PENGEMBANGAN ALGORITMA PENGOLAHAN CITRA PADA SISTEM NETRA MESIN 3D (3D MACHINE VISION) UNTUK ROBOT PEMETIK KELAPA SAWIT (Elaeis sp.) (A Development of Images Processing Algorithm on 3D Machine Vision System for Palm Oil (Elaeis sp.) Fruits Harvesting Robot) Muhammad Makky1), Sam Herodian2), I Dewa Made Subrata2) ABSTRACT A 3D machine vision system was made using a digital camera, including its image processing Algorithm to identify the objects, to determine the maturity level and cutting point of object, to analyze object position and vertical inclining, and to calculate object dimension and distance, of palm oil fruit. The maturity level was determined trough the color analysis of palm fruit image that was captured by camera. Because of inexistence of the standard palm fruit maturity level, the fruit was being picked in less or too matured condition. A pair of stereo image was obtained by moving a camera within certain distance in horizontal direction normal to focal axis. Images of mature palm fruits were captured in stereo from different distance. The 3D coordinate information of the images was calibrated using triangular principles. The triangulation equation for camera calibration was obtained via least square error approach using specified 20 known pairs of data points in 2D image and 3D world space. The 3D world coordinate was obtained from the translation distant of both camera images with calibrated triangulation equation. From the captured images, image processing algorithm was used to identify the object that determined by the maturity level of fruits based on color analysis. Centre point, and inclines and fruits position determined by analyzing the edge of object in images. The 3D coordinate of fruits calculated based on these data. The distances of object from camera lens count using triangular principle based on centre point translation distances of object in images. Object dimension count based on ratio of object size in images at camera calibration. Cutting point position of palm fruit determined by using deduction analyze since the fruit stem were usually hidden. Result of the research shows that the 3D machine vision system could acquired stereo image of a palm oil tree, where the algorithm program could processed the images to identify the objects, to determine the maturity level and cutting point of object, to analyze object position and vertical inclining, and to calculate object dimension and distance, of palm oil fruit based on acquired stereo images in short time. Key Words: Stereo Images, Image Processing, Object Identifications, Palm Fruit, Fruits Mature Level PENDAHULUAN Indonesia adalah negara terbesar kedua dalam menghasilkan minyak sawit, yakni sebesar ± 38 % dari kebutuhan dunia. Semenjak dikeluarkan Inpres nomor 6 tahun 1998 mengenai izin PMA kelapa sawit, lahan sawit di Indonesia mengalami perkembangan dari 2.788.783 ha (1998) menjadi 2.975.120 ha (1999) dan menjadi 3.584.486 ha (2001) (Ditjenbun, 2001). Total ekspor komoditas sawit pada tahun 2003 mencapai 7,5 juta ton dengan nilai US$ 2,9 miliar atau mencapai 4.1% dari total nilai ekspor indonesia
(BPS, 2003). Seiring dengan meningkatnya jumlah perusahaan dan areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia, serta proyeksi kebutuhan produk minyak sawit dunia yang cukup tinggi, maka diperlukan peningkatan kualitas dan kuantitas produk kelapa sawit agar dapat bersaing di pasar global. Untuk itu dibutuhkan suatu metode proses pemanenan yang tepat dan terkendali dengan mengaplikasikan teknologi pertanian. Pemanenan yang tepat hanya dapat dilakukan bila terdapat suatu proses pemanenan yang kontinu dengan standar pemutuan buah siap panen yang baku. Perlunya diterapkan standar anlisa kematangan dari tandan buah sawit adalah agar pemanen berpengalaman maupun pemula dapat menghasilkan kualitas panen TBS yang seragam. Selain itu juga diperlukan adanya suatu proses pemanenan yang lebih mudah, sehingga baik pemanen pemula maupun yang berpengalaman dapat memanen dalam waktu singkat dengan produksi yang seragam. Untuk itu maka diperlukan suatu cara pemanenan baku dengan menggunakan bantuan sistem robotik yang dapat melakukan pemanenan seragam dengan hasil produksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan pemanenan dengan cara tradisional. Penggunaan robot pada proses pemanenan telah dikembangkan dibeberapa negara maju, antara lain pada pemanenan tomat dan jeruk di Jepang. Namun lingkup penggunaan masih pada tahap uji laboratorium maupun aplikasi di rumah kaca. Keuntungan penggunaan robot pada proses pemanenan adalah didapatkannya keseragaman produk serta kualitas yang lebih baik bila dibandingkan dengan pemanenan oleh manusia. Machine vision atau netra mesin adalah komponen vital dari sebuah robot. Jenis sistem netra mesin yang telah dikembangkan maupun dipergunakan pada proses pemanenan dengan bantuan robot antara lain adalah sensor infra merah, kamera video, kamera CCD, ultra sonik, maupun kamera dalam konfigurasi stereo. Kelebihan penggunaan kamera stereo adalah didapatkannya suatu gambaran objek dalam bentuk tiga dimensi, oleh sebab itu, maka lebih sering disebut dengan 3D machine vision atau netra mesin 3D. Aplikasi penggunaan netra mesin 3D antara lain pada pemanenan jeruk di Jepang maupun pemanenan jeruk di Korea. Netra mesin pada robot umumnya dipergunakan untuk merekam citra atau gambar dari sebuah objek. Untuk menganalisa objek tersebut, maka citra yang dihasilkan terlebih dahulu harus diolah. Proses pengolahan suatu citra dengan menggunakan satu atau lebih parameter, sehingga didapatkan suatu data dalam bentuk angka, tabel, grafik maupun bentuk lainnya, yang dapat memberikan informasi tentang hal-hal yang dikehendaki atau ditentukan dari citra aslinya disebut dengan Imege processing atau pengolahan citra. Image processing pada sistem robot umumnya didasari dari algoritma pemrograman yang dibuat. Suatu program pengolahan citra umumnya dibuat untuk satu tujuan tertentu. Kelebihan penggunaan program pengolahan citra pada robot adalah diperolehnya informasi dari suatu citra dengan waktu yang relatif lebih singkat. Selain untuk pemanenan, pengolahan citra juga telah digunakan secara luas untuk proses sortasi maupun analisa penyakit dari suatu tanaman. Penerapan sistem robotik selama ini terutama diperuntukan pada tanaman green house serta tanaman rendah, dan belum diterapkan pada tanaman perkebunan, khususnya tanaman kelapa sawit. Latar belakang dari dilakukannya penelitian ini adalah adanya kebutuhan suatu proses otomatisasi pemanenan pada perkebunan sawit dengan menggunakan bantuan robot. Tahap pertama dari pengembangan yang dilakukan adalah penelitian pada bagian netra mesin (machine vision) yang merupakan bagian vital dari seluruh sistem robotik. Berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh kelapa sawit dan pertimbangan tentang keunggulannya, maka bagian netra mesin yang
dipergunakan adalah kamera digital dalam konfigurasi stereo (3D machine vision). Pengambilan keputusan dari netra mesin adalah algoritma pengolahan dari citra yang direkam. Oleh karena itu, penelitian ini dititik beratkan pada aplikasi penggunaan sistem netra mesin serta pengembangan algoritma pengolahan citra sebagai salah satu komponen penting dari sistem robotik pada pemanenan sawit yang akan dikembangkan pada tahap selanjutnya. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan sebuah algoritma pengolahan citra pada sistem netra mesin 3D (3D machine vision) yang dapat menentukan : Tingkat kematangan tandan buah sawit (TBS) di pohon; Titik pusat TBS di pohon; KemiringanTBS di pohon; Ukuran TBS di pohon; Jarak TBS di pohon dari lensa kamera serta Koordinat titik potong pemanenan pada TBS, berdasarkan citra pohon kelapa sawit yang direkam dalam konfigurasi stereo 3D yang kelak dapat diterapkan pada proses pemanenan sawit secara otomatis dengan menggunakan bantuan robot. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di PT. Perkebunan Negara V, Riau dan Lab. Egotronika, Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dilakukan mulai dari September 2003 sampai dengan September 2004. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah buah kelapa sawit matang siap petik, dengan tinggi pohon minimum 3 m. Pada penelitian ini citra direkam menggunakan Kamera Digital dengan resolusi 3.1 Mpiksel ( CX6330, Kodak Easy Share,Eastman Kodak Company ) beserta tripodnya. Data kemudian ditranfer melalui hubungan USB ke komputer IBM PC (Pentium IV, 2200Mhz). File yang ditranfer kemudian dimasukkan dalam direktori baru dengan nama file diurutkan menggunakan indeks ( “ Sawit_### ” ), dimana file pertama dimulai dari angka 000. Selanjutnya nama citra di masukkan kedalam program secara manual. Selain itu juga dipergunakan meteran gulung, sektan, light meter, gergaji kayu, golok, arit, meja, kotak ukuran 21 x 12 cm dan kamera dock. Pengambilan Gambar Dan Kalibrasi Kamera Untuk menentukan posisi 3D dari sebuah objek diambil dua buah citra atau gambar menggunakan sebuah kamera yang digeser kedudukannya sebesar 90mm arah lateral terhadap sumbu kamera. Pergeseran sejauh 90mm dilakukan untuk mensimulasikan pandangan mata kiri dan kanan manusia yang memiliki pandangan binokuler. Objek yang digunakan pada pengambilan gambar ini adalah buah kelapa sawit yang telah matang sempurna dan siap untuk di panen (dipetik). Pengambilan Gambar dilakukan sebanyak 20 kali dengan menggeserkan posisi kamera kekiri dan kekanan serta memindahkan kedudukan kamera menjauhi dan mendekati objek sejajar sumbu kamera. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kesalahan kalibrasi dari citra yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti halnya pembiasan cahaya, pantulan cahaya, refleksi sinar dari objek maupun kesalahan peletakkan posisi kamera. Pendekatan geometris untuk penentuan posisi 3D objek sebaiknya dihindari karena hasil perhitungan sangat sensitif terhadap fungsi sinusoidal maupun tangensial. Kalibrasi kamera dilakukan dengan mengambil citra yang diletakkan didepan kamera pada lokasi yang berbeda-beda. Tiap posisi benda diambil citra stereonya, untuk mendapatkan grafik hubungan antara jarak benda dengan pergeseran pusat benda, atau dengan menggeser benda searah sumbu kamera
Teknologi pengolahan citra biasanya memiliki banyak kendala, diantaranya kecepatan pengolahan yang masih rendah, Hasil pengolahan citra yang belum sempurna, serta kesalahan pendugaan objek. Namun dengan membatasi lingkup yang dianalisa (bentuk, warna, tekstur, ukuran, dsb.) pada citra objek dapat meningkatkan effisiensi pengolahan citra. . L Xo
D
d Xi
L Xi2 Xi1
Gambar 1. Pengambilan Gambar Stereo Beserta Penentuan Jaraknya (Kondo et al., 1998) Berdasarkan Gambar 1. besarnya nilai D merupakan jarak dari lensa kamera ke objek (buah sawit) searah sumbu kamera dapat dihitung dengan merubah posisi lateral kamera dengan jarak tertentu. Pada penelitian ini, jarak perubahan posisi lateral kamera adalah 90mm. Perubahan posisi pusat citra (buah sawit matang) dinyatakan dengan : (Xi2 – Xi1). Oleh karena itu, D dapat dijabarkan sebagai berikut : D = dL / (Xi2 – Xi1)
................................................................................... ( 1)
Dimana d adalah jarak dari lensa kamera ke sensor citra (Film / Negative) didalam kamera, L adalah jarak pergeseran kamera ( 90mm ), dan nilai (Xi2 – Xi1) merupakan invers proporsional dari D. Pergeseran lateral dari X0 pada sumbu lensa dapat dihitung berdasarkan: X0 = XiD / d, .............................................................................................. ( 2) Dimana nilai Xi adalah jarak dari titik pusat sensor citra ( Film / Negativ ) ke titik pusat Objek pada citra. Perubahan vertikal pada sumbu lensa juga dapat dihitung menggunakan metode yang sama (Kondo., 1998). Algoritma Pengolahan Citra Salah satu cara yang mudah untuk menghitung nilai warna dan menafsirkan hasilnya dalam model warna RGB adalah dengan melakukan normalisasi terhadap
ketiga komponen warna tersebut. Normalisasi penting dilakukan terutama bila sejumlah citra ditangkap dengan penerangan yang berbeda - beda. Cara melakukan normalisasi adalah sebagai berikut: r=
R R+G+ B
................................................................................... ( 3)
g=
G R+G+ B
.................................................................................. ( 4)
b=
B R+G+ B
................................................................................... ( 5)
Pengolahan citra dengan model HSV tidak mungkin dilakukan tanpa mengkonversi model warna RGB ke model warna HSV. Untuk mendapatkan nilai Value (V) besarnya dapat dihitung secara langsung : I=
R+G+ B 3
................................................................................... ( 6)
Sedangkan untuk penentuan nilai Hue (H) dapat dihitung dengan: CosH =
2R − G − B 2
(R − G )2 + (R − B )(G − B )
............................................. ( 7)
Untuk nilai saturasi (S) dapat dihitung dengan persamaan : S = 1−
3 min (R, G, B ) R+G+ B
........................................................... ( 8)
Transformasi dari model warna RGB ke HSI digunakan untuk mengkonversi citra warna kedalam bentuk yang lebih sesuai untuk pengolahan citra (Usman., 2002) Dengan memindahkan posisi kamera searah sumbu lensa kebeberapa tempat dengan jarak tertentu, dua buah citra dari masing-masing enam tempat yang berbeda di rekam, serta koordinat citra diukur. Selanjutnya dibuat algoritma pengolahan citra seperti terlihat pada Gambar 2. Pada tahapan pertama, program akan membaca data citra meliputi ukuran citra, format piksel citra, format warna citra, nilai RGB (Red, Green, Blue) dan HSI (Hue, Saturation, Intensitas) dari tiap piksel pada citra dan letak direktori dan nama file citra.
Mulai
Inisialisasi sistem Treshold
Pengenal an Objek
Rekam citra kanan
Geser kamera 90mm
Rekam citra kiri
Inisialisasi citra
Reset Kamera
Citra Mulai Image Transfer dat dimasukkan Processing ke PC ke program Perhitungan Penentuan Penentuan Selesai titik pusat jarak ko’ordinat potong
Gambar 2. Bagan Alir Algoritma Pengolahan Citra
Kemudian, dilakukan proses tresholding atau eliminasi data. Tresholding adalah proses analisa data RGB dan HSV dari tiap piksel citra terhadap nilai ambang yang ditentukan. Nilai Tresholding (nilai ambang) ditentukan menggunakan metode trial dan error. Karena sampai saat ini belum diketahui komposisi nilai RGB dan nilai HSV dari citra objek buah sawit yang matang yang telah siap panen. Penentuan titik pusat citra dilakukan dengan menghitung jumlah piksel terbanyak pada baris dan kolom, pada citra biner. Penentuan nilai ambang (tresholding) dilakukan dengan menganalisa nilai komponen RGB dan HSV dari 12 buah citra buah sawit matang yang diambil dari berbagai posisi. Analisa nilai RGB dan Hsv dari ke 12 citra tersebut, untuk mendapatkan nilai ambang yang seragam. Pengolahan citra dilakukan dengan beberapa asumsi sebagai berikut : 1. Buah memiliki bentuk cenderung bulat 2. Buah sawit memiliki warna yang cenderung seragam 3. Berondolan sawit dianggap memiliki kerapatan yang tinggi sehingga bentuk tepi buah berbentuk kurva sp-line. 4. Kemiringan buah tidak lebih dari 450 dari arah Vertikal. Setelah didapatkan nilai ambang, maka proses tresholding dimulai. Maka nilai komponen RGB dan HSV pada tiap piksel dari citra yang lebih kecil atau lebih besar dari nilai ambang dieliminasi. Hasil pengolahan ini akan tampak citra dengan objek buah sawit matang dengan noise (distorsi / ganguan) yang jauh lebih berkurang. Selain itu juga dapat dipisahkan antara yang objek dengan latar pada citra. Dari perhitungan selisih koordinat objek dari citra 1 dan citra 2 (kiri dan kanan), maka dapat di tentukan jarak objek terhadap kamera HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Grafik kalibrasi hubungan antara pergeseran pusat citra stereo dengan jarak objek terhadap pusat kamera dapat dilihat pada Gambar 3, 120000
-0.9916
380
∆ j = 28119x 2 R = 0.9998
-1.9784
Luas = 6E+08x 2 R = 0.9999
Lebar
60000
40000
30
80
130
Tinggi
Luas objek (piksel2)
230
80000
180
Piksel
280
330
100000
20000
-0.9868
∆ i = 19749x 2 R = 0.9998 70
120
170
0 220
270
Jarak objek (cm)
320
370
420
70
170
270 Jarak objek (cm)
370
Gambar 3. Grafik hasil pengukuran dimensi objek (kiri) & pengukuran luas objek (kanan) berdasarkan jarak perekaman citra dari lensa
Persamaan untuk menentukan dimensi objek berdasarkan jarak pengambilan citra adalah sebagai berikut: Lebar (∆i)
= 19749 x ( Exp ( -0.9868 x Ln ( D )))............................................. (9)
Tinggi (∆j)
= 28119 x ( Exp ( -0.9916 x Ln ( D )))............................................. (10)
D adalah jarak dari objek ke sensor pada kamera dalam satuan cm. Grafik kalibrasi hubungan antara pergeseran pusat citra stereo dengan jarak objek terhadap pusat kamera dapat dilihat pada Gambar 3. dan Gambar 4.. 250 230 210
Jarak Objek (cm)
190 170 150 130 110
D = 2.8331(dL / Po ) + 0.9196 R2 = 0.9947
90 70 20
30
40
50
60
70
80
90
dL / Po (mm)
Gambar 4. Hubungan Linier Besar Pergeseran Objek Terhadap Jarak Pengambilan Citra Dengan diketahuinya hubungan tersebut, maka jarak objek terhadap pusat kamera dapat dihitung dari pergeseran pusat citra stereo dengan rumus sebagai berikut: D = 2.8331 (dL/∆Po) + 0.9196.................................................................... ( 11) dL/∆Po adalah jarak objek kelensa kamera dalam satuan mm Penentuan nilai ambang (Tresholding) dilakukan dengan cara Trial and Error, dimana pada tiap citra yang diambil di rubah batasan nilai dari masing-masing komponen RGB dan HSV nya sampai objek dapat teridentifikasi dengan baik, atau dengan mereduksi latar menjadi sekecil mungkin. Hasil Penentuan rata-rata nilai ambang (Tresholding) dapat dilihat pada Tabel 1. Nilai tresholding ini adalah hasil rata-rata yang diperoleh dari 75 citra yang diambil pada berbagai kondisi cahaya yang berbeda, menggunakan metode trial dan error. Nilai ambang (Tresholding) tersebut sudah cukup untuk memisahkan pusat objek dari latar belakang. Citra yang direkam oleh kamera berbentuk persegi empat dengan luasan 1600 x 1200 piksel. Format gambar citra adalah JPEG dengan resolusi warna 24bit Color.
Tabel 1. Nilai Treshold KOMPOSISI WARNA Merah (Red) Hijau (Green) Biru (Blue)
MIN 60 23 20
Hue (H) Saturasi (S) Intensitas (V)
1 100 60
NILAI MAX 210 100 90 15 250 200
Penentuan titik pusat dilakukan dengan terlebih dahulu menghilangkan nilai RGB dan HSV tiap piksel pada gambar yang berada diluar nilai ambang (Treshold), sehingga piksel yang ditampilkan pada program hanyalah piksel dengan nilai RGB dan HSV yang berada pada nilai ambang (Tresholding). Setelah itu piksel yang ditampilkan dihitung perkolom mulai dari kolom paling kiri untuk menentukan posisi pusat citra arah tegak. Perhitungan juga dilakukan perbaris, mulai dari baris paling atas untuk menentukan posisi pusat benda. Jumlah piksel perkolom terbanyak (imax) dan jumlah piksel perbaris terbanyak (jmax) pada citra selanjutnya ditentukan sebagai titik pusat objek dengan asumsi buah sawit berbentuk bulat, berwarna seragam dan berbentuk kurva sp-line. Selisih titik pusat dari citra 1 (kiri) dan citra 2 (kanan) dihitung untuk menentukan jarak titik pusat, menggunakan persamaan: (Xi2 – Xi1) = ABS (Xi – Xj)
…………………......................................
(12)
nilai (Xi2 – Xi1) yang didapatkan selanjutnya dimasukkan ke persamaan 9 sehingga didapatkan jarak objek kekamera untuk menentukan posisi ruang 3D dari objek. Hasil Running Program dapat dilihat pada Gambar 5. Titik potong tandan kelapa sawit ditentukan terlebih dulu dengan menentukan titik pusat objek, batas atas bawah dan kiri kanan objek pada citra, dan kemiringan buah. Cara ini memiliki keuntungan yaitu pemotongan tandan cukup dilakukan pada satu titik saja, tetapi areal pemotongan tergantung dari lebar alat potong yang digunakan. Selain itu juga, penentuan titik potong juga ditentukan berdasarkan dimensi buah. Cara ini diduga akan menaikkan tingkat keberhasilan pemotongan
Gambar 5. Hasil Runing Program
Penentuan dimensi objek adalah untuk mengetahui ukuran benda sebenarnya. Parameter yang digunakan adalah tinggi dan lebar objek. Tinggi dan lebar objek ditentukan berdasarkan jarak benda, tinggi citra dan lebar citra. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut : RN = 13.675 (D)-0.9892
...................................................................... ( 13)
Lobj
= (∆i x 0.11045) / RN ..................................................................... ( 14)
Tobj
= (∆j x 0.11045) / RN ..................................................................... ( 15)
dimana Lobj dan Tobj adalah lebar dan tinggi objek sebenarnya dalam satuan mm dan RN adalah rasio lebar dan rasio tinggi objek pada citra. Hasil running program pada sepasang citra stereo menggunakan treshold yang ditentukan, dapat dilihat pada Tabel 2. berikut ini: Tabel 2. Data Hasil Pengolahan Citra Objek Kiri Objek Kanan Citra ( 689, 436 ) ( 898, 446 ) Titik Pusat 38916 piksel (matang) 36945 piksel (matang) Jumlah Piksel ( 911, 129) A ( 760, 137 ) ( 1188, 495 ) B ( 1020, 472 ) ( 746, 812 ) Koordinat Tepi C ( 557, 797 ) Benda ( 449, 528 ) D ( 310, 535 ) o -8.1o (CCW) -11.1 (CCW) Kemiringan Untuk pengukuran 3D diperoleh data sebagai berikut : Pergeseran pusat objek (∆Po) : 153 piksel (16.89885 mm) Jarak lensa ke pusat objek (Dc) : 76 cm Koordinat pusat objek (Po) : ( 11, -1, 76 ) cm Jarak pusat pandang ke pusat objek (Po-Pc) : 11 cm Dimensi objek: Lebar : 395 mm Tinggi : 427 mm Koordinat titik potong : ( 9, -19, 77 ) cm Hasil pengukuran manual pada saat pengambilan gambar adalah 75cm, dimensi buah (35.5 x 39.5 cm). Dari beberapa pengulangan didapatkan bahwa, program hanya dapat memberikan hasil yang baik bila gambar yang diambil pada jarak antara 700 sampai 4500 mm dari objek. Bila objek lebih dekat dari 700mm, maka citra yang dihasilkan akan kabur, sedangkan bila lebih dari 4500mm akan cenderung gelap. Sistem netra mesin (Machine Vision) yang dihasilkan mampu menganalisa secara keseluruhan dalam waktu 15 detik. Waktu ini terdiri dari perekaman citra dalam konfigurasi stereo selama 3 detik, Loading citra selama 2 detik, serta proses lainnya (meliputi proses thresholding, analisa kematangan, analisa titik pusat, analisa kemiringan TBS, analisa pergeseran titik pusat objek citra stereo, analisa jarak titik pusat bidang pandang kamera ke titik pusat TBS, analisa jarak titik pusat TBS ke lensa kamera, perhitungan dimensi objek, analisa koordinat titik potong panen TBS dari lensa
kamera) selama 10 detik. Waktu ini jauh lebih singkat dari waktu yang diperlukan oleh seorang pemanen yang belum berpengalaman untuk memanen TBS matang. Waktu proses masih dapat dikurangi dengan cara mereduksi resolusi citra. Hasil analisa waktu proses dengan reduksi resolusi citra dapat dilihat pada Gambar 6.. Dari hasil penentuan ini didapatkan titik optimum waktu proses dicapai dengan mereduksi citra menjadi 0.475 dari ukuran semula, sehingga didapatkan waktu proses keseluruhan selama 4.25 detik. 16
Waktu Proses (detik)
14 12 10 8 6 4 2 0 0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
Rasio Resolusi Citra
Gambar 6. Hasil penentuan optimasi reduksi resolusi citra untuk mendapatkan kecepatan waktu proses optimum SIMPULAN Pada penelitian ini telah dihasilkan sebuah algoritma pengolahan citra pada sistem netra mesin 3D (3D machine vision) yang dapat menentukan: tingkat kematangan tandan buah sawit (TBS) di pohon, titik pusat TBS di pohon, kemiringanTBS di pohon, ukuran TBS di pohon, jarak TBS di pohon dari lensa kamera, dan koordinat titik potong pemanenan pada TBS berdasarkan citra pohon kelapa sawit yang direkam dalam konfigurasi stereo 3D, yang dapat diterapkan pada proses pemanenan sawit secara otomatis dengan menggunakan bantuan robot. Tingkat kematangan tandan buah sawit (TBS) di pohon ditentukan dengan menghitung jumlah piksel pada citra yang telah dithreshold. Nilai threshold ditentukan dengan menganalisa komposisi RGB dan HSI dari 20 berondolan matang. Hasil nilai threshold dari TBS matang adalah sebagai berikut; intensitas nilai merah (R) 60 - 210, hijau (G) 23 – 100, biru (B) 20 - 90, hue (H) 1 – 15, Saturasi (S) 100 – 250, dan Intensitas abu-abu (I) sebesar 60 – 200. Nilai threshold tersebut sudah dapat memisahkan antara objek (TBS matang) dengan latarnya pada citra . Dalam algoritma program, TBS dianggap matang bila pada citra terdapat lebih dari 5000 piksel yang memiliki nilai RGB dan HSI dalam selang nilai threshold, dengan akurasi analisa kematangan TBS mencapai 100%. Titik pusat TBS di pohon pada algoritma program dihasilkan dengan menentukan titik tepi atas (A(i,j)), kiri (B(i,j)), bawah (C(i,j)) dan kanan (D(i,j)) dari citra objek serta perpotongan garis AC dan BD, dengan akurasi mencapai 1 mm. Penentuan titk pusat dengan cara pertama dilakukan bila kemiringan TBS kurang dari 15o dari arah sumbu vertikal. Cara kedua digunakan bila kemiringan TBS lebih dari 15o. Algoritma program yang dihasilkan dapat menghitung arah dan besar kemiringan dari TBS di pohon hingga 45o dari sumbu vertikal dengan akurasi hingga 0.01o. Tanda
negatif (-) pada hasil perhitungan kemiringan TBS menunjukkan arah kemiringan yang berlawanan dengan arah putaran jarum jam, dari sumbu vertikal. Perhitungan dimensi TBS pada algoritma program selalu lebih kecil dari ukuran sebenarnya, karena bagian tepi dari TBS berwarna lebih gelap dari buahnya, sehingga pada saat threshold tereliminasi. Perbedaan dimensi antara hasil perhitungan program dengan pengukuran sebenarnya rata-rata 5 cm. Jarak TBS dari kamera dihitung berdasarkan pergeseran titik pusat pada kedua citra stereo. Kesalahan perhitungan jarak TBS pada algoritma dapat diperkecil hingga 3 cm. Penentuan koordinat titik potong TBS dilakukan dengan pendugaan karena tidak memungkinkan dianalisa di lapang. Kesalahan penentuan koordinat diperoleh sebesar 3cm, namun masih dianggap valid mengingat dimensi TBS yang lebih dari 30cm. Algoritma program yang dihasilkan dianggap valid dengan rasio kesalahan kecil. Pada penelitian ini sistem netra mesin yang dihasilkan hanya dapat menganalisa citra satu TBS yang direkam dalam jarak pandang antara 70 cm hingga 450 cm. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan dari kamera yang digunakan. Secara keseluruhan, sistem ini dapat merekam dan menganalisa citra dalam waktu 15.11 detik. Dengan mereduksi resolusi citra yang direkam menjadi 47.5% dari ukuran semula, didapatkan waktu optimum 4.25 detik DAFTAR PUSTAKA Ahmad,U., 2002. Teknik Dasar Pengolahan Citra Digital, 2002, Bogor Agricultural University. Bogor. Badan Pusat Statistik (BPS). 2004. “Ringkasan Statistik Sem I 2004”. BPS, Jakarta. DITJENBUN. 2001. Statistik Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Dept. Kehutanan dan Perkebunan Negara. Indonesia. D. M. Bulanon, T. Kataoka, Y. Ota, And T. Himora. 2003. An Algorithm For The Recognition Of Different Fruit Varieties Kondo N., Ting K O., 1998. Robotics for Bioproduction System. ASAE. The Society for Engineering in Agricultural, Food and Biological Systems. 2950 Niles Road. USA. Si Chan Kim, et al., 2001. Identification and 3D Coordinate Extraction of Object Via Tele-Task Command. IFAC. Korea. Subrata, D., Fujiura, T., Yamada, H., Hida, M., Yukawa, T. And S. Nakao. 1996. Cherry Tomato Harvesting Robot Using 3-D vision Sensor (Part-1). Journal of The JSAM, 58(4):45-52. Subrata, D., Fujiura, T., Yamada, H., Hida, M., Yukawa, T. And S. Nakao. 1997. 3-D Vision Sensor for Cherry Tomato Harvesting Robot. Journal of The JARQ. 31, 257-264. Tian, L., and D. Slaughter. 1998. Enviromentally Adaptive Segmentation Algorithm For Outdoor Image Segmentation. Computers and Electronics in Agriculture, 21(3):153-168. Tóth, S. J: Optimal Trajectory Planning For Robots, Msc Thesis, 1994, Budapest Technical University.