Pengelolaan Supervisi Akademik Kepala Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Kota Semarang | Ngatini & Bambang Ismanto
Kelola Jurnal Manajemen Pendidikan Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
ISSN 2443-0544 Volume: 2, No.2, Juli - Desember 2015 Halaman: 127-138
PENGELOLAAN SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SEKOLAH DI SEKOLAH DASAR NEGERI KOTA SEMARANG
Ngatini
[email protected] Alumni Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana
Bambang Ismanto
[email protected] Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRACT This study aimed to know the management of school academic supervision activity that conducted by principal in the state primary school Pongangan, Gunungpati, Semarang area that included the planning, implementation, and the follow-up to increacse teachers’ performace. This research was conducted with qualitative descriptive method. The collecting data used interview, observation, and documentation. Research results revealed that (1) the planning of academic supervision by the principal at SDN Pongangan rated very good. (2) the implementation of academic supervision in SDN Pongangan a great fit the program, the schedule, the instruments that used according to the design, aspects that disupervisi votes had been lead on target academic supervision adapted to the needs of teachers and schools, the approach was with the program, academic supervision techniques used varied enough, the academic supervision of implementation constraints by the head of the school is the limited time; (3) the principal efforts made in the follow-up assessed academic supervision has been very good and hard-wired. Activities performed were: a) the beginning of each semester were held in groups/joint supervision of teachers meeting school/KKG school; b) performs the inverse to the teacher in order to reflect ourselves; c) implementing guidance on drafting/administration/creation of learning; d) emphasize on teachers that always paid attention to the discipline of work in carrying out the task of teaching as a teacher; e) provided guidance for teachers on how to teach in interesting and fun way; f) conducted coaching and guidance for teachers in the use of learning media, techniques/methods of teaching; g) provide a learning device formats that are new to the teacher, and taught how to fill them; g) For School Superintendent gave a complete written report in the end of years. Keywords: Management of Academic Supervision, Principal
| 127
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
PENDAHULUAN Kualitas mutu pendidikan di sekolah merupakan tanggungjawab bersama antara kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan lainnya yang berada di sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin di sekolah agar dapat menghasilkan pendidikan bermutu harus didukung oleh kompetensi kepribadian, manajerial, supervisi, sosial, dan kewirausahaan (Permendiknas Nomor 13 tahun 2007). Demikian halnya guru, ia harus memiliki empat kompetensi yang melekat dan kuat pada dirinya yaitu kompetensi kepribadian, sosial, paedagogik, dan profesional untuk dapat melaksanakan tugas sebagai guru yang memiliki profesionalitas tinggi. Kepala sekolah sebagai manajer dan supervisor mempunyai peran penting dalam menggerakan dan mengarahkan kompetensi profesional guru agar mumpuni dalam melaksanakan pembelajaran. Sebagai manajer dan supervisor kepala sekolah dituntut mampu mengelola pelaksanaan supervisi akademik dengan baik. Kegiatan supervisi akademik pada intinya adalah membina guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan amanat Permendiknas nomor 41 tahun 2007, yaitu Tentang Standar Proses Untuk Pendidikan Dasar Dan Menengah, yang menyatakan bahwa salah satu dimensi kompetensi kepala sekolah/madrasah adalah supervisi akademik yang nantinya guru akan memperoleh bimbingan dari kepala sekolah secara langsung. Menurut Mulyasa (2013: 249), supervisi akademik adalah bantuan profesional kepada guru, melalui siklus perencanaan yang sistematis, pengamatan yang cermat dan umpan balik yang objektif dan segera. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Suharsimi (2004:5) yang menyatakan bahwa supervisi 128 |
akademik adalah supervisi yang menitik beratkan pengamatan pada masalah akademik, yaitu yang langsung berada dalam lingkup kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswa ketika sedang dalam proses belajar. Terkait dengan supervisi akademik Suharsimi (2004: 13) menegaskan bahwa supervisi akademik mempunyai fungsi sebagai kegiatan meningkatkan mutu pembelajaran, sebagai pemicu atau penggerak terjadinya perubahan pada unsur-unsuryang terkait dengan pembelajaran, dan sebagai kegiatan memimpin dan membimbing.Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi akademik adalah pengawasan dari atasan kepada guru yang fungsinya untuk membantu guru dalam melaksanakan pembelajaran sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan. Hersey dan Blanchard dalam Sudjana (2000:17) memberi arti pengelolaan sebagai “Management as working with and through individual and groups to accomplish organizational goals” (pengelolaan merupakan kegiatan yang dilakukan bersama dan melalui orang-orang serta kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi). Sedang Sumijo Soebedjo dalam Sudjana (2000:17) mengemukakan bahwa “Management the process of planning, organizing, leading, and controlling the efforts of organizing members and of using all other organizational resources achieve statet organizational goals”. Kalau kita simpulkan dari kedua pengertian di atas konsep manajemen atau pengelolan merupakan serangkaian kegiatan merencanakan, mengorganisasikan, menggerakkan, mengendalikan dan mengembangkan secara inovatif terhadap segala upaya dalam mengatur dan mendayagunakan sumber daya manusia, sarana prasarana secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi yang
Pengelolaan Supervisi Akademik Kepala Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Kota Semarang | Ngatini & Bambang Ismanto
telah ditetapkan. Berdasarkan hal di atas maka pengertian pengelolaan mengandung unsur usaha dan proses. Usaha ditunjukkan oleh kemauan kepala sekolah, tenaga edukatif dan tenaga administratif yang terlibat, sedangkan proses ditunjukkan oleh jalannya usaha dalam rangka pencapaian tujuan di sekolah. Usaha dan proses tersebut berupa kegiatan-kegiatan pengelolaan, seperti perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Berdasarkan proses-proses yang dikedepankan oleh para ahli manajemen tersebut, maka Suryobroto (2004:33) mengabstrasikan bahwa pengelolaan/ manajemen menjadi empat proses yaitu: planning, orginizing, actuating, dan controling. Hal senada disampaikan pula oleh Pidarta (2004: 13) memberikan penjelasan bahwa empat fungsi pengelolaan yakni merencanakan, mengorganisasi, memotivasi dan mengontrol. Menurut Suryobroto (2004: 35) pengelolaan pendidikan mengandung pengertian proses untuk mencapai tujuan pendidikan. Proses itu dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pemantauan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah suatu usaha yang dilakukan secara bersama-sama untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-fungsi perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling). Manajemen dibutuhkansetidaknya untuk mencapai tujuan, menjaga keseimbangan di antara tujuan-tujuan yang saling bertentangan, dan untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membuat guru untuk mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran (Daresh,1989, Glickman, et al; 2007), dalam
Dirjen PMPTK(2014:164). Supervisi akademik tidak terlepas dari penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran. Sergiovanni (1987) menegaskan bahwa refleksi praktis penilaian kinerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat kondisi nyata kinerja guru dalam proses pembelajaran, antara lain untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul: Apa yang sebenarnya terjadi di dalam kelas? apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan peserta didik di dalam kelas? Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di dalam kelas itu yang bermakna bagi guru dan peserta didik?Apa yang telah dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik? Apa kelebihan dan kekurangan dan bagaimana cara mengembangkannya? Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaanpertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini, bahwa setelah melakuakan penilaian kinerja bukan berarti selesailah pelaksanaan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan tindak lanjutnya berupa pembuatan program tindak lanjut. Dalam kaitannya dengan manajemen dan kepemimpinan kepala sekolah, supervisi lebih ditekankan pada pembinaan dan peningkatan kemampuan dan kinerja tenaga kependidikan/guru di sekolah dalam melaksanakan pembelajaran. Untuk memahami dan wawasan yang lebih luas tentang supervisi, dalam Carter Good’s Dictionary of Education dikemukakan definisi supervisi sebagai berikut: Segala usaha pejabat sekolah dalam memimpin guru-guru dan tenaga kependidikan lainnya, untuk memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulasi, menyeleksi pertumbuhan dan perkembangan jabatan guru-guru, menyeleksi, dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan pengajaran dan metode-metode mengajar serta evaluasi pengajaran. | 129
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
Pada hakikatnya supervisi mengandung beberapa kegiatan pokok, yaitu pembinaan yang kontinyu, pengembangan kemampuan profesional personel, perbaikan situasi belajar mengajar, dengan sasaran akhir pencapaian tujuan pendidikan dan pertumbuhan pribadi peserta didik. Dengan kata lain, dalam supervisi ada proses pelayanan untuk membantu atau membina guru-guru. Pembinaan ini menyebabkan perbaikan atau peningkatan kemampuan profesional guru, kemudian selanjutnya ditransfer ke dalam perilaku mengajar sehingga terciptanya situasi belajar mengajar yang lebih efektif dan pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar peserta didik. Jadi pengertian supervisi lebih difokuskan kepada upaya memberi layanan dan bantuan, baik secara individual maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran, sehingga guru dan tenaga kependidikan lainnya merasakan bimbingan dari seorang supervisor, bukan sebagai hubungan antara atasan dengan bawahan tetapi suatu hubungan kemanusiaan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa supervisi akademik adalah bantuan profesional yang diberikan kepala sekolah pada guru yang merupakan serangkaian kegiatan pada guru untuk dapat mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. Tujuan supervisi akademik antara lain membantu guru-guru,(1) mengembangkan proses belajar mengajar, (2) menerjemahkan kurikulum ke dalam bahasa belajar mengajar,(3) melihat tujuan pendidikan membimbing pengalaman belajar mengajar, menggunakan sumber dan metode mengajar, memenuhi kebutuhan belajar dan menilai kemajuan siswa, membina moral kerja, menyesuaikan diri, dan (4) membantu mengembangkan profesional guru.
130 |
Teknik supervisi akademik terdiri atas dua macam, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok. Prosedur supervisi akademik merupakan rangkaian kegiatan supervisi untuk memberikan bantuan dan bimbingan kepada kepala sekolah dan guru agar termotifasi melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan dalam bidang akademik dengan cara memilih pendekatan, metode, dan teknik supervisi yang tepat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Prosedur pelaksanaan supervisi akademik terdiri atas: 1) Tahap persiapan meliputi: (a) menyiapkan instrumen dan (b) menyiapkan jadwal bersama, 2) Tahap Pelaksanaan, yaitu pelaksanaan observasi supervise baik secara langsung maupun tidak langsung, 3) Tahap Pelaporan, meliputi; (a) mengidentifikasi hasil pengamatan pada saat observasi, (b) menganalisis hasil supervise, (c) mengevaluasi bersama antara supervisor dengan kepala sekolah dan guru, (d) membuat catatan hasil supervisi yang didokumentasikan sebagai laporan, 4) Tahap Tindak Lanjut, meliputi: (a) mendiskusikan dan membuat solusi bersama, (b) memberitahukan hasil pelaksanaan supervisi akademik, dan (c) mengkomunikasikan hasil pelaksanaan supervisi akademik antara kepala sekolah dan guru. Top Bottom of Form Kepala sekolah dalam kedudukan dan tanggung jawabnya sebagai supervisor melaksanakan program tindak lanjut hasil supervisi dilakukan sebagaimana tercantum dalam Permendikbud Nomor 65 tahun 2013 tentang Standar Proses meliputi: (a) memberi penguatan dan penghargaan kepada guru yang menunjukkan kinerja yang memenuhi standar, (b) memberi kesempatan kepada guru untuk mengikuti program pengembangan keprofesionalan berkelanjutan. Pelaksanaan tindak lanjut yang dilakukan kepala sekolah menganalisis kelemahan dan
Pengelolaan Supervisi Akademik Kepala Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Kota Semarang | Ngatini & Bambang Ismanto
kekuatan guru dengan alat instrumen penilaian kinerja guru (IPKG), sehingga hasil analisis catatan supervisor dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran, meningkatkan profesional guru. Dari umpan balik itu pula tercipta suasana komunikasi yang harmonis, memberi kesempatan untuk mendorong guru memperbaiki kinerjanya kegiatan sebagai berikut:a). Pembinaan langsung, pembinaan ini dilakukan terhadap hal-hal yang bersifat khusus, yang perlu perbaikan dengan segera dari hasil analisis supervisi, pembinaan dapat dilakukan melalui pemberian contoh, diskusi, konsultasi, atau pengadakan pelatihan. b) Pembinaan tidak langsung adalah hal-hal yang bersifat umum dari hasil analisis supervisi. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tindak lanjut supervisi akademik adalah tindakan yang dilakukan kepala sekolah setelah hasil dari supervisi akademik dilakukan yang tujuannya untuk memperbaiki kekurangan dan kelemahan guru yang diperoleh dari proses pembelajaran yang dilakukan. Dari hasil pengamatan peneliti di lapangan bahwa supervisi akademik kepala sekolah di Gugus Ibu Kartini Gunungpati Semarang secara umum ditemukan beberapa kelemahan bahwa supervisi akademik kepala sekolah di Gugus Ibu Kartini Gunungpati Semarang belum berjalan dengan baik, diantaranya kepala sekolah belum memahami tugasnya sebagai supervisor. Dalam melakukan supervisi belum melakukan tahapan yang benar yaitu dengan perencanaan program supervisi akademik, pelaksanaan program supervisi akademik, dan tindak lanjut hasil supervisi akademik. Demikian halnya dengan guru-guru di Gugus Ibu Kartini dimana banyak guru yang
belum optimal dalam menjalankan profesinya, sebagai guru terutama dalam memahami landasan kependidikan, belum melakukan pengembangan kurikulum atau silabus, belum sempurnanya membuat perencanaan pembelajaran, belum optimal dalam melaksanakan pembelajaran, belum optimal dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar, hal ini mengakibatkan mutu pendidikan belum optimal. Fenomena masih belum optimalnya mutu proses pembelajaran di Gugus Ibu Kartini, diperoleh melalui hasil studi pendahuluan dan diskusi yang dilakukan oleh penulis terhadap sesama kepala sekolah dan guru-guru di Gugus Ibu Kartini. Melihat fenomena yang terjadi sebagaimana dijelaskan di atas, tentu dapat diprediksi bahwa mutu pendidikan sekolah dasar menjadi terabaikan, karena salahsatu kriteria pencapaian mutu pendidikan adalah sumber daya kepala sekolah dan guru. SDN Pongangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang sebagai SD Inti sangat menarik untuk dijadikan objek penelitian dalam rangka membuktikan asumsi penulis. Penulis mencoba mencari pemecahan dengan melakukan kajian lapangan tentang pengelolaan supervisi akademik dengan melakukan penelitian di SDN Pongangan Gunungpati Kota Semarang METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode diskriptif. Proses penelitian menggunakan pendekatan kualitatif bersifat fenomenologis yaitu menyelidiki suatu fenomena sosial atau masalah manusia. Menurut Sugiyono (2009:1), penelitian kualitatif yaitu suatu metode yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), sifat analisis data dan hasil pene| 131
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
litian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi. Tujuan dari penelitian kualitatif deskriptif ini dimaksudkan untuk mendiskripsikan permasalahan yang ada pada suatu penelitian sehingga akan diperoleh pemecahan permasalahnya dalam hal ini berhubungan dengan pengelolaan supervisi akademik oleh Kepala Sekolah di SDN Pongangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Subjek pada penelitian ini adalah Kepala Sekolah SDN Pongangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang. Lokasi penelitian yaitu di SDN Pongangan Kecatam Gunungpati Kota Semarang. Dipilihnya SDN Pongangan sebagai objek dan lokasi penelitian karena sekolah tersebut merupakan SD inti yang nantinya hasil penelitian dapat dikembangkan dan direkomendasi untuk sekolah itu sendiri dan sekolah imbas. Teknik pengumpul data merupakan langkah yang paling penting dalam penelitian. Pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai cara dan berbagai sumber. Sumber data dapat menggunakan sumber primer, dan sumber data sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang diperoleh dari pihak yang langsung berhubungan dengan permasalahan, sedangkan data primer adalah sumber data dari pihak/sumber lain yang berfungsi untuk penguatan atau crosschek. Ditinjau dari segi tata cara atau teknik pengumpul data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan wawancara (interview), observasi (pengamatan), dokumentasi dan gabungan ketiganya. Berdasarkan sifat penelitian kualitatif maka data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri data primer dan data sekunder, dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara: Wawancara, Pengamatan (Observasi) dan 132 |
Dokumentasi dan Arsip. Setelah diperoleh data, maka data dianalisisis. Pada penelitian ini analisis data menggunakan model interaktif, yaitu mengumpulkan data dengan model analisis interaktif ada tiga komponen utama analisis, yaitu reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga data yang diperoleh sampai titik jenuh. Untuk memperjelas model analisis interaktif dapat digambarkan dengan skema sebagai berikut: HASIL PENELITIAN Perencanaan merupakan syarat bagi setiap organisasi atau lembaga dalam melakukan kegiatan, baik perorangan maupun kelompok. Perencanaan merupakan keharusan untuk melakukan kegiatan pelaksanaan. Perencanaan pada penelitian ini adalah tentang perencanaan program supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah yang ditinjau dari tujuan, sasaran, langkah-langkah, dan waktu yang ditetapkan. Program perencanaan yang digunakan dalam pengelolaan supervisi akademik di SDN Pongangan dilaksanakan dengan cara mengkoordinasikan lewat rapat dengan semua guru untuk menentukan dasar atau landasan dalam menyusun perencanaan supervisi, menyusun jadwal rencana supervisi akademik, memahami tujuan dari supervisi yang dilakukan nantinya. Dengan panduan kalender pendidikan yang di buat kepala sekolah dan menyiapkan bukubuku sebagai sarana pendukung yang diperlukan. Kegiatan riilnya berupa penyusunan program supervisi akademik, pelaksanaan pembelajaran serta rencana evaluasi dan tindak lanjut. Sedang mekanisme melalui rapat guru
Pengelolaan Supervisi Akademik Kepala Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Kota Semarang | Ngatini & Bambang Ismanto
untuk mensosialisasikan program supervisi akademik yang akan dilakukan kepala sekolah. Perencanaan supervisi akademik di SDN Pongangan Gunungpati ini tentunya dilakukan dengan langkah-langkah yang terstruktur serta supervisi akademik ini memiliki aspek atau materi yang harus diketahui kepala sekolah dan guru sehingga dapat disupervisi. Dalam perencanaan supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah SDN Pongangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang adalah sebagai berikut: 1) Kepala Sekolah melakukan analisis hasil supervisi tahun lalu, 2) Menyusun program, jadwal dan instrument, 3) melakukan sosialisasi kepada guru, 4) melaksanakan supervisi manajerial dan akademik, 5) melaksanakan tindak lanjut (refleksi, pembinaan dan penyusunan laporan), 6) pembuatan dilakukan pada awal tahun pelajaran baru hal tersebut dimaksudkan karena awal semester pada bulan ke dua supervisi akademik tersebut akan atau sudah harus digunakan, 7) menganalisis hasil dari pelaksanaan tahun lalu, 8) mengadakan pertemuan dengan guru untuk berdiskusi, 9) menyusun program atau rencana, dan 10) kepala sekolah menanyakan kepada guru aspek atau materi yang perlu disupervisi akademik ini meliputi aspek manajerial yaitu administrasi kelas dan pembelajaran dan aspek akademis yaitu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Pelaksanaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Rencana yang telah disusun akan mempunyai nilai jika dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan, setiap organisasi harus memiliki kekuatan yang mantap dan meyakinkan sebab jika tidak kuat, maka proses pendidikan yang diinginkan sulit terealisasi.
Pelaksanaan supervisi akademik yang dilakukan oleh Kepala Sekolah di SDN Pongangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang ini menggunakan langkah-langkah yang telah terstruktur dan waktu pelaksanaan yang sudah direncanakan sebelumnya sehingga nantinya akan mampu menghasilkan hasil supervisi yang maksimal dan optimal. Langkahlangkah yang dilakukan kepala sekolah dalam pelaksanaan supervisi akademik di SDN Pongangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang ini antara lain adalah 1) mengadakan pertemuan awal dengan guru, 2) menyampaikan instrument untuk disepakati, 3) melakukan pemantauan dokumen pembelajaran atau administrasi kelas, 4) melaksanakan pengamatan atau observasi pembelajaran, 5) mengadakan balikan guna melakukan refleksi. Kemudian waktu dalam pelaksanaan supervisi akademik di SDN Pongangan Gunungpati ini yaitu: 1) pada awal semester pertama dan kedua, hal ini dimaksudkan sebagai alat formatif untuk mengadakan pembinaan dan PKB, dan 2) Akhir tahun pelajaran, yaitu sebagai penilaian formatif PKG. Tindak lanjut supervisi akademik adalah suatu kegiatan yang dilakukan kepala sekolah yang berguna untuk menganalisis kelemahan dan kekuatan guru dengan alat instrumen penilaian kinerja guru (IPKG), sehingga hasil analisis catatan supervisor dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran, meningkatkan profesional guru. Kepala Sekolah dalam menindak lanjuti pelaksanaan supervisi akademik tentunya dilakukan dengan serinci mungkin.Hal tersebut dilakukan supaya hasil yang diperoleh nantinya dapat sesempurna yang diinginkan. Begitu pula dalam mengatasi hambatan dalam pelaksanaan supervisi akademik di SDN Pongangan Gunungpati Semarang kepala sekolah harus | 133
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
mampu mengatasinya dengan semaksimal mungkin. Tindak lanjut supervisi akademik kepala sekolah di SDN Pongangan Gunungpati Semarang adalah dengan melakukan balikan kepada guru baik dalam catatan instrumen maupun pembinaan cara langsung maupun tidak langsung kepada guru dan pembinaan melalui rapat sekolah dan juga melakukan refleksi. PEMBAHASAN Perencanaan supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah SDN Pongangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang adalah sebagai berikut: 1) Kepala Sekolah melakukan analisis hasil supervisi tahun lalu, 2) Menyusun program, jadwal dan instrumen, 3) melakukan sosialisasi kepada guru, 4) melaksanakan supervisi manajerial dan akademik, 5) melaksanakan tindak lanjut (refleksi, pembinaan dan penyusunan laporan), 6) pembuatan dilakukan pada awal tahun pelajaran baru hal tersebut dimaksudkan karena awal semester pada bulan ke dua supervisi akademik tersebut akan atau sudah harus digunakan, 7) menganalisis hasil dari pelaksanaan tahun lalu, 8) mengadakan pertemuan dengan guru untuk berdiskusi, 9) menyusun program atau rencana, dan 10) kepala sekolah menanyakan kepada guru aspek atau materi yang perlu disupervisi akademik ini meliputi aspek manajerial yaitu administrasi kelas dan pembelajaran dan aspek akademis yaitu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Perencanaan supervisi akademik di SDN Pongangan Kecamatan Gunungpati ini selain perlu menyusun program supervisi tentunya juga perlu menyusun instrumen supervisi yang gunanya untuk melihat bagaimana kesiapan guru dalam pelaksanaan supervisi yang akan dilaksanakan nantinya. Instrumen tersebut biasanya berupa instrumen cek list yang akan
134 |
dibuat oleh supervisor sendiri yaitu kepala sekolah untuk melihat apakah semua persiapan guru dalam pembelajaran sudah sesuai atau belum seperti penyusunan Silabus, RPP, alata peraga pembelajaran, media pembelajaran dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas perencanaan supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah menekankan pada tujuan yang berorientasi pada peningkatan profesionalisme dan peningkatan kualitas guru dalam pembelajaran. Selain itu sasaran supervisi akademik sudah berdasarkan permasalahan dan karateristik permasalahan yang dihadapai guru. Peran kepala sekolah dalam membina guru atau yang lebih dikenal dengan istilah supervisi pendidikan/pengajaran, kedudukannya sangat strategis dalam rangka meningkatkan kemampuan profesionalisme guru khususnya dalam kegiatan pembelajaran. Dalam hal ini, kepala sekolah diharapkan mampu membimbing, membina, dan mendorong guru dalam memecahkan problematika kegiatan belajar mengajar yang dihadapi guru. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaiful Sagala (2010: 95) yaitu kegiatan supervisi menaruh perhatian utama pada bantuanyang dapat meningkatkan kemampuan profesional guru. Kemampuan professional ini tercermin pada kemampuan guru memberikan bantuan belajar kepada muridnya, sehingga terjadi perubahan perilaku akademik pada siswanya. Pelaksanaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan rencana menjadi tindakan nyata dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Rencana yang telah disusun akan mempunyai nilai jika dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Dalam pelaksanaan, setiap organisasi harus memiliki kekuatan yang mantap dan meyakinkan sebab jika tidak kuat, maka
Pengelolaan Supervisi Akademik Kepala Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Kota Semarang | Ngatini & Bambang Ismanto
proses pendidikan yang diinginkan sulit terealisasi. Pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah terhadap pembelajaran di SDN Pongangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang ini adalah 1) menyusun jadwal pelaksanaan, 2) melakukan koordinasi kesepakatan dengan guru, 3) melaksanakan supervisi sesuai jadwal, 4) menganalisis hasil supervisi, 5) menyusun laporan, 6) mengadakan pertemuan awal dengan guru, 7) menyampaikan instrumen untuk disepakati, 8) melakukan pemantauan dokumen pembelajaran atau administrasi kelas, 9) melaksanakan pengamatan atau observasi pembelajaran, dan 10) mengadakan balikan guna melakukan refleksi. Supervisi juga dilaksanakan oleh supervisor secara konstruktif dan kreatif dengan cara mendorong inisiatif guru untuk ikut aktif menciptakan suasana kondusif yangdapat membangkitkan suasana kreativitas peserta didik dalam belajar. Pendapat senada disampaikan oleh Ali Imron (2011: 23) mengartikan bahwa supervisi pembelajaran adalah bantuan dalam wujud layanan profesional yang diberikan oleh orang yang lebih ahli dalam rangka peningkatan kemampuan profesional, terutama dalam proses belajar mengajar. Melalui kegiatan supervisi tersebut diharapkan proses belajar mengajar, yang di dalamnya melibatkan guru dan siswa, melalui serangkaian tindakan, bimbingan dan arahan akan menjadi baik. Proses belajar mengajar akan baik pencapaiannya antara lain melalui peningkatan kemampuan profesional guru tersebut diharapkan memberikan kontribusi bagipeningkatan mutu pendidikan. Aspek-Aspek yang disupervisi oleh Kepala Sekolah adalah aspek perencanaan, pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, dan kegiatan tindak lanjut.Aspek perencanaan
pembelajaran, yakni program/materi supervisi yang berhubungan/berkaitan dengan administrasi guru meliputi: program tahunan,program semester, silabus, RPP, KKM, kalender pendidikan, jadwal tatap muka,agenda harian, daftar nilai, dan absensi siswa. Pada komponen pelaksanaan pembelajaran, kegiatan supervisi diarahkan pada kemampuan guru dalam mengelola kelas, dimulai dari kegiatan pendahuluan, kegiatan inti, dan penutup. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada aspek pelaksanaan supervisi akademik kepala SDN Pongangan telah melaksanakan supervisi dengan baik karena telah melaksanakan sesuai prinsipi supervisi akademik berorientasi pada permasalahan dan kebutuhan guru, dalam rangka peningkatan kemampuan dan kualitas pembelajaran. Pendekatan sesuai tujuan dan permasalahan. Kesemuanya dilakukan dengan berbagai tehnik dengan kunjungan kelas, pertemuan pribadi, kelompok melalui rapat serta dengan memanfaatkan informasi dari guru lain, siswa dan orangtua. Kesemuanya dibingkai dalam pelaksanaan supervisi kolegial familier sebagaimana dinyatakan kepala sekolah. Tindak lanjut supervisi akademik adalah suatu kegiatan yang dilakukan kepala sekolah yang berguna untuk menganalisis kelemahan dan kekuatan guru dengan alat instrumen penilaian kinerja guru (IPKG), sehingga hasil analisis catatan supervisor dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kompetensi guru dalam melaksanakan pembelajaran, meningkatkan profesional guru. Tindak lanjut supervisi akademik kepala sekolah di SDN Pongangan Gunungpati Semarang adalah dengan melakukan balikan kepada guru baik dalam catatan instrumen maupun pembinaan cara langsung maupun tidak langsung kepada guru dan pembinaan melalui
| 135
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
rapat sekolah dan juga melakukan refleksi. Tindak lanjut pada pelaksanan supervisi akademik kepala sekolah di SDN Pongangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang ini dilakukan untuk melengkapi kekurangan dari supervisi yang telah dilaksanakan sebelumnya. Proses tindak lanjut yang dilakukan dalam supervisi akademik di SDN Pongangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang ini adalah dengan mengadakan pelatihan/ workshop pada guru yang disupervisi, kepala sekolah memberikan pengarahan pada guru yang disupervisi pada tiap akhir semester atau pada akhir bulan yang gunanya untuk meningkatkan kemampuan guru dalam pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar. Kegiatan tindak lanjut adalah kegiatan supervisi diarahkan pada pembimbingan dan penilaian profesional guru, dan dilakukan upaya perbaikan mutu pendidikan melalui supervisi administrasi penilaian pembelajaran dengan jalan pembimbingan guru sebagai refleksi dan feedback hasil penilaian kinerja. Dilihat dari pendekatannya, pengawas dalam melakukan kegiatan supervisi menerapkan tiga model pendekatan, yakni: menggunakan pendekatan kedinasan, pendekatan sebagai mitra kerja, dan pendekatan cara kekeluargaan. Sedangkan dilihat dari teknik, pengawas menerapkan atau melaksanakan kegiatan supervisedengan teknik-teknik yang cukup bervariasi. Teknik-teknik kegiatan supervisi kepala sekolah yang dapat diidenifikasi antara lain: teknik diskusi kelompok atau rapat supervisi, teknik pertemuan individual, dan teknik kunjungan kelas/lapangan. Keadaan ini menunjukkan bahwa kepala sekolah telah memiliki keterampilan yang cukup baik dalam melakukan tugasnya sebagai supervisor pengajaran. Dengan demikian maka keterampilan yang dimiliki
136 |
kepala sekolah tersebut merupakan salah satu kekuatan yang dimiliki sekolah dalam rangka meningkatkan kemampuan guru dalam hal mengelola pembelajaran, sehingga pada gilirannya dapat pula meningkatkan mutu proses dan hasil pembelajaran. Kepala sekolah SDN Pongangan dalam menjalankan fungsinya sebagai supervisor pendidikan tidak dapat dilepaskan dari beberapa kendala baik secara internal maupun eksternal. Secara internal kendalakendala kegiatan supervisi dapat diidentifikasi menjadi dua jenis, yakni kendala yang berhubungan dengan teknis dan kendala yang bersifat non-teknis. Secara teknis kendala pengawas dalam mengadakan kegiatan supervisi yaitu kendala yang berhubungan dengan kemampuan atau keterampilan sebagai supervisor, sedangkan kendala yang bersifat non-teknis diantaranya adalah jika kepala sekolah sakit sementara guru-guru yang lain kurang respon, maka jadwal kegiatan supervisi menjadi terganggu. Upaya yang dilakukan kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik dapat berjalan dengan baik dan lancar adalah berkat kemampuan yang dimiliki oleh kepala sekolah yang selalu membina atau membangun komunikasi yang baik dengan para guru. Hasil supervisi akademik dievaluasi dan dianalisis untuk kemudian didiskusikan dan diinterpretasikan melalui rapat. Sikap guru terhadap hasil supervisi merespon dengan baik bahkan untuk ke depan bisa diberikan bimbingan lebih baik. Selain itu hasil dilaporkan kepada pengawas sebagai bukti pelaksanaan supervisi. Dengan demikian berdasarkan hasil penelitian dan kajian teori bahwa aspek tindak lanjut supervisi akademik yag dilakukan oleh kepala sekolah SDN Pongangan sangat baik.
Pengelolaan Supervisi Akademik Kepala Sekolah di Sekolah Dasar Negeri Kota Semarang | Ngatini & Bambang Ismanto
SIMPULAN DAN SARAN Perencanaan supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah SDN Pongangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang adalah sebagai berikut: 1) Kepala Sekolah melakukan analisis hasil supervisi tahun lalu, 2) Menyusun program, jadwal dan instrumen, 3) melakukan sosialisasi kepada guru, 4) melaksanakan supervisi manajerial dan akademik, 5) melaksanakan tindak lanjut (refleksi, pembinaan dan penyusunan laporan), 6) pembuatan dilakukan pada awal tahun pelajaran baru hal tersebut dimaksudkan karena awal semester pada bulan ke dua supervisi akademik tersebut akan atau sudah harus digunakan, 7) menganalisis hasil dari pelaksanaan tahun lalu, 8) mengadakan pertemuan dengan guru untuk berdiskusi, 9) menyusun program atau rencana, dan 10) kepala sekolah menanyakan kepada guru aspek atau materi yang perlu disupervisi akademik ini meliputi aspek manajerial yaitu administrasi kelas dan pembelajaran dan aspek akademis yaitu perencanaan, pelaksanaan dan penilaian pembelajaran. Pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah terhadap pembelajaran di SDN Pongangan Kecamatan Gunungpati Kota Semarang ini antara lain adalah 1) menyusun jadwal pelaksanaan, 2) melakukan koordinasi kesepakatan dengan guru, 3) melaksanakan supervisi sesuai prosedur, prinsip, dan jadwal, 4)menganalisis hasil supervisi, 5) menyusun laporan, 6) mengadakan pertemuan awal dengan guru, 7) menyampaikan instrumen untuk disepakati, 8) melakukan pemantauan dokumen pembelajaran atau administrasi kelas, 9) melaksanakan pengamatan atau observasi pembelajaran, dan 10) mengadakan balikan guna melakukan refleksi. Tindak lanjut supervisi akademik kepala sekolah di SDN Pongangan Gunungpati
Semarang adalah dengan melakukan balikan kepada guru baik dalam catatan instrument maupun pembinaan cara langsung maupun tidak langsung kepada guru dan pembinaan melalui rapat sekolah dan juga melakukan refleksi. Ada beberapa saran yang dapat peneliti sampaikan berdasarkan hasil penelitian yaitu: Bagi Peneliti selanjutnya, diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan wawasan dan pengetahuan dalam melaksanakan kegiatan supervisi akademik. Bagi Kepala sekolah, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam menyusun program, melaksanakan program dan mengevaluasi program supervisi akademik di sekolah. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran yang berkualitas. Bagi Pengawas, penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan dan masukan serta wawasan kepada guru dalam pelaksanaan supervisi akademik yang akan dilakukan berikutnya. Pihak-pihak yang terkait lainnya, diharapkan dapat menyusun strategi dan program peningkatan profesionalisme guru sekolah dasar. DAFTAR PUSTAKA Atmodiwiryo, Soebagio. 2011. Manajemen Pengawasan dan Supervisi Sekolah. Jakarta: Ardadizya Jaya. Darmadi, Hamid. 2011. Methode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Daryanto, Haji. 2010. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Irawan, Prasetya. 2007. Peneltian Kualitatif & Kuantitatif Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: DIA FISIP Universitas Indonesia.
| 137
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Kepala Sekolah. 2011. Supervisi Akademik. Surakarta.
Sagala, Saeful. 2010. Supervisi Pembelajaran dalam Profesi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Makawimbang, Jerrry H. 2011. Supervisi Dan Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alpabeta.
Sahertian, A, Piet.2006. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Mulyasa, E. 2011. Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Satori, Djama’an. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta .
Mulyasa, E. 2006. Menjadi Kepala Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Suryosubroto, B. 2004. Manajmen Pendidikan di Sekolah. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi. Ar-Ruzz Media: Yogyakarta.
Slameto. 2009. Manajemen Pendidikan. Salatiga: Widyasari Press.
Muhroji, dkk. 2004. Manajemen Pendidikan: Pedoman bagi Kepala Sekolah Dan Guru. Surakarta: University Muhammadiyah Press.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan RD. Bandung: Alpabeta.
Pidarta, M. 2004. Manajemen Pendidikan Indonesia. Rineka Cipta: Bandung. Purwanto, Ngalim. 2010. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
138 |
Sunjana, Nana. 2011. Supervisi Akademik Membina Profesianalisme Guru Melalui SupervisiKlinis. Jakarta: Bina Mitra Pulisting.
Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) | Rita Widjajanti & Bambang Suteng Sulasmono
Kelola Jurnal Manajemen Pendidikan Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
ISSN 2443-0544 Volume: 2, No.2, Juli - Desember 2015 Halaman: 139-150
EVALUASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) DI SMP NEGERI BOJA KABUPATEN KENDAL Rita Widjajanti
[email protected] Alumni Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana
Bambang Suteng Sulasmono
[email protected] Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRACT The study aimed to evaluate 1) whether the PAKEM plan carried out as a fulfillment of the standardized goal-oriented learning plan. 2) The performance of PAKEM learning carried out looking into whether it is in accordance with the goal-oriented plans. 3) The outputs of PAKEM learning, measured by the achievement of the learning objectives. The research conducted here has applied an evaluative approach using both quantitative and qualitative methodology. This research was conducted in SMPN 2 Boja Kendal regency. The respondents assigned to the research were principal, 20 classroom teachers of IX grade and 30 students of class IX C. The data collection techniques used observation, documentation study and interview. The quantitative data analysis was conducted to gain the results of the data of observation and of studying the documents, whereas the qualitative data analysis was carried out to examine the results of the interviews. The research showed that (1) the PAKEM learning plan carried out had fulfilled the standardized goal-oriented learning plan. Nevertheless, the teachers’ competence in selecting and making use of teaching media needs improving. Teachers as individuals or with the support of school may do this either. (2) The performance of PAKEM learning carried out has been done well in accordance with the goal-oriented plan because all the teachers have achieved good grades of teaching performance. However, to enhance their teaching performance, it is necessary for the teachers to improve their competence in making use of the available learning and teaching sources, teaching media and in assessing the students learning. (3) The outputs of PAKEM learning have been able to measure the goal achievement of learning. This has been proven by the fact that a lot of students have passed most of the school subjects (8 subjects) achieving grades higher than the minimum grades required to pass them. Referring to the minimum grade required to pass the subjects, only a few students have not passed 4 of them. Nevertheless, school needs to gradually raise the minimum passing grade in order to be equal to the national one. Keywords: program evaluation, school-based management, PAKEM
| 139
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
PENDAHULUAN Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) menurut Mulyasa, (2014: 11) adalah suatu konsep yang menawarkan otonomi pada sekolah untuk menentukan kebijakan sekolah dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan pendidikan agar dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat serta menjalin kerjasama yang erat antara sekolah, masyarakat dan pemerintah Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) atau School Based Management merupakan model penyelenggaraan pendidikan untuk mencapai mutu pendidikan yang sesuai dengan paradigma desentralisasi. Masih menurut Mulyasa (2014: 24), MBS merupakan salah satu wujud dari reformasi pendidikan yang menawarkan kepada sekolah untuk menyediakan pendidikan yang lebih baik dan memadai bagi para peserta didik. Otonomi dalam manajemen merupakan peluang bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja staff, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok yang terkait, dan meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap pendidikan. Terdapat 3 (tiga) pilar dalam MBS yaitu: a) Manajemen sekolah, b) Pembelajaran Aktif Kreatif dan Menyenangkan (PAKEM), dan c) Peran serta masyarakat. Ketiga pilar MBS itu -manajemen sekolah, PAKEM, dan peran serta masyarakat- perlu terus dan semakin ditingkatkan guna mewujudkan pendidikan yang bermutu baik dalam hal kualitas pembelajaran, kurikulum, pendidik, tenaga kependidikan lainnya, maupun pelayanan pendidikan secara keseluruhan. PAKEM adalah pendekatan yang memungkinkan peserta didik mengerjakan kegiatan beragam untuk mengembangkan ketrampilan, sikap, dan pemahamannya dengan penekanan belajar sambil bekerja. Sementara, guru menggunakan berbagai sumber dan alat 140 |
bantu belajar, termasuk pemanfaatan lingkungan, supaya pembelajaran lebih menarik, menyenangkan, dan efektif (Asmani, 2013: 59). PAKEM berasal dari konsep bahwa pembelajaran harus berpusat pada siswa (student centered learning) dan pembelajaran harus bersifat menyenangkan (learning is fun), agar mereka termotivasi untuk terus belajar sendiri tanpa diperintah dan agar mereka tidak merasa terbebani atau merasa takut (Rusman, 2010: 321). Lebih lanjut menurut Rusman (2010: 323), dalam model PAKEM guru dituntut untuk dapat melakukan kegiatan pembelajaran yang dapat melibatkan siswa melalui kegiatankegiatan yang partisipatif, aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan yang pada akhirnya membuat siswa dapat menciptakan karya, gagasan, pendapat, ide atas hasil penemuannya dan usahanya sendiri, bukan dari gurunya. SMP Negeri 2 Boja Kabupaten Kendal merupakan sekolah Standar Nasional yang sejak tahun 2010 sudah menerapkan Manajemen Berbasis Sekolah. Sekolah ini sebenarnya sangat ideal untuk menjadi sekolah yang berprestasi, baik di bidang akademik maupun non akademik. Hal ini didukung dengan kondisi antara lain: 1) lokasi sekolah yang sangat strategis dan menjadi pilihan orang tua, 2) jumlah guru yang memenuhi syarat dalam jumlah, kualifikasi maupun kompetensinya, 3) guru mengajar sesuai bidangnya, 4) jumlah tenaga kependidikan yang memenuhi syarat baik kualifikasi dan kompetensinya, 5) ruang kelas yang cukup, ruang penunjang lainnya yang memenuhi syarat (ruang ketrampilan, perpustakaan, laboratorium, ruang media, tempat ibadah), 6) serta peralatan dan media pembelajaran yang cukup. Namun ketersediaan berbagai kondisi yang ideal tersebut belum seimbang dengan mutu/prestasi yang diperoleh oleh sekolah. Hal ini dibuktikan dengan nilai
Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) | Rita Widjajanti & Bambang Suteng Sulasmono
ujian nasional yang fluktuatif dalam kurun tiga tahun terakhir, sebagaimana terlihat pada tabel berikut.
dilakukan. Pengecekan ini dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga diketahui ketercapaian tujuan perencanaan program pembelajaran PAKEM. Pada tahap pelaksanaan, peneliti melakukan pantauan
Tabel 1 Hasil UN Siswa SMPN 2 Boja Tahun Ajaran 2011/2012 – 2013/2014
2011/2012
Bhs Ind 8,39
Bhs Ingg 5,63
2
2012/2013
7,88
3
2013/2014
7,50
No
Tahun Ajaran
1
7,25
Ratarata 6,91
Peringkat Kab 19
6,48
5,92
6,46
5
5,10
5,74
6,05
15
MTK
IPA
6,37
5,57 5,87
Sumber: Data diolah, 2015
Hal di atas mengisyaratkan perlunya dilakukan evaluasi terhadap program MBS khususnya dalam aspek pembelajaran PAKEM di SMPN 2 Boja. Evaluasi ini dimaksudkan untuk mengetahui berbagai kendala dan kekurangan serta kelebihan proses pembelajaran yang berlangsung di SMPN 2 Boja selama ini. Mengingat tidak bisa dipastikannya sebuah program pembelajaran yang sama akan memberikan hasil yang sama pula pada tempat dan waktu yang berbeda. Tujuan diadakannya evaluasi program adalah untuk mengetahui pencapaian tujuan program dengan langkah mengetahui keterlaksanaan kegiatan program, karena evaluator program ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan sub komponen program yang belum terlaksana dan apa sebabnya (Arikunto, 2008: 18). Penelitian ini menggunakan Model Goal Oriented Evaluation. Goal oriented evaluation atau evaluasi yang berorientasi pada tujuan, merupakan sebuah model evaluasi yang menekankan peninjauan pada tujuan sejak awal kegiatan dan berlangsung secara berkesinambungan. Pada tahap perencanaan dalam PAKEM di SMPN 2 Boja Kabupaten Kendal, peneliti melakukan observasi terhadap proses perencanaan pembelajaran yang telah
terhadap proses pelaksanaan pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru di kelas. Pengecekan ini dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan sehingga diketahui ketercapaian tujuan pelaksanaan program pembelajaran PAKEM. Pada tahap evaluasi dalam PAKEM di SMPN 2 Boja Kabupaten Kendal, peneliti secara terus menerus dan berkesinambungan melakukan pantauan terhadap evaluasi pembelajaran yang telah dilakukan oleh guru seusai pembelajaran, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil belajar. Beberapa penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, penelitian Tri Wahyuningsih (2010) dengan judul Implementasi MBS dalam Upaya Peningkatan Mutu Sekolah di SMPN 1 Purwokerto Tahun Ajaran 2010/2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program implementasi MBS mampu meningkatkan mutu pendidikan di sekolah yang meliputi SDM guru serta hasil belajar siswa secara bertahap dan berkelanjutan serta adanya kerjasama antar pihak secara intensif. Kedua, penelitian Blimpo dan Evans (2011) yang berjudul School-Based Management and Educational Outcomes: Lessons from a Randomized Field Experiment. Hasil | 141
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
penelitian ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran menjadi lebih bernilai dengan hasil optimal jika dikelola secara efektif dan efisien dengan menerapkan model manajemen berbasis sekolah. Ketiga, penelitian Arifin (2007) dengan judul Penerapan Model PAKEM Dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran Gaya Gesekan Pada Siswa Kelas V SD Laboratorium Universitas Negeri Gorontalo. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah model pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM) dapat diterapkan dalam meningkatkan mutu pembelajaran gaya gesekan pada peserta didik kelas V Sekolah Dasar Laboratorium Universitas Negeri Gorontalo. Keempat, Ratam (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pola Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan (PAKEM) dan Motivasi Belajar terhadap Ketuntasan IPS Materi Sejarah siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga, menemukan bahwa pola pembelajaran PAKEM lebih efektif dalam menolong siswa mencapai ketuntasan belajar dari pada pola konvensial. Kelima, Syaikhudin (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Evaluasi Pelaksanaan Model Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM) di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Jejeran Bantul Yogyakarta, menunjukkan bahwa (1) 38% guru termasuk dalam kategori baik dan 14% sangat baik dalam hal pemahaman tentang pembelajaran PAKEM (2) 48% guru termasuk kategori baik dan 9% Guru masuk dalam kategori sangat baik dalam hal pelaksanaan pembelajaran PAKEM. Kelima penelitian di atas memiliki kesamaan yaitu berupa penelitian evaluatif terhadap pembelajaran dalam konteks manajemen berbasis sekolah, yang di Indonesia disebut PAKEM. Penelitian yang hendak dilakukan berbeda 142 |
dengan penelitian terdahulu, baik dari segi model evaluasi yang hendak digunakan maupun lokasi penelitiannya. Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul “Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dalam PAKEM di SMP Negeri 2 Boja Kabupaten Kendal.” Sejalan dengan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1)apakah perencanaan pembelajaran PAKEM di SMPN 2 Boja Kabupaten Kendal memenuhi standar RPP yang berorientasi pada tujuan?, 2) apakah pelaksanaan pembelajaran PAKEM di SMPN 2 Boja Kabupaten Kendal sesuai dengan perencanaan yang berorientasi pada tujuan?, dan 3) apakah evaluasi pembelajaran PAKEM di SMPN 2 Boja Kabupaten Kendal dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi perencanaan pembelajaran PAKEM dalam pemenuhan standar RPP yang berorientasi pada tujuan, dan pelaksanaan pembelajaran PAKEM dalam kesesuaiannya dengan perencanaan, serta evaluasi pembelajaran PAKEM yang diukur dengan ketercapaian tujuan pembelajaran. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian evaluatif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Model evaluasi yang digunakan adalah model evaluasi berbasis tujuan (goal oriented evaluation model). Subyek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, 20 guru mata pelajaran yang mengajar di kelas IX SMPN 2 Boja Kabupaten Kendal. Teknik pengumpulan data yang digunakan mencakup observasi, studi dokumen dan wawancara. Analisis data menggunakan metode campuran yaitu metode kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif merupakan data yang dikumpulkan
Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) | Rita Widjajanti & Bambang Suteng Sulasmono
wawancara dengan kepala sekolah maupun guru. Sedang data kuantitatif berupa data angka yang diperoleh melalui penilaian perencanaan pembelajaran oleh guru dengan menggunakan instrumen IPKG 1, dan skor pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dengan menggunakan instrumen IPKG 2. Kualitas perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran guru diklasifikasikan dalam rentang skor pada Tabel 2.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian a. Hasil Evaluasi Perencanaan Pembelajaran. Penilaian terhadap RPP 20 guru yang mengajar di kelas IX, menghasilkan data perencanaan pembelajaran per komponennya, tergambar dalam tabel 3.
Tabel 2 Rentang skor Kualitas Perencanaan dan Pelaksanaan Pembelajaran
Rentang skor
Nilai
Kualitas
86 - 100 71 – 85 56 – 70 < 55
A B C D
Sangat Baik Baik Cukup Kurang
Tabel 3 Rekapitulasi Nilai Komponen Perencanaan Pembelajaran Guru No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Nama guru/ Mata pelajaran Kode Gr 1 Bahasa Indonesia Gr 2 PKn Gr 3 IPA Terpadu Gr 4 PAI Gr 5 TIK Gr 6 IPS Terpadu Gr 7 Ketrampilan Gr 8 Seni Budaya Gr 9 Matematika Gr 10 Bahasa Jawa Gr 11 IPS Terpadu Gr 12 IPA Terpadu Gr 13 BK Gr 14 Penjasorkes Gr 15 Bahasa Inggris Gr 16 Bahasa Inggris Gr 17 Bahasa Inggris Gr 18 Matematika Gr 19 Matematika Gr 20 Matematika Jumlah Nilai Komponen (skala ratusan) = Nilai diperoleh : Nilai maksimal x100
Komponen Perencanaan
Jumlah
Rata-rata
1 4 4 4 4 4 3,33 4 3,66 4 3.66 4 3.66 3,25 4 3 3,66 3,33 4 3.33 4 71,63
2 3,50 3 3,25 3,25 3 3 3 3 3,5 3 3 3,75 3 3,25 3 3 3,75 3,75 3,50 3,25 64,7
3 3 2,66 3 3 3 2,33 3 3 3,25 2,66 3 2,66 3,66 3 2,33 2,33 2,66 3 2,66 3 57,2
4 3,50 3,25 2,55 3 4 3 2 3 3 2,5 3 3 3,5 3,25 3 3 3,25 3,25 3 3 61,0
5 3,66 2,66 3 3 3 2,66 3 3,66 2,66 3 2,66 3 4 3,66 3 3 3 3 3 3 61,2
17,66 15,57 15,75 16,25 17 14,29 15,00 15,99 16,41 14,82 15,66 16.07 17,41 17.16 14,33 14,99 15,99 17 15,41 16,25 315,92
3,53 3,11 3,15 3,25 3,43 2.85 3,00 3,98 3,28 2,96 3,13 3,21 3,48 3,43 2,86 2,99 3,19 3,4 3,08 3,15 63,18
89,53
80,98
71,5
76,31
76,61
394,9
78,98
Keterangan: Lima Komponen perencanaan pembelajaran meliputi: 1) Perumusan Tujuan Pembelajar-an, 2) Pemilihan dan pengorganisasian Materi Pembelajaran, 3) Pemilihan Sumber Belajar/Media Pembelajaran, 4) Metode Pembelajaran, dan 5) Penilaian hasil Belajar.
| 143
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
Menurut Tabel 3, nilai tertinggi yang diperoleh para Guru adalah komponen ke-1 yaitu perumusan tujuan pembelajaran dengan nilai rata-rata 89,53, nilai terendah adalah komponen ke-3 yaitu pemilihan sumber belajar/ media pembelajaran dengan nilai rata-rata 71,5. Rendahnya nilai ini disebabkan antara lain oleh keterbatasan sumber belajar/media pembelajaran yang dimiliki sekolah, dan keterbatasan kemampuan guru dalam menggunakan media pembelajaran yang ada di sekolah. Tampak juga bahwa nilai rata-rata setiap komponen perencanaan belum mencapai kategori Amat Baik. Penyebabnya antara lain adalah karena sebagian guru masih meng-copy paste RPP yang di buat oleh MGMP atau sumber lain yang belum disesuaikan dengan kondisi sekolah.
b. Evaluasi Pelaksanaan Pembelajaran Hasil observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dari 20 guru mata pelajaran yang mengajar kelas IX, disajikan dalam Tabel 4. Menurut Tabel 4, nilai tertinggi yang dicapai oleh para Guru adalah nilai dalam komponen ke-6 yaitu penggunaan bahasa dengan tara-rata nilai 92,02 (A), sedang nilai terendah adalah komponen ke-4 yaitu pemilihan sumber belajar/media pembelajaran dengan nilai rata-rata 69,81 (C). Nilai terendah kedua adalah nilai komponen ke-7 yaitu penilaian proses dan hasil belajar dengan nilai rata-rata 70,41. Rendahnya nilai komponen ke4 yaitu pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran disebabkan antara lain keterbatasan sarana dan prasarana khususnya
Tabel 4. Rekapitulasi Nilai Komponen Pelaksanaan Pembelajaran Guru No 1
Nama guru/ Kode Gr 1
Mata pelajaran Bhs.Ind
Komponen Pelaksanaan Pembelajaran 1
2
3
4
5
6
7
8
Jum lah
Ratarata
4
3,5
3,11
2,66
3,5
3,66
3
3,25
26,93
3,36
2
Gr 2
PKn
3,5
3,25
3,28
2,33
3,16
4
3
3,25
25,77
3,22
3
Gr 3
IPA
4
3,66
3,33
3
2,66
3,16
2,5
3,25
25,56
3,19
4
Gr 4
PAI
3,25
3
3
2,66
3
3,66
2,5
3,25
24,32
3,04
5
Gr 5
TIK
3,25
3
3
2,66
2,83
4
3
3,25
24,99
3,12
6
Gr 6
IPS
3,25
3
3,14
2,66
3
3,66
3
3
24,71
3,08
7
Gr 7
Ketrampila
3,5
3
2,77
3
3,16
4
2,5
3,25
25,18
3,14
8
Gr 8
S. Budaya
3,25
3,4
3,14
3,33
3
4
3
3,25
26,37
3,29
9
Gr 9
Mat
3,5
3
3,16
3,16
3
2,66
2,83
3,25
24,56
3,07
10
Gr 10
Bhs. Jawa
3,5
3
2,77
3
3,16
4
2,5
3,25
25,18
3,14
11
Gr 11
IPS
4
3
3,14
2,66
3
4
3
3,25
26,05
3,25
12
Gr 12
IPA
3,5
3,66
3,28
2
2,83
4
3
3,25
25,52
3,19
13
Gr 13
BK
3,5
3
2,77
3
3,16
4
2,5
3,25
25,18
3,14
14
Gr 14
Penjas
3,5
3
2,77
3
3,16
4
2,5
3,25
25,18
3,14
15
Gr 15
B. Inggris
3,25
3,4
3,14
3,33
3
4
3
3,25
26,37
3,29
16
Gr 16
B. Inggris
3,5
3
2,77
2,66
2,83
4
3
3
24,76
3,09
17
Gr 17
B. Inggris
4
3,66
3,14
2,66
3,16
3,66
3
3,25
26,53
3,31
18
Gr 18
Math
3,5
3,33
3,16
3
3
3,16
3
2,75
24,9
3,11
19
Gr 19
Math
3,5
3
3,16
2,75
2,33
3
3
3,25
23,99
2,99
20
Gr 20
Math
3.5
3
3.16
2.33
2.88
3
2.5
3
23.37
2.92
Jumlah
71
63.86
61.19
55.85
59.82
73.62
56.33
63.75
505.4
63.17
Nilai Komponen (skala ratusan) = Nilai diperoleh : Nilai maksimal x100
88.75
79.82
76.49
69.81
74.77
92.02
70.41
79.68
631.78
78.97
Sumber: Data penelitian, diolah Keterangan : komponen 1 adalah membuka pelajaran, komponen 2 adalah penguasaan materi, komponen 3 adalah pendekatan dan strategi, komponen 4 adalah pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran, komponen 5 adalah peran aktif siswa, komponen 6 adalah penggunaan bahasa, komponen 7 adalah penilaian proses dan hasil belajar, serta komponen 8 adalah menutup pelajaran.
144 |
Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) | Rita Widjajanti & Bambang Suteng Sulasmono
sumber belajar/media pembelajaran yang dimiliki sekolah, dan masih rendahnya kemampuan guru dalam menggunakan media pembelajaran yang ada. Sedang rendahnya nilai komponen ke-7 yaitu penilaian proses dan hasil belajar siswa disebabkan antara lain : guru tidak/ belum melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar sesuai rencana karena sebagian guru masih ada yang berpendapat bahwa yang terpenting sudah menyusun perencanaan, dan pelaksanaan nnya bolehtidak sesuai dengan yang direncanakan.
di bawah ini, tampak bahwa jika dibandingkan dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk tiap-tiap matapelajaran yang sudah ditetapkan oleh sekolah, maka dari 12 mata pelajaran yang diajarkan, terdapat 8 mata pelajaran yang seluruh siswanya telah mencapai nilai KKM. Sedangkan 4 mata pelajaran yang lain yaitu PKn, Bahasa Inggris, Matematika, IPS, terdapat sejumlah siswa yang belum mencapai KKM. Sepintas tampak bahwa berdasarkan data di atas secara umum kualitas hasil belajar siswa pada ulangan harian yang diselenggarakan oleh para Guru sudah termasuk baik. Namun jika ditilik lebih dalam akan tampak bahwa dari dua belas mata pelajaran yang ada, hanya dua mata pelajaran yang disajikan hanya ada 2 (dua) matapelajaran yaitu IPS dan Mulok Ketrampilan yang KKM nya
c. Evaluasi terhadap penilaian hasil belajar Data hasil evaluasi terhadap, penilaian hasil belajar siswa yang dilakukan oleh para guru setelah melaksanakan pembelajaran tergambar dalam Tabel 5. Berdasarkan tabel
Tabel 5 Rekap Nilai Ulangan Harian Kedua Kelas IX C
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
KKM 5984 6015 5951 5922 6083 6050 5985 6090 5960 5990 6058 6029 6122 6030 5935 6035 5971 6127 6069 5940 6002 6003 6004 6102 5943 6106 6109 5978 6014 5950
Nilai Rata-rata Nilai Tertinggi Nilai Terendah Tuntas (%) Tidak tuntas (%)
73
73
73
70
70
70
75
72
72
72
72
75
73 75 80 75 80 80 73 75 75 80 80 73 75 80 75 75 75 75 80 75 75 73 80 80 73 75 80 80 80 73
84 72 80 72 84 78 88 88 84 92 76 84 88 84 72 88 84 80 88 80 80 80 80 84 60 88 92 80 76 73
80 73 84 80 76 84 92 88 92 84 86 88 84 84 80 88 84 84 88 84 75 84 84 84 84 88 84 84 80 75
75 70 70 70 80 85 75 80 80 75 75 70 70 70 70 75 85 75 70 70 65 80 85 70 70 85 90 75 75 70
70 80 75 75 75 80 75 75 85 70 65 65 80 75 70 80 70 85 80 75 75 75 75 80 75 75 80 85 85 75
80 80 85 85 75 90 90 70 85 70 75 85 70 75 70 80 90 80 80 80 70 80 75 75 75 75 90 80 85 75
75 75 85 85 80 85 85 65 75 75 75 70 70 75 80 80 80 90 85 75 70 75 75 75 80 85 75 75 75 70
80 80 85 85 85 80 80 85 80 90 85 85 80 80 80 85 90 85 85 80 80 80 80 80 80 85 90 80 85 80
75 80 80 80 80 85 75 75 75 80 75 75 80 80 85 85 85 75 75 75 80 80 80 85 85 75 75 75 75 80
75 75 80 85 72 75 75 80 85 75 75 75 85 90 85 85 75 75 75 80 75 75 75 72 75 72 90 75 72 72
75 75 80 80 80 75 75 80 75 85 90 75 85 75 85 85 85 85 75 75 75 80 80 75 75 80 90 80 80 75
80 80 80 85 85 80 85 80 80 80 80 75 85 85 80 80 80 85 80 75 75 75 80 80 75 85 80 80 80 75
922 915 964 957 952 977 968 941 971 956 937 920 952 953 932 986 983 974 961 924 895 937 949 940 907 968 1016 949 948 893
77 80 73 100 0
81 92 60 87 13
84 92 73 100 0
75 90 65 97 3
76 85 65 93 7
79 90 70 100 0
77 90 65 83 17
83 90 80 100 0
79 85 75 100 0
78 90 72 100 0
80 90 75 100 0
80 85 75 100 0
948 1016 893
Rata-rata
Jumlah
Mulok II
Bahasa Jawa
Tek Informasi
Penjasorkes
Seni Budaya
Peng Sosial
Peng Alam
Matematika
B Inggris
B Indonesia
P Kewarganeg
Pend Agama
Nilai per Mata Pelajaran
Induk
Urut
Nomor
76,83 76,25 80,33 79,75 79,33 81,42 80,67 78,42 80,92 79,67 78,08 76,67 79,33 79,42 77,67 82,17 81,92 81,17 80,08 77,00 74,58 78,08 79,08 78,33 75,58 80,67 84,67 79,08 79,00 74,42 79 85 74
Sumber: Data penelitian, diolah
| 145
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
sama dengan KKM Nasional yaitu sebesar 75. Selebihnya KKM 10 (sepuluh) mata pelajaran yang lain masih kurang dari 75. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas KKM di SMP 2 Boja mayoritas masih di bawah KKM Nasional yaitu 75. Sehingga capaian atas KKM oleh para siswa di atas, sebagian besar belum mencapai KKM Nasional. 2. Pembahasan a. Pembahasan Hasil Perencanaan Pembelajaran Berdasarkan hasil penilaian perencanaan pembelajaran yang telah dipaparkan di atas, bisa dikatakan bahwa perencanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru SMP Negeri 2 Boja pada dasarnya telah mengacu model RPP pembelajaran PAKEM yang mencakup komponen RPP yang benar yaitu meliputi: Identitas sekolah, Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator pencapaian hasil belajar, tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, pendekatan dan metode pembelajaran, langkah kegiatan pembelajaran (pendahuluan, inti dan penutup), alat dan sumber belajar serta penilaian pembelajaran. Hal ini telah sesuai dengan komponen RPP PAKEM yang dikemukakan oleh Usman (2008) yang menyebutkan secara teknis rencana pembelajaran minimal mencakup komponen-komponen berikut: (1) Standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikator pencapaian hasil belajar, (2) Tujuan pembelajaran. (3) Materi pembelajaran. (4) Pendekatan dan metode pembelajaran. (5) Langkah-langkah kegiatan pembelajaran. (6) Alat dan sumber belajar. (7) Evaluasi pembelajaran. Secara kualitas nilai semua komponen perencanaan pembelajaran menunjukkan nilai yang belum mencapai Amat Baik. Masih ada komponen yang sangat penting dalam sebuah perencanaan, yang nilainya masih rendah yaitu 146 |
pada komponen 3 (tiga) tentang pemilihan sumber belajar/media pembelajaran. Rendahnya kemampuan guru dalam memilih dan menggunakan sumber pembelajaran/media pembelajaran disebabkan karena sebagian guru belum memiliki kompetensi yang baik dalam memilih dan menggunakan sumber pembelajaran/media pembelajaran. Selain itu juga dikarenakan masih terbatasnya sarana prasarana/ media pembelajaran yang ada di sekolah. Hal ini perlu pendapatkan perhatian baik dari guru maupun kepala sekolah, agar guru meningkatkan kompetensinya dalam pemilihan dan pemanfaatan sumber/media pembelajaran. Kategori nilai Baik yang diperoleh dalam perencanaan pembelajaran yang disusun oleh guru disebabkan karena sebagian besar guru aktif dalam kegiatan Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sekolah yang diadakan setiap 2 (dua) minggu sekali maupun MGMP Kabupaten yang diadakan setiap bulan sekali pada minggu keempat. Selain itu, kemampuan guru dalam menyusun RPP juga dipengaruhi dengan adanya fungsi kepala sekolah sebagai supervisor yang telah menjalankan tugasnya dengan baik yaitu dengan memeriksa RPP guru sebelum digunakan dalam pembelajaran. Kualitas kemampuan guru dalam menyusun RPP juga dipicu oleh adanya kegiatan rutin kompetisi guru berprestasi tingkat kabupaten yang biasa diadakan tiap semester. b. Pembahasan Hasil Pelaksanaan Pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru di SMP Negeri 2 Boja pada dasarnya sudah sesuai dengan model PAKEM, hal ini ditunjukkan dalam pelaksanaan pembelajarannya sudah memenuhi kriteria aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan, namun demikian kompetensi guru tetap masih sangat perlu ditingkatkan terus agar kualitas pem-
Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) | Rita Widjajanti & Bambang Suteng Sulasmono
belajaran semakin baik sehingga hasilnya pun juga akan semakin baik. Masih dijumpai beberapa guru dalam membuka pelajaran banyak menghabiskan waktu sehingga tidak sesuai dengan yang direncanakannya. Pada kegiatan inti, masih ada komponen yang memperoleh nilai rendah yaitu pada komponen pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran dan komponen penilaian proses dan hasil belajar. Hal ini terjadi karena kompetensi guru dalam pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran masih sangat kurang. Banyak guru yang belum mampu menggunakan komputer / LCD sebagai media. Untuk menyikapi hal tersebut, dalam kegiatan inti ini guru dituntut untuk lebih kreatif memanfaatkan lingkungan yang ada sebagai media pembelajaran. Kegiatan pembelajaran tidak harus di dalam kelas tetapi bisa juga dilakukan di luar kelas dengan memanfaatkan lingkungan yang ada. Hal ini perlu mendapatkan perhatian yang serius dari guru maupun sekolah agar kompetensi dan kreativitas guru lebih ditingkatkan, agar siswa gembira dalam mengikuti pelajaran sehingga mereka akan mencintai ilmu yang dipelajarinya. Dengan suasana yang gembira dan mencintai ilmu yang dipelajarinya tentu siswa akan lebih mudah menyerap materi pelajaran sehingga tujuan yang direncanakan bisa tercapai. Demikian halnya dengan kegiatan penutup, terkadang guru lupa tidak memberikan refleksi dan penugasan. Kegiatan refleksi sangat penting untuk mengetahui seberapa besar materi yang sudah diserap dan dipahami oleh siswa, oleh karena itu guru harus lebih disiplin dalam pemanfaatan waktu, agar semua kegiatan bisa dilaksanakan dengan baik. Berdasarkan hasil penilaian pelaksanaan pembelajaran di atas, ternyata faktor kedisiplinan guru dalam menggunakan waktu berdasarkan perencanaan yang telah disusun perlu mendapatkan perhatian yang serius.
Secara keseluruhan nilai rata-rata pelaksanaan pembelajaran semua guru di SMP Negeri 2 Boja sudah Baik. Hal ini juga disebabkan karena adanya program kegiatan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah secara rutin tiap 2 kali dalam 1 semester. Selain supervisi oleh kepala sekolah, guru juga mampu menciptakan interaksi dengan siswa yang baik sehingga pembelajaran lebih kondusif. Sedangkan pada kegiatan inti pelajaran, ada dua komponen yang nilainya masih dalam kategori Cukup, yaitu komponen 4 (empat) yaitu pemanfaatan sumber belajar dan media pembelajaran dan komponen 7 (tujuh) yaitu penilaian proses dan hasil belajar. Mengingat pentingnya kedua komponen tersebut, maka guru maupun kepala sekolah agar memberikan perhatian. Rendahnya nilai kedua komponen ini disebabkan masih terbatasnya kemampuan guru dalam memanfaatkan sumber belajar dan media pembelajaran, juga disebabkan masih terbatasnya media/alat pembelajaran yang disediakan oleh sekolah. Pada dasarnya pelaksanaan pembelajaran PAKEM di SMP 2 Boja sudah berjalan dengan baik sesuai dengan hasil penelitiannya Blimpo dan Evans (2001) yang mengatakan bahwa proses pembelajaran menjadi lebih bernilai dengan hasil optimal jika dikelola secara efektif dan efisien dengan menerapkan model PAKEM, namun masih perlu pembenahan dan peningkatan. Disisi lain sebagai pembanding, menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kafit (2009) tentang Efektifitas Penggunaan Media Pembelajaran Komputer Untuk Meningkatkan hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Kelas VIII MTs NU Hasyim Asyari Honggowongso Jekulo Kudus, menyatakan bahwa: Penggunaan media pembelajaran komputer mampu meningkatkan prestasi belajar IPA, karena dengan menggunakan media tersebut siswa lebih ter| 147
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
tarik dan lebih termotivasi. Dengan demikian kompetensi guru SMP Negeri 2 Boja khususnya dalam pemanfaatan sumber belajar/ media pembelajaran sangat perlu ditingkatkan agar kualitas pembelajaran semakin baik dan hasil/prestasi belajar siswa pun juga semakin meningkat. Dengan demikian, sekalipun di SMP Negeri 2 Boja sudah mengimplementasikan MBS dan PAKEM, namun, dengan pencapaian prestasi belajar siswa yang belum memenuhi harapan, maka kompetensi guru dalam menerapkan PAKEM masih sangat perlu ditingkatkan, dan sekolah perlu memberikan dukungan dengan memberikan fasilitas yang cukup bagi guru untuk melaksanakan PAKEM. c. Pembahasan Hasil Evaluasi Pembelajaran Menurut Asmani (2013: 105) salah satu kriteria penilaian yang sesuai dengan konsep PAKEM yaitu penilaian yang sesuai dengan pembelajaran model PAKEM yaitu penilaian otentik yang merupakan proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan pencapaian pembelajaran peserta didik melalui berbagai teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan atau menunjukkan secara tepat bahwa tujuan pembelajaran telah benar-benar dikuasai dan dicapai. Bentuk penilaian tes dapat dilakukan secara lisan, tertulis, dan perbuatan. Sementara itu, bentuk penilaian non-tes dilakukan dengan menggunakan skala sikap, ceklis, kuesioner, studi kasus, dan portofolio. Mengacu pada hasil observasi pelaksanaan pembelajaran yang salah satu komponennya adalah penilaian proses dan hasil pembelajaran, ternyata yang dilaksanakan oleh guru SMP Negeri 2 Boja belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini tentunya belum sesuai sepenuhnya dengan karateristik evaluasi yang seharusnya dilakukan dalam model PAKEM 148 |
yang meliputi pretest, penilaian proses dan postest maupun bentuk penilaian lainya seperti portofolio, penugasan terstruktur maupun kegiatan mandiri terstruktur. Perencanaan evaluasi pembelajaran yang telah dilaksanakan yang meliputi kualitas butir soal, kualitas hasil belajar, kualitas waktu dalam perencanaan dan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) diperoleh hasil bahwa kualitas butir soal ternyata belum semua guru menyusun instrumen penilaian secara lengkap dalam RPP. Kualitas hasil belajar siswa SMP N 2 Boja, secara umum sebenarnya sudah baik, hal ini dibuktikan dengan 8 mata pelajaran menunjukkan semua anak telah mencapai KKM, sedangkan 4 mata pelajaran yang lain yaitu mata pelajaran PKn, Bahasa Inggris, Matematika dan IPS hanya menunjukkan beberapa anak yang belum mencapai batas tuntas. Kualitas KKM di SMP 2 Boja perlu adanya peningkatan menuju KKM Nasional yaitu 75, hal ini terlihat dari dari data KKM sekolah hanya dua mata pelajaran yang KKM nya 75, yaitu mata pelajaran IPS dan Ketrampilan, sedangkan mata pelajaran yang lain KKM nya masih di bawah 75. Pentingnya mengevaluasi pembelajaran karena guru akan mengetahui tingkat keberhasilan maupun bagian-bagian yang perlu diperbaiki. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Uno (2008: 95), bahwa Evaluasi akhir atau post test berfungsi untuk memperoleh gambaran tentang kemampuan yang dicapai siswa pada akhir pengajaran. Jika hasil evaluasi akhir kita bandingkan dengan evaluasi awal, maka dapat diketahui seberapa jauh efek atau pengaruh dari pengajaran yang telah kita berikan, disamping sekaligus dapat pula diketahui bagian-bagian mana dari bahan pengajaran yang masih belum dipahami oleh sebagian besar siswa.
Evaluasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) | Rita Widjajanti & Bambang Suteng Sulasmono
SIMPULAN DAN SARAN
Saran
Simpulan
1. Kepala Sekolah hendaknya: a) mengadakan kegiatan In House Training (IHT) dengan menghadirkan narasumber dengan materi pemanfaatan sumber/media pembelajaran. b) mengintensifkan kegiatan supervisi akademik untuk memastikan guru meningkat kompetensinya dalam pemanfaatan sumber belajar/media pembelajaran. dan penilaian proses dan hasil belajar. c) menambah alat peraga/media pembelajaran yang dibutuhkan oleh guru sehingga kualitas pembelajaran guru semakin baik, d) mengadakan kegiatan IHT/Workshop tentang penyusunan butir soal dan alat evaluasi agar kompetensi guru khususnya dalam penilaian proses dan hasil belajar dapat lebih berkualitas, e) mengadakan pemberdayaan kegiatan MGMP sekolah.
1. Perencanaan pembelajaran PAKEM di SMPN 2 Boja Kabupaten Kendal telah memenuhi standar RPP yang berorientasi pada tujuan, akan tetapi masih perlu perbaikan dan peningkatan kompetensi guru pada komponen pemilihan dan pemanfaatan sumber/media pembelajaran, baik oleh guru secara mandiri maupun oleh sekolah 2. Pelaksanaan pembelajaran PAKEM di SMPN 2 Boja Kabupaten Kendal telah sesuai dengan perencanaan yang berorientasi pada tujuan, karena semua guru memiliki nilai pelaksanaan pembelajaran rata-rata Baik, akan tetapi agar kualitas pembelajaran menjadi lebih baik, maka guru perlu meningkatkan kompetensinya dalam komponen pemanfaatan sumber belajar/ media pembelajaran dan penilaian proses dan hasil belajar 3. Evaluasi pembelajaran PAKEM di SMPN 2 Boja Kabupaten Kendal telah dapat mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran. Meskipun belum semua guru mata pelajaran melaksanakan penilaian sesuai dengan standar PAKEM yaitu melalui pretest, penilaian proses, postest, portofolio maupun penugasan terstruktur dan tugas mandiri tidak terstruktur sesuai dengan rencana penilaian, namun tujuan pembelajaran sudah tercapai, hal ini bisa dibuktikan dengan 12 (dua belas) mata pelajaran yang diajarkan di kelas IX, terdapat 8 (delapan) mata pelajaran yang siswanya tuntas semua sesuai dengan KKM yang sudah ditetapkan, dan hanya 4 (empat) mata pelajaran yang sebagian kecil siswa belum tuntas berdasarkan KKM, namun sekolah perlu secara bertahap meningkatkan KKM menuju KKM nasional.
2. Guru hendaknya: a) aktif belajar mandiri dari berbagai sumber dan aktif mengikuti kegiatan IHT/Workshop, serta diklat yang diselenggarakan oleh LPMP dll tentang pemilihan dan pemanfaatan sumber/mediapembelajaran, b) meningkatkan kompetensinya dalam komponen penggunaan/pe-manfaatan sumber belajar/media pembelajaran, dengan secara terbuka meminta kepala sekolah untuk mensupervisi pembelajaran dan memberikan masukan, c) meningkatkan kompetensinya dalam penilaian proses dan hasil belajar sehingga kualitas pembelajaran menjadi lebih baik, dengan cara aktif belajar mandiri dari berbagai sumber serta mengikuti kegiatan IHT/Workshop terkaitan dengan penilaian proses dan hasil belajar, d) mengembangkan kreativitas dan inovasinya dalam proses pembelajaran dengan mengembangkan/menciptakan alat peraga/ media pembelajaran serta memanfaatkan lingkungan sekolah sebagai sumber belajar,
| 149
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
e) memiliki motivasi dan merasa tertantang untuk meningkatkan KKM mata pelajaran menuju KKM Nasional. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Irvin Novita. 2007. Penerapan Model Pakem Dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran Gaya Gesekan Pada Siswa Kelas V SD Laboratorium Universitas Negeri Gorontalo. Jurnal Penabur UNG. Vol. 09, No. 2. Arikunto, Suharsimi. 2008. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Asmani, Jamal Ma’mur. 2013. 7 Tips Aplikasi PAKEM. Yogyakarta: Diva Press. Blimpo dan Evans. 2011. School-Based Management and Educational Outcomes: Lessons from a Randomized Field Experiment. SIEPR, Stanford University The World Bank. Nop. Vol. 4 No.45. Depdiknas. 2001. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Buku 2: Panduan Penyusunan dan Pelaporan. Jakarta: Depdiknas, Ditjen Dikdasmen Direktorat SLTP. Kafit, M. 2009. Efektifitas Media Pembelajaran Komputer Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran IPA Klas VIII MTs NU Hasyim Asyari 03 Honggowongso Jekulo Kabupaten Kudus. Semarang: Walisongo Press. Mulyasa, E. 2014. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Rosda Karya.
150 |
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Ratam. 2009. Pengaruh Pola Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan (PAKEM) dan Motivasi Belajar terhadap Ketuntasan IPS Materi Sejarah Siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Karanganyar Kabupaten Purbalingga. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press. Rusman. 2010. Model-model Pembelajaran. Bandung: Mulia Mandiri Press. Slameto. 2009. Manajemen Pendidikan. Salatiga: Widya Sari Press. Syaikhudin, Ahmad. 2008. Evaluasi Pelaksanaan Model Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenang-kan (PAKEM) di Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Jejeran Bantul Yogyakarta. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press. Tri Wahyuningsih. 2010. Implementasi MBS dalam Upaya Peningkatan Mutu Sekolah di SMPN 1 Purwokerto Tahun ajaran 2010/2011. Tesis. Purwokerto: UNP Press. Uno, Hamzah.2013. Belajar dengan Pendekatan PAIKEM. Jakarta: Bumi Aksara. Usman, Uzer. 2008. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Evaluasi Implementasi Program Sekolah Dasar Standar Nasional (SDSN)| Eriyani & Sutriyono
Kelola Jurnal Manajemen Pendidikan Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
ISSN 2443-0544 Volume: 2, No.2, Juli-Desember 2015 Halaman: 151-161
EVALUASI IMPLEMENTASI PROGRAM SEKOLAH DASAR STANDAR NASIONAL (SDSN) DI SEKOLAH DASAR NEGERI KABUPATEN TEMANGGUNG E ri yan i
[email protected] Alumni Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana
Sutriyono
[email protected] Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRACT This study aimed to describe the design, installation, process and product implementation SDSN program at SDN 1 Ngadirejo Temanggung. This study is evaluative, by using a mixed methods Discrepancy models. The data collecting technique used interview, questionnaires, study documentation, and observation. The validity of the data was done by using triangulation. The results of the study were (a) the design stage in accordance with the guidelines organizing school national standards, (b) the installation phase there was a shortage of space (c) phase of the process has not been implemented to the maximum, competency standards there was a gap in the medium category that has not been able to achieve in the level district or higher. Content standards had gaps with low category, the ownership of the curriculum document by 80%. Standard processes had gaps with low category that teachers rarely did ICT-based learning. Standard teachers and education personnel had gaps medium category that educators were still many of internship teachers(Guru Wiyata Bhakti). Standard facilities and infrastructure has a gap with category-less school grounds and space for PBM. Management standards had gaps lower categories, namely activities carried out 7089% of new schools, school community involvement in decision making policy and school programs of up to 70-80%. Standard finance was still a gap with the low category for schools to implement the program required additional costs of the public. Assessment standards had gaps with low category because of the level of student learning outcomes documentation was only implemented by 75-90%. (d) Product implementation of programs already met the standard mastery learning is at least 95% and 90% of graduates go on to a higher school. The standards have not been met is the UN values above the regional average and have achievements in regional, national and international. Keywords: Program Evaluation, National Standard Elementary School
| 151
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
PENDAHULUAN Tujuan pendidikan nasional secara umum adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, oleh sebab itu setiap warganegara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, dan agama mereka. Oleh karena itu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan yang bermutu diharapkan dapat membuahkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang unggul dan mampu bersaing di era globalisasi ini. Dalam upaya tersebut pemerintah menetapkan Standar Nasional Pendidikan, sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Dalam peraturan ini pemerintah memetakan sekolah/madrasah menjadi sekolah/madrasah yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Selanjutnya pemerintah mengkategorikan sekolah/ madrasah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori mandiri, dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori standar. Sekolah Standar Nasional (SSN) diharapkan menjadi acuan atau rujukan sekolah lain dalam pengembangan sekolah, sesuai dengan standar nasional. Selain itu SSN diharapkan dapat memacu untuk terus mengembangkan diri dan mencapai prestasi dalam berbagai bidang yang sesuai dengan 152 |
potensi yang dimiliki oleh masing-masing sekolah. SSN diharapkan juga berfungsi sebagai patok duga (bench mark) bagi sekolah dalam mengembangkan diri menuju layanan pendidikan yang baik dan komprehensif (Depdiknas, 2008). Sedang Sekolah Dasar Standar Nasional selanjutnya disebut SDSN sebagaimana disebutkan dalam buku Panduan Penyelenggaraan Sekolah Dasar Standar Nasional tahun 2007 adalah Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Standar-standar tersebut meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian. Tujuan penyelenggaraan Sekolah Dasar Standar Nasional adalah (1) memfungsikan SD/ MI menjadi pusat pembudayaan ilmu pengetahuan, keterampilan, pengalaman, sikap, dan nilai; (2) menjamin terwujudnya mutu pendidikan sekolah dasar yang dapat mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat; (3) meningkatkan mutu layanan pendidikan di tingkat sekolah dasar. Tujuan SDSN dapat terwujud bila sekolah dapat memenuhi delapan standar nasional pendidikan. Dari studi pendahuluan di Kabupaten Temanggung diketahui bahwa pelaksanaan SDSN mengalami beberapa hambatan seperti belum intensifnya sosialisasi implementasi SDSN, dan sumber daya manusia pelaksana kebijakan yang belum mampu menjabarkan dan melaksanakan kebijakan SDSN. Prestasi sekolah-sekolah SDSN di Kabupaten Temanggung juga belum optimal. Hal ini terbukti dari prestasi akademik maupun non akademik sebelas sekolah dasar yang ditetapkan sebagai SDSN paling awal yaitu tahun pelajaran 2007/ 2008 masih tertinggal dari SD yang bukan Standar Nasional. Selama ini implementasi SDSN di Kabupaten Temanggung belum
Evaluasi Implementasi Program Sekolah Dasar Standar Nasional (SDSN)| Eriyani & Sutriyono
pernah dievaluasi secara akademik, oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan evaluasi terhadap implementasi SDSN. Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris) yang kemudian kata tersebut diserap ke dalam perbendaharaan istilah bahasa Indonesia menjadi “evaluasi” dengan tujuan mempertahankan kata aslinya dengan sedikit penyesuaian lafal. Arikunto dan Jabar (2008) mengemukakan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam sebuah keputusan. Tyler mengemukakan bahwa evaluasi ialah proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan dapat dicapai. Sedangkan Maclcolm, Provus mendefinisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada selisih. (Tayibnapis, 2008). Di lain pihak Wirawan (2011) mengemukakan bawa evaluasi sebagai riset untuk mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan informasi yang bermanfaat mengenai objek evaluasi, menilainya dengan membandingkannya dengan indikator evaluasi dan hasilnya dipergunakan untuk mengambil keputusan mengenai objek evaluasi. Beberapa pendapat di atas menunjukkan hakikat evaluasi adalah upaya untuk mengumpulkan data tentang sesuatu obyek evaluasi sebagai bahan dalam pengambilan keputusan tentang obyek evaluasi itu sendiri. Dalam penelitian ini obyek evaluasinya adalah implementasi program SDSN di salah satu SDSN di Kabupaten Temanggung, yaitu Sekolah Dasar Negeri 1 Ngadirejo Kabupaten Temanggung. Model evaluasi yang hendak penulis gunakan adalah Discrepancy Model yang dikembangkan oleh Malcom Provus (Wirawan 2011) atau yang dikenal pula dengan Model Kesenjangan.
Penelitian tentang implementasi SSN antara lain pernah dilakukan oleh Muhawwin (2012) dengan judul Studi Evaluasi Implementasi Program Sekolah Standar Nasional (SSN) Pada SMP Negeri Di Kabupaten Lombok Timur. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kendala yang dihadapi dalam implementasi program SSN adalah pola pikir dari sebagian stakeholder yang tidak sungguh-sungguh menyikapi perubahan kebijakan pemerintah di bidang pendidikan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana disain, instalasi, proses dan produk implementasi program SDSN di Sekolah Dasar Negeri 1 Ngadirejo Kabupaten Temanggung? Tujuan penelitian ini adalah mendiskripsikan disain, instalasi, proses dan produk implementasi program SDSN di Sekolah Dasar Negeri 1 Ngadirejo Kabupaten Temanggung. Manfaat teoritis adalah untuk menambah dan mengembangkan wawasan ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tentang pelaksanaan program Sekolah Dasar Standar Nasional (SDSN). Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat menjadi referensi tentang pelaksanaan program SDSN, sehingga menjadi acuan dalam pengelolaan bagi SD yang belum berstatus SDSN. Manfaat praktis diharapkan hasil penelitian ini akan memberikan masukan bagi pihak sekolah SDN 1 Ngadirejo dalam pengambilan kebijakan untuk memperbaiki pelaksanaan program SDSN selanjutnya. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian evaluatif dengan menggabungkan jenis penelitian kualitatif dan kuantitatif (mixed methods). Metode analisis data dengan cara analisis kesenjangan (discrepancy analysis). Penelitian ini dilakukan di Sekolah Dasar Negeri | 153
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
1 Ngadirejo Kabupaten Temanggung. Instrumen pengumpulan data yang digunakan mengadopsi instrumen baku, yaitu instrumen kinerja sekolah monitoring dan evaluasi SSN dari Departemen Pendidikan Nasional Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2008. Data mengenai implementasi SDSN diperoleh melalui wawancara dengan Kepala Sekolah, tim pengembang SDSN dan Komite Sekolah serta studi dokumentasi yang ada di SD N 1 Ngadirejo. Untuk mengecek keabsahan data, penulis memakai teknik triangulasi sumber.
HASIL PENELITIAN Setelah dilakukan penelitian dan informasi yang diperoleh dianalisis maka dihasilkan berbagai data (informasi) yang disajikan dalam masing-masing tahapan sebagai berikut : 1. Disain Implementasi Program SDSN Berdasarkan wawancara dengan Kepala Sekolah SD Negeri 1 Ngadirejo serta studi dokumentasi terhadap berbagai dokumen yang terkait dengan program SDSN di SD Negeri 1 Ngadirejo, diperoleh informasi disain implementasi program SDSN sebagai berikut.
Tabel 1 Disain Implementasi Program SDSN Tahap/ Aspek
Aspek yang Dievaluasi
(input)
Tahap Produk (output)
Tahap Proses (process)
Tahap Instalasi
Pendanaan, Sarana dan Prasarana serta Sumber Daya Manusia
1. 2.
Memiliki RPS dan RAPBS Memiliki dokumen kurikulum (silabus, RPP dan bahan ajar) untuk semua mata pelajaran dan semua tingkatan kelas
3.
6. 7. 8. 9.
Memiliki ruang kelas, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang ibadah, kamar kecil yang cukup dan memadai Memiliki ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang multimedia dan ruang serba guna, sarana olah raga / kesenian. Memiliki sarana pembelajaran yang memadai dan mencukupi kebutuhan jumlah siswa Rasio ruang kelas: siswa = 1:28 Memiliki tenaga pendidik minimal 50% S1 Penguasaan kompetensi, 50% guru bersertifikasi kompetensi Memiliki tenaga kependidikan yang kompeten di bidangnya.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Terpenuhinya Standa r Kompetensi Lulusan. Terpenuhinya Standar Isi. Terpenuhinya Standar Proses. Terpenuhinya Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan. Terpenuhinya Standar Sarana dan Prasarana. Terpenuhinya Standar Pengelolaan. Terpenuhinya Standar Pembiayaan. Terpenuhinya Standar Penilaian.
1. 2. 3. 4.
Standar ketuntasan belajar minimal 95% (SKBM). Nilai UN di atas rata-rata regional. Memiliki prestasi di tingkat regional, nasional dan internasional. 90% lulusan melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi.
4. 5.
Pemenuhan delapan Standar Nasional Pendidikan
Prestasi siswa meliputi aspek Afektif, Kognitif, dan Psikomotorik
Sumber: Data penelitian, diolah
154 |
Standar/ kriteria keberhasilan
Evaluasi Implementasi Program Sekolah Dasar Standar Nasional (SDSN)| Eriyani & Sutriyono
Tabel 1 di atas merupakan disain (standar/kriteria) Sekolah SD Negeri 1 Ngadirejo. Kriteria atau standar di atas merupakan indikator atau syarat yang dijadikan dasar dalam menentukan tingkat keberhasilan SDSN. Kriteria tersebut dapat dijadikan tolok ukur apakah implementasi SDSN sudah sejalan dengan panduan penyelenggaraan SDSN tahun 2007. 2. Instalasi Implementasi Program SDSN Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan RPS dan RAPBS Sekolah SD Negeri 1 Ngadirejo sudah sesuai dengan pasal 53 Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pembiayaan SDSN dibantu oleh pemerintah pusat dan daerah, sekolah yang ditetapkan sebagai SDSN setiap tahunnya dijanjikan untuk mendapatkan bantuan dari pemerintah daerah (APBD II), namun pada kenyataannya bantuan dari pemerintah daerah (APBD II) hanya berlangsung satu kali yaitu pada proses perintisan atau pada awal penetapan sebagai sekolah standar nasional. Kepemilikan dokumen kurikulum (silabus, RPP dan bahan ajar) untuk semua mata pelajaran dan semua tingkatan kelas belum semuanya terpenuhi dokumen kurikulum baru sekitar 80 % sehingga masih belum memenuhi standar. Namun dalam hal kepemilikan ruang, SD Negeri 1 Ngadirejo masih kekurangan 1 (satu) ruang kelas dan ruang ibadah. Rasio ruang kelas belum sesuai dengan standar program SDSN karena dalam program SDSN rasio ruang kelas dengan siswa adalah 1 berbanding 28, sementara jumlah siswa di SD Negeri 1 Ngadirejo pada tahun pelajaran 2014/2015 adalah 373 orang siswa. Kualifikasi akademik tenaga pendidik di SD Negeri 1 Ngadirejo sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru Minimal 50%
S1. Dalam hal penguasaan kompetensi pendidik, baru terdapat 40.9 % tenaga pendidik di SD Negeri 1 Ngadirejo memiliki sertifikat pendidik. 3. Proses Implementasi Program SDSN Evaluasi proses dilakukan untuk menilai sejauh mana ketercapaian dari masing-masing standar dari 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan. 3.1. Analisis Kesenjangan Standar Kompetensi Lulusan Pencapaian standar kompetensi lulusan di SD Negeri 1 Ngadirejo seperti terlihat pada gambar berikut :
Gambar 1 Kesenjangan Standar Kompetensi Lulusan
Tampak bahwa capaian standar kompetensi lulusan di SD Negeri 1 Ngadirejo baru 71.56 % dari nilai standar. Kesenjangan antara nilai standar dan nilai perolehan dalam standar kompetensi lulusan ini sebesar 28.44% yang menunjukkan kesenjangan dalam kategori sedang. Kesenjangan terjadi karena sekolah belum dapat meraih prestasi akademik maupun non akademik di tingkat kabupaten atau yang lebih tinggi. 3.2. Hasil Analisis Kesenjangan Standar Isi Evaluasi terhadap sejauh mana ketercapaian masing-masing komponen dari dokumen kurikulum memberikan gambaran sebagai berikut.
| 155
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
Gambar 2 Kesenjangan Standar Isi
Capaian pelaksanaan Standar Isi di SD Negeri 1 Ngadirejo mencapai 91.05 % dari nilai standar. Kesenjangan sebesar 8.95 % termasuk dalam kategori rendah. Kesenjangan ini terjadi karena sekolah baru memiliki 80% dokumen kurikulum yang semestinya dimilikinya. 3.3. Hasil Analisis Kesenjangan Standar Proses Hasil penerapan standar proses di SD Negeri 1 Ngadirejo adalah sebagai berikut. 100 100
80.02
80
Nilai Standar
60
19.98
40
Nilai Perolehan
Gambar 4 Kesenjangan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Kesenjangan antara nilai standar dan nilai perolehan dalam standar pendidik dan tenaga kependidikan sebesar 30.16% merupakan kesenjangan kategori sedang. Hal itu terjadi karena jumlah guru PNS yang ada masih kurang, walaupuan proses pembelajaran terbantu oleh guru wiyata bakti. 3.5. Hasil analisis kesenjangan Standar Sarana dan Prasarana Hasil analisis kesenjangan Standar Sarana dan Prasarana di SD Negeri 1 Ngadirejo adalah sebagai berikut.
Kesenjangan
20 0
Standar Proses
Gambar 3 Kesenjangan Standar Proses
Kesenjangan antara nilai standar dan nilai perolehan dalam standar proses ini sebesar 19.98 % yang termasuk kesenjangan dalam kategori rendah. Kesenjangan terjadi karena masih banyak guru yang jarang menggunakan ICT dalam proses pembelajaran. 3.4.Hasil Analisis Kesenjangan Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pemenuhan standar pendidik dan tenaga kependidikan di SD Negeri 1 Ngadirejo adalah sebagai berikut.
156 |
Gambar 5 Kesenjangan Standar Sarana dan Prasarana
Kesenjangan antara nilai standar dan nilai perolehan dalam standar sarana dan prasarana di SD Negeri 1 Ngadirejo sebesar 36.98% yang menunjukkan kesenjangan kategori sedang. Kesenjangan terjadi, meskipun sarana pembelajaran di SD Negeri 1 Ngadirejo sudah cukup lengkap, namun sekolah ini masih kekurangan ruang-ruang pendukung pembelajaran.
Evaluasi Implementasi Program Sekolah Dasar Standar Nasional (SDSN)| Eriyani & Sutriyono
3.6. Hasil Analisis Kesenjangan Standar Pengelolaan
3.7. Hasil Analisis Kesenjangan Standar Penilaian
Hasil evaluasi terhadap pelaksanaan standar proses di SD Negeri 1 Ngadirejo adalah sebagai berikut.
Hasil analisis kesenjangan pelaksanaan standar penilaian di SD Negeri 1 Ngadirejo terlihat pada Gambar 8 di bawah ini.
Gambar 8 Kesenjangan Standar Penilaian
Kesenjangan dalam standar sarana dan prasarana di SD Negeri 1 Ngadirejo sebesar 17.33% yang menunjukkan kesenjangan dalam kategori rendah. Kesenjangan ini bisa terjadi karena program yang direncanakan baru tercapai 80%. 3.1. Hasil Analisis Kesenjangan Standar Pembiayaan Hasil evaluasi terhadap implementasi Standar Pembiayaan di SD Negeri 1 Ngadirejo terlihat pada gambar 7 berikut.
Kesenjangan antara nilai standar dan nilai perolehan dalam standarpenilaian di SD Negeri 1 Ngadirejo sebesar 5.8% yang menunjukkan kesenjangan kategori rendah. Hal ini terjadi karena tingkat pendokumentasian hasil belajar siswa oleh guru baru dilaksanakan 75-90%. 4. Produk Implementasi Program SDSN Hasil evaluasi terhadap produk masingmasing komponen SDSN adalah sebagai berikut. 4.1. Standar ketuntasan belajar minimal 95 %
Gambar 7 Kesenjangan Standar Pembiayaan
Kesenjangan antara nilai standar dan nilai perolehan dalam standar pembiayaan di SD Negeri 1 Ngadirejo sebesar 15.75% yang menunjukkan kesenjangan dalam kategori rendah. Hal ini terjadi karena untuk menuntaskan kegiatan sekolah, masyarakat atau orang tua wali murid harus memberikan dana tambahan.
Untuk standar kelulusan semua siswa di SD Negeri 1 Ngadirejo telah memenuhi standar kelulusan sebagaimana terbukti dari lulusnya 100 % siswa pada setiap akhir ujian nasional. Namun untuk standar kenaikan kelas, belum semuanya siswa memenuhi standar. Sebagian besar siswa telah memenuhi batas kriteria ketuntasan minimal pada setiap mata pelajaran, namun masih ada beberapa siswa yang belum memenuhi batas kriteria ketuntasan minimal. 4.2. Nilai UN di atas rata-rata regional SD Negeri 1 Ngadirejo belum mampu memenuhi standar nilai Ujian Nasional di atas | 157
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
rata-rata regional. SD Negeri 1 Ngadirejo baru memiliki prestasi nilai UN di atas rata-rata kecamatan. Hal ini tidak sesuai dengan indikator keberhasilan SDSN bahwa sekolah SDSN harus memiliki nilai UN di atas rata-rata regional. 4.3. Memiliki prestasi di tingkat regional, nasional dan internasional Prestasi mencakup dua aspek yaitu prestasi akademik dan prestasi non akademik. SD Negeri 1 Ngadirejo belum dapat memenuhi standar in karena belum memiliki prestasi -baik prestasi akademik maupun non akademik- di tingkat regional. SD Negeri 1 Ngadirejo baru mendapatkan kejuaraan lomba mapel IPA dan Bahasa Indonesia dan Seni Mocopat di tingkat Kecamatan, kemudian mewakili kecamatan untuk maju ke tingkat Kabupaten namun di Kabupaten belum memperoleh juara. 4.4. 90% lulusan melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi Kepala Sekolah menjelaskan bahwa seluruh lulusan dari SD Negeri 1 Ngadirejo melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi dan hampir semuanya dapat diterima di sekolah negeri kecuali yang memang sengaja mendaftar di sekolah swasta. Dengan demikian berarti SD Negeri 1 Ngadirejo telah memenuhi standar output SDSN yaitu 90% lulusan melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN SD Negeri 1 Ngadirejo menggunakan sistem belajar tuntas yang ketentuan batas tuntas dari masing-masing mata pelajaran ditentukan oleh sekolah sendiri dengan nama Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kenaikan kelas dan kelulusan siswa dilaksanakan berdasarkan berdasarkan Permendiknas No. 5 Tahun 2008. Masih terdapat kesenjangan dalam pelaksanaan standar kompetensi lulusan 158 |
di SD Negeri 1 Ngadirejo. Sekolah juga belum dapat meraih prestasi non akademik di tingkat Kabupaten atau yang lebih tinggi sehingga walaupun standar kompetensi lulusan sudah disusun dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan namun hasilnya masih belum maksimal. Untuk memenuhi standar kompetensi lulusan diperlukan adanya saling keterkaitan antara terpenuhinya standar pendidik dan tenaga kependidikan serta standar sarana dan prasarana pendidikan. Dari segi standar isi sekolah telah membuat dan memiliki dokumen Kurikulum, silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), kriteria ketuntasan minimum (KKM), program tahunan, program semester, kalender pendidikan, pembagian tugas mengajar guru, dan pedoman penilaian untuk semua guru. Hanya saja kepemilikan dokumen kurikulum sekolah baru sebanyak 80% dan penyusunan dokumen kurikulum dilakukan oleh sekolah bukan oleh masing-masing guru sehingga tingkat kelengkapan dokumen masih kurang. Penerapan standarisi di SD Negeri 1 Ngadirejo masih terdapat kesenjangan dan belum sesuai dengan ketentuan standar isi yang memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik (Depdiknas, 2006). Standar proses pendidikan berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar komptensi lulusan. Dalam proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, memotivasi, menyenangkan, menantang, mendorong peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian peserta didik sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologinya (Depdiknas, 2007). Dalam standar proses masih terdapat
Evaluasi Implementasi Program Sekolah Dasar Standar Nasional (SDSN)| Eriyani & Sutriyono
kesenjangan dikarenakan belum semua guru yang melakukan proses pembelajaran berbasis ICT, namun hal tersebut dirasakan tidak menggangggu proses belajar mengajar karena pemilihan media pembelajaran disesuaikan dengan materi pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran dapat juga memanfaatkan lingkungan sekitar. Tenaga kependidikan pada SD Negeri 1 Ngadirejo masih belum memenuhi standar pendidik dan ketenaga kependidikan SDSN karena sekurang-kurangnya pendidik dan tenaga kependidikan SDSN terdiri atas kepala sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, dan tenaga kebersihan sekolah. Persyaratan untuk menjadi kepala SDSN meliputi: berstatus guru SD; memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku; memiliki pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun di SD; dan memiliki kemampuan kepemimpinan dan kewirausahaan di bidang pendidikan (Depdiknas, 2007) Dari sisi standar Sarana dan Prasarana, SD Negeri 1 Ngadirejo hanya memiliki luas lahan 2.494 m2 sedangkan standar sarana dan prasarana yang harus dimiliki SDSN luas lahan minimum adalah 10.000 m2 (Depdiknas,2007). Kelengkapan sarana dan prasarana meliputi ruang kelas sebanyak 11 ruang sedangkan seharusnya 12 ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang guru, kamar mandi dan WC, lapangan sekolah. Sarana dan prasarana yang lain seperti ruang ibadah dan ruang UKS belum dimiliki oleh SD Negeri 1 Ngadirejo sehingga dalam hal ini sarana dan prasarana yang dimiliki belum sesuai dengan ketentuan standar sarana dan prasarana pendidikan. Dalam hal standar pengelolaan, pelaksanaan kegiatan sekolah dilakukan sesuai dengan RKS yang telah disusun. Implementasi
RKS di SD Negeri 1 Ngadirejo saat ini baru mencapai 70-89 % terlaksana, keterlibatan atau peran serta warga sekolah dalam pengambilan keputusan kebijakan dan program sekolah sebesar 70-89% dikarenakan pelibatan disesuaikan dengan porsinya masing-masing. Pengawasan yang dilakukan di SD Negeri 1 Ngadirejo meliputi pemantauan proses belajar mengajar, supervisi oleh kepala sekolah, evaluasi hasil belajar, pelaporan hasil belajar, dan tindak lanjut dari hasil pengawasan. Supervisi dilakukan secara teratur oleh kepala sekolah dan pengawas pendidikan. SD Negeri 1 Ngadirejo juga melaksanakan dan memberikan laporan hasil belajar yang diberikan kepada orang tua/wali siswa, berisi hasil ulangan setiap tengah dan akhir semester serta setiap nilai ulangan harian siswa. Standar pembiayaan mengatur komponen dan besarnya biaya operasional satuan pendidikan. Pembiayaan SDSN mencakup biaya investasi, biaya operasi dan biaya personal satuan pendidikan. (Depdiknas, 2009). SD Negeri 1 Ngadirejo memiliki dukungan sumber dana yang cukup baik yang berasal dari pemerintah pusat yaitu block grant SDSN, pemerintah daerah serta dari orang tua wali murid melalui Komite Sekolah. Standar penilaian pendidikan berkaitan dengan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaan prestasi belajar peserta didik. Penilaan hasil belajar peserta didik dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri No. 20 Tahun 2007. Dari data yang diperoleh tentang alat, ruang lingkup dan jenis penilaian yang dilakukan oleh SD Negeri 1 Ngadirejo dikatakan sudah mengacu pada standar penilaian pendidikan. Alat yang digunakan untuk penilaian di SD Negeri 1 Ngadirejo meliputi pengamatan keaktifan siswa, penugasan, unjuk kerja dan tes hasil belajar.
| 159
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
Dari segi produk dapat dikatakan bahwa SD Negeri 1 Ngadirejo telah memenuhi standar karena siswa SD Negeri 1 Ngadirejo lulus 100% setiap tahunnya. Untuk standar kenaikan kelas sebagian besar siswa sudah mencapai batas ketuntasan minimal yang ditentukan pada KKM walaupun masih terdapat beberapa siswa yang belum tuntas. Pada komponen nilai UN menujukkan bahwa SD Negeri 1 Ngadirejo belum dapat memenuhi standar memiliki nilai UN di atas rata-rata regional. Nilai rata-rata UN tertinggi justru diperoleh sekolah yang bukan merupakan SDSN. Hal ini tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Depdiknas tahun 2008 yang berbunyi Sekolah Standar Nasional (SSN) diharapkan menjadi acuan atau rujukan sekolah lain dalam pengembangan sekolah, sesuai dengan standar nasional. Dari segi prestasi akademik dan prestasi non akademik, SD Negeri 1 Ngadirejo belum dapat memenuhi standar, yaitu belum dapat memiliki prestasi di tingkat regional. Sedang dari segi tingkat melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi dari para lulusannya SDN 1 Ngadirejo tidak terdapat kesenjangan, karena seluruh lulusan SDN 1 Ngadirejo melanjutkan ke berbagai SMP di Kabupaten Temanggung. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam komponen ini tidak terjadi kesenjangan dengan indikator keberhasilan SDSN yang tercantum dalam panduan penyelenggaraan sekolah standar nasional untuk sekolah dasar tahun 2007. SIMPULAN DAN SARAN Uraian dan pembahasan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Disain implementasi program SDSN di SD Negeri 1 Ngadirejo sudah dibuat sesuai dengan panduan, disain ini digunakan untuk 160 |
mengukur keberhasilan pelaksanaan program SDSN. 2. Secara spesifik kekurangan yang terjadi pada tahap instalasi adalah ketidak lengkapan ruang kelas, ruang ibadah, UKS, laboratorium dan ruang olah raga/ruang kesenian dan terdapat kesenjangan antara rasio ruang kelas dengan siswa. 3. Implementasi program SDSN di SD Negeri 1 Ngadirejo sudah terlaksana namun belum maksimal. Terdapat kesenjangan kategori sedang pada: 1) standar kompetensi lulusan, 2) standar pendidik dan tenaga kependidikan, dan 3) standar sarana dan prasarana; kesenjangan kategori rendah pada: 1) standar isi, 2) standar proses, 3)standar pengelolaan, 4) standar pembiayaan dan 5) standar penilaian 4. Produk program SDSN di SD Negeri 1 Ngadirejo yang sudah terpenuhi adalah standar ketuntasan belajar minimal 95% dan 90% lulusan melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Sebaliknya standar yang belum dapat terpenuhi adalah nilai UN di atas ratarata regional dan memiliki prestasi di tingkat regional, nasional dan internasional. Saran 1. Bagi Kepala Sekolah a. Untuk memenuhi standar kompetensi lulusan kepala sekolah hendaknya memberikan pelatihan kepada guru tentang proses pembelajaran yang bervariasi sehingga pengetahuan guru tentang kegiatan belajar mengajar dapat bertambah. b. Untuk memenuhi standar isi sebaiknya kepala sekolah menugaskan kepada guru untuk melengkapi kepemilikan dokumen kurikulum sehingga dapat memenuhi standar.
Evaluasi Implementasi Program Sekolah Dasar Standar Nasional (SDSN)| Eriyani & Sutriyono
c. Untuk memenuhi standar proses kepala sekolah hendaknya menghimbau kepada guru agar lebih memanfaatkan alat bantu ICT guna menambah pengetahuan siswa. d. Untuk meningkatkan standar pendidik dan tenaga kependidikan, sebaiknya kepala sekolah memberikan pelatihan kepada guru, sehingga walaupun guru belum memiliki sertifikat pendidik namun pengetahuan tentang pembelajaran sudah luas dan proses belajar mengajar menjadi lebih bervariasi. e. Untuk memenuhi standar sarana dan prasarana, kepala sekolah perlu bekerjasama dengan masyarakat melalui komite sekolah, selain itu hendaknya kepala sekolah membatasi jumlah penerimaan siswa baru tiap tahunnya agar jumlah siswa tidak melebihi rasio ruang kelas. f. Kepala sekolah juga sebaiknya lebih melibatkan warga sekolah dalam pengambilan keputusan kebijakan dan program sekolah sesuai dengan kompetensi masing-masing untuk memenuhi standar pengelolaan. g. Untuk memenuhi standar pembiayaan sebaiknya sekolah dalam menyusun RPS/RAKS lebih memperhitungkan biaya yang dibutuhkan sehingga untuk melaksanakan program tidak perlu penambahan biaya dari masyarakat. h. Untuk pemenuhan standar penilaian kepala sekolah hendaknya memberikan tugas kepada guru untuk lebih meningkatkan pendokumentasian hasil belajar siswa. 2. Bagi Guru Untuk memenuhi delapan standar nasional pendidikan guru sebaiknya mengikuti pelatihan pembelajaran terutama pembelajaran
dengan menggunakan alat bantu ICT sehingga proses pembelajaran lebih bervariatif dan dapat menambah pengetahuan siswa. Guru juga sebaiknya memenuhi dokumen kurikulum sesuai dengan standar isi. Dalam proses belajar mengajar guru supaya lebih memanfaatkan alat bantu ICT untuk menambah pemahaman siswa. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. & A. Jabar. 2008. Evaluasi Program Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Direktorat Pembinaan TK dan SD. 2007. Panduan Penyelenggaraan Sekolah Standar Nasional untuk Sekolah Dasar. Jakarta : Depdiknas. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. 2008. Istrumen Kinerja Sekolah Monitoring dan Evaluasi SSN. Jakarta : Depdiknas. Muhawwin. 2012. Studi Evaluasi Program Sekolah Standar Nasional (SSN) pada SMP Negeri di Kabupaten Lombok Timur. pasca.undiksha.ac.id/e-journal/ index. php/ jurnal_ep/ article/ .../33/33 diakses pada 20 Mei 2014. Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Standar Nasional Pendidikan. Tayibnapis, Farida Y. 2008. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi. Jakarta: Rineka Cipta. Wirawan. 2011. Evaluasi Teori, Model, Standar, Aplikasi, dan Profesi. Depok: Rajagrafindo Persada. Yoni, Mia. 2012. Proses Implementasi Kebijakan Sekolah Standar Nasional pada Sekolah Dasar di Kabupaten Purbalingga. Purbalingga: UNSOED.
| 161
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
Kelola Jurnal Manajemen Pendidikan Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
ISSN 2443-0544 Volume: 2, No.2, Juli-Desember 2015 Halaman: 162-172
PENERAPAN SUPERVISI KUNJUNGAN KELAS UNTUK MENINGKATKAN KINERJA GURU SD NEGERI 2 KALIMANGGIS KECAMATAN KALORAN, TEMANGGUNG
Suprih Danurwati
[email protected] Alumni Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana
Slameto
[email protected] Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRACT Suprih Danurwati, 942013161. Implementation of supervision class visiting to increase teacher’s performance of SD Negeri 2 Kalimanggis District of Kaloran. Thesis. The graduatiton Program Master of Management Education Satya Wacana Christian University Salatiga. Supervisor Prof. Dr. Slameto, M.Pd. This study is to determine that through the implementation of supervision class visiting can improve the performance of teachers in the learning management. The subjects of this study are teachers in SD Negeri 2 Kalimanggis, Kaloran, Temanggung. The procedure used in this study consists of a series of three main activities undertaken in a repeating cycle, including (a) plan, (b) action by observation, and (c) reflection. research approach using action research methods, while the method of data collection using the study documentation, observations, questionnaires, and interviews. The results showed an increasing in the ability of teachers to prepare lesson plans and manage the learning of the first act, second, until the third act. The inference that supervision class visiting that can improve the performance of teachers in the learning management. Suggestions given to teachers, is taking advantage of supervision activities as a source of information to improve the competence and performance, for principals use the results of this study as a reference in conducting research, while for school superintendent will use the results of this study as one of the references in activity guidance to the heads of schools and teachers to improve their performance. Keywords: academic supervision, class visiting, teacher performance
162 |
Penerapan Supervisi Kunjungan Kelas Untuk Meningkatkan Kinerja Guru | Suprih Danurwati & Slameto
PENDAHULUAN Ada tiga faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu “kemampuan, usaha yang dicurahkan, dan dukungan organisasi atau institusi.” Kinerja seseorang akan meningkat jika ketiga komponen (kemampuan, motivasi, dan dukungan) itu ada pada dirinya, sebaliknya jika salah satu komponen itu tidak ada maka sangat mungkin kinerja seseorang akan berkurang (Brotosejati, 2012:6; Prasojo, 2011:103; Sudiyono, 2011:103; Mangkunegara, 2004:67, dan Mustafa, 2013:155). Guru adalah pendidik profesional yang tugas utamanya adalah mengajar, mendidik, membimbing, melatih, mengarahkan, menilai, serta mengevaluasi. Guru idealnya memiliki kemampuan untuk merancang program pembelajaran, mengelola kelas dalam hal ini proses pembelajaran, mengevaluasi hasil belajar, serta melakukan tindak lanjut dari hasil belajar siswa, sehingga tujuan dari proses pembelajaran dapat tercapai dan tujuan akhir proses pendidikan yaitu mendewasakan peserta didik juga tercapai. Kinerja guru juga dipengaruhi oleh ketiga faktor di atas. Kemampuan Guru antara lain ditunjukan oleh kepemilikan sertifikasi pendidik yang mencerminkan pengakuan atas penguasaan empat kompetensi Guru yaitu kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, kompetensi pedagogik, dan kompetensi professional. Motivasi Guru tercermina dalam antusiasme mereka ketika menunaikan tugas profesionalnya. Sedang dukungan bagi Guru yang menampilkan unjuk kerjanya antara lain diwujudkan dalam bentuk supervisi akademik oleh Kepala Sekolah. Supervisi akademik merupakan bagian dari supervisi pendidikan yaitu merupakan segala upaya yang dilakukan secara berkesinambungan untuk membantu guru dan kepala sekolah untuk mengembangkan kemampuan serta kinerja guru dalam mengelola pembelajaran. Fathurrohman (2011:30)
menyebutkan bahwa supervisi adalah “usaha yang sistematis dan terus menerus dalam rangka memberikan dorongan dan pengarahan bagi perkembangan profesional guru”. Sedang menurut Prasojo (2011:84) supervisi akademik adalah “serangkaian kegiatan membantu guru dalam mengembangkan kemampuan dalam mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran.” Dari dua pengertian tentang supervisi akademik di atas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya supervisi akademik adalah suatu tindakan yang berupaya untuk membantu guru dalam mengembangkan kemampuan atau potensinya dalam mengelola proses pembelajaran dalam kelas sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah maupun pengawas akan mengena pada sasarannya jika dilaksanakan sesuai prosedur, artinya ada perencanaan, pelaksanaannya dengan menimbang kaidahkaidah yang ada, dievaluasi, dan yang tidak kalah pentingnya adalah adanya tindak lanjut dari hasil supervisi tersebut. Tanpa adanya tindak lanjut maka kegiatan supervisi yang sudah dilaksanakan menjadi sia-sia, karena tujuan utama diadakan supervisi tidak akan tercapai dan terwujud. ( PPTK, PSDM dan PMP, 2011:19; Prasojo, 2011:84; Fathurrochman, 2011:30; Nakpodia,2011; dan Purwanto, 2012:89) Kunjungan kelas merupakan salah satu teknik supervisi akademik. Teknik supervisi merupakan cara-cara yang ditempuh oleh supervisor dalam hal ini kepala sekolah atau pengawas sekolah untuk mencapai tujuan tertentu yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan dan masalah-masalah akademik dengan sasaran para guru di sekolah. Kunjungan kelas adalah teknik pembinaan guru oleh kepala sekolah atau pengawas sekolah dengan mengamati proses pembelajaran di kelas sehingga memperoleh data yang | 163
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
diperlukan masih dalam rangka pembinaan guru. Dengan supervisi kunjungan kelas kepala sekolah maupun pengawas sekolah dapat mengukur seberapa tingkat kompetensi pedagogik yang dimiliki oleh seorang guru. Karena hanya dengan teknik kunjungan kelas kita dapat memperoleh data tentang kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran di kelas, diantaranya penguasaan materi, ketrampilan menggunakan alat peraga dan media pembelajaran, kemampuan memilih metode pembelajaran serta ketrampilan dalam memilih alat evaluasi yang tepat. Supervisi kunjungan kelas bertujuan untuk mendapatkan data yang lengkap tentang guru yang disupervisi dalam hal pengelolaan pembelajaran dan selanjutnya adalah untuk menolong guru dalam mengatasi masalah dalam kelas. Kunjungan kelas dilakukan dengan berbagai tiga cara, yaitu dengan: (1) pemberitahuan terlebih dahulu, (2) tanpa pemberitahuan terlebih dahulu, (3) atas permintaan atau undangan guru yang bersangkutan”.. Kunjungan kelas merupakan cara yang tepat untuk mendapatkan informasi yang tepat tentang proses belajar mengajar secara langsung, baik menyangkut kelebihan, kekurangan, dan kelemahannya. Melalui kunjungan kelas supervisor dapat mengamati secara langsung kegiatan guru dalam mengelola proses pembelajaran, dimana di dalamnya mencakup cara mengajar, penggunaan metode, penggunaan alat peraga dan media pembelajaran, penguasaan materi dan semua unsur pendukungnya. Supervisor hendaknya mampu merubah cara pandang guru tentang supervisi, oleh karena itu supervisor harus memiliki atau menemukan cara yang lebih tepat dalam melaksanakan supervisi kunjungan kelas, sehingga kehadiran supervisor di kelas menjadi sesuatu yang dinantikan oleh guru, dengan kata lain kunjungan kelas oleh supervisor bukan menjadi hal yang menakutkan dan dihindari oleh guru. 164 |
Kondisi guru di lapangan belum seperti apa yang diharapkan, pada kenyataannya masih banyak guru yang kinerjanya belum memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), bahkan dapat dikatakan bekerja tanpa target, apalagi target prestasi. Karenanya masih perlu adanya motivator dan supervisor untuk mendampingi guru dalam melaksanakan tugas keseharian diantaranya melalui supervisi. Berdasarkan observasi dan studi dokumen yang peneliti lakukan di SD Negeri 2 Kalimanggis ternyata prestasi akademik maupun non akademik masih kurang,hal ini juga terlihat dalam dokumen pencapaian prestasi kejuaraan bidang non akademik maupun lomba yang bersifat akademik di tingkat kecamatan masihdalam kategori cukup, berdasarkan data capaian UTS/UAS/US di UPT Dinpendik Kecamatan Kaloran, hasil ulangan tengah semester gasal 2014/2015 dan akhir semester peringkat 21 dari 27 sekolah di kecamatan, bahkan hasil ujian sekolah tahun pelajaran 2013/2014 hanya meraih rata-rata 6,90 (20,69) dan menduduki peringkat 20 dari 27 sekolah Dasar di Kecamatan Kaloran. Kurangnya prestasi SD Negeri 2 Kalimanggis dimungkinkan karena proses pembelajaran yang tidak direncanakan dan dilaksanakan sesuai prosedur dan tahapan-tahapan yang semestinya, dan kinerja guru yang belum maksimal disamping faktor lainnya, sehingga hasil dari proses pembelajaran juga tidak maksimal. Selain prestasi sekolah rendah dampak lain adalah menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat Desa Kalimanggis terhadap SD Negeri 2 Kalimanggis dalam dua tahun terakhir. Hal itu dibuktikan dengan jumlah siswa yang semakin menurun, dikarenakan pendaftar yang masuk di SD Negeri 2 Kalimanggis sangat sedikit. Dari catatan dan dokumen tentang guru yang ada di sekolah dapat disimpulkan bahwa
Penerapan Supervisi Kunjungan Kelas Untuk Meningkatkan Kinerja Guru | Suprih Danurwati & Slameto
selama ini 5 (55,6 %) dari guru yang ada di SDN 2 Kalimanggis masuk kategori kurang disiplin dalam hal administrasi dan waktu, hal tersebut sangat mungkin menjadi salah satu penyebab sekolah tidak dapat berprestasi secara maksimal. SDN 2 Kalimanggis yang selama ini tidak pernah diperhitungkan dalam berbagai kegiatan tingkat kecamatan, kondisi inipun tidak berpengaruh terhadap motivasi dan kinerja guru-gurunya, mereka merasa nyaman dan aman dalam kondisi seperti tersebut di atas. Selama ini kegiatan supervisi yang dilakukan kepala sekolah belum terprogram dan belum ada tindak lanjutnya, sehingga belum terasa dampaknya terhadap kinerja guru. Jika masalah tersebut dibiarkan dan tidak segera ada penanganan maka dikhawatirkan kondisi sekolah akan semakin terpuruk sehingga secara tidak langsung berpengaruh terhadap peserta didik dan kepercayaan masyarakat kepada sekolah. Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti memandang perlu untuk melakukan tindakan sebagai upaya peningkatan kinerja guru diantaranya dengan melakukan supervisi akademik kunjungan kelas secara efektif dan berkesinambungan. Adanya supervisi kunjungan kelas diharapkan guru mendapatkan bimbingan dan pembinaan serta pendampingan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsinya utamanya dalam pengelolaan proses pembelajaran. Dengan kunjungan kelas dapat diketahui kekurangan dan kesulitan yang dialami guru ketika melaksanakan proses pembelajaran di kelas. Pemilihan tindakan dengan supervisi akademik kunjungan kelas juga didasari oleh penelitian-penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan penulis lakukan sebagai berikut. Penelitian Edi Wahjanto (2007) tentang supervisi akademik kunjungan kelas di SMA Negeri se Kota Magelang, menunjukkan bahwa kegiatan supervisi
kunjungan kelas di SMA Negeri se Kota Magelang berpengaruh terhadap kinerja dan kompetensi guru, Kinerja dan kompetensi guru akan berpengaruh terhadap prestasi siswa. Demikian juga, penelitian Tri Widodo (2014) tentang Supervisi Kunjungan Kelas dalam Meningkatkan Kinerja Guru IPA SMP Negeri 1 Bandungan, yang menunjukkan bahwa supervisi kunjungan kelas berpengaruh positif dalam meningkatkan kinerja guru IPA SMP Negeri 1 Bandungan dalam perencanaan pembelajaran dan dalam pelaksanaan pembelajaran. NamunYuli Indrawati (2012) dalam penelitiannya tentang pengaruh supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru terhadap Kinerja Guru TK/RA di UPT Dinpendik Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang menemukan bahwa tidak ada pengaruh positif dan signifikan antara supervisi kepala sekolah dan motivasi kerja terhadap kinerja guru TK/RA. Jadi, dua dari tiga penelitian di atas menunjukkan bahwa kegiatan supervisi kunjungan kelas yang dilaksanakan kepala sekolah memiliki dampak positif terhadap peningkatan kinerja guru. Dalam penelitian Edi Wahyudi, hasil supervisi kunjungan kelas dimanfaatkan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap kinerja dan kompetensi guru dalam pembelajaran, sedangkan Tri Widodo dalam simpulannya menyatakan bahwa supervisi kunjungan kelas berdampak positif dalam peningkatan kinerja guru IPA baik secara administratif maupun pengelolaan pembelajaran dalam kelas. Berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu, cara yang akan dilakukan oleh peneliti dalam supervisi kunjungan kelas dalam penelitian ini pada tahap akhir kunjungan, akan dilakukan evaluasi diri dari pihak guru yang disupervisi, sehingga dapat dikatakan bahwa supervisi kunjungan kelas yang akan dilakukan adalah berbasis evaluasi diri guru. Dimana pada tahap akhir kunjungan guru bersama supervisor mengamati rekaman pelaksanaan pembelajaran | 165
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
yang dilaksanakan guru, kemudian guru mengevaluasi sendiri apa yang dilaksanakan menggunakan instrumen yang ada. Hasil evaluasi diri guru dicocokkan dengan hasil pengamatan supervisor, jika terdapat kesamaan persepsi maka langkah selanjutnya adalah menentukan tindak lanjut berdasarkan kekurangan yang dilakukan guru dalam pengelolaan pembelajaran. Mempertimbangkan latar belakang yang telah dipaparkan pada bagian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Apakah penerapan supervisi kunjungan kelas dapat meningkatkan kinerja guru SD Negeri 2 Kalimanggis dalam pengelolaan pembelajaran?” Sedang tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penerapan super-visi kunjungan kelas dapat meningkatkan kinerja guru SD. Negeri 2 Kalimanggis dalam pengelolaan pembelajaran. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan pengetahuan tentang upaya peningkatan kinerja guru dalam pengelolaan proses kegiatan belajar mengajar melalui supervisi akademik kunjungan kelas. Sedang secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kepala Sekolah, yaitu sebagai referensi bagi kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi terhadap guru, dan bagi Pengawas Sekolah yaitu sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program kegiatan pengawas, membina kepala sekolah dan guru untuk meningkatkan kinerjanya dalam upaya meningkatkan efektifitas pembelajaran dan mutu pendidikan. METODE PENELITIAN Penelitian ini masuk dalam jenis penelitian deskriptif kualitatif, dengan metode penelitian tindakan. Data yang diperoleh dalam penelitian ini dipaparkan berupa diskripsi, sedangkan data kuantitatif dikonversi kedalam 166 |
bentuk kualitatif. Begitupun hasil dari penelitian ini juga berupa uraian atau deskripsi yang mendalam tentang hasil dari supervisi kunjungan kelas. Penelitian ini terdiri rangkaian tiga kegiatan pokok yang dilakukan dalam siklus berulang. Tiga kegiatan utama yang ada pada setiap tindakan adalah (a) perencanaan, (b) tindakan dengan pengamatan, dan (c) refleksi, dengan disertai evaluasi diri guru. Rangkaian kegiatan design intervensi penelitian tindakan sekolah tampak pada gambar 2 berikut ini. Perencanaan
Refleksi
Tindakan/ Pengamatan
Gambar 1 Prosedur Penelitian
Pada kegiatan perencanaan dalam penelitian ini peneliti melakukan kegiatankegiatan sebagai berikut menyusun proposal penelitian, membuat instrumen penelitian, mengajukan ijin penelitian, mengumpulkan data awal pendukung penelitian, dan menyusun program supervisi. Dalam penelitian ini, peneliti merencanakan tiga kali tindakan, setiap kegiatan tindakan terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pengamatan, dan tahap refleksi. Pada tahap persiapan supervisor menentukan sasaran kunjungan, jadwal kunjungan, khusus pada tindakan pertama kegiatan persiapan ditambah dengan sosialisasi pada guru-guru tentang maksud dan tujuan supervisi, serta penyampaian indikator yang akan dinilai dalam supervisi. Tahap pengamatan, adalah kegiatan dimana supervisor mengamati proses kegiatan belajar mengajar dalam kelas dengan menggunakan instrumen pengamatan dan dibantu media lain berupa kamera dan alat rekam adegan/ kegiatan. Tahap refleksi, merupakan tahap akhir dalam supervisi
Penerapan Supervisi Kunjungan Kelas Untuk Meningkatkan Kinerja Guru | Suprih Danurwati & Slameto
kunjungan kelas dimana guru dan supervisor duduk bersama setelah kegiatan pembelajaran selesai untuk bersama-sama melihat rekaman proses pembelajaran dan kemudian mengevaluasi kegiatan tersebut, dilanjutkan adanya kesepakatan untuk tindak lanjutnya. Penelitian ini dilaksanakan di SDN 2 Kalimanggis, UPT Dinpendik Kecamatan Kaloran, Kabupaten Temanggung. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 sampai dengan Mei 2015. Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan empat cara yaitu 1) Studi Dokumentasi, 2) Observasi, 3) Angket dan 4) Wawancara. Studi dokumentasi dilakukan terhadapdokumen hasil ujian nasional, data hasil supervisi yang dilakukan kepala sekolah, dan hasil penilaian kinerja guru. Observasi yang dimaksudkan disini adalah kegiatan pengamatan dalam tindakan kunjungan kelas. Metode ini merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian tindakan kelas. Observasi dilakukan dengan teknik observasi partisipatif pasif. Angket, peneliti gunakan sebagai alat evaluasi diri guru setelah kegiatan pembelajaran berlangsung, sekaligus sebagai alat kroscek terhadap hasil pengamatan yang dilakukan supervisor dalam hal ini peneliti, selain itu juga angket untuk mengetahui respon guru terhadap pelaksanaan supervisi kunjungan kelas. Sedang wawancara dilakukan terhadap guru pada tahap refleksi, yaitu setiap sehabis kegiatan supervisi berakhir dan pada saat kegiatan evaluasi. Dalam penelitian ini data yang diperoleh, dianalisis dengan menggunakan tiga langkah yaitu: reduksi data, paparan data, dan penarikan simpulan. Hasil reduksi data dalam penelitian ini berupa data pokok yang diantaranya berupa data hasil pengamatan supervisor, hasil evaluasi diri guru, hasil wawancara dengan kepala sekolah. Sedang keabsahan data dilakukan melalui triangulasi, baik triangulasi sumber, dan waktu. Triangulasi sumber adalah cara untuk
mengecek data yang sama namun diperoleh dari sumber yang berbeda, dan dengan teknik yang berbeda. Dalam penelitian ini data kinerja guru dalam pengelolaan pembelajaran diperoleh melalui dokumen hasil PKG guru, hasil supervisi kunjungan kelas sebelum tindakan, dan hasil wawancara. Triangulasi waktu, diakukan dengan mengecek hasil wawancara dengan sumber yang sama namun dalam waktu yang berbeda. Berdasarkan hipotesis kinerja yang berbunyi “Penerapan supervisi kunjungan kelas diduga dapat meningkatkan kinerja guru SD Negeri 2 Kalimanggis dalam pengelolaan pembelajaran” maka penelitian ini dinyatakan berhasil apabila: 1) Lima dari enam orang guru yang mendapat supervisi kunjungan kelas memperoleh nilai kategori Baik (71- 85) pada aspek persiapan pembelajaran, dan 2) Lima dari enam orang guru yang mendapat supervisi kunjungan kelas memperoleh nilai kategori Baik (71 - 85) pada aspek pelaksanaan pembelajaran. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kondisi Awal Kepala SD Negeri 2 Kalimanggis sudah menyusun program supervisi setiap tahunnya. Namun dalam pelaksanaannya kadang tidak sesuai dengan rencana yang sudah disusun, hal itu dikarenakan berbagai tugas yang harus dikerjakan oleh kepala sekolah yang sifatnya insidentil dan bersifat urgen. Hal itu dibuktikan dengan dokumen supervisi terhadap perangkat pembelajaran dilaksanakan terhadap lima orang guru pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015 sedangkan supervisi kunjungan kelas belum terlaksana. Tentang kinerja Guru dokumen yang ada di UPT Dinpendik Kecamatan Kaloran menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan prestasi sekolah di seluruh wilayah UPT Dinpen| 167
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
dik Kecamatan Kaloran, maka prestasi siswa di SD Negeri 2 Kalimanggis berada pada kategori cukup. Kurangnya prestasi tersebut disebabkan kinerja guru yang kurang maksimal disamping faktor-faktor lainnya. Hal tersebut diperkuat dengan hasil wawancara dengan Kepala sekolah serta dokumen-dokumen sekolah yang berhubungan dengan kinerja guru, diantaranya adalah dokumen RPP yang digunakan guru, hasil supervisi yang dilakukan kepala sekolah, administrasi kelengkapan pembelajaran, hasil PKG, SKP Guru, presensi guru, dan buku pembinaan karyawan. Pelaksanaan Penelitian Tindakan I, II, dan III Prosedur pelaksanaan penelitian pada tindakan satu, dua, dan tiga merupakan tahapan dalam siklus yang berulang, yaitu meliputi tahapan persiapan, pengamatan dan tahap refleksi. a.Tahap persiapan Pada tahap persiapan dalam tindakan pertama peneliti menentukan sasaran kunjungan yaitu guru yang akan mendapat supervisi kunjungan kelas, jadwal kunjungan, dan juga mengadakan sosialisasi kepada guru-guru tentang kegiatan supervisi kunjungan kelas yang akan dilaksanakan dalam dua bulan yang akan datang dan tujuannya. b.Tahap Pengamatan Dalam tahap ini peneliti selaku supervisor melakukan kunjungan kelas sesuai jadwal mingguan yang sudah disepakati. Peneliti melakukan pengamatan pelaksanaan kegiatan pembelajaran dari awal kegiatan dimulai sampai kegiatan berakhir dalam satu pertemuan. Selama pengamatan supervisor menggunakan instrumen pengamatan KBM untuk mencatat segala sesuatu yang dilakukan oleh guru dalam pelaksanaan pembelajaran. Selain itu supervisor juga menggunakan alat bantu perekam 168 |
adegan (handycam) dan kamera, hal tersebut dilakukan sebagai pelengkap pengumpulan data yang diperoleh dengan instrumen serta bukti pelaksanaan supervisi kunjungan kelas. c.Tahap Refleksi Refleksi dilakukan bersama antara guru dan supervisor dengan cara mengamati rekaman adegan proses pembelajaran, setelah mengamati rekaman adegan guru mengisi angket evaluasi diri tentang pelaksanaan KBM yang dilakukan, hasil evaluasi diri di kros cek dengan hasil pengamatan supervisor dalam hal ini menggunakan instrumen pengamatan. Hasil refleksi tindakan pertama didapatkan beberapa kekurangan baik pada penyusunan rencana pembelajaran maupun pada pelaksanaan proses pembelajaran, diantaranya adalah penggunaan metode pembelajaran, pemanfaatan alat peraga dan penggunaan instrumen penilaian, pelaksanaan penilaian, dan tindak lanjut penilaian, serta kegiatan penutup pembelajaran. Hasil Penelitian 1. Hasil Perencanaan Perencanaan adalah awal dari sebuah proses, berhasil tidaknya suatu kegiatan atau proses banyak bergantung pada perencanaannya, begitupun dengan kegiatan penelitian yang akan peneliti lakukan. Dalam kegiatan perencanaan ini antara lain dihasilkan Kisi-kisi penelitian, instrumen yang digunakan pengamatan proses pelaksanaan pembelajaran, instrumen evaluasi diri guru, angket respon guru pasca supervisi, panduan wawancara dengan kepala sekolah, program supervisi kunjungan kelas, dan data pendukung awal berupa dokumen hasil supervisi sebelumnya dari kepala sekolah. 2. Hasil tindakan a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Penilaian terhadap dokumen RPP dan perencanaan pembelajaran lainnya dilaksanakan bersamaan dengan pelaksanaan pengamatan
Penerapan Supervisi Kunjungan Kelas Untuk Meningkatkan Kinerja Guru | Suprih Danurwati & Slameto
pembelajaran tujuh belas kali kunjungan ke kelas atau pelaksanaan pembelajaran memperoleh hasil sebagai berikut,
proses pembelajaran dengan menggunakan instrumen yang melekat pada instrumen lembar pengamatan proses kegiatan pembelajaran. Hasil penelitian terhadap dokumen perencanaan pembelajaran yang meliputi silabus, prota, promes, serta rencana pelaksanaan pembelajaran mulai tindakan pertama sampai tindakan ketiga dapat dilihat dalam tabel 1. Dari data di atas dapat didiskripsikan hasil dari setiap tindakan, sebagaimana tertera dalam tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa dari satu tindakan ke tindakan berikutnya ada peningkatan kompetensi guru dalam merencanakan pelaksanaan pembelajaran. Untuk Kegiatan belajar mengajar dari tiga kali tindakan pengamatan proses kegiatan Belajar Mengajar pada enam kelas dengan guru pengelola
b. Pengamatan Proses Kegiatan belajar Mengajar Hasil pengamatan proses pembelajaran yang tertera pada tabel 2 merupakan gabungan antara nilai evaluasi diri guru setelah mengamati rekaman adegan proses pembelajaran yang baru dilaksanakan dan hasil pengamatan supervisor ketika proses pembelajaran berlangsung. Dari tindakan pertama, kedua, dan ketiga dapat dilihat pada tabel 2. Pada tabel 2, menunjukkan bahwa dari tindakan pertama, tindakan kedua hingga tindakan ketiga terjadi peningkatan kompetensi guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran.
Tabel 1 Hasil Penilaian Dokumen Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
A
Tindakan I Nilai Kategori 61,1 C
Tindakan II Nilai Kategori 66,7 C
Tindakan III Nilai Kategori 72,2 B
B
66,7
C
77,8
B
83,3
B
3
C
72,2
B
77,8
B
83,3
B
4
D
66,7
C
77,8
B
-
-
5
E
61,1
C
77,8
B
83,3
B
6
F
61,1
C
66,7
C
72,2
B
Rerata 64,8 C Sumber: Data penelitian diolah
74,1
B
78,9
B
No
Subyek
1 2
Tabel 2 Hasil Pengamatan Proses Kegiatan Belajar Mengajar No
Subyek
1
Tindakan I
Tindakan II
Nilai
Kategori
Nilai
A
64,80
C
69,65
2
B
69,75
C
3
C
69,75
4
D
5 6
Nilai
Kategori
C
76,20
B
76,50
B
81,70
B
C
79,00
B
82,10
B
66,70
C
76,50
B
-
-
E
67,30
C
78,40
B
79,00
B
F
67,90
C
69,10
C
74,70
B
67,70
C
76,09
B
79,00
B
Rerata
Kategori
Tindakan III
Sumber: Data penelitian diolah
| 169
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
PEMBAHASAN Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru dalam mengembangkan kemampuan dalam mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan demikian fungsi supervisi akademik sebenarnya tidak untuk menilai guru dalam melaksanakan tugasnya, namun untuk membantu guru dalam mengembangkan potensinya. Namun untuk mengetahui bantuan apa yang harus diberikan pada seorang guru, maka supervisor dalam hal ini kepala sekolah maupun pengawas sekolah perlu mengetahui kekurangan maupun kelebihan yang dimiliki guru dalam mengelola pembelajaran sehingga dapat menentukan bantuan dengan tepat. Pelaksanaan supervisi kunjungan kelas dalam penelitian ini dilaksanakan sesuai langkah-langkah yang ada dalam penelitian tindakan. Langkah tersebut meliputi tahap perencanaan, tahap pelaksanaan tindakan, dan tahap refleksi. Penelitian yang penulis lakukan memiliki kesamaan dengan tiga penelitian terdahulu. Kesamaannya yaitu baik penelitian yang dilakukan Edi Wahjanto di SMA Negeri se Kodya Magelang, penelitian Tri Widodo di SMP Negeri 1 Bandungan, serta penelitian Yuli Indrawati pada guru TK/RA UPT Dinpendik Kecamatan Bandungan bertujuan untuk mengetahui pengaruh supervisi kunjungan kelas terhadap kinerja guru. Walaupun memiliki kesamaan namun penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu dalam tahapan maupun pelaksanaan supervisinya. Perbedaan pada tahap refleksi ada kegiatan evaluasi diri dari guru setelah mengamati rekaman adegan proses kegiatan pembelajaran yang baru dilakukan oleh guru yang bersangkutan, hasil evaluasi diri guru akan menjadi bahan pembahasan antara supervisor dengan guru. Supervisi kunjungan kelas dalam penelitian ini dapat disebut supervisi berbasis evaluasi diri. 170 |
Dalam penelitian ini peneliti menambahkan kegiatan evaluasi diri pada setiap tahap refleksi, hal ini belum lazim digunakan pada kegiatan supervisi kunjungan kelas, ternyata hasil supervisi yang diperoleh dengan adanya evaluasi diri lebih dapat diterima oleh guru yang mendapatkan supervisi kunjungan kelas. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tahapan yang peneliti lakukan dalam supervisi ini adalah 1) perencanaan, 2) tindakan sekaligus pengamatan, 3) Refleksi dengan Evaluasi diri. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab IV dalam tiga tindakan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Supervisi kunjungan kelas sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dapat meningkatkan kinerja guru dalam aspek penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran pada guru SD negeri 2 Kalimanggis. 2. Supervisi kunjungan kelas sebagai upaya untuk meningkatkan kompetensi guru dapat meningkatkan guru SD Negeri 2 Kalimanggis pada aspek pelaksanaan pembelajaran Saran Saran berikut ini peneliti ajukan untuk guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah. Saran ini ada kaitannya dengan penelitian tentang penerapan supervisi kunjungan kelas untuk meningkatkan kinerja guru SD Negeri 2 Kalimanggis dalam pengelolaan pembelajaran. 1. Bagi Guru Guru lain dapat dan mau memanfaatkan kegiatan supervisi sebagai sumber informasi untuk meningkatkan kinerja guru dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, yaitu dalam pengelolaan pembelajaran.
Penerapan Supervisi Kunjungan Kelas Untuk Meningkatkan Kinerja Guru | Suprih Danurwati & Slameto
2. Bagi Kepala Sekolah Dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai referensi dalam melaksanakan supervisi terhadap guru. 3. Bagi Pengawas Sekolah Memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai salah satu referensi atau bahan pertimbangan dalam menyusun program kegiatan pembinaan terhadap kepala sekolah dan guru untuk meningkatkan kinerjanya DAFTAR PUSTAKA Brotosejati. 2012. Pengaruh Supervisi Kunjungan Kelas oleh Kepala Sekolah terhadap Kinerja Guru SD Negeri di Kecamatan Sukoharjo. Jurnal Pendidikan & Kebudayaan, Vol 18, nomor 3, September 2012.
Nakpodia, E.D. 2011. The Dependent outcome of Teachers Performance in secondary schools in Delta State an Assessment of principal’s Supervision Capacity. African Journal of Education and Technology, Vol 1, Number 1, April 2011. Permeneg PAN & RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta: Sekjen Depdiknas. Pidarta, Made. 2009. Supervisi Pendidikan Kontekstual. Jakarta: Rineka Cipta. Prasojo, Lantip Diat. 2011. Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: Gava Media.
Edi Wahjanto. 2007. Pengaruh Supervisi Kunjungan Kelas Oleh Kepala Sekolah dan Kompetensi Guru terhadap Kinerja Guru dan Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri se Kota Magelang, lib.unnes.ac. vol 02, No 7, 2007.
Purwanto, Ngalim. 2012. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Fathurrohman, Pupuh. 2011. Supervisi Pendidikan, dalam Pengembangan Proses Pengajaran. Bandung: Refika Aditama.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta
Mangkunegara AA, Prabu. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Remaja Rosdakarya Mulyasa, H.E. 2011. Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara ——. 2012. Penelitian Tindakan Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mustafa, Syaiful. 2013. Supervisi Pendidikan Terobosan Baru dalam Peningkatan Kinerja Pengawas Sekolah dan Guru, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Sudiyono.2011. Supervisi Pendidikan. Yogyakarta: Gava Media.
Tri Widodo. 2014. Supervisi Kunjungan Kelas dalam Meningkatkan Kinerja Guru IPA SMP Negeri 1 Bandungan. Tesis. Program Studi S2 Magister Manajemen Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Satyawacana. Widyani, Nengah Ni. 2011. Teknik Supervisi Kunjungan Kelas Sebagai upaya Meningkatkan Kompetensi Profesionalisme Guru SD 3 dan 10 Kesiman Denpasar. WIDYATECH Jurnal Sains dan teknologi.Volume 11 No. 1 Agustus 2011.
| 171
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
Yuli Indrawati. 2012. Pengaruh Supervisi Kepala Sekolah dan Motivasi Kerja Guru terhadap Kinerja Guru TK/RA di UPT Dinpendik Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang. Tesis. Program
172 |
Studi S2 Magister Manajemen Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Kristen Satyawacana.
Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dengan Kinerja... | Abdul Rahmat
Kelola Jurnal Manajemen Pendidikan Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
ISSN 2443-0544 Volume: 2, No.2, Juli-Desember 2015 Halaman: 173-184
HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI DENGAN KINERJA APARATUR PENDIDIKAN NONFORMAL DI DINAS PENDIDIKAN KOTA GORONTALO Abdul Rahmat
[email protected] Universitas Negeri Gorontalo
ABSTRACT This study aimed to examine the alleged causality between the dependent and independent variables. This study is a descriptive research using survey method. Data collected by using questionnaire and analyzed using path analysis to test the hypothesis. Engineering analysis will be determined by SPSS data analysis program. The result of the study were; 1) Leadership style has a significant relationship with the performance of officials local government in Gorontalo city. It is seen in the calculation of the product r correlation counted is 0.811 at the significance level (0.05), r table at 0,239 then count r > r of the table so that we can conclude the existence of a significant relationship, while the relationship is based on arithmetic interval coefficient criteria r is 0.811, which means relatively strong relationship with the leadership style of performance in local government apparatus city Gorontalo relatively strong. While t is 0.957 and compared t table with a significance level of 0.044 (0.05) turns out t count > t table with the sense of the hypothesis is accepted which stated the existence of a significant relationship. 2) Organizational Culture has a significant relationship performance in local government apparatus city Gorontalo, it can be seen that the calculation of the product correlation r counted is 0.922 at the significance level (0.05) r price table is 0.098 then the count r > r table. It conclude the existence of a significant relationship, while the relationship is based on interval arithmetic coefficient criteria r is 0.922, which means has relatively strong relationship with the organizational culture apparatus as very strong performance. While t is 0.957 and compared t table with a significance level of 0.044 (0.05) turns out t > t table. It means the hypothesis is accepted which states the existence of a very significant. 3) Relationship between Leadership Style and organizational culture have significant performance relationship in local government of Gorontalo apparatus city. It is seen in the strength of mastery skills and cultural organization along with the performance of the apparatus, comparing the r counting with r table it is known that 0.811 > 0.239, the correlation both have strong significant relationship. Keywords: Culture, leadership, and staff performance
| 173
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
PENDAHULUAN Hasil observasi awal, ternyata masih banyak Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kota Gorontalo yang tidak masuk kerja alias membolos tanpa ada alasan yang jelas. Profesionalisme aparatur negara masih rendah yaitu sekitar 40%, dan angka ini jauh dari harapan. Disamping itu, kendala yang dihadapi oleh Pemda Kota Gorontalo dalam rangka peningkatan kinerja aparatur saat ini adalah disebabkan inovasi dan kreativitas aparat birokrasi masih relatif rendah. Hal ini dapat dilihat dari kondisi riil yang ada yakni manakala pimpinan melakukan tugas (dinas) luar, maka ada anggapan bahwa tugas dan tanggungjawab yang ada dapat ditunda pelaksanaannya atau dengan kata lain selalu menunggu pimpinan kembali untuk meminta petunjuk dan pengarahannya. Dengan kondisi demikian maka proses pengurusan yang ada dibirokrasi akan berjalan tidak sebagaimana mestinya. Kendala yang perlu mendapat perhatian untuk menghadapi isu yang berkembang di atas serta untuk mewujudkan kinerja aparatur yang baik setidak-tidaknya dapat dihubungani oleh beberapa faktor yang memhubunganinya, antara lain adalah faktor kepemimpinan, budaya yang berkembang didalam organisasi, serta struktur maupun mekanisme kerja yang ada didalam organisasi tersebut. Kalau kita amati dari beberapa faktor yang telah dikemukakan di atas, maka faktor kepemimpinan mempunyai hubungan yang besar dengan kinerja yang akan dicapai oleh aparatur. Sebab didalam organisasi apapun bentuknya baik besar maupun kecil pasti memerlukan seorang pemimpin. Oleh karena itu pemimpin yang baik dapat menjadi panutan atau teladan bagi bawahan dalam bekerja dan sekaligus dapat memberikan motivasi dan semangat kerja didalam organisasi. Di samping 174 |
faktor kepemimpinan sebagaimana disebutkan sebelumnya, yang tidak kalah penting dan perlu mendapatkan perhatian untuk mencapai tujuan organisasi ialah faktor budaya yang berkembang didalam organisasi yang selanjutnya kita sebut dengan budaya organisasi. Suatu organisasi akan berhasil atau gagal untuk mencapai tujuannya, sebagian besar ditentukan oleh faktor budaya. Salah satu bukti gagalnya organisasi dalam mencapai tujuannya, yaitu adanya budaya paternalisme yang mengakar kuat dalam birokrasi pemerintahan, budaya paternalisme masih sangat kuat, yang cenderung mendorong pejabat birokrasi lebih berorientasi pada kekuasaan dari pada tugas pelayanan. Aparat/aparatur adalah keseluruhan organ pemerintahan atau pejabat negara serta pemerintahan negara yang bertugas melaksanakan suatu kegiatan yang berkaitan dengan tugas dan kewajiban sebagai tanggung jawab yang dibebankan negara kepadanya. Untuk itu sumber daya manusia dalam organisasi pemerintahan sering disebut “aparatur” yaitu pegawai negeri yang melaksanakan tugas-tugas kelembagaan (Widjaja, 1995:177). Sehingga penggunaan istilah sumber daya manusia berkenaan dengan orang-orang didalam organisasi (Simamora,1992:2) sama dengan aparatur pegawai. Menurut Wiley dan Yukl (1997:129) kinerja adalah cara segenap elemen di suatu instansi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing sesuai dengan aturan yang ada. Handoko (1988:143) mengatakan bahwa kinerja merupakan keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Hal ini akan tanpak dari sikap positif karyawan dengan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerja. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Tiffin (dalam As’ad, 1991:104) mengatakan bahwa kinerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan
Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dengan Kinerja... | Abdul Rahmat
dengan pekerjaannya, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan karyawan, dan antar sesama karyawan. Dalam pengertian ini dapat diketahui bahwa kinerja sebagai hasil interaksi manusia dengan lingkungan kerja. Berkaitan dengan hal ini Prawirosentono (1999:2) mengartikan kinerja atau performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organsasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Untuk mengukur kinerja organisasi atau kinerja aparatur, Lenvine sebagaimana yang dikutip oleh Dwiyanto (1995) menawarkan tiga konsep yaitu: responsiveness, responsibility dan accauntability. Responsiveness atau responsivitas yaitu kemampuan organisasi untuk dapat mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, mengembangkan program-program pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dengan kata lain responsivitas adalah kesesuaian antara program dan kegiatan yang dijalankan dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat. Responsibility atau responsibilitas yaitu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi baik yang implisit maupun ekplisit. Accuntability atau akuntabilitas yaitu menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat (elected officials). Namun untuk mengukur kinerja organisasi publik ada dua konsep lagi yaitu produktifitas dan kualitas layanan. Produktivitas adalah output yang dihasilkan oleh organisasi yaitu jenis layanan apa yang dihasilkan atau yang
dilakukan oleh suatu organisasi. Sedangkan kualitas layanan dapat dilihat dari penilaian pengguna jasa atau masyarakat yaitu bagaimana tingkat kepuasan mereka dengan layanan yang diberikan oleh organisasi. Untuk mengukur kinerja dari pegawai atau aparatur, Mondy dan Noe (1990:99) menggunakan pendekatan yang mengarah pada Management by Objective (MBO). Metode MBO melihat perilaku pegawai atau aparatur (personal attributes) dalam melaksanakan pekerjaan. Indikator yang digunakan adalah quantity of work, quality of work, dependability, initiative, adaptability, dan cooperation. Selain itu, juga diberikan kebebasan kepada pegawai untuk memberikan pendapatnya mengenai kinerjanya selama ini, juga pendapatnya dengan kinerjanya masa depan. Kegiatan manusia secara bersamasama membutuhkan pemimpin. Keberhasilan dan kegagalan sebuah organisasi dalam menjalankan misinya sangat tergantung kepada tanggung-jawab dari seorang pemimpin. Untuk itu kepemimpinan dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas untuk memimpin orang-orang agar diarahkan mencapai suatu tujuan organisasi Terry (dalam Thoha, 2001:227). Seorang pemimpin apapun wujudnya, dimanapun letaknya akan selalu mempunyai beban untuk mempertanggung jawabkan kepemimpinannya. Mengingat besarnya arti kepemimpinan dalam organisasi, maka seorang pemimpin harus mampu dan dapat memainkan peranannya, pemimpin harus mampu menggali potensi-potensi yang ada pada dirinya dan memanfaatkannya didalam unit organisasi. Ada tiga peran utama yang dimainkan oleh setiap manajer dimanapun letak hirarkinya, peran tersebut meliputi: Peran Hubungan Antar Pribadi (Interpersonal Rale), Peran yang Berhubungan dengan Informasi (Informational Role), dan Peran Pembuat Keputusan (Decisional Role) (Thoha, 2001: 232-240). | 175
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
Dalam arti klasik, budaya organisasi adalah persepsi yang sama dikalangan para anggota organisasi tentang makna kehidupan bersama dalam organisasi tersebut (Siagian, 2002:64). Kultur atau budaya organisasi ialah suatu sistem nilai dan keyakinan bersama yang dianut oleh semua pihak yang harus berinteraksi dalam rangka mencapaian tujuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kultur organisasi adalah kesepakatan bersama trntang nilai yang dianut bersama dalam kehidupan organisasi dan mengikat semua orang dalam organisasi yang bersangkutan. Robbins (1992: 247) memberikan definisi tentang pengertian budaya organisasi yaitu suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggotaanggota organisasi dan merupakan suatu sistem dari makna bersama. Budaya (culture) merupakan pola asumsi dasar bersama yang dipelajari oleh kelompok dalam suatu organiassi sebagai alat untuk memecahkan masalah dengan penyesuaian faktor ekternal dan integrasi faktor internal, dan telah terbukti sahih, oleh karenanya diajarkan kepada anggota organisasi yang baru sebagai cara yang benar untuk mempersepsikan pemikiran dan merasakan dala kaitan masalah-masalah yang dihadapi itu. Kuatnya budaya dalam organisasi ditandai dengan ditanamnya nilai-nilai budaya secara luas dan menyebar kepada seluruh anggota. Hal ini ditandai dengan semakin kuatnya anggota organisasi menerima nilai-nilai dan komitmen dengan nilai-nilai tersebut sehingga mampu membangun iklim yang kondusif serta loyalitas dengan organisasi. Disamping itu budaya lemah (weak culture) ditandai dengan lamanya komitmen dengan tujuan organisasi, prilaku yang tidak konsisten dan kurangnya loyalitas dan kebanggaan dengan organisasi, serta tingginya turnover karyawan.
176 |
Dari apa yang telah dikemukakan di atas penulis mencoba melihat lebih jauh bagaimana faktor kepemimpinan dan faktor budaya organisasi dapat memberikan kontribusi atau hubungan dengan kinerja yang telah dicapai oleh aparatur didalam organisasi adalah dengan judul: “Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dengan Kinerja Aparatur Pendidikan Nonformal di Dinas Pendidikan Kota Gorontalo”. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan tahun 2014 di dinas pendidikan kota Gorontalo. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei yakni suatu penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok (Arikunto, 1998:3). Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah angket dan observasi. Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian ini adalah path analysis (analisis jalur). Analisis ini dipilih karena penelitian ini bertujuan untuk menguji dugaan sebab akibat antara variabel dependen dengan variabel independen. Teknik analisisnya akan ditentukan melalui komputasi analisis data program SPSS. Hasil penelitian yang valid adalah apabila terdapat kesmaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Valid berarti instrument yang dipilih dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Singgih Santoso, 2000: 109). Uji validitas pada penelitian ini dilakukan dengan analisis butir menggunakan rumus korelasi Product Moment. rxy =
Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dengan Kinerja... | Abdul Rahmat
Keterangan: xy = skor pertanyaan-pertanyaan dikalikan skor total x = Skor jawaban pertanyaan-pertanyaan tiap responden y = skor total N = Jumlah responden
Untuk mengetahui apakah item-item dapat dinyatakan valid atau tidak adalah dengan membandingkan hasil perbandingan nilai r hitung dengan rtabel. Apabila rhitung > rtabel maka item dinyatakan valid, demikian sebaliknya (Arikunto, 1998: 137). Pengujian reliabilitas instrument penelitian menggunakan teknik Alpha Cronbrack dengan menggunakan rumus: r= Keterangan: r = koefisien Reliabilitas Instrumen (cronbach alfa) k = Banyaknya butir pertanyaan = Jumlah variabel butir 5Øßt² = varian total Untuk menginterpresentasikan koefisien Alpha (r) digunakan kategori menurut Arikunto (2002: 245), yaitu: Tabel 1 Interpresentasi Koefisien Alpha No
Koefisien
1 2 3
Antara 0,8000 - 1,000
Sangat Tinggi
Antara 0,6000- 0,799 Antara 0,4000- 0,599 Antara 0,2000- 0,399 Antara 0,0000- 0,199
Tinggi
4 5
Interpresentasi
Cukup Tinggi Rendah Sangat Rendah
Sumber: Arikunto, 2002
Uji F digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan simultan variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika probability value (p value) < 0,05, maka Ha diterima dan jika p value > 0,05, maka Ha
ditolak (Duwi Priyatno, 2011: 258). Uji t digunakan untuk mengetahui hubungan masingmasing variabel independen dengan variabel dependen. Kritaeria pengujian yang digunakan adalah jika p value < 0,05, maka Ha diterima dan jika p value > 0,05, maka Ha ditolak. HASIL PENELITIAN Analisis Uji Pengolahan Data 1. Hasil Uji Validitas Uji coba instrumen akan dilakukan pada 93 orang responden yang semuanya merupakan populasi dari penelitian ini yang dijadikan sampel penelitian. Pengujian validitas tiap butir yang digunakan adalah analisis item/butir yaitu mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir dengan menggunakan rumus korelasi Pearson Product Moment (PPM) sebagai berikut : r rxy n Xi Yi
n xy
XY i
i
X
i
Y
i
n X i2 ( X i ) 2 nY i2 (Y i ) 2
= nilai koaefisien product moment = banyaknya responden = skor butir soal = skor total butir soal
Analisis dilakukan dengan semua butir instrumen. Kriteria pengujian dengan cara membandingkan rhitung dengan rtabel. Jika rhitung lebih besar dari rtabel maka butir instrumen dinyatakan valid dan sebaliknya apabila rhitung lebih kecil dari rtabel maka instrumen dinyatakan tidak valid atau drop, sehingga tidak dapat digunakan untuk keperluan penelitian. 2. Uji Reliabilitas Uji coba instrumen yang dilakukan pada 93 orang responden yang semuanya merupakan populasi dari penelitian yang dijadikan sampel penelitian. Pengujian reliabilitas tiap butir yang digunakan adalah analisis item/butir. Instrumen | 177
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
yang digunakan untuk menghitung reliabilitas adalah instrumen yang valid saja. Nilai Reliabilitas dapat dihitung dengan menggunakan Rumus sebagai berikut:
r
tt
2 k S i 1 2 k 1 S t
Keterangan: R tt = Reliabilitas instrumen K = Butir soal yang valid
S = Jumlah Varians Butir 2
i
S
2 t
= Varians Total
Adapun hasil pengolahan data dengan program exel (dengan bantuan program SPSS versi 17) semua variabel realibel hasil perhitungan dapat dilihat pada lampiran untuk rekapitulasi hasil perhitungan di bawah: Tabel 1 Reliabilitas Variabel Gaya Kepemimpinan (X1)
Cronbach's Alpha 0,924
N of Items 28
Tabel 2 Reliabilitas Variabel Budaya Organisasi (X2)
Cronbach's Alpha 0,923
N of Items 26
Tabel 3 Reliabilitas Variabel Kinerja Aparatur (Y)
Cronbach's Alpha 0,948
N of Items 40
Pengujian Persyaratan Analisis dengan Uji Asumsi Klasik 1. Uji Normalitas Pengujian asumsi klasik dengan menggunakan regresi berganda uji normalitas dimaksudkan untuk menguji variabel bebas (X) dan data variabel terikat (Y) pada persamaan regresi yang dihasilkan apakah berdistribusi 178 |
normal atau berdistribusi tidak normal. Persamaan regresi dikatakan baik jika mempunyai data variabel bebas dan data variabel terikat berdistribusi normal atau tidak sama sekali. Dengan persamaan regresi statistik pada uji normalitas maka harus diketahui terlebih dahulu melalui nilai kemiringan kurva (skewness = a3) atau nilai kruncingan kurva (kurtosis = a4) diperbandingkan dengan nilai Z tabel, dengan ketentuan analisis sebagai berikut berdasarkan ketentuan analisis: a) Veriabel (bebas atau terikat) berdistribusi normal jika Z hitung (Za3 atau Za4) < Z tabel. b) Variabel berdistribusi tidak normal jika Z hitung (Za3 atau Za4) > Z tabel. Untuk mengetahui apakah dengan menggunakan uji statistik pada distribusi normalitas sebagaimana hasil olah data yang disajikan berikut (lihat lampiran uji normalitas): Nilai uji pada variabel Gaya Kepemimpinan diketahui Z hitung (Za3 atau Za4) < Z tabel yaitu - 0,757 < 0,495, maka variabel X1 berdistribusi normal. Kemudian, variabel Budaya Organisasi diketaui Z hitung (Za3 atau Za4) < Z tabel yakni memiliki perbandingan 0,018 < 0,495, maka dinyatakan berdistribusi normal. Dan, varibel terikat (Y) Kinerja Aparatur memiliki perbandingan Z hitung (Za3 atau Za4) < Z tabel, yakni 0,052 < 0,495, maka dinyatakan berdistribusi normal. Maka dari itu hasil analisis data pada uji normalitas ini telah memenuhi analisis prasyarat yang diajukan untuk kemudian dilanjutkan pada pengujian hipotesis dan uji lainnya. 2. Uji Multikolinieritas Uji ini dimaksudkan untuk mendeteksi gejala korelasi antara variabel independen yang satu dengan variabel independen yang lain. Pada model regresi yang baik seharusnya tidak terdapat korelasi di antara variabel independen. Uji Multikolinieritas dapat dilakukan dengan 2
Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dengan Kinerja... | Abdul Rahmat
cara yaitu dengan melihat VIF (Variance Inflation Factors) dan nilai tolerance. Jika VIF > 10 dan nilai tolerance < 0,10 maka terjadi gejala Multikolinieritas. Hasil oleh data sebagaimana berikut ini: Tabel 4 Hasil Uji Multikolenieritas No. 1 2
Variabel Independen Gaya Kepemimpinan Budaya Organisasi
Tolerance
VIF
Keterangan
0,920
1,087
0,920
1,087
Tidak terjadi Multikolenieritas Tidak terjadi Multikolenieritas
Sumber: Data Primer diolah, 2014.
Dari data tabel tersebut dapat diketahui bahwa syarat untuk lolos dari uji multikolinieritas sudah terpenuhi oleh seluruh variabel independen yang ada, yaitu nilai tolerence yang tidak kurang dari 0,10 dan nilai VIF yang tidak lebih dari 10. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini tidak berkorelasi antara variabel independen satu dengan variabel independen yang lain. Sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi multikolenieritas. 2. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, atau disebut homoskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas, tidak heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas ditandai dengan adanya pola tertentu pada grafik scatterplot. Jika titik-titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang), maka terjadi heterokedastisitas. Jika tidak ada pola yang jelas, titik-titik menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas. Maka untuk lebih jelas hasil olah data sebagaimana berikut ini:
Gambar 1 Uji Kurva Penyebaran P-Plot
Berdasarkan grafik hasil Gambar 1, dapat dilihat bahwa distribusi data tidak teratur dan tidak membentuk pola tertentu, serta tersebar di atas dan bawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model regresi ini tidak terjadi masalah heteroskedasitas. 2. Uji Autokorelasi Persamaan regresi yang baik adalah yang tidak memiliki masalah autokorelasi. Jika terjadi autokorelasi maka persamaan tersebut menjadi tidak baik atau tidak layak dipakai prediksi. Masalah autokorelasi baru timbul jika ada korelasi secara linier antara kesalahan pengganggu periode (berada) dan kesalahan pengganggu periode t-1 (sebelumnya). Tabel 5 Hasil Uji Durbin-Watson (DW)
Model Summaryb Model
Durbin-Watson
1
1,815
a. Predictors: (Constant), Budaya Organisasi, Gaya Kepemimpinan b. Dependent Variable: Kinerja Aparatur
Berdasarkan hasil tersebut, salah satu ukuran dalam menentukan ada tidaknya masalah autokorelasi dengan uji DurbinWatson (DW), dengan ketentuan hasil data di atas, ditemukan Durbin-Watson (DW) test = | 179
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
1,815 dan DW < 2. Maka dapat disimpulkan bahwa data di atas tidak terjadi autokorelasi. Karena angka angkat DW test berada di antara -2 dan +2 atau -2 d” DW d” +2.
Aparatur mempunyai kemampuan dalam menerangkan dan memprediksi variabel kinerja sangat terbatas
Pengujian Hipotesis
Uji F digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan simultan variabel-variabel independen dengan variabel dependen. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika probability value (p value) < 0,05, maka Ha diterima dan jika p value > 0,05, maka Ha ditolak. Uji F dapat pula dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dan Ftabel. Jika Fhitung > Ftabel, maka Ha diterima. Artinya, secara statistik daya yang ada dapat membuktikan bahwa semua variabel independen (X1, X2) berhubungan dengan variabel dependen (Y). Jika Fhitung < Ftabel, maka ditolak. Artinya, secara statistik daya yang ada dapat membuktikan bahwa semua variabel independen (X1, X2) tidak berhubungan dengan variabel dependen (Y).
1. Uji Determinasi (Uji R2) Uji determinasi digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model menjelaskan variasi dependen. Apabila nilai koefisien determinasi dalam model regresi semakin kecil (mendekati nol) berarti semakin kecil hubungan semua variabel independen dengan variabel dependen. Dengan kata lain nilai R2 yang nilai kecil berarti kemampuan semua variabel dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Sebaliknya apabila nilai R2 semakin mendekati 100% berarti semua variabel independen dalam model memberikan hampir semua imformasi yang diperlukan untuk memprediksi variabel dependennya atau semakin besar hubungan semua variabel independen dengan variabel dependennya. Hasil koefisien determinasi (R 2) Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dengan Kinerja Aparatur dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini, Tabel 6 Koefisien Determinasi Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dengan Kinerja Aparatur Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dengan Kinerja Aparatur Guru
Koefisien Determinasi (R2)
Keterangan
0,031
Persamaan X 100%
X-Y
Sumber: Data Primer yang diolah, 2014
Berdasarkan hasil pengujian yang ada pada Tabel 6, diketahui bahwa Adjusted Determination Coefficient (R2) sebesar 0,031 yaitu lebih dari nol dan kurang dari satu yang berarti variabilitas Gaya Kepemimpinandan Budaya Organisasi yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel kinerja aparatur sebesar 0,4%, sehingga variabel Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dengan Kinerja 180 |
3. Uji Simultan (Uji F)
Tabel 7 Hasil Uji Simultan (Uji F) N
F (hitung)
F (tabel)
Kesimpulan
93
0,044
0,957
Positif
Sumber: Data primer diolah, 2014
Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil uji simultan (Uji F) menunjukan bahwa Fhitung < Ftabel = 0,042 < 0,957 maka hasil data tersebut dapat dinyatakan Ha ditolak. Artinya, secara statistik daya yang ada dapat membuktikan bahwa semua variabel yakni variabel (X) Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi tidak mempunyai hubungan signifikan pada variabel (Y) yakni kinerja aparatur. 4. Uji Parsial (Uji t) Uji parsial (Uji t) digunakan untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel independen dengan variabel dependen. Kriteria pengujian yang digunakan adalah jika p value
Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dengan Kinerja... | Abdul Rahmat
< 0,05, maka Ha diterima dan jika p value > 0,05, maka Ha ditolak. Kemudian, hasil olah data SPSS uji parsial (uji t) berikut ini: Tabel 8 Hasil Uji Parsial (Uji t) Variabel Gaya Kepemimpinan Budaya Organisasi
t (hitung)
t (tabel)
0,239 0,098
0,811 0,922
Sumber: Data primer diolah, 2014.
Berdasarkan Tabel 8, dapat disimpulkan bahwa nilai t (hitung) pada variabel Gaya Kepemimpinan 0,239 dengan nilai probabilitas (disamakan dengan nilai t (tabel)) adalah 0,811 atau 81,1% (persamaan koefisiensi determinasi) di atas 5%. Dan, nilai t (hitung) pada variabel Budaya Organisasi adalah 0,098 dengan nilai probabilitas 0,922 atau 92,2% di atas 5%. Hal ini dapat disimpulkan bahwa variabel Gaya Kepemimpinan memiliki nilai t (hitung) = 0,239 > 0,05 atau 5% (persamaan nilai probabilitas), maka Ho ditolak. Sedangkan, variabel Budaya Organisasi memiliki nilai t (hitung) = 0,098 > 0,05 atau 5%, maka Ho ditolak. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil olah data dan analisa di atas maka selanjutnya menafsirkan dari berbagai hasil data statistik tersebut. Dalam hal ini dibagi menjadi dua bagian sebagaimana tercantum dalam rumusan masalah pada penelitian ini.. Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan dengan Kinerja Aparatur Hipotesis yang pertama yang diujikan adalah terdapatnya hubungan antara Gaya Kepemimpinandengan kinerja aparatur. Dari hasil analisa dengan SPSS Versi. 17 (lihat lampiran) dapat dijelaskan bahwa F hitung 102.477 lebih besar dari F tabel atau juga nilai signifikansi uji F lebih kecil dari nilai alfa 0,05 yang artinya regresi mempunyai hubungan yang sangat signifikan. Sedangkan konstantanya
22,519 yang artinya jika variabel Gaya Kepemimpinan meningkat satu point maka variabel kinerja aparatur akan meningkat 22,619 point. Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa koefisien diterminasi 0,031 yang artinya kinerja aparatur disumbang oleh Gaya Kepemimpinan sebesar 3,1%, melalui model persamaan regresinya. Kekuatan hubungan Gaya Kepemimpinan dengan kinerja aparatur, berdasarkan analisis perhitungan korelasi product moment bahwa r hitungnya adalah 0,811 pada taraf signifikansi (0.05) harga r tabel sebesar 0,239 maka r hitung > r tabel sehingga dapat disimpulkan adanya hubungan yang sangat signifikan, adapun kekuatan hubungan berdasarkan kriteria interval koefisien r hitung 0,811 tergolong kuat yang artinya hubungan Gaya Kepemimpinan dengan kinerja aparatur tergolong kuat. Sedangkan t hitung sebesar 0,957 dan dibandingkan t tabel sebesar (0,044) dengan taraf signifikansi (0.05) ternyata t hitung > dari t tabel dengan arti hipotesis diterima yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan. Tabel 9 Hasil Perhitungan Uji Korelasi Product Moment dan t Hitung Signifikansi 0.05 N
93
r (hitung)
0,811
t (Hitung)
0,957
r tabel
t tabel
0,239
0,044
Sumber: Data primer yang diolah, 2014
Pengujian ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan sedangkan kekuatan hubungannya sebesar 3,1% hal ini juga berarti bahwa semakin baik Gaya Kepemimpinan maka kinerja aparatur semakin baik dalam melaksanakan tugas atau kerja. Kondisi demikian bisa disebabkan oleh multifaktor maka bagi pimpinan dalam membangun iklim kerja yang kondusif harus memperhatikan item-item evaluasi lainnya. | 181
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
Hubungan Antara Budaya Organisasi dengan Kinerja Aparatur Hipotesis kedua yang diujikan adalah terdapatnya hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Aparatur. Pengujian dimaksudkan untuk mengetahui apakah persamaan regresi yang diperoleh sama atau hampir sama dengan model regresi berganda. Dari hasil analisa dengan SPSS Versi. 17 (lihat lampiran) dapat dijelaskan bahwa F hitung 102.477 lebih besar dari F tabel atau juga nilai signifikansi uji F lebih kecil dari nilai alfa 0,05 yang artinya regresi mempunyai hubungan yang sangat signifikan. Sedangkan konstantanya 22,519 yang artinya jika variabel Gaya Kepemimpinan meningkat satu poin maka variabel kinerja aparatur akan meningkat 22,619 poin. Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa koefisien diterminasi 0,031 yang artinya Budaya Organisasi disumbang oleh Kinerja Aparatur sebesar 3,1%, melalui model persamaan regresinya. Kekuatan hubungan variabel Budaya Organisasi dengan Kinerja Aparatur, berdasarkan analisis perhitungan korelasi product moment bahwa rhitungnya adalah 0,922 pada taraf signifikansi (0.05) harga r tabel sebesar 0,098 maka r hitung > dari r sehingga dapat disimpulkan adanya tabel hubungan signifikan, adapun kekuatan hubungan berdasarkan kriteria interval koefisien r hitung 0,922 tergolong kuat yang artinya hubungan Budaya Organisasi memiliki hubungan yang cukup signifikan. Sedangkan t hitung sebesar 0,957 dan dibandingkan t tabel sebesar (0,044) dengan taraf signifikansi (0.05) ternyata t hitung > dari t tabel dengan arti hipotesis diterima yang menyatakan adanya hubungan yang signifikan. Pengujian ini menunjukan adanya hubungan yang signifikan sedangkan kekuatan hubungannya sebesar 3,1% hal ini juga berarti 182 |
Tabel 10 Hasil Perhitungan Uji Korelasi Product Moment dan t hitung Signifikansi 0.05 N
93
r (hitung)
0,922
t (Hitung)
0,957
r tabel
t tabel
0,098
0,044
Sumber: Data primer yang diolah, 2014
bahwa semakin banyak Budaya Organisasi berarti kinerja aparatur semakin baik. Pengujian Hipotesis Hubungan Secara Bersama-sama Antara Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dengan Kinerja Aparatur Hipotesis yang ketiga yang diujikan adalah terdapatnya hubungan secara bersamasama antara Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dengan kinerja aparatur. Pengujian dimaksudkan untuk mengetahui probabilitas keliru, apakah persamaan regresi yang diperoleh sama atau hampir sama dengan model regresi berganda Y = a + bX1+ bX2. Dari hasil analisa SPSS Versi 17 (Lihat: Lampiran) dapat dijelaskan bahwa F hitung 102,477 lebih besar dari F tabel atau juga nilai signifikansi untuk uji F lebih kecil dari nilai alfa 0,05 yang artinya regresi mempunyai hubungan yang sangat signifikan. Dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa koefisien diterminasi 0,031 yang artinya Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dengan kinerja aparatur secara bersama-sama sebesar 3,1%, melalui model persamaan regresinya. Kekuatan penguasaan keterampilan dan Budaya Organisasi secara bersama-sama dengan kinerja aparatur, membandingkan antara r hitung dengan r tabel maka diketahui bahwa 0,811 > 0,239, maka kekuatan korelasi keduanya memiliki cukup hubungan yang signifikan.
Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi dengan Kinerja... | Abdul Rahmat
Tabel 11 Hasil Perhitungan Uji Korelasi Product Moment dan t Hitung Signifikansi 0.05 N
r (hitung) r tabel
93
0,811
0,239
Pengujian ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan sedangkan kekuatan hubungannya hanya sebesar 3,1% hal ini juga berarti bahwa semakin baik Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi secara bersama-sama maka semakin baik pula kinerja aparatur. SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian ini dapat di simpulkan bahwa: 1. Gaya Kepemimpinan mempunyai hubungan yang signifikan dengan kinerja aparatur di Pendidikan Nonformal di Dinas Pendidikan Kota Gorontalo, hal tersebut dapat dilihat pada perhitungan korelasi product moment bahwa r hitungnya adalah 0,811 pada taraf signifikansi (0.05) harga r tabel sebesar 0,239 maka r hitung > dari r tabel sehingga dapat disimpulkan adanya hubungan yang sangat signifikan, adapun kekuatan hubungan berdasarkan kriteria interval koefisien r hitung 0,811 tergolong kuat yang artinya hubungan Gaya Kepemimpinan dengan kinerja aparatur di Pemda Kota Gorontalo tergolong kuat. Sedangkan t hitung sebesar 0,957 dan dibandingkan t tabel sebesar 0,044 dengan taraf signifikansi (0.05) ternyata t hitung > dari t tabel dengan arti hipotesis diterima yang menyatakan adanya hubungan yang sangat signifikan. 2. Budaya Organisasi mempunyai hubungan yang signifikan dengan Kinerja Aparatur di
Pendidikan Nonformal Di Dinas Pendidikan Kota Gorontalo, hal tersebut dapat dilihat pada perhitungan korelasi product moment bahwa r hitungnya adalah 0,922 pada taraf signifikansi (0.05) harga r tabel sebesar 0,098 maka r hitung > dari r tabel sehingga dapat disimpulkan adanya hubungan yang sangat signifikan, adapun kekuatan hubungan berdasarkan kriteria interval koefisien r hitung 0,922 tergolong kuat yang artinya hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Aparatur tergolong sangat kuat. Sedangkan t hitung sebesar 0,957 dan dibandingkan t tabel sebesar 0,044 dengan taraf signifikansi (0.05) ternyata t hitung > dari t tabel dengan arti hipotesis diterima yang menyatakan adanya hubungan yang sangat signifikan 3. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan dan Budaya Organisasi secara bersama-sama mempunyai hubungan yang signifikan dengan Kinerja Aparatur di Pendidikan Nonformal Di Dinas Pendidikan Kota Gorontalo. Hal tersebut dapat dilihat pada kekuatan penguasaan keterampilan dan Budaya Organisasi secara bersama-sama dengan kinerja aparatur, membandingkan antara r dengan r tabel maka diketahui bahwa hitung 0,811 > 0,239, maka kekuatan korelasi keduanya memiliki cukup hubungan yang signifikan. DAFTAR PUSTAKA As’ad, Muhammad. 1991. Kinerja Sebagai Media Peningkatan Drajad Dalam Konteks Industrialisasi; Bandung: Ganeca. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek; Jakarta: Rineka Cipta.
| 183
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
____2002. Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Edisi Revisi. Kelima. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Dwiyanto, Agus. 1995. Penilaian Kinerja Organisasi Publik; Yogyakarta: Fisipol Universitas Gajah Mada. Handoko. 1988. Kinerja dan Tingkat Emosional. Surabaya: Pratama. Mondy, R.W. & Robert M. Noe. 1990. Human Resources Management. Allyn and Bacon.
Simamora, Ermaya. 1992. Psikologi Kepegawaian dan Peran Pemimpin Dalam Memotivasi Kerja. Bandung: Ramadan. Singgih Santoso. 2000. Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik. Jakarta: PT Elek Media Komputindo. Thoha, Miftah. 2001. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Prawirosentono, S. 1999. Kebijakan Kinerja Karyawan. Yogyakarta: BPFE.
Widjaja, A.W. 1995.Administrasi Kepegawaian. Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo.
Robbins, P. Stephen. 2002. Perilaku Organisasi, Jilid 1 (terjemahan). Jakarta: Prehallindo.
Wiley dan Yulk.1977. Strategik Manajemen dan Industrial. London: Ditmen Publishing.
Siagian, Sondang P. 2002. Manajemen Abad 21. Jakarta: Bumi Jakarta Aksara.
Yulk, GA. 1998. Ledership In Organisation (secon edition). Englewood Clips, New Jersey: Prencice Hull, Inc.
184 |
Penguasaan Kompetensi Pedagogik Guru Tersupervisi Klinis dan Guru Tanpa Supervisi | Leinora Juliana Kaipatty dkk.
Kelola Jurnal Manajemen Pendidikan Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
ISSN 2443-0544 Volume: 2, No.2, Juli-Desember 2015 Halaman: 185-195
PENGUASAAN KOMPETENSI PEDAGOGIK GURU TERSUPERVISI KLINIS DAN GURU TANPA SUPERVISI DI DUA SMA SWASTA DI KOTA AMBON Leinora Juliana Kaipatty
[email protected] Alumni Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana
Lobby Loekmono
[email protected] Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana
Slameto
[email protected] Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRACT This study is an experimental research with using pretest and posttest control group design. The aimed of the study were: 1). To know the differences significant of teacher’s mastery of pedagogical competences between teachers clinical supervised in SMA Kristen YPKPM Ammbon and non-supervised teachers in SMA Kartika XIII-I Ambon, 2). To determine how the the clinical supervision influenced the teachers’ mastery of pedagogical competences. The data was collected by using observation toward teaching profile competence from Wasserman and Egert. Data analyzed using t test comparative and linear regression analysis. The result of the study was the coefficient t test was 4,184 with significant 0,001 < 0,05. It proved that there was a difference between supervision and non-supervision teachers significantly. The clinical supervision has influence about 41,9% on teachers pedagogical competences. Keywords: Pedagogic Competency, Clinic Supervision
| 185
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
PENDAHULUAN Dalam proses pendidikan formal, terdapat aktivitas pembelajaran, dan tenaga pendidik memiliki peran penting dalam menunjang keberhasilan pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena itu setiap guru harus memiliki kompetensi dalam mendidik dan mencapai tujuan pendidikan. Kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya. (UU No.14 tahun 2007). Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional, pemerintah Indonesia telah merumuskan empat jenis kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, professional, kepribadian dan sosial (UU No.14 tahun 2005). Kompetensi pedagogik merupakan bagian yang tak terpisahkan dari empat kompetensi yang harus dimiliki seorang guru. Kompetensi pedagogik sangat dibutuhkan oleh guru dalam mendesain pembelajaran sekaligus mengevaluasinya sehingga pembelajaran di kelas akan berjalan dengan lancar sejak awal dimulainya proses pembelajaran sampai tahap evaluasi. Slameto (2013) menyatakan bahwa inti dari kompetensi pedagogik terletak pada kemampuan guru dalam menyelenggaraan pembelajaran yang mendidik, inti dari pembelajaran yang mendidik terletak pada kemampuan guru untuk melaksanakan pembelajaran keseharian. Pembelajaran mendidik merupakan kemampuan manajemen pembelajaran mencakup proses merancang pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran, serta melakukan perbaikan secara berkelanjutan. Penelitian ini lebih memfokuskan pada penguasaan kompetensi pedagogik guru yang berkaitan dengan kompetensi guru dalam 186 |
mengajar. Wasserman dan Eggert (1981) menyatakan bahwa profil kompetensi mengajar guru yaitu kemampuan dasar professional guru dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab dalam mendidik, melatih, membimbing dan memfasilitasi kegiatan belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran yang secara efektif dan efisien. Permasalahan umum yang saat ini masih menimpa dunia pendidikan, terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan yang dialami Sekolah Menengah Atas Kota Ambon. Fakta di lapangan khususnya di sekolah-sekolah tingkat menengah atas (SMA) kota Ambon, menurut Data yang diperoleh dari Dinas Pendidikan Kota Ambon tahun 2012 yang menunjukkan UKA (Uji Kompetensi Awal) di kota Ambon yang meliputi penguasaan kompetensi pedagogik dan professional masih di bawah standar nasional. Dari uji kompetensi awal yang dilakukan di kota ambon terdapat dua pokok penting yang diuji dalam UKA yaitu penguasaan bahan ajar dan metode pedagogik yang digunakan dalam perancangan pembelajaran. Adapun Hasil dari UKA guru dari kompetensi pedagogik dengan standar deviasi adalah 12,72. Hasil Kompetensi pedagogik hanya memperoleh nilai 37,26 di bawah skor rata-rata nasional 45,06 atau berada pada peringkat 32 nasional. Untuk skor maksimum dari kompetensi pedagogik dan professional adalah 100, dan hanya 1,42% guru di kota Ambon memperoleh skor di atas 70, sebagian besar 53,55% guru di kota Ambon memperoleh skor antara 3039,9 dan 17,06% yang memperoleh skor kurang dari 30sebagian besar 53,55% guru di kota Ambon memperoleh skor antara 3039,9 dan 17,06% yang memperoleh skor kurang dari 30. Melihat fakta di lapangan mengenai penguasaan kompetensi pedagogik, masih banyak masalah, yang dihadapi guru, oleh karena
Penguasaan Kompetensi Pedagogik Guru Tersupervisi Klinis dan Guru Tanpa Supervisi | Leinora Juliana Kaipatty dkk.
itu guru perlu diberikan bantuan sesuai dengan kebutuhannya untuk mengatasi kelemahan atau kekurangan dalam proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan penguasaan kompetensi pedagogik guru. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penguasaan kompetensi pedagogik guru adalah pelaksanaan supervisi klinis. Supervisi Klinis menurut Acheson dan Gall (2003) “Supervision as the process of helping the teacher reduce the discrepancy” (suatu proses membantu guru memperkecil kesenjangan antara perilaku mengajar yang nyata dengan perilaku mengajar yang ideal). Defenisi ini memberi indikasi bahwa supervisi klinis merupakan suatu proses membantu guru mengatasi kesulitannya dalam mengajar. Proses membantu pada supervisi klinis dalam arti memberi pertolongan secara langsung yang diberikan supervisor kepada guru-guru dengan cara melakukan tindakan observasi untuk membantu memecahkan masalah-masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran. SMA Kristen YPKPM Ambon, dan SMA Kartika XIII-I Ambon, adalah sekolah menengah atas yang terdapat di kota Ambon, yang memiliki kesamaan, antara lain, memiliki jumlah guru 45 guru, memiliki akreditasi B dan berstatus sekolah swasta. Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui perbedaan penguasaan kompetensi pedagogik guru yang tersupervisi klinis dengan guru tanpa supervisi. Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai: a) Adakah perbedaan signifikan penguasaan kompetensi pedagogik guru yang tersupervisi klinis di SMA Kristen YPKPM Ambon dengan guru tanpa supervisi di SMA Kartika XIII-I Ambon?, dan b) seberapa besar pengaruh pelaksanaan supervisi klinis terhadap penguasaan kompetensi pedagogik guru?. Oleh karena itu tujuan
penelitian ini dirumuskan sebagai a) untuk mengetahui perbedaan penguasaan kompetensi pedagogik (kompetensi mengajar) guru antara guru yang tersupervisi klinis di SMA Kristen YPKPM Ambon dengan guru tanpa supervisi di SMA Kartika XIII-I Ambon, dan b) untuk mengetahui berapa besar pengaruh pelaksanaan supervisi klinis kepala sekolah terhadap penguasaan kompetensi pedagogik guru. Secara teoritik manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa hasil penelitian ini dimanfaatkan sebagai bahan referensi/kajian tentang peningkatan penguasaan kompetensi pedagogik melalui supervisi klinis. Sedang secara praktis hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi guru, dalam mendorong guru untuk meningkatkan penguasaan kompetensi pedagogik melalui supervisi klinis sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat memberi masukan juga pada sekolah, dan dinas pendidikan dalam mengambil kebijakan akan pentingnya supervisi untuk peningkatan penguasaan kompetensi pedagogik guru. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimen dengan jenis desain Pretest-Postest Control Group Design (Sugiyono, 2006). Desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, dan diberi posttest setelah dilakukan treatmen untuk mengetahui adakah perbedaan setelah di beri treatmen pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Kelompok yang diberi perlakuan atau treatmen disebut kelompok eksperimen sedangkan kelompok yang tidak diberi treatment disebut kelompok | 187
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
kontrol. Lokasi penelitian dilaksanakan di dua tempat, yaitu SMA Kristen YPKPM Ambon dan SMA Kartika XIII-I Ambon. Subyek penelitian adalah guru-guru di SMA Kristen YPKPM Ambon dan SMA Kartika XIII-I Ambon yang masing-masing sampel guru yang diteliti berjumlah 32 guru yaitu 16 guru dari SMA Kristen YPKPM, dan 16 Guru SMA Kartika XIII-I Ambon, alasan mendasar memilih 16 guru dari masing-masing sekolah karena peneliti harus mengambil subyek yang memiliki kesamaan-kesamaannya pada tingkat pendidikan, golongan, dan masa kerja. Variabel dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Di dalam penelitian ini yang bertindak sebagai variabel bebas (X) adalah tersupervisi klinis (X1) dan tanpa supervisi klinis (X2). Sedangkan untuk variabel terikatnya (Y) adalah penguasaan kompetensi pedagogik (kompetensi mengajar) guru. Langkah-langkah dalam melakukan pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu pertama melakukan Uji kesetaraan terhadap seluruh guru dengan signifikansi 5%. Jika angka Signifikansi hitung kurang dari 0,05 maka sekolah tersebut tidak setara. Sedangkan jika angka signifikansi hitung lebih besar dari 0,05 maka sekolah tersebut setara. Menghitung uji kesetaraan diperoleh dari skor penguasaan kompetensi pedagogik guru; langkah kedua melakukan treatment, dalam penelitian ini kelas eksperiment diberi treatment kepada guruguru dalam pembelajaran di kelas yang tersupervisi klinis sedangkan pada kelompok kontrol pada guru-guru dalam pembelajaran di kelas tanpa ada peran supervisor dalam melaksanakan supervisi klinis pada proses pembelajaran; Langkah ketiga melakukan Posttest. Posttest berupa hasil Observasi di kelas berdasarkan instrumen observasi penguasaan kompetensi pedagogik (kompetensi 188 |
mengajar guru) di kelas dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan akhir dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah dilakukan treatment. Langkah Keempat Analisis Data. Setelah posttest diberikan, dilakukan analisis untuk membandingkan hasil posttest antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pengumpulan data berupa penguasaan kompetensi pedagogik pada saat posttest yang berupa lembar observasi yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang penguasaan kompetensi pedagogik guru (kompetensi mengajar guru) di kelas. Pada observasi penguasaan kompetensi pedagogik berupa kegiatan belajar mengajar di dalam kelas yang telah teruji validitas dan realibilitasnya kepada sampel guru. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis komparatif t yaitu dengan melihat perbedaan nilai kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (posttest) pada penguasaan kompetensi pedagogik guru dan regresi linear untuk mengetahui berapa besar pengaruh supervisi klinis terhadap penguasaan kompetensi pedagogik. HASIL PENELITIAN Pada hasil penelitian ini pelaksanaan supervisi klinis dilakukan sebanyak tiga kali pada kelompok eksperimen yaitu SMA Kristen YPKPM Ambon dan pada kelompok kontrol yaitu SMA Kartika XIII-I Ambon tidak dilakukan supervisi atau tanpa ada peran supervisor dalam supervisi. Pelaksanaan supervisi: a. Pertemuan pertama Dilakukan pada 12-17 Januari 2015. Adapun prosedur pelaksanaan supervisi klinis dilakukan, 1. Tahap Perencanaan
Penguasaan Kompetensi Pedagogik Guru Tersupervisi Klinis dan Guru Tanpa Supervisi | Leinora Juliana Kaipatty dkk.
Pada tahap awal perencanaan, yang dilakukan adalah supervisor, guru senior dan guru yang diteliti, bersama-sama secara bertatap muka langsung, menciptakan suasana akrab, untuk mereview, mendiskusikan, menganalisis, terkait dengan Pemetaan Standar Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD), Penyusunan RPP, dan Silabus yang sesuai dengan Permendiknas No.41 tahun 2007 tentang Standar Proses, serta penyiapan materi ajar bagi guru yang diteliti. Kemudian dari guru yang belum paham dalam menyusun RPP dengan baik, mulai secara individu dapat menyusun kembali RPP dengan bimbingan dari guru senior yang memiliki basik pengetahuan yang sama. 2. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Pada tahap pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh supervisor untuk melakukan observasi di kelas. Adapun tahap observasi ini dilakukan dengan dibantu instrument observasi supervisi klinis yang menggunakan kemampuan melaksanan pembelajaran yaitu pelaksanaan pembelajaran mengajar guru (IPKG2). IPKG 2 seperti yang telah dibakukan oleh Depdiknas serta Pedoman Penilaian Kinerja Guru dari Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2008. Adapun hasil pengamatan atau observasi berdasarkan kegiatan-kegiatan pada instrumen dengan memiliki indikator dalam penilaian pada tabel 1. Kemudian hasil observasi yang tersaji dalam tabel 1 itu dianalisis oleh supervisor. Hasil pada pertemuan pertama masih terlihat ada kekurangan yang dilakukan guru dalam proses pembelajaran di kelas yang belum menunjuk keberhasilan karena baru mencapai nilai rata-rata 2,91. 3. Tahap Umpan Balik atau Refleksi Pada tahap balikan atau refleksi kegiatan ini,
untuk mengatasi kekurangan yang dihadapi oleh guru, yang berdasarkan hasil data observasi yang telah dianalisis oleh supervisor, maka selanjutkan dilakukan wawancara dengan guru-guru yang bersangkutan untuk mendapatkan sebuah data yang obyektif dengan membandingkan hasil observasi dengan wawancara dan studi dokumentasi. Dari hasil observasi yang telah dianalisis oleh supervisor, wawancara dengan guru yang diteliti dan dokumentasi kemudian dikumpulkan, dicatat sehingga mendapatkan kemantapan kebenarannya data yang valid. Data yang telah dianalisis, memperoleh sebuah data dari kekurangan yang dilakukan oleh guru pada proses pembelajaran yaitu: 1) kurang mengaitkan materi pengajaran dengan pengetahuan yang relevan, 2) kurang dalam penguasaan Kelas, 3) kurang melibatkan siswa dalam pemanfaatan media, 4) melakukan penilai akhir belum sesuai dengan kompetensi (tujuan) pembelajaran, Belum terlihat pada penyampaian pesan materi pada proses pembelajaran dengan gaya yang sesuai dalam menyampaikan pesan materi tersebut, 5) kurang memberikan rangkuman akhir, dan tidak ada keterlibatkan siswa secara bersamasama dalam membuat rangkuman dari akhir materi pembelajaran, dan 6) Guru belum optimal memanfaatkan hasil penilaian pencapaian pembelajaran untuk melakukan umpan balik kepada siswa belum dilaksanakan karena kekurangan waktu. Dari hasil data kekurangan yang diperoleh, kemudian supervisor dapat melakukan beberapa langkah-langkah supervisi klinis dalam mengatasi kekurangan yang dihadapi oleh guru pada proses pembelajaran di kelas. Penyelesaian masalah ini dilakukan bersama dengan guru yang bersangkutan. Pengembangan yang dilakukan adalah sebagai berikut: | 189
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
1. Mendengarkan. Supervisor mendengarkan kesan yang dialami oleh guru pada proses pembelajaran yang dilakukan, termasuk masalah/kekurangan yang dihadapi oleh guru berdasarkan hasil yang telah dianalisis. Dari kekurangan tersebut yang diperoleh dari hasil yang didengar dari pihak guru tersebut, supervisor memperjelas tentang masalah yang dihadapi oleh guru, dan melakukan tanya jawab dengan guru untuk mendapatkan apa yang diinginkan oleh guru. 2. Mendorong. Dalam proses menyelesaikan masalah supervisor membuat suasana yang nyaman dengan guru agar guru dalam melakukan perbaikan tidak merasa tertekan. 3. Presentasi. pada bagian ini, supervisor memberikan gambaran mengenai masalah atau kesulitan yang dihadapi guru dalam pertemuan pertama beserta memberikan solusi/saran kepada guru untuk menjadi lebih baik. 4. Pemecahan masalah. Supervisor bersama dengan guru yang bersangkutan melakukan perundingan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh guru. Suasana berunding terjadi dalam suasana yang nyaman. 5. Negosiasi. Pada negosiasi masih sama tujuannya dengan pemecah masalah, yaitu untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi guru-guru. 6. Demonstrasi. Setelah mencapai kesepakatan dalam penyelesaian masalah, selanjutnya supervisor mendemonstrasikan atau memberikan contoh untuk memperagakan apa yang akan dilakukan guru dalam pertemuan yang kedua, sehingga diharapkan pada pertemuan ke dua dapat terjadi perubahan yang lebih baik. 7. Mengarahkan. Masih seperti pada bagian demonstrasi, hanya saja dalam bagian ini supervisor memberikan kesempatan kepada guru untuk menanyakan apa saja yang belum jelas. 190 |
8. Standarisasi. Jika guru sudah jelas, supervisor memberikan patokan yang perlu dilakukan guru pada pertemuan kedua. Pemberian patokan diambil dari hasil diskusi bersama dengan guru-guru. 9. Penguatan. Supervisor memberikan motivasi kepada guru. Agar dalam pertemuan berikutnya guru menjadi lebih bersemangat. b. Pertemuan Kedua Pelaksanaan supervisi pada pertemuan kedua dilakukan pada tanggal 19-24 Januari 2015. Adapun prosedur pelaksanaan supervisi klinis pada tiap tahapan tetap sama seperti yang dilakukan pada pertemuan pertama. Pada tahap perencanaan supervisor, guru senior dan guru yang diteliti tetap melakukan diskusi bersama, yang masih terkait dengan Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), Penyusunan RPP dan silabus bagi guru yang belum paham benar, atau masih yang belum jelas, sehingga pada tahap ini, guru bisa mendapatkan hasil yang optimal/ puas. Tahap observasi pada pelaksanaan pembelajaran di kelas tetap sama dilakukan pada pertemuan pertama. Pertemuan kedua ini sudah terlihat perbaikan yang terjadi dari kekurangan dalam pertemuan pertama. Perbaikan terlihat pada nilai rata-rata yang diperoleh pada pertemuan kedua yaitu 3,63. Ada beberapa kelemahan yang masih dilakukan guru dalam proses pembelajaran pada pertemuan kedua sebagai berikut, yaitu: 1) Guru masih kurang melibatkan siswa dalam pemanfaatan media, 2) Guru melakukan penilaian akhir yang sesuai dengan kompetensi tujuan, 3) masih kurang tindak lanjut dengan memberikan arahan/tugas sebagai bagian remedi/pengayaan, 4) Guru belum optimal pada penilaian pencapaian pembelajaran untuk melakukan umpan balik kepada siswa karena kurang waktu.
Penguasaan Kompetensi Pedagogik Guru Tersupervisi Klinis dan Guru Tanpa Supervisi | Leinora Juliana Kaipatty dkk.
Untuk mengatasi kekurangan yang terjadi dalam pertemuan kedua, supervisor tetap melakukan langkah-langkah yang sama seperti supervisi pada pertemuan pertama. Diharapkan dengan cara yang sama pada tahapan umpan balik atau refleksi, guru yang bersangkutan dapat merasa nyaman dalam mengatasi kekurangan, bersama dengan supervisor. Sehingga hasil dari supervisi pada pertemuan kedua diharapkan dapat meningkatkan kompetensi guru dalam mengajar di SMA Kristen YPKPM Ambon, terutama dalam pertemuan yang ketiga. c. Pertemuan Ketiga Pelaksanaan supervisi pada pertemuan ketiga dilakukan pada tanggal 26 – 31 Januari 2015. Pertemuan ketiga sudah memperlihatkan peningkatan yang nyata dalam proses pembelajaran. Hal ini terlihat hasil rata-rata pada pertemuan ketiga yaitu 4,23. Namun masih ada kelemahan yang terjadi pada pertemuan ketiga, yaitu menyampaikan materi pembelajaran dengan gaya dan melaksanakan tindak lanjut dengan memberikan arahan, atau tugas sebagai bagian remedi/pengayaan. Walaupun dalam penelitian ini pertemuan ketiga merupakan pertemuan terakhir, supervisor tetap melakukan supervisi klinis. Adapun langkah-langkah supervisi tetap sama dengan langkah-langkah pada pertemuan pertama dan kedua. Diharapkan pada supervisi pertemuan ketiga ini, masalah-masalah yang terjadi pada proses pembelajaran di kelas khusus dalam penyampaian materi dengan gaya yang memberikan arahan atau tugas sebagai remedy atau pengayaan dapat teratasi. Adapun hasil rekapitulasi data dan persen (%) peningkatan pada tiap pertemuan supervisi klinis tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Hasil Peningkatan Rata-rata Tiap Pertemuan Supervisi Klinis Kegiatan
Banyak Guru
Total
Rata-Rata
Pertemuan I
16
78,50
2,91
Pertemuan II
16
97,75
3,63
Pertemuan III
16
114,19
4,23
Hasil pada tabel 1 terlihat peningkatan rata-rata pada pertemuan pertama adalah 2,91 menjadi 3,63 dengan kenaikan 24,4% dan kenaikan juga terlihat pada pertemuan ketiga dimana pada pertemuan kedua rata-rata 3,63 menjadi 4,23 naik 16,5%. Dari hasil yang diperoleh pada pelaksanaan supervisi klinis terhadap penguasaan kompetensi mengajar guru, mengalami peningkatan di tiap pertemuan dari pertemuan pertama sampai pada pertemuan ketiga. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, hasil posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada penguasaan kompetensi pedagogik yang memiliki nilai tertinggi pada kelompok eksperimen diperoleh 10 orang dan nilai sedang 6 orang, dengan memiliki mean (rata-rata) 62,19, dan standar deviasi 7.259 jika dibandingkan dengan posttest kelompok kontrol yang memiliki nilai sedang berjumlah 13 orang, nilai rendah 3 orang dengan nilai mean (rata-rata) 53,84 dengan standar deviasi 5.767. Rata-rata (mean) kelompok eksperimen lebih besar. dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan selisih pada mean yaitu 8,25. Berdasarkan Uji beda Paired Sample T (Test) diperoleh hasil t hitung sebesar 4,184 dengan Sig.2-tailed 0,001<0,05. Maka membuktikan hasil hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini berbunyi jika koefisien signifikansi < 0,05 maka H1 yang berbunyi ada perbedaan yang signifikan penguasaan kompetensi pedagogik (kompetensi mengajar) antara guru yang tersupervisi klinis dengan guru tanpa supervisi diterima. Sehingga hasil uji bedat antara | 191
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
guru yang tersupervisi klinis dengan tanpa supervisi menghasilkan koefisien signifikansi 0,001<0,05 menyimpulkan H1 diterima Ho ditolak. Terlihat pada tabel 2. Sedangkan hasil dari pengaruh pelaksanaan supervisi klinis terhadap penguasaan kompetensi pedagogik menggunakan regresi linear memperoleh nilai koefisien
regresi 0,224, dengan nilai F sebesar 10,086 dengan signifikansi 0,007<0,05 dan memberikan sumbangan sebesar 41,9% terhadap penguasaan kompetensi pedagogik yang ditunjukkan oleh nilai RSguare Sebesar 0,419, dengan penyimpangan estimasi yang mungkin terjadi sebesar 5.729. Terlihat pada tabel 3.
Tabel 2 Hasil Uji Beda Postest Penguasaan Kompetensi Pedagogik antara Guru yang Tersupervisi Klinis dengan Guru Tanpa Supervisi
Paired Samples Test Paired Differences
Mean Pair 1 Postest Eksperi ment – Postest Kontrol
Std. Devia tion
8.250
95% Confidence Interval of the Difference
Std. Error Lower Upper Mean
7.887
1.972
T
Df
4.047 12.453 4.184
15
Tabel 3 Hasil Pengaruh Supervisi Klinis Terhadap Kompetensi Pedagogik
Model Summary Mo del
R
R Square
.647 a
1
Adjusted R Square
.419
Std. Error of the Estimate
.377
5.729
a. Predictors: (Constant), Supervisi Klinis
ANOVAb Model
Squares
Df
Mean Square
Regression
331.000
1
331.000
Residual Total
459.438 790.438
14 15
32.817
F 10.086
Sig. .007 a
a. Predictors: (Constant), SupervisiKlinis b. Dependent Variable: Kompetensi Pedagogik
Coefficientsa
Model
1 (Constant) SupervisiKlinis
Unstandardized Coefficients B
Std. Error
.448
19.493
.224
.071
a. Dependent Variable: Kompetensi Pedagogik
192 |
Standardized Coefficients
T
Sig.
Beta
.647
.023
.982
3.176
.007
Sig. (2tailed) .001
Penguasaan Kompetensi Pedagogik Guru Tersupervisi Klinis dan Guru Tanpa Supervisi | Leinora Juliana Kaipatty dkk.
PEMBAHASAN Hasil penelitian ini menemukan ada perbedaan penguasaan kompetensi pedagogik antara guru yang tersupervisi klinis dengan guru tanpa supervisi, dengan diketahui hasil posttest rata-rata penguasaan kompetensi pedagogik pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kelompok kontrol yaitu untuk kelompok eksperimen sebesar 62,19 dan kelompok kontrol sebesar 53,94 dengan selisih mean (rata-rata) sebesar 8,25 dengan signifikansi 0,001<0,05, sehingga membuktikan ada perbedaan penguasaan kompetensi pedagogik guru tersupervisi klinis dengan tanpa supervisi. Adanya perbedaan ini dipengaruhi oleh supervisi klinis yang dijalankan sehingga terbukti dapat membantu guru untuk memperbaiki setiap kekurangan yang ada pada penguasaan kompetensi pedagogik (kompetensi mengajar guru di kelas). Hasil dari pengaruh supervisi klinis terhadap penguasaan kompetensi pedagogik dengan nilai F sebesar 10,086 dengan signifikan sebesar 0,007<0,05. Membuktikan bahwa supervisi klinis memberikan pengaruh yang positif signifikan bagi kompetensi pedagogik guru sebesar 41,9% hal ini menunjukkan bahwa besarnya pengaruh yang dapat diberikan supervisi klinis terhadap penguasaan kompetensi pedagogik guru adalah sebesar 41,9% sedangkan sisanya yang 58,1% dipengaruhi oleh variabel lain. Sehingga dapat menyimpulkan bahwa supervisi klinis dilakukan terbukti dapat memberikan peningkatan bagi penguasaan kompetensi pedagogik pada kelompok eksperimen yaitu SMA Kristen YPKPM Ambon. Tujuan supervisi menurut Achelson dan Gall (2003) yaitu: (1) menyediakan umpan balik yang obyektif terhadap guru mengenai pengajaran yang dilaksanakannya, (2) mendiagnosis dan membantu memecahkan masalah-masalah pengajaran, (3) membantu
guru mengembangkan keterampilannya dan mengembangkan model atau strategi dalam pembelajaran, (4) membantu guru mengembangkan satu sikap positif terhadap pengembangan professional yang berkesinambungan. Berbeda dengan pembelajaran tanpa supervisi klinis yang dilakukan dalam kelompok kontrol, karena peran supervisor tidak ada dalam proses pembelajaran sehingga guru dalam kelompok kontrol di SMA Kartika XIII-I Ambon melakukan pembelajaran sendiri tanpa bantuan supervisor. Pembelajaran berlangsung seperti biasa yang dilakukan guru-guru SMA Kartika XIII-I Ambon sehari-hari. Pada hasil akhir penelitian tidak terjadi peningkatan penguasaan kompetensi pedagogik karena kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran tidak mendapat perbaikan langsung. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitriana (2008) dengan judul “Upaya Peningkatan Kompetensi pedagogik guru PAI Kelas VII SMPN 1 Comal”. Selain itu penelitian ini juga sejalan dengan Korma (2012) dengan judul “Pendekatan Supervisi Klinis terhadap Wawasan Kompetensi Pedagogik dan Kualitas Pengelolaan Pembelajaran Para Guru di Gugus IV SD Kecamatan Denpasar Selatan“ yang menyimpulkan bahwa pendekatan supervisi klinis mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap wawasan kompetensi pedagogik dan pengelolaan pembelajaran guru sehingga dapat meningkatkan kompetensi guru. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Chui Mi (2012) dan Hernadi (2010) yang membuktikan bahwa supervisi tidak effektif dan tidak meningkatkan kualitas guru dalam proses pembelajaran (kompetensi pedagogik) guru. Hal ini di karenakan pada penelitian Chui Mi (2012) dan Hernadi (2010), pelaksanaan supervisi | 193
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
klinis tidak diterapkan atau dilaksanakan secara baik. Chui Mi (2012) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa supervisi klinis hanya dilaksanakan pada pemeriksaan administrasi pembelajaran guru berupa RPP dan Silabus. Sehingga, guru beranggapan bahwa mereka mampu melaksanakan pembelajaran di kelas dengan baik. Maka dari hasil penelitiannya bahwa supervisi klinis tidak effektif dilaksanakan dalam meningkatkan penguasaan kompetensi pedagogik guru. Sedangkan hasil penelitian Hernadi (2010) bahwa pelaksanaan supervisi klinis, guru-guru tidak dilibatkan pada tahap perencanaan pelaksanaan supervisi klinis sehingga membuat guru tidak dapat memahami manfaat dari supervisi klinis tersebut, kemudian pada tahap umpan balik/pembinaan lanjutan tidak dilakukan oleh supervisor dalam memperbaiki kekurangan-kekurangan guru pada pelaksanaan pembelajaran sehingga membuat hasil dari supervisi klinis tidak meningkatkan kompetensi pedagogik. Sesuai yang diajukan pada penelitian ini bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara guru yang tersupervisi dengan guru tanpa supervisi sehingga pelaksanaan supervisi klinis yang dilaksanakan memberikan pengaruh dalam peningkatan penguasaan kompetensi pedagogik (kompetensi mengajar) guru. SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Ada perbedaan penguasaan kompetensi pedagogik antara guru yang tersupervisi klinis di SMA Kristen YPKPM Ambon dengan tanpa supervisi di SMA Kartika XIII-I Ambon. Artinya bahwa supervisi klinis yang dilakukan dapat meningkatkan penguasaan kompetensi pedagogik guru.
194 |
2. Besar pengaruh pelaksanaan supervisi klinis terhadap penguasaan kompetensi pedagogik guru sebesar 41,9%, sedangkan sisanya 58,1% yang dipengaruhi oleh faktor/variabel lain. Artinya semakin tinggi skor supervisi klinis maka semakin tinggi pula skor kompetensi pedagogik demikian pula sebaliknya Berdasarkan simpulan penelitian yang telah dipaparkan, maka dapat diajukan beberapa saran. Kepala Sekolah dapat meningkatkan penguasaan kompetensi pedagogik guru yang masih rendah, maka perlu dengan menyelenggarakan dan meningkatkan supervisi klinis di sekolah yang dipimpinnya. Pengawas, untuk meningkatkan penguasaan kompetensi pedagogik guru di Kota Ambon yang masih rendah, maka pengawas diharapkan mengawasi dan meningkatkan pengawasan ke seluruh satuan pendidikan termasuk satuan pendidikan SMA dengan cara memberikan supervisi klinis langsung kepada guru-guru dalam peningkatan penguasaan kompetensi pedagogik. Untuk penyempurnaan penelitian disarankan kepada penelitian lanjutan untuk mengadakan penelitian dengan mengkaji lebih dalam pada setiap tahap pelaksanaan supervisi klinis yaitu pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan umpan balik untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari tiap-tiap tahap supervisi tersebut, sehingga dalam penelitian lanjutan ini peneliti dapat memakai (multiple regresion). DAFTAR PUSTAKA Achelson, K. dan Gall, M. 1992. Techniques In The Clinical Supervision of Teachers (Preservice and Inservice Application). New York: Longman. ———2003. Using Clinical Supervision in Teacher Evaluation. In Clinical Supervision and Teacher Development
Penguasaan Kompetensi Pedagogik Guru Tersupervisi Klinis dan Guru Tanpa Supervisi | Leinora Juliana Kaipatty dkk.
Preservice and Inservice Applications. New York: Wiley. Chui Mi. 2012. Pelaksanaan Supervisi Klinis dalam Mengelola Pembelajaran di SMA Negeri 2 Sambas. Jurnal Visi Ilmu Pendidikan, Vol.7 No.1. diakses. 20/04/ 2014.
Slameto. 2013. Implementasi Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi dalam Pembelajaran Guna Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru SD. Salatiga: Tisara Grafika. Sugiyono. 2006. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV. Alfabeta.
Depdiknas. 2007. Permendiknas No.16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005. Tentang Guru dan Dosen.
Fitriana. 2008. Upaya Peningkatan Kompetensi Pedagogik Guru PAI Kelas VII SMPN 1 Comal. Semarang. Skripsi. Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang.
Wasserman, S., and Eggert, W. 1981. Profile of Teaching Competency. British Colombia. Cebter for The Study of Curriculum and Instruction.
Hernadi Dedi. 2010. Effektivitas Supervisi terhadap Kualitas Pengajaran dan Pembelajaran Bahasa Inggris (Studi Kualitatif di SMP Negeri 3 Bayat). Tesis. Surakarta. Univeristas Sebelas Maret.
Wijaya, Daya N. 2011. Peningkatan Kemampuan Guru dalam Menyusun RPP Melalui Supervisi Klinis & Implikasi terhadap Pembelajaran IPS di SMPN 2 Wlingi Kabupaten Blitar. Malang: Jurnal Vol 7 No.2. Universitas Negeri Malang.
Korma. 2012. Pengaruh Implementasi Pendekatan Supervisi Klinis Terhadap Wawasan Kompetensi Pedagogik dan Kualitas Pengelolaan Pembelajaran Para Guru di Gugus IV SD Kecamatan Denpasar Selatan. Jurnal Vol 2. No.2 Universitas Pendidikan Ganesha.
| 195
Efektifitas Penerapan Project Based Learning Berbantuan Web 2.0 Tools dan Deming Cycle | Nohel Yemima
Kelola Jurnal Manajemen Pendidikan Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
ISSN 2443-0544 Volume: 2, No.2, Juli-Desember 2015 Halaman: 196-202
EFEKTIFITAS PENERAPAN PROJECT BASED LEARNING BERBANTUAN WEB 2.0 TOOLS DAN DEMING CYCLE PADA MATAKULIAH PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA
Nohel Yemima
[email protected] Alumni Program Pascasarjana Magister Manajemen Pendidikan FKIP-Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRACT This is a Quasi Experimental research which aimed to know the effectiveness of implementing Project Based Learning (PBL) with assistance of Web 2.0 tools and Deming Cycle towards the learning achievement in Mathematics Problem Soving Course of undergraduate students in Primary School Teacher Education Program in Satya Wacana Christian Univerisity (PGSD, UKSW). This research included 52 students which were devided into two classes consist of 26 students. In the experimental group, the treatment were given by implementing a PBL with Web 2.0 tools and Deming Cycle whereas in control group, PBL was implemented but without the use of Web 2.0 tools and Deming Cycle. The T-Test anylisis showed that the experimental group had the significant increasing of learning achievement compare to the control group. As the result, in the third term of 2013/2014 accademic year, it is effective to improve students learning achievement in Mathematics Problem Solving Course by implementing PBL with the assistance of Web 2.0 tools and Deming Cylce. Keywords: Deming cycle, Mathematics, PBL, Primary School, Web 2.0 tools.
PENDAHULUAN Dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan tentu tidak terlepas dari faktorfaktor utama yang mempengaruhinya salah satu diantaranya adalah manajemen. Menurut Arikunto & Yuliana (2012:3) definisi dari manajemen adalah “rangkaian segala kegiatan yang menunjuk kepada usaha kerjasama antara dua orang atau lebih untuk mencapai salah satu tujuan yang telah ditetapkan” Berdasarkan
definisi tersebut, kerjasama yang efisien dan efektif antara seluruh stakeholder pendidikan seperti pendidik, perserta didik, orang tua, penyedia sarana dan prasarana, pimpinan yayasan dan pihak-pihak penentu kebijakan dari suatu insistusi pendidikan menjadi sangat penting. Lingkup manajemen yang terkecil namun terpenting dari sebuah pendidikan formal adalah di dalam kelas. Seperti yang dijelaskan | 195
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
oleh Arikunto & Yuliana (2012:5) bahwa manajemen kelas merupakan “suatu kegiatan terkecil dalam usaha pendidikan yang justru merupakan “dapur inti” dari seluruh jenis manajemen pendidikan”. Oleh karena itu, peningkatan kualitas pendidikan harus dimulai dari peningkatan kualitas pembelajaran. Di dalam pembelajaran tentunya peran manajemen menjadi sangat penting untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan mutu pendidikan secara kongkrit, efektifitas dan efisiensi kerjasama antara guru dengan siswa dan antar siswa dengan siswa menjadi penentu dalam keberhasilan sebuah pembelajaran. Untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dibutuhkan sarana pendidikan yang menunjang dengan manajemen yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, peran dari manajemen sarana pendidikan sangatlah penting. Arikunto dan Yuliana (2012:187) menjelaskan bahwa “sarana pendidikan adalah semua fasilitas yang diperlukan dalam proses belajar mengajar baik yang bergerak maupun tidak bergerak agar pencapaian tujuan pendidikan dapat berjalan dengan lancar, teratur, efektif, dan efisien”
Dari penjelasan tersebut, media pembelajaran berupa media audio, visual dan media audio visual merupakan sarana manjemen yang tidak bergerak yang penting untuk peningkatan kualitas pembelajaran jika digunakan dengan tepat. Selain itu, peran multimedia seperti software pembelajaran ataupun Learning Management System (LMS) seperti Moodle, Blackboard, Joomla dan lain-lain sebagainya juga merupakan sarana peranti lunak yang dapat digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pembelajaran di kelas. Beberapa penelitian telah menunjukan bahwa penggunaan LMS dengan manajemen yang baik dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Ndlovu 196 |
& Mostert (2014) dalam penelitiannya tentang potensi Moodle dengan blended learning management system bagi guru matematika di Afrika Selatan membuktikan bahwa interaksi antara dosen dan siswa meningkat ketika menggunakanMoodle sehingga dapat dikatakan bahwa penggunaan LMS dapat meningkatkan efisiensi dan keaktifan dalam pembelajaran. Namun demikian pernyataan Noam Chomsky yang dikutip oleh George Veletsianos (2014) terkait peran teknologi dalam dunia pendidikan adalah sebagai berikut. “As far as technology itself and education is concerned, technology is basically neutral. It’s like a hammer. The hammer doesn’t care whether you use it to build a house or whether on torture, using it to crush somebody’s skull, the hammer can do either.”
Pernyataan Chomsky ini menunjukan bahwa berhasil atau tidaknya penggunaan teknologi sangat tergantung pada penggunanya. Oleh karena itu, jika LMS digunakan dalam pembelajaran maka selain aspek familiarity terhadap teknologi, aspek manajemen penggunaan teknologi juga menjadi sangat penting untuk keberhasilan sebuah pembelajaran. Faktor utama berikutnya selain faktor manajemen, faktor pendidik memiliki peranan yang sangat penting juga dalam dunia pendidikan. Keberhasilan sebuah Negara dalam dunia pendidikan tidak bergantung pada system yang kuat tetapi kualitas pendidik yang professional. McKinsey mengatakan bahwa “kualitas sistem pendidikan tidak dapat melebihi kualitas guru” (Barber & Mourshed, 2007. p.13). Selanjutnya dijelaskan bahwa keyakinan bahwa perubahan organisasi bisa memicu prestasi yang lebih baik merupakan hal yang naif. Dengan demikian tentunya peran guru dalam menghasilkan siswa yang berprestasi sangatlah besar.
Efektifitas Penerapan Project Based Learning Berbantuan Web 2.0 Tools dan Deming Cycle | Nohel Yemima
Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) merupakan program yang bertujuan untuk mencetak guru-guru yang mampu mengajar siswa sekolah dasar. Tentunya akan sangat disesalkan apabila lulusan PGSD tidak mampu mengajar siswa sekolah dasar dengan baik. Untuk menghasilkan lulusan yang professional, tentunya sangat bergantung juga dari kualitas dosen yang mengajar dan membimbing calon guru. Salah satu matakuliah wajib yang harus diikuti para siswa PGSD adalah matakuliah Pemecahan Masalah Matematika. Dalam pelaksanaan pembelajaran pada umumnya dosen mempraktekan pembelajaran berbasis proyek dengan cara membagi siswa dalam 34 orang per kelompok kemudian mereka diminta untuk mencari informasi dari berbagai sumber tentang bagaimana memecahkan soalsoal permasalahan matematika. Namun berdasarkan pengalaman peneliti dalam mengajar matakuliah ini, penerapan pembelajaran matematika berbasis proyek ini belum dikatakan berhasil sepenuhnya karena dalam melakukan presentasi, mereka hanya menjawab soal-soal pemecahan masalah matematika dengan perhitungan matematis tanpa menggunakan media pembelajaran berupa animasi dalam komputer yang mempermudah pemahaman penyelesaian permasalahan matematika, sehingga ada siswa yang tidak bisa mengerti hasil yang teman mereka presentasikan. Dari permasalahan ini, setelah melakukan refleksi terhadap pembelajaran yang telah dilakukan pada semester sebelumnya, peneliti menemukan bahwa kelemahan penerapan pembelajaran berbasis proyek adalah kurangnya perencanaan yang matang dan tentunya hal ini terkait dengan manajemen pembelajaran yang tidak tertata dengan benar. Tentunya teori W. Edwards Deming tentang PDCA - Plan (merencanakan), Do (melaksanakan), Check
(menganalisa), dan Act (memperbaiki pelaksanaan) sangat perlu untuk dilakukan dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis proyek di kelas. Penerapan Project Based Learning (PBL) dengan manajemen yang baik tentu dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Namun bagaimana bila penerapan PBL yang terencana di kelas dibantu dengan aplikasi Web 2.0 dan siklus manajemen Deming? Apakah hasilnya akan lebih baik ataukah sama saja dengan penerapan PBL pada umumnya. Membandingkan efektifitas kedua model penerapan PBL inilah yang menjadi fokus penelitian ini. Penerapan PBL dengan Web 2.0 selain terkait erat dengan manajemen tetapi juga terkait dengan penggunaan teknologi komputer dan internet yang pada umumnya sudah tidak lagi asing bagi para siswa di abad dua puluh satu ini. Oleh karena itu, penting sekali bagi dosen untuk mengembangkan kreativitas dan kemampuan kolaborasi siswa dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerjasama menyajikan hasil proyek mereka dengan menggunakan alat kolaborasi Web 2.0. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Elam & Nesbit (2012) terhadap 22 siswa Korea Selatan jurusan pariwisata membuktikan bahwa penerapan PBL dengan bantuan alat kolaborasi Web 2.0 berhasil meningkatkan motivasi dan kemampuan kolaborasi siswa.Web 2.0 menurut Dictionary.com (2014) adalah sebagai berikut. “a second generation in the development of the World Wide Web, conceived as a combination of concepts, trends, and technologies that focus on user collaboration, sharing of user-generated content, and social networking.”
Dalam hal ini aplikasi perangkat lunak yang menunjang terjadinya kolaborasi antar pengguna merupakan bagian dari Web 2.0. | 197
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
Beberapa contoh Web 2.0 adalah facebook, twitter, skype, learning management system (LMS) seperti Moodle, Blackboard, Joomla, Schoology, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti mencoba membandingkan efektifitas penerapan PBL yang selama ini dilaksanakan dengan PBL berbantuan Web 2.0 dengan siklus manajemen Deming. Dengan demikian judul penelitian eksperimen ini adalah “Efektifitas Penerapan Project Based Learning berbantuan Web 2.0 tools dan Mangement cycle Deming pada Matakuliah Pemecahan Masalah Matematika bagi siswa PGSD UKSW. Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan masalah dalam penelitiam yaitu: Apakah ada perbedaan efektifitas antara penerapan Project Based Learning (PBL) berbantuan Web 2.0 tools dan Deming cycle dengan PBL tanpa berbantuan Web 2.0 dan tanpa bantuan Deming Cycle terhadap prestasi belajar siswa PGSD UKSW dalam matakuliah Pemecahan Masalah Matematika SD? Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar efektifitas penerapan Project Based Learning berbantuan Web 2.0 tools dan Deming Cycle (PDCA) terhadap hasil belajar Matematika pada matakuliah Pemecahan Masalah Matematika mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Kristen Satya Wacana semester antara tahun 2013-2014. METODE PENELITIAN Jenis dan Lokasi Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen dimana akan terdapat dua kelompok yang diteliti yaitu kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Dalam penelitian ini dilakukan pretest dan 198 |
posttest pada kedua kelompok tersebut. Quasi eksperimen atau eksperimen semu dipilih karena peneliti sulit mendapatkan kelompok kontrol selain itu dalam penentuan kelompok eksperimen dan kontrol tidak dilakukan secara random. Setting dan Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Kristen Satya Wacana.Dilaksanakan mulai bulan Mei 2014 hingga Agustus 2014. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa PGSD angkatan 2011 sebanyak dua kelas dengan jumlah siswa sebanyak 52 siswa yang mana 26 siswa akan dijadikan sebagai kelompok eksperimen dan 26 siswa sebagai kelompok kontrol. Variabel Penelitian a. Variabel Bebas (X) Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat (Priyatno 2010:3). Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah penggunaan Project Based Learning berbantuan Web 2.0 tools dan Deming Cycle b. Variabel Terikat (Y) Variabel terikat adalah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel lain (Priyatno 2010:3). Dalam penelitian ini yang menjadi variable terikat adalah hasil belajar siswa pada matakuliah Pemecahan Masalah Matematika. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian eksperimen untuk mengetahui efektifitas pada kelas eksperimen setelah menggunakan PBL berbantuan Web 2.0 tools dan Deming Cycle adalah melalui observasi dan tes. Dalam penelitian ini digunakan dua kelas dengan mata kuliah yang sama. Salah satu kelas menjadi kelompok kontrol dengan Project
Efektifitas Penerapan Project Based Learning Berbantuan Web 2.0 Tools dan Deming Cycle | Nohel Yemima
Based Learning, sedangkan kelas lainnya menjadi kelompok eksperimen dengan Project Based Learning berbantuan Web2.0 tools dan Deming Cycle pada matakuliah Pemecahan Masalah Matematika. Sebelum dilakukan penelitian, dibuat rancangan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk kelas kontrol maupun kelas eksperimen. Kemudian peneliti akan membuat serangkaian soal untuk Pre Test dan Post Test. Pada tahap awal, kedua kelas diberikan Pre test untuk mengukur kemampuan awal siswa sebelum diberikan perlakuan. Setelah itu kedua kelas diberikan perlakuan yang berbeda. Kelas kontrol hanya diberikan Project Based Learning sedangkan untuk kelas eksperimen diberikan Project Based Learning berbantuan Web 2.0 tools dan Deming Cycle. Pada tahap akhir, siswa diberikan Post-test untuk mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari, setelah itu dibandingkan hasil antara Post Test kelas kontrol dan Post Test kelas Eksperimen. Berikut ini adalah model penelitian Tabel 1 Model Penelitian Group
Pretest
Treatment
Posttest
Kelas Eksperimen
T1
XE
T2
Kelas Kontrol
T3
XK
T4
Keterangan: T1 = T3 = Pre Test yang diberikan sebelum proses pembelajaran diberikan T2 = T4 = Post Test yang diberikan setelah proses pembelajaran XE = Perlakuan terhadap kelompok eksperimen yang berupa Project Based learning berbantuan Web 2.0 tools dan Deming Cycle terhadap matakuliah Pemecahan Masalah Matematika XK = Perlakuan terhadap kelompok kontrol yang berupa Project Based Learning terhadap mata kuliah Pemecahan Masalah Matematika
Instrumen Pengumpulan Data 1. Soal pre-test dan post-test 2. Artifak pekerjaan mahasiswa
Validitas dan Reliabilitas Uji validitas adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa cermat suatu instrumen dalam mengukur apa yang ingin diukur (Priyatno 2010:14). Menurut Sugiyono (2010:455) bahwa N=40 (N= jumlah siswa dalam kelas uji validitas), maka batas koefisiennya adalah > 0,304. Validitas dihitung menggunakan SPSS 20 for Windows. Uji reliabilitas yaitu untuk menguji konsistensi alat ukur, apakah hasilnya tetap konsisten jika pengukuran diulang (Priyatno 2010:14). Reliabilitas instrumen dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keajegan instrumen dari variabel yang hendak diukur. Batasan untuk menentukan tingkat reliabilitas instrumen digunakan pedoman menurut Sekaran (Priyatno 2010:32) yaitu kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan 0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik.Uji reliabilitas dihitung dengan menggunakan SPSS 17 for Windows. Instrumen Skor Non Diskrit Instrumen skor non diskrit merupakan instrumen pengukuran yang bersifat gradual yaitu ada penjenjangan skor dimulai dari yang tertinggi sampai dengan yang terendah. Instrumen skor non diskrit digunakan untuk test yang berbentuk uraian. Interval skor yang digunakan adalah 1 (satu) sampai 10 (sepuluh). Pada instrumen skor non diskrit analisis reliabilitasnya menggunakan rumus Alpha (Widoyoko, 2012). Berikut ini adalah rumus Alpha, n Xi 2 i 1 x 2 i k b N 2 r , dimana b i 1 1 2 k 1 N t
2
n
Keterangan r = reliabilitas instrumen k = banyaknya soal
2 b
t2
= varian total
= jumlah varians
X = skor total
| 199
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
Setelah dilakukan penghitungan berdasarkan rumus alpha, instrumen dikatakan reliabel apabila nilai koefisien Alpha lebih besar dari harga kritik atau standar reliabilitas. Harga kritik untuk indeks reliabilitas intrumen adalah 0,7. Artinya apabila nilai koefisien Alpha lebih besar dari 0,7 maka instrumen tersebut reliabel dan sebaliknya bila nilai koefisien Alpha lebih rendah dari 0,7 maka instrumen tersebut tidak reliabel (Widoyoko, 2012). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dari segi penggunaan media, pada kelompok eksperimen hasil produknya lebih menarik dan bervariasi karena mereka tidak hanya menggunakan animasi dalam Ms. Power Point saja tetapi juga menggunakan media pembelajaran berbasis web 2.0 sebagai contoh prezi, screen-o-matic, schoology, weebly, ataupun animasi flash,dan sebagainya. Sedangkan untuk interaksi mahasiswa dengan dosen, pada kelas eksperimen lebih intens bila dibandingkan dengan kelas kontrol dimana semua siswa bisa langsung memberikan input terhadap perkembangan produk yang dikerjakan oleh sebuah kelompok. Dalam hal ini peran Web 2.0 membuka peluang terjadinya kolaborasi antar kelompok secara real time untuk menghasilkan produk yang terbaik yang diharapkan. Mahasiswa cenderung lebih aktif dalam menanggapi dan memberikan masukan bagi kelompok yang lain sehingga mahasiswa bisa mempelajari semua materi berdasarkan presentasi, revisi, dan konsultasi yang diberikan oleh dosen maupun mahasiswa. Berdasarkan hasil analisa data, penerapan PDSA berbantuan Web 2.0 yang diterapkan di kelas eksperimen dibandingkan dengan kelas kontrol memiliki perbedaan yang signifikan. Jika dilihat dari selisih gain maka kelompok eksperimen lebih tinggi hasilnya dengan perbedaannya sebesar
200 |
15.7692 bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pada kelompok kontrol produk yang dihasilkan kurang begitu bervariasi karena hanya menggunakan Power Point saja. Sedangkan untuk interaksi mahasiswa dengan dosen, pada kelas kontrol tidak begitu intens karena konsultasi dilakukan hanya sekali saja di kelas saat presentasi dan lewat feedback yang dituliskan pada tugas yang dikumpulkan dalam bentuk hardcopy. Keterbatasan komunikasi menyebabkan masing-masing kelompok di kelas kontrol cenderung berfokus pada materi yang dipelajarinya saja sedangkan pekerjaan teman yang lain cenderung diabaikan. Kemudian jika dilihat dari segi waktu setidaknya dibutuhkan satu minggu bagi satu kelompok untuk menerima masukan dari dosen dan hanya beberapa teman saja yang aktif memberikan feedback bagi kelompok tersebut.Selain itu, kelas kontrol dalam proses revisi memerlukan waktu yang lama, serta tidak semua siswa langsung bisa melihat hasil masukan temannya dikarenakan revisi dilakukan secara manual (print out tugas).Oleh karena itu proses ini dirasakan kurang efisien. Namun, walaupun tidak signifikan, hasil dari penerapan PBL di kelas kontrol menunjukan adanya peningkatan skor dari rata-rata 48.08 menjadi 67.31 dengan selisih sebesar 19.23. Hal ini menunjukan adanya dampak dari penerapan PBL terhadap peningkatan hasil belajar. Berdasarkan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa pelakasanan Project Based Learning (PBL) berbantuan Web 2.0 dan Deming Cycle pada kelompok eksperimen dapat memberikan hasil yang signifikan terhadap peningkatan hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah pemecahan masalah matematika. Hal ini disebabkan oleh lima faktor utama. Pertama, dari segi partisipasi mahasiswa,
Efektifitas Penerapan Project Based Learning Berbantuan Web 2.0 Tools dan Deming Cycle | Nohel Yemima
mereka cenderung aktif memberikan komentar terhadap pekerjaan teman mereka melalui Schoology. Selain itu juga dosen memberikan feedback terhadap pekerjaan mahasiswa. Perbaikan yang dilakukan membuat produk yang dihasilkan semakin lebih baik. Kedua, dari segi waktu, mahasiswa dan dosen dapat saling berkomunikasi kapan saja diluar pertemuan di kelas. Oleh karena tidak adanya batasan waktu dan ruang, memungkinkan mahasiswa untuk aktif berdiskusi online diluar tatap muka. Ketiga, dengan terlaksananya siklus PDSA mahasiswa memiliki kebiasaan untuk memperbaiki produknya secara terus menerus lewat komentar dan masukan dari dosen maupun teman mereka. Proses perencanaan, pelaksanaan, analisa, dan tindakan dapat dimonitor dan didokumentasikan oleh dosen lewat LMS sehingga proses PDSA dapat berjalan dengan baik. Keempat, dengan menganalisa dan memberikan komentar terhadap pekerjaan kelompok lain. Dengan demikian setiap mahasiswa secara tidak langsung mempelajari dan menganalisa pekerjaan mereka sendiri dan temannya. Dengan demikian setiap mahasiswa dapat memahami semua materi yang diberikan dosen kepada setiap kelompok. Kelima, motivasi mahasiswa meningkat karena adanya rasa kepemilikan mereka akan produk yang dikerjakan. Hal itu terlihat dari meningkatnya intensitas komunikasi mahasiswa terkait proyek yang dikerjakan. Mahasiswa diberikan kebebasan untuk secara kreatif menyajikan produknya dengan cara yang kreatif menggunakan Web 2.0. PENUTUP
Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa dari segi efektifitas, terdapat perbedaan yang
signifikan antara hasil belajar mahasiswa pada mata kuliah pemecahan masalah matematika di kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Penerapan PBL berbantuan Web 2.0 tools dan Deming Cycle di kelompok eksperimen dapat dinyatakan efektif terhadap peningkatan hasil belajar mahasiswa. Hal ini disebabkan oleh lima faktor utama. Pertama, mahasiswa aktif melakukan diskusi dan perbaikan terkait proyek yang dikerjakan. Kedua, akftifitas diskusi tidak dibatasi oleh waktu dan ruang. Ketiga, siklus Deming Cycle menolong mahasiswa untuk dapat melakukan perbaikan terus menerus terhadap produk yang dihasilkan. Keempat, mahasiswa dapat saling belajar dari pekerjaan teman dari kelompok lain sehingga setiap mahasiswa dapat mempelajari seluruh materi yang diberikan dosen melalui masing-masing kelompok. Kelima, mahasiswa memiliki rasa kepemilikan terhadap proyek yang dikerjakan. Hal ini menyebabkan motivasi mereka meningkat karena mereka diberikan kebebasan untuk secara kreatif membuat dan mempresentasikan hasil karya mereka menggunakan Web 2.0 tools. Bedasarkan data statistika, ditemukan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara rata-rata “Gain” kelompok kontrol dengan “Gain” kelompok eksperimen dengan selisih sebesar 15.7692. Setelah dilakukan uji T, nilai T hitung 3.665 memiliki signifikansi sebesar 0.001 kurang dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen menunjukan perubahan yang signifikan dibandingkan kelompok kontrol. Berdasarkan temuan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa H 1 diterima karena penerapan PBL dengan Web 2.0 dan Deming Cycle efektif meningkatkan hasil belajar mahasiswa PGSD, UKSW pada mata kuliah Pemecahan Masalah Matematika. | 201
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S., & Yuliana, L. 2012. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media Yogyakarta. Barber, M., & Mourshed, M. 2007. How the world’s best-performing school systems come out on top. London: McKinsey & Company. Elam, J. R., & Nesbit, B.2012. The effectiveness of project-based learning utilizing Web 2.0 tools in EFL. The Jalt Call Journal 2012, 8, 113-127. George Veletsianos. 2014. January 23. On Noam Chomsky and technology’s neutrality. Retrieved September 8, 2014, from http:/ /www.veletsianos.com/2014/01/23/onnoam-chomsky-and-technologysneutrality/
202 |
Ndlovu, I. Mostert. 2014. The Potential Of Moodle In A Blended Learning Management System:ACase Study OfAn In-Service Programme For Secondary Mathematics Teachers, EdulearN14 Proceedings, pp. 3715-3724. Priyatno, D. 2010. Teknik Mudah dan Cepat Melakukan Analisis Data Penelitian dengan SPSS dan Tanya Jawab Ujian Pendadaran. Yogyakarta: Gava Media Web 2.0. (n.d.). Dictionary.com Unabridged. diunduh pada August 02, 2013, dari Dictionary.com website: http:// dictionary.reference.com/browse/Web 2.0 Widoyoko, S. 2012. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Evaluasi Hidden Curriculum SMP...|Neni Lestari & Bambang S. Sulasmono
Kelola Jurnal Manajemen Pendidikan Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
ISSN 2443-0544 Volume: 2, No.2, Juli-Desember 2015 Halaman: 203-213
EVALUASI HIDDEN CURRICULUM DI SMP NEGERI BOJA, KABUPATEN KENDAL Neni Lestari
[email protected] Alumni Program Pasca Sarjana Manajemen Pendidikan FKIP - Universitas Kristen Satya Wacana
Bambang Suteng Sulasmono
[email protected] Program Pasca Sarjana Manajemen Pendidikan FKIP - Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRACT This study aimed to evaluate the implementation and impact of Hidden Curriculum, as well as the determinant factors of success and sustainability in SMPN 2 Boja Kendal. This study was an evaluative research using qualitative approach. The data collected by using observation, interviews, and documentation. Data analyzed by collecting and selecting to be deduce. Validity used triangulation data that combined the result of observation, interviews, and documentation. The results of the study were: 1) The activities of hidden curriculum development at SMPN 2 Boja Kendal, namely: flag ceremony, school environmental management, establishing and enforcing discipline, special religious worship, smiles, greetings and courtesies, exemplary, relationship among students and principal, teachers, and staff, school canteen services. 2) The impact of the hidden curriculum development was the changing of school community’s behavior being better, created clean and beautiful school environment, the improvement of public trust to the school toward their kids’ education. Development of the hidden curriculum could establish students good character and an optimal achievement as well as a good school culture. 3) Internal supporting factors including: qualified human resources, the availability of school facilities, school environment was clean and beautiful. External supporting factors occur in the form of endorsement of the parents, school committees and communities in establishing good and virtuous character for the students. Keywords: Program Evaluation, Goal Free Model, Hidden Curriculum
| 203
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
PENDAHULUAN Ketika seorang guru memberikan pelajaran fisika, maka seharusnya guru berpikir bagaimana mata pelajaran fisika dapat membentuk anak yang memiliki sikap, kecerdasan, dan keterampilan sesuai dengan tujuan pendidikan, demikian juga guru mata pelajaran lainnya. Sehingga ketika hal itu sudah dapat dilaksanakan oleh semua guru, mata pelajaran apapun yang diberikan akan mengarah pada tujuan yang sama, yaitu pembentukan sikap, kecerdasan, dan keterampilan bagi setiap peserta didik. Tampaknya, pelaksanaan pendidikan kita di sekolah belum sesuai dengan harapan di atas. Para guru masih bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan, seakan-akan mata pelajaran yang satu terlepas dari mata pelajaran yang lain. Dengan perkataan lain terdapat keragaman dalam immplementasi kurikulum di sekolah-sekolah negeri ini. Terdapat dua hal yang dapat dipahami dalam pengertian kurikulum, yaitu kurikulum pada aspek program atau rencana, yang pada hakikatnya adalah kurikulum ideal (ideal curriculum) dan kurikulum pada aspek pengalaman belajar siswa, yang pada hakikatnya adalah kurikulum faktual (actual curriculum) (Wina Sanjaya, 2008: 22). Kurikulum ideal merupakan kurikulum yang menggambarkan suatu cita-cita dalam bidang pendidikan yang diharapkan dapat dilaksanakan dan berfungsi sebagai acuan atau pedoman guru dalam proses pembelajaran. Sedangkan kurikulum faktual merupakan kurikulum yang disajikan di hadapan kelas atau yang dilaksanakan oleh guru di sekolah, dan merupakan penjabaran dari kurikulum resmi ke dalam pengembangan program mengajar, dimana kurikulum faktual secara riil dapat dilaksanakan oleh guru sesuai dengan kondisi yang ada. 204 |
Termasuk di dalam kurikulum ini adalah hidden curriculum, karena hidden curriculum disajikan dan dialami oleh peserta didik di sekolah baik di kelas ataupun di luar kelas. Istilah hidden curriculum terdiri dari dua kata, yaitu hidden dan curriculum. Secara etimologi, kata “hidden” berasal dari Bahasa Inggris, yaitu hide yang berarti tersembunyi (terselubung). Sedangkan istilah kurikulum sendiri berarti sejumlah mata pelajaran dan pengalaman belajar yang harus dilalui peserta didik demi menyelesaikan tugas pendidikannya. Dengan demikian, hidden curriculum adalah kurikulum tersembunyi atau kurikulum ter[selubung dimana kurikulum ini tidak tercantum dalam kurikulum ideal tetapi memiliki andil dalam pencapaian tujuan pendidikan. Beragam definisi tentang hidden curriculum atau kurikulum tersembunyi yang dikemukakan oleh para ahli (dalam Rohinah, 2012: 27), sebagai berikut: Jhon D. MC. Neil, menyatakan bahwa hidden curriculum adalah pengaruh pembelajaran yang tidak resmi (tidak direncana) hal mana bisa melemahkan atau menguatkan dalam mereliasasikan tujuan. SedangAllan A. Glattron, menyatakan bahwa hidden curriculum adalah kurikulum yang tidak menjadi bagian untuk dipelajari, yang secara definitif digambarkan sebagai berbagai aspek dari sekolah di luar kurikulum yang dipelajari, namun mampu memberikan pengaruh dalam perubahan nilai, persepsi dan perilaku siswa. Di lain pihak, Dede Rosyada dikutip sebagai menyatakan hidden curriculum secara teoritik sangat rasional mempengaruhi siswa, baik menyangkut lingkungan sekolah, suasana kelas, pola interaksi guru dengan siswa dalam kelas, bahkan pada kebijakan serta manajemen pengelolaan sekolah secara lebih luas dan perilaku dari semua komponen sekolah dalam hubungan interaksi vertikal dan horisontal mereka. Oemar Hamalik, menyatakan hidden curriculum
Evaluasi Hidden Curriculum SMP...|Neni Lestari & Bambang S. Sulasmono
adalah hasil dari desakan sekolah, tugas baca buku yang memberikan efek yang tak diinginkan begitu pula kebutuhan untuk mempengaruhi orang lain agar menyetujui sesuatu yang diharapkan. Melalui interaksi kelas dan testing guru-guru secara sadar dapat mengubah citacita pendidikan yang dimintakan. Sedangkan H. Dakir, dikutip sebagai menyatakan bahwa hidden curriculum adalah kurikulum yang tidak direncanakan, tidak diprogram dan tidak dirancang tetapi mempunyai pengaruh, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap output dari proses belajar mengajar. Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hidden curriculum adalah segala pengalaman belajar yang di alami para siswa di luar pengalaman belajar yang bersumber dari kurikulum formal. Menurut Rohinah (2012: 3) kurikulum sebagai dokumen dan sebagai konsep yang disebut kurikulum ideal tidak mempunyai makna apa-apa jika tidak dilaksanakan oleh pendidik dalam proses pengajaran dan pembelajaran di dalam atau di luar kelas. Proses pelaksanaan dan penerapan kurikulum menjadi salah satu materi tersendiri disebut sebagai kurikulum tersembunyi. Apa yang dilakukan oleh guru di dalam dan di luar sekolah akan menjadi pengalaman belajar yang sangat mempengaruhi peserta didik. Pengalaman belajar peserta didik di sekolah dalam pelaksanaan kurikulum ideal disebut sebagai kurikulum yang sebenarnya (real curriculum) atau kurikulum faktual (factual curriculum). Dengan demikian kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) adalah segala sesuatu yang terjadi pada saat pelaksanaan kurikulum ideal menjadi kurikulum faktual. Sebagai contoh segala sesuatu yang terjadi dalam kelas, seperti kebiasaan guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan atau bahkan peserta didik itu sendiri.
Mengingat pentingnya manfaat hidden curriculum bagi perkembangan karakter peserta didik dalam proses maupun pasca pembelajaran, maka hidden curriculum perlu memperoleh pengelolaan yang positif dari pihak sekolah. Dalam hal ini, tentunya mencakup bagaimana hidden curriculum di sekolah maupun pengendalian dan pengevaluasinya untuk menghasilkan tindak lanjut yang lebih baik. Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang erat kaitannya dengan pembentukan karakter peserta didik di SMP Negeri 2 Boja mempunyai visi “Luhur Budi Pekerti Unggul dalam Prestasi”. Tujuan yang akan dicapai dalam kurun waktu 5 tahun kedepan antara lain: mengembangkan lingkungan pendidikan yang kondusif, bersih, indah, nyaman, rindang dan asri dengan ditunjang pembentukan pendidikan nilai-nilai luhur dengan berlandaskan bertaqwa dan akhlak mulia, dan menumbuhkan semangat Nasionalisme peserta didik melalui Pembinaan Nasionalisme yang terintegrasi dengan mata pelajaran. Dari pengamatan awal nampak beberapa hidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja antara lain kegiatan bersalaman di pagi hari, guru menyambut peserta didik dengan senyum, sapa, salam sekaligus mengecek ketertiban dalam berseragam, kebersihan kuku, tagihan kosa kata Bahasa Inggris dipandu peserta didik pilihan, kegiatan sholat dhuhur berjamaah, upacara bendera dan perwalian, senam dan kebersihan, pengelolaan kelas, pemasangan tulisan dan gambar-gambar yang memotivasi di kelas dan lokasi-lokasi yang strategis. Namun demikian, belum semua warga sekolah memiliki komitmen yang sama dalam kegiatankegiatan tersebut. Berangkat dari permasalahan tersebut peneliti mengadakan penelitian dengan
| 205
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
judul “Evaluasi Hidden Curriculum di SMP Negeri 2 Boja Kabupaten Kendal”. Beberapa kajian terdahulu tentang hidden curriculum yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut. Pertama, penelitian Khairun Nisa’ (2009) yang berjudul Hidden Curriculum: Upaya Peningkatan Kecerdasan Spiritual Peserta didik. Hasil kajiannya menunjukkan bahwa penerapan hidden curriculum dapat membantu pencapaian tujuan pendidikan nasional yang diinginkan, peserta didik tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara spiritual. Oleh karena itu, hidden curriculum harus menjadi kajian evaluatif dalam proses perbaikan dan pengembangan sekolah. Kedua, penelitian Sigit Wahyono (2010) yang berjudul Inovasi Hidden Curriculum pada Pesantren Berbasis Entrepreneurship (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al Isti’anah Plangitan Pati). Hasil dari penelitian ini adalah inovasi pendidikan entrepreneurship yang diaplikasikan dalam bidang- antara lain: 1) visi seorang kyai atau bahasa sederhananya, impian dan keinginan seorang kyai dalam membentuk tradisi dan aktifitas keseharian dalam pondok pesantren, 2) pola hubungan yang dibangun antara sesama santri, antara santri dengan ustadz dan santri dengan pengasuh/kyai, 3) peraturan, rutinitas sehari-hari dan kebijakan yang ada dan diterapkan dalam aktivitas keseharian pada Pondok Pesantren Al-Isti’anah. Ketiga, penelitian Wijayanto (2014) dengan judul Kepemimpinan kepala sekolah perempuan dalam mengembangkan hidden curriculum (studi kasus di SD Plus Al-Kautsar Malang). Hasil penelitian sebagai berikut: (1) Hidden curriculum yang dikembangkan difokuskan pada dua aspek yaitu: (a) kegiatan terprogram yang diwujudkan melalui misi sekolah serta kegiatan ekstrakurikuler dan (b) kegiatan tidak
206 |
terprogram yang diwujudkan melalui keteladanan guru dan pembiasaan budaya sekolah. (2) Strategi pengembangan hidden curriculum dilakukan melalui: (a) pembiasaan peserta didik untuk menerapkan budaya 7S (salam, salim, senyum, sapa, santun, sehat dan sabar), (b) pelatihan kepemimpinan peserta didik, (c) penerapan jam motivasi untuk guru, (d) penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif. (3) karakteristik kepala sekolah perempuan dalam mengembangkan hidden curriculum mengacu pada dua aspek yaitu: (a) berkaitan dengan karakter kepala sekolah yang feminis sebagai seorang perempuan yang dapat dilihat pada integritas kepala sekolah, gaya kepemimpinan kepala sekolah, kemampuan manajerial kepala sekolah serta kompetensi kepala sekolah, (b) berkaitan dengan faktor penentu keberhasilan hidden curriculum yang meliputi kewenangan kepala sekolah, peran guru dalam mengawal pelaksanaan hidden curriculum, dukungan orang tua, serta otonomi sekolah. (4) dukungan komponen sekolah dalam pelaksanaan hidden curriculum menjadi langkah strategis bagi pengembangan karakter positif peserta didik. (5) kendala pelaksanaan hidden curriculum bersumber dari dua hal yaitu (a) internal sekolah berupa minimnya kesadaran guru dalam menjalankan program yang telah ditetapkan yang berdampak pada pelanggaran terhadap komitmen yang telah disepakati. Solusinya dilakukan melalui upaya-upaya sistematis dengan mencatat setiap pelanggaran yang dilakukan oleh guru kedalam buku kasus, mengingatkan kembali akan tanggung jawab dan peran sebagai pendidik, pemberian teguran prosedur yang berlaku hingga pengurangan jam mengajar bagi guru. (b) eksternal sekolah berupa minimnya kesadaran orang tua dalam pendidikan anaknya yang berdampak pada kepedulian orang tua untuk mendukung setiap aktifitas
Evaluasi Hidden Curriculum SMP...|Neni Lestari & Bambang S. Sulasmono
positif peserta didik. Solusinya dilakukan melalui pembentukan Forum Komunikasi Kelas, membentuk SMS Centre, dan optimalisasi website sekolah. (6) dampak karakter yang dibangun dari hidden curriculum yaitu: (a) perubahan perilaku warga sekolah ke arah yang lebih baik, (b) terwujudnya suasana sekolah yang nyaman dan menyenangkan, (c) terbangunnya kesadaran peserta didik akan batasan-batasan perilaku yang harus dijalankan, dan (d) tumbuhnya kepercayaan masyarakat pada sekolah untuk pendidikan putra-putrinya Keempat, penelitian “Hidden Curriculum Contributing to Social ProductionReproduction in a Math Classroom” oleh Acar Esin (2012), membuktikan bahwa kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler seringkali dilingkari oleh pengaruh keputusan budaya/ kebiasaan. Di samping itu, sebuah kelas matematika dasar menunjukkan bahwa murid-murid dibentuk dari budaya dan pola sosial yang memudar lebih dari yang diharapkan. Kelima, penelitian oleh Zuhal Cubukcu (2012) berjudul “The Effect of Hidden Curriculum on Character Education Process of Primary School Students” adalah penelitian yang menggunakan model studi kasus dengan tujuan untuk mengetahui kegiatan yang mendukung dan pandangan siswa yang berpartisipasi dalam kegiatan ini tentang pentingnya kurikulum tersembunyi dalam mendapatkan nilai dalam pendidikan karakter di sekolah dasar. Hasilnya kegiatan yang mendukung kurikulum tersembunyi antara lain seperti kegiatan sosial dan budaya, kegiatan waktu luang dan kegiatan sportif, perayaan hari-hari khusus dan minggu, karya klub sosial. Semua kegiatan itu dianggap sebagai sarana yang bagi siswa sekolah dasar dalam memahami, menginternalisasi dan mewujudnyatakan nilai-nilai. Sejalan dengan latar belakang masalah dan kajian beberapa penelitian di atas
maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah: a) bagaimana pelaksanaan Hidden Curriculum di SMP Negeri 2 Boja Kabupaten Kendal?, b) apa dampak dari Hidden Curriculum di SMP Negeri 2 Boja Kabupaten Kendal?, dan c) apa faktor-faktor penentu keberhasilan dan keberlanjutan Hidden Curriculum di SMP Negeri 2 Boja Kabupaten Kendal?. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan Hidden Curriculum, dampak dari pengelolaan Hidden Curriculum, dan faktor-faktor penentu keberhasilan dan keberlanjutan Hidden Curriculum di SMP Negeri 2 Boja, berdasarkan atas jawaban ketiga masalah penelitian di atas akan dirumuskan beberapa masukan bagi perbaikan pengelolaan hidden curriculum di SMP N 2 Boja, Kendal. Jadi penelitian ini diharapkan bisa memberikan manfaat baik secara teoritis dan praktis bagi para pemerhati pendidikan. Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan kepada peneliti dan pembaca mengenai hidden curriculum terhadap terbentuknya karakter peserta didik dan memberi sumbangan bagi pengembangan teori tentang kurikulum khususnya kurikulum tersembunyi. Secara praktis, bagi kepala sekolah dan guru hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan pendidikan yang berkaitan dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga pada akhirnya dapat memberikan kepuasan (satisfaction), kepercayaan (trust), dan pelayanan (service) kepada masyarakat luas dan pemakai jasa pendidikan (stakeholders) terhadap lembaga pendidikan khususnya di SMP Negeri 2 Boja. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian evaluatif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian evaluatif dalam hal ini adalah | 207
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
penelitian yang berupaya mengevaluasi sesuatu untuk memperoleh hasil secara maksimal. Dalam penelitian ini jenis evaluasi yang digunakan peneliti adalah model Goal Free Evaluation (Arikunto & Jabar, 2014). Subyek utama dalam penelitian ini adalah Kepala Sekolah, guru dan peserta didik di SMP Negeri 2 Boja baik yang aktif maupun pasif dalam mengikuti proses pembelajaran. Pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti berfungsi sebagai pelaku dan instrumen. Adapun untuk mengumpulkan data digunakan beberapa teknik yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Peneliti dalam mengambil data menggunakan beragam sumber data yang berbeda-beda. Artinya data yang sama atau sejenis akan lebih valid kebenarannya apabila digali dari beberapa sumber data yang berbeda, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk sebagai sumber triangulasi data yang sama secara serempak. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Bentuk kegiatan pengembangan hidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja antara lain: budaya 3S (senyum, salam, dan sapa), keteladanan seluruh warga sekolah, membina hubungan baik antar warga sekolah, upacara bendera, pengelolaan kelas dan lingkungan sekolah seperti kebersihan dan kesehatan kelas dan lingkungan sekolah, mengintegrasikan nilainilai dalam proses pembelajaran, ibadah khusus keagamaan, dan layanan kantin sekolah dan kantin kejujuran. Pelaksanaan hidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja merupakan integrasi kerjasama antar pihak sekolah. Kepala sekolah didukung oleh para guru dan peserta didik berkomitmen melestarikan keberlangsungan 208 |
hidden curriculum di sekolah yang bernuansa positif dan memberikan manfaat bagi sekolah. Sebaliknya, pihak sekolah menghentikan berbagai program kegiatan di sekolah jika kegiatan tersebut bernuansa negatif. Hal ini sebagai bentuk tanggungjawab pihak sekolah pada hidden curriculum sekolah. Hidden Curriculum di SMP Negeri 2 Boja berlangsung dengan baik karena memiliki tujuan yang mengarah pada tercapainya peserta didik yang memiliki pengetahuan, berakhlak mulia dan berkarakter. Pada akhirnya nanti hidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja dapat membentuk budaya sekolah yang baik, sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan masyarakat pada sekolah untuk pendidikan putra putrinya. Kepala sekolah sebagai manajer di sekolah memberikan dukungan dalam bentuk riil dan berperan pada setiap kegiatan di sekolah dalam bentuk keteladanan guna menumbuhkan program hidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja. Keberadaan guru sebagai tenaga pendidik memiliki posisi strategis dalam mendampingi peserta didik. Peran guru dalam pelaksanaan hidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja tidak terbatas, baik pada saat pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Aktivitas peserta didik dalam pelaksanaan hidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja berlangsung secara alamiah dengan latar belakang yang berbeda dan pengalaman hidup masing-masing. Peserta didik menjadi lebih aktif karena adanya dukungan kepala sekolah dan guru sehingga terbina potensi karakter peserta didik yang positif. Pelaksanaan hidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja Kendal memunculkan banyak manfaat sebagai dampak positif yang bermuara pada terbentuknya peserta didik berkarakter bangsa dengan prestasi yang
Evaluasi Hidden Curriculum SMP...|Neni Lestari & Bambang S. Sulasmono
optimal dan terbentuknya budaya sekolah yang berkarakter. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 1. Tabel 1 Gambaran umum dampak kegiatan pengembangan hidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja Kegiatan Hidden Curriculum Budaya 3S (senyum, salam, dan sapa)
Upacara Bendera
Membangun kedisiplinan
Pengelolaan kelas dan lingkungan sekolah (kebersihan, kesehatan, dan mengelola kelas) Ibadah khusus keagamaan
Pengintegrasian nilai-nilai dalam proses pembelajaran
Keteladanan Warga Sekolah
Pihak yang terlibat Peserta didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan Peserta didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan Peserta didik, guru, kepala sekolah, dan tenaga kependidikan, orang tua
Dampak - Peserta didik secara spontan memberi salam, bersalaman, dan mencium tangan ketika dimanapun berjumpa dengan guru, KS, maupun tenaga kependidikan - Kedisiplinan peserta didik terbentuk
- Peserta didik menjadi lebih tertib dan santun dalam berpakaian, lebih sopan dalam bersikap dan berperilaku - Orang tua mengapresiasi adanya komunikasi yang dilakukan terkait dengan pelanggaran peserta didik
Peserta didik, guru, kepala sekolah, koordinator 7K, tenaga kependidikan dan wali kelas Peserta didik, guru agama, wali kelas, kepala sekolah dan pembantu kepala sekolah Peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan -
Semua warga sekolah
-
Hubungan antar warga sekolah
Peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan
-
Layanan kantin sekolah dan kantin kejujuran
Peserta didik, guru, kepala sekolah, tenaga kependidikan pengurus OSIS, pengelola kantin -
Peserta didik menjadi lebih peduli terhadap kebersihan dan kesehatan Lingkungan yang bersih, indah dan asri. Suasana ruang dan kelas yang nyaman untuk belajar Peserta didik dapat beribadah sholat duhur lebih tepat waktu
Pembelajaran di kelas berlangsung lebih kondusif Peserta didik lebih memahami bahwa nilai/norma tidak hanya dipelajari pada mapel Agama dan PKn saja. Peserta didik lebih menata perilaku, tutur kata yang santun di sekolah. Kebiasaan guru datang tepat waktu ketika mengajar di kelas berpengaruh kepada pembentukan kepribadian peserta didik. Perubahan perilaku warga sekolah menjadi lebih baik Terbina kedekatan peserta didik dengan kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan sehingga tercipta suasana kekeluargaan yang lebih kental. Tercipta hubungan yang harmonis antar warga sekolah sehingga jarang terjadi konflik Kondisi kantin sekolah yang kurang representatif menimbulkan peserta didik kurang dalam memperhatikan kesehatan, kebersihan, saling menghargai, dan disiplin waktu Layanan kantin kejujuran belum mampu mendidik pemahaman dan perilaku jujur dalam lingkungan skala kecil yaitu disekolah
Sumber: Data penelitian, diolah
| 209
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
Pelaksanaan hidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja didukung oleh semua pihak, baik oleh kepala sekolah, guru, komite, orang tua peserta didik dan peserta didik. Peserta didik melaksanakan hidden curriculum dengan semangat dan kesediaannya dalam mengikuti arahan guru dalam berbagai kegiatan berdasarkan atas kondisi lingkungan sekolah yang mendukung. Dukungan dari kelengkapan sarana prasarana yang tersedia, berupa tersedianya lapangan sepak bola, halaman sekolah yang luas dan bisa untuk pelaksanaan upacara, musholla untuk kegiatan keagamaan, dan lingkungan sekolah yang asri dan mendukung, dan ruang kelas yang memadai. Pembahasan Program utama SMP Negeri 2 Boja tertuang dalam visi, misi dan tujuan sekolah. Adanya visi, misi dan tujuan sekolah berorientasi pada keberhasilan yang berupa tercapainya mutu pendidikan baik berupa prestasi akademik maupun non akademik. Selain kurikulum normatif, keberhasilan mutu akademik didukung oleh kegiatan harian yang berupa hidden curriculum. Hidden Curriculum di sekolah sebagai kurikulum yang tidak terencana, sehingga bisa dikatakan sebagai kurikulum yang tersembunyi, hal ini berupa aturan-aturan tak tertulis namun sudah menjadi aktivitas yang rutin. Hidden Curriculum di SMP Negeri 2 Boja merupakan sejumlah pengalaman peserta didik dalam mengembangkan nilai-nilai di sekolah yang prosesnya berbeda-beda sesuai tingkat semangat kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan kondisi fisik serta keadaan sosial dari sekolah, bertujuan untuk membentuk peserta didik berkarakter. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Zamroni (2011:111) tentang budaya sekolah adalah pola nilai-nilai, prinsi-prinsip, tradisi-tradisi dan 210 |
kebiasaan-kebiasaan yang terbentuk dalam perjalanan panjang sekolah, dikembangkan sekolah dalam jangka waktu yang lama dan menjadi pegangan serta diyakini oleh seluruh warga sekolah sehingga mendorong munculnya sikap dan perilaku warga sekolah. Strategi pengembangan hidden curriculum SMP Negeri 2 Boja Kendal antara lain meliputi 1) upacara bendera, 2) Pengelolaan lingkungan sekolah (kebersihan, kesehatan), 3) Membangun dan menegakkan kedisiplinan, 4) Ibadah khusus keagamaan, 5) Senyum, salam, dan sapa, 6) Keteladanan (Kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan), 7) Hubungan peserta didik dengan Kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan, 8) Layanan kantin sekolah. Persamaan dengan penelitian Wijayanto (2014) adalah strategi pengembanganhidden curriculum melalui budaya senyum, salam, sapa, penciptaan lingkungan sekolah yang kondusif. Sejalan juga dengan apa yang dikemukakan oleh Dede Rosyada (2004), hidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja mempengaruhi siswa, baik menyangkut lingkungan sekolah, suasana kelas, pola interaksi guru dengan siswa dalam kelas, bahkan pada kebijakan serta manajemen pengelolaan sekolah secara lebih luas dan perilaku dari semua komponen sekolah dalam hubungan interaksi vertikal dan horisontal mereka. Salah satu tujuan hidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja adalah mengarah pada tercapainya peserta didik berprestasi dan berkarakter secara komprehensif yang pada akhirnya dapat membentuk budaya sekolah yang positif. Sesuai dengan apa yang telah diamanatkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional bertujuan membentuk insan Indonesia yang cerdas dan berkepribadian atau berkarakter sehingga melahirkan generasi bangsa yang tumbuh dan berkembang dengan karakter yang
Evaluasi Hidden Curriculum SMP...|Neni Lestari & Bambang S. Sulasmono
bernapaskan nilai-nilai luhur bangsa dan agama (Anas Salahudin, 2013: 42) . Selaras dengan penelitian Khairun Nisa’ (2009) bahwa penerapan hidden curriculum bertujuan agar peserta didik tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas secara spiritual, sehingga hidden curriculum menjadi kajian evaluatif dalam proses perbaikan dan pengembangan sekolah. Dampak Hidden Curriculum di SMP Negeri 2 Boja Kabupaten Kendal Pengembangan hidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja memberikan dampak positif antara lain: 1) peningkatan kedisiplinan dan nasionalisme pada kegiatan upacara bendera; 2) terwujudnya lingkungan sekolah menjadi bersih dan asri, dan peserta didik terbiasa membuang sampah di tempatnya pada kegiatan pengelolaan lingkungan sekolah, 3) kegiatan membangun dan menegakkan kedisiplinan, berdampak pada ketertiban dan kedisiplinan peserta didik di sekolah meningkat, 2) kegiatan ibadah khusus keagamaan, meningkatnya peserta didik dalam kesadaran untuk beribadah tepat waktu, 3) kegiatan Senyum, Salam, dan Sapa, memberikan dampak pada spontanitas peserta didik bersalaman, menyapa dengan sopan ketika bertemu dengan Kepala Sekolah, guru, dan tenaga kependidikan, 4) keteladanan dari Kepala Sekolah, guru, dan tenaga kependidikan berupa tutur kata yang sopan dan sikap yang santun mampu membentuk pola yang baik dalam perilaku yang santun, tutur kata yang sopan dalam kehidupan di masyarakat. 5) kebiasaan guru datang tepat waktu ketika mengajar di kelas akan berpengaruh positif pada pembentukan kepribadian peserta didik. 6) Pengintegrasian nilai-nilai dalam proses pembelajaran telah mampu menjadikan pembelajaran di kelas berjalan kondusif, dan peserta didik menjadi paham bahwa nilai-nilai tidak hanya dipelajari
pada mata pelajaran Agama dan PKn saja tetapi pada semua mata pelajaran. Selain mata pelajaran Agama dan PKn, nilai-nilai juga dipelajari pada mata pelajaran lainnya seperti penelitian Esin Acar (2012) bahwa dalam kelas matematika dasar peserta didik dapat dibentuk dari budaya dan pola sosial yang telah memudar. Kegiatan ibadah khusus keagamaan sangat didukung oleh kondisi masyarakat Kendal yang agamis sehingga seharusnya tidak sulit untuk membentuk generasi yang berakhlak mulia. Berdasarkan uraian tersebut bisa dikatakan bahwa pelaksanaanhidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja Kendal berdampak pada perubahan perilaku warga sekolah kearah yang lebih baik, terwujudnya suasana sekolah yang bersih dan asri, aman dan nyaman, tumbuhnya kepercayaan masyarakat pada sekolah akan pendidikan putra putrinya. Disamping itu pengembangan hidden curriculum dapat membentuk peserta didik berkarakter dengan prestasi yang optimal dan terbentuknya kultur sekolah yang baik sehingga terwujud pendidikan yang baik. Faktor-faktor penentu keberhasilan dan keberlanjutan Hidden Curriculum di SMP Negeri 2 Boja Kabupaten Kendal Pelaksanaan hidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja Kabupaten Kendal berlangsung karena berbagai faktor pendukung baik internal maupun eksternal. Faktor pendukung internal dapat terlihat berupa: 1) adanya SDM yang berkualitas (meliputi: kepala sekolah, guru, peserta didik), 2) tersedianya sarpras sekolah, 3) lingkungan sekolah. Dimana ketiga faktor di atas tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Faktor pendukung eksternal pelaksanaan hidden curriculum di SMP Negeri 2 Boja muncul dari orang tua peserta didik, komite | 211
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
sekolah serta masyarakat mengenai pembentukan karakter peserta didik dan berbudi luhur. Hal ini selaras dengan penelitian “Inovasi Hidden Curriculum pada Pesantren Berbasis Entrepreneurship” oleh Sigit Wahyono (2010) dan penelitian “Kepemimpinan Kepala Sekolah Perempuan dalam Mengembangkan Hidden Curriculum” oleh Wijayanto (2014) menunjukkan bahwa keteladanan guru dan kepala sekolah dan pembiasaan budaya sekolah merupakan faktor penentu keberhasilan hidden curriculum sebagai langkah strategis bagi pengembangan karakter peserta didik. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pelaksanaan Hidden Curriculum di SMP Negeri 2 Boja Kabupaten Kendal dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang berorientasi pada terbentuknya peserta didik berkarakter dan pencapaian prestasi serta mutu pendidikan, meliputi: 1) upacara bendera, 2) pengelolaan lingkungan sekolah, 3) membangun dan menegakkan kedisiplinan, 4) ibadah khusus keagamaan, 5) senyum, salam, dan sapa, 6) keteladanan, 7) hubungan peserta didik dengan kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan, 8) layanan kantin sekolah. 2. Dampak Hidden Curriculum di SMP Negeri 2 Boja Kabupaten Kendal meliputi: 1) kegiatan upacara bendera, memberikan dampak positif pada peningkatan kedisiplinan dan tepat waktu; 2) kegiatan pengelolaan lingkungan sekolah (kebersihan, kesehatan) berdampak positif pada terwujudnya lingkungan sekolah menjadi bersih, peserta didik terbiasa membuang sampah di tempatnya, 3) kegiatan membangun dan menegakkan kedisiplinan, memberikan dampak positif pada ketertiban dan 212 |
kedisiplinan peserta didik di sekolah, 2) kegiatan Ibadah khusus keagamaan, memberikan manfaat berupa meningkatnya peserta didik dalam kesadaran untuk beribadah setiap waktu, 3) kegiatan Senyum, Salam, dan Sapa, berdampak positif pada kebiasaan peserta didik senyum dan bersalaman, menyapa dengan sopan ketika bertemu, 4) keteladanan dari Kepala Sekolah dan guru berdampak positif bagi peserta didik dalam bertutur kata santun dan bersikap. 5) kebiasaan guru datang tepat waktu berdampak positif pada kepribadian peserta didik yang disiplin. 6) pembinaan hubungan yang baik antara peserta didik dengan guru berdampak positif pada terciptanya suasana kekeluargaan. Hasil dari pengembangan hidden curriculum adalah terbentuknya peserta didik berkarakter bangsa dengan prestasi yang optimal dan kultur sekolah kondusif berbasis karakter. c. Faktor-faktor penentu keberhasilan dan keberlanjutan Hidden Curriculum di SMP Negeri 2 Boja Kabupaten Kendal, terdiri atas faktor pendukung internal meliputi: SDM yang berkualitas, tersedianya sarpras sekolah, lingkungan sekolah yang asri. Faktor pendukung eksternal berupa dukungan orang tua peserta didik, komite sekolah dan masyarakat mengenai pembentukan peserta didik berkarakter dan berbudi luhur. Saran 1. Kepala Sekolah hendaknya: a) menghentikan kebiasaan-kebiasaan yang berkonotasi negatif yang berakibat pada rendahnya karakter dan mutu pendidikan, b) mensupervisi tidak hanya berkaitan dengan kurikulum normatif saja, melainkan juga pada hidden curriculum, c) sebagai agen perubahan diharapkan mampu mewujudkan layanan kantin yang sehat dan representatif, misalnya
Evaluasi Hidden Curriculum SMP...|Neni Lestari & Bambang S. Sulasmono
dengan upaya menjalin kerjasama dengan Dinas Kesehatan setempat untuk mensertifikasi kantin sehat yang menjual makanan sehat, bebas MSG dan pengawet, d) berupaya menjembatani antara pihak sekolah dengan komite untuk duduk bersama dalam pengembangan karakter peserta didik. Sehingga tidak selalu pihak sekolah mengundang orang tua ketika berurusan dengan finansial saja. 2. Guru hendaknya: (1) menghentikan kebiasaan-kebiasaan yang berkonotasi negatif yang berakibat pada rendahnya karakter dan mutu pendidikan, (2) lebih meningkatkan pengetahuannya dengan banyak membaca buku khususnya berkaitan dengan perkembangan peserta didik. DAFTAR PUSTAKA Acar, Esin. 2012. Hidden Curriculum Contributing to Social ProductionReproduction in a math Classroom. International Online Journal of Educational Sciences 4 (1):19-30. Anas Salahudin. 2013. Pendidikan Karakter: Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa. Bandung: CV. Pustaka Sedia. Arikunto, Suharsimi & Abdul Jabar. 2014. Evaluasi Program Pendidikan: Pedoman Teoretis Praktis bagi Mahapeserta didik dan Praktisi Pendidikan. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Khairun Nisa. 2009. Hidden Curriculum: Upaya Peningkatan Kecerdasan Spiritual Peserta didik. Lentera Pendidikan, Vol 12 No. 1. Juni. 72-86. Rohinah M.Noor. 2012. The Hidden Curriculum: Membangun Karakter melalui Kegiatan Kurikuler. Yogyakarta. Insan Madani Sigit Waluyo.2010. Inovasi Hidden Curriculum pada Pesantren Berbasis Enterpreneurship (Studi Kasus di Pondok Pesantren Al-Isti’anah Plangitan Pati). Semarang IAIN Walisongo. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta. Undang-Undang No. 20. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Wijayanto & Nurul Ulfatin. 2014. Kepemimpinan Kepala Sekolah Perempuan dalam Mengembangkan Hidden Curriculum. Manajemen Pendidikan: Volume 24 Nomor 3, Maret jal 242-250. Wina Sanjaya. 2008. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Zamroni. 2011. Manajemen Berbasis Sekolah: Piranti Reformasi Sistem Pendidikan. Zuhal Cubukcu. 2012. The Effect of Hidden Curriculum on Character Education Process of Primary School Student. Education, Vol. 133 (1): 49-66.
Dede Rosyada. 2004. Paradigma Pendidikan Demokrasi. Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.
| 213
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
Kelola Jurnal Manajemen Pendidikan Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
ISSN 2443-0544 Volume: 2, No.2, Juli-Desember 2015 Halaman: 214-220
ANTUSIASME GURU DALAM PROGRAM PENGEMBANGAN KOMPETENSI PEDAGOGIK DAN DETERMINANNYA*)
Donald Samuel
[email protected] Program Studi S1 Pendidikan Ekonomi FKIP - Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRACT This study aimed to describe the enthusiasm of the teachers at SMPN 2 Gedangsari, Gunung kidul in the program of Education and Training (Dik-lat) for pedagogic competence development, organized by the Education Foundation of Astra-Michael D. Ruslim (which is running a program of Corporate Social Responsibility in the field of education in the middleschool. In addition, this study also aimed to find the determinant factor for the enthusiasm of the teachers. This research applied mixed method. The results showed enthusiasm in participating in teacher training pedagogical competence development was quite high. In quantitative terms, the level of enthusiasm of teachers was worth on average 3.8 with H0 was rejected (teacher enthusiasm was high). In addition, there were several determinants affecting the enthusiasm of teachers, namely, the intensity of individual meetings (b value = 0.633), while the suitability of the teacher trainers approach did not affect the enthusiasm (b value = 0.364). Thus, the trainer advised to frequently meet with the teacher so that the enthusiasm of teachers increased, and dik-lat program targets could be achieved well. Keywords: Enthusiasm, Pedagogiccompetence, Meeting Intensity, Approach.
PENDAHULUAN Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen menentukan bahwa guru yang profesional perlu memiliki 4 kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional. Dari keempat kompetensi tersebut, kompetensi pedagogik adalah kompetensi yang strategis, karena kompetensi inilah yang membedakan
profesi guru dengan profesi-profesi yang lain. Kompetensi pedagogik berisikan 10 subkompetensi yang mengarah pada kemampuan guru dalam kaitannya dengan pembelajaran yang dilaksanakan. Subkompetensi dimulai dari kemampuan mengenali karakter peserta didik, hingga melakukan tindakan reflektif untuk perbaikan pembelajaran.
*) makalah pernah disajikan dalam seminar nasional “Peningkatan Kinerja Guru dalam Menghadapi Persaingan Global”, FKIP UNS 7 November 2015.
214 |
Antusiasme Guru dalam Program Pengembangan Kompetensi Pedagogik dan Determinannya | Donald Samuel
Kompetensi adalah perpaduan dari penguasaan, pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikirdan bertindak dalam melaksanakan tugas/pekerjaannya; kemampuan yang merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru atau tenaga kependidikan yang tampak sangatberarti (Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan, 1994). Di sini dapat diartikan kompetensi sebagai suatu tugas yang memadai,atau pemilikan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan seseorang. Dari uraian diatas nampak bahwa kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan. Kompetensi guru menunjuk kepada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu dalam melaksanakan tugas-tugas kependidikan. Dikatakan rasional karena mempunyai arah dan tujuan, sedangkan performance adalah perilaku nyata dalam arti tidak hanya diamati tetapi mencakup sesuatu yang tidak kasat mata. Pedagogik adalah teori mendidik yang mempersoalkan apa dan bagaimana mendidik itu sebaik-baiknya (Edi Suardi, 1979). Sedangkan pendidikan menurut pengertian Yunani adalah pedagogik, yaitu ilmu menuntun anak yang membicarakan masalah atau persoalanpersoalan dalam pendidikan dan kegiatankegiatan mendidik, antara lain seperti tujuan pendidikan, alat pendidikan, cara melaksanakan pendidikan, anak didik, pendidik dan sebagainya. Orang Romawi melihat pendidikan sebagai educate, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi peserta didik (Robiah, 2009). Oleh sebab itu pedagogik dipandang sebagai suatu proses atau aktifitas yang bertujuan agar tingkah laku manusia mengalami perubahan (Dewi Gusti, 2009).
Adapun pengertian kompetensi pedagogik adalah kemampuan dalam pengelolaan peserta didik, (Saiful Sagala, 2009) meliputi: 1. Pemahaman wawasan guru akan landasan dan filsafat pendidikan. 2. Guru memahami potensi dan keberagaman peserta didik, sehingga dapat didesain strategi pelayanan belajar sesuai keunikan masing-masing peserta didik. 3. Guru mampu mengembangkan kurikulum/ silabus baik dalam bentuk dokumen maupun implementasi dalam bentuk pengalaman belajar. 4. Guru mampu menyusun rencana dan strategi pembelajaran berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar. 5. Mampu melaksanakan pembelajaranyang mendidik dengan suasana dialogis dan interaktif. 6. Mampu memanfaatkan teknologi pembelajaran 7. Mampu melakukan evaluasi hasil belajar dengan memenuhi prosedur dan standar yang dipersyaratkan. 8. Mampu mengembangkan bakat dan minat peserta didik melalui kegiatan intrakulikuler dan ekstrakulikuler untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik perlu mendapatkan perhatian yang serius. Hal ini penting, dikarenakan pendidikan di Indonesia dinyatakan kurang berhasil oleh sebagian masyarakat. Oleh sebab itu guru harus memiliki kompetensi pedagogik sehingga mampu mengelola pembelajaran dan mengubah paradigma yang ada di masyarakat tersebut. Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru adalah kompetensi pedagogik (Mendiknas, 2007). Karakteristik kompetensi tersebut seperti berikut: 1. Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual. 2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik. | 215
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
3. Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu. 4. Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik Kegiatan pengembangan dapat berupa berbagai kreativitas yang dibangun siswa bersama gurunya. 5. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik. Sudah banyak tool Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran. 6. Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki. 7. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. 8. Menyelenggarakan penilaian dan evaluasi proses dan hasil belajar Guru memiliki hak istimewa dalam menentukan nilai siswa. 9. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran. 10. Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran. Bertolak dari pentingnya kompetensi pedagogik bagi seorang guru, PT. Astra International membuat suatu program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam hal pengembangan kompetensi pedagogik guru melalui Yayasan Pendidikan Astra-Michael D. Ruslim. Salah satu sekolah yang dibina gurugurunya supaya memiliki kompetensi pedagogik yang baik adalah SMP Negeri 2 Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul. Kegiatan pengembangan kompetensi pedagogik yang dilaksanakan di sekolah ini telah dimulai sejak tahun 2008. Kenyataan yang ditemui di lapangan menunjukkan bahwa sebagian guru menampilkan sikap tidak antusias ketika mengikuti program-program yang dilaksanakan. Hal ini tampak dari gejala-gejala ketika program dilaksanakan. Beberapa gejala tersebut adalah 216 |
kecenderungan beberapa guru untuk menghindar ketika bertemu dengan pelatih. Beberapa guru yang didampingi menyatakan bahwa sedang menghadapi berbagai kesibukan, sehingga tidak dapat mengikuti pelatihan atau mengerjakan target-target pelatihan. Berdasarkan gejala-gejala yang tampak, dapat dinyatakan bahwa guru memiliki kecenderungan untuk tidak antusias ketika mengikuti program pengembangan kompetensi pedagogik. Antusiasme adalah energi, bahan bakar, nyala api yang membawa sekitar hasil yang sukses. Seorang penulis terkenal pernah mengatakan bahwa tidak ada yang besar pernah terjadi tanpa antusiasme. Jika Anda ingin mencapai hal-hal besar; jika Anda ingin mewujudkan tujuan besar; jika Anda ingin hidup yang besar, Anda benar-benar harus memiliki antusiasme untuk semua yang Anda lakukan. Mengapa antusiasme begitu penting untuk sukses? Alasannya adalah bahwa perbedaan antara keberhasilan dan kegagalan sering menit. Dua orang dengan hampir jumlah yang sama keterampilan dan bakat dapat berbeda jauh dalam jumlah kesuksesan yang mereka capai. Perbedaan ini tidak dapat dikaitkan dengan memiliki kemampuan lebih dibandingkan orang lain. Bahkan, dalam banyak kasus, orang yang lebih sukses sebenarnya memiliki kemampuan kurang. Perbedaannya adalah dalam antusiasme (Randy Slechta, t.th) Antusiasme adalah kegembiraan, lonjakan gairah, minat yang besar dalam sesuatu. Antusiasme kata berasal dari kata Yunani yang berarti Entheos “Tuhan dalam” atau “diilhami oleh Allah”. Antusiasme dan kepercayaan adalah perasaan, kesadaran dari hubungan antara orang dan sumber kekuatan untuk mencapai tujuan. Antusiasme adalah harmoni dan kepercayaan, kesadaran dari hubungan antara orang dan sumber kekuatan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu kita perlu
Antusiasme Guru dalam Program Pengembangan Kompetensi Pedagogik dan Determinannya | Donald Samuel
berbicara menggunakan antusiasme dan sikap positif dan bertindak dengan kepercayaan. Energi dapat ditransmisikan atau sebagai antusiasme menular dengan sendirinya kepada orang-orang di sekitar kita. Antusiasme akan mendorong seseorang ke depan dan memenangkan perjuangannya (Ruly Mujahid, 2012). Antusiasme adalah pilihan dari perasaan yang muncul dan diseleksi kemudian dilanjutkan dan diperkuat, karena antusiasme dapat dihasilkan dari dan dalam diri kita sendiri atau oleh keadaan di luar diri, paling kuat adalah pilihan sendiri, karena ketika Anda telah memutuskan untuk memilih untuk menjadi antusias, maka akan dijalankan program dalam pikiran langsung menghasilkan energi. Guru perlu memiliki motivasi, antusias dan perasaan sehingga mereka dapat terus bekerja dan melakukan pekerjaan mereka dengan sukacita. Antusiasme harus dibawa ke guru sendiri atau siapa saja yang memiliki tujuan untuk dapat bekerja nyaman, bahagia dan gembira, untuk kemudian mendapatkan kesuksesan. Dalam perannya sebagai agen-agen perubahan, guru antusias perlu memiliki karakteristik dasar atau kemampuan maka ia harus terus-menerus dengan itu. Kemampuan digambarkan indah oleh Fullan (1993) dengan empat dasar kapasitas untuk menjadi melekat dalam guru sebagai agen perubahan. Karakter dasar dari 4 kapasitas adalah: pengembangan visi pribadi, penyelidikan kebiasaan, pentingnya penguasaan dan kolaborasi. Kemampuan untuk belajar bersama atau bekerja sama diperlukan. Selain itu kemampuan untuk belajar untuk mengatasi kelemahan pribadi yang biasanya datang dalam keterbatasan diri. Bekerja dalam kelompok telah juga karakteristik perkembangan modern akhir-akhir ini. Kolaborasi yang efektif biasanya dikompensasi oleh bertanya keterampilan pribadi terus menerus. Namun hal
itu dapat dicapai dalam pembelajaran kolaboratif. Untuk siswa, model ini lebih menarik dan semakin nyata, karena membawa kehidupan nyata ke dalam kompleksitas dan berbagai aspek. Di sebuah perspektif yang lebih luas, guru dapat menerapkan model bersama-sama dan dengan pemangku kepentingan lainnya. Banyak faktor yang dapat membangkitkan semangat/antusiasme, sebagai berikut (Ruly Mujahid, 2012): 1. Niat atau Factor Purpose. Sadar atau tidak sadar seseorang akan sangat senang karena ia memiliki tujuan yang jelas yang ingin dicapai. Akibatnya seseorang mampu memilih jalan dan membuat kananstrategi untuk membangkitkan dan memperkuat semangat. 2. Menetapkan Tujuan atau Target Perencanaan. Ini adalah bagian dari tujuan yang jelas di atas apalagi jika seseorang memiliki menargetkan di masa depan dalam beberapa tahun atau bulan bekerja atau hidup. Penetapan tujuan sangat mem-pengaruhi antusiasme dalam pekerjaan, mengarahkan tindakan dan tetap semangat untuk tetap tinggi. 3. Potensi dan Hambatan Pengakuan. Untuk mewujudkan potensi dan hambatan kemudian seseorang harus memiliki besar gambar kemampuannya, keahlian, kekuatan dan sumber daya apa pun. Mereka adalah hal-hal yang dibutuhkan untuk menjadi ditingkatkan dan belajar, untuk meningkatkan kepercayaan diri, memperkuat harga diri dan pasti terima dengan Pencipta. 4. Positivity dalam pikiran, kata-kata dan perasaan, sebisa mungkin dapat memancarkan energi positif di sekitar dan itu akan direspon oleh alam semesta maka akan dikembalikan kembali ke dia sebagai positif lebih besar. Positif akan menyebabkan sikap dan persepsi positif untuk menghadapi dan mengatasi peristiwa datang, memfasilitasi diri untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pendidikan dan pelatihan adalah seperangkat komponen atau unsur-unsur atau | 217
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
sub-sistem yang berinteraksi untuk meningkatkan kompetensi guru sehingga mereka bisa tampil lebih baik dalam proses belajar mengajar. Pendekatan dalam sistem pendidikan dan pelatihan terdiri dari serangkaian komponen seperti ‘input’,‘proses’, ‘output’, dan ‘outcome’. Unsur ‘Masukan/input’ bisa dalam bentuk materi pendidikan dan pelatihan diajarkan oleh dosen yang kompeten. Tentu saja, ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan mengenai pelatihan manajemen seperti anggaran, waktu, sarana dan prasarana. Sebuah proses pembelajaran adalah sebagai sub-sistem dalam pendidikan dan pelatihan, evaluasi pradan-pospelatihan pendidikan, penataan infrastruktur kelas dan sebagainya (Slameto, 2013). Sebuah program pendidikan dan pelatihan dapat berhasil jika peserta mampu melibatkan diri dalam melakukan perubahan tugas dan perilaku yang tercermin dalam sikap mereka, disiplin dan etos kerja. Salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi pedagogik guru selain antusiasme-adalah organisasi pendidikan dan pelatihan kompetensi yang efektif (Slameto, 2013). Struktur program pendidikan dan pelatihan kompetensi guru perlu dirancang secara komprehensif. Karena pendidikan dan pelatihan yang komprehensif diharapkan secara efektif meningkatkan kompetensi guru. Identifikasi informasi yang berkaitan dengan kompetensi real seorang guru harus memiliki di lapangan. Tujuan kompetensi, pendidikan dan materi pelatihan, pengalaman dikembangkan, sumber belajar, alokasi waktu untuk pendidikan dan pelatihan harus dipetakan ketika merancang pelatihan. Hal ini diperlukan untuk memperhatikan strategi yang relevan dengan karakteristik peserta. Pendidikan dan materi pelatihan harus memfasilitasi pembelajaran aktif dan menyenangkan, berdasarkan kompetensi berbasis pengalaman dan pengembang218 |
an, merancang skenario pelatihan yang efektif yang dikendalikan, dan akuntabel. Pendidikan dan pelatihan harus relevan dengan kebutuhan, untuk mendapatkan respon positif dari para peserta. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan yang terencana melalui proses penilaian penting. Pelatih harus mampu menyampaikan materi dengan baik, menyelenggarakan sesi pendampingan yang teratur, tertib dan penuh makna. Intensitas pertemuan menjadi faktor kunci keberhasilan dik-lat. Ada beberapa strategi pelatihan yang dapat meningkatkan antusiasme guru, yaitu: 1. Kelompok belajar melalui diskusi kelompok kecil 2. Penggunaan konteks yang relevan berdasarkan materi pelatihan disampaikan, 3. Metode evaluasi yang mendalam yang membutuhkan peserta untuk memiliki belajar bermakna bukan hanya menghafal (Gokhale, 1995). Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dengan baik yaitu penerapan pendekatan Andragogi yang didasarkan pada pengalaman dan kinerja pengembangan/ pemberdayaan; pengembangan pengalaman peserta melalui pembelajaran aktif, dan melibatkan peserta sebagai subyek kegiatan pendidikan dan pelatihan selama proses pembelajaran. Dengan mengalami dan terlibat dalam kegiatan tertentu, pendidikan dan pelatihan akan mampu menarik dan menyenangkan dan hati-hati dalam evaluasi. Keterlibatan peserta juga akan membuat mental, emosional, sosial, fisik atau atmosfer yang lebih baik, selain lingkungan pelatihan akan lebih “hidup” dan para peserta akan lebih antusias. Beberapa refleksi diri yang diperlukan untuk melihat, kemudian mengevaluasi dan mengurangi kelemahan. Akibatnya, beberapa sisi terintegrasi (seperti FGD), harus terlibat. Penelitian Slameto (2013) menyatakan bahwa pelatihan yang diikuti 37 guru menunjuk-
Antusiasme Guru dalam Program Pengembangan Kompetensi Pedagogik dan Determinannya | Donald Samuel
kan adanya pengembangan model pelatihan yang efektif dan efisien. Model yang dikembangkan oleh Slameto dipengaruhi 3 determinan yaitu perilaku positif, kejelasan dan kebermaknaan tugas, serta sikap kooperatif dan antisipatif yang meningkatkan 81,6% antusiasme guru. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan antusiasme guru di SMP Negeri 2 Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul dalam mengikuti program Pendidikan dan Pelatihan (Dik-lat) pengembangan kompetensi pedagogik yang diselenggarakan oleh Yayasan Pendidikan Astra-Michael D. Ruslim (yang sedang menjalankan program Corporate Social Responsibility bidang pendidikan di SMP ini). Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menemukan faktor yang menjadi determinan bagi antusiasme guru. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian campuran yang menggunakan strategi triangulasi konkruen. Data kuantitatif yang dihasilkan di triangulasi dengan data kualitatif. Pengumpulan data kuantitatif dengan teknik angket yang disebar pada guru. Sedangkan data kualitatif dikumpulkan dengan cara wawancara. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa antusiasme guru dalam mengikuti pelatihan mendekati kategori tinggi dengan nilai rata-rata
3,8 dan standar deviasi 1,23 sebagaimana tersaji dalam tabel 1. Selain itu intensitas pertemuan berada pada nilai 19,5 dan standar deviasi 2,21. Sedangkan pendekatan yang digunakan oleh trainer berada pada nilai 7,5 dengan standar deviasi 1,27 sebagaimana tersaji dalam tabel 1. Selanjutnya, determinan dari antusiasme, yaitu intensitas dan pendekatan diuji, sehingga diperoleh persamaan regresi Y=5,806+0,633X1 dan Y=-5,806+(-0,364). Nilai beta variabel intensitas adalah 0,633 dengan nilai t 4,139 yang signifikan pada tingkat kesalahan 0,001 yang berarti H0 ditolak atau ada pengaruh intensitas terhadap antusiasme guru. Sedangkan nilai beta variabel pendekatan adalah -0,364 dengan nilai t -1,371 yang signifikan pada 0,188 yang berarti H0 diterima yang berarti tidak ada pengaruh pendekatan terhadap antusiasme guru. Hasil pengumpulan data secara kualitatif mendukung temuan kuantitatif penelitian, di mana guru berpendapat bahwa dengan intensitas yang sering, guru menjadi terbiasa dan menjadi mudah dalam mengembangkan kompetensi pedagogiknya. Oleh karena itulah antusiasme guru menjadi tinggi. Guru berpikir bahwa belajar yang baik adalah belajar yang sering (walau hanya sebentar), dan bukan belajar yang lama namun jarang. Oleh karena itu, intensitas menjadi kunci dari model ini. Temuan penelitian ini sejalan dengan temuan Slameto (2013) sekalipun beda
Tabel 1 Hasil Perhitungan Statistik Deskriptif Antusiasme, Intensitas, dan Pendekatan
N
Valid Missing Mean Std. Deviation
Statistics Antusiasme 20 0 3.8000
Intensitas 20 0 19.5000
Pendekatan 20 0 7.5500
1.23969
2.21241
1.27630
| 219
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015 Tabel 2 Hasil Perhitungan Konstatanta dan Koefisien Persamaan Regresi
Coefficientsa Model
1
(Constant) Intensitas Pendekatan
Unstandardized Coefficients B -5.806 .633 -.364
Std. Error 1.607 .153 .265
Standardized Coefficients Beta 1.130 -.374
t
Sig.
-3.612 4.139 -1.371
.002 .001 .188
a. Dependent Variable: Antusiasme
determinannya, kebiasaan positif, kualitas tugas yang antisipatif, jelas dan bermakna serta kerja sama. Kedua temuan ini memperkuat teori psikologi positif yang terbukti efektif dalam model pendidikan dan pelatihan. SIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan antusiasme guru dalam mengikuti Dik-lat pengembangan kompetensi pedagogik cukup tinggi. Secara kuantitatif, tingkat antusiasme guru bernilai 3,8 secara rata-rata degan keputusan bahwa H0 ditolak (antusiasme guru termasuk tinggi). Selain itu, terdapat dua determinan yang mempengaruhi antusiasme guru, yaitu intensitas pertemuan individu (nilai b = 0,633). Dengan demikian, disarankan pada trainer untuk sering bertemu dengan guru supaya antusiasme guru meningkat, dan target program diklat dapat tercapai dengan baik. DAFTAR PUSTAKA Cece Wijaya dan Tabrani Rusyan. 1994. Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Dewi Gusti. Kompetensi Pedagogik, http:// dewigusti.blogspot.com. Diakses pada tanggal 6 Maret 2009. Edi Suardi. 1979. Pedagogik. Bandung: Angkasa Offset. Fullan, M. G. 1993. Why Teachers Must Become Change Agent. Education 220 |
Reform. Educational leadership Mar 1993, 50, 6. Gokhale. 1995. Collaborative Learning Enhances Critical Thinking. Ejournals JTE. Volume 7, Number 1 Fall 1995. Mendiknas. 2007. Permendiknas RI No. 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Randy Slechta. (t.th). A global leadership and organizational development company. President of Leadership Management International, Inc. Robiah, 2009. Pengertian dan Unsur Pendidikan.http://robiah. Blogmalhikdua. com. Ruly Mujahid. 2012. Bangkitkan antusiasme anda. http://reframepositive.com Saiful Sagala. 2009. Kemampuan Profesionalisme Guru danTenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta. Saiful Sagala. 2009. Kemampuan Profesionalisme Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta. Slameto. 2013. Enthusiasm Enhancement of Elementary School Teacher through ‘Training and Development Personnel Model’ and Its Success. Determinant. DOI: 10.7763/IPEDR. 2013. V66. 17). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Tentang SISDIKNAS.
Analisis Akar Masalah Ketidakefektifan Manajemen Kelas di Sekolah Dasar | Hilda S.Momongan & Supramono
Kelola Jurnal Manajemen Pendidikan Magister Manajemen Pendidikan FKIP Universitas Kristen Satya Wacana
[email protected]
ISSN 2443-0544 Volume: 2, No.2, Juli-Desember 2015 Halaman: 221-231
ANALISIS AKAR MASALAH KETIDAKEFEKTIFAN MANAJEMEN KELAS DI SEKOLAH DASAR DI SALATIGA DAN SEKITARNYA
Hilda Saranita Momongan
[email protected] Alumni Program Pasca Sarjana Manajemen Pendidikan FKIP - Universitas Kristen Satya Wacana
Supramono
[email protected] Program Pasca Sarjana Manajemen Pendidikan FKIP - Universitas Kristen Satya Wacana
ABSTRACT The aim of this study is to determine the root cause of ineffectiveness at classroom management which is applied by teachers as well as to propose solution to overcome ineffectiveness at elementary school’s classroom management. The data collection technique used in this research is focused group discussions and observations in the classrooms. The analysis technique used is Fishbone analysis or Ishikawa diagram. The results of this study shows that there are six roots of ineffectiveness problem at classroom management, namely: 1) teachers did not focus on students individually but to the curriculum only; 2) the existence of dissability students have different learning pace compared to others; 3) there was no demanding from principal about fun learning implementation in classroom; 4) teachers luck of knowledge about classroom management; 5) teachers lack to provide interpersonal relationship with students; 6) teachers had low trust about students ability to disciplined and organized themselves. The proposed solutions formulated together are such as teachers review the lesson plans and the daily teaching journal, teachers implement the system of reward and punishment as well as peer-teaching method to students, and principals require fun learning and supervise teachers in the classrooms. Keywords: root cause, ineffectiveness at classroom management, Fishbone analysis
| 221
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
PENDAHULUAN Salah satu tujuan pendidikan nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia seutuhnya. Menurut Mulyasa (2006), tiga syarat utama dalam pembangunan pendidikan agar dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah sarana gedung, buku berkualitas, serta guru yang profesional. Guru profesional mempunyai pengaruh sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah. Slameto (2013) menyatakan bahwa guru sering dianggap sebagai penyebab utama rendahnya kualitas pendidikan. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya kemampuan guru dalam mengelola proses pembelajaran dan penguasaan pengetahuan tentang manajemen kelas. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 tahun 2007 tentang standar proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah dinyatakan pentingnya manajemen kelas. Manajemen kelas bertujuan mewujudkan situasi dan kondisi kelas yang memungkinkan siswa mengembangkan kemampuan mereka secara optimal, menghilangkan hambatan yang menghalangi terwujudnya interaksi pembelajaran, dan menyediakan dan mengatur fasilitas serta perabot belajar yang mendukung dan memungkinkan siswa belajar sesuai dengan lingkungan sosial, emosional dan intelektual siswa dalam kelas (Dikdasmen, 1996). Manajemen kelas adalah semua aktivitas guru di kelas yang dapat menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar. Manajemen kelas adalah suatu usaha yang dilakukan penanggung jawab kegiatan belajar mengajar dengan tujuan agar tercapai kondisi yang optimal serta kondusif, sehingga dapat terlaksana kegiatan belajar seperti yang diharapkan dan mengendalikan jika terjadi gangguan atau hambatan 222 |
(Cooper, 1995; Arikunto, 2006; dan Mulyasa, 2006). Dengan demikian manajemen kelas merupakan usaha sadar, untuk mengatur kegiatan proses belajar mengajar secara sistematis. Usaha sadar itu mengarah pada penyiapan bahan belajar, penyiapan sarana dan alat peraga, pengaturan ruang belajar, mewujudkan situasi/kondisi proses belajar mengajar dan pengaturan waktu sehingga pembelajaran berjalan dengan baik dan tujuan kurikuler dapat tercapai (Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen, 1996). Tentang tujuan manajemen kelas, Sudirman (2000) menyatakan bahwa tujuan manajemen kelas adalah penyediaan fasilitas bagi macam-macam kegiatan belajar siswa dalam lingkungan sosial, emosional, dan intelektual dalam kelas. Fasilitas yang disediakan itu memungkinkan siswa belajar dan bekerja, terciptanya suasana sosial yang memberikan kepuasan, suasana disiplin, perkembangan intelektual, emosional, dan sikap serta apresiasi pada siswa. serta sifat-sifat individunya (Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen,1996). Dalam hubungan ini, Rusydie (2011) menyatakan bahwa jika kegiatan manajemen kelas dilaksanakan dengan baik maka tujuan dari manajemen kelas dapat tercapai. Secara umum faktor yang mempengaruhi manajemen kelas menurut Djamarah (2006) dibagi menjadi dua golongan yaitu, faktor intern dan faktor ekstern siswa. Faktor intern siswa berhubungan dengan masalah emosi, pikiran, dan perilaku. Faktor ekstern siswa terkait dengan masalah suasana lingkungan belajar, penempatan siswa, pengelompokan siswa, jumlah siswa, dan sebagainya. Di lain pihak Cooper (1995) mengemukakan adanya tiga pendekatan dalam pengelolaan kelas, yaitu Behaviour-Modification Approach (Behaviorism Approach), Socio-emotional Climate Approach (Humanistic Approach), dan Group
Analisis Akar Masalah Ketidakefektifan Manajemen Kelas di Sekolah Dasar | Hilda S.Momongan & Supramono
Process Approach. Schmuck dan Schmuck dalam Entang dan Joni (1985) mengemukakan prinsip-prinsip dalam penerapan pendekatan proses kelompok, adalah mutual expectations, leadership, attraction, norm, communication, cohesiveness. Rukmana & Suryana (2009) menjelaskan bahwa secara garis besar kegiatan guru dalam manajemen kelas ada dua yaitu kegiatan pengaturan kondisi non-fisik meliputi pengaturan kondisi emosional siswa yaitu tingkah laku, kedisiplinan, minat/perhatian, gairah belajar, dinamika kelompok dan pengaturan kondisi sosio-emosional yang melekat pada guru antara lain tipe kepemimpinan, sikap, suara, pembinaan hubungan. Kedua, pengaturan fasilitas belajar mengajar/kondisi fisik meliputi ventilasi, pencahayaan, kenyamanan, letak duduk, penempatan siswa. Selain itu, pengaturan kondisi organisasional yang berkaitan dengan rutinitas yang dilakukan tingkat kelas maupun sekolah juga mempengaruhi keberhasilan manajemen kelas. Selain dua kegiatan manajemen kelas, Good & Brophy (1991) mengatakan bahwa guru juga menghadapi beberapa tipe siswa dalam kelas antara lain successful students, social students, dependent students, alienated students, dan phantom students. Kondisi tersebut juga dialami oleh beberapa sekolah dasar seperti yang terjadi di sekolah dasar di Salatiga yaitu SDN Kauman Kidul, SDN Ujung-Ujung 01 dan 02, SDN Salatiga 02, dan SDN 10 Salatiga. Wawancara awal dengan beberapa guru menyatakan bahwa mereka mengalami beragam kesulitan terutama dalam menghadapi bermacam siswa yang ada dalam kelas sehingga menghambat terjadinya proses belajar mengajar. Berdasar uraian di atas, penulis memandang perlu diadakannya penelitian mengenai apa yang menjadi akar masalah manajemen kelas di lima sekolah dasar Salatiga serta mengusulkan solusi manajemen
kelas agar siswa dapat memaksimalkan prestasi belajarnya secara optimal. Penelitian ini menggunakan Analisis Tulang Ikan atau Diagram Sebab-Akibat untuk mendapat akar masalah manajemen kelas sekolah dasar. Analisis akan dilakukan terhadap kegiatan manajemen kelas yaitu kegiatan pengaturan kondisi non-fisik (emosional dan sosio-emosional), pengaturan kondisi fisik, serta pengaturan kondisi organisasional. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah deskriptif yang menganalisis akar masalah manajemen kelas di 2 (dua) sekolah di Kabupaten Semarang dan 3 (tiga) sekolah di Kota Salatiga serta merumuskan usulan solusi atas permasalahan tersebut. Data primer didapatkan melalui FGD (Focus Group Discussion) dan untuk melengkapi data tersebut dilakukan observasi.FGD dilakukan di tiap sekolah dengan beberapa guru kelas untuk mengetahui akar masalah manajemen kelas, dan merumuskan usulan solusi bersama untuk mengatasi akar masalah manajemen kelas. Dalam penelitian ini observasi dilakukan oleh peneliti di dalam ruang kelas di tiap sekolah saat proses kegiatan belajar mengajar berlangsung. Analisis data penelitian ini menggunakan analisis tulang ikan atau diagram Fishbone (Ishikawa, 1985). Focus Group Discussion di SDN UjungUjung 01 dan 02 dilakukan bersama-sama oleh guru-guru dari kedua sekolah di salah satu ruang kelas SDN Ujung-Ujung 02 setelah siswa pulang sekolah. Jumlah guru yang terlibat FGD berjumlah 4 orang dari kedua sekolah. FGD yang sama juga dilakukan di tiga sekolah lainnya yaitu SDN Kauman Kidul, SDN Salatiga 10, dan SDN Salatiga 02. Jumlah peserta FGD di SD Kauman Kidul berjumlah 3 orang, SDN Salatiga 10 berjumlah 2 orang, dan SDN Salatiga 02 diikuti 2 orang guru. | 223
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
HASIL PENELITIAN
pengaturan kondisi emosional, kondisi sosioemosional, dan kondisi fisik. Sementara peserta dari ketiga sekolah dasar lainnya menyatakan bahwa tiga kegiatan pengaturan dalam manajemen kelas yang memiliki permasalahan paling vital adalah kegiatan pengaturan kondisi emosional, kondisi sosio-emosional, dan kondisi organisasional. Pada kondisi organisasional, guru-guru di SDN Kauman Kidul menyatakan bahwa adanya adanya tugas tambahan dari sekolah sebagai petugas TU dan pustakawan mempengaruhi efektifitas manajemen kelas yang mereka terapkan, sementara guru-guru di SDN Salatiga 10 menyatakan bahwa banyaknya administrasi yang harus diselesaikan yang mempengaruhi manajemen kelas, dan adanya inkonsistensi sekolah dan dinas dalam PSB dinyatakan oleh guru-guru di SDN Salatiga 02 sebagai penyebab utama dalam pengaturan kondisi organisasional yang mempengaruhi efektifitas manajemen kelas. Namun dalam diskusi selanjutnya, para peserta
Pada tahap awal, peserta FGD melakukan brainstorming mengenai semua masalah dalam manajemen kelas tanpa dibatasi ataupun diinterupsi sehingga peserta dapat mencurahkan semua permasalahan yang dihadapi. Setelah itu, semua masalah dikelompokkan sesuai dengan kegiatan pengaturan dalam manajemen kelas. Kemudian, peserta mendiskusikan penyebab utama dari masalah-masalah dalam tiap kegiatan pengaturan dan dimasukkan dalam diagram fishbone. Setelah pengelompokkan selesai dilakukan, para peserta diminta memilih penyebab utama dalam pengaturan manajemen kelas yang memiliki masalah paling penting yang mempengaruhi keefektifan manajemen kelas. Hasil FGD dengan diagram fishbone dapat dilihat pada Gambar 1. Peserta di SDN Ujung-Ujung 01 dan 02 menyatakan bahwa ada tiga kegiatan pengaturan dalam manajemen kelas yang memiliki permasalahan paling vital adalah Pengaturan Kondisi Emosional
Pengaturan Kondisi Sosio -Emosional
Perkembangan teknologi Banyak misbehavior students
Keberadaan siswa ABK membutuhkan penanganan khusus
Sekolah tidak fokus pada sarpras
Guru cenderung monoton dalam kelas
Kelelahan guru secara fisik dan emosional
Minat, perhatian, gairah belajar dalam kelas kurang
Tugas tambahan dari sekolah dan dinas
Inkonsistensi sekolah dan dinas dalam PSB
Pengaturan Kondisi Fisik
Inkonsistensi guru dalam penegakan kedisiplinan
Ketidakefektifan Manajemen Kelas di Sekolah Dasar
Overload tugas administrasi
Pengaturan Kondisi Organisasional
Gambar 1 Diagram Fishbone Hasil FGD di Lima Sekolah Dasar
224 |
Analisis Akar Masalah Ketidakefektifan Manajemen Kelas di Sekolah Dasar | Hilda S.Momongan & Supramono
menyepakati bahwa hanya dua kegiatan pengaturan yang paling berpengaruh terhadap efektifitas manajemen kelas yaitu pengaturan kondisi emosional dan kondisi sosio-emosional. Dalam diagram fishbone di atas tampak bahwa ada tiga penyebab utama pada dua kegiatan pengaturan dalam manajemen kelas yang dialami guru-guru di SDN Ujung-Ujung 01 dan 02 yaitu pada pengaturan kondisi emosional dan sosio-emosional. Penyebab utama timbulnya permasalahan pada kegiatan pengaturan kondisi emosional karena ada banyak misbehavior students dalam kelas. Penyebab utama ini homogen didapati pada kelima sekolah yang menyatakan bahwa misbehavior students dalam kelas yang sebagian besar mencari perhatian siswa lain dan guru mempengaruhi manajemen kelas mereka. Selain itu, penyebab kesulitan dalam pengaturan kondisi emosional adalah minat, perhatian, gairah belajar siswa kurang dalam PBM di kelas. Guru-guru di SDN Salatiga 10 menyadari bahwa siswa kurang berminat karena bosan dengan suasana monoton yang disebabkan oleh sistem teacher-centered yang diterapkan guru. Minat, perhatian, gairah belajar siswa kurang juga homogen didapati di tiga sekolah lainnya yaitu SDN Kauman Kidul dan SDN UjungUjung 01 dan 02. Sementara di SDN Kauman Kidul penyebab utama lainnya dalam pengaturan kondisi emosional adalah keberadaan siswa ABK yang membutuhkan penanganan khusus. Dalam pengaturan kondisi sosio-emosional ditemukan bahwa dalam kelas guru-guru di SDN Ujung-Ujung 01 dan 02 menyatakan bahwa penyebab utama kesulitan dalam pengaturan kondisi sosio-emosional adalah kelelahan secara fisik maupun emosional. Sementara di SDN Salatiga 10 penyebab utama dari permasalahan pengaturan kondisi sosio-emosional adalah guru cenderung monoton dalam PBM. Penyebab ini juga
homogen didapati pada SDN Ujung-Ujung 01 dan 02. Penyebab utama ketiga adalah adanya inkonsistensi guru dalam penegakan disiplin dalam kelas dinyatakan oleh SDN UjungUjung 01 dan 02 serta SDN Salatiga 10 sebagai faktor utama yang berpengaruh dalam pengaturan kondisi sosio-emosional guru. Langkah selanjutnya setelah menyepakati kedua permasalahan dalam kegiatan manajemen kelas, para peserta mulai mendiskusikan akar masalah dari masalah-masalah tersebut. Rangkuman masalah, penyebab utama, serta akar masalah ketidakefektifan manajemen kelas di lima sekolah tersebut disajikan dalam matrik sebab dan akar masalah pada Tabel 2. Dalam Tabel 2 para guru di lima sekolah menyepakati bahwa masalah-masalah dalam pengaturan kondisi emosional disebabkan oleh tiga penyebab utama yaitu banyaknya misbehavior students dalam kelas, keberadaan siswa ABK yang membutuhkan penanganan khusus, minat, perhatian, gairah belajar siswa kurang. Peneliti kemudian menanyakan mengenai akar masalah dari masing-masing penyebab utama dan didapati bahwa akar masalahnya adalah guru belum fokus pada siswa secara individu namun pada penyelesaian kurikulum. Kedua, keberadaan siswa ABK yang memiliki learning pace berbeda dengan siswa lain. Ketiga, belum ada tuntutan dari kepala sekolah mengenai fun learning dalam PBM. Keempat, guru kurang pengetahuan akan manajemen kelas. Kelima, guru kurang mengadakan pendekatan interpersonal dengan siswa. Terakhir, guru kurang percaya bahwa siswa dapat disiplin dan teratur dalam kelas. Dua minggu setelah diadakan FGD, peneliti kembali ke SDN Ujung-Ujung 01 dan 02 untuk melakukan observasi mengenai manajemen kelas yang dilakukan guru dalam kelas. Hasil observasi sesuai dengan hasil FGD | 225
Tabel 2 Matrik Sebab dan Akar Masalah Ketidakefektifan Manajemen Kelas
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
226 |
Analisis Akar Masalah Ketidakefektifan Manajemen Kelas di Sekolah Dasar | Hilda S.Momongan & Supramono
yang dilakukan sebelumnya bahwa dalam proses PBM dalam kelas, tindakan menganggu dan menyimpang banyak dilakukan siswa seperti bermain telepon genggam saat guru sedang fokus pada siswa lain, berlari keluar kelas, mengganggu teman, serta berjalan-jalan dalam kelas. Observasi di SDN Kauman Kidul dilakukan tiga minggu sesudah FGD dilaksanakan. Dalam manajemen kelas, guru terlihat cukup kesulitan menghadapi tingkah laku siswa dalam kelas. Saat guru sedang mengoreksi pekerjaan salah satu siswa atau fokus pada siswa ABK, jeda waktu digunakan siswa lain untuk bermain sendiri, mengganggu teman yang sedang mengerjakan tugas, saling memukul, serta ada beberapa siswa yang bercakap-cakap dengan teman dengan suara keras. Guru kemudian memperingatkan siswa untuk diam dan tenang dengan nada tinggi, namun ketenangan hanya berlangsung sebentar kemudian siswa mulai bermain dan bercanda dengan teman lainnya kembali bahkan ada yang berlari di dalam kelas. Hasil observasi yang dilakukan peneliti di SDN Salatiga 10 pada tiga minggu sesudah FGD juga mendapat hasil yang sama dengan paparan guru-guru saat diskusi. Dalam satu kelas yang diobservasi, guru terkadang kesulitan dalam mengkondusifkan kelas karena kelas dalam situasi siswa ramai berbicara dengan temannya. Hal ini sering terjadi saat ada waktu kosong yang sering dimanfaatkan siswa untuk berbicara sendiri, menjahili teman, berkelahi, maupun berjalan-jalan dalam kelas. Guru sering berbicara menggunakan nada tinggi karena siswa tidak mendengarkan guru saat menegur dengan suara pelan. Observasi di SDN Salatiga 02 dilakukan dua minggu setelah FGD selesai dilakukan. Peneliti menemukan bahwa hasil FDG dengan hasil observasi sedikit berbeda yaitu siswa dalam kelas cenderung lebih mudah diatur dibandingkan siswa di sekolah dengan
jenjang kelas yang sama. Saat siswa mulai berbicara sendiri atau mengganggu teman, guru menegur dengan suara rendah namun tegas dan siswa pun mulai tenang walaupun beberapa saat kemudian siswa kembali ramai saat ada celah waktu kosong. Saat observasi berlangsung, tidak ada siswa yang berjalan-jalan dalam kelas, berteriak, ataupun mengganggu temannya sehingga suasana kelas cukup kondusif. Akar permasalahan di atas menjadi dasar dari perumusan usulan solusi untuk menangani ketidakefektifan manajemen kelas yang diaplikasikan guru dalam kelas. Adapun usulan solusi yang telah dirumuskan bersama dapat dilihat dalam Tabel 3 Dalam Tabel 3, guru-guru menyepakati bahwa alternatif solusi yang dapat dilakukan pada akar permasalahan pertama adalah guru mereview pada RPH maupun RPP yang telah dibuat agar agihan waktu dapat disesuaikan agar waktu untuk pemenuhan kebutuhan psikologi siswa juga dapat terpenuhi. Pada akar permasalahan yang kedua, guru dapat menerapkan sistem reward and punishment pada siswa lain yang dapat menyelesaikan tugasnya dengan disiplin selama guru mendampingi atau fokus pada siswa ABK dan metode peerteaching dalam kelas. Solusi yang dapat dilakukan untuk akar permasalahan ketiga adalah kepala sekolah mewajibkan guru untuk menerapkan fun learning dalam PBM sehingga pembelajaran dalam kelas dapat lebih menarik dan tidak membosankan bagi siswa. Pada akar permasalahan keempat, solusi yang dapat dilakukan adalah guru dapat mereview kembali urgensi manajemen kelas bahwa manajemen kelas bukan hanya sekedar teori atau hasil penelitian namun sesuatu yang wajib diaplikasikan agar tujuan manajemen kelas dapat tercapai. Selain itu, guru dapat mendiskusikan strategi manajemen kelas dengan kolega maupun guru senior sebagai | 227
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
langkah preventif untuk minimalisisr masalahmasalah yang sering terjadi dalam manajemen kelas. Akar permasalahan kelima adalah guru kurang mengadakan pendekatan interpersonal dengan siswa. Solusi yang dapat diaplikasikan dalam kelas adalah guru mengingat kembali prinsip-prinsip dalam manajemen kelas serta mengaplikasikannya dalam PBM. Selain itu, break time yang biasanya berlangsung dua kali dalam satu hari dapat dimanfaatkan guru untuk melakukan pendekatan pribadi pada siswa sehingga hal-hal yang berkaitan dengan siswa, latar belakang keluarga, permasalahan sosialisasi, ataupun permasalahan siswa lainnya dapat diketahui oleh guru sehingga dapat dilakukan langkah-langkah solusinya. Pada akar permasalahan terakhir solusi yang dapat dilakukan untuk guru kurang percaya bahwa siswa dapat disiplin dan teratur adalah adanya konsistensi guru dalam penegakan kedisiplinan dalam kelas dan pengembangan rasa trust guru pada siswa sehingga siswa enggan untuk melakukan tindakan indisipliner dalam kelas.
PEMBAHASAN Berdasarkan pada paparan akar permasalahan di atas maka pada bagian ini akan dibahas mengenai usulan solusi yang dapat diaplikasikan dalam manajemen kelas yaitu, keberadaan misbehaviour students adalah salah satu masalah krusial dalam manajemen kelas karena berpengaruh terhadap smoothness dalam PBM. Selain itu, siswa dengan perilaku mengganggu atau menyimpang juga berpengaruh terhadap tercapainya tujuan manajemen kelas. Namun, guru belum fokus pada siswa secara individu karena hanya berpikir untuk penyelesaian kurikulum agar semua selesai tepat waktu dalam satu semester. Solusi yang dapat dilakukan dalam kelas untuk permasalahan ini adalah guru mereview kembali RPH dan RPP agar agihan waktu untuk kurikulum maupun kebutuhan psikologis siswa dapat terpenuhi. Sebagai contoh, guru memasukkan total waktu sepuluh sampai lima belas menit untuk berbincang atau memberikan perhatian dengan satu atau beberapa siswa dalam kelas. Kegiatan ini dapat dilakukan pada keesokan harinya untuk siswa
Tabel 3 Akar Permasalahan dan Alternatif Solusi Akar Permasalahan
228 |
Alternatif Solusi
Guru belum fokus pada siswa secara individu namun pada penyelesaian kurikulum.
- Guru mereview kembali RPH dan RPP dengan penyesuaian agihan waktu.
Keberadaan siswa ABK yang memiliki learning pace berbeda dengan siswa lain.
- Guru menerapkan sistem reward and punishment kepada siswa. - Guru menerapkan metode peer-teaching dalam kelas.
Belum ada tuntutan dari kepala sekolah mengenai fun learning dalam PBM.
- Kepala sekolah mewajibkan fun learning dalam PBM. - Kepala sekolah melakukan supervisi dalam kelas. - Guru menggunakan variasi dalam PBM.
Guru kurang pengetahuan akan manajemen kelas.
- Guru mereview kembali urgensi manajemen kelas. - Guru bekerjasama dengan kolega/senior sebagai tindakan preventif.
Guru kurang mengadakan pendekatan interpersonal dengan siswa.
- Guru mengaplikasikan prinsip manajemen kelas. - Guru memanfaatkan break time untuk pendekatan personal.
Guru kurang percaya bahwa siswa dapat disiplin dan teratur dalam kelas.
- Guru konsisten dalam penegakan kedisiplinan siswa. - Guru mengembangkan trust pada siswa.
Analisis Akar Masalah Ketidakefektifan Manajemen Kelas di Sekolah Dasar | Hilda S.Momongan & Supramono
yang berbeda sehingga setiap siswa merasa diperhatikan dan diberi kasih sayang oleh guru mereka. Waktu yang ada tidak hanya digunakan untuk penyelesaian kurikulum namun juga dapat digunakan guru untuk mempelajari karakter tiap siswa, mencari tahu latar belakang siswa, permasalahan yang dihadapi dalam belajar maupun bersosialisasi bahkan juga minat bakat pada masing-masing siswa. Siswa ABK dalam kelas membutuhkan perhatian serta waktu khusus dalam penanganannya padahal guru memiliki waktu terbatas untuk menyelesaikan semua tugasnya dalam kelas. Para guru merasa kesulitan dalam menyampaikan materi kepada seluruh kelas maupun pada saat membimbing siswa ABK secara khusus. Solusi yang telah dirumuskan adalah pemberian reward and punishment dalam kelas selama guru fokus membimbing siswa ABK. Sebagai contoh, guru akan memberikan reward berupa hadiah kecil atau poin yang dikumpulkan hingga akhir tahun. Para siswa yang mendapat poin yang tinggi akan mendapat hadiah akhir tahun. Punishment dapat diberikan untuk siswa yang tidak disiplin contohnya berdiri di depan kelas atau mengerjakan tugas piket tambahan. Selain reward and punishment, solusi yang dapat diaplikasikan adalah metode peer-teaching yaitu siswa dibagi dalam kelompok dengan ketua kelompok yang dapat bertanggung-jawab atas kelompoknya dan dengan kemampuan akademis beragam agar siswa dapat saling membantu. Tujuan lain peer-teaching adalah agar siswa tidak sibuk sendiri dalam kelas selama guru fokus pada siswa ABK. Minat, perhatian, gairah belajar kurang dapat ditingkatkan dengan metode mengajar yang menarik. Namun, pada kenyataannya guru cenderung monoton dengan metode pembelajaran teacher-centered. Akibatnya, siswa kurang berminat dan bergairah dalam mengikuti
PBM dalam kelas sehingga mencari kegiatan yang lebih menarik bagi mereka. Guru-guru tidak berminat untuk menerapkan fun learning karena belum ada tuntutan dari kepala sekolah, selain itu mereka juga fokus pada penyelesaian materi. Kepala sekolah dapat mewajibkan fun learning dalam PBM sebagai salah satu solusi sehingga guru terpacu untuk mengembangkan metode pembelajaran yang lebih menarik minat siswa. Kepala sekolah juga diharapkan melakukan supervisi sebagai tindak lanjut dari penerapan fun learning dalam kelas. Supervisi diharapkan dapat meningkatkan kinerja guru dalam menerapkan manajemen kelas yang efektif. Selain itu, melalui supervisi guru dapat terpacu untuk menerapkan fun learning dalam kelas. Guru juga dapat menggunakan variasi dalam PBM dengan penggunaan audio visual aids seperti alat peraga, video, juga games atau group discussion agar siswa lebih tertarik dalam mengikuti PBM dalam kelas. Guru cenderung monoton dalam PBM disebabkan oleh kurangnya keterampilan dalam menganalisis kondisi kelas. Akar permasalahannya terletak pada kurangnya pengetahuan akan manajemen kelas. Salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah guru mereview kembali akan urgensi manajemen kelas, teori maupun aplikasi agar dapat efektif dilaksanakan. Guru juga dapat bekerjasama dengan kolega dengan cara mendiskusikan secara terus menerus mengenai manajemen kelas sebagai langkah preventif untuk permasalahan yang sering terjadi dalam manajemen kelas. Banyaknya permasalahan dalam kelas antar siswa maupun guru dengan siswa yang mengakibatkan kelelahan guru secara fisik maupun emosional disebabkan oleh kurang akrabnya guru dengan siswa dan kurangnya pemahaman guru terhadap siswa secara individu. Selain itu, disebabkan juga oleh kurangnya | 229
Jurnal Kelola Vol.2, No.2, Juli-Desember 2015
pendekatan interpersonal guru dengan siswa. Guru harus dapat mengaplikasikan prinsipprinsip manajemen kelas seperti hangat, antusias, variasi, dan lainnya. Solusi yang kedua adalah guru dapat memanfaatkan waktu break time yang biasanya dilaksanakan dua kali dalam satu hari untuk melakukan pendekatan personal pada siswa. Guru dapat memberi perhatian serta menggali latar belakang siswa, cara bersosialisasi, maupun mencari tahu kesulitan belajar yang dihadapi di sekolah. Guru-guru dalam kelas sering melakukan inkonsistensi dalam penegakan disiplin dalam kelas karena kurangnya kepercayaan guru terhadap siswa. Guru kurang percaya bahwa siswa sekolah dasar dapat disiplin dan teratur. Akibatnya, toleransi lebih sering diberikan oleh guru kepada siswa bahkan sering tindakan indisipliner siswa dibiarkan terjadi dalam kelas. Solusi untuk akar permasalahan terakhir adalah guru harus konsisten dalam penegakan kedisiplinan dalam kelas. Selain itu, guru juga harus mengembangkan hubungan saling mempercayai dengan siswa. Dengan dasar inilah, guru dapat yakin untuk melaksanakan manajemen kelas efektif agar tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasar pada hasil analisis dalam penelitian dapat disimpulkan bahwa : 1. Terdapat 6 (enam) akar permasalahan dalam pengaturan kondisi emosional dan sosio-emosional yaitu: a) guru belum fokus pada siswa secara individu namun pada penyelesaian kurikulum, b) keberadaan siswa ABK yang memiliki learning pace berbeda dengan siswa lain, c) belum adanya tuntutan dari kepala sekolah mengenai fun learning dalam kelas, d) guru kurang pengetahuan akan manajemen kelas, e) 230 |
guru kurang mengadakan pendekatan interpersonal dengan siswa, dan f) guru kurang percaya bahwa siswa sekolah dasar dapat disiplin dan teratur. 2. Alternatif solusi yang dapat diaplikasikan untuk mengatasi ketidakefektifan manajemen kelas yaitu guru mereview kembali RPH dan RPP dengan penyesuaian agihan waktu, guru menerapkan sistem reward and punishment juga metode peerteaching dalam kelas, kepala sekolah mewajibkan fun learning dalam kelas serta melakukan supervisi, guru menggunakan alternatif penyampaian materi, guru mereview kembali urgensi manajemen kelas serta mendiskusikan strategi manajemen kelas dengan kolega maupun senior, guru mengaplikasikan prinsip-prinsip manajemen kelas serta memanfaatkan break time untuk melakukan pendekatan personal pada siswa. Saran Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini, berikut ini dikemukakan saran yang dapat dijadikan pertimbangan bagi kepala sekolah dan guru untuk mencapai tujuan manajemen kelas efektif. 1. Guru diharapkan dapat mengembangkan tugas dan tanggung jawabnya yang dapat dilakukan dengan membangkitkan inner motivation dan self-awareness sebagai seorang guru. Guru diharapkan dapat memperkaya pengetahuan melalui internet, buku dan sumber lainnya untuk dapat menambah pengetahuan mengenai manajemen kelas efektif yang dilakukan sekolah lain atau bahkan sekolah di luar negeri. Konsistensi dan kepercayaan dalam melakukan semua yang telah dirancang atau dituju juga harus dimiliki oleh guru agar tujuan atau solusi yang telah diusulkan bersama dapat
Analisis Akar Masalah Ketidakefektifan Manajemen Kelas di Sekolah Dasar | Hilda S.Momongan & Supramono
dilaksanakan dan manajemen kelas efektif dapat terwujud. 2. Kepala sekolah diharapkan dapat membantu guru dalam meningkatkan keefektifan manajemen kelasnya dengan cara mereview RPP maupun RPH yang telah dibuat guru, melakukan supervisi dalam kelas, dan juga mewajibkan guru mengaplikasikan fun learning dalam kelas. Selain itu, kepala sekolah dapat mengembangkan sistem penghargaan kepada guru kreatif dalam PBM sehingga guru terpacu untuk mengaplikasikan pembelajaran menyenangkan dalam kelas. Kepala sekolah juga dapat memfasilitasi para guru untuk mengadakan workshop mengenai fun learning. Dengan adanya bantuan serta supervisi dari kepala sekolah diharapkan manajemen kelas yang dilakukan guru dapat berhasil sesuai dengan tujuan. 3. Penelitian ini tidak terlepas dari keterbatasan dan kekurangan yang dimiliki oleh peneliti. Berbagai keterbatasan ini dapat diperbaiki dalam penelitian yang akan datang. Dalam penelitian ini tidak melibatkan kepala sekolah dan orang tua siswa sehingga belum ditelusuri lebih lanjut mengenai hubungan signifikan banyaknya permasalahan emosional siswa di sekolah dengan latar belakang yang mendasari munculnya perilaku-perilaku mengganggu/ menyimpang yang dilakukan misbehavior students. Selain itu, peneliti melihat dan meneliti lima sekolah secara bersamaan sehingga hasil penelitian kurang detail dibandingkan jika hanya meneliti satu atau dua sekolah.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2006. Pengelolaan Kelas dan Siswa: Sebuah Pendekatan Evaluatif. Jakarta: Rajawali. Cooper, J.M. 1995. Classroom Teaching Skills. A Handbook. Lexingtong: De Health and Coy. Dirjen PUOD dan Dirjen Dikdasmen. 1996. Pengelolaan Kelas, Seri Peningkatan Mutu 2. Jakarta: Depdagri dan Depdikbud. Djamarah, S.B. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Entang & Joni. 1983. Pengelolaan Kelas, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud Entang, Joni & Prayitno. 1985. Pengelolaan Kelas, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Dirjen Dikti Depdikbud Ishikawa, K. 1985. Pengendalian Mutu Terpadu. Bandung: Remaja Rosdakarya Mulyasa. 2006.Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rukmana & Suryana. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta. Rusydie, Salman. 2011. Prinsip-Prinsip Manajemen Kelas. Yogyakarta: Diva Press. Slameto. 2013. Implementasi, Eksplorasi, Elaborasi, dan Konfirmasi Dalam Pembelajaran Guna Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru SD. Salatiga: Tisara Grafika. Sudirman, dkk, 1991. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja
| 231