Pengembangan Jaringan Akses Nirkabel Pita Lebar Berbasis WiFi Pada Backhaul WIPAS Untuk e-Learning Setiawan Djunaedi1, Gamantyo Hendrantoro2 dan Achmad Affandi3 1,2,3
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
[email protected] ,
[email protected] ,
[email protected]
Abstrak Kebutuhan jaringan nirkabel saat ini semakin meningkat, mengingat jaringan nirkabel ini lebih fleksibel, mudah pengoperasiannya, dan lebih murah harganya. Dengan meningkatnya permintaan jaringan akses nirkabel untuk layanan multimedia broadband dengan kecepatan dan kinerja tinggi seperti mobile internet, video conference telah mendorong pada penggunaan spektrum frekuensi radio yang lebih tinggi yaitu pada frekuensi 20 ? 40 GHz. Saat ini yang telah banyak beredar di pasaran untuk perangkat nirkabel adalah perangkat yang bekerja dengan frekuensi 2.4 GHz, atau yang berstandar IEEE 802.11 b/g atau WiFi(Wireless Fidelity). Untuk memenuhi kebutuhan layanan multimedia broadband, diperlukan perpaduan antara perangkat yang digunakan untuk jaringan distribusi (menggunakan WiFi) dan backhaul yang dapat mnyediakan bandwidth yang lebih besar. Pada jaringan ini backhaul digunakan perangkat yang bekerja pada frekuensi 26 GHz, WIPAS (Wireless IP Access System) Dari hasil perencanaan dan pemodelan, yang diperrgunakan untuk memenuhi layanan multimedia pembelajaran, elearning, diperlukan throughput minimal,yaitu pada received signal minimal -76 dBm. Dengan menggunkan model matematis propagasi WiFi, diperoleh probabilitas received signal lebih dari -70 dBm pada jarak 100 m adalah 4,44%. Kata Kunci ; WIPAS, WiFi, e-Learning, propagasi,
1. Pendahuluan Model proses belajar mengajar di pendidikan formal (sekolah) yang saat ini berjalan yaitu model tatap muka antara peserta didik dengan guru atau tenaga pendidik. Model seperti ini terkadang memunculkan persoalan, seperti waktu pertemuan yang tidak cukup untuk penyampaian materi pelajaran secara keseluruhan, sehingga tidak semua materi dapat tersampaikan keapada siswa. Selain itu interaksi antara siswa dan guru juga terbatas, bila siswa membutuhkan konsultasi dengan guru sulit sekali untuk menentukan waktu yang sesuai. Dengan adanya beberapa kekurangan pada model pembelajaran konvensional tersebut, maka diperlukan sistem pendukung untuk mendukung dan mengembangkan model pembelajaran yang sudah ada. Salah satu pendukung trersebut adalah pembelajaran dengan memanfaatkan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi (TIK), yaitu sistem e-learning . Sistem e-learning telah banyak diaplikasikan oleh masyarakat dunia, dan menjadi tren pendidikan berbasis TIK. Di Indonesia melalui Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) juga telah mengadaptasi perkembangan model pembelajaran tersebut yang dituangkan dalam Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional [1], yang telah mencantumkan bahwa pendidikan harus selalu melakukan adaptasi dan penyesuaian dengan gerak perkembangan ilmu pengetahuan modern dan inovasi teknologi maju, sehingga tetap relevan dan kontekstual dengan perubahan zaman. Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan dan pengembangan e-learning adalah aspek teknologi, dalam hal ini adalah yang menyangkut infrstruktur yang dipergunakan sebagai media untuk proses penyampaian materi pembelajaran. Beberapa infrastruktur yang selama ini telah ada adalah jaringan telepon PSTN, jaringan berbasis serat optik, hingga teknologi nirkabel bergerak GSM maupun yang mampu memberikan layanan untuk proses penyampaian pembelajaran bahkan hingga layanan-layanan secara realtime seperti Video Conference, Video Streaming dan sebagainya. Berdasar barbagai pertimbangan untuk pemilihan infrastruktur yang dipergunakan, diantaranya masalah biaya, kemudahan instalasi dan perawatan, maka salah satu pilihan alternatif teknologi yang
1
digunakan adalah jaringan nirkabel broadband. Alternatif perangkat dengan teknologi nirkabel untuk jaringan saat ini adalah sangat banyak, khususunya yang bekerja pita frekuensi 2,4 GHz, yang berstandar IEEE 802.11b/g atau WiFi. Namun demikian dengan berbagai pertimbangan, diantaranya karena banyaknya pemakai di frekuensi tersebut, sehingga akan menimbulkan banyak gangguan, untuk itu dipilihlah alternatif lain,yang dipergunakan sebagai backhaul yaitu jaringan nirkabel dengan pita frekuensi 26 GHz, dengan perangkat WIPAS (Wireless IP Access System). . Sampai saat ini di dunia juga telah banyak dilakukan penelitian tentang penggunaan gelombang mikro pada pada frekuensi 2.5-5.5 GHz dan gelombang millimeter pada 30/40 GHz pada aplikasi broadband wireless acces. Sistem yang beroperasi pada gelombang mikro yang dikenal sebagai MMDS (Multichannel Multipoint Distribution Service) mampu mengirimkan informasi pada kecepatan tinggi hingga 37 Mbps per kanal radio dan maksimum 10 Mbps untuk setiap pengguna pada luas area 40 km. Sedangkan pada frekuensi 30/40 GHz dikenal sistem LMDS (Local Multipoint Distribution Service). LMDS merupakan sistem komunikasi fixed wireless broadband mampu membawa data hingga range gigabit dan memiliki kecepatan data yang tinggi. LMDS merupakan sistem radio point to multipoint yang mengantarkan layanan broadband (broadcast atau multimedia) dari transmitter pusat atau base station ke fixed station pada bangunan seperti perumahan, apartemen, dan pusat bisnis dalam area yang dilingkupi [2]. Penelitian mengenai pemanfaatan jaringan nirkabel tersebut hal tersebut pernah dilakukan di Thailand menggunakan perangkat WIPAS dengan melibatkan dua node yang berjarak 2,3 km, yang memberikan hasil bahwa dalam kondisi cuaca cerah koneksi antar dua node tersebut tidak bermasalah, tetapi pada saat hujan mengalami penurunan level signal karena adanya redaman hujan.[3] Pada penelitian tersebut, hanya melibatkan dua node, oleh karena itu bila akan diterapakan dengan melibatkan lebih dari dua node, dan dengan wilayah atau daerah yang berbeda, tentunya memerlukan penelitian lebih lanjut. Penelitian lain tentang penerapan e-learning dengan media berbeda, juga pernah dilakukan, yaitu menggunakan infrastruktur jaringan satelit dengan IP multicast yang dipergunakan untuk pembelajaran interaktif audio dan videoconference [4]. Di Lousiana Tech University media serat optik dipergunakan untuk jaringan pembelajaran jarak jauh yang dapat mentransmisikan sinyal Video (High Definition) yang tidak terkompres dengan bandwidth 1,5 Gb/s [5] Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan tersebut, belum ada yang menggunakan menggunakan perpaduan antara jaringan broadband nirkabel dengan berbeda standard atau frekuensi, khususnya WIPAS dan WiFi yang digunakan sebagai infrastruktur jaringan antar institusi pendidikan untuk pemebelajaran dengan sistem e-learning. Oleh karena itu penelitian ini diusulkan untuk merencanakan sistem pembelajaran e-learning dengan memanfaatkan fasilitas jaringan broadband nirkabel WIPAS dengan menggunakan akses WiFi
2.Model Sistem A. WIPAS WIPAS (Wireless IP Access System) adalah perangkat komunikasi untuk jaringan nirkabel pita lebar, Fixed Wireless Access (FWA), bekerja pada frakuensi 26 GHz, yang dikembangkan oleh NTTJepang, untuk keperluan akses internet bagi perkantoran dan dan pengguna rumahan. Model perangkat WIPAS yang telah dikembangkan adalah, AP (Access Point), yang mempunyai antarmuka ke jaringan serat optik yang dipergunakan sebagai sebagai core network, terdiri dari : RF unit (AP-RFU) termasuk didalamnya antena dan RF module, dan Interface Unit (AP-IFU) dan WT (Wireless Terminal), yang terdiri dari RF module, antena dan WT adapter. B. WiFi WiFi (Wireless Fidelity), merupakan standar yang digunakan untuk Jaringan Lokal Nirkabel WLAN(Wireless Local Area Networks) yang didasari pada spesifikasi IEEE 802.11. Fungsinya
2
menghubungkan jaringan dalam satu area lokal secara nirkabel. Perangkat WiFi sebenarnya tidak hanya mampu bekerja di jaringan WLAN, tetapi juga di jaringan Wireless Metropolitan Area Network (WMAN). Alokasi frekuensi untuk WiFi (berdasarkan dalam IEEE 802.11b/g) bekerja pada frekuensi 2.400 MHz sampai 2.483,50 MHz, . yang beroperasi dalam 11 channel (masing-masing 5 MHz). C.Jaringan Nirkabel Pita Lebar Untuk e-Learning Gambar. 1 menunjukkan konfigurasi sistem yang dimaksud dalam penelitian ini. AP (Access Point), yang dipakai pada penelitian ini adalah meggunakan perangkat berbasis WiFi atau menurut standard IEEE 802.11b/g, yang dipergunakan sebagai titik akses oleh user (node), yang dapat berpindahpindah tempat, tetapi masih dalam radius jangkauan AP tersebut. Node yang berada dalam radius jangkauan AP tersebut dapat menjalankan aplikasi untuk pembelajaran interaktif, realtime atau menggunakan aplikasi video-oconference untuk menjalankan kelas virtual. Sedangkan WT adalah WIPAS Terminal sebagai backhaul jaringan dengan menggunakan perangkat berbasis WIPAS, yang bekerja pada frekuensi 26 GHz. Node yang berada pada backhaul ini juga menjalankan apalikasi video-oconference, sehingga dapat berkomunikasi dengan node yang berada di sekitar AP. Protokol yang digunakan untuk video conference adalah teknik UDP streaming. WT WT
Node
AP Radius Maksimum Node Gambar 1. Skenario Pengembangan Jaringan
Dengan menggunakan gelombang radio sebagai penghantar, maka diperlukan analisis dan perhitungan yang berkaitan dengan propagasi radio pada ruang bebas. Model Propagasi Free Space digunakan untuk memperkirakan kekuatan sinyal yang diterima ketika transmitter dan receiver tidak memiliki penghalang antara mereka (clear, unobstructued line-of-sight). Pada propagasi ruang bebas
tidak terjadi interaksi dengan gelombang radio selama pengiriman gelombang menuju antena penerima, redaman daya meningkat sebagai fungsi kwadrat dari jarak propagasi. Daya yang diterima (Pr) pada jarak (d) dari antena pengirim[6] Pr=
PtGtGr 2 d 2 4 2
(1)
dengan ; Pr : Daya yang diterima Pt : Daya yang dipancarkan d : Jarak pemancar -penerima (m) λ : Pajang gelombang (m) Gt: : Penguatan antena transmisi Gr: : Penguatan antena penerima Sebagian besar model propagasi radio diturunkan dari kombinasi analisis dan metode empiris. Pendekatan empiris didasarkan pada data hasil pengukuran. Hal ini mempunyai keuntungan yang secara implisit dengan mempertimbangkan semua faktor propagasi, baik yang sudah diketahui, melalui
3
pengukuran di lapangan yang sebenarnya. Dengan model tersebut, dapat dihitung perkiraan level sinyal terima sebagai fungsi jarak, maka akan dapat dipergunakan untuk SNR. Secara teoretis, pengukuran berbasis model propagasi menunjukkan bahwa sinyal yang diterima rata-rata berkurang secara logaritmis dibanding dengan dengan jarak, baik outdoor maupun indoor, seperti pada persamaan 2[6]
L (dB) = L(do) + 10 n log(d/do)
(2)
dengan ; L : Redaman lintasan (dB) d : Jarak pemancar dan penerima (m) n : Faktor Redaman Sedangkan untuk mengetahui probabilitas bahwa level sinyal yang diterima akan melebihi nilai tertentu (γ) dapat dihitung dari fungsi kepadatan kumulatif sebagai berikut [6]
Pr [ Pr d ]=Q
−Pr d
(3)
3.Analisa Hasil Pengukuran Analisa pada makalah ini terdiri dari beberapa bagian yaitu, perhitungan dan kinerja jaringan backhaul WIPAS, perhitungan dan kinerja jaringan akses WiFi. dan analisa kinerja jaringan A. Kinerja Jaringan WIPAS Perhitungan untuk jaringan backhaul WIPAS, antar terminal WT, dengan redaman karena sinyal harus merambat di udara, Free Space Loss (FSL), sehingga didapat level sinyal yang diterima adalah -54,1 dBm. Dari hasil pengukuran received signal untuk link C2-E4, diperolah nilai rata-rata received signal, -60,13 dBm, nilai minimum adalah -59.5 dan nilai maksimum adalah -61 dBm, seperti pada Gambar 2.
Gambar 2. Hasil Pengukuran Received Signal WIPAS Clear Sky
Karena WIPAS bekerja pada frekuensi diatas 10 Ghz, maka akan dipengaruhi juga oleh redaman hujan, hal ini ditunjukkan dengan pengukuran received signal pada saat terjadi hujan, ditunjukkan pada Gambar 3. Pada saat received signal dibawah -69 dBm, akan menyebabkan link terputus, pada saat kejadian hujan tersebut akan menyebabkan link terputus selama 5 menit. Dari penelitian terdahulu[7], diperoleh link avalaibility 99,97 %, dalam satu tahun link akan terputus selama kurang dari 160 menit.
4
Gambar 3 Hasil Pengukuran Received Signal WIPAS pada saat hujan
B. Kinerja Jaringan WiFi Pengukuran dilakukan dengan menempatkan Acces Point(AP) WiFi pada salah satu node jaringan WIPAS, seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Dengan variasi jarak dari AP, diperoleh hasil pengukuran dan dengan menggunakan analisis regresi akan dilakukan pengujian hubungan sebab-akibat antara variabel jarak terhaadap variabel received signal. Hasil analisis regresi, diperoleh, pada Gambar
Gambar 4 Hasil pengukuran received signal WiFi dengan Jarak
Dari hasil pengukuran dan perhitungan dengan persamaan 2, dapat ditentukan model propagasi sinyal WiFi, sebagai berikut ; pi = pi (d0) – 10n log (di / d0 ), maka diperoleh nilai n = 4.07, varians σ2 = 120,08 dan σ = 10,96 dB
5
Dengan menggunkan model matematis propagasi WiFi, diperoleh probabilitas received signal lebih dari -70 dBm pada jarak 100 m adalah 4,44%, persamaan 3. C. Kinerja Jaringan Untuk mengetahui kinerja jaringan, dilakukan pengukuran throughput pada jaringan WiFi dan jaringan WIPAS, yang dibandingkan dengan nilai SNR, maka semakin tinggi nilai SNR throughput juga meningkat. Penurunan SNR pada jaringan WiFi karena perubahan jarak antara pemancar dan penerima, sedangkan pada jaringan WIPAS yang bersifat tetap, perubahan SNR disebabkan oleh redaman hujan.
(a) (b) Gambar 5. Grafik Perbandingan SNR dengan Throughput WiFi (a) WIPAS(b)
4.Kesimpulan Berdasarkan perencanaa, pengukuran, dan analisa hasil pengukuran dari jaringan akses nirkabel pita lebarberbasis WiFi pada backhaul WIPAS dapat disimpulkan bahwa implementasi sistem komunikasi nirkabel pita lebar tersebut, dapat diimplementasikan, dengan menghasilkan kinerja sistem sebagai berikut ; • Probabilitas received signal lebih dari -70 dBm pada jarak 100 m adalah 4,44%
• Untuk melewatkan traffic video conference, dibutuhkan bandwidth 384 kbps – 2Mbps, •
dari hasil pengukuran, yang memenuhi kriteria tersebut pada received signal lebih dari -76 dBm. Jaringan backhaul WIPAS terpengaruh oleh redaman hujan, sehingga mempengaruhi link availability. Untuk meningkatkan link availability pada jaringan backhaul WIPAS, ditambahkan link backup dengan menggunakan WiFi.
6
Daftar pustaka [1]---------------(2005), Rencana Strategis Departemen http://www.depdiknas.go.id/renstra/ ind/bag5.pdf
Pendidikan
Nasional
2005-2009.
[2]Bose, R, Bauer, GR dan Jacoby, (2004), Two-Dimensional Line of Sight Interference Analysis of LMDS Networks for the Downlink and Uplink, IEEE Transactions On Antennas And Propagation, Vol. 52, No. 9. [3]Hatakeyama, dkk, A Proposal to Implement Mobile Wireless IP Telephony to the Mekong River Region [4]Galajda,dkk. (2009), Infrastructure for Packet Based e-Learning Services Provided Via Satellite, Acta Electrotechnica et Informatica Vol. 9, No. 1, pp. 74-80. [5]Leangsuksun, dkk. (2006), The Next Generation Distributed Learning Environment: The Experience, Proceding of International Conference "e-Learning: Learning Theories vs Technologies?", pp 8.5 – 8.9, Bangkok [6]Rappaport, T, (2002), Wireless Communications Principles and Practice, Prentice Hall, Inc, USA. [7]----------------(2007), WIPAS Design for Indonesia APT Project, NTT Advanced Technology Corporation
7