Antono : Pengaturan Tentang Arbitrase Ad Hoc Dalam.....1
PENGATURAN TENTANG ARBITRASE AD HOC DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 1999 TENTANG ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA
Antono Konsultan dan Pengacara E-mail:
[email protected] Abstract : Article 6 paragraph (9) of Act Number 30 of 1999 concerning Arbitration and Alternative Dispute Resolution as positive law stipulates that if the peaceful effort cannot be reached, then the parties based on written agreement may refer the settlement of their dispute through insitutional arbitration or ad hoc arbitration. Act Number 30 of 1999 does regulate not clearly and expressly on ad hoc arbitration. Seemingly, Act Number 30 of 1999 is more oriented to institutional arbitration. In Indonesia there are a number of institutional arbitration such as BANI, BASYARNAS, and BAPMI. This research is normative legal research. The type of the research is vague norm and the approaches applied are statute approach and comparative approach. The results of the research are as follows: firstly, Act Number 30 of 1999 regulates more on institutional arbitration and regulates relatively less on ad hoc arbitration. There are not sufficient regulation on the recruitment so it is not clear what the criteria and procedure of recruitment of ad hoc arbitrators. The position of the ad hoc arbitrators is unclear; the office or domicile of the ad hoc arbitration is unknown, thus, it makes difficult for the society who want to bring their disputes to the ad hoc arbitration. It is different from institusional one which has its own arbitration law of procedure (lex atribtri), ad hoc arbitration does not possess it own arbitration law of procedure (lex atribtri). The executorial power of the award made by ad hoc arbitration is still dilematic and its registration at the District Court is still hindered because the District Court is still reluctant to recognize the award of ad hoc arbitration. It is so because ad hoc arbitration is considered not so credible and the District Court does trust it because its existence is not clear. If an award is not registered at the District Court which is proven with the presence of Registration Deed issued by the District Court so such arbitral award can not be executed (does not have executorial power). Keywords: Regulation, Ad Hoc Arbitration, Act Number 30 of 1999
PENDAHULUAN
dicapai, maka para pihak berdasarkan kese-
A. Latar Belakang
pakatan secara tertulis dapat mengajukan
Di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alter-
usaha penyelesaian melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad hoc.”
natif Penyelesaian Sengketa yang merupa-
Dari bunyi Pasal 6 ayat (9) Undang-
kan hukum positif (hukum yang berlaku saat
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
ini) yang mengatur tentang arbitrase ada di-
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Seng-
sebut tentang arbiter ad hoc, yaitu di dalam
keta di atas dapat disimpulkan bahwa:
Pasal 6 ayat (9) berbunyi: “Apabila usaha
1. Apabila usaha perdamaian tidak dapat
perdamaian sebagaimana dimaksud dalam
dicapai maka para pihak tersebut dapat
ayat (1) sampai dengan ayat (6) tidak dapat
2 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
mengajukan usaha penyelesaian sengke-
tertentu dan bertujuan untuk menyelesaikan
ta tersebut secara arbitrase.
perselisihan atau sengketa yang timbul dari
2. Penyelesaian secara arbitrase tersebut
suatu perjanjian.1
dapat melalui lembaga arbitrase atau arbitrase ad hoc.
Sifatnya yang permanen dan menetap dari
badan
arbitrase
institusional
ini
3. Syarat untuk dapat mengajukan penyele-
merupakan suatu ciri pembeda yang utama
saian sengketa secara arbitrase adalah
dari arbitrase ad hoc. Badan arbitrase
berdasarkan kesepakatan secara tertulis
institusional selain bersifat permanen atau
(Perjanjian Arbitrase).
tetap pendiriannya juga tidak didasarkan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan
pada ada tidaknya sengketa, dengan per-
Alternatif
kataan lain bahwa badan arbitrase institusio-
Penyelesaian Sengketa tidak mengatur seca-
nal ini sudah berdiri sebelum timbulnya
ra jelas dan tegas mengenai arbitrase ad hoc.
sengketa. Hal ini adalah merupakan suatu
Nampaknya Undang-Undang Nomor 30
pembeda antara badan arbitrase institusional
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
dan arbitrase yang bersifat ad hoc karena
Penyelesaian Sengketa lebih berorientasi
arbitrase yang bersifat ad hoc ini biasanya
pada arbitrase institusional (arbitrase yang
didirikan setelah timbulnya sengketa.
melembaga). Hal ini bisa kita lihat dari
Dari sifatnya yang sementara serta
ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang
ketidaktetapan dari arbitrase yang bersifat ad
Nomor 30 Tahun 1999 misalnya Pasal 52
hoc ini, maka dalam tataran prakteknya
yang berbunyi: “Para pihak dalam suatu
sering mengalami hambatan seperti: kesulit-
perjanjian berhak untuk memohon pendapat
an dalam melakukan komunikasi, menetap-
yang mengikat
(binding opinion) dari
kan aturan-aturan prosedural dan penetapan
lembaga arbitrase atas hubungan hukum
cara pemilihan arbiter yang disetujui oleh
tertentu dari suatu perjanjian”. Dalam
kedua belah pihak.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 ini
Untuk mengatasi beberapa kesulitan
tidak ada ketentuan yang memberikan
tersebut di atas, maka para pihak yang ber-
wewenang kepada arbitrase ad hoc untuk
sengketa sering memilih badan arbitrase
memberikan
yang bersifat institusional dalam rangka
pendapat
yang
mengikat
(binding opinion).
penyelesaian sengketa yang mereka hadapi.
Menurut Gunawan Wijaya arbitrase
Dengan kata lain pada tataran praktek
institusional adalah lembaga atau badan
arbitrase yang bersifat institusional ini lebih
arbitrase yang bersifat tetap. Lembaga ini 1
sengaja didirikan oleh suatu organisasi
hlm 52.
Gunawan Wijaya & Ahmad Yani, Op. cit.
Antono : Pengaturan Tentang Arbitrase Ad Hoc Dalam.....3
diminati karena dirasakan mempunyai ke-
Majelis Arbitrase” Pasal 27 sampai dengan
unggulan dibanding arbitrase yang bersifat
Pasal 51 hanya bersifat pokok-pokok saja
ad hoc.
sehingga belum mengatur secara rinci, jelas,
Dilihat dari segi rekrutmennya (recrui-
dan tegas tentang Hukum Acara Arbitrase.
tment) arbiter pada arbitrase institu-sional
Oleh sebab itu maka pada arbitrase institu-
dilakukan oleh masing-masing lembaga
sional dibuat sendiri Peraturan Arbitrase
arbitrase secara ketat dan selektif. Para
(Rule of Arbitration). Sedangkan pada
arbiter yang terpilih kemudian diangkat
arbitrase ad hoc tidak ada lembaga/ organ/
sebagai arbiter pada lembaga arbitrase ter-
orang yang membuat Peraturan Arbitrase
sebut. Syarat-syaratnya sangat ketat setidak-
(Rule of Arbitration). Ini menjadi masalah
tidaknya mengacu kepada ketentuan Pasal
sehingga arbitrase ad hoc sulit berkembang.
12 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Terkait dengan kekuatan eksekuto-
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyele-
rial putusan arbitrase ad hoc juga terdapat
saian Sengketa dan peraturan tambahan
masalah
karena
yang dibuat sendiri oleh lembaga.
tentang
ketentuan
Pada arbitrase ad hoc tidak jelas
ad
hoc.
Tidak
jelas
tentang
ketidakjelasan
pendaftaran
putusan
arbitrase ad hoc di Pengadilan Negeri.
bagaimana kriteria para pihak memilih arbiter
terdapat
Dalam kesulitan
sejumlah
dalam
kasus
melakuan
terdapat
pendaftaran
kualifikasi dan sertifikasi dari orang-orang
putusan arbitrase ad hoc karena Pengadilan
yang dapat diangkat oleh para pihak untuk
Negeri berpendapat bahwa:
bisa
Sangat
(a) arbitrase ad hoc tidak mempunyai
tergantung pada selera para pihak untuk
prosedur arbitrase (arbitration rules)
memilih siapa yang mereka inginkan untuk
yang jelas.
menjadi
arbiter
ad
hoc.
menjadi arbiter ad hoc.
(b) tidak jelas syarat-syarat untuk bisa
Berbeda dengan arbitrase institusio-
diangkat,
nal yang mempunyai Peraturan Arbitrase (Rule of Arbitration) atau lex arbitri yang
Peraturan Arbitrase (Rule of Arbitration) atau lex arbitri.
dan
terdaftar
sebagai arbiter ; (c) tidak diketahui tempat bisa bertemu dan
dibuat sendiri oleh lembaga arbitrase tersebut, dalam arbitarse ad hoc tidak ada
ditetapkan,
konsultasi dengan arbiter; (d)
tidak
jelas
tempat
persidangan
arbitrasenya; (g) putusan yang dijatuhan oleh arbitrase ad
Ketentuan dalam Undang-Undang
hoc dianggap kurang kredibel (kurang
Nomor 30 Tahun 1999 Bab IV dengan judul
dapat dipercaya) dibandingan dengan
bab “Acara Yang Berlaku di Hadapan
dari pada putusan arbitrase institusional.
4 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas maka penulis tertarik untuk
terlaksana. Arbiter merupakan pelaksana utama dalam suatu arbitrase.
meneliti dan melakukan penulisan tesis ini dengan
judul
Arbiter adalah seorang atau lebih
“Pengaturan
Tentang
yang dipilih oleh para pihak yang berseng-
Hoc
Undang-
keta atau yang ditunjuk oleh Pengadilan
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
memberikan putusan mengenai sengketa ter-
Sengketa”.
tentu yang diserahkan penyelesaiannya me-
Arbitrase
Ad
Dalam
lalui arbitrase, demikian yang disebut dalam Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30
B. Rumusan Masalah Berdasarkan
judul
serta
latar
belakang masalah yang telah dikemukakan
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Secara umum, mengenai penunjukan
di atas, maka permasalahan dalam tesis ini
atau pengangkatan arbiter dapat kita jumpai
dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana
pengaturan
mengenai
pengangkatan dan kedudukan arbiter ad hoc serta hukum acara arbitrase ad hoc
Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Dari bunyi pasal di atas dapat kita
di Indonesia? b. Bagaimana
pengaturannya dalam Pasal 12 Undang-
kekuatan
eksekutorial
putusan yang dibuat oleh arbitrase ad hoc dan pendaftaran putusan arbitrase ad
ketahui bahwa sepanjang seseorang memenuhi syarat-syarat di atas, maka ia dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter. Ketentuan ini juga tidak mensyaratkan bahwa
hoc di Pengadilan Negeri ?
ia harus menempuh pendidikan khusus untuk menjadi arbiter.
PEMBAHASAN
Dari bunyi pasal Undang-Undang
Pengaturan mengenai Pengangkatan dan Kedudukan Arbiter Ad Hoc serta Lex
bahwa
Arbitri Arbitrase Ad Hoc 1. Pengaturan
Pengangkatan
dan
Kedudukan para Arbitrase Ad Hoc Pengaturan tentang pengangkatan arbiter merupakan hal yang penting karena tanpa adanya para arbiter maka penyelesaian sengketa
secara
arbitrase
Nomor 30 Tahun 1999 dapat kita ketahui
tidak
bisa
sepanjang
seseorang
memenuhi
syarat-syarat di atas, maka ia dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter. Ketentuan ini juga tidak mensyaratkan bahwa ia harus menempuh pendidikan khusus untuk menjadi arbiter. Di samping itu, profesi arbiter tidak mensyaratkan Sarjana Hukum (S.H.) di dalamnya.
Antono : Pengaturan Tentang Arbitrase Ad Hoc Dalam.....5
Kemudian, dalam suatu arbitrase ad
pengakuan dan pelaksanaan arbitrase inter-
hoc bagi setiap ketidaksepakatan dalam
nasional (asing) berlaku baik terhadap
penunjukan seorang atau beberapa arbiter,
putusan yang dijatuhkan oleh arbitrase ad
para pihak dapat mengajukan permohonan
hoc dan arbitrase permanen/ institusional).
kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk me-
Namun demikian Konvensi New
nunjuk seorang arbiter atau lebih dalam
York
rangka penyelesaian sengketa para pihak
pengangkatan da kedudukan arbiter baik
(Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor
pada
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
permanen/ institusional. Konvesi ini hanya
Alternatif Penyelesaian Sengketa).
mengatur tentang pengakuan dan pelaksana-
Jenis arbitrase ad hoc disebut juga “arbitrase volunter” atau “arbitrasi per-
1958
tidak
arbitrase
ad
mengatur
hoc
dan
tentang
arbitrase
an arbitrase internasional (asing). Peraturan
Arbitrase
(Arbitration
orangan”.2 Pasal 615 Rv ayat (1) tampaknya
Rules) versi UNCITRAL (United Nations
hanya mengenal lembaga arbitrase ad hoc.
Commi-ssion on International Trade Law –
Pengertian arbitrase ad hoc ialah arbitrase
suatu Komisi PBB untuk Hukum Dagang
yang dibentuk khusus untuk menyelesaikan
Inter-nasional)
ada
atau memutus perselisihan tertentu. Dengan
pengang-katan
arbiter
demikian,
arbitrators), yaitu dalam Pasal 6, Pasal 7,
kehadiran
dan
keberadaan
arbitrase ad hoc bersifat “insidentil”. Kedudukan dan keberadaannya hanya untuk
mengatur
mengenai
(appointment
of
dan Pasal 8. Untuk di Indonesia lembaga yang
melayani dan memutus kasus perselisihan
berwenang
tertentu.
diputus,
(appointing authority) telah diatur dalam
keberadaan dan fungsi arbitrase ad hoc
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
lenyap dan berakhir dengan sendirinya. 3
yaitu Pengadilan Negeri.
Selesai
sengketa
Untuk menyebut arbiter institusional
melakukan
Peraturan
penunjukkan
Arbitrase
UNCITRAL
Pasal I ayat (2) Konvensi New York 1958
menghendaki agar dalam suatu pengang-
menggunakan
katan arbiter (appointment of arbitrator)
istilah
“arbitrators
of
permanent arbitral body” (arbiter dari suatu
harus jelas:
badan arbitrase yang permanen/ institusio-
a. Nama lengkap arbiternya;
nal). Menurut Konvensi New York 1958
b. Alamatnya yang jelas;
2
Gunawan Wijaya. 2005. Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jaarta: PT. RajaGrafindo Persada, hlm 34 3 Idrus Abdullah. 2013. Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Alternative Dispute Resolution). Jakarta: Yayasan Masyarakat Indonesia Baru, hlm 45
c. Uraian
kualifikasi
(description
arbitrator’s qualification).
of
6 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
Yang
menjadi
masalah
untuk
arbitrase ad hoc di Indonesia adalah tidak jelas:
3) Industri (industry); atau 4) Keuangan (finance). 2. Peraturan Arbitrase
(Lex
Arbitri)
(lex
arbitri)
Arbitrase Ad Hoc
a. Siapa nama lengkap arbiternya;
Peraturan Arbitrase b. Apa alamatnya arbiter tersebut;
umumnya dimiliki oleh lembaga arbitrase. c. Apa uraian kualifikasi arbiter tersebut Tiap-tiap lembaga arbitrase baik itu nasional of
(description
arbitrator’s maupun internasional mempunyai Peraturan
qualification). Arbitrase (lex arbitri) masing-masing. Kondisi ini menimbulkan masalah Keadaannya berbeda dengan arbitdalam hal pengangkatan arbitrase ad hoc di rase ad hoc, yang bersifat insidentil, tidak Indonesia. permanen,
seringkali
tidak
mempunyai
Di dalam Konvensi Washington Peraturan Arbitrase (lex arbitri). Hal serupa 1965
tentang
Penyelesaian
Sengketa terjadi di Indonesia. Padahal hukum acara
Investasi antara Negara melawan Warga arbitrase yang diatur dalam Undang-Undang Negara Asing diatur tentang Lembaga Nomor 31 Tahun 1999 bersifat pokok-pokok Penyelesaian
Sengketa
Investasi saja dan tidak rinci. Untuk membicarakan
(International
Center
for
Investment tentang Peraturan Arbitrase (lex arbitri) ini
Disputes - ICSID) dimana di dalam Pasal 14 maka
perlu
mengacu
dan
membahas
ditegaskan syarat-syarat menjadi arbiter sejumlah lembaga arbitrase sebagai rujukan, ICSID, yaitu: baik itu lembaga arbitrase nasional dan a. Orang yang mempunyai moral yang internasional. tinggi (person of high moral character); Abitrase institusional (institusional b. Mempunyai kompetensi yang diakui arbitration) merupakan lembaga atau badan (recognized competence) di bidang: arbitrase yang bersifat “permanen”, disebut 1) Hukum (law); juga permanent arbitral body. Nama itulah 2) Perdagangan (commerce);
Antono : Pengaturan Tentang Arbitrase Ad Hoc Dalam.....7
yang diberikan Pasal 1 ayat (2) Konvensi
menangani
New
dibentuk setelah perselisihan timbul.5
York
1958
terhadap
arbitrase
suatu
kasus
tertentu,
baru
institusional. Arbitrase institusional ialah
Perbedaan lain, arbitrase institusional
badan arbitrase yang sengaja didirikan.
tetap berdiri untuk selamanya, dan tidak
Pembentukannya ditujukan untuk menanga-
bubar meskipun perselisihan yang ditangani
ni sengketa yang timbul bagi mereka yang
telah selesai diputus. Sebaliknya, arbitrase
menghendaki penyelesaian di luar penga-
ad hoc bubar dan berakhir keberadaannya
dilan. Pihak-pihak yang ingin penyelesaian
setelah sengketa yang ditangani selesai
permasalahan
diputus.
mereka
dilakukan
oleh
Selain
daripada
hal-hal
yang
arbitrase, dapat menjanjikan akan diputus
diutarakan, kesengajaan mendirikan arbitra-
oleh
Organisasi
se institusional sebagai badan yang bersifat
menyediakan jasa administrasi arbitrase,
permanen, sekaligus disusun organisasinya
yang meliputi pengawasan terhadap proses
serta ketentuan-ketentuan tentang tata cara
arbitrase, aturan-aturan prosedural sebagai
pengangkatan arbiter maupun tata cara
pedoman bagi para pihak dan pengangkatan
pengangkatan arbiter maupun tata cara
para arbiter.4
pemeriksaan sengketa.6
arbitrase
Faktor
institusional.
kesengajaan
dan
sifat
permanen yang melekat pada arbitrase
Pada umumnya hampir setiap negara telah memiliki arbitrase institusional yang bersifat nasional, sebagai pusat arbitrase
institusional, merupakan ciri pembeda badan ini dengan arbitrase ad hoc. Ciri lain, arbitrase institusional sudah ada berdiri
nasional
pada
negara
masing-masing.
Semula hanya dijumpai di kawasan negaranegara maju. Tapi belakangan, terutama pada masa akhir-akhir ini telah dijumpai di
sebelum sengketa timbul. Sedang arbitrase ad hoc, selain sifatnya insidentil, untuk
berbagai kawasan negara-negara berkembang sebagai upaya mengantisipasi perkembangan perekonomian dan teknologi. Untuk
4
Gary Goodfaster et.al. 1995. “Tinjauan Terhadap Arbitrase Dagang Secara Umum dan Arbitrase Dagang di Indonesia”, dalam Agnes M. Toar. Arbitrase di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, hlm 26
sekedar catatan mengenai arbitrase institu5 6
Ibid, hlm 48 Ibid
8 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
sional
yang bersifat
nasional
di
luar
1919. Pada dasarnya badan-badan arbitrase
Indonesia, dapat disebut antara lain:7
yang berwawasan internasional, merupakan
a. Nederlands Arbitrage Instituut merupa-
“pusat” arbitrase menyelesaikan sengketa di
kan pusat arbitrase nasional Belanda, di
bidang
tertentu antara para pihak yang
berlainan dalamnya duduk wakil-wakil dari Kamar
perdagangan pada umumnya.
Dagang Belanda, b. The
Japan
kewarganegaraan
di
bidang
8
Selain daripada ICC, badan-badan
Commercial
Arbitration
arbitrase yang berwawasan internasional yang paling menonjol antara lain:
Association,
sebagai
pusat
arbitrase
1)
nasional Jepang di lingkungan Kamar
nasional
yang
Amerika
Serikat
didirikan
of
Centre
Investment
For
Disputes
(ICSID) dan lazim disingkat atau disebut
c. The American Arbitration Association, arbitrase
International
Settlement
Dagang dan industri Jepang.
merupakan
The
institusional di
negara
yang pendiriannya
dengan nama “Centre”. 2)
UNCITRAL Arbitration Rules (United Nations Commision on International Trade Law )
didukung oleh Kamar Dagang Amerika. d. The British Institute of Arbitrators, sebagai pusat arbitrase internasional negara Inggris. Di samping arbitrase institusional
Disamping badan arbitrase yang bersifat internasional, ada juga arbitrase yang bersifat regional yang didirikan oleh Asia-Africa Legal Consultative Committee (AALCC) – Komite Konsultasi Hukum Asia
yang bersifat nasional, ada juga arbitrase institusional yang berwawasan internasional. Bahkan badan-badan arbitrase internasional yang ada sudah lama didirikan. Salah satu
Afrika yang berkantor pusat di New Delhi, India. Berdasarkan pertemuan AALCC di Kuala Lumpur, Malaysia, tahun 1978,
badan arbitrase internasional yang tertua antara lain Court of Arbitration of the International Chamber of Commerce (ICC).
kemudian
tahun
1979
AALCC
mendirikan lembaga arbitrase untuk kawa-
Badan ini didirikan di Paris pada tahun 7
Andi Julia Cakrawala. 2015. Penerapan Konsep Hukum Arbitrase On Line di Indonesia. Yogyakarta: Rangkang Education, hlm 72
pada
8
Ibid
Antono : Pengaturan Tentang Arbitrase Ad Hoc Dalam.....9
san Asia Afrika, berkedudukan di kota
pengajuan permohonan arbitrase disertai
Kairo, Mesir.
dengan permohonan penunjukkan arbitrer
Salah satu lembaga arbitrase di
yang akan dipilih oleh pemohon untuk
Indonesia yang mempunyai Peraturan Arbit-
menangani sengketa di arbitrase hingga
rase (lex arbitri) sendiri adalah Badan
bukti-bukti
Arbitrase
pemohon untuk mendukung permohonannya
Syariah
Nasional
Disamping institusional yang bersifat
diajukan
oleh
saian sengketa di luar pengadilan dapat
disebutkan di atas, terdapat pula arbitrase
menjatuhkan putusan yang bersifat final dan
institusional internasional, antara lain:
mengikat.
-
The International Centre For Settlement
menyelesaikan sengketa di arbitrase tidak
of Investment Disputes (ICSID);
lagi membawa permasalahan ke pengadilan,
-
United
regional
Arbitrase sebagai lembaga penyele-
sebagaimana
-
dan
akan
(statement of claim).9
(BASYARNAS).
nasional
yang
Nations
Commission
Idealnya,
para
pihak
yang
on
baik dalam hal eksekusi ataupun membatal-
International Trade Law (UNCITRAL);
kan putusan arbitrase. Walaupun hanya
dan
berupa quasi judicial, lembaga arbitrase
Court Arbitration of the International
akan lebih efektif dipilih untuk menyele-
Chamber of Commerce (ICC).
saikan sengketa bisnis, sepanjang dilakukan
Di samping berbagai kelebihan dari
secara sukarela dan dengan itikad baik
penyelesaian sengketa di arbitrase, yang
karena secara prinsip, para pihak memilih
menurut saya menjadi keunggulan adalah
arbitrase untuk menghindari pengadilan.
arbitrer pemeriksa perkara adalah ahli yang
Salah satu alasa nnya karena sifat tertutup
memiliki kompetensi dalam bidang usaha
arbitrase yang dapat menjaga kerahasiaan
yang dipersengketakan. Berbeda dengan
kasus mereka. Mengingat, publikasi tentang
sidang perdata di tingkat pengadilan negeri, 9
dalam proses arbitrase didahului dengan
Gunawan Wijaya. 2008. Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis. Arbitrase vs Pengadilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, hlm 7
10 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
sengketa kurang baik bagi pebisnis. Yang
arbitri) maka dapat ditempuh langkah-
menarik dalam arbitrase, sebelum sidang
langkah sebagai berikut: 11
dimulai, para pihak sudah mengetahui posisi
a. dengan mengadopsi peraturan arbitrase
dan sikap masing-masing pihak sebagaima-
dari suatu lembaga arbitrase (adoption of
na tertuang dalam permohonan arbitrase dan
the rules of an arbitral institution);
jawaban terhadap permohonan arbitrase.
b. mengikuti prosedur arbitrase Undang-
Bahkan, para pihak pun sudah menyerahkan
Undang yang berlaku di India atau
daftar bukti untuk mendukung dalilnya
mengacu ke Undang-Undang Arbitrase
sehingga pada saat sidang pemeriksaan
Inggris (English Arbitration Act) 1996;
arbitrase,
para
keleluasaan
pihak untuk
mendapatkan mengutarakan
argumennya secara verbal dan juga dapat menyertakan bukti tambahan.10
c. mengacu
ke
peraturan
arbitrase
UNCITRAL; atau d. mengadopsi ketentuan arbitrase ad hoc yang terdapat di dalam kontrak-kontrak
Peraturan Arbitrase (lex arbitri) di
lainnya.
Badan arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
Di Amerika Serikat (USA) peraturan
dapat dijadikan sebagai bahan referensi
arbitrase (lex arbitri) untuk
dalam
Peraturan
arbitrase (arbitral proceedings) arbitrase ad
Arbitrase (lex arbitri) bagi arbitrase ad hoc
hoc dilaksanakan berdasarkan Peraturan
di Indonesia.
Arbitrase Dagang Internasional Amerika
mempertimbangkan
Menurut Vasudha Tamrakar dan
(American
International
Garima Tiwari dari National Law Institute
Arbitration
Court
–
persidangan
Commercial IACAC)
yang
University, India, apabila dalam arbitrase ad hoc di India, para pihak atau arbiter ad hoc kesulitan dalam membuat/ menentukan tata cara arbitrase (rule of arbitration/lex 10
Ibid
11
Vasudha Tamrakar & Garima Tiwari. Legal Service India (LSI). www.legalserviceindia.com. Ad Hoc and Institutional Arbitration. Diakses tgl. 1 Agustus 2016.
Antono : Pengaturan Tentang Arbitrase Ad Hoc Dalam.....11
merupakan lembaga arbitrase di Amerika
Hukum Acara Perdata Belanda (Nederlands
Serikat. 12
Burgerlijk
Di
Belanda
lembaga
arbitrase
nasionalnya adalah The Netherlands Arbit-
Processrecht)
yang
dalam
literatur bahasa Inggris disebut sebagai Dutch Code of Civil Procedure (DCCD). 14
ration Institute (NAI) yang didirikan pada tahun 1949, berkedudukan
Undang-Undang Arbitrase (Arbitra-
di Rotterdam.
Badan Pengelola (Governing Body) NAI terdiri dari:
ge Wet) Belanda tahun 1986 banyak mengacu kepada Model Law (model hukum) dari
a. perwakilan-perwakilan
masyarakat Peraturan
Arbitrase
(Arbitration
Rules)
bisnis (business community); UNCITRAL tahun 1976 dan (Arbitration b. para profesional hukum; Rules) UNCITRAL tahun 1985.
15
Dengan
c. anggota-anggota dari lembaga yudikatif demikian maka di Belanda baik arbitrase ad (members of the judicary); hoc maupun arbitrase institusional banyak d. perwakilan dari Kamar Dagang Belanda mengikuti
ketentuan-ketentuan Peraturan
yang berkedudukan di Den Haag; Arbitrase (Arbitration Rules) UNCITRAL. e. perwakilan
dari
Kamar
Dagang Dari uraian di atas maka perlu
Internasional (ICC) Belanda; dan f. perwakilan
dari
Asosiasi
Industri,
Perdagangan, dan Akuntansi Belanda.13
dipertimbangkan untuk mengatur tentang Peraturan Arbitrase (Arbitration Rules) atau lex arbitri dari arbitrase ad hoc di Indonesia. Perlu adanya peran permintah Indonesia
Arbitrase di Belanda baik ad hoc maupun institusional diatur dalam UndangUndang Arbitrase (Arbitrage Wet) tahun
yang lebih aktif agar arbitrase ad hoc bisa berfungsi sebagaimana mestinya, efektif, efisien, dan bermanfaat maksimum bagi masyarakat.
1986 yang telah dimasukkan ke dalam Pasal 1020 s.d. Pasal 1076 Kitab Undang-Undang
12
American International Commercial Arbitration Court. www. Court-inter.us. “Ad Hoc Arbitration”. Diakses tgl. 1 Agustus 2016. 13 Blenheim Advocaten. Arbitration in the Netherlands. https://www.blenheim.nl. Diakses tgl. 1 Agustus 2016.
B. Kekuatan Eksekutorial Putusan Arbitrase Ad Hoc dan Pendaftaran Putusan Arbitrase Ad Hoc di Pengadilan Negeri 1. Kekuatan Eksekutorial Putusan Arbitrase Ad Hoc 14
GAR Reference. Commercial Arbitration in the Netherlands. Diakses tgl. 1 Agustus 2016. 15 Ibid
12 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
mengatur tentang eksekusi (pelaksanaan) Suatu putusan baik itu putusan putusan arbitrase internasional. arbitrase
maupun
putusan
pengadilan Didalam Undang-Undang Nomor 30
diharapkan kekuatan eksekutorial. Suatu Tahun 1999 tidak ada diatur tentang putusan tidak mempunyai arti apa-apa eksekusi (pelaksanaan) putusan arbitrase ad apabila tidak bisa dieksekusi (dilaksanakan). hoc. Hal ini karena Undang-Undang Nomor Baik arbitrase institusional maupun 30 Tahun 1999 lebih berorientasi pada arbitrase ad hoc mengeluarkan suatu putusan arbitrase institusional. Kondisi ini menim(arbitral
award).
Putusan
arbitrase bulkan kekaburan hukum tentang eksekusi
merupakan suatu putusan yang diberikan (pelaksanaan) putusan arbitrase ad hoc. oleh arbitrase ad hoc maupun lembaga Mengenai Kekuatan Putusan Arbitarbitrase atas suatu perbedaan pendapat, rase
baik
melalui
lembaga
Arbitrase
perselisihan paham maupun persengketaan berskala nasional maupun secara Intermengenai suatu pokok persoalan yang lahir nasional, contohnya ada BANI, ICSID, dari suatu perjanjian (yang memuat klausula UNCITRAL adalah final dan binding. arbitrase) yang diajukan pada arbitrase ad Dengan kata lain putusan tersebut adalah hoc atau pun lembaga arbitrase untuk langsung menjadi putusan tingkat pertama diputus olehnya.
16
dan tingkat terakhir. Serta putusan menjadi Pasal 59 s.d. Pasal 64 Undangmengikat para pihak dan secara otomatis Undang Nomor 30 Tahun 1999 mengatur tertutup pula upaya untuk banding, dan tentang eksekusi (pelaksanaan) putusan kasasi sesuai Pasal 60 Undang-Undang arbitrase nasional, sedangkan Pasal 65 s.d. Nomor 30 Tahun 1999 . 69 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 2. Pendaftaran dan Eksekusi Putusan Arbitrase Ad Hoc Putusan arbitrase dilakukan secara 16
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani. Op.cit, hm 93. Lihat juga Rachmadi Usman. 2003. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti., hlm 84
sukarela. Namun jika tidak dilaksanakan, maka untuk melakukan eksekusi dengan
Antono : Pengaturan Tentang Arbitrase Ad Hoc Dalam.....13
bantuan
pengadilan,
harus
didaftarkan
jelis arbiter. Secara prinsip, putusan tersebut
terlebih dahulu agar memiliki kekuatan
dapat dilaksanakan secara sukarela. Namun,
eksekutorial.
apabila tidak dilaksanakan secara sukarela,
Berdasarkan Undang-Undang No. 30
maka dapat meminta bantuan Pengadilan
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
dalam melaksanakan eksekusi. Hal ini me-
Penyelesaian Sengketa, suatu putusan arbit-
ngingat, lembaga arbitrase hanyalah quasi
rase merupakan putusan yang bersifat final
pengadilan sehingga putusan arbitrase tidak
dan mempunyai kekuatan elat tetap dan
memiliki kekuatan eksekutorial.
mengikat para pihak (final and binding). Hal
Namun terdapat ketentuan dalam
tersebut menjadi salah satu karakteristik
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
penyelesaian perkara melalui jalur arbitrase
yang mengharuskan suatu putusan arbitrase
yang membedakannya dengan penyelesaian
tersebut diserahkan dan didaftarkan ke Pani-
melalui jalur litigasi pada umumnya. Penye-
tera Pengadilan Negeri. Dalam Pasal 59
lesaian melalui jalur litigasi dapat memakan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
waktu yang elative lebih lama, karena ter-
maupun bagian penjelasan tidak dijelaskan
dapat upaya-upaya elat yang dapat diambil
pengadilan negeri mana yang berwenang
oleh pihak yang kalah yang tidak sependapat
untuk menerima pendaftaran putusan arbit-
dengan putusan Majelis Hakim. Upaya elat
rase tersebut.
tersebut seperti banding ke Pengadilan Ting-
Namun jika merujuk kepada Pasal 1
gi dan Kasasi serta Peninjauan Kembali ke
butir 4 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
Mahkamah Agung.
1999, putusan arbitrase tersebut didaftarkan
Berbeda dengan putusan arbitrase,
ke Panitera Pengadilan Negeri yang daerah
upaya elat apapun tidak dimungkinkan kare-
hukumnya
meliputi
tempat
tinggal
na sifat putusan itu sendiri yang bersifat
termohon. Dalam hal ini berarti pihak
final dan langsung memiliki kekuatan elat
termohon dalam perkara arbitrase tersebut
tetap sejak diputuskan oleh arbiter atau ma-
sebelumnya. Lain halnya terhadap suatu
14 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
putusan arbitrase internasional yang mana
Penyusun Undang-Undang Nomor
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
30 Tahun 1999 sepertinya telah meng-
telah menentukan
terkait
akomodir kekhawatiran tersebut karena
masalah pengakuan dan pelaksanaan putus-
secara jelas dan tegas dalam Pasal 59
an arbitrase internasional tersebut menjadi
disebutkan dalam waktu paling lama 30 (tiga
kewenangan Pengadilan Negeri
puluh) hari terhitung sejak tanggal putusan
secara
tegas
Jakarta
Pusat.
diucapkan, lembar asli atau salinan otentik Siapa yang berhak mendaftarkan
putusan arbitrase diserahkan dan didaftarkan
putusan arbitrase? Lalu muncul pertanyaan
oleh arbiter atau kuasanya kepada Panitera
terkait pihak mana yang berwenang untuk
Pengadilan Negeri. Dengan demikian maka
mendaftarkan putusan arbitrase tersebut?
pihak yang berwenang untuk melaporan dan
Apakah pihak Pemohon dalam perkara
mendaftarkan putusan arbitrase tersebut yai-
arbitrase atau pihak yang menang? Karena
tu arbiter, lembaga arbitrase atau kuasanya.
mungkin saja pihak pemohon dalam perkara
Dalam hal arbitrase melalui BANI maka
arbitrase tersebut merupakan pihak yang
nantinya BANI-lah pihak yang berkewajiban
kalah atau merupakan pihak yang tidak
untuk mendaftarkan putusannya tersebut
setuju
dalam kurun waktu paling lama 30 (tiga
dengan
putusan
majelis
arbiter
tersebut. Jika hal tersebut terjadi maka ter-
puluh) hari sejak putusan dibacakan oleh Majelis Arbiter.
dapat kemungkinan bagi pemohon untuk
Bukti putusan tersebut didaftarkan
tidak mendaftarkan putusan arbitrase ter-
oleh pihak yang berwenang dibuktikan
sebut, karena dengan tidak didaftarkannya
dengan dilampirkannya lembar asli surat
putusan tersebut maka putusan arbitrase ter-
pengangkatan sebagai arbiter atau salinan
sebut tidak dapat dieksekusi atau dilak-
otentiknya bersamaan dengan putusan arbit-
sanakan.
rase yang akan didaftarkan. Walaupun pendaftaran dilakukan oleh arbiter atau
Antono : Pengaturan Tentang Arbitrase Ad Hoc Dalam.....15
kuasanya namun semua biaya yang me-
dipenuhinya
nyangkut pendaftaran tersebut ditanggung
kibatkan putusan arbitrase tersebut tidak
oleh para pihak yang bersengketa.
dapat dilaksanakan.
Hal yang tidak diatur dalam Undang-
Bukti
ketentuan tersebut
adanya
menga-
catatan
atau
Undang Nomor 30 Tahun 1999 dan me-
tandatangan pada bagian akhir atau pinggir
nimbulkan pertanyaan yaitu mengenai teknis
putusan tersebut merupakan bukti telah
pengajuan
apakah
dilakukannya kewajiban untuk mendaftar-
permohonan diajukan secara tertulis atau
kan dan putusan dapat dilaksanakan. Dengan
lisan. Dengan tidak adanya pengaturan
telah didaftarkannya putusan arbitrase ter-
untuk hal tersebut maka dapat diasumsikan
sebut maka pihak-pihak dalam perkara wajib
perdaftaran dapat diajukan secara tertulis
untuk melaksanakan putusan tersebut.
pendaftaran
tersebut
ataupun lisan.
Dalam hal terdapat pihak-pihak yang
Panitera pengadilan yang menerima
tidak mau atau enggan untuk melaksanakan
permohonan pendaftaran putusan arbitrase
putusan arbitrase tersebut secara sukarela,
nantinya akan memberikan catatan atau
maka atas dasar permohonan eksekusi dari
tandatangan pada bagian akhir atau pinggir
salah satu pihak Ketua Pengadilan Negeri
putusan.
didaftarkannya
dapat memberikan perintah untuk melak-
putusan arbitrase, maka putusan tersebut
sanakan putusan tersebut. Ketua Pengadilan
bersifat
dijalankan
Negeri sebelum memberikan perintah pelak-
sebagaimana putusan pengadilan yang telah
sanaan putusan akan memeriksa apakah
berkekuatan
kracht).
putusan tersebut telah memenuhi persya-
Pengaturan mengenai pendaftaran putusan
ratan formil suatu perkara diperiksa melalui
arbitrase dalam kurun waktu 30 hari
arbitrase sebagaimana diatur dalam Pasal 4
sebagaimana diatur dalam Pasal 59 Undang-
dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30
Undang Nomor 30 Tahun 1999 berlaku
Tahun 1999 serta tidak bertentangan dengan
secara
kesusilaan dan ketertiban umum.
Dengan
telah
autentik dan dapat
elat
mutlak,
tetap
karena
(in
dengan
tidak
16 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
Persyaratan formil dimaksud yaitu sengketa
yang
terjadi
dalam
bidang
arbiternya. Dengan mengacu kepada Pasal 12 Undang-Undang Nomor 30
perdagangan dan terdapat kesepakatan antar para pihak untuk menyelesaikan segala permasalahan
melalui
jalur
arbitrase.
Tindakan pihak Ketua Pengadilan yang
Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang mengatur tentang syarat-syarat yang
hanya memeriksa dari segi formil dan tidak memeriksa elativ serta pertimbangan elat dalam putusan tersebut, menunjukkan sifat kemandirian lembaga arbitrase yang tidak
harus dipenuhi oleh orang untuk dapat ditunjuk atau diangkat sebagai arbiter, lembaga
arbitrase
membuat
sendiri
dapat dicampuri oleh lembaga peradilan lain. Hal ini merupakan perlindungan dan jaminan yang diberikan oleh UndangUndang agar putusan arbitrase tetap bersifat
ketentuan-ketentuan tambahan berkaitan dengan
tata
kriterianya.
cara Arbiter
pemilihan yang
dan
terpilih
mandiri, final dan mengikat. kemudian tercatat sebagai arbiter tetap pada lembaga tersebut dan ditetapkan
PENUTUP 1. Pada arbitrase ad hoc kriteria, prosedur pemilihan
dan
penunjukan
seorang
arbiter ad hoc tidak jelas, demikian halnya dengan pengaturan mengenai pengangkatan dan kedudukan arbiter ad hoc. Berbeda halnya dengan arbitrase institusional di mana lembaga arbitrase seperti Indonesia
Badan
Arbitrase
Nasional
(BANI), Badan
Arbitrase
Syariah Nasional (BASYARNAS) dan Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI) melakukan sendiri pemilihan (rekruitmen) dan pengangkatan para
keahliannya dibidang apa. Keduduan arbiter ad hoc juga tidak jelas, tidak diketahui
dimana
kantor/domisilinya
sehingga menyulitkan masyarakat yang ingin menyelesiakan sengketa secara arbitrase ad hoc. Berbeda halnya dengan aribitarse institusional maka arbitrase ad hoc tidak mempunyai hukum acara arbitrase (lex atribtri) sendiri. 2. Kekuatan eksekutorial putusan yang dibuat oleh arbitrase ad hoc masih dilematis
dan
pendaftaran
putusan
arbitrase ad hoc di Pengadilan Negeri
Antono : Pengaturan Tentang Arbitrase Ad Hoc Dalam.....17
dapat
terkendala
karena
Pengadilan
Negeri enggan mengakui
putusan
arbitrase ad hoc. Hal ini karena arbitrase ad hoc dianggap kurang kredibel (kurang terpercaya)
oleh
Pengadilan
Negeri
Basarah, Moch. 2011. 2011. Prosedur Alternatif Penyelesaian Sengketa Arbitrase Tradisional dan Modern (On Line). Yogyakarta: Genta Publishing. Cakrawala, Andi Julia. 2015. Penerapan Konsep Hukum Arbitrase On Line di Indonesia. Yogyakarta: Rangkang Education.
karena eksistensinya yang tidak jelas. Apabila suatu putusan arbitrase tidak
Fuady, Munir. 2000. Arbitrase Nasional, Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bakti.
didaftarkan di Pengadilan Negeri yang dibuktikan
dengan
adanya
Akta
Pendaftaran
yang
diterbitkan
oleh
Pengadilan
Negeri
arbitrase dilaksanakan
tersebut (tidak
maka tidak
putusan dapat
Gautama, Sudargo. 1994. Arbitrase Bank Dunia. Bandung: Alumni. Goodpaster, Gary & et.al. 1995. “Tinjauan Terhadap Arbitrase Dagang Secara Umum dan Arbitrase Dagang di Indonesia, dalam Agnes M. Toar. Arbitrase di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
mempunyai
kekuatan eksekutorial).
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Idrus. 2013. Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Alternative Dispute Resolution). Jakarta: Yayasan Masyarakat Indonesia Baru. Abdurrasyid, Priyatna. 2002. Arbitrase & Alternatif Penyelesaian Sengketa: Suatu Pengantar. Jakarta: Fikahati Aneka & BANI. Adolf, Huala. 2014. Dasar-dasar, Prinsip dan Filosofi Arbitrase. Bandung: Keni Media. Amiruddin & Zainal Asikin, 2006, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
--------- Felix O. Soebagjo & Fatmah Jatim. 1995. Arbitrase di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Harahap, Yahya. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika. Ibrahim, Johnny, 2005. Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayu Media Publishing, Malang. Margono, Suyud. 2000. ADR (Alternative Dispute Resolution)& Arbitrase: Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia. ------------. 2010. Penyelesaian Sengketa Bisnis Alternative Dispute Resolution (ADR). Jakarta: Ghalia Indonesia. Marwan, M & Jimmy P. 2009. Kamus Hukum. Surabaya: Realty Publisher. Marzuki, Peter Mahmud, 2005. Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta.
18 Badamai Law Journal, Vol. 2, Issues 1, Maret 2017
Mertokusumo, Sudikno. 1999. Mengenal Hukum: Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty.
Usman, Rachmadi. 2003. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Muhammad, Abdul Kadir. 1993. Pengantar Hukum Perusahaan Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Widnyana, I Made. 2009. Alternatif Penyelesaian Sengketa (ADR). Jakarta: Fikahari Aneska.
Mulyadi, Kartini & Gunawan Wijaya. 2003. Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian. Cet ke-1. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Wijaya, Gunawan. 2005. Alternatif Penyelesaian Sengketa. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Nasution, S, 2003, Metode Research (Penelitian Ilmiah), PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Rahmadi, Takdir Rahmadi. 2011. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendeatan Mufakat. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada (Rajawali Pers). Salim, H.S. 2003. Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak. Cet ke3. Jakarta: Sinar Grafika. Simorangkir, J.C.T. et.al, 2008, Kamus Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Soekanto, Soerjono & Sri Mamudji. 1995. Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers. Subekti, R . 1981. Arbitrase Perdagangan. Bandung: Bina Cipta. Suparman, Eman. 2012. Arbitrase dan Dilema Penegakan Keadilan. Jakarta: Fikahati Aneska. Sutiarso, Cicut. 2010. Pelaksanaan Putusan Arbitrase dalam Sengketa Bisnis. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor. Umar, Husein & A. Supriyani Kardono. 1995. Hukum dan Lembaga Arbitrase di Indon esia. Jakarta: BANI.
----------- & Ahmad Yani. 2003. Hukum Arbitrase. Jakarta: Rajawali Pers. ------------. 2008. Seri Aspek Hukum Dalam Bisnis. Arbitrase vs Pengadilan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Zaidah, Yusna. 2015. Penyelesaian Sengketa Melalui Peradilan dan Arbitrase Syariah di Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti Azis, Abdul. 2013. Pembatalan Putusan Arbitrase oleh Pengadilan Negeri (Tinjauan terhadap Pasal 70 Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan APS). Tesis Program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Lambung Mangurat, Banjarmasin.