PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM : STUDI KASUS IHSG Periode Januari 2006 – Desember 2010
Oleh Slamet Widodo NIM: 107084003679
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM : STUDI KASUS IHSG Periode Januari 2006 – Desember 2010
Oleh Slamet Widodo NIM: 107084003679
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM : STUDI KASUS IHSG Periode Januari 2006 – Desember 2010 Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh Slamet Widodo NIM : 107084003679
Di Bawah Bimbingan
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ahmad Rodoni NIP : 19690203 200112 1 003
Utami Baroroh, S.Pi., M.Si
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOPREHENSIF Hari ini Jum’at, 06 Mei 2011 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa : 1. Nama : Slamet Widodo 2. NIM : 107084003679 3. Jurusan : Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan 4. Judul Skripsi : Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham : Studi Kasus IHSG Periode Januari 2006 – Desember 2010. Setelah mengamati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama uji komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 06 Mei 2011
1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP. 19570617 198503 1 002
Ketua
2. Dr. Lukman, M.Si NIP. 19640607200302 1 001
Sekretaris
3. Fitri Amalia, M.Si NIP. 19820710200912 2 002
Penguji Ahli
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI Hari ini , 16 Juni 2011 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa : Nama NIM Jurusan Judul Skripsi
: Slamet Widodo : 107084003679 : Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan : Analisis Pengaruh Variabel Ekonomi Makro Indonesia Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan Di Bursa Efek Indonesia
Setelah mengamati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 16 juni 2011 1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP. 19570617 198503 1 002
Ketua
2. Dr. Lukman, M.Si NIP. 19640607 200302 1 001
Sekretaris
3. Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, M.M Penguji Ahli I
4. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS NIP. 19690203 200112 1 003
Pembimbing I
5. Utami Baroroh, S.pi, M.Si Pembimbing II
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Slamet Widodo
No. Induk Mahasiswa
: 107084003679
Fakultas
: Ekonomi dan Bisnis
Jurusan
: Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya : 1. Tidak mengunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggung jawabkan. 2. Tidak melakukan plagiat terhadap naskah karya orang lain. 3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebut sumber asli atau tanpa ijin pemilik karya. 4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data. 5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertangung jawab atas karya ini. Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya, dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertangung-jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar peryataan di atas, maka saya siap dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 16 Juni 2011 Yang Menyatakan,
( Slamet Widodo)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI Nama
: Slamet Widodo
Tempat, Tanggal Lahir
: Kebumen, 23 Maret 1989
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Alamat
: JL.H.Djari RT.013/02 No.66 Rawa Buaya Jak-Bar
Agama
: Islam
Suku/Kebangsaan
: Jawa/Indonesia
Email
:
[email protected]
II. RIWAYAT PENDIDIKAN Pendidikan Formal TK Raudatul Jannah Jakarta
(1994-1995)
MI Shiraturrahman I Jakarta
(1995-2001)
MTS Al-Zaytun Indramayu
(2001-2004)
MA Al-Zaytun Indramayu
(2004-2007)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(2007-2011)
Pendidikan Non Formal Basic Training (LK-1) Himpunan Mahasiswa Islam, Ciputat
III.
(2008)
LATAR BELAKANG KELUARGA
Ayah
: Marsono
Ibu
: Mujiati
Alamat
: JL.H.Djari RT.013/02 No.66 Rawa Buaya Jak-Bar
Anak ke
: 3 (tiga) dari 3(tiga) bersaudara
IV. PENGALAMAN ORGANISASI 2010 – 2011
: Dept. Pendidikan dan Pelatihan DPP Partai Reformasi Mahasiswa (PARMA), UIN Jakarta
2010 – 2011
:
Majelis
Pengawas
Dan
Konsultasi
Pengurus
Komisariat (MPK-PK) Himpunan Mahasiswa Islam, Komisariat Fakultas Ekonomi & Bisnis, Cabang Ciputat 2009 – 2010
: Direktur Eksekutif Forum Studi Sinar Cendekiawan (Sin-Can) Himpunan Mahasiswa Islam, Komisariat Fakultas Ekonomi & Bisnis, Cabang Ciputat
2009 – 2010
: Ketua Bidang Kewirausahaan dan Pengembangan Profesi
(KPP)
Himpunan
Mahasiswa
Islam,
Komisariat Fakultas Ekonomi & Bisnis, Cabang Ciputat 2009 – 2010
: Dept. Pengembangan Profesi Himpunan Mahasiswa Islam, Komisariat Fakultas Ekonomi & Bisnis, Cabang Ciputat
2007 – 2009
: Dept. Kerohanian Karang Taruna Rawabuaya, Cengkareng Jakarta Barat.
Abstract The objectives of this study are to analyze the short and long run relationship between four macro economic variables, exchange rate, money supply, inflation, GDP and Jakarta Composite (JKSE). The data sample used in this study are montly time series data from period January 2006 to December 2010. A method of analiysis in this study are Error Corection Model (ECM) developed by Engle-Granger. The research shows that there are a relationship between variable inflation, exchange rates Rupiah to US dollar and SBI discount rate to Jakarta Composite (JKSE) in the long term, There is a relationship only between GDP and Jakarta Composite (JKSE) in the longer term. It’s mean that inflation, exchange rates and SBI discount rate influence the Jakarta Composite (JKSE). But in the short term, there are no relationship between GDP and inflation to Jakarta Composite (JKSE), There are a relationship only on .exchange rates Rupiah to US dollar and SBI discount rate to Jakarta Composite (JKSE) . It’s mean that exchange rates Rupiah to US dollar and SBI discount rate influence the Jakarta Composite (JKSE) in the short term. Keywords: GDP, Inflation, Exchange Rate Rupiah to US dollar, SBI discount rate, Jakarta Composite (JKSE), Error Corection Model (ECM)
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dalam jangka pendek dan jangka panjang antara variabel makroekonomi yaitu : GDP, Inflasi, nilai tukar rupiah (Kurs), suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bulanan periode Januari 2006 – Desember 2010. Metode analisis mengunakan Error Corection Model (ECM) yang dikembangkan oleh Engel-Granger. Hasil penelitian dengan mengunakan alat analisis diatas adalah : (i) Dalam jangka panjang variabel Inflasi, nilai tukar rupiah (kurs) dan tingkat suku bunga SBI mempunyai pengaruh terhadap IHSG, sedangkan variabel GDP tidak mempunyai pengaruh terhadap IHSG. hal ini membawa implikasi bahwa dalam jangka panjang variabel Inflasi, Kurs dan suku bunga SBI dapat digunakan untuk memprediksi pergerakan Indeks IHSG dan GDP bukan merupakan indikator yang baik untuk memprediksi pergerakan Indeks IHSG. (ii) Dalam jangka pendek variabel GDP dan Inflasi tidak terdapat pengaruh terhadap IHSG, sedangkan variabel Kurs dan suku bunga SBI yang mempengaruhi IHSG. Hal ini membawa implikasi bahwa dalam jangka pendek variabel GDP dan Inflasi bukan merupakan indikator yang baik untuk memprediksi pergerakan Indeks IHSG. Tetapi Kurs dan suku bunga SBI dapat digunakan untuk memprediksi pergerakan Indeks IHSG dalam jangka pendek. Kata Kunci : GDP, Inflasi, Kurs, suku bunga SBI, IHSG, Error Corection Model (ECM).
Kata Pegantar Assalamu’alaikum Wr Wb. Segala Puji Syukur penulis hanturkan kepada kehadirat Allah SWT, Sang Raja Manusia yang mengajari manusia dengan perantaraan kalam. Dialah Tuhan pengasih, Tuhan penyayang, Tuhan segala agama. Saya ingin memulai ucapan terima kasih dengan mengucap syukur atas segala sesuatu yang dianugrahkan Allah, yang tak terbatas, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Kekuatan spiritual yang menakjubkan telah membawa saya untuk mewujudkan skripsi ini. Tak lupa pula Shalawat dan Salam selalu tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, yang telah membawa risalah dalam suatu kebaikan dan perdamaian melalui perbaikan akhlak kepada seluruh umat manusia.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tersusunnya skripsi ini bukan merupakan satu hasil dari usaha segelintir orang, karena setiap keberhasilan manusia tidak pernah lepas dari bantuan orang lain. Oleh karena itu dengan ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang telah memberikan masukan yang berarti dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada : 1. Teristimewa untuk kedua orang tua ku, Ibu Mujiati dan Bapak Marsono, terima kasih atas segala kasih sayang, do’a dan Ridhanya dari kalian, Mama, aku teringat oleh pesan yang pernah diucapkan untukku “jalani hidup dengan hati yang tulus” kalimat tersebut memberikan makna dari kehidupan yang aku jalani selama ini, aku akan selalu berbakti
dan
membanggakan Mama selamanya. Bapak, terima kasih atas semua
pengorbanan yang telah bapak berikan kepada saya, mulai dari hal yang terkecil sampai yang terbesar. Bapak rela berkorban, untuk memberikan pendidikan yang terbaik buat saya sampai saat ini. 2. Mba Nur, kakak ku tercinta dan Lek Ngadino. Terima kasih atas dukungan baik moril maupun materilnya disaat aku kuliah. Semangat dan dorongan yang kalian berikan, selalu menjadi motivasi untuk aku. 3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, M.Si Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan (berdiskusi), perhatian, semangat dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini, mulai dari awal penulisan penelitian ini sampai pada akhir. 5. Ibu Utami Baroroh, M.Si, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan, perhatian, semangat dan memberikan banyak ilmu yang bermanfaat kepada saya, demi selesainya skripsi ini dengan baik. 6. Bapak Dr. Lukaman, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan. 7. Bapak Dr. Ir. H. Roikhan Mochamad Aziz, MM. selaku dosen penguji ahli juga sebgai pengagas @sinlammim @319913616 dan dosen pengampu ekonomi moneter 2. 8. Seluruh Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmuilmu yang bermanfaat buat saya, sungguh mulia mendidik dan membangun mencerdaskan anak bangsa. Juga staff karyawan yang telah memberikan pelayanan terbaik kepada setiap mahasiswa, khususnya di Jurusan IESP. 9. Keluarga Besar HMI KAFEIS, Wasis Handoko, Adi Komba, M. Fauzi, Aditya Rhamadan, AT. Sony, Dendy S, Chairul Irfani, Bang Taka, Bang Ojie dan Kakanda Sugih Waluyo. Semoga kita semua (kader HMI) menjadi kualitas INSAN CITA yang baik sesuai dengan Tujuan HMI. Yakin Usaha Sampai.
10. Keluarga besar IESP 2007. konsetrasi Moneter, Pembangunan dan Syariah. kenangan bersama kalian takan terlupakan olehku. Didalam kelas kita pernah bertukar pikiran, saling mengeluarkan pendapat dan saling menciptakan kebersamaan. Sukses selalu untuk semuanya 11. Terimakasih untuk Kak Wastriati yang sudah meluangkan waktunya untuk mengajari saya dalam olah data di Eviews 6.0 (EG-ECM). 12. Teman terbaikku JB.Sugma, Reza, Rizi, Ahmad, Syamsul, Fahmi dan Muiz L. terkadang kita selalau berbeda pendapat, tetapi kebersamaan kita tetap selalu ada setiap saat. Sukses ya untuk Kita. 13. Teman-teman seperjuangan di kelas Ekonomi Moneter, Rahmad, Afaqa, Nowo, Danang, Mario, Alisah, Ulie, Hery, Darso, Milad, Tika, Fenny, Arini, Anin dan Aria. “MEMO HOLIC 07”. Teman-teman IESP B 2007 Rizka, Hikmah, Yunie, Edo, Aldi, Regina, Dini dan lainnya. Semoga kalian semua Sukses. 14. Bude Par dan Pakde Broto selaku Ibu dan Bapak KOS, terimakasih semangat, do’a dan motivasi kalian. Sehingga saya bisa bersemangat untuk menyelesaikan studi di UIN. 15. Teman kosan Astriadi Setrawandana, kita selalu berdiskusi bareng tentang pengembangan karakter Pria Idaman untuk menjadi menarik dimata wanita. Kapan-kapan kita Sharging dan Approach barenglah. Saya berharap skripsi ini dapat memberikan kontribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan. Saran dan masukan dari para pembaca, untuk skripsi ini sangatlah diharapkan. Terimakasih Billahi Taufik Wal Hidayah Wassalamualaikum. Wr. Wb Jakarta, 16 Juni 2011
Slamet Widodo
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
i
ABSTRACT
iii
ABSTRAK
iv
KATA PENGANTAR
v
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
BAB I PENDAHULUAN
1
A.
Latar Belakang Penelitian
B.
Rumusan Masalah
11
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
11
1. Tujuan Penelitian
11
2. Manfaat Penelitian
12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
1
14
Pasar Modal
14
1. Jenis Pasar Modal
16
2. Instrumen Pasar Modal
17
B.
Indeks Harga Saham
18
C.
Gross Domestic Product (GDP)
23
1. PDB Nominal
25
2. PDB Riil
25
Inflasi
26
1. Teori Inflasi
28
2. Jenis Inflasi
30
3. Klasifikasi Inflasi
36
4. Dampak Inflasi
37
Nilai Tukar Rupiah (KURS)
39
D.
E.
F.
1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah
39
2. Sistem Kurs Valas
41
3. Penentuan Kurs Mata Uang
44
Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia
47
1.
Pengertian Sertifikat Bank Indonesia(SBI)
48
2.
Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
48
G.
Penelitian Terdahulu
49
H.
Keterkaitan Antar Variabel
57
I.
Kerangka Pemikiran
59
J.
Hipotesis
62
BAB III METODE PENELITIAN
63
A.
Ruang lingkup Penelitian
63
B.
Metode Penentuan Sampel
63
C.
Metode Pengumpulan Data
64
D.
Metode Analisis Data
65
1. Uji Linieritas
66
2. Uji Akar Unit
67
3. Uji Drajat Integrasi
69
4. Uji Kointegrasi
70
5. Uji Asumsi Klasik
71
6. Uji Error Corection Model (ECM)
75
7. Uji Error Corection Term (ECT)
77
Operasional Variabel
78
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
82
E.
A.
Sekilas Gambaran Umum Obyek Penelitian
82
1. Sejarah Pasar Modal Indonesia
82
2. Deskripsi Variabel Penelitian
87
a. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
87
b. Gross Domstict Product (GDP)
90
B.
c. Inflasi
91
d. Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD (KURS)
93
e. Suku Bunga SBI
95
Analisis Data
96
1. Uji Linieritas
97
2. Uji Akar Unit
98
3. Uji Derajat Integrasi
100
4. Uji Kointegrasi
101
5. Uji Asumsi Klasik
102
6. Uji Error Corection Model (ECM)
104
Interpretasi Data
107
1. Konstanta
107
2. GDP terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
108
3. Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
108
4. Kurs terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
109
5. SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
110
Pembahasan Analisis Statistik
111
1. Analisis Jangka Pendek
111
2. Analisis Jangka Panjang
112
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
115
C.
D.
A.
Kesimpulan
115
B.
Saran
116
DAFTAR PUSTAKA
118
LAMPIRAN
123
DAFTAR TABEL
No.
Keterangan
Halaman
1.1.
Data Perkembangan IHSG 2001-2008
5
2.1.
Ringkasan Penelitian Terdahulu
54
3.1.
Matriks Operasional Variabel Pengaruh Variabel Ekonomi Makro
81
4.1.
Uji Ramsey RESET
97
4.2.
Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat Level
98
4.3.
Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat First Difference
99
4.4.
Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat Second Difference
100
4.5.
Uji Kointegrasi
101
4.6.
Uji Lagrange Multiple Test
103
4.7.
Uji White Heteroskedasticity
104
4.8.
Hasil Regresi Error Corection Model (ECM)
105
4.9.
Hasil Regresi ECM
107
DAFTAR GAMBAR
No.
Keterangan
Halaman
1.1.
Perkembangan IHSG Januari 2006-Desember 2010
6
2.1.
Demand-Pull Inflation
32
2.2.
Cost-Push Inflation
33
2.3.
Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian Secara Keseluruhan
61
3.1.
Statistik d Durbin-Watson
73
4.1.
Grafik Perkembangan IHSG
88
4.2.
Grafik Gross Domestic Product (GDP)
90
4.3.
Grafik Laju Inflasi
92
4.4.
Grafik Kurs
94
4.5.
Grafik Tingkat SBI
95
4.6
Uji Normalitas Jarque-Bera
102
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Keterangan
Halaman
1
123
2
Data Variabel Makro Ekonomi Indonesia periode 2006.1 s.d 2010.12 Uji Stasioner Tingkat LEVEL
3
Uji Stasioner Tingkat 1’st Different
128
4
Uji Stasioner Tingkat 2’nd Different
131
5
Uji Kointegrasi
134
6
Uji Ramsey RESET Test
135
7
Uji Lagrange Multiple Test
136
8
Uji White Heteroskedasticity
137
9
Hasil Regresi Error Correction Model
138
125
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Globalisasi perdagangan bebas di seluruh dunia secara langsung berpengaruh terhadap kondisi perekonomian suatu negara. Persaingan global mendorong pemerintah lebih memperhatikan berbagai aspek, khususnya aspek ekonomi. Era globalisasi sendiri merupakan suatu yang positif. Dalam pengertian sebagai proses dimana ekonomi semua negara saling berinteraksi secara timbal balik satu sama lain dan dengan demikian memberikan peluang bagi masing-masing negara untuk mengembangkan dan meningkatkan ekonominya. Salah satu ciri inheren sekaligus sebagai kebutuhan utama sebuah negara yang mengikuti persaingan global dan berpartisipasi sebagai price taker dalam pasar modal adalah ketersediaan modal. Sehingga setiap negara yang akan membangun pasti memerlukan modal. Modal yang digunakan dapat berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Dalam teori pembangunan ekonomi neo klasik yang dipelopori oleh Robert Solow menyatakan pendapatnya, ditegaskan secara implisit tentang peranan modal dalam proses pembangunan. Akumulasi modal sangat diperlukan untuk meningkatkan daya serap perekonomian terhadap angkatan kerja. Semakin tinggi modal yang yang tersedia dalam perekonomian, semakin tinggi pula kemampuan perekonomian tersebut menyerap tenaga kerja.
Di era globalisasi ini, hampir semua negara menaruh perhatian besar terhadap pasar modal karena memiliki peranan strategis bagi penguatan ketahanan ekonomi suatu negara. Terjadinya pelarian modal ke luar negeri (capital flight) bukan hanya merupakan dampak merosotnya nilai rupiah atau tingginya inflasi dan rendahnya suku bunga di suatu negara, tetapi karena tidak tersedianya alternatif investasi yang menguntungkan di negara tersebut, atau pada saat yang sama, investasi portofolio di bursa negara lain menjanjikan keuntungan yang jauh lebih tinggi. Keadaan ini terjadi sebagai konsekuensi dari terbukanya pasar saham terhadap investor asing (Paulus Situmorang, 2008:7). Negara Indonesia bisa dikatakan masuk dalam kategori negara berkembang di kancah internasional, pastinya membutuhkan adanya modal atau dana dalam jumlah yang besar sebanding dengan pertumbuhan yang ditargetkan. Dalam hal ini pasar modal mempunyai peranan yang strategis dalam perekonomian Indonesia, pasar modal merupakan salah satu pilar ekonomi indonesia yang dapat menjadi penggerak ekonomi nasional melalui peranannya sebagai wahana sumber pembiayaan bagi perusahaan dan alternatif investasi bagi para pemodal. Pasar modal diharapkan dunia usaha memperoleh sebagian atau bahkan seluruh pembiayaan jangka panjang yang diperlukan. Pasar modal merupakan lahan untuk mendapatkan modal investasi, sementara investor pasar modal merupakan lahan untuk menginvestasikan uangnya. Setiap investor dalam mengambil keputusan investasi selalu dihadapkan pada
sejumlah alternatif, apakah ia akan menginvestasikan dananya dalam bentuk asset real seperti membeli peralatan produksi dan mengoperasikannya untuk mendapatkan keuntungan, atau memilih melakukan investasi dalam bentuk asset financial dengan membeli sekuritas yang berpendapatan tetap seperti deposito (pasar uang), obligasi (pasar modal), Sertifikat Bank Indonesia (SBI) atau membeli sekuritas yang berpendapatan tidak tetap seperti saham (pasar modal). Pasar modal memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, dimana nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dapat menjadi leading indicator economic pada suatu negara. Pergerakan indeks sangat dipengaruhi oleh ekspektasi investor atas kondisi fundamental negara maupun global. Adanya informasi baru akan berpengaruh pada ekspektasi investor yang akhirnya akan berpengaruh pada indeks harga saham (Pananda Pasaribu, 2008). Indeks harga saham merupakan bagian paling penting dalam pembicaraan mengenai pasar modal, karena indeks ini merupakan indikator dari berbagai hal dan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan-kebijakan dibidang ekonomi makro, ekonomi mikro, moneter dan kebijakan lainya (Paulus Situmorang, 2008:133). Selain itu, menurut Pandji Anoraga dan Piji Pakarti (2008:110), pertumbuhan ekonomi yang baik secara umum menunjukan tingkat perbaikan kesejahteraan masyarakat, dan hal ini biasanya akan diikuti dengan kegiatan pasar modal yang bergairah.
Indeks harga saham bisa dikatakan sebgai barometer kesehatan ekonomi suatu negara dan sebagai pasar melakukan analisis statistik atas kondisi pasar terakhir (current market). Sebagaimana diketahui bahwa, saham sebagai bukti kepemilikan perusahaan yang merupakan surat berharga atau efek yang diterbitkan oleh perusahaan yang terdaftar di bursa (go public). Fluktuasi harga saham ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba. Apabila laba yang diperoleh perusahaan relatif tinggi, maka kemungkinan besar bahwa deviden yang dibayarkan relatif tinggi, hal ini akan berpengaruh positif terhadap harga saham di bursa, dan investor akan tertarik untuk membelinya. Akibat permintaan akan saham tersebut meningkat, sehingga akhirnya harga nya juga meningkat. Peningkatan harga saham ini akan menimbulkan capital gain bagi para pemegangnya (Abdul Halim, 2005:12) Sejak didirikan pada tahun 1912, Bursa Efek Indonesia (Indonesian Stock Exchange) atau BEI sebagai pasar modal terbesar di indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup pesat, bila melihat indikator ekonomi beberapa tahun yang lalu setelah krisis moneter tahun 1998 yang melanda indonesia, gejala pemulihan kepercayaan masyarakat mulai tampak. Dapat dilihat pada Tabel 1.1 Data Perkembangan IHGS tahunan.
Tabel 1.1. Data Perkembangan IHSG 2001-2008
Tahun
IHSG (point)
2001
392,03
2002
424,94
2003
679,3
2004
820,1
2005
1.162,63
2006
1.553,062
2007
1.805,23
2008
2.830,263
Sumber data : www.jsx.co.id Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa, pada September 2004, IHSG mencapai 820,1 dan sampai Desember 2005 telah mencapai 1.162,63. Ini merupakan peningkatan yang cukup signifikan mengingat IHSG pada tahun 2001, 2002, dan 2003 baru mencapai 392,03, 424,94, dan 679,3. Kemudian sepanjang periode bulan Januari 2006 – Januari 2008, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) terus menerus berupaya menciptakan pasar yang semakin likuid, wajar, teratur dan transparan. Sepanjang periode di atas, bursa telah menunjukkan prestasi yang sangat menggembirakan. Salah satunya ditunjukkan dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) BEI yang berhasil mencatat rekor tertinggi pada tanggal 11 Januari 2008 di level 2.830.263 poin (www.jsx.co.id).
Indeks harga saham mengalami peningkatan yang semakin pesat sejak krisis ekonomi yang telah melanda indonesia pada tahun 1998. Hal ini di tunjukan dari perkembangan nilai IHSG dan nilai transaksi. Nilai IHSG mengalami peningkatan hingga 400 persen dari tahun 2000 hingga 2008. Kondisi ini juga diikuti nilai transaksi yang terus semakin meningkat. Nilai IHSG yang semakin tinggi merupakan bentuk kepercayaan investor atas kondisi ekonomi indonesia semakin kondusif (Adler Manurung, 2008:1). Perkembangan yang cukup pesat juga dialami pergerakan IHSG setelah terjadi krisis ekonomi global, melihat beberapa tahun yang lalu IHSG terkena dampak krisis global pada akhir tahun 2008 yang melanda Amerika. Dapat dilihat pada Gambar 1.1 Perkembangan IHSG bulanan.
Gambar 1.1. Perkembangan IHSG Januari 2006-Desember 2010
Sumber : Bursa Efek Indonesia (BEI)
Berdasarkan Gambar 1.1. dapat dilihat bahwa IHSG mengalami peningkatan yang cukup drastis dari awal tahun 2006 sampai dengan awal tahun 2008. Namun di pertengahan tahun 2008 terjadi krisis ekonomi global yang berasal dari Amerika Serikat telah meruntuhkan perekonomian benua Eropa dan Asia. Khususnya neraga berkembang, seperti Indonesia terkena dampak dari krisis finansial global tersebut sehingga telah mendorong jatuhnya nilai indeks harga saham sebesar 50% dalam kurun waktu yang relatif singkat (satu tahun) IHSG terus mengalami penurunan, dan puncaknya terjadi pada awal bulan Oktober 2008, dimana IHSG terkoreksi sebesar 10,38% hingga menyentuh level 1.451,669. Hal tersebut mendorong BEI mensuspend perdagangan efek bersifat ekuitas dan derivatif diseluruh pasar hingga dibuka kembali pada tanggal 13 Oktober 2008. Tujuan suspensi tersebut adalah untuk memberikan perlindungan kepada investor dan pasar secara lebih luas. Pada tiga bulan terkhir di tahun 2008 IHSG terus menurun yang diikuti dengan penurunan nilai kapitalisasi pasar di BEI. Hal tersebut menyebabkan pada akhir tahun 2008, IHSG ditutup pada level 1.340,892 atau turun sebesar 51,17% dari level penutupan di tahun 2007 sebesar 2.745,826. Memasuki tahun 2009 IHSG kembali mengalami penguatan dimana pada bulan Oktober telah mecapai level 2.528,14. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya menurunnya harga minyak dunia, menguatnya nilai tukar rupiah, serta sentimen regional (yahoo.finance.com). Indonesia sebagai negara berkembang mendapat pengaruh yang cukup besar dari krisis finansial global. Berbagai kebijakan diambil pemerintah
untuk meredam pengaruh buruk dari krisis, mulia dari menaikan tingkat suku bunga, menaikan harga bahan minyak, maupun memperketat lalu lintas mata uang asing (Pananda Pasaribu, 2008:2). Pergerakan indeks saham disuatu negara tidak lepas dari kondisi perekonomian negara itu sendiri secara makro (Budi Frensidy, 2009:1). Variabel makro yang digunakan dalam penelitian ini yang dianggap mempengaruhi indeks harga saham adalah pertumbuhan ekonomi (GDP), inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bungan SBI. Variabel tersebut sangat berpengaruh terhadap peluang untuk berbisnis di suatu negara. Negara dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi tentu akan lebih menarik investor dibanding dengan negara yang pertumbuhan ekonominya lambat (Budi Raharjo, 2009:69). Jika kinerja ekonomi memburuk maka hargaharga saham juga akan memburuk sehingga indek harga saham akan menurun, demikian sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi dan inflasi akan mempengaruhi daya beli masyarakat investor sekaligus kinerja perusahaan yang listed di pasar modal sehingga demand dan supply saham juga terpengaruh yang pada akhirnya akan mempengaruhi indeks harga saham (Hendrie Anto 2008:4). Pertumbuhan investasi pasar modal di suatu negara salah satunya akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi (GDP) di negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya. Tingkat kemakmuran yang lebih tinggi ini umumnya
ditandai
dengan
adanya
kenaikan
tingkat
pendapatan
masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut, maka akan
semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana, kelebihan dana tersebut dapat
dimanfaatkan
untuk
disimpan
dalam
bentuk
tabungan
atau
diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan dalam pasar modal (Laporan Tahunan BI, 2001). Inflasi menunjukkan arus harga secara umum (Samuelson, 1992). Inflasi sangat terkait dengan penurunan kemampuan daya beli, Meningkatnya inflasi diukur dari kenaikan harga konsumen secara umum dan terus-menerus, yang tercermin dari Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index). Inflasi yang tinggi akan membuat investor menilai rendah (undervalue) pada saham. Semakin tinggi inflasi maka indeks harga saham akan turun, sehingga terdapat hubungan yang negatif antara tingkat inflasi dengan indeks harga saham.
Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal. Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena menurunnya nilai ekspor dibandingkan dengan nilai impor. Seterusnya, akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Dan memburuknya neraca pembayaran tentu akan berpengaruh terhadap cadangan devisa. Berkurangnya cadangan devisa akan mengurangi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangan saham di pasar modal sehingga terjadi capital
outflow. Selanjutnya bila terjadi penurunan kurs yang berlebihan, akan berdampak pada perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan faktor produksi terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari perusahaan seperti ini bisa mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya laba perusahaan. Selanjutnya dapat ditebak, harga saham perusahaan itu akan anjlok (Ana Oktavia, 2007:32).
Suku bunga SBI, sebagai prime rate dijadikan tingkat keuntungan bebas resiko, sehingga investor akan menjadikan bunga SBI sebagi tingkat keuntungan minimum dalam investasi lainya. Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan (emiten) yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga investasi di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham. Hal ini telah dibuktikan oleh Deddy Azhar Mauliano (2009: 2) bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia.
Berdasarkan latar belakang tersebut, Pergerakan IHSG yang cenderung mengikuti pertumbuhan ekonomi (GDP), tingkat inflasi, pergerakan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS, dan tingkat suku bunga (SBI) menjadi ketertarikan bagi peneliti untuk menelaah lebih lanjut mengenai variabel ekonomi makro, apakah sebenarnya berpengaruh, baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap IHSG dari perusahaan yang listing di Bursa Efek
Indonesia. Oleh karena itu, dalam skripsi peneliti mengambil judul “Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham : Studi Kasus IHSG Periode Januari 2006 – Desember 2010”.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang di atas, dapat diambil beberapa rumusan masalah yang bersangkutan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia adalah : 1. Bagaimana pengaruh jangka pendek variabel ekonomi makro yang meliputi pertumbuhan ekonomi (GDP), Inflasi, Kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan periode Januari 2006 – Desember 2010? 2. Bagaimana pengaruh jangka panjang variabel ekonomi makro yang meliputi pertumbuhan ekonomi (GDP), Inflasi, Kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan periode Januari 2006 – Desember 2010? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Dengan adanya rumusan masalah yang sudah dipaparkan di atas, maka tujuan dari diadakannya penelitian ini adalah :
1. Untuk menganalisis pengaruh jangka pendek variabel ekonomi makro yang meliputi
pertumbuhan ekonomi (GDP), Inflasi, Kurs Rupiah
terhadap Dollar AS dan suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan periode Januari 2006 – Desember 2010? 2. Untuk menganalisis pengaruh jangka panjang variabel ekonomi makro yang meliputi
pertumbuhan ekonomi (GDP), Inflasi, Kurs Rupiah
terhadap Dollar AS dan suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan periode Januari 2006 – Desember 2010? 2. Manfaat Penelitian Dengan melaksanakan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak- pihak terkait diantaranya : 1. Bagi lembaga moneter seperti Bank Indonesia dan Pasar Modal, penelitian ini dapat dijadikan refrensi dalam menetapkan kebijakan maupun mengambil keputusan ekonomi. 2. Sebagai informasi bagi para investor dan calon investor yang berinvestasi di pasar modal Indonesia khususnya pada Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia, agar mempertimbangkan variabel ekonomi makro indonesia, supaya dijadikan pertimbangan dalam menentukan apakah akan menjual, membeli, ataukah menahan saham yang mereka miliki berkenaan dengan pertumbuhan ekonomi (GDP), perubahan inflasi, kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan tingkat suku bunga SBI.
3. Bagi peneliti sendiri, penelitian ini dapat membuka cakrawala baru. Bahwa faktor-faktor ekonomi makro juga berpotensi mempengaruhi kinerja bursa saham, jadi tidak hanya faktor-faktor internal bursa itu sendiri saja. 4. Sebagai salah satu bahan referensi bagi peneliti selanjutnya mengenai pengaruh ekonomi makro suatu negara terhadap indeks harga saham tertentu di sebuah negara.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pasar Modal Pasar modal sama seperti pasar pada umumnya, yaitu tempat bertemunya
antara
penjual
dan
pembeli.
Di
pasar
modal,
yang
diperjualbelikan adalah modal berupa hak pemilikan perusahaan dan surat pernyataan hutang perusahaan. Pembeli modal adalah individu atau organisasi/lembaga yang bersedia menyisihkan kelebihan dananya untuk melakukan kegiatan yang menghasilkan pendapatan melalui pasar modal, sedangkan penjual modal adalah perusahaan yang memerlukan modal atau tambahan modal untuk keperluan usahanya. “A stock market or equity market is a public market for the trading of company stock and derivatives at an agreed price, these are securities listed on a stock exchange as well as those only traded privately” (Jhon Wiley, 2001:41). Pasar modal sebagai pasar keuangan untuk dana-dana jangka panjang atau dana yang jatuh tempo lebih dari satu tahun dan merupakan pasar yang konkrit (Ahamad Rodoni, 2008:40). Pengertian pasar modal berdasarkan Keputusan Presiden No. 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal menyebutkan bahwa Pasar Modal adalah Bursa Efek seperti yang dimaksud dalam UU No. 15 Tahun 1952 (Lembaran Negara Tahun 1952 Nomor 67). Menurut UU tersebut, bursa adalah gedung atau ruangan yang ditetapkan sebagai kantor dan tempat kegiatan perdagangan
efek, sedangkan surat berharga yang dikategorikan sebagai efek adalah saham, obligasi, serta surat bukti lainnya yang lazim dikenal sebagai efek. Menurut UU. No. 8 tahun 1995 tentang pasar modal, bursa efek adalah pihak yang menyelenggarakan
dan
menyediakan
sistem
atau
sarana
untuk
mempertemukan penawaran jual beli efek pihak-pihak lain dengan tujuan memperdagangakan efek diantara mereka. Pasar modal adalah pasar yang dikelola secara terorganisir dengan aktivitas perdagangan surat berharga, seperti saham, obligasi, option, warrant, right, dengan menggunakan jasa perantara, komisioner, dan underwriter (BLKL 2 – Pasar Modal hal.2) Pasar modal merupakan alternatif penghimpunan dana selain sistem perbankan. Menurut Suad Husnan (1994), pasar modal adalah pasar dari berbagai instrumen keuangan (sekuritas) jangka panjang yang dapat diperjual belikan, baik dalam bentuk hutang (obligasi) maupun modal sendiri (saham) yang diterbitkan pemerintah dan perusahaan swasta. Pasar modal sebagai salah satu sumber pembiayaan eksternal jangka panjang bagi dunia usaha khususnya perusahaan yang go public dan sebagai wahana investasi bagi masyarakat (Farid Harianto dan Siswanto Sudomo, 1998). Kepemilikan saham oleh masyarakat melalui pasar modal, dapat menjadikan masyarakat bisa menikmati keberhasilan perusahaan melalui pembagian deviden dan peningkatan harga saham yang diharapkan. Kepemilikan saham oleh masyarakat juga dapat memberikan pengaruh positif terhadap pengelolaan perusahaan melalui pengawasan langsung oleh
masyarakat dan dampaknya akan memberikan hal positif terhadap perekonomian secara makro, walaupun tidak secara langsung dalam prosesnya. 1. Jenis Pasar Modal Dalam menjalankan fungsinya, pasar modal dibagi menjadi tiga macam, yaitu pasar perdana, pasar sekunder, dan bursa paralel. a. Pasar perdana adalah penjualan perdana efek atau penjualan efek oleh perusahaan yang menerbitkan efek sebelum efek tersebut dijual melalui bursa efek. Pada pasar perdana, efek dijual dengan harga emisi,
sehingga
perusahaan
yang
menerbitkan
emisi
hanya
memperoleh dana dari penjualan tersebut. b. Pasar sekunder adalah penjualan efek setelah penjualan pada pasar perdana berakhir. Pada pasar sekunder ini harga efek ditentukan berdasarkan kurs efek tersebut. Naik turunnya kurs suatu efek ditentukan oleh daya tarik menarik antara permintaan dan penawaran efek tersebut. Bagi efek yang dapat memenuhi syarat listing dapat menjual efeknya di dalam bursa efek, sedangkan bagi efek yang tidak memenuhi syarat listing dapat menjual efeknya di luar bursa efek. c. Bursa paralel merupakan pelengkap bursa efek yang ada. Bagi perusahaan yang menerbitkan efek yang akan menjual efeknya melalui bursa
dapat
dilakukan
melalui
bursa
paralel.
Bursa
paralel
diselenggarakan oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE).
2. Instrumen Pasar Modal Saham Salah satu efek yang pasar umum yang dijual di pasar modal (bursa efek) adalah saham. Saham adalah tanda penyertaan modal pada suatu Perseroan Terbatas (PT).
Manfaat yang diperoleh dari
pemilikan saham adalah sebagai berikut : a. Deviden : bagian dari keuntungan yang dibagikan kepada pemilik saham. b. Capital gain : keuntungan yang diperoleh dari selisih positif harga beli dan harga jual saham. c. Manfaat nonfinansial, yaitu mempunyai hak suara dalam aktivitas perusahaan. Saham yang diterbitkan emiten ada 2 macam, yaitu saham biasa (common stock) dan saham istimewa (preffered stock). Perbedaan saham ini berdasarkan pada hak yang melekat pada saham tersebut. Hak ini meliputi hak atas menerima deviden, memperoleh bagian kekayaan jika perusahaan dilikuidasi setelah dikurangi semua kewajiban-kewajiban perusahaan. Ciri-ciri saham istimewa adalah : a. Hak utama atas deviden, artinya saham istimewa mempunyai hak terlebih dahulu dalam hal menerima deviden. b. Hak utama atas aktiva perusahaan, artinya dalam hal likuidasi berhak menerima pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham istimewa setelah semua kewajiban perusahan dilunasi.
c. Penghasilan tetap, artinya pemegang saham istimewa memperoleh penghasilan dalam jumlah yang tetap. d. Jangka waktu yang tidak terbatas, artinya saham istimewa yang diterbitkan mempunyai jangka waktu yang tidak terbatas, akan tetapi dengan syarat bahwa perusahaan mempunyai hak untuk membeli kembali saham istimewa tersebut dengan harga tertentu. e. Tidak mempunyai hak suara, artinya pemegang saham istimewa tidak mempunyai suara dalam RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham). Saham
istimewa
kumulatif,
artinya
deviden
yang tidak
dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham tetap menjadi hak pemegang saham istimewa tersebut. Jika suatu saat perusahaan tidak membagikan deviden, maka pada periode yang lain jika perusahaan tersebut membagikan deviden, maka perusahaan harus membayarkan deviden terutang tersebut sebelum membagikannya kepada pemegang saham biasa.
B. Indeks Harga Saham
Indeks Harga Saham adalah salah satu indikator utama yang ada di pasar modal, yang menunjukan pergerakan perekonomian sehingga saham digunakan sebagai ukuran. Secara sederhana, indeks harga saham adalah suatu angka yang digunakan untuk membandingkan suatu peristiwa dengan suatu peristiwa lainnya. Angka indeks pada dasarnya merupakan satu angka yang dibuat sedemikian rupa sehingga dapat di pergunakan untuk melakukan
perbandingan antara kegiatan yang sama (produksi, ekspor, hasil penjualan, jumlah uang yang beredar dan lainnya) dalam dua waktu yang berbeda.
Abdul (2006: 12), menyatakan bahwa Indeks Harga Saham merupakan ringkasan dari pengaruh simultan dan kompleks dari berbagai macam variabel yang berpengaruh, terutama tentang kejadian-kejadian ekonomi. Seperti halnya IHSG, di tentukan dengan mengunakan seluruh yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, dimana senantiasa digunakan tanggal 10 Agustus 1982 sebagai nilai dasar IHSG.
Jogiyanto (1998:268) berpendapat bahwa angka indeks atau sering disebut indeks adalah angka yang adapat digunakan untuk melakukan perbandingan antara kegiatan yang sama dalam waktu yang berbeda.
Saat ini di Bursa Efek Jakarta (BEJ) terdapat 11 (sebelas) jenis indeks, sebagai berikut (www.jsx.co.id):
1. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta Composite Index (JKSE), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEJ. 2. Indeks Harga Saham Individual (IHSI), merupakan indeks untuk masing-masing saham yang didasarkan pada harga dasarnya. 3. Indeks Sektoral, menggunakan semua saham yang masuk dalam setiap sektor. Semua perusahaan yang tercatat di BEJ diklasifikasikan ke dalam 9 (sembilan) sektor yang didasarkan pada klasifikasi industri yang
ditetapkan oleh BEI yang disebut JASICA (Jakarta Stock Exchange Industrial Classification). 4. Indeks LQ-45, terdiri dari 45 saham yang dipilih setelah melalui beberapa kriteria sehingga indeks ini terdiri dari saham-saham yang mempunyai likuiditas yang tinggi dan juga mempertimbangkan kapitalisasi pasar dari saham-saham tersebut. 5. Jakarta Islamic Index (JII), terdiri dari 30 saham yang sesuai dengan syariah Islam. Dewan Pengawas Syariah PT. DIM (Danareksa Investment Management) terlibat dalam menetapkan kriteria saham-saham yang masuk dalam JII. 6. Indeks Papan Utama (Main Board Index/MBX), diperuntukkan bagi perusahaan dengan track record yang baik. 7. Indeks Papan Pengembang (Development Board Index/DBX), untuk mengakomodasi perusahaan-perusahaan yang belum bisa memenuhi persyaratan Papan Utama, tetapi masuk pada kategori perusahaan berprospek. Disamping itu Papan Pengembang diperuntukkan bagi perusahaan yang mengalami restrukturisasi atau pemulihan performa. 8. Indeks Kompas100, menggunakan 100 emiten yang dipilih berdasarkan pertimbangan likuiditas dan kapitalisasi pasar, dengan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. 9. Indeks BISNIS-27, menggunakan 27 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu dan merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek Indonesia dengan Harian Bisnis Indonesia
10. Indeks PEFINDO25, menggunakan 25 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu dan merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek Indonesia dengan lembaga rating PEFINDO 11. Indeks SRI-KEHATI, menggunakan 25 emiten yang dipilih berdasarkan kriteria tertentu dan merupakan kerja sama antara PT Bursa Efek Indonesia dengan Yayasan KEHATI. Dari berbagai jenis indeks harga saham tersebut, dalam penelitian ini hanya menggunakan indeks harga saham gabungan (IHSG) sebagai obyek penelitian karena IHSG merupakan proyeksi dari pergerakan seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Indeks Harga Saham Gabungan pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga semua saham yang tercatat di Bursa Efek Jakarta sekarang Bursa Efek Indonesai, baik saham biasa maupun saham preferen. Pandji Anoraga dan Piji (2001:100-104) mengatakan, secara sederhana yang disebut dengan indeks harga adalah suatu angka yang digunakan untuk membandingkan suatu peristiwa dengan peristiwa lainnya. Demikian juga dengan indeks harga saham, indeks disini akan membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Apakah suatu harga saham mengalami penurunan atau kenaikan dibandingkan dengan suatu waktu tertentu. Seperti dalam penentuan indeks lainnya, dalam pengukuran indeks harga saham kita memerlukan juga dua macam waktu, yaitu waktu dasar dan waktu yang berlaku. Waktu dasar akan dipakai sebagai dasar perbandingan, sedangkan
waktu berlaku merupakan waktu dimana kegiatan akan diperbandingkan dengan waktu dasar. Pergerakan nilai indeks akan menunjukkan perubahan situasi pasar yang terjadi. Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif, ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami kenaikan. Kondisi inilah yang biasanya menunjukkan keadaan yang diinginkan. Keadaan stabil ditunjukkan dengan indeks harga saham yang tetap, sedangkan yang lesu ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami penurunan. Untuk mengetahui besarnya Indeks Harga Saham Gabungan, digunakan rumus sebagai berikut (Anoraga dan Pakarti, 2001: 102):
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Indeks Harga Saham adalah suatu indeks yang merupakan nilai komulatif dari beberapa saham yang diperdagangkan di bursa efek, yang dapat digunakan untuk melihat perbandingan atau pergerakan suatu kegiatan. Dalam hal ini, peneliti menganalisis pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan sehingga dapat dikatakan bahwa peneliti menganalsis pergerakan indeks harga saham seluruh industri yang go public di BEI secara komulatif.
C. Gross Domestic Product (GDP) Gross Domestic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan PDB ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan atau orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari PDB dianggap bersifat bruto (kotor). Produk domestik bruto adalah ukuran produksi total barang dan jasa didalam suatu perekonomian. PDB yang tumbuh dengan cepat menunujukan perekonomian yang berkembang dengan peluang yang berlimpah bagi perusahaan untuk meningkatkan penjualan (Bodie Kane, Marcus, 2006:177). Produk Domestik Produk (PDB) mengukur pendapatan setiap orang dalam perekonomian dan pengeluaran total terhadap output barang dan jasa perekonomian (Mankiw, 2003:16). “Gross domestic product is the total value of all final goods and services produced in a given year. GDP includes all goods and services produced by either citizen- supplied or foreign- supplied resources employed within the country” (Mc Connel & Brue, 2005:12). “Gross Domestic Product is the value of final goods and services produced in the country within a given period”(Dornbusch,dkk, 2004:22)
Menurut Todaro (2009: 46), “Gross Domestic Product measure the total value for final use of output produced by an economy, by both resident and non resident.” “Gross Domestic Product (GDP) is the most comprehensive measure of a nation’s total output of good and services it is the sum of the dollar values of Consumption (C), gross Invesment (I), government purchases of goods and services (G, and net Export (X) produced withing a nation during a given year”. (Samuelson & Nordhaus, 2005:424). Menurut Sadono Sukirno (2000:33-34) Produk Domestik Bruto adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan didalam negara tersebut dalam satu tahun tertentu. Dapat disimpulkan bahwa PDB didefinisikan sebagai nilai seluruh barang dan jasa dalam satuan uang. Dalam menghitung nilai tersebut (sekian dollar, atau sekian rupiah), biasanya para ahli ekonomi menggunakan patokan harga pasar (market price) yang berlaku dari barang dan jasa. Namun harga senantiasa berubah karena inflasi membuat harga lebih tinggi dari tahun ke tahun. Dengan demikian harga merupakan ukuran yang kurang akurat. Masalah harga-harga yang selalu berubah merupakan masalah yang harus dipecahkan oleh para ekonom manakala mereka menggunakan uang sebagai tolak ukur. Dengan demikian diperlukan ukuran yang lebih akurat guna menghitung tingkat output dan pendapatan nasional. Biasanya para ahli ekonomi tadi menggunakan tolak ukur indeks harga (price index), yakni harga
rata-rata atas sejumlah barang. Dengan demikian maka PDB dapat dihitung berdasarkan dua harga yang telah ditetapkan pasar yaitu : 1. PDB Nominal PDB nominal adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu berdasarkan harga yang berlaku pada periode tersebut. PDB nominal disebut juga GDP at current Price (PDB harga berlaku). 2. PDB Riil Sedangkan PDB riil adalah nilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu, berdasarkan harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang dipakai dasar untuk dipergunakan seterusnya dalam menilai barang-barang dan jasa yang dihasilkan
pada
periode/tahun
berikutnya.
Dalam
penelitian
ini
menggunakan data PDB Rill sebagai variabel yang akan diteliti. PDB riil disebut juga GDP at Constant Price.
Salah satu metode untuk mengukur GDP adalah melalui pendekatan pengeluaran (expenditure approach). Metode ini diperkenalkan oleh seorang pakar ekonomi terkemuka asal Inggris yaitu John Maynard Keynes dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money (New York: Harcourt, Brace, and World, 1936). Menurut Keynes, GDP terbentuk dari empat faktor yang secara positif mempengaruhinya. Keempat faktor tersebut
adalah konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), dan ekspor bersih (X – M). Jika dirumuskan dalam satu formula menjadi : GDP = C + I+ G + (X - M) Perekonomian suatu negara dimana perekonomiannaya mempunyai hubungan ekonomi dengan negara lain dan terutama dilakukan dengan menjalankan kegiatan ekspor dan impor disebut perekonomian terbuka (open economy). Tolak ukur yang baik untuk menilai kadar keterbukaan suatu perekonomian adalah rasio ekspor dan impor terhadap Gross Domestic Product (GDP). Semakin tinggi rasio ekspor dan impor suatu negara maka perekonomiannya akan dianggap semakin terbuka. Seperti yang terjadi pada negara-negara di Eropa Barat dan Asia Timur dimana rasio ekspor dan impor mereka terhadap PDB lebih dari 50% (Asian Development Bank, 2007). D. Inflasi Nopirin (1996:25) mengemukakan pengertian inflasi adalah kenaikan harga-harga secara umum barang-barang secara terus-menerus. Tajul (2000:6) mengemukakan pengertian inflasi sebagai berikut : “inflasi merupakan suatu keadaaan dimana terjadi kenaikan harga-harga secara tajam (absolute) yang berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Seirama dengan kenaikan harga-harga tersebut, nilai uang turun secara tajam pula sebanding dengan kenaikan harga-harga tersebut”. Menurut McCownell (2002:146) “inflation is a rising general level of price and is measured as a precentege change in a price index such as the Costumer Price Index (CPI)”. Sedangkan menurut Dornbush dan Fischer
(2004:39) “inflation is the rate of change in prices and the price level is the cummulation of past inflation”. Lain halnya dengan Karhi dan Winardi (1997:217) mengemukakan bahwa inflasi merupakan sebuah fenomena yang dialami oleh sejumlah besar negar-negara di dunia. Menurut Paul A. Samuelson dan William Nordhaus (dalam Karhi dan Winardi), inflasi adalah suatu kenaikan dalam tingkat umum harga-harga. Indriyo (1981:139) memberikan pengertian inflasi bahwa pada dasarnya diartikan sebagai penurunan yang tajam terhadap nilai uang dari suatu negara, yang mengakibatkan terjadinya kenaikan tingkat harga-harga dengan cepat. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi (Bank Indonesia). Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus-menerus. (Rahardja dan Manurung, 2008:165-166). Dengan demikian, maka kriteria inflasi adalah sebagai berikut:
1. Kenaikan harga barang : terjadi perubahan harga barang yang lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya. 2. Bersifat umum; berdampak pada kenaikan harga barang lain 3. Terus-menerus; tidak terjadi sesaat.
Inflasi adalah kecenderungan naiknya harga-harga barang dan jasa secara umum dan terus menerus di suatu wilayah pada periode tertentu (Korteweg, 1973;Auckley, 1978, Boediono, 2001).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa inflasi adalah suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga umum secara terus menerus pada suatu negara yang dapat mengakibatkan penurunan nilai mata uang negara tersebut.
1. Teori Inflasi Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi yang masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu. a. Teori Kuantitas (Irving Fisher 1867-1947) Teori kuantitas ini menyatakan bahwa proses inflasi itu terjadi karena 2 hal, yaitu jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan harga-harga (expectations). Ada 2 hal penting dari teori Kuantitas ini, adalah bahwa, pertama, laju inflasi terjadi jika ada penambahan volume uang beredar. Kedua, laju inflasi oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang (Boediono, 1985).
b. Teori Keynes Teori ini menerangkan bahwa proses inflasi terjadi karena permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia. Hal ini yang disebut juga dengan inflationary gap.
Inflationary gap terjadi apabila jumlah dari permintaan-permintaan efektif dari semua golongan tersebut, pada tingkat harga yang berlaku melebihi jumlah maksimum dari barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat. Harga-harga akan naik, karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia. Adanya kenaikan harga-harga tersebut berarti bahwa kegiatan rencana pembelian barang dari golongangolongan tersebut tidak terpenuhi, selanjutnya mereka akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi, baik golongan pemerintah melalui pencetakan uang baru, atau para pengusaha swasta melalui kredit dari bank, atau pekerja dengan kenaikan tingkat upah yang lebih besar. Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan pada tingkat harga yang berlaku. c. Teori Strukturalis. Teori strukturalis lebih menekankan pada faktor-faktor struktural dari perekonomian yang menyebabkan terjadinya inflasi, teori ini disebut juga teori inflasi jangka panjang karena yang dimaksud dengan faktorfaktor struktural di sini adalah faktor-faktor yang hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka yang panjang. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Ada dua ketegaran yang menyebabkan inflasi, yaitu ketegaran berupa ketidakelastisan dari penerimaan ekspor dan ketegaran berupa ketidakelastisan dari penawaran bahan makanan
dalam negeri. Kedua proses di atas pada umumnya berkaitan dan memperkuat satu sama lain dalam menyebabkan inflasi. Ketegaran yang merupakan “ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor ini adalah ketegaran di mana nilai dari ekspor tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Dasar penukaran yang makin memburuk dan supply barang-barang ekspor yang tidak elastis ini akan menyebabkan
terjadinya
kelambanan
tersebut.
Kelambanan
pertumbuhan penerimaan ekspor ini berarti kelambanan pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan. Sedangkan bagi suatu negara untuk mencapai target pertumbuhannya mengambil
kebijaksanaan
pembangunan
“import
substitution
strategy”. Inflasi terjadi jika proses substitusi impor ini makin meluas, sehingga menaikkan biaya produksi ke berbagai barang, sehingga makin banyak harga-harga yang naik.
2. Jenis Inflasi
Inflasi dapat digolongkan menurut sifatnya, menurut sebabnya, bobot inflasi tersebut dan menurut asal terjadinya (Nopirin, 1987).
a. Menurut Sifatnya
Inflasi menurut sifatnya digolongkan dalam tiga kategori (Nopirin, 1987:27-31), yaitu :
1) Inflasi Merayap
Kenaikan harga terjadi secara lambat, dengan persentase yang kecil dan dalam jangka waktu yang relatif lama (di bawah 10% per tahun). 2) Inflasi Menengah Kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi 3) Inflasi Tinggi Kenaikan harga yang besar bisa sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukar dengan barang. Perputaran uang makin cepat, sehingga harga naik secara akselerasi.
b. Menurut Sebabnya
Secara umum terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya inflasi, yaitu:
1) Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-Pull Inflation)
Inflasi tarikan permintaan terjadi karena Permintaan agregat melebihi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang atau jasa. Keadaan ini menyebabkan terjadi kekurangan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Akibatnya, pengusaha akan menaikan harga dan hanya menjual kepada pembeli yang mampu membayar lebih tinggi.
Gambar 2.1. Demand-Pull Inflation
Pada mulanya, kurva permintaan adalah sebagaimana ditunjukan oleh kurva AD0 dan keseimbangan terjadi pada saat AD=AS, sehingga pada awalnya harga terbentuk pada persinggungan AD0=AS, yaitu pada tingkat harga P1. Pada saat terjadi kenaikan permintaan agregat (AD), kurva AD berpindah ke kanan (ditunjukan pada AD1 s.d AD3) maka pertambahan permintaan yang ditunjukan oleh kurva AD1 belum menyebabkan terjadi perubahan harga, karena perusahaan masih mampu memenuhi Pendapatan Nasional riil (Y0 Y1 Y2 Y3) permintaan dengan mengerahkan seluruh sumber daya yang dimilikinya, tetapi pada tingkat permintaan tertentu di kurva AD2 dan AD3, perusahaan sulit untuk meningkatkan kapasitas berproduksinya karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki dan mendorong pengusaha untuk menaikan harga dan memilih konsumen yang bersedia
membayar dengan lebih tinggi. (harga meningkat menjadi P 2 dan kemudian menjadi P3). 2) Inflasi Desakan Biaya (Cost-Push Inflation) Inflasi desakan biaya terjadi akibat kenaikan biaya produksi seperti upah, bahan baku, dll sehingga mendorong perusahaan untuk menaikan harga dalam rangka menutup biaya produksi yang dikeluarkannya. Gambar 2.2. Cost-Push Inflation
Pada mulanya, kurva permintaan adalah sebagaimana ditunjukan oleh kurva AD0 dan keseimbangan terjadi pada saat AD=AS, sehingga pada awalnya harga terbentuk pada persinggungan AD0=AS0, yaitu pada tingkat harga P0 dan produksi nasional Y0. Tetapi
pada
saat
terjadi
kenaikan biaya
produksi,
akan
menyebabkan berpindahnya kurva Agregate Supply (AS) dari AS0 menjadi AS1 sehingga keseimbangan berubah menjadi P1dan Y1. Jika biaya produksi mengalami kenaikan lagi, akan menyebabkan
perubahan keseimbangan baru dimana tingkat harga akan mengalami kenaikan menjadi P2 dan produksi nasional turun menjadi Y2. 3) Imported Inflation Bersumber dari kenaikan harga-harga barang yang di impor, terutama barang yang diimpor tersebut mempunyai peranan penting dalam setiap produksi. 4) Struktur Ekonomi Dengan menggunakan pendekatan ini, terjadinya inflasi dipandang karena tidak seimbangnya struktur ekonomi. Untuk itu, melalui pendekatan struktur ekonomi (structural approach), inflasi akan ditanggulagi dengan melakukan pembenahan (penataan) pada semua sektor ekonomi. 5) Moneter Dalam ilmu ekonomi moneter, terjadinya inflasi atau menurunya nilai mata uang disiasati dengan pendekatan moneter (money approach). Dengan pendekatan ini, inflasi dinilai sebagai suatu fenomena moneter, yaitu keadaan yang disebabkan terlalu banyaknya uang yang beredar dibandingkan dengan kesediaan masyarakat untuk memiliki atau menyimpan uang tersebut.
c. Berdasarkan Bobotnya
Sadono Sukirno (2007:333), Bobot inflasi dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu : 1) Infalsi ringan, adalah inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung secara perlahan dan berada pada posisi satu digit atau dibawah 10% per tahun. 2) Inflasi sedang, adalah inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada diantara 10-30% per tahun atau melebihi dua digit dan sangat mengancam struktur dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. 3) Inflasi berat, merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada diantara 30-100% per tahun. Pada kondisi demikian, sektor-sektor produksi hampir lumpuh total kecuali yang dikuasai negara. 4) Inflasi sangat berat (hyper inflation), adalah inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui 100% per tahun, sebagaimana yang terjadi pada masa Perang Dunia II (1939-1945). d. Menurut Asalnya Asal inflasi ditinjau dari asal terjadinya, maka inflasi dapat dibagi menjadi dua macam menurut Boediono, (1985 : 164-165) : 1) Domestic Inflation Inflasi yang berasal dari dalam negeri sendiri ini timbul antara lain karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan percetakan uang baru, atau bisa juga disebabkan oleh gagal panen. 2) Imported Inflation
Inflasi yang berasal dari luar negeri ini timbul karena kenaikan harga-harga
di
luar negeri
atau negara-negara
langganan
berdagang. Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri ini jelas lebih mudah terjadi pada negara-negara yang menganut perekonomian terbuka, yaitu sektor perdagangan luar.
3. Klasifikasi Inflasi
Taqiuddin Ahmad (dalam Adiwarman, 2007:140), seorang ekonom Islam yang merupakan salah satu murid dari Ibn Khaldun, menggolongkan inflasi dalam golongan, yaitu: a. Inflasi Alamiah Inflation alamiah adalah inflasi yang diakibatkan oleh sebab-sebab di mana orang tidak mempunyai kendali atasnya (dalam hal mencegah). Inflasi alamiah dapat dibedakan berdasarkan penyebabnya menjadi dua golongan sebagai berikut: 1) Akibat uang yang masuk dari luar negeri terlalu banyak, dimana ekspor meningkat (X) sementara impor (M), maka mengakibatkan naiknya permintaan agregat (demand-pull inflation) karena tingkat daya beli masyarakat bertambah meningkat. 2) Akibat turunnya tingkat produksi (AS ) karena terjadi paceklik, perang, atau embargo. Menyebabkan kondisi cost push inflation.
b. Human Error Inflation
Human error inflation dapat dikelompokan menurut penyebabnya sebagai berikut: 1) Korupsi dan administrasi yang buruk akan menimbulkan kenaikan pada harga pokok produksi untuk menutupi biaya-biaya tidak perlu tersebut.
Denagn
naiknya
harga
pokok
produksi
akan
mengakibatkan produsen menaikan harga. 2) Pajak yang berlebih menyebabkan dua implikasi berikut: Kekurangan supply produksi akibat beralihnya kegiatan ekonomi pengusaha ke sektor yang lebih produktif untuk menutup pajak yang besar Kenaikan harga produksi untuk mengimbangi kenaikan pajak tersebut. 3) Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang berlebihan. 4. Dampak Inflasi
Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 1987:32-34). a. Efek Terhadap Pendapatan (Equity Effect) Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi.
Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan prosentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat. b. Efek Terhadap Output (Output Effects) Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi dan output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output.
E. Nilai Tukar Rupiah (Kurs) 1. Pengertian Nilai Tukar Rupiah Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore,1998:8).
penentuan nilai tukar atau kurs mata uang merupakan hal yang penting bagi pelaku bursa valas, karena kurs valas sangat mempengaruhi jumlah biaya yang harus dikeluarkan serta besarnya manfaat (keuntungan) yang akan diperoleh dalam berbagai transaksi. Menurut Fabozzi dan Franco (1996:724) “an exchange rate is defined as the amount of one currency that can be exchange per unit of another currency, or the price of one currency in items of another currency”. “the nominal exchange rate is the relative price of the currency of two countries. sedangkan the real exchange rate is the relative price of the good of two countries”(Mankiw, 2003:127). Sedangkan menurut Adiningsih, dkk (1998:155), nilai tukar rupiah adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata rupiah yang ditranslasikan ke dalam
mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen, dan lain sebagainya. Kurs inilah sebagai salah satu indikator yang mempengaruhi aktivitas di pasar saham maupun pasar uang karena investor cenderung akan berhati-hati untuk melakukan investasi. Menurunnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dolar AS memiliki pengaruh negatif terhadap ekonomi dan pasar modal (Sitinjak dan Kurniasari, 2003). Lain halnya dengan Agus (2001:467) yang mengemukakan bahwa nilai tukar (Exchange rate) menunjukan banyaknya unit mata uang yang dapat dibeli atau di tukar dengan satu satuan mata uang lain. Nopirin (1996:163) menjelaskan dalam pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan terdapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut, yang sering disebut kurs (Exchange rate). Lebih lanjut Nopirin menjelaskan bahwa dalam kurs mata uang, ada beberapa perbedaan tingkat kurs yang timbul, yaitu : a. Perbedaan antara kurs beli dan jual oleh para pedagang valuta asing / Bank. kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedangang valuta asing atau Bank membeli valuta asing, dan kurs jual apabila mereka menjual. selisih antara kurs tersebut merupakan keuntungan bagi para pedagang. b. Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan dalam waktu pembayaran kurs TT (telegraphic transfer) lebih tinggi dari pada kurs MT (mail transfer) sebab perintah atau order pembayaran dengan
menggunakan telegram bagi Bank merupakan penyerahan valuta asing denga segera atau lebih cepat dibandingkan dengan penyerahan melalui surta. c. Perbedaan
dalam
tingkat
keamanan
dalam
penerimaan
hak
pembayaran. Sering terjadi bahwa penerimaan hak pembayaran yang berasal dari bank asing yang sudah terkenal (bonafide) kursnya lebih tinggi dari pada yang belum terkenal. Maurice (2001:31) mengemukakan dua jenis kurs pada umumnya, yaitu ada kurs uang kertas (bank note), yaitu misalnya, uang kertas yang diterbitkan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) dan uang kertas yang diterbitkan oleh Bank Sentral Inggris (Bank Of England). Adapula kurs untuk cek yang menunjukan sejumlah nilai uang dalam dollar, poundsterling atau dalam satuan mata uang yang lain. Selain itu kurs atau cek tergantung pada apakah ia dikeluarkan oleh bank (wesel bank atau bank draft) atau oleh perusahaan, pada nilai cek dan pada tanggal jatuh tempo cek. 2. Sistem Kurs Valas Menurut Kuncoro (2001:26-31), ada beberapa sistem kurs mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu: a. Sistem kurs mengambang (floating exchange rate), sistem kurs ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Di dalam sistem kurs mengambang dikenal dua macam kurs mengambang, yaitu :
1) Mengambang bebas (murni) dimana kurs mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. Sistem ini sering disebut clean floating exchange rate, di dalam sistem ini cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas
moneter
tidak
berupaya
untuk
menetapkan
atau
memanipulasi kurs. 2) Mengambang terkendali (managed or dirty floating exchange rate) dimana otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan kurs pada tingkat tertentu. Oleh karena itu, cadangan devisa biasanya dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi pergerakan kurs. b. Sistem kurs tertambat (pegged exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara mengkaitkan nilai mata uangnya dengan suatu mata uang negara lain atau sekelompok mata uang, yang biasanya merupakan mata uang negara partner dagang yang utama “Menambatkan“ ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut bergerak mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. c. Sistem kurs tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu
pada rentang waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah suatu negara dapat mengatur penyesuaian kursnya dalam periode yang lebih lama dibanding sistem kurs tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutan-kejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam. d. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai mata uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Keuntungan dari sistem ini adalah menawarkan stabilitas mata uang suatu negara karena pergerakan mata uang disebar dalam sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang yang dimasukkan dalam “keranjang“ umumnya ditentukan oleh peranannya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda. e. Sistem kurs tetap (fixed exchange rate). Dalam sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu kurs tertentu atas nama uangnya dan menjaga kurs ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada kurs tersebut. Kurs biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.
3. Penentuan Kurs Mata Uang Kurs mata uang berfluktuasi setiap saat. Dalam sistem mata uang mengambang bebas (free float), apabila harga suatu mata uang menjadi semakin mahal terhadap mata uang lain, maka mata uang itu dikatakan berapresiasi. Sebaliknya, jika harga suatu mata uang turun terhadap mata uang yang lain, maka mata uang itu disebut terdepresiasi. Dalam sistem mata uang tertambat (pegged). Kenaikan ini suatu mata uang terhadap mata uang lain disebut revaluasi, sedangkan penurunan nilai suatu mata uang disebut devaluasi. Mankiw (1999:192) mengemukakan kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika kurs dollar AS dan Yen jepang adalah 120 yen per dollar, maka anda bisa menukar 1 dollar untuk 120 Yen di pasar dunia untuk mata uang asing. Orang jepang yang ingin mendapatkan dollar akan membayar 120 Yen untuk setiap dollar yang dibelinya kurs Rill (rill exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang dari kedua negara. Yaitu kurs rill menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs rill kadang-kadang disebut term of trade. Kusuma (2001) mengemukakan bahwa fluktuasi nilai tukar valuta asing merupakan besarnya pengaruh perubahan kurs Dollar Amerika selama satu tahun terhadap harga saham selama satu tahun dengan memperhitungkan indeks kurs Dollar Amerika.
Sri dan Handoyo (2002:69) mengemukakakn bahwa secara teoritis, dalam kondisi tanpa intervensi pemerintah, harga suatu mata uang ditentukan oleh permintaan dan penawaran terhadap mata uang itu. Apabila permintaan terhadap suatu mata uang lebih tinggi dari penawaran mata uang itu, maka harga mata uang tersebut akan naik, dan begitu pula sebaliknya. Kurs terbentuk pada saat jumlah dan harga mata uang yang diminta sama dengan jumlah dan harga mata uang yang ditawarkan. Kondisi ini disebut sebagai kondisi keseimbangan atau ekuilibrium. Sri dan Handoyo (2002:71) juga menambahkan bahwa selain tingkat permintaan dan penawaran, faktor yang mempengaruhi penentuan kurs mata uang adalah laju inflasi relatif, tingkat suku bunga relatif, tingkat pendapatan relatif, kontrol pemerintah serta pengharapan pasar. Hal
ini
senada
dengan
yang
dikemukakan
Tajul
yang
mengemukakan tujuh faktor yang mempengaruhi kurs valas. Di antaranya adalah permintaan dan penawaran Foreing Currency. Neraca pembayaran intenasional (Balance of Payment), inflasi, Suku Bunga, Pendapatan, Pengawasan Otoriter Moneter serta Ekspektasi dan Spekulasi. Lain halnya dengan Faisal (2001:31) yang dalam teori nya ada tiga implikasi penting bagi kurs valas sebagai berikut : a. Perubahan-perubahan pada harga-harga relatif tidak disebabkan oleh kurs valas, melainkan oleh perubahan-perubahan harga relatif dan perubahan-perubahan kurs valas rill yang terjadi selama bersamaan
dan keduannya di pengaruhi oleh banyak dipengaruhi oleh banyak variabel ekonomi secara fundamental. b. Pemerintah tidak akan berhasil jika mencoba mempengaruhi kurs valas rill melalui intervensi pasar valas. c. Tidak ada hubungan sederhana antara perubahan kurs rill dan perubahan dalam tingkat persaingan internasional, tenaga kerja dan neraca perdagangan. Maka dari itu, ada beberapa faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar, yaitu (Madura, 1993): a. Faktor Fundamental Faktor fundamental berkaitan dengan indikatorindikator ekonomi seperti inflasi, suku bunga, perbedaan relatif pendapatan antar-negara, ekspektasi pasar dan intervensi Bank Sentral. b. Faktor Teknis Faktor teknis berkaitan dengan kondisi penawaran dan permintaan devisa pada saat-saat tertentu. Apabila ada kelebihan permintaan, sementara penawaran tetap, maka harga valas akan naik dan sebaliknya. c. Sentimen Pasar Sentimen pasar lebih banyak disebabkan oleh rumor atau berita-berita politik yang bersifat insidentil, yang dapat mendorong harga valas naik atau turun secara tajam dalam jangka pendek. Apabila rumor atau berita-berita sudah berlalu, maka nilai tukar akan kembali normal.
F. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Suku bunga merupakan instrumen konvensional untuk mengendalikan atau menekan pertumbuhan tingkat inflasi. Suku bunga yang tinggi akan mendorong
orang
untuk
menahan
dananya
di
bank
dari
pada
menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang resiko nya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan menanamkan uang di bank terutama dalam bentuk deposito.
Ketut (2000:146), menjelaskan pengertian SBI adalah merupakan instrumen Bank Indonesia (BI) untuk mengendalikan jumlah uang dalam peredaran dengan mengadakan operasi pasar terbuka (open market operation). Dengan kebjakan ini, jumlah uang dalam dalam peredaran menjadi berkurang.
Ketut menambahkan bahwa SBI pertama kali diterbitkan pada tahun 1970, kemudian diperbarui lagi pada tahun 1984. Tujuan bank dan lembaga lainnya membeli SBI adalah untuk menyalurkan kelebihan dana dan apabila diperlukan SBI mudal dijual kepada bank atau lembaga keuangan lainnya kepada Bank Indonesia (BI).
Tajul (2000:162) mengemukakan bahwa suku bungan dasar (bank rate) untuk tingkat suku bunga yang ditentukan oleh bank sentral atas kredit yang diberikannya kepada perbankan dan tingkat suku bunga yang ditetapkan bank sentral untuk mendiskonto surat-surat berharga yang ditarik atau diambil alih oleh bank sentral.
1. Pengertian Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Sebagaimana tercantum dalam UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, salah satu tugas Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter adalah membantu pemerintah dalam mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai Rupiah. Dalam melaksanakan tugasnya, BI menggunakan beberapa piranti moneter yang terdiri dari Giro Wajib Minimum (Reserve Requirement), Fasilitas Diskonto, Himbauan Moral dan Operasi Pasar Terbuka. Dalam Operasi Pasar Terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia Melalui Lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek.
2. Tujuan Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
Dalam publikasinya melalui situs di BI, mengemukakan bahwa dalam operasi pasar terbuka BI dapat melakukan transaksi jual beli surat berharga termasuk Sertifikat Bank Indonesai (SBI). SBI adalah surat berharga atas unjuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh BI sebagai pangakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Sebagai otoritas moneter, BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai
Rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal + uang giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengurangi kelebihan uang primer tersebut. Penjelasan tersebut sealur dengan apa yang disampaikan oleh Simorangkir (2005:27) di mana politik pasar terbuka (open market policy) adalah suatu instrumen yang digunakan oleh bank sentral untuk mengendalikan peredaran uang. Dalam hal ini bank sentral langsung melakukan operasi pasar terbuka dalam pasar uang dan pasar modal dengan jalan transformasi. Simorangkir (2005:28), pada hakikatnya politik pasar terbuka dilaksanakan berhubungan adanya kelemahan-kelemahan dalam politik diskonto. Penurunan tingkat suku bunga oleh bank sentral dapat diperkuat dengan cara pembelian surat-surat berharga (SBI). Sebaliknya, pada waktu suku bunga meningkat SBI dijual. Jelaslah bahwa politik pasar terbuka mempengaruhi peredaran uang dan dapt pula merupakan pelengkap politik diskonto.
G. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu akan diuraikan karena penelitian ini mengacu pada beberapa penelitian sebelumnya. Meskipun ruang lingkup hampir sama tetapi karena obyek dan periode waktu yang digunakan berbeda maka terdapat banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan sebagai
referensi untuk saling melengkapi. Berikut uraian beberapa penelitian terdahulu:
1. MB Hendrie Anto dan Rizky Amelia (2007)
Meneliti tentang Pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga saham : studi kasus JII dan IHSG periode Januari 2002 s/d Desember 2006. Metode analisis menggunakan Error Correction Model (ECM) yang dikembangkan oleh Engle-Granger. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-
sama variabel makro ekonomi berpengaruh terhadap JII dan IHSG, baik dalam jangka panjang maupun pendek. Tetapi, secara individual pengaruh variabel-variabel ini berbeda-beda.
2. Anokye M. Adam dan George Tweneboah (2008)
Meneliti tentang Faktor-faktor ekonomi makro dan pergerakan pasar modal: Bukti dari Ghana. Beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Investasi asing, suku bunga, inflasi , kurs dan Databank stock index (DSI). Penelitian ini mengunakan analisis VECM. Hasil analisis menunjukan ada kointegrasi antara variabel makroekonomi dengan Bursa harga saham di Ghana dan dalam jangka panjang terdapat pengaruh secara signifikan antara variabel makroekonomi terhadap pergerakan harga saham di Ghana.
3. Nadeem Hussain Sohail dan Zakir (2009)
Meneliti tentang Jangka panjang dan jangka pendek hubungan antara variabel makroekonomi dan harga saham di pakistan: studi kasus Bursa Efek. Beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Inflasi, PDB, Kurs M2 dan Lahore Stock Exchange 25 (LSE25) index. Metode yang digunakan adalah VECM. Dan Hasil penelitian menunjukan bahwa ada dampak negatif dari inflasi pada return saham, sedangkan PDB, Kurs dan M2 berpengaruh positif signifikan terhadap return saham di jangka panjang.
4. Habib lotfi, Reza moshari dan Mortaza lotfi (2009) Penelitiannya adalah Pengaruh variabel ekonomi makro terhadap indeks harga total bursa saham di Teheran, Iran. Dalam penelitian ini menggunakan Johansson
&
teknik
co-integrasi
Joselius
digunakan
konvergensi. Selain untuk
itu
menggunakan
Metode teknik
konvergensi. Stabilitas variabel menurut multivariabel Linear Model dipelajari dan diperkirakan dengan metode OLS, kemudian menggunakan metode yang disebutkan dan metode ECM, peneliti mencoba untuk mengetahui apakah ada hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara variabel model. Dalam penelitian ini pengaruh variabel tingkat inflasi, nilai tukar, non-minyak ekspor, dan pada harga total saham. Berdasarkan hasil investigasi menunjukkan bahwa variabel makroekonomi di Iran, mempengaruhi harga total saham, dan terdapat hubungan yang
bermakna antara variabel dan saham, indeks harga total. Selain itu, ada korelasi positif antara indeks harga total saham dan beberapa variabel yang besar, dan korelasi negatif dengan beberapa orang lain. 5. Waliullah (2010) Tulisannya meneliti hubungan antara indeks harga saham dan liberalisasi keuangan dan menetapkan tujuh variabel makroekonomi di Pakistan untuk periode 1971-2005, dengan menggunakan deret waktu triwulanan data. Penelitian ini menggunakan teknik yang lebih komprehensif dan baru-baru ini, Bounds pendekatan uji untuk menentukan jangka pendek dan hubungan jangka panjang antara KSE Indeks dan liberalisasi keuangan. Temuan studi menunjukkan bahwa GDP adalah penentu positif terbesar pasar saham Pakistan di kedua jangka pendek dan jangka panjang, sedangkan inflasi adalah penentu negatif terbesar dalam jangka panjang. Hasil empiris juga menunjukkan bahwa ukuran pasar keuangan telah berdampak positif terhadap Indeks KSE baik dalam jangka panjang dan jangka pendek. Liberalisasi keuangan dan reformasi dimulai pada awal 1990-an, sebagai bagian dari reformasi ekonomi memiliki bersih sangat kuat berpengaruh terhadap pasar saham. Ini berarti bahwa pasar saham terlalu banyak sensitif dan mudah berubah untuk keuangan liberalisasi di negara berkembang. 6. T.O. Asaolu and M.S. Ogunmuyiwa (2011) Penelitian nya mengkaji dampak dari variabel-variabel makroekonomi pada harga rata-rata saham (ASP) dan lebih lanjut untuk menentukan
apakah perubahan variabel makroekonomi menjelaskan pergerakan harga saham di Nigeria. Berbagai analisis ekonometrik seperti Augmented Dickey Fuller (ADF) test, uji Kausalitas Granger, Co-integrasi dan Error Correction Method (ECM) pada periode data time series 1986-2007. Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan yang lemah antara harga rata-rata saham dan variabel makroekonomi di Nigeria. selanjutnya bahwa ASP bukan merupakan indikator utama dari kinerja ekonomi makro di Nigeria. Meskipun ada sebuah hubungan jangka panjang ditemukan antara ASP dan variabel makroekonomi untuk periode yang ditentukan. Dari beberapa penelitian terdahulu dapat disajikan secara sistematis dalam tabel berikut:
Tabel 2.1. Ringkasah Penelitian Terdahulu
No.
Nama Peneliti
1
MB Hendrie Anto dan Rizky Amelia (2007)
2
3
Penelitian
Pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga saham : studi kasus JII dan IHSG periode Januari 2002 s/d Desember 2006 Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia Sezgin Hubungan antara Acikalin, Rafet pasar saham dan Aktas dan variabel Seyfettin Unal makroekonomi: (2008) analisis empiris dari Bursa Efek Istanbul. Invesment Management and Financial Innovations, Volume 5, Issue 1, 2008 Nadeem Jangka panjang Hussain Sohail dan jangka dan Zakir pendek hubungan (2009) antara variabel makroekonomi dan harga saham di pakistan: studi kasus Bursa Efek. Pakistan Economic and Social Review Volume 47, No.2 (Winter 2009), pp. 183-198
Variabel PDB, inflasi, suku bunga SBI, KURS, JII dan IHSG
Model penelitian Error Correction Model (ECM)
Hasil penelitian penelitian menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel makro ekonomi berpengaruh terhadap JII dan IHSG, baik dalam jangka panjang maupun pendek. Tetapi, secara individual pengaruh variabel-variabel ini berbeda-beda.
PDB, Kurs, Suku VECM Bunga, Deposito dan Istanbul Stock Exchange (ISE)
Hasil penelitian menunjukan hubungan yang stabil jangka panjang antara indeks ISE dengan variabel makroekonomi. Ada pengaruh jangka pendek antara pengaruh PDB, Kurs dan Deposito berpengaruh pada indeks ISE. Namun suku bunga tidak berpengaruh signifikan terhadap indeks ISE dalam jangka pendek.
Inflasi, PDB, Kurs M2 dan Lahore Stock Exchange 25 (LSE25) index
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada dampaknegatif dari inflasi pada return saham, sedangkan PDB, Kurs dan M2 berpengaruh positif signifikan terhadap return saham di jangka panjang.
VECM
4
Habib lotfi, Reza moshari dan Mortaza lotfi (2009)
5
Waliullah (2010)
Pengaruh variabel ekonomi makro terhadap indeks harga total bursa saham di Teheran, Iran. The International Conference on Islamic Economics and Economies of the OIC Countries 2009 28-29 April 2009 hubungan antara indeks harga saham dan liberalisasi keuangan dan pengaruh tujuh variabel makroekonomi di Pakistan untuk periode 19712005 International Journal of Business and Social Science Vol. 1 No. 3; December 2010 PhD student at Graduate School of Economics and Management, Tohoku University, Sendai, Japan. E-mail:
[email protected] om
inflasi, nilai tukar, nonminyak ekspor, dan pada harga total saham
metode OLS dan ECM
hasil investigasi menunjukkan bahwa variabel makroekonomi di Iran, mempengaruhi harga total saham, dan terdapat hubungan yang bermakna antara variabel dan saham, indeks harga total. Selain itu, ada korelasi positif antara indeks harga total saham dan beberapa variabel yang besar, dan korelasi negatif dengan beberapa variabel lain.
KSE share prices Index, GDP, Investasi, Inflasi, tingkat suku bunga, Exchange rate dan Money Supply
Error Correction Model (ECM)
Temuan studi menunjukkan bahwa GDP adalah penentu positif terbesar pasar saham Pakistan di kedua jangka pendek dan jangka panjang, sedangkan inflasi adalah penentu negatif terbesar dalam jangka panjang. Hasil empiris juga menunjukkan bahwa ukuran pasar keuangan telah berdampak positif terhadap Indeks KSE baik dalam jangka panjang dan jangka pendek. Liberalisasi keuangan dan reformasi dimulai pada awal 1990-an, sebagai bagian dari reformasi ekonomi memiliki bersih sangat kuat berpengaruh terhadap pasar saham. Ini berarti bahwa pasar saham terlalu banyak sensitif dan mudah berubah untuk keuangan liberalisasi di negara berkembang.
6
Error dampak dari Average share Hasil menunjukkan bahwa ada Correction hubungan yang lemah antara variabel-variabel price of quoted Model makroekonomi stocks, GDP harga rata-rata saham dan (ECM) pada harga ratagrowth rate, variabel makroekonomi di rata saham (ASP) External Debt Nigeria. selanjutnya bahwa dan lebih lanjut measured by ASP bukan merupakan untuk external indikator utama dari kinerja menentukan debt/GDP ekonomi makro di Nigeria. apakah percent, Fiscal Meskipun ada sebuah perubahan Deficit measured hubungan jangka panjang variabel by fiscal ditemukan antara ASP dan makroekonomi deficit/GDP variabel makroekonomi untuk menjelaskan percent, Interest periode yang ditentukan. pergerakan harga rate, saham di Nigeria Exchange rate, Asian Journal of Foreign capital inflow/GDP Business percent, Growth Management 3(1): 72-78, 2011 rate of ISSN: 2041-8752 Investment, Industrial © Maxwell output and Scientific Inflation rate. Organization, 2011 Sumber: Data sekunder yang telah diolah dan dikembangkan untuk penelitian ini
T.O. Asaolu and M.S.Ogunmuy iwa (2011)
H. Keterkaitan Antar Variabel
1. Keterkaitan Tingkat GDP Terhadap IHSG
Pertumbuhan investasi pasar modal di suatu negara salah satunya akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi (GDP) di negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya. Tingkat kemakmuran yang lebih tinggi ini umumnya ditandai dengan adanya kenaikan tingkat pendapatan masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan pendapatan tersebut, maka akan semakin banyak orang yang memiliki kelebihan dana, kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk tabungan atau diinvestasikan dalam bentuk surat-surat berharga yang diperdagangkan dalam pasar modal (Laporan Tahunan BI, 2001).
2. Keterkaitan Tingkat Inflasi Terhadap IHSG
Inflasi menunjukkan arus harga secara umum (Samuelson, 1992). Inflasi sangat terkait dengan penurunan kemampuan daya beli, baik individu maupun perusahaan. Penelitian tentang hubungan antara inflasi dengan return saham seperti yang dilakukan oleh Widjojo (dalam Almilia, 2003) yang menyatakan bahwa makin tinggi inflasi akan semakin menurunkan tingkat profitabilitas perusahaan. Turunnya profit perusahaan adalah informasi yang buruk bagi para trader di bursa saham dan dapat
mengakibatkan turunnya harga saham perusahaan tersebut dan dampaknya akan berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.
3. Keterkaitan Nilai tukar Rupiah (dengan Dollar US) Terhadap IHSG
Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri, khususnya pasar modal. Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dolar misalnya, akan memberikan dampak terhadap perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila hal ini terjadi, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh terhadap neraca perdagangan, karena menurunnya nilai ekspor dibandingkan dengan nilai impor. Seterusnya, akan berpengaruh pula kepada neraca pembayaran Indonesia. Dan memburuknya neraca pembayaran tentu akan berpengaruh terhadap cadangan devisa.
Berkurangnya cadangan devisa akan mengurangi kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia, yang selanjutnya menimbulkan dampak negatif terhadap perdagangan saham di pasar modal sehingga terjadi capital outflow. Selanjutnya bila terjadi penurunan kurs yang berlebihan, akan
berdampak
pada
perusahaan-perusahaan
go
public
yang
menggantungkan faktor produksi terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari perusahaan seperti ini bisa mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya laba perusahaan. Selanjutnya dapat ditebak,
harga saham perusahaan itu akan anjlok dan otomatis ini akan berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (Ana Oktavia, 2007:32).
4. Keterkaitan suku bunga SBI Terhadap IHSG
Kenaikan tingkat suku bunga dapat meningkatkan beban perusahaan (emiten) yang lebih lanjut dapat menurunkan harga saham. Kenaikan ini juga potensial mendorong investor mengalihkan dananya ke pasar uang atau tabungan maupun deposito sehingga investasi di lantai bursa turun dan selanjutnya dapat menurunkan harga saham. Hal ini telah dibuktikan oleh Deddy Azhar Mauliano (2009) bahwa tingkat bunga berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Di Bursa Efek Indonesia.
I. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran digunakan untuk menunjukkan arah penyusunan penelitian dan mempermudah dalam menganalisa masalah yang dihadapi, maka diperlukan suatu kerangka pemikiran yang akan memberikan gambaran tahap-tahap penelitian untuk mencapai suatu kesimpulan. Secara garis besar, konsep dasar dari penelitian ini adalah menguji pengaruh jangka panjang dan jangka pendek pertumbuhan ekonomi (GDP), Inflasi, Nilai tukar Rupiah, tingkat suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga Saham di Indonesia (IHSG) Periode Januari 2006-Desember 2010.
Dalam penelitian ini, dilakukan terhadap 4 (empat) variabel makro ekonomi yang diduga berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham di Indoensia (IHSG). Adapun variabel makroekonomi yang diprediksikan berpengaruh terhadap Indeks harga saham IHSG adalah pertumbuhan ekonomi (GDP), inflasi, kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan tingkat suku bunga (SBI). Berdasarkan acuan tersebut maka penelitian ini mengunakan model koreksi kesalahan atau Erorr Corection Model (ECM), karena model ini mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang serta dapat memecahakan masalah variabel time series yang rentan dengan ke tidak stasioneran yang sebelumnya dilakukan pengujian awal adalah melihat data linier atau tidak nya sebuah data, kemudian uji stasionaritas mengikut Phillips Perron (PP), lalu pengujian kointegrasi EG kemudian uji asumsi klasik dan terakhir Uji EG-ECM. Untuk pengolahan data-data ini digunakan perangkat lunak Eviews 6. Atas dasar analisis tersebut maka pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari masing-masing variabel ekonomi makro terhadap IHSG dapat digambarkan dalam model paradigma seperti ditunjukkan dalam alur dari penelitian ini digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.3. Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian Secara Keseluruhan Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Indeks Harga Saham : Studi Kasus IHSG Periode Januari 2006 s.d Desember 2010 Latar Belakang Penelitian : Keberadaan pasar modal memiliki peranan penting dalam membangun perekonomian suatu negara. karena pasar modal menjalankan fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. kondisi perekonomian yang baik, merupakan sentimen positif yang berdampak pada kenaikan harga di pasar saham suatu negara.
Variabel Ekonomi Makro : GDP, INFLASI, KURS dan Tingkat Suku Bunga (SBI)
IHSG
Uji Linieritas
Uji Akar Unit data dengan PP test Tidak Uji Drajat Integrasi
STASIONER Ya
Tidak
Keluar dari pengujian
Dilihat apakah variabel yang diuji stasioner pada ordo yang sama
Uji Kointegritas
Uji Asumsi Klasik Uji ECM
Analisis Hasil / Interpretasi
Tidak
Pengujian Berhenti, Ambil keputusan
J. Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan atau jawaban sementara terhadap pertanyaan yang diajukan. Jadi, hipotesis dapat diartikan sebagai suatu pernyataan yang masih lemah kebenarannya dan perlu dibuktikan atau dugaan yang sifatnya masih sementara (Hasan, 2003: 140). Berdasarkan dari keterkaitan antar variabel di atas dapat dikemukakan hipotesis yang merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian, yaitu sebagai berikut :
1. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan pada jangka pendek variabel ekonomi makro yang meliputi pertumbuhan ekonomi (GDP), Inflasi, Kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan periode Januari 2006 – Desember 2010. 2. Diduga terdapat pengaruh yang signifikan pada jangka panjang variabel ekonomi makro yang meliputi pertumbuhan ekonomi (GDP), Inflasi, Kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bunga (SBI) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan periode Januari 2006 – Desember 2010.
BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Sesuai dengan tujuan penelitian ini, yaitu mengetahui pengaruh jangka panjang dan jangka pendek variabel makro ekonomi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan, maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari lima variabel, yang meliputi satu variabel tidak bebas (dependent variabel) dan empat variabel bebas (independent variabel). Adapun variabelvariabel tersebut adalah sebagai berikut : 1. Variabel tidak bebas yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) 2. Variabe bebas yaitu Gross Domestic Product (GDP), Inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US dan suku bunga (SBI) Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time series tiap bulanan, dari Januari 2006 sampai dengan Desember 2010, mengenai GDP, inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US, suku bunga SBI dan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia. Metode yang digunakan yaitu metode penelitian historis yang bersifat KausalDistributif, artinya penelitian yang dilakukan untuk menganalisis suatu keadaan yang telah lalu dan menunjukan arah hubungan antar variabel. B. Metode Penentuan Sampel Populasi adalah kumpulan individu atau obyek penelitian yang memiliki kualitas-kualitas serta ciri-ciri yang ditetapkan. Berdasarkan kualitas dan ciri tersebut, populasi dapat dipahami sebagai sekelompok individu atau
obyek pegamatan yang minimal memiliki satu persamaan karakteristik (Cooper, Emory, 1999). Populasi penelitian ini adalah berupa data dari pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan di BEI, GDP, inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US dan tingkat suku bunga SBI. Sedangkan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Harga Saham Gabungan di BEI, GDP, laju pertumbuhan inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US dan tingkat suku bunga SBI selama periode Januari 2006 – Desember 2010, yang masing-masing sebanyak 60 sampel yang diambil dari data per bulan. C. Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode dokumentasi, yaitu pengambilan dokumen-dokumen berupa laporan ekonomi bulanan, statistik bulanan BEI, laporan perkembangan Bank Indonesia, dan Laporan-laporan Lain yang berhubungan dengan penelitian. Sumber data berasal dari pusat referensi dari Bursa Efek Indonesia, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS) dan data- data pendukung dari buku ataupun beberapa publikasi yang berhubungan dengan penelitian ini yang dinilai dapat memeberikan informasi yang obyektif melalui jaringan website. Pada penelitian ini data yang dipergunakan adalah data sekunder dengan jenis data time series yang diambil dan dicatat dari berbagai instansi dan lembaga yang berkompeten dalam meneliti dan mempublikasikan datadata sebagai bahan penelitian. Seluruh data yang diperlukan dalam penelitian ini selama periode Januari 2006 – Desember 2010. yang dikumpulkan dengan
cara diunduh dari situs resminya di internet untuk kemudian diseleksi dan digunakan sesuai dengan keperluan analisis. D. Metode Analisis Data Dalam suatu analisis statistik, hal paling mendasar untuk suatu analisis adalah
deskripsi
dari
suatu
data
(Ahmad
Rodoni,2004:6).
Selain
mendeskripsikan hasil penelitian dalam bentuk tulisan, penelitian ini mengunakan metode penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel yang berbeda dengan suatu populasi, peneliti dapat mengetahui seberapa besar kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat serta besarnya arah hubungan yang terjadi. Dalam penelitian ini untuk menganalisis GDP, Inflasi, Kurs dan suku bunga SBI terhadap IHSG digunakan metode analisis yang digunakan untuk mengestimasi model penelitian ini adalah metode Engel Granger Error Corection Model (EG-ECM) yang diperkenalkan yang pertama kali diperkenalkan oleh Sargan dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Henry dan akhirnya dipopulerkan oleh Engle-Granger (RF Engle and CW Granger, 1987). Model koreksi kesalahan mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi, baik jangka pendek maupun jangka panjang serta mengkaji konsistensi tidaknya model empirik dengan teori ekonometrika. Selain itu, model ini mampu mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu yang tidak stasioner dan regresi lancung dalam ekonometrika.
Pengujian ekonometrika baru dilakukan bila terdapat indikasi adanya hubungan jangka panjang dengan menggunakan uji kointegrasi. Variabelvariabel dikatakan terkointegrasi bila stasioner pada ordo yang sama. Untuk menguji kesetasioneran data maka penelitian ini mengunakan Phillips-Peron (PP) test. Dalam Phillip-Peron test, perlu menentukan jumlah truncation lag untuk koreksi Newey-West, yaitu dengan menggunakan rumus N1/3 = 601/3 = 3.91 yang kemudian dibulatkan pada satuan nilai terdekat diatasnya yaitu 4 (Yahya Hamja, 2008). 1. Uji Linieritas Uji ini digunakan untuk mencari model persamaan yang paling baik diantara beberapa pilihan model, apakah menggunakan regresi linier biasa, semi log dan doubel log (Gujarati, 2002: 280-282). Uji linierritas data digunakan untuk mengetahui apakah data yang akan diolah telah mendekati linier atau belum. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data semi log (ln) dari variabel-variabel tersebut, yang berguna untuk memecahkan persamaan yang tidak diketahuinya merupakan pangkat dari variabel lain. Uji spesifikasi linearitas model, Uji ini biasanya didesain untuk menguji apakah suatu variabel penjelas cocok atau tidak dimasukkan dalam suatu model estimasi. Akan tetapi menurut Kennedy (1996) dalam Insukindro (2003) uji ini digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model estimasi linier atau tidak linier, dengan cara melihat nilai probabilitasnya. Pada penelitian ini digunakan uji JB.Ramsey spesifikasi
umum atau general test of spesification error. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut. Hipotesis Ho = model tidak linier Ha = model linier Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria. Bila probabilitas Obs* R2 > 0,05 maka signifikan, Ho ditolak (model linier). Bila probabilitas Obs* R2 < 0,05 maka tidak signifikan, Ha ditolak (model tidak linier). 2. Uji Akar Unit Dalam ekonometrika dikenal dengan beberapa pengujian unit root dan data ekonomi makro pada umumnya time series yang rentan dengan ketidak stasioneran, untuk itu sebelumnya dilakukan uji stasioner. Tujuan uji stasioner ini adalah agar meannya stabil dan random error nya = 0, sehingga model regresi yang diperoleh adalah regresi semu. Pengujian stasioner data dilakukan dengan uji akar unit PhillipsPeron (PP). pengunaan uji akar Phillips-Perron uji ini lebih baik dibandingkan dengan uji ADF dalam menganalisis data yang mempunyai volatilitas yang tinggi (Agus Widarjono, 2005). Uji Phillips-Peron (PP) memasukan adanya autokorelasi di dalam variabel ganguan dengan memasukan variabel independen berupa kelambanan diferensi. Phillips-Peron (PP) membuat uji akar unit dengan
mengukan metode statistik nonparametrik dalam menjelaskan adanya autokorelasi antara variabel gangguan tanpa memasukan variabel penjelas kelambanan deferensi. Statistik distibutif t tidak mengikuti statistik distributif normal tetapi mengikuti distributif statistik PP, sedangkan nilai kritisnya digunakan nilai kritis atau penentuan bentuk linear atau non linear dari model mengikuti prosedur yang dikembangkan oleh McKinnon, White dan Davidson (1983) atau MWD test. Sementara pengujian stasionaritas mengikuti Phillips-Peron (PP) dengan cara membandingkan antara nilai kritisnya yaitu distribusi statistik MacKinnon. Jika nilai absolut statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukan stasioner dan jika sebaliknya nilai absolut statistik PP lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut: Hipotesis Ho = data tersebut tidak stasioner pada derajat nol. Ha = data tersebut stasioner pada derajat nol. Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria : Jika PP test statistik > PP tabel (daerah kritis α = 5%) maka Ho ditolak, data stasioner pada derajat nol. Jika PP test statistik < PP tabel (daerah kritis α = 5%) maka Ha ditolak, data tidak stasioner pada derajat nol.
Kita juga harus menentukan apakah ujinya tanpa konstanta dan trend, hanya dengan konstanta ataukah dengan konstanta atau tren. Dalam menentukan panjangnya lag Uji PP mengunakan truncation lag q dari Newey-West. 3. Uji Derajat Integrasi Dalam uji akar unit PP bila menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak stasioner, maka diperlukan proses diferensi data. Uji stasioner data melalui proses diferensi ini disebut uji drajat integrasi. Seperti uji akar unit PP, keputusan sampai pada derajat keberapa suatu data akan stasioner dapat dilihat dengan membandingka antara nilai statistik PP yang diperoleh dari koefisien y dengan nilai kritis ditribusi statistik McKinnon. Jika nilai absolut dari statistik PP lebih besar dari nilai kritisnya pada diferensi tingkat pertama, maka data dikatakan stasioner pada derajat satu. Akan tetapi jika dilanjutkan pada diferensi yang lebih tinggi sehingga diperoleh data stasioner. Langkah-langkah pengujian sebagai berikut : Hipotesis Ho = data tersebut tidak stsioner pada derajat 1,2,…..dan seterusnya. Ha = data tersebut stasioner pada derajat 1,2,……dan seterusnya. Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria : Jika PP test statistik > PP tabel (daerah kritis α = 5%) maka Ho ditolak, data stasioner pada derajat 1,2,….. dan seterusnya.
Jika PP test statistik < PP tabel (daerah kritis α = 5%) maka Ha ditolak, data tidak stasioner pada derajat 1,2,….. dan seterusnya. 4. Uji Kointegrasi Uji kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar unit. Tujuannya adalah untuk mengkaji stasioneritas residual regresi kointegrasi. Stasioneritas penting jika ingin mengembangkan suatu model dinamis, terutama ECM yang mencakup variabel-variabel kunci pada regresi kointegrasi terikat, Pada penelitian ini digunakan uji kointegrasi Engel Granger. Pada umumnya data time series tidak stasioner pada level atau mengandung unit root, bila data tersebut sudah stasioner pada ordo yang sama, misalnya 1(1) maka dapat dilakukan uji kointegrasi untuk melihat apakah terdapat adanya hubungan keseimbangan antara variabel-variabel tersebut dalam jangka panjang. Langkah-langkah pengujian sebagi berikut: Hipotesis Ho = tidak terdapat hubungan jangka panjang antaravariabel independen dengan variabel dependen. Ha = terdapat hubungan jangka panjang antaravariabel independen dengan variabel dependen. Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria : Jika PP test statistik > PP tabel (daerah kritis α = 5%) maka Ho ditolak, terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independen dengan variabel dependen.
Jika PP test statistik < PP tabel (daerah kritis α = 5%) maka Ha ditolak, tidak terdapat hubungan jangka panjang antara variabel independen dengan variabel dependen. 5. Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik adalah pengujian ekonometrika untuk menilai ada tidaknya bias penelitian. Model regresi ini digunakan agar dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi persyaratan BLUE
(Best
Linier
Unbiased
Estimator)
yakni
tidak
terdapat
multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas. Apabila model yang
digunakan
terjadi
multikolinearitas,
autokorelasi,
dan
heteroskedastisitas maka regresi penaksir tidak efisien, peramalan berdasarkan regresi tersebut akan bias dan uji baku yang umum untuk koefisien regresi menjadi tidak valid. a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal Ghozali (2005: 110). Sedangkan dasar pengambilan keputusan dalam deteksi normalitas: Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Jargue-Bera test. langkah-langkah pengujian sebagai berikut. Hipotesis Ho = residual berdistribusi tidak normal Ha = residual berdistribusi normal
Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria : Bila probabilitas Obs* R2 > 0,05 maka signifikan, Ho ditolak (distribusi data normal). Bila probabilitas Obs* R2 < 0,05 maka tidak signifikan, Ha ditolak (distribusi data tidak normal). b. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) Ghozali (2005: 95-96). Untuk menguji keberadaan autokorelasi dalam penelitian ini digunakan statistik d dari Durbin-Watson (DW test) dimana angkaangka yang diperlukan dalam metode tersebut adalah dL (angka yang diperoleh dari tabel DW batas bawah), dU (angka yang diperoleh dari tabel DW batas atas), 4- dL dan 4-dU. Statistik d Durbin-Watson dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 3.1 Statistik d Durbin-Watson
Langkah-langkah pengujian sebagai berikut. Hipotesis Ho = tidak terdapat autokorelasi Ha = terdapat autokorelasi Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria. Bila nilai DW mendekati 0 atau 4 Ho ditolak, model terjadi autokorelasi (+/-). Bila nilai DW mendekati 2 Ho diterima, maka model tidak terjadi autokorelasi. Selain dengan mengunakan uji Durbin Watson, untuk melihat ada tidaknya autokorelasi dapat juga dipergunakan uji Langrage Multiplier (LM test), dengan membandingkan nilai probabilitas R-Square dengan α = 0,05 (Gujarati : 2006). Langkah-langkah pengujian sebagai berikut. Hipotesis Ho = tidak terjadi autokorelasi Ha = terjadi auto korelasi Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria : Bila probabilitas Obs* R2 < 0,05 maka Ho ditolak, terjadi autokorelasi. Bila probabilitas Obs* R2 > 0,05 maka Ho diterima, tidak terjadi autokorelasi. c. Uji Heteroskedasitisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain Ghozali (2005: 105). Jika varians dari residual satu
pengamatan
ke
pengamatan
lain
tetap,
maka
disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki
varian
yang
sama.
Pengujian
terhadap
gejala
heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan White Test, yaitu dengan cara meregresi residual kuadrat dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan perkalian variabel bebas. Pedoman dalam penggunaan model white test adalah jika nilai Chi-Square hitung lebih besar dari nilai X2 kritis dengan derajat kepercayaan tertentu (α) maka ada heteroskedasitisitas dan sebaliknya jika Chi-Square hitung lebih kecil dari nilai X2 menunjukan tidak adanya heterokedasitisitas. Dengan langkah langkah pengujian sebagai berikut. Hipotesis Ho = tidak terjadi heteroskedastisitas Ha = terjadi heteroskedastisitas Pengambilan keputusan dilakukan dengan kriteria : Bila probabilitas Obs* R2 < 0,05 maka Ho ditolak, terjadi heteroskedstisitas. Bila probabilitas Obs* R2 > 0,05 maka Ho diterima, tidak terjadi heteroskedstisitas.
6. Uji Error Corection Model (ECM) Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Engel Granger Error Correction Model (EG-ECM). Model koreksi kesalahan mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang serta mengkaji konsistensi model empiris dengan teori ekonomi. Setelah model ECM terbebas/lulus dari uji stasioner, uji drajat integrasi, uji kointegritas dan uji asumsi klasik, maka model ECM layak dipakai dan kemudian dilakukan analisis ECM. Analisis ini digunakan untuk melihat besarnya pengaruh
jangka pendek dan jangka panjang
variabel independen (GDP, Laju Inflasi, Nilai Tukar Rupiah/US$ dan Tingkat Suku Bunga SBI) terhadap variabel dependen IHSG di Bursa Efek Indonesia. Untuk
mengetahui
hubungan
antara
variabel-variabel
makroekonomi terhadap IHSG, digunakan regresi Error Correction Model (ECM). Model ini memiliki keunggulan dalam mengatasi masalah stasionaritas dan regresi lancung dalam time series data, serta mengukur hubungan jangka pendek dan jangka panjang (Thomas, 1997). Berikut merupakan model ECM yang digunakan pada penelitian ini : Model dasar
: IHSG = f (PDB, INF,KURS, SBI)
Model ekonometrika : IHSGt = βo + β1 GDPt + β2 INFt + β3 KURSt + β4 SBIt + e
Jika diuraikan dalam bentuk semi log akan berubah menjadi sebagai berikut: LNIHSGt = βo + β1 LNGDPt + β2 INFt + β3 LNKURSt + β4 SBIt + ECTt +e Sehingga rumus yang terbentuk dalam penelitian ini adalah : DLNIHSG C DLNGDP DINF DLNKURS DSBI LNGDP(-1) INF(-1) LNKURS(-1) SBI(-1) ECT Dimana : D
= difference, Xt – Xt-1
LN
= natural log
PDB
= Produk domestik produk
INF
= Inflasi
SBI
= suku bungan SBI
KURS
= nilai tukar Rupiah terhadap Dollar US
βo
= konstanta (constant)
β1….β4
= koefisien regresi variabel bebas
e
= error term
ECT
= error corection term
t
= periode waktu
Setelah model ECM terbentuk, maka pengujian dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu uji ECT (Error Corection Model).
7. Uji Error Corection Term (ECT) ECT adalah bagian dari pengujian analisa dinamis yaitu ECM. Nilai ECT diperoleh dari penjumlahan variabel independent bulan sebelumnya dikurangi variabel dependen bulan sebelumnya. Hal ini
dimaksudkan untuk melihat bagaimana pengaruh dari model tersebut baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Model ECT yang terbentuk pada penelitian ini adalah : ECT = LNGDPt(-1) + INFt(-1) + LNKURSt(-1) + SBI(-1) – LNIHSGt(-1) Kemudian regres model ECM secara berurutan sesuai dengan model yang telah ditemukan. Hasil probabilita ECT akan menetukan apakah model dapat dianalisa baik jangka pendek maupun jangka panjang. Jika variabel ECT positif dan signifikan 5%, maka spesifikasi model sudah valid dan dapat dijelaskan variabel dependen.
E. Operasional Variabel Dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, yang terdiri dari variabel terkait (dependent) yaitu Indeks Harga Saham Gabungan dan variabel bebas (indepedent) yaitu pertumbuhan ekonomi (GDP), laju pertumbuhan inflasi, kurs tengah Rupiah dan suku bunga Bank Indonesia (SBI). Operasional variabel dapat dirinci sebagai berikut. 1. Indeks Harga Saham Gabungan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) adalah angka yang
menunjukan pergerakan harga saham yang tergabung dalam IHSG yang ada di BEI. Pandji dan Piji (2003:101) mengemukakan untuk dapat melakukan perhitungan Indeks Harga Saham memerlukan waktu dasar dan waktu yang berlaku. Harga dasar ditetapkan sebesar 100%. Secara
sederhana menghitung indeks harga saham sebagai berikut (Pandji dan Piji:101) : H IHS = ────── x 100 % Ho IHS
: Indeks Harga Saham
Ht
: Nilai Pasar (waktu yang berlaku)
Ho
: Nilai Dasar (waktu dasar)
2. Produk Domestik Bruto Pendapatan nasional diwakili oleh Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan, seluruh output yang dihasilkan baik oleh warga negara indoneasi maupun warga negara asing yang ada di indonesia. PDB dirinci menurut lapangan usaha atas dasar harga tetap. GDP Nominal GDP Rill = ──────────── x 100 % GDP Deflator
GDP Rill
: nilai produk berdasarkan tahun dasar
GDP Nominal : nilai produk berdasarkan harga yang berlaku GDP Deflator : nilai produk berdasakan indeks harga 3. Laju inflasi Inflasi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kenaikan hargaharga barang yang berlangsung secara terus menerus. Perhitungan inflasi didasarkan pada metode pengukuran indeks Harga Konsumen (IHK) mengingat metode perhitungan ini adalah metode yang digunakan di
indonesia yang dilakukan Biro Pusat Statistik (BPS). IHK dapat digunakan untuk menghitung inflasi bulanan, triwulanan, semesteran dan tahunan menurut Tajul Khalwaty (2000 :38) perhitungan inflasi IHK menggunakan rumus berikut: IHKt - IHKt-1 LI =
x 100% IHKt-1
LI
: Laju Inflasi
IHKt : Indeks Harga Komsumen (tahun tertentu) IHKt-1 : Indeks Harga Konsumen (tahun sebelumnya) 4. Kurs Tengah Rupiah Kurs rupiah merupakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing atau valuta asing. Tetapi sebagaimana yang di kemukakan Agus Sartono (2001 : 468) bahwa sudah menjadi kesepakatan umum bahwa nilai tukar mata uang asing dinyatakan dalam Dollar basis (US$), kecuali nilai tukar British Pound, per US$. Tetapi operasional variabel kurs IDR diambil dengan ketetapan kurs tengah rupiah dengan alasan bahwa baik kurs jual maupun kurs beli mempunyai peran yang sama terhadap perekonomian makro. Sehingga penulis mendasarkan pengambilan kurs tengah rupiah berdasarkan beberapa institusi kelembangaan keuangan seperti Bank Indonesia, Bursa Efek Indonesia, Kamar Dagang dan Industri Indonesia, Badan Perencanaa Pembanguna Nasional dan institusi-institusi keuangan
lainnya. Adapun penetapan kurs tengah rupiah adalah (Publikasi Bank Indonesia): Kurs Jual + Kurs Beli Kurs Tengah Rupiah = ──────―─────────── 2
5. Suku bunga Bank Indonesia (SBI) SBI adalah surat berharga atas ujuk yan dikeluarkan oleh BI sebagai pengakuan hutang berjangka pendek dengan sistem diskonto yang bertujuan untuk mengendalikan jumlah uang yang beredar di masyarakat. Penentuan variabel SBI secara kuantitaif di ambil berdasarkan penetapan yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia setiap bulanya sebagai bank sentral di indonesia. Lebih lanjut Operasional variabel dapat terlihat secara lebih gamblang pada Tabel berikut di bawah ini : Tabel 3.1. Matriks Operasional Variabel Ekonomi Makro Indonesia dan IHSG Dimensi PDB
Inflasi
Nilai Tukar
Definisi
Indikator
Ukuran
Skala
Sumber data BI & BPS
seluruh output yang dihasilkan baik oleh warga negara indoneasi maupun warga negara asing yang ada di indonesia Kejadian dimana kenaikan harga secara terus menerus pada suatu negara Perbandingan nilai mata uang suatu negara dengan mata
Rata-rata bulanan PDB
Rupiah
Rasio
Rata-rata bulanan Laju inflasi
Persen
Rasio
BI
Rata-rata nilai tukar rupiah bulanan
Rupiah
Rasio
BI
uang negara lain Suku Surat berharga yang Bunga SBI dikeluarkan oleh pemerintah BI sebagai pengakuan utang berjangka pendek IHSG Suatu indeks yang merupakan nilai komulatif dari seluruh saham industri yang diperdagangkan di BEI
terhadap US$ Rata-rata bulanan tingkat suku bungan SBI Kinerja ratarata saham bulanan yang berada di BEI
Persen
Rasio
BI
Point
Rasio
BEI
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Sekilas Gambaran Umum Obyek Penelitian 1. Sejarah Pasar Modal Indonesia Pasar modal di Indonesia bukan merupakan hal baru. Secara historis pasar modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar modal atau bursa efek telah hadir sejak zaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912 yang diselenggarakan oleh Vereneging Voor de Effectenhandel. Pasar modal ketika itu didirikan oleh
pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Dengan berkembangnya bursa efek di Batavia, pada tanggal 11 Januari 1925 dibukalah Bursa Efek Surabaya, yang kemudian disusul dengan pembukaan bursa efek di Semarang pada tanggal 1 Agustus 1925. Perkembangan dan pertumbuhan pasar modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode kegiatan pasar modal mengalami kevakuman. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti perang dunia ke I dan II, perpindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi bursa efek tidak dapat berjalan sebagimana mestinya. Pada zaman Republik Indonesia Serikat (RIS), bursa efek diaktifkan kembali. Diawali dengan diterbitkannya Obligasi Pemerintah Republik Indonesia tahun 1950, kemudian disusul dengan diterbitkannya UndangUndang Darurat tentang bursa Nomor 13 tanggal 01 September 1951.
Undang-Undang Darurat itu kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 15 tahun 1952. Pada saat itu penyelenggaraan bursa diserahkan pada Perserikatan Perdagangan Uang dan Efek-efek (PPUE) dan Bank Indonesia (BI) ditunjuk sebagai penasihat. Kegiatan bursa kembali terhenti ketika pemerintah
Belanda
meluncurkan
program
nasionalisasi
perusahaan
perusahaan milik pemerintah Belanda pada tahun 1956. Program nasionalisasi ini disebabkan adanya sengketa antara pemerintah Indonesia dengan Belanda mengenai Irian Barat, dan sekarang bernama Papua, yang mengakibatkan larinya modal usaha ke luar negeri. Setelah terhenti sejak tahun 1956, pada tanggal 10 Agustus 1977. Presiden Suharto secara resmi membuka pasar modal di Indonesia yang ditandai dengan Go Public-nya PT. Semen Cibinong. Pada tahun itu juga pemerintah memperkenalkan Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) sebagai usaha untuk menghidupkan pasar modal. Kegiatan perdagangan dan kapitalisasi pasar saham pun mulai meningkat seiring dengan perkembangan pasar finansial dan sektor swasta yang mencapai puncak perkembangannya pada tahun 1990. Dengan pertumbuhan yang pesat dan dinamis, bursa efek perlu ditangani secara lebih serius. Untuk menjaga objektifitas dan mencegah kemungkinan adanya conflict of interest fungsi pembinaan dan operasional bursa harus dipisahkan dan dikembangkan dengan pendekatan yang lebih profesional. Akhirnya pemerintah memutuskan sudah tiba waktunya untuk melakukan swastanisasi bursa. Sehingga akhir tahun 1991 didirikan PT Bursa
Efek Jakarta dan diresmikan oleh Menteri Keuangan pada tanggal 13 Juli 1992. PT. Bursa Efek Jakarta yang selanjutnya disebut dengan nama BEJ dan menjadi salah satu bursa saham yang dinamis di Asia. Swastanisasi bursa saham menjadi BEJ ini mengakibatkan beralihnya fungsi BAPEPAM menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tahun 1995 adalah tahun dimana BEJ memasuki babak baru. Pada 22 Mei 1995 BEJ meluncurkan Jakarta Automatic Trading System (JATS), sebuah sistem perdagangan manual otomasi yang menggantikan sistem perdagangan manual. Dalam sistem perdagangan manual di lantai bursa terlihat dua (2) deret antrian, yang satu untuk antrian beli dan yang satu untuk antrian jual, yang cukup panjang untuk masing-masing sekuritas dan kegiatan transaksi dicatat di papan tulis. Oleh karena itu, setelah otomasi ini yang sekarang terlihat di lantai bursa adalah jaringan komputer-komputer yang digunakan pialang atau broker dalam bertransaksi. Sistem baru ini dapat memfasilitasi perdagangan saham dengan frekuensi yang lebih besar dan lebih menjamin kegiatan pasar yang adil dan transparan dibandingkan dengan sistem perdagangan manual. Pada tanggal 10 November 1995. Pemerintah mengeluarkan Undang – Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan mulai Januari 1996. Pada Juli 2000 BEJ menerapkan perdagangan tanpa warkat atau Secriples Trading dengan tujuan untuk meningkatkan likuiditas pasar dan menghindari peristiwa saham hilang dan pemalsuan saham, serta untuk
mempercepat proses penyelesaian transaksi. Tahun 2002 BEJ juga mulai menerapkan perdagangan jarak jauh atau Remote Trading sebagai upaya meningkatkan
akses
pasar,
efisien
pasar,
kecepatan
dan
frekuensi
perdagangan. Saham yang dicatatkan di BEJ adalah saham yang berasal dari berbagai jenis perusahaan yang go public, antara lain dapat berupa saham yang berasal
dari
perusahaan manufaktur, perusahaan perdagangan,
perusahaan jasa dan lain-lain. Perusahaan jasa dapat berupa jasa keuangan maupun jasa non keuangan. Perusahaan jasa keuangan adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa keuangan. Perusahaan ini terdiri dari dua kategori yaitu perbankan dan perusahaan jasa keuangan non bank. Perusahaan-perusahaan go public yang tercatat pada PT. BEI diklasifikasikan menurut sektor industri yang telah ditetapkan oleh PT. BEI yang
disebut
dengan
JASICA
(Jakarta
Stock
Exchange
Industry
Classification). Terdapat 9 (sembilan) sektor industri berdasarkan klasifikasi PT. BEI, yaitu: a. Sektor Pertanian (Agriculture), b. Sektor Pertambangan (Mining), c. Sektor Industri Dasar dan Kimia (Basic Industry and Chemicals), d. Sektor Aneka Industri (Miscellaneous Industry), e. Sektor Industri Barang Konsumsi (Consumer Goods Indusry), f. Sektor Properti dan Real Estate (Property and Real Estate),
g. Sektor Infrastruktur, Utilitas dan Tranportasi (Infrastructure, Utillities and Transportation), h. Sektor Keuangan (Finance), i. Sektor Perdagangan, Jasa, dan Investasi (Trade, Service, and Investment). Klasifikasi sektor industri perusahaan publik ini sangat bermanfaat dalam menganalisis perkembangan saham-saham perusahaan publik dari sektor terkait. Cara pandang saham dari perspektif klasifikasi sektor industri merupakan suatu cara yang populer dan dipakai luas baik oleh pemodal institusional maupun individu. Seiring dengan perkembangan pasar dan tuntutan untuk lebih meningkatkan efisiensi serta daya saing di kawasan regional, maka efektif tanggal 3 Desember 2007 secara resmi PT Bursa Efek Jakarta digabung dengan PT Bursa Efek Surabaya dan berganti nama menjadi PT Bursa Efek Indonesia. 2. Deskripsi Variabel Penelitian Dalam penelitian ini, terdapat 5 (lima) variabel yang akan dianalisis, dimana kelima variabel yang dimaksud dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu variabel dependen adalah IHSG, sedangkan variabel independen yang digunakan adalah PDB, Inflasi, Nilai Tukar Rupiah/US$ (Kurs) dan Tingkat Suku Bunga SBI. f. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pertama kali diperkenalkan pada tanggal 1 April 1983 sebagai indikator pergerakan harga saham
yang tercatat di bursa. Hari dasar perhitungan indeks adalah tanggal 10 Agustus 1982 dengan nilai 100. Sedangkan jumlah emiten yang tercatat pada waktu itu adalah sebanyak 13 emiten. Sekarang ini (Desember 2009) jumlah emiten yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sudah mencapai 398 emiten. Indeks harga saham sebagai cerminan dari pergerakan harga saham, Indeks harga saham membandingkan perubahan harga saham dari waktu ke waktu. Pergerakan nilai indeks tersebut akan menunjukkan perubahan situasi pasar yang terjadi. Pasar yang sedang bergairah atau terjadi transaksi yang aktif ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami kenaikan, sedangkan yang lesu ditunjukkan dengan indeks harga saham yang mengalami penurunan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) atau juga dikenal dengan Jakarta Composite Index (JKSE), mencakup pergerakan harga seluruh saham biasa dan saham preferen yang tercatat di BEI. Perkembangan IHSG di Bursa Efek Indonesia untuk periode tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1. Grafik Perkembangan IHSG
Sumber : Bursa Efek Indonesia (BEI) Seiring dengan perkembangan dan dinamika pasar, pergerakan IHSG mengalami periode naik dan turun. Berdasarkan Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa pergerakan IHSG mengalami peningkatan yang cukup drastis dari awal tahun 2006 sampai dengan awal tahun 2008. Namun di pertengahan tahun 2008 terjadi krisis ekonomi global yang berasal dari Amerika Serikat telah meruntuhkan perekonomian benua Eropa dan Asia. Dampak dari krisis finansial global telah mendorong jatuhnya nilai indeks harga saham sebesar 50% dalam kurun waktu yang relatif singkat (satu tahun) IHSG terus mengalami penurunan, dan puncaknya terjadi pada awal bulan Oktober 2008, dimana IHSG terkoreksi sebesar 10,38% hingga menyentuh level 1.451,669. Pada tiga bulan terkhir di tahun 2008 IHSG terus menurun yang diikuti
dengan penurunan nilai kapitalisasi pasar di BEI. Hal tersebut menyebabkan pada akhir tahun 2008, IHSG ditutup pada level 1.340,892 atau turun sebesar 51,17% dari level penutupan di tahun 2007 sebesar 2.745,826. Memasuki tahun 2009 pergerakan IHSG kembali mengalami peningkatan yang drastis, dimana pada bulan Oktober telah mecapai level 2.528,14 sampai pada tahun 2010 pada bulan Desember mencapai level 3703,51 dengan kenaikan 46,13%. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya menurunnya harga minyak dunia, menguatnya nilai tukar rupiah, serta sentimen regional. Artinya kondisi perekonomian yang baik merupakan sentimen positif yang akan berdampak pada kenaikan harga di pasar saham dan ini mengindikasikan bahwa pasar saham di Indonesia sangat aktif dan dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi investor dalam negeri maupun investor asing. Menurut Abdul Hamid (2009) pergerakan harga saham merupakan suatu yang dinamis, perubahanya dipengaruhi banyak faktor internal maupun eksternal. Kemampuan dalam memilih waktu yang tepat, baik dalam membeli maupun menjual saham tentunya sangat berpengaruh terhadap keuntungan yang akan diperoleh. Prinsip dasar dari transaksi perdagangan yang menguntungkan ialah membeli pada harga yang rendah dan menjual pada harga yang tinggi (buy low and sell high) . karena banyak faktor yang mempengaruhi harga saham, maka tentunya
sulit untuk menilai apakah harga saham saat ini rendah atau tinggi, terutama untuk memprediksi harga pada waktu yang akan datang. g. Gross Domstict Product (GDP) Gross Domstict Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan jumlah produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unit-unit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun. Dalam perhitungan PDB ini, termasuk juga hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan atau orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Gambar 4.2. Grafik Gross Domestic Product (GDP)
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Berdasarkan Gambar 4.2. dapat dilihat bahwa PDB terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, walaupun ada penurunan sedikit namun tidak terlalu signifikan. Diketahui bahwa PDB terendah terjadi pada awal bulan pada tahun 2006 pada bulan januari sebesar 442.484,5 Miliyar Rupiah. Sedangakan PDB tertinggi terjadi di akhir tahun 2010
pada bulan september sebesar 593.704,4 Miliyar Rupiah. Artinya perekonomian Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami perkembangan seiring dengan peningkatan aktifitas perekonomian. Hal ini karena adanya perbaikan ekonomi dengan dipulihkanya kegiatan dari berbagai sektor-sektor yang didorong peningkatan konsumsi swasta dan pemerintah, karena pertumbuhan ekonomi selama ini banyak ditopang konsumsi masyarakat. Artinya meskipun proses perbaikan ekonomi masih berjalan lambat, karena banyak beberapa faktor yang mempengaruhinya secara fundamental, mulai dari gejolak finansial, sosial dan politik dalam negeri yang menyebabkan laju pertumbuhan ekonomi cenderung melambat. h. Inflasi Secara sederhana inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya di suatu wilayah pada periode tertentu. Laju inflasi merupakan suatu indikator yang sangat menentukan dalam perekonomian makro suatu negara. Inflasi merupakan suatu masalah bagi ekonomi makro, jika pemerintah tidak segera menangani masalah inflasi akan menyebabkan ketidak stabilan suatu perekonomian yang akhirnya akan memperburuk kinerja perekonomian suatu negara.
Berdasarkan data yang diperoleh, Laju Inflasi untuk periode tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Gambar 4.3. Gambar 4.3. Grafik Laju Inflasi
Sumber : Bank Indonesia (BI) Melihat pada Gambar 4.3. dapat diketahui bahwa laju inflasi bersifat fluktuatif. Dimana tingkat inflasi yang tertinggi terjadi pada awal tahun 2006 di bulan februari sebesar 17,92 persen. Karena sebelumnya di akhir tahun 2005 inflasi sudah begitu tinggi dan ini berlajut pada awal tahun 2006. Inflasi yang begitu tinggi ini di karenakan gejolak meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) selama dua kali di tahun 2005. Kemudian inflasi terus dikendalikan melalui otoritas moneter untuk tidak menaikan tingkat suku bunga Bank, karena tekanan terhadap inflasi yang berdampak pada kenaikan suku bunga bank dituding sebagai penyebab kelesuan ekonomi dan melambatnya gerak sektor riil. Pada bulan oktorber 2006 sampai bulan januari 2008
tingkat inflasi menunjukan posisi yang stabil yang berkisar antara 6 sampai 7 persen. Kemudian pada pertengahan tahun 2008 Indonesia terkena dampak dari krisis finansial global yang terjadi di Negara Amerika Serikat, sehingga telah mendorong tingkat inflasi kembali naik pada bulan september 2008 mencapai 12,14 persen. Karena dampaknya tidak terlalu signifikan terhadap Negera Indonesia, dalam waktu singkat (kurang dari satu tahun) tingkat inflasi bisa di kendalikan, hingga tingkat inflasi paling terendah terjadi pada akhir tahun 2009 di bulan november mencapai 2,41 persen. Hal ini benar bahwa tingkat inflasi mengalami fluktuasi karena dampak internal maupun eksternal yang terjadi di Negara Indonesia. Kestabilan inflasi sangat mendukung dalam pembangunan ekonomi dan hal ini sedikit banyak dapat mempengaruhi tingkat investasi pasar modal di dalam negeri. i. Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD (KURS) Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore,1998:8). Gambar 4.4. Grafik Kurs
Sumber : Bank Indonesia (BI) Gambar 4.4. dapat dilihat bahwa nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS (Kurs) dari januari 2006 sampai september 2008 relatif stabil, karena fluktuasi yang terjadi tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Namun pada akhir tahun 2008 di bulan november nilai mata uang Rupiah terdepresiasi oleh dollar AS sebesar 12.151 Rupiah. Hal ini dikarenakan terkena dampak krisis global yang terjadi di Amerika Serikat. Kemudian Rupiah terapresiasi mulai dari pertengahan tahun 2009 sampai di akhir tahun 2010, dimana Rupiah terapresiasi sebesar 8.925 Rupiah di bulan
november 2010. Hal ini mengindikasikan
bahwa nilai Rupiah terhadap Dollar AS mengalami penguantan yang signifikan sehingga sedikit banyak dapat mempengaruhi tingkat investai di pasar modal. j. Suku Bunga SBI
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Sedangkan suku bunga adalah jumlah bunga yang harus dibayar per unit waktu. Jadi, tingkat suku bunga SBI jumlah bunga yang harus dibayar per unit waktu untuk SBI. Gambar 4.5. Grafik Tingkat SBI
Sumber : Bank Indonesia (BI) Berdasarkan Gambar 4.5. diatas dapat dilihat bahwa Tingkat Suku Bunga SBI selama tahun 2006 mengalami penurunan yang cukup signifikan yaitu dari 12,75 persen menjadi 8 persen sampai awal tahun 2008, sedangkan selama pertengahan tahun 2008 kembali terjadi kenaikan yang cukup signifikan yaitu dari 8 persen menjadi 9,25 persen atau kembali lagi seperti pada awal tahun 2007, kemudian selama pertengahan tahun 2009 Suku Bunga SBI dapat dikatakan stabil pada kisaran
6,5 persen sampai pada akhir tahun 2010.
Perubahan tingkat suku bunga yang tidak stabil ini, selanjutnya akan
mempengaruhi keinginan investor untuk mengadakan investasi, misalnya pada surat berharga, dimana harga dapat naik atau turun tergantung pada tingkat bunga (bila tingkat bunga naik maka surat berharga turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinan pemegang surat berharga akan menderita capital loss atau capital gain. B. Analisis Data Pengolahan data dilakukan dengan mengunakan Eviews 6.0 untuk mempermudah atas hasil yang didapat dari variabel-variabel yang diteliti. Dengan variabel bebas terdiri dari GDP, Inflasi, nilai tukar Rupiah terhadap USD dan suku bunga SBI, sedangkan variabel terikatnya yaitu Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Tahap awal dalam penelitian ini adalah dengan mengunakan uji Akar Unit terhadap seluruh variabel yang di uji, untuk melihat stasioner atau tidak nya sebuah data. Namun sebelumnya harus melalui uji Linieritas terlebih dahulu, agar mendapatkan model yang baik. 1. Linieritas Uji spesifikasi linearitas model, Uji ini biasanya didesain untuk menguji apakah suatu variabel penjelas cocok atau tidak dimasukkan dalam suatu model estimasi. Akan tetapi menurut Kennedy (1996) dalam Insukindro (2003) uji ini digunakan untuk menguji apakah bentuk fungsi suatu model estimasi linear ataukah model log-linear, dengan cara melihat nilai probabilitasnya. Pada penelitian ini digunakan uji JB.Ramsey spesifikasi umum atau general test of spesification error.
Tabel 4.1. Hasil Ramsey RESET Test Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio
7.005238 7.318541
Prob. F(1,54) Prob. Chi-Square(1)
0.0106 0.0068
Dari uji linieritas (uji Ramsey RESET Test) pada Tabel 4.7. nilai Probabilitinya adalam 0.0068 ternyata lebih kecil dari derajat kesalahan 5% (0.05) . Artinya ada permasalahan linieritas, dengan kata lain bentuk fungsi model estimasi dalam penelitian ini adalah tidak linier, yang berarti Ho diterima. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil regresi adalah bahwa yang baik untuk digunakan dalam model ECM adalah model Semi Log-linear. Model Semi-Log merupakan hasil transformasi logaritma model yang tidak linier. Transformasi hanya dilakukan beberapa variabel saja, yaitu menyederhanakan variabel yang nilai ukuran jaraknya begitu jauh. Melihat dari data yang digunakan adalah data semi log (ln) dari variabel-variabel yang diteliti, dimana ln merupakan log dengan bilangan dasar
yang berguna
untuk memecahkan persamaan yang tidak
diketahuinya merupakan pangkat dari variabel lain. Dimana log sendiri adalah fungsi matematika yang dengan bilangan dasar 10 yang kegunaannya untuk menyederhanakan suatu bilangan. 2. Uji Akar Unit
Uji akar unit dipandang sebagai uji stasioneritas karena pengujian ini pada prinsipnya bertujuan untuk mengamati apakah koefisien tertentu dari model otoregresif yang ditaksir mempunyai nilai satu atau tidak (Yahya Hamja, 2008) Tabel 4.2. Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat Level Level No.
Ho = Tidak Stasioner
Variabel PP test
CV 5%
Ha = Stasioner
1
LNIHSG
-1.239143
-2.911730
Terima Ho
2
LNGDP
-1.020586
-2.911730
Terima Ho
3
INF
-2.294683
-2.911730
Terima Ho
4
LNKURS
-1.960374
-2.911730
Terima Ho
5
SBI
-1.975883
-2.911730
Terima Ho
Sumber : Lampiran 2 Dari data yang diuji, dapat dilihat menunjukan ketidakstaioneran pada data di tingkat Level. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai Phillip-Perron test lebih kecil dari pada McKinnon Critical Value 5% (PPtest < CV 5%). Kesimpulan dari hasil data yang diolah adalah Ho diterima yaitu semua data tidak stasioner tingkat Level sehingga harus dilanjutkan pada tingkat berikutnya di uji Drajat Integrasi, sampai data menjadi stasioner. 3. Uji Derajat Integrasi Dalam uji akar unit PP, menghasilkan kesimpulan bahwa data tidak stasioner, maka perlu dilakukan proses diferensi data. Uji stasioner data melalui proses diferensi ini disebut uji derajat integrasi.
Tabel 4.3. Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat First Difference First Difference No.
Ho = Tidak Stasioner
Variabel PP test
CV 5%
Ha = Stasioner
1
LNIHSG
-5.412094
-3.489228
Tolak Ho
2
LNGDP
-3.712969
-3.489228
Tolak Ho
3
INF
-6.250748
-3.489228
Tolak Ho
4
LNKURS
-6.613480
-3.489228
Tolak Ho
5
SBI
-2.760495
-3.489228
Terima Ho
Sumber : Lampiran 3 Dari data yang diuji dapat dilihat bahwa hanya variabel IHSG, GDP, Inflasi dan Kurs yang stasioner pada tingkat first difference, sedangkan variabel suku bunga SBI masih menunjukan ketidak stasioneran pada tingkat first difference. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai Phillip-Perron test lebih kecil dari pada McKinnon Critical Value 5% (PPtest < CV 5%). Kesimpulan dari hasil data yang diolah adalah Ho ditolak yaitu variabel IHSG, GDP, Inflasi dan Kurs sudah stasioner pada tinggkat first difference dan Ho diterima yaitu data suku bunga SBI karena data masih belum stasioner dan perlu di lanjutkan pada tingkat berikutnya sampai data menjadi stasioner, dengan melakukan uji tingkat second difference.
Tabel 4.4. Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat Second Difference Second Difference No.
Ho = Tidak Stasioner
Variabel PP test
CV 5%
Ha = Stasioner
1
LNIHSG
-11.98980
-3.490662
Tolak Ho
2
LNGDP
-7.533063
-3.490662
Tolak Ho
3
INF
-14.11913
-3.490662
Tolak Ho
4
LNKURS
-13.60449
-3.490662
Tolak Ho
5
SBI
-7.382974
-3.490662
Tolak Ho
Sumber : Lampiran 4 Dari data yang diuji dapat dilihat bahwa semua variabel sudah stasioner pada second difference. Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai Phillip-Perron test lebih kecil dari pada McKinnon Critical Value 5% (PPtest < CV 5%). Kesimpulan dari data yang diolah adalah Ho ditolak yaitu semua variabel sudah sudah stasioner pada tingkat second difference dan pengujian dapat dilanjutkan dengan uji berikutnya yaitu Uji Kointegrasi. 4. Uji Kointegrasi Pendekatan kointegrasi merupakan isu statistik yang tidak dapat diabaikan yang berkaitan dengan pengujian terhadap kemungkinan adanya hubungan jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi seperti yang dikehendaki teori ekonomi. Pendekatan ini dapat pula dianggap sebagai uji teori ekonomi dan merupakan bagian penting dalam perumusan dan estimasi sebuah model dinamis (Indukindro, 2003).
Tabel 4.5. Uji Kointegrasi Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: None Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-3.766333 -2.604746 -1.946447 -1.613238
0.0003
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.003756 0.003868
Dari Tabel 4.4. diatas menunjuan nilai PP test > CV 5% yaitu 3.766333 > -1.946447 dengan probabilitas 0.0003 sehingga Ho ditolak. Artinya adalah residual dari persamaan telah stasioner pada derajat integrasi nol atau I(0). Sehingga setiap variabel dikatakan terkointegrasi atau terdapat adanya indikasi hubungan dalam jangka panjang. Adanya indikasi hubungan keseimbangan dalam jangka panjang belum dapat digunakan sebagai bukti bahwa terdapat hubungan antara variabelvariabelnya dalam jangka pendek dan jangka panjang. Sehingga untuk menentukan variabel mana yang menyebabkan perubahan pada variabel lainya, maka digunakan perhitungan Error Corection Model (ECM). 5. Uji Asumsi Klasik a. Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal Ghozali (2005:110). Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal (Gujarati, 2006). Gambar 4.6. Uji Normalitas Jarque-Bera 9
Series: Residuals Sample 2006M01 2010M12 Observations 60
8 7 6 5 4 3
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4.28e-13 -41.31721 521.9405 -463.7779 211.1679 0.776560 3.239167
Jarque-Bera Probability
6.173464 0.045651
2 1 0 -400
-200
0
200
400
Nilai probability nya 0.045651 ternyata lebih kecil dari derajat kesalahan α = 0.05, artinya data bersifat tidak normal yang berarti Ho diterima. Akan tetapi hal ini tidak menjadi masalah karena data yang digunakan sudah di uji dengan uji stasioneritas dan hasil olah data dari model nantinya menghasilkan nilai yang di inginkan. b. Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya) Ghozali (2005:95).
Tabel 4.6. Hasil Uji Lagrange Multiple Test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.619709 1.373525
Prob. F(2,52) Prob. Chi-Square(2)
0.5420 0.5032
Dari Tabel 4.5. pada tabel uji LM dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Chi-Square 0.5032 atau lebih besar dari α = 0.05. Hal ini berarti dalam model ini tidak terdapat adanya autokorelasi, yang berarti Ho ditolak. c. Heteroskedastisitas Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain Ghozali (2005: 105). Jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Tabel 4.7. Hasil White Heteroskedasticity Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
1.831690 20.46523 21.01377
Prob. F(13,46) Prob. Chi-Square(13) Prob. Chi-Square(13)
0.0663 0.0842 0.0727
Dari Tabel 4.6. dapat dilihat bahwa dalam model ini nilai probabilitas sebesar 0.0842 dengan Obs*R2 20.46523 yaitu diatas derajat
keslahan 5% (0,05). Hal ini berarti dalam model tidak terdapat adanya heteroskedastisitas yang berarti Ho ditolak. 6. Uji Error Corection Model (ECM) Setelah model ECM terbebas/lulus dari uji stasioner, uji drajat integrasi, uji kointegritas dan uji asumsi klasik, maka model ECM layak dipakai dan kemudian dilakukan analisis ECM. ECM merupakan salah satu pendekatan untuk menganalsis model times series yang digunakan untuk melihat konsistensi antara hubugan jangka pendek dengan hubungan jangka panjang dari variabel-variabel yang di uji. Tabel 4.8. Hasil Regresi Error Corectin Model (ECM) Dependent Variable: D(LNIHSG) Method: Least Squares Date: 05/31/11 Time: 12:36 Sample (adjusted): 2006M02 2010M12 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(LNGDP) D(INF) D(LNKURS) D(SBI) LNGDP(-1) INF(-1) LNKURS(-1) SBI(-1) ECT
11.15605 -1.163920 0.006585 -1.684899 -0.153176 -0.385912 -0.294554 -1.097037 -0.367761 0.303370
5.969192 1.242711 0.007773 0.244419 0.061416 0.315367 0.116368 0.448889 0.148056 0.120670
1.868938 -0.936597 0.847196 -6.893491 -2.494060 -1.223692 -2.531229 -2.443894 -2.483925 2.514057
0.0676 0.3536 0.4010 0.0000 0.0161 0.2269 0.0146 0.0182 0.0165 0.0153
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.609515 0.537793 0.056798 0.158075 90.98817 8.498314 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.018651 0.083544 -2.745362 -2.393237 -2.607906 2.088772
Dari hasil olah data uji Error Corection Model, pada Tabel 4.9. menunjukan bahwa nilai koefisien ECT sudah terletak antara 0 dan 1 yaitu besaran koefisien ECT 0.303370 menunjukkan bahwa proporsi biaya ketidakseimbangan dalam perubahan Indeks Harga Saham Gabungan pada persaman sebelumnya yang disesuaikan dengan perubahan sekarang adalah sekitar 30.03370%. ketidaksesuaian antara nilai aktual IHSG dan nilai IHSG yang diinginkan akan disesuaikan dalam waktu satu tahun. Dapat dilihat t-statistiknya lebih dari 2 yaitu 2.514057 dengan probabilitas 0.0153, angka ini terletak dibawah 0.05. Hal ini berarti ECT sudah signifikan pada tingkat kepercayaan α = 0.05 secara statistik. Hal ini menunjukan bahwa variabel Independent yang ada pada model secara bersama-sama
berpengaruh terhadap variabel
Dependent.
Dengan
demikian, spesifikasi model yang dipakai dalam penelitian ini adalah tepat dan mampu menjelaskan hubungan jangka pendek maupun jangka panjang. Oleh karena itu persamaan tersebut sudah sahih dan tidak ada alasan untuk ditolak (Indukindro, 1993:12-16). Dari hasil estimasi regresi dengan pendekatan ECM, variabel jangka pendek ditunjukkan oleh DLNGDP,DINF, DLNKURS dan DSBI. Namun dalam jangka panjang perlu dihitung dengan cara menjumlahkan nilai koefisien tiap-tiap variabel jangka panjang LNGDP(-1), INF(-1), LNKURS(-1) dan SBI(-1) dijumlah dengan nilai koefisien ECT kemudian
dibagi dengan koefisien ECT. Rumus koefisien simulasi jangka panjang sebagai berikut: LNGDP (-1) =
INF (-1)
=
C5 C9
………………………………………....(4.2)
C6 C 9 ………………………………………….(4.3) C9
LNKURS (-1) =
C7
SBI (-1)
C8
=
C9
C9
…………………………………….……(4.4)
C9
……………………………………….…(4.5)
C9
C9
Tabel 4.9. Hasil Regresi ECM Coefficient Variabel
Notasi
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Konstanta
C
11.15605
11.15605
Pertumbuhan Ekonomi
D(LNGDP)
-1.163920
-0.272083
Inflasi
D(INF)
0.006585
0.002906
Kurs
D(LNKURS)
-1.684899
-2.616168
Suku Bunga SBI
DSBI
-0.153176
-0.212252
Sumber : Lampiran 9 (data diolah) Berdasarkan hasil output data yang sudah diolah, maka hasil regresi ECM
dalam jangka pendek dan jangka panjang di dapat hasil
sebagai berikut. D (LNIHSG) = 11.15605 – 1.163920* D(LNGDP) + 0.006585* D(INF) – 1.684899* D(LNKURS) – 0.153176* D(SBI) – 0.272083*
LNGDP (-1) + 0.002906* INF (-1) – 2.616168* LNKURS (-1) – 0.212252* SBI (-1) + 0.303370* ECT. C. Interpretasi Data Interpretasi Data dari Hasil Regresi ECM untuk masing-masing koefisien regresi adalah: 1. Konstanta Dalam jangka pendek dan jangka panjang nilai konstanta sebesar 11.15605 menunjukkan apabila nilai variabel independen (LNGDP, INF, LNKURS dan SBI) konstan maka besarnya Indeks Harga Saham Gabungan adalah sebesar 11.15605 point. 2. Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi (GDP) terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) a. Jangka Pendek Hasil estimasi jangka pendek variabel pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap variabel indeks harga saham gabungan pada tingkat signifikansi sebesar 5% dengan probabilitas sebesar 0.3536. b. Jangka Panjang Hasil estimasi jangka panjang variabel pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan terhadap variabel indeks harga saham gabungan pada tingkat signifikansi sebesar 5% dengan probabilitas sebesar 0.2269. 3. Pengaruh Inflasi terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
a. Jangka Pendek Hasil estimasi jangka pendek variabel inflasi memiliki pengaruh yang positif dan tidak signifikan terhadap variabel indeks harga saham gabungan pada tingkat signifikansi sebesar 5% dengan probabilitas sebesar 0.4010. b. Jangka Panjang Hasil estimasi jangka panjang variabel inflasi memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap variabel indeks harga saham gabungan pada tingkat signifikansi sebesar 5% dengan probabilitas sebesar 0.0146. Koefisien tingkat inflasi sebesar 0.002906 artinya dengan mengasumsikan pengaruh faktor-faktor lain konstan, setiap kenaikan yang terjadi pada tingkat inflasi sebesar 1% akan menyebabkan perubahan kenaikan pada indeks harga saham gabungan sebesar 0.002906 point. 4. Pengaruh Kurs Rupiah terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) a. Jangka Pendek Hasil estimasi jangka pendek variabel kurs memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap variabel indeks harga saham sektor keuangan pada tingkat signifikansi sebesar 5% dengan probabilitas sebesar 0.0000. Koefisien kurs sebesar -1.684899 artinya dengan mengasumsikan pengaruh faktor-faktor lain konstan, setiap kenaikan yang terjadi pada kurs Rupiah sebesar 1 rupiah akan menyebabkan
perubahan penurunan pada indeks harga saham gabungan sebesar 1.684899 point. b. Jangka Panjang Hasil estimasi jangka panjang variabel kurs memiliki pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap variabel indeks harga saham sektor keuangan pada tingkat signifikansi sebesar 5% dengan probabilitas sebesar 0.0182. Koefisien kurs sebesar -2.616168 artinya dengan mengasumsikan pengaruh faktor-faktor lain konstan, setiap kenaikan yang terjadi pada kurs Rupiah sebesar 1 rupiah akan menyebabkan perubahan penurunan pada indeks harga saham gabungan sebesar 2.616168 point. 5. Pengaruh Suku Bunga SBI terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) a. Jangka Pendek Hasil Estimasi jangka pendek variabel suku bunga SBI memiliki pengaruh negatif dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% dengan probabilitas sebesar 0.0161 terhadap indeks harga saham gabungan. Koefisien tingkat suku bunga SBI -0.153176, artinya dengan mengasumsikan pengaruh faktor-faktor lain konstan, setiap kenaikan yang terjadi pada suku bungan SBI sebesar 1% akan mengakibatkan perubahan penurunan terhadap indeks harga saham gabungan sebesar 0.153176 point. b. Jangka Panjang
Hasil Estimasi jangka panjang variabel suku bunga SBI memiliki pengaruh negatif dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% dengan probabilitas sebesar 0.0165 terhadap indeks harga saham gabungan. Koefisien tingkat suku bunga SBI -0.212252, artinya dengan mengasumsikan pengaruh faktor-faktor lain konstan, setiap kenaikan yang terjadi pada suku bungan SBI sebesar 1% akan mengakibatkan perubahan penurunan terhadap indeks harga saham gabungan sebesar 0.212252 point. D. Pembahasan Analisis Statistik 1. Jangka Pendek Hasil penemuan ini menemukan kenyataan bahwa dalam jangka pendek variabel Gross Doestik Product (GDP) tidak memberi pengaruh secara signifikan terhadap Indeks IHSG. Tanda negatif pada koefisien artinya adalah bahwa pertumbuhan ekonomi yang meningkat berarti meningkat pula kesejahteraan dan daya beli masyarakat. Masyarakat cenderung untuk menggunakan uangnya dalam bentuk konsumsi barang dan jasa, sehingga investasi kurang diminati yang mengakibatkan turunnya kinerja saham di BEI, demikian pula dengan Indeks Harga Saham Gabungan. Begitu juga dalam jangka pendek di variabel Inflasi juga tidak memberikan pengaruh hubungan yang sigifikan terhadap Indeks IHSG. Tanda negatif pada koefisien, artinya hal ini pada dasarnya masih didominasi oleh motif-motif spekulasi sehingga fundamental ekonomi, seperti Inflasi tidak terlalu mempengaruhinya.
Sedangkan untuk variabel Kurs terdapat hubungan signifikan terhadap Indeks IHSG, tanda negatif pada koefisien artinya adalah manakala fluktuasi rupiah yang cukup tajam dan sulit untuk diprediksi sehingga investor cenderung untuk menghindari resiko dengan tidak memperhitungkan faktor kurs Rupiah dalam berspekulasi. Investor akan menghindari terjadinya undervalue dalam penjualan saham overvalue dalam pembelian saham. Untuk variabel suku bunga SBI juga terdapat hubungan yang signifikan terhadap Indeks IHSG. Koefisien suku bunga SBI yang bertanda negatif artinya adalah hal ini terjadi karena SBI secara tidak langsung berpengaruh terhadap indeks harga saham gabungan melalui perubahan jumlah uang beredar yang dikendalikan melalui sukubunga SBI sebagai instrumen kebijakan moneter. Sehingga dengan meningkatnya sukubunga SBI maka dana masyarakat akan terserap ke sektor perbankan dan transaksi di pasar modal mengalami penurunan demikian pula dengan indeks harga saham gabungan. 2. Jangka Panjang Hasil menunjukan kenyataan bahwa dalam jangka panjang variabel Gross Domestic Product (GDP) berhubungan negatif dan tidak signifikan terhadap Indeks IHSG. Hal ini kemungkinan mengindikasikan bahwa saham belum dipandang sebagai instrument investasi (jangka panjang) yang bagus sehingga permintaan masyarakat terhadap saham tidak meningkat. Untuk investasi, masyarakat lebih tertarik pada sektor produktif (sektor riil) dari pada untuk investasi ke pasar modal.
Argumentasi tersebut sejalan dengan berbagai temuan lain bahwa IHSG dalam jangka panjang tidak berpengaruh. Dalam jangka panjang tingkat inflasi berhubungan positif dan signifikan terhadap Indeks IHSG, hal ini bertolak belakang dengan kenyataan yang ada dilapangan. Sehingga indikasi yang digunakan adalah pada dasarnya jumlah uang beredar berhubungan erat dengan Inflasi. Menurut Mankiw (2003), ke eratan hubungan inflasi dengan jumlah uang beredar tidak bisa dilihat dalam jangka pendek. Teori inflasi ini bekerja paling baik dalam jangka panjang, bukan dalam jangka pendek. Teori ini yang digunakan sebagai indikasi bahwa apabila terjadi inflasi hal ini mengisyaratkan jumlah uang yang beredar di masyarakat meningkat. Dan ketika jumlah uang beredar di masyarakat meningkat maka masyarakat akan mengunakan uang yang mereka pegang untuk kebutuhan konsumsi dan berjaga-jaga. Dari kelebihan uang tersebut bisa digunakan untuk berinvestasi dan dengan harapan memperoleh return pada berbagai instrumen termasuk pasar modal (saham). Hal ini dapat disimpulkan, ketika inflasi naik yang berarti jumlah uang beredar di masyarakat juga naik akan mengakibatkan kenaikan terhadap indeks IHSG. Ketidakpastian return riil sekuritas berbunga tetap yang disebabkan oleh ketidakpastian inflasi sering disebut dengan risiko daya beli (purchasing power) (Sharpe, et all, 1999: 373). Dalam jangka panjang variabel kurs berhubungan negatif dan signifikan terhadap indeks IHSG. Artinya dalam jangka panjang
perusahaan-perusahaan tidak mampu mengatasi berbagai dampak positif akibat apresiasi rupiah, Perusahaan yang berorientasi ekspor akan mengalami penurunan permintaan output ke luar negeri akibat lebih mahalnya harga output jika dihitung dalam denominasi dollar AS. Perusahaan-perusahaan yang listed di BEI sebagian besar adalah perusahaan yang berorientasi ekspor sehingga apresiasi justru akan menurunkan nilai intrinsik (return) perusahaan dalam jangka panjang (Ana Oktavia, 2007). Dalam jangka panjang variabel suku bunga SBI berhubungan negatif dan signifikan terhadap indeks IHSG. Hal ini dikarenakan kenaikan suku bunga SBI akan menyebabkan kenaikan suku bunga deposito perbankan dan instrumen keuangan lainnya. sehingga akan menyebabkan investor lebih
tertarik
menginvestasikan
dananya
pada
sektor
perbankan
dibandingkan dengan di pasar modal. Akibatnya ini akan menurunkan tingkat Indeks IHSG. (Judisseno, 2002: 43). Kenaikan suku bunga SBI secara terus menerus dalam jangka panjang akan memperburuk kinerja pasar modal. Adanya perbedaan tingkat signifikansi probabilitas jangka pendek dengan jangka panjang dapat disebabkan antara lain investor lebih memperhitungkan faktor lain diluar sukubunga SBI. Faktor lain yang mempengaruhi investor antara lain yaitu pembagian dividen yang besar.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Dalam jangka pendek tidak terdapat pengaruh variabel GDP dan inflasi terhadap IHSG. Sedangkan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS (kurs) terdapat pengaruh terhadap IHSG, Dimana jika Kurs Rupiah menguat terhadap Dollar AS sebesar 1 Rupiah maka akan menurunkan Indeks IHSG sebesar 1.684899 point. Begitu juga dengan suku bunga SBI terdapat pengaruh terhadap IHSG. Dimana jika suku bunga SBI naik 1% maka akan menurunkan indeks IHSG sebesar 0.153176 point. Hal ini membawa implikasi bahwa variabel GDP inflasi tidak dapat digunakan untuk memprediksi nilai IHSG dalam jangka pendek. Sedangkan variabel Rupiah terhadap Dollar AS (kurs) dan suku bunga SBI dapat digunakan untuk memprediksi nilai IHSG dalam jangka pendek. 2. Dalam jangka panjang tidak terdapat pengaruh variabel GDP terhadap IHSG. Tetapi variabel inflasi berpengaruh terhadap indeks IHSG, dimana jika inflasi naik sebesar 1%, maka akan meningkatkan indeks IHSG sebesar 0.00290 point. Sedangkan untuk variabel kurs terdapat pengaruh terhadap IHSG. Dimana jika Kurs Rupiah menguat terhadap Dollar AS sebesar 1 Rupiah maka akan menurunkan Indeks IHSG sebesar 2.616168 point. Dalam jangka panjang suku bunga SBI juga terdapat pengaruh
terhadap indeks IHSG. dimana jika suku bunga SBI naik 1% maka akan menurunkan indeks IHSG sebesar 0.212252 point.
Hal ini membawa
implikasi bahwa variabel GDP tidak dapat digunakan untuk memprediksi nilai IHSG dalam jangka panjang. Sedangkan variabel Inflasi, Rupiah terhadap Dollar AS (kurs) dan suku bunga SBI dapat digunakan untuk memprediksi nilai IHSG jangka panjang.
B. Saran Beberapa saran yang ditujukan bagi pemerintah, dan pelaku pasar dalam menjalankan kegiatan investasi di pasar modal serta saran bagi peneliti dan akademisi dengan maksud dapat meningkatkan penelitian di bidang investasi di pasar modal antara lain : 1. Karena variabel makroekonomi terbukti berpengaruh terhadap pergerakan harga saham, maka perlu adanya upaya dari pemerintah dan otoritas moneter untuk menjaga kestabilan variabel makroekonomi tersebut supaya pergerakan indeks harga saham terkendali dan sesuai dengan yang diharapkan. Khusus nya dalam jangka pendek memperhatikan variabel Kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bunga SBI, sedangkan dalam jangka panjang yang lebih di perhatikan adalah variabel Inflasi, Kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bunga SBI. 2. Karena terbukti berpengaruh terhadap pergerakan indeks harga saham, investor diharapkan memperhatikan variabel-variabel makroekonomi dalam keputusan investasi di pasar modal. Khususnya dalam jangka
pendek memperhatikan variabel Kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bunga SBI, sedangkan dalam jangka panjang yang lebih di perhatikan adalah variabel Inflasi, Kurs Rupiah terhadap Dollar AS dan suku bunga SBI. 3. Untuk memperdalam kajian ini, pengembangan penelitian dapat dilakuan dengan menambah variabel lainnya dan memperpanjang data penelitian, sehingga dapat memberikan hasil penelitian yang lebih akurat dan baik.
DAFTAR PUSTAKA Buku Teks Adiningsih, Sri dkk, “Perangkat Analisis dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia”, P.T. Bursa Efek Jakarta, Jakarta, 1998. Agus Sartono, “Manajemen Keuangan, Teori dan Aplikasi”, Edisi Keempat, BPFE, Yogyakarta, 2001. Anoraga, Panji dan Piji Pakarti, “Pengantar Pasar Modal”, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2000. _______, “Pengantar Pasar Modal”. Edisi Revisi Jakarta: PT.Rineka Cipta, Jakarta, 2008 Bodie, Kane Marcus, “Invesment”, Edisi Enam, Salemba Empat, Jakarta, 2006. Boediono, “Ekonomi Moneter”, Edisi 3, BPFE: Yogyakarta, 2000. Dornbush, Rudiger and Fisher, Standley and Startz, Richard, “Macroeconomic” ninth edition, Mc Graw-Hill Companies, New York, 2004. Engle, Robert F. dan C. W. J. Granger, “Co-integration and Error Correction : Representation, Estimation, and Testing, Econometrica”, Vol. 55, No. 2, March 251-279. 1987 Fabozzi, E.J. and Francis, J.C, “Capital Markets and Institution and Instrument”, Upper Saddle River New Jersey, 1996. Farid Harianto, Siswanto Sudomo, “Perangkat dan Teknik Analisis Investasi di Pasar Modal Indonesia”, PT Bursa Efek Indonesia, Indonesia, 1998. Gozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS”, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang, Semarang, 2005. Gujarati, Damodar R, “Dasar-dasar Ekonometrika”, Jilid 1, Alih Bahasa Julius Mulyadi, Erlangga, 2006. Halim, Abdul, “Analisis Investasi”, Salemba Empat, Depok, 2005. _______, Analisis Investasi, edisi kedua, PT gramedia Pustaka Utama Indonesia. Jakarta, 2006. Hamid, Abdul. “Pasar Modal Syariah”. Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta. 2009 Hamja, Yahya, “Modul ekonometrika”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.
Indriyo, “Manajemen Keuangan”, BPFE, Yogyakarta, 1981. Insukindro, “Ekonomi Uang dan Bank”, BPFE, Yogyakarta, 1993 Karhi Nisjar, Winardi, “Ilmu Ekonomi Makro”, CV Mandiri Maju, Bandung, 1997. Ketut, Rinadjin, “Pengantar Perbankan dan Lembaga Keuangan”, PT. Gramedia Pustaka Utama, Indonesia, 2000. Khalwaty, Tajul. Inflasi dan Solusinya. PT. Gramedia Pusaka Utama: Jakarta. 2000 Kuncoro,Mudrajad, “Manajemen Keuangan Internasiona”l, BPFE, Yogyakarta, 1996. Madura, Jeff, “Financial Management”, Florida University Express, 1993. Mandala, Manurung dan Raharja, Pratama, “Pengantar Ilmu Ekonomi (Mikro Ekonomi Dan Makro Ekonomi)”, Edisi Ketiga Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia : Jakarta, 2008. Mankiw, Gregory N, “Makro Economic”. Ninth Edition, Mc Grow-Hill, New York, 2002. ________, “Principles of Economics. Pengantar Ekonomi Makro”, Edisi Ketiga, Salemba Empat, Alih Bahasa Chriswan Sungkono, Jakarta, 2006. Manurung, Jonni J, Manurung, Adler H, Saragih, Ferdinand D, “Ekonometrika”, Cetakan Pertama, Penerbit Elex Media Computindo, Jakarta, 2008. Maurice D. Levi, “Keuangan Internasional”. Buku 1, Penerbit Andi, Yogyakarta. 2001 McConnel Cambel R. and Stayle L. Brue., “Macroeconomics Principle, Problem And Policies”, fiftinth edition, the McGraw-Hill Companies, New York, 2005 Nopirin, “Ekonomi Moneter”, Buku 2 Edisi1, BPFE. Yogyakarta, 1996. ________, “Ekonomi Moneter”, Buku II, Edisi ke 1, Cetakan Kesepuluh, BPFE UGM, Yogyakarta, 2000. O.P Simorangkir, “Pengantar Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank”, Ghalia Indonesia, Bogor, 2005.
Rahardja, Pratama dan Manurung, Mandal, “Teori Ekonomi Makro”, Edisi Dua, Fakultas Ekonomi, Universtas Indonesia, Jakarta, 2004. Raharjo, Budi, “Jeli Investasi Saham ala Warent Buffet”, Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2009. Rodoni Ahmad, “Statistik Bisnis”, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004. ________, “Modul Instsitusi Depositori dan Pasar Modal” fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008 ________, “Panduan Penulisan Skripsi” Fakultas Ekonomi dan Bisnis Press, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010. Samuelson, Paul A and Nordhaus, William D, “Economic”, Eigthteenth Edition, Mc Grow-Hill, New York, 2005. Sri Handaru Yulianti, Handayo Prastyo, “Dasar-Dasar Manajemen Keunagan Internasional”, Penerbit Andi, Yogyakarta, 2002. Suad Husnan, “Dasar-Dasar Manajeman Keungan internasional”, Penerbit Andi. Yogyakarta, 2002. Sugiyono, “Metode Penelitian Bisnis”, CV Alfabeta, Bandung, 2005. Sukirno, Sadono, “Makroekonomi Modern”, PT.Raja Garfindo Persada, Jakarta, 2000 Sukirno, Sadono, “Teori Pengantar Ekonomi Makro”, PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2004. Sukirno, Sadono, “Teori Makro Ekonomi”, Cetakan Keempatbelas, Rajawali Press, Jakarta, 2002 Todaro, Michalle P dan Stephen C. Smith. “Pembanguna Ekonomi”, Edisi 9, Erlangga : Jakarta, 2006 Todaro, Michalle P and Stephen C. Smith, “Economic Development”, Pearson USA, 2009 Widarjono, Agus. Ekonometrika : “Teori dan Aplikasi untuk ekonomi dan bisnis Ekonesia” FEUII: Yogyakarta 2007 Wiley, Jhon. “An Introduction To Equity Markets”, The reuters financial Training Series, 2001
Jurnal dan Karya Ilmiah Azhar Mauliano, Deddy, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (Ihsg) Di Bursa Efek Indonesia”, jurnal ekonomi Universitas Gunadarma, 2009. Dossugi, Samuel, “Analisis Sensitifitas Harga Saham Terhadap Pergerakan Pasar Di Bursa Efek Jakarta 1998-2005”. Jurnal ekonomi dan bisnis, 2 Agutus, 144-152 Tahun 2005 Frensidy, Budi, “Analisis Pengaruh Jual-Beli Asing, Kurs, dan Indeks Hang Seng terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakrta dengan Model Garch”, Jurnal Fakultas ekonomi Universitas Indonesia, Depok 2009 Gunawan dan Adler Haymans Manurung, “Pengaruh Komoditas Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan”, 2008 Habib lotfi, Reza moshari dan Mortaza lotfi, “Pengaruh variabel ekonomi makro terhadap indeks harga total bursa saham di Teheran, Iran”, The International Conference on Islamic Economics and Economies of the OIC Countries 2009 28-29 April 2009. Hendrie Anto dan Rizky Amelia, “Pengaruh variabel makroekonomi terhadap harga saham : studi kasus JII dan IHSG periode Januari 2002 s/d Desember 2006”, 2007. Nadeem Hussain Sohail dan Zakir, “Jangka panjang dan jangka pendek hubungan antara variabel makroekonomi dan harga saham di pakistan: studi kasus Bursa Efek.”Pakistan Economic and Social Review Volume 47, No.2 (Winter 2009), pp. 183-198. 2009 Pananda, Pasaribu, Wilson RL Tobing dan Haymans Manurung, “Pengaruh Variabel Makro Ekonomi terhadap IHSG”, Jurnal, 2008. Prantik, Ray and Vani Vina, “Pergerkan Pasar Saham India : Studi Kasus Pada Linkage Dengan Ekonom Rill Di Era Reformasi”. Journal economic National Institute of Management, Kolkata, India, 2004 Raditia Sukmana, Ahmad Hudaifah, dan Shochrul Rohmatul Ajija, “Analisis Pengaruh Inflasi, Suku Bunga Dan Kurs Nilai Tukar Terhadap Saham Jakarta Islamic Index”. The International Conference on Islamic Economics and Economies of the OIC Countries 2009 28-29 April 2009
Sakhowi, Akhmad, “Analisis Pengaruh Perubahan Nilai Tukar Rupiah, Inflasi Dan Tingkat Bunga Terhadap Kinerja Saham Di Bursa Efek Jakarta”, Jurnal ekonomi dan bisnis, Vol.1.No.2 September 2003 :116-131 Sezgin Acikalin, Rafet Aktas dan Seyfettin Unal “Hubungan antara pasar saham dan variabel makroekonomi: analisis empiris dari Bursa Efek Istanbul.” Invesment Management and Financial Innovations, Volume 5, Issue 1, 2008 Suliaman D. Mohammad, Adnan Hussain and Adnan Ali, “Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Harga Saham : Studi Kasus Kse (Bursa Efek Karachi)”, European Journal of Scientific Research ISSN 1450-216X Vol.38 No.1 (2009), pp.96-103, EuroJournals Publishing, Inc. http://www.eurojournals.com/ejsr.htm, 2009. T.O.
Asaolu and M.S.Ogunmuyiwa, “Dampak Dari Variabel-Variabel Makroekonomi Pada Harga Rata-Rata Saham (Asp) Dan Lebih Lanjut Untuk Menentukan Apakah Perubahan Variabel Makroekonomi Menjelaskan Pergerakan Harga Saham Di Nigeria” Asian Journal of Business Management 3(1): 72-78, 2011 ISSN: 2041-8752 © Maxwell Scientific Organization, 2011
Octavia, Ana, “Analisis Pengaruh Nilai Tukar Rupiah US dan Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap IHSG di Bursa Efek Jakrta”, Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, 2007. Waliullah, “Hubungan Antara Indeks Harga Saham Dan Liberalisasi Keuangan Dan Pengaruh Tujuh Variabel Makroekonomi Di Pakistan Untuk Periode 1971-2005” International Journal of Business and Social Science Vol. 1 No. 3; December 2010 PhD student at Graduate School of Economics and Management, Tohoku University, Sendai, Japan. 2010.
Lampiran 1 Data Variabel Makro Ekonomi Indonesia periode 2006.1 s.d 2010.12 Obs 2006.1 2006.2 2006.3 2006.4 2006.5 2006.6 2006.7 2006.8 2006.9 2006.10 2006.11 2006.12 2007.1 2007.2 2007.3 2007.4 2007.5 2007.6 2007.7 2007.8 2007.9 2007.10 2007.11 2007.12 2008.1 2008.2 2008.3 2008.4 2008.5 2008.6 2008.7 2008.8 2008.9 2008.10 2008.11
SBI 12.75 12.75 12.75 12.75 12.50 12.50 12.25 11.75 11.25 10.75 10.25 9.75 9.50 9.25 9.00 8.75 8.50 8.25 8.25 8.25 8.25 8.25 8.25 8.00 8.00 8.00 8.00 8.00 8.25 8.50 8.75 9.00 9.25 9.50 9.50
INF 17.03 17.92 15.74 15.40 15.60 15.53 15.15 14.90 14.55 6.29 5.27 6.60 6.26 6.30 6.52 6.29 6.01 5.77 6.06 6.51 6.95 6.88 6.71 6.59 7.36 7.40 8.17 8.96 10.38 11.03 11.90 11.85 12.14 11.77 11.68
KURS 9395.00 9230.00 9075.00 8775.00 9220.00 9300.00 9070.00 9100.00 9235.00 9110.00 9165.00 9020.00 9090.00 9160.00 9118.00 9083.00 8828.00 9054.00 9186.00 9410.00 9137.00 9103.00 9376.00 9419.00 9291.00 9051.00 9217.00 9234.00 9318.00 9225.00 9118.00 9153.00 9378.00 10995.00 12151.00
GDP 442484.50 445484.90 448485.30 451536.80 454586.30 457636.80 463391.50 469147.00 474903.50 471969.40 469035.30 466101.10 469281.30 472461.50 475641.70 479901.50 484161.30 488421.10 494591.20 500761.90 506933.00 502399.20 497865.40 493331.50 497287.10 501242.70 505198.40 509855.50 514512.60 519169.80 525646.20 532122.60 538599.00 532182.30 525765.60
IHSG 1232.32 1230.66 1322.97 1464.41 1330.00 1310.26 1351.65 1431.26 1534.61 1582.63 1718.96 1805.52 1757.26 1740.97 1830.92 1999.17 2084.32 2139.28 2348.67 2194.34 2359.21 2643.49 2688.33 2745.83 2627.25 2721.94 2447.30 2304.52 2444.35 2349.10 2304.51 2165.94 1832.51 1256.70 1241.54
2008.12 2009.1 2009.2 2009.3 2009.4 2009.5 2009.6 2009.7 2009.8 2009.9 2009.10 2009.11 2009.12 2010.1 2010.2 2010.3 2010.4 2010.5 2010.6 2010.7 2010.8 2010.9 2010.10 2010.11 2010.12
9.25 8.75 8.25 7.75 7.50 7.25 7.00 6.75 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50 6.50
11.06 9.17 8.60 7.92 7.31 6.04 3.65 2.71 2.75 2.83 2.57 2.41 2.78 3.72 3.81 3.43 3.91 4.16 5.05 6.22 6.44 5.80 5.67 6.33 6.96
10950.00 11355.00 11980.00 11575.00 10713.00 10340.00 10225.00 9920.00 10060.00 9681.00 9545.00 9480.00 9400.00 9502.00 9382.00 9318.00 9127.00 9021.00 9330.00 9033.00 9052.00 8982.00 8964.00 8925.00 8960.00
519348.70 522454.30 525559.90 528665.70 532564.90 536464.10 540363.50 547243.30 554123.10 561003.00 556457.10 551911.20 547365.20 550900.50 554435.80 557971.20 563284.70 568598.20 573911.70 580509.20 587106.70 593704.40 590837.10 587969.80 585102.50
1355.41 1332.67 1285.48 1434.07 1722.77 1916.83 2026.78 2323.24 2341.54 2467.59 2367.70 2415.84 2534.36 2610.80 2549.03 2777.30 2971.25 2796.96 2913.68 3069.28 3081.88 3501.30 3635.32 3531.21 3703.51
Lampiran 2 Uji Stasioner Tingkat LEVEL Uji Stasioner LNIHSG Null Hypothesis: LNIHSG has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.239143 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.6517
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.006775 0.012007
Uji Stasioner LNGDP Null Hypothesis: LNGDP has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.020586 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.7404
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
6.08E-05 9.89E-05
Uji Stasioner INF Null Hypothesis: INF has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-2.294683 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.1771
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
1.553603 2.152553
Uji Stasioner LNKURS Null Hypothesis: LNKURS has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.960374 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.3032
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.001232 0.001466
Uji Stasioner SBI Null Hypothesis: SBI has a unit root Exogenous: Constant Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-1.975883 -3.546099 -2.911730 -2.593551
0.2965
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.039820 0.135487
Lampiran 3 Uji Stasioner Tingkat 1’st Different Uji Stasioner LNIHSG Null Hypothesis: D(LNIHSG) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-5.412094 -4.124265 -3.489228 -3.173114
0.0002
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.006290 0.006609
Uji Stasioner LNGDP Null Hypothesis: D(LNGDP) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-3.712969 -4.124265 -3.489228 -3.173114
0.0293
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel) Uji Stasioner INF Null Hypothesis: D(INF) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
4.30E-05 3.85E-05
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-6.250748 -4.124265 -3.489228 -3.173114
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
1.569616 1.579661
Uji Stasioner LNKURS Null Hypothesis: D(LNKURS) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-6.613480 -4.124265 -3.489228 -3.173114
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.001297 0.001068
Uji Stasioner SBI Null Hypothesis: D(SBI) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic
Adj. t-Stat
Prob.*
-2.760495
0.2175
Test critical values:
1% level 5% level 10% level
-4.124265 -3.489228 -3.173114
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.013516 0.017585
Lampiran 4 Uji Stasioner Tingkat 2’nd Different Uji Stasioner LNIHSG Null Hypothesis: D(LNIHSG,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-11.98980 -4.127338 -3.490662 -3.173943
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.008846 0.003743
Uji Stasioner LNGDP Null Hypothesis: D(LNGDP,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-7.533063 -4.127338 -3.490662 -3.173943
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
5.55E-05 3.31E-05
Uji Stasioner INF Null Hypothesis: D(INF,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-14.11913 -4.127338 -3.490662 -3.173943
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
2.261901 0.839269
Uji Stasioner LNKURS Null Hypothesis: D(LNKURS,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-13.60449 -4.127338 -3.490662 -3.173943
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.002190 0.000630
Uji Stasioner SBI Null Hypothesis: D(SBI,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-7.382974 -4.127338 -3.490662 -3.173943
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.015306 0.016585
Lampiran 5 Uji Kointegrasi Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: None Bandwidth: 4 (Fixed using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-3.766333 -2.604746 -1.946447 -1.613238
0.0003
*MacKinnon (1996) one-sided p-values. Residual variance (no correction) HAC corrected variance (Bartlett kernel)
0.003756 0.003868
Lampiran 6 Uji Ramsey RESET Test Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio
7.005238 7.318541
Prob. F(1,54) Prob. Chi-Square(1)
0.0106 0.0068
Lampiran 7 Uji Lagrange Multiple Test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.619709 1.373525
Prob. F(2,52) Prob. Chi-Square(2)
0.5420 0.5032
Lampiran 8 Uji White Heteroskedasticity Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
1.831690 20.46523 21.01377
Prob. F(13,46) Prob. Chi-Square(13) Prob. Chi-Square(13)
0.0663 0.0842 0.0727
Lampiran 9 Hasil Regresi Error Correction Model Dependent Variable: D(LNIHSG) Method: Least Squares Date: 05/31/11 Time: 12:36 Sample (adjusted): 2006M02 2010M12 Included observations: 59 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C D(LNGDP) D(INF) D(LNKURS) D(SBI) LNGDP(-1) INF(-1) LNKURS(-1) SBI(-1) ECT
11.15605 -1.163920 0.006585 -1.684899 -0.153176 -0.385912 -0.294554 -1.097037 -0.367761 0.303370
5.969192 1.242711 0.007773 0.244419 0.061416 0.315367 0.116368 0.448889 0.148056 0.120670
1.868938 -0.936597 0.847196 -6.893491 -2.494060 -1.223692 -2.531229 -2.443894 -2.483925 2.514057
0.0676 0.3536 0.4010 0.0000 0.0161 0.2269 0.0146 0.0182 0.0165 0.0153
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.609515 0.537793 0.056798 0.158075 90.98817 8.498314 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Hannan-Quinn criter. Durbin-Watson stat
0.018651 0.083544 -2.745362 -2.393237 -2.607906 2.088772