Pengaturan Gerak Hover pada Quadrotor Menggunakan Sliding Mode Control Debby Pratiwi M.T., Katjuk Astrowulan, Rusdhianto Effendie Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Insitut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 60111 e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak –Pada saat quadrotor melakukan gerakan hover, semua rotor harus memiliki kecepatan yang sama dan konstan agar quadrotor dapat seimbang. Namun dinamika quadrotor merupakan sistem yang nonlinear, sehingga pada paper ini, dirancang Sliding Mode Control yang memiliki skema berbasis pada pensaklaran berfrekuensi tinggi untuk mendorong dan memaksa state agar dapat menuju permukaan luncur dan juga mempertahankan state agar tetap berada di sekitar permukaan luncurnya. Salah satu kelebihan Sliding Mode Control adalah tidak sensitif terhadap variasi parameter plant dan mampu mengatasi gangguan. Kontroler hasil desain diaplikasikan pada sistem quadrotor. Hasil simulasi menunjukkan bahwa sistem quadrotor mampu menjaga ketinggiannya pada saat melayang di udara (hovering) dengan konstanta waktu 1,323 detik. Sliding Mode Control juga dapat mempertahankan sudut roll dan pitch tetap bernilai nol. Kata kunci: Sliding Mode Control, Lyapunov, Quadrotor, Hover. 1.
PENDAHULUAN
Quadrotor adalah jenis UAV yang mengalami peningkatan baik dalam penelitian maupun pada aplikasinya. Quadrotor dan UAV lainnya memiliki fungsi yang sangat beragam, mulai dari pelacakan, pesawat pengintai, pengiriman barang, dan lain sebagainya [1]. Keunggulan quadrotor dibandingkan dengan UAV fixed-wing adalah kemampuannya melakukan gerakan Vertical Take Off - Landing (VTOL). Pada saat melakukan gerakan VTOL, quadrotor juga dapat berhenti dan melayang di satu titik, dimana gerakan ini dinamakan gerakan hover. Quadrotor adalah model robot dengan empat rotor yang dikonfigrasi silang. Setiap baling-baling dihubungkan dengan sebuah motor. Semua sumbu putar baling-baling pada quadrotor bersifat paralel dan tetap. Ide pembuatan quadrotor telah ada sejak awal abad ke-20. Selama abad ke-20, pengembangan desain yang jelas untuk rotor-craft sangatlah sedikit. Desain yang dapat dikerjakan pertama kali dikembangkan oleh George DeBothezat, Etienne Oemichen dan D.H. Kaplan [2]. Desain quadrotor Oemichen adalah desain pesawat empat rotor pertama dalam sejarah. Desain pertama Oemichen di tahun 1920 mengalami kegagalan dalam percobaan awal untuk terbang ke udara, namun setelah melakukan beberapa
perhitungan dan desain ulang, Oemichen mampu menerbangkan pesawat empat rotornya yang telah memiliki daya angkat dan menjadi rekaman penerbangan helikopter dengan terbang selama 14 menit pada tahun 1923 [2]. Desain quadrotor Kaplan, quadrotor Convertawings Model “A”, merupakan desain rotorcraft yang paling berhasil pada saat itu. Prototipnya diterbangkan pada tahun 1956, dan mengalami kesuksesan yang sangat besar. Pesawat 2200 pound miliknya dapat melayang (hover) dan menjelajah dengan menggunakan 2 motor 90 hp, masing-masing dapat menggerakkan keempat rotornya dalam mode backup. [2]. Salah satu metode pengaturan yang dapat diaplikasikan pada plant ini adalah metode Sliding Mode Control yang merupakan salah satu teknik kontrol yang dapat digunakan pada plant yang diskontinyu atau nonlinear. Prinsip dasar untuk Sliding Mode Control terdiri dari perpindahan atau pergerakan keadaan lintasan ke arah bidang luncur (sliding surface) dan mempertahankannya sekitar bidang ini dengan sebuah fungsi luncur. Perancangan kontroler akan disimulasikan dengan menggunakan software Matlab. Dan pada implementasinya, penggunaan Sliding Mode Control diharapkan dapat mempercepat time response, mengurangi overshoot, dan menjaga posisi quadrotor saat melakukan gerakan hover di udara. Penjabaran mengenai konsep dasar pergerakan dan pemodelan quadrotor akan dibahas pada Bagian 2. Bagian 3 menjelaskan perancangan Sliding Mode Control. Pada Bagian 4 dibahas tentang hasil yang diperoleh dari simulasi beserta analisanya. Kesimpulan hasil penelitian dan saran untuk penelitian berikutnya disampaikan pada Bagian 5. 2. PEMODELAN DAN PERMASALAHAN PADA QUADROTOR 2.1. Konsep Dasar Quadrotor Untuk dapat beroperasi, dengan mengacu pada gambar 1, semua rotor bekerja berpasangan. Rotor 1,3 dan 2,4 berputar berlawanan arah agar quadrotor dapat seimbang dan dapat melakukan gerakan yaw pada saat dibutuhkan. Perbedaan kecepatan rotor membuat quadrotor dapat terangkat dan melakukan berbagai macam gerakan. Dengan penambahan kecepatan tiaptiap rotor dengan besar yang sama, quadrotor dapat bergerak searah sumbu z dengan mengacu pada koordinat quadrotor. Throttle (U1) adalah gerakan naik
1
c c R s c s
s c c s s c c s s s c s
s s c s c c c s s c c c
(1) Tabel 1. Konstanta Fisik Quadrotor Konstanta
Nilai
Satuan
Massa
1.03
Kg
Inersia rotasi x
20.50202x10-3
Kgm2
Inersia rotasi y
20.50202x10-3
Kgm2
Inersia rotasi z
38.6316x10-3
Kgm2
Inersia motor-propeler
7.92 x 10-5
Kgm2
Konstanta Thrust
2.2478x10-6
N.sec2
Konstanta Drag
1.5167x10-7
Nm.sec2
Panjang pusat lengan ke pusat propeler (l)
0.25
m
Gambar 1. Kerangka Quadrotor
sejajar sumbu z, dilakukan dengan cara menambah atau mengurangi semua kecepata motor. Roll (U2) adalah pergerakan dengan cara mengubah kecepatan putar rotor 2 dan 4, yaitu meningkatkan kecepatan rotor 2 dan menurunkan kecepatan rotor 4, atau sebaliknya. Pitch (U3), yaitu pergerakan yang sama dengan roll, dilakukan dengan cara mengubah kecepatan putar rotor 1 dan 3, yaitu meningkatkan kecepatan rotor 1 dan menurunkan kecepatan rotor 3, atau sebaliknya. Yaw (U4), yaitu gerakan memutar yang dapat dilakukan dengan meningkatkan kecepatan rotor 1 dan 3, bersamaan dengan itu menurunkan kecepatan putar rotor 2 dan 4, atau sebaliknya. 2.2. Pemodelan Quadrotor [3] Pemodelan quadrotor dapat dilakukan dengan menggunakan model Newton-Euler. Quadrotor memiliki 6 derajat kebebasan (Degree of Freedom). Untuk mendeskripsikan gerakan dari 6 DOF dari qadrotor, digunakan dua frame, yaitu earth inertial reference (E-frame) dan body-fixed reference (Bframe). Dalam memodelkan quadrotor, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu kinematika dan dinamika quadrotor. E-frame (oE, xE, yE, zE) adalah sumbu terhadap frame bumi. Titik xE merupakan titik yang menuju arah Utara, titik yE menuju ke arah Barat, titik zE menuju ke arah atas dengan memperhatikan bumi, dan oE adalah sumbu origin. Frame ini digunakan untuk menentukan posisi linear 𝜞E [m] dan posisi sudut ΘE [rad] quadrotor. B-frame (oB, xB, yB, zB) melekat pada bodi quadrotor. Titik xB menuju ke arah depan, titik yB menuju ke arah kiri, titik zB menuju ke atas, dan oB merupakan sumbu origin. oB dipilih tepat pada titik tengah quadrotor. Kecepatan linear VB, [m/s], kecepatan sudut ωB [rad/s], gaya FB, [N], dan torsi τB [Nm] telah ditentukan pada frame ini. Dari persamaan kinematika quadrotor dan sudut Euler, maka akan didapatkan matriks transformasi rotasi antara E-frame dan B-frame. Persamaan matriks transformasi rotasi diberikan pada persamaan (1) dan untuk matriks transformasi translasi diberikan oleh persamaan (2), dengan c, s dan t menunjukkan fungsi trigonometri cosinus, sinus dan tangen.
1 t s T 0 c 0 s c
t c s c c
(2)
Dalam pemodelannya, dibutuhkan persamaan dinamik sistem yang mencakup sistem hybrid yang disusun oleh persamaan linear dari E-frame dan persamaan angular dari B-frame. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pengaturan. Dinamika sistem pada H-frame dapat dituliskan dalam bentuk persamaan (3). (3) M H ζ CH (ζ)ζ G H O H (ζ)Ω E H (ζ)Ω2 Persamaan inersia sistem terhadap H-frame sama dengan bentuk persamaan inersia sistem terhadap B-frame, dan ditentukan dalam bentuk matriks seperti pada persamaan (4).
MH
m 0 0 m 0 0 MB 0 0 0 0 0 0
0 0 m 0 0 0
0 0 0 I xx 0 0
0 0 0 0 I yy 0
0 0 0 0 0 I zz
(4)
Namun, matriks sentripetal Coriolis terhadap Hframe CH (ζ) tidak sama dengan matriks sentripetal Coriolis terhadap B-frame dan ditentukan seperti pada persamaan (5).
0 C H (ζ) 33 0 33
0 33 S(I ω B )
(5)
Vektor gravitasi terhadap H-frame G H dituliskan pada persamaan (6). Dapat dilihat bahwa gravitasi mempengaruhi ketiga persamaan linear, namun lebih berpengaruh terhadap ketinggian quadrotor.
2
(6)
Efek giroskopis yang dihasilkan oleh putaran propeler tidak berubah karena hanya mempengaruhi persamaan angular yang mengacu kepada B-frame. Maka matriks giroskopis terhadap H-frame O H dibuat sama dengan persamaan (7).
O H O B v
(7)
Matriks perpindahan terhadap H-frame berbeda dengan perpindahan terhadap B-frame input U1 mempengaruhi semua persamaan dengan matriks rotasi R . Perkalian produk
E H ζ karena linear antara
matriks perpindahan dengan kuadrat kecepatan propeler ditunjukkan pada persamaan (8). R 0 33 (8) E ζ 2 E 2 0 33
H
I 33
B
Dengan menyusun kembali persamaan (3), dapat ditemukan rumus untuk turunan vektor kecepatan yang digeneralisasi terhadap H-frame yang dapat dilihat pada persamaan ( 9). 1
ζ M H (C H (ζ)ζ G H O H (ζ)Ω E H (ζ)Ω 2 ) (9) Persamaan (10) menunjukkan uraian persamaan (9) bukan dalam bentuk matriks, melainkan dalam bentuk persamaan sistem. U1 cos sin cos sin sin X m U1 sin sin cos cos sin Y m g U1 cos cos Z m I yy I zz I U p qr r q 2 I xx I xx I xx I zz I xx Ir U q pr p 3 I yy I yy I yy r
I xx I yy I zz
pq
(10)
2
lb d
2
2
U 2 lb 2 4 U3
2
2 1
3
2
2
2
(11)
U4 1 2 3 4 1 2 3 4
3.
2
2
2
2
Persamaan state quadrotor untuk ketinggian dapat dituliskan sebagai berikut: x5 x6 U (11) x6 g cos x9 cos x7 1 m Persamaan (11) dapat dibuat dalam bentuk state menjadi: 0 x5 x6 (12) x 0 cos x cos x 9 7 6
z f x g x U1
Dan masukan kecepatan propeler diberikan oleh persamaan (11).
3.2. Sliding Mode Control untuk Ketinggian Quadrotor Ketinggian pada quadrotor berhubungan dengan sumbu z. State dan yang merepresentasikan ketinggian quadrotor dari bumi, diambil dari model quadrotor pada persamaan (10). Skema sistem pengaturan ketinggian hover pada quadrotor dapat dilihat pada Gambar 2.
Dimana persamaan state untuk ketinggian dapat dituliskan dengan:
U4 I zz
U 1 b 1 2 3 4
adalah sifat diskontinyu pada aksi kontrolnya yang memiliki fungsi utama pada setiap saluran feedback untuk melakukan switch pada sliding surface (manifold) yang ada [4]. Semua state-space dari suatu sistem yang menyebabkan kondisi sliding mode dapat terjadi disebut sliding manifold, atau sliding surface (permukaan luncur). Perilaku dinamis dari suatu sistem saat selalu menuju surface tertentu disebut sliding motion yang ideal [5]. Sebuah sistem yang mencapai sebuah motion (gerakan) memiliki keuntungan dua kali lipat: pertama terjadi pereduksian orde sistem dan kedua sliding motion tidak sensitif terhadap parameter yang mutlak pada masukannya [4]. Pemilihan fungsi sliding surface dilakukan dengan pertimbangan agar state sistem dari sembarang initial condition dapat dipaksa dan dipertahankan di sekitar permukaan luncur. Terjadinya switching tentu saja tidak sembarangan. Switching dapat terjadi dengan adanya permukaan luncur, yang secara umum dinotasikan 0 [6].
PERANCANGAN SLIDING MODE CONTROL
3.1. Permukaan Luncur Salah satu aspek yang menarik dari sliding mode
(13)
Langkah selanjutnya adalah mendesain permukaan luncur dimana kondisi sliding mode akan terjadi. Pertama-tama, ditentukan dahulu trayektori state yang akan dijadikan permukaan luncur, dalam hal ini berupa fungsi dari kesalahan sistem. Respon sistem yang diinginkan adalah orde satu. Persamaan
Set Point
+
0 0 F mg G H GE 0 31 0 0 0
-
E
SMC
U 2, U 3
Dinamika Translasi
Ketinggian
Pengukuran Ketinggian Gambar 2. Diagram blok sistem pengaturan ketinggian pada gerak hover quadrotor
3
(14) merupakan persamaan untuk respon sistem orde satu. Yc ( s)
1 Y ( s) s 1 r
(14)
Dari persamaan tersebut, dapat diperoleh fungsi kesalahan. Jika referensi Y r(s) merupakan step dan .
turunannya sama dengan nol ( Y r (s) 0 ), maka akan didapatkan fungsi error seperti pada (15).
Sudut roll pada quadrotor merupakan sudut yang menyebabkan quadrotor melintas di sepanjang sumbu Y. Pengaturan yang akan dirancang merupakan pengaturan dengan masukan nol, karena diharapkan quadrotor dapat terbang hover tanpa dengan stabil dan tidak berpindah posisi. Diagram blok untuk pengaturan sudut pada quadrotor dapat dilihat pada Gambar 3. Dengan cara perancangan yang sama seperti kontrol posisi Z, akan didapatkan persamaan kontroler ekivalen dan kontroler natural untuk pengendalian sudut roll dan pitch.
z e z e z 0
(15)
z e z e z
(16)
(25)
z ez ez 0
U eqr Bg x Bd Bf x
(17)
U Nr bBg x sign r
(26)
e z merupakan selisih respon dengan masukan yang diinginkan,
ez z d z . Maka persamaan
1
1
kontrol ekivalen dapat dituliskan pada persamaan (18)
Sehingga persamaan kontroler untuk sudut roll adalah:
U eqz Ag x
U 2 U eqr U Nr
1
Az d Af x
(18)
Dan untuk kontroler natural, digunakan fungsi kestabilan Lyapunov dengan mensubtitusi persamaan U U eqz U Nz sehingga didapatkan persamaan kontrol natural (24).
dimana B r 1 dan b adalah konstanta pengali untuk U Nr . Dan untuk kontroler pada sudut pitch:
(19)
V1 x z z 0
(20)
Dari persamaan di atas, akan ditemukan bahwa Ag xU Nz . Misalkan dipilih Ag xU Nz a dimana a 0 . Maka untuk mencapai kestabilan akan didapatkan persamaan berikut:
za 0
(21)
1,if σ z 1 σ signσ z z { 1,if σ z 1 |σ z| Sehingga akan diperoleh nilai U Nz :
U eqp Cg x Cd Cf x
(26)
U Np cCg x sign p
(27)
1
V1 x z
(27)
1
Sehingga persamaan kontroler untuk sudut roll adalah:
U 3 U eqp U Np
(28)
dimana C p 1 dan c adalah konstanta pengali untuk U Np .
(22) 4.
SIMULASI DAN PEMBAHASAN
Konstanta merupakan faktor pengali yang mempengaruhi kondisi sliding mode. Dari persamaan (23) dan (18), maka didapatkan kontroler posisi Z, yaitu:
Simulasi sistem merupakan tahap awal yang dilakukan sebelum melakukan implementasi agar dapat diketahui performansi sistem yang akan terjadi pada plant quadrotor. Hal yang akan diuji pada simulasi ini adalah pengujian Sliding Mode Control terhadap parameter sistem yang konstan dan gangguan pada kecepatan sudut roll dan pitch.
U1 U eqz U Nz
Tabel 2. Konstanta Fisik Quadrotor
U Nz Ag x sign z 1
(23)
(24)
Set Point
+
3.2. Sliding Mode Control untuk Sudut Quadrotor
-
E
SMC
U 2, U 3
Dinamika Rotasi
Konstanta
1
Sudut
Pengukuran Sudut
Nilai
,
0.5
a
5
b
4
c
4
Gambar 3. Diagram blok sistem pengaturan sudut pada gerak hover quadrotor
4
4.1. Pengaturan Ketinggian Hover Hasil simulasi pengaturan posisi Z (ketinggian hover quadrotor) untuk gerak hover ditunjukkan pada Gambar 4. Pengujian tersebut merupakan pengujian Sliding Mode Control terhadap parameter quadrotor yang ideal, tanpa diberikan gangguan. Berdasarkan hasil simulasi, respon sistem mampu mencapai referensi (set point) yang diberikan. Permukaan luncur yang terjadi pada pengaturan ketinggian ini dapat dilihat pada Gambar 4. Dapat dilihat bahwa state error sistem dipaksa menuju permukaan luncur yang telah dirancang dan saat mencapai permukaan luncurnya (kondisi reaching mode), state tersebut tetap meluncur di sekitar permukaan tersebut (kondisi sliding mode). Pada pengujian ini, hampir tidak terdapat kesalahan pada keadaan tunak. Gambar 4c menunjukkan sinyal kontrol yang terjadi pada pengaturan ketinggian hover pada quadrotor. Terlihat bahwa terjadi chattering dengan frekuensi tinggi. Sinyal chattering ini diakibatkan oleh adanya sinyal kontrol natural yang selalu mendorong state agar tetap berada pada permukaan luncurnya. Pada saat akan melakukan gerak hover dari ketinggian nol meter, quadrotor akan melakukan gerak take-off, seperti pada Gambar 4a dengan time constant 1,323 detik. Respon ketinggian gerak hover 3 Set point Respon ketinggian
2
1.5
1
0
Respon sudut roll
-3
6 0.5
0
5
10
15
20
25
30
35
40
Waktu (det)
(a)
Sudut roll (rad)
Ketinggian (m)
2.5
4.2. Hasil Simulasi Pengaturan Sudut Roll dan Pitch Pada simulasi ini akan diuji kekokohan sistem terhadap gangguan. Gangguan yang diuji adalah gangguan pada kecepatan sudut roll dan kecepatan sudut pitch.. Gangguan tersebut akan diberikan pada detik ke 3.9 sampai 4.1 untuk kecepatan sudut roll dan detik ke 3.5 sampai 4.5 untuk kecepatan sudut pitch. Pemberian gangguan pada kecepatan sudut roll dengan magnitud 0,2 rad, sudut roll dapat kembali pada posisi semula untuk gerak hover, yaitu berada pada keadaan nol. Dari respon sistem, dapat dilihat bahwa magnitud aktual sudut roll yang terjadi bernilai kecil, yaitu sekitar 6x10-3 rad. Gambar 5 menunjukkan hasil simulasi berupa respon dan sinyal kontrol untuk sudut roll. Pemberian gangguan pada kecepatan sudut pitch dengan magnitud 0,4 rad dan lebar pulsa 1 detik, sudut pitch dapat kembali pada posisi semula untuk gerak hover, yaitu berada pada keadaan nol. Dari respon sistem juga, dapat dilihat bahwa magnitud aktul sudut pitch yang terjadi bernilai cukup kecil, yaitu sekitar 0,02 rad. Gambar 5 menunjukkan hasil simulasi berupa respon dan sinyal kontrol untuk sudut pitch. Kontroler langsung memberikan sinyal kontrol pada saat terjadi perubahan pada sudut roll dan pitch, sehingga perubahan yang terjadi dapat segera diatasi dan kembali pada set point yang telah ditentukan. Hal ini diakibatkan oleh adanya kontrol ekivalen yang memaksa state sistem agar dapat meluncur ke sliding surface, sehingga kestabilan gerak hover pada quadrotor dapat tetap terjaga. x 10
4
2
0
0
1
2
3
4
5
7
8
9
10
8
9
10
Sinyal kontrol SMC untuk sudut roll 0.04
Roll U2 (N)
1.5
1
error-dot
6
waktu (det)
Sliding surface SMC untuk ketinggian 2
0.5
0
0.02 0 -0.02 -0.04 -0.06
-0.5
0
1
2
3
4
5
6
7
waktu (det) -1
Gambar 5. Respon sudut roll dan sinyal kontrol U2
-1.5
-2 -2
-1.5
-1
-0.5
0
0.5
1
1.5
2
Respon sudut pitch Sudut pitch (rad)
error
(b) Sinyal kontrol SMC untuk ketinggian 16 14
0.015
0.01
0.005
0
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
8
9
10
waktu (det)
10
Sinyal kontrol SMC untuk sudut pitch 0.04
8
Pitch U3 (N)
Thrust U1 (N)
12
6 4 2
0.02 0 -0.02 -0.04
0
0
1
2
3
4
5
6
7
waktu (det)
-2 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
waktu (det)
Gambar 6. Respon sudut pitch dan sinyal kontrol U3
(c) Gambar 4. (a) Respon Ketinggian dengan Batasan Sinyal Kontrol, (b) Permukaan luncur Sliding Mode Control untuk ketinggian, (c) Sinyal kontrol U1 untuk ketinggian gerak hover
5
5.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian dan analisis, dapat disimpulkan bahwa metode Sliding Mode Control yang diterapkan pada quadrotor dapat digunakan untuk take-off dan hover dengan time constant selama 1,323 detik. Selain itu, gangguan yang diberikan pada kecepatan sudut roll dan pitch juga dapat diatasi, sehingga dapat dicapai performansi gerak hover yang stabil. Namun penelitian ini masih membutuhkan banyak perbaikan, karena Sliding Mode Control yang dirancang ini masih dalam tahap simulasi dengan banyak faktor yang diabaikan. Oleh karena itu, pada penelitian yang berikutnya akan digunakan plant sesungguhnya dengan memperhatikan faktor mekanik yang dimiliki.
Methods for Robust and Nonlinear Control”, Springer, Berlin Heidelberg, 2007. [5] DeCarlo, R.A., S.H. Zak and G.P. Matthews, “Variable Structure Control of Nonlinear Multivariable Systems: A Tutorial.” Proceedings of the IEEE 76 (3), 1988.
DAFTAR PUSTAKA [1] P. Castillo, R. Lozano, and A. Dzul, "Stabilization of a mini rotorcraft with four rotors," IEEE Control Systems Magazine, vol. 25, pp. 45-50, Dec. 2005. [2] Dupuis, M., “Design Optimization of a QuadRotor Capable of Autonomous Flight”, A Major Qualifying Project Report, Worcester, 2008. [3] Tommaso Bresciani, “Modelling, Identification and Control of a Quadrotor Helicopter”, Master’s Thesis, Lund University, Sweden, 2008. [4] Young, K., V. Utkin dan Ü. Özgüner, “A Control Engineers Guide to Sliding Mode Control”, IEEE Transactions On Control Systems Technology, pp. 328-342, 1999. [5] C.T., Matthew dan D.G. Bates, “Mathematical
6