PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KAWASAN TRIANGGULASI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO
MONA ANNISA MATONDANG
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBER DAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengembangan Ekowisata Di Kawasan Trianggulasi Taman Nasional Alas Purwo adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Mona Annisa Matondang NIM E34110114
ABSTRAK MONA ANNISA MATONDANG. Pengembangan Ekowisata di Kawasan Trianggulasi Taman Nasional Alas Purwo. Dibimbing oleh TUTUT SUNARMINTO dan HARNIOS ARIEF. Kawasan Trianggulasi terdapat di Resort Rowobendo Taman Nasional Alas Purwo. Daya tarik ekowisata di Trianggulasi sangat beragam, namun saat ini pihak pengelola belum memanfaatkan dan mengelola potensi-potensi tersebut secara optimal sehingga kondisinya tidak terpelihara. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk merumuskan strategi pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi berdasarkan aspek permintaan dan aspek penawaran. Penelitian dilakukan dengan metode pengumpulan data berupa observasi lapang, penyebaran kuesioner, wawancara dan studi pustaka. Strategi pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi dapat dilakukan dengan membuat produk ekowisata sesuai permintaan pengunjung, mendorong pihak WWAH agar segera mengoperasionalkan ruang usaha yang telah disewa, pemberdayaan masyarakat, melakukan perbaikan sarana dan prasarana sebagai penunjung kegiatan ekowisata, optimalisasi pemasaran dan promosi pada target pasar, memberikan himbauan agar dapat meminimalisir dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan ekowisata, pengaturan kunjungan dan peningkatan kualitas SDM. Kata kunci: ekowisata, strategi pengembangan, taman nasional Alas Purwo, trianggulasi ABSTRACT MONA ANNISA MATONDANG. The Development of Ecotourism in Trianggulasi Alas Purwo National Park. Supervised by TUTUT SUNARMINTO and HARNIOS ARIEF. Trianggulasi placed in Resort Rowobendo, Alas Purwo National Park. Trianggulasi attraction of ecotourism are diverse, due to the manager could not utilize and manage optimally, it became unmaintained. The main purpose of this research was to formulated development strategy of ecotourism in Trianggulasi based aspects of demand and aspects of supply. The research was conducted with data collection methods such as observation, questionnaires, interviews and literature. Development strategy of ecotourism in Triangulasi work by creating ecotourism products on visitors demand, encouraging parties to immediately operationalize WWAH business space that has been leased, community empowerment, repairing facilities and infrastructure, optimization of marketing and promotion on target market, provide advices to minimize the impact of environmental damage caused by ecotourism, arrangement for visitors and improving the quality of human resources. Keywords: Alas Purwo national park, ecotourism, development strategy, trianggulasi
PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KAWASAN TRIANGGULASI TAMAN NASIONAL ALAS PURWO
MONA ANNISA MATONDANG
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Febuari - Maret 2015 ialah ekowisata, dengan judul Pengembangan Ekowisata di Kawasan Trianggulasi Taman Nasional Alas Purwo. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi dan Bapak Dr Ir Harnios Arief, MScF selaku pembimbing yang telah banyak memberi masukan selama pengerjaan skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staff Taman Nasional Alas Purwo yang telah menerima penulis dengan baik dan membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih secara khusus disampaikan pada Mama, Amang, Adikadik, sahabat-sahabat terdekat, kelompok PKLP TNAP, teman seperjuangan Fast Track MEJ dan teman-teman KSHE 48 atas doa dan motivasi yang telah diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Mona Annisa Matondang
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan
2
Manfaat
2
Kerangka Pemikiran
2
METODE
3
Waktu dan Lokasi
3
Alat dan Obyek
4
Jenis Data
5
Metode Pengumpulan Data
6
Analisis Data
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kawasan Trianggulasi
7 8
Potensi Ekowisata di Trianggulasi
10
Penilaian Potensi Wisata
16
Karakteristik, Persepsi, Preferensi dan Harapan Pengunjung
17
Masyarakat
23
Persepsi dan Kesiapan Pengelola dalam Mendukung Pengembangan Ekowisata
23
Pengembangan Ekowisata di Trianggulasi
24
SIMPULAN DAN SARAN
30
Simpulan
30
Saran
31
DAFTAR PUSTAKA
31
LAMPIRAN
33
vii
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Jenis, sumber dan metode pengumpulan data Matriks SWOT Aksesibilitas menuju kawasan Trianggulasi Karakteristik pengunjung di Kawasan Trianggulasi Persepsi pengunjung terhadap sediaan wisata di kawasan Trianggulasi Preferensi pengunjung terhadap kegiatan ekowisata di Trianggulasi Matriks SWOT pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi
5 8 9 18 21 22 25
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 11 12 13
Kerangka Pemikiran Pengambangan Ekowisata di Kawasan Trianggulasi Peta lokasi penelitian Sarana dan prasarana yang tidak terawat (a) Pondok peneliti; (b) Toilet Cekakak jawa (Halcyon cyanoventris) Monyet ekor panjang Gejala alam di Kawasan Trianggulasi (a) Matahari terbenam; (b) Kondisi surut air laut Sungklon ombo Pasir gotri Prosesi Pagerwesi (a) Melasti dan mendak tirta; (b) Iring-iringan tirta suci; (c) Sembahyang bersama dan bhakti pakelem; (d) Tarian sakral rejang dewa Alur penentuan potensi unggulan Pantai Triangulasi Asal daerah pengunjung Persepsi pengunjung terhadap media promosi Akses jalan yang rusak
3 4 10 11 12 13 14 14 15
17 19 19 20
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Potensi flora Hasil penilaian potensi unggulan ekowisata di Trianggulasi
33 34
PENDAHULUAN Latar Belakang Taman Nasional Alas Purwo merupakan salah satu taman nasional di Indonesia yang terletak di ujung timur Pulau Jawa dengan luas 43.420 Ha. Banyak lokasi obyek dan daya tarik wisata di dalam Taman Nasional Alas Purwo, diantaranya beberapa pantai yang unik dan potensial seperti ombak yang cocok untuk olah raga surfing, pantai tempat peneluran penyu, pantai yang berpasir putih, terumbu karang serta laguna yang dipenuhi burung migran pada musim-musim tertentu. Trianggulasi merupakan salah satu lokasi obyek wisata yang memiliki pantai berpanorama indah dengan pasir putih dan menjadi tempat bertelur empat jenis penyu. Trianggulasi terdapat di Resort Rowobendo dan berada di dalam zona pemanfaatan seluas 47 Ha. Keindahan alam pantai disempurnakan dengan formasi hutan pantai yang masih lengkap serta keragaman flora dan fauna yang tinggi. Ekosistem hutan pantai memanjang kurang lebih 3 km dengan lebar pantai ke daratan berkisar 250300 m (Taman Nasional Alas Purwo 2013). Selain memiliki keindahan alam dan keanekaragaman hayati, Trianggulasi merupakan pantai yang digunakan untuk kegiatan keagamaan umat Hindu, yaitu Pagerwesi. Namun saat ini pihak pengelola belum memanfaatkan dan mengelola potensi-potensi tersebut secara optimal sehingga banyak obyek-obyek wisata yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi terabaikan dan tidak tertata atau terpelihara. Begitu pula dengan sarana dan prasarana yang kondisinya rusak berat, menyebabkan kunjungan wisatawan ke kawasan Trianggulasi cenderung rendah. Strategi pengembangan ekowisata yang tepat dibutuhkan agar potensi sumberdaya dapat dimanfaatkan dan dikelola secara berkelanjutan. Terkait pengembangan ekowisata, dibutuhkan penelitian untuk mengetahui supply dan demand di kawasan Trianggulasi. Pengembangan ekowisata tersebut diharapkan mampu mensejahterakan masyarakat, memberi kepuasan pengunjung serta mendorong upaya pelestarian demi terwujudnya kawasan ekowisata di Trianggulasi sebagai obyek wisata andalan di Taman Nasional Alas Purwo.
Perumusan Masalah Trianggulasi menyajikan keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna khas hutan pantai, panorama alam yang menghadirkan sunrise dan sunset yang indah serta dilengkapi dengan ombak pantai yang berasal dari Samudera Hindia. Hal tersebut merupakan sumber daya alam yang berpotensi sebagai obyek dan daya tarik wisata alam. Saat ini pihak pengelola belum memiliki perencanaan pengembangan ekowisata yang matang, sehingga potensi sumber daya alam yang dapat dijadikan sebagai obyek dan daya tarik wisata belum dikelola secara optimal. Pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi perlu diarahkan pada konsep wisata yang berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Menurut Muntasib (2012), ekowisata digambarkan sebagai primadona dengan peluang yang terbuka luas, juga manfaat yang sangat
2 luas dan strategis, merupakan bisnis atau industri hijau dapat meningkatkan pendapatan negara dan daerah, penciptaan lapangan kerja serta ditambah dengan efek berganda yang tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dijawab melalui penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana potensi sumberdaya wisata di kawasan Trianggulasi? 2. Bagaimana permintaan pengunjung, kesiapan masyarakat dan pengelola terhadap ekowisata di kawasan Trianggulasi? 3. Bagaimana strategi pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi, Taman Nasional Alas Purwo? Tujuan Tujuan penelitian Pengembangan Ekowisata di kawasan Trianggulasi, Taman Nasional Alas Purwo, yaitu: 1. Menilai potensi sumberdaya wisata berupa keanekaragaman hayati dan gejala alam di kawasan Trianggulasi. 2. Menganalisis permintaan pengunjung, kesiapan masyarakat dan pengelola terhadap ekowisata di kawasan Trianggulasi. 3. Merancang strategi pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi, Taman Nasional Alas Purwo. Manfaat Memberikan rekomendasi kepada pengelola Taman Nasional Alas Purwo dalam pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi dari segi potensi yang ada dan sesuai dengan minat pengunjung serta kesiapan masyarakat sekitar.
Kerangka Pemikiran Daerah pantai merupakan daerah perbatasan antara ekosistem laut dan ekosistem darat. Hempasan gelombang dan hembusan angin menyebabkan pasir dari pantai membentuk gundukan ke arah darat. Setelah terbentuknya gundukan pasir tersebut biasanya terdapat hutan yang dinamakan hutan pantai. Trianggulasi memiliki ekosistem hutan pantai dengan fungsi ekologi menjaga stabilitas ekosistem pesisir, melindungi pantai dari abrasi, mencegah intrusi air laut dan sebagai habitat berbagai satwa. Fungsi sosial ekonomi Trianggulasi, yaitu sebagai sumber mata pencaharian dan tempat rekreasi. Permintaan wisata pada kawasan Trianggulasi tergolong tinggi, namun kondisi ekologi pantai rawan akan terkena dampak negatif akibat kegiatan wisata. Berdasarkan uraian tersebut, maka dibutuhkan strategi pengembangan ekowisata yang tepat agar dapat menjaga stabilitas ketiga fungsi tersebut. Pengembangan ekowisata dihasilkan dari identifikasi potensi supply, demand dan supporting ekowisata. Pendekatan supply dengan melihat aspek keanekaragaman flora dan fauna, gejala alam dan spiritual. Pendekatan demand dengan mengidentifikasi permintaan perlu memperhatikan persepsi dan preferensi pengunjung, sedangkan pendekatan supporting melihat aspek SDM pengelola dan masyarakat lokal. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.
3
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pengambangan Ekowisata di Kawasan Trianggulasi
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan selama satu bulan, yaitu 21 Februari – 21 Maret 2015 di kawasan Trianggulasi, Resort Rowobendo, Taman Nasional Alas Purwo. Pemilihan lokasi didasarkan atas pertimbangan pada potensi sumber daya alam sebagai obyek dan daya tarik wisata yang belum berkembang dan keberadaan Taman Nasional Alas Purwo sebagai salah satu triangle diamond (wisata unggulan) Banyuwangi. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 2.
4
Gambar 2 Peta lokasi penelitian
Alat dan Obyek Alat yang digunakan dalam penelitian antara lain alat tulis, recorder, kamera digital, laptop, panduan wawancara dan panduan pengenalan jenis flora fauna (fieldguide). Obyek penelitian adalah kawasan Trianggulasi. Subyek penelitian adalah pengunjung, masyarakat dan pengelola.
5 Jenis Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian meliputi data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan dan diolah secara langsung dari sumbernya oleh pengguna data. Data sekunder adalah data yang telah diolah dan dipublikasikan oleh pihak lain (Kusmayadi 2000). Data primer diperoleh melalui obervasi, wawancara responden, dan penyebaran kuesioner di lokasi penelitian, sedangkan data sekunder dikumpulkan melalui studi pustaka. Jenis data primer berupa potensi sumberdaya alam pada kawasan Pantai Trainggulasi, sarana dan prasarana, aksesibilitas, pengunjung, masyarakat dan pengelola TNAP. Jenis data sekunder yang dikumpulkan adalah kondisi umum dan peta kawasan. Jenis, sumber, dan metode pengumpulan data mengenai kondisi umum kawasan Trianggulasi disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis, sumber dan metode pengumpulan data Jenis Data
Metode Pengumpulan Data
Data yang Dikumpulkan
Sumber Data
Flora, fauna, gejala alam dan spiritual Jenis sarana dan prasarana Kondisi sarana dan prasarana Kondisi jalan Jarak tempuh Karakteristik Motivasi Persepsi Preferensi Harapan Karakteristik Persepsi Kesiapan Kebijakan Strategi pengelolaan
Data di lapang
Observasi
Data di lapang
Observasi
Data di lapang
Observasi
Pengunjung
Kuesioner
Masyarakat
Wawancara
Pengelola TNAP
Wawancara
Peta lokasi Letak dan luas lokasi
Pengelola TNAP
Studi pustaka
1. Data Primer a. Potensi ekowisata a. Sarana dan prasarana b. Aksesibilitas c. Pengunjung
d. Masyarakat
f.
Pengelola
2. Data Sekunder g. Kondisi umum
6 Metode Pengumpulan Data Studi literatur Studi literatur merupakan langkah awal untuk mengetahui kondisi umum lokasi penelitian dan data umum potensi kawasan. Studi literatur diperoleh dari berbagai sumber, seperti skripsi, dokumen, buku atau laporan dari pihak pengelola dan institusi yang terkait dengan ekowisata di Trianggulasi. Wawancara Wawancara dilakukan dengan menggunakan panduan wawancara. Wawancara terstruktur berisi pertanyaan yang telah dirumuskan sebelumnya dengan cermat dan biasanya secara tertulis (Nasution 2007). Wawancara terstruktur dilakukan kepada pihak pengelola Taman Nasional Alas Purwo dan masyarakat Desa Kalipait. Pengelola Wawancara terhadap pengelola bertujuan untuk mengetahui kebijakan dan kesiapan dalam mengembangkan ekowisata di kawasan Trianggulasi. Wawancara dilakukan kepada Kepala Taman Nasional Alas Purwo, Kepala Seksi I, Kepala Resort Rowobendo, dua orang anggota urusan pemanfaatan dan dua orang anggota urusan konservasi sumberdaya alam hayati. Masyarakat Pemilihan responden masyarakat diperoleh dengan pengambilan atau penarikan contoh secara acak (random) sebanyak 30 orang. Random Sampling artinya suatu metode atau cara pengambilan contoh dimana peluang setiap anggota populasi untuk terpilih menjadi contoh ialah sama. Kuesioner Kuesioner disajikan dalam bentuk close ended yakni pada setiap pertanyaan yang terdapat pada kuesioner sudah disediakan pilihan jawaban sehingga responden hanya memilih dari jawaban yang sudah ada. Hal ini bertujuan agar jawaban yang diberikan oleh responden tidak meluas dan fokus pada kegiatan penelitian. Pengunjung Kuesioner digunakan untuk pengunjung. Jenis data yang dikumpulkan adalah karakteristik, persepsi, preferensi dan harapan pengunjung tentang pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi. Pengambilan data dan informasi pengunjung dilakukan dengan menggunakan metode random sampling dengan jumlah responden sebanyak 30 orang. Menurut Walpole (1982) pengambilan sampel secara statistik yaitu minimal sebanyak 30 sampel. Hal ini didasarkan dari perhitungan Tabel T (statistik), perhitungan dengan jumlah 30 tidak berbeda nyata dengan jumlah yang lebih besar dari 30, sehingga 30 responden sudah cukup dalam penelitian sosial.
7 Assessor Kuesioner juga digunakan untuk penilaian potensi obyek wisata. Kuesioner ini ditujukan kepada assessor. Penilaian potensi wisata terfokus pada variabel flora, fauna, spiritual dan gejala alam. Penilaian dilakukan dengan menilai tujuh aspek nilai yang terkait dan berasosiasi menurut Avenzora (2008) yaitu keunikan, kelangkaan, keindahan, seasonalitas, aksesibilitas, sensitivitas dan fungsi sosial. Penilaian tersebut dilakukan dengan menggunakan sistem scoring dengan skala 1 sampai 7. Pemaknaan skala yaitu “1” berarti “sangat tidak setuju” dan “7” berarti “sangat setuju”, namun pola pemaknaan dan setiap nilai tersebut dapat diubah sesuai dengan kebutuhan. Observasi Observasi merupakan metode periset yang diharuskan mengamati langsung obyek yang diteliti (Kriyantono 2009). Observasi dilakukan untuk pencocokan (verifikasi) data sekunder yang didapat dari studi pustaka dengan data di lapang. Terdapat beberapa aspek dalam pengambilan data yang terdiri dari kondisi umum, potensi ekowisata, pengunjung serta pengelolaan kawasan Trianggulasi. Analisis Data Analisis deskriptif Data yang didapat dari hasil wawancara, observasi, studi pustaka dan penyebaran kuisioner diolah dengan cara tabulasi data dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil analisis deskriptif kemudian dianalisis lebih detail dengan analisis SWOT. Analisis SWOT Matriks SWOT dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki (Rangkuti 2006). Analisis dengan pendekatan SWOT dalam penelitian ini dilakukan untuk menyusun strategi pengembangan ekowisata yang akan dilakukan di kawasan Trianggulasi, Taman Nasional Alas Purwo. Analisis dengan pendekatan SWOT dilakukan pada hasil analisis deskriptif terkait observasi lapangan, studi pustaka, dan wawancara, dengan tahapan penentuan faktor internal dan eksternal dalam kegiatan pengembangan ekowisata dan perumusan alternative strategi pengembangan. Identifikasi faktor internal meliputi data pengelolaan, sumberdaya masyarakat di luar kawasan, potensi obyek wisata dan sarana prasarana. Identifikasi faktor eksternal meliputi data mengenai kebijakan yang berlaku dan aksesibilitas menuju kawasan. Selanjutnya penyusunan strategi berdasarkan faktor eksternal dan faktor internal tersebut dibuat dalam matriks SWOT yang disajikan pada Tabel 2. Analisis dengan pendekatan SWOT dapat menghasilkan empat strategi yaitu strategi SO, ST, WO, dan WT sebagai pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi, Taman Nasional Alas Purwo.
8 Tabel 2 Matriks SWOT Faktor Internal Faktor Eksternal Peluang (Opportunity) Daftar Peluang Ancaman (Threat) Daftar Ancaman
Kekuatan (Strengths) Daftar Kekuatan Strategi S-O Menggunakan kekuatan yang dapat memanfaatkan peluang Strategi S-T Menggunakan kekuatan untuk menghindari ancaman yang ada
Kelemahan (Weakness) Daftar Kelemahan Strategi W-O Meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang Strategi T-W Meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Kawasan Trianggulasi Trianggualasi adalah pantai yang berada pada kawasan Taman Nasional Alas Purwo di Desa Tegaldlimo yang berjarak ± 75 Km dari Banyuwangi. Trianggulasi diambil dari nama titik ikat dalam pengukuran dan pemetaan yang terletak ± 500 meter dari utara pantai. Fungsi dari tugu trianggulasi adalah penanda untuk keperluan pemetaan yang berada di pantai ini. Trianggulasi merupakan salah satu pantai yang mempunyai formasi hutan pantai yang masih lengkap sehingga mempunyai keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna yang berlimpah, sehingga dapat dijadikan sebagai obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA). Pendit (1999) mendefinisikan daya tarik wisata sebagai segala sesuatu yang menarik dan bernilai untunk dikunjungi dan dilihat. Definisi tersebut disempurnakan oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang kepariwisataan, yang mendefinisikan daya tarik wisata sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, kemudahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan. Aksesibilitas Kawasan Taman Nasional Alas Purwo dapat ditempuh dari Banyuwangi atau Jember. Untuk menuju lokasi Trianggulasi dapat ditempuh menggunakan dua alternatif jalan seperti disajikan pada Tabel 3.
9 Tabel 3 Aksesibilitas menuju kawasan Trianggulasi Lokasi Alternatif 1 Banyuwangi – Kalipait Kalipait - Pasaranyar Pasaranyar - Rowobendo Rowobendo - Pura Giri Salaka Rowobendo - Trianggulasi Alternatif 2 Jember - Benculuk Banyuwangi - Benculuk Benculuk - Grajagan Grajagan - Plengkung Plengkung - Trianggulasi
Jarak Tempuh (Km)
Waktu (menit)
Sarana
59 3 10
120 Kendaraan bermotor 5 Kendaraan bermotor 60 Kendaraan bermotor
1 2
Kendaraan bermotor 5 10 Kendaraan bermotor
80 30 18 x 12
120 45 30 30 90
Kendaraan bermotor Kendaraan bermotor Kendaraan bermotor Speed boat Kendaraan bermotor
Sarana dan prasarana Potensi atau daya tarik kawasan harus diikuti dengan pengembangan dan pengelolaan yang baik serta tersedianya sarana dan prasarana penunjang yang cukup dalam mendukung kegiatan ekowisata, karena pada umumnya pengunjung tidak hanya datang untuk menikmati daya tarik saja tetapi juga ingin menikmati fasilitas yang mampu memberikan kepuasan. Namun saat ini, fasilitas pendukung pada kawasan Trianggulasi jumlahnya masih terbatas dan belum dimanfaatkan secara maksimal. Beberapa fasilitas yang telah ada di dalam tapak pesanggrahan adalah kantor pengelola, wisma tamu, penginapan, toilet, ruang genset, gazebo, dan dapur. Sementara bangunan eksisting di tepi pantai adalah pendopo terbuka, dan dua pondok peneliti yang semuanya dalam kondisi rusak berat. Pesanggrahan di Trianggulasi awalnya dikelola oleh Koperasi Makmur Sejahtera sampai akhirnya pada tahun 2012 tidak boleh dikomersilkan lagi. Saat ini berdasarkan peraturan yang berlaku, tapak pesanggrahan Trianggulasi hanya digunakan sebagai sarana untuk tamu dinas atau peneliti saja. Kegiatan tersebut cenderung jarang dilakukan, maka penggunaan dan perawatan sarana prasarana di dalam tapak juga tidak intensif. Menurut kepala Balai TNAP, tidak adanya pemeliharaan pada kawasan Trianggulasi dikarenakan keterbatasan biaya. Pihak TNAP mengalokasikan sebagian besar dana tersebut untuk pemeliharaan pada kawasan Rowobendo, Bedul dan Plengkung terlebih dahulu karena merupakan gerbang masuk utama TNAP. Bila diibaratkan, Trianggulasi merupakan kamar sedangkan Rowobendo, Bedul dan Plengkung merupakan pintu masuk sehingga pihak TNAP merasa perbaikan dan pemeliharaan pada pintu masuk perlu didahulukan. Akibatnya hampir seluruh sarana prasarana yang ada di kawasan Trianggulasi dalam kondisi rusak (Gambar 3).
10
(a)
(b)
Gambar 3 Sarana dan prasarana yang tidak terawat (a) Pondok peneliti; (b) Toilet
Potensi Ekowisata di Trianggulasi Flora Kawasan Taman Nasional Alas Purwo merupakan lansekap ekosistem yang terdiri dari beberapa tipe hutan yaitu hutan dataran rendah, hutan pantai, hutan bambu, hutan mangrove, hutan tanaman dan padang rumput. Beragamnya habitat yang ada menjadikan TNAP memiliki potensi flora yang beragam. Terdapat sedikitnya 584 jenis tumbuhan yang terdiri dari rumput, herba, semak, liana dan pohon yang tersebar sesuai tipe habitat yang ada (Balai Taman Nasional Alas Purwo 2011). Kawasan Trianggulasi merupakan bagian dari TNAP yang mewakili tipe habitat hutan pantai. Hutan pantai merupakan salah satu tipe hutan penting di Indonesia yang tumbuh pada lahan kering di kawasan pesisir. Tipe ekosistem hutan pantai terdapat di daerah-daerah kering tepi pantai dengan kondisi tanah berpasir atau berbatu dan terletak di atas garis pasang tertinggi. Di daerah seperti itu pada umumnya jarang tergenang oleh air laut, namun sering terjadi angin kencang dengan embusan garam. Apabila dilihat perkembangan vegetasi yang ada di daerah pantai (litoral), maka akan sering dijumpai dua formasi vegetasi, yaitu formasi Pescaprae dan formasi Barringtonia. Hasil observasi mencatatat 48 jenis tumbuhan khas hutan pantai yang disajikan pada Lampiran 1. Beberapa tumbuhan yang mendominasi antara lain waru laut (Hibiscus tiliaceus), keben (Barringtonia asiatica), bogem (Barringtonia stovia), nyamplung (Callophylum inophylum) dan ketapang (Terminalia catapa). Tumbuhan pantai memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas ekosistem pesisir, misalnya melindungi pantai dari abrasi, mencegah intrusi air laut, dan sebagai habitat berbagai satwa (Kusmana 2004). Selain memiliki fungsi ekologis beberapa flora penyusun hutan pantai juga memiliki daya tarik estetika dari morfologinya. Salah satu tumbuhan yang memiliki daya tarik estetika adalah Ketapang. Pohon ketapang mempunyai bentuk cabang dan tajuk yang khas. Habitat yang
11 disukai oleh tumbuhan asli Asia Tenggara ini adalah daerah dataran rendah termasuk daerah pantai hingga ketinggian 500 mdpl. Pohon ini menggugurkan daunnya hingga dua kali dalam setahun namun mampu bertahan menghadapi bulan-bulan yang kering. Ketapang telah menjadi tumbuhan multiguna sejak dahulu. Pepagan (kulit luar) dan daunnya berguna untuk menyamak kulit, pewarna kulit, dan sebagai tinta. Selain itu, cabangnya mendatar dan tajuknya bertingkat-tingkat mirip struktur pagoda sehingga sangat cocok berada pada kawasan wisata pantai karena dapat menaungi pengunjung yang ingin beristirahat sambil menikmati pemandangan. Fauna Habitat yang beragam di TNAP menyediakan berbagai sumber pakan dan tempat tinggal yang beragam bagi berbagai jenis fauna. Sebanyak 236 jenis burung diantaranya merak hijau (Pavo muticus), ayam hutan (Gallus spp), dan tiga jenis kerabat burung rangkong yaitu julang mas (Rhyticeros undulatus), kangkareng perut-putih (Anthracoceros albirostris conpexus) dan rangkong badak (Buceros rhinoceros silvetris) menjadi penghuni habitat di TNAP (Taman Nasional Alas Purwo 2013). Beberapa jenis burung yang dapat dijumpai di kawasan Trianggulasi berdasarkan observasi adalah elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), gagak hutan (Corvus enca), cica daun besar (Chloropsis sonneratii) dan cekakak jawa (Halcyon cyanoventris) yang memiliki warna bulu cerah dan indah. Cekakak jawa merupakan burung endemik pulau jawa yang khas dengan paruh merah besarnya (Gambar 4). Berbagai jenis burung air juga sering dijumpai di hutan pantai, yaitu kuntul besar (Egreta alba), camar (Stercorarius pomarius), pecuk ular asia (Anhinga melanogaster), trinil pantai (Actitis hypoleucos), bangau tongtong (Leptoptilos javanicus), cekakak sungai (Halcyon cloris). Selain memiliki fungsi ekologis, berbagai jenis fauna juga memiliki daya tarik dari morfologi, keindahan warna dan perilaku. Burung termasuk jenis fauna yang menarik untuk diamati, karena memiliki warna dan perilaku yang unik. Selain itu, burung dapat dijadikan sebagai obyek kegiatan wildlife photography. Keberadaan jenis burung yang cukup beragam di Trianggulasi menjadi potensi untuk kegiatan ekowisata yang dapat memberikan edukasi serta kepuasan hobi.
Gambar 4 Cekakak jawa (Halcyon cyanoventris)
12 Berbagai jenis mamalia dan primata dengan total 31 jenis diantaranya banteng (Bos javanicus), anjing hutan (Cuon alpinus), macan tutul (Panthera pardus), babi hutan (Sus scrofa), kijang (Muntiacus muntjak) dan rusa (Cervus timorensis), lutung (Presbitis cristata) dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) masih dapat dijumpai di kawasan TNAP. Mamalia merupakan jenis fauna yang cukup sulit dijumpai karena cukup sensitif dengan kehadiran manusia. Dapat berjumpa dengan suatu jenis mamalia, mengamati perilakunya dan mengabadikan gambarnya akan menjadi kepuasan tersendiri mengingat cukup sulitnya bertemu mamalia di alam liar. Jenis mamalia yang ada di Trianggulasi seperti, kancil (Tragulus kanchil), babi hutan (Sus scrofa) dan rusa (Cervus timorensis) cukup mudah dijumpai di sekitar Trianggulasi. Hal tersebut tentunya menjadi keunggulan dan potensi untuk dilakukan kegiatan pengamatan fauna. Rusa timor (Cervus timorensis) adalah salah satu yang paling menarik karena merupakan salah satu rusa asli Indonesia selain rusa bawean, sambar dan manjangan. Morfologi rusa timor yang indah serta keberadaannya mudah dijumpai di kawasan Trianggulasi sangat cocok untuk dijadikan obyek pengamatan satwa dan wildlife photography. Primata yang dapat dijumpai di Trianggulasi adalah monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan lutung jawa (Trachypithecus auratus). Monyet ekor panjang merupakan satwa yang mudah dijumpai di kawasan Trianggulasi. Perilaku unik dari monyet ekor panjang dapat dijadikan sebagai atraksi wisata yang menarik, namun satwa tersebut sudah mengalami perubahan perilaku yang dapat mengganggu kenyamanan serta membahayakan keselamatan pengunjung (Gambar 5).
Gambar 5 Monyet ekor panjang Selain memiliki potensi fauna terestrial, Trianggulasi juga menjadi tempat singgah atau bertelur bagi penyu belimbing (Dermocheyls coriacea), penyu jenis abu-abu (Lepidochelys olivecia), penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas) yang sebagian besar hidupnya dihabiskan di laut. Keempat jenis penyu tersebut termasuk jenis fauna yang dilindungi dan hanya memilih pantai tertentu untuk disinggahi atau bertelur. Hal tersebut menjadi daya tarik tersendiri karena pengunjung berpeluang untuk melihat langsung jenis penyu yang dilindungi sedang singgah atau bertelur di alam. Sejauh ini kegiatan
13 pengamatan penyu sudah dilakukan oleh pihak TNAP yang dikenal dengan istilah lalar penyu. Lalar penyu merupakan salah satu bentuk kegiatan patroli dengan cara menyusuri pantai untuk mencari telur penyu atau penyu yang sedang singgah. Lalar penyu dilakukan dini hari atau sebelum subuh karena bertepataan dengan waktu penyu singgah atau bertelur di pantai. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya pengambilan telur penyu secara ilegal oleh masyarakat. Singgah atau bertelurnya penyu ke pantai Trianggulasi biasanya berlangsung pada bulan April-November. Terbukti selama masa penelitian di bulan Februari-Maret tidak ditemukan penyu yang singgah atau bertelur ketika dilakukan lalar penyu disepanjang pantai. Kegiatan lalar penyu sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai kegiatan ekowisata. Karena kegiatan ekowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan rekreasi di alam bebas atau terbuka, yang di dalamnya terdapat juga kegiatan konservasi yang diharapkan dapat menjadi alternatif solusi bagi beberapa permasalahan seperti ancaman berupa gangguan habitat peneluran penyu ataupun pengambilan telur-telur penyu secara ilegal. Kegiatan ekowisata diharapkan dapat memberikan keuntungan ekonomi bagi masyarakat setempat dan menumbuhkan rasa memiliki agar kelestarian penyu tetap terjaga. Gejala alam Pantai adalah perbatasan antara daratan dan laut, sedangkan laut adalah kumpulan air dalam jumlah banyak yang membagi daratan atas benua-benua dan pulau-pulau. Wisata pantai dapat diartikan sebagai wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam pantai beserta komponen pendukungnya, baik alami maupun buatan atau gabungan keduanya itu (John O Simond 1978). Panorama pantai menjadi daya tarik bagi pengunjung di Trianggulasi. Menikmati pemandangan indah di saat matahari terbit maupun terbenam dan berjalan menyusuri pantai dapat menjadi kegiatan wisata pada kawasan ini seperti tersaji pada Gambar 6. Selain itu, panorama pantai juga dapat dijadikan sebagai obyek yang menarik untuk kegiatan fotografi.
(a)
(b)
Gambar 6 Gejala alam di Kawasan Trianggulasi (a) Matahari terbenam; (b) Kondisi surut air laut
14 Terdapat dua buah sungai di kawasan Trianggulasi, yaitu Sungklon Ombo (Gambar 7) dan Sungai Pancur. Sungai tersebut saling berhubungan dan mengalir di bawah kompleks perbukitan atau lipatan kapur (daerah karst). Selain sebagai obyek wisata, Sungai Pancur yang mengalir dari sungai bawah tanah Gua Istana juga dimanfaatkan untuk keperluan pengelolaan Trianggulasi (Taman Nasional Alas Purwo 2013).
Gambar 7 Sungklon ombo Umumnya pantai berpasir terdapat di seluruh dunia dan lebih dikenal dari pada pantai berbatu. Hal ini disebabkan pantai berpasir merupakan tempat yang dipilih untuk melakukan berbagai aktivitas rekreasi (Nybakken 1992). Daya tarik lain yang dapat dinikmati pengunjung ketika menyusuri pantai pasir putih Triangulasi ke Plengkung adalah ditemukannya daerah pasir gotri. Pasir tersebut berwarna kuning kecoklatan, berbentuk bulat dan berdiameter lebih besar dari pasir biasanya (Gambar 8).
Gambar 8 Pasir gotri Spiritual Daya tarik ekowisata di Trianggulasi sangat beragam. Bukan hanya keindahan alam dan keanekaragaman hayati yang dimiliki, kawasan Trianggulasi juga dianggap mistis sehingga menjadi magnet bagi peziarah untuk melakukan berbagai ritual. Pengunjung dengan tujuan wisata spiritual ini biasanya menginap
15 beberapa hari untuk melakukan ritual di sekitar pantai, maka tidak jarang ditemukan dupa dan sesajen di sekitar kawasan Trianggulasi. Selain itu, Trianggulasi merupakan salah satu pantai yang digunakan untuk kegiatan keagamaan umat Hindu. Pagerwesi merupakan upacara keagamaan yang sakral dan sangat artistik sehingga menjadi daya tarik bagi pengunjung. Hari Raya Pagerwesi jatuh setiap 210 hari sekali atau setiap 6 bulan dalam kalender Hindu. Puncak perayaan hari raya Pagerwesi dipusatkan di Pura Luhur Giri Selaka. Upacara diawali dengan melasti dan mendak tirta di Pantai Trianggulasi (Gambar 9a). Selama proses, umat Hindu menari tarian tradisonal diiringi gamelan balegajur sambil mengikuti iringiringan. Satu julen simbol pelinggih Ida Betara Alas Puwo diusung dengan rangakian kain putih memanjang (Gambar 9b). Setibanya di pantai, umat Hindu menggelar upacara pecaruan. Pecaruan atau mecaruan bagi umat Hindu di Bali diambil dari konsep Tri Hita Karana yang terbagi menjadi tiga, yaitu Parhyangan (harmonisasi hubungan antara manusia dengan tuhan), Pawongan (harmonisasi hubungan manusia dengan manusia), dan Palemahan (harmonisasi hubungan manusia dengan alam sekitarnya). Fungsi pecaruan atau mecaru adalah untuk mengharmonisasikan manusia dengan alam sekitarnya. Pecaruan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode. Pecaruan di Pantai Trianggulasi dilaksanakan dengan cara memotong hewan kurban lalu dihanyutkan ke laut untuk dipersembahkan ke dewa atau bhutakala. Selanjutnya umat Hindu mengambil air suci di pinggir pantai. Upacara dilanjutkan dengan sembahyang bersama dan bhakti pakelem (Gambar 9c). Bhakti pakelem merupakan persembahyangan yang dilakukan oleh lima perwakilan agama dijati pak-pak daerah Banyuwangi untuk memohon keselamatan. Hari Raya Pagerwesi di Pantai Trianggulasi lebih menarik dan berbeda dari biasanya karena dapat memanggil lima perwakilan agama untuk berdoa bersama. Adapun lelanguan (persembahan) yang digunakan adalah bebek dan setumpuk banten besar. Ritual ditutup dengan membasuh wajah bersama di pantai. Tirta yang disucikan kemudian diarak menuju pura. Kegembiraan umat Hindu kembali diluapkan dengan menari tarian tradisional sepanjang perjalanan. Tiba di pura, tirta yang diusung disambut tarian sakral rejang dewa yang ditarikan penari dari Bali seperti yang disajikan pada Gambar 9d.
(a)
(b)
16
(c)
(d)
Sumber foto: tnalaspurwo.org
Gambar 9 Prosesi Pagerwesi (a) Melasti dan mendak tirta; (b) Iring-iringan tirta suci; (c) Sembahyang bersama dan bhakti pakelem; (d) Tarian sakral rejang dewa Penilaian Potensi Wisata Identifikasi dan analisis potensi wisata pada kawasan Trianggulasi perlu dilakukan agar menghasilkan potensi unggulan. Penilaian potensi wisata dilakukan dengan cara menilai 7 indikator penilaian yang terkait dan berasosiasi dalam suatu potensi wisata, yaitu keunikan, kelangkaan, keindahan, seasonality, sensitivitas, aksesibilitas dan fungsi sosial. Agar berbagai unspeakable expression of values (nilai yang tak terucapkan) dan subjektifitas berbagai nilai yang ada terhadap suatu obyek atau event wisata dapat dengan mudah ditelusuri dan dimengerti serta dipercaya oleh pengunjung, maka dalam metode ini suatu nilai adalah diwakili oleh satu indikator. Dengan demikian, maka agregat dari indikator-indikator yang terpenuhi oleh suatu obyek atau event wisata adalah sekaligus menjadi final values obyek tersebut atas aspek yang dinilai (Avenzora 2008). Potensi wisata yang dinilai yaitu potensi wisata alam yang terdiri dari variabel flora, fauna, spiritual, dan gejala alam. Berbagai indikator penilaian potensi obyek wisata yang telah dilakukan oleh assessor disajikan pada Lampiran 2, sedangkan bagan alur penentuan potensi unggulan Kawasan Trianggulasi disajikan pada Gambar 10.
17
Gambar 10 Alur penentuan potensi unggulan Pantai Triangulasi Karakteristik, Persepsi, Preferensi dan Harapan Pengunjung Pengunjung atau wisatawan merupakan orang yang mengunjungi tempat wisata dengan tujuan tertentu terutama untuk tujuan rekreasi (Goeldner et al. 2000). Pengunjung pada suatu obyek wisata memiliki karakteristik, persepsi maupun harapan yang berbeda. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bagi penyedia wisata sehingga dalam menyediakan produk dapat sesuai dengan minat dan kebutuhan pengunjung. Menurut Douglas (1969) terdapat lima faktor dasar yang mempengaruhi permintaan untuk rekreasi alam terbuka, yaitu manusia yang terdiri dari jumlah populasi suatu daerah, lokasi tempat tinggal, umur dan pendidikan, uang yang terdiri dari pendapatan dan kemewahan, waktu yang terdiri dari pekerjaan dan perpindahan, komunikasi yang terdiri dari media dan pribadi, serta permintaan yang terdiri dari prasarana dan aksesibilitas. Karakteristik Hasil kuesioner menunjukkan bahwa pengunjung yang terdapat di kawasan Trianggulasi terdiri dari 77% laki-laki dan 23% perempuan. Pengunjung yang terdapat di kawasan ini cenderung berkelompok dan didominasi oleh lakilaki. Terdapat 23% pengunjung berusia (16-20) tahun, 30% pengunjung berusia (21-25) tahun, dan 47% pengunjung lebih dari 26 tahun. Latar belakang pendidikan pengunjung yang paling tinggi sebesar 67%, yaitu pada tingkat SMA. Pengunjung kawasan Trianggulasi terdiri dari berbagai jenis pekerjaan yang didominasi oleh mahasiswa sebanyak 27%. Beragam jenis pekerjaan pengunjung menunjukkan bahwa kawasan Trianggulasi dikunjungi oleh semua lapisan masyarakat di sekitarnya. Secara jelas dan terperinci, karakteristik pengunjung terlampir pada Tabel 4.
18 Tabel 4 Karakteristik pengunjung di Kawasan Trianggulasi Parameter Jenis Kelamin
Usia
Pendidikan Terakhir
Kriteria Laki-laki
77
Perempuan
23
(16-20) tahun (21-25) tahun > 26 tahun
23 30 47
Tidak sekolah
4
SD SMP SMA Magister Pekerjaan
Jumlah Pengunjung (%)
Pelajar Mahasiswa PNS Wiraswasta Marketing Swasta Guide Buruh
3 23 67 3 14 27 4 10 3 7 3 3
Pegawai koperasi
3
Petugas pura Sales Petani Pendarung
7 3 7 3
Ibu rumah tangga
3
Tidak bekerja
3
Kawasan Trianggulasi dapat dicapai melalui Banyuwangi dan Jember. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa jarak antara daerah asal pengunjung dan tempat rekreasi berhubungan nyata dengan permintaan rekreasi karena sebagian besar pengunjung berasal dari Banyuwangi (Gambar 11).
19 3% 3% 3% 3%
Banyuwangi Cianjur
3% 4%
Sidoarjo Surabaya Pesanggaran
10% 7%
64%
Riau Rembang Purworejo Purwokerto
Gambar 11 Asal daerah pengunjung Persepsi Saat ini Taman Nasional Alas Purwo masih sangat identik dengan Plengkung, Bedul atau Situs Kawitan sebagai wisata unggulan, sedangkan Trianggulasi belum banyak diketahui oleh masyarakat di luar Banyuwangi. Promosi dari mulut ke mulut merupakan suatu cara promosi yang paling baik untuk mempengaruhi konsumen dalam memasarkan suatu produk dan jasa karena dalam promosi ini terdapat rekomendasi dari kerabat atau teman dekat yang dijadikan sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian bahwa media promosi dari teman/keluarga memiliki nilai paling tinggi. Persepsi pengunjung terhadap media promosi di Trianggulasi disajikan pada Gambar 12. 7 6 5 4 3 2 1 0 Kerabat atau Media cetak Media sosial teman (koran, majalah, (twitter, leaflet, facebook, dll) brosur,dll)
Media elektronik (television, radio, dll)
Gambar 12 Persepsi pengunjung terhadap media promosi
20
Potensi atau daya tarik yang khas sangat menentukan tingkat kunjungan pada kawasan tertentu. Sebagian besar pengunjung menyatakan bahwa pantai merupakan potensi wisata yang menarik di kawasan Trianggulasi dengan nilai total sebesar 6,7. Hasil Kuesioner menunjukkan, pengunjung merasa kondisi sumber daya alam di Trianggulasi indah dan dapat mereka nikmati dengan nilai rataan total sebesar 6,2. Hal tersebut didukung dengan persepsi lainnya yang menyatakan bahwa kejernihan air di pantai Trianggulasi tergolong baik dan kondisi pasirnya tergolong sangat baik. Pengunjung menilai bahwa kejernihan air tergolong baik (skor 5,7) karena kondisi air pantai terlihat tidak sampai dasar. Hasil skoring sebesar 6,7 menyatakan bahwa pengunjung merasa pasir pantai tergolong sangat baik karena kondisi pasir pantai pada kawasan ini berwarna putih kecoklatan. Persepsi pengunjung mengenai kenyamanan di Trianggulasi mendapatkan nilai rataan total sebesar 5,7. Hal tersebut bermakna bahwa kondisi di Trianggulasi tergolong nyaman untuk kegiatan wisata. Sistem model kepariwisataan sarat dengan aspek-aspek ekonomi yang mengemukakan keterkaitan antara sisi sediaan (supply) dengan permintaan (demand) serta faktor-faktor eksternal yang mempengaruhinya. Untuk memuaskan permintaan pasar, sebuah negara, wilayah atau masyarakat harus menyediakan beragam pembangunan dan pelayanan (sisi sediaan). Kesesuain antara sisi sediaan dengan sisi permintaan adalah kunci keberhasilan dalam pengembangan kepariwiataan yang benar (Gunn 2002). Hasil kuesioner menunjukkan bahwa secara umum sediaan wisata masuk pada kategori biasa saja dengan nilai rataan total sebesar 3,6. Bila dilihat dari setiap jenis sediaan wisata yang ada, aksesibilitas mendapatkan nilai rataan terkecil sebesar 3,6 dan masuk pada kategori agak tidak baik. Hal ini dikarenakan jarak Taman Nasional Alas Purwo yang relatif jauh dari Banyuwangi dan akses jalan yang rusak (Gambar 13).
Gambar 13 Akses jalan yang rusak
21 Aspek pengelolaan termasuk pada kategori biasa saja dengan nilai 3,6. Menurut pengunjung hal ini disebabkan kurangnya pusat informasi dan pemandu wisata pada kawasan Trianggulasi. Menurut Lascurain (1996), pembangunan fasilitas dalam kawasan lindung selain harus memperhatikan konsumen, juga harus sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan (design guidelines), khususmya dalam kawasan lindung. Sedangkan aspek sarana dan prasarana mendapatkan nilai sebesar 3,8 dan tergolong pada kategori biasa saja, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengunjung belum cukup puas dengan ketersediaan sarana dan prasaranan di kawasan Trianggulasi karena tidak adanya tempat ibadah, tempat istirahat yang layak, penginapan dan lain sebagainya. Identifikasi mengenai sediaan wisata di Kawasan Trianggulasi secara jelas dan terperinci disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Persepsi pengunjung terhadap sediaan wisata di kawasan Trianggulasi Parameter Sediaan Wisata - Sarana dan Prasarana Fasilitas Drainase Air Bersih Pembuangan sampah Listrik Akomodasi Komunikasi Jalur interpretasi Papan interpretasi Tempat ibadah Kesehatan - Aksesibilitas Kondisi jalan Kemudahan pencapaian lokasi Jarak dari pusat kota Penunjuk arah Biaya transportasi - Pengelolaan Tingkat keamanan Sumber informasi Tingkat kebersihan Pelayanan pengelola Ketersediaan informasi Pemandu wisata/interpreter
Nilai
Ratarata
Kategori
3,5 4,2 5,6 3,3 3,2 3,6 3,5 3,6 3,7 3,4 3,9
biasa saja biasa saja baik agak tidak baik agak tidak baik 3,8 biasa saja biasa saja biasa saja biasa saja agak tidak baik biasa saja
3,4
agak tidak baik
4 2,6 3,4 3,7
3,4 baik agak tidak baik agak tidak baik biasa saja
4 3,7 3,3 4,1 3,6
biasa saja biasa saja 3,6 kurang baik biasa saja biasa saja
2,9
kurang baik
Ratarata
3,6
Kategori
biasa saja
22 Preferensi Preferensi adalah pilihan suka tidak suka oleh seseorang terhadap produk (barang atau jasa) yang dikonsumsi. Preferensi dapat menunjukkan kesukaan pengunjung dari berbagai pilihan kegiatan ekowisata yang akan dikembangkan. Hasil penilaian preferensi pengunjung terhadap kegiatan yang diinginkan dalam ekowisata di Trianggulasi telah disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Preferensi pengunjung terhadap kegiatan ekowisata di Trianggulasi No 1 2 3 4 5 6 7
Kegiatan Melihat pemandangan alam Jelajah alam di hutan pantai Bird watching Pendidikan atau penelitian Menyaksikan ritual keagamaan Wildlife photography Pengamatan penyu
Nilai 6,2 5,6 5,5 5,4 5,6 5,9 6,4
Harapan Kawasan Trianggulasi saat ini masih belum memiliki pengelolaan ekowisata sehingga pengunjung hanya memanfaatkan kawasan ini dengan sarana dan prasarana yang seadanya. Hasil kuesioner menunjukkan sebagian besar (87%) pengunjung merasa puas dengan keindahan dan potensi sumberdaya alam yang disajikan kawasan ini namun masih mengeluhkan keterbatasan fasilitas yang tersedia. Menurut pengunjung, kawasan Trianggulasi memiliki kelebihan, seperti pantai dan pemandangannya yang indah, udaranya sejuk, ombaknya besar, suasananya yang tenang, pasir pantai yang putih, masih terdapat hutan dan satwa liar, aura gaibnya masih sangat terasa untuk ritual, baik untuk melakukan meditasi dan refleksi serta dapat melihat hamparan laut yang luas. Disisi lain terdapat beberapa kekurangan kawasan Trianggulasi menurut pengunjung, seperti kebersihan yang kurang terjaga, kurangnya pengamanan dan perawatan kawasan, kesadaran pengunjung untuk membuang sampah pada tempatnya masih lemah, toilet kotor, sarana prasarana kurang memadai, kawasan belum dikelola dengan baik, serta kurangnya maksimalisasi pelayanan pihak pengelola karena tidak adanya pos jaga di kawasan tersebut. Pengunjung berharap adanya penambahan sarana dan prasarana pada kawasan Trianggulasi seperti toilet, pendopo, kantin, akses jalan, tempat duduk, lahan parkir yang lebih luas, mushola berikut petugas kebersihannya, pos jaga, papan penunjuk arah, sign board, pusat informasi, dan homestay. Pengunjung berharap kawasan Trianggulasi kelestariannya tetap terjaga, akomodasinya lebih baik, penataannya lebih rapih dan dilakukan kegiatan penanaman pohon. Selain itu, pengunjung juga berharap pihak pemerintah daerah ikut dalam menginvestasikan dana untuk pembangunan jalan maupun fasilitas.
23 Masyarakat Desa Kalipait merupakan termasuk salah satu desa penyangga Taman Nasional Alas Purwo. Sebagian besar masyarakat desa penyangga memiliki interaksi dengan kawasan, baik langsung maupun tidak langsung. Interaksi masyarakat merupakan wujud dari aktivitas sosial ekonomi masyarakat sekitar kawasan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup serta kegiatan yang berkaitan dengan kebudayaan dan religi. LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) merupakan salah satu bentuk kerjasama masyarakat dengan Taman Nasional Alas Purwo. Dengan adanya organisasi tersebut, pihak taman nasional dapat menyalurkan dana CSR dari IPPA yang terdapat di kawasan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat agar kesejahteraannya meningkat dan tidak merambah hutan. Persepsi Masyarakat Desa Kalipait merasa potensi ekowisata pada kawasan Trianggulasi tergolong baik dan mereka menyetujui pentingnya keberadaan satwaliar di kawasan tersebut. Dengan adanya kesadaran masyarakat tersebut, dampak negatif terhadap lingkungan, maupun flora fauna diharapkan dapat diminimalisir. Hal ini juga dapat memberikan kemudahan bagi pihak pengelola untuk menjalankan fungsi pengelolaannya dalam meningkatkan kesadaran terhadap misi pelestarian lingkungan sehingga memberi nilai tambah pada kepentingan edukatif dan apresiasi lingkungan. Hal tersebut diperkuat oleh Robbins (2005) yang menyatakan bahwa persepsi individu mengenai lingkungannya akan diawali dengan sikap dan kepribadian yang mereka miliki, kemudian mempengaruhi perilaku terhadap lingkungan melalui berbagai faktor (motivasi, pembelajaran dan kemampuan) yang saling berhubungan dan terjadi secara terus-menerus. Kesiapan masyarakat dalam mendukung pengembangan ekowisata Tanggapan masyarakat mengenai pengembangan ekowisata pada kawasan Trianggulasi sangat positif, ini dapat dilihat dari antusiasme seluruh masyarakat (100%) yang ingin berpartisipasi. Dukungan dan partisipasi masyarakat menjadi penting karena wisatawan akan berinteraksi terlebih dahulu dengan masyarakat sebelum memasuki kawasan Trianggulasi. Masyarakat Desa Kalipait dapat diikutsertakan dalam pengelolaan ekowisata sehingga manfaat ekowisata dapat dirasakan oleh masryarakat. Modal yang telah dimiliki masyarakat Desa Kalipait, yaitu kemampuan menjadi pemandu wisata, kesediaan menjadikan rumahnya sebagai homestay, penyedia jasa transportasi dan kemampuan membuat kerajinan tangan yang dapat dijadikan souvenir. Namun kesiapan tersebut dapat ditingkatkan dengan pelatihan dan pendidikan, mengingat masih minimnya pengetahuan masyarakat mengenai ekowisata. Persepsi dan Kesiapan Pengelola dalam Mendukung Pengembangan Ekowisata Kawasan Trianggulasi pernah mengalami masa jayanya kurang lebih sampai tahun 2012. Beberapa program wisata yang pernah dilaksanakan di kawasan Trianggulasi adalah pengamatan burung di jalur Trianggulasi-Sunglon
24 Ombo-Sadengan, pengamatan di lintasan satwa, pengamatan lalar penyu, serta susur pantai. Kegiatan wisata bagi umat selain Hindu adalah menyaksikan ritual upacara Pagerwesi di Pantai Trianggulasi. Trianggulasi tidak dapat dikembangkan secara masif karena keadaan ombak yang berbahaya bagi wisatawan. Kegiatan wisata pantai yang selama ini banyak dilakukan pengunjung adalah susur pantai, piknik dan menikmati panorama matahari terbit atau terbenam. Pengamatan penyu lebih banyak dilakukan oleh peneliti dibandingkan dengan pengunjung umum. Hal ini bisa dimaklumi mengingat prasarana dan sarana pengamatan yang tidak tersedia dengan cukup. Selain itu, pengunjung umum belum diijinkan untuk menginap di Trianggulasi, sehingga kesempatan mereka untuk mengamati penyu bertelur menjadi sedikit. Jarak dari pesanggrahan Trianggulasi ke pantai ± 150 meter, artinya sangat dekat bagi pengunjung umum bila diijinkan menginap di pesanggrahan. Rencana pengembangan ekowisata di Trianggulasi sudah tercantum pada Site Plan Pengembangan dan Pemanfaatan Wisata Alam Taman Nasional Alas Purwo 2013, namun sampai saat ini hal tersebut belum direalisasikan. Kendala yang dihadapi oleh pengelola ialah keterbatasan dana dalam pembangunan, sumber daya manusia yang kurang berkompeten, belum adanya perencanaan yang matang dan pihak pengelola masih membutuhkan penyesuaian dengan aturan yang ada. Selain itu, terdapat ruang usaha Wana Wisata Alam Hayati (WWAH) yang belum operasionalkan sama sekali selama memiliki IPPA. Namun wewenang pengelola hanya memberi himbauan dan menstimulir pihak WWAH agar segera mengoperasikan ruang usahanya Pengembangan Ekowisata di Trianggulasi Data yang telah didapat dari hasil wawancara, observasi (verifikasi), studi pustaka dan penyebaran kuesioner diolah dengan cara tabulasi data dan dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil analisis deskriptif lalu dianalisis lebih dalam dengan pendekatan SWOT. Analisis SWOT merupakan metode analisis yang merangkum kondisi lembaga saat ini dan membantu untuk menentukan dan mengembangkan rencana pengelolaan untuk masa depan dengan langkah meningkatkan kekuatan saat ini, mengurangi kelemahan lembaga, mengeksploitasi keuntungan yang dimiliki dan bertahan dari segala ancaman dengan menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal (Bell 2003). Analisis SWOT (strength, weakness, opportunity, and threat) pada penelitian ini digunakan untuk menyusun perencanaan pengembangan ekowisata, mengetahui gambaran mengenai kekuatan dan kelemahan pengembangan ekowisata serta peluang dan ancaman yang dihadapi di kawasan Trianggulasi. Pendekatan kualitatif matriks SWOT menampilkan delapan kotak, yaitu dua paling atas adalah kotak faktor eksternal (peluang dan tantangan) sedangkan dua kotak sebelah kiri adalah faktor internal (kekuatan dan kelemahan). Empat kotak lainnya merupakan kotak isu-isu strategis yang timbul sebagai hasil titik pertemuan antara faktor-faktor internal dan eksternal. Matriks SWOT pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi disajikan pada Tabel 7.
25 Tabel 7 Matriks SWOT pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi Kekuatan (Strenghts = S)
Kelemahan (Weaknesses=W)
1.Kawasan Trianggulasi memiliki formasi hutan pantai yang masih lengkap dan keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna yang berlimpah, sehingga dapat dijadikan sebagai obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA). 2.Trianggulasi memiliki panorama pantai yang indah untuk dinikmati dan terdapat gejala alam berupa sungai yang juga dapat dijadikan sebagai obyek wisata. 3.Kawasan Trianggulasi digunakan untuk kegiatan keagamaan umat Hindu, yaitu Pagerwesi. 4.Adanya dukungan penuh dari pihak pengelola TNAP untuk mengembangkan ekowisata di kawasan Trianggulasi. Strategi SO
1.Pihak pengelola masih membutuhkan penyesuaian dengan aturan yang ada. 2.Belum ada SDM pengelola ekowisata di kawasan Trianggulasi. 3.Sarana dan prasarana di kawasan Trianggulasi dalam keadaan rusak berat. 4.Belum adanya perencanaan pengembangan ekowisata yang matang. 5.Kurangnya promosi mengenai kawasan Trianggulasi.
1. TNAP termasuk kedalam triangle diamonds (wisata unggulan) Banyuwangi. 2. Masyarakat Desa Kalipait bersedia berpartisipasi dalam mengembangkan ekowisata di kawasan Trianggulasi. 3. Adanya keinginan dari pengunjung untuk menikmati ekowisata di kawasan Trianggulasi. 4. Adanya keinginan dari WWAH untuk turut melakukan pengembangan pada kawasan Trianggulasi. Ancaman (Threats = T)
1.Membuat produk ekowisata sesuai permintaan pengunjung. 2.Mendorong pihak WWAH agar segera mengoperasionalkan ruang usaha yang telah disewa.
1.Pemberdayaan masyarakat. 2.Melakukan perbaikan sarana dan prasarana sebagai penunjung kegiatan ekowisata. 3.Optimalisasi pemasaran dan promosi pada target pasar.
Strategi ST
Strategi WT
1. Perubahan perilaku satwaliar akibat gangguan dari pengunjung. 2. Banyaknya sampah yang ditinggalkan pengunjung.
1.Memberikan himbauan baik secara lisan maupun tulisan agar dapat meminimalisir dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan ekowisata.
1.Pengaturan kunjungan. 2. Peningkatan kualitas SDM
Internal
Eksternal
Peluang (Opportunities = O)
Strategi WO
26 Strategi SO (Strength – Opportuniy) Strategi SO, yaitu menciptakan strategi dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang dapat digunakan yaitu: 1. Membuat produk ekowisata sesuai permintaan pengunjung. Produk wisata dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dijual sebagai komoditas pariwisata. Produk wisata mencakup tiga aspek yang dikenal dengan istilah triple A (Atraksi, Amenitas, Aksesibilitas). Atraksi adalah obyek atau daya tarik wisata yakni obyek yang memiliki daya tarik untuk dilihat, ditonton, dinikmati yang layak dijual ke pasar wisata. Menurut Spillane (1994), atraksi merupakan pusat dari industri pariwisata. Menurut pengertiannya atraksi mampu menarik wisatawan yang ingin mengunjungi suatu tempat tujuan wisata. Motivasi wisatawan untuk mengunjungi suatu tempat tujuan wisata adalah untuk memenuhi atau memuaskan beberapa kebutuhan atau permintaan. Atraksi wisata terdiri dari potensi flora, fauna, bentang alam dan atraksi buatan berupa seni dan budaya masyarakat. Disamping atraksi, yang termasuk dalam produk wisata lainnya adalah amenitas yakni segala macam fasilitas yang menunjang kegiatan pariwisata. Terakhir untuk produk wisata adalah aksesibilitas, berupa sarana dan prasarana yang menyebabkan wisatawan dapat berkunjung disebuah destinasi. Dari ketiga aspek tersebut, model pengembangan produk haruslah mempertahankan keaslian agar dapat bersaing dengan kawasan wisata lainnya. Mengingat belum adanya pengelolaan ekowisata pada kawasan Trianggulasi, maka diperlukan pembuatan produk ekowisata yang sesuai dengan permintaan pengunjung. Produk-produk ekowisata yang dapat dilakukan di obyek wisata kawasan Trianggulasi, antara lain : A. Atraksi a. Olahraga : Memancing, voli pantai dan yoga. b. Pendidikan : Bird watching dan jelajah alam c. Budaya : Pertunjukan tari jaranan. d. Kuliner : Rumah makan dengan makanan khas Banyuwangi. e. Religius : Pager wesi. f. Belanja : Toko souvenir. g. Minat khusus : Paralayang, pengamatan penyu, menyusuri Sungai Sungklon Ombo menggunakan perahu karet. h. Lain-lain : Wildlife photography, menikmati pemandangan alam sekitar pantai, susur pantai dan mendengarkan cerita (mitologi) dari keberadaan atau asal muasal yang berkembang pada kawasan Trianggulasi atau Taman Nasional Alas Purwo. B. Amenitas Berbeda dengan amenitas yang berada di perkotaan, pada kawasan ekowisata bukan sebuah hotel berbintang yang dicari. Penginapan atau homestay dapat menggunakan design rumah adat daerah setempat. Adanya bangunan dan ruang-ruang dalam sebuah rumah khas Jawa juga menarik untuk menjadi cerita tersendiri bagi wisatawan. Selain itu, keberadaan kamar mandi diharapkan masih menggunakan teknologi sederhana, misalnya dengan menggunakan timba (tidak menggunakan pompa air) dan siwur dari bathok kelapa (bukan menggunakan
27 gayung plastik) dapat melengkapi pengalaman unik wisatawan yang berbeda dengan kebiasaan sehari-hari. C. Aksesibilitas Aksesibilitas dalam konteks ini merupakan sarana dan prasarana yang dibangun agar wisatawan dapat mencapai destinasi wisata dengan aman, nyaman, dan layak. Perlu dibuat papan penunjuk arah dan papan interpretasi yang jelas, terperinci serta menarik. Pusat informasi dan Peta ODTWA diletakan pada setiap tempat destinasi wisata dan tempat strategis di Taman Nasional Alas Purwo agar memudahkan wisatawan untuk mengunjungi atau berpindah dari satu destinasi wisata ke destinasi wisata lainnya. 2. Mendorong pihak WWAH agar segera mengoperasionalkan ruang usaha yang telah disewa. IPPA adalah izin usaha yang diberikan untuk mengusahakan kegiatan pariwisata alam di areal suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya dan taman wisata alam. Pihak TNAP harus lebih aktif dalam mendorong pihak WWAH agar segera mengoperasionalkan ruang usaha yang telah disewa di kawasan Trianggulasi dengan cara memberikan reward, punishment dan deadline agar pihak WWAH segera melakukan pengelolaan pada ruang usahanya. Reward yang sekiranya dapat di berikan pihak TNAP kepada WWAH bila dapat mengoperasionalkan ruang usahanya dengan baik dan cepat ialah perpanjangan kontrak IPPA atau pemberian hak-hak istimewa pada pihak WWAH. Sedangkan punishment yang dapat diberikan berupa pemutusan kontrak IPPA atau denda. Strategi WO (Weakness – Opportunity) Strategi WO, yaitu menciptakan strategi untuk meminimalkan atau mengatasi kelemahan-kelemahan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang dapat dilakukan yaitu: 1. Pemberdayaan masyarakat Keterlibatan secara aktif masyarakat sekitar perlu diperhatikan karena pada dasarnya masyarakat sekitar merupakan subyek yang paling paham tentang keadaan alam obyek ekowisata. Bentuk partisispasi masyarakat terhadap pengelolaan ekowisata dalam penelitian ini, diartikan mempunyai hubungan dengan tingkat keterkaitan atau hubungan masyarakat setempat terhadap obyek ekowisata yang dimaksud. Beberapa bentuk pemberdayaan masyarakat atau bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan ekowisata dapat berupa: a. Menyediakan berbagai produk ekowisata yang dibutuhkan oleh pengunjung, seperti atraksi, obyek, jasa transportasi, akomodasi, dan cinderamata yang khas. b. Diikut sertakan dalam usaha promosi dan publikasi kawasan Trianggulasi. c. Mendirikan usaha yang mendukung kegiatan ekowisata, seperti pembuatan toko pusat oleh-oleh yang dibuat oleh masyarakat. d. Menjadi tour guide atau interpreter. 2. Melakukan perbaikan sarana dan prasarana sebagai penunjang kegiatan ekowisata. Sarana dan prasarana ekowisata dapat menentukan jumlah dan lama tinggal pengunjung serta besar pengeluaran pengunjung dalam kawasan ekowisata.
28 Melihat kondisi sarana dan prasarana yang tersedia di kawasan Trianggulasi dalam keadaan rusak berat, pengunjung berharap pihak pengelola dapat menambah atau memperbaiki sarana dan prasaran tersebut. Meningkatkankan koordinasi serta kerjasama dengan pihak PEMDA Banyuwangi dapat dijadikan salah satu alternatif untuk mengatasi masalah pendanaan terkait penambahan atau perbaikan sarana dan prasarana di kawasan Trianggulasi.
3. Optimalisasi pemasaran dan promosi pada target pasar. Strategi pemasaran memiliki peranan penting dalam sebuah perusahaan maupun organisasi. Kotler (2000) mengemukakan bahwa strategi pemasaran adalah sekumpulan prinsip-prinsip dasar yang melandasi menajer pemasaran untuk mencapai tujuan bisnis dan pemasaran yang ditetapkan pada pasar sasaran tertentu. Strategi pemasaran yang berhasil umumnya di tentukan dari satu atau beberapa variabel marketing mix-nya. Marketing Mix terdiri dari empat elemen diantaranya, yaitu Product, Price, Place, and Promotion. Berdasarkan hasil analisis SWOT, alternatif strategi pemasaran yang bisa dilakukan oleh pengelola Taman Nasional Alas Purwo adalah sebagai berikut : a. Situasi pasar: Bisnis ekowisata saat ini memiliki prospek yang baik dan akan terus berkembang, karena sudah menjadi suatu kebutuhan bagi setiap orang untuk memiliki pengalaman yang mengesankan, rekreasi, edukasi serta refreshing setelah merasakan kepenatan dengan aktivitas sehari-hari. b. Pesaing Penawaran produk ekowisata bersaing ketat dengan produk wisata masal. c. Segmentasi pasar Analisis mengenai segmentasi pasar sangat penting dilakukan agar perusahaan dapat membuat strategi pemasaran yang sesuai. Perusahaan hendaknya cermat membaca kondisi pasar sehingga dapat mengidentifikasi dari segi demografis, psikografis, dan geografis (Lamb 2009). Segmentasi pasar yang sesuai untuk kawasan Trianggulasi adalah pengunjung laki-laki atau perempuan dengan taraf ekonomi menengah ke atas yang suka wisata alam dan berdomisili di seluruh Indonesia maupun manca negara. d. Product Kawasan Trianggulasi harus dipertahankan posisinya saat ini sebagai obyek wisata alam yang memiliki kualitas lingkungan yang baik diiringi dengan melakukan peningkatan, baik itu kualitas lingkungan alam, fasilitas maupun sumberdaya manusia. e. Price Price atau harga sangat mempengaruhi akan terjualnya suatu barang dan jasa yang ditawarkan. Dalam menentukan harga produk ekowisata di kawasan Trianggulasi sebaiknya dengan memberikan banyak variasi harga dari variasi produk sehingga dapat mencakup pengunjung dari berbagai kalangan, namun harus sesuai dengan segmentasi pasar yang sudah ditentukan. f. Place Pemasaran produk jasa cenderung lebih sulit bila dibandingkan dengan pemasaran produk dalam bentuk barang karena jasa tidak memiliki bentuk nyata. Untuk menyampaikan produk jasa, pengelola harus dapat menarik pengunjung ke tempat destinasi wisata dimana produk wisata tersebut ditawarkan, sehingga dalam pendistribusian produk ekowisata kawasan Trianggulasi dapat dilakukan di
29 dalam kawasan ini atau mengoptimalkan teknologi informasi untuk mempermudah komunikasi dengan konsumen baik dari dalam maupun luar negeri, seperti melalui website, blog, twitter, instagram dan facebook. Selain itu, pihak TNAP juga dapat melakukan kerjasama dengan travel agent agar dapat menarik pengunjung untuk dapat melakukan kegiatan ekowisata di kawasan Trianggulasi. g. Promotion Promosi memiliki bauran promosi yang terdiri dari iklan (advertising), personal selling, direct marketing, sponsorship, public relation, sales promotion, bentuk komunikasi cetak (Cooper et al 1993). Beberapa cara yang dapat dilakukan pengelola dalam melakukan kegiatan promosi kawasan Trianggulasi adalah sebagai berikut: - Berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan swasta serta pihak terkait lainnya dalam mengembangkan brand image. - Melakukan program personal selling dengan kunjungan atau promosi ke sekolah-sekolah, terutama SMP dan SMA. - Memasang iklan dan artikel pada media cetak. - Membuka peluang untuk melakukan penelitian pada target pasar peneliti dan civitas perguruan tinggi di kawasan Trianggulasi. - Pengelola dapat menjangkau target pasar pencinta lingkungan dan olahraga di alam dengan memasang iklan di media cetak komunitas tersebut dan bekerjasama dengan situs-situs komunitas tersebut untuk memasukan informasi mengenai TNAP dan paket ekowisata kawasan Trianggulasi. - Mengundang media massa secara berkala untuk meningkatkan publisitas taman nasional. - Memberikan insentif potongan harga kepada agen perjalanan atau pihak lainnya yang mempromosikan paket wisata kawasan Trianggulasi. Strategi ST (Strength – Threats) Strategi ST, yaitu menciptakan strategi dengan menggunakan kekuatan untuk meminimalkan atau mengatasi kelemahan-kelamahan untuk memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang dapat dilakukan, yaitu memberikan himbauan baik secara lisan maupun tulisan agar dapat meminimalisir dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan ekowisata. Kegiatan konservatif yang di maksud dalam ekowisata adalah turut menjaga keasrian alam obyek wisata pantai, tidak membuang sampah secara sembarangan dan hanya meninggalkan jejak pada setiap perjalanan juga menjadi dasar dari ekowisata. Maka sudah menjadi kewajiban pihak pengelola untuk memberikan himbauan baik secara lisan maupun tulisan agar dapat meminimalisir dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan ekowisata. Tour guide atau interpreter dapat dijadikan sebagai salah satu alat penghimbau kepada pengunjung untuk selalu menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan selama melakukan kegiatan ekowisata. Selain itu, sign board juga diperlukan untuk mengingatkan kembali kepada pengunjung mengenai larangan untuk tidak memberi makan satwaliar serta membuang sampah sembarangan.
30 Strategi WT (Weakness – Threats) Strategi WT, yaitu menciptakan strategi untuk meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman yang ada. Strategi yang dapat dilakukan yaitu: 1. Pengaturan kunjungan. Perilaku dan ledakan pengunjung dapat menimbulkan masalah-masalah spesifik yang berhubungan dengan perusakan lingkungan. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan pengaturan pengunjung. Terdapat beberapa pilihan dalam pengelolaan pengunjung, antara lain: - Mengurangi kunjungan dengan membatasi jumlah wisatawan yang masuk pada satu waktu/ meningkatkan biaya kunjungan dan atau/ membatasi waktu kunjungan. - Memodifikasi kunjungan dengan memberikan pengarahan kepada pengunjung bagaimana perilaku yang tepat untuk melihat satwaliar seperti membatasi jarak antara pengunjung dengan satwa atau tidak memberikan makanan pada satwa yang dijumpai. - Menutup kawasan pada waktu-waktu tertentu sehingga memungkinkan berlangsungnya perawatan dan pemulihan. - Membuat produk wisata yang beragam atau atraksi dan infrastruktur alternatif sehingga dapat memecah konsentrasi masa dan tidak terpaku pada satu obyek wisata saja. - Membatasi jumlah kunjungan dengan sistem reservasi. - Memberlakukan sistem zoning, sehingga tidak semua kawasan dapat diakses oleh seluruh pengunjung. 2. Peningkatan kualitas SDM Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian lingkungan. Sumberdaya manusia menjadi kunci utama pengembangan ekowisata. Pelatihan dan pendidikan terhadap seluruh pelaku wisata yang terlibat dalam kegiatan ekowisata di kawasan Trianggulasi dapat dilakukan melalui kerjasama dengan pemerintah, perguruan tinggi atau lembaga yang berkompeten dalam bidang ekowisata. Peningkatan kemampuan mengenai teknik pengelolaan ekowisata, interpretasi, manajemen pengunjung dan pengendalian dampak ekowisata merupakan beberapa hasil yang diharapkan setelah melakukan pelatihan dan pendidikan sehingga dapat menunjang kinerja SDM dalam pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Trianggulasi memiliki obyek dan daya tarik wisata yang sangat potensial untuk dikembangkan. Selain keindahan alam dan keanekaragaman hayati, Trianggulasi juga merupakan salah satu pantai yang digunakan untuk kegiatan keagamaan umat Hindu. Pagerwesi merupakan upacara keagamaan yang sakral dan sangat artistik sehingga menjadi daya tarik bagi pengunjung di Trianggulasi.
31 2. Pengamatan penyu merupakan kegiatan ekowisata yang paling diminati oleh pengunjung di Trianggulasi dengan skor 6,4. Masyarakat Desa Kalipait dan pengelola Taman Nasional Alas Purwo dirasa cukup siap untuk terlibat dalam kegiatan ekowisata di kawasan Trianggulasi. Kesiapan masyarakat dan pengelola akan dapat ditingkatkan dengan pelatihan dan pendidikan. 3. Pengembangan ekowisata di kawasan Trianggulasi dapat dilakukan dengan membuat produk ekowisata yang sesuai dengan permintaan pengunjung, mendorong pihak WWAH agar segera mengoperasionalkan ruang usaha yang telah disewa, pemberdayaan masyarakat, melakukan perbaikan sarana dan prasarana sebagai penunjung kegiatan ekowisata, optimalisasi pemasaran dan promosi pada target pasar, memberikan himbauan baik secara lisan maupun tulisan agar dapat meminimalisir dampak kerusakan lingkungan akibat kegiatan ekowisata, pengaturan kunjungan dan peningkatan kualitas SDM. Saran Saran yang dapat diberikan, antara lain: 1. Maksimalisasi peran masyarakat Desa Kalipait dalam pengembangan ekowisata di Trianggulasi. 2. Upaya peningkatan frekuensi kunjungan wisatawan ke Trianggulasi perlu dipertimbangkan dalam strategi perencanaan promosi wisata di Taman Nasional Alas Purwo. 3. Sarana prasarana dan aksesibilitas menuju Trianggulasi perlu diperbaiki agar program ekowisata dapat dilaksanakan secara efektif, aman dan menyenangkan.
DAFTAR PUSTAKA Avenzora R. 2008. Ekoturisme Teori dan Praktek. BRR NAD dan Nias. Banda Aceh. Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2013. Buku Informasi Balai Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi (ID) : Balai Taman Nasional Alas Purwo. Balai Taman Nasional Alas Purwo. 2011. Seri Buku Informasi dan Potensi Burung Air Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi (ID) : Balai Taman Nasional Alas Purwo. Bell S. 2003. SWOT Analysis: How To Do The Research. Philadelphia university [Internet]. [diakses pada 22 Agustus 2015]. http://www.philau.edu/infolit/sba/SWOTAnalysishandout.pdf. Cooper C, Champman C. 1993. Tourism Principles and Practice. Edinburgh : Group LimiteKotler P. 2000. Manajemen Pemasaran, Jilid 1, edisi Millenium. Hendra teguh, Ronny A Rusli dan Benyamin Molan. Penerjemah. Jakarta (ID): PT Prenhallindo. Terjemahan Dari Buku : Marketing Management. Douglass R W. 1969. Forest Recreation. Pergamon Press. Oxford. Gunn CA. 2002. Tourism Planning: Basics, Concepts, Costs, Third Edition. London (UK) : Taylor and Francis Ltd. Washington DC.
32 Goeldner C R, Ritchie J R B, McIntosh R W. 2000. Tourism (Principles, Practices, Philosophies). Canada: John Wiley & Sons. [IdeA] Innovative development for eco Awerness (ID) . 2013. Laporan Akhir: Site Plan Rencana Pengembangan dan Pemanfaatan Wisata Alam Taman Nasional Alas Purwo. Banyuwangi : Balai Taman Nasional Alas Purwo. Kotler Philip. 2000. Manajemen Pemasaran. Jakarta (ID). PT Prenhallindo. Kriyantono R. 2009. Teknis Praktis-Riset Komunikasi. Jakarta (ID). Prenada Media Group. Kusmana C, Onrizal. 2014. Kajian Ekologi Hutan Pantai di Suaka Margasatwa Pulau Rabut, Teluk Jakarta. Jurnal Komunikasi Penelitian. Vol. 16 (6): 7783. Kusmayadi, Sugiarto E. 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Lamb, Charles W. 2009. Pemasaran. Buku 1 Edisi Pertama. Jakartra (ID). Salemba Empat. Lascurain H. 1996. Tourism, ecotourism and protected area. Switzerland: IUCN. Muntasib EKSH dan Rachmawati E. 2009. Rekreasi Alam, Wisata dan Ekowisata. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan IPB. Nasution. 2007. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta (ID). Bumi Aksara. Nybakken J W. 1992. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta (ID) : PT Gramedia. Pendit N S. 1999. Ilmu Pariwisata, Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta (ID): PT Pradnya Paramita. Rangkuti F. 2006. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta (ID): Gramedia. Robbins SP. 2005. Essentials of Organizational Behavior. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education Inc. Simond John O. 1978. Eartscape. New York: McGraw Hill Book Company. Spillane J. 1994. Pariwisata Indonesia (Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan). Yogyakarta (ID) : Kanisius. Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Walpole R E. 1982. Pengantar Statistika. Terjemahan B. Sumantri. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama.
33 Lampiran 1 Potensi flora NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
NAMA LOKAL Rumput gulung-gulung Kembang kuning Gabusan Pandan laut Bunga bakung Nyamplung Bogem Rumput katelan Nyamplung buah lonjong Ketapang Bintaro/cembirit Laban pantai Broyondolo Legaran Keranji Loloan Blanakan Rumput mutiara Rumput empritan Nyawon Keben Mondokaki Klampo (jambu air) Dempul Lampeni Ki rinyuh
NAMA ILMIAH Spinifex littoreus Tridax procumben Scaevola taccada Pandanus dubius Ipomea pescapre Crinum asiaticum Calophyllum inophyllum Barringtonia stovia Mamea odorata Terminilia catappa Taperneamontana sphoerocarpa Calophilus cobe Hernandia peltata Alstonia spectabilis Pongamia pinnata Serbera mangas Callophyllus cobe Dysoxylum cauliflorum Desmodium umbellatum Hedyotis corymbosa Eragrostis sterela Vernonia cinerea Barringtonia asiatica Termanilia microcarpa Tabernaemonta pandacaqui Sgzygium javanicum Glochidion littorale Tardisia huminis Crhomolena odorata
34 Lampiran 1 Potensi flora (lanjutan) NO 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
NAMA LOKAL Sawo kecik Wedusan Gempur batu Katelan Kelayu Nyatoh Popohan Kedoyo Pulai Bayur Tanjung biru Pakis taji Kelapa Jati pasir Patikan cina Suket celulang Waru laut
NAMA ILMIAH Manilkara kauki Ageratum conyzoides Dactylonidae aygeptum Lepisanthes rubiginosum Palaqium amboinense Buchanania arborescens Dysoxylum gaudichaudianum Alstonia scholaris Pterospermum javanicum Cycas rumphii Cocos nuafera Guettarda speciosa Euphorbia thymifolia Eleusine indica Euphorbia hypericifolia Hibiscus tiliaceus
Lampiran 2 Hasil penilaian potensi unggulan ekowisata di Trianggulasi A. Penilaian potensi spiritual Spiritual
Pager wesi
Ritual
Keunikan Kelangkaan
6,00 6,0
4,00 4,0
Keindahan
5,9
4,0
Seasonality
5,6
4,0
Sensitivitas
5,6
4,0
Aksesibilitas
5,3
4,0
Fungsi sosial
5,0
4,0
Rata-rata
5,6
4,0
35 Lampiran 1 Hasil penilaian potensi unggulan ekowisata di Trianggulasi (lanjutan) B. Penilaian potensi flora unggulan Waru Flora Keben Bogem Nyamplung Ketapang laut Keunikan 5,4 5,0 5,0 5,0 5,0 Kelangkaan 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Keindahan 4,6 4,7 4,7 4,7 5,1 Seasonality 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 Sensitivitas 4,3 6,0 6,0 6,0 6,0 Aksesibilitas 4,7 4,7 4,7 4,7 4,7 Fungsi sosial 3,1 3,1 3,1 3,1 3,1 Rata-rata 3,4 3,7 3,7 3,7 3,7 C. Penilaian potensi fauna unggulan Monyet ekor Fauna Penyu panjang Keunikan 6,7 4,7 Kelangkaan 5,7 2,0 Keindahan 6,3 4,0 Seasonality 5,6 4,0 Sensitivitas 3,7 4,0 Aksesibilitas 3,3 3,3 Fungsi sosial 2,6 4,0 Rata-rata 4,8 3,7
Rusa
Kancil
Biawak
4,7 4,3 6,0 4,0 4,0 3,3 3,1 4,2
5,0 4,3 6,0 5,0 5,0 3,3 3,1 4,5
6,6 4,0 4,0 5,0 5,0 3,3 3,1 4,4
D. Penilaian potensi gejala alam Gejala alam
Ombak Sunrise Sunset
Air pasang
Air surut
Sungai (Sunglon Ombo)
Keunikan
4,1
2,3
4,3
4,1
4,1
4,1
Kelangkaan
3,7
2,1
3,9
3,7
3,7
3,7
Keindahan
3,3
1,7
3,4
3,3
3,3
3,3
Seasonality
2,9
1,6
3
2,9
2,9
2,9
Sensitivitas
2,3
1,4
2,4
2,3
2,3
2,3
Aksesibilitas Fungsi sosial Rata-rata
1,9
1,3
1,9
1,9
1,9
1,9
1,4 2,8
1,1 1,7
1,4 2,9
1,4 2,8
1,4 2,8
1,4 2,8
36
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 April 1993 dari Bapak Rizal Freddy Haryanto Matondang, SH dan Ibu Ir Siti Tri Joelyartini, MSE. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis menempuh jenjang pendidikan Sekolah Dasar di SDN Brawijaya Banyuwangi (1999-2000), SDN Bambu Kuning (2000-2004) dan SDN Polisi 5 Bogor (2004-2005), pendidikan menengah di SMP Negeri 18 Bogor (2005-2006), SMP Negeri 2 Bogor (20062008) dan SMA Negeri 3 Bogor (2008-2011). Pada tahun 2011 penulis diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur (UTM) Ujian Tulis Mandiri. Selama masa perkuliahan, penulis mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa dalam bidang kewirausahaan yaitu UKM Century dan organisasi kemahasiswaan yaitu Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota Biro Kewirausahaan selama dua periode, 2012/2013 dan 2013/2014, anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata dan Fotografi Konservasi (2012-2014). Bersama HIMAKOVA penulis mengikuti kegiatan Eksplorasi Fauna, Flora dan Ekowisata Indonesia (RAFFLESIA) di Cagar Alam Gunung Tilu (2014) dan pernah pula mengikuti kegiatan Studi Konservasi Lingkungan (SURILI) di Taman Nasional Aketajawe-Lolobata, Halmahera, Maluku Utara (2014). Selama kepengurusan di HIMAKOVA penulis juga aktif dalam kepanitiaan beberapa kegiatan yang diselenggarakan HIMAKOVA. Penulis melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Taman Wisata Alam dan Cagar Alam Pangandaran, serta Suaka Margasatwa Gunung Sawal pada tahun 2013, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2014 dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Alas Purwo pada tahun 2015. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian skripsi dengan judul Pengembangan Ekowisata di Kawasan Trianggulasi, Taman Nasional Alas Purwo di bawah bimbingan Dr Ir Tutut Sunarminto, MSi dan Dr Ir Harnios Arief, MScF.