI Sebelum pangan produk bioteknologi dipasarkan harus diuji secara teliti terlebih dahulu oleh pengembang dan secara terpisah diuji oleh para pakar di bidang nutrisi, toksikologi, alergenisitas dan berbagai aspek pangan lainnya. Pengkajian keamanan pangan tersebut didasarkan pada pedoman yang telah disusun oleh badan pengaturan yang kompeten dari setiap negara yang meliputi: deskripsi produk pangan, informasi rinci tentang maksud penggunaannya, data molekuler, toksikologi, nutrisi dan alergenisitas. Beberapa tanaman produk bioteknologi mengandung gen yang mengatur sifat yang disebut dengan resistensi terhadap antibiotik. Peneliti menggunakan gen tersebut sebagai penanda untuk mengetahui apakah gen yang diinginkan telah berhasil dimasukkan ke dalam sel. Kekhawatiran yang timbul adalah gen marka tersebut dapat pindah dari tanaman produk bioteknologi ke mikroorganisme yang umumnya terdapat pada usus manusia dan mengakibatkan meningkatnya ketahanan terhadap antibiotik. Telah banyak pengkajian dan penelitian tentang hal ini dan menyimpulkan bahwa: (1) kemungkinan pindahnya gen ketahanan terhadap antibiotik ke organisme lainnya adalah sangat sangat kecil dan (2) apabila kemungkinan yang sangat kecil ini terjadi, dampak dari pemindahan sifat ketahanan terhadap antibiotik ini dapat diabaikan, karena marka yang
8
MAKALAH SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS BIOLOGI – FMIPA, UNAIR SURABAYA, 22 JULI 2006
ISBN : 979 – 98109 – 1 – 4
digunakan memiliki kegunaan klinik dan veteriner yang sangat terbatas. Meskipun demikian untuk menjawab kekhawatiran masyarakat, para peneliti telah disarankan untuk tidak menggunakan gen ketahanan terhadap antibiotik dalam merekayasa genetik tanaman. Marka pengganti yang strategis sedang diuji dan dikembangkan. KESIMPULAN Di negara maju telah terbukti bahwa penggunaan tanaman produk bioteknologi memberikan keuntungan yang nyata. Tanaman generasi pertama tersebut telah membuktikan kemampuannya dalam meningkatkan hasil, mengurangi biaya budidaya, meningkatkan keuntungan serta membantu melindungi lingkungan. Saat ini penelitian dipusatkan pada generasi kedua tanaman produk bioteknologi yang mengutamakan peningkatan kandungan nutrisi dan atau sifat lain untuk mendukung standar industri. Varietas ini harus terbukti bermanfaat bagi berjuta-juta rakyat di negara yang mengalami malnutrisi. DAFTAR PUSTAKA An, G., Ebert, P.R., Mitra, A., Ha, S.B. (1988) Binary vector, In: Gelvin, S.B., Schilperoort, R.A. Plant Molecular Biology Manual. Kluwer Academic Pub. London. Ashby, A.M., Watson, M.D. and Shaw, C.H. (1987) A Ti plasmid determined function is responsible for chemotaxis of Agrobacterium tumefaciens toward the plant wound product acetosyringone. F E M S Microbiol. Lett. 41: 189-192. Ballas, N. and Citovsky, V. (1997) Nuclear localization signal binding protein from Arabidopsis mediates nuclear import of Agrobacterium VirD2 protein. Proc.Natl. Acad. Sci. U.S.A. 94, 10723-10728. Barfield, D.G. and Pua, E.C. (1991) Gene transfer in plant of Brassica juncea using Agrobacterium tumefaciens-mediated transformation. Plant Cell Rep. 10:217-223. Berger, B.R. and Christie, P.J. (1994) Genetic complementation analysis of the Agrobacterium tumefaciens virB operon: VirB2 through VirB11 are essential virulence protein. J. Bacteriol. 176: 3646-3660. Christie, P.J. (1997) Agrobacterium tumefaciens T-complex transport apparatus: A paradigm for a new family of multifunctional transporters in eubacteria. J. Bacteriol. 179: 3085-3094. Day, A.G. and Lichtenstein, P.C. (1992) Plant genetic transformation, In: Fowler, M.W., Warren, G.S., MooYoung, M. (ed). Plant Biotechnology. Pergamon Press. New York. Dekeyser, R., Claes, B., Marichal, M., van Montagu, M. and Caplan, A. (1989) Evaluation of selectable markers for rice transformation. Plant Physiol. 90:217-223. Douglas, C.J., Halperin, W., Gordon, M. and Nester, E.W. (1986) Specific attachment of Agrobacterium tumefaciens to bamboo cell in suspension cultures. J. Bacteriol. 161: 764-766. Dylan, T., Ielpi, L., Stanfield, S., Kashyap, L., Douglas, C., Yanofsky, M., Nester, E., Helsinki, D.R. and Ditta, G. (1986) Rhizobium meliloti genes required for nodule development are related to chromosomal virulence gene in Agrobacterium tumefaciens. Proc. Natl. Acad. Sci. USA, 83:4403-4407. Ellis, D., Roberts, D., Sutton, B., Lazaroff, W., Webb, D. and Flinn, B.(1989) Transformation of white spruce and other conifer species by Agrobacterium tumefaciens. Plant Cell Rep. 8:16-20. Filichkin, S.A. and Gelvin, S.B. (1993) Formation a putative relaxation intermediate during T-DNA processing directed by the Agrobacterium tumefaciens VirD1, VirD2 endonuclease. Mol. Microbiol. 8: 915-926. Fullner, K.J., Lara, C.J. and Nester, E.W. (1996) Pilus assembly by Agrobacterium T-DNA transfer genes. Science 273: 1107-1109. Gelvin, S.B. (1993) Molecular genetics of T-DNA transfer from Agrobacterium to Plants, In: Kung, S. and Wu, R. (ed). Transgenis Plants Vol.1. Pergamon Press, Inc. New York George, E.F. and Sherrington, P.D. (1984) Plant Propagation by Tissue Culture. Exegetics Limited. England. Gheysen, G., Villarroel, R. and Van Montagu, M. (1991) Illegitimate recombination in plants: A model for T-DNA integration. Genes & Dev. 5: 287-297. Hauptmann, R.M., Vasil, V., Ozias-Akins, P., Tabeizadeh, Z., Rogers, S.G., Fraley, R.T., Horsch, R.B. and Vasil, I.K. (1988) Evaluation of selectable markers for obtaining stable transformant in Gramineae. Plant Physiol. 86:602-606. Heldt, H.W. (1999) Plant Biochemistry and Molecular Biology. Oxford University Press Inc. New York.
9
MAKALAH SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS BIOLOGI – FMIPA, UNAIR SURABAYA, 22 JULI 2006
ISBN : 979 – 98109 – 1 – 4
Hernalsteens, J.P., van Vliet, F., De Beuckeleer, M., Depicker, A., Engler, G., Lemmers, M., Holsters, M., Van Montagu, M. and Schell, J. (1980) The Agrobacterium tumefaciens Ti plasmid as a host vector system for introducing foreign DNA in plant cell. Nature 287:654-656. Ito, S., Fukunishi, T., Inaba, K., Masumura, T., Tanaka, T., Takeuchi, Y. and Yoshikawa, M. (1995) Disease resistance of transgenic eggplant with soybean β-1,3-endoglucanase. Breed Sci. 45 (Suppl.2): 106. James, C. (1998) Global review of commercialized transgenic crops: 1998. ISSAAA Briefs No. 8, 1998. Ithaca, New York, 43 pp. James, C. (1998) Global review of commercialized transgenic crops: 1998. ISSAAA Briefs No. 21, 2000. Ithaca, New York, 15 pp. Lal, R. and Lal, S. (1990) Crop Improvement Utilizing Biotechnology. CRC Press, Boca Raton. Florida. Makkarasang (2001) Potensi kapas Bt (Bollgard) alam perekonomian Sulawesi Selatan. Askah disampaikan dalam seinar Kophalindo dan Yayasan Asa Nusantara. Manuhara, Y.S.W., Sumardi, I., Sujadi, S., Taryono (2003) Agrobacterium-medated transformation of cabbage (Brassica oleracea cv. Capitata L.) with soybean β-1,3-endoglucanase cDNA. I J Biotech., June (2003) 597-605. Marton, L., Wullems, G.J., Molendijk, L. and Scilperoort, R.A. (1979) Agroinfection of wheat: a comparison of Agrobacterium strains. Plant Science 63:247-256. Matsumoto, S., Ito, Y., Hosoi, T., Takahashi, Y. and Machida, Y. (1990) Integration of Agrobacterium T-DNA into tobacco chromosome: Possible involvement of DNA homology between T-DNA and plant DNA. Mol. Gen. Genet. 224: 309-316. Mayerhofer, R., Koncz-Kalman, Z., Nawrath, C., Bakkeren., G., Crameri, A., Angelis, K., Redei, G.P., Schell, J., Hohn, B. and Koncz, C. (1991) T-DNA integration: A mode of illegitimate recombination in plants. EMBO J. 10: 697-704. Nakamura, Y., Sawada, S., Kobayashi, S., Nakajima, I., Yoshikawa M. (1999) Expression of soybean β-1,3endoglucanase cDNA and effect on disease tolerance in kiwifruit plants. Plant Cell Rep. 18:527-532. Nehra, N.S., Chibbar, R.N., Kartha, K.K., Datla, R.S.S., Crosby W.L., Stushnoff, C. (1990) Genetic transformation of strawberry by Agrobacterium tumefaciens using leaf disc regeneration system. Plant Cell Rep.9:293-298. Old, R.W. and Primrose, S.B. (1989) Principle of Gene Manipulation. An Introduction to Genetic Engineering. Blackwell Scientific Publications. Oxford. Offringa, R., de Groot, M.J., Haagsman, H.J., Does, M.P., van den Elzen, P.J and Hooykaas, P.J. (1990) Extrachromosomal homologous recombination and gene targeting in plant cells after Agrobacterium mediated transformation. EMBO J. 9: 3077-3084. Paszkowski, J., Baur, M., Bogucki, A. and Potrykus, L. (1988) Gene targeting in plants. EMBO J. 7: 4021-4026. Pounti-Kaerlas, J., Satbel, P. and Eriksson, T. (1989) Transformation of pea (Pisum sativum L.) by Agrobacterium tumefaciens. Plant Cell Rep. 8:33-38. Rossi, L., Hohn, B. and Tinland, B. (1996) Integration of complete T-DNA units is dependent on the activity of VirE protein of Agrobacterium tumefaciens. Proc. Natl. Acad. Sci. U.S.A. 93: 126-130. Schuller, T.H., G.M. Poppy, B.R. Kerry and I. Denholm (1998) Insect resistant transgenic plants. TibTech. 16:168-175. Shaw, C.H., Ashby, A.M., Brown, A., Royal, C., Loake, G.J. and Shaw, C. (1988) virA and virG are Ti-plasmid function required for chemotaxis of Agrobacterium tumefaciens towards acetosyringone. Mol. Microbiol. 2: 413-417. Shimamoto, K., Terada, R., Izawa, T. and Fujimoto, H. (1987) Fertile transgenic rice plants regenerated from transformed protoplasts. Nature 338:274-276. Stachel, S.E., Messens, E., Van Montagu, M. and Zambryski, P. (1985) Identification of signal molecules produced by wounded plant cells that active T-DNA transfer in Agrobacterium tumefaciens. Nature 318: 624-629. Tempe, J. and Casse-Delbart, F. (1989) Plant gene vectors and genetic transformation: Agrobacterium Ri plasmid. In Cell Culture and Somatic Cell Genetic of Plants Vol. 6. Academic Press. London. Webb, K.J. and Morris, P. (1992) Methodologies of Plant Transformation, In: Gatehouse, A.M.R., Hilder, V.A. and Boulter, D. (ed). Plant Genetic Manipulation for Crop Protection. C A B International. United Kingdom.
10
MAKALAH SEMINAR NASIONAL BIODIVERSITAS BIOLOGI – FMIPA, UNAIR SURABAYA, 22 JULI 2006
ISBN : 979 – 98109 – 1 – 4
Yanofsky, M.F., Porter, S.G., Young, C., Albright, L.M., Gordon, M.P. and Nester, E.W. (1986) The virD operon from Agrobacterium tumefaciens encodes a site-specific endonuclease. Cell 7:471-477. Yoshikawa, M., Keen, N.T. and Wang, M.C. (1983) A receptor on soybean membranes for a fungal elicitor of phitoalexin accumulation. Plant Physiol. 73:49-52. Yoshikawa, M., Tsuda, M. and Takeuchi, Y. (1993) Resistance to fungal disease in transgenic tobacco plants expressing the phytoalexin elicitor-releasing factor, β-1,3-endoglucanase, from soybean. Naturwissenschaften 80: 417-420. Ziemienowicz, A., Tinland, B., Bryant, J., Gloecker, V. and Hohn, B. (2000) Plant enzymes but not Agrobacterium VirD2 mediate T-DNA ligation in vitro. Mol. Cell. Biol. 20: 6317-6322.
11