1
PENGEMBANGAN METODE ISOLASI BRAZILIN DARI KAYU SECANG (CAESALPINIA SAPPAN)
BORIS YESAYA MANUMPAK HANGOLUAN
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
ABSTRAK BORIS YESAYA MANUMPAK HANGOLUAN Pengembangan Metode Isolasi Brazilin dari Kayu Secang (Caesalpinia sappan). Dibimbing oleh IRMANIDA BATUBARA dan WULAN TRI WAHYUNI. Penelitian ini bertujuan mengembangkan metode isolasi brazilin dari kayu secang (Caesalpinia sappan) yang efektif dan efisien untuk mendapatkan rendemen dan kemurnian yang tinggi. Brazilin merupakan senyawa yang memiliki banyak aktivitas, tetapi senyawa ini sulit ditemukan sebagai standar. Pengembangan metode ini dilakukan dengan memodifikasi metode ekstraksi dan mengoptimasi fase gerak dan fase diam. Modifikasi ekstraksi dilakukan dengan cara menghilangkan senyawa nonpolar dari ekstrak metanol dengan n-heksana. Rendemen yang didapat dari fraksi methanol sebesar 8.64 % (b/b) dan dari fraksi n-heksana sebesar 0.93 %. Fase gerak dan fase diam yang terbaik adalah kloroform:metanol (5:1) dan silika gel untuk kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kolom. Ekstrak metanol diaplikasikan pada kromatografi kolom dengan kondisi fase gerak kloroform:metanol (5:1) sehingga didapatkan fraksi awal (Rf 0.89 di kondisi KLT). Fraksi dimurnikan lebih lanjut dengan KLT preparatif. Hasil pemurnian dianalisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan dikarakterisasi dengan spektrometri ultraviolet-tampak dan inframerah transformasi Fourier (FTIR). Rendemen brazilin yang didapat sebesar 21.43 % (b/b) dengan nilai Rf pada KLT 0.54 dan waktu retensi pada KCKT 15.695 menit.
ABSTRACT BORIS YESAYA MANUMPAK HANGOLUAN. The Development of Brazilin Isolation Method from Sappan Wood (Caesalpinia sappan). Supervised by IRMANIDA BATUBARA and WULAN TRI WAHYUNI. The objectives of this research was to develop efficient and effective the brazilin isolation method from sappan wood (Caesalpinia sappan) to obtain high yield and high purity. Brazilin is a compound with a lot of activities, but it is difficult to find this compound as standard. The development method was done by modifying the extraction method and optimizing the mobile and stationary phase in the separation process. Modification of the extraction was done by removing non-polar compounds with n-hexane. The yield of methanol fraction was 8.64 % (w/w) while the yield of n-hexane fraction was 0.93 %. The optimum mobile and stationary phase were chloroform: methanol (5:1) and silica gel for thin layer chromatography (TLC) and column chromatography. Methanol extract was column chromatographed, eluted with chloroform;methanol (5:1) to get the early fractions (Rf 0.89 in TLC condition). The fractions were further purified by preparative TLC. The results were analyzed by high performance liquid chromatography (HPLC) and characterized by UV-Vis and FTIR spectrometry. The yield of brazilin obtained 21.43 % (w/w) Rf value on TLC was 0.54 and the HPLC retention time was 15.695 minutes.
PENGEMBANGAN METODE ISOLASI BRAZILIN DARI KAYU SECANG (CAESALPINIA SAPPAN)
BORIS YESAYA MANUMPAK HANGOLUAN
Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi : Pengembangan Metode Isolasi Brazilin dari Kayu Secang (Caesalpinia sappan) Nama : Boris Yesaya Manumpak Hangoluan NIM : G44070079
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dr. Irmanida Batubara, S.Si M.Si. NIP 19750807 200501 2 001
Wulan Tri Wahyuni. S.Si, M.Si
Mengetahui, Ketua Departemen Kimia
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS NIP 19501227 197603 2 002
Tanggal lulus:
PRAKATA Penulis memanjatkan puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul “Pengembangan Metode Isolasi Brazilin dari Kayu Secang (Caesalpinia sappan)” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini mengoptimalkan metode isolasi brazilin dari secang (Caesalpinia sappan) untuk mendapatkan rendemen dan kemurnian yang tinggi serta metode yang didapat lebih efisien dan efektif dari penelitian sebelumnya. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret sampai Juli 2011 di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Laboratorium Uji Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. Irmanida Batubara, S.Si, M.Si dan Wulan Tri Wahyuni, S.Si, M.Si selaku pembimbing yang selalu memberi bimbingan, motivasi, saran, dan meluangkan waktunya kepada penulis selama berkonsultasi. Terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka yang telah memberikan fasilitas dan penggunaan peralatan selama penulis melaksanakan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak, Mama, Bang Ganda, Kak Natalia, S.S, Dek Yeyep, dan seluruh keluarga yang senantiasa mendoakan, memberi motivasi, dan kasih sayang yang tiada henti. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Om Eman, Bu Nunung, Pak Dede, dan para pegawai di Laboratorium Kimia Analitik, juga kepada Bang Endi, Bang Jaim, Nio, dan para pegawai di Pusat Studi Biofarmaka. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Monika Tiur Apriani, Kimia 44 yang selalu memberi dukungan dan menjadi teman diskusi yang menyenangkan. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2011
Boris Yesaya Manumpak Hangoluan
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 15 Juli 1989 dari pasangan Hinsa Paian Sitorus, SE. dan Ronna M Sinaga. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis lulus dari SMAN 2 Pamulang pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007, penulis diterima di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama menjalani perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Kimia TPB (2009), Kimia Organik S1 (2009), Kimia Pangan D3 (2010), Kimia Organik D3 (2011), dan Kimia Analitik Layanan (2011). Penulis pernah berkesempatan mengikuti program kreatifitas mahasiswa pengabdian masyrakat (PKM-M) dengan judul Taman Edukasi Obat-obatan Tropika sebagai Media Edukasi Pembuatan Jamu Tradisional Tanah Karo “Siralada” untuk Peningkatan Kuantitas dan Kualitas ASI di Posyandu, Desa Babakan, Dramaga, Bogor. Penulis juga berkesempatan menjalani kegiatan Praktik Lapang di Laboratorium quality control (QC) dan water treatment and deposites analysis PT Nalco Indonesia pada tahun 2010.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii PENDAHULUAN .............................................................................................
1
BAHAN DAN METODE ................................................................................... Alat dan Bahan ............................................................................................. Metode..........................................................................................................
1 1 1
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... Kadar Air ...................................................................................................... Ekstraksi ....................................................................................................... Pemilihan Dua Fase Gerak dan Satu Fase Diam Terbaik ............................ Pengoptimuman Komposisi Fase Gerak untuk Fase Diam Terbaik serta Identifikasi Brazilin...................................................................................... Isolasi brazilin ..............................................................................................
2 2 3 3
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... Simpulan ...................................................................................................... Saran .............................................................................................................
7 7 7
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
7
LAMPIRAN .......................................................................................................
8
4 5
DAFTAR TABEL Halaman 1 Nilai Rf pada noda yang berependar biru dari KLT preparative ..................
5
2 Data bilangan gelombang pada spektrum IR ...............................................
6
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Pola KLT menggunakan pelarut tunggal etanol, asetonitril, aseton, tetrahidrofuran, n-heksana, dietil eter, butanol, diklorometana, kloroform, metanol, etil asetat, asam asetat pada fase diam silika gel dengan visualisasi UV 366 nm ................................................................................................... 3 2 Pola KLT menggunakan pelarut tunggal butanol, asam asetat, etil asetat pada fase diam kalsium karbonat dengan visualisasi UV 366 nm......................... 4 3 Pola KLT menggunakan pelarut campuran kloroform:metanol (2:1), (3:1), (5:1), (7:1), (11:1) dengan visualisasi UV 366 nm ..............................................
4
4 Kromatogram standar brazilin dan fraksi paling atas (Rf 0.89) pada fase gerak kloroform:metanol (5:1) .....................................................................
5
5 Profil pemisahan fraksi atas (Rf 0.89 pada KLT) kromatografi kolom silika gel pada KLT dengan fase gerak kloroform:metanol (5:1)................................ 5 6 Kromatogram fraksi dengan Rf 0.54 ............................................................
6
7 Spektrum UV-Vis dari fraksi pertama (Rf 0.54) ...........................................
6
8 Spektrum IR dari fraksi pertama (Rf 0.54) ....................................................
6
9 Struktur brazilin ............................................................................................
6
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Diagram alir penelitian .................................................................................
8
2 Kadar air .......................................................................................................
9
3 Rendemen ekstrak kayu secang dalam metanol dan n-heksana ...................
9
4 Hasil elusi KLT ekstrak kayu secang untuk 12 macam fase gerak dan fase diam silika gel dengan deteksi UV 254 nm ................................................. 10 5 Kromatogram KCKT ekstrak kasar, fraksi bawah pada fase gerak kloroform:metanol (3:1), fraksi atas pada fase gerak kloroform:metanol
(5:1), fraksi 1 (Rf 0.54) dengan fase gerak kloroform:metanol pada KLT preparatif (5:1), standar brazilin pada kayu secang ..................................... 11 6 Rendemen ekstrak fraksi atas pada kromatografi kolom ............................. 13 7 Rendemen ekstrak brazilin pada KLT preparatif .......................................... 14 8 Warna fraksi atas kolom (Rf 0.89) ............................................................... 14
1
PENDAHULUAN Penemuan berbagai senyawa obat baru dari bahan alam semakin memperjelas peran penting metabolit sekunder tanaman sebagai sumber bahan baku obat. Metabolit sekunder adalah senyawa hasil biogenesis dari metabolit primer (Zahid & Gray 2006). Senyawa metabolit sekunder yang ingin diisolasi adalah brazilin. Brazilin merupakan senyawa antioksidan yang mempunyai katekol dalam struktur kimianya, dalam suasana asam dan basa berwarna kuning dan merah sementara jika teroksidasi menghasilkan senyawa brazilein yang berwarna merah kecokelatan (Oliveira et al. 2002). Senyawa ini hanya terdapat pada tanaman brazilwood atau Caesalpinia sp. Brazilin mempunyai aktivitas farmakologis seperti proteksi hati, antikonvulsan, antiinflamasi, antibakteri, antioksidan, antivirus, anticomplementary, penghambat xantin oksidase, penghambat aldosa reduktase, proteksi otak (Zhao et al. 2008), dan yang terakhir kali diteliti adalah sebagai anti jerawat. Senyawa ini merupakan komponen utama dan merupakan senyawa penciri dari kayu secang (Batubara et al. 2010). Brazilin memiliki banyak aktivitas, sehingga dapat dijadikan standar dalam kontrol kualitas kayu secang. Kontrol kualitas bahan alam dilakukan untuk mengevaluasi kualitas dan keaslian tanaman obat sehingga mencegah adanya pencampuran obat dari tanaman lain (Soares & Scarmino 2008). Kontrol kualitas bahan alam dapat dilakukan dengan cara model autentikasi komposisi bahan alam, teknik kromatografi sidik jari, dan lain-lain (Gong et al. 2003). Untuk memenuhi kontrol kualitas kayu secang berdasarkan senyawa penciri, digunakan brazilin. Sering kali senyawa metabolit sekunder dihasilkan dengan rendemen dan kemurnian yang relatif kecil sehingga sulit didapatkan sebagai standar. Hal ini dikarenakan kurang tepatnya pelarut atau eluen, fase diam, teknik ekstraksi, dan teknik pemisahan yang digunakan. Metode yang sering dipakai dalam mendapatkan atau mengisolasi senyawa metabolit sekunder adalah ekstraksi dan kromatografi. Pemilihan pelarut atau eluen, fase diam, teknik ekstraksi, dan teknik pemisahan merupakan faktor yang sangat penting dalam mengisolasi senyawa metabolit sekunder. Di dalam penelitian Saitoh et al. (1986), fase diam yang dipakai adalah silika gel dan Sephadex LH-20 serta eluen CHCl3-
MeOH (5:1) dan CHCl3-MeOH-H2O (10:2:0.2). Dengan menggunakan fase diam dan eluen tersebut, dapat dihasilkan rendemen brazilin sebesar 13%. Dalam penelitian Batubara et al. (2010), etil asetat dipilih sebagai eluen untuk mengisolasi brazilin. Eluen ini menghasilkan rendemen brazilin lebih kecil daripada eluen yang dipakai Saitoh et al. (1986). Penelitian ini bertujuan mengembangkan metode isolasi brazilin dari secang (Caesalpinia sappan L.) untuk mendapatkan rendemen dan kemurnian yang tinggi serta metode yang didapat efektif dan efisien.
BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah peralatan kaca, pipet ukur, botol vial bertutup, neraca analitik, pengaduk magnetik, kertas saring Whatman No. 2, penguap putar, kromatografi kolom, dan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) pusat studi biofarmaka (PSB) dengan fase balik kolom Inertsil ODS-3 (Shimadzu 21.5 mm i.d. x 300 mm), spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis), dan inframerah transformasi Fourier (FTIR). Bahan-bahan yang digunakan ialah kayu C. sappan berasal dari Semarang, n-heksana teknis, dietil eter, nbutanol, etanol, metanol, tetrahidrofuran, asam asetat, diklorometana, etil asetat, aseton, asetonitril, kloroform, silika gel, CaCO3, akuades, dan asam triflouroasetat. Lingkup Kerja Secara garis besar metode penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap. Tahap pertama adalah ekstraksi maserasi kayu secang dengan metanol lalu ekstraksi cair-cair dengan nheksana. Tahap kedua, yaitu pemilihan dua fase gerak dan satu diam terbaik, pengoptimuman komposisi fase gerak untuk fase diam terbaik, identifikasi keberadaan brazilin, dan isolasi brazilin. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1. Penentuan Kadar air (AOAC 2006) Penentuan kadar air diawali dengan mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 °C selama 30 menit. Kemudian cawan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Sebanyak 3 g kayu secang ditimbang (a) (dicatat sampai 4 desimal dalam g), dimasukkan dalam cawan porselen dan
2
dikeringkan pada suhu 105 °C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan dengan persamaan: Kadar air =
Identifikasi Keberadaan Brazilin Hasil optimasi fase gerak, yaitu kloroform:metanol (5:1), diaplikasikan dengan KLT preparatif untuk mengambil senyawa berpendar biru yang kemungkinan adalah brazilin. Fraksi yang berpendar tersebut kemudian dianalisis dengan KCKT untuk identifikasi keberadaan brazilin pada fraksi tersebut.
Ekstraksi Sebanyak 200 g kayu C. sappan yang telah dikeringkan dan dihaluskan, dimaserasi dengan 2 L metanol selama 12 jam. Proses maserasi diulang 2 kali. Ekstrak hasil maserasi disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman No. 2 lalu dipekatkan dengan penguap putar sampai kental. Setelah itu, dilakukan ekstraksi cair-cair untuk menghilangkan minyak (senyawa nonpolar) dengan menggunakan pelarut n-heksana teknis sebanyak 5 L. Pemilihan Dua Fase Gerak dan Satu Fase Diam Terbaik Sebanyak 12 macam fase gerak diujikan, yaitu n-heksana, dietil eter, n-butanol, etanol, metanol, tetrahidrofuran, asam asetat, diklorometana, etil asetat, aseton, asetonitril, dan kloroform. Pelat KLT yang dipilih ialah silika gel dan CaCO3. Pelat yang telah ditotolkan ekstrak dimasukkan ke dalam bejana kromatografi. Setelah pengembangan dilakukan, pelat diangkat dan dikeringkan. Deteksi komponen dilakukan untuk melihat jumlah pita yang muncul pada pelat. Dua fase gerak dan salah satu fase diam dipilih, yaitu fase gerak dan fase diam yang memberikan penampakan brazilin dengan deteksi UV 366 nm menghasilkan warna biru terang (Herdiana 2010) dan terpisah sempurna dengan komponen yang lain. Pengoptimuman Komposisi Fase Gerak untuk Fase Diam Terbaik Dua fase gerak dan satu fase diam yang terbaik adalah kloroform serta metanol dan silika gel. Kedua fase gerak dicampur dengan berbagai nisbah, yaitu 2:1, 3:1, 5:1, 7:1, dan 11:1. Komposisi fase gerak tersebut lalu diaplikasikan pada silika gel, setelah itu dideteksi dengan UV 366 nm menghasilkan warna biru terang dan terpisah dengan sempurna dengan komponen yang lain.
Isolasi brazilin Sebanyak 1.6544 g ekstrak yang mengandung brazilin diaplikasikan dalam kromatografi kolom silika gel dengan fase gerak kloroform:metanol (5:1). Fraksi awal (Rf 0.89 pada KLT) pada kromatografi kolom silika gel ditampung di tabung reaksi dengan volume eluat sebanyak 3 mL dalam setiap tabung reaksi. Kemudian eluat tersebut diidentifikasi keberadaan brazilinnya menggunakan KLT dengan visualisasi UV 366 nm. Setelah dilakukan identifikasi, eluat hasil tampungan tabung reaksi sebanyak 150 mL memiliki pola pemisahan yang sama sehingga dapat dikatakan merupakan fraksi atas (Rf 0.89). Fraksi atas tersebut kemudian dipekatkan, sebanyak 0.0406 g fraksi pekat yang diperoleh diaplikasikan dengan KLT preparatif dan diidentifikasi dengan UV 366 nm. Fraksi yang berpendar diambil, lalu dianalisis dengan KCKT untuk mengetahui keberadaan brazilin dan dicirikan dengan spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis) (spektrofotometer U-2800) serta inframerah transformasi Fourier (FTIR) Bruker untuk karakterisasi brazilin. Analisis KCKT dilakukan dengan kondisi fase balik kolom Inertsil ODS-3 (Shimadzu 15 mm i.d. 4.6 mm) yang dipantau pada panjang gelombang 280 nm. Sistem pelarut yang digunakan adalah sebuah gradient program selama 45 menit dari 5% sampai 100% metanol di dalam larutan asam trifluoroasetat 0.05% dengan laju alir 10 mL/menit dan injeksi sampel sebanyak 10 μL (Batubara et al. 2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air Sampel dikeringkan dan digiling terlebih dahulu sebelum digunakan lebih lanjut. Pengeringan sampel bertujuan menghilangkan kandungan air yang terdapat dalam sampel untuk menghindari tumbuhnya mikrob yang
3
akan merusak sampel, sehingga memungkinkan sampel disimpan dalam jangka waktu lama. Suatu bahan relatif stabil dari serangan mikrob jika kandungan airnya kurang dari 10% (Harjadi 1986). Kadar air yang diperoleh dari serbuk kayu secang sebesar 4.89% (Lampiran 2). Nilai ini lebih kecil dari 10% yang berarti sampel dapat disimpan dalam jangka waktu yang relatif lama. Nilai kadar air juga diperlukan sebagai faktor koreksi untuk penghitungan rendemen. Penggilingan sampel menjadi ukuran lebih kecil bertujuan memperbesar luas permukaan bahan dan dapat membantu penetrasi pelarut ke dalam sel tumbuhan, sehingga mempercepat pelarutan komponen bioaktif dan meningkatkan rendemen. Namun, ukuran sampel juga tidak boleh terlalu kecil karena bahan yang terlalu halus akan sulit disaring (Ilmiawati 2010). Ekstraksi Sebelum melakukan isolasi, dilakukan ekstraksi terhadap serbuk kayu secang. Metode ekstraksi yang dipakai adalah maserasi dan ekstraksi cair-cair. Alasan memilih metode maserasi adalah relatif sederhana, mudah, dan dapat menghindari rusaknya komponen senyawa akibat panas, khususnya brazilin. Proses maserasi dibantu dengan pengadukan untuk memaksimumkan pencampuran dan kontak antara sampel dan pelarut, sehingga akan meningkatkan rendemen ekstrak. Pelarut yang dipakai dalam metode maserasi adalah metanol. Dalam penelitian sebelumnya, yaitu Saitoh et al. (1986), Nagai & Nagumo (1987), dan Batubara et al. (2010) menggunakan metanol untuk ekstraksi kayu secang. Metanol dapat melarutkan senyawa polar dan nonpolar walaupun sifat pelarut tersebut polar. Ini merupakan kelemahan dalam isolasi brazilin yang sifatnya polar. Senyawa lain yang bersifat nonpolar perlu dibuang untuk memudahkan dalam proses pemisahan. Oleh karena itu, dilakukan ekstraksi cair-cair dengan pelarut n-heksana untuk membuang senyawa-senyawa yang bersifat nonpolar. Ekstraksi cair-cair adalah teknik ekstraksi yang menggunakan pelarut berbeda kepolarannya. Dalam proses ini digunakan pelarut n-heksana, memiliki sifat nonpolar dan titik didih relatif rendah sehingga mudah diuapkan. Selain itu, n-heksana juga tidak terlalu toksik dibandingkan dengan petroleum eter atau dietil eter sehingga relatif tidak
begitu berbahaya digunakan di laboratorium. Rendemen ekstrak metanol sebesar 8.64% (b/b kering) dan ekstrak n-heksana sebesar 0.93% (b/b kering) (Lampiran 3). Pemilihan Dua Fase Gerak dan Satu Fase Diam Terbaik Pemilihan fase diam terbaik didasarkan pada daya afinitas terhadap brazilin, yang tinggi dengan ditunjukkan warna berpendar biru paling terang (Herdiana 2010), sedangkan pemilihan 2 fase gerak terbaik yang akan dikombinasikan sebagai fase gerak diawali dengan menguji 12 pelarut tunggal. Kedua belas pelarut ini diharapkan dapat mewakili tingkat kepolaran senyawa yang terdapat pada kayu secang dan dapat mengidentifikasi brazilin (berpendar warna biru) dengan keterpisahan yang baik dengan senyawa lain pada visualisasi UV 366 nm. Pola KLT pada fase diam silika gel dapat dilihat pada Gambar 1 dan pola KLT pada fase diam kalsium karbonat dapat dlihat pada Gambar 2. Kromatogram dengan visualisasi 254 nm dapat dilihat pada Lampiran 4 untuk fase diam silika gel.
a
b
c
d
g
h
i
j
e
k
f
l
Gambar 1 Pola KLT menggunakan pelarut tunggal etanol (a), asetonitril (b), aseton (c), tetrahidrofuran (d), n-heksana (e), dietil eter (f), butanol (g), diklorometana (h), kloroform (i), metanol (j), etil asetat (k), asam asetat (l) pada fase diam silika gel dengan visualisasi UV 366 nm
4
semipolar dapat memperbaiki pita pada Gambar 4j yang menggunakan fase gerak metanol (polar) sehingga fraksi berpendar biru tersebut tidak menjadi berekor lagi. Pengoptimuman Komposisi Fase Gerak untuk Fase Diam Terbaik serta Identifikasi Brazilin
a
b
c
Gambar 2 Pola KLT menggunakan pelarut tunggal butanol (a), asam asetat (b), etil asetat (c) pada fase diam kalsium karbonat dengan visualisasi UV 366 nm. Dengan membandingkan Gambar 1 dan 2, terlihat fase diam silika gel memiliki noda berpendar biru yang paling terang. Dapat dikatakan silika gel mempunyai afinitas yang lebih besar terhadap brazilin daripada fase diam kalsium karbonat sehingga merupakan fase diam terbaik. Setelah mendapatkan fase diam terbaik, dipilih 2 fase gerak terbaik pada silika gel. Berdasarkan pola pemisahan pada Gambar 1, pelarut yang cenderung polar akan menghasilkan pita dengan jumlah sedikit yang mendekati garis akhir dan berekor (Gambar 1a−d, 1j, dan 1l). Pelarut nonpolar akan cenderung menahan sampel pada garis awal dan tidak menghasilkan komponen (Gambar 1e), sedangkan pelarut semipolar menghasilkan banyak pita dengan jarak antarpita yang berdekatan serta ada yang tertahan seperti diklorometana dan kloroform (Gambar 1f−i dan 1k). Perbedaan pola pemisahan ini disebabkan masing-masing pelarut memiliki kekuatan yang berbeda untuk memisahkan senyawa komponen. Pada Gambar 1 terlihat bahwa pita berpendar biru terdapat pada seluruh eluen yang digunakan. Warna berpendar biru pada KLT yang disinari UV 366 nm tersebut kemungkinan brazilin (Herdiana 2010). Saitoh et al. (1986) dan Nagai & Nagumo (1987) mengisolasi brazilin memakai komposisi fase gerak kloroform dan metanol pada fase diam silika gel. Pemilihan fase gerak tersebut dikarenakan kedua fase gerak tersebut dapat memisahkan brazilin dengan senyawa yang lain (fraksi yang berpendar selain biru). Oleh karena itu, kedua eluen tersebut dipilih dengan harapan kloroform yang bersifat
Dua fase gerak terpilih, yaitu kloroform dan metanol, dibuat menjadi 5 komposisi campuran, yaitu 2:1, 3:1, 5:1, 7:1, dan 11:1 pada pelat silika gel yang merupakan fase diam terbaik. Hasil dari optimasi komposisi ditunjukkan pada Gambar 3.
e m d Gambar 3 Pola KLTp menggunakan pelarut campuranur kloroform:metanol (2:1) (a), s(3:1) (b), (5:1) (c), (7:1) a
b
(d), (11:1) (e) dengan visualisasi UV 366 nm. . Gambar 3 memperlihatkan bahwa semakin banyak ditambahkan kloroform atau senyawa semipolar, noda yang berpendar biru di posisi paling bawah akan semakin menghilang dan noda yang berependar biru di posisi paling atas akan semakin ke bawah. Hal ini disebabkan kekuatan pelarut kloroform lebih lemah daripada metanol untuk membawa spot berpendar biru yang kemungkinan brazilin (polar) semakin tidak terbawa oleh campuran fase gerak. Komposisi fase gerak yang optimum ialah yang memisahkan fraksi berpendar biru (brazilin) relatif jauh dengan fraksi yang lain (bukan berependar biru), diduga fase gerak yang terbaik adalah kloroform:metanol (3:1) (Gambar 3c) dikarenakan fraksi paling bawah yang berpendar berwarna biru (Rf 0.03) terpisah jauh dengan fraksi yang lain kemudian fraksi tersebut dianalisis dengan KCKT, tidak menunjukkan kandungan brazilin dikarenakan tidak ada puncak pada waktu retensi sebesar 15.440 menit yang dimiliki oleh kromatogram standar brazilin (Gambar 4a). Selain fraksi yang paling bawah, fraksi paling atas (Rf 0.89) juga menghasilkan warna berpendar biru.
5
Fase gerak kloroform:metanol (5:1 memiliki pemisahan terbaik pada fraksi paling atas dengan fraksi yang di bawahnya (bukan berpendar biru) diantara fase gerak yang lainnya sehingga dijadikan sebagai fase gerak terbaik. Fraksi paling atas (Rf 0.89) dianalisis dengan KCKT, fraksi tersebut mengandung brazilin di waktu retensi sebesar 15.4 menit yang sama dengan waktu retensi standar brazilin (Gambar 4a). Akan tetapi, fraksi tersebut belum murni karena masih ada puncak-puncak yang lain pada profil kromatogram fraksi paling atas dengan kemurnian sebesar 12.1%. (Gambar 4b).
bobot ekstrak kasar (Lampiran 6). Fraksi tersebut didapatkan dengan fase gerak kloroform:metanol (5:1) sebagai fraksi berwarna kuning dan merah yang berposisi paling atas sebanyak 150 mL. Profil pemisahan fraksi tersebut dengan KLT dapat dilihat pada Gambar 5.
Noda yang berpendar biru
Gambar 5 Profil pemisahan fraksi atas (Rf 0.89 pada KLT) kromatografi kolom silika gel pada KLT dengan fase gerak kloroform:metanol (5:1). a
b Gambar 4
Kromatogram standar brazilin (a) dan fraksi paling atas (Rf 0.89) pada fase gerak kloroform:metanol (5:1) (b)
Hasil ini dapat menjadi petunjuk untuk melakukan isolasi tahap selanjutnya. Teknik kromatografi kolom digunakan untuk mendapatkan fraksi paling atas dengan Rf 0.89 dan teknik KLT preparatif untuk pemurniannya. Isolasi brazilin Berdasarkan informasi sebelumnya, fraksi atas mengandung brazilin. Rendemen fraksi tersebut yang didapat dari kromatografi kolom silika gel sebesar 28.85% berdasarkan
Tabel 1
Nilai Rf pada noda berependar biru dari KLT preparatif Noda
Rf
1
0.54
2
0.65
3
0.68
4
0.80
Tabel 1 menunjukkan terdapat 4 noda yang berpendar biru pada ekstrak fraksi atas. Analisis KCKT dilakukan pada fraksi 1 (Rf 0.54). Kromatogram fraksi yang dihasilkan Gambar 6 menunjukkan bahwa fraksi ini mengandung brazilin karena memiliki puncak yang muncul pada waktu retensi 15.695 menit. Waktu retensi tersebut tidak berbeda signifikan dengan waktu retensi standar brazilin yang ditunjukkan pada Gambar 4a. Namun, masih ada puncak lain di waktu retensi 13.371 dan 14.456 menit sehingga fraksi tersebut belum dapat dikatakan murni. Kemungkinan saat pengambilan fraksi tersebut, fraksi yang lain yang tidak berpendar biru sehingga senyawa lain ikut terdeteksi. Rendemen fraksi 1 yang didapat adalah sebesar 21.43% (8.7 mg) berdasarkan bobot ekstrak fraksi awal pada kromatografi kolom (Rf 0.89 pada kondisi KLT) (Lampiran 7) dengan kemurnian sebesar 66.94% (Lampiran 5). Di dalam Batubara et al. (2010), kayu
6
secang mengandung brazilin sebanyak 5.81−24.85 mg/g. Oleh karena itu, brazilin yang diisolasi belum spenuhnya terambil di dalam kayu secang dan nilai kemurnian yang didapati lebih tinggi daripada nilai kemurnian dari hasil proses sebelumnya, yaitu sebesar 12.1%.
Gambar 6
Kromatogram fraksi dengan Rf 0.54
Hasil dari analisis UV-Vis dari fraksi pertama (Rf 0.54) tersebut dapat dilihat dari Gambar 7.
Gambar 8
Spektrum IR dari pertama (Rf 0.54)
Gambar 9
Struktur brazilin
Tabel 2
Data bilangan gelombang pada spektrum IR (Creswell et al 2005)
Bilangan Gugus gelombang fungsi -1 (cm ) 3437.44 Regang –OH terikat 2928.04 C=C, Ar−H 2856.44
Regang C−H
1624.08
Regang C=C (aromatik)
Spektrum UV-Vis dari fraksi pertama (Rf 0.54)
1098.72
C−O
Pada Gambar 7 dapat ditentukan nilai panjang gelombang maksimum fraksi brazilin (λmaks). Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan melihat puncak yang terdapat di dalam spektrum UV-Vis (Creswell et al 2005). Nilai λmaks dari fraksi tersebut adalah 206.0 dan 254.0 nm dengan nilai absorbans sebesar 0.417 dan 0.099 abs. Panjang gelombang sebesar 206 nm merupakan transisi π → π* yang dimiliki kromofor C=C dan panjang gelombang sebesar 254 nm merupakan merupakan transisi n → π* yang dimiliki kromofor C=C−O. Kromofor tersebut terdapat di dalam struktur brazilin (Gambar 9).
803.01
Lentur C=C
Gambar 7
fraksi
Struktur pada brazilin
Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai bilangan gelombang dari serapan fraksi pertama (Rf 0.54) memiliki karakter ikatan karbon dan gugus fungsi yang sama dengan brazilin. Dari hasil karakterisasi UV-Vis dan FTIR dapat memperkuat hasil isolasi bahwa fraksi pertama (Rf 0.54) tersebut merupakan fraksi brazilin. Isolasi brazilin pada penelitian ini relatif singkat, murah serta rendemen yang tinggi untuk mendapatkannya. Ini bisa dilihat dari metode ekstraksi sampai dengan isolasi. Khususnya dari metode kromatografi kolom
7
silika gel dengan fase gerak kloroform:metanol (5:1), yaitu fraksi paling atas merupakan fraksi yang mengandung brazilin dan pengumpulan eluat hanya sebanyak 150 mL. Ini dapat dikatakan relatif singkat untuk mendapatkannya. Metode ini juga memakai bahan-bahan yang relatif murah dan mudah ditemukan, seperti metanol, nheksana, kloroform, dan silika gel.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Fase gerak dan fase diam yang optimum adalah kloroform:metanol (5:1) dan silika gel. Hasil analisis KCKT, UV-Vis dan FTIR fraksi pertama dengan nilai Rf pada KLT dan waktu retensi pada KCKT sebesar 0.54 dan 15.695 menit merupakan brazilin. Rendemen brazilin yang didapat sebesar 21.43 % (b/b) dengan kemurnian sebesar 66.94 %. Metode ini relatif singkat untuk mendapatkan brazilin dan menghasilkan rendemen lebih tinggi dari penelitian sebelumnya serta relatif murah dalam biaya. Saran Perlu pemurnian lebih lanjut untuk menghilangkan komponen-komponen yang terdapat di ekstrak brazilin dan perlu berhatihati dalam pengambilan fraksi 1 (Rf 0.54) pada KLT preparatif.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] The Association og Official Analytical Chemist. 2006. Official Methods of Analysis. Ed ke-18. Washington DC: Association of Official Analytical Chemist. Batubara I, Mitsunaga T, Ohashi H. 2010. Brazilin from Caesalpinia sappan wood as an antiacne. Journal of Wood Science 56: 77-81. Batubara I, Rafi M, Sadiah S, Zaim MA, Inarianis, Mitsunaga T. 2010. Brazilin content, antioxidative and lipase inhibitor effects of sappan wood (Caesalpinia sappan) from Indonesia. Journal of Chemistry and Chemical Engineering 4: 35-50. Cresswell CJ, Runquist OA, Campbell MM. 2005. Analisis Spektrum Senyawa
Organik. Padmawinata K, penerjemah. Bandung: ITB. Terjemahan dari: Spectrum Analysis of Organic Compound. Gong F, Liang Y-Z, Xie P-S, Chau F-T. 2003. Information theory applied to chromatographic fingerprint of herbal medicine for quality control. Journal of Chromatography A 1002:25-40. Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia. Herdiana M. 2010. Analisis sidik jari kayu secang (Caesalpinia sappan L.) dengan kromatografi lapis tipis. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Ilmiawati A. 2010. Optimisasi ekstraksi daun dandang gendis menggunakan parameter waktu, nisbah sampel-pelarut, dan jenis pelarut. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Nagai M, Nagumo S. 1987. Protosappanin C from sappan lignum and absolute configuration of protosappanins. Chemical Pharmeutical Bulletin. 35: 3002-3005. Oliveira LFC, Edwards HGM, Velozo ES, Nesbitt M. 2002. Vibrational spectroscopic study of brazilin and brazilein, the main constituents of brazilwood from brazil. Vibrational Spectroscopy 28: 243-249. Saitoh T, Sakashita S, Nakata H, Shimokawa T, Kinjo JE, Yamahara J, Yamasaki M, Nohara T. 1986. 3 Benzylchroman derivatives related to brazilin from sappan lignum. Chemical & Pharmeutical Bulletin 34: 2506-2511. Soares PK, Scarmino IS. 2008. Multivariate chromatographic fingerprint preparation and authentication of plant material from the genus Bauhinia. Phytochemical Analysis 19:78-85. Zahid L, Gray AI. 2006. Nature Products Isolation. New Jersey: Humana Press. Zhao H, Bai H, Wang Y, Li W, Koike K. 2008. A new homoisoflavon from Caesalpinia sappan. Journal of Natural Medicine 62: 325-327.
LAMPIRAN
9
Lampiran 1 Diagram alir penelitian Kayu secang yang telah kering dan halus 200 g (500 g) V= 2 L, maserasi MeOH, t= 12 jam (2x)
Ekstraksi cair-cair
n-heksana, V=5 l (partisi)
Ekstrak kayu C. sappan kasar Optimasi fase diam dan gerak (silika gel dan CaCO3) dengan KLT
Fase gerak dan fase diam optimum Kromatografi kolom menggunakan fase gerak dan diam yang sudah dioptimasi
Fraksi-fraksi Uji kualitatif brazilin dengan KLT (Herdiana 2010)
Fraksi yang mengandung brazilin Diambil
Brazilin
KCKT fase balik kolom Inertsil ODS-3 (Shimadzu 15 mm i.d. x 4.6 mm) λ= 280 nm serta analisis UV-Vis dan FTIR
10
Lampiran 2 Kadar air
Ulangan 1 2 3
Bobot cawan kosong (g) 1.9916 1.9821 1.9226
Bobot contoh kering + cawan (g) 5.0419 5.0143 4.9766 Rerata
Bobot contoh (g) 3.0503 3.0322 3.054
Bobot contoh kering (g) 2.9013 2.8874 2.9063
Kadar air (%b/b) 4.89 4.78 4.84 4.83
Contoh Perhitungan: Kadar air (%) = A B 100% A 3 . = 0503 2.9013100% 3.0503 = 4.89 % (b/b) Keterangan: A adalah bobot contoh sebelum dikeringkan (g) B adalah bobot contoh setelah dikeringkan (g) Lampiran 3 Rendemen ekstrak kayu secang dalam metanol dan n-heksana Bobot contoh (g) 200.9769
Pelarut
metanol nheksana Contoh Perhitungan: Faktor koreksi =
Bobot ekstrak (g) 16.5503
Faktor koreksi 1.0489
Rendemen (%b/b) 8.64
1.7843
1.0489
0.93
= = 1.0489 Rendemen (% b/b kering)
= = = 8.64% (b/b kering)
11
Lampiran 4 Hasil elusi KLT ekstrak kayu secang untuk 12 macam fase gerak dan fase diam silika gel dengan deteksi UV 254 nm
a
g
b
h
c
e
d
i
f
l j
k
Keterangan: Etanol (a), asetonitril (b), aseton (c), tetrahidrofuran (d), n-heksana (e), dietil eter (f), butanol (g), diklorometana (h), kloroform (i), metanol (j), etil asetat (k), asam asetat (l)
12
Lampiran 5 Kromatogram KCKT ekstrak kasar (a), fraksi bawah pada fase gerak kloroform:metanol (3:1) (b), fraksi atas pada fase gerak kloroform:metanol (5:1) (c), fraksi 1 (Rf 0.54) dengan fase gerak kloroform:metanol pada KLT preparatif (5:1) (d), dan standar brazilin (e) pada kayu secang
(a)
13
(b)
(c)
14
(d)
(e)
15
Lampiran 6 Rendemen ekstrak fraksi atas (Rf 0.89) pada kromatografi kolom Bobot contoh Bobot ekstrak fraksi atas (g) (g) 1.6544 0.4773 Contoh Perhitungan: Rendemen =
Rendemen (%b/b) 28.85
= = 28.85%
Lampiran 7 Rendemen ekstrak brazilin pada KLT preparatif Bobot contoh Bobot ekstrak brazilin (g) (g) 0.0406 0.0087 Contoh Perhitungan: Rendemen =
Rendemen (%b/b) 21.43
= = 21.43% Lampiran 8 Warna fraksi awal kolom (Rf 0.89 pada kondisi KLT)
Fraksi atas Pemisahan dengan kolom