Tinjauan Pustaka
Pengaruh Variabilitas Biologi pada Penentuan Unsur Runutan dalam Sains Biomedik
Rochestri Sofyan Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri Badan Tenaga Nuklir Nasional
Abstrak: Senyawa anorganik yang terdapat dalam tubuh manusia dapat berupa berbagai jenis unsur logam yang terdapat dalam jumlah yang sangat kecil atau sering disebut sebagai unsur runutan (trace element). Di antara 60 unsur yang ditemui dalam tubuh manusia, 11 unsur yaitu C, H, O, N, S, P, Ca, K, Na, Cl dan Mg merupakan unsur utama. Sebanyak 15 unsur lainnya dinyatakan sebagai unsur runutan yang esensial yaitu F, Si, V, Cr, Mn, Fe, Co, Ni, Cu, Zn, Se, Mo, Sn, I dan As. Konsentrasi unsur runutan dan perilaku metabolismenya pada tubuh manusia merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian biomedik. Sekalipun unsur tersebut terdapat dalam jumlah yang sangat kecil, tetapi merupakan kunci penentu kehidupan. Dengan bantuan teknik analisis radiometri antara lain PIXE (proton induced X-ray emission) dan NAA (neutron activation analysis) yang mampu menentukan unsur runutan sampai batas submikrogram, sains biomedik mengalami kemajuan yang sangat pesat. Tinjauan ini membahas tentang fungsi unsur runutan dalam tubuh manusia dan teknik analisis termasuk berbagai hal yang berhubungan dengan penentuan unsur runutan seperti pemilihan spesimen dari tubuh manusia, penyiapan cuplikan untuk penentuan, serta beberapa variabilitas biologi yang perlu diperhatikan pada penentuan unsur runutan khususnya yang menggunakan sampel plasma atau serum darah. Kata kunci: unsur runutan, biomedik, variabilitas biologi, PIXE, AAN.
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007
15
Pengaruh Variabilitas Biologi pada Penentuan Unsur Runutan dalam Sains Biomedik
The Influence of Biological Variability on Trace Elements Determination in Biomedical Science Rochestri Sofyan Nuclear Technology Center for Material and Radiometry National Nuclear Energy Agency
Abstract: The innorganic components in human body are various metal elements at a very low level called as trace element. Among 60 elements found in human body, 11 elements are the principle elements viz C, H, O, N, S, P, Ca, K, Na, Cl and Mg. At least 15 elements such as F, Si, V, Cr, Mn, Fe, Co, Ni, Cu, Zn, Se, Mo, Sn, I and As are presently regarded as essential trace elements. The concentration of trace elements in human body and its metabolism behaviour is an important subject in biomedical research. Those elements exist at very low concentration but they are a key matter of life. With the contribution of radiometric analysis technique such as PIXE (proton induced X-ray emission) and NAA (neutron activation analysis), which are capable in determining the concentration of trace elements at the level of submicrogram, biomedical science is facing an impressive developments. This review deals with the dicussions on the function of trace elements in human body and analysis technique including some aspects concerning the analysis of trace elements such as the choice of specimen from human body, sample preparation, as well as biological variability that must be taken into consideration in trace element determination especially for that using blood plasma or serum as the samples. Key words: trace element, biomedic, biological variability, PIXE, NAA.
Pendahuluan Tubuh manusia merupakan kumpulan sel hidup yang bercampur, bereaksi, dan berinteraksi satu dengan yang lain membentuk suatu susunan yang rumit tetapi terorganisasi dengan sempurna. Struktur yang teratur tersebut terdiri atas senyawa organik dan anorganik. Berbagai senyawa organik yang sangat penting pada tubuh manusia adalah protein yang berfungsi dalam mempertahankan bentuk maupun sebagai enzim, hormon, atau antibodi yaitu protein-protein aktif yang berperan dalam kelangsungan proses biokimia; karbohidrat berperan sebagai sumber energi; asam nukleat sebagai pembentuk gen atau faktor genetika; serta lipid yang sebagian besar terdapat dalam membran sel. Salah satu bentuk protein adalah enzim yang pada umumnya memerlukan unsur runutan dalam aktivitasnya, yaitu berperan dalam memulai dan mempercepat reaksi pada suhu tubuh. Sebanyak lebih dari 2000 reaksi kimia berlangsung dalam tubuh manusia, di antaranya banyak yang memerlukan suhu atau tekanan yang cukup tinggi apabila berlangsung di luar tubuh. 1 Berkat bantuan enzim reaksi tersebut dapat berlangsung pada suhu tubuh di bawah tekanan udara normal. Sedangkan senyawa anorganik yang terdapat dalam tubuh manusia dapat berupa berbagai jenis unsur logam dalam jumlah yang sangat kecil atau sering disebut sebagai 16
unsur runutan (trace element). Di dalam biomedik tidak ada definisi yang pasti dari unsur runutan. Sebutan tersebut muncul setelah ditemukan jumlah yang sangat kecil dari beberapa unsur dalam sistem biologi yaitu dalam orde– pikogram sampai mikrogram per gram berat basah jaringan. Seiring dengan perkembangan dalam teknik analisis unsur, muncul berbagai sebutan lain untuk trace element seperti mikro nutrien, trace mineral, dan trace constituent, tetapi pada akhirnya trace element atau unsur runutan tetap lebih dikenal. Mungkin dengan alasan tertentu pula Fe dan I sekalipun konsentrasinya relatif tinggi digolongkan dalam unsur runutan. Di antara 60 unsur yang terdapat dalam tubuh manusia, 11 unsur yaitu C, H, O, N, S, P, Ca, K, Na, Cl, dan Mg merupakan unsur utama, sedang sebanyak 15 unsur yang lain dinyatakan sebagai unsur runutan yang esensial yaitu F, Si, V, Cr, Mn, Fe, Co, Ni, Cu, Zn, Se, Mo, Sn, I, dan As. Dikatakan esensial karena defisiensi dari unsur tersebut dapat menimbulkan sindrom yang mengakibatkan gangguan kesehatan. Ada pula beberapa unsur yang digolongkan dalam unsur runutan nonesensial yaitu Al dan Br. Hingga saat ini tidak ada satu bukti yang memastikan bahwa Al dan Br sebagai unsur runutan esensial dalam tubuh manusia. Akan tetapi apabila konsentrasinya dalam tubuh manusia melampaui nilai batas ambang dapat membahayakan kesehatan. Sebaliknya beberapa unsur lain seperti Cd, Hg
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007
Pengaruh Variabilitas Biologi pada Penentuan Unsur Runutan dalam Sains Biomedik dan Pb merupakan unsur yang toksik karena mempunyai efek yang membahayakan kesehatan sekalipun terdapat dalam konsentrasi yang relatif kecil.2 Kadar unsur runutan dan perilaku metabolismenya pada tubuh manusia merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian biomedik. Sekalipun unsur tersebut terdapat dalam jumlah yang sangat kecil, akan tetapi merupakan kunci penentu kehidupan. Perlu diingat bahwa baik aktivitas hidup normal maupun timbulnya penyakit dan perkembangan dalam penyembuhan, tidak satupun yang berlangsung tanpa bantuan unsur runutan. Makalah ini merupakan suatu tinjauan yang membahas tentang fungsi dan metabolisme unsur runutan. Dilanjutkan dengan teknik analisis, termasuk berbagai hal yang berhubungan dengan teknik analisis seperti pemilihan specimen dari tubuh manusia dan penyiapan cuplikan untuk penentuan jenis unsur. Dalam makalah ini juga mengupas beberapa variabilitas biologi yang perlu diperhatikan pada penentuan unsur runutan dengan teknik analisis radiometri khususnya yang menggunakan sampel plasma atau serum darah. Fungsi Unsur Runutan Ditinjau dari fungsinya unsur runutan esensial pada umumnya merupakan bagian dari sistem enzim, yaitu berupa metaloenzim dan kompleks logam-enzim. Pada metaloenzim unsur logam terdapat dalam jumlah tertentu dan merupakan bagian integral dari molekul enzim. Unsur Zn merupakan logam yang pertama kali teridentifikasi masuk dalam kategori ini yaitu dalam karbonik-anhidrase. Perkembangan selanjutnya membuktikan bahwa metaloenzim-Zn berperan sangat luas dalam proses metabolisme karbohidrat, lipid, protein dan asam nukleat, yaitu metaloenzim alkohol- dehidrogenase, laktat-dehidrogenase, karboksi-peptidase A dan B, serta alkali-fosfatase. Unsur Zn juga merupakan bagian yang vital dari DNA dan RNA-polimerase. Metaloenzim lain yang mulai jelas fungsinya dalam fisiologi dan patologi tubuh manusia adalah metaloenzimMn (piruvat-karboksilase); metaloenzim-Cu (sitokromoksidase, lisin-oksidase, tirosinase); metaloenzim–Se (glutation-peroksidase); serta metaloenzim-Mo (xantinoksidase, sulfit-oksidase). Kompleks logam-enzim merupakan golongan yang relatif luas. Berbeda dengan metaloenzim, dalam kompleks logam-enzim ikatan antara enzim dengan unsur logam lebih renggang. Dalam hal ini logam bertindak sebagai pembentuk ikatan sementara antara enzim dengan substrat selama reaksi berlangsung. Selain bertindak sebagai penstabil kompleks enzim-substrat, logam juga dapat menstabilkan produk reaksi, jadi memfasilitasi reaksi yaitu sebagai kofaktor enzim. Sejauh ini unsur runutan yang telah teridentifikasi sebagai kofaktor enzim meliputi Mn, Co, Ni, Cu, dan Zn. Selain berperan dalam katalisis secara enzimatis, unsur runutan juga tergabung dalam reaksi oksidasi-reduksi, proses Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007
transpor pada membran sel, konduksi syaraf dan kontraksi otot. Sebagai contoh, unsur Na, K, Mg, dan Ca berperan pada eksitasi syaraf dan otot; unsur Fe berperan dalam keseimbangan asam-basa dan transfer oksigen dari paru-paru ke jaringan; unsur Zn berperan pada multiplikasi sel; serta unsur Ca dan F berperan pada pertumbuhan tulang dan gigi, serta unsur Ca juga berperan pada permeabilitas biomembran.2 Selain itu unsur runutan berperan pula dalam sintesis dan penstabil struktur biomolekul, contoh nyata adalah Co yang menunjang fungsi biologi sebagai komponen nutrien spesifik, yaitu satu atom Co terdapat di pusat molekul vitamin B12. Terakhir diduga bahwa unsur tertentu mempunyai peranan penting dalam mekanisme pertahanan tubuh. Kekurangan Zn erat hubungannya dengan gangguan imunitas tubuh misalnya pada penyakit acrodermatitis enterophatica. Walaupun demikian semua unsur runutan baik yang esensial maupun yang non-esensial apabila limit keamanannya dilampaui dapat menjadi toksik. Seperti misalnya intake yang berlebih dari Cu dan Zn dapat memberikan reaksi yang berlawanan, sehingga unsur logam dapat bertindak sebagai inhibitor enzim, mengubah permeabilitas membran, mengganggu sintesis protein, atau merusak struktur asam nukleat. Pada umumnya sindrom klinis dapat didefinisikan secara jelas seperti gangguan syaraf karena kelebihan Mn, cardiomyopathy karena kelebihan Co, anemia dan neuropathy karena kelebihan Sn, serta alzheimer karena kelebihan Al.3 Teknik Analisis Perkembangan yang pesat dalam teknik analisis yang diikuti dengan kecanggihan dalam instrumentasi nuklir telah memunculkan suatu kelompok teknik analisis yang disebut sebagai teknik analisis radiometri, yaitu teknik analisis yang berdasarkan pada pengukuran radiasi. Di antara teknik analisis radiometri yang paling sesuai untuk penelitian biomedik adalah PIXE (proton induced X-ray emmission) dan NAA (neutron activation analysis). Setelah munculnya teknik analisis yang mampu menentukan unsur runutan dengan presisi yang sangat tinggi dan batas deteksi yang relatif sangat kecil (orde mg/g – ng/g), sains biomedik dari unsur runutan mengalami kemajuan yang sangat pesat. Penelitian fisiologi anatomi dalam fungsi makro dari organ, jaringan, cairan tubuh dan sistem syaraf berkembang ke penelitian fungsi mikrokomponen dan mekanismenya. Jadi dengan munculnya teknik nuklir untuk analisis unsur, dapat diperoleh pengertian yang lebih mendalam tentang hubungan antara defisiensi unsur runutan dengan beberapa penyakit, seperti myocardial infarction, liver cirrhosis, renal insufficiency, cerebellum atropy, dan kanker.4 Bahkan perkembangan selama penyembuhan pascaterapi dapat diikuti secara objektif. Proton Induced X-ray Emission (PIXE) PIXE merupakan teknik tidak merusak yang telah banyak diaplikasikan dalam berbagai disiplin ilmu termasuk bidang 17
Pengaruh Variabilitas Biologi pada Penentuan Unsur Runutan dalam Sains Biomedik kesehatan. Berkas proton dengan energi sekitar 2 MeV yang bersumber dari akselerator Van de Graf mampu menembus suatu bahan sampai setebal 80 mm tanpa banyak kehilangan energi.5 Apabila berkas proton tersebut ditembakkan pada permukaan sampel, maka dapat mengeksitasi atom/unsur yang terkandung di dalamnya. Atom yang tereksitasi akan mengalami deeksitasi diikuti dengan memancarkan sinar X yang karakteristiknya sesuai dengan jenis unsur yang terdapat dalam sampel. Selanjutnya analisis secara kualitatif dilakukan dengan jalan membandingkan spektrum yang diperoleh dengan tabel standar sinar X yang sudah tersedia, sedang analisis secara kuantitatif dilakukan dengan membuat cuplikan standar yang telah diketahui komposisi dan konsentrasinya untuk kemudian dibandingkan. Dewasa ini PIXE merupakan teknik analisis untuk penggunaan rutin dengan ketelitian dan sensitivitas yang sangat tinggi. Teknik PIXE sangat cepat, sekitar sepuluh kali lebih cepat dari XRF dengan limit deteksi antara 0,1–1 mg/g. Ditinjau dari sensitivitasnya sangat cocok untuk penentuan unsur dengan nomor atom antara 26 – 80 (Fe–Hg). Keunikannya adalah sensitivitasnya sangat tinggi, dan sampel yang diperlukan sangat sedikit yaitu sekitar 1mg. PIXE telah dimanfaatkan secara luas oleh para peneliti yang menentukan unsur runutan pada cairan tubuh termasuk plasma dan serum darah.6 Preparasi sampel cukup sederhana yaitu dengan cara liofilisasi atau pengabuan, kemudian serbuk yang diperoleh diletakkan pada foil plastik dan ditutup dengan foil aluminium jenis khusus dengan nama perdagangan Mylar. PIXE telah menjadi andalan untuk menentukan unsur Cu, Co, Mo, Sn, Zn, Se dan unsur lain pada serum darah manusia, kecuali Al, V, Cr, dan Mn. Neutron Activation Analysis (NAA) NAA atau dalam bahasa Indonesia analisis aktivasi neutron (AAN) mempunyai keunggulan dapat menentukan unsur secara simultan dengan kepekaan tinggi dan batas deteksinya sampai orde submikrogram, sehingga jumlah cuplikan yang diperlukan juga sangat sedikit.7 Pada dasarnya PIXE dengan AAN dapat saling melengkapi karena beberapa unsur di luar jangkauan PIXE bisa ditentukan dengan AAN. Berbeda dengan PIXE yang memerlukan akselerator sebagai sumber proton, pada AAN diperlukan reaktor nuklir sebagai fasilitas sumber neutron. Pertama-tama sampel diiradiasi dengan flux neutron thermal, sehingga terjadi aktivasi dan beberapa unsur menjadi isotop radioaktif. Setelah proses iradiasi karakteristik maka energi radiasi yang dipancarkan isotop radioaktif dan laju peluruhannya dapat dideteksi dengan perangkat alat cacah. Karakteristik jenis serta energi radiasi melambangkan jenis isotop unsur, sedang laju cacahan atau aktivitasnya sebanding dengan kadar unsur. Dengan demikian AAN dapat digunakan untuk penentuan jenis (kualitatif) dan kadar atau konsentrasi (kuantitatif) unsur dalam suatu cuplikan. Penentuan secara kuantitatif dapat dilakukan dengan mengiradiasi standar acuan (standard ref18
erence materials, SRM) yang diperlakukan secara simultan dengan sampel. Setelah iradiasi, cuplikan dapat langsung dianalisis secara Instrumental NAA (INAA) atau setelah dilakukan pemisahan radiochemical NAA (RNAA-). Cara INAA dapat memberikan informasi secara langsung tentang jenis dan jumlah unsur dalam cuplikan. Unsur-unsur utama dalam cuplikan biologi seperti hidrogen, karbon, oksigen, nitrogen, fosfor maupun sulfur tidak atau hanya sedikit teraktivasi membentuk radioisotop yang berumur pendek sehingga tidak mengganggu dalam analisis unsur. Akan tetapi cara INAA ini sangat diganggu oleh adanya aktivasi matriks cuplikan terutama 24Na, 38Cl, dan 82Br sehingga kemampuan INAA terbatas untuk unsur dengan radioisotop yang berumur relatif panjang (T1/2 > 2 minggu) seperti Fe, Co, Zn, Se, Rb, dan Cs. Unsur-unsur tersebut pada kadar sekitar ng/ml dapat ditentukan pada tingkat presisi yang baik dengan INAA. Untuk radioisotop yang berumur pendek (T1/2 < 1 minggu) ataupun untuk penentuan radioisotop yang kadarnya sangat rendah dilakukan secara RNAA. Pada cara ini cuplikan dilarutkan dan ditambah unsur pengemban non radioaktif (carrier-nonradioactive element) yang selanjutnya diikuti dengan perlakuan pemisahan kimia biasa (classical separation procedure) untuk pemisahan unsur secara individu atau golongan kelompok unsur. Hasil pemisahan kemudian dicacah untuk analisis radioisotop. Dengan cara ini unsur V, Cr, Mn, As, Mo, Cd dan lainnya yang terdapat dalam serum dalam jumlah nanogram atau lebih kecil dapat ditentukan dengan mudah. Pada Tabel 1 ditampilkan daftar unsur yang dapat ditentukan secara RNAA dan INAA dalam plasma atau serum darah. Hal lain yang menguntungkan pada penggunaan INAA dan RNAA untuk analisis unsur adalah kemungkinan kontaminasi sangat kecil dibandingkan dengan teknik analisis yang lain karena pemisahan maupun manipulasi kimia lainnya dilakukan setelah iradiasi, sehingga penambahan pereaksi yang nonradioaktif tidak mengganggu pengukuran radiometri. Hal ini pada analisis nonradiometri dapat menimbulkan masalah kontaminasi.8
Tabel 1. Unsur-unsur Runutan yang dapat Ditentukan Secara INAA dan RNAA, dalam Sampel Plasma atau Serum Darah 12 Unsur Cr Mn V Co Cu Zn As Se Br
INAA
RNAA x x x
x x x x
x x x x
Unsur Rb Mo Ag Sn Sb Cd Cs Hg
INAA
RNAA
x x x x x x x x
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007
Pengaruh Variabilitas Biologi pada Penentuan Unsur Runutan dalam Sains Biomedik Radioaktivitas yang diukur dapat berupa partikel α, β atau sinar γ. Penentuan sinar γ dengan resolusi tinggi banyak digunakan yaitu dengan alat spektrometer γ multisaluran yang dilengkapi dengan detektor germanium murni. Dengan cara tersebut AAN benar-benar merupakan teknik analisis multielemen yang handal. Apalagi akhir-akhir ini pengembangan AAN telah mengarah pada metode absolut yang dikenal dengan metode standardisasi Ko. Pada metode ini tidak lagi menggunakan pembanding multielemen sehingga harus melakukan preparasi dari berbagai standar acuan, melainkan menggunakan metode absolut dengan cara memasukkan beberapa parameter yang berhubungan dengan karakteristik reaktor, detektor dan sampel. Metode standardisasi Ko sedang banyak dikembangkan karena dari segi biaya dan waktu lebih efisien.9 Persiapan Cuplikan untuk Penentuan Pemilihan Spesimen Pada pemilihan spesimen dari tubuh manusia dalam rangka pengambilan sampel, diperlukan pemahaman tentang jejak metabolisme di mana unsur runutan tersebut berperan aktif. Absorbsi dari unsur runutan sangat ditentukan oleh mekanisme yang terjadi pada usus halus,10 dan protein spesifik dengan berat molekul rendah turut berperan sebagai pengemban. Nampaknya cukup meyakinkan bahwa usus merupakan tempat penting terjadinya interaksi di antara berbagai unsur, sehingga komposisi dari makanan yang dikonsumsi menjadi sangat penting. Diet memang merupakan sumber utama input berbagai unsur. Senyawa fitat dan kandungan serat memberi pengaruh yang sangat signifikan terhadap availabilitas berbagai unsur.11 Setelah terabsorbsi melalui usus halus, unsur lalu disalurkan ke dalam peredaran darah melalui vena hepatika dan limfatik, kemudian diambil oleh berbagai organ dan jaringan. Selanjutnya sisa metabolisme dibuang melalui empedu dan urin. Dalam plasma atau serum darah, unsur runutan terikat pada protein spesifik seperti transmanganin, transferin, nikeloplasmin, seruloplasmin, atau oleh albumin dan berbagai globulin. Hal yang perlu diperhatikan pada pemilihan spesimen adalah harus dapat menggambarkan adanya perbedaan keadaan patologis dibandingkan dengan keadaan normal serta harus dicari suatu cara yang noninvasif untuk pengambilan sampel. Oleh sebab itu spesimen harus yang mudah diperoleh dari tubuh manusia antara lain dari darah dan komponennya, urin, air susu ibu (ASI), feses, rambut, kuku, dan pada keadaan tertentu dari air liur, plasenta dan cairan amnion. Apabila unsur runutan ingin ditentukan dari organ yang dituju, pengambilan hanya dapat dilakukan pada keadaan post mortem, misalnya untuk keperluan otopsi. Darah merupakan media transpor utama yang membawa nutrisi ke sel, memindahkan metabolit, dan membawa hormon ke tempat-tempat kerja yang spesifik. Karena lebih menggambarkan aktivitas metabolisme dalam tubuh, plasma dan juga Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007
serum darah sering digunakan dalam laboratorium klinis untuk analisis kimia, yaitu untuk diagnosis berbagai penyakit. Akhirakhir ini juga banyak digunakan untuk memantau penggunaan narkoba. Dapat dipahami bahwa di antara cairan tubuh, plasma atau serum darah merupakan spesimen tubuh manusia yang banyak digunakan pada penelitian biomedik unsur runutan. Darah yang beredar pada tubuh manusia terdiri atas larutan jernih kekuning-kuningan yang disebut plasma dan 3 komponen yang lain membentuk satu kesatuan berupa suspensi yaitu eritrosit, leukosit, dan trombosit. Komponen yang disebut terakhir mempunyai peranan penting dalam penggumpalan darah. Darah tanpa penambahan antikoagulan akan mengalami penggumpalan karena terjadi polimerisasi fibrinogen menjadi fibrin. Dengan dibiarkan menggumpal akan dihasilkan serum yang dapat diisolasi dengan cara sentrifugasi atau dekantasi setelah dibiarkan 1 jam. Bila ditambah antikoagulan (heparin, Na 2-EDTA, garam sitrat) penggumpalan tidak terjadi, diperoleh plasma setelah dilakukan pemisahan dengan cara sentrifuga atau dekantasi. Dengan cara ini jenis sel lain dan trombosit dapat terisolasi. Keuntungan menggunakan plasma tidak perlu menunggu lama dan volume sampel yang diperoleh relatif banyak, sedang keuntungan menggunakan serum dapat menghindari gangguan akibat penambahan antikoagulan. Dalam mengisolasi baik plasma maupun serum harus dihindari terjadinya hemolisis, karena ada beberapa enzim yang terdapat pada eritrosit yang dapat mempengaruhi hasil analisis. Pemilihan plasma atau serum dapat disesuaikan dengan keperluan dari penelitian yang dilakukan. Unsur runutan dalam plasma atau serum darah, khususnya yang berhubungan dengan berbagai penyakit di bidang kesehatan telah banyak dipelajari secara ekstensif sejak tahun 1970-an. Sayangnya data dari unsur runutan dalam plasma atau serum darah dalam kondisi normal dan dalam situasi patologis tidak terkumpul dalam jurnal-jurnal tertentu secara sistematis, akan tetapi terpencar dalam berbagai literatur analitik dan kesehatan. Selain itu penemuan para peneliti cukup banyak yang tidak konsisten, sebagai contoh beberapa peneliti mengatakan bahwa batas tertinggi kadar Cr pada orang sehat adalah 0,5 ng/ml serum darah, peneliti yang lain masih toleran terhadap angka 10 kali lebih tinggi. Banyak perbedaan muncul terutama bersumber pada perbedaan dalam teknik analisis, baik karena perbedaan alat yang digunakan maupun karena ketidakakuratan yang disebabkan oleh adanya beberapa persyaratan yang tidak dipenuhi pada preparasi sampel. Pada Simposium Aktivasi Teknik Nuklir dalam Life Sciences yang diselenggarakan oleh Badan Tenaga Atom Internasional pada tahun 1978 adanya ketidakakuratan dalam analisis juga masih banyak terjadi. Hal tersebut selain mengakibatkan banyak data yang membingungkan sehingga membuang dana dan waktu, juga dapat menyesatkan dalam mengambil kesimpulan untuk kondisi-kondisi penting. Untuk memperoleh hasil analisis
19
Pengaruh Variabilitas Biologi pada Penentuan Unsur Runutan dalam Sains Biomedik yang terpercaya, pengendalian pada analisis perlu dilakukan secara akurat mulai dari cara pengambilan, preparasi dan penyimpanan sampel, alat yang digunakan, dan pencucian alat serta pengendalian kondisi lingkungan laboratorium untuk menghindari kontaminasi. Dengan kata lain teknik analisis harus menganut pada dokumen jaminan mutu untuk setiap prosedur maupun instruksi kerja yang dilakukan.12 Pengambilan Sampel Pada awalnya pengambilan sampel dianggap hal yang tidak perlu mendapat perhatian. Perhatian para peneliti umumnya hanya terfokus pada alat analisis yang digunakan agar diperoleh sensitivitas yang tinggi. Baru kemudian disadari bahwa selain pada waktu penentuan secara kuantitatif, kesalahan yang signifikan dapat pula terjadi pada waktu pengambilan dan preparasi sampel, bahkan juga pada penyimpanan sampel. Selain itu mulai dipahami pula bahwa pada penentuan unsur runutan yang konsentrasinya dalam orde submikrogram, maka kesalahan fatal dapat pula terjadi karena kontaminasi baik dari alat yang digunakan maupun dari partikulat udara di ruangan tempat penelitian dilakukan. Penentuan unsur dalam plasma atau serum darah diawali dengan mengambil darah pasien kemudian dilakukan pemisahan dengan cara sentrifugasi atau dekantasi. Tahap ini merupakan tahap awal yang cukup penting. Sebelum darah diambil yang pertama kali harus ditetapkan adalah akan mengisolasi serum atau plasma. Seperti telah diuraikan sebelumnya penggunaan serum mempunyai kelebihan yaitu menghindari terjadinya gangguan karena penambahan antikoagulan. Dari hasil penelitian di berbagai literatur dinyatakan bahwa pada antikoagulan terdapat berbagai pengotor atau impuritas sehingga dapat memberi kontribusi pada kesalahan analisis terutama pada penentuan unsur dalam orde ng/ml. Telah dilaporkan pula bahwa kadar Zn dalam serum secara konsisten lebih besar dari pada kadar Zn dalam plasma dengan perbedaan harga rata-rata sekitar 16%. Ada kemungkinan terdapat Zn yang dibebaskan dari platelet (trombosit), perbedaan volume, hemolisis dan faktor-faktor lain yang tidak teridentifikasi. Ada lagi beberapa kelompok peneliti yang tidak melihat adanya perbedaan yang signifikan antara Zn dalam serum dan Zn dalam plasma. Rosental dan Blackburn (dalam Versieck, J et al12) mencatat bahwa kadar Cu dalam serum secara nyata lebih tinggi daripada dalam plasma, akan tetapi Payter13 menemukan hal sebaliknya. Sejauh ini perbedaan secara sistematik antara kadar unsur runutan dalam plasma dan serum tidak pernah secara meyakinkan menunjukkan perbedaan yang konsisten. Berdasarkan alasan ini pula dan pertimbangan teknis lain beberapa kelompok peneliti termasuk peneliti di Universitas Ghent, Belgia, memutuskan untuk selalu menggunakan serum darah pada penentuan unsur runutan.12 Ternyata kemacetan pada urat nadi pada waktu pengambilan darah juga dapat mempengaruhi hasil analisis. Diperlukan alat khusus untuk lokalisasi vena agar tidak terjadi 20
kemacetan. Kemacetan pada urat nadi saat pengambilan darah dapat menaikkan kadar Zn sampai 13% setelah 3 menit. Demikian pula apabila darah pada pengambilan sampel mengalami pengadukan akan terjadi hemolisis, akibatnya kadar beberapa unsur runutan seperti Mn, Zn, As, Ru, Cd, dan Cs mengalami kenaikan, diduga karena mendapat tambahan secara intraseluler. Ditinjau dari segi biokimia bila darah dibiarkan lama juga akan terjadi perubahan. Sebagai contoh bila darah dibiarkan beberapa waktu dalam suhu kamar akan menyebabkan penurunan kadar glukosa dan kenaikan asam laktat. Di dalam lemari es (suhu beku) metabolisme pada sel darah tertekan, transpor aktif melalui membran sel juga terhenti, sehingga transpor K secara intraseluler tidak lagi terkendali. Sayangnya tidak ada penelitian yang mendalam tentang hal ini. Jadi untuk menghindari kesalahan sebaiknya plasma atau serum diisolasi langsung setelah pengambilan sampel darah.14 Preparasi dan Penyimpanan Sampel Serum diisolasi dengan cara disentrifugasi pada kecepatan 2500 rpm selama 20 menit. Supernatan didekantasi lalu dimasukkan dalam tabung kuarsa, kemudian disentrifugasi lagi selama 15 menit pada kecepatan yang sama seperti sebelumnya, untuk menghilangkan sisa sel darah. Setelah itu sampel didekantasi kembali secara pelan dan dimasukkan ke dalam botol timbang polietilen yang dilengkapi dengan penutup, kemudian ditimbang untuk menetapkan berat basah. Sampel serum diliofilisasi, setelah kering ditimbang kembali untuk menentukan berat kering. Serum hasil liofilisasi dipindahkan ke dalam vial polietilen khusus atau ampul kuarsa (kemurnian tinggi) menggunakan spatel atau sendok kuarsa. Ampul atau vial tadi selanjutnya disimpan dalam kotak polietilen khusus, siap untuk sewaktu-waktu diiradiasi dan selanjutnya dianalisis. Untuk penentuan V, Cr, dan Co, sampel dalam ampul diabukan menggunakan furnace. Untuk analisis di laboratorium klinik, penyimpanan plasma atau serum tidak menimbulkan masalah karena hasil analisis pada umumnya diminta segera dalam beberapa jam atau hari. Akan tetapi sampel untuk keperluan yang nonrutin harus mendapat perhatian khusus karena penentuan tidak selalu segera dilakukan, sehingga sampel harus melalui penyimpanan yang relatif lama. Selama penyimpanan, sampel dapat mengalami penguraian antara lain karena denaturasi protein, pertumbuhan bakteri, reaksi fotokimia, pembentukan zat yang mudah menguap, dehidrasi, leaching dari unsur, presipitasi, dan pembentukan koloid. Perubahan tersebut dapat mempengaruhi kualitas sampel, sehingga dapat menyebabkan penyimpangan yang signifikan pada penentuan. Penurunan kualitas sampel selama penyimpanan dipengaruhi oleh bahan kontainer, kondisi penyimpanan (suhu dan waktu), dan karakteristik sampel (larutan, padatan, atau serbuk). Dalam memilih kontainer yang cocok perlu diingat bahwa unsur yang akan dianalisis konsentrasinya ada pada daerah ng/g. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007
Pengaruh Variabilitas Biologi pada Penentuan Unsur Runutan dalam Sains Biomedik Dari penelitian menggunakan berbagai jenis bahan seperti polietilen, polipropilen, polimetilpentan, polikarbonat, polivinilklorida, dan berbagai jenis teflon (politetrafluoroetilen, TFE dan etilenpropilen terfluoronasi, FEP) para peneliti sepakat bahwa bahan yang paling baik adalah polietilen konvensional (densitas rendah, tekanan tinggi) serta teflon. Dengan cara pencucian dan penanganan yang tepat bahan tersebut cukup memenuhi standar yang dipersyaratkan untuk penentuan unsur runutan dalam laboratorium analitik. Kondisi penyimpanan khususnya untuk plasma atau serum perlu mendapat perhatian, karena mudah rusak terutama pada waktu masih dalam bentuk cairan lebih mudah berinteraksi dengan kontainer dibandingkan dengan bentuk padatan atau serbuk. Banyak peneliti mengemukakan bahwa apabila plasma atau serum perlu disimpan untuk beberapa waktu maka penyimpanan harus dilakukan sesegera mungkin setelah pemisahan. Waktu penyimpanan sampai 4 minggu pada suhu –200C tidak menyebabkan perubahan yang signifikan pada hasil analisis. Sekalipun demikian penyimpanan yang paling aman adalah dalam bentuk serbuk, dan pengering-bekuan (freeze-drying) atau liofilisasi merupakan metode yang paling baik. Pemilihan Alat Peralatan yang paling awal digunakan yaitu peralatan untuk pengambilan sampel darah (jarum, syringe, dan tabung) merupakan sumber pertama terjadinya kontaminasi. Jarum pada umumnya terbuat dari stainless steel. Hasil penelitian Kumpulamen dan Suderman (dalam Versieck, J et al12) menunjukkan bahwa penggunaan jarum stainless steel menyebabkan kontaminasi yang sangat signifikan untuk Cr dan Ni. Sebagai contoh dari sampel darah yang diambil dengan jarum stainless steel diperoleh kadar Cr sebesar 0,43 ± 0,05 ng/ml, sedang dengan kateter plastik angka yang diperoleh adalah 0,12 ± 0,05 ng/ml. Hal yang sama diperoleh untuk logam Ni yaitu sebesar 0,74 ± 0,25 ng/ml terhadap 0,37 ± 0,18 ng/ml. Jarum suntik terbuat dari campuran logam platina-iridium, platina-rodium atau platina-rutenium murni merupakan pilihan yang paling tepat. Akan tetapi karena sangat mahal dan ketersediaannya juga langka, maka jarang sekali digunakan. Alat yang dianjurkan sebagai alternatif adalah kateter polipropilen (antara lain buatan Vygon) dan kateter polietilen atau teflon (antara lain buatan Du Pont). Peralatan berikutnya adalah tempat penyimpanan plasma atau serum berupa tabung reaksi dengan penutupnya juga perlu mendapat perhatian agar tidak menjadi sumber kontaminan. Dari banyak penelitian yang telah dilakukan ternyata bahwa penggunaan tabung polietilen yang dicuci dengan asam pencuci masih tetap menunjukkan kontaminasi yang tinggi terutama untuk logam Zn. Penelitian di Universitas Ghent, Belgia menggunakan penutup karet dan tabung Vinoject memperlihatkan bahwa terdapat beberapa logam kontaminan secara signifikan seperti Zn, Br, dan Mn. Penutup Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007
karet tenyata juga merupakan sumber kontaminasi yang dominan. Untuk menghindari kontaminasi kemudian dipilih tabung kuarsa murni dengan memperhatikan prosedur pencucian alat yang sudah teruji.12 Ruangan Kerja Kontaminasi dari partikulat udara yang terdapat di lingkungan kerja mempunyai efek yang sama dengan yang disebabkan oleh peralatan yang digunakan. Standar tertentu harus dipenuhi untuk menghindari kontaminasi. Udara yang tidak dikondisikan pada umumnya mengandung berbagai macam gas organik maupun anorganik serta aerosol (partikulat berbentuk cair atau padat). Sumber dari alam dapat berupa abu mineral, spora, dan polen, sedang dari kegiatan manusia bisa berasal dari industri dan kendaraan. Sebagai contoh udara di sekitar Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri (PTNBR) pada tahun 2003 mengandung partikulat udara halus (PM2,5) dan partikulat udara kasar + PM2,5 (PM10) serta black carbon berturut-turut sebesar 14,2 ± 8,7 mg/m3; 31,4 ± 15,9 mg/m3, dan 4,4 ± 1,7 mg/m3. Dalam partikulat udara tersebut terkandung 22 unsur yaitu Al, Br, Ca, Cl, Co, Cu, Cr, Fe, I, La, K, Mg, Mn, Na, Ni, V, Pb, Sb, S, Si, Ti, dan Zn. Data ini diambil dari hasil penelitian Ahmad Hidayat15. Dapat diperkirakan bahwa karakteristik udara di ruang yang tidak dikondisikan paling tidak akan sama dengan udara lingkungan, sehingga pada penentuan unsur yang konsentrasinya sangat kecil (runutan atau trace) pengendalian udara di ruang kerja mutlak diperlukan. Dari penelitian bertahuntahun di negara maju telah diperoleh suatu ilustrasi desain fasilitas penelitian yang telah diakui oleh Biro Standar Nasional di Washington. Kondisi yang ideal adalah peneliti bekerja dalam suatu ruang yang dindingnya dilapis bahan sejenis plastik dengan udara yang bebas partikulat menggunakan laminar air flow kelas 100. Mengingat cara tersebut biayanya sangat mahal, maka untuk kondisi tertentu agar lebih ekonomis dapat pula digunakan pengatur udara kelas 10 000. Pada penelitian sampel biologi diperlukan ruang dengan kondisi setaraf dengan kelas 100. Dalam menekan biaya yang tinggi dapat dirancang suatu ruangan menggunakan sistem airlock bertekanan positif pada pintu masuk antara lain dapat diatur dengan bantuan motor blower. Udara dilewatkan melalui prefilter kemudian melalui filter HEPA. Pada penggunaan yang terus-menerus filter harus diganti setiap 4 bulan. Selain seluruh dinding termasuk pintu harus dilapisi bahan sejenis plastik, lantai juga harus bebas debu, dan penggunaan bahan logam di ruangan harus dihindari. Sepatu/ sandal khusus harus tersedia di pintu masuk. Demikian pula pakaian kerja dan penutup kepala sebaiknya terbuat dari bahan yang tidak berbulu.16 Variabilitas Biologi Hasil penelitian selama ini membuktikan bahwa pada penentuan baik secara kimia maupun biokimia dari cairan 21
Pengaruh Variabilitas Biologi pada Penentuan Unsur Runutan dalam Sains Biomedik tubuh selain karena penyakit tertentu, dapat pula dipengaruhi oleh berbagai faktor yang disebut sebagai variabilitas biologi. Oleh karena itu untuk merancang suatu penelitian dan juga untuk memperoleh interpretasi yang benar dari data hasil penelitian, variabilitas biologi perlu dipahami secara mendalam. Apa yang dimaksud dengan variabilitas biologi di sini adalah sumber-sumber biologi penyebab terjadinya variasi seperti antara lain usia, jenis kelamin, dan kehamilan. Perubahan terjadi karena adanya kelainan metabolisme yang memacu atau menekan kerja enzim-enzim tertentu yang dalam aktivitasnya memerlukan unsur logam, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya perubahan pada konsentrasi unsur-unsur tersebut. Usia Usia tidak hanya mempengaruhi penampilan individu akan tetapi juga memberikan efek yang jelas pada komposisi darah, termasuk pada kandungan unsur runutan, seperti Al, Cr, Mn, Cu, Zn dan Se. Sekalipun tidak ada bukti yang memastikan bahwa Al melakukan fungsi esensial pada tubuh manusia, akan tetapi dalam berbagai literatur selalu diperhitungkan karena banyak penemuan baru yang menggambarkan adanya berbagai gangguan kesehatan yang disebabkan oleh keracunan Al.2 Ternyata bahwa konsentrasi Al pada serum darah bayi berusia 1 hari –3 minggu dengan orang dewasa normal/sehat tidak menunjukkan perbedaan yang nyata yaitu sebesar 5,2 ± 3,1 ng/ml terhadap 6 ± 3 ng/ml. Sayangnya tidak pernah ada data yang merinci secara sistematis antara konsentrasi Al dalam serum darah untuk batas-batas usia tertentu. Sama halnya dengan Al tidak banyak data yang diperoleh tentang konsentrasi Cr. Penelitian secara intensif dilakukan oleh Offenbacher EG17 yang mengambil sampel baik plasma maupun serum darah dari 23 orang normal sehat dari berbagai usia (batas usia tidak disebutkan secara tepat), untuk plasma darah diperoleh nilai rata-rata 0,28 ng/ml dengan range antara 0,09 – 0,63 ng/ml; sedang untuk serum diperoleh nilai ratarata 0,29 ng/ml dengan range antara 0,18 – 0,47 ng/ml. Data yang tersedia untuk unsur Mn juga sangat terbatas. Hasil penentuan Lombeck et al (Dalam Versieck et al12) dapat diambil sebagai patokan sementara sebelum ada peneliti lain yang melakukan penentuan secara lebih mendalam. Dijelaskan bahwa pada serum darah anak-anak sehat berusia 2–6 tahun dibandingkan dengan orang dewasa sehat nilainya tidak jauh berbeda yaitu 0,64 ± 0,25 ng/ml terhadap 0,57 ± 0,13 ng/ml. Telah terdokumentasi dengan baik bahwa konsentrasi Cu pada serum darah waktu lahir relatif rendah. Pada bayi normal yang menyusu nilainya bervariasi antara 0,290 ± 0,11 µg/ml sampai 0,259 ± 0,126 µg/ml, kemudian mengalami kenaikan selama 1 bulan yaitu menjadi 0,83 ± 0,20 µg/ml dan turun pada usia 2 bulan menjadi 0,64 ± 0,14 µg/ml, serta tetap konstan sampai usia 8 bulan. Konsentrasi Cu dalam serum anak berusia 6 – 12 tahun adalah antara 0,70 - 1,64 ng/ml dengan nilai rata-rata 0,99 ± 0,17 ng/ml; sedang untuk 22
kelompok usia 20 – 24 tahun sebesar 1,09 ng/ml dan mencapai angka 1,13 pada usia 50 – 54 tahun, serta untuk kelompok usia 60 tahun adalah 1,24 ng/ml. Dilihat dari angka – angka tadi konsentrasi Cu pada orang dewasa sehat berusia antara 20 – 60 tahun berkisar pada angka 1,13 µg/ml – 1,24 µg/ml. Ternyata ada kecenderungan bahwa konsentrasi Cu pada serum bayi yang mengkonsumsi air susu ibu relatif lebih tinggi dibandingkan bayi yang mendapat susu formula. Hal lain yang cukup menarik adalah konsentrasi Cu pada bayi yang baru lahir dipengaruhi oleh berat badan waktu lahir. Konsentrasi Cu pada bayi yang baru lahir dengan berat badan kurang dari 1,5 kg adalah 0,23 µg/ml; dan sekitar 0,39 µg/ml pada bayi dengan berat badan antara 1,5 – 2,5 kg. Pengaruh usia terhadap konsentrasi Zn pada plasma atau serum telah cukup lama diteliti. Menurut banyak peneliti, pada anak sehat dari berbagai kelompok usia sekitar satu tahun, secara statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan konsentrasi Zn. Demikian pula pada beberapa tingkatan umur dari bayi hingga usia dewasa dan setengah baya boleh dikatakan tidak berubah yaitu sekitar 0,83 ± 0,12 µg/ml sampai 0,88 ± 0,20 µg/ml. Pada usia 50 – 60 tahun mulai terlihat adanya penurunan. Hal yang perlu dicatat adalah pada masa puber yaitu untuk anak perempuan antara 11–17 tahun dan untuk anak laki-laki antara 13 – 17 tahun ternyata ada perubahanperubahan yang tidak selalu konsisten. Selenium merupakan unsur lain yang banyak diteliti. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa pada bayi yang baru lahir konsentrasi Se sangat rendah yaitu 0,041 ± 0,006 µg/ml dan pada bayi yang diberi susu formula mengalami penurunan pada bulan pertama setelah lahir. Berbeda dengan bayi yang diberi ASI pada bulan pertama konsentrasi Se naik ke angka 0,053 ± 0,006 µg/ml. Angka tersebut bisa sedikit lebih tinggi lagi apabila ibu yang menyusui bayi mendapat tambahan tablet selenium dalam bentuk senyawa Na2SeO3 sebanyak 100 µg/hari. Perkembangan konsentrasi Se dalam serum darah anak dari baru lahir sampai usia 3,5 tahun dapat dilihat pada Gambar 1. Hampir semua peneliti berpendapat bahwa konsentrasi Se naik selama masa anak-anak sampai usia remaja, kemudian antara usia dewasa sampai mencapai usia setengah baya konsentrasi Se memperlihatkan nilai yang konstan berkisar antara 0,19 µg/ml . Informasi tentang konsentrasi unsur lain dan hubungannya dengan usia masih terus diteliti dan sejauh ini belum ada publikasi tambahan. Dari data yang tersedia untuk unsurunsur Al, Cr, Mn, Cu, Zn dan Se dapat disimpulkan bahwa dalam memilih individu sebagai sumber sampel darah terdapat batas-batas usia rawan yang tidak menguntungkan yaitu pada usia puber dan menopause. Jenis Kelamin Secara umum perbedaan nilai yang diperoleh di laboratorium antara laki-laki dan perempuan diduga erat hubungannya dengan pengaruh hormon dan perbedaan Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007
0,050 -
00
1
2 Usia tahun
3
4
Gambar 1. Konsentrasi Selenium Plasma atau Serum Anak Sehat pada Berbagai Usia12
massa jaringan. Dari data yang terkumpul menunjukkan bahwa konsentrasi Cu dalam plasma atau serum darah perempuan dan laki-laki tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Perbedaan baru terlihat pada perempuan hamil dan yang menggunakan kontrasepsi berbentuk pil. Demikian pula dengan unsur Se, penemuan beberapa peneliti memperlihatkan konsentrasi yang tidak berbeda secara signifikan antara laki-laki dan perempuan. Unsur lain yang telah banyak diteliti kaitannya dengan jenis kelamin adalah unsur Zn. Beberapa peneliti menyatakan bahwa konsentrasi unsur Zn tidak berbeda secara signifikan antara laki-laki dan perempuan, akan tetapi beberapa peneliti yang lain menyatakan adanya perbedaan yang relatif kecil. Sayangnya dari kelompok ini tidak ada yang membuktikan bahwa perbedaan tersebut signifikan secara statistik. Diambil dari berbagai data yang cukup terpercaya dapat pula disimpulkan bahwa konsentrasi unsur Mn pada laki-laki dan perempuan tidak menunjukkan perbedaan. Unsur lain yaitu V juga sudah pernah diteliti pada 37 orang laki-laki sehat dan 37 orang perempuan sehat oleh Cornelis R.18 Hasil yang diperoleh adalah pada laki-laki konsentrasi V ada pada daerah 0,0240,939 ng/ml, sedang pada perempuan ada pada daerah 0,016– 0,053 ng/ml. Dilihat sepintas konsentrasi V pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan, akan tetapi masih perlu pembuktian lebih lanjut. Kehamilan Pengaruh dari kehamilan adalah terjadi perubahan biokimia yang cukup signifikan, sehingga banyak menarik perhatian para peneliti. Perubahan metabolisme selama kehamilan terutama ada hubungannya dengan perubahan hormonal yang dapat berakibat pada perubahan kerja enzimenzim tertentu yang memerlukan unsur runutan dalam aktivitasnya. Perubahan tersebut pada akhirnya dapat
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007
35 30 25 20 15 -
melahirkan
0,000 -
mengakibatkan adanya pergeseran pada konsentrasi unsur runutan dalam plasma atau serum. Hingga saat ini masih banyak teka-teki yang belum terjawab sehubungan dengan pengaruh kehamilan terhadap peranan Cu. Diketahui bahwa hampir 90% Cu yang terdapat dalam darah terikat pada seruloplasmin yaitu Cu-protein berwarna biru terang yang bersenyawa dengan glikoprotein dari fraksi α2 – globulin. Sebagian lagi Cu terikat dengan albumin, serta sebagian kecil sisanya terdapat dalam bentuk Cu bebas atau terikat dengan asam amino tertentu. Ternyata bahwa kehamilan menyebabkan kenaikan konsentrasi seruloplasmin yang dapat dijadikan suatu indikasi adanya kenaikan konsentrasi Cu dalam plasma atau serum. Pada Gambar 2 hasil penelitian Breskin et al dan Schenker et al (dalam: Versieck J et al12)memperlihatkan bahwa Cu dalam plasma atau serum mengalami kenaikan, kemudian mengalami penurunan secara drastis setelah melahirkan. Penyebab dari hiperseruloplasminemia dan hipercupremia pada kehamilan masih menjadi bahan diskusi yang belum terjawab. Apakah hal tersebut dapat dijadikan suatu nilai prognostik atau tidak untuk mengidentifikasi adanya kelainan pada kehamilan misalnya adanya indikasi kelainan pada fetus, berat badan yang kurang dan prematur. Diduga bahwa hipercupremia selama kehamilan dapat menaikkan ekskresi estrogen dan progesteron yang diperkuat oleh hasil percobaan bahwa pemberian estrogen dapat menaikkan Cu plasma atau serum. Hipercupremia pada kehamilan diperkirakan disebabkan oleh mobilisasi Cu dari jaringan maternal, terutama dari hati. Dugaan ini berdasarkan kenyataan bahwa kenaikan konsentrasi estrogen dalam plasma atau serum selalu sejalan dengan kenaikan konsentrasi Cu. Dalam rangka menjaga keseimbangan metabolisme pascamelahirkan, diperkirakan bahwa selama kehamilan perlu tambahan intake Cu sekitar 150 µg/hari.
Konsentrasi Cu, ug/mL
Konsentrasi selenium ug/mL
Pengaruh Variabilitas Biologi pada Penentuan Unsur Runutan dalam Sains Biomedik
10 25 -
0
5
10
15
20 25 30 35 Usia kehamilan, minggu
40
5
10
Gambar 2. Konsentrasi Cu pada Plasma atau Serum Darah Selama Masa Kehamilan 12
23
Pengaruh Variabilitas Biologi pada Penentuan Unsur Runutan dalam Sains Biomedik Menurut Versieck J dan Cornelis R,12 penurunan konsentrasi Zn dalam plasma atau serum selama kehamilan dan adanya kenaikan konsentrasi Zn secara signifikan setelah melahirkan juga telah ditemukan oleh banyak peneliti, seperti dapat dilihat pada Gambar 3. Menarik untuk dicatat bahwa menurut Breskin et al (dalam:Versieck et al12) pada ibu hamil yang mendapat tambahan 15-20 µg Zn/hari selama kehamilan sekalipun terlihat adanya efek yang positif, akan tetapi masih tetap menunjukkan penurunan konsentrasi Zn dalam plasma atau serum. Hal tersebut dapat dipahami karena Zn merupakan unsur runutan yang memegang peranan penting dalam berbagai proses utama kehidupan yaitu proses reproduksi, pertumbuhan, dan perbaikan jaringan.2 Sebagai contoh defisiensi Zn dapat menyebabkan penurunan aktivitas timidin kinase yang diperlukan untuk sintesis DNA dan pembelahan sel yang menyebabkan gangguan metabolisme dini. Apabila defisiensi berlanjut dapat mengakibatkan hipogonadisme atau penyakit kerdil. Retina mengandung metaloenzim retinenreduktase yang diperlukan untuk pembentukan kembali retinen (vitamin A aldehid). Kegunaan lain dari Zn adalah untuk mempertahankan konsentrasi vitamin A dalam plasma agar tetap seimbang dengan cara mobilisasi vitamin A dari hati. Enzim lain seperti aldehid-fosfatase yang berperan dalam sintesis asam amino dan perbaikan jaringan, serta karbonatanhidrase yang berperan dalam pertumbuhan, juga memerlukan Zn sebagai kofaktor.1 Nampaknya selama kehamilan kebutuhan akan Zn meningkat sejalan dengan meningkatnya kegiatan metabolisme, sehingga terjadi penurunan konsentrasi Zn dalam plasma atau serum.
1,5 -
Konsentrasi Zn, ug/mL
salah menyusui
1,0 -
0 0
melahirkan
0,5 -
5
10
15
20 25 30 35 Usia kehamilan, minggu
menyusui
40
5
10
Gambar 3. Konsentrasi Zn dalam Plasma atau Serum Darah Selama Masa Kehamilan 12
Efek dari kehamilan pada konsentrasi selenium dalam plasma atau serum pernah dipelajari oleh beberapa peneliti dan data yang terkumpul masih sangat terbatas. Gambaran yang diperoleh oleh Behme dan Wolters (dalam: Versieck J et al12) adalah sebagai berikut: Pada perempuan sehat tidak
24
hamil nilai rata-ratanya 0,090 ± 0,011 µg/ml; trimester pertama kehamilan 0,091 ± 0,001 µg/ml; trimester ke-dua kehamilan 0,085 ± 0,010 µg/ml; dan trimester ke-tiga kehamilan 0,076 ± 0.012 µg/ml. Penurunan tersebut dinyatakan signifikan menurut hasil uji statistik, serta diikuti secara konsisten oleh penurunan aktivitas glutation-peroksidase. Sebagaimana diketahui selenium diperlukan untuk pertumbuhan yang normal, fertilitas, dan mencegah banyak macam penyakit. Unsur ini merupakan unsur penting dari enzim glutationperoksidase. Dalam tubuh glutation bentuk reduksi mencegah lipid membran dan unsur sel lain seperti hemoglobin terhadap kerusakan oksidasi dengan merusak hidroksida dan hidroperoksida asam lemak melalui reaksi yang dikatalisis oleh glutation-peroksidase.2 Sayangnya untuk logam-logam lain seperti Cr, Mo, Cd dan Sn belum ditemukan data hasil penelitian yang cukup mantap sehubungan dengan masa kehamilan. Akan tetapi dapat diduga bahwa kehamilan akan membawa perubahan. Selain tiga hal tersebut, ada beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi variabilitas biologi yang perlu mendapat perhatian, yaitu penggunaan pil kontrasepsi, intake makanan yang berhubungan dengan pola makan sehari-hari di mana tingkat sosial ekonomi sangat berperan, terpajan unsur-unsur pencemar tertentu karena pekerjaan/profesi sebagai contoh terpajan unsur Al, Ni atau Cr pada pekerja pabrik semen. Terakhir yang tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan adalah geografi lokasi tempat tinggal, terutama untuk daerahdaerah yang dapat diperkirakan sumber air minum atau partikulat udaranya mengandung unsur-unsur tertentu dengan konsentrasi yang relatif tinggi. Penutup Tinjauan ini berisi informasi yang diharapkan dapat memberikan dasar pengertian bagi para peneliti yang tertarik untuk mendalami peranan dan perilaku unsur runutan dalam menunjang kesehatan manusia. Di Indonesia hingga saat ini hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan masih sangat terbatas. Bahkan nilai normal dari unsur-unsur runutan baik yang esensial maupun yang nonesensial bagi manusia Indonesia belum ada. Peluang untuk penelitian di bidang ini masih sangat terbuka, dan dalam menentukan nilai normal tersebut selain cara pengambilan sampel dan cara penentuan baik secara kualitatif maupun kuantitatif harus mengikuti prosedur jaminan kualitas dan variabilitas biologi seperti telah diuraikan sebelumnya perlu dijadikan bahan pertimbangan. Banyak hal lain yang menarik untuk diteliti misalnya perubahan pada konsentrasi beberapa unsur runutan tertentu yang disebabkan oleh perkembangan suatu penyakit antara lain infeksi, neoplastik, serta karena kelainan hormon, sistem kardiovaskuler, saluran pencernaan, sistem hepatobilier, dan fungsi ginjal. Penelitian lain yang tidak kalah menariknya yaitu yang berhubungan dengan pekerjaan dan lingkungan hidup, khususnya lingkungan tempat kerja atau
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007
Pengaruh Variabilitas Biologi pada Penentuan Unsur Runutan dalam Sains Biomedik tempat tinggal yang berpotensi memberi pajanan unsur tertentu yang dapat mengganggu kesehatan dan konsentrasi unsur tersebut di lingkungan berada di atas batas ambang. Daftar Pustaka 1. 2. 3.
4.
5.
6. 7. 8.
9.
Voet D, Voet JG. Biochemistry. New York: John Willey & Sons Pbl, 1989.p.320-5. Kendrik MJ, May MT, Pliska MJ, Robinson KD. Metals in biological system. New York: Ellis Horwood Pbl,1992.p.57-157. Scharz K. Essentially versus toxicity of metals. In: Brown S, editor. Clinical chemistry and chemical toxicology of metals. Amsterdam: Elsevier Biochemical Press; 1977.p.3-15. Hernandez-Caraballo EA. Evaluation of chemometric techniques and artificial neural network for cancer screening using Cu, Fe, Se and Zn concentration in blood serum. Analytica Chemica Acta, 2005;533:161–8. Ma Xin Pei, Wang Jun Ke. PIXE analysis of cerebrospinal fluid before and after brain transplantation. Proceeding of the International Conference on Evolution in Beam Applications, JAERI, Takasaki, Japan 1991;579-82. Rochestri Sofyan. Aplikasi PIXE dalam penelitian biomedik otak. Buletin BATAN 1998;1;27-35. Ehmann WD, Vance DE. Radiochemistry and nuclear methods of analysis. New York: John Wiley & Sons Inc, 1991.p.56-78. Cornelis R. Radiochemical methods, especially neutron activation analysis. In: Mc Kenzie HA, Smythe LE, editor. Quantitative trace analysis of biological materials. Amsterdam: Elsevier/ North Holland Biochemical Press, 1988.p.90-8. Muhayatun. Analisis iradiasi pendek sampel partikulat udara menggunakan metode analisis aktivasi neutron K0. Prosiding Seminar Sains dan Teknik Nuklir, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik Nuklir-BATAN 2005.p.100-13.
Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 1, Januari 2007
10. Rochestri Sofyan dan Yana Sumpena, Transpor Zn melalui membran usus halus tikus Wistar (Ratus norvegicus) secara in situ dengan perunut 65ZnCl2. Prosiding Seminar Sains dan Teknik Nuklir. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknik NuklirBATAN 2005.p.32-7. 11. Bosscher D. In vitro availability of zinc from infant foods with increasing phytic acid contents. British J of Nutrition, 2001;86:241-7. 12. Versieck J, Cornelis R. Trace element in human plasma or serum. Florida: CRC Press Inc Boca Raton, 1989;94–101. 13. Payter D. Differences between serum and plasma ceruloplasmin activities and copper concentration: investigation of possible contributing factors. Aust J Biol Sci,1992.p. 35. 14. Versieck J. Sample contamination as a source of error in traceelement analysis of biological sample. Talanta 1989;29:973. 15. Achmad Hidayat. Karakteristik partikulat udara lingkungan P3TkN-BATAN Bandung dan BMG Lembang tahun 1998 – 2003. Disajikan pada Presentasi Ilmiah Ahli Peneliti Muda, Jakarta 30 Agustus 2005. 16. Adeloju SB, Bond AM. Influence of laboratory environment on the precission and accuracy of trace element analysis. Anal Chem,1985;57:1728. 17. Offenbacher EG. The effect of organic chromium and brewer’s yeast on glucose tolerance, plasma lipids, and plasma chromium in elderly subjects. Am J Clin Nutr,1988;42:454. 18. Cornelis R. The ultratrace element vanadium in human serum. Biol Trace Element Res,1991;3:257.
HH
25