37
PENGEMBANGAN CLUSTER WISATA ALAM KABUPATEN BOGOR MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
AFINI JUWITASARI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
38
PENGEMBANGAN CLUSTER WISATA ALAM KABUPATEN BOGOR MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
AFINI JUWITASARI
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
39
LEMBAR PENGESAHAN Nama NRP Judul Skripsi
: Afini Juwitasari : E34104081 : Pengembangan Cluster Wisata Alam Kabupaten Bogor Menggunakan Sistem Informasi Geografis
Menyetujui Komisi
Ketua,
Anggota ,
(Prof. Dr. E.K.S Harini Muntasib, MS) MSc) NIP.131.124.017
(Dr. Lilik Budi Prasetyo,
Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
(Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr) NIP. 131.578.788
Tanggal lulus :
NIP. 131.760.841
40
EXECUTIVE SUMMARY AFINI JUWITASARI. E 34104081 “Clustering Natural Tourism Development in Bogor Regency Using Geographical Information System “ supervised by Prof. Dr. Ir. E.K.S Harini Muntasib, MS and Dr. Lilik Budi Prasetyo, MSc. Bogor regency is administratively located in West Java. Tourism development in Bogor are spread into several areas, such as Puncak, West Bogor, South Bogor and North Bogor. The research was held in 7 locations of Bogor Regency such as TWA. Telaga Warna, TWA. Gunung Pancar, Center for Education and Nature Conservation Bodogol, Goa Gudawang, Goa Langkob, the Queen Crater (Mt. Salak Endah) and Wana Wisata Curug Cilember. Start from November – December 2008. Collecting and formulating data using ERDAS Imagine 8.5 and Arc. View 3.2 on January – March 2009 in Spatial Analysis Laboratory, Center for Environmental Research. This research aimed to classify natural tourism into 3 groups such as topographic variance cluster, elevation cluster and naturalness cluster. The guidance of natural tourism modification cluster in Bogor Regency was made by the operational object and natural attraction analysis, from Directorate General of Forest Preservation and Natural Conservancy. The evaluation is aim to choose the availability of natural resources for supporting tourism activities based on spatial analysis and biophysics sectoral. Natural tourism cluster are classified into 3 groups; such as topographic variance cluster, elevation cluster and naturalness cluster. Topographic variance cluster are divided into variative and monotonous cluster. Elevation cluster are divided into mountainous and non mountainous cluster. The Naturalness cluster are divided into 2 types are more natural cluster and man made domination cluster. Topographical variance can be made by some component as follows, such as slope class, rainfall and micro climate. Those location are classified into variative cluster start from TWA. Telaga Warna, TWA. Gunung Pancar, Center for Education and Nature Conservation Bodogol, Goa Gudawang, the Queen Crater (Mt. Salak Endah) and Curug Cilember. Only one location is classified into monotoneous cluster, Goa Langkob. Variative cluster refers to have variance of topography from wave to steep, in that sense can bring visitor to have a maximum satisfication for enjoying nature. Elevation is another terminology for elevation on certain location in the sea surface. The Queen crater is a mountainous cluster, other six location research are classified into non mountainous cluster, such as TWA. Telaga Warna, TWA. Gunung Pancar, Center for Education and Nature Conservation Bodogol, Goa Langkob, Goa Gudawang and Curug Cilember. Non – mountainous cluster, identified as low land and hills. The Naturalness cluster are based on aesthetics, originality and accessibility. Those things are important for supplying visitor needs. Goa Langkob and The Queen crater are classified into more natural cluster. On the other hand, TWA. Telaga Warna, TWA. Gunung Pancar, Center for Education and Nature Conservation Bodogol, Goa Gudawang and Curug Cilember are classified into man made domination cluster.
Keywords : Natural tourism, cluster, and topography.
41
RINGKASAN AFINI JUWITASARI. E. 34104081. Pengembangan Cluster Wisata Alam Kabupaten Bogor Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. E.K.S. HARINI MUNTASIB , MS dan Dr. LILIK BUDI PRASETYO, MSc. Kabupaten Bogor secara administratif terletak di Jawa Barat. Penelitian dilakukan di tujuh lokasi di kawasan wisata alam Kabupaten Bogor, yaitu Taman Wisata Alam Telaga Warna, Wana Wisata Curug Cilember, Taman Wisata Alam Gunung Pancar, Pusat Pendidikan dan Konservasi Alam Bodogol, Goa Gudawang, Goa Langkob dan Kawah Ratu, pada bulan November – Desember 2008. Sedangkan untuk pengolahan data dan peta dilakukan pada bulan Januari – Maret 2009. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengklasifikasikan cluster wisata alam menjadi 3 kelompok, yaitu cluster variasi topografi, cluster elevasi dan cluster wisata alam berdasarkan kealamian. Modifikasi cluster wisata alam di Kabupaten Bogor dibuat berdasarkan panduan Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam, Dirjen PHKA. Evaluasi tersebut bertujuan untuk menentukan ketersediaan sumberdaya alam dalam mendukung kegiatan wisata alam berdasarkan analisis biofisik dan lingkungan. Cluster wisata alam diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu cluster variasi topografi, cluster elevasi dan cluster wisata alam berdasarkan kealamian. Cluster variasi topografi terbagi kedalam dua kelas, yaitu cluster variatif dan monoton. Cluster elevasi dibagi kedalam kelompok/ cluster pegunungan dan non pegunungan,
sedangkan
cluster
wisata
alam
berdasarkan
kealamian
dikelompokkan kedalam cluster yang lebih alami dan dominan campur tangan manusia. Cluster variasi topografi dibuat berdasarkan dominansi slope, curah hujan dan iklim mikro. Wisata alam yang tergolong cluster variatif adalah TWA. Telaga Warna, TWA. Gunung Pancar, Pusat Pendidikan dan Konservasi Alam Bodogol, Wana Wisata Curug Cilember,
Goa Gudawang dan Kawah Ratu. Cluster
topografi monoton adalah Goa Langkob. Cluster yang bervariasi umumnya memiliki topografi yang beragam dari bergelombang hingga curam. Hal tersebut
42
dapat memberikan kepuasan kepada pengunjung dan membuat mereka tidak cepat bosan dalam melakukan kegiatan di alam terbuka. Elevasi adalah istilah lain dari ukuran ketinggian lokasi di atas permukaan laut. Kawah Ratu tergolong ke dalam cluster wisata alam pegunungan, sedangkan TWA. Telaga Warna, TWA. Gunung Pancar, Pusat Pendidikan dan Konservasi Alam Bodogol, Wana Wisata Curug Cilember, Goa Langkob dan Goa Gudawang termasuk ke dalam cluster wisata alam non pegunungan. Cluster non pegunungan berada pada kelas ketinggian dataran rendah hingga perbukitan. Cluster wisata alam berdasarkan kealamian dikelompokkan atas estetika, keaslian kawasan dan aksesibilitas. Komponen tersebut sangat penting dalam mensuplai kebutuhan pengunjung. Goa Langkob dan Kawah Ratu termasuk kedalam cluster yang lebih alami, sedangkan TWA. Telaga Warna, TWA. Gunung Pancar, Pusat Pendidikan dan Konservasi Alam Bodogol, Wana Wisata Curug Cilember, Goa Langkob dan Goa Gudawang diklasifikasikan kedalam cluster yang didominasi oleh campur tangan manusia. Kata Kunci : Wisata alam, cluster, topografi.
43
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Pengembangan Cluster Wisata Alam Kabupaten Bogor Menggunakan Sistem Informasi Geografis adalah benar – benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2009
Afini Juwitasari E 34104081
44
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan berbagai macam kenikmatan dan rahmat – Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini. Laporan skripsi ini berjudul “ Pengembangan Cluster Wisata Alam Kabupaten Bogor Menggunakan Sistem Informasi Geografis”. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan
Ekowisata, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu harapan adanya kritik dan masukan yang konstruktif dari para pembaca. Semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi masyarakat yang bersangkutan umumnya.
Bogor, Mei 2009
Penulis
45
UCAPAN TERIMAKASIH Atas tersusunnya skripsi ini, penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada : 1.
Ayahanda B. Agus Djajakusumah, ST dan Ibunda R.E Djubaedah, adik (Irsan dan Rima), dan Nenek (Alm) Asna bt. Ainan yang telah memberi dorongan moril maupun materil serta semangat dan doa.
2.
Ibu Prof. Dr. Ir. E.K.S Harini Muntasib, MS dan Bapak Dr. Lilik Budi Prasetyo, MSc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahannya selama ini.
3.
Bapak Ir. Suwarno Sutarahardja, Dr. Supriyanto, Ir. Ahmad Hadjib, MS, Prof. Yusuf Sudohadi, M.Agr, Dr. Rimbawan, Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, MSc.F, Ir. Siswoyo, Msi, Dr. Imam Wachyudi dan Ibu Ir. Siti Badriyah Rushayati, Msi yang telah memberikan dukungan dan bimbingannya selama ini.
4.
Bapak Prof. Dr. Ir. I Ketut N. Pandit, MS dan Ir. Edje Djamhuri selaku dosen penguji dari Departemen Hasil Hutan dan Silvikultur.
5.
Moch. Erlan Sodahlan, S.Hut, “thank you for your support and always monitoring at me while I’m finishing my thesis”
6.
Mas Tri dan Mas Syarif – PPLH IPB
7.
Sahabat – sahabatku selama masa perkuliahan; Sukma, Ina, Nira, Ucheng, Puji, Putri, Lambok, Salwa, “thank you for this beautiful friendship”
8.
Andri dan A Hendar, terimakasih telah membantu saya selama penelitian
9.
Teman – teman Non Getas dan Getas 2
10.
Tim PKLP Ujung Kulon, Aaf, Sukma, Dita, Hasto, Yogi, Maman. “We had great experience there”.
11.
Keluarga besar KSHE’41,THH, KSH, MNH.
12.
Staff KPAP KSHE
13.
Teman – teman Pashing Out seperjuangan
14.
IFSA LC – IPB and IFSAers, thank you for our team work, and experience
46
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bogor pada tanggal 2 Februari 1986, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan B. Agus Djajakusumah, ST dan R.E. Djubaedah. Penulis memulai pendidikan di TK. Kemuning, Bogor pada tahun 1992, kemudian melanjutkan pendidikan dasarnya di SDN Semplak 2 Bogor. Pada tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 4 Bogor dan kemudian diteruskan di SMU KORNITA Bogor. Pada tahun 2004 penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selama masa kuliah, penulis tergabung dalam beberapa organisasi kemahasiswaan. Penulis menjadi anggota MAX!! (Music Agriculture Expression), dan menjadi pengurus International Forestry Students’ Association Local Commitee IPB (IFSA LC – IPB). Beberapa kali mewakili IFSA LC – IPB dalam forum nasional dan internasional seperti United Nation Framework Forum on Forest (UNFFF), ASEAN Youth Camp dan United Nation Framework on Climate Change Conference (UNFCCC) di Nusa Dua, Bali. Pada tahun 2007, penulis juga memperoleh kesempatan untuk mewakili IPB dalam kegiatan pertukaran pelajar “Pacific Asia Society Youth Exchange Program”, Seoul, Korea Selatan. Pada tahun 2007, penulis melaksanaan praktek pengenalan hutan di CA. Kamojang dan CA. Leuweung Sancang, Jawa Barat. Sedangkan untuk praktek pengelolaan hutan di Getas, Ngawi, Jawa Timur. Pada tahun 2008, penulis melaksanakan praktek kerja lapangan di Taman Nasional Ujung Kulon. Pada saat ini juga aktif dalam kegiatan mengajar bahasa inggris dan interpreter. Penulis melakukan praktek khusus penyusunan skripsi dengan judul “ Pengembangan Cluster Wisata Alam Kabupaten Bogor Menggunakan Sistem Informasi Geografis”, di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. E.K.S. Harini Muntasib, MS dan Dr. Lilik Budi Prasetyo, MSc.
47
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... i RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... v DAFTAR TABEL ........................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii BAB I.
PENDAHULUAN......................................................................... 1
1.1
Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2
Tujuan ............................................................................................ 1
1.3
Manfaat .......................................................................................... 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2
2.1 Pengertian Wisata yang Berkelanjutan .......................................... 2 2.1.1 2.2 2.2.1 2.3
Jenis Cluster ............................................................................... 4 Daerah Tujuan Pariwisata ............................................................. 4 Pengembangan Pariwisata Alam................................................. 6 Pengertian Sistem Informasi Geografis ......................................... 7
2.3.1
Fungsi Analisis SIG .................................................................... 9
2.3.2
Aplikasi SIG................................................................................ 9
2.3.3
Penggunaan Lahan ...................................................................... 11
BAB III. METODE PENELITIAN ............................................................ 12 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................... 12 3.2
Alat dan Bahan............................................................................... 13
3.3
Data yang digunakan ..................................................................... 13
3.4
Pengolahan Peta ............................................................................ 13
3.4.1 Pengolahan Citra ........................................................................... 13 3..4.2 Tahapan Pelaksanaan .................................................................... 13 3.5
Metode Analisis Wisata ................................................................ 15
48
BAB IV
KONDISI UMUM PENELITIAN ............................................. 17
4.1
Kondisi Umum Kabupaten Bogor ................................................. 17
4.1.1 Kondisi Umum Masing – Masing Lokasi Penelitian ..................... 19 4.2.1
Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol ............................ 19
4.2.2
Wana Wisata Curug Cilember .................................................... 22
4.2.3
Taman Wisata Alam Telaga Warna ............................................ 25
4.2.4
Taman Wisata Alam Gunung Pancar ......................................... 27
4.2.5
Kawah Ratu – Gunung Salak Endah .......................................... 30
4.2.6
Goa Gudawang............................................................................ 32
4.2.7
Letak dan Luas Goa Langkob ..................................................... 34
BAB V.
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 36
5.1.
Hasil Analisis Wisata Alam ....................................................... 36
5.1.1
Pusat Pendidikan dan Konservasi Alam Bodogol ...................... 36
5.2.1
TWA. Telaga Warna ................................................................... 47
5.3.1
Wana Wisata Curug Cilember .................................................... 51
5.4.1
TWA. Gunung Pancar................................................................ 54
5.5.1
Goa Langkob .............................................................................. 58
5.6.1
Kawah Ratu ................................................................................ 60
5.7.1
Goa Gudawang............................................................................ 64
5.8
Uji Akurasi ................................................................................. 69
BAB. VI
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 70
6.1
Kesimpulan .................................................................................... 70
6.2 Saran............................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 72 LAMPIRAN ..................................................................................................... 74
49
DAFTAR GAMBAR Gambar 1 Air Terjun Cikaweni .......................................................................... 36 Gambar 2 Keindahan Panorama Alam PPKAB.................................................. 36 Gambar 3 Rehabilitasi Canopy Trail .................................................................. 37 Gambar 4 Pusat Informasi .................................................................................. 37 Gambar 5 Bentang Alam PPKAB....................................................................... 44 Gambar 6 Penampakan Visual PPKAB .............................................................. 44 Gambar 7 Kegiatan Bersampan TWA. Telaga Warna........................................ 47 Gambar 8 Telaga Warna ..................................................................................... 47 Gambar 9 Situs Mata Air Bidadari ..................................................................... 48 Gambar 10 Batu Besar Telaga Warna................................................................. 48 Gambar 11 Fasilitas Outbond ............................................................................ 48 Gambar 12 Gazebo ............................................................................................. 48 Gambar 13 Bentang Alam TWA. Telaga Warna ................................................ 49 Gambar 14 Deskripsi Visual TWA. Telaga Warna ............................................ 49 Gambar 15 Tempat Penangkaran Kupu – Kupu ................................................ 51 Gambar 16 Curug Tujuh Wana Wisata Curug Cilember .................................... 51 Gambar 17 Pondok Wisata Wana Wisata Curug Cilember ................................ 51 Gambar 18 Jogging track di WWCC.................................................................. 51 Gambar 19 Bentang Alam Wana Wisata Curug Cilember ................................. 52 Gambar 20 Deskripsi Visual Wana Wisata Curug Cilember ............................. 52 Gambar 21 Pemandian Air Panas TWA. Gunung Pancar................................... 54 Gambar 22 Kawah Merah .................................................................................. 54 Gambar 23 Tegakan Pinus TWA. Gunung Pancar ............................................ 54 Gambar 24 Kawah Hitam Giritirta ..................................................................... 54 Gambar 25 Kantor dan Pusat Informasi TWA. Gunung Pancar ........................ 55 Gambar 26 Camping Ground ............................................................................. 55 Gambar 27 Bentang Alam TWA. Gunung Pancar ............................................. 56 Gambar 28 Deskripsi Visual TWA. Gunung Pancar ......................................... 56 Gambar 29 Situs Megalith Goa Langkob ........................................................... 57 Gambar 30 Goa Langkob .................................................................................... 57 Gambar 31 Papan Penunjuk Situs Goa Langkob ................................................ 57
50
Gambar 32 Jalan Setapak .................................................................................... 57 Gambar 33 Bentang Alam Goa Langkob............................................................ 58 Gambar 34 Deskripsi Visual Goa Langkob ....................................................... 58 Gambar 35 Kawah Ratu ..................................................................................... 59 Gambar 36 Kawah Mati ..................................................................................... 59 Gambar 37 Keindahan Air Terjun ...................................................................... 59 Gambar 38 Pos Jaga ............................................................................................ 60 Gambar 39 Jungle Tracking ............................................................................... 60 Gambar 40 Bentang Alam Kawah Ratu ............................................................. 62 Gambar 41 Deskripsi Visual Kawah Ratu ......................................................... 62 Gambar 42 Goa Sipahang .................................................................................. 63 Gambar 43 Keunikan Stalaktit dan Stalagmit .................................................... 63 Gambar 44 Goa Simasigit .................................................................................. 64 Gambar 45 Jembatan Goa Simenteng ................................................................ 64 Gambar 46 Lampu Penerangan Goa Simenteng ................................................ 46 Gambar 47 Areal parkir Goa Gudawang ........................................................... 64 Gambar 48 Bentang Alam Goa Gudawang ........................................................ 65 Gambar 49 Deskripsi Visual Goa Gudawang .................................................... 65
51
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kabupaten Bogor terletak di wilayah administratif Jawa Barat. Kabupaten
Bogor mempunyai banyak peninggalan sejarah masa lalu dan potensi wisata alam. Pengembangan wisata di Kabupaten Bogor tersebar ke dalam beberapa wilayah, yaitu kawasan pariwisata Puncak, Bogor Barat , Bogor Selatan dan Bogor Utara. Potensi wisata alam yang ada di Kabupaten Bogor belum sepenuhnya di kelola secara maksimal oleh Pemerintah Daerah setempat. Wisata di Kabupaten Bogor memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi wisata alam. Istilah wisata berkelanjutan (sustainable tourism) sangat tepat apabila dapat diimplementasikan ke dalam kegiatan wisata yang berwawasan lingkungan. Kegiatan wisata ini dapat memberikan dampak positif kedalam pelestarian alam serta mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia terhadap alam. Kegiatan wisata alam yang berkelanjutan memberikan pendidikan lingkungan bagi pengunjung. Selain itu dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat lokal di sekitar kawasan. Aksesibilitas dan sarana prasarana yang baik diperlukan untuk menunjang kenyamanan dan keamanan pengunjung yang melakukan kegiatan wisata alam di lokasi tersebut. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan cluster wisata alam menggunakan sistem informasi geografis berdasarkan pengelompokkan sifat alamiah (naturalness), kelas tinggi (elevasi) dan variasi topografi. 1.3 Manfaat Manfaat dari kegiatan penelitian ini adalah untuk pengelolaan wisata yang berkelanjutan, sehingga kita dapat mengetahui wisata alam tersebut berdasarkan keadaan topografi, kemiringan lereng dan penutupan lahan.
52
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Wisata yang berkelanjutan Wisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) adalah perluasan dari paradigma baru akan pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) sehingga dapat diaplikasikan pada peningkatan taraf ekonomi dan sosial masyarakat (Fennel, 1999). Beberapa peneliti telah mengidentifikasikan pasaran untuk wisata alam yang berkelanjutan yang mengedepankan penggunaan sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang memiliki keuntungan jangka panjang, melindungi kelestarian lingkungan hidup dan menstimulasikan pembangunan komunitas lokal. Menurut Epler (1996) ekowisata sebagai adanya tanggung jawab dalam kunjungan ke tempat-tempat yang masih alami dimana dapat menjaga, melindungi, dan melestarikan lingkungan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal. Sudarto (1999) menyatakan bahwa kekuatan dan daya tarik obyek ekowisata adalah 90% bertumpu pada alam (kondisi alam, flora dan fauna), dan 10% adalah budaya (culture). Tetapi apabila dibandingkan di Indonesia presentasi tersebut dapat berubah menjadi 60% (alam) dan 40% untuk pesona budaya mengingat Indonesia sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Hall (2000) menyimpulkan bahwa wisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) adalah salah satu kegiatan wisata yang mengusahakan agar pada kegiatannya itu seminimal mungkin tidak memberikan dampak yang negatif bagi lingkungan dan budaya lokal. Dengan membantu meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat sekitar dan juga dapat menjaga kelestarian ekosistem. Wisatawan juga dituntut untuk bisa menjaga lingkungan dan kebudayaan lokal. Wisata yang berkelanjutan juga mengarah kepada periode jangka panjang, dengan adanya potensi wisata alam yang lestari, namun belum terciptanya potensi jangka panjang bagi aktivitas manusia. Sementara itu perkembangan infrastruktur pada industri wisata juga belum bisa dikembangkan kedalam perencanaan jangka
53
panjang. Rasa tanggung jawab dan bersikap adaptif adalah salah satu kunci yang dapat mengembangkan sektor wisata yang berkelanjutan. Adapun prinsip-prinsip wisata yang berkelanjutan (sustainable tourism) adalah : 1. Menyediakan informasi dan pendidikan lingkungan tentang kehidupan satwa liar, habitat alami dan keadaan alam kepada wisatawan. 2. Melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan interpretasi lingkungan dan kegiatan teknis di lapangan, serta mengenalkan kebudayaan lokal dan nilai-nilai tradisional. 3. Menyempurnakan dalam memulihkan kondisi lingkungan. 4. Mengadakan penelitian dalam kegiatan ekowisata agar dapat mengurangi dampak wisatawan yang ditimbulkan terhadap kelestarian lingkungan. 5. Memfasilitasi dalam kegiatan spiritual dan penyembuhan emosional. 6. Memfasilitasi kegiatan rekreasi dan relaksasi. 7. Memberikan pengetahuan kepada wisatawan tentang kearifan lokal dan nilai-nilai lingkungan yang baik untuk menjaga dan melestarikan lingkungan. 8. Kegiatan wisata diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pekerjaan berhubungan dengan masyarakat lokal. 9. Program pendidikan dan pelatihan yang bertujuan untuk mengelola warisan budaya dan menjaga kelestarian lingkungan serta sumberdaya alam agar tetap terjaga. Wisata berkelanjutan (Sustainable Tourism) meliputi segala segmen dalam industri pariwisata dengan adanya panduan dan kriteria dalam mengurangi dampak kerusakan lingkungan, dalam hal ini adalah mengurai pemakaian sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui, meningkatkan peran serta wisatawan dalam menjaga dan melestarikan alam serta lingkungan. Pariwisata
berkelanjutan
Kebudayaan dan Pariwisata
berdasarkan
pengertian
dari
Departemen
disebutkan sebagai penyelenggaraan pariwisata
bertanggung jawab yang memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia saat ini tanpa mengorbankan potensi pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia di masa
54
mendatang, dengan menerapkan prinsip – prinsip layak secara ekonomi dan lingkungan, penerimaan sosial dan tepat guna secara teknologi. Pembangunan pariwisata berkelanjutan mengandung pengertian sebagai pembangunan yang mampu memenuhi kebutuhan wisatawan dan masyarakat di daerah tujuan saat ini dengan tetap menjaga dan meningkatkan kesempatan pemenuhan kebutuhan di masa yang akan datang.
Pembangunan pariwisata
berkelanjutan dicitrakan menjadi patokan dalam pengaturan sumberdaya sehingga kebutuhan ekonomi, sosial dan estetika tercapai dengan tetap menjaga integritas budaya, proses – proses dan keanekaragaman hayati. 2.1.1 Jenis - Jenis Cluster Cluster merupakan pengelompokan jenis wisata yang sealur dan searah yang memiliki minat khusus (special interest), berkaitan dengan penggunaan Sistem Informasi Geografis (SIG). Pengelompokkan cluster wisata alam apabila dilihat dari motivasi pengunjung dan kegiatan wisata dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pengelompokan cluster No 1
Jenis cluster Birding ecotourist
2
General ecoturist
3
General tourist
4
Travellers
Motivasi Untuk melihat kehidupan satwa liar Terfokus pada pemandangan alam dan lingkungan , terfokus pada ekologi dan lingkungan. Memiliki minat terhadap keindahan dan pemandangan alam
Kegiatan Tracking
Menyukai perjalanan dengan menyusuri jalan-jalan kecil dan mengamati kehidupan satwa liar
Tracking
Keterangan Tinggal lebih dari 1 hari
Tracking
Tracking, fotografi
Sedikit tertarik dengan mengamati kehidupan satwa liar, dan situ-situs sejarah.
Sumber : Page (2002)
2.2
Daerah Tujuan Pariwisata Berdasarkan Undang – Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
daerah tujuan pariwisata atau destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada di dalam satu atau lebih wilayah administratif, yang didalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
55
Menurut Marpaung (2000), Obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan dan aktivitas serta fasilitas yang berhubungan sehingga dapat menarik wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah atau tempat tertentu. Daya Tarik yang ada atau belum dikembangkan semata-mata hanya merupakan sumberdaya potensial atau belum dapat disebut sebagai daya tarik wisata, sampai adanya suatu jenis pengembangan tertentu. Misalnya penyediaan fasilitas dan aksesibilitas. Menurut Undang – Undang Nomor 10/ 2009 tentang kepariwisataan, daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Unsur yang paling penting menjadi daya tarik dari sebuah daerah tujuan wisata alam adalah : a. Kondisi alamnya, contoh hutan hujan tropis atau terumbu karang b. Keanekaragaman hayati/flora-fauna yang unik, langka dan endemik, seperti : raflessia, badak jawa, komodo dan orang utan c. Kondisi fenomena alamnya, seperti : Gunung Krakatau dan Danau Kalimutu d. Kondisi adat dan budayanya, seperti : Badui, Toraja, Bali dan Sumba Adapun daerah tujuan wisata alam dapat terdiri dari : a. Berada di daerah yang belum terkena sentuhan dan pengaruh manusia ataupun pengaruh industri b. Memiliki potensi wisata alam yang menarik seperti pemandangan alam, flora, fauna, dan budaya lokal c. Ekowisata memberikan dampak positif bagi ekonomi dan konservasi lingkungan kepada masyarakat lokal Menurut pedoman Analisis Daerah Operasi ODTWA (2003), terdapat skala prioritas dan rekomendasi dalam ODTWA, yaitu: a. Daerah layak dikembangkan Menyajikan uraian daerah yang memiliki ODTWA layak dikembangkan berdasarkan hasil penilaian ADO-ODTWA melalui urutan prioritas. b. Daerah belum layak dikembangkan
56
Menyajikan uraian daerah yang memiliki potensi, namun memiliki hambatan dan kendala untuk dikembangkan. Dapat dikembangkan dengan persyaratan-persyaratan tertentu yang memerlukan pembinaan lebih lanjut berdasarkan hasil penilaian ADO-ODTWA. c. Daerah tidak layak dikembangkan Menyajikan uraian daerah yang tidak dapat dikembangkan atas dasar hasil penilaian ADO-ODTWA. 2.2.1 Pengembangan Pariwisata Alam Pengembangan pariwisata alam adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA) serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut dengan memperhatikan prinsip-prinsip pariwisata alam, unsure-unsur pengembangan dan tahapan pengembangan (Direkotrat Wisata Alam dan Jasa Lingkungan, 2001). Pengembangan ODTWA merupakan sub-sistem dari pengembangan pariwisata daerah dan pengembangan wilayah pada umumnya yang secara langsung maupun tidak langsung memberikan manfaat bagi masyarakat setempat. Direktorat Wisata Alam dan Jasa Lingkungan (2001) menjelaskan bahwa kegiatan pengembangan suatu kawasan hutan sebagai suatu kawasan wisata alam seyogyanya mencakup paling tidak lima prinsip pengembangan wisata alam : a. Konservasi , keberhasilan suatu kawasan yang ditetapkan sebagai tujuan kegiatan wisata alam akan bergantung pada sejauh mana upaya-upaya konservasi kawasan tersebut dapat secara praktis dilaksanakan. b. Ekonomi, aspek ini akan berdampak langsung maupun tidak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan khususnya, dan pada pembangunan ekonomi regional secara umum. Kontribusi ekonomi sektor wisata alam yang cukup signifikan dirasakan langsung terutama oleh masyarakat setempat, akan mampu medorong dan menumbuhkan timbulnya rasa memiliki masyarakat tersebut untuk secara bersama-sama menjaga pelestarian kawasan yang selama ini sebagian dari sumber penghasilannya sehari-hari. c. Pendidikan dan Penelitian
57
Aspek ini mengarah pada upaya-upaya apa yang seharusnya dilakukan dalam rangka mendidik masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian kawasan dan mampu menunjukkan sikap menerima terhadap setiap wisatawan yang datang. d. Partisipasi, setiap tahapan kegiatan perencanaan pengembangan harus dilakukan melalui proses dialog yang kreatif antara pengelola dan masyarakat setempat. Pengembangan pariwisata alam di hutan produksi agar memperhatikan hal-hal seperti berikut : masyarakat dilibatkan sejak tahap perencanaan sampai tahap monitoring dan evaluasi, meningkatkan keterampilan masyarakat dalam pengembangan pariwisata alam di hutan produksi melalui pelatihan dan pendidikan, memperhatikan budaya setempat, hak-hak masyarakat terasing, agama dan kepercayaan. e. Rekreasi, adanya pengembangan dan perubahan trend pariwisata pada dewasa ini lebih mengarah kepada resource-based recreation, keberadaan tour operator, agen dan para peduli pelestarian alam diharapkan mampu mempertemukan diri ke dalam satu wadah atau kepentingan, yaitu rekreasi dan konservasi. Dimana kedua aspek tersebut harus berjalan secara sinergik dan memberikan kontribusi yang positif antara yang satu dengan yang lainnya. 2.3
Pengertian Sistem Informasi Geografis (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) berdasarkan prinsipnya dapat dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu Sistem Informasi Geografis (SIG) manual, yang beroperasi memanfaatkan peta cetak (kertas/transparan), data bersifat analog dan Sistem informasi Geografis secara otomatis dengan sistem komputerisasi sehingga datanya merupakan data digital. Sistem Informasi Geografis (SIG) manual biasanya terdiri dari beberapa unsur data termasuk peta-peta, lembaran material transparansi untuk tumpang tindih, foto udara dan foto lapangan, laporan-laporan statistik dan laporan survey lapangan (Barus dan Wiradista, 1997). Aronoff (1989) menjelaskan bahwa SIG adalah sistem infomasi berbasis komputer yang mempunyai kemampuan utuk menangani data berefensi bumi yaitu berupa data input, data manajemen, memanipulasi dan menganalisi, dan data
58
output. Kemudian Arnoff juga menjelaskan bahwa data yang bereferensi bumi mempunyai dua komponen dasar yaitu pelaporan peristiwa kebumian seperti dimensi fisik, dan lokasi spasial dari peristiwa tersebut. Menurut kesimpulan Chrisman (1997) GIS adalah sistem yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, data manusia (brainware) sebagai salah satu komponen utama dalam suatu Sistem Informasi Geografis (SIG). Definisi lain tentang Sistem Informasi Geografis
(GIS) adalah sebuah
sistem komputer yang berfungsi untuk menangkap, menyimpan, menganalisa dan menampilkan referensi data secara geografis. Sehingga dikenal juga sebagai data geospasial, yaitu data yang dapat menggambarkan antara lokasi suatu kawasan dengan bentuk karakteristik spasial, seperti jalan dan vegetasi alam pada permukaan bumi. (Chang, 2004). Menurut Chang (2002), komponen dasar suatu Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sebagai berikut : 1. Sistem Komputer Sistem komputer mencakup komputer dan pengoperasiannya dalam melaksanakan SIG, seperti PC (Personal Computer), dan peralatan tambahan lainnya (monitor, digitizer, dan scanner serta printer dan plotter). 2. Software SIG mencakup program dan kemampuan pengguna dalam menjalankan atau mengoerasikan hardware. 3. Brainware Sama pentingnya dengan hardware dan software, dimana brainware adlah penentu pelaksanaan proses dan objektif dari SIG dan sebagai pengambil keputusan. 4. Infrastruktur Yang dimaksud infrastruktur dari SIG disini adalah lebih kepada aspek fisik, organisasi, administrasi dan lingkungan untuk mengoperasikan SIG.
59
2.3.1
Fungsi Analisis SIG Fungsi – fungsi analisis dalam SIG merupakan suatu metode, secara
umum metode ini dikelompokkan menjadi empat kelompok (Aronoff 1989) sebagai berikut : a.
Retrieval, re – Klasifikasi dan pengukuran Fungsi analisis dalam kelompok ini memiliki kesamaan ciri yaitu proses yang
dilakukan tidak merubah data baik spasial atau atributnya. Retrieval merupakan proses untuk menyeleksi dan menampilkan sebuah atau beberapa data yang memiliki kesamaan ciri atau sifat. Re – klasifikasi merupakan proses menandai kembali data menjadi kelompok baru dengan kriteria tertentu, sedangkan pengukuran meliputi proses untuk mendapatkan ukuran – ukuran seperti panjang, tinggi dan luas. b.
Overlay (Tumpang susun) peta Overlay peta akan menghasilkan informasi baru. Informasi ini dihitung
dengan menggunakan persamaan – persamaan matematis tertentu dari input data penyusunnya melalui 3 macam yaitu : tumpang susun aritmatika, logika dan bersyarat. c.
Surface Operation Analisis ini memperhatikan nilai di sekitar titik atau lokasi yang sedang
dievaluasi. d.
Connectivity Fungsi yang termasuk fungsi keterkaitan adalah fungsi persinggungan,
fungsi kedekatan, fungsi penyebaran, fungsi pencarian dan fungsi penjaringan.
2.3.2
Aplikasi SIG Penerapan SIG khususnya dalam bidang kehutanan sudah dilakukan sejak
pertengahan 1980-an walaupun masih terbatas. Pemanfaatan teknologi ini jauh meningkat sejak SIG (mainframe dan PC base) sebagai salah satu komponen kegiatan inventarisasi hutan nasional yang dioperasikan pada akhir 1991.
60
Sutisna (1996) menjelaskan bahwa pada bidang kehutanan, SIG mampu memberikan kontribusi pada perencanaan hutan (perlindungan areal efektif, penataan areal kerja, analisa kemampuan dan kesesuaian lahan), pembukaan wilayah hutan (penentuan trace, pengukuran, pembuatan jalan dan jembatan) dan perlindungan (memetakan lokasi sebaran satwa, menganalisa daerah rentan terhadap erosi dan mengantisipasi kebakaran hutan). Data spasial menggambarkan sebuah lokasi kedalam bentuk spasial yang mempunyai ciri dan berkelanjutan. Ciri-ciri tersebut secara individu dapat dibedakan dengan melakukan kegiatan observasi. Bentuk ciri-ciri tersebut termasuk titik (points), jalur (lines), dan area (contohnya pada tipe penggunaan lahan). Buffer merupakan sebuah proses dalam pengoperasian spasial yang berfungsi untuk mengidentifikasikan suatu pendekatan sebuah bentuk kedalam landscape. Bentuk-bentuk landscape tersebut telah diseleksi dan menggambarkan suatu keterwakilan dari mereka kedalam sebuah buffer. Hasil produk merupakan peta yang menunjukkan bahwa suatu area tersebut terbentang dengan suatu jarak tertentu dari sebuah bentuk landscape, tetapi juga suatu produk yang mengizinkan pemakainya dalam jumlah sumberdaya yang terkandung didalamnya. Hukum adat juga tidak kalah penting karena menampilkan
sebuah batasan spasial dalam
pengelolaan sumberdaya alam. (Wing, 2004). Menurut Parahasta (2002), salah satu fungsi SIG yang paling kuat dan mendasar adalah integrasi data dengan cara baru. Salah sat contohnya adalah overlay, yaitu memadukan layers data yang berbeda. SIG juga dapat mengintegrasikan data secara matematis dengan melakukan operasi-operasi terhadap atribut-atribut tertentu dari datanya. SIG dapat menampilkan entity, dalam suatu layer dengan menggunakan simbol dengan ukuran dan warna yang berbeda.
61
2.3.3 Penggunaan Lahan (Land Use) Menurut Mather (1986), Penggunaan lahan sebagai lokasi untuk wisata alam dan minat khusus dengan mengandalkan beberapa aspek lahan memiliki arti penting yaitu dengan menggunakan klasifikasi dan tipe zonasi. Di beberapa tempat digunakan sebagai tempat yang dapat mempengaruhi demand pengunjung dalam melakukan suatu perjalanan wisata minat khusus. Sistem klasifikasi tata guna lahan dan tutupan lahan secara terminologi memiliki arti standarisasi penggolongan kelas dalam suatu tata guna lahan dan tutupan lahan yang dibagi dalam beberapa level klasifikas dimana tiap level memberikan informasi yang lebih detail.
62
BAB IV KONDISI UMUM PENELITIAN 4.1
Kondisi Umum Kabupaten Bogor
4.1.1
Letak dan Luas Kabupaten Bogor Secara geografis, Kabupaten Bogor terletak di 16º21' - 107º13' BT dan 6º19'
- 6º47' LS dengan luas wilayah + 317.102 Ha. Sebelah utara Kabupaten Bogor berbatasan dengan Kota Depok dan DKI Jakarta, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Cianjur, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Propinsi Banten, dan di tengah – tengah terletak Kota Bogor. Sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta , di sebelah barat daya berbatasan dengan Kabupaten Tangerang serta di sebelah tenggara berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. 4.1.2
Kondisi Fisik dan Biologi Wilayah Kabupaten Bogor sangat beragam, terdiri dari dataran rendah,
bergelombang dan pegunungan. Dataran rendah Kabupaten Bogor terletak di bagian utara Kabupaten bogor, tepatnya di lembah Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane. Dataran tinggi terletak di wilayah bagian selatan, berupa pegunungan, dengan puncaknya Gunung Halimun (1.764 m), Gunung Salak (2.211 m), serta Gunung Pangrango (3.018 m), yang merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat. Kabupaten Bogor secara umum terbentuk oleh batuan vulkanik yang bersifat piroklastik, dimana berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung api, yaitu Gunung Pangrango dan Gunung Salak. Tanah, pasir dan kerikil hasil dari pelapukan endapan merupakan bahan penyusun endapan permukaan yang pada umumnya berupa aluvial. Bahan induk geologi tersebut menghasilkan tanah yang relatif subur. Kabupaten Bogor sebagian besar juga berupa dataran tinggi, perbukitan dan pegunungan dengan batuan penyusunnya didominasi oleh hasil letusan gunung, yang terdiri dari andesit, tufa, dan basalt. Gabungan batu tersebut termasuk dalam sifat jenis batuan relatif lulus air dimana kemampuannya meresapkan air hujan
63
tergolong besar. Jenis pelapukan batuan ini relatif rawan terhadap gerakan tanah bila mendapatkan siraman curah hujan yang tinggi. Selanjutnya, jenis tanah penutup didominasi oleh material vulkanik lepas agak peka dan sangat peka terhadap erosi, antara lain latosol, regosol, podsolik dan andosol. Dengan demikian, beberapa wilayah rawan terhadap tanah longsor. 4.1.3
Cuaca/ Iklim Menurut klasifikasi Schmidt dan ferguson, iklim di Kabupaten Bogor
termasuk iklim tropis tipe A (sangat basah) di bagian selatan, dan tipe B (basah) di bagian utara, dengan iklim panas, sejuk dan sejuk sekali. Dengan suhu rata – rata 20oC sampai 30oC. Iklim panas hampir meliputi seluruh Kabupaten Bogor, baik Bogor Barat, Bogor Tengah, maupun Bogor Timur. Sementara iklim sejuk dan sejuk sekali berada di beberapa wilayah Bogor Barat dan Bogor Tengah. Iklim tersebut sangat terkait dengan ketinggian lokasi. Kelembaban udara di wilayah ini mencapai 70%, kecepatan angin cukup rendah dengan rata – rata sebesar 146.2 mm/bulan. Curah hujan tahunan berkisar antara 2.500 mm sampai lebih besar dari 5.000 mm/tahun. Tingginya curah hujan di wilayah Bogor menjadikan daerah tersebut mendapat sebutan sebagai “kota hujan”. Kabupaten Bogor juga merupakan daerah tangkapan air bagi wilayah Jakarta dan sekitarnya. Kondisi ini harus dapat dikembangkan dan dipelihara untuk kesejahteraan masyarakat dan keseimbangan lingkungan. 4.1.4
Kondisi sosial masyarakat Penduduk di Kabupaten Bogor sebagian besar
berasal dari etnik Suku
Sunda dan sebagaian Suku Betawi. Bahasa daerah utamanya adalah bahasa Sunda. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2004 – 2006, berdasarkan data statatistik meningkat rata – rata 10,8% per tahun.
4.2
Kodisi umum masing – masing lokasi penelitian
64
4.2.1
Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol
4.2.1.1 Sejarah Kawasan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol didirikan oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango yang bekerja sama dengan NGO Internasional yaitu Conservation International dan Yayasan Mitra Alam Indonesia
dalam
pembentukan kawasannya, Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol memiliki program secara umum dengan tema yaitu “Menyingkap Hutan Hujan Tropis”. Adapun kegiatan pendidikan lingkungan dibagi kedalam 2 bagian yaitu program internal dan eksternal.
Para volunteer dapat bekerjasama dalam mengelola
kawasan pendidikan wisata yaitu Tapala (Teman Pecinta Alam) dan Eagle yang terdiri dari berbagai macam latar belakang status pendidikan. Pada tahun 1997 PPKAB didirikan untuk tujuan pendidikan konservasi, tetapi pada awalnya PPKAB tersebut ingin ditempatkan di kawasan Cisarua, tetapi karena terbentur dengan Keputusan Presiden tentang daerah Bopunjur (Bogor-Puncak-Cianjur), kemudian memilih lokasi di kawasan Cimande, namun lokasi tersebut kurang mendukung. Kemudian dipilih kawasan Bodogol karena ternyata seluruh potensi flora dan fauna serta vegetasi dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terwakili disana. 4.2.1.2 Letak dan luas Secara geografis kawasan Bodogol terletak pada 060 32’-060 34’ LS dan 1060 50’ - 1060 56’ BT. Dengan curah hujan rata – rata per tahun adalah 3.000 mm – 4000 mm. 4.2.1.3 Keadaan Fisik dan Biologi Kondisi biotik di sepanjang jalur dapat ditemukan sekitar 70 spesies, yang terdiri dari 22 jenis tumbuhan berkayu, 21 jenis tumbuhan merambat, 20 jenis tumbuhan bawah, dan 6 jenis epifit. Beberapa jenis tumbuhan yang menarik adalah kayu Afrika (Maesopsis eminii), Kitembaga (Euginia cuprea), Kaliandra (Calliandra calothyrsus), Hurupedes, dan Tabat Barito (Ficus deltoides), Matoa, Puspa (Schima wallichii) yang mendominasi kawasan, Rasamala (Altingia exelsa),
65
Damar dan tumbuhan langka yaitu Kalahlar. Selain itu terdapat tumbuhan yang dapat dikonsumsi seperti buah Saninten (Castanopsis argentea), Kondang, Kiparay, Pakis Beunyeur, dan daun Beunying. Berbagai jenis anggrek seperti anggrek tanah dan anggrek congkok dapat ditemui. Selain itu terdapat pula jenis-jenis tumbuhan yang berkhasiat obat seperti Cangkore dan Karas Tulang. Batang Cangkore bila dipotong akan mengeluarkan air yang dapat diminum atau bila diteteskan pada mata berfungsi sebagai obat tetes mata. Paku Rane dapat digunakan sebagai obat jerawat, maag dan obat setelah melahirkan, Bangban juga dapat digunakan sebagai obat pertolongan pertama apabila terkena gigitan ular, batang Tepus digunakan sebagai obat batuk, Rumput Jampang sebagai obat antiseptik, sedangkan Karas Tulang bermanfaat sebagai obat kencing manis dan ginjal. Selain itu dapat juga dijumpai berbagai jenis rotan, seperti Rotan Seuti, Rotan Badak, Rotan Tretes, Rotan Balukbuk, Rotan Seel, Rotan Cacing, Rotan Omas dan Rotan Sega. Jenis – jenis burung yang terdapat di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol ini adalah Elang Jawa (Spizaetus bartelsii),
Celepuk Jawa (Otus
angelita), Raja Udang (Alcedo altis), dan Kipasan Gunung (Rhipidure eoryura). Adapun jenis primata yang ada di kawasan ini adalah Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili ( Presbytis comata), Lutung (Trachypithecus auratus) dan Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Kukang Jawa, (Acridotheres eristatellus).
dan Kerah Jambul
Sementara satwa liar lain yang mendiami Pusat
Pendidikan Konservasi Bodogol adalah Kacembang Gadung ( Irena puella), Meninting Kecil (Ericulus velantus), dan Kepundang Kumuh Hitam (Griolus chinensis). Jenis satwa predator yang dapat ditemui keberadaanya meski hanya dari suara, jejak kaki, bekas makanan ataupun kotoran adalah Macan Tutul (Panthera pardus), Ajag/ Anjing Hutan (Cuon alpinus javanicus), Kucing Hutan (Felis bengalensis), Tikus Hutan (Leptus epturus), Trenggiling (Manis javanicus) dan Babi Hutan (Sus scrofa). 4.2.1.4 Fasilitas Wisata Alam Fasilitas jalur interpretasi yang tersedia yaitu jalan setapak, canopy trail, shelter, plaza, dan kompleks Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol, yang
66
dilengkapi dengan tempat parkir, pintu gerbang, ruang dapur, dan ruang makan, gazebo, ruang asrama, ruang kelas dan ruang bermain Sebagai daya tarik fisik, para pengunjung dapat melakukan berbagai kegiatan di alam terbuka, seperti melihat panorama alam yaitu ketika matahari terbit bisa dilakukan di tempat monitoring satwa. Di tempat monitoring satwa juga dapat dipakai untuk kegiatan monitoring perilaku satwa di pagi hari yaitu jenis primata dan burung serta perjumpaan dengan reptil pada malam hari. Fasilitas sarana dan prasarana yang ada di Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol adalah jalan setapak, shelter, musholla, toilet, papan interpretasi (penunjuk arah). 4.2.1.5 Pengelola Untuk para volunteer sendiri juga memiliki wadah tersendiri yaitu dibawah naungan forum PPKAB yang 80% diatur dan dijadwal oleh masyarakat (Badan Pengurus Harian PPKAB) mulai dari program, pelayanan dan reservasi. Untuk pengunjung yang datang ke kawasan PPKAB lebih sering datang pada hari sabtu dan minggu serta hari libur nasional, yang terdiri dari peneliti, pelajar, masyarakat umum dan wisatawan asing yang berasal dari Amerika Serikat, Inggris, India dan Jepang yang ingin melakukan kegiatan trekking di kawasan PPKAB. Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol
terdapat kegiatan dalam
rangka melestarikan pohon yaitu dengan adanya kegiatan “Adopsi Pohon”, yaitu kegiatan yang membantu dalam restorasi kawasan pada lahan terbuka dengan cara adopsi. Semua pihak dapat membantu kegiatan ini dengan cara memberikan bantuan atau dana dalam kegiatan penanaman di kawasan PPKAB. Adapun tanaman yang ditanam adalah Rasamala, Puspa, Ki suren, dan Ki seureuh.
4.2.2Wana Wisata Curug Cilember
67
4.2.2.1 Letak dan luas Wana Wisata Curug Cilember terletak pada 106o55’ – 107o00’ BT dan 6o38’ – 6o40’LS. Curug Cilember secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Cisarua, pada ketinggian 1.050 mdpl dengan temperatur mencapai 18 – 23oC. Wana Wisata Curug Cilember berada pada zona Hutan Produksi berkelas Lahan Dengan Tujuan Istimewa (LDTI) seluas 25 Ha, dengan peruntukan Wana Wisata hanya dibatasi seluas 5,9 ha (Perum Perhutani Unit III Jawa Barat). 4.2.2.2 Keadaan Fisik dan Biologi Jenis tanah di Wana Wisata Curug Cilember termasuk jenis inceptisol atau kambisol yang berasosiasi dengan litosol. Jenis tanah ini dalam proses pembentukannya dipengaruhi oleh faktor – faktor seperti : bahan induk yang sangat resisten, posisi dalam landscape yang ekstrim yaitu dengan daerah curam atau lembah dan permukaan geomorfologi yang muda, sehingga pembentukan tanah belum lanjut. Jenis tanah inceptisol, tidak ada proses pedogenik yang dominan, kecuali leaching meskipun semua proses pedogenik bersifat aktif. Di lembah – lembah yang selalu tergenang air terjadi proses gleisasi sehingga terbentuk tanah dengan kroma rendah, kelas tekstur tanah tergolong lempung, berliat, lempung berliat dan lempung berdebu (Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Pusat Penelitian Kepariwisataan Institut Teknologi Bandung, 2000). Berdasarkan iklim Schmidt dan Ferguson, areal Wana Wisata Curug Cilember mempunyai tipe iklim B (basah). Curah hujan rata – rata per tahun sebesar 3016,89 mm dan rata – rata bulan basah 9,6 dan bulan kering 1,5. Kawasan Wana Wisata Curug Cilember terbagi menjadi 3 kelompok hutan yaitu hutan alam, hutan tanaman dan areal wana wisata. Kawasan ini sebagian besar merupakan areal hutan produksi kelas Umur (KU) III bervegetasi pinus sebagai tanaman produksi utama dan beberapa jenis tanaman lain, baik sebagai tanaman budidaya. Kawasan hutan lindung alam terdapat di sekitar hulu Sungai Cilember dengan kondisi masih cukup baik dan mengandung strata tajuk. Strata tajuk paling atas didominasi oleh jenis Pasang (Quercus sp), Baros (Mangilitia gluaca) dan
68
Puspa (Schima wallichii), strata kedua didominasi oleh Huru koneng (Terminalia microcarpa), strata ketiga didominasi Kaliandra (Callindra calothyrsus) dan strata terbawah didominasi oleh Teklan (Euphatorium ripatorium) dan Sirih hutan (Aristolochia tagala). Jenis vegetasi yang terdapat di kawasan Wana Wisata Curug Cilember antara lain Agathis, Rasamala (Altingia excelsa), Pinus (Pinus merkusii), Paku – pakuan, Rumput – rumputan, Pacing, Talas hutan, Medang Buaya, Salak, Jambu Mawar, Sirih Hutan, Menteng, Mindi, serta Anggrek yang sengaja dibudidayakan sebagai salah satu daya tarik wisata di kawasan tersebut. Adapun jenis burung yang dapat ditemukan di kawasan ini antara lain Burung Anis, Kutilang (Pycnonatus aurigaster), Cinenen, Cabai, Pelatuk Semak, Tekukur dan Elang Hitam. Di Curug Cilember juga terdapat usaha penangkaran kupu – kupu, selain itu juga dapat dijumpai berbagai jenis Katak, Tupai, Babi Hutan, Musang dan Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis). Curug Cilember dilengkapi oleh berbagai sarana dan prasarana pendukung, diantaranya pusat informasi,tempat penjualan souvenir, taman, warung – warung, taman anggrek, taman kupu – kupu, dan camping ground serta wisma peristirahatan, musholla dan shelter. Pada lokasi taman anggrek, dapat ditemui berbagai macam jenis anggrek yang tergolong dalam Genus Airides, Arundina, Bubaphyllum, Ceologyne, Cimbidium,
Dendrobium,
Gramatophylum,
Papiiopedillum,
Vanda
dan
Phalaenopsis. Sedangkan pada lokasi taman kupu – kupu dapat diketahui jenis – jenisnya, antara lain Papilio memnon, Papilio helena, Graphium agamemmon, Graphium sarpedon, Euploea multchber, Elymnias sp, Troides amphrysus. Untuk memenuhi kebutuhan pakannya dikembangkan pula tanaman yang berupa pakan, habitat dan tempat menempelnya telur, yaitu Jeruk (Citrus sp), Jambu ( Psidium guajava), Sirih Hutan (Aristolochia tagala), Melati ( Jasminum multiforum) dan Anggrek Tanah (Dendrobium sp). Jenis – jenis satwa yang ada di Wana Wisata Curug Cilember adalah Burung Cabai ( Dicaeum trochileum), Pipit Bondol ( Lonchura leucogastroides), Burung Kacamata Biasa ( Zosterops palbebrosus), Cinenen Biasa (Orthotomus sutorius), Cikrak Bambu (Abroscopus supercialis), Cekakak sungai (Todirhamplus cloris), Pelatuk Semak (Malacocinla sepiarium), Burung Madu Gunung (Aethopgya
69
eximia), Kutilang (Pycnonotus aurigaster), Katak (Rana sp), Babi Hutan (Sus scrofa), Bajing (Callosciurus notatus) dan Musang ( Paradoxurus hermaphroditus). 4.2.2.3 Peran Pengelola Wana Wisata Curug Cilember adalah salah satu obyek wisata Perum Perhutani Unit III Jawa Barat yang terletak di Desa Jogjogan, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, termasuk kedalam KPH Bogor, dibawah Resor Pemangkuan Hutan (RPH) Cipayung. Pengelolaan Wana Wisata Curug Cilember juga melibatkan masyarakat sekitar dalam bentuk Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Keterlibatan masyarakat sekitar Wana Wisata Curug Cilember terlihat dalam keikutsertaan masayarakat dalam menjaga kebersihan dan keamanan serta lahan parkir, yang pelaksanaannya melibatkan remaja Desa Jogjogan yang bergabung dalam Ikatan Remaja Masjid. 4.2.2.4 Legenda / Mitos Curug ini memiliki daya tarik air terjun sebanyak 7 buah dengan ketinggian 7 – 30 meter, hutan pinus dan bumi perkemahan. Curug keempat ini diyakini berkhasiat sebagai obat awet muda, mempercepat dapat jodoh, serta dapat menyembuhkan penyakit. Dalam mitosnya konon Curug Cilember merupakan tempat mandi para putri dari kahyangan. Bahkan beberapa penduduk pernah melihat sekitar tujuh putri cantik sedang mandi dan bercengkrama di curug keempat tersebut. Tepat di atas lokasi curug tujuh, terdapat sebuah makam keramat yang setiap harinya sering dikunjungi oleh masyarakat untuk berziarah dan mencari berkah. Menurut sejarah, makam tersebut adalah makam Embah Jaya Sakti yang masih memiliki garis keturunan Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran. Biasanya jumlah peziarah mecapai puncaknya pada setiap bulan Rabiul Awal.
4.2.2.5 Fasilitas wisata alam
70
Kegiatan wisata alam dan ekowisata yang ditawarkan oleh pihak pengelola adalah aktivitas outbound, seperti flying fox, jungle trekking, dan sebagainya. Adapun fasilitas yang tersedia bagi pengunjung antara lain laboratorium kupu – kupu, villa/ guest house, camping ground, jalur trekking, pintu gerbang, pos jaga, pondok kerja, shelter, tempat duduk, MCK, musholla, kantin, pemandu wisata lokal, tourist information centre, papan pengumuman, papan interpretasi dan area parkir. Pengunjung potensial yang berkunjung ke Curug Cilember adalah pelajar yang memanfaatkan tempat ini sebagai tempat latihan dasar kepemimpinan siswa, kegiatan berkemah, jungle trekking, rekreasi dan outbound. 4.2.3
Taman Wisata Alam Telaga Warna
4.2.3.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam Telaga Warna Kawasan hutan Telaga Warna ditetapkan sebagai Cagar Alam (CA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 481/Kpts/Um/6/1981 seluas 268,25 Ha. Kemudian sebagian areal yang meliputi sebuah telaga, berubah fungsinya menjadi Taman Wisata Alam (TWA) seluas 5 Ha. Telaga Warna terletak di sekitar Puncak Pass dan tidak jauh dari jalan raya Bogor Cianjur, yang secara administrasi pemerintahan termasuk kedalam Desa Tugu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Telaga Warna adalah obyek dan daya tarik wisata berupa telaga atau danau kecil. Konon airnya dapat berubah warna sesuai keadaan alam pada saat – saat tertentu. Sebagian areal Telaga Warna menjadi taman wisata alam seluas 5 hektar. Obyek wisata ini berada pada kawasan hutan lindung yang melewati areal perkebunan teh pada kemiringan lahan >40% dan ketinggian tempat >1400 mdpl, dengan dengan curah hujan rata-rata 3.380 mm per tahun. Telaga Warna dikelola oleh BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam).
4.2.3.2 Kondisi Fisik dan Biologi
71
Menurut Schmidt dan Ferguson kawasan ini termasuk tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 2896 mm/th. Suhu berkisar antara 18oC – 28oC dengan tingkat kelembaban 80%. Formasi geologi pada kawasan ini terdiri dari bahan batuan beku vulkanik jenis andesit dan basalt dengan jenis tanah latosol. Vegetasi kawasan Taman Wisata Alam Telaga Warna termasuk kedalam tipe hutan hujan pegunungan. Keanekaragaman flora terdiri dari jenis pohonpohonan, liana dan epiphyt. Flora yang terdapat di kawasan Taman Wisata Alam Telaga Warna adalah termasuk vegetasi hutan pegunungan. Jenis-jenis pohonnya adalah Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanopsis argentea), Beleketebe (Sloanea sigun), dan Kibangkong (Palaqium microphyllum). Jenis satwa liar yang terdapat dikawasan ini adalah Elang Ular (Spilornis cheela), Burung Kacamata Gunung (Zoosterops montanus), Tekukur (Streptopelia chinensis), Puyuh (Turniix suscitator), Kadanca (Ducula sp), dan Walet (Collocalia vulvanorum). Satwa predator yang terdapat di Telaga Warna yaitu Macan Tutul (Panthera tigris), Babi Hutan (Sus vitasus), Jelarang (Ratufa bicolor), Mencek (Muntiacus muntjak), Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Lutung (Traphypitecus auratus), Surili (Presbytis comata), dan Ular Sanca (Phyton reticulatus), 4.2.3.3 Fasilitas Wisata Alam dan Ekowisata Taman Wisata Alam Telaga Warna yang terletak di sekitar Puncak dan tidak jauh dari jalan raya Bogor – Cianjur memiliki pemandangan alam yang indah dengan udara yang sejuk. Disamping itu juga terdapat danau alam dengan kondisi alamnya yang relatif masih utuh dan merupakan daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Fasilitas pendukung yang tersedia diantaranya adalah jalan setapak, toilet, pusat informasi pengunjung, gazebo, taman, loket, karcis, musholla, menara pengintai, dan pos jaga. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh pengunjung adalah berekreasi, menikmati keindahan alam, berinteraksi dengan satwa, lintas alam, trekking, berziarah dan photo hunting . Sedangkan kegiatan lain yang biasa dilakukan oleh para pengunjung adalah mengamati flora dan fauna, menikmati panorama dan keindahan alam, fotografi, pengamata burung dan lintas alam serta berkemah.
72
Taman Wisata Alam Telaga Warna juga terdapat obyek wisata budaya, yaitu berupa makam keramat yang sering dikunjungi para peziarah. Sesuai dengan kondisi biofisik kawasan Taman Wisata Alam Telaga Warna, beberapa kegiatan wisata yang dapat dilakukan adalah: a. Wisata Pendidikan, yaitu berupa rekreasi alam, seperti pengamatan satwa, serta kegiatan wisata ilmiah yang dititikberatkan pada segi pendidikan dan penelitian konservasi ekosistem yang terdapat di Taman Wisata Alam Telaga Warna. b. Rekreasi, wisata alam/ ekowisata berupa rekreasi di alam terbuka sambil menikmati keindahan, keunikan, kesejukan, gejala dan panorama alam lainnya, serta kegiatan di alam bebas seperti mendaki gunung, lintas alam, photo hunting, dan sebagainya. c. Wisata bermalam di pondok wisata, kegiatan pelatihan outbound, dan kegiatan lainnya sambil berekreasi atau bersantai yang menjadi satu paket kegiatan wisata. 4.2.3.4 Pengunjung Berdasarkan data dari kantor informasi TWA Telaga Warna, pengunjung yang datang berasal dari Jakarta, dan pengunjung yang berasal dari mancanegara berasal dari Timur Tengah. Dilihat dari kelompok usia, pengunjung yang datang ke kawasan ini adalah anak sekolah, keluarga, dan pasangan muda. Sedangkan pada tahun 2007, jumlahnya sedikit menurun, menjadi di atas 12.000 pengunjung. 4.2.4
Taman Wisata Alam Gunung Pancar
4.2.4.1 Sejarah Kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar Taman Wisata Alam Gunung Pancar dibangun pada tahun 1992 dengan luas 477,5 hektar. Pada tahun 1993, kawasan Gunung Pancar dialihkan dari hutan produksi menjadi hutan konservasi. Pada saat ini pengelolaan pemandian air panas di kawasan Gunung Pancar dipegang oleh pihak swasta yaitu PT. Gunung Pancar bekerja sama dengan Perhutani dan Pemerintah daerah setempat, dengan jumlah pengurus sebanyak 5 orang. Pemandian air tersebut dibuka sejak tahun 2003.
73
4.2.4.2 Letak dan Luas Taman Wisata Alam Gunung Pancar merupakan obyek wisata alam yag terletak di kaki Gunung Istana
dan Gunung Pancar.
Berdasarkan wilayah
administrasi pemerintahan, kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar ini terletak di Desa Bojongkoneng dan Desa Karang tengah, kecamatan Babakan Madang. Sedangkan menurut administrasi kehutanan, kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar termasuk wilayah sub BKSDA Jawa barat I, BKSDA III, dan Departemen Kehutanan. Taman Wisata Alam Gunung Pancar dikelola oleh PT. Wana Wisata Indah dan Perhutani KPH Bogor yang memiliki luas 447,590 Ha. 4.2.4.3 Keadaan Fisik dan Biologi Berdasarkan penyusunan master plan pariwisata Kabupaten Bogor, Taman Wisata Alam Gunung Pancar terletak pada ketinggian 300 – 800 m dpl dengan topografi landaisampai bergelombang terjal dengan kemiringan sekitar 15 – 40%. Bagian tertinggi yaitu pada puncak Gunung Pancar 800 mdpl dan pasir astana 700 m dpl. Menurut Schmidt dan Ferguson, kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar termasuk ke dalam iklim Tipe B dengan curah hujan rata-rata 3000 – 4500 mm/th. Jumlah hari hujan per tahun berkisar antara 150 – 250 hari. Suhu udara rata-rata 24oC pada malam hari dan suhu tertinggi 33oC pada siang hari dengan kelembaban udara rata-rata 58 – 82%. Jenis tanah di kawasan ini adalah podsolik merah kuning dengan tekstur tanah yang sebagian besar berlempung dengan bahan induk dari batuan endapan dan bekuan. Taman Wisata Alam Gunung Pancar terdiri dari hutan alam pegunungan dataran rendah, hutan tanaman dan semak belukar. Tipe vegetasi hutan alam terletak di lereng sampai puncak Gunung Pancar 15 Ha dengan jenis vegetasi antara lain Rasamala (Altingia excelsa), Huru (Quercus sp), Beringin (Ficus benjamina), Puspa (Schima walichii), Saninten (Castanopsis argentea), Jamuju (Podocarpus imbricartus), Rotan (Calamus sp), dan jenis-jenis liana. Selain itu terdapat pula tumbuhan epiphyt yang menempel pada pohon besar seperti anggrek
74
(Dendrobium sp), Paku sarang burung (Asplenium nidus), paku tanduk rusa (Platicerium coronarium). Tipe vegetasi hutan tanaman menempati sebagian besar kawasan ini seluas + 160 Ha. Jenis tanamannya antara lain Pinus (Pinus merkusii), Sengon (Albizia falcataria), Kayu Afrika (Maesopsis emanii), dan Meranti ( Shorea sp), yang ditanam pada tahun 1982/1983. Sedangkan jenis tanaman lainnya adalah tanaman budidaya masyarakat seperti singkong dan pisang (Musa sp). Tumbuhan semak belukar terdiri dari Kirinyuh, Harendong, Jarang, Saliara, dan Alang-alang. Satwa yang berada di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar antara lain Owa Jawa (Hylobates moloch), Surili (Presbytis comata), Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) , Jelarang (Ratufa bicolor), Babi Hutan (Sus vitasus), dan jenis-jenis burung seperti Elang (Haliastus indus), Kutilang (Pycnonatus aurigaster), Ayam Hutan Merah (Galus galus varius), Jalak (Sturnus melanopterus), Srigunting (Dicrurus paradiseus) dan Enggang (Buceros sp). Daya tarik obyek wisata ini yakni pemandangan hutan pinus dan pemandian air panas. Sumber air panas dari gunung ini alami dengan suhu 65oC dan debit air rata – rata 4 liter/menit. Saat ini sumber air panas telah dimanfaatkan oleh masyarakat dalam bentuk kegiatan pemandian air panas yang berfungsi untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran. Keunikan dari wisata ini yakni mengeluarkan mineral dan kalsium yang dipercaya dapat mengobati penyakit asam urat, stroke, diabetes, penyakit kulit dan untuk mengobati pengapuran. Adapun aktivitas yang dapat dilakukan oleh pengunjung di kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar adalah trekking, wisata ziarah/ rohani, bersepeda, rally motor, berendam air panas, dan terapi. 4.2.4.4 Pengunjung Pengunjung yang datang ke kawasan ini pada umumnya adalah pelajar dan keluarga. Untuk rombongan pelajar, umumnya mereka mandi di kolam air panas umum. Pengunjung lain melakukan kegiatan terapi air panas, karena air panas tersebut memiliki khasiat unsur mineral yang tinggi. Sedangkan pengunjung lainnya datang untuk melakukan kegiatan wisata ziarah berasal dari mereka yang beragama Islam, Hindu dan Kristen. Jumlah pengunjung pada hari Sabtu dan
75
Minggu dapat mencapai 3000 – 4000 orang dari kalangan pelajar. Sedangkan pengunjung umum dewasa berjumlah sekitar 600 orang. Adapun pengunjung mancanegara berkunjung kurang lebih 4 – 5 orang setiap bulannya. Dengan tarif masuk Rp 2000/ orang dan untuk kendaraan adalah Rp 6000. 4.2.5
Kawah Ratu – Gunung Salak Endah
4.2.5.1 Letak dan Luas Kawah Ratu terletak pada ketinggian + 1.338 m dpl, dengan suhu berkisar antara 10oC – 20oC. Secara administratif, Kawah Ratu termasuk ke dalam Desa Pasir Reungit, Kecamatan Pamijahan, dengan luas + 30 ha. Di lokasi ini terdapat Kawah Mati I yang berjarak sekitar 1.330 m dpl, dan terletak di sebelah utara Kawah Ratu yang terletak pada ketinggian 1.338 m dpl, dan Kawah Mati II yang berjarak 1.335 m dpl. Kawah Mati I dan II merupakan gerbang untuk masuk ke Kawah Ratu. Kawah Ratu memiliki daya tarik wisata yang unik bagi setiap pengunjung, antara lain adalah aktivitas gunung apinya. Sepanjang hari air di kawah ini selalu mendidih dan mengeluarkan gas asam sulfat (H2S), dan terkadang mengeluarkan suara gemuruh sebagai akibat semburan uap air panas yang membentuk kabut. Kawah Ratu menjadi fenomena alam tersendiri yang ada di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Tidak jauh dari Kawah Ratu (1386 mdpl), juga terdapat Kawah Mati I ( 1366 mdpl) dan Kawah Mati II dengan ketinggian 1384 mdpl. Selain lokasi Kawah Ratu, terdapat lokasi Situ Sanghyang. Kawah Ratu semula dikelola oleh Perhutani KPH Bogor, namun pada saat ini status pengelolaannya dikelola oleh Taman Nasional Gunung Halimun Salak. 4.2.5.2 Keadaan Fisik dan Biologi Kawah Ratu berada di kawasan GSE pada ketinggian 1.338 m dpl, dengan suhu berkisar 10-20oC. Kawah ini memiliki daya tarik yang unik bagi setiap pengunjung, yaitu dengan aktivitas geologinya. Sepanjang hari kepundan selalu mendidih dan mengeluarkan gas asam Sulfat (H2S) dengan baunya yang khas, dan terkadang mengeluarkan suara gemuruh, akibat semburan uap air panas yang
76
membentuk kabut. Panorama alam yang dapat disaksikan setiap pagi dan sore hari di sekitar Kawah Ratu adalah adanya semburan asap belerang (H2S) yang berbahaya dan di saat musim hujan juga sering terjadi semburan asap yang keluar dari dalam Kawah Ratu. Terdapat berbagai jenis flora yang terdapat di Kawah Ratu, seperti tumbuhan yang berkhasiat obat seperti Tabat Barito, Karas Tulang (untuk obat kuat), Harendong Bulu, Lavender, Pakis, Beunyeur, Jukut Bulu, Sente (untuk mengobati diare), Eurih (mengobati sakit perut),
dan Rumput Gajah (untuk
keracunan makanan). Jenis satwa yang terdapat di kawasan Kawah Ratu adalah Macan Tutul, Owa jawa, Elang Ular, Elang Hitam, Elang Jawa, Babi Hutan, Kera dan Sigung. . Kawasan sekitar Kawah Ratu cenderung kurang peka erosi, tetapi sekitar tahun 1998, terjadi pembalakan liar sehingga menimbulkan bahaya longsor. 4.2.5.3 Fasilitas Wisata Alam dan Ekowisata Adapun sarana yang disediakan bagi pengunjung adalah areal berkemah, jogging track, pintu gerbang, toilet, dan tempat parkir. Pengunjung dikenakan tarif masuk Rp 2.500/orang, sedangkan untuk berkemah dikenakan tarif sebesar Rp 2.500/orang/ hari. Untuk sarana dan prasarana seperti warung dan
MCK hanya terdapat pos
penjagaan kawah ratu. Shelter untuk trek di Cidahu. Namun di Kawah Ratu para pengunjung dilarang menginap di kawasan tersebut. Selain Kawah Ratu, di kawasan sekitar juga terdapat Curug Buluh dengan ketinggian 4 meter. Situ Sanghyang yang dikeramatkan oleh masyarakat sekitar untuk meminta wangsit dan para peziarah yang langsung datang ke Situ untuk meminta perolehan rezeki. 4.2.6
Goa Gudawang
4.2.6.1 Sejarah Nama Gudawang sendiri berasal dari kata Kuda Lawang yang berarti ekor kuda yang dikepang. Pada tahun 310 Hijriah, kawasan ini sering didatangi oleh
77
seorang pertapa dengan menggunakan kuda yang ekornyadikepang (Kuda lawang), sehingga kata tersebut berubah mejadi Gudawang. 4.2.6.2Letak dan Luas Goa Gudawang Secara geografis kawasan Goa Gudawang terletak antara 06o 27’ 08.9” – 06o 27’ 58.0” LS dan 106o 30’ 44.7” BT. Secara administratif kawasan ini terletak di Kampung Cipinang, Desa Argapura, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor. Goa Gudawang merupakan rangkaian goa dengan luas + 2,5 ha. Terdapat 23 Goa yang ada di kompleks Goa Gudawang, tetapi baru 3 Goa saja yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Area sekitar dibangun pada tahun 1990 dan dibuka secara resmi pada tahun 1991. Kawasan ini memiliki banyak goa yang tersebar di bagian timur dan barat jalan desa. Pada bagian timur terdapat Goa Si Pahang, Si Masingit, Si Menteng, Si Patahunan, Si Kandang, Si Kondang, Si Bulan, Si Cayur, Si Parat, Si Parat Aren, Si Parat Legok dan Si Parat Ujung. Pada bagian barat terdirir dari Goa Sarangan, Si Elong, Si Aul, SI Aul Tengah, Legok Picung, Si Benteng dan Si Kembar. 4.2.6.3 Keadaan Fisik dan Biologi Kawasan Goa Gudawang terdapat 13 goa yang termasuk besar, dan banyak lagi yang kecil, dengan total 28 goa. Adapun goa yang sudah dikelola oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor baru 3 buah, yaitu Goa Simenteng, Goa Sipahang, dan Goa Simasigit. Dinamakan Goa Simenteng karena terdapat 3 buah menteng, lalu dinamakan Goa Simasigit karena udaranya dingin dan konon sering digunakan sebagai tampat musyawarah, dan Goa Sipahang karena bagian dalam goa tersebut berbau guano. Goa – goa ini terbentuk di celah – celah rongga kapur yang membentuk stalaktit dan stalagmit. Goa yang sebagian besar terdiri dari batu kapur tersebut satu sama lain saling berhubungan oleh rongga yang rata – rata berada 10 – 40 m di bawah permukaan tanah. Untuk masuk kedalam goa, pengunjung harus masuk ke dalam tanah melalui tangga alami dengan ketinggian 12 meter. Goa ini memiliki lebar rata – rata 5 meter dan ketinggian 3 meter.
78
Jenis vegetasi yang banyak dijumpai di kawasan Goa Gudawang adalah buah – buahan, tanaman budidaya, dan di beberapa tempat juga terdapat padang ilalang yang cukup luas. Selain itu, goa juga menjadi tempat satwa misalnya jangkrik, goa, kelelawar, walet dan juga beberapa jenis ikan. Di dalam goa Sipahang terdapat 2 buah patung alami yang terbuat dari air stalaktit yang berbentuk manusia, tetapi karena telah terjadi pelapukan dan ulah manusia yang merusak sehingga patung tersebut kini hanya tersisa satu buah dan tidak terlihat jelas bentuknya. 4.2.6.4 Iklim dan Topografi Secara umum kawasan ini termasuk iklim tropis Tipe A (sangat basah), dengan curah hujan rata – rata 2500 – 5000 mm per tahun. Suhu rata – rata harian berkisar antara 28 – 29oC , dengan suhu minimum sekitar 23oC dan suhu maksimum 33oC. Kondisi di dalam goa bervariasi, mulai dari kering hingga basah. Namun secara umum mayoritas Goa – goa tersebut berada di dalam kondisi basah dan dialiri air. Sedangkan sebagian lagi merupakan goa – goa yang berlumpur dan berpasir. Topografi bervariasi mulai dari gunung hingga berbukit – bukit kecil, dengan ketinggian antara 115 – 142 m dpl. 4.2.6.5 Kondisi Flora dan Fauna Jenis flora yang dominan di areal sekitar kompleks Goa Gudawang adalah tanaman perkebunan, yaitu karet (Hevea brasiliensis). Selain itu banyak dijumpai pula tanaman buah – buahan dan tanaman budidaya lainnya, diantaranya adalah rambutan
(Nephellium muntabile), manggis (Garcinia mangostana), mangga
(Mangifera indica), durian (Durio zibethinus) dan padi (Oryza sativa). Jenis fauna yang dijumpai di dalam goa cukup beragam, diantaranya ikan lele (Clarias batrachus), ikan gabus, kepiting (Scylla sp.), kelelawar, burung walet (Colloccalia sp.), keong (Pomacea sp.), jangkrik (Cogryllus sp.), dan jenis – jenis serangga lainnya.
79
4.2.6.6 Fasilitas wisata Fasilitas yang tersedia di kawasan Goa Gudawang antara lain sarana parkir, fasilitas jalan, jembatan serta lampu penerangan dalam goa dan shelter. 4.2.6.7 Pengunjung Pengunjung yang datang ke obyek wisata ini terdiri dari berbagai karakteristik sosial, baik usia, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan status sosial. Pengunjung berasal dari keluarga dan pelajar. Sedangkan pengunjung yang berasal dari mancanegara datang dari Inggris, Belanda, dan China. 4.2.7
Goa Langkob
4.2.7.1 Lokasi Goa Langkob Goa Langkob terletak di kampung Tapos, Desa Sukaharjo Kecamatan Cijeruk. Suatu bentuk peninggalan Megalith zaman Prasejarah yang dibuktikan dengan adanya penemuan Batu Menhir dan batu Lempeng. 4.2.7.2 Keadaan fisik dan biologi Goa Langkob didominasi oleh lahan terbuka dan pemukiman penduduk. Di kawasan ini banyak ditanami pohon – pohon berbuah seperti papaya, pisang. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari penduduk, satwa liar sendiri sudah jarang ditemui di kawasan ini. 4.2.7.3 Fasilitas wisata Goa Langkob tidak difasilitasi oleh sarana dan prasarana yang baik, hanya terdapat papan interpretasi yang menunjukkan lokasi ke goa langkob yang dibuat oleh Pemerintah Daerah. 4.2.7.4 Pengunjung Pengunjung yang mengunjungi Goa Langkob didominasi oleh sekelompok pengunjung yang ingin melakukan ziarah ke goa tersebut. Sehingga lebih terbatas kepada pengunjung yang ingin memperoleh wangsit atau berziarah saja.
80
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1
Analisis Wisata Alam di Masing – masing Lokasi Penelitian
5.1.1 Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol 5.1.1.1 Daya Tarik Wisata Alam Menurut Undang – Undang No. 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Daya tarik obyek wisata alam di Kabupaten Bogor memang sangat beragam. Berdasarkan data yang diambil dari lokasi penelitian, terdapat berbagai macam daya tarik wisata yang menarik. Keanekaragaman ekosistem di lokasi penelitian memiliki beberapa klasifikasi, diantaranya pegunungan, hutan, danau, sungai, dan air terjun. Kawasan wisata alam Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol memiliki keistimewaan karakter - hutan hujan tropis pegunungan, sehingga memberikan pengetahuan dan pendidikan lingkungan kepada pengunjung. Daya tarik air terjun Cikaweni dengan ketinggian antara 500 – 1000 mdpl menghadirkan suasana yang sejuk, pengunjung dapat melakukan kegiatan outbond menyusuri sepadan sungai yang ditemani oleh pemandu wisata. Selain menikmati kesejukan kawasan, para pengunjung juga dapat menikmati sejuknya air terjun Cikaweni dan Panorama Alam (Gambar 1 & 2).
Gambar 1. Air Terjun Cikaweni PPKAB.
Gambar 2. Keindahan Panorama Alam
81
Pengunjung dapat memiliki kesempatan untuk melakukan kegiatan monitoring satwa. Kegiatan monitoring satwa dapat dilakukan oleh peneliti dan pengunjung pada saat pagi hari. Satwa liar yang dapat diamati dari sini adalah burung elang, Owa Jawa dan Lutung. Apabila beruntung, pengunjung dapat melihat aktivitas satwa tersebut di pagi hari atau hanya terdengar suaranya saja. Pusat Pendidikan Konservasi Alam juga memiliki canopy trail yang menjadi salah satu daya tarik pengunung yang datang ke kawasan tersebut dan juga jalur offroad track sebagai daerah pemanfaatan untuk kegiatan kompetisi mobil 4 WD atau extreme sport yang memang lokasinya ditempatkan pada tempat yang jarang ditinggali oleh satwa liar. 5.1.1.2 Fasilitas Sarana dan Prasarana Wisata Alam Sarana merupakan fasilitas yang diadakan pada bangunan – bangunan prasarana yang
telah lebih dahulu tersedia. Sarana wisata alam merupakan
kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan wisata dalam menikmati perjalanan wisata. Pembangunan sarana wisata di daerah tujuan wisata alam harus disesuaikan dengan kebutuhan wisata baik secara kualitas maupun kuantitas. Prasarana (infrastruktur) merupakan semua hasil konstruksi fisik yang diperlukan sebagai syarat pembangunan wisata alam yang diperlukan oleh pengunjung. Pada lokasi penelitian dilakukan pengamatan secara langsung tentang fasilitas wisata alam untuk menunjang keberhasilan pengusahaan kegiatan wisata alam di Kabupaten Bogor. Berikut adalah deskripsi fasilitas wisata alam di lokasi penelitian ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3 . Fasilitas Wisata Alam di Lokasi Penelitian No
Lokasi Wisata Alam/ Ekowisata
Fasilitas Wisata Alam/ Ekowisata
1
Pusat Konservasi Alam Bodogol
Jalan trail, canopy trail, TIC, shelter, plaza, kompleks PPKAB & tempat monitoring satwa
2
Curug Cilember
Kegiatan outbond, Jogging track , pos jaga, guide pusat informasi & musholla
3
Taman Wisata Alam Telaga Warna
Jalan Setapak, pusat informasi,gazebo, loket, pos -
82
jaga & menara pengintai, outbond. Taman Wisata Alam Gunung Pancar
Pos jaga, camping ground, jalur trekking, pusat -
5
Goa Gudawang
informasi & pemandian air panas Areal parkir, jalan setapak, jembatan, shelter & lampu -
6 7
Kawah Ratu - Gunung Salak Endah Goa Langkob
penerangan di dalam goa Camping ground, jogging track, pintu gerbang, toilet, tempat parkir Jalan setapak
4
Pusat Konservasi Alam Bodogol yang memiliki tema khusus “ menyingkap hutan hujan tropis” memiliki fasilitas wisata alam yang digunakan untuk menunjang kelancaran kegiatan wisata di alam bebas. Dengan tujuan pendidikan konservasi, berbagai fasilitas wisata seperti jalan trail, canopy trail (jembatan canopy), shelter,tempat monitoring satwa serta kompleks pendidikan PPKAB merupakan satu kesatuan dalam mendukung wisata pendidikan lingkungan dan wisata minat khusus. Pada saat menuju kawasan penelitian, disana tengah dilakukan rehabilitasi canopy trail (Gambar 3), sehingga keamanan dan kenyaman pengunjung lebih terjaga.
Gambar 3. Rehabilitasi Canopy trail PPKAB
Gambar 4. Pusat Informasi PPKAB
5.1.1.3 Aksesibilitas Pengunjung dapat memperoleh informasi mengenai kawasan Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol melalui internet, dan pengelola yaitu Taman Nasional Gunung Gede Pangrango berupa buku, leafleat dan booklet. Informasi juga dapat diperoleh melalui Kabupaten Bogor.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
83
Aksesibilitas menuju kawasan wisata alam di Kabupaten Bogor tidak
hanya mencakup informasi mengenai jalan yang akan ditempuh untuk mencapai lokasi, tetapi juga akses mengenai informasi tentang keadaan kawasan wisata alam. Informasi tersebut dapat diperoleh melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, stakeholder dan instansi terkait. Keadaan lokasi wisata alam dapat mempengaruhi mutu kegiatan wisata alam. Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB) merupakan kawasan yang dapat dijadikan sebagai pusat studi untuk pendidikan lingkungan dan koservasi alam. Pengunjung dapat mengakses informasi tentang kawasan ini melalui internet, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor. Informasi mengenai PPKAB juga telah banyak diberitakan melalui booklet, pamflet dan brosur. Untuk menempuh kawasan dapat melalui kawasan wisata danau Lido dengan jarak + 3 km dan melalui jalan paving blok, kemudian disambung dengan jalan aspal dan tanah. Sepanjang jalan pengunjung dapat menikmati perubahan komposisi vegetasi mulai dari ladang masyarakat yang berada di pinggir hutan hingga membelah hutan hujan tropis pegunungan sepanjang + 4 km. Akses menuju jalur ini dapat dicapai dengan kendaraan roda 2 dan roda 4 terutama kendaraan dengan jenis four wheel drive (4WD). Apabila ingin mengunjungi kawasan dengan kendaraan umum dapat ditempuh dengan trayek jurusan Baranang Siang – Ciawi , kemudian dilanjutkan dengan trayek jurusan Ciawi – Cigombong. 5.1.1.4 Analisis Spasial Biofisik Wisata Alam Penentuan posisi untuk lokasi wisata alam yang telah dipetakan dapat mewakili wilayah-wilayah yang tersebar di Kabupaten Bogor. Berdasarkan kriteria daya tarik wisata alam yang memiliki potensi dan keunggulan yang ada di Kabupaten Bogor. Adapun fungsi SIG juga dapat dilihat dalam penentuan posisi dan lokasi serta kondisi biofisiknya. Berikut adalah modifikasi cluster wisata alam yang ditunjukkan pada Tabel 4.
84
Tabel 4. Modifikasi Cluster Wisata Alam Kabupaten Bogor
No 1 2 3 4 5 6
Lokasi Telaga Warna Mata Air Bidadari Canopy Trail Offroad Curug Cikaweni Curug Cilember
7
K.H. Giritirta
8
Pemandian Air Panas Camping Ground Kawah Merah Goa Langkob Pesugihan Kawah Mati Kawah Ratu Goa Sipahang Goa Simenteng
9 10 11 12 13 14 15 16
Dominansi Kelas Kemiringan Lereng Kelas Skor 3 15
Dominansi Penutupan Lahan Skor Penutupan Lahan Hutan 25
Variasi Kelas Tinggi Kelas Skor 1 10
Wisata alam di pegunungan bawah
10 15
3
25
Air terjun
Wisata alam di daerah pegunungan
1 dan 2
20
Air terjun
Wisata alam di daerah perbukitan
20
Hutan
25
3 dan 4
25
1 4
25 10
Hutan Hutan
25 25
1 2
4
10
Hutan
25
4
10
Hutan
25
4 2 3 3 3 3 4 1 1
15
Lahan Terbuka
15
1 dan 2
20
10
Lahan Terbuka
15
1 dan 2
20
20 15 15 15 15 10 25 25
Hutan
25 15 15 20 25 25 25 25
1 dan 2 1 dan 2 2 1 3 dan 4 3 dan 4 1 1
20 20 15 10 25 25 10 10
Lahan Terbuka Lahan Terbuka
Perkebunan Hutan Hutan Hutan Hutan
Skoring Kumulatif
Mata air Jembatan pohon Jalur offroad
2
3
Daya Tarik Wisata Pesona telaga
Pemandian air panas Pemandian air panas
Bumi perkemahan Air panas
Goa Megalith Kawah Kawah Goa Goa
Wisata alam pada lahan terbuka di daerah perbukitan Wisata alam pada lahan terbuka di daerah perbukitan Wisata alam di pegunungan bawah Wisata alam di dataran rendah
85
Keterangan : Hubungan dominansi kelas lereng dengan ODTWA : a. kelas 1 (0 – 8% datar) = 25 (sangat baik) b. kelas 2 (8 – 15% landai) = 20 (baik) c. kelas 3 (15 – 25% bergelombang) = 15 (sedang) d. kelas 4 ( 25 40% curam) = 10 (cukup)
Variasi topografi dengan estetika kawasan ekowisata : Kelas 1 = 10 (cukup) Kelas 2 = 15 (sedang) Kelas 1 dan 2 = 20 (baik) Kelas 3 dan 4 = 25 (sangat baik)
Hubungan dominansi penutupan lahan di ODTWA : a. Hutan = 25 (sangat baik) b. Perkebunan = 20 (baik) c. Lahan terbuka = 15 (sedang) d. Areal terbangun = 10 (cukup)
Kelas Tinggi (elevasi) : Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4
= 0 – 500 m = 500 – 1000 m = 1000 – 1500 m = >1500
86
Berdasarkan Tabel 4. modifikasi cluster wisata alam Kabupaten Bogor, analisis spasial biofisik di 16 lokasi wisata alam di Kabupaten Bogor. Lokasi tersebut berada di tujuh kawasan di Kabupaten Bogor yaitu Taman Wisata Alam Telaga Warna, Pusat Pendidikan dan Konservasi Alam Bodogol, Wana Wisata Curug Cilember, Goa Gudawang, Taman Wisata Alam Gunung Pancar, Goa Langkob dan Kawah Ratu Gunung Salak Endah. Dari tabel modifikasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi cluster variasi topografi, cluster elevasi, dan cluster wisata berdasarkan sifat alamiahnya. 5.1.1.5 Cluster Wisata Alam Cluster wisata alam Kabupaten Bogor dibuat berdasarkan acuan pedoman analisis daerah operasi obyek dan daya tarik wisata alam (ADO – ODTWA) yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan. Modifikasi tersebut disesuaikan dengan keadaan di lapangan dan kebutuhan peneliti. Tujuan evaluasi daya tarik wisata alam di Kabupaten Bogor adalah untuk menentukan sumberdaya yang tersedia atau yang dapat dikembangkan untuk mendukung aktivitas wisata, berdasarkan analisis spasial dan biofisik kawasan. Modifikasi cluster wisata alam Kabupaten Bogor dijelaskan pada Tabel 5. Cluster wisata alam dapat dikelompokkan kedalam 3 kelas yaitu : a. Cluster variasi topografi yang dikategorikan sebagai cluster wisata alam variatif dan cluster wisata alam monoton b. Cluster elevasi, dikategorikan sebagai cluster wisata alam pegunungan dan cluster wisata alam non pegunungan c. Cluster wisata berdasarkan sifat kealamian, dikategorikan sebagai cluster wisata alam lebih alami dan cluster wisata alam yang terdapat lebih campur tangan manusia.
87
Variasi topografi dapat dibuat berdasarkan beberapa komponen penyusunnya, seperti kelas kemiringan lereng, curah hujan dan iklim mikro. Iklim mikro adalah kondisi cuaca lokal yang dipengaruhi oleh kondisi pada suatu daerah. Unsur – unsur cuaca utama yang membentuk iklim dari suatu daerah adalah temperatur, pergerakan udara dan hujan. Iklim mikro dipengaruhi oleh faktor temperatur, cahaya matahari, angin, curah hujan, dan topografi. Adapun cluster variasi topografi akan dijelaskan pada Tabel 5 sebagai berikut : Tabel 5. Cluster variasi topografi
No 1
2 3 4
5 6 7
Lokasi TWA Telaga Warna Pusat Pendidikan & Konservasi Alam Bodogol Wana Wisata Curug Cilember Goa Langkob Kawah Ratu Gunung Salak Endah Goa Gudawang TWA Gunung Pancar
Kelas Kemiringan Lereng 25 - 40%
Curah Hujan (mm/th) 3000 - 3500
Temperatur 18o – 28o C
25 - 40%
3000 - 4000
20o – 25oC
9
25 - 40% 15 - 25%
3000 - 4000 5000
18o – 23oC 25o – 28oC
9
25 - 40% 0 - 8%
4000 - 5000 3000 - 3500
18o – 25oC 18o – 25oC
9 9
15 - 25%
3000 - 4500
24o – 33oC
9
Variasi Topografi Variatif 9
Monoton
9
Cluster variasi topografi menunjukkan adanya komponen kelas kemiringan lereng. Berdasarkan tabel cluster variasi topografi dikelompokkan menjadi 2 kelompok, diperoleh dari hasil dominansi kemiringan lereng, besaran curah hujan dan temperatur iklim mikro. Pengelompokkan berdasarkan kriteria
tersebut yaitu cluster variasi
topografi variatif dan cluster variasi topografi monoton. Aspek temperatur udara menjadi sangat penting karena menentukan kedatangan pengunjung ke suatu lokasi wisata alam. Dengan temperatur udara yang rendah menyebabkan lokasi wisata tersebut tidak terlalu diminati didatangi oleh pengunjung, sehingga lokasi wisata alam yang memiliki temperatur tinggi dan sinar matahari yang cukup, menyebabkan beberapa lokasi lebih baik daripada lokasi wisata alam lain untuk dikunjungi
.
88
Pada lokasi Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol termasuk kedalam cluster wisata alam yang variatif. Tabel 6. PPKA Bodogol
No 1
Lokasi PPKA Bodogol
Kelas Kemiringan Lereng
Curah Hujan (mm/th)
25 - 40%
3000 - 4000
Temperatur 20o – 25o C
Ketinggian (mdpl)
Cluster topografi
850
Variatif
Berikut adalah deskripsi secara visual mengenai keadaan bentang alam PPKAB pada Gambar 5 dan 6.
Gambar 5. Bentang Alam PPKAB
Gambar 6. Penampakan Visual PPKAB
PPKAB termasuk ke dalam cluster wisata alam variatif, disebabkan karena lokasi tersebut topografinya cenderung bergelombang hingga curam. Hal tersebut menjadikan pengunjung tidak cepat bosan dalam menikmati keindahan yang terdapat didalamnya. Temperatur yang tidak terlalu panas juga mempengaruhi pengunjung dalam melakukan kegiatan wisata di alam terbuka. Waktu kunjungan yang baik ke lokasi PPKAB adalah setelah musim penghujan (April – Oktober). Elevasi adalah istilah lain dari ukuran ketinggian lokasi di atas permukaan laut. Lahan pegunungan berdasarkan elevasi dibedakan atas dataran medium (350-700 m dpl) dan dataran tinggi (>700 m dpl). Elevasi berhubungan erat dengan jenis komoditas yang sesuai untuk mempertahankan kelestarian lingkungan.
89
Cluster
elevasi dapat dikelompokkan berdasarkan ketinggian lokasi kawasan
wisata alam, sehingga dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian yaitu cluster elevasi kelompok pegunungan dan non pegunungan yang terdapat di dalam Tabel 6. Tabel 7. Cluster elevasi No 1 2 3 4 5 6 7
Lokasi Taman Wisata Alam Telaga Warna Pusat Pendidikan & Konservasi Alam Bodogol Wana Wisata Curug Cilember Goa Langkob Kawah Ratu - Gunung Salak Endah Goa Gudawang Taman Wisata Alam Gunung Pancar
Ketinggian (mdpl) 1050 850 987 250 1386 122 515
Pegunungan
Non Pegunungan 9 9 9 9
9 9 9
Berdasarkan Tabel 6, Pusat Penelitian Konservasi Alam Bodogol termasuk kedalam cluster wisata alam non pegunungan. Karena memiliki ketinggian sekitar 850 meter termasuk kedalam kelas perbukitan. Cluster wisata alam berdasarkan kealamian didasarkan pada aspek estetika, karena keindahan dan otentisitas obyek wisata merupakan kebutuhan utama dalam melakukan kegiatan wisata sehingga dapat memuaskan pengunjung yang mendatangi kawasan wisata alam. Suatu cluster wisata dapat dikategorikan sebagai cluster wisata yang lebih alami apabila memiliki unsur – unsur sebagai berikut : a. Kawasan wisata alam/ ekowisata masih menjadi habitat satwa liar dan tumbuhan b. Wilayahnya masih alami sehingga belum ada campur tangan manusia c. Aksesibilitas menuju kawasan relatif sulit untuk ditempuh karena belum tersedianya jalan yang memadai d. Topografi dan letak geografis Cluster wisata berdasarkan kealamian (naturalness) akan dijelaskan pada Tabel 7.
90
Tabel 8. Cluster Wisata Alam berdasarkan Kealamian
Output No
Lokasi wisata
1
TWA Telaga Warna
Daya Tarik Wisata
Danau/ telaga, mata air bidadari
2
Pusat Pendidikan & Konservasi Alam Bodogol
Pendidikan konservasi, air terjun, canopy trail,
3
Wana Wisata Curug Cilember
Air terjun, tempat perkembangbiakan kupu – kupu
4
Goa Langkob
Goa dan megalith
5
Kawah Ratu - Gunung Salak Endah
Flora & fauna, kawah, jungle trekking
6
Goa Gudawang
Goa
7
TWA Gunung Pancar
Sumber air panas, vegetasi hutan pinus,
Fasilitas Jalan Setapak, TIC, gazebo, loket, pos jaga Jalan trail, canopy trail, shelter, plaza,monitoring satwa outbond, jungle trekking, pos jaga, guide , TIC, musholla Jalan setapak Camping ground, jogging track, pintu gerbang, toilet, tempat parkir Tempat parkir, jembatan, shelter,lampu Pos jaga, camping ground, TIC, pemandian air panas
Sifat alamiah kawasan wisata
Lebih Alami
Dominan campur tangan manusia
Danau yang dipercaya berwarna akibat pantulan sinar matahari menjadi habitat primata dan burung, keanekaragaman hutan hujuan tropis terwakili di PPKAB, dan keindahan air terjun
9
Air terjun alami yang dapat digunakan untuk kesehatan, ada pusat penangkaran kupu – kupu
9
9
Goa & megalith digunakan sebagai tempat ziarah
9
Menjadi habitat satwa liar & tumbuhan, dari kawah mengeluarkan kepundan
9
Mulut Goa sudah di perbaiki, dan keaslian goa masih terjaga Hutan pinus memberikan kesegaran bagi pengunjung & sumber air panas yang dapat menyembuhkan penyakit
9
9
91
Berdasarkan Tabel 8 mengenai cluster wisata menurut kealamiannya, kawasan wisata alam Pusat Pendidikan & Konservasi Alam Bodogol termasuk kedalam cluster wisata alam yang telah didominansi oleh campur tangan manusia, dalam hal ini adalah pihak pengelola. 5.2.1 Taman Wisata Alam Telaga Warna 5.2.1.1 Daya Tarik Wisata Alam Telaga Warna memiliki daya tarik wisata alam berupa telaga atau danau (Gambar 7 & 8) yang memiliki warna air yang berbeda – beda akibat adanya pantulan sinar matahari sesuai keadaan alam pada saat – saat tertentu.
Gambar 7. Kegiatan bersampan di Telaga Warna.
Gambar 8. Telaga Warna.
Taman Wisata Alam Telaga Warna juga menghadirkan daya tarik lain yaitu sebagai wisata ziarah. Banyak pengunjung yang datang ke kawasan untuk berziarah ke makam – makam yang berada di kawasan pegunungan, untuk meminta berkah dan rezeki. Salah satu lokasi yang dijadikan sebagai tempat untuk mengambil air suci untuk berwudhu bernama mata air bidadari. Konon, pada zaman Wali Songo di Pulau Jawa, seorang pertapa melakukan pertapaan di batu besar yang tidak jauh dari lokasi mata air bidadari. Ketika itu Sang Pertapa berwudhu di satu mata air, yang hingga saat ini dikenal oleh masyarakat sebagai mata air bidadari. Mata air tersebut dipercaya dapat memberikan berkah awet
92
muda. Tidak hanya untuk berwudhu, sebagian dari pengunjung juga melakukan mandi dengan air dari mata air bidadari. Pada Gambar 9 dan 10 merupakan salah satu lokasi yang dipercaya sebagai mata air bidadari dan batu besar sebagai tempat pertapaan.
Gambar 9. Situs mata air bidadari.
Gambar 10. Batu besar tempat bertapa Telaga Warna
5.2.1.2 Fasilitas Wisata Alam Taman Wisata Alam Telaga Warna dikelola oleh BKSDA (Balai Konservasi Sumberdaya Alam) Jawa Barat. Pesona telaga atau danau kecil diyakini oleh masyarakat airnya dapat berubah warna sesuai dengan keadaan alam pada saat – saat tertentu. Fasilitas TWA Telaga Warna dilengkapi dengan jalan setapak menuju kawasan telaga, pusat informasi, kegiatan outbond (Gambar 11), gazebo (Gambar 12) sebagai tempat beristirahat, loket, pos jaga serta menara pengintai.
93
Disekitar lokasi gazebo terlihat banyak kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang berkeliaran dan sering mengganggu pengunjung yang membawa makanan ketika akan masuk ke kawasan hutan Telaga Warna.
Gambar 11. Fasilitas Outbond TWA.Telaga Warna.
Gambar 12. Gazebo TWA.Telaga Warna
5.2.1.3 Aksesibilitas Aksesibilitas menuju Telaga mudah untuk dicapai oleh berbagai kendaraan. Lokasi TWA Telaga Warna berada di samping jalan raya Puncak, dari arah Bogor ke arah Cianjur (+ 30 km) atau dari Cianjur ke arah Bogor (+ 20 km). Apabila ingin mengunjungi kawasan dengan kendaraan umum dapat ditempuh dengan trayek Baranang Siang – Cianjur.
5.2.1.4 Cluster Wisata Alam
94
Cluster variasi topografi di kawasan TWA. Telaga Warna termasuk kedalam kelompok wisata alam variatif (Tabel 9). Tabel 9. TWA. Telaga Warna
No 1
Lokasi TWA. Telaga Warna
Kelas Kemiringan Lereng
Curah Hujan (mm/th)
25 - 40%
3000 - 3500
Temperatur 18o – 28o C
Ketinggian (mdpl) 1050
Cluster topografi Variatif
Berikut adalah deskripsi secara visual mengenai keadaan bentang alam TWA. Telaga Warna pada Gambar 13 dan 14.
Gambar 13. Bentang Alam TWA. Telaga Warna
Gambar 14. Deskripsi Visual TWA. Telaga
Warna
Taman Wisata Alam Telaga Warna tergolong pada cluster elevasi wisata alam pegunungan, karena berada pada ketinggian 1050 m (pegunungan bawah). Sedangkan untuk cluster wisata alam berdasarkan kealamian, termasuk ke dalam wisata alam yang telah mengalami pembangunan dan campur tangan manusia untuk penambahan fasilitasnya.
5.3.1 Wana Wisata Curug Cilember
95
5.3.1.1 Daya Tarik Wisata Alam Wana wisata berdasarkan surat Direksi Perum Perhutani No. 034.7/ Dir tanggal 15 November 1980 tentang pedoman pengembangan wana wisata didefinisikan sebagai obyek – obyek wisata alam yang dibangun dan dikembangkan di dalam kawasan hutan dan kawasan lindung secara terbatas dengan tidak mengubah fungsi pokok. Wana Wisata Curug Cilember memiliki daya tarik air terjun sebanyak 7 buah dengan ketinggian 7 – 30 meter, hutan pinus dan bumi perkemahan. Curug keempat diyakini berkhasiat sebagai obat awet muda, mempercepat dapat jodoh, serta dapat menyembuhkan penyakit. Curug 7 (Gambar 16) merupakan tempat yang paling sering dikunjungi pengunjung karena dapat diakses dengan mudah. Selain air terjun terdapat beberapa daya tarik di Wana Wisata Curug Cilember, yaitu : a. Areal camping Ground yang berada di sekitar Curug 7 dan Curug 5 b. Pondok Wisata (Guest House) yang lokasinya berdekatan dengan Curug 7 c. Tempat Penangkaran Kupu – Kupu dan didalamnya terdapat berbagai macam bunga yang menjadi pakan kupu – kupu d. Jogging track dari Curug 7 ke Curug 2 yang dikelilingi oleh pohon pinus Dalam mitosnya konon Curug Cilember merupakan tempat mandi para putri dari kahyangan. Bahkan beberapa penduduk pernah melihat sekitar tujuh putri cantik sedang mandi dan bercengkrama di curug keempat tersebut. Tepat di atas lokasi curug tujuh, terdapat sebuah makam keramat yang setiap harinya sering dikunjungi oleh masyarakat untuk berziarah dan mencari berkah. Menurut sejarah, makam tersebut adalah makam Embah Jaya Sakti yang masih memiliki garis keturunan Prabu Siliwangi dari Kerajaan Pajajaran. Biasanya jumlah peziarah mecapai puncaknya pada setiap bulan Rabiul Awal
Penangkaran kupu – kupu (Gambar 15), yang berada di kawasan wana wisata Curug Cilember menjadi daya tarik wisata selain keindahan air terjun.
96
Pengunjung yang datang dapat melihat perkembang biakan dan koleksi kupu – kupu langka yang berasal dari Curug Cilember. Selain pengunjung, tempat penangkaran kupu – kupu juga sering digunakan sebagai objek penelitian mahasiswa dan peneliti.
Gambar 15. Tempat Penangkaran Kupu – Kupu
Gambar 16. Curug 7 – Wana Wisata Curug
Cilember
5.3.1.2 Fasilitas Wisata Alam Wana Wisata Curug Cilember yang berada pada zona hutan produksi berkelas Lahan Dengan Tujuan Istimewa (LDTI) seluas 25 hektar dengan peruntukan wana wisata seluas 5 hektar memiliki fasilitas wisata alam. Fasilitas yang ada di Wana Wisata Curug Cilember adalah pondok wisata (Gambar 17), pusat informasi, kios cinderamata, outbond, musholla dan toilet. Adapun kegiatan outbond yang ditawarkan adalah flying fox, Jogging track (Gambar 18) yang didampingi oleh pemandu lokal. Dengan membayar Rp 50.000/ orang, pengunjung dapat menikmati keindahan panorama curug secara keseluruhan.
Gambar 17. Pondok Wisata WWCC WWCC
Gambar 18. Kegiatan Jogging Track di
97
5.3.1.3 Aksesibilitas Pengunjung dapat memperoleh kemudahan dalam mengakses informasi mengenai kawasan wisata Curug Cilember dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor dan Perhutani. Pengelola juga menyediakan leafleat dan informasi akses untuk memudahkan pengunjung yang ingin mengunjungi wana wisata. Akses menuju kawasan Curug Cilember memiliki tiga jalan alternatif, yaitu melalui Desa Cilember, Kopo Hankam (akses menuju jalan air terjun) serta dapat diakses melalui depan pasar Cisarua. Apabila menuju kawasan dari arah Jakarta dan sekitarnya dapat langsung melalui tol. Jarak dari pemukiman warga menuju kawasan wisata Curug Cilember dapat ditempuh sekitar 30 menit menggunakan kendaraan. Apabila ingin mengunjungi kawasan dengan kendaraan umum dapat ditempuh dengan trayek Baranang Siang – Ciawi, kemudian dilanjutkan dengan trayek jurusan Ciawi – Cisarua. 5.3.1.4 Cluster Wisata Alam Berdasarkan tabel modifikasi cluster wisata alam di Kabupaten Bogor, Wana Wisata Curug Cilember termasuk ke dalam cluster topografi variatif, disajika pada Tabel 10 dan deskripsi visual pada Gambar 19 dan 20. Tabel 10. Wana Wisata Curug Cilember
No 1
. .
Lokasi Wana Wisata Curug Cilember
Kelas Kemiringan Lereng
Curah Hujan (mm/th)
25 - 40%
3000 - 4000
Temperatur 18o – 23o C
Ketinggian (mdpl)
Cluster topografi
987
Variatif
98
Gambar 19. Bentang Alam WWCC.
Gambar 20. Deskripsi Visual
WWCC.
Lokasi kawasan Wana Wisata Curug Cilember topografinya cenderung bergelombang hingga curam , sehingga tidak membuat pengunjung cepat bosan dalam menikmati keindahan yang terdapat didalamnya. Wana Wisata Curug Cilember apabila dikelompokkan berdasarkan ketinggian (elevasi) termasuk kedalam cluster elevasi non pegunungan, karena ketinggiannya berkisar antara 987 meter (perbukitan). Berdasarkan Tabel 7 mengenai cluster wisata menurut kealamian, kawasan Wana Wisata Curug Cilember digolongkan ke dalam termasuk ke dalam wisata alam yang telah mengalami pembangunan dan campur tangan manusia untuk penambahan fasilitasnya. 5.4.1 Taman Wisata Alam Gunung Pancar 5.4.1.1 Daya Tarik Wisata Alam Taman Wisata Alam Gunung Pancar merupakan obyek wisata yang terletak di kaki Gunung Istana
dan Gunung Pancar. Daya Tarik Wisata Alam yang
menarik pengunjung di kawasan ini adalah pemandian air panas dan vegetasi hutan pinus. Sumber air panas dari gunung Pancar dengan suhu 65oC dan debit air rata – rata 4 liter/menit. Saat ini sumber air panas telah dimanfaatkan oleh masyarakat dalam bentuk kegiatan pemandian air panas yang berfungsi untuk meningkatkan kesehatan dan kebugaran. Keunikan dari sumber air panas mengeluarkan mineral dan kalsium yang dipercaya dapat mengobati penyakit asam urat, stroke, diabetes, penyakit kulit dan untuk mengobati pengapuran. Pemandian air panas yang tersebar di tiga lokasi di taman wisata alam Gunung Pancar, yaitu Pemandian air panas (Gambar 21), Kawah Merah (Gambar 22) dan Kawah Hitam Giritirta (Gambar 24). Pemandian air panas dikelola oleh masyarakat sekitar Taman Wisata Alam Gunung Pancar dengan tarif Rp 5000,00.
99
Kawah Merah masih sangat alami dalam penampilan fisiknya dan belum dikomersilkan, dengan suhu kawah sebesar 65o C, para pengunjung diharapkan berhati – hati ketika masuk ke Kawah Merah.
Gambar21. Pemandian air panas TWA Gn.Pancar. Gambar 22. Kawah Merah TWA. Gn. Pancar.
Pada saat ini pengelolaan pemandian air panas di kawasan Gunung Pancar dipegang oleh pihak swasta yaitu PT. Gunung Pancar bekerja sama dengan Perhutani dan Pemerintah daerah setempat, dengan jumlah pengurus sebanyak 5 orang. Pemandian air tersebut dibuka sejak tahun 2003.
Gbr 23. Tegakan Pinus TWA Gn.Pancar. Gn.Pancar.
Gbr 24. Kawah Hitam Giritirta TWA
100
Kawah Hitam Giritirta telah dikelola oleh pihak swasta dengan fasilitas pemandian air panas (hotspring water) dan spa (Gambar 24). Pada umumnya pengunjung yang mendatangi Giritirta adalah pengunjung menengah keatas. Namun sayangnya pada pengelolaan masih terdapat konflik pada masing – masing instansi, swasta dan perorangan yang mengklaim Taman Wisata Alam Gunung Pancar adalah berada pada pengelolaan mereka. Pada kenyataannya Taman Wisata Alam Gunung Pancar saat ini dikelola oleh BKSDA Jawa Barat.
5.4.1.2 Fasilitas Wisata Alam Taman Wisata Alam Gunung Pancar merupakan obyek wisata alam yang terletak di kaki Gunung Istana dan Gunung Pancar.
Fasilitas wisata alam di
kawasan ini terdiri dari pos jaga di pintu masuk selamat datang, areal camping ground (Gambar 25), jalur trekking menuju hutan di gunung Pancar, pusat informasi (Gambar 26), dan adanya fasilitas pemandian air panas yang dikelola oleh pengelola kawasan dan pihak swasta.
Gambar 25. Kantor & Pusat Informasi TWA Gn.Pancar. Gambar 26. Camping Ground TWA Gn. Pancar.
5.4.1.3 Aksesibilitas Informasi mengenai kawasan Taman Wisata Alam Gunung Pancar dapat diperoleh dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten serta pengelola yaitu Badan Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA).
101
Lokasi ini dapat dicapai melalui dua jalan, yaitu dari tol Jagorawi melalui pintu Tol Selatan, menuju ke Babakan Madang, dan berakhir di Desa Karang Tengah dengan jarak tempuh sekitar 11 km. Jalan masuk kedua dari Kota Bogor melalui Perumahan Bukit Sentul di Desa Cijayanti, Kecamatan Kedung Halang, dengan jarak tempuh 25 km. Apabila ingin mengunjungi kawasan dengan kendaraan umum dapat ditempuh dengan trayek Baranang Siang – Warung Jambu, kemudian dilanjutkan dengan trayek jurusan Warung Jambu – Citereup dan selanjutnya adalah dengan trayek jurusan Citereup – Babakan Madang. 5.4.1.4 Cluster Wisata Alam Taman Wisata Alam Gunung Pancar dalam pengelompokkan atau cluster wisata alam variasi topografi termasuk kedalam kelompok variatif (Tabel 11). Hal tersebut dapat dilihat dalam deskripsi visualnya pada Gambar 27 dan 28. Tabel 11. TWA. Gunung Pancar
No
Lokasi TWA. Gunung Pancar
1
Kelas Kemiringan Lereng
Curah Hujan (mm/th)
15 - 25%
3000 - 4500
Gambar 27. Bentang Alam TWA. Gunung Pancar.
Temperatur 24o – 33o C
Ketinggian (mdpl)
Cluster topografi
515
Variatif
Gambar 28. Deskripsi Visual TWA. Gunung
Pancar.
Taman Wisata Alam Gunung Pancar memiliki variasi topografi yang variatif dengan kelas kemiringan lereng 25 – 40% menjadikan lokasi wisata alam ini
102
menjadi tempat yang banyak dikunjungi oleh kelompok pengunjung yang suka akan tantangan dan pengalaman baru. Taman Wisata Alam Gunung Pancar dikelompokkan menjadi cluster elevasi wisata alam non pegunungan, disebabkan karena lokasi ini berada pada ketinggian sekitar 515 mdpl. Berdasarkan Tabel 8 mengenai cluster wisata menurut sifat
kealamian,
Taman Wisata Alam Gunung Pancar dikelompokkan kedalam wisata alam yang telah mengalami pembangunan dan campur tangan manusia untuk penambahan fasilitasnya.
5.5.1Goa Langkob 5.5.1.1 Daya Tarik Goa Langkob Goa Langkob (Gambar 30) terletak di kampung Tapos, Desa Sukaharjo Kecamatan Cijeruk. Suatu bentuk peninggalan Megalith zaman Prasejarah (Gambar 29) yang dibuktikan dengan adanya penemuan batu menhir dan batu lempeng. Uniknya, Goa Langkob tidak seperti deskripsi goa pada umumnya, akan tetapi Goa tersebut terlihat seperti tempat untuk melakukan ziarah atau pertapaan. Masyarakat sekitar mempercayai bahwa Goa Langkob dapat memberikan petunjuk dan rezeki bagi mereka, karena dipercayai terdapat leluhur yang mendiami kawasan tersebut.
Gambar 29. Situs Megalith (Pesugihan) Goa Langkob. Gambar 30. Goa Langkob.
103
5.5.1.2 Fasilitas Wisata Alam Goa Langkob tidak memiliki fasilitas wisata alam, selain papan penunjuk situs Goa Langkob (Gambar 31) dan jalan setapak (Gambar 32) ketika memasuki kawasan.
Gambar 31. Papan penunjuk situs Goa Langkob .
Gambar 32. Jalan Setapak menuju Goa
Langkob.
5.5.1.3 Aksesibilitas Menuju kawasan Goa Langkob memang cukup berliku, dari Cihideung menuju Cijeruk, kemudian dilanjutkan kembali menuju kampung Tapos. Gardu Goa Langkob tidak jauh dari Kampung Tapos. Memasuki kawasan, jalan berbatu dan melewati tempat tinggal warga dengan menaiki jalan setapak yang cukup curam. Akses dari pusat Kota Bogor sekitar 40 kilometer. Publikasi dan informasi tentang Goa Langkob dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor masih sedikit untuk pengunjung; 5.5.1.4 Cluster Wisata Alam Cluster variasi topografi yang tergolong monoton adalah Goa Langkob Tabel 12. Goa Langkob
No 1
Lokasi Goa Langkob
Kelas Kemiringan Lereng 15 - 25%
Curah Hujan (mm/th) 5000
Temperatur 25o – 28o C
Ketinggian (mdpl) 250
Cluster topografi Monoton
104
Deskripsi visual 3 dimensi Goa langkob dapat dilihat pada Gambar 33 dan 34.
Gambar 33. Bentang Alam Goa Langkob.
Gambar 34. Deskripsi Visual Goa
Langkob.
Kawasan ini dominansi kelas kemiringan lereng (slope) berada pada kelas 1, yaitu 0 – 8% datar. Pengunjung akan merasa cepat bosan karena ketika mencapai lokasi wisata tersebut tidak mendapatkan variasi bentang alam, sehingga lokasi tersebut tidak menantang jiwa petualang para pengunjung yang menyenangi aktivitas di alam terbuka yang penuh dengan tantangan dan keindahan alam. Goa Langkob dikategorikan sebagai cluster elevasi non pegunungan, karena ketinggiannya 250 meter termasuk dataran rendah. Pada pengelompokkan/ cluster wisata alam berdasarkan sifat kealamian, Goa Langkob dikategorikan bersifat alami karena belum tersentuh oleh penyediaan fasilitas yang memadai oleh pihak pengelola, dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah setempat. 5.6.1 Kawah Ratu
105
5.6.1.1 Daya Tarik Wisata Alam Daya tarik kawah Ratu diidentikan dengan kegagahan kawah yang berdiri tegak di atas ketinggian 1386 dpl. Kawah ini memiliki daya tarik yang unik bagi setiap pengunjung, yaitu dengan aktivitas geologinya. Sepanjang hari kepundan selalu mendidih dan mengeluarkan gas alam Sulfat (H2S) dengan baunya yang khas, dan terkadang mengeluarkan suara gemuruh. Panorama alam yang dapat disaksikan oleh pengunjung setiap pagi dan sore hari di sekitar Kawah Ratu adalah semburan asap belerang (H2S). Semburan asap tersebut berbahaya pada saat musim hujan, akibat gas H2S yang keluar dari dalam Kawah Ratu (Gambar 35) , terdapat kawah mati I dan kawah mati II (Gambar 36) .
Gambar 35. Kawah Ratu.
Gambar 36. Kawah Mati.
Selain panorama alam yang ditampilkan dari sekitar kawah, para pengunjung juga dapat memasuki kawasan Situ Sanghyang dengan lokasi yang tidak terlalu jauh dari Kawah Mati II. Situ Sanghyang terletak sejauh 200 meter dari Kawah Mati II. Memiliki luas 200 x 300 meter yang berbentuk persegi panjang. Menurut mitos yang berkembang di masyarakat, Situ Sanghyang merupakan tempat mandi para bidadari Dewi Pelangi atau dalam bahasa Sunda disebut “Katum Biri”. Air dari Situ dipercaya oleh sebagian masyarakat berkhasiat untuk kelanggengan kecantikan dan kelembutan bagi para wanita dan berbagai golongan. Menurut mitos, Situ Sanghyang ini merupakan tempat tiga Ratu beserta pasukan berkuda ala tempo dulu.
106
5.6.1.2 Fasilitas Wisata Alam Fasilitas wisata alam di Kawah Ratu terdiri dari pos jaga (Gambar 38) , jalur track (Gambar 39), pintu gerbang, toilet, camping ground, dan tempat parkir. Pada awalnya, pengelola terdahulu yaitu PERUM PERHUTANI membuka fasilitas areal berkemah di dalam lokasi Kawah Ratu. Setelah dikelola oleh Taman Nasional Gunung Halimun Salak, pengunjung dilarang untuk berkemah di lokasi Kawah Ratu. Apabila pengunjung berada lebih dari 30 menit di kawasan, hal tersebut dapat membahayakan kesehatan, sehingga tidak dianjurkan untuk menginap di lokasi. Pengelola saat ini juga menyediakan areal camping ground yang lokasinya berjarak sekitar 4 km dari Kawah Ratu
Gambar 38. Pos Jaga TNGHS
Gambar 39. Jungle Track Kawah Ratu
5.6.1.3 Aksesibilitas Berdasarkan hasil survey Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor
dan KPH Perhutani Bogor tahun 2007,
aksesilitas menuju Kawasan
wisata alam Kawah Ratu yang berada pada lokasi Desa Gunung Bunder II Kecamatan Pamijahan, dapat ditempuh dari pusat Kota Bogor dengan jarak + 31 km . Informasi mengenai Kawah Ratu telah banyak dipublikasikan di internet, informasi tersebut jug dapat diperoleh dari pihak pengelola yaitu Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor. Terdapat tiga jalur akses menuju kawasan Kawah Ratu yang bisa dilalui pengunjung. Dua jalur dapat ditempuh dari Kabupaten Bogor yang terletak di
107
sebelah utara Gunung Salak, yaitu Pasir Reungit dan Bumi Perkemahan Gunung Bunder. Sedangkan jalur lainnya dapat ditempuh melalui Bumi Perkemahan Cangkuang, Cidahu, Kabupaten Sukabumi, di sebelah selatan Gunung Salak. Pada jalur pertama, melalui Pasir Reungit, jarak dan waktu tempuhnya tak seberat melalui Gunung Bunder atau Cidahu. Jarak antara Pasir Reungit-Kawah Ratu sekitar empat kilometer dan dapat ditempuh jalan kaki selama dua jam. Sementara, melalui jalur Gunung Bunder dan Cidahu, jarak yang harus ditempuh sejauh enam kilometer dengan waktu tempuh selama tiga jam jalan kaki. 5.6.1.4 Cluster Wisata Alam Kawah Ratu termasuk kedalam cluster variasi topografi yang variatif disajikan pada Tabel 13, dan deskripsi visual 3 dimensi disajikan pada Gambar 40 dan 41. Tabel 13. Kawah Ratu
No 1
Lokasi Kawah Ratu
Kelas Kemiringan Lereng
Curah Hujan (mm/th)
25 - 40%
4000 - 5000
Gambar 40. Bentang Alam Kawah Ratu.
Temperatur 18o – 25o C
Ketinggian (mdpl) 1386
Cluster topografi Variatif
Gambar 41. Deskripsi Visual Kawah
Ratu.
Hal tersebut disebabkan karena lokasi kawasan topografinya cenderung bergelombang hingga curam , sehingga tidak membuat pengunjung cepat bosan dalam menikmati keindahan yang terdapat didalamnya. Temperatur yang tidak
108
terlalu panas juga mempengaruhi pengunjung dalam melakukan kegiatan wisata di alam terbuka. Kawah Ratu tergolong kedalam cluster elevasi pegunungan, karena berada pada ketinggian 1000 – 1500 m (pegunungan bawah). Data tersebut menunjukkan bahwa lokasi wisata alam/ ekowisata yang memiliki variasi ketinggian antara 1000 meter dan lebih dari 1500 meter diminati oleh pengunjung yang menginginkan petualangan dan pendakian di kawasan. Berdasarkan Tabel 7 mengenai cluster wisata berdasarkan kealamiannya, kawasan wisata alam Kawah Ratu tergolong pada kawasan yang lebih alami dibandingkan dengan lokasi yang lain, karena campur tangan pengelola tidak terlalu mengganggu ekosistem daerah tersebut. 5.7.1 Goa Gudawang 5.7.1.1 Daya Tarik Wisata Alam Kawasan Goa Gudawang terdapat 13 goa yang termasuk besar, dan banyak lagi yang kecil, dengan total 23 goa. Lokasi penelitian bertempat di lokasi Goa Sipahang (Gambar 42), Simasigit dan Simenteng. Nama Gudawang berasal dari kata Kuda Lawang, yang berarti kuda yang dikepang. Goa – goa ini terbentuk di celah – celah rongga kapur yang membentuk stalaktit (Gambar 43) dan stalagmit. Goa yang sebagian besar terdiri dari batu kapur tersebut satu sama lain saling berhubungan oleh rongga yang rata – rata berada 10 – 40 m di bawah permukaan tanah. Memasuki kedalam goa, pengunjung harus masuk ke dalam tanah melalui tangga alami dengan ketinggian 12 meter. Goa ini memiliki lebar rata – rata 5 meter dan ketinggian 3 meter.
109
Gambar 42. Goa Sipahang.
Gambar
43.
Keunikan
stalaktit
Goa
Sipahang
Bentuk Permukaan Goa Simasigit (Gambar 44) dan Simenteng telah dibuat menjadi berbentuk singa yang sedang menganga, walaupun keadaan di dalam goa masih tergolong cukup alami, namun kejahilan ulah para pengunjung yang memasuki kawasan mengakibatkan banyak terjadinya vandalisme di dinding goa. Hal tersebut membuktikan bahwa para pengunjung masih kurang kesadaran dalam menjaga lingkungan di dalam goa. Menurut literatur yang berasal dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Bogor, masing – masing diberi nama Goa Simenteng karena terdapat 3 buah menteng, lalu dinamakan Goa Simasigit karena udaranya dingin dan konon sering digunakan sebagai tempat musyawarah, dan Goa Sipahang karena bagian dalam goa tersebut berbau guano.
Gambar 44. Goa Simasigit.
Gambar
45.
Jembatan
Goa
Simenteng.
5.7.1.2Fasilitas Wisata Alam Fasilitas Goa Gudawang yaitu areal parkir (Gambar 47), jembatan, shelter serta adanya lampu penerangan di dalam Goa Simenteng dan Sipahang (Gambar 46)
110
. Namun lampu penerangan yang masih berfungsi hanya di dalam Goa Simenteng.
Gambar 46. Lampu Penerangan di dalam Goa Simenteng.
Gambar 47. Areal parkir Goa
Gudawang.
5.7.1.3Aksesibilitas Akses menuju lokasi Goa Gudawang dapat ditempuh oleh semua jenis kendaraan bermotor dengan jarak + 44 km dari pusat kota Bogor, melalui rute Bogor – Jasinga. Rute dari Jakarta melalui Tangerang Parung Panjang dengan jarak + 52 km. 5.7.1.4Cluster Wisata Alam Goa Gudawang dalam pengelompokkan variasi topografi termasuk kedalam cluster topografi yang variatif , karena berada di kelas kemiringan lereng yang rendah, tetapi dapat membuat pengunjung mendapatkan tantangan dan pengalaman baru ketika memasuki goa (Gambar 48 dan 49). Pada Tabel 14 merupakan data mengenai Goa Gudawang. Tabel 13. Goa Gudawang
No
Lokasi
Kelas Kemiringan Lereng
Curah Hujan (mm/th)
Temperatur
Ketinggian (mdpl)
Cluster topografi
111
1
Goa Gudawang
0 - 8%
3000 - 3500
18o – 25o C
122
Variatif
Bentang alam dan deskripsi visual Goa Gudawang disajikan pada Gambar 48 dan 49.
Gambar 48. Bentang Alam Goa Gudawang.
Gambar 49. Deskripsi Visual Goa
Gudawang
Variasi topografi (Gambar 48 dan 49) akan meningkatkan nilai dan aktivitas yang berbeda kepada setiap pengunjung. Pengaruh alam yang bebas direfleksikan kepada variasi topografi dengan adanya kemiringan yang curam, posisi kemiringan dan derajat kemiringan akan mempengaruhi atraksi wisata yang terdapat di dalam sebuah lokasi wisata alam/ ekowisata. Goa Gudawang dikategorikan sebagai cluster elevasi non pegunungan, ketinggiannya berkisar antara 122 meter termasuk dataran rendah. Adapun pengelompokkan Goa Gudawang kedalam cluster wisata alam berdasarkan sifat kealamiannya termasuk wisata alam yang telah mengalami pembangunan dan campur tangan manusia untuk penambahan fasilitasnya. Berdasarkan Tabel 4 modifikasi cluster ekowisata di kabupaten Bogor, terkait dengan dominansi penutupan lahan, kawasan yang didominansi oleh areal berhutan adalah TWA Telaga Warna, Wana Wisata Curug Cilember, PPKA
112
Bodogol, Kawah Ratu, Goa Gudawang, sedangkan TWA Gunung Pancar dan Goa Langkob lebih didominasi oleh areal perkebunan dan lahan terbuka.
5.8 Hasil Uji Akurasi Hasil perhitungan akurasi menunjukkan overall accuracy sebesar 88.89%. Nilai Akurasi tersebut seluruhnya diatas 85% yang berarti hasil klasifikasi dapat diterima dengan tingkat kesalahan kurang atau sama dengan 15%. Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) telah memberikan syarat untuk tingkat ketelitian/ akurasi sebagai kriteria utama bagi penyusunan sistem klasifikasi penutupan lahan. Tingkat ketelitian klasifikasi minimum dengan menggunakan penginderaan jauh tidak boleh kurang dari 85%.
113
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan Wisata alam di Kabupaten Bogor dapat dikelompokkan menjadi beberapa
cluster wisata alam menggunakan sistem informasi geografis. Berdasarkan data dari lokasi penelitian, didapatkan pengelompokkan (cluster) wisata alam/ ekowisata yang terdiri dari 3 cluster yaitu berdasarkan ketinggian, variasi topografi, dan naturalness (kealamian). Wisata alam yang termasuk kedalam cluster variasi topografi monoton adalah Goa Langkob dan dan Goa Gudawang. Sedangkan yang termasuk kedalam variasi topografi variatif adalah Taman Wisata Alam Gunung Pancar, Wana Wisata Curug Cilember, Taman Wisata Alam Telaga Warna, dan Kawah Ratu. Hal tersebut didapat dari adanya variasi dalam topografi, kelas miring (slope) dan curah hujan. Berdasarkan
ketinggian
lokasi
wisata
alam
/
ekowisata
dapat
diklasifikasikan kedalam dua cluster, yaitu wisata pegunungan dan wisata non pegunungan. Yang termasuk Wisata pegunungan adalah Kawah Ratu – Gunung Salak Endah . Sedangkan yang diklasifikasikan kedalam wisata non pegunungan adalah Goa Goa Langkob, Goa Gudawang sebagai kelas dataran rendah. TWA. Telaga Warna, TWA. Gunung Pancar dan PPKAB digolongkan kepada cluster non pegunungan karena berada di kelas perbukitan. Sifat alamiah suatu obyek wisata alam dapat diklasifikasikan kedalam tiga cluster, yaitu lebih alami dan dominan campur tangan manusia. Cluster wisata yang lebih alami dapat ditemukan di kawasan Kawah Ratu dan Goa Langkob, karena didominasi oleh hutan dan sarana dan prasarana yang masih sederhana. Taman Wisata Alam Gunung Pancar, Wana Wisata Curug Cilember, Taman Wisata Alam Telaga Warna dan Goa Gudawang termasuk kedalam cluster yang lebih didominasi oleh campur tangan manusia, disebabkan oleh berkurangnya estetika dan kealamian kawasan karena telah disediakan fasilitas – fasilitas yang dibuat oleh pengelola demi memberikan kepuasan pengunjung.
114
6.2
Saran Dengan adanya pengelompokan wisata alam, diharapkan pengunjung
dapat memilih jenis wisata yang sesuai dengan minat mereka dan diharapkan dapat menjaga lingkungan sekitar kawasan hutan.
115
DAFTAR PUSTAKA Apriandi, Johan. 2004. Keanekaragaman dan Kekerabatan Jenis Kelelawar Berdasarkan Kondisi Fisik Mikroklimat Tempat Bertengger Pada Beberapa Gua di Kawasan Gua Gudawang. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Aronoff, S. 1998. Geographic Information System : A Management Perspective. WDL Publication Ottawa. Canada. Balai Taman Nasional Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2006. Mengenal Jalur Interpretasi Obyek Wisata Alam. Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Cianjur. Bettinger, M. 2004. Geographic Information System : Applications in Forestry and Natural Resources Management. New York. The McGraw-Hill Companies, Inc. Cooper et al. 1999, Tourism Principles and Practice. New York : Addison Wesley Longman Publishing. Chang, K. 2002. Introduction to Geographic Information System. McGraw-Hill, Inc. New York. Christopher ML. 1993.Urban Tourism “Attracting visitors to large cities”. Great Britain: Mansell Publishing Limited, A Cassel Imprint. Departemen Kehutanan. 2003. Pedoman Analisis Daerah Operasi Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA). Bogor. Dinas Kebudayaan Pariwisata Kabupaten Bogor. 2007. Laporan Akhir Up Dating Data Pariwisata dan Budaya Kabupaten Bogor tahun 2007. Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan. 2001. KriteriaStandar Pengembangan Pariwisata Alam di Hutan Produksi. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta. Epler WM. 1996. The Evolution of Ecotourism as a Sustainable Development Tool. Paper presented at The Sixth International Symposium on Society and Natural Resource Management, Pennsylvania State University, 18-23 May 1996. Hall, M.C. 2000. Tourism Planning : Policies, Processes, and Relationships. Singapore : Pearson Education Asia Ltd. Jubenville, A. 1999. Outdoor Recreation Planning. Philadelphia : W. B. Sauders Company
116
Kusler , J. 1990. Ecotourism & Resource Conservation: Introduction to issues. Paper presented at the 2nd International Symposium on Ecotourism and Resource Conservation, Miami, FL. November, 1990. In Ecotourism and Resource conservation : A Collection of papers. Compiled by John Kusler, pp.2-8. Law, C. M. 1993. Urban Tourism”Attracting Visitors to Large Cities. Great Britain : Mansell Publishing Limited, a Cassel Imprint. Marpaung, H. 2000. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung : Alfabeta. Mather. AS. 1986. Land Use. New York. The United States of America by Longman Inc. Muntasib et al. 2004. Paket Ekowisata Kabupaten Bogor. Laboratorium Rekreasi Alam Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dengan Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kabupaten Bogor. Bogor. Murphy, P. 1994. Tourism and Sustainable Development. In theobold, W.F. Global Tourism: the next decade. London, Butterworth Heinenmann. pp 274-290. Ulfah, SM. 2007. Identifikasi Konflik dalam Pengelolaan Wisata di Kawasan Gunung Salak Endah Kecamatan Pamijahan Kabupaten Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Prahasta, E. 2001a. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Informatika Bandung. Bandung. Prahasta, E. 2002b. Sistem Informasi Geografis (Tutorial ArcView). Informatika Bandung. Bandung. Republik Indonesia. Undang – Undang no. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan. Sudarto, G . 1999. EKOWISATA : Wahana Pelestarian Alam-Pengembangan Ekonomi Berkelanjutan, dan Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : Yayasan Kalpataru Bahari dan Yayasan KEHATI. Yahya, Rusli. 2004. Studi Permintaan Terhadap Mannfaat Rekreasi Alam di Wana Wisata Curug Cilember, KPH Bogor, BKPH Bogor. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
117
LAMPIRAN
118
Lampiran 1. Persentase Kelas Ketinggian
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Lokasi Wisata Danau Telaga Warna Mata air Bidadari Canopy trail Air Terjun Cikaweni Offroad Curug Cilember Camping Ground Kawah Hitam Giritirta Kawah Merah Pemandian Air Panas Goa Langkob Pesugihan Kawah Mati Kawah Ratu Goa Simenteng Goa Sipahang
Keterangan : Kelas 1 : ketinggian 0 – 500 m Kelas 2 : ketinggian 500 – 1000 m
1 100 0 100 0 100 44,77 83,63 85,91 72,42 57,92 0 100 0 0 100 100 Kelas 3 : ketinggian 1000 – 1500 m Kelas 4 : ketinggian >1500 m
Persentase Kelas Ketinggian 2 3 0 0 0 69,64 0 0 100 0 0 0 55,22 0 16,36 0 14,08 0 27,57 0 42,07 0 100 0 0 0 0 84,05 0 80,94 0 0 0 0
4 0 30,35 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 15,94 19,05 0 0
119
Lampiran 2. Persentase Kelas Kemiringan Lereng Persentase Kelas Kemiringan Lereng No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Lokasi Wisata
Telaga Warna Mata air Bidadari Canopy trail Air Terjun Cikaweni Offroad Curug Cilember Camping Ground Kawah Hitam Giritirta Kawah Merah Pemandian Air Panas Goa Langkob Pesugihan Kawah Mati Kawah Ratu Goa Simenteng Goa Sipahang
Keterangan : Kelas 1 : 0 – 8% Kelas 2 : 8 – 15%
Kelas 3 : 15 – 25% Kelas 4 : 25 – 40%
Kelas 5 : >40%
1
2
3
4
5
16,19 23,75 26,82 18,23 20,31 8,37 20,56 22,98 19,03 10,70 16,90 16,08 15,91 17,96 80,46 76,60
19,85 29,39 18,33 11,09 6,27 7,54 37,94 25,23 25,19 27,17 24 28,94 22,71 26,77 12,69 13,87
25,79 18,2 19,09 19,28 25,33 24,69 22,12 32,63 31,73 27,28 42,03 38,76 24,40 25,51 4,86 6,99
31,70 20,94 24,18 41,75 41,62 50,37 17,40 18,57 22,31 31,18 15,31 14,61 22,45 19,12 1,81 2,35
6,44 7,63 11,55 9,62 6,44 9,00 1,95 0,57 1,72 3,64 1,74 1,58 14,50 10,62 0,17 0,17
120
Lampiran 3. Persentase Kelas Penutupan Lahan Persentase Kelas Penutupan Lahan No Lokasi Wisata 1 Telaga Warna 2 Mata air Bidadari 3 Canopy trail 4 Air Terjun Cikaweni 5 Offroad 6 Curug Cilember 7 Camping Ground 8 Kawah Hitam Giritirta 9 Kawah Merah 10 Pemandian Air Panas 11 Goa Langkob 12 Pesugihan 13 Kawah Mati 14 Kawah Ratu 15 Goa Simenteng 16 Goa Sipahang Keterangan : Kelas 1 : Hutan Kelas 2 : Areal terbangun Kelas 3 : Awan
1 96,80 87,69 98,48 91,23 91,23 75,67 10,41 4,11 5,98 18,00 17,01 16,93 93,64 85,47 55,07 65,67
2 0,58 0,80 0 1,06 1,07 1,67 3,69 2,39 2,01 2,56 8,78 8,29 1,72 1,72 29,98 20,24
Kelas 4 : Lahan Terbuka Kelas 5 : Perkebunan Kelas 6 : Sawah
3 0 1,29 0 0 0 0,08 0 0 0 0 0 0 2,47 9,37 0,14 0
4 0 0,05 0 0,02 0,02 1,21 43,81 36,86 40,60 35,93 31,89 28,21 0,31 0,71 6,76 7,08
Kelas 7 : Badan Air Kelas 8 : Bayangan awan
5 1,12 9,40 0,78 2,40 2,40 15,52 33,37 41,38 39,31 37,45 27,89 33,60 0,48 1,03 6,24 5,64
6 0 0 0 0,02 0,02 0 4,52 1,75 1,66 1,58 6,09 4,80 0 0 0 0
7 1,48 0,74 0,72 5,23 5,23 5,82 4,18 13,47 10,41 4,45 8,31 8,14 1,35 1,66 1,78 1,35
8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
121
Lampiran 4. Luas Penutupan Lahan Pesugihan
52,92
25,92
0
293,09
25,47
0
312,57
0
Kawah Mati wisata Titik lokasi Kawah Ratu
Hutan 267,42
5,4 Areal terbangun 5,4
Awan 29,34
Lahan terbuka 2,25
Perkebunan 3,24
Sawah 0
4,23 Badan air 5,22
Bayangan awan0
312,98 Total Luasan 312,87
Telaga Warna Goa Simenteng
295,65 172,26
1,78 93,78
0,450
21,150
3,45 19,53
00
4,52 5,58
00
305,4 312,75
Mata air Bidadari Goa Sipahang
274,56 205,29
2,52 63,27
4,05 0
0,18 22,14
29,43 17,64
00
2,34 4,23
00
313,08 312,57
Canopy trail Air Terjun Cikaweni
288,76
0
0
0
2,3
0
2,13
0
293,19
283,96
3,33
0
0,09
7,47
0,09
16,29
0
311,23
283,7
3,33
0
0,09
7,47
0,09
16,29
0
310,97
Curug Cilember
235,98
5,22
0,27
3,78
48,42
0
18,18
0
311,85
Camping Ground Kawah Hitam Giritirta
32,49
11,52
0
136,71
104,13
14,13
13,05
0
312,03
12,87
7,47
0
115,2
129,33
5,49
42,12
0
312,48
Kawah Merah Pemandian Air Panas
18,72
6,3
0
127,08
123,03
5,22
32,58
0
312,93
56,34
8,01
0
112,41
117,18
4,95
13,95
0
312,84
Goa Langkob
53,01
27,36
0
99,36
86,9
18,99
25,92
0
311,54
Offroad
7,74
88,2 105,03 15,03 Luas Penutupan Lahan (Ha) 0,99 1,53 0
122
Lampiran 5. Luas Kemiringan Lereng Luas Kemiringan Lereng (Ha) Titik lokasi wisata (0-8%) datar 50,67 72,65 78,67 56,78 63,34 26,19 64,35
Telaga Warna Mata air Bidadari Canopy trail Air Terjun Cikaweni Offroad Curug Cilember Camping Ground Kawah Hitam Giritirta 71,82 Kawah Merah 59,49 Pemandian Air Panas 33,62 Goa Langkob 52,83 Pesugihan 50,31 Kawah Mati 49,77 Kawah Ratu 56,16 Goa Simenteng 251,64 Goa Sipahang 239,58 keterangan : 0 – 8% : datar 8 – 15% : landai 15 – 25% : bergelombang
(8-15%) landai 62,12 89,88 53,76 34,56 19,56 23,58 118,71
(15-25%) bergelombang 80,7 55,87 55,98 60,07 78,98 77,22 69,21
(25-40%) curam 99,18 64,05 70,92 130,05 129,78 157,5 54,45
(>40%) sangat curam 20,17 23,34 33,89 29,97 20,09 28,17 6,12
total luasan (ha) 312,84 305,79 293,22 311,43 311,75 312,66 312,84
78,84 78,75 85,32 75,04 90,54 71,01 83,67 39,69 43,38
101,97 99,18 85,68 131,4 121,23 76,32 79,74 15,21 21,87
58,05 69,75 97,92 47,88 45,72 70,2 59,76 5,67 7,38
1,8 5,4 11,43 5,45 4,95 45,36 33,21 0,54 0,54
312,48 312,57 313,97 312,6 312,75 312,66 312,54 312,75 312,75
25 – 40% : curam >40% : sangat curam
123
Lampiran 6. Luas Kelas Tinggi Titik Lokasi Wisata (0-500) dataran rendah Telaga Warna 312,03 Mata air Bidadari 0 Canopy trail 312,12 Air Terjun Cikaweni 0 Offroad 312,89 Curug Cilember 139,95 Camping Ground 261,27 Kawah Hitam Giritirta 267,93 Kawah Merah 226,71 Pemandian Air Panas 180,99 Goa Langkob 0 Pesugihan 312,93 Kawah Mati 0 Kawah Ratu 0 Goa Simenteng 311,58 Goa Sipahang 312,93 Keterangan : Kelas 1 : ketinggian 0 – 500 m Kelas 2 : ketinggian 500 – 1000 m
(500-1000) perbukitan 0 0 0 311,94 0 172,62 51,12 43,92 86,31 131,49 311,56 0 0 0 0 0
Luas Kelas Tinggi (Ha) (1000-1500) pegunungan bawah
Kelas 3 : ketinggian 1000 – 1500 m Kelas 4 : ketinggian >1500 m
0 217,8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 262,89 253,08 0 0
(>1500) hutan pegunungan 0 94,95 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 49,86 59,58 0 0
total luasan (ha) 312,03 312,75 312,12 311,94 312,89 312,57 312,39 311,85 313,02 312,48 311,56 312,93 312,75 312,66 311,58 312,93
124
GAMBAR ALUR PENELITIAN
PETA WILAYAH KABUPATEN BOGOR
Kabupaten/kota
Landsat
Survey TOPOGRAFI
Landcover
Buffer Kota
Slope
Elevasi
Pengunjung (data sekunder) Tanah
Buffer
OVERLAY Clustering
Cluster ekowisata
Lokasi
Karakteristik tujuan wisata
Tipe atraksi wisata
125 CLASSIFICATION ACCURACY ASSESSMENT REPORT ----------------------------------------Image File : j:/apenelitian/afin/recode_2.img User Name : Afin Date : Thu May 21 21:11:53 2009
ACCURACY TOTALS ---------------Class Name Accuracy ---------Hutan Areal terbangun 100.00% Awan Lahan terbuka 100.00% Perkebunan 80.00% Sawah Badan air
Reference Totals
Classified Totals
Number Correct
Producers Accuracy
---------0 4 5
---------0 4 4
------0 3 4
----------------75.00 75.00% 80.00%
0 2
0 2
0 2
--100.00%
4
5
4
100.00%
0 3
0 3
0 3
18
18
16
Totals
Overall Classification Accuracy =
88.89%
----- End of Accuracy Totals ----KAPPA (K^) STATISTICS --------------------Overall Kappa Statistics = 0.8588 Conditional Kappa for each Category. -----------------------------------Class Name ---------Hutan Areal terbangun Awan Lahan terbuka Perkebunan Sawah Badan air
Kappa ----0.0000 0.6786 1.0000 0.0000 1.0000 0.7429 0.0000 1.0000
----- End of Kappa Statistics -----
Users
---
----100.00% 100.00%