PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN TENAGA KERJA DI INDONESIA
EVA SETIVANI E14101012
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
Eva Setivani (E14101012). Pengelolaan Hutan Produksi dan Tenaga Kerja di Indonesia. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp. dan Dr.Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc. Bidang usaha kehutanan yang berkembang di Indonesia masih bertumpu pada pemanfaatan hasil hutan alam berupa kayu. Industri pengolahan kayu masih tergantung pada potensi hutan alam. Kemampuan hutan untuk memasok bahan baku industri semakin menurun, hal tersebut disebabkan oleh laju deforestasi hutan alam yang lebih besar dibandingkan laju penanaman hutan. Apabila hal tersebut tidak segera ditanggulangi maka masa depan hutan Indonesia serta industri kayu akan semakin mengkhawatirkan, sementara masih banyak orang menggantungkan hidupnya pada sektor kehutanan dan industrinya. Pengelolaan hutan yang optimal sangat diperlukan sebagai upaya menjaga kelestarian hutan, pemenuhan kebutuhan industri kayu, dan membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penyerapan tenaga kerja pada sektor kehutanan dan industri kehutanan di Indonesia, serta membuat skenario-skenario untuk pengelolaan hutan yang mampu membuka kesempatan kerja bagi masyarakat. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biometrika Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor dimulai pada September 2005 hingga Mei 2006. Bahan yang digunakan adalah data sekunder dari Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan Republik Indonesia, Badan Pusat Statistik, literatur terkait penelitian serta penelusuran internet. Data yang dikumpulkan meliputi produksi kayu bulat pertahun, data tenaga kerja, perkembangan pengelolaan hutan di Indonesia, pembalakan liar, hutan rakyat dan perkebunan kelapa sawit dan jarak pagar. Analisis dan pengolahan data dilakukan dengan pendekatan analisis sistem dengan program Software Stella 8.0 dan Microsoft Excel. Hasil simulasi dasar pada penelitian yang dilakukan menunjukkan penurunan tenaga kerja, hal tersebut sesuai dengan semakin berkurangnya luasan
hutan Indonesia serta menurunnya potensi tegakan pada hutan alam dengan tenaga kerja total yang mampu diserap sampai akhir simulasi adalah 1.151.041 orang. Lima skenario pengelolaan hutan dengan pemanfaatan lahan kritis yang dibuat dengan total tenaga kerja terserap sampai akhir simulasi adalah sebagai berikut : (1) alokasi untuk HTI 100% (3.555.280 orang); (2) alokasi untuk perkebunan kelapa sawit 100% (3.201.069 orang); (3) alokasi untuk perkebunan jarak pagar 100% (3.244.516 orang); (4) alokasi untuk hutan rakyat 100% (11.447.636 orang); dan (5) alokasi untuk HTI, hutan rakyat dan perkebunan minyak kelapa sawit dan jarak pagar (8.357.310 orang). Berdasarkan hasil skenario yang dibuat maka skenario yang memungkinkan untuk diaplikasikan di lapangan adalah skenario 5 dengan mempertimbangkan hal-hal seperti kondisi tanah pada lahan kritis yang tidak semuanya cocok untuk membudidayakan suatu jenis tanaman tertentu, resiko usaha, dan investasi usaha, walaupun jumlah tenaga kerja yang terserap bukan merupakan tenaga kerja yang terbanyak.
PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI DAN TENAGA KERJA DI INDONESIA
EVA SETIVANI E14101012
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian
: Pengelolaan Hutan Produksi dan Tenaga Kerja di Indonesia
Nama Mahasiswa
: Eva Setivani
NIM
: E14101012
Departemen
: Manajemen Hutan
Fakultas
: Kehutanan
Menyetujui :
Dosen Pembimbing 1
Dosen Pembimbing 2
Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp NIP. 131 795 793
Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc NIP. 132 130 468
Mengetahui : Dekan Fakultas Kehutanan
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS NIP. 131 430 799
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Garut pada tanggal 12 Desember 1982 dari pasangan Bapak Yayat Ruhiat B.Sc dan Ibu Hendraeni. Penulis merupakan putri kedua dari empat bersaudara. Pendidikan formal penulis dimulai di Taman Kanak-kanak Yayasan Bhakti Angkatan’45 pada tahun 1988 kemudian melanjutkan di SDN Leuwidaun I pada tahun 1989 dan lulus pada tahun 1995. Penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Garut pada tahun 1995 dan lulus tahun 1998, kemudian melanjutkan ke SMU Negeri 1 Tarogong dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Fakultas Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Pada tahun 2004 penulis telah melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Hutan di Cagar Alam Taman Wisata Alam Kamojang Garut dan Leuweung Sancang, Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Tasikmalaya dan pada tahun 2005 Praktek Kerja Lapang (PKL) di HPH PT. Putraduta Indah Wood, Jambi. Selama masa studi penulis aktif di DKM Ibaadurrahmaan pada tahun 2002-2003 sebagai anggota Departemen Pembinaan Umat dan tahun 2003-2004 sebagai anggota Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Pada tahun 2003-2004 penulis aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Forum For Scientific Studies (FORCES) sebagai Bendahara Umum dan tahun 2004-2005 sebagai Ketua Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia. Pada tahun 2005 penulis mengikuti kegiatan Program Kreatifitas Mahasiswa dalam rangka PIMNAS XVIII di Universitas Andalas, Padang. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul “Pengelolaan Hutan Produksi dan Tenaga Kerja di Indonesia” di bawah bimbingan Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp. dan Dr.Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc.
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah SWT, Dzat Yang Maha Mencukupi yang telah menciptakan manusia dalam kesempurnaan jiwa dan raga sehingga kita diberikan kemampuan dan kekuatan untuk membangun hidup yang lebih baik dengan tetap berada dalam hidayah-Nya. Dan atas izin-Nya pula penulis diberikan kelancaran dan kemudahan untuk menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Pengelolaan Hutan Produksi dan Tenaga Kerja di Indonesia, disusun sebagai salah satu syarat meraih gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berisi gambaran mengenai peranan sektor kehutanan dan industri pengolahan kayu primer dalam menyediakan peluang kerja bagi masyarakat Indonesia khususnya bagi masyarakat yang berada di sekitar hutan, serta membuat skenario-skenario pengelolaan hutan yang lebih baik di masa yang akan datang. Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam tulisan ini, karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk kesempurnaan tulisan ini. Penulis berharap mudah-mudahan tulisan ini dapat bermanfaat serta menjadi pendorong bagi penulis untuk mengkaji dan menggali lebih dalam pengetahuan yang telah diperoleh.
Bogor, Agustus 2006 Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada : 1. Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp dan Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi atas keikhlasannya dalam meluangkan waktu, memberikan ilmu, bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini. Semoga Allah membalasnya dengan yang lebih baik. 2. Lina Karlinasari S.Hut M.Sc sebagai dosen penguji wakil Departemen Hasil Hutan dan Ir. Endes N. Dahlan, MS sebagai dosen penguji wakil Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah memberikan masukan dan arahan untuk penyempurnaan skripsi. 3. Bapak dan Ibu tersayang atas setiap doa yang tulus, kasih sayang, pengorbanan, serta motivasi untuk penulis. Teh Rani, A Luqman, Tito, Vivit, dan de Silmi atas doa, nasehat dan kasih sayang yang telah diberikan. 4. Teh Ita , Bambang, Dudi yang telah membantu penulis dalam melakukan pengambilan data dan mempelajari Stella. Aulia, Ahmad,
Edwine, Muji,
Rika, Dy atas pinjaman buku dan catatannya. Makasih banyak ya! 5. Bu Riksa atas pinjaman komputernya, dan keluarga besar Lab. Biometrika atas ilmu, pengalaman, dan dukungannya. 6. Teman satu bimbingan Asri Muliawati atas bantuan, nasehat dan dukungannya, terus semangat ya!. 7. Dini, Trias, Ely, Kania, Au, Dita, Azis, Ahmad, Sukri, serta semua temanteman MNH 38 atas kebersamaan, dukungan dan bantuan serta keceriaan selama di bangku kuliah. 8. Ibu dan saudara-saudaraku di Lingkaran Pengokoh Ruhiyah terima kasih atas doa, ilmu, perhatian, semangat, dan ukhuwahnya. 9. Akhwat-ikhwan
FIKIR’38
untuk
setiap
waktu
dan
langkah
yang
diperjuangkan, serta ukhuwah yang kokoh karena ﷲSWT. Semoga selalu istiqamah. Jazakumullahu Khairan Katsiran.
10. Keluarga besar DKM Ibbadurrahmaan yang telah memberikan banyak pelajaran untuk selalu memperbaiki diri dan cerdas dalam memaknai hidup. Semoga tetap ikhlas dan profesional dalam berdakwah. 11. Adik-adikku Elsya, Elza, Ika, Mayang, dan Vita atas semangat dan kebersamaannya. 12. Mbak Ima, Nurul Jennah, Jeny, Mute, Lia, Uli, Sarah, Yenies, Yofi, Wiwi, Ryani, Adhila serta saudara-saudaraku di Vamdi, As-Sakinah, dan Mardyah atas doa, dan persaudaraan yang telah terjalin. 13. Seluruh staf pengajar Fakultas Kehutanan khususnya Departemen MNH atas ilmu yang diberikan kepada penulis, staf administrasi Departemen MNH atas bantuan dan kerjasamanya. Terima kasih banyak ! 14. Teman-teman satu almamater Fakultas Kehutanan IPB serta semua pihak yang
telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................
i
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................
ii
DAFTAR ISI .............................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ....................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................
vii
PENDAHULUAN Latar Belakang .....................................................................................
1
Perumusan Masalah .............................................................................
2
Tujuan ..................................................................................................
3
Pohon Masalah ......................................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Hutan Indonesia ...............................................................
4
Izin Pemanfaatan Kayu .........................................................................
5
Hak Pengusahaan Hutan .......................................................................
5
Hutan Tanaman Industri........................................................................
5
Penebangan liar .....................................................................................
6
Industri Kayu Primer .............................................................................
6
Tenaga Kerja .........................................................................................
8
Sistem dan Simulasi ..............................................................................
9
METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ..............................................................
11
Bahan dan Alat ......................................................................................
11
Pengumpulan Data ...............................................................................
11
Metode Analisis Data ...........................................................................
11
Analisis Sistem dan Simulasi.................................................................
12
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pengelolaan Hutan di Indonesia ...................................
14
Kegiatan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) ............................................
15
Kegiatan Hutan Tanaman Industri (HTI) ..............................................
16
Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) ...............................................................
16
Tenaga Kerja Pengusahaan Hutan dan Industri Kayu Olahan ..............
17
Analisis Sistem ......................................................................................
17
Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan .................................................
17
Konseptualisasi Model ......................................................................
19
Spesifikasi Model ..............................................................................
20
Evaluasi Model .................................................................................
28
Penggunaan Model ...........................................................................
29
1. Simulasi Dasar ..........................................................................
29
2. Pembuatan Skenario ..................................................................
34
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................
41
LAMPIRAN ...............................................................................................
43
DAFTAR TABEL Teks
Halaman
1. Tenaga kerja yang digunakan berdasarkan luas lahan yang digunakan oleh subsektor kehutanan di Riau tahun 2001.......................................
9
2. Tenaga kerja per unit berdasarkan jumlah kayu bulat yang dikonsumsi pada subsektor pengolahan kayu di Riau 2001 .......................................
9
3. Produksi kayu bulat tahun 1995-2004.....................................................
14
4. Perkembangan HPH di Indonesia selama 10 tahun terakhir ...................
15
5. Tenaga kerja kegiatan pengusahaan hutan dan industri kayu .................
17
6. Tenaga kerja terserap dengan peningkatan luas HTI ..............................
28
7. Urutan skenario pengelolaan hutan dengan tenaga kerja terserap .........
38
DAFTAR GAMBAR Teks Halaman 1. Pohon masalah pengelolaan hutan................................................................. 3 2. Kerangka studi kegiatan penelitian ........................................................ .....13 3. Konseptualisasi model yang dikembangkan ........................................... ..... 20 4. Submodel areal hutan .............................................................................. ..... 21 5. Submodel Hak Pengusahaan Hutan (HPH)............................................. ..... 22 6. Submodel Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) ................................................ ..... 22 7. Submodel Hutan Tanaman Industri (HTI) .............................................. ..... 23 8. Submodel pembalakan liar ...................................................................... ..... 24 9. Submodel hutan rakyat............................................................................ ..... 24 10. Submodel industri kayu gergajian......................................................... ..... 25 11. Submodel industri kayu gergajian illegal.............................................. ..... 25 12. Submodel industri kayu lapis dan olahan.............................................. ..... 26 13. Submodel industri pulp dan kertas ........................................................ ..... 26 14. Submodel areal perkebunan .................................................................. ..... 27 15. Submodel tenaga kerja kehutanan ......................................................... ..... 27 16. Analisis sensitivitas model terhadap perubahan luas HTI .................... ..... 28 17. Tenaga kerja HPH (simulasi dasar)............................................................. 29 18. Tenaga kerja Izin Pemanfaatan Kayu (simulasi dasar) ............................... 30 19 Tenaga kerja Hutan Tanaman Industri (simulasi dasar) ............................. 30 20. Tenaga kerja pembalakan liar (simulasi dasar) ........................................... 31 21. Tenaga kerja kayu gergajian ....................................................................... 31 22. Tenaga kerja industri kayu gergajian illegal ( simulasi dasar) .................... 32 23. Tenaga kerja industri kayu lapis dan olahan (simulasi dasar)..................... 32 24. Tenaga kerja industri pulp dan kertas (simulasi dasar) ............................... 33 25. Total tenaga kerja pada simulasi dasar........................................................ 34 26. Tenaga kerja pada skenario 1 ...................................................................... 35 27. Tenaga kerja pada skenario 2 ...................................................................... 36 28. Tenaga kerja pada skenario 3 ...................................................................... 37 29. Tenaga kerja pada skenario 4 ................................................................ ..... 37 30. Tenaga kerja pada skenario 5 ................................................................ ..... 38
PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan tropis Indonesia memiliki luasan terbesar ketiga setelah Brazil dan Republik Demokratik Kongo, dengan luasan tersebut maka potensi hutan alam yang tersedia sangat beranekaragam. Seiring dengan semakin besarnya tuntutan kebutuhan manusia, maka hutan sebagai salah satu penyedia sumber daya alam menjadi sasaran bagi semua pihak yang berkepentingan untuk memanfaatkannya. Bidang usaha kehutanan yang berkembang masih bertumpu pada pemanfaatan hasil hutan alam berupa kayu, sedangkan bidang pemanfaatan hasil hutan non kayu belum berkembang baik. Sektor kehutanan dan industrinya sangat tergantung dengan potensi hutan alam. Kemampuan hutan untuk memasok bahan baku industri semakin menurun, hal tersebut disebabkan tingginya laju degradasi hutan berupa illegal logging (pembalakan liar) dan illegal trading (perdagangan gelap). Pengelola industri dituntut untuk menurunkan tingkat konsumsi bahan baku dan membentuk struktur industri yang lebih efisien dan kompetitif sebagai akibat dari kurangnya pasokan bahan baku. Ketersediaan kayu bulat nasional berkorelasi negatif dengan jumlah tenaga kerja yang terserap pada sektor kehutanan dan industri pengolahan kayu. Oleh karena itu maka sangat diperlukan alternatif pengelolaan hutan dan industri hasil hutan yang mampu menyerap tenaga kerja manusia yang besar untuk membantu kesejahteraan masyarakat dengan persediaan lahan hutan yang semakin berkurang. Tingkat penyerapan tenaga kerja dapat menjadi salah satu segi penilaian kinerja ekonomi sektor kehutanan nasional, oleh karena itu perlu diketahui perkembangan dan persentase sektor kehutanan nasional sebagai penyedia lapangan kerja dan kesempatan berusaha yang luas. Dengan mengetahui tingkat penyerapan tenaga kerja, maka dapat diketahui seberapa besar sektor kehutanan mampu menyediakan kesempatan membuka lapangan pekerjaan dan mampu bertahan sebagai salah satu sektor penghasil devisa bagi negara.
Perumusan masalah Kondisi sumber daya hutan (SDH) Indonesia semakin rusak dari hari ke hari. Kerusakan hutan dapat meningkat secara cepat salah satunya karena sistem pencegahan dan penanggulangan kerusakan hutan yang tidak berjalan secara konsisten. Laju deforestasi hutan alam lebih besar dibandingkan laju penanaman hutan, sehingga apabila dibiarkan masa depan kehutanan Indonesia terutama industri kayu semakin mengkhawatirkan. Tingginya tingkat kerusakan yang terjadi mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan-kebijakan untuk melestarikan sisa hutan yang ada melalui penurunan kuota tebang. Disisi lain kebijakan tersebut memberikan dampak berupa kesulitan bahan baku terutama pada sektor industri kayu, sementara banyak industri kayu ilegal tumbuh tanpa upaya penertiban. Langkanya bahan baku industri menyebabkan industri kayu membatasi produksi serta mengurangi penggunaan tenaga kerja manusia mulai dari pengurangan jam kerja sampai pemutusan hubungan kerja (PHK). Salah satu hal yang perlu diperhatikan yaitu bagaimana caranya sektor kehutanan tetap mampu menjadi tumpuan sumber pendapatan negara dan penyedia lapangan pekerjaan untuk menunjang kesejahteraan ekonomi masyarakat. Pengelolaan hutan secara lestari dengan penurunan kuota tebang, belum menjadi solusi terbaik yang mampu merangkul masyarakat dalam hal pemenuhan kesejahteraan, hal tersebut dapat terlihat dengan tingginya tingkat pemutusan hubungan kerja di sektor kehutanan dan industri hutan. Strategi pengelolaan hutan yang secara umum dapat mengoptimalkan pemenuhan kebutuhan industri kayu serta mampu menyerap tenaga kerja manusia. Pengelolaan hutan yang optimal melalui pemanfaatan lahan tidak produktif sebagai salah satu upaya rehabilitasi (reforestasi) diharapkan mampu menjadikan sektor kehutanan sebagai salah satu sektor penyedia lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Tujuan -
Mengetahui tingkat penyerapan tenaga kerja pada sektor kehutanan dan industri kehutanan di Indonesia
-
Membuat skenario-skenario untuk pengelolaan hutan yang mampu membuka kesempatan kerja bagi masyarakat. Pohon masalah Pengelolaan Hutan Indonesia
Hutan lindung
Hutan produksi
Hutan konservasi
Deforestasi
Kurangnya bahan baku industri
Banyak pengusahaan hutan dan Industri kayu tutup dan meningkatnya PHK
Diperlukan solusi untuk meningkatkan jumlah produksi kayu dan tenaga kerja Faktor penyebab deforestasi (Suswono, 2005) : - Pembukaan lahan untuk perkebunan, pertambangan, dan industri - Perambahan - Kebakaran hutan - Pembalakan liar - Lemah pengendalian operasionalisasi sistem HPH
Gambar 1. Pohon masalah pengelolaan hutan
TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Hutan Indonesia Sumberdaya hutan lestari Indonesia telah diatur menurut peruntukkan manfaat dan fungsinya oleh UU No.41/1999. Menurut Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia (2000) berdasarkan fungsinya hutan tersebut dibagi ke dalam tiga fungsi, yaitu : 1. Hutan konservasi, diperuntukan bagi Suaka Alam (Suaka Marga Satwa dan Cagar Alam), Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Buru), yang tidak boleh dieksploitasi dan Taman Buru. Hutan ini dapat dimanfaatkan hanya untuk produksi jasa seperti wisata alam, pendidikan, dan latihan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, religi dan budaya. Secara nasional terdapat 18,8 juta ha hutan konservasi di seluruh Indonesia. 2. Hutan Lindung seluas 30,7 juta ha, diperuntukan bagi pengaturan tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, menjaga instrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. 3. a. Hutan produksi terbatas seluas 31,3 juta ha, diperuntukan bagi pencegahan erosi, produksi kayu dan hasil hutan non kayu serta diizinkan untuk dieksploitasi secara tebang pilih dengan limit diameter tertentu dan dilanjutkan dengan penanaman kembali melalui sistem Tebang pilih dan Tanam Indonesia (TPTI). b. Hutan produksi tetap seluas 33 juta ha, diperuntukan bagi produksi kayu dan non kayu serta diizinkan untuk dieksploitasi melalui sistem TPTI, Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) dan Tebang Habis Permudaan Alam (THPA). Selain hasil hutan kayu, juga dapat dimanfaatkan dan diusahakan hasil hutan non-kayu melalui sistem pengusahaan dan pemungutan hasil hutan non-kayu. c. Hutan produksi konversi seluas 26,6 juta ha, diperuntukkan bagi konversi lahan hutan untuk kegiatan non-kehutanan seperti pertanian, perkebunan, transmigrasi, pemukiman dan lainnya, serta diizinkan untuk dieksploitasi secara tebang habis.
Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) Izin Pemanfaatan Kayu merupakan izin untuk membuka lahan guna kepentingan pendirian hutan tanaman industri, perkebunan (misalnya, kelapa sawit), lokasi-lokasi transmigrasi, atau berbagai program pembangunan lainnya. Tujuan IPK sebenarnya memang untuk mendirikan perkebunan, tetapi kadang dilakukan karena kayu bulat yang dipanen dari pembukaan lahan nilainya lebih tinggi. Kayu yang ditebang dari IPK sekarang menyediakan pasokan utama dan semakin meningkat jumlahnya untuk memasok kayu bulat di Indonesia (FWI, 2001). Berdasarkan Obidzinski dan Barr (2003) di Riau terdapat lebih dari 17,6 juta m3 produksi kayu pada tahun 2001 berasal dari kegiatan IPK. Dari lahan sebesar 135.000 ha diserap ± 18.000 pekerja atau dibutuhkan 0,134 pekerja/ha. Hal tersebut juga tergantung dari cara pembersihan lahan yang digunakan. Kegiatan pembersihan lahan secara manual membutuhkan 0,440 pekerja/ha, sedangkan kegiatan yang dilakukan secara semimekanis dan mekanis masingmasing memerlukan 96 pekerja dan 39 pekerja untuk setiap 1000 hektar.
Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Hak Pengusahaan Hutan merupakan izin yang dikeluarkan untuk kegiatan tebang pilih di hutan-hutan alam selama periode tertentu (umumnya 20 tahun), dan diperbarui untuk satu periode selanjutnya, umumnya 20 tahun lagi. Izin HPH ini semula dimaksudkan untuk tetap mempertahankan hutan sebagai kawasan hutan produksi permanen (FWI, 2001).
Hutan Tanaman Industri (HTI) Berdasarkan PP no 7 tahun 1990 HTI adalah hutan tanaman yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas produksi dengan menerapkan sistem silvikultur intensif untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri hasil hutan. Izin untuk membangun hutan industri guna memasok kebutuhan serat kayu untuk industri, biasanya pulp, selama 35 tahun ditambah satu periode rotasi (umumnya 8 tahun untuk pulp). Izin ini dapat diperbarui untuk
35 tahun selanjutnya. Hutan Tanaman Industri ini seharusnya dibangun di atas lahan yang sudah terdegradasi tetapi dalam praktiknya seringkali HTI ini didirikan pada hutan alam bekas tebangan. Menurut Databiz (2005a) pada dasarnya pembangunan HTI bertujuan menunjang pengembangan industri hasil hutan guna meningkatkan nilai tambah dan devisa, meningkatkan produktivitas lahan dan kualitas lingkungan, sekaligus memperluas lapangan kerja dan lapangan usaha. HTI diproyeksikan menjadi sumber pasokan bahan baku yang permanen dan berkelanjutan (sustainable). Kegiatan pemanfaatan hasil hutan pada hutan tanaman meliputi : kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pengamanan, pemanenan atau penebangan hasil serta pengolahan dan pemasaran (CIFOR, 2004)
Penebangan liar Kerusakan sangat serius sedang mengancam kelestarian hutan Indonesia, seperti yang diinformasikan Departemen Kehutanan pada periode tahun 19972000 setiap tahunnya sekitar 1,7 juta ha wilayah hutan hilang dari peta Indonesia. Kemudian meningkat menjadi 3,8 juta per tahun pada periode 2001-2004. Dengan tingkat deforestasi sebesar itu, Indonesia menjadi negara tertinggi di dunia tingkat deforestasinya. Oleh sebab itu perbandingan pasokan kayu untuk industri dengan kemampuan hutan sebagai penyedia kayu sangat timpang. Sekitar 70% kayu hasil hutan di Indonesia ternyata tidak diketahui legalitasnya. Diperkirakan per tahunnya terdapat sekitar 32 juta m3 kayu illegal beredar di Indonesia (Databiz, 2005b). Kegiatan ini dimulai dari pembalakan, penjualan kayu gelondongan sampai pengolahan kayu menjadi produk kayu serta menjualnya. Kayu ilegal dapat dijual secara menguntungkan pada harga rendah, dan hal ini secara umum menekan harga kayu keseluruhan. Selain itu, kayu ilegal dapat dijual seolah-olah kayu tersebut legal bila dilengkapi dengan dokumen palsu (Dudley, 2003).
Industri Kayu Primer Industri kayu primer meliputi : 1. Industri Penggergajian Berdasarkan
atas historis serta sumber bahan bakunya, industri-industri
penggergajian dibagi ke dalam dua golongan yaitu : (1) Industri penggergajian yang telah dibangun sebelum sistem HPH, umumnya terdiri dari penggergajian kecil di sepanjang sungai-sungai besar dan (2) Industri penggergajian yang dibangun setelah adanya HPH, yang dapat dibagi dua bagian pula, yaitu : (a) Industri penggergajian yang dibangun dalam rangka pelaksanaan HPH; dan (b) Industri penggergajian yang dibangun oleh perusahaan yang tidak memiliki HPH (Hasan dan Tjiptoherijanto, 1988). Umumnya rendemen penggergajian berkisar antara 40-60 %, berarti bahwa akan terdapat sisa sebesar 60-40 %, dalam bentuk serbuk gergaji, sebetan dan serpih (Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). 2. Kayu Lapis Kayu Lapis adalah suatu produk yang diperoleh dengan cara menyusun bersilang tegak lurus lembaran venir yang diikat dengan perekat. Dalam hal ini kayu lapis tersebut terbuat dari venir semua. Dalam pengertian luas inti kayu lapis tidak harus berupa venir melainkan dapat berupa bilah kayu gergajian (lumber core plywood) yang lebih dikenal dengan istilah papan blok (blockboard), papan partikel (partikel board core plywood) atau papan serat (fiberboard core plywood) (Dephutbun, 1999). Rendemen industri plywood rata-rata berkisar 30-50% tergantung ukuran dan kuaalitas bahan bakunya. Sisa kayu dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar pembangkit uap yang diperlukan untuk proses pengolahan dan atau untuk pembangkit tenaga listrik (Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Kehutanan, 1976). 3. Pulp dan Kertas Pulp adalah suatu kumpulan suatu serat-serat yang dihasilkan dari bahan berserat selulosa dengan proses mekanis, kimia maupun gabungan dari kedua proses tersebut. Kertas adalah lembaran yang didapat dari deposisi serat-serat tanaman, mineral, bulu binatang, serat sintetis atau campurannya dengan atau tanpa penambahan zat-zat lain dari suatu suspensi dalam cairan-cairan, uap atau
gas, sehingga terjalin serat-serat jalin-menjalin berbelit-belit menjadi suatu kesatuan yang mempunyai kekuatan (Sastrosupadi, 1989) Untuk industri pulp berskala besar, kayu menjadi bahan baku utama. Khususnya di Indonesia, sumber utama pengadaan kayu untuk industri pengolahan kayu masih sangat bergantung pada hutan alam. Selain kayu bulat, industri pulp juga dapat memanfaatkan logging waste yang tersisa dari kegiatan penebangan kayu yang dilakukan perusahaan HPH. Kayu untuk bahan baku pulp dapat juga diperoleh dari kegiatan land clearing dalam rangka pembukaan areal hutan untuk proyek perkebunan. Sumber pengadaan kayu yang ideal adalah hutan tanaman atau HTI. Ratio 1 ton pulp memerlukan 4,5 m3 kayu, untuk memasok pabrik pulp berkapasitas 500.000 ton pulp diperlukan pasok kayu bulat sekitar 2,25 juta m3 (Databiz, 2005a).
Tenaga Kerja Tujuan pembangunan antara lain adalah menciptakan lapangan kerja yang lebih luas dan menambah pendapatan per pekerja. Titik pusat utama dalam pembangunan ialah menekankan pada penciptaan lapangan kerja yang baik bagi rakyat banyak, karena dengan bekerja akan dapat diciptakan keterampilan, pendidikan dan disiplin, yang akan lebih memungkinkan mereka berprestasi dalam pembangunan. Pertambahan penduduk yang cepat melahirkan banyak tenaga kerja. Perluasan industri perkayuan termasuk perluasan produksi, pengolahan dan perdagangannya adalah suatu hal yang dapat mengurangi tekanan kebutuhan lapangan kerja (Saryono, 1980) Haditenojo dan Soemantri (1980) menyebutkan bahwa dalam UndangUndang no.14/ 1969 tentang Ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja disebutkan bahwa tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sedangkan yang dimaksud buruh dalam Undang-Undang Kecelakaan tahun 1947 no.33 ialah tiap orang yang bekerja pada majikan perusahaan yang diwajibkan memberi tunjangan dengan mendapat upah.
Studi Kasus Mengenai Tenaga Kerja yang Terserap pada Sektor Kehutanan Berdasarkan penelitian Obidzinski dan Barr (2003) bahwa jumlah tenaga kerja yang diperlukan berdasarkan luas lahan yang digunakan oleh subsektor kehutanan di Riau tahun 2001 sebagai berikut : Tabel 1. Tenaga kerja yang digunakan berdasarkan luas lahan yang digunakan oleh subsektor kehutanan di Riau tahun 2001. Subsektor HPH IPK Illegal Logging HTI Total
Tenaga kerja 2032 3782 14782 17784 37944
Total area (ha) 1114063 28128 107262 400000 1649453
Tenaga kerja / 1000 ha 1,8 134,4 134,4 42,9
Sumber : (Obidzinski dan Barr, 2003) Kegiatan pengolahan hasil hutan kayu dilakukan oleh industri yang terdiri dari industri kayu lapis dan kayu olahan, industri kayu gergajian serta industri pulp dan kertas dengan penggunaan tenaga kerja seperti ditunjukkan pada tabel 2. Tabel 2. Tenaga kerja per unit berdasarkan jumlah kayu bulat yang dikonsumsi pada subsektor pengolahan kayu di Riau tahun 2001. Subsektor Plywood dan Wood working Licensed sawnwood Unlicensed sawnwood Pulp and paper Total
Tenaga kerja (orang) 26573
Kayu bulat dikonsumsi (m3) 2104632
12499 2641 6840 48553
2374728 1734480 15435000 21648840
Tenaga kerja / 10.000 m3 126,2 52,6 15,2 4,4 22,4
Sumber : (Obidzinski dan Barr, 2003)
Sistem dan Simulasi Sistem adalah kumpulan komponen-komponen fisik yang terorganisasi dan saling berhubungan yang dicirikan oleh suatu batasan dan kesatuan fungsional. Sistem merupakan kumpulan dari materi-materi dan proses yang saling berhubungan dan bersama-sama membentuk suatu set fungsi. (Grant et al, 1997). Analisis sistem adalah aplikasi yang bersifat paling langsung dari metode ilmiah dari suatu masalah yang mencakup sistem yang kompleks. Analisis sistem merupakan
kesatuan
dari
teori-teori
dan
teknik
untuk
mempelajari,
menggambarkan dan membuat skenario-skenario tentang sesuatu yang kompleks
yang besarnya dicirikan dengan penggunaan prosedur-prosedur matematis dan statistik tingkat tinggi serta penggunaan komputer. Analisis sistem merupakan pendekatan filosofis sekaligus kumpulan teknik termasuk simulasi. Analisis sistem menekankan pendekatan holistik pada pemecahan masalah dan penggunaan model matematis untuk mengidentifikasi dan mensimulasikan karakter-karakter dalam sistem yang kompleks (Grant et al, 1997). Simulasi merupakan suatu proses penggunaan suatu model yang merupakan abstraksi dari keadaan yang sebenarnya untuk tujuan menggambarkan atau menirukan tahap demi tahap perilaku sistem yang diamati. Model simulasi dibentuk oleh serangkaian fungsi aritmatik dan operasi logika yang secara simulasi menampilkan struktur (state) dan perilaku (change of state) dari suatu sistem. Dengan simulasi bisa diperoleh gambaran mengenai perilaku sistem yang sebenarnya. Penggunaan model tersebut memberikan keuntungan dari segi efisiensi waktu dan biaya serta dapat melakukan eksperimen terhadap suatu sistem tanpa mengganggu sistem yang diteliti (Grant et al, 1997). Menurut Grant et al (1997) tahapan simulasi adalah sebagai berikut: 1. Menentukan batasan sistem yang akan diteliti dan mengidentifikasi komponen-komponen dari sistem berupa parameter dan peubah sistem. 2. Pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif. 3. Menentukan model matematika yang menyatakan hubungan fungsional antar komponen tersebut. 4. Evaluasi model, dimana model dimantapkan dengan percobaan-percobaan melalui komputer dan dibandingkan dengan keadaan sistem yang sebenarnya atau melalui komputer dan dibandingkan dengan keadaan sistem yang sebenarnya atau melalui uji statistik dan observasi. 5. Eksperimen model dengan komputer, termasuk uji kepekaan (sensitivity analysis) 6. Implementasi hasil simulasi (aplikasi model).
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biometrika Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan September 2005-Mei 2006.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah data sekunder dari Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan Republik Indonesia, Badan Pusat Statistik, literatur terkait penelitian serta penelusuran internet. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Software Stella 8.0. untuk proses simulasi sistem, peralatan tulis, serta program Microsoft Excel untuk pengolahan data.
Pengumpulan data Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari Bina Produksi Kehutanan Departemen Kehutanan RI yang meliputi produksi kayu bulat per tahun, produksi kayu olahan per tahun, produksi kayu bulat menurut sumber produksi serta data penyerapan tenaga kerja sektor kehutanan dengan bahan rujukan berdasarkan hasil penelitian Obidzinski dan Barr 2003. Berdasarkan Simangunsong (2004) FAO melaporkan bahwa untuk periode 1997 sampai 2001 jenis hasil hutan utama Indonesia yang diperdagangkan pada periode tersebut adalah kayu gergajian, kayu lapis, bubur kertas (pulp) dan kertas. Data mengenai industri hasil kayu yang dihimpun dibatasi hanya industri kayu primer yang meliputi kayu gergajian, kayu lapis, pulp dan kertas.
Metode Analisis Data Analisis data dilakukan secara kuantitatif. Analisis data yang dilakukan dengan pendekatan sistem (analisis sistem) untuk membuat skenario pengelolaan hutan dengan pemanfaatan lahan secara optimal yang mampu menyerap tenaga kerja banyak. Analisis secara kuantitatif dilakukan pada tingkat produksi kayu serta mengetahui tingkat penyerapan tenaga kerja pada setiap sektor kehutanan
antara lain : tenaga kerja pada kegiatan HPH dan pembangunan hutan tanaman, Izin Pemanfaatan Kayu, pembalakan liar, industri kayu gergajian, industri kayu lapis, industri pulp dan kertas, dan lain-lain. Analisis ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar suatu sektor kehutanan mempunyai daya serap tenaga kerja, baik secara total/ volume industri maupun per satuan bahan baku (m3 log).
Analisis Sistem dan Simulasi Menurut Grant et al (1997) untuk mendapatkan simulasi model diperlukan empat tahap yaitu : 1. Perumusan Model Konseptual Tahapan ini bertujuan untuk menentukan konsep dan tujuan model sistem yang akan dianalisis. Berdasarkan konsep dan tujuan yang telah ditetapkan tersebut, ditentukan komponen-komponen sistem yang berkaitan dengan tujuan pembuatan model. Komponen–komponen tersebut disusun dan diidentifikasi keterkaitannya dengan dunia nyata sehingga hasil yang digambarkan oleh model simulasi tersebut bisa mendekati keadaan yang sebenarnya. Data yang telah terkumpul dapat dikategorikan ke dalam tujuh kategori komponen-komponen sistem yang meliputi : state variable, driving variable, konstant, auxilary variable, transfer material dan informasi, sources dan sink. 2. Spesifikasi Model Kuantitatif Tahapan ini bertujuan untuk membentuk model kuantitatif dari konsep model simulasi yang telah ditetapkan. Spesifikasi model kuantitatif ini dilakukan dengan memberikan nilai kuantitatif terhadap masing-masing nilai variabel dan menerjemahkan setiap hubungan antar variabel dan komponen penyusun model sistem tersebut ke dalam persamaan matematika sehingga dapat dioperasikan oleh program simulasi. Langkah – langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Memilih struktur kuantitatif umum untuk model 2. Memilih unit waktu dasar untuk simulasi 3. Mengidentifikasi bentuk- bentuk fungsional dari persamaan model 4. Menduga parameter dari persamaan model
5. Memasukan persamaan ke dalam program simulasi 6. Menjalankan simulasi acuan (baseline simulation) 7. Menetapkan persamaan model 3. Evaluasi Model Tahapan ini bertujuan untuk mengetahui keterandalan model untuk mendeskripsikan keadaan yang sebenarnya. Model simulasi yang telah dibuat perlu dilakukan uji validasi sehingga bisa dilakukan perbaikan sehingga bisa didapatkan model yang mendekati dengan keadaan nyata di lapangan. Evaluasi model dilakukan dengan membandingkan output model dengan data aktual. 4. Penggunaan Model Berdasarkan model yang ada maka dibuat skenario-skenario untuk memprediksi jumlah tenaga kerja yang dapat diserap pada kegiatan pengelolaan hutan dan industri hasil hutan kayu.
Kerangka Studi Menjalankan Skenario
Membuat Skenario Pengelolaan Hutan dan Pengoptimalan Tenaga Kerja
Memproyeksikan trend tenaga kerja sektor Pengusahaan Hutan dan Industri Hasil Hutan Kayu
Analisis Data
Pengumpulan data mengenai sektor kehutanan, industri hasil hutan kayu, dan perkebunan
Studi Pustaka
-
Buku Majalah Jurnal Internet Laporan Statistik Kehutanan
Gambar 2. Kerangka studi kegiatan penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pengelolaan Hutan di Indonesia Sektor kehutanan pada dasarnya merupakan salah satu sektor yang memainkan peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor kehutanan menjadi penyedia bahan baku utama bagi industri hilir yang bisa menghasilkan pendapatan bagi negara dengan syarat pengelolaannya dilakukan secara benar dan bijkasana. Pengelolaan hutan untuk produksi dilakukan melalui beberapa bentuk pengusahaan antara lain : Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Izin Pemanfaatan Kayu (IPK), Hutan Rakyat, Perum Perhutani di Jawa, dan Hutan Tanaman Industri (HTI) di luar Jawa. Tabel berikut menyajikan produksi kayu bulat selama 10 tahun terakhir pada berbagai sumber produksi. Tabel 3. Produksi kayu bulat pada tahun 1995-2004 Tahun 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
HPH 17.012.949 15.595.766 16.224.228 11.867.274 8.599.105 3.450.430 1.809.099 3.019.839 4.104.914 3.510.752
Sumber Produksi (Volume dalam m3) Hutan Perum IPK Rakyat Perhutani 5.845.475 149.023 1.795.630 7.232.482 603.151 1.911.757 9.524.572 1.213.928 1.604.034 7.249.878 719.074 1.718.561 6.239.278 957.056 1.890.900 4.564.591 488.910 1.511.000 2.323.614 0* 1.455.403 182.707 0* 1.559.026 956.471 59.538 976.806 1.631.885 153.640 923.632
HTI 514.692 474.268 425.893 480.210 4.844.493 3.783.604 5.567.282 4.242.532 5.325.771 7.329.028
Jumlah (m3) 25.317.769 25.817.424 28.992.655 22.034.997 22.530.832 13.798.535 11.155.398 9.004.104 11.423.500 13.548.937
Sumber : Tahun 1995-2000 (DepHut, Maret 2001 dalam FWI (2001)) Tahun 2001-2004 (Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan 2004) *) tidak ada keterangan data Kegiatan produksi kayu bulat pada hutan alam cenderung mengalami penurunan produksi, hal ini disebabkan besarnya tingkat kerusakan hutan alam akibat eksploitasi besar-besaran. Hal ini berbanding terbalik dengan tingkat produksi dari Hutan Tanaman Industri (HTI) yang semakin meningkat untuk memproduksi kayu bulat.
Kegiatan Hak Pengusahaan Hutan Pemanfaatan hutan secara komersial di Indonesia dimulai tahun 1967 terutama pemanfaatan hutan alam. Hal tersebut menjadikan sektor kehutanan sebagai salah satu penggerak perekonomian nasional setelah minyak bumi. Indonesia berhasil merebut pasar ekspor kayu tropis dunia yang diawali dengan ekspor kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapis, serta produk lainnya. Selama tahun 1992 - 1997 tercatat devisa sebesar US$ 16,0 milyar, dengan kontribusi terhadap PDB termasuk industri kehutanan rata-rata sebesar 3,5 % (BPS 2004 dalam Dephut, 2005). Pada tahun 2003 ekspor kehutanan yang meliputi kayu lapis, kayu gergajian, pulp dan kertas, furnitur dan kayu olahan lainnya dilaporkan sejumlah US$ 6,6 milyar atau sekitar 13,7 % dari nilai seluruh ekspor non migas. (CIFOR, 2003 dalam Dephut, 2005). Perkembangan zaman menuntut kebutuhan kayu dan produk kayu olahan lainnya baik untuk konsumsi lokal dan ekspor semakin meningkat, maka terjadi eksploitasi terhadap hasil hutan kayu secara besar-besaran. Kegiatan eksploitasi tersebut mengakibatkan terjadinya deforestasi dan degradasi lahan hutan, yang berdampak pada penurunan potensi hutan terutama kayu. Pengusaha sektor kehutanan dan industri kayu banyak yang menutup usahanya karena kekurangan bahan baku sehingga tidak bisa beroperasi dan memenuhi permintaan pasar. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan kegiatan pengusahaan hutan di HPH selama beberapa tahun terakhir yang ditunjukkan dalam tabel berikut : Tabel 4. Perkembangan HPH di Indonesia selama 10 tahun terakhir No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Tahun 1991/1992 1992/1993 1993/1994 1994/1995 * 1995/1996 1996/1997 1997/1998 1998/1999 1999/2000 2000 2001 2002 2003 2004
Jumlah (Unit) 567 580 575 540 487 447 427 420 387 362 351 270 267 287
Luas areal (Juta Ha) 60,48 61,38 61,70 61,03 56,17 54,09 52,28 51,58 41,84 39,16 36,42 28,08 27,80 27,82
Sumber : Statistika Bina Produksi Kehutanan Tahun 2004. *) Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan dalam Statistik Kehutanan Indonesia 2003.
Berdasarkan data perkembangan HPH diatas, terlihat bahwa terjadi penurunan jumlah unit HPH yang beroperasi di Indonesia serta semakin menyusutnya luas areal yang diusahakan akibat deforestasi dan degradasi lahan. Hal itu digambarkan antara lain dengan penurunan jumlah unit pengusahaan hutan (HPH) dari 567 unit (tahun 1990) dengan luas areal 60,48 ha menjadi 287 unit HPH (tahun 2004) dengan luas areal 27,82 ha. Suswono (2005) menyatakan bahwa faktor penyebab terjadinya deforestasi dan degradasi lahan antara lain : lemahnya pengendalian terhadap operasionalisasi sistem HPH, pembukaan hutan (untuk perkebunan, pertambangan, dan industri), perambahan, kebakaran hutan dan pembalakan liar (illegal logging).
Kegiatan Hutan Tanaman Industri (HTI) Ketersediaan pasokan kayu bulat dari hutan alam semakin menyusut dari tahun ke tahun, oleh karena itu pada tahun 1980-an, pemerintah membuat rencana untuk pembangunan hutan tanaman industri terutama di daerah Kalimantan dan Sumatera dengan jenis tanaman cepat tumbuh (Growing Fast Species) sebagai tambahan pasokan kayu dari hutan alam. Program ini juga semakin didukung dengan adanya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia no 7 tahun 1990 tentang Hak Pengusaha Hutan Tanaman Industri. dilaksanakan sebagai upaya untuk
Selain itu program HTI ini
rehabilitasi lahan yang terdegradasi serta
mempromosikan konservasi alam (FWI, 2001). Kegiatan produksi kayu melalui HTI semakin meningkat karena keterbatasan persediaan hutan alam untuk memenuhi kebutuhan pasar, sehingga ada tuntutan untuk menghasilkan tambahan pasokan kebutuhan pasar domestik maupun ekspor. Hal itu berpeluang untuk membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat terutama yang tinggal di sekitar hutan. Dengan semakin besarnya kegiatan produksi kayu HTI maka kesempatan kerja semakin besar.
Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) Kegiatan pengusahaan hutan melalui Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dilakukan pada kawasan hutan produksi konversi. Berdasarkan data Departemen Kehutanan 2001 dan 2004, kegiatan IPK memberikan pasokan tambahan yang
cukup besar untuk pemenuhan kebutuhan kayu bulat. Berdasarkan data tahun terakhir yang diperoleh yaitu tahun 2004 IPK mampu mensuplai kebutuhan kayu bulat sebesar 1.631.885,4 m3. IPK mampu mensuplai kebutuhan bahan baku terbesar setelah HTI dan hutan alam (HPH).
Tenaga Kerja Pengusahaan Hutan dan Industri Kayu Olahan Jumlah tenaga kerja sektor kehutanan dan industrinya dapat diketahui dengan mengkonversi jumlah kayu bulat yang diproduksi per 1.000 m3 untuk sektor pengusahaan hutan dan mengkonversi kayu bulat yang digunakan per 10.000 m3 untuk produk kayu olahan. Produksi kayu bulat/kayu bulat yang digunakan dapat dikonversi untuk mengetahui jumlah tenaga kerja yang digunakan dengan asumsi sebagai berikut : Tabel 5. Tenaga kerja kegiatan pengusahaan hutan dan industri kayu. Tenaga kerja yang digunakan (per tahun) per 1.000 m3 produksi per 1.000 m3 produk Sektor kayu bulat yang dihasilkan HPH 18 IPK 1 1 Illegal Logging HTI 59 Industri kayu lapis dan olahan 26 Industri kayu gergajian 11 Industri kayu gergajian illegal 3 Industri pulp dan kertas* 3 Sumber : Obidzinski dan Barr (2003) dalam Purnomo (2006) Keterangan *) : Pada industri pulp dan kertas tenaga kerja yang diperlukan adalah 3 orang per 1.000 ton pulp yang dihasilkan. Analisis Sistem Identifikasi Isu, Tujuan dan Batasan Tingkat kebutuhan kayu semakin meningkat, hal tersebut seiring dengan semakin banyaknya industri pengolahan hasil hutan kayu. Permintaan kebutuhan kayu yang tinggi tidak diimbangi dengan persediaan sumber daya hutan terutama persediaan hutan alam. Hutan alam semakin habis karena eksploitasi yang dilakukan pelaku pengusahaan hutan itu sendiri, masyarakat, pihak-pihak terkait
serta oknum-oknum yang sengaja mengeksploitasi hasil hutan kayu secara liar untuk kepentingan sepihak. Kegiatan eksploitasi terhadap hutan alam mengakibatkan deforestasi dan degradasi lahan, sementara upaya rehabilitasi lahan
tidak sebanding dengan
besarnya tingkat kerusakan yang terjadi. Berdasarkan fakta yang terjadi maka untuk memenuhi kebutuhan kayu tidak bisa menggantungkan selamanya pada hutan alam yang semakin punah. Pengelolaan hutan yang efektif sangat diperlukan untuk mempertahankan hutan alam yang tersisa, membangun hutan tanaman sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan kayu, serta pemanfaatan lahan tidak produktif menjadi lahan berpotensi dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat hutan. Besarnya tingkat deforestasi dan degradasi lahan tidak hanya berakibat pada berkurangnya bahan baku kayu bulat, tetapi berdampak pula pada berkurangnya tenaga kerja pada sektor kehutanan terutama pada sektor industri pengolahan kayu. Berkurangnya bahan baku untuk produksi kayu olahan menyebabkan pengusaha industri sulit untuk beroperasi, sehingga terjadi penurunan produksi yang disusul oleh penurunan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Selain itu dampak dari kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) turut menjadi penyebab penurunan produksi industri kayu olahan. Salah satu alternatif pengelolaan hutan dan lahan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi kayu dalam pengusahaan hutan dan industri hasil hutan kayu adalah pemanfaatan lahan kritis. Selain untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku kayu juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membuka peluang kerja bagi masyarakat. Isu yang diangkat dalam pemodelan ini adalah mencari sistem pengelolaan hutan di Indonesia melalui pemanfaatan lahan kritis untuk menghasilkan bahan baku industri pengolahan kayu serta penyerapan tenaga kerja. Pemodelan ini dibuat dengan tujuan untuk menggambarkan aliran tenaga kerja yang diserap dalam setiap komponen pengusahaan hutan, industri hasil hutan kayu dan pemanfaatan lahan. Berdasarkan model tersebut diharapkan mampu membuat skenario alternatif pengelolaan hutan yang lebih baik dan mampu memberikan peluang kerja bagi masyarakat banyak terutama masyarakat
di sekitar hutan. Batasan model terkait dengan komponen sumber bahan baku kayu, produksi kayu/produksi kayu olahan, pemanfaatan lahan kritis, serta tenaga kerja pada setiap pengusahaan hutan dan industri hasil hutan kayu.
Konseptualisasi Model Model konseptual yang dikembangkan dideskripsikan melalui aliran dan stok. Model yang dibuat terdiri dari beberapa submodel antara lain: areal hutan Indonesia, pengusahaan hutan (HPH, HTI, IPK, pembalakan liar), hutan rakyat, industri hasil hutan kayu (kayu gergajian legal dan illegal, kayu lapis, pulp dan kertas), tenaga kerja, areal perkebunan. Areal hutan (hutan alam) menghasilkan kayu bulat baik legal maupun illegal. Kayu legal dihasilkan oleh kegiatan HPH dan IPK sedangkan kayu illegal dihasilkan oleh kegiatan pembalakan liar. Kayu bulat yang dihasilkan selanjutnya diolah melalui industri kayu primer untuk menghasilkan produk kayu olahan. Dengan semakin besarnya kegiatan penebangan pada hutan alam maka semakin besar kerusakan yang terjadi. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka pemerintah melakukan program rehabilitasi hutan dan lahan. Kegiatan rehabilitasi tersebut diimplementasikan dengan mengkonversi hutan alam yang rusak/kurang produktif menjadi hutan tanaman dan areal penggunaan lain seperti perkebunan dan hutan rakyat. Pembangunan hutan tanaman tersebut diharapkan mampu membantu hutan alam dalam mensuplai kebutuhan kayu bulat untuk kebutuhan industri. Selain itu pembangunan hutan rakyat dan perkebunan diharapkan mampu meningkatkan manfaat dari lahan yang tidak produktif untuk menghasilkan produk serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Setiap kegiatan baik penebangan legal ataupun illegal pada hutan alam, hutan tanaman, areal untuk penggunaan lain, kegiatan pengolahan kayu bulat, kegiatan pengelolaan hutan rakyat dan perkebunan menghasilkan tenaga kerja.
Produk kayu olahan (+) Pengolahan kayu bulat Penanaman (+)
Kayu bulat legal dan illegal Penebangan
(+) (+)
(+)
(-) konversi 1
Hutan Alam
(-)
Hutan Tanaman
(+)
pemanenan
(+)
konversi 2 (+)
(-)
konversi 3
Lahan kritis (-)
pengelolaan Produk perkebunan dan hutan rakyat (+)
Gambar 3. Konseptualisasi model yang dikembangkan
Spesifikasi Model Kegiatan pengelolaan hutan ini terdiri dari 12 submodel yang terdiri dari : 1. Areal hutan Submodel sumber daya hutan menggambarkan pembagian hutan Indonesia yang terdiri dari hutan lindung, hutan konservasi dan hutan produksi. Sampai sekarang sumber produksi kayu bulat di Indonesia masih dihasilkan HPH, HTI, dan IPK. Luas hutan Indonesia menurun karena besarnya tingkat kerusakan hutan baik pada hutan lindung, hutan konservasi maupun hutan produksi. Kerusakan hutan marak seiring dengan meningkatnya kegiatan penebangan liar. Kegiatan penebangan liar diasumsikan terjadi pada hutan lindung dan hutan konservasi. Tingkat kerusakan hutan lindung dan hutan konservasi akibat kegiatan
pembalakan liar diasumsikan sebesar 10%. Kerusakan yang terjadi mempengaruhi besarnya luas lahan kritis di Indonesia. Lahan kritis dialokasikan sebagai areal perkebunan, hutan rakyat dan pembangunan HTI. AREAL HUTAN
TebangHPH
TanamHPH
PersenKonv HPH
konv ersiHPH
LuasHPH
LuasHTI PerHTIdrLK
TebangHTI
TanamHTI PenanamanLK TanamHK
ILLgHK
LahanKritis
PenanamanLK
TambahLK
TanamHL
ILLgHL
LuasIPK
Tebang IPK
in IPK
konv ersiHPH
LuasHK
TanamHK
ILLgHK
Luas IL total
LuasHL
TanamHL
ILLgHL
Gambar 4. Submodel areal hutan 2. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Hak Pengusahaan Hutan merupakan salah satu bentuk pengusahaan hutan pada hutan produksi. Submodel HPH menunjukkan besarnya stok/persediaan kayu dari hasil pengusahaan hutan alam. Tingkat produksi kayu bulat diperoleh dengan membagi produksi kayu bulat tahunan dengan luas tebangan tahunan (rotasi 35 tahun), kemudian dengan membagi faktor eksploitasi sebesar 0,7 maka dapat diperoleh volume tebangan tahunan (m3/ha).
Dalam submodel HPH
digambarkan pula tenaga kerja yang dapat diserap berdasarkan produksi kayu bulatnya. Tenaga kerja yang dapat diserap adalah 18 orang per 1000 m3 kayu
bulat per tahun. Kayu bulat produksi HPH dialokasikan pada industri kayu lapis dan industri kayu gergajian. HPH
v ol per ha HPH TebangHPH
stock kay u HPH
kay u HPH
Naker HPH log HPH
abs naker HPH log HPH sawmill
jumlah log HPH
naker HPH
naker HPH
log HPH ply mill
Gambar 5. Submodel Hak Pengusahaan Hutan (HPH) 3. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) Submodel Izin Pemanfaatan Kayu menunjukkan luasan areal hutan konversi untuk kepentingan non kehutanan dengan melakukan pembersihan lahan dan penebangan sebelum dijadikan areal konversi. Luas IPK dapat semakin besar dengan bertambahnya konversi pada hutan alam (HPH). Volume kayu per hektar yang mampu diproduksi yaitu 20 m3/ha berdasarkan Peraturan No.614/KptsII/1999 dalam FWI (2001). Submodel ini menggambarkan aliran kayu bulat hasil IPK bagi industri kayu lapis dan kayu gergajian. Submodel ini menunjukkan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap 1 orang per 1000 m3 kayu bulat yang dihasilkan per tahun. IPK kay u IPK
stock kay u IPK
log IPK
produksi log IPK
log IPK ply mill
naker IPK Tebang IPK
naker IPK
v ol per ha IPK
abs naker IPK
naker IPK
log IPK sawmill
Gambar 6. Submodel Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) 4. Hutan Tanaman Industri (HTI) Submodel HTI menggambarkan produksi kayu bulat yang dihasilkan dengan daur yang digunakan adalah 7 tahun. Submodel ini menggambarkan kegiatan HTI yang terdiri dari kegiatan penanaman pada tahun pertama, kegiatan pemeliharaan pada tahun kedua sampai keenam dan kegiatan pemanenan pada tahun ketujuh.
Kegiatan yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah kegiatan pada tahun pertama yaitu kegiatan penanaman. Kegiatan Hutan Tanaman Industri ini diharapkan mampu memasok tambahan kayu bulat nasional terutama untuk pemenuhan kegiatan industri kayu olahan khususnya industri pulp dan kertas. HTI
naker HTI
stock th 1
awal penanaman HTI
stock th4
stock th3
stock th 2
growth34 growth12
growth23
Vol perHa HTI
naker HTI
naker pemeliharaan HTI
TebangHTI naker HTI
growth45
naker penanaman absp naker penanaman
abs naker pemanenan
naker pemanenan
absp naker pemeliharaan
panen kay u pulp HTI
jumlah produksi ky HTI
growth67 stock th7
growth56 stock th6
stock th5
Gambar 7. Submodel Hutan Tanaman Industri (HTI) 5. Pembalakan liar Pembalakan liar merupakan salah satu kegiatan penyebab kerusakan hutan di Indonesia. Untuk mengetahui ada tidaknya kayu ilegal dapat dilakukan dengan membandingkan kapasitas maksimum pasok kayu legal (RKT HPH + HTI + konversi) dengan output industri pengolahan kayu dengan memperhitungkan faktor rendemen yang wajar ( Nurrochmat, 2002 ) Kegiatan pembalakan liar ini dilakukan di hutan lindung dan hutan konservasi, diasumsikan bahwa kayu bulat hasil penebangan liar adalah 1 orang untuk setiap 1.000 m3/tahun kayu bulat yang dihasilkan (Obidzinski dan Barr, 2003). Kayu produksi pembalakan liar ini merupakan pasokan bagi industri kayu gergajian illegal, industri pulp dan kertas, serta penyelundupan ke luar negeri.
Pembalakan liar peny elundupan
v ol per ha IL produksi log IL
kay u IL
jumlah produksi IL
log sawmill illegal
log IL
log pulp illegal
Luas IL total
naker IL
naker IL
abs naker IL
naker IL
Gambar 8. Submodel pembalakan liar 6. Hutan rakyat Submodel ini menggambarkan luasan areal sebagai pemanfaatan lahan kritis yang digunakan meningkatkan potensi lahan dengan pembangunan hutan rakyat. Potensi tenaga kerja yang mampu diserap adalah 48 orang per hektar. Aliran kayu dari hutan rakyat diasumsikan untuk industri meubel. Hutan Raky at v olKay uHR perha per thn naker HR
Penanaman HR
absNakerHR log HR
log f urniture
PenanamanLK PersenHR dari LK
naker HR
Gambar 9. Submodel hutan rakyat 7. Industri kayu gergajian legal Submodel industri kayu gergajian legal menggambarkan aliran kayu bulat yang berasal dari kegiatan HPH dan IPK. Kayu gergajian yang dihasilkan memiliki rendemen sebesar 70%. Tenaga kerja yang mampu diserap dari kegiatan industri gergajian ini adalah 11 orang per 1.000 m3 kayu gergajian yang dihasilkan.
Sawmill
rendemen ky gergajian limbah sawmill log HPH sawmill jmlh ky diolah untuk gerg
konsumsi kay u gergajian
tk prod ky gerg
ky masuk sawmill log IPK sawmill
naker Sawmill
jumlah ky gerg
abs naker sawmill
naker sawmill naker Sawmill
Gambar 10. Submodel industri kayu gergajian 8. Industri kayu gergajian illegal Submodel ini bertujuan untuk menggambarkan pasokan kayu hasil illegal logging yang selanjutnya diolah di industri kayu gergajian illegal. Submodel ini sama seperti sub model kayu gergajian legal tetapi kayu bulat yang diperoleh merupakan hasil penebangan liar dengan rendemen yang sama yaitu 70%. Tenaga kerja di industri kayu gergajian illegal yaitu 3 orang untuk 1.000 m3 kayu gergajian yang dihasilkan. Sawmilll Illegal
naker sawmill illegal
ky asal IL
jumlah ky diolah di sawmill ilegal
jumlah ky gergajian ilegal
konsumsi sawtimber illegal
produk sawmill ilegal log sawmill illegal
persen log hasil IL
naker ky gerg ilegal
limbah sawmill ilegal naker Sawmill Illegal
rendemen sawmill ilegal
abs naker ky gerg ilegal
Gambar 11. Submodel industri kayu gergajian illegal 9. Industri kayu lapis dan olahan Pada submodel ini dapat dilihat bahwa bahan baku industri kayu lapis dan olahan berasal dari HPH dan IPK. Efisiensi dari kegiatan pengolahan kayu lapis ini adalah 50 persen. Tenaga kerja yang mampu diserap yaitu 26 orang untuk setiap 1.000 m3 kayu lapis dan olahan yang dihasilkan.
Ply mill log IPK ply mill
jmlh ky diolah tk prod ply untuk ply dan ky olahan
jumlah ply wood dan ky olahan Naker ply mill
log ply wood dan ky olahan
konsumsi ply wood naker ply mill dan ky olahan
limbah ply mill
ef isiensi ply wood
log HPH ply mill
abs naker ply mill dan ky olahan
Naker Ply mill
Gambar 12. Submodel industri kayu lapis dan olahan 10. Industri pulp dan kertas Submodel Industri pulp dan kertas menunjukkan jumlah kayu bulat yang digunakan sebagai bahan baku industri tersebut yang berasal dari produksi kayu bulat HTI dan kegiatan illegal logging. Industri ini lebih bersifat padat modal dan hanya mampu menyerap tenaga kerja sebesar 3 orang untuk setiap 1.000 ton pulp kertas yang dihasilkan. Pulp & Kertas
log pulp illegal
jumlah ky untuk pulp paper
jumlah pulp paper
konsumsi pulppaper
Naker PulpPaper konsumsi ky pulp kay u pulp HTI
tk produksi pulp paper
ef isiensi pulp paper
NakerPulpPaper
abs naker pulp paper
naker pulp paper
Gambar 13. Submodel industri pulp dan kertas 11. Areal perkebunan Submodel areal perkebunan menggambarkan alokasi lahan kritis yang digunakan untuk penanaman perkebunan sebagai suatu usaha untuk mengurangi lahan kritis. Pengelolaan perkebunan ini dibagi kedalam dua kegiatan yaitu perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis) dan perkebunan jarak pagar (Jatropha curcas L). Kedua tanaman tersebut dipilih karena kelapa sawit merupakan salah satu komoditi andalan Indonesia yang dapat memberikan devisa bagi negara sedangkan tanaman jarak pagar merupakan tanaman alternatif penghasil biodiesel pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) yang lebih murah yang mulai dikembangkan di Indonesia.
AREAL PERKEBUNAN abs naker tanamSawit buah sawit kg per ha
naker tanam Sawit
BD miny ak sawit kg per liter
PenanamanLK
liter miny ak sawit
BuahSawit prod miny ak sawit
luas sawit
prod buah sawit
PenambahanKbn
limbah sawit rendemen sawit luas jarak
PerKbn
produksi biji jarak
naker tanam jarak
abs naker tanam JarakPerHa
konsumsi sawit
biji jarak kg per ha
naker olah jarak
prod miny ak jarak
naker olah sawit
abs naker olah sawit
abs naker olah jarak konsumsi jarak
naker jarak dan sawit
BijiJarak Liter miny akJarak BD miny ak jarak kg per liter
limbah biji jarak
naker jarak dan sawit
rendemen miny ak Jarak naker tanam jarak
naker olah sawit
naker sawit naker jarak
naker olah jarak
naker tanam Sawit
Gambar 14. Submodel areal perkebunan 12. Tenaga kerja Submodel tenaga kerja menggambarkan banyaknya tenaga kerja yang dapat diserap dari setiap kegiatan pengusahaan hutan (HPH, HTI, IPK dan pembalakan liar), kegiatan industri kayu olahan (kayu gergajian legal dan illegal, kayu lapis dan olahan serta industri pulp dan kertas), dan kegiatan pemanfaatan lahan kritis (hutan rakyat, perkebunan kelapa sawit dan perkebunan jarak). Total tenaga kerja sektor kehutanan dapat diketahui dengan menjumlahkan tenaga kerja dari setiap komponen tersebut. naker kehutanan Naker HPH naker ply mill dan ky olahan
naker HR naker sawit
total naker
naker jarak total naker
naker sawmill total naker
naker pulp paper naker ky gerg ilegal
naker HTI
naker IPK naker IL
Gambar 15. Submodel tenaga kerja kehutanan
Evaluasi Model Evaluasi model bertujuan untuk mengetahui kemampuan model dalam mendeskripsikan keadaan sebenarnya di lapangan. Evaluasi model dilakukan dengan analisis sensitivitas keluaran, yang terjadi akibat perubahan nilai masukan. Keluaran hasil simulasi akan dibandingkan dengan teori yang ada. Tujuannya untuk mengamati sejauh mana model ini mampu memprediksi dengan baik apabila nilai masukan diubah-ubah (Sunaryo, dkk 2006). Evaluasi model yang dilakukan pada penelitian ini adalah analisis sensitivitas untuk mengetahui total tenaga kerja terserap dengan mengubah-ubah persen luasan HTI yang berasal dari lahan kritis. Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah persen luas lahan untuk HTI yaitu (0,2) ; (0,398) ; (0,595) ; (0,792) ; dan (0,99). Semakin besar luasan lahan kritis untuk pembangunan HTI maka semakin banyak tenaga kerja yang terserap. Hasil analisis sensitivitas model dapat dilihat pada gambar 16 sebagai berikut :
20% 39,80% 59,50% 79,20% 99%
3.000.000
ORANG
2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
TAHUN
Gambar 16. Analisis sensitivitas model terhadap perubahan luas HTI Grafik menunjukkan adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja dengan peningkatan luasan HTI. Peningkatan tenaga kerja yang terserap tidak terlalu besar, hal tersebut disebabkan rendahnya laju penanaman HTI yang hanya 23% per tahun. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas yang dilakukan maka dapat terlihat peningkatan tenaga kerja pada tahun ke 20 adalah sebagai berikut : Tabel 6. Tenaga kerja terserap dengan peningkatan luas HTI Lahan kritis untuk HTI (%) 20 39,8 59,5 79,2 Tenaga kerja (orang)
879.078
947.069
99
1.015.060 1.083.050 1.151.041
Penggunaan Model 1. Simulasi Dasar Simulasi dasar model yang dibuat menjelaskan keadaan sektor usaha kehutanan baik pengusahaan hutan maupun industri kayu olahan pada masa yang akan datang (selama 20 tahun ) jika diasumsikan tidak ada pengalokasian lahan kritis untuk meningkatkan potensi lahan dan tenaga kerja terserap. Berikut ini menunjukkan beberapa submodel pengusahaan hutan dan industri kayu olahan dalam penyerapan tenaga kerja 20 tahun yang akan datang. 1. Hak Pengusahaan Hutan (HPH) Penyerapan tenaga kerja pada sektor Hak Pengusahaan Hutan (HPH) semakin menurun, hal ini sesuai dengan semakin menurunnya potensi tegakan hutan alam di Indonesia yang mengakibatkan persediaan pasokan kayu bulat yang semakin menurun. Penurunan ini terjadi karena semakin meningkatnya kegiatan konversi lahan pada hutan alam. Penurunan penyerapan tenaga kerja pada awal simulasi dapat mencapai 39.749 orang kemudian semakin menurun sampai pada angka 573 orang. Hal ini menunjukkan bahwa keberadaan hutan alam sebagai penyedia kebutuhan kayu dan penyedia tenaga kerja pada masa
ORANG
mendatang akan semakin menurun. NAKER HPH
45.000 40.000 35.000 30.000 25.000 20.000 15.000 10.000 5.000 0 1 2
3 4
5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 TAHUN
Gambar 17. Tenaga kerja HPH (simulasi dasar) 2. Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) Kegiatan IPK dilakukan pada hutan konversi. Penyerapan tenaga kerja pada kegiatan ini tergantung dari luasan yang digunakan untuk lahan konversi. Kegiatan konversi lahan yang dilakukan pada hutan alam semakin lama semakin menurun karena hutan alam yang dapat dialihfungsikan semakin
berkurang. Berdasarkan simulasi yang dilakukan maka pada awal simulasi kegiatan ini dapat menyerap tenaga kerja 125.312 orang kemudian semakin menurun hingga 1.806 orang pada akhir simulasi. 140.000
NAKER IPK
ORANG
120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 TAHUN
Gambar 18. Tenaga kerja Izin Pemanfaatan Kayu (simulasi dasar) 3. Hutan Tanaman Industri Tenaga kerja pada kegiatan Hutan Tanaman Industri semakin meningkat setiap tahunnya. Kegiatan ini mampu menyerap banyak tenaga kerja terutama kegiatan penanaman dan pemanenan. Pada tahun pertama simulasi tenaga kerja sebanyak 357.817 orang dan terus meningkat hingga mencapai 682.824 orang.
ORANG
NAKER HTI 800.000 700.000 600.000 500.000 400.000 300.000 200.000 100.000 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
TAHUN
Gambar 19. Tenaga kerja Hutan Tanaman Industri (simulasi dasar) 4. Pembalakan liar Kegiatan pembalakan liar diasumsikan dilakukan pada hutan lindung dan hutan konservasi. Kegiatan ini dapat menghasilkan tenaga kerja sepanjang tahun. Pembalakan liar semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya gangguan pada hutan alam. Seperti telah kita lihat bahwa produksi dari IPK
turun drastis karena habisnya areal konversi, artinya kecenderungan pencurian kayu akan lebih besar. Selanjutnya kegiatan pembalakan liar mengalami penurunan karena semakin menyusutnya areal hutan yang menjadi sasaran pembalakan liar. Tenaga kerja yang terserap dimulai 228.635 orang, meningkat sampai 318.496 orang dan menurun perlahan hingga 201.537 orang.
ORANG
NAKER PEMBALAKAN LIAR 350.000 300.000 250.000 200.000 150.000 100.000 50.000 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
TAHUN
Gambar 20. Tenaga kerja pembalakan liar (simulasi dasar) 5. Industri kayu gergajian Industri kayu gergajian diasumsikan memperoleh bahan baku kayu bulat dari HPH dan IPK. Tenaga kerja pada industri kayu gergajian semakin menurun setiap tahunnya. Penurunan disebabkan dari turunnya pasokan dari HPH akibat eksploitasi yang melebihi kapasitas hutan untuk memperbaharui. Kekurangan kayu tersebut dipenuhi oleh ekstraksi kayu dari hutan konversi, tetapi hal itu tidak dapat berlangsung terus-menerus karena semakin berkurangnya luas hutan konversi sehingga pasokan kayu semakin menurun. Tenaga kerja yang dapat diserap pada awal simulasi yaitu 644.684 orang kemudian semakin menurun hingga 11.055 pada akhir simulasi. NAKER KAYU GERGAJIAN
ORANG
800.000 600.000 400.000 200.000 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
TAHUN
Gambar 21. Tenaga kerja kayu gergajian (simulasi dasar)
6. Industri kayu gergajian illegal Industri Kayu Gergajian illegal mendapatkan bahan baku dari kegiatan pembalakan liar. Tenaga kerja yang terserap hampir sama dengan kegiatan liar yang meningkat karena semakin tingginya kayu bulat yang dihasilkan. Pada awal simulasi kegiatan ini mampu menyerap sekitar 60.128 orang dan semakin meningkat hingga 140.457 orang, selanjutnya menunjukkan penurunan hingga 99.002 orang.
ORANG
NAKER KAYU GERGAJIAN ILLEGAL 160.000 140.000 120.000 100.000 80.000 60.000 40.000 20.000 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
TAHUN
Gambar 22. Tenaga kerja industri kayu gergajian illegal (simulasi dasar) 7. Industri kayu lapis dan olahan Industri kayu lapis dan olahan mendapatkan bahan baku dari HPH dan IPK. Sama seperti pada industri kayu gergajian, industri ini masih mengandalkan
bahan
baku
kayu
bulat
dari
hutan
alam
sehingga
keberadaannya semakin lama semakin menurun seiring dengan semakin menurunnya potensi hutan alam. Industri kayu lapis dan kayu olahan ini merupakan industri yang cukup besar dalam menyerap tenaga kerja karena banyaknya tahapan / proses untuk menghasilkan kayu lapis dan kayu olahan lainnya. Tenaga kerja yang terserap pada awal simulasi mulai dari 1.088.428 orang kemudian semakin menurun hingga
pada akhir simulasi hanya
mencapai 18.665 orang. NAKER KAYU LAPIS DAN KAYU OLAHAN 1.200.000
ORANG
1.000.000 800.000 600.000 400.000 200.000 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
TAHUN
Gambar 23. Tenaga kerja industri kayu lapis dan olahan (simulasi dasar)
8. Industri pulp dan kertas Industri pulp dan kertas mendapat bahan baku dari HTI dan kegiatan pembalakan liar. Industri ini merupakan industri padat modal sehingga tenaga kerja yang terserap tidak terlalu banyak. Meskipun tenaga kerja yang dapat diserap tidak terlalu besar tetapi keberadaan industri ini mampu bertahan pada masa yang akan datang, hal itu disebabkan industri pulp tidak mengandalkan hutan alam tetapi memperoleh bahan baku dari hutan tanaman indutri yang semakin meningkat keberadaannya sepanjang tahun. Tenaga kerja industri pulp dan kertas semakin meningkat mulai 12.750 orang pada awal simulasi hingga akhir simulasi mencapai 135.579 orang. NAKER PULP DAN KERTAS
ORANG
150.000 100.000 50.000 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
TAHUN
Gambar 24. Tenaga kerja industri pulp dan kertas (simulasi dasar)
9. Total tenaga kerja Tenaga kerja yang dapat diserap pada simulasi dasar ini adalah tenaga kerja total yang meliputi tenaga kerja HPH, HTI, IPK, kegiatan pembalakan liar, industri kayu gergajian legal dan illegal, industri kayu lapis dan olahan, serta industri pulp dan kertas. Tenaga kerja yang terserap pada tahun awal menunjukkan penurunan karena semakin menyusutnya areal hutan karena kegiatan eksploitasi yang dilakukan. Tenaga kerja yang dapat diserap pada awal simulasi mencapai 2.557.502 orang hingga pada akhir simulasi mengalami penurunan hingga 1.151.041 orang.
Orang 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19 Tahun
Gambar 25. Total tenaga kerja pada simulasi dasar
Hasil simulasi dasar terhadap penggunaan model menunjukkan bahwa hutan alam di Indonesia semakin berkurang, sementara pembalakan liar terus berlangsung dan meningkat sepanjang tahun. Berkurangnya hutan alam berarti berkurangnya pasokan bahan baku industri pengolahan kayu karena industri ini masih sangat menggantungkan kebutuhan bahan baku dari hutan alam. Perkembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) dituntut untuk dapat membantu dalam penyediaan bahan baku industri kayu, dan terlihat perkembangan HTI semakin meningkat walaupun pertumbuhannya masih dikatakan lambat. Kurangnya bahan baku industri memacu tingginya kegiatan penebangan liar untuk memenuhi kebutuhan industri dan tingginya permintaan pasar. Dengan semakin besarnya kegiatan penebangan liar
maka semakin besar lahan kritis.
Berkurangnya hutan berarti pula berkurangnya kesempatan kerja bagi masyarakat. Berdasarkan hasil simulasi dasar tenaga kerja yang terserap pada sektor kehutanan pada masa yang akan datang menunjukkan penurunan, sehingga apabila hal tersebut tidak ditangani maka masa depan sektor kehutanan tidak dapat dipertahankan.
2. Pembuatan Skenario Tujuan dari skenario yang dibuat adalah untuk mengetahui pengaruh penerapan pola pengelolaan hutan dengan pemanfaatan lahan kritis sebagai bentuk usaha kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan. Kegiatan rehabilitasi lahan dilakukan
dengan kegiatan pemanfaatan lahan kritis untuk meningkatkan potensi lahan serta membuka kesempatan kerja bagi masyarakat. Dalam penyusunan skenario kegiatan rehabilitasi lahan dialokasikan pada pembangunan HTI, hutan rakyat, perkebunan kelapa sawit, dan juga mengangkat komoditas tanaman jarak sebagai tanaman alternatif yang dapat tumbuh di lahan kritis penghasil biodiesel yang akan mulai dikembangkan di Indonesia secara meluas sebagai alternatif pengganti bahan bakar yang lebih murah. Skenario yang dibuat adalah sebagai berikut : 1.
Pengalokasian seluruh lahan kritis untuk pembangunan HTI.
2.
Pengalokasian seluruh lahan kritis untuk perkebunan kelapa sawit.
3.
Pengalokasian seluruh lahan kritis untuk perkebunan jarak pagar.
4.
Pengalokasian seluruh lahan kritis untuk hutan rakyat.
5.
Pengalokasian lahan kritis untuk pembangunan HTI, hutan rakyat, perkebunan kelapa sawit dan jarak pagar.
Skenario 1 Skenario 1 merupakan simulasi yang mengalokasikan lahan kritis untuk pembangunan hutan tanaman industri sebagai usaha meningkatkan pasokan kayu dan tenaga kerja. Asumsi yang digunakan adalah meningkatkan penanaman lahan kritis 23% per tahun dan mengalokasikan semua lahan kritis untuk hutan tanaman industri. Simulasi yang dilakukan untuk 20 tahun yang akan datang menunjukkan bahwa tenaga kerja sektor kehutanan semakin meningkat sampai akhir simulasi seiring dengan semakin besarnya alokasi lahan HTI. Pada awal simulasi menunjukkan angka 2.896.986 orang kemudian terus meningkat sampai 3.555.280 orang. Gambar 26 menunjukkan bahwa tenaga kerja sektor kehutanan meningkat dengan meningkatnya alokasi lahan untuk Hutan Tanaman Industri.
ORANG
HTI 100% 4.000.000 3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0 1
3
5
7
9 11 13 TAHUN
15
17
19
Gambar 26. Tenaga kerja pada skenario 1
Skenario 2 Pada skenario 2 simulasi dilakukan dengan mengalokasikan lahan kritis untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit. Asumsi yang digunakan adalah meningkatkan penanaman lahan kritis 6,57% per tahun dan mengalokasikan semua lahan kritis untuk perkebunan kelapa sawit. Simulasi yang dilakukan untuk 20 tahun yang akan datang menunjukkan bahwa tenaga kerja sektor kehutanan meningkat. Pada awal simulasi menunjukkan angka 3.410.517 orang kemudian menurun sampai akhir simulasi 3.201.069 orang. Penurunan terjadi karena lambatnya laju penanaman kelapa sawit. Hal tersebut seperti kondisi pada tahun 1998 dimana luas wilayah penanaman kelapa sawit bertambah tapi laju yang lebih lambat dibanding saat puncaknya pada tahun 1997, sehingga produksi Crude Palm Oil (CPO) tahun 1998 turun untuk pertama kalinya sejak 1990 (Sunderlin, 2003). KELAPA SAWIT 100% 4.000.000 ORANG
3.000.000 2.000.000 1.000.000 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
TAHUN
Gambar 27. Tenaga kerja pada skenario 2 Skenario 3 Pada skenario 3 simulasi dilakukan dengan mengalokasikan lahan kritis untuk pembangunan perkebunan jarak pagar. Asumsi yang digunakan adalah meningkatkan penanaman lahan kritis 3% per tahun dan mengalokasikan semua lahan kritis untuk perkebunan jarak pagar. Tenaga kerja yang dapat terserap pada awal simulasi yaitu 3.680.579 orang dan pada akhir simulasi mencapai 3.244.516 orang. Jumlah tenaga kerja terserap pada skenario 3 lebih besar dari skenario 2 karena kegiatan penanaman pada perkebunan jarak lebih banyak menyerap tenaga kerja dibandingkan pada usaha perkebunan kelapa sawit.
ORANG
JARAK PAGAR 100% 4.000.000 3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0 1
3
5
7
9 11 13 TAHUN
15
17
19
Gambar 28. Tenaga kerja pada skenario 3 Skenario 4 Pada skenario 4 simulasi dilakukan dengan mengalokasikan semua lahan kritis untuk pembangunan hutan rakyat. Penanaman lahan kritis diasumsikan sebesar 2% per tahun. Skenario 4 ini menunjukkan bahwa hutan rakyat mampu menyerap banyak tenaga kerja, seperti terlihat pada gambar 29 tenaga kerja yang terserap semakin meningkat sepanjang tahun. Pada tahun awal simulasi tersebut dapat menyerap 9.335.762 orang dan terus mengalami peningkatan hingga akhir simulasi yaitu 11.447.636 orang. HUTAN RAKYAT 100%
ORANG
15.000.000 10.000.000 5.000.000 0 1
3
5
7
9
11
13
15
17
19
TAHUN
Gambar 29. Tenaga kerja pada skenario 4 Skenario 5 Simulasi yang dilakukan pada skenario 5 adalah mengalokasikan lahan kritis untuk pembangunan hutan tanaman, hutan rakyat, dan perkebunan kelapa sawit dan jarak pagar. Penanaman lahan kritis 3% per tahun dengan alokasi untuk hutan tanaman 30%, 50% hutan rakyat, dan masing-masing 10% untuk perkebunan kelapa sawit dan jarak pagar. Grafik yang terlihat menunjukkan peningkatan jumlah tenaga kerja yang terserap hingga akhir simulasi, pada tahun
awal kegiatan tersebut dapat menyerap 7.694.295 orang kemudian pada akhir simulasi yaitu 8.357.310 orang. HTI- Hutan Rakyat - Perkebunan Kelapa Saw it dan Jarak 8.800.000 8.600.000 ORANG
8.400.000 8.200.000 8.000.000 7.800.000 7.600.000 7.400.000 7.200.000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 TAHUN
Gambar 30. Tenaga kerja pada skenario 5 Pembuatan lima skenario pengelolaan hutan diharapkan dapat dijadikan alternatif pilihan untuk memperbaiki pengelolaan hutan di Indonesia dan memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat Indonesia dengan pemanfaatan lahan kritis. Berdasarkan skenario yang dibuat dapat dilihat urutan skenario dari yang terbesar menyerap tenaga kerja sampai yang terkecil sebagai berikut : Tabel 7. Urutan skenario pengelolaan hutan dengan tenaga kerja terserap. Skenario
Alokasi lahan kritis
4 5
100% hutan rakyat HTI, hutan rakyat, perkebunan kelapa sawit dan jarak pagar 100% HTI 100% perkebunan jarak pagar 100% perkebunan kelapa sawit
1 3 2
Tenaga kerja pada akhir tahun simulasi (orang) 11.447.636 8.357.310 3.555.280 3.244.516 3.201.069
Skenario yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah skenario 4. Skenario yang paling banyak menyerap tenaga kerja belum tentu merupakan skenario terbaik bila diterapkan di lapangan. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan skenario terpilih, antara lain : resiko usaha seperti pertumbuhan tanaman gagal, serangan hama, pencurian atau ancaman kebakaran di musim kering, investasi usaha, dan perbedaan kondisi tanah pada lahan kritis untuk ditanami jenis tertentu. Apabila dilihat dari lima skenario yang disusun maka skenario 1, 2, 3, dan 4 merupakan skenario dengan pola pengelolaan lahan secara monokultur, sehingga resiko usaha akan lebih rentan terjadi di
lapangan. Dengan mempertimbangkan hal-hal diatas maka skenario yang memungkinkan untuk diterapkan di lapangan adalah skenario 5 (lahan kritis dialokasikan untuk HTI, hutan rakyat, perkebunan kelapa sawit, dan perkebunan jarak pagar) karena pengelolaan lahan lebih beragam dengan produk yang dihasilkan akan lebih beragam pula, walaupun dari segi penyerapan tenaga kerja bukan skenario dengan tenaga kerja terbanyak.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Simulasi dasar terhadap penggunaan model menunjukkan bahwa hutan alam di Indonesia semakin berkurang, sementara kegiatan pembalakan liar terus berlangsung dan meningkat sepanjang tahun. Berkurangnya hutan berarti pula berkurangnya kesempatan kerja bagi masyarakat. Berdasarkan hasil simulasi dasar tenaga kerja yang terserap pada sektor kehutanan pada masa yang akan datang menunjukkan penurunan, apabila tidak ada penanganan secara cepat dan tepat kelestarian hutan Indonesia tidak dapat diharapkan pada masa yang akan datang. Pembuatan skenario-skenario pengelolaan hutan diharapkan dapat dijadikan alternatif pilihan untuk memperbaiki pengelolaan hutan di Indonesia. Dengan memperhatikan berbagai faktor maka skenario 5 (alokasi lahan kritis untuk HTI, perkebunan kelapa sawit, perkebunan jarak dan hutan rakyat) paling memungkinkan untuk diterapkan di lapangan dengan jumlah tenaga kerja terserap 8.357.310 orang pada akhir simulasi.
Saran Model skenario yang dibuat hanya dikembangkan untuk membantu meningkatkan jumlah tenaga kerja sektor kehutanan pada masa yang akan datang, tetapi tidak mengurangi kegiatan pembalakan liar dan penyerapan tenaga kerjanya. Untuk penelitian lanjutan, model dapat disempurnakan dengan peubah lain yang lebih teliti untuk mengkaji pengurangan tenaga kerja pada kegiatan pembalakan liar.
DAFTAR PUSTAKA CIFOR. 2004. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2002 Tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan. Warta Kebijakan. http://www.cifor.cgiar.org/acm/download/pub/wk/warta13.pdf. [2Januari 2006] Darwin, S. 2001. Ketenagakerjaan Dalam Industri Berorientasi Ekspor Menghadapi Persaingan Bebas. Jakarta. Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Databiz Riset Indonesia. 2005a. Kondisi dan Prospek Industri Pulp dan Kertas di Indonesia (Peluang Bisnis Global vs Arah Kebijakan Pemerintah). [Bussines Survey and Report]. Jakarta. PT Databiz Riset Indonesia. ___________________ . 2005b. Kondisi dan Prospek Industri Plywood di Indonesia. [Bussines Survey and Report]. Jakarta. PT Databiz Riset Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia. Jakarta. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. . 2000. Pedoman Survey Sosial Ekonomi Kehutanan Indonesia. Jakarta. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Kehutanan. 1976. Vademecum Kehutanan Indonesia. Jakarta. Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Kehutanan. Departemen Kehutanan. 2005. Rencana Strategis Kementerian Negara/Lembaga Departemen Kehutanan 2005-2009. http://www.dephut.go.id/INFORMASI/INTAG/RENSTRA_KL_0509/Renst ra_0509.htm. [18 Februari 2006] Dudley, R.G. 2003. Dinamika Penebangan Liar di Indonesia. Di dalam : Kemana Harus Melangkah?. Hal 439. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. FWI/GFW. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor. Forest Watch Indonesia dan Washington D.C.: Global Forest Watch. Grant, W.E., Pedersen, E.K., and Marin, S.L. 1997. Ecology and Natural Resource Management : Systems Analysis and Simulation. New York. John Wiley and Sons, Inc.
Haditenojo, P.S., dan Soemantri, B. 1980. Sistem Pengupahan Tehnis Kehutanan Daerah Jati dalam Pengupahan dan Ketenagakerjaan. [Proceeding Lokakarya]. Jakarta. Perum Perhutani. Hasan, D., dan Tjiptoherijanto, P. 1988. Prospek Kayu Olahan 1988/89. Di dalam : Ekonomi Indonesia Masalah dan Prospek 1988/1989. Jakarta. Universitas Indonesia Press. Nurrochmat, D.R. 2002. Kebijakan Ekonomi Kehutanan Suatu Telaah Kritis. Bogor. Lab. Politik Ekonomi dan Sosial Kehutanan, Fakultas Kehutanan IPB. Obidzinski, K., and Barr, C. 2003. Forestry Sector Employment in Indonesia’s Riau Province with a Case Study of Tesso Nilo Forest Complex. Bogor. Center for International Forestry Research (CIFOR) and World Wide Fund for Nature (WWF). Purnomo, H. In Press. Trends and Future Scenarios of Forestry and Other Land Uses Employment in Indonesia : A Modelling Approach. [Journal of Finance and Economics]. Jakarta. Universitas Indonesia. Saryono, H. 1980. Ekonomi Kehutanan Indonesia. Jakarta. CV Yasaguna. Sastrosupadi, A.1989. Tanaman Kenaf (Hibiscus cannabinus) sebagai Bahan Baku Pulp dalam Buku Komoditi Serat Karung di Indonesia. Jakarta. Universitas Indonesia Press. Simangunsong, B.C.H. 2004. The Economic Perfomance of Indonesia’s Forest Sector in the Period 1980-2002. Briefing Paper # 4. www.foresttandtradeasia.org/documen_hit.html?cnt=Indonesia&lang=Engli sh&dlD=377. [8 Februari 2006] Sunaryo, Suprayogo, D., dan Lusiana B. 2006. Stella dan Model Wanulcas. www.worldagroforestry.org/sea/Publications/files/lecturenote/LN000604.PDF .[ 10 Maret 2006] Sunderlin, W.D. 2003. Dampak Krisis dan Perubahan Politik, 1997-1999. Di dalam : Kemana Harus Melangkah?. Hal. 301. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Suswono. 2005. Pemberantasan Illegal Logging [Kajian Kontemporer Dunia Kehutanan Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor 19 Maret 2005]. Bogor
Lampiran 1. Asumsi – asumsi yang digunakan
1. Penyerapan tenaga kerja penanaman jarak = 1 orang /ha 2. Penyerapan tenaga kerja pengolahan minyak kelapa sawit = 136 orang /39.600 ton /tahun 3. Penyerapan tenaga kerja penanaman kelapa sawit = 0,35 orang /ha 4. Penyerapan tenaga kerja pengolahan minyak jarak = 3/200.000 orang/liter minyak jarak 5. BD minyakjarak = 0,92 kg / liter 6. BD minyak sawit = 0,92 kg / liter 7. Produksi biji jarak = 10.000 kg / ha 8. Produksi buah sawit = 17.000 kg / ha 9. Rendemen minyak jarak = 0,35 10. Rendemen sawit = 0,22 11. Tenaga kerja hutan rakyat = 48 orang /ha 12. Tanaman tahun pertama pada hutan rakyat = 500 tanaman / ha. 13. Volume kayu per pohon atau batang pada hutan rakyat = 0,25 m3 14. Potensi kayu hutan rakyat (m3/ha) = 25 15. Tingkat penanaman lahan kritis pada simulasi dasar = 0,83% 16. Produksi log illegal untuk industri kayu gergajian illegal = 30% 17. Produksi log illegal untuk industri pulp dan kertas = 40% 18. Produksi log illegal untuk penyelundupan ke luar negeri = 30% 19. Efisiensi produksi kayu lapis dan olahan = 50% 20. Efisiensi pulp paper = 0,204 21. Produksi 1 ton pulp memerlukan kayu bulat sebesar 4,9 m3
Lampiran 2. Persamaan Model Dinamika Sistem Simulasi Dasar AREAL HUTAN LahanKritis(t) = LahanKritis(t - dt) + (TambahLK - PenanamanLK) * dt INIT LahanKritis = 23242881 INFLOWS: TambahLK = (ILLgHK-TanamHK)+(ILLgHL-TanamHL) OUTFLOWS: PenanamanLK = LahanKritis*0.0083 LuasHK(t) = LuasHK(t - dt) + (TanamHK - ILLgHK) * dt INIT LuasHK = 23300000 INFLOWS: TanamHK = LuasHK*0.01 OUTFLOWS: ILLgHK = LuasHK*0.1 LuasHL(t) = LuasHL(t - dt) + (TanamHL - ILLgHL) * dt INIT LuasHL = 31900000 INFLOWS: TanamHL = LuasHL*0.01 OUTFLOWS: ILLgHL = LuasHL*0.1 LuasHPH(t) = LuasHPH(t - dt) + (TanamHPH - konversiHPH - TebangHPH) * dt INIT LuasHPH = 39160000 INFLOWS: TanamHPH = TebangHPH OUTFLOWS: konversiHPH = LuasHPH*PersenKonvHPH TebangHPH = (LuasHPH/35) LuasHTI(t) = LuasHTI(t - dt) + (TanamHTI - TebangHTI) * dt INIT LuasHTI = 7861251 INFLOWS: TanamHTI = TebangHTI+(PenanamanLK*PerHTIdrLK) OUTFLOWS: TebangHTI = (LuasHTI/7)*0.23 LuasIPK(t) = LuasIPK(t - dt) + (in_IPK - Tebang_IPK) * dt INIT LuasIPK = 8200000 INFLOWS: in_IPK = konversiHPH OUTFLOWS: Tebang_IPK = LuasIPK Luas_IL_total = (ILLgHK+ILLgHL) PerHTIdrLK = 0 PersenKonvHPH = 20/100 AREAL PERKEBUNAN BijiJarak(t) = BijiJarak(t - dt) + (produksi_biji_jarak - prod_minyak__jarak - limbah_biji_jarak) * dt INIT BijiJarak = produksi_biji_jarak INFLOWS: produksi_biji_jarak = biji_jarak__kg_per_ha*luas_jarak OUTFLOWS: prod_minyak__jarak = (BijiJarak*rendemen_minyak_Jarak/BD_minyak_jarak_kg_per_liter) limbah_biji_jarak = (1-rendemen_minyak_Jarak)*BijiJarak BuahSawit(t) = BuahSawit(t - dt) + (prod_buah_sawit - prod_minyak__sawit - limbah_sawit) * dt INIT BuahSawit = prod_buah_sawit INFLOWS: prod_buah_sawit = buah_sawit_kg_per_ha*luas_sawit OUTFLOWS: prod_minyak__sawit = (BuahSawit*rendemen_sawit/BD_minyak_sawit__kg_per_liter) limbah_sawit = (1-rendemen_sawit)*BuahSawit Liter__minyakJarak(t) = Liter__minyakJarak(t - dt) + (prod_minyak__jarak - konsumsi_jarak) * dt INIT Liter__minyakJarak = prod_minyak__jarak INFLOWS:
prod_minyak__jarak = (BijiJarak*rendemen_minyak_Jarak/BD_minyak_jarak_kg_per_liter) OUTFLOWS: konsumsi_jarak = Liter__minyakJarak liter__minyak_sawit(t) = liter__minyak_sawit(t - dt) + (prod_minyak__sawit - konsumsi_sawit) * dt INIT liter__minyak_sawit = prod_minyak__sawit INFLOWS: prod_minyak__sawit = (BuahSawit*rendemen_sawit/BD_minyak_sawit__kg_per_liter) OUTFLOWS: konsumsi_sawit = liter__minyak_sawit UNATTACHED: PenambahanKbn = PenanamanLK*PerKbn*0 abs_naker_tanam_JarakPerHa = 1 abs_naker__olah_sawit = 136/(39600000/0.92) abs_naker__tanamSawit = 35/100 abs__naker__olah_jarak = 30/2000000 BD_minyak_jarak_kg_per_liter = 0.92 BD_minyak_sawit__kg_per_liter = 0.92 biji_jarak__kg_per_ha = 10000 buah_sawit_kg_per_ha = 17000 luas_jarak = PenambahanKbn*0.5 luas_sawit = 0.5*PenambahanKbn naker_jarak = naker_tanam_jarak+naker__olah_jarak naker_olah_sawit = prod_minyak__sawit*abs_naker__olah_sawit naker_sawit = naker_olah_sawit+naker_tanam_Sawit naker_tanam_jarak = abs_naker_tanam_JarakPerHa*luas_jarak naker_tanam_Sawit = abs_naker__tanamSawit*luas_sawit naker__olah_jarak = prod_minyak__jarak*abs__naker__olah_jarak PerKbn = 0.5 rendemen_minyak_Jarak = 0.35 rendemen_sawit = 0.22 HPH jumlah_log_HPH(t) = jumlah_log_HPH(t - dt) + (log__HPH - log_HPH_sawmill - log_HPH_plymill) * dt INIT jumlah_log_HPH = log__HPH INFLOWS: log__HPH = stock_kayu_HPH OUTFLOWS: log_HPH_sawmill = jumlah_log_HPH*0.5 log_HPH_plymill = jumlah_log_HPH-log_HPH_sawmill stock_kayu_HPH(t) = stock_kayu_HPH(t - dt) + (kayu_HPH - log__HPH) * dt INIT stock_kayu_HPH = 3450430.12 INFLOWS: kayu_HPH = TebangHPH*vol_per_ha_HPH OUTFLOWS: log__HPH = stock_kayu_HPH abs__naker_HPH = 18/1000 Naker_HPH = log__HPH*abs__naker_HPH vol_per_ha_HPH = 4.40555429*0.7 HTI jumlah_produksi__ky_HTI(t) = jumlah_produksi__ky_HTI(t - dt) + (panen - kayu_pulp_HTI) * dt INIT jumlah_produksi__ky_HTI = 3783604 INFLOWS: panen = stock_th7 OUTFLOWS: kayu_pulp_HTI = jumlah_produksi__ky_HTI stock_th3(t) = stock_th3(t - dt) + (growth23 - growth34) * dt INIT stock_th3 = growth23 INFLOWS: growth23 = stock_th_2 OUTFLOWS: growth34 = stock_th3 stock_th4(t) = stock_th4(t - dt) + (growth34 - growth45) * dt INIT stock_th4 = growth34 INFLOWS: growth34 = stock_th3 OUTFLOWS:
growth45 = stock_th4 stock_th5(t) = stock_th5(t - dt) + (growth45 - growth56) * dt INIT stock_th5 = growth45 INFLOWS: growth45 = stock_th4 OUTFLOWS: growth56 = stock_th5 stock_th6(t) = stock_th6(t - dt) + (growth56 - growth67) * dt INIT stock_th6 = growth56 INFLOWS: growth56 = stock_th5 OUTFLOWS: growth67 = stock_th6 stock_th7(t) = stock_th7(t - dt) + (growth67 - panen) * dt INIT stock_th7 = growth67 INFLOWS: growth67 = stock_th6 OUTFLOWS: panen = stock_th7 stock_th_1(t) = stock_th_1(t - dt) + (awal_penanaman_HTI - growth12) * dt INIT stock_th_1 = awal_penanaman_HTI INFLOWS: awal_penanaman_HTI = (tebangHTI)*Vol_perHa_HTI OUTFLOWS: growth12 = stock_th_1 stock_th_2(t) = stock_th_2(t - dt) + (growth12 - growth23) * dt INIT stock_th_2 = growth12 INFLOWS: growth12 = stock_th_1 OUTFLOWS: growth23 = stock_th_2 absp_naker_penanaman = 183/1000 absp_naker__pemeliharaan = 23/1000 abs_naker_pemanenan = 72.4/1000 naker_HTI = naker_penanaman+naker_pemeliharaan_HTI+naker__pemanenan naker_pemeliharaan_HTI = (growth12+growth23+growth34+growth45+growth56+growth67)*absp_naker__pemeliharaan naker_penanaman = awal_penanaman_HTI*absp_naker_penanaman naker__pemanenan = panen*abs_naker_pemanenan Vol_perHa_HTI = 3.369085703 Hutan Rakyat log_HR(t) = log_HR(t - dt) + (Penanaman_HR - log_furniture) * dt INIT log_HR = 488911 INFLOWS: Penanaman_HR = PenanamanLK*PersenHR_dari_LK*volKayuHR_perha_per_thn*0 OUTFLOWS: log_furniture = log_HR absNakerHR = 48/125 naker_HR = Penanaman_HR*absNakerHR PersenHR_dari_LK = 0.2 volKayuHR_perha_per_thn = 25 IPK produksi_log__IPK(t) = produksi_log__IPK(t - dt) + (log_IPK - log_IPK_plymill - log_IPK_sawmill) * dt INIT produksi_log__IPK = 4564592 INFLOWS: log_IPK = stock_kayu_IPK OUTFLOWS: log_IPK_plymill = produksi_log__IPK*0.5 log_IPK_sawmill = produksi_log__IPK*0.5 stock_kayu_IPK(t) = stock_kayu_IPK(t - dt) + (kayu_IPK - log_IPK) * dt INIT stock_kayu_IPK = 4564592 INFLOWS: kayu_IPK = Tebang_IPK*vol_per_ha_IPK OUTFLOWS:
log_IPK = stock_kayu_IPK abs_naker_IPK = 1/1000 naker_IPK = log_IPK*abs_naker_IPK vol_per_ha_IPK = 20 naker kehutanan total_naker = naker_HPH+naker_HTI+naker_IPK+naker_plymill_dan__ky_olahan+naker_pulp_paper+naker_sawmill+naker_ky_gerg_i legal+naker_IL+naker_HR+naker_jarak+naker_sawit Pembalakan liar jumlah_produksi__IL(t) = jumlah_produksi__IL(t - dt) + (kayu_IL - log_sawmill_illegal - log_pulp_illegal penyelundupan) * dt INIT jumlah_produksi__IL = kayu_IL INFLOWS: kayu_IL = produksi_log_IL*0.1 OUTFLOWS: log_sawmill_illegal = jumlah_produksi__IL*0.3 log_pulp_illegal = jumlah_produksi__IL*0.4 penyelundupan = jumlah_produksi__IL*0.3 produksi_log_IL(t) = produksi_log_IL(t - dt) + (log_IL - kayu_IL) * dt INIT produksi_log_IL = log_IL INFLOWS: log_IL = Luas_IL_total*vol_per_ha_IL OUTFLOWS: kayu_IL = produksi_log_IL*0.1 abs_naker_IL = 1/1000 naker_IL = kayu_IL*abs_naker_IL vol_per_ha_IL = 130 Plymill jmlh_ky_diolah__untuk_ply(t) = jmlh_ky_diolah__untuk_ply(t - dt) + (log_plywood__dan_ky_olahan tk_prod_ply__dan_ky_olahan - limbah_plymill) * dt INIT jmlh_ky_diolah__untuk_ply = log_plywood__dan_ky_olahan INFLOWS: log_plywood__dan_ky_olahan = log_HPH_plymill+log_IPK_plymill OUTFLOWS: tk_prod_ply__dan_ky_olahan = jmlh_ky_diolah__untuk_ply*efisiensi_plywood limbah_plymill = (1-efisiensi_plywood)*jmlh_ky_diolah__untuk_ply jumlah_plywood__dan_ky_olahan(t) = jumlah_plywood__dan_ky_olahan(t - dt) + (tk_prod_ply__dan_ky_olahan konsumsi_plywood) * dt INIT jumlah_plywood__dan_ky_olahan = 3711097 INFLOWS: tk_prod_ply__dan_ky_olahan = jmlh_ky_diolah__untuk_ply*efisiensi_plywood OUTFLOWS: konsumsi_plywood = jumlah_plywood__dan_ky_olahan abs_naker_plymill__dan_ky_olahan = 26/1000 efisiensi_plywood = 50/100 naker_plymill_dan__ky_olahan = tk_prod_ply__dan_ky_olahan*abs_naker_plymill__dan_ky_olahan Pulp & Kertas jumlah_ky_untuk_pulp_paper(t) = jumlah_ky_untuk_pulp_paper(t - dt) + (konsumsi_ky_pulp - tk_produksi__pulp_paper) * dt INIT jumlah_ky_untuk_pulp_paper = konsumsi_ky_pulp INFLOWS: konsumsi_ky_pulp = kayu_pulp_HTI+(log_pulp_illegal*0.7) OUTFLOWS: tk_produksi__pulp_paper = jumlah_ky_untuk_pulp_paper*efisiensi_pulp_paper/4.9 jumlah_pulp_paper(t) = jumlah_pulp_paper(t - dt) + (tk_produksi__pulp_paper - konsumsi__pulppaper) * dt INIT jumlah_pulp_paper = tk_produksi__pulp_paper INFLOWS: tk_produksi__pulp_paper = jumlah_ky_untuk_pulp_paper*efisiensi_pulp_paper/4.9 OUTFLOWS: konsumsi__pulppaper = jumlah_pulp_paper abs_naker_pulp_paper = 3/1000 efisiensi_pulp_paper = 0.204 naker_pulp_paper = tk_produksi__pulp_paper*abs_naker_pulp_paper
Sawmill jmlh_ky_diolah_untuk_gerg(t) = jmlh_ky_diolah_untuk_gerg(t - dt) + (ky_masuk__sawmill - limbah_sawmill tk_prod_ky_gerg) * dt INIT jmlh_ky_diolah_untuk_gerg = ky_masuk__sawmill INFLOWS: ky_masuk__sawmill = log_HPH_sawmill+log_IPK_sawmill OUTFLOWS: limbah_sawmill = (1-rendemen_ky_gergajian)*jmlh_ky_diolah_untuk_gerg tk_prod_ky_gerg = rendemen_ky_gergajian*jmlh_ky_diolah_untuk_gerg jumlah_ky_gerg(t) = jumlah_ky_gerg(t - dt) + (tk_prod_ky_gerg - konsumsi_kayu_gergajian) * dt INIT jumlah_ky_gerg = 3020864 INFLOWS: tk_prod_ky_gerg = rendemen_ky_gergajian*jmlh_ky_diolah_untuk_gerg OUTFLOWS: konsumsi_kayu_gergajian = jumlah_ky_gerg abs_naker_sawmill = 11/1000 naker_sawmill = tk_prod_ky_gerg*abs_naker_sawmill rendemen_ky_gergajian = 70/100 Sawmilll Illegal jumlah_ky_diolah_di_sawmill_ilegal(t) = jumlah_ky_diolah_di_sawmill_ilegal(t - dt) + (ky_asal_IL produk_sawmill_ilegal - limbah_sawmill_ilegal) * dt INIT jumlah_ky_diolah_di_sawmill_ilegal = ky_asal_IL INFLOWS: ky_asal_IL = log_sawmill_illegal*persen__log_hasil_IL OUTFLOWS: produk_sawmill_ilegal = jumlah_ky_diolah_di_sawmill_ilegal*rendemen__sawmill_ilegal limbah_sawmill_ilegal = (1-rendemen__sawmill_ilegal)*jumlah_ky_diolah_di_sawmill_ilegal jumlah_ky_gergajian__ilegal(t) = jumlah_ky_gergajian__ilegal(t - dt) + (produk_sawmill_ilegal konsumsi__sawtimber_illegal) * dt INIT jumlah_ky_gergajian__ilegal = produk_sawmill_ilegal INFLOWS: produk_sawmill_ilegal = jumlah_ky_diolah_di_sawmill_ilegal*rendemen__sawmill_ilegal OUTFLOWS: konsumsi__sawtimber_illegal = jumlah_ky_gergajian__ilegal abs_naker_ky_gerg_ilegal = 3/1000 naker_ky_gerg_ilegal = produk_sawmill_ilegal*abs_naker_ky_gerg_ilegal persen__log_hasil_IL = 70/100 rendemen__sawmill_ilegal = 70/100 Not in a sector
Lampiran 3. Hasil Analisis Sensitivitas Model Tahun ke-
14
1 2.545.15 8 2.490.54 8 2.184.47 4 1.939.83 0 1.743.75 2 1.586.26 9 1.459.06 4 1.355.75 3 1.271.29 7 1.201.72 6 1.143.91 0 1.095.39 2 1.054.24 1 1.018.94 3
15
988.315
16
961.431
17
937.568
18
916.164
19
896.781
20
879.078
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
2 2.548. 244 2.495. 183 2.190. 923 1.948. 362 1.754. 635 1.599. 982 1.475. 825 1.375. 757 1.294. 718 1.228. 716 1.174. 607 1.129. 916 1.092. 698 1.061. 426 1.034. 905 1.012. 198 992.57 2 975.45 6 960.40 4 947.06 9
3 2.551.3 30 2.499.8 18 2.197.3 73 1.956.8 93 1.765.5 18 1.613.6 96 1.492.5 87 1.395.7 61 1.318.1 38 1.255.7 07 1.205.3 04 1.164.4 40 1.131.1 55 1.103.9 10 1.081.4 95 1.062.9 64 1.047.5 76 1.034.7 48 1.024.0 28 1.015.0 60
4 2.554. 416 2.504. 454 2.203. 823 1.965. 425 1.776. 402 1.627. 410 1.509. 349 1.415. 766 1.341. 559 1.282. 697 1.236. 001 1.198. 964 1.169. 613 1.146. 393 1.128. 085 1.113. 731 1.102. 579 1.094. 040 1.087. 651 1.083. 050
5 2.557. 502 2.509. 089 2.210. 273 1.973. 957 1.787. 285 1.641. 123 1.526. 110 1.435. 770 1.364. 979 1.309. 688 1.266. 698 1.233. 489 1.208. 070 1.188. 876 1.174. 675 1.164. 498 1.157. 583 1.153. 332 1.151. 275 1.151. 041
Lampiran 4. Penyerapan tenaga kerja berdasarkan skenario yang dibuat SIMULASI DASAR TAHUN
TOTAL
HPH
HTI
IPK
IL
SAWMILL
SAWM.ILLEGAL
PLYWOOD
PULP KERTAS
1.
2.557.502
39.749
357.817
125.312
228.635
644.684
60.128
1.088.428
12.750
2.
2.509.089
31.799
365.583
100.250
259.847
613.691
82.913
1.036.102
18.903
3.
2.210.273
25.439
374.679
80.200
283.072
490.953
100.828
828.882
26.220
4.
1.973.957
20.351
385.116
64.160
299.545
392.762
114.593
663.105
34.325
5.
1.787.285
16.281
396.902
51.328
310.341
314.210
124.835
530.484
42.904
6.
1.641.123
13.025
411.090
41.062
316.390
251.368
132.099
424.387
51.702
7.
1.526.110
10.420
426.369
32.850
318.496
201.094
136.860
339.510
60.511
8.
1.435.770
8.336
442.620
26.280
317.355
160.875
139.528
271.608
69.168
9.
1.364.979
6.669
459.738
21.024
313.564
128.700
140.457
217.286
77.541
10.
1.309.688
5.335
477.625
16.819
307.637
102.960
139.953
173.829
85.529
11.
1.266.698
4.268
496.192
13.455
300.014
82.368
138.282
139.063
93.056
12.
1.233.489
3.414
515.359
10.764
291.071
65.895
135.668
111.251
100.067
13.
1.208.070
2.732
535.053
8.611
281.127
52.716
132.306
89.001
106.525
14.
1.188.876
2.185
555.208
6.889
270.452
42.173
128.362
71.200
112.406
15.
1.174.675
1.748
575.765
5.511
259.276
33.738
123.977
56.960
117.700
16.
1.164.498
1.399
596.668
4.409
247.789
26.990
119.269
45.568
122.406
17.
1.157.583
1.119
617.868
3.527
236.151
21.592
114.341
36.455
126.531
18.
1.153.332
895
639.321
2.822
224.494
17.274
109.275
29.164
130.088
19.
1.151.275
716
660.985
2.257
212.927
13.819
104.143
23.331
133.097
20.
1.151.041
573
682.824
1.806
201.537
11.055
99.002
18.665
135.579
Lanjutan Lampiran 4 SKENARIO 1 TAHUN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
TOTAL 2.896.986 2.977.932 2.814.236 2.717.776 2.674.849 2.703.518 2.752.262 2.814.077 2.883.659 2.957.079 3.031.471 3.104.780 3.175.575 3.242.898 3.306.145 3.364.979 3.419.261 3.468.991 3.514.273 3.555.280
HPH 39.749 31.799 25.439 20.351 16.281 13.025 10.420 8.336 6.669 5.335 4.268 3.414 2.732 2.185 1.748 1.399 1.119 895 716 573
HTI 697.301 834.426 978.642 1.128.935 1.284.466 1.473.484 1.652.521 1.820.857 1.978.211 2.124.613 2.260.309 2.385.696 2.501.264 2.607.558 2.705.155 2.794.637 2.876.580 2.951.546 3.020.069 3.082.661
IPK 125.312 100.250 80.200 64.160 51.328 41.062 32.850 26.280 21.024 16.819 13.455 10.764 8.611 6.889 5.511 4.409 3.527 2.822 2.257 1.806
IL 228.635 259.847 283.072 299.545 310.341 316.390 318.496 317.355 313.564 307.637 300.014 291.071 281.127 270.452 259.276 247.789 236.151 224.494 212.927 201.537
SAWMILL 644.684 613.691 490.953 392.762 314.210 251.368 201.094 160.875 128.700 102.960 82.368 65.895 52.716 42.173 33.738 26.990 21.592 17.274 13.819 11.055
SAWM.ILLEGAL 60.128 82.913 100.828 114.593 124.835 132.099 136.860 139.528 140.457 139.953 138.282 135.668 132.306 128.362 123.977 119.269 114.341 109.275 104.143 99.002
PLYWOOD 1.088.428 1.036.102 828.882 663.105 530.484 424.387 339.510 271.608 217.286 173.829 139.063 111.251 89.001 71.200 56.960 45.568 36.455 29.164 23.331 18.665
PULP KERTAS 12.750 18.903 26.220 34.325 42.904 51.702 60.511 69.238 77.748 85.933 93.711 101.021 107.820 114.078 119.779 124.918 129.496 133.522 137.011 139.982
Lanjutan Lampiran 4 SKENARIO 2 TAHUN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
TOTAL 3.410.517 3.449.256 3.233.008 3.075.779 2.965.662 2.901.566 2.865.247 2.850.153 2.851.102 2.864.014 2.885.691 2.913.631 2.945.882 2.980.934 3.017.622 3.055.055 3.092.557 3.129.624 3.165.884 3.201.069
HPH 39.749 31.799 25.439 20.351 16.281 13.025 10.420 8.336 6.669 5.335 4.268 3.414 2.732 2.185 1.748 1.399 1.119 895 716 573
HTI 459.056 513.879 576.135 645.511 721.700 812.667 907.225 1.004.276 1.102.874 1.202.204 1.301.568 1.400.374 1.498.122 1.594.392 1.688.836 1.781.168 1.871.161 1.958.631 2.043.439 2.125.483
IPK 125.312 100.250 80.200 64.160 51.328 41.062 32.850 26.280 21.024 16.819 13.455 10.764 8.611 6.889 5.511 4.409 3.527 2.822 2.257 1.806
IL 228.635 259.847 283.072 299.545 310.341 316.390 318.496 317.355 313.564 307.637 300.014 291.071 281.127 270.452 259.276 247.789 236.151 224.494 212.927 201.537
SAWMILL 644.684 613.691 490.953 392.762 314.210 251.368 201.094 160.875 128.700 102.960 82.368 65.895 52.716 42.173 33.738 26.990 21.592 17.274 13.819 11.055
SAWM.ILLEGAL 60.128 82.913 100.828 114.593 124.835 132.099 136.860 139.528 140.457 139.953 138.282 135.668 132.306 128.362 123.977 119.269 114.341 109.275 104.143 99.002
PLYWOOD 1.088.428 1.036.102 828.882 663.105 530.484 424.387 339.510 271.608 217.286 173.829 139.063 111.251 89.001 71.200 56.960 45.568 36.455 29.164 23.331 18.665
PULP KERTAS 12.750 18.903 26.220 34.325 42.904 51.702 60.511 69.186 77.597 85.645 93.254 100.368 106.951 112.979 118.440 123.333 127.664 131.445 134.694 137.431
TANAM SAWIT 727.346 765.647 793.683 812.827 824.297 829.175 828.420 822.879 813.302 800.351 784.607 766.582 746.725 725.426 703.028 679.828 656.083 632.016 607.816 583.647
OLAH SAWIT 24.430 26.225 27.596 28.599 29.282 29.690 29.861 29.830 29.628 29.280 28.811 28.243 27.592 26.876 26.108 25.301 24.465 23.609 22.742 21.871
Lanjutan Lampiran 4 SKENARIO 3 TAHUN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
TOTAL 3.680.579 3.737.905 3.534.411 3.384.306 3.275.909 3.203.874 3.156.263 3.127.163 3.111.960 3.107.066 3.109.710 3.117.755 3.129.568 3.143.906 3.159.834 3.176.654 3.193.851 3.211.055 3.228.003 3.244.516
HPH 39.749 31.799 25.439 20.351 16.281 13.025 10.420 8.336 6.669 5.335 4.268 3.414 2.732 2.185 1.748 1.399 1.119 895 716 573
HTI 397.259 424.146 455.265 490.570 530.008 577.296 627.534 680.241 734.984 791.376 849.073 907.765 967.177 1.027.064 1.087.209 1.147.419 1.207.524 1.267.373 1.326.836 1.385.797
IPK 125.312 100.250 80.200 64.160 51.328 41.062 32.850 26.280 21.024 16.819 13.455 10.764 8.611 6.889 5.511 4.409 3.527 2.822 2.257 1.806
IL 228.635 259.847 283.072 299.545 310.341 316.390 318.496 317.355 313.564 307.637 300.014 291.071 281.127 270.452 259.276 247.789 236.151 224.494 212.927 201.537
SAWMILL 644.684 613.691 490.953 392.762 314.210 251.368 201.094 160.875 128.700 102.960 82.368 65.895 52.716 42.173 33.738 26.990 21.592 17.274 13.819 11.055
SAWM.ILLEGAL 60.128 82.913 100.828 114.593 124.835 132.099 136.860 139.528 140.457 139.953 138.282 135.668 132.306 128.362 123.977 119.269 114.341 109.275 104.143 99.002
PLYWOOD 1.088.428 1.036.102 828.882 663.105 530.484 424.387 339.510 271.608 217.286 173.829 139.063 111.251 89.001 71.200 56.960 45.568 36.455 29.164 23.331 18.665
PULP KERTAS 12.750 18.903 26.220 34.325 42.904 51.702 60.511 69.175 77.562 85.574 93.134 100.186 106.695 112.637 118.002 122.788 127.002 130.658 133.774 136.372
TANAM JARAK 1.031.604 1.112.968 1.181.783 1.239.335 1.286.790 1.325.205 1.355.535 1.378.648 1.395.327 1.406.282 1.412.155 1.413.527 1.410.921 1.404.811 1.395.625 1.383.749 1.369.529 1.353.280 1.335.282 1.315.791
OLAH JARAK 52.031 57.285 61.768 65.559 68.728 71.339 73.452 75.118 76.387 77.300 77.897 78.214 78.283 78.132 77.788 77.274 76.612 75.821 74.918 73.918
Lanjutan Lampiran 4 SKENARIO 4 TAHUN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
TOTAL 9.335.762 9.881.529 10.102.192 10.317.987 10.522.714 10.714.759 10.888.364 11.041.875 11.174.547 11.286.307 11.377.571 11.449.098 11.501.878 11.537.050 11.555.838 11.559.501 11.549.299 11.526.468 11.492.201 11.447.636
HPH 39.749 31.799 25.439 20.351 16.281 13.025 10.420 8.336 6.669 5.335 4.268 3.414 2.732 2.185 1.748 1.399 1.119 895 716 573
HTI 379.262 397.547 418.825 443.090 470.331 503.051 538.028 574.955 613.556 653.580 694.800 737.014 780.037 823.704 867.868 912.395 957.165 1.002.072 1.047.020 1.091.924
IPK 125.312 100.250 80.200 64.160 51.328 41.062 32.850 26.280 21.024 16.819 13.455 10.764 8.611 6.889 5.511 4.409 3.527 2.822 2.257 1.806
IL 228.635 259.847 283.072 299.545 310.341 316.390 318.496 317.355 313.564 307.637 300.014 291.071 281.127 270.452 259.276 247.789 236.151 224.494 212.927 201.537
SAWMILL 644.684 613.691 490.953 392.762 314.210 251.368 201.094 160.875 128.700 102.960 82.368 65.895 52.716 42.173 33.738 26.990 21.592 17.274 13.819 11.055
SAWM.ILLEGAL 60.128 82.913 100.828 114.593 124.835 132.099 136.860 139.528 140.457 139.953 138.282 135.668 132.306 128.362 123.977 119.269 114.341 109.275 104.143 99.002
PLYWOOD 1.088.428 1.036.102 828.882 663.105 530.484 424.387 339.510 271.608 217.286 173.829 139.063 111.251 89.001 71.200 56.960 45.568 36.455 29.164 23.331 18.665
PULP KERTAS 12.750 18.903 26.220 34.325 42.904 51.702 60.511 69.171 77.553 85.553 93.098 100.132 106.618 112.533 117.866 122.617 126.792 130.405 133.475 136.023
HUTAN RAKYAT 6.756.815 7.340.477 7.847.774 8.286.055 8.661.999 8.981.675 9.250.595 9.473.766 9.655.738 9.800.640 9.912.222 9.993.889 10.048.731 10.079.551 10.088.893 10.079.065 10.052.157 10.010.067 9.954.514 9.887.052
Lanjutan Lampiran 4 SKENARIO 5 TAHUN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
TOTAL 7.694.295 8.067.179 8.130.540 8.203.578 8.279.138 8.355.972 8.425.858 8.486.245 8.535.561 8.572.976 8.598.207 8.611.371 8.612.869 8.603.299 8.583.381 8.553.917 8.515.741 8.469.698 8.416.619 8.357.310
HPH 39.749 31.799 25.439 20.351 16.281 13.025 10.420 8.336 6.669 5.335 4.268 3.414 2.732 2.185 1.748 1.399 1.119 895 716 573
HTI 397.259 424.146 455.265 490.570 530.008 577.296 627.534 680.241 734.984 791.376 849.073 907.765 967.177 1.027.064 1.087.209 1.147.419 1.207.524 1.267.373 1.326.836 1.385.797
IPK 125.312 100.250 80.200 64.160 51.328 41.062 32.850 26.280 21.024 16.819 13.455 10.764 8.611 6.889 5.511 4.409 3.527 2.822 2.257 1.806
IL 228.635 259.847 283.072 299.545 310.341 316.390 318.496 317.355 313.564 307.637 300.014 291.071 281.127 270.452 259.276 247.789 236.151 224.494 212.927 201.537
SAWMILL 644.684 613.691 490.953 392.762 314.210 251.368 201.094 160.875 128.700 102.960 82.368 65.895 52.716 42.173 33.738 26.990 21.592 17.274 13.819 11.055
SAWM.IL 60.128 82.913 100.828 114.593 124.835 132.099 136.860 139.528 140.457 139.953 138.282 135.668 132.306 128.362 123.977 119.269 114.341 109.275 104.143 99.002
PLYWOOD 1.088.428 1.036.102 828.882 663.105 530.484 424.387 339.510 271.608 217.286 173.829 139.063 111.251 89.001 71.200 56.960 45.568 36.455 29.164 23.331 18.665
PULP KERTAS 12.750 18.903 26.220 34.325 42.904 51.702 60.511 69.175 77.562 85.574 93.134 100.186 106.695 112.637 118.002 122.788 127.002 130.658 133.774 136.372
SAWIT 37.289 40.256 42.767 44.868 46.601 48.005 49.115 49.962 50.575 50.979 51.198 51.253 51.164 50.947 50.617 50.190 49.677 49.091 48.440 47.735
JARAK 108.363 117.025 124.355 130.489 135.552 139.654 142.899 145.377 147.171 148.358 149.005 149.174 148.920 148.294 147.341 146.102 144.614 142.910 141.020 138.971
HR 4.951.699 5.342.246 5.672.559 5.948.810 6.176.594 6.360.983 6.506.569 6.617.509 6.697.569 6.750.154 6.778.346 6.784.930 6.772.421 6.743.095 6.699.002 6.641.994 6.573.739 6.495.742 6.409.355 6.315.797