Pengembangan Dilatometer Indonesia, Kalibrasi dan Aplikasinya pada Analisa Material (Agus Sukarto Wismogroho) Akreditasi LIPI Nomor: 377/E/2013 Tanggal 16 April 2013
Pengembangan Dilatometer Indonesia, Kalibrasi dan Aplikasinya pada Analisa Material AGUS SUKARTO WISMOGROHO Pusat Penelitian Fisika – LIPI, Komplek PUSPIPTEK Tangerang Selatan, Banten E-mail:
[email protected] Diterima: 2 April 2013
Revisi: 30 April 2013
Disetujui: 15 Mei 2013
INTISARI: Dilatometer merupakan salah satu alat analisa thermal yang digunakan untuk mempelajari karakteristik perubahan ukuran material terhadap panas yang diberikan atau suatu reaksi kimia. Alat ini berguna untuk memahami karakteristik thermal expansion, shrinkage, sintering dan lain-lainnya. Pada kegiatan ini telah dikembangkan alat dilatometer Indonesia. Dilatometer yang digunakan menggunakan material keramik berbasis Al 2O3 corundum. Sensor perubahan ukuran menggunakan DC LVDT dengan akurasi mencapai 1μm. Pembacaan suhu dilakukan dengan menggunakan LabJack dengan pembacaan suhu mencapai 0.1°C pada wilayah 25-1300°C. Stabilitas pemanasan dikontrol menggunakan teknologi high speed PID buatan Omron. Ukuran sampel yang digunakan adalah ukuran dia. 10 mm dan panjang kurang dari 50 mm. Untuk mengetahui akurasi dari dilatometer yang dikembangkan telah dilakukan kalibrasi menggunakan sampel standar alumina corundum. Hasil analisa menunjukkan bahwa stabilitas kontrol suhu dapat tercapai dengan standar deviasi 0,45 °C. Akurasi pembacaan perubahan ukuran material mencapai 99%. Pembacaan suhu memiliki akurasi mencapai 99,2%. Kemampuan sistem ini telah memenuhi syarat sebagai alat analisa thermal material. Ujicoba analisa pengukuran Coefisien of Elongation (CoE) terhadap material paduan alumunium dan keramik diperoleh hasil dengan akurasi pengulangan mencapai 99,3%. Analisa sintering dapat diperoleh kurva sintering material magnet untuk menentukan temperatur sinter material. Pengembangan ini menunjukkan bahwa produk alat analisa Pusat Penelitian Fisika – LIPI, Indonesia yang mampu memperoleh kualitas data dengan akurasi yang tinggi. KATA K UNCI: dilatometer, kalibrasi, CoE. ABSTRACT: Dilatometer is one of the thermal analysis instrument that used to study the characteristic of changes in the material size towards the applied heat or chemical reaction. This instrument is useful to understand the characteristics of thermal expansion, shrinkage, and sintering and others. In this research, the dilatometer has been developed. The mechanics of the dilatometer uses corundum structure Al2 O3-based ceramic material. The dilatometer uses a DC-LVDT displacement sensor with accuracy up to 1μm.uses LabJack module with accuracy up to 0.1°C and work area 25-1300°C.stability of the furnace is controlled using high speed PID controller from Omron. The sampel size used is dia. 10 mm and a length less than 50 mm. The calibration has been performed using a standard sampel of alumina corundum, to determine the accuracy of the dilatometer. The analysis results show that the stability of the temperature control can be achieved with a standard deviation up to 0.45°C. The accuracy of the shrinkage/elongation measurement is up to 99% and the temperature reading is up to 99.2%.The developed sistem is capable for the material thermal analysis instrument. The measurement for the coefisien of elongation (CoE) analysis of aluminum alloys and ceramic materials achieve results with accuracy up to 99.3%. In the sintering analysis, the sintering curve is achieved to determine the temperature sinter material. These results show that the dilatometer developed by Physics Research Center– LIPI is able to obtain the high accuracy of the data analysis. KEYWOORD : dilatometer, callibration, CoE.
1 PENDAHULUAN Dilatometer atau DIL merupakan alat analisa thermal yang digunakan untuk mempelajari perubahan ukuran material terhadap proses fisika maupun kimia yang diberikan. Ketika material mengalami proses fisika, seperti pemanasan dan pendinginan, atau proses kimia, seperti reaksi kimia, maka material dapat mengalami perubahan ukurannya. Identifikasi perubahan ukuran material memberikan informasi mengenai karakteristik material seperti Coefficient of Elongation (CoE), shrinkage, transformasi fasa, sintering dll, yang kemudian dapat diaplikasikan sesuai dengan tujuannya. Dilatometer banyak digunakan untuk analisa pada pembuatan coating[1], paduan logam[2], gelas[3], keramik[4], komposit[5] dan polimerisasi plastik[6] untuk mempelajari berbagai karakteristik termalnya. Dilatometer dikembangkan oleh Henning tahun 1907[7], dan terus berkembang sampai saat ini. Berbagai jenis dilatometer telah dikembangkan dan dikomersialisasikan untuk berbagai keperluan, seperti optical dilatometer[8], capacity dilatometer[9], quenching dilatometer[10] dan thermomechanical analyzer[11]. Namun demikian, meskipun manfaatnya sangat banyak, dilatometer di Indonesia sangat jarang dan biaya penggunaannya mahal. Untuk mendukung pengembangan material di Indonesia, pada kegiatan ini dilakukan pengembangan alat dilatometer. Skema dasar alat dilatometer ditunjukkan pada Gambar 1. Sistem dilatometer terdiri dari
59
TELAAH Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Volume 31 (1) 2013: 59-66 ISSN: 0125-9121
sistem pengukur perubahan ukuran menggunakan sensor kontak[9] maupun non kontak[8] dengan sistem tungku yang dapat mengontrol perubahan panas sesuai keinginan dan sistem pengumpul data (DAQ) dan komputer sebagai tempat untuk mengumpulkan dan mengolah data yang diperoleh [12]. Pada kegiatan ini, dilatometer dikembangkan menggunakan bahan mekanik standar alumina corundum yang memiliki stabilitas termal baik, dengan desain dasar dilatometer TA-700 produk Harrop Industries. Dilatometer yang dikembangkan merupakan tipe horisontal. Pengembangan meng-upgrade sistem komputerisasi, sensor dan DAQ dengan presisi tinggi, yang diharapkan sistem yang dikembangkan dapat memiliki akurasi yang baik. Sistem yang dikembangkan diujicobakan untuk melakukan analisa penentuan CoE keramik, paduan aluminium, dan karakteristik sintering keramik. Diharapkan pengembangan ini dapat menguasai teknologi analisa thermal berbasis perubahan ukuran, kalibrasi dan ujicobanya, selain itu dapat diperoleh penguasaan teknologi dilatometer lokal yang dapat menjadi substitusi produk impor.
Gambar 1. Diagram skematik alat dilatometer [12].
2. METODOLOGI PENELITIAN Dilatometer dikembangkan sesuai dengan skema diagram pada Gambar 1. Sistem kontrol suhu menggunakan PID controller otomatis komersial kecepatan tinggi E5AR buatan Omron. Pembacaan temperatur dilakukan menggunakan LabJack U6-PRO. Untuk mengukur perubahan panjang, digunakan sensor DC-Linear Variabel Differential Transformer (DC-LVDT) komersial dengan akurasi atas 1 mikron. Sistem mekanik menggunakan bahan Al2O3 corundum yang dikembangkan dari dilatometer TA-700. Keseluruhan kontrol dilakukan oleh sistim komputer. Hasil dilatometer yang dikembangkan ditunjukkan pada Gambar 2. Sampel yang digunakan berupa padatan atau kompaksi dengan diameter 10 mm dan panjang kurang dari 50 mm.
Gambar 2. Dilatometer hasil pengembangan.
Gambar 3. Alumina corundum bar sebagai standar pengujian dilatometer.
Untuk mengetahui sejauh mana sistem dilatometer dapat berfungsi dengan akurat, maka stabilitas pemanasan menggunakan alat yang telah dikembangkan dipelajari. Akurasi pengukuran perubahan panjang
60
Pengembangan Dilatometer Indonesia, Kalibrasi dan Aplikasinya pada Analisa Material (Agus Sukarto Wismogroho)
diuji dengan material standar Al2O3 corundum seperti pada Gambar 3. Ujicoba aplikasi untuk pengukuran koefisien muai panjang (CoE) dilakukan pada material paduan alumina dan keramik. Ujicoba aplikasi untuk analisa sintering dilakukan pada material keramik ferrite dengan variasi temperatur penahanan. Ujicoba kalibrasi suhu dilakukan menggunakan material Zn. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Stabilitas Pemanasan Sistem Tungku Dilatometer Pemanasan pada sistem dilatometer dikontrol dengan menggunakan sistem PID. Nilai P-I-D diatur pada posisi yang paling stabil menggunakan perhitungan otomatik. Ketika nilai P-I-D pada posisi yang optimal, selisih antara temperature setting value dengan present value (temperatur riil) ditunjukkan pada Gambar 4. Kenaikan temperatur tungku mulai stabil pada temperatur diatas 50 ºC setelah dimulainya pemanasan. Pada kecepatan pemanasan 10 ºC/menit, diperoleh nilai deviasi standar dibawah 0,45 ºC. Hal ini menunjukkan bahwa sistem dilatometer yang dikembangkan cukup memiliki kemampuan untuk mengatur tungku dengan derajat stabilitas pemanasan yang tinggi dan dapat digunakan sebagai alat analisa. Stabilitas pemanasan tersebut dapat diperoleh melalui peletakan sensor pengontrol tungku pada posisi titik pusat pemanas dan dekat dengan heater..
Gambar 4. Stabilitas pemanasan tungku menggunakan kontrol sistim PID.
3.2. Kalibrasi Dilatometer Sistem dilatometer menaikkan temperatur sampel sesuai dengan temperatur yang diinginkan. Pemanasan yang diberikan, tidak hanya menaikkan temperatur sampel, tetapi juga sistem mekanik dilatometer itu sendiri. Hal ini menjadikan sistem mekanik dilatometer juga mengalami perubahan ukuran yang disebabkan oleh kenaikan temperatur. Oleh karena itu, didalam hasil pengukuran perubahan ukuran sampel oleh dilatometer, terdapat unsur perubahan ukuran dari struktur mekanik dilatometer yang digunakan.
Gambar 5. Perubahan panjang Al2O3 yang terukur terhadap temperatur dan selisih pengukurannya dengan Al2O3 standar.
61
TELAAH Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Volume 31 (1) 2013: 59-66 ISSN: 0125-9121
Pada pengembangan ini, struktur mekanik dilatometer dibuat dengan menggunakan material Al2O3 dengan struktur corundum. Untuk menguji akurasi dilatometer, digunakan pula standar Al2O3 corundum, seperti Gambar 3. Karena bahan struktur dilatometer dan standar menggunakan material yang sama, maka hasil perubahan ukurannya seharusnya sama atau mendekati tidak ada perubahan. Hasil pengukuran perubahan Al2O3 standar dan selisihnya dengan hasil pengukuran ditunjukkan pada Gambar 5. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pemanjangan Al2O3 corundum standar yang terukur oleh dilatometer kurang dari 0.01%. Perbedaan absolut yang diperoleh sebesar kurang dari 1% apabila dibandingkan dengan standar data dari Al2O3[13]. Hal ini menunjukkan bahwa dilatometer yang dikembangkan memiliki akurasi pengukuran yang tinggi, menyerupai dilatometer komersial dan memenuhi syarat sebagai alat ukur dilatometer. 3.3. Kalibrasi Pembacaan Temperatur Kalibrasi pembacaan temperatur dari dilatometer dilakukan menggunakan analisa titik leleh dari material Zn. Material Zn dimasukkan kedalam wadah alumina dan dilakukan pengukuran perubahan temperaturnya menggunakan sensor temperature yang ada. Gambar 6 menunjukkan hasil analisa titik leleh material Zn. Sampel line pada Gambar 6 menunjukkan data yang diperoleh dari sensor temperature dilatometer. Analisa titik leleh material ditunjukkan pada grafik dari differential temperature antara data hasil pembacaan sensor dilatometer dengan suhu ideal yang seharusnya terjadi yang diperoleh dari kalkulasi. Hasil analisa menunjukkan bahwa titik lebur dari material Zn yang digunakan adalah 422 °C. Titik lebur ideal dari Zn adalah 420 °C. Hal ini menunjukkan bahwa pengukuran temparatur yang dilakukan dilatometer memiliki akurasi yang baik, yaitu 99,5%.
Gambar 6. Hasil pengukuran temperatur sampel dilatometer dan kalkulasinya pada analisa titik leleh paduan Zn.
3.4. Pengukuran Coefisien of Elongation (CoE) dari paduan Aluminium Ujicoba untuk mengetahui sejauh mana dilatomer yang dikembangkan mampu mengukur perubahan ukuran material, maka telah dilakukan pengukuran untuk menentukan CoE dari paduan aluminium. Bahan aluminium yang digunakan adalah aluminium casting komersial. Aluminium sampel dibuat dalam bentuk silinder dengan diameter 6 mm dan panjang 6 cm. Sampel diletakkan didalam dudukan sampel dilatometer dan diuji sampai suhu 500 ºC. Hasil analisa ditunjukkan pada Gambar 7. Pada Gambar 7 menunjukkan hasil analisa dilatometer Aluminium yang dilakukan dua kali (Al spl-1 dan Al spl-2). Dari analisa dapat diketahui bahwa wilayah yang mendekati linier pada hasil pengukuran adalah pada wilayah 100-300°C. Sedangkan wilayah suhu diatasnya telah mengalami deformasi, yang disebabkan oleh pelunakan material pada temperatur tinggi. Pada wilayah tersebut diperoleh koefisien pemanjangan sampel masing-masing sebesar 22,36 dan 22,29 µm/mºC. Hal ini menunjukkan bahwa pada wilayah tersebut CoE rata-rata dari paduan Aluminium sebesar 22.33 µm/mºC, dengan nilai kesamaan sebesar 99,8%. Apabila dibandingkan dengan CoE standar[13] dari berbagai paduan Aluminium casting yang berkisar di 20-24 µm/mºC, maka nilai CoE yang diperoleh telah masuk pada wilayah standar orde dari material Aluminium.
62
Pengembangan Dilatometer Indonesia, Kalibrasi dan Aplikasinya pada Analisa Material (Agus Sukarto Wismogroho)
Gambar 7. Hasil pengukuran CoE dari paduan aluminium.
3.5. Akurasi pengulangan pada CoE keramik Ujicoba pengukuran material keramik komersial dilakukan. Sampel keramik dibuat dengan panjang 5 cm, dalam bentuk silinder dengan diameter 8 mm. Sampel diletakkan didalam dudukan sampel dilatometer dan diuji sampai suhu 600 ºC. Hasil analisa ditunjukkan pada Gambar 8. Pada Gambar 8 menunjukkan hasil analisa dilatometer keramik yang dilakukan dua kali, dengan hasil data ditunjukkan pada tabel 1. Dari analisa dapat diketahui bahwa wilayah yang mendekati linier pada hasil pengukuran adalah pada wilayah 100-250 °C, 250-350 °C dan 350-500 °C. Sedangkan wilayah suhu diatasnya telah mengalami perubahan yang tidak linier. Pada wilayah tersebut diperoleh koefisien rata-rata pemanjangan sampel untuk keramik 1 masingmasing sebesar 6.14, 7.24, dan 8.41µm/mºC, sedangkan keramik 2 masing-masing sebesar 5,55; 6,58 dan 7,74 µm/mºC. Hasil ini menunjukkan bahwa keramik yang terukur memiliki koefisien pemanjangan yang berubah terhadap temperatur. Hasil rata-rata pengukuran memiliki akurasi pengulangan rata-rata 99,3%. Apabila dibandingkan dengan CoE dari keramik alumina sebesar 7,1-8,5 µm/mºC [13], maka nilai yang terukur memiliki kesesuaian orde.
Gambar 8. Hasil pengukuran CoE dari keramik 1(kiri) dan 2(kanan). Tabel 1. Hasil pengukuran CoE dan perbandingan pengulangannya.
No
Sampel
1
Keramik 1
2
Keramik 2
Pengukuran (μm/m. ºC ) I II 6.15 6.13 7.24 7.24 8.38 8.43 5.41 5.69 6.62 6.54 7.77 7.70
Area (ºC)
Rata-rata
Kesamaan (%)
100-250 250-350 350-500 100-250 250-350 350-500
6.14 7.24 8.41 5.55 6.58 7.74
99.84 100.00 99.70 97.48 99.39 99.55
63
TELAAH Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Volume 31 (1) 2013: 59-66 ISSN: 0125-9121
3.6. Pengamatan Sintering Material Keramik Perubahan ukuran powder terkompaksi dapat digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik tempreatur sinter dari kompaksi tersebut. Sintering merupakan proses densifikasi powder terkompaksi. Pada saat sintering, permukaan partikel akan saling berikatan dan saling menyatu satu dengan yang lainnya. Proses ini menjadikan densitas kompaksi meningkat atau densifikasi. Pada saat proses densifikasi, ukuran kompaksi akan menyusut atau shrinkage. Apabila penyusutan ukuran tersebut dapat teridentifikasi dengan baik, maka karakteristik penamanasan pada proses sintering dapat diamati. Ujicoba pengamatan sintering keramik dilakukan dengan melakukan pengukuran bahan keramik ferrite yang dipanaskan sampai pada suhu 1120, 1168, 1205 dan 1260 ºC dengan kecepatan 20 ºC/min yang ditahan selama 60 menit. Hasil pengamatan ditunjukkan pada Gambar 9. Hasil analisa menunjukkan bahwa diperoleh kurva lengkung yang merupakan proses terjadinya densifikasi. Densifikasi terjadi mulai pada temperatur 900 ºC dan terus berlangsung sampai proses tersebut selesai. Pada pemanasan sampai pada suhu 1260 ºC, kurva mencapai pada titik jenuh yang menunjukkan bahwa proses sintering telah selesai. Sedangkan ketika pemanasan ditahan pada suhu dibawah 1260 ºC, kurva sintering menunjukkan terjadinya kelanjutan penyusutan setelah temperatur ditahan. Penyusutan terus berjalan sampai pada titik jenuh dari sintering. Penahanan pada temperatur yang lebih tinggi menunjukkan pencapaian titik jenuh yang lebih cepat, sedangkan penahanan pada temperatur yang rendah di 1120 ºC menunjukkan penyusutan yang belum selesai setelah penahanan 60 menit.
Gambar 9. Kurva sintering dengan variasi temperatur sinter (1120, 1168, 1205, dan 1260 ºC) dengan waktu penahanan 60 menit.
4. KESIMPULAN Pada kegiatan ini telah dikembangkan dilatometer yang merupakan salah satu alat analisa thermal, berbasis pada perubahan ukuran material. Dilatometer dibuat dengan mekanik berbasis Al2O3 corundum menggunakan sensor pergeseran DC-LVDT dengan akurasi 1μm dan pembaca suhu berbasis LabJack. Sistem tungku yang dikembangkan memiliki sistem yang otomatis dengan akurasi peningkatan temperatur dengan simpangan deviasi kurang dari 0,45 °C. Dilatometer yang dikembangkan diuji dengan material standar. Sampel yang digunakan berupa padatan atau kompaksi material dengan ukuran diameter 10 mm dan panjang kurang dari 50 mm. Area pengukuran adalah 25-1300 °C. Hasil kalibrasi menunjukkan bahwa pergeseran pembacaan absolut kurang dari 1%. Pengukuran suhu memiliki akurasi 99,5%. Ujicoba analisa CoE paduan aluminium menunjukkan hasil yang sesuai dengan orde material aluminium pada umumnya. Ujicoba analisa CoE material keramik menunjukkan bahwa perubahan CoE terhadap temperatur yang diberikan dapat diperoleh. Orde pengukuran sesuai dengan orde pengukuran keramik Al2O3. Akurasi rata-rata 2 kali pengulangan dari beberapa pengukuran mencapai 99,3%. Analisa dilatometer dapat melakukan analisa sintering material. Hasil analisa menunjukkan bahwa karakteristik sintering dapat diketahui lebih mendalam untuk setiap temperatur dan waktu sinternya. Berbagai hasil ujicoba diatas menunjukkan bahwa dilatometer yang dikembangkan oleh Pusat Penelitian Fisika – LIPI memiliki akurasi yang baik dan dapat bekerja multi fungsi untuk analisa termal material. Alat analisa ini merupakan alat analisa termal dilatometer buatan dalam negeri yang pertama di Indonesia.
64
Pengembangan Dilatometer Indonesia, Kalibrasi dan Aplikasinya pada Analisa Material (Agus Sukarto Wismogroho)
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih kepada progam DIPA Fisika LIPI dan Kompetitif Metalurgi - LIPI sub bidang Material Maju dan Nanoteknologi yang telah memberikan sebagian dananya untuk kegiatan ini. Ucapan termakasih kepada PT Sintertech yang telah memberikan sampel keramik untuk ujicoba. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14]
T.A. Taylor, P.N. Walsh, Surf. Coat. Tech., 188–189, 41 (2004). M. Okaji, N. Yamada, H. Kato, K. Nara, Cryogenics, 37, 251 (1997). Masafumi Taniwaki, Tsuneo Suzuki,Masao Maeda, J. Non-Cryst. Sol. 117–118, 226 (1990). W.-D. Emmerich, J. Hayhurst, E. Kaisersberger, Thermochimica Acta, 106, 71 (1986). L.D. Wang, Z.W. Xue, Y. Cui, K.P. Wang, Y.J. Qiao, W.D. Fei, Comp. Sci. Tech., 72, 1613 (2012). J.H. Lai, A.E. Johnson, Dental Materials, 9,139 (1993). Michael E. Brown, Introduction to Thermal Analysis, Techniques and Application”, (Kluwer Academic Publisher, Dordrecht, Netherland, 2001), Ed 2. M.Paganelli, The Non-contact Optical dilatometer designed for the behaviour of Ceramic Raw Materials, (Expert Sistem Solutions S.r.l., Modena, Italy). Kastle, J. H.; Kelley, W. P, American Chemical Journal, 32, 483. G. Mohapatra, F. Sommer, Thermochimica Acta, 453, 31. Reza Mirzaeifar, Reginald DesRoches, Arash Yavari and Ken Gall, International Journal of Non-Linear Mechanics, 47, 118. J. Opfermann, J. Blumm,W.-D. Emmerich, Thermochimica Acta, 318, 213 (1998). Agilent, Laser and Optics User's Manual, (Agilent Technologies, USA, 2002). MatWeb, Material Property Data, (MatWeb. LCC, 2013).
65
TELAAH Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
66
Volume 31 (1) 2013: 59-66 ISSN: 0125-9121