Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015
ISSN: 2089-9815
PENGEMBANGAN FAKTOR LEARNER SATISFACTION DENGAN MENGGUNAKAN KERANGKA KERJA COMMUNITY OF INQUIRY 1,2,3
Hari Setiaji 1, Wing Wahyu Winarno 2, Sri Suning Kusumawardani 3 Jurusan Teknik Elektro dan Teknologi Informasi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada Jl Grafika No.2 Kampus UGM Yogyakarta, Mlati, Sleman, Yogyakarta 55281 E-mail:
[email protected] 1,
[email protected] 2,
[email protected] 3
ABSTRAKS Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) telah menyentuh segala bidang termasuk bidang pendidikan dan pelatihan. Model kerangka kerja pengukuran e-Learning diperkenalkan oleh Wang yang terdiri atas empat peubah yaitu learner interface, learning community, content, dan personalization. Penelitian ini mencoba untuk mengembangkan penelitian yang telah dilakukan oleh Wang dengan mengkolaborasikan kerangka kerja community of inquiry (CoI), yakni melakukan subtitusi peubah learning community menjadi social presence dan cognitive presence. Data yang digunakan pada penelitian ini diperoleh melalui metode survei kepada mahasiswa yang menjadi sampel penelitian yang sudah ditentukan serta berdasarkan studi literatur. Penelitian ini menemukan bahwa model pembelajaran yang interaktif dalam CoI yakni social presence dan cognitive presence dapat meningkatkan kepuasan para pelajar (learner satisfaction) dalam sistem eLearning. Kata Kunci: e-Learning, community of inquiry, learner satisfaction 1.
PENDAHULUAN Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terus berkembang dengan pesat dan mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia (Asalla dkk, 2014). Perkembangan TIK saat ini tidak terlepas dari perkembangan internet, bahwa TIK yang ada saat ini makin mengarah pada teknologi yang berbasiskan web (Fadi, 2009) yang dijalankan dengan memanfaatkan Internet sehingga dapat digunakan di mana saja dan kapan saja. Pertumbuhan TIK tersebut turut mendorong Indonesia untuk membuka diri terhadap pemanfaatan Internet. Saat ini jumlah pengguna Internet di Indonesia berkisar 50 juta pengguna (Asalla dkk, 2014). Jumlah ini terus meningkat dari tahun-tahun sebelumnya yang menggambarkan bahwa pemanfaatan Internet terus berkembang di Indonesia. Rosenberg et al. (2001) mengemukakan bahwa salah satu bentuk aplikasi ICT di dunia pendidikan dan pelatihan tersebut adalah e-Learning atau networked learning. E-Learning dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pendidikan dan pembelajaran dengan media komputer atau internet. ELearning diaplikasikan tidak hanya berdasarkan pada pembelajaran dan teknologi semata, tetapi juga didasarkan kepada kebutuhan dan permintaan penggunanya. Rosenberg (2001) menjelaskan bahwa penentuan strategi serta sasaran e-Learning yang tepat adalah hal yang sangat penting karena strategi tersebut akan mengarahkan dan menentukan keberhasilan dari program e-Learning. Selain hal tersebut, keberhasilan e-Learning tergantung juga pada strategi, dukungan, tindakan, champion, komunikasi, dan perubahan. Pemanfaatan teknologi informasi dan interaksi sosial untuk mendukung proses belajar mengajar
dapat dimaksimalkan. Berdasarkan Trend Index Pendidikan Indonesia, pada tahun 2010 index pendidikan Indonesia berada pada peringkat 65, kemudian pada 2011 turun menjadi peringkat 69 dari 127 negara; sedangkan tahun 2012 tetap pada peringkat yang sama dimana belum adanya peningkatan peringkat (Asalla dkk, 2014). Adanya kecenderungan peningkatan penerimaan mahasiswa baru dari tahun ke tahun. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini perlu dilakukan. Penelitian ini akan menghasilkan suatu model penerapan CoI, yang merupakan pilot project dan keberhasilan penelitian ini dapat diimplementasikan pada materi ajar pada pembelajaran online. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendefinisikan faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran user satisfaction yakni dengan perspektif kepuasan pelajar (learner satisfaction) dalam implementasi sistem e-Learning di lingkungan institusi pendidikan tinggi. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari konstruk dari kerangka kerja CoI yakni social presence dan cognitive presence dalam pengembangan pengukuran faktor learner satisfaction pada implementasi e-Learning di lingkungan institusi pendidikan tinggi. 2.
LANDASAN TEORI E-learning terdiri atas dua bagian, yaitu “e” yang merupakan singkatan dari “electronic” dan “learning” yang berarti “pembelajaran”. Montandon dan Zentriegen (2003) juga menambahkan bahwa eLearning merupakan pembelajaran secara langsung melalui teknologi informasi dan komunikasi (ICT). Terminologi e-Learning sangatlah global. Effendi dan Zhuang (2005) menggambarkan penggunaan 324
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015
ISSN: 2089-9815
terminologi lain yang memiliki pengertian yang hampir sama dengan e-Learning, seperti misalnya: 1. pembelajaran jarak jauh (distance learning); 2. pengajaran berbasis Web (web based learning); 3. pengajaran berbasis komputer (computer based learning); 4. pembelajaran berbasis teknologi (technology based learning); 5. pembelajaran secara online (online learning). Effendi dan Zhuang (2005) menjelaskan bahwa terminologi tersebut sering digunakan untuk menggantikan e-Learning. Terminologi e-Learning sendiri dapat mengacu pada semua kegiatan pelatihan yang menggunakan media elektronik atau teknologi informasi.
Hipotesis 2 : A negative relationship exists between ELS score and the extent of post-usage complaint behavior. Model kerangka kerja pengukuran learner satisfaction Wang mengacu pada konstruk model ELS, secara operasional dibangun berdasarkan item yang ada pada model ELS dan secara empiris telah di-validasi menggunakan instrumen ELS pada umumnya. Model kerangka kerja e-Learning satisfaction yang dibangun oleh Wang ini dapat digunakan untuk membandingkan learner satisfaction pada sistem e-Learning yang berbeda dengan faktor-faktor yang lebih spesifik dengan menggunakan empat buah peubah yakni learner interface, learning community, content, dan personalization.
2.1
2.2
E-Learning Satisfaction (ELS) Model Domain e-Learner Satisfaction 1. Kualitas Pengajaran VS Learner Satisfaction Student Evaluation of Teaching Effectiveness (SETE) merupakan metode utama untuk mendefinisikan dan mengukur kualitas pembelajaran, dan beberapa instrumen yang ada merupakan instrumen yang mencakup pembelajaran dari perspektif psikologi. Tetapi, pada metode SETE terdapat ambiguitas antara kualitas pelayanan dan kepuasan pengguna. Sejatinya, kepuasan merupakan antecedent dari kualitas yang diberikan. Hal ini dapat dijadikan suatu landasan dalam melakukan evaluasi kepuasan pengguna dalam proses pembelajaran. 2. Konsep E-Learning Satisfaction (ELS) Berdasarkan hasil pengamatan Giese dan Gote’s (200), e-learner satisfaction didefinisikan sebagai berikut: “a summary affective response of varying intensity that follows asynchronous e-Learning activities, and is stimulated by several focal aspects, such as content, user interface, learning community, customization, and learning performance.” Konstruk dari tiap kerangka kerja penyusun dari e-Learning satisfaction dijadikan oleh Wang sebagai konstruk untuk membuat model pengukuran Learner Satisfaction dengan beberapa sub-konstruk yang didefinisikan pada list item pertanyaan survey yang dibangun.
Community of Inquiry Pendidikan tinggi secara konsisten melihat masyarakat sebagai bagian penting untuk mendukung pembelajaran secara kolaboratif dan wacana yang terkait dengan tingkat yang lebih tinggi dari pembelajaran. Selain itu, sifat tidak sinkronnya komunikasi online dan potensi tidak saling terhubung menyebabkan perhatian terpusat pada sisi masyarakat atau kelompok. Untuk mendukung perspektif ini, terdapat bukti bahwa sense of community dapat dibangun secara online, meskipun hal ini bukan merupakan sesuatu yang mudah. Salah satu, kerangka yang mengidentifikasi dimensi baik sosial maupun kognitif dalam pembelajaran online diajukan oleh Henri (Garrison, 2011). Henri mengembangkan suatu kerangka komprehensif sebagai alat penelitian pembelajaran online (Gambar 1). Kerangka terdiri dari tiga unsur, yaitu social, teaching and cognitive presencesebagai kategori dan indikator untuk menentukan masing-masing kehadiran dan untuk memandu coding transkrip (lihat Gambar 2). Pendekatan constructivist, konsisten untuk pembelajaran di perguruan tinggi. Kerangka kerja ini telah memberikan wawasan yang signifikan dan solusi metodologis untuk pembelajaran online.
3. Teori Kerangka Kerja untuk pengaksesan ELearning Satisfaction
Gambar 1. Teori Kerangka Kerja Pengaksesan ELS
Gambar 2. Kerangka Community of Inquiry
Hipotesis 1 : A positive relationship exists between ELS score and the reuse intention of the e-Learning systems.
325
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015
Gambar 3. Practical Inquiry Model Sebagaimana yang dapat dilihat pada gambar 3, jumlah penelitian dan pemahaman mengenai setiap kehadiran secara cognitive dan sosial telah berkembang pada tingkat yang sangat berbeda. Masing-masing dari tiga isu utama disini muncul dari literatur penelitian pembelajaran online. a. Social Presence Nilai dari social presence adalah untuk membangun komunikasi yang efektif dan pengembangan ikatan sosial dan merupakan hal penting dimana kelompok merasa aman untuk berkomunikasi secara terbuka dan menggabungkan tujuan bersama atau tujuan bagi komunitas untuk menopang dirinya sendiri (Garrison, 2011). Social presence harus berperan lebih dari sekedar membangun kehadiran dalam kelompok secara emosional dan hubungan pribadi. Kohesi membutuhkan fokus intelektual (yaitu, komunikasi terbuka dan terarah) dan rasa hormat. Swan dan Shih (dalam Garrison, 2011) menemukan bahwa kohesi kelompok secara signifikan berhubungan dengan social presence dan hasil belajar yang dirasakan. Dapat dikatakan bahwa social presence dalam community of inquiry harus menciptakan hubungan pribadi tetapi memiliki tujuan. Namun, mengembangkan hubungan pribadi membutuhkan waktu dan harus fokus pada komunikasi yang terbuka. Dengan demikian, hal yang dibutuhkan adalah sebuah pemahaman yang jelas tentang bagaimana social presence dapat dimanfaatkan untuk mendukung tujuan komunitas pendidikan. Swan dan Richardson (2003) merupakan orang yang pertama kali mengungkapkan pergeseran semu social presence dari waktu ke waktu dalam diskusi course online. Swan dan Richardson melaporkan bahwa kategori efektif dan interaktif (yaitu, komunikasi terbuka) meningkat sementara indikator kohesif menurun. Hal ini dapat dijelaskan bahwa "mungkin penggunaan referensi tersebut menjadi kurang penting sebagai komunitas kelas yang jelas dibentuk." Penjelasan lain yang mungkin, yaitu membahas mengenai fakta bahwa diskusi lebih dapat dieksplorasi daripada kolaborasi. Kohesi mungkin menjadi masalah yang sekunder dalam situasi ini. Artinya, tugas kolaboratif berfokus pada
ISSN: 2089-9815
hasil praktis yang dapat mengurangi fokus pada efektiftivitas dan menekankan komentar kohesif untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pertimbangan lain dalam menafsirkan temuan ini adalah keseimbangan sampel gender. Dalam hal ini, Arbaugh et.al (2010) menunjuk perbedaan dalam bagaimana siswa pria dan wanita berkomunikasi. Hal ini tentunya dapat dikacaukan oleh isu-isu lain seperti pengembangan komunitas dan sifat dari tugas. Untuk mengatasi masalah ini, temuan ini perlu diinterpretasikan dalam konteks yang lebih luas dari community of inquiry yang secara bersamaan juga mempertimbangkan isu-isu dan peubah dari social, cognitive, dan teaching presence. b. Cognitive Presence Cognitive presence didefinisikan sebagai eksplorasi, konstruksi, resolusi dan konfirmasi pemahaman melalui kolaborasi dan refleksi dalam community of inquiry. Model penyelidikan praktis kegiatan secara operasional kehadiran kognitif dan dasar dalam penelitian Dewey pada pemikiran reflektif. Masalah utama yang dieksplorasi lebih lanjut dalam hal cognitive presence berkaitan dengan kemajuan perkembangan penelitian dalam lingkungan pembelajaran online. Cognitive presence didefinisikan sebagai siklus praktek penelitian di mana para peserta bergerak melalui pemahaman isu melalui eksplorasi, integrasi dan aplikasi. Masalah yang terungkap secara konsisten dalam hasil penelitian adalah bahwa tampaknya penelitian yang inpeubah mengalami kesulitan yang besar dalam bergerak diluar tahapan eksplorasi. Pentingnya merancang tugas yang sesuai untuk menggerakkan mahasiswa melalui resolusi yang diperkuat juga dengan studi khusus yang difokuskan pada pemecahan masalah kolaboratif secara online. Dimana peserta didik secara khusus bertugas untuk merumuskan dan menyelesaikan masalah, tanggapan yang didistribusikan pada lima proses pemecahan masalah (memahami masalah, membangun pengetahuan, mengidentifikasi solusi, mengevaluasi solusi, dan bertindak atas solusi). Bahkan, "peserta terlibat lebih jauh dalam penyelesaian masalah daripada hanya sekedar di rumusan masalah". Berbicara mengenai studi sebelum cognitive presence (penelitian praktis). Hal ini berbicara kuat terhadap tujuan dan desain kegiatan pembelajaran. Jika kegiatan ini berbasis masalah atau kasus. Hal ini jelas bahwa harapan dan teaching presence yang sesuai akan tersedia. c. Teaching Presence Interaksi dan wacana memainkan peran penting dalam pembelajaran tingkat tinggi tapi tidak bisa dilakukan jika tanpa struktur (desain) dan kepemimpinan (fasilitas dan arah). Pengajar mungkin perlu lebih direktif dalam mendiskusikan tugas-tugas mereka, pengisian peserta untuk menyelesaikan masalah tertentu, dan menekan 326
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015
kelompok untuk mengintegrasikan ide-ide mereka". Murphyis (dalam Garrison, 2011) menjelaskan "bahwa agar proses kolaboratif tingkat tertinggi terjadi dalam suatu OAD (Online Asynchronous Discussion), harus ada strategi eksplisit atau teknik yang bertujuan untuk mempromosikan proses ini". Demikian pula, Gilbert dan Dabbagh (dalam Garrison, 2011) menyimpulkan bahwa "jumlah dan jenis posting fasilitator juga menurunkan tingkat interaksi antara mahasiswa". Penting untuk dipahami bahwa komposisi teaching presence, apakah memiliki implikasi praktis bagi community of inquiry dan mendukung social presence dan cognitive presence. Shea (2009) dalam studi ekstensif mengenai teaching presence dan pembelajaran online menggunakan analisis faktor dengan data survei lebih dari 2000 siswa di beberapa lembaga perguruan tinggi, disimpulkan bahwa solusi dua faktor yang paling diinginkan. Dua faktor diberi label desain dan "fasilitas langsung". Yang terakhir ini tampaknya menjadi penggabungan fasilitas dan instruksi langsung. Perlu dicatat juga bahwa faktor fasilitas langsung berkontribusi untuk memprediksi sense of community dan pembelajaran. Penelitian ini hanya menggunakan sub kategori dari CoI yaitu social presence dan cognitive presence. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan akan penelitian, dimana penelitian ini mengukur dari segi internal learner. 2.3
Learner Satisfaction Learner satisfaction menjadi komponen penting dalam keefektifan sistem e-Learning sehingga memberi pengaruh terhadap learners experience (Cute et al, 1999). Student satisfaction merupakan hal penting karena dapat mempengaruhi tingkat motivasi dimana faktor psikologi adalah hal penting dalam kesuksesan kegiatan proses pembelajaran, di samping itu student satisfaction juga berpengaruh besar terhadap peningkatan kinerja. Menurut para ahli, satisfaction adalah predictor yang baik untuk kesuksesan akademik dan retention. Salah satu cara untuk meningkatkan retention bagi organisasi atau institusi pendidikan yaitu dapat dilakukannya kegiatan penilaian terhadap tingkat kepuasan pelajar. Learner satisfaction merupakan faktor yang sangat penting dalam pengembangan kualitas eLearning dan menjadi isu dan wacana penting dalam lingkungan e-Learning. Hal penting yang dapat dilakukan adalah mengambil langkah-langkah secara nyata dalam keefektifan program yang berfokus pada kualitas pengalaman pembelajaran setiap individu (Cute et al, 1999). Learning satisfaction berimplikasi ke semua aspek dimulai dari aspek delivery, pengembangan hingga rancangan eLearning. 2.4
Structural Equation Model Teknik analisis data di dalam penelitian ini akan menggunakan Structural Equation Modelling
ISSN: 2089-9815
(SEM). Teknik ini dilakukan untuk menjelaskan secara menyeluruh hubungan antar peubah yang ada dalam penelitian. SEM digunakan bukan untuk merancang suatu teori, tetapi lebih ditujukan untuk memeriksa dan membenarkan suatu model. Oleh karena itu, syarat utama menggunakan SEM adalah membangun suatu model hipotesis yang terdiri dari model struktural dan model pengukuran dalam bentuk diagram jalur yang berdasarkan justifikasi teori. SEM adalah suatu teknik statistic yang mampu menganalisis variable laten, variable indicator dan kesalahan pengukuran secara langsung (Sitinjak dan Sugiarto, 2006). SEM termasuk dalam kelompok multivariate statistics dependention yang memungkinkan dilakukannya satu atau lebih peubah independen dengan satu atau lebih peubah dependen. Baik peubah dependen maupun independen yang dilibatkan dapat berbentuk peubah laten atau teramati. SEM mampu menganalisis hubungan antara peubah laten dengan peubah indikatornya (peubah manifest), hubungan antara peubah laten yang satu dengan peubah laten yang lain, juga mengetahui besarnya kesalahan pengukuran. SEM juga menyediakan measurement model yang dapat mendefinisikan korespondensi antara peubah laten dan manifest. Measurement model membantu para peneliti untuk menggunakan satu atau lebih peubah untuk sebuah konsep independen atau dependent dan kemudian mengukur reliability. Selain hubungan kausal searah, SEM juga memungkinkan untuk melakukan analisis hubungan dua arah yang seringkali muncul dalam ilmu sosial dan perilaku. Tujuan utama analisis SEM adalah menguji fit suatu model yaitu kesesuaian model dengan data empiris. 2.5
Hipotesis Penelitian Model kerangka kerja yang digunakan yakni model kerangka kerja pengukuran user satisfaction milik Wang (2003) yang terdiri dari empat buah peubah yakni learner interface, learning community, content quality, dan personalization. Dalam penelitian ini akan ditambahkan sebuah peubah baru yakni community of inquiry dengan subkategori social presence dan cognitive presence dengan menghilangkan learning community. Dengan demikian, hipotesis yang dibangun dalam penelitian ini antara lain: H1 : Learner interface quality berpengaruh signifikan terhadap learner satisfaction H2 : Content quality berpengaruh signifikan terhadap learner satisfaction H3 : Personalization berpengaruh signifikan terhadap learner satisfaction H4 : Social presence berpengaruh signifikan terhadap learner satisfaction H5 : Cognitive presence berpengaruh signifikan terhadap learner satisfaction 327
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015
3. METODE PENELITIAN 3.1. Metode Pengumpulan Data Bentuk penelitian yang akan digunakan di dalam penelitian ini menggunakan analisis data kuantitatif statistik dan pendekatan survey. Pendekatan survey yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun dan Effendi, 1989). Analisis data kuantitatif statistik digunakan untuk meneliti hubungan peubah-variable penelitian dengan memeberikan kuesioner kepada pengguna sistem e-Learning yang dipilih dengan teknik purposive sampling dari beberapa pengguna sistem e-Learning yang telah mendapat manfaat secara tidak langsung dari implementasi sistem e-Learning. Kuesioner yang akan diberikan kepada responden menggunakan skala likert yakni format penulisan item yang popouler untuk skala sikap dan kepribadian dimana dengan format penulisan seperti ini, subjek diminta untuk menunjukkan derajat kesetujuannya terhadap penyataan-pernyataan yang diajukan. Setiap pertanyaan akan diukur dengan interval skala 1 sampai 5 yaitu: a. Sangat tidak setuju (STS) : Nilai 1 b. Tidak setuju (TS) : Nilai 2 c. Netral (N) : Nilai 3 d. Setuju (S) : Nilai 4 e. Sangat setuju (SS) : Nilai 5 Skala yang dipakai yaitu 5 skala dengan pertimbangan responden tersebut dapat memberikan jawaban netral, karena diasumsikan item pertanyaan penelitian ini dapat diaplikasikan untuk implementasi sistem e-Learning. Disamping itu jumlah pilihan turut menentukan halusnya perbedaan antara berbagai intensitas sikap. Jawaban responden terhadap kuesioner yang disebarkan nantinya digunakan untuk mengukur peubah-peubah yang terdapat di dalam model penelitian. 3.2 Alat Analisis Teknis analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan analisis Structural Equation Modeling (SEM). SEM adalah teknik analisis yang memungkinkan hubunganhubungan yang kompleks dan rumit secara simultan. Dalam pengertian yang sederhana, SEM menyediakan teknik estimasi yang memadai dan paling efisien untuk serangkaian persamaan multiple regression dan terpisah dan diestimasi secara simultan. 4.
PEMBAHASAN Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan cara memberikan kuesioner kepada responden penelitian yaitu pengguna e-Learner di Universitas Islam Indonesia. Dalam penelitian ini disebarkan 150 kuesioner pada 150 responden. Kuesioner yang dikembalikan sebanyak 150 eksemplar, dengan demikian respon rate-nya sebesar 100,0%. Kuesioner yang terjawab lengkap dengan baik dan
ISSN: 2089-9815
layak dianalisis dalam penelitian ini sebanyak 108 kuesioner. 4.1
Uji Validitas dan Reliabilitas Uji validitas yang dapat diterima adalah ≥ 0.25, sehingga apabila ada yang tidak valid maka dipilih indikator dengan nilai Corrected item-Total Corrected yang paling kecil dan dihilangkan dari pengujian. Berdasarkan hasil perhitungan maka diketahui bahwa dari dari 33 indikator pertanyaan yang dapat dinyatakan valid dan reliabel adalah sebanyak 29 indikator pertanyaan. Sehingga hanya 29 indikator ini yang dapat diujikan kembali. 4.2
Analisis Faktor Konfirmatori (Confirmatory Faktor Analysis) Analisis faktor konfirmatori bertujuan untuk menguji unidimensionalitas dari dimensi-dimensi pembentuk masing-masing peubah laten. Hasil analisis faktor konfirmatori dari masing-masing model selanjutnya akan dibahas. Tidak ada alat uji statistik tunggal untuk mengukur atau menguji hipotesis dalam SEM. Peneliti dapat melakukan pengujian dengan menggunakan beberapa goodness of fit indeks untuk mengukur baik tidaknya atau “kebenaran” model yang diajukan (Hair et al., 1998). Berikut ini akan diulas beberapa goodness of fit indeks dan cut-off value nya yang dipakai dalam penelitian ini yang nantinya akan digunakan dalam menguji apakah sebuah model dapat diterima atau ditolak. Chi Square (2) dan Normed 2 Tests. Tes ini mengukur ada tidaknya perbedaan antara matriks kovarians populasi dengan matriks kovarian sampel. Ho dalam pengujian ini menyatakan bahwa matriks kovarians populasi sama dengan matriks kovarian sampel. Model yang baik apabila justru Ho diterima, jadi model yang diuji akan dipandang baik apabila nilai chi square nya rendah dan memiliki probabilitas dengan cut-off value sebesar p > 0,05. Normed 2 Tests adalah rasio dari 2 dibagi dengan degree of freedom nya. Suatu model yang bagus memiliki Normed 2 antara 1 sampai dengan 2. Meskipun demikian rasio antara 2 sampai dengan 3 menandakan sudah memenuhi kriteria model yang baik (Holmes-Smith, 2001). The Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA). Tes ini digunakan untuk mengkompensasi chi-square statistic dalam sampel yang besar. RMSEA menunjukkan goodness of fit dari model yang diestimasi dalam populasi. Model dapat diterima jika nilai RMSEA ≤ 0,08 (Brown and Cudeck, 1993). The Goodness of Fit Index (GFI). GFI adalah analog dengan harga R2 dalam regresi ganda (Tabachnick dan Fidell, 2001). Indeks kesesuaian GFI digunakan untuk menghitung proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sampel yang dijelaskan oleh matriks kovarians populasi yang diestimasikan. Rentang nilai GFI 328
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015
antara 0 sampai dengan 1, nilai yang melebihi 0,90 menunjukkan model yang baik (Joreskog and Sorbom, 1996). Tucker Lewis Index (TLI). Tes ini adalah sebuah alternatif incremental fit index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap baseline model. Nilai yang direkomendasikan untuk diterimanya sebuah model adalah ≥ 0.95 dan jika model tersebut semakin mendekati satu menunjukkan tingkat kesesuaian model yang sangat baik (Hair et al., 1998). The Comparative Fit Index (CFI). Tes ini bersama dengan TLI dianjurkan dipakai dalam penilaian model karena indeks ini relatif tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan kurang dipengaruhi pula oleh kerumitan model. Rentang nilai CFI dari 0 sampai dengan 1. Model yang baik mempunyai nilai CFI ≥ 0,95. Meskipun demikian nilai di atas 0,90 sudah bisa diterima (HolmesSmith, 2001).
FULL MODEL STRUCTURAL EQUATION MODEL
,22 1
e3,05 1 LIQ1 1,34 1,00 e2,44 1 LIQ2 e1 LIQ3 ,14 1
,25 ,33 ,13 ,29
-,02
,56 ,08 e151 SP2 e14,34 1 SP3 e13,52 1 SP4,32 -,03 ,54 ,13 e121 SP5,41 1,00 e11,64 1 SP6 -,06,321 SP7 e10 e9 SP8
,36 ,92 1,01
,22
,26
1,00
Satisfaction
,17 1 ,14 ,88 Satisfy1 1 e28
Satisfy2e29
Social Presence
,29
,56 1
e27,39 CP1 1 -,02 e26,33 1 CP2 e25,39 1 CP3 e24,26 1 CP4 e23,34 1 CP5 1,75 e22,24 1 CP6 1,13 e21,30 1,30 1 CP7 ,27 e201 CP8,07 ,44 1,00 e191,52 1 CP9 e18,45 1 CP10 e17,42 1 CP11 e16 CP12
-,06
e301
,54 1,46 1,92 1,17 1,37 1,55
,10
Cognitive Presence
UJI MODEL Chi square = 387,586 df = 362 Prob = 0,182 RMSEA = 0,032 Chi square / df = 1,071 GFI = 0,834 AGFI = 0,780 TLI = 0,994 CFI = 0,967
Gambar 4. Hasil Pengujian Structural Equation Model (SEM) Pengujian kesesuaian model pengukuran learner satisfaction secara lengkap dapat dilihat pada gambar 4, hasil pengujian secara ringkas dapat diliha pada tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Hasil Goodness of Fit Index Goodness Cut-of Hasil Evaluasi Of Fit Value Model Indeks Chi Square Kecil 387,386 Baik Probability >0,05 0,182 Baik RMSEA <0,08 0,032 Baik
Marginal Marginal Baik
TLI CFI
>0,95 >0,95
0,994 0,967
Baik Baik
Variable Satisfy2 Satisfy1 CP1 CP2 CP3 CP4 CP5 CP6 CP7 CP8 CP9 CP10 CP11 CP12 SP2 SP3 SP4 SP5 SP6 SP7 SP8 PQ1 PQ2 PQ3 CQ1 CQ2 LIQ1 LIQ2 LIQ3 Multivariate
,31
Perzonalisation
0,834 0,780 1,071
Normalitas data Pengujian normalitas melihat tingkat normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian ini adalah dengan mengamati nilai skewness dan kurtosis data yang digunakan, apabila nilai CR pada skewness dan kurtosis data berada pada rentang antara + 2,58 atau berada pada tingkat signifikansi 0,01. Hasil pengujian normalitas data ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Normalitas Data
Content Quality
,78
>0,90 >0,90 <2,00
4.3
,19
,18
,33 e8,00 1 PQ1,74 1,00 e7,21 1 PQ2 e6 ,04 PQ3 ,37 1
1,30
GFI AGFI CMIN/DF
Berdasarkan hasil pada tabel 1, dapet dilihat bahwa model yang digunakan dapat diterima. Indeks pengukuran GFI dan AGFI berada dalam rentang nilai dapat diterima secara marginal sedangkan CMIN/DF dapat diterima. Dengan demikian uji kelayakan model SEM sudah memenuhi syarat penerimaan.
Learning Interface
-,03
1,00 e5,18 1 CQ1 -,02 e4 CQ2 ,33 1
1,12
ISSN: 2089-9815
skew -,380 ,045 ,110 -,309 ,322 -,400 -,325 -,360 -,260 ,098 ,298 ,287 ,392 ,172 ,063 ,009 -,196 -,413 -,331 -,102 -,727 -,276 -,596 -,119 -,351 -,166 -,109 -,330 -,420
c.r. -1,614 ,192 ,468 -1,309 1,364 -1,696 -1,377 -1,526 -1,104 ,415 1,265 1,219 1,662 ,729 ,269 ,036 -,833 -1,754 -1,405 -,433 -3,085 -1,172 -2,530 -,504 -1,488 -,705 -,462 -1,401 -1,784
kurtosis ,142 -,449 -,489 -,209 -,779 ,573 ,249 -,036 -,973 -,245 ,044 -,954 -,505 -,815 -,177 -,004 ,360 ,486 ,899 -,103 ,977 -,258 ,944 -,084 ,063 -,102 -1,148 -,947 -,501 40,364
c.r. ,300 -,952 -1,038 -,444 -1,652 1,215 ,528 -,077 -2,064 -,521 ,094 -2,023 -1,071 -1,728 -,375 -,009 ,763 1,031 1,907 -,218 2,073 -,548 2,002 -,179 ,134 -,216 -2,435 -2,009 -1,063 4,946
Evaluasi normalitas dilakukan dengan menggunakan kriteria critical ratio skewness value dan kurtosis value, dimana nilai kedua ratio yang 329
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015
memiliki nilai yang lebih besar dari nilai mutlak 2,58, berarti data tersebut berdistribusi tidak normal. Dari hasil pengolahan data yang ditampilkan pada Tabel 2 terlihat bahwa tidak terdapat nilai C.R. untuk skewness yang berada diluar rentang +2.58. Dengan demikian maka data penelitian yang digunakan telah memenuhi persyaratan normalitas data, atau dapat dikatakan bahwa data penelitian telah terdistribusi normal. 4.4
Analisis Persamaan Struktural Berikut ini merupakan hasil Structural Equation Model (SEM) :
Tabel 3. Hasil Estimasi Structural Equation Model Hipotesis Cr Prob. Ket. (t-hitung) H1 2,777 0,005 Signifikan H2 3,182 0,001 Signifikan H3 2,164 0,030 Signifikan H4 1,987 0,047 Signifikan H5 3,354 0,000 Signifikan Hasil analisis Structural Equation Modeling (SEM) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara learner interface quality terhadap learner satisfaction. Hal ini dapat diartikan, jika learner interface quality meningkat maka learner satisfaction juga akan meningkat dalam arti bahwa responden penelitian rata-rata puas terhadap learner interface quality. Dengan demikian, hipotesis learner interface quality terhadap learner satisfaction memiliki pengaruh signifikan, dapat didukung dalam penelitian ini. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara learner interface quality terhadap learner satisfaction. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu dimana sistem interaktif, learner interface quality adalah kebutuhan primer. Menurut Allen (2003) berpendapat bahwa desain antarmuka e-Learning harus menjadi goal, komponen yang terintegrasi secara keseluruhan dari produk e-Learning. Desain interface harus ditentukan oleh bagaimana orang dapat belajar dan menyelesaikan tugas mereka melalui aplikasi tersebut. Hal ini berbeda dengan pendekatan lain yang melihat proses desain interface seperti terpisah dari desain pembelajaran, seorang desainer grafis yang tidak memiliki pengetahuan khusus atau pengalaman dalam teori belajar. Desain user interface e-Learning yang efektif adalah desain interface e-Learning untuk peningkatan efektivitas belajar. Dengan kesimpulan yang sama, Wang (2003) mengatakan bahwa kualitas antarmuka pelajar dari sistem e-Learning memiliki dampak pada kepuasan pengguna. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara social presence terhadap learner satisfaction. Hal ini dapat diartikan,
ISSN: 2089-9815
jika social presence meningkat maka learner satisfaction juga akan meningkat dalam arti bahwa responden penelitian rata-rata puas terhadap social presence. Dengan demikian hipotesis social presence terhadap learner satisfaction memiliki pengaruh signifikan, dapat didukung dalam penelitian ini. Sebagai makhluk sosial, kebutuhan mendasar manusia adalah untuk dapat berinteraksi dan menjalin komunikasi dengan sesamanya. Untuk membuat suatu hubungan yang baik dan berkelanjutan dibutuhkan sebuah komunikasi yang terbuka, bahwa ada rasa saling percaya satu dengan yang lainnya. Jika seorang dosen ingin memelihara relasi dan komunikasi yang baik dengan siswa, harus tercipta dulu situasi yang kondusif, adanya respons yang positif, koneksi personal dan komunikasi yang afektif. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara cognitive presence terhadap learner satisfaction. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu dimana masalah utama yang dieksplorasi lebih lanjut dalam hal cognitive presence berkaitan dengan kemajuan perkembangan penelitian dalam lingkungan pembelajaran online. Sebagai bagian dari proses belajar mengajar, apapun media yang digunakan itu haruslah mendukung terjadinya transformasi pengetahuan (knowledge), kemampuan (skill), dan sikap (attitude). Dalam memberi perhatian yang besar pada tranformasi peningkatkan pemahaman, proses bertanya (inquiry) sangat berkaitan erat, mulai dari dipicu dengan pertanyaan yang kritis dan menyelidik hingga menuju simpulan untuk beberapa alternatif solusi. Pada umumnya setiap mata kuliah sudah ada tujuan dan hasil pembelajaran yang akan dicapai baik secara umum maupun setiap sesinya, dan proses bertanya atau diskusi harus tetap pada ranah tersebut sehingga tidak melebar dan pencapaian hasilnya dapat diukur. Cognitive presence adalah sebuah proses yang berulang, saat siswa melakukan pertukaran informasi, menghubungan ide dan gagasan satu sama lain, menciptakan konsep yang baru, dan mencoba kebenaran dari alternatif solusi yang disimpulkan. Dan terkadang, mereka diharuskan lebih memfokuskan diri untuk melakukan eksplorasi lebih lanjut dari ide, gagasan, atau solusi yang dipilih. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan adanya pengaruh signifikan cognitive presence terhadap learner satisfaction dapat didukung dalam penelitian ini. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara content quality terhadap learner satisfaction. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu dimana kualitas konten digambarkan sebagai course, modul atau objek pembelajaran. Dalam hal pergeseran kebiasaan belajar pengguna ke program berbasis teknologi, kualitas konten harus hati-hati dirancang untuk meningkatkan kepuasan penggunanya. Alasannya adalah kualitas konten dianggap sebagai elemen utama dalam kepuasan 330
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015
pengguna sistem e-Learning. Kualitas ini dapat disajikan sebagai nilai tambah yang nyata bagi pengguna (Azzam, 2006). Demikian pula, Schramm (dalam George, 2004) menyatakan bahwa kepuasan e-Learning lebih dipengaruhi oleh kualitas konten dalam materi pembelajaran daripada jenis teknologi yang digunakan untuk menyampaikan instruksi. Hasil analisis SEM menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara personalization quality terhadap learner satisfaction. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu dimana kualitas personalisasi mengacu pada bagaimana memberikan konten yang paling sesuai untuk kepentingan dan kebutuhan pengguna. Namun, meskipun kualitas personalisasi terkait dengan kualitas konten, tetapi hal itu tidak dapat digabungkan menjadi satu kualitas, karena pengukurannya berbeda dari sehingga Wang menggunakannya dalam model ELS. Kualitas personalisasi digunakan sebagai salah satu strategi dalam implementasi e-Learning yang ideal. Ada banyak cara untuk personalisasi e-Learning, mulai dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks, yaitu dari pengenalan nama sampai pengenalan seluruh konten personalisasi. Setiap tingkat kompleksitas memiliki dampak tertentu pada kepuasan pengguna (Martinez, 2002). Wang dan peneliti lain yang menggunakan model ELS menemukan bahwa kualitas personalisasi memiliki hubungan positif dengan kepuasan pengguna. Dalam sudut pandang yang lain, Teo & Gay (2006), menyatakan bahwa personalisasi dengan kualitas yang buruk bisa menjadi faktor penghalang untuk keberhasilan penerapan e-Learning. Teo & Gay menentukan kualitas personalisasi sebagai aspek pusat e-Learning. 5.
KESIMPULAN Penelitian ini berhasil menemukan bahwa faktorfaktor yang berpengaruh terhadap learner satisfaction adalah learner interface quality, social presence, cognitive presence, content quality, dan personalization quality. Dapat dilihat pada gambar 5, Semua faktor yang diujikan dalam penelitian ini memiliki pengaruh yang signifikan terhadap learner satisfaction. Penelitian ini berhasil menemukan bahwa kerangka kerja CoI dengan sub-konstruk social presence dan cognitive presence dapat digunakan untuk meningkatkan learner satisfaction. Berdasarkan dari hasil analisis data dan kesimpulan mengenai pengembangan peubah pengaruh eLearning terhadap learner satisfaction, maka dapat disampaikan beberapa saran yang bersangkutan dengan permasalahan penelitian, yaitu antara lain: elearning merupakan bantuan dalam memberikan pembelajaran, untuk itu sebaiknya melakukan pengembangan lebih lanjut dalam tataran pemenuhan konsep hubungan manusia dan komputer yaitu
ISSN: 2089-9815
Learner Interface
Content
Personalization
Learner Satisfaction
Social Presence
Cognitive Presence
Gambar 5. Kerangka kerja pengukuran learner satisfaction dengan mengubah beberapa fitur yang kurang efektif dalam memberikan layanan dan informasi seperti menambah fitur-fitur layanan sehingga menjadi lebih lengkap. Sampel penelitian yang lebih luas dan merata juga diperlukan pada penelitian selanjutnya yang meneliti obyek yang sama untuk memperoleh spektrum hasil penelitian yang lebih luas. Selain itu kombinasi dengan pendekatan/kerangka kerja yang lain juga dirasakan masih perlu dieksplorasi untuk mengukur dan mengevaluasi e-Learning yang sekiranya belum ter-cover dalam penelitian ini, seperti dengan penggunaan kerangka kerja community of inquiry secara lengkap dan sudut pandang yang lain. PUSTAKA Arbaugh, J.B., Bangert, A. & Cleveland-Innes, M. 2010. Subject matter effects and the Community of Inquiry (CoI) framework: An exploratory study. Internet and Higher Education, 13(1-2), 27-44. Allen, M. 2003. Classic Learner Interface Errors by Michael Allen : Learning Solutions Magazine. (Online).(http://www.learningsolutionsmag.com/ articles/343/classic-learner-interface-errors diakses 11-Januari-2015]. Asalla, Lydiawati Kosasih; Naova Maria; dan Rainer Hannesto. 2014. Pengaruh Penerapan COI Framework Pada Pembelajaran Online Terhadap Peningkatan Pemahaman (Subkategori Cognitive Presence) mahasiswa. Jakarta: ComTech. Vol. 5 No. 1: 213-223 Azzam, M. 2006. Quality E-Learning Content: A Principal Component of The Universal Digital Library (UDL) and Highlights on Egypt’s Regional Role in The Arabic E-Content Development. Paper was presented at the 2nd Universal Digital Library Conference, Egypt, 17-19 November. Brown, M.W., & Cudeck, R. 1993. Alternative ways of assessing model fit. In K. A. Bollen & J. S. Long, (Eds.), Testing structural equation models. Beverly Hills, CA: Sage. Cute, A., Thompson, M., Kinshuk, B. 1999. Handbook of distance Learning. New York: McGraw-Hill.
331
Seminar Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi 2015 (SENTIKA 2015) Yogyakarta, 28 Maret 2015
Effendi, Empy dan Zhuang, Hartono. 2005. Elearning, konsep dan aplikasi. Yogyakarta: Andi Offset. Fadi, Hamad L. S. 2009. Energy-aware Security in M-Commerce and the Internet of Things. Iete Technical Review. Garrison, D. Randy. 2011. E-Learning in the 21st Century. A Framework for Research and Practice. 2nd edition. New York: Routledge George, J. 2004. Usability and Efficiency of ELearning-Quality the Buzz Word. International Journal of the Computer, the Internet and Management, 12(2): 126 -131. J.L. Giese, J.A. Gote. 2000. Defining consumer satisfaction, Academy of Marketing Science Review (01)(Online) (http://www.amsreview.org/amsrev/theory/giese01-00.html diakses 14 Desember 2014) Hair, J.F., Black, W.C., Babin, B.J., Anderson, R.E., and Tatham, R.L. 1998. Multivariate Data Analysis, Fifth Edition. New Jersy: Prentice Hall. Upper Saddle River. Holmes-Smith P. 2001. Introduction to Structural Equation Modeling Using AMOS 6.0.Melbourne: Course Notes, SREAMS. Joreskog, K.G. & Sorbom, D. 1996. LISREL 8: User’s Reference Guide. Chicago: Scientific Software International, Inc.. Martinez, M. 2002. Adaptive Personalized Learning: Supporting Individual Learning Difference. Society for Technical Communication. Montandon, C and Zentriegen, M. 2003. Applications of Customer Focused E-Learning. Journal of InSITE. Switzerland. Rosenberg, M.J. 2001. E-Learning Strategies for Delivering Knowledge in the Digital Age, New York: mcGraw-Hill. Shea, P. & Bidjerano, T. 2009. Cognitive presence and online learner engagement: A cluster analysis of the community of inquiry framework. Journal of Computing in Higher Education, 21, 199-217. Singarimbun, M. dan Effendi, S. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: Pustaka. LP3ES Indonesia. Sitinjak, J. R. T dan Sugiarto, 2006. LISREL. Yogyakarta: Graha Ilmu. Swan, K. & Richardson, J.C. 2003. Examining social presence in online courses in relation to students’s perceived learning and satisfaction. Journal of Asynchronous Learning Networks, 7, 68-82. Tabachnick, B. G. & Fidell. 2006. Using Multivariate Statistics, Sixth Edit. California: Pearson. Teo, C. B. & Gay, R.K.L. 2006. A KnowledgeDriven Model to Personalize E-Learning. ACM Journal of Educational Resources in Computing, 6(1): 1-14.
ISSN: 2089-9815
Wang, Y. S. (2003). Assessment of learner satisfaction with synchronous electronic learning system. Information and Management, 41(4), 7586.
332