0075: Marlin Wijaya dkk.
HK-46
PENGEMBANGAN APLIKASI TEKNOLOGI SEMISOLID UNTUK PEMBUATAN SELONGSONG KALIBER BESAR Marlin Wijaya1,∗ , Suryadi1 , Iwan Setyadi1 , dan Amin Suhadi2 1 PTIP-Deputi TIRBR, BPP Teknologi Gedung Teknologi 2 No. 251 lantai 3, kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314 Telepon (021)-75875944 ext 135 2 B2TKS-BPP Teknologi B2TKS Gedung No. 250, kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314 Telepon 081311067302 ∗
e-Mail: marlin
[email protected]
Disajikan 29-30 Nop 2012
ABSTRAK Kemandirian Hankam merupakan hal yang tidak bisa ditawar bagi NKRI, memperhatikan kebutuhan dan tantangan konsep pertahanan keamanan khususnya dengan wilayah perbatasan munisi kaliber besar menjadi hal strategis dan perlu dikembangkan di dalam negeri. Munisi kaliber besar digunakan untuk persenjataan meriam baik darat dan kapal laut, yang saat ini secara menyeluruh masih diimpor dari negara maju. Produksi bahan baku kuningan untuk munisi kaliber besar akan memudahkan pengadaan pasokan bahan baku dan pembuatan selongsong di dalam negeri, yang akhirnya adalah meningkatkan kemandirian di bidang Hankam. Kecenderungan industri manufaktur saat ini adalah penghematan energi untuk meningkatkan daya saing terutama untuk menekan harga jual, terutama menghindari penggunaan energi panas yang berulang-ulang, oleh sebab itu pengembangan proses konvensional terpisah antara pengerjaan panas dan terpisah, untuk masa mendatang kedua proses tersebut akan disatukan. Struktur mikro melalui pembentukkan semi padat menghasilkan struktur mikro membulat yang lebih halus dibandingkan dengan proses konvensional oleh sebab itu proses pembentukkan akan menjadi lebih mudah dan sifat mekanisnya lebih baik, akan tetapi akibat pengerjaan dingin struktur mikronya dapat berubah menjadi pipih yang dapat mengurangi kemampuan bentuknya, akan tetapi dapat dikembalikan dengan proses perlakuan panas pelunakkan (anil). Selain pengembangan proses harus didukung juga dengan teknologi dies/cetakannya, karena desain yang tidak benar dapat merusak produk. Kata Kunci: Semi padat, konvensional, kaliber besar, hemat energi
I.
PENDAHULUAN
Secara teknis MKB (Munisi kaliber besar) terdiri dari 3 komponen utama, yaitu selongsong, propelan (isian) dan war head (hulu ledak). Riset teknologi produksi MKB dalam kegiatan ini diarahkan mengawali dengan pembuatan selongsong yang terbuat dari paduan kuningan. Harga MKB tergolong relatif mahal dalam sistem senjata, oleh karenanya mahalnya harga munisi kaliber besar (mencapai Rp 10.000.000,Rp. 30.000.000,- per buah) mengakibatkan besarnya devisa yang perlu dikeluarkan dalam pengadaannya dan disisi lain membuat menurunnya jumlah, waktu latihan personil dalam penggunaan munisi kaliber besar. Dalam hal ini tetunya sangat memperihatinkan karena mengurangi kemampuan perang personil dalam medan tempur. Secara prinsip material kuningan untuk munisi dibuat dengan teknologi pengecoran men-
jadi ingot atau slab, yang kemudian dibentuk ke bentuk antara menjadi pelat (lembaran kuningan) untuk kebutuhan munisi kaliber kecil (MKK) atau batangan (billet) kuningan, yang selanjutnya dengan teknologi canai atau tempa dibentuk menjadi selongsong peluru menggunakan teknologi deep drawing atau ironing setelah melalui tahapan pembentukan awal menjadi brass cup. Teknologi pembuatan MKB memerlukan gaya deformasi yang relatif besar untuk pembuatan selongsong serta teknik pembentukan yang rumit dan panjang sebagaimana disebutkan di atas. Ke depan inovasi proses yang saat ini dikembangkan proses pembuatan selongsong MKB dilakukan dengan proses pembuatan pre forming (brass cup) secara langsung melalui proses semi-solid casting, tanpa melalui teknologi tempa. Dalam proram riset tahun ke dua ini akan diharapkan akan dihasilkan brass cup dengan kemampuan aplikasi Prosiding InSINas 2012
0075: Marlin Wijaya dkk. selongsong MKB dengan harga lebih ekonomis, baik dari segi investasi dan biaya proses.[3, 4]
II.
HK-47 TABEL 2: Hasil pengujian komposisi kimia
METODOLOGI
Secara metodologi pengembangan teknologi yang akan dilakukan mendekati apa yang disebut semi solid forming, hal ini akan dikembangkan sesuai dengan kesiapan fasilitas yang akan dikembangkan. Tahapan riset meliputi:[1, 5, 6] • Optimasi proses peleburan dan pemaduan Cu - Zn (70 - 30). • Simulasi proses semisolid casting untuk pembentukan preform/Brass cup kuningan. • Melakukan perancangan teknologi proses pembentukan pre form khususnya die desain proses ironing. • Karakterisasi dan pengujian mateial di tiap tahap proses. Metodolog riset Pengembangan Teknologi Produksi Munisi Kaliber Besar dalam riset terapan ini dapat dilihat pada G AMBAR 1 berikut.
G AMBAR 1: 1. Metodologi riset terapan pengembangan munisi kaliber besar.
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keuntungan proses dan kualitas dari komponen yang diperoleh dari teknologi pembentukkan semi padat akan sangat berguna untuk pembuatan komponen peralatan industri otomotif, pertahanan dan aplikasi lainnya. Proses ini memberikan sifat mekanis yang unggul dan permukaan akhir yang sangat baik, kemudian toleransi dimensi sangat dekat dan konsisten kualitas
tak tertandingi. Bahan semi padat juga dapat diproses oleh penempaan atau ekstrusi, selain pengecoran, sehingga dapat dihasilkan integritas dimensi yang unggul dan sifat mekanik yang lebih baik, baik itu statis dan dinamis. Sifat yang paling diinginkan dari bahan setengah padat mikro adalah kemudahan sifat mampu bentuk. Ketika billet dengan mikro struktur semi padat dipanaskan ke suhu pelunakan, aliran materialnya sangat baik, bahkan jika diberikan tekanan pada proses die casting dapat mengisi cetakan merata, dengan menghilangkan udara yang terperangkap seperti yang dapat terjadi pada proses die casting konvensional. Proses ini menyebabkan peningkatan rata-rata 25% pada kuat tarik, 30% pada beban kejut dan 7-10% dalam kekuatan kelelahan, dapat juga meningkatkan sifat mampu bentuk dengan konsistensi yang tinggi. Produk dari proses semi padat pada saat diberikan proses penempaan tidak perlu melalui solidifikasi, tekanan tinggi dan suhu tinggi, kemudian terjadi tegangan sisa rendah dan perlakuan panas mungkin tidak diperlukan. Biaya permesinan juga rendah karena produknya mendekati bentuk aslinya. Temperatur pengisian pada cetakan lebih rendah dan kandungan panas dari logam kurang, sehingga kurang kejutan termal dan waktu siklus yang lebih rendah yang membantu penghematan energi. Tegangan alir lebih rendah dari logam padat dan karenanya membantu dalam pembentukan bagian-bagian rumit dengan permukaan yang lebih baik. Dengan fitur di atas, proses pembentukkan semi padat memiliki beberapa manfaat tekno-ekonomi karena memungkinkan produksi kekuatan tinggi, bebas cacat, bentuk aslinya dan dimensi akurat dengan permukaan akhir yang sangat baik. Produk coran semi padat tidak hanya dapat dilakukan perlakuan panas tetapi juga dapat dengan mudah dilakukan pengelasan.[7, 8] Dari TABEL 1 terlihat yield cor menggunakan proses pembentukkan semi padat dengan rata-rata 70% lebih tinggi dibandingkan dengan hasil dari proses pengecoran konvensional yang rata-rata hanya dihasilkan antara 45-50% saja, berarti cairan logam sebagian besar benar-benar menjadi produk cor.[9, 10] Dari TABEL 2 terlihat dari hasil uji komposisi kimia Prosiding InSINas 2012
0075: Marlin Wijaya dkk.
HK-48 TABEL 1: Hasil pengujian pembentukkan semi padat.
terutama pada unsur Cu (tembaga) di dapatkan ratarata 80,09% kemudian seng di dapatkan rata-rata 19,79%, sedangkan standar CDA 260 atau ISO CuZn30, komposisi kimia standar Cu (tembaga) antara 69-72% sedangkan dari hasil uji coba didapatkan 80,09% berarti terjadi kelebihan 11,23%, berarti kelebihan tembaga diduga akibat penguapan unsur seng (zinc) yang temperatur leburnya hanya 420 ◦ C dibandingkan dengan temperatur lebur tembaga yang mencapai 1084C sehingga pada saat proses pemaduan jika terlalu lama akan menguapkan unsur seng (Zn).[11, 12]
TABEL 3: Hasil pengujian kekerasan/hardness dari proses pembentukkan semi padat.
ngan pergeseran cairan logam didalam cetakan sehingga hardness/kekerasan cenderung meningkat sekitar 45,08%.[13, 14] TABEL 4: Hasil uji tarik produk cor semi padat.
G AMBAR 2: Posisi pengambilan titik pengujian kekerasan/hardness dari hasil proses pembentukkan semi padat.
Dari hasil pengujian kekerasan/hardness pada TABEL 3 menunjukkan kekerasan terendah yaitu 21,2
HB yang rata-rata terjadi pada posisi titik 2 yaitu pada posisi bagian yang statis bersinggungan dengan dasar cetakan sehingga kekerasannya rendah, sedangkan kekerasan/hardness yang tertinggi yaitu 38,6 HByang rata-rata yerjadi pada posisi titik 8 yaitu pada bagian pendinginan dinamis akibat pembekuan de-
Dari hasil pengujian tarik pada TABEL 4, menunjukkan terjadinya peningkatan kuat tarik maksimum mencapai 245,5 N/mm2 dengan penurunan elongasi tertinggi mencapai 40%, sedangkan pada produk cor hasil proses konvensional kuat tarik maksimum didapat sekitar rata-rata 338 N/mm2 dengan elongasi Prosiding InSINas 2012
0075: Marlin Wijaya dkk. rata-rata sekitar 57% berarti terjadi penurunan sekitar 29,82% diduga akibat kecepatan pendinginan terjadi lebih cepat akibat proses pendinginan pergeseran atau dinamis. Biasanya yang menjadi fokus perhatian dalam uji tarik adalah kemampuan maksimum bahan tersebut dalam menahan beban, kemudian kelenturan (ductility) merupakan sifat mekanik bahan yang menunjukkan derajat deformasi plastis yang terjadi sebelum suatu bahan putus atau gagal pada uji tarik. Bahan disebut lentur (ductile) bila regangan plastis yang terjadi sebelum putus lebih dari 5%, bila kurang dari itu suatu bahan disebut getas (brittle).[15, 16]
HK-49 pembekuan cairan logam dan struktur menuju bentuk stabil yaitu membulat (pembekuan dinamis), sedangkan yang tidak digeser cenderung membentuk butir yang lebih besar akibat pembekuan statis.[15, 16] Percobaan pembuatan selongsong dengan metode (ironing) dengan memanfaatkan fasilitas Mesin Press Hidrolik dengan kapasitas 250 - 350 Ton, G AMBAR 5 menunjukkan konfigurasi dies, mesin tekan hidrolik dan produk selongsong, dilanjutkan dengan karakterisasi hasil uji coba pembuatan selongsong melalui pengujian kekerasan/hardness dan metalografi/struktur mikro dengan titik-titik pengujian kekerasan ditunjukkan pada G AMBAR 7, dan hasil pengujian makroetsa atau metalografi ditunjukkan pada G AMBAR 8.
G AMBAR 3: Bentuk sampel dan lokasi untuk pengujian struktur mikro dari hasil proses pembentukkan semi padat.
Dari hasil pengujian makroetsa (G AMBAR 4.a) menunjukkan terjadi perbedaan bentuk butir yang memanjang dan cenderung membulat sebagai tanda hasil dari proses pembentukkan semi padat pada posisi atas, akibat proses pergeseran cairan logam sehingga mempercepat pembekuan cairan logam dan struktur menuju bentuk stabil yaitu membulat (pembekuan dinamis), sedangkan yang tidak digeser cenderung membentuk butir yang lebih besar akibat pembekuan statis. Dari hasil pengujian makroetsa juga menunjukkan terjadi perbedaan bentuk butir yang memanjang dan cenderung membulat (G AMBAR 4.b) sebagai tanda hasil dari proses pembentukkan semi padat pada posisi atas, akibat proses pergeseran cairan logam sehingga mempercepat pembekuan cairan logam dan struktur menuju bentuk stabil yaitu membulat (pembekuan dinamis), sedangkan yang tidak digeser cenderung membentuk butir yang lebih besar akibat pembekuan statis. Dari hasil pengujian makroetsa juga menunjukkan terjadi perbedaan bentuk butir yang memanjang dan cenderung membulat (G AMBAR 4.c). sebagai tanda hasil dari proses pembentukkan semi padat pada posisi atas, akibat proses pergeseran cairan logam sehingga mempercepat
G AMBAR 5: Konfigurasi dies dan hidrolik peralatan pembentuk untuk uji coba ironing di PT. MAK Yogyakarta.
Pada titik 5 dan 6 dari sampel ironing 1 dan 2 menunjukkan kecenderungan peningkatan kekerasan, yang tertinggi mencapai 112 HB diduga pada titik-titik tersebut telah terjadi pengerasan regangan akibat proses pembentukkan dingin (penarikan/ironing) sedangkan pada titik-titik antara 1∼4 yang tertinggi masih berkisar 48,3 HB berarti diduga pada daerah ini masih dalam kondisi akibat proses pembentukkan panas melalui pembentukkan semi padat. Dari hasil pengujian makroetsa sampel ironing 1 (G AMBAR 8.a) menunjukkan terjadi perbedaan bentuk butir yang memanjang berwarna gelap dan membulat berwarna lebih terang sebagai tanda hasil dari proses Prosiding InSINas 2012
HK-50
0075: Marlin Wijaya dkk.
G AMBAR 4: Hasil pengujian makroetsa menunjukkan perbedaan daerah pembekuan akibat pergeseran (dinamis) dan statis.
G AMBAR 6: Bentuk hasil uji coba ironing/selongsong.
TABEL 5: Hasil pengujian kekerasan/hardness dari proses pembentukkan ironing.
G AMBAR 7: Posisi pengambilan titik pengujian kekerasan/hardness dari hasil proses pembentukkan ironing.
pembentukkan semi padat, akibat proses pergeseran cairan logam sehingga struktur menuju bentuk membulat (pembekuan dinamis), sedangkan yang tidak digeser cenderung membentuk butir yang lebih besar akibat pembekuan statis. Dari hasil pengujian makroetsa sampel ironing 2 (G AMBAR 8.b) menunjukkan terjadi perbedaan bentuk butir yang memanjang berwarna gelap dan membulat berwarna lebih terang sebagai tanda hasil dari proses pembentukkan semi padat, aki-
bat proses pergeseran cairan logam sehingga struktur menuju bentuk membulat (pembekuan dinamis), sedangkan yang tidak digeser cenderung membentuk butir yang lebih besar akibat pembekuan statis.[6] Dari hasil pengujian struktur mikro dari sampel ironing 1 dan 2 (G AMBAR 9) menunjukkan terjadi perbedaan bentuk butir, ada yang terjadi membulat sebagai tanda hasil dari proses pembentukkan semi padat. Dari hasil pengujian struktur mikro dari sampel ironing 1 dan 2 menunjukkan terjadi perbedaan bentuk butir, ada yang terjadi pemipihan sebagai tanda hasil dari proses pemProsiding InSINas 2012
0075: Marlin Wijaya dkk.
HK-51 3. Pada saat proses ironing berlangsung terjadi gesekan antara permukaan punch, dies drawing dan bahan baku/perform/brass cup kuningan, oleh sebab itu dibutuhkan pelumasan untuk menurunkan koefisien gesek permukaan material yang bersinggungan. 4. Kekasaran pada permukaan punch, die dan bahan baku perform/brass cup kuningan juga dapat mempengaruhi keberhasilan proses, karena semakin kasar permukaan punch, die dan benda kerja maka koefisien gesek yang dihasilkan semakin besar sehingga gesekan yang terjadi juga semakin besar, dengan semakin besar gaya geseknya maka gaya untuk proses ironing juga meningkat.
G AMBAR 8: Pengujian makroetsa sampel ironing
G AMBAR 9: struktur mikro dari sampel ironing 1 dan 2.
bentukkan dingin melalui proses ironing.[6, 10]
IV.
KESIMPULAN
Dari kegiatan yang telah dilaksanakan dapat diambil kesimpulan sebagi berikut: 1. Pengecoran yang dilakukan pada kondisi logam dalam keadaan semi padat dan semi cair, dengan komposisi padatannya antara 30-65%, terjadi mekanisme geser selama proses pembekuan, padatan yang berbentuk bulat dan dilingkari dengan logam dalam keadaan cair akan lebih mudah bergeser. Kondisi ini lah yang akan dicapai pada proses pengecoran dengan semisolid. 2. Melalui proses semi padat/solid menyebabkan peningkatan rata-rata 25% pada kuat tarik, 30% pada beban kejut dan 7-10% dalam kekuatan kelelahan, dapat juga meningkatkan sifat mampu bentuk dengan konsistensi yang tinggi, pada saat diberikan proses penempaan tidak perlu melalui solidifikasi, tekanan tinggi dan suhu tinggi, kemudian terjadi tegangan sisa rendah dan perlakuan panas mungkin tidak diperlukan, dan biaya permesinan juga rendah karena produknya mendekati bentuk aslinya
5. Kecepatan pembentukkan yang tidak sesuai (kecepatan/kelambatan) dapat menyebabkan retak bahkan sobek pada benda kerja, masing - masing jenis material mempunyai karateristik berbeda sehingga kecepatan maksimal masing - masing material juga berbeda, dimana kecepatan maksimal material kuningan yang biasa digunakan untuk sheet metal drawing yaitu 1,02 m/det. 6. Kelonggoran antara punch dan die untuk memudahkan gerakan logam saat proses ironing berlangsung, harus berkisar antara 7-20% lebih besar dari tebal perform/brass cup kuningan, jika celah die terlalu kecil atau kurang dari tebal perform/brass cup, dapat mengalami penipisan (ironing) dan bila besar clearence melebihi toleransi 20% dapat mengakibatkan terjadinya kerutan.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih pada teman-teman yang ikut membantu penelitian sehingga tulisan ini dapat diselesaikan yaitu Bapak-Bapak: Dias Pragowo, M. Edward H. I., Mirza Wibisono, Edi Yualianto, Sutarjo, Susanto Sudiro-PT. MAK Yogyakarta, Arif Kris Budiman dkk.-Balai MEPPO, dll.nya yang tidak dapat kami cantumkan satu per satu namanya di sini.
DAFTAR PUSTAKA [1] Pat L. Mangonon, Ph.D., P.E., FASM, The Principles of Materials Selection for Engineering Design, Florida Institute of Technology, Prentice-Hall International, Inc., USA, 1999. [2] —————-, Laporan Kajian Integrated Rolling Mill, P3TIP, BPPT 2005. [3] —————-, Laporan Insentif Riset : Pengembangan Produk Pelat Kuningan (Yellow Alpha Brass) Untuk Kebutuhan Munisi Di Dalam Negeri, PTIP BPPT 2007. [4] Flemings, M.C.: Met Trans. B, vol. 22B (1991), 269293. Prosiding InSINas 2012
HK-52
0075: Marlin Wijaya dkk.
[5] Shibata, R., Kaneuchi, T., Souda, T., Yamane, H., and Umeda, T.: Proceedings of the 5th International Conference on the Processing of Semi-Solid Alloys and composites, Golden, CO (1998), 465470. [6] Adachi, M. and Sato, S.: NADCA Transactions, Cleveland, OH (1999), T99-022. [7] Martinez, R.A., de Figueredo, A.M., Yurko, J.A., and Flemings, M.C.: NADCA Transactions, Cincinnati, OH (2001), 47-54. [8] J. A. Yurko, R.A. Martinez, and Flemings, M.C.: Proceedings of the 7 th International Conference on the Processing of Semi-Solid Alloys and Composites, Tsukuba, Japan (2002), 659-664. [9] Avitzur, B. (1983): Handbook of Metal-Forming processes, JOHN WILEY & SONS Inc., New York, 1983. [10] Karlsson, p., Gaard, a., KraKhMalev, p., BerGStroM, j. (2010): Galling resistance and wear mechanisms for cold work tool steels in lubricated sliding against high strength stainless steel sheets, Proceedings of the 4th International Conference on Tribology in Manufacturing Processes (ICTMP 2010), Nice, France, June 13th 15th, 2010, 673-679. [11] Dohda, K., KaWai, n. (1990): Compatibility Between Tool Materials and Workpiece in SheetMetal Ironing Process, J. Tribology, Volume 112, Issue 2, 1990., 275-282. [12] GierzynSKa, M. (1983): Tarcie zuzycie i smarowanie w obrobce plastycznej metali, WNT, Warszawa. [13] Pesch, p. (2003): Performance of Hard Coated Steel Tools for Steel Sheet Drawing, Journal of Surface and Coatings Technology, Vol. 163-164, pp. 739746. [14] Dohda, K. (1990) Tribological properties of thin hard coatings used in metal forming, Proceedings of the Japan International Tribology Conference, Nagoya, pp 1973-1980. [15] Lindvall, f., BerGStroM, j., KraKhMalev, p., Bay, n. (2010): The Influence of Grinding and Polishing Procedure of Tool Steels in Sheet Metal Forming, Proceedings of the 4th International Conference on Tribology in Manufacturing Processes (ICTMP 2010), Nice, France, June 13-15th, 603-613. [16] AdaMovic, d. (2002): Conduct of materials in contact at processes of plastic forming with high working pressures, Doctoral thesis, The Faculty of Mechanical Engineering, Kragujevac, (in Serbian).
Prosiding InSINas 2012