Pengaruh Variasi Zat Pengatur Tumbuh.…
PENGARUH VARIASI ZAT PENGATUR TUMBUH 2,4 D DAN KINETIN TERHADAP INDUKSI KALUS SIRIH MERAH (Piper crocatum Ruiz dan Pav) Junairiah, Devy Manikam Pratiwi, Edy Setiti Wida Utami Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga
[email protected] ABSTRAK Sirih merah merupakan salah satu obat herbal yang mempunyai prospek cukup menarik, sehingga membutuhkan bahan tanaman dalam jumlah banyak. Alternatif upaya untuk menjaga ketersediaan dan meningkatkan produksi metabolit sekunder adalah dengan kultur in vitro. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4 D dan kinetin terhadap waktu induksi kalus, persentase eksplan membentuk kalus, berat basah dan berat kering kalus serta morfologi kalus. Penelitian ini terdiri atas empat variasi konsentrasi yaitu 0,5 mg/L 2,4 D dan 2 mg/L kinetin; 1 mg/L 2,4 D dan 1,5 mg/L kinetin; 1,5 mg/L 2,4 D dan 1 mg/L kinetin; 2 mg/L 2,4 D dan 0,5 mg/L kinetin. Masing-masing perlakuan terdiri atas 30 ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh 2,4 D dan kinetin berpengaruh terhadap pertumbuhan eksplan daun sirih merah. Waktu induksi kalus tercepat terdapat pada variasi konsentrasi 1 mg/L 2,4 D dan 1,5 mg/L kinetin yaitu 13 hari. Berat basah dan berat kering tertinggi terdapat pada variasi konsentrasi 0,5 mg/L 2,4 D dan 2 mg/L kinetin, masing-masing yaitu 0,17 gram dan 0,03 gram. Kalus berwarna putih kecoklatan dan bertekstur kompak. Variasi konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4 D dan kinetin yang optimal adalah 0,5 mg/L 2,4 D dan 2 mg/L kinetin. Kata Kunci: 2,4D, kalus, kinetin, sirih merah
PENDAHULUAN Penyakit yang timbul di lingkungan masyarakat bermacam-macam. Dalam medis, beberapa penyakit dikenal dalam dua tipe, yaitu penyakit degeneratif dan infeksi. Penyakit degeneratif merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh proses kemunduran fungsi saraf tanpa sebab yang diketahui, yaitu dari keadaan normal ke keadaan lebih buruk (Japardi, 2002). Penyakit infeksi merupakan penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit penyakit (agen biologi), yang dapat menular dari satu orang ke orang lain. Penyebab utama infeksi yaitu karena mikroorganisme. Hingga kini, penyakit infeksi masih menjadi salah satu masalah kesehatan yang paling utama di negara berkembang termasuk Indonesia. Infeksi menjadi penyebab utama tingginya kematian dari 6 kategori penyebab kematian. Kemudian urutan kedua dan ketiga penyebab lainnya adalah karena penyakit sirkulasi dan neoplasma (Depkes, 2007). Kenyataan ini menunjukkan bahwa masih tingginya penyakit infeksi di Indonesia. Antibiotika seringkali digunakan untuk mengatasi infeksi. Antibiotik ini juga memiliki efek samping dan perlu digunakan secara hati-hati. Penggunaan antibiotik yang kurang tepat dapat menimbulkan masalah resistensi dan menimbulkan efek yang tak dikehendaki (Lestari, 2011). Dewasa ini perkembangan pengobatan telah mengarah kembali ke alam (back to nature). Banyak
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
masyarakat yang beralih dari obat modern ke penggunaan obat herbal, sebab obat herbal telah terbukti lebih aman dan tidak menimbulkan efek samping seperti halnya obatobat kimia (Agung, 2009). Salah satu tanaman yang telah lama digunakan sebagai obat herbal untuk berbagai pengobatan yaitu daun sirih merah (Piper crocatum Ruiz & Pav). Daun sirih merah dikenal dapat digunakan untuk pengobatan berbagai macam penyakit yaitu diabetes melitus, hepatitis, batu ginjal, kolesterol, strok, asam urat, hipertensi, radang liver, prostat, radang mata, keputihan maag, kelelahan, nyeri sendi dan memperhalus kulit (Sudewo, 2005). Secara umum, sirih merah mengandug minyak atsiri, tannin, flavonoid, steroid/triterpenoid dan anthrakuinon yang ditemukan pada pelarut etanol dari ekstrak daun (Julia, 2011). Seperti halnya antibiotika, daun sirih ini memiliki daya antibakteri (Hermawan, 2007). Dimana minyak atsiri daun sirih merah mengandung senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan beberapa jenis bakteri antara lain, kelompok bakteri gram positif, yaitu pada Bacillus cereus, S. epidermidis, S. aureus dan kelompok bakteri gram negatif, yaitu pada Eschericia coli, Shigella flexneri dan Pseudomonas aeruginosa (Marliyana, 2013). Sebagai tanaman yang multifungsi, perkembangan sirih merah mempunyai prospek yang cukup menarik sehingga membutuhkan bahan tanam dalam jumlah yang banyak. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk
33
Pengaruh Variasi Zat Pengatur Tumbuh.…
menjaga ketersediaanya serta meningkatkan produksi metabolit sekunder tanpa harus membutuhkan waktu yang lama adalah melalui kultur in vitro (Kartika, 2013). Sirih merah juga termasuk salah satu jenis tanaman yang membutuhkan kondisi lingkungan khusus untuk pertumbuhannya serta membutuhkan waktu yang cukup lama. Oleh sebab itu, untuk memperbanyak produksi kandungan senyawa aktif dapat dilakukan melalui metode kultur jaringan. Kultur jaringan telah sejak lama digunakan sebagai salah satu metode untuk produksi senyawa bioaktif dari tumbuhan. Kelebihan penggunaan kultur jaringan diantaranya, yaitu tidak memiliki keterbatasan iklim sebab dilakukan pada ruangan tertentu, tidak memerlukan lahan yang luas, serta senyawa bioaktif dapat dihasilkan secara kontinyu dalam keadaan yang terkontrol (Collin dan Edward, 1998). Mujahidah (2014), melaporkan bahwa induksi kalus sirih merah dengan perlakuan 2,4-D dan pada NAA menunjukkan jika semua eksplan daun sirih merah mampu menginduksi kalus. Penelitian yang telah dilakukan pada sirih merah memiliki beberapa kelemahan terutama pada penggunaan ZPT tunggal, diantaranya menghasilkan berat kalus yang jauh dari harapan. Sehingga penelitian ini, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi ZPT, yaitu 2,4D dan kinetin pada induksi kalus sirih merah. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di laboratorium Fisiologi Tumbuhan, Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. Penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, yaitu bulan Januari hingga Juni 2015. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain daun tanaman sirih merah. Tanaman sirih merah yang digunakan diperoleh dari Pasar Bunga Bratang Surabaya. Bahan untuk media pertumbuhan kalus adalah medium Murashige dan Skoog. Zat pengatur tumbuh yang terdiri atas auksin, yaitu 2,4-D dan sitokonin, yaitu kinetin, aquades steril, agar, bahan sterilisasi, yaitu sabun cair untuk mencuci bahan (daun), kloroks 10%, dan alkohol 70%. Bahan lain terdiri atas spiritus, kertas saring, kertas payung, aluminium foil, kertas pH (universal indicator paper), NaOH 0,1 N dan HCl 0,1 N. Alat yang digunakan terdiri dari alat-alat gelas: gelas piala, gelas ukur, erlenmeyer, cawan petri, botol kultur, batang pengaduk, pipet; alat-alat diseksi: skalpel, pinset, gunting; alat sterilisasi: autoklaf, oven, bunsen, penyemprot alkohol (hand spreyer); Laminar Air Flow; Cabinet; timbangan analitik; pH meter; lemari
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
pendingin; rak kultur; lampu fluoresen, pemanas/ kompor listrik; magnetic stirrer; syiringe dan kamera digital. Pembuatan Media. Pembuatan media Murashige dan Skoog (MS) dilakukan dengan cara menyiapkan larutan stok terlebih dahulu. Unsur-unsur makronutrien ditimbang satu per satu dan dilarutkan kedalam 500 mL aquades sambil diaduk menggunakan magnetic stirrer. Lalu menambahkan larutan stok yang sudah disiapkan yang terdiri atas larutan stok zat besi 5 mL, mikronutrien 1 mL, vitamin 1 L dan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan kinetin sesuai konsentrasi yang dibutuhkan. Myo-inositol 100 mg, dan sukrosa 30 g ditimbang, kemudian dilarutkan kedalam larutan media tersebut secara berurutan. Setelah semua larut, kemudian mengukur pH larutan dengan universal indicator paper. Mengukur pH antara 4,6-5,6. Jika larutan menunjukkan kadar yang terlalu asam maka ditambahkan beberapa tetes NaOH dan apabila terlalu basa maka ditambahkan HCl dengan menggunakan pipet. Selanjutnya larutan tersebut ditambahkan 8 gram agar kemudian dipanaskan dengan menggunakan kompor listrik sambil diaduk hingga larut. Larutan yang sudah jadi tersebut kemudian dituang ke dalam botol kultur hingga ukuran 10 mL. Lalu botol kultur yang sudah berisi media bagian mulut tabungnya ditutup dengan menggunakan aluminium foil serta diberi label sesuai dengan perlakuan yang diberikan. Setelah itu, medium disterilisasikan dalam autoklaf pada suhu 121°C dan tekanan 1,5 atm selama 15 menit. Medium yang steril akan disimpan di ruang penyimpanan. Sterilisasi Eksplan. Daun sirih merah dicuci dengan sabun cair , kemudian dibilas dengan air mengalir hingga 3 kali ulangan. Sterilisasi selanjutnya dilakukan didalam LAF, yakni meliputi perendaman daun-daun tersebut dengan alkohol 70% selama 5 menit. Kemudian dibilas dengan aquades steril sebanyak 3 kali. Selanjutnya daun-daun tersebut direndam dengan kloroks 10% selama 10 menit. Kemudian dilakukan pencucian dengan aquades steril selama 5 menit sebanyak 3 kali. Penanaman dan Pemeliharaan Eksplan. Sebelum digunakan untuk penanaman eksplan, ruang kerja harus dalam keadaan bersih, dinding dan lantai dibersihkan dengan desinfektan. Meja LAF disterilkan dengan alkohol 70%. Semua alat (pinset, scalpel, gelas ukur, cawan petri, botol kultur, bunsen dan alkohol 70%) dimasukkan dalam LAF yang sebelumnya disemprotkan dahulu dengan alkohol 70% menggunakan sprayer. Lalu lampu UV di dalam LAF dinyalakan selama 15 atau 20 menit. Setelah itu, lampu UV dimatikan dan mengganti dengan menyalakan lampu neon. Penanaman eksplan dilakukan secara aseptis didalam LAF. Permukaan daun sirih merah yang telah disterilkan diletakkan dalam cawan petri steril yang telah
34
Pengaruh Variasi Zat Pengatur Tumbuh.…
dilapisi kertas saring atau kertas serap steril untuk menyerap aquades. Kemudian eksplan dipotong-potong diatas cawan petri dengan ukuran 1 cm2. Lalu eksplan ditanam dalam botol kultur yang telah berisi media dengan berbagai perlakuan. Setiap botol kultur diisi dengan tiga eksplan kemudian diletakkan dalam ruang incubator. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi 2,4-D dan kinetin dalam menginduksi kalus secara in vitro. Parameter yang diamati antara lain, adalah lama waktu induksi kalus, persentase kalus, berat kalus, pengamatan terhadap morfologi kalus yang meliputi warna dan tekstur kalus. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap lama waktu induksi kalus interaksi 2,4-D dan kinetin berpengaruh terhadap pembentukan kalus. Pada perlakuan konsentrasi 1 mg/L 2,4-D+1,5 mg/L kinetin menunjukkan rerata waktu induksi kalus paling cepat, yaitu 13,55 hari. Pada perlakuan dengan penambahan zat pengatur tumbuh konsentrasi 0,5 mg/L 2,4-D+2 mg/L kinetin, lama waktu induksi pembentukan kalus yang lebih lambat, yaitu 30,33 hari (Tabel 1). Tabel 1. Pengaruh konsentrasi 2,4-D dan kinetin terhadap lama waktu induksi kalus dari eksplan sirih merah Perlakuan 0,5D2K 1D1,5K 1,5D1K 2D0,5K
Mean ± SD 30,33± 3,7905c 13,55 ± 3,6340a 28,27 ± 6,8225c 20,20± 8,3476b
Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata menurut uji Games-Howell dengan taraf signifikansi
= 0,05.
Pada perlakuan 0,5 mg/L 2,4-D+2 mg/L kinetin, 1,5 mg/L 2,4-D+1 mg/L kinetin dan 2 mg/L 2,4-D+0,5 mg/L kinetin, persentase eksplan yang membentuk kalus adalah 100% (Tabel 2). Tabel 2. Persentase eksplan daun sirih merah membentuk kalus pada berbagai perlakuan Konsentrasi 2,4-D + kinetin (mg/L) 0,5 mg/L 2,4-D + 2 mg/L kinetin 1 mg/L 2,4-D + 1,5 mg/L
Persentase (%) eksplan membentuk kalus 100
kinetin 1,5 mg/L 2,4-D + 1 mg/L kinetin 2 mg/L 2,4-D + 0,5 mg/L kinetin
100 100
Berdasarkan hasil uji Brown-forsythe dan uji Games-Howell menunjukkan bahwa hasil berat basah tertinggi terdapat pada medium dengan pemberian zat pengatur tumbuh 0,5 mg/L 2,4-D dan 2 mg/L kinetin yaitu 0,1718 gram dan berbeda nyata terhadap tiga perlakuan lainnya (Tabel 3). Tabel 3. Berat basah kalus (g) sirih merah pada berbagai perlakuan Perlakuan 0,5D2K 1D1,5K 1,5D1K 2D0,5K
Rerata berat basah (g) 0,1718 ± 0,1098c 0,0176 ± 0,0190a 0,0489 ± 0,0437b 0,0998 ± 0,1395ab
Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada uji Games-Howell dengan taraf signifikansi transformasi.
= 0,05, uji beda menggunakan data hasil
Hasil berat kering tertinggi terdapat pada medium dengan pemberian konsentrasi 0,5 mg/L dan 2 mg/L kinetin yaitu sebesar 0,0289 gram dan berbeda nyata dari tiga perlakuan lainnya (Tabel 4). Tabel 4. Berat kering kalus (g) sirih merah pada berbagai perlakuan Perlakuan 0,5D2K 1D1,5K 1,5D1K 2D0,5K
Rerata berat kering (g) 0,0289± 0,0162b 0,0077 ± 0,0150a 0,0096 ± 0,0072a 0,0130 ± 0.0159a
Ket: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama menyatakan tidak berbeda nyata pada uji Games-Howell dengan taraf signifikansi transformasi.
= 0,05, uji beda menggunakan data hasil
Morfologi adalah salah satu parameter yang diamati secara kualitatif pada pertumbuhan kalus eksplan daun sirih merah. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa masing-masing perlakuan berbagai konsentrasi zat pengatur tumbuh memiliki respon yang bervariasi terhadap kalus yang terbentuk. Dari hasil pengamatan, diperoleh data deskriptif yang dijelaskan seperti pada Tabel 5 dan Gambar 1.
66,67
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
35
Pengaruh Variasi Zat Pengatur Tumbuh.…
Tabel 5. Deskripsi kalus sirih merah pada berbagai perlakuan 2,4-D+kinetin Minggu ke/Perlakuan Minggu ke-1
Minggu ke-2
0,5 mg/L 2,4-D dan 2 mg/L kinetin Morfologi: belum ada perubahan
1 mg/L 2,4-D dan 0,5 mg/L kinetin Morfologi: belum ada perubahan
1,5 mg/L 2,4-D dan 1 mg/L kinetin Morfologi: belum ada perubahan
2 mg/L 2,4-D dan 0,5 mg/L kinetin Morfologi: belum ada perubahan
Tekstur:Warna:-
Tekstur:Warna:-
Tekstur:Warna:-
Tekstur:Warna:-
Morfologi: beberapa eksplan terdapat bintil2 embun Tekstur:Warna:-
Morfologi: belum ada perubahan
Morfologi: belum ada perubahan
Tekstur:Warna:-
Tekstur:Warna:-
Morfologi: beberapa ekplan di permukaan atas terdapat bintil embun dan mulai nampak coklat Tekstur:Warna:-
Morfologi: belum ada perubahan
Morfologi: belum ada perubahan
Tekstur:Warna:-
Tekstur:Warna:-
Morfologi: sebagian tepian eksplan berwarna coklat Tekstur:-
Morfologi: beberapa tepi eksplan ada penebalan Tekstur: kompak
Morfologi: ada tonjolan di tepi eksplan
Warna:-
Warna: putih
Morfologi: perubahan
belum
ada
Tekstur:Warna:Minggu ke-3
Morfologi: beberapa eksplan dipermukaan atas terdapat bintil embun bening
Tekstur:Warna:Minggu ke-4
Morfologi:tepi melekuk
eksplan
Tekstur:-
Tekstur: kompak Warna: putih kehijauan
Warna:Minggu ke-5
Morfologi: tepian eksplan menebal
Morfologi: eksplan menebal
tepian agak
Tekstur: kompak
Tekstur: kompak Warna: coklat tua
Morfologi: menebal di tepi eksplan Tekstur: kompak
Warna: putih Minggu ke-6
Morfologi: penebalan kalus jelas dipermukaan atas, bawah dan tepi eksplan. Tekstur: kompak Warna: putih kecoklatan
Minggu ke-7
Morfologi: terbentuk menebal
kalus yang semakin
Tekstur: kompak
Morfologi: tepian eksplan agak menebal, permukaan atas terdapat bintil kalus Tekstur: kompak Warna: beberapa putih dan coklat tua
Morfologi: beberapa eksplan mulai mengalami browning.
Tekstur: kompak Warna: hitam
Warna: putih kecoklatan Minggu ke-8
Morfologi: kalus tumbuh di bagian tepi eksplan
Warna: putih ada bagian kecoklatan Morfologi: menebal ditepi tidak merata
Tekstur: kompak Warna: putih dan terdapat bagian yang coklat Morfologi: kalus semakin menebal
Tekstur: kompak Warna: kecoklatan
Morfologi: terdapat beberapa kalus mati
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
Morfologi: tumbuh di
Morfologi: menebal ditepi eksplan dan tidak merata Tekstur: kompak Warna: putih
Morfologi: kalus tumbuh semakin menebal
Tekstur: kompak Warna: putih agak coklat
Morfologi: eksplan melekuk, kalus tumbuh di bagian tepi, permukaan atas dan bawah. Tonjolan membentuk akar
putih
Tekstur: kompak Warna: putih kecoklatan tua
kalus tepian
Morfologi: kalus tumbuh di bagian
36
Pengaruh Variasi Zat Pengatur Tumbuh.…
Minggu /Perlakuan
ke-
0,5 mg/L 2,4-D dan 2 mg/L kinetin merata, beberapa di permukaan atas dan bawah. Eksplan nampak berlekuk (gambar 4.5 A).
1 mg/L 2,4-D dan 0,5 mg/L kinetin dan kalus yang hidup tumbuh di tepian eksplan serta berada paling banyak di dekat tulang daun. Kalus tumbuh tidak merata (gambar 4.5B).
1,5 mg/L 2,4-D dan 1 mg/L kinetin eksplan dan sebagian ada permukaan atas dan bawah. Kalus tumbuh tidak merata(gambar 4.5 C).
2 mg/L 2,4-D dan 0,5 mg/L kinetin tepi eksplan tidak merata. Eksplan nampak berlekuk. Tampak ada tonjolan dengan serabut halus (gambar 4.5 D).
Tekstur: kompak Tekstur: kompak
Warna: putih kecoklatan
Gambar 1.
Tekstur: ada yang kompak dan remah (berupa tonjolan/ nodul) gambar 4.5 B. Warna: putih kecoklatan
Morfologi kalus dari eksplan daun minggu ke-8 pada perlakuan 0,5 mg/L 2,4-D dan 2 mg/L kinetin (A), 1 mg/L 2,4-D dan 1,5 mg/L kinetin (B), 1,5 mg/L 2,4-D dan 1 mg/L kinetin (C) dan 2 mg/L 2,4-D dan 0,5 mg/L kinetin (D)
Dalam kultur in vitro, salah satu indikator adanya pertumbuhan adalah munculnya kalus pada eksplan. Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa kalus pertama kali terbentuk berada pada bagian permukaan eksplan dan juga pada bekas irisan eksplan yang kontak dengan media. Eksplan yang terinduksi kalus menunjukkan pembengkakan serta adanya bagian tepi eksplan yang bergelombang. Kalus yang dihasilkan merupakan hasil dari respon terhadap luka dan juga pengaruh hormon alami atau buatan dari luar ke dalam eksplan (George dan Sherington, 1984). Pemberian zat pengatur tumbuh auksin berupa 2,4-D dan sitokinin berupa kinetin terbukti menginduksi pembentukan kalus eksplan daun sirih merah. Kalus yang terbentuk memiliki rerata lama waktu yang bervariasi pada masing-masing perlakuan. Eksplan yang
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
Tekstur: kompak
Warna: kecoklatan
putih
Warna: coklat tua (kehitaman)
menginduksi kalus paling cepat terjadi pada sebagian kecil minggu ke-2 dan ke-3 dengan terlihat adanya bintil embun di permukaan atas eksplan. Zat pengatur tumbuh 2,4-D pada konsentrasi 1 mg/L dan kinetin 1,5 mg/L mampu memacu pembelahan sel daun dan melakukan proses dediferensiasi untuk membentuk kalus lebih cepat sekitar 13,55 hari. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Lestari dan Mariska (1997), bahwa pemberian 2,4-D efektif untuk memacu proses diferensiasi sel, menekan organogenesis serta menjaga pertumbuhan kalus dan pada penelitian ini konsentrasi terbaik adalah 2,4-D adalah 1 mg/L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi 1,5 mg/L kinetin dalam media dapat mendukung pembentukan kalus. Menurut Wardani dkk (2004), bahwa pada pemberian kinetin 1,5 mg/L sangat efektif meningkatkan proliferasi kalus pada kultur kalus Talinum paniculatum. Selanjutnya pada perlakuan pemberian zat pengatur tumbuh pada ketiga perlakuan yang lainnya persentase eksplan yang membentuk kalus adalah 100%. Menurut Prakasa (2015), pemberian 1 mg/L 2,4-D dan 0,5 mg/L kinetin pada eksplan daun pohpohan (Pilea trinervia ) mampu menginduksi kalus dengan persentase 66,67 %, sedangkan pada 1 mg/L 2,4-D dan 0 mg/L kinetin serta 0,5 mg/L 2,4-D dan 0 mg/L kinetin eksplan yang terbentuk menginduksi kalus sebesar 100%. Terdapat perbedaan respon pada masing-masing perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa persentase pembentukan kalus dipengaruhi kondisi genetis, umur jaringan dan jenis tanaman serta faktor lingkungan yang meliputi cahaya, kandungan oksigen dan kelembapan udara (Gunawan dkk, 1992). Berat basah kalus merupakan salah satu bentuk pertumbuhan kalus eksplan sirih merah. Berat segar secara fisiologis terdiri dari dua kandungan yaitu air dan karbohidrat (Ruswaningsih, 2007). Berat basah kalus yang relatif tinggi ini disebabkan adanya kandungan air
37
Pengaruh Variasi Zat Pengatur Tumbuh.…
yang tinggi. Berat basah yang dihasilkan sangat bergantung pada kecepatan sel-sel tersebut dalam membelah diri, memperbanyak diri dan dilanjutkan dengan membesarnya kalus. Terbentuknya kalus yang menghasilkan berat basah menunjukkan bahwa eksplan merespon adanya ZPT yang ditambahkan dalam media. Adanya konsentrasi auksin berupa 2,4-D yang lebih rendah sudah dapat memacu pertumbuhan eksplan yang ditanam. Hal ini diduga bahwa dengan penambahan 0,5 mg/L auksin sebagai ZPT eksogen mampu memacu hormon endogen dalam membentuk kalus. Menurut Suyanto (1994), menyatakan bahwa tanpa penambahan 2,4-D atau 2,4-D 0 mg/L dan 2,25 mg/L pada eskplan tunas pucuk bawang putih menunjukkan pertumbahan rarata berat basah tertiggi. Hal ini kemungkinan karena fungsi kinetin berperan dalam pemanjangan sel dan mempercepat pengangkutan zat dalam jaringan. Tidak seperti 2,4-D yang dapat berperan sebagai herbisida, maka kinetin lebih cenderung bersifat sebagai stimulator pertumbuhan. Pada umumnya berat kering kalus akan meningkat sebanding dengan peningkatan berat basah kalus. Tetapi ada juga pada beberapa perlakuan yang peningkatan berat basah kalus tidak diikuti dengan peningkatan berat keringnya. Hal ini disebabkan karena kemampuan absorbsi air untuk tiap sel berbeda-beda (Wardani, 2004). Pada semua perlakuan kalus yang terbentuk bertekstur kompak. Menurut Andariyani (2010), terbentuknya kalus yang bertekstur kompak dipacu oleh adanya hormon auksin endogen yang diproduksi secara internal oleh eksplan yang telah tumbuh membentuk kalus tersebut. SIMPULAN 1. Variasi konsentrasi 2,4-D dan kinetin berpengaruh terhadap lama waktu induksi kalus sirih merah (Piper crocatum Ruiz dan Pav.) 2. Variasi konsentrasi 2,4-D dan kinetin berpengaruh terhadap persentase eksplan yang membentuk kalus sirih merah. 3. Variasi konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D dan kinetin berpengaruh terhadap berat basah kalus sirih merah. 4. Variasi konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D dan kinetin berpengaruh terhadap berat kering kalus sirih merah. 5. Variasi konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D dan kinetin mempengaruhi morfologi kalus eksplan daun sirih merah. Morfologi kalus yang terbentuk memiliki variasi warna dan tekstur. Beberapa kalus yang dominan terbentuk memiliki warna putih kecoklatan dan tekstur kompak.
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
6. Perbandingan konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D dan kinetin yang optimal untuk induksi kalus sirih merah adalah 0,5 mg/L 2,4-D dan 2 mg/L kinetin. DAFTAR PUSTAKA Agung S, 2009. Pengembangan Sirih Merah (Piper crocatum) Sebagai Herbal Terstandar Untuk Mengatasi Keputihan Terhadap (Tricomonas vaginalis), Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Bandung: Universitas Padjajaran. Andaryani S., 2010, Kajian Penggunaan Berbagai Konsentrasi BAP dan 2,4-D terhadap Induksi Kalus Pagar (Jatropha curcas, L) secara in vitro, Skripsi, Universitas Sebelas Maret. Collin, H.A., dan Edward, 1998, Plant Cell Culture, Singapore: Bios Scientific Publisher Limited. Departemen Kesehatan R.I. 2007. Peta Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta: Depkes RI. George, E.F and P.D. Sherington, 1984, Plant Propagation by Tissue Culture. England: Handbook and Directory of Comercial Laboratoryes, Easter Press. Gunawan, I, W., 1992, Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Bogor: Bioteknologi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Hermawan A, 2007. Pengaruh Ekstrak Daun Sirih (Piper betle) Terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan E. coli dengan Metode Difusi Disk. Skripsi.Tidak Dipublikasikan. Suarabaya: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga Surabaya Japardi, I. 2002. Penyakit pada Medula Spinalis. Sumatera Utara: Fakultas Kedokteran USU. Julia, 2011. Daya Antimikroba Ekstrak dan Fraksi Daun Sirih merah (Piper betle Linn.). Jurnal Ilmu Dasar Vol. 12 (1): 6-122. Kartika, Lidya, Kianto Atmodjo dan Ekawati, 2013, Kecepatan Induksi Kalus dan Kandungan Eugenol Sirih Merah Yang Diperlakukan Menggunakan Variasi Jenis dan Konsentrasi Auksin. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya. Lestari, EG dan I. Mariska, 1997, Kultur in vitro sebagai Metode Pelestarian Obat Langka. Buletin Plasfa Nutfah 2 (1); 298-3305. Lestari EG. 2011. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Perbanyakan Tanaman melalui Kultur Jaringan, Jurnal Agrobiogen 7 (1):63-65.
38
Pengaruh Variasi Zat Pengatur Tumbuh.…
Marliyana, Soerya D dan Handayani N, 2013, Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz dan Pav.). Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Surakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret. Mujahidah F, 2014, Induksi Kalus Sirih Merah (Piper crocatum Ruiz dan Pav.) dengan Zat Pengatur Tumbuh 2,4-D dan NAA secara In Vitro. Skripsi.Tidak Dipublikasikan.Surabaya: Universitas Airlangga. Prakasa V. Galih, 2015, Pengaruh Kinetin dan asam 2,4D terhadap Kandungan Metabolit Sekunder Kalus Daun Pohpohan (Pilea trinevia). Skipsi.Tidak Dipublikasikan. Yogyakarta: Fakultas Teknobiologi Universitas Atmajaya. Ruswaningsih, F., 2007, Pengaruh Konsentrasi Ammonium Nitrat dan BAP terhadap Pertumbuhan
Prosiding Seminar Nasional Biologi 2016_ ISBN: 978‐602‐0951‐11‐9
Eksplan Pucuk Artemisia annua L pada Kultur In Vitro. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Surakarta: Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Sebelas Maret. Sudewo B, 2005. Basmi Penyakit Dengan Sirih Merah. Jakarta: Agromedia Pustaka. Suyanto Z.A., 1994, Pengaruh Kombinasi dan Kinetin Terhadap Pertumbuhan Eksplan Tunas Pucuk Bawang Putih (Allium sativum) Secara In Vitro. Prosiding Simposium Hortikultura Nasional. Yogyakarta: UPV Veteran, Wardani, Dian Pramita, Solichatun, dan Ahmad Dwi Setyawan., 2004, Pertumbuhan dan Produksi Saponin Kultur Kalus Talinum paniculatum Gaertn. pada Variasi Penambahan Asam diklorofenoksi Asetat (2,4-D) dan Kinetin. Jurnal Biofarmasi 2(1):35-43.
39