PE ENGARU UH TINGKAT STE ERILITA AS, MEDIIUM DAN N KE ETEBALAN TEM MPE TERH HADAP SIFAT S FIISIK DAN N NILAI GIZI G TEM MPE KAL LENG
SKRIIPSI
STELLA DARMADI S D F24060717
FAK KULTAS TEKNOLOGI PE ERTANIA AN I INSTITU UT PERTA ANIAN BOGOR B BOG GOR 201 10
EFFECT OF STERILISATION LEVEL, MEDIUM, AND TEMPEH THICKNESS TO PHYSICAL PROPERTIES AND NUTRITION VALUE OF CANNED TEMPEH Stella Darmadi1, Winiati P. Rahayu2, Eko Hari Purnomo1,2 Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, West Java, Indonesia 2 Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center Jl. Puspa Lingkar Kampus IPB Darmaga, Bogor 16680, Indonesia Phone 62 251 8624622, email: stella.darmadi@hotmail.com 1
ABSTRACT Tempeh is a traditional Indonesian food product derived from fermented soybeans using Rhizopus oligosporus. Tempeh has many advantages, such as nutrients and organic compounds in which a fairly complete as well as health benefits and can be obtained with relatively lower prices than other soy products are known to the world community. Tempeh also contains isoflavones as antioxidants. Unfortunately, tempeh has a limiting factor of the quality and short shelf life. Damage that occurs in tempeh mainly is caused by continuous fermentation. Therefore, in this study, thermal process was conducted so that tempeh has longer shelf life. The aim of this research is to obtain the effect of Fo values (4, 8, and 12 minutes), mediums (water, 2% brine, and oil), and tempeh thicknesses (1, 3, and 5 cm) in sterilization of tempeh to its physical properties and nutritional values. The results show that canned tempeh has softer texture, no significant difference in slicing quality and colour, and lower pH value than raw tempeh. However, all variables had no significant effect to physical properties changing. Based on hedonic test, the most favourite sample is tempeh in oil with 3 cm thickness which canned at T=127oC and Fo=4 minutes. This product has 51.98% water content, 1.04% ash content, 34.97% protein, 60.55% fat, and 2.32% of carbohydrate. The total daidzein and total genistein in 100 g product are 2.40 mg and 2.95 mg. Keywords: tempeh, thermal process, and physicochemical canned tempeh
ii
Stella Darmadi.F24060717.Pengaruh Tingkat Sterilitas, Medium, dan Ketebalan Tempe terhadap Sifat Fisik dan Nilai Gizi Tempe Kaleng. Di bawah bimbingan Winiati P. Rahayu dan Eko H. Purnomo. 2010
RINGKASAN Tempe merupakan produk pangan khas Indonesia yang diolah dengan fermentasi kedelai menggunakan kapang, terutama Rhizopus oligosporus. Secara umum tempe mempunyai ciri berwarna putih karena pertumbuhan miselium kapang yang menghubungkan antar biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang kompak. Tempe memiliki beberapa keunggulan, yaitu kandungan gizi dan senyawa organik di dalamnya yang cukup lengkap serta bermanfaat bagi kesehatan dan dapat diperoleh dengan harga relatif murah. Tempe juga memiliki manfaat fungsional karena mengandung isoflavon yang merupakan antioksidan yang sangat diperlukan tubuh untuk menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Potensi tempe yang begitu besar menjadikan tempe sebagai produk yang memiliki peluang ekspor tinggi, sayangnya kendala umur simpan menjadi faktor pembatas. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya penurunan mutu karena proses fermentasi berkelanjutan dalam penelitian ini digunakan proses termal untuk menghentikan fermentasi. Penerapan proses termal juga bertujuan untuk memperbaiki mutu sensori, meningkatkan daya cerna, menghancurkan komponen-komponen yang tidak diperlukan seperti tripsin inhibitor, menginaktivasi enzim perusak sehingga dapat memperpanjang masa simpan tempe yang pendek. Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu: (1) penentuan waktu venting melalui uji distribusi panas, (2) penentuan kombinasi suhu dan waktu sterilisasi melalui uji penetrasi panas, (3) pengalengan tempe, dan (4) analisis produk. Dalam tahap uji penetrasi panas dan pengalengan dilakukan variasi nilai Fo, pengaturan medium, dan ketebalan tempe. Berdasarkan hasil uji distribusi panas diperoleh bahwa venting harus dilakukan selama 16 menit dan suhu retort telah mencapai 105 oC. Waktu yang diperlukan retort untuk mencapai suhu proses yang telah ditentukan atau come up time adalah 19 menit. Skedul proses yang digunakan untuk proses selanjutnya ditentukan berdasarkan metode formula. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sterilisasi pada tempe ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan daya iris dan warna tempe, namun memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pelunakan tekstur dan penurunan nilai pH. Bila dibandingkan dengan tempe segar, tempe hasil sterilisasi memiliki tekstur yang relatif lebih lunak, warna yang hampir sama, dan nilai pH yang lebih rendah. Sampel yang diuji secara organoleptik adalah sampel dengan nilai Fo terkecil (4 menit), suhu tertinggi (127oC), dan ketebalan tempe 3 cm pada berbagai medium (air, larutan garam 2%, dan minyak). Nilai Fo terkecil dipilih untuk menghemat penggunaan energi, sementara sampel disterilisasi dengan suhu tertinggi agar sesuai dengan konsep HTST (High Temperature Short Time) sehingga kerusakan nilai gizi dari tempe dapat direduksi seminimal mungkin. Tempe dengan ketebalan 3 cm merupakan ketebalan tempe yang relatif umum diproduksi, sehingga dianggap akan lebih memudahkan proses pengalengan. Hasil uji organoleptik menunjukkan tempe yang dikalengkan dalam medium minyak mempunyai nilai sensori yang paling baik berdasarkan pembobotan yang dilakukan terhadap atribut tempe kaleng dan uji rating hedonik. Komposisi kimiawi tempe hasil sterilisasi dalam medium minyak menunjukkan bahwa kadar air tempe sterilisasi cukup tinggi, yaitu mencapai 51.98% (basis basah). Nilai ini relatif tidak berbeda dengan kadar air tempe segar yaitu 55.80%. Kadar abu dari tempe yang telah sterilisasi (1.04%)
iii
sedikit mengalami penurunan dibandingan kadar abu tempe segar yaitu 1.60% (basis basah). Kandungan protein dalam tempe hasil sterilisasi masih cukup baik. Hal ini terbukti dari kadar protein sampel yang masih cukup tinggi (34.97 g/100 g bahan kering) dibandingkan dengan kadar protein tempe segar yaitu 46.50 g/100 g bahan kering. Kadar lemak pada produk tempe sterilisasi ini mengalami kenaikan yang cukup tinggi dibandingkan tempe segar, yaitu 60.55 g/100 g bahan kering. Hal ini dapat terjadi karena medium yang digunakan dalam produk tempe sterilisasi ini adalah minyak, sehingga kadar lemak produk menjadi lebih tinggi dibanding tempe segar yang kadar lemaknya hanya 19.70 g/100 g bahan kering. Pada tempe segar, kadar karbohidrat tempe per 100 g bahan kering adalah 30.20 g, sedangkan pada tempe yang telah disterilisasi, kadar karbohidratnya turun drastis hingga 2.32 g/100 g bahan kering. Hasil analisis terhadap tempe sterilisasi menunjukkan bahwa pada setiap 100 g bagian yang dapat dimakan, tempe sterilisasi mengandung daidzein dan genistein sebanyak 2.40 mg dan 2.95 mg.
iv
PENGARUH TINGKAT STERILITAS, MEDIUM DAN KETEBALAN TEMPE TERHADAP SIFAT FISIK DAN NILAI GIZI TEMPE KALENG
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh STELLA DARMADI F24060717
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 v
Judul Skripsi Nama NIM
: Pengaruh Tingkat Sterilitas, Medium Dan Ketebalan Tempe Terhadap Sifat Fisik Dan Nilai Gizi Tempe Kaleng : Stella Darmadi : F24060717
Menyetujui,
Pembimbing I,
Pembimbing II,
(Prof. Dr. Winiati P. Rahayu) NIP 19560813 198201.2.001
(Dr. Eko H. Purnomo, S.Tp, M.Sc) NIP 19760412 199903.1.004
Mengetahui: Ketua Departemen,
(Dr. Ir. Dahrul Syah) NIP 19680505 199203.2.002
Tanggal lulus :
vi
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Tingkat Sterilitas, Medium, dan Ketebalan Tempe terhadap Sifat Fisik dan Nilai Gizi Tempe Kaleng adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2010 Yang membuat pernyataan
Stella Darmadi F24060717
vii
BIODATA PENULIS
Stella Darmadi. Lahir di Jakarta, 27 September 1988 dari ayah Harjadi Darmadi dan ibu Lina Heryani, sebagai putri pertama dari dua bersaudara. Penulis lulus pendidikan jenjang SD pada tahun 2000 di SDK Mater Dei Pamulang. Tahun 2003, penulis lulus dalam jenjang pendidikan SLTP pada SLTP Santa Ursula BSD. Pada tahun 2006, penulis lulus dari SMU Santa Ursula BSD dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru. Penulis memilih mayor Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian dan minor Manajemen Fungsional. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan berorganisasi, yaitu Keluarga Mahasiswa Katolik IPB (2006-2009) dan Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (2008-2009). Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan seperti Santa Claus Day se-Keuskupan Bogor (2006), Paskah Mahasiswa se-Keuskupan Bogor (2007), LCTIP XVI (2008), Reuni Alumni KEMAKI (2008), serta Indonesian Food Expo (IFOODEX) 2009. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Tingkat Sterilitas, Medium dan Ketebalan Tempe Terhadap Sifat Fisik dan Nilai Gizi Tempe Kaleng”.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2009 ini adalah proses termal, dengan judul Pengaruh Tingkat Sterilitas, Medium, dan Ketebalan Tempe terhadap Sifat Fisik dan Nilai Gizi Tempe Kaleng. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini, yaitu: 1. 2.
3. 4. 5. 6. 7.
8. 9.
10. 11. 12.
13.
Tuhan Yesus Kristus, sebagai Bapa yang terbaik sepanjang masa. Atas berkat, tuntunan, bimbingan dan belas kasihan yang begitu ajaib setiap saat. Keluarga tercinta, Papi Harjadi Darmadi, Mami Lina Heryani, Ii Lenny, dan Adik Natasha Darmadi atas segala pengorbanan, doa, dan kasih sayang yang telah diberikan, dan juga kepada seluruh keluarga besar atas dukungan dan perhatiannya. Prof. Dr. Winiati P. Rahayu selaku pembimbing akademik pertama, atas saran, bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan. Dr. Eko Hari Purnomo, S.Tp, M.Sc. selaku pembimbing akademik kedua, atas saran, bimbingan, dan perhatian yang telah diberikan Prof. Dr. Ir. Fransiska Z. Rungkat, M.Sc. atas kesediaan waktu dan pikirannya untuk menjadi penguji sidang. Rio Adhitya Reginaldi yang senantiasa sabar memberikan nasihat, dukungan, dan doa. Sahabat-sahabat terkasih atas dukungan dan bantuannya, Stephanie G.H., Daisy Natalia, Federika Rosephin, Nina Ivana serta teman-teman se-Perwira: Febriani, Prima, Felicia, Jessica, Dessyana, Stephanie, Erinna, Richie, Syenny, Stefanus, Mario, Feriana, Margaret, Fenny, dan Yurinna. Sahabat-sahabat sejak belia: Tiara, Tisya, Irene, Ivera, Kiki, Tiffany, Fica, Ronald Matthew, Ronald DS, Edwin, Yola, Anika, dan Ruth. Rekan-rekan ITP yang telah bersama-sama berjuang demi meraih S.Tp. terutama Yuananda, Arius, Erik, Sandra, Oxyana, Yessica, Sadek, Helena, Abdi, WJ, Aan, Bernand, Dion, Dedes, Dhimas, Henny, Kandi, dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Teman-teman KEMAKI yang juga telah bersama-sama berjuang di IPB terutama Maksiaterz: Justian, Ferry, Gana, Narita, Bayang, Glen, Daniel, Adit, dan Adel. Para guru dan dosen yang telah memberikan ilmu, dari jenjang TK sampai universitas. Seluruh analis dan teknisi laboratorium di Laboratorium Jasa Analisis, Seafast Center dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan atas bantuan yang telah diberikan, terutama kepada Pak Gatot, Pak Nurwanto, Pak Iyas, Pak Wahid, Pak Rojak, Ibu Rubiyah, Mbak Siti, Mbak Ria, dan Mbak Irin. Para pustakawan di PITP, Perpustakaan PAU, dan Perpustakaan LSI atas bantuan yang telah diberikan dalam pencarian literatur, dan seluruh pegawai IPB.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan. Bogor, Desember 2010 Stella Darmadi
ix
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR .......................................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................................................... xiii DAFTAR SIMBOL...............................................................................................................................xv I.
PENDAHULUAN ..........................................................................................................................1 A.
LATAR BELAKANG ......................................................................................................... 1
B.
TUJUAN PENELITIAN ...................................................................................................... 2
II.
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................3 A.
TEMPE................................................................................................................................. 3
B.
KANDUNGAN GIZI TEMPE ............................................................................................. 3
C.
MUTU TEMPE .................................................................................................................... 6
D.
PENGAWETAN TEMPE .................................................................................................... 6
E.
PROSES TERMAL.............................................................................................................. 6
F.
PERHITUNGAN KECUKUPAN PANAS .......................................................................... 8
III.
METODOLOGI PENELITIAN ...............................................................................................10
A.
BAHAN DAN ALAT ........................................................................................................ 10
B.
METODE PENELITIAN ................................................................................................... 10
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................................17
A.
PENENTUAN WAKTU VENTING RETORT .................................................................. 17
B.
PENENTUAN SKEDUL PROSES STERILISASI ........................................................... 18
C.
SIFAT FISIK TEMPE KALENG ...................................................................................... 23
D.
SIFAT ORGANOLEPTIK ................................................................................................. 28
E.
NILAI GIZI TEMPE .......................................................................................................... 31
F.
KANDUNGAN ISOFLAVON TEMPE ............................................................................ 32
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................34 A.
KESIMPULAN .................................................................................................................. 34
B.
SARAN .............................................................................................................................. 34
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................................35 LAMPIRAN…………………………………………………………………….. ……………………39
x
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Syarat mutu tempe kedelai………………………………………………………
3
Tabel 2.
Komposisi zat gizi tempe dalam 100 g bahan yang dapat dimakan (bdd) dan 100 g bahan kering………………………………………………………………
4
Tabel 3.
Perbandingan nilai Fo yang dicapai pada suhu setting retort tertentu
20
Tabel 5.
berdasarkan metode umum dan formula.……………………………………….. Skedul proses sterilisasi tempe dalam kaleng berukuran 301 x 407 berdasarkan metode formula..................................................................................................... Pembobotan skor hasil uji rating hedonik……………………………………….
Tabel 6.
Analisis proksimat tempe sterilisasi……………………………………………..
31
Tabel 7.
Kandungan isoflavon tempe segar dan produk olahan tempe dalam 100 g bahan yang dapat dimakan………………………………………………………
32
Tabel 4.
21 30
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1.
Diagram alir tahap penelitian……………………………………………….
11
Gambar 2.
Diagram alir sterilisasi tempe……………………………………………….
13
Gambar 3.
Posisi termokopel dalam retort selama uji distribusi panas ………………..
17
Gambar 4.
Gambar 16.
Kurva distribusi panas di dalam retort yang dipanaskan hingga suhu 117 oC………………………………………………………………………. Kurva penetrasi panas tempe kaleng dengan berbagai ketebalan tempe dalam medium air pada suhu retort 121 oC………………………………… Kurva penetrasi panas tempe kaleng dengan berbagai ketebalan tempe dalam medium larutan garam 2% pada suhu retort 121 oC………………… Kurva penetrasi panas tempe kaleng dengan berbagai ketebalan tempe dalam medium minyak pada suhu retort 121 oC…………………………… Kurva pengaruh nilai sterilitas (Fo) terhadap kedalaman penetrasi (mm) tempe pada tempe segar dan tempe dengan berbagai ketebalan tempe (cm) yang disterilisasi dalam medium minyak pada T= 127 oC…………………. Kurva pengaruh ketebalan tempe (cm) terhadap kedalaman penetrasi (mm) tempe pada berbagai medium yang disterilisasi pada T = 127 oC dengan nilai sterilitas (Fo) = 4……………………………………………………… Kurva pengaruh suhu sterilisasi (oC) terhadap kedalaman penetrasi (mm) tempe ketebalan 3 cm pada berbagai medium yang disterilisasi dengan nilai sterilitas (Fo) = 4……………................................................................ Kurva pengaruh nilai sterilitas (Fo) terhadap tingkat kecerahan tempe segar dan tempe pada berbagai ketebalan tempe (cm) yang disterilisasi dalam medium minyak pada T= 127 oC……………………………….…… Warna tempe dengan ketebalan 3 cm yang disterilisasi dalam medium (a) air, (b) larutan garam 2%, dan (c) minyak pada suhu 127oC dengan nilai Fo= 4 menit…………………………………………………………… Kurva pengaruh nilai sterilitas (Fo) terhadap nilai pH tempe pada berbagai ketebalan tempe (cm) yang disterilisasi dalam medium air pada T = 127 oC………………………………………………………………….. Tingkat preferensi panelis terhadap atribut dalam produk tempe sterilisasi…………………………………………….................................... Perbandingan skor sampel pada setiap atribut sensori pada tempe dengan ketebalan 3 cm yang disterilisasi pada suhu 127 oC dengan nilai Fo = 4 menit………………………………………………………………... Kurva standar daidzein……………………………………….......................
Gambar 17.
Kurva standar genistein……………………………………………………..
Gambar 5. Gambar 6. Gambar 7. Gambar 8.
Gambar 9.
Gambar 10.
Gambar 11.
Gambar 12. Gambar 13.
Gambar 14. Gambar 15.
18 18 19 10
23
24
24
26 27
28 29
30 32 32
xii
DAFTAR LAMPIRAN HALAMAN Lampiran 1.
Persamaan kalibrasi termorekorder……………………………………….
41
Lampiran 2.
Rekapitulasi data hasil uji distribusi panas……………………………….
42
Lampiran 3a.
o
44
o
45
Kurva penetrasi panas tempe kaleng pada suhu 116 C…………………..
Lampiran 3b.
Kurva penetrasi panas tempe kaleng pada suhu 127 C…………………..
Lampiran 4a.
Perhitungan nilai Fo berdasarkan metode umum (tempe dengan d = 3 cm, medium minyak, T retort = 121oC)…………………………...
Lampiran 4b. Lampiran 4c.
Perhitungan nilai Fo berdasarkan metode formula (tempe dengan d = 3 cm, medium minyak, T retort = 121oC)…………………………..... Perhitungan berbagai nilai Fo berdasarkan metode formula (tempe dengan d = 3 cm. medium minyak, T retort = 121oC)…………………....
46 48 49
Lampiran 5a.
Rekapitulasi data hasil analisis fisik-tingkat kekerasan...……………...
51
Lampiran 5b.
Rekapitulasi data hasil analisis fisik-daya iris………………………….
58
Lampiran 5c.
Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna………………........................
61
Lampiran 5d.
Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (tingkat kecerahan dan nilai b)……………………………………….....................................................
75
Lampiran 5e.
Rekapitulasi data hasil analisis fisik-nilai pH………………………...
78
Lampiran 6a.
Form uji ranking hedonik-atribut………………………….......................
80
Lampiran 6b.
Form uji rating hedonik-atribut…………………………..........................
80
Lampiran 7a.
Rekapitulasi data hasil uji ranking hedonik-atribut…………………….
81
Lampiran 7b.
Hasil analisis sidik ragam uj ranking hedonik-atribut dengan Friedman Test………………………………………………………………………..
82
Lampiran 8a.
Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik (rasa, tekstur, aroma, warna)...
83
Lampiran 8b.
Hasil analisis sidik ragam uji rating hedonik atribut rasa menggunakan metode ANOVA dan uji lanjut Duncan Test…………………………… Hasil analisis sidik ragam uji rating hedonik atribut tekstur menggunakan metode ANOVA dan uji lanjut Duncan Test……………. Hasil analisis sidik ragam uji rating hedonik atribut aroma menggunakan metode ANOVA dan uji lanjut Duncan Test…………………………….. Hasil analisis sidik ragam uji rating hedonik atribut warna menggunakan metode ANOVA dan uji lanjut Duncan Test…………………………….. Rekapitulasi data hasil analisis proksimat-kadar air (metode gravimetri)………………………………………………………………... Rekapitulasi data hasil analisis proksimat-kadar abu (metode pengabuan)……………………………………………………………….. Rekapitulasi data hasil analisis proksimat-kadar protein (metode Kjheldal)………………………………………………………………….. Rekapitulasi data hasil analisis proksimat-kadar lemak (metode soxhlet)…………………………………………….................................... Rekapitulasi data hasil analisis proksimat-kadar karbohidrat (metode by difference)………………………………………………………………...
Lampiran 8c. Lampiran 8d. Lampiran 8e. Lampiran 9a. Lampiran 9b. Lampiran 9c. Lampiran 9d. Lampiran 9e.
86 88 90 92 94 94 94 95 95
xiii
Lampiran 10a. Lampiran 10b.
Rekapitulasi data luas area kromatogram kurva standar isoflavon (daidzein)………………………………………………………....………. Rekapitulasi data luas area kromatogram kurva standar isoflavon (genistein)…………………………………………………………………
96 96
Lampiran 11a.
Rekapitulasi data hasil uji isoflavon bebas (daidzein)……………………
97
Lampiran 11b.
Rekapitulasi data hasil uji isoflavon bebas (genistein)…………………...
97
Lampiran 12a.
Rekapitulasi data hasil uji total isoflavon (daidzein)……….....................
98
Lampiran 12b.
Rekapitulasi data hasil uji total isoflavon (genistein)……….....................
98
xiv
DAFTAR SIMBOL d T Fo Tr tp tB fh L SD SEM FP m FK TC G
: ketebalan tempe (cm) : suhu sterilisasi (oC) : nilai sterilitas (menit) : suhu retort (oC) : waktu operator - waktu sejak suhu retort mencapai suhu proses diinginkan sampai suplai uap dihentikan (menit) : waktu proses berdasarkan metode Ball (menit) : waktu yang diperlukan kurva penetrasi panas melewati 1 siklus log pada fase pemanasan : tingkat kecerahan : standar deviasi : standard error of mean : faktor pengenceran : massa (gram) : faktor koreksi : termokopel : daya iris
xv
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Tempe merupakan produk pangan khas Indonesia yang diolah dengan fermentasi kedelai menggunakan kapang, terutama Rhizopus oligosporus. Secara umum tempe mempunyai ciri berwarna putih karena pertumbuhan miselium kapang yang menghubungkan antar biji-biji kedelai sehingga terbentuk tekstur yang kompak. Terjadinya degradasi komponen-komponen kedelai oleh kapang selama fermentasi menyebabkan timbulnya flavor tempe yang khas (Syarief et al. 1999). Pada tahun 2007, konsumsi tempe di Indonesia mencapai 21.70 g/kap/hari atau 7.90 kg/kapita/tahun (Hardinsyah 2008). Salah satu keunggulan yang dimiliki tempe kandungan gizi dan senyawa organik di dalamnya yang cukup lengkap serta bermanfaat bagi kesehatan dan dapat diperoleh dengan harga relatif lebih rendah, dibanding produk kedelai lain yang dikenal masyarakat dunia (Syarief et al. 1999). Sebagai bahan makanan, tempe merupakan sumber protein yang nilainya setara dengan daging (Sarwono 2002), sehingga tempe banyak dimanfaatkan oleh golongan vegetarian sebagai pengganti daging. Seratus gram tempe segar mengandung 18.30 gram protein, sebagai perbandingan, 100 gram daging mengandung 18.80 gram protein dan 100 gram telur mengandung 12.20 gram protein (Sarwono 2002). Selain kaya akan protein, tempe merupakan sumber gizi yang baik karena banyak mengandung asam amino esensial, asam lemak esensial, vitamin B kompleks dan serat (Prihatna 1991). Tempe juga memiliki manfaat fungsional karena mengandung isoflavon yang merupakan antioksidan yang sangat diperlukan tubuh dalam menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Potensi tempe yang begitu besar tentu saja menjadikan tempe sebagai produk yang memiliki peluang besar sebagai pangan lokal yang memiliki nilai jual tinggi. Hanya saja kendala umur simpan dan mutu menjadi faktor pembatas. Selama ini, penanganan dan konsumsi terhadap tempe kebanyakan berupa tempe segar. Hal ini dikarenakan tempe tergolong dalam bahan pangan yang mudah rusak (Koswara 1992) dan mempunyai keterbatasan daya simpan yang tidak lama, yaitu sekitar 72 jam pada suhu kamar (Kasmidjo 1996). Tempe segar dapat disimpan selama satu sampai dua hari pada suhu ruang dan setelah dua hari, tempe akan mengalami penyimpangan baik aroma, tekstur, rasa, dan penampakan, sehingga sudah tidak dapat diterima lagi oleh konsumen (Saputra 2006). Hal ini menyebabkan ketersediaan tempe yang tak merata dan terbatas dalam suatu daerah tertentu (Subagio et al. 2002). Kerusakan yang terjadi pada tempe terutama disebabkan oleh fermentasi yang berkelanjutan. Selama fermentasi akan terjadi degradasi protein, semakin lama proses fermentasi berlangsung, protein akan terdegradasi oleh enzim-enzim proteolitik menghasilkan amoniak (NH3). Produksi amoniak akan berkorelasi positif dengan pembentukan senyawa basa, akibatnya pH meningkat dan akhirnya menghasilkan bau busuk. Hal ini menyebabkan tempe tidak layak lagi untuk dikonsumsi (Saputra 2006). Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya penurunan mutu karena proses fermentasi berkelanjutan dalam penelitian ini digunakan proses termal untuk menghentikan fermentasi. Penerapan proses termal juga bertujuan untuk membunuh mikroba perusak dan patogen, menginaktivasi enzim perusak, memperbaiki mutu sensori, menyebabkan perubahan daya cerna makanan, menghancurkan komponen-komponen yang tidak diperlukan seperti tripsin inhibitor, dan memperpanjang masa simpan tempe yang pendek (Kusnandar 2006). Proses termal adalah aplikasi panas pada bahan pangan tertentu untuk memperpanjang umur simpan serta
1
memperbaiki sifat fisik dan sensori bahan pangan tersebut. Hackler et al. (1964) menyatakan nilai nutrisi tempe relatif tidak berubah oleh proses panas dengan media uap. Dengan demikian proses termal seperti sterilisasi uap diharapkan dapat menjadi metode yang tepat untuk memperpanjang umur simpan tempe karena proses termal dapat menginaktivasi sejumlah mikroba penyebab kerusakan. Selain itu diharapkan pula dengan diberikannya beberapa perlakuan nilai Fo, pengaturan medium dan ketebalan tempe, dapat diperoleh tempe dalam kemasan kaleng yang memiliki sifat fisik dan sensori yang baik dengan umur simpan yang panjang. Umur simpan yang panjang dapat menjadi added value dari tempe dan membuka peluang bagi masyarakat Indonesia untuk memperkenalkan pangan indigenous dalam negeri ke pasar internasional.
B. TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh tingkat sterilitas (Fo) yang diperoleh dari berbagai kombinasi suhu dan waktu proses, jenis medium dan ketebalan tempe terhadap parameter fisik tempe kaleng. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk melihat pengaruh kombinasi perlakuan sterilisasi yang dilakukan terhadap kandungan gizi dan kadar isofavon tempe sterilisasi.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEMPE Tempe adalah produk pangan tradisional Indonesia hasil fermentasi oleh kapang Rhizopus sp. Selama fermentasi, Rhizopus sp akan menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks dalam kedelai menjadi senyawa yang lebih mudah dicerna oleh manusia. Hal ini menyebabkan tempe memiliki daya cerna dan asam amino esensial yang relatif lebih tinggi, serta zat antinutrisi seperti tripsin inhibitor dan asam fitat yang lebih rendah dari yang terdapat dalam kedelai (Syarief et al. 1999). Adanya enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe menyebabkan protein, lemak dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna oleh tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Menurut Standar Nasional Indonesia (1992), tempe kedelai adalah produk makanan hasil fermentasi biji kedelai oleh kapang tertentu, berupa padatan kompak dan berbau khas serta berwarna putih atau sedikit keabu-abuan. Syarat mutu tempe kedelai menurut SNI 01-3144-1992 dapat dilihat di Tabel 1. Tabel 1. Syarat mutu tempe kedelai No Parameter 1 Keadaan • Bau • Warna • Rasa 2 Air , b/b 3 Abu, b/b 4 Protein (N x 6.25), b/b 5 Lemak, b/b 6 Serat kasar, b/b 7 Mikroba • E. coli • Sallmonnella 8 Cemaran logam • Timbal (Pb) • Tembaga (Cu) • Seng (Zn) • Timah (Sn) • Raksa (Hg) 9 Cemaran Arsen Sumber : SNI 01-3144-1992
Satuan % % % % % APM/g per 25 g
Persyaratan normal khas tempe normal normal maks. 65.00 maks. 1.50 min. 20.00 min. 10.00 min. 2.50 maks. 10 negatif
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
maks. 2.00 maks. 30.00 maks. 40.00 maks. 40.00/250.00 maks. 0.03
mg/kg
maks. 1.00
B. KANDUNGAN GIZI TEMPE Menurut Sudigbia (1996), sifat tempe yang menguntungkan sebagai bahan makanan antara lain: a. Kandungan protein baik tempe maupun kedelai sangat lengkap, mengandung delapan macam asam amino esensial. b. Kandungan vitamin B12 yang tinggi c. Kandungan lemak jenuh dan kolesterol yang rendah d. Mempunyai kandungan zat berkhasiat antibiotik dan stimulasi pertumbuhan.
3
Selain kaya akan protein, tempe merupakan sumber gizi yang baik karena banyak mengandung asam amino esensial, asam lemak esensial, vitamin B kompleks dan serat (Prihatna 1991). Tempe kedelai mempunyai nilai gizi yang cukup tinggi, yaitu protein sekitar 19.50%, lemak sekitar 4.00%, karbohidrat 9.40%, vitamin B12 3.00-5.00 mg/100g tempe, mineral kalsium 3.00%, dan fosfor 6.00% (Sarwono 2002). Komposisi zat gizi tempe dapat dilihat pada Tabel 2. Tempe mengandung protein yang lengkap karena terdiri atas delapan macam asam amino esensial. Koswara (1992) menyatakan bahwa lisin merupakan asam amino yang paling banyak ditemui di tempe sedangkan asam amino metionin merupakan asam amino pembatas pada tempe (Syarief et al. 1999). Dari total protein dalam tempe, 56%-nya dapat dimanfaatkan oleh manusia. Tiap 100 g tempe menyumbang protein sekitar 10.90 g protein. Tabel 2. Komposisi zat gizi tempe dalam 100 g bahan yang dapat dimakan (bdd) dan 100 g bahan kering Komposisi Bahan Satuan Bdd Proksimat Kering Air g 55.30 0.00 Abu g 1.60 3.60 protein g 20.70 46.50 Lemak g 8.80 19.70 Karbohidrat g 13.50 30.20 Serat g 3.20 7.20 Mineral Kalsium mg 155.10 347.00 Fosfor mg 323.60 724.00 Besi mg 4.0 9.00 Vitamin Tiamin μg 0.12 0.28 Riboflavin μg 0.29 0.65 Niasin μg 1.13 2.52 As. Pantotenat μg 232.40 520.00 Piridoksin μg 44.70 100.00 Vitamin B12 μg 1.70 3.90 Biotin μg 23.70 53.00 Sumber : Hermana et al. 2001 Selama fermentasi, banyak bahan dalam kedelai menjadi bersifat lebih larut dalam air dan lebih mudah dicerna (Koswara 1992). Kadar protein dalam kedelai selama fermentasi relatif tidak banyak berubah, tetapi jumlah nitrogen yang larut meningkat 0.50-2.50%. Jumlah asam amino bebas meningkat 1-85 kali dari kedelai yang tidak difermentasikan setelah 48 jam (Karyadi 1985). Selain protease, tempe juga menghasilkan lipase yang menyebabkan lemak terhidrolisis selama fermentasi. Wegenknecht et al. (1961) menyatakan bahwa asam linolenat menurun jumlahnya dan bilangan asam naik menjadi 50-70 kali. Rhizopus oligosporus umumya menggunakan asam lemak sebagai sumber energi (Nout dan Rambots 1990). Kadar pati selama fermentasi menurun drastis hingga 74% dan dapat membentuk senyawa-senyawa karbohidrat yang tidak teridentifikasi. Sementara kenaikan serat sebesar 5.85% terjadi akibat miselium cendawan yang mengandung serat (Steinkraus et al. 1960). Selama fermentasi, terdapat beberapa perubahan kandungan gizi tempe antara lain pH tempe mengalami peningkatan dari pH 5.0 menjadi 7.6. Kenaikan pH ini terjadi akibat adanya pertumbuhan kapang yang cepat. Tempe yang berkualitas baik memiliki pH pada kisaran 6.3 hingga 6.5 (Steinkraus et al. 1960). Peningkatan pH akan meningkatkan kelarutan protein tempe. Fermentasi kedelai dalam pembuatan tempe juga mengakibatkan terjadinya degradasi
4
faktor anti nutrisi (Bates dan Schmidt 2002) dan perubahan pada persentase vitamin tempe, khususnya vitamin B kecuali B1. Selama fermentasi, kapang tempe dapat menghasilkan enzim fitase yang akan menguraikan asam fitat menjadi fosfor dan inositol. Asam fitat adalah senyawa anti nutrisi yang dapat mengikat beberapa mineral dalam tubuh (Pawiroharsono 1996). Asam fitat berkurang sekitar 30% dari kedelai sebelum fermentasi. Tempe mengandung isoflavon yang merupakan antioksidan yang sangat diperlukan tubuh dalam menghentikan reaksi pembentukan radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron tidak berpasangan, sehingga sangat reaktif dan dapat menyebabkan tumor, kanker, penuaan, dan kematian sel. Isoflavon adalah senyawa flavanoid (salah satu anggota senyawa polifenol) dan merupakan salah satu golongan senyawa metabolit sekunder yang banyak terdapat pada tanaman, khususnya dari golongan Leguminoceae (Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM 2004). Secara umum struktur senyawa isoflavon mirip dengan struktur estrogen serta memiliki sifat dan peranan mirip estrogen. Oleh sebab itu, isoflavon seringkali disebut sebagai fitoestrogen, yaitu senyawa yang memiliki aktivitas estrogenik yang berasal dari tanaman (Winarsi 2002 dan Muchtadi 2010). Namun demikian, asupan isoflavon ke dalam tubuh juga harus diperhatikan jumlahnya. Dua kekhawatiran utama yang berpotensi sebagai dampak negatif dari isoflavon adalah konsumsi isoflavon yang tinggi oleh bayi dari formula berbasis kedela (Setchell et al. 1999; Whitten dan Naftolin 1998) dan kemungkinan gangguan reproduksi pada organisme dewasa yang memiliki asupan isoflavon yang tinggi (Whitten et al. 1995). Konsumsi isoflavon yang berlebihan juga diyakini dapat memberikan pengaruh negatif secara farmakokinetika (Winarsi 2002). Namun demikian tidak ada bukti langsung yang menunjukkan dampak negatif dari isoflavon pada manusia (Chang 2002). Kacang-kacangan, khususnya kedelai, merupakan sumber utama isoflavon bagi manusia. Kedelai mengandung 12 macam isoflavon dan didominasi oleh bentuk glukosida. (Muchtadi 2010). Anderson dan Wolf (1995) menyatakan kedelai mengandung dua jenis isoflavon utama yaitu genistein dan daidzein, ditambah satu jenis isoflavon minor yaitu glistein. Tempe juga mengandung antioksidan faktor II (6,7,4’-trihidroksi-isoflavon) yang aktivitasnya sangat kuat (Syarief et al. 1999). Menurut Hendrich et al. (1998), kandungan isoflavon dalam kedelai berkisar antara 1.00-3.00 mg/g dan pada produk olahannya berkisar antara 0.025- 3.00 mg/g. Komponen utama isoflavon kedalai yaitu genistein, daidzein, dan glisitein menunjukkan efek hipokolesterolemik pada hewan maupun manusia. Di samping itu, isoflavon kedelai juga menunjukkan efeknya sebagai antioksidan pada arteri jantung (Lichtenstein 1998). Konsumsi isoflavon sebanyak 45 mg/orang/hari mampu memodulasi sistem endokrin pada siklus menstruasi wanita postmenopause (Cassidy et al. 1994). Pengolahan produk tempe dengan penggorengan mengurangi nilai nutrisi dari tempe, sedangkan pengolahan panas dengan uap seperti pengukusan tidak terlalu mempengaruhi kandungan nutrisi pada tempe (Hackler et al. 1964). Tempe mentah mengandung 26.00 ± 6.00 mg daidzein (Da) dan 28.00 ± 11.00 mg genestein (Ge) sementara tempe goreng mengandung 35.00 ± 11.00 mg Da dan 31.00 ± 11.00 mg Ge dalam 100 g (basis basah). Total kandungan isoflavon dalam 100 g tempe mentah, berdasarkan basis kering adalah 205.00 ± 56.00 mg dan secara signifikan berkurang menjadi 113.00 ± 41.00 mg dalam 10 g tempe goreng (Haron et al. 2009).
5
C. MUTU TEMPE Karakteristik dan mutu tempe kedelai selain dipengaruhi oleh teknologi prosesnya juga ditentukan oleh jenis dan mutu kedelai serta mikroba yang digunakan. Ketiga faktor tersebut bersama-sama menentukan karakteristik mutu fisik, organoleptik, dan kimiawi (komposisi dan nilai gizi). Tempe yang bermutu tinggi masih berwarna putih, belum terbentuk spora kapang yang berwarna abu-abu kehitaman dan aroma amoniak (Syarief et al. 1999). Sifat fisik tempe yang biasa dijadikan parameter mutu antara lain kekompakan, daya iris, daya iris dan kelenturan. Mutu tempe yang kurang baik sering disebabkan oleh faktor pertumbuhan kapang pada tempe, seperti oksigen, suhu, jenis laru, dan nilai pH (derajat keasaman). Oksigen memang diperlukan untuk pertumbuhan kapang, tetapi oksigen berlebih dapat menyebabkan metabolisme berlebihan dan peningkatan suhu sehingga kapang menjadi mati. Kapang tempe bersifat mesofilik (tumbuh pada suhu 25-30 ˚C). Kondisi yang kurang asam juga menyebabkan pembuatan tempe mengalami kegagalan (Syarief et al. 1999).
D. PENGAWETAN TEMPE Beberapa teknik pengawetan tempe menurut Shurtleff dan Aoyagi (1980) antara lain, yaitu (1) penyimpanan suhu dingin, bisa memperpanjang umur simpan maksimal satu minggu, (2) pembekuan, (3) blansir, merupakan perlakuan pendahuluan sebelum penyimpanan suhu rendah maupun pembekuan, yang bertujuan untuk inaktivasi enzim, menghambat pertumbuhan kapang dan menurunkan jumlah bakteri, (4) pengeringan, (5) pengeringan beku (freeze drying) dilakukan dengan cepat, (6) pengeringan semprot (spray drying), (7) penggorengan dan (8) pengalengan. Salah satu cara untuk meningkatkan daya simpan tempe adalah dengan cara pembekuan dan pengalengan. Tempe yang akan dibekukan diproses dengan blansir terlebih dahulu selama 5 menit dalam air mendidih untuk menginaktifkan kapang, enzim proteolitik, dan lipolitik. Tempe tersebut dapat bertahan hingga 100 hari. Tempe yang dikalengkan mampu bertahan hingga 10 minggu (Suhendri 2009). Tahap-tahap pengalengan tempe antara lain persiapan bahan, pengisian (filling), exhausting dan penutupan, processing dan pendinginan (Koswara 1992). Teknik baru untuk meningkatkan umur simpan tempe adalah dengan menunda proses fermentasi.
E. PROSES TERMAL Proses termal merupakan salah satu cara untuk memusnahkan mikroba selain cara irradiasi, tekanan osmotik tinggi, listrik bertegangan tinggi, kombinasi ultrasonik, panas, dan tekanan (Sala et al. 1995). Menurut Hariyadi (2000), beberapa keuntungan proses termal antara lain: 1. Terbentuknya tekstur dan citarsa yang khas dan disukai 2. Rusak atau hilangnya beberapa komponen anti gizi (misalnya inhibitor antitripsin pada kedelai) 3. Peningkatan ketersediaan beberapa zat gizi, misalnya peningkatan daya cerna protein dan karbohidrat 4. Terbunuhnya mikroba sehingga meningkatkan keamanan dan keawetan pangan 5. Menyebabkan inaktifnya enzim-enzim perusak, sehingga mutu produk lebih stabil selama penyimpanan
6
Berdasarkan pada kriteria suhu, waktu, dan tujuan pemanasan, maka proses pemanasan dapat dibagi menjadi beberapa operasi, antara lain proses blansir (blanching), pasteursisasi dan sterilisasi. Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang sering dilakukan pada proses pengalengan dengan tujuan memperbaiki mutunya sebelum dikenai proses lanjutan. Proses blansir bertujuan untuk (a) membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal, (b) meningkatkan suhu produk atau jaringan, (c) mengeluarkan udara dalam jaringan, (d) menginaktivasi enzim, (e) menghilangkan rasa mentah, (f) mempermudah proses pemotongan, (g) mempermudah pengupasan, (h) memberikan warna yang dikehendaki, dan (i) mempermudah pengaturan produk dalam kaleng (Kusnandar et al. 2006). Pasteurisasi merupakan proses perlakuan panas yang membunuh sebagian besar sel vegetatif mikroba yang terdapat di dalam makanan. Selain untuk membunuh mikroba patogen dan mikroba lain yang tidak diinginkan, pasteurisasi juga bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dengan cara meminimumkan perubahan cita rasa dan sifat-sifat fisiknya. Sterilisasi adalah proses termal pada suhu di atas 100 oC dalam waktu yang cukup untuk membunuh spora bakteri (Syarief et al. 1989). Karena beberapa spora bakteri relatif lebih tahan panas, sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu yang tinggi misalnya 121 oC (250 oF) selama 15 menit. Proses sterilisasi merupakan metode yang banyak digunakan dalam pengawetan bahan pangan yang bertujuan untuk membunuh mikroba yang ada di dalamnya, sehingga dapat mencegah pembusukan selama penyimpanan dan bahan pangan tersebut tidak membahayakan bagi kesehatan konsumen. Sterilisasi komersial adalah sterilisasi yang biasanya dilakukan terhadap sebagian besar makanan di dalam kaleng, plastik, atau botol. Makanan yang steril secara komersial berarti semua mikroba penyebab penyakit dan pembentuk racun (toksik) dalam makanan tersebut telah dimatikan, demikian juga semua mikroba pembusuk. Spora bakteri non patogen yang tahan panas mungkin saja masih ada di dalam makanan setelah proses pemanasan, tetapi bersifat dorman (tidak dalam kondisi aktif bereproduksi), sehingga keberadaannya tidak membahayakan jika produk tersebut disimpan dalam kondisi normal (Hariyadi 2000). Makanan-makanan yang steril komersial biasanya mempunyai daya awet dan daya simpan yang tinggi, tahan beberapa bulan sampai beberapa tahun. Kondisi proses sterilisasi komersial sangat bergantung pada berbagai faktor, antara lain kondisi produk pangan yang disterilisasi (nilai pH, jumlah mikroba awal, dan lain-lain), jenis dan ketahanan panas mikroba yang ada dalam bahan pangan, karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah yang digunakan, medium pemanas, serta kondisi penyimpanan setelah disterilisasi. Produk pangan yang mengalami sterilisasi dan dikombinasikan dengan kemasan kedap udara dapat mencegah terjadinya rekontaminasi (Kusnandar et al. 2006). Menurut Reuter (1993), kerusakan mutu bahan pangan selama proses sterilisasi rendah ketika bahan pangan tersebut diberi perlakuan suhu yang tinggi dalam waktu yang singkat. Penentuan waktu dan suhu sterilisasi dipengaruhi oleh kecepatan perambatan panas, keadaan awal produk (pH, dimensi produk, dan jumlah mikroba awal), wadah yang digunakan, dan ketahanan panas mikroba atau spora. Setiap partikel dari makanan harus menerima jumlah panas yang sama. Kombinasi waktu dan suhu yang diberikan pada produk yang disterilisasi harus cukup untuk mematikan mikroba patogen dan mikroba pembusuk. Keberhasilan penuh dari proses pengolahan yang melibatkan panas pada produk pangan adalah terpenuhinya kecukupan panas untuk inaktivasi mikroba yang menyebabkan kebusukan dan keracunan. Untuk itu perlu diketahui sejauh mana ketahanan mikroba terhadap panas untuk
7
dapat tercapai pada kombinasi suhu dan waktu yang tepat (Holdsworth 1997). Nilai pH makanan merupakan faktor yang penting dan kritis dalam menentukan besarnya pengolahan dengan panas yang dibutuhkan untuk menjamin tercapainya sterilisasi komersial. Di atas pH 4.6, bakteri pembusuk anaerobik dan pembentuk spora yang patogen, seperti C.botulinum dapat tumbuh. Beberapa spora bakteri dapat tumbuh sampai kira-kira pH 3.7, seperti B.thermoacidurans atau B.coagulans. Bahan pangan dengan nilai pH di bawah 3.7 tidak rusak oleh bakteri berspora (Fardiaz 1992). Kecukupan proses panas tergantung pada kondisi alami produk, pH, mikroba atau enzim yang resisten, sensitivitas produk, dan tipe aplikasi panas (Fellows 2000). Kecukupan panas dapat diperoleh dengan memberikan perlakuan panas pada suhu yang lebih tinggi dalam waktu yang lebih singkat, atau sebaliknya. Sejak saat itu dan selanjutnya percobaan dan perhitungan kecukupan panas dijadikan dasar dalam penetapan proses pengalengan pangan (schedule process).
F. PERHITUNGAN KECUKUPAN PANAS Kemampuan sterilisasi dari proses pemanasan bergantung pada karakteristik nilai z mikroba dan suhu sterilisasi. Simbol F biasanya digunakan untuk menunjukkan nilai sterilisasi. Nilai F dengan z =18 oF biasa disebut dengan Fo, karena nilai z =18 oF sangat umum digunakan untuk spora khususnya dari jenis C.botulinum. Nilai sterilisasi adalah dasar penentuan matematika untuk kecukupan proses panas. Nilai ini dapat dihitung dengan persamaaan : F = ∫ Lr dt ………….(1) Lr = ∫ 10 (Tr-Tref)/z .........(2) Dimana : Tr = suhu referensi (oC) T(t) = suhu produk (oC) z = faktor kinetik Suhu makanan (To) dapat ditentukan melalui eksperimen, empiris, dan teori (Heldman dan Singh, 2001). Perhitungan penetrasi panas didapat dengan menggunkan metode trapesium. Nilai F parsial merupakan bentuk dari luas bidang trapesium pada grafik suhu dan waktu. Berikut adalah metode perhitungan penetrasi panas: F Lr(n) Lr(n-1) ∆t
= (Lr(n) + Lr(n-1)) x ∆t ………..(3) 2 = Lethal rate pada menit ke-n = Lethal rate pada n menit sebelumnya = rentang perubahan waktu yang digunakan
Hasil penjumlahan nilai Fo parsial ini menunjukkan nilai sterilisasi total (Fo total) dari proses yang dilakukan. Berikut adalah metode perhitungannya: ௧
Fo
= ሺܴܮሻ݀………… ݐ.(4)
Fo
= ∑ (Lr(n) + Lr(n-1)) x ∆t …(5) 2 = nilai sterilisasi pada suhu 250 oF (121.1 oC) bagi mikroba yang punya nilai z tertentu = peningkatan atau selang waktu yang digunakan untuk
Fo ∆t
8
mengamati nilai T = suhu pengamatan pada waktu tertentu = 10 (Tr-Tref)/z adalah nilai lethal rate
T LR
Nilai sterilitas (FT) pada suhu lain dihitung dengan menggunakan metode perhitungan sebagai berikut: Log
ி
ி்
Fo
=
்ି்ோ
………….(6)
= FT10 (Tr-Tref)/z....(7)
Metode umum adalah metode yang paling teliti dalam perhitungan proses termal karena data suhu bahan hasil pengukuran dalam percobaan langsung digunakan dalam perhitungan tanpa asumsi dan prediksi berdasarkan persamaan hubungan suhu dengan waktu. Dalam perhitungan kecukupan panas dengan metode formula, digunakan parameter-parameter yang diperoleh dari data penetrasi panas dan prosedur-prosedur matematik untuk mengintegrasikan lethal effects. Metode umum biasa digunakan untuk mengevaluasi kecukupan panas dari proses sterilisasi yang telah dilakukan, tidak biasa digunakan untuk merancang proses termal. Metode formula biasa digunakan untuk merancang sebuah proses sterilisasi. (Subarna et al. 2008). Metode formula dinilai sebagai metode untuk menghitung kecukupan panas yang lebih baik dibanding metode umum karena parameter-parameter yang digunakan mampu memberikan data kecukupan panas yang lebih akurat.
9
III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe kedelai yang diproduksi oleh produsen sesuai dengan ketebalan yang telah ditentukan (1, 3, 5 cm) lalu dipotong dengan bentuk kubus dengan volume tempe 1, 27, dan 125 cm3. Bahan yang digunakan untuk pembuatan medium pengalengan tempe berupa air, garam, dan minyak. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis antara lain adalah air destilata, K2SO4, HgO, Na2S2O3, H2SO4, H3BO3, HCl, indikator PP, asetonitril. amonium asetat, metanol. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah retort vertikal dengan kapasitas air 80 L, thermocouple, thermorecorder, kaleng, neraca digital, termometer. Alat-alat yang digunakan dalam analisis adalah Texture Analyzer, HPLC (High Performance Liquid Chromatography) dengan kolom C-18 jenis Bondapak (3.9 mm i.d x 30 cm), penetrometer, pH meter, pisau, cawan alumunium, cawan porselen, neraca analitik, oven pengering, Konica Minolta chromameter CR-300, gegep, pinset, batang pengaduk, dan beberapa alat gelas.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini dibagi menjadi empat tahap, yaitu: (1) penentuan waktu venting melalui uji distribusi panas, (2) penentuan kombinasi suhu dan waktu sterilisasi melalui uji penetrasi panas, (3) pengalengan tempe, dan (4) analisis produk. Garis besar penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
1.
Uji Distribusi Panas (Modifikasi Kusnandar et al. 2009) Uji distribusi panas dilakukan sebanyak dua kali ulangan dengan menempatkan 10 termokopel pada 10 titik berbeda dalam keranjang di antara kaleng berukuran 301x407 yang diisi dengan air hingga penuh agar tercapai kondisi vakum. Keranjang tersebut kemudian dimasukkan ke dalam retort (hasil modifikasi) di posisi tertentu dalam retort yang diduga lambat menerima panas. Hasil modifikasi lain, retort dioperasikan hingga mencapai setting suhu yang diinginkan, yaitu 117 oC. Perubahan suhu retort selama proses sterilisasi dicatat dengan termorekorder. Uji ini dilakukan untuk mengetahui nilai come-up-time (CUT) selama proses venting dalam retort vertikal dengan kapasitas air sebanyak 80 L yang dapat diisi kaleng berukuran 301 x 407 sebanyak 100 buah sehingga dapat diketahui waktu yang diperlukan untuk venting sampai retort mencapai suhu yang diinginkan. Dari pengukuran distribusi panas ini diperoleh grafik hubungan suhu dan waktu yang menggambarkan pada suhu dan waktu berapa proses venting selesai dilakukan serta posisi titik terdingin dalam retort.
2.
Uji Penetrasi Panas (Subarna et al. 2008) Uji penetrasi panas difokuskan pada titik terdingin dalam retort yang diketahui dari uji distribusi panas. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan termokopel yang dipasang di titik terdingin dari produk, dan dihubungkan dengan termorekorder. Posisi titik terdingin untuk bahan yang mengalami perambatan panas secara konveksi pada kemasan dengan bentuk silindris vertikal, seperti tempe yang dikalengkan, akan berada di titik tengah di 1/3 ketinggian kemasan bagian bawah (Kusnandar et al. 2006). Tempe dengan ketebalan 1, 3,5 cm dipotong menjadi bentuk kubus dengan volume 1, 27, dan 125 cm3. Selanjutnya sebanyak 200 g tempe dimasukkan ke dalam kaleng lalu diisi medium hingga penuh. Kaleng-kaleng tersebut disusun dalam keranjang yang berada di dalam retort lalu retort dioperasikan pada setting suhu yang diinginkan. Retort yang
10
Uji distribussi panas
Data waktu venting v
Dilakukann uji penetrasii panas pada tempe dengan d= 1, 3, 5 cm m dan volume 1, 1 27, 125 cm3 dalam mediuum air, larutann garam 2% , dan d minyak deengan nilai Fo 4, 8, dan 12 menit m
Data kom mbinasi suhu (T) ( dan waktuu (t) sterilisaasi tempe untuuk setiap nilai Fo
Dilakukaan pengalengaan tempe denggan ketebalan 1, 3, 5 cm dallam medium m air, larutan garam 2% , dan minyak denngan beberappa kombinasi T, t
Analisis warrna, tekstur, pH, p dan organooleptik
Tem mpe mentah Tempe dengan d sifat fissik yang baik dan disukaai
Analisis proksimat dan n kadar isoflavvon
Nilai giizi dan kadar isoflavon i temppe sterrilisasi dan tem mpe mentah
Gambar 1. Diagram alir tahhap penelitian n
11
digunakan adalah retort vertikal dengan kapasitas air sebanyak 80 L dan dapat diisi kaleng berukuran 301 x 407 hingga 100 buah. Suhu produk dan medium selama pemanasan dan pendinginan dicatat dengan termorekorder. Data penetrasi panas yang diperoleh dari percobaan akan menghasilkan plot hubungan suhu dengan waktu. Data yang diperoleh dari kurva penetrasi panas ini kemudian diolah menggunakan metode umum dan formula sehingga diperoleh karakteristik penetrasi panas dalam pangan yang diproses dan nilai waktu proses berdasarkan nilai Fo yang telah ditentukan berdasarkan konsep 12D yaitu 4, 8, dan 12 menit. Konsep 12D merupakan konsep pemusnahan mikroba target dalam proses pengalengan sebanyak 12 siklus log. Mikroba target dalam proses pengalengan adalah Clostridium botulinum. Kusnandar et al. (2006) menyatakan bahwa kombinasi suhu dan waktu yang digunakan untuk membunuh Clostridium botulinum, mikroba target dalam proses pengalengan, adalah selama 3-4 menit pada suhu 121 oC. Berikut adalah perhitungan nilai Fo parsial dan Fo total berdasarkan metode umum: F
= (Lr(n) + Lr(n-1)) x ∆t ………..(8) 2
Fo
= ሺܴܮሻ݀………………… ݐ..(9)
Fo
= ∑ (Lr(n) + Lr(n-1)) x ∆t ……(10) 2 = Lethal rate pada menit ke-n = Lethal rate pada n menit sebelumnya = rentang perubahan waktu yang digunakan = nilai sterilisasi pada suhu 250 oF (121.1 oC) bagi mikroba yang punya nilai z tertentu = peningkatan atau selang waktu yang digunakan untuk mengamati nilai T = suhu pengamatan pada waktu tertentu = 10 (Tr-Tref)/z adalah nilai lethal rate
Lr(n) Lr(n-1) ∆t Fo ∆t T LR
௧
Perhitungan nilai Fo berdasarkan metode formula ditentukan berdasarkan persamaan berikut: Fo L fh
= U x L= (fh x L)/(fh/U)…….(11) = 10 (Tr-Tref)/z adalah nilai lethal rate = waktu yang diperlukan kurva penetrasi panas melewati 1 siklus log pada fase pemanasan
Nilai waktu proses berdasarkan metode formula ditentukan berdasarkan persamaan berikut: tB tB
= (fh) log (Jh.Ih/g) ..................(12) = 0.42 tc + tp…………...........(13)
12
3.
Pengalengan Tempe Sampel tempe yang digunakan untuk pengalengan diperoleh dari produsen tempe di Komplek II IPB Bubulak-Bogor dengan variasi ketebalan 1, 3, dan 5 cm. Tempe disterilisasi sesuai dengan langkah-langkah pengalengan pada Gambar 2 Sebelum dilakukan proses pengalengan tempe, tempe dipotong terlebih dahulu menjadi bentuk kubus dengan volume 1, 27, dan 125 cm3. Selanjutnya, tempe sebanyak 200 g ditambahkan medium hingga penuh dan dimasukkan dalam kaleng.Variasi medium yang digunakan dalam pengalengan tempe adalah air, larutan garam 2%, dan minyak. Tempe dengan berbagai ketebalan
Diblansir (85oC, 15 menit) Medium (air, minyak, larutan garam 2%) Dimasukan dalam kaleng
Diexhausting
Ditutup kalengnya
Disterilisasi (T,t)
Didinginkan Gambar 2. Diagram alir sterilisasi tempe
4.
Analisis a. Tekstur (Faridah et al. 2008) Pengukuran tekstur tempe dilakukan dengan alat texture analyzer dan penetrometer. Parameter yang diukur untuk mengetahui profil tekstur tempe adalah kekerasan (dengan penetrometer) dan daya iris (dengan Texture Analyzer). Prinsip pengukuran tekstur bahan pangan dengan penetrometer adalah dengan memberikan gaya tusuk maupun tekan pada bahan pangan dengan beban (gaya) tertentu pada selang waktu tertentu. Semakin dalam jarum penetrometer menusuk contoh maka contoh tersebut semakin lunak teksturnya. Daya iris adalah kemudahan suatu bahan pangan untuk diiris. Tingkat daya iris diukur berdasarkan parameter gaya yang dibutuhkan untuk melakukan pemotongan sampel. Besarnya gaya untuk memotong sampel adalah gaya maksimum yang dibutuhkan oleh pisau jenis Warner-Bratzler Blade pada texture analyzer untuk
13
memotong sampel tempe dengan jarak pengirisan dari permukaan sejauh 3 cm dan kecepatan pengirisan 1.5 mm/s. Sampel yang memiliki ukuran dimensi yang seragam (d x d x d cm) diletakkan pada piringan. Plunger diaktifkan dengan menekan TA quick run as test atau tombol Ctrl dan Q pada komputer. Probe akan bergerak ke bawah dan menyentuh permukaan sampel, setelah itu probe akan kembali ke tempat semula. Hasil pengukuran akan terekam dalam bentuk kurva. Pengkuran tingkat kekerasan dan daya iris dilakukan sebanyak dua kali ulangan, masing-masing simplo. b. Warna (Faridah et al. 2008) Pengujian sifat fisik warna dilakukan dengan menggunakan alat Minolta Chroma Meters CR310. Pengukuran warna dilakukan dengan cara mendekatkan kamera pengukur warna pada sampel dan dilanjutkan dengan menekan tombol Target Color Set. Data hasil pengukuran warna L, a, dan b akan tercatat pada alat Paper Sheet. Pengukuran warna dilakukan sebanyak dua kali ulangan, masing-masing simplo. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan yang memiliki nilai antara 0 (hitam) sampai 100 (putih). Nilai a menunjukkan warna kromatik merah sampai hijau. Nilai + a (positif) mempunyai kisaran 0 sampai 100 untuk warna merah dan nilai – a (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Nilai b menunjukkan warna kromatik biru sampai kuning dengan kisaran 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai 0 sampai -70 untuk warna biru.
c. Nilai pH (Apriyantono et al. 1989) Sebelum pengukuran, pH meter telah dinyalakan dan distabilkan selama 15-30 menit, kemudian dikalibrasi dengan menggunakan larutan buffer pada pH 4 dan pH 7. Elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas pengering. Contoh yang telah dihaluskan sebanyak 10 gram ditambah dengan 10 ml air destilata dan dicampur sampai merata. Elektroda pH meter kemudian dicelupkan ke dalam sampel dan dibiarkan hingga menunjukkan suatu angka (stabil). Dalam penelitian ini, nilai pH diukur sebanyak dua kali ulangan, masing-masing simplo.
d. Kadar Air (AOAC 2006) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak ± 2 g dalam cawan (B). Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven 100oC selama 6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator lalu didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan (C). Perhitungan :
⎡ B − (C − A) ⎤ ⎥⎦ x100% B ⎣
Kadar Air (% bb) = ⎢
e. Kadar Abu (AOAC 2006) Cawan untuk melakukan pengabuan disiapkan kemudian dikeringkan dalam oven selama 15 menit lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak ± 3 g dalam cawan (B), kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam sampai terbentuk abu berwarna putih atau memiliki berat yang tetap. Abu beserta cawan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (C).
14
Perhitungan : Kadar Abu (% bb) =
C−A x100% B
f. Kadar Lemak (AOAC 2006) Labu lemak disediakan sesuai dengan ukuran alat ekstraksi soxhlet yang digunakan. Labu dikeringkan dalam oven dengan suhu 105-110oC selama 15 menit, kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang (A). Ditimbang sebanyak ± 5 g sampel (B) dalam kertas saring, kemudian ditutup dengan kapas bebas lemak. Kertas saring beserta isinya dimasukkan ke dalam ekstraksi soxhlet dan dipasang pada alat kondensor. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu soxhlet secukupnya. Dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali menjadi bening. Pelarut yang tersisa dalam labu lemak didestilasi dan kemudian labu dipanaskan dalam oven pada suhu 105oC. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator kemudian labu beserta lemak ditimbang (C) dan dilakukan perhitungan kadar lemak.
C−A x100% B g. Kadar protein total (AOAC 1995) Perhitungan : Kadar Lemak (%) =
Sampel sebanyak ± 100-250 mg dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, ditambah dengan 1 ± 0.1 g K2SO4, 40 ± 10 mg HgO dan 2 ± 0.1 ml H2SO4 pekat. Sampel didestruksi selama 30 menit sampai cairan jernih. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan dibilas 5-6 kali dengan air destilata sebanyak 1-2 ml dan ditambahkan 8-10 ml campuran larutan 60 % NaOH-5 %Na2S2O3. labu tadi disambungkan dengan alat destilasi dan kondensor yang telah dilengkapi dengan penampung yang berisi larutan H3BO3. Destilasi dilakukan sampai volume destilat menjadi 15 ml kemudian dititrasi dengan NaOH 0.1N sampai larutan menjadi kuning (titik akhir). Total ⋅ Nitrogen (%) =
(ml ⋅ HCL − ml ⋅ blanko) ⋅ x ⋅ N ⋅ HCL ⋅ x ⋅ 14,007 x100 gram ⋅ sampel
Kadar protein = Total Nitrogen (%) x faktor konversi Ket : faktor konversi = 6.25
h. Kadar Karbohidrat (by difference) Karbohidrat dihitung berdasarkan metode by difference dengan perhitungan : Kadar Karbohidrat (%) = 100% - (P + A + Ab +L) Ket : P = kadar protein (% bb) A = kadar air (% bb) Ab = kadar abu (% bb) L = kadar lemak (% bb)
i. Uji Organoleptik (Soekarto 1985) Penilaian mutu organoleptik tempe yang disterilisasi dilakukan dengan metode penerimaan rating dan ranking hedonik terhadap 30 panelis semi terlatih. Form uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 6a dan Lampiran 6b. Uji rating hedonik dilakukan untuk menilai kesukaan panelis terhadap atribut mutu tertentu dari tempe. Kriteria mutu organoleptik yang dianalisis adalah warna, rasa, aroma, tekstur dan atribut secara keseluruhan dari tempe yang telah diproses. Dari skala 1 sampai 4, nilai 1 diberikan untuk atribut yang paling penting pada produk tempe sterilisasi dan nilai 4 untuk atribut yang paling kurang penting pada produk tempe sterilisasi.
15
Selain itu, digunakan juga uji ranking hedonik untuk membandingkan atribut mutu mulai dari yang terpenting sampai yang tidak dari produk tempe yang disterilisasi. Hasil rekapitulasi data uji rating hedonik yang diperoleh tersebut kemudian diolah dengan SPSS 15 dengan metode ANOVA dilanjutkan dengan uji lanjutan Duncan Test sementara rekapitulasi data hasil uji ranking atribut diolah dengan Friedman Test. Tingkat persepsi panelis untuk uji rating hedonik digambarkan berdasarkan skor sebagai berikut: 5 = sangat suka, 4 = suka, 3 = netral, 2 = tidak suka, dan 1 = sangat tidak suka.
j. Kadar Isoflavon (Wang et al. 1990) 1) Pembuatan Kurva Standar Isoflavon Standar isoflavon yang tersedia diencerkan dengan fase gerak yang digunakan dalam HPLC (metanol dan amonium asetat dengan perbandingan 6:4 (v:v). Variasi konsentrasi standar yang digunakan adalah 0.002, 0.010, 0.020, 0.050, 0.100, 0.140, 0.200 μg. Standar kemudian diinjekkan ke dalam HPLC agar diperoleh kurva standar isoflavon.
2) Persiapan Sampel a)
Isoflavon Bebas Sampel sebanyak 20.0 g diblender dengan 60 HCl 1 M dengan kecepatan tinggi lalu diambil 8 g sampel dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 50 mL. Selanjutnya ditambahkan 24 mL asetonitril dan diaduk selama kurang lebih 1 menit lalu didiamkan selama beberapa menit hingga terbentuk endapan. Sebanyak 1 mL supernatan diambil dan ditambahkan dengan H2O lalu disaring dengan filter glass fiber Gelman tipe A/E ukuran 13 mm. Sampel siap untuk dianalasis dengan HPLC. b) Total Isoflavon Sampel sebanyak 2.0 g dicampur dengan 24 mL HCl 1 M di dalam erlenmeyer 150 mL lalu dipanaskan dalam waterbath selama 2 jam pada suhu 98-100 oC. Setelah didinginkan, sampel kemudian ditambah dengan 96 mL asetonitril dan diaduk selama 1 menit. Setelah didiamkan beberapa menit hingga terbentuk endapan, diambil sebanyak 1 mL supernatan diambil dan ditambahkan dengan H2O lalu disaring dengan filter glass fiber Gelman tipe A/E ukuran 13 mm. Sampel siap untuk dianalasis dengan HPLC.
3) Analisis HPLC Analisis HPLC dilakukan dengan menggunakan kolom C-18 jenis Bondapak (3.9 mm i.d x 30 cm). Detektor yang digunakan ada 2 yaitu, detektor UV pada panjang gelombang 254 nm dan detektor fluorosens pada panjang gelombang 365 nm (eksitasi) dan 418 nm (emisi). Fase gerak yang digunakan adalah metanol dan amonium asetat dengan perbandingan 6:4 (v:v) yang dialirkan dengan kecepatan sebesar 1 mL per menit. Sebanyak 20 µL sampel disuntikkan ke dalam kolom. Jenis senyawa isoflavon yang dapat diidentifikasi adalan genistein, daidzein. Penentuan kadar isoflavon ditentukan berdasarkan kurva standar isoflavon yang telah dibuat sebelumnya.
16
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN WAKTU VENTING RETORT Waktu venting adalah waktu yang diperlukan untuk mengeluarkan seluruh udara dari dalam retort sehingga suhu dalam retort telah tersebar secara merata. Waktu venting ditentukan berdasarkan uji distribusi panas. Uji distribusi panas dilakukan dengan menempatkan sejumlah termokopel pada sejumlah titik berbeda di dalam retort. Seluruh termokopel yang digunakan dalam penelitian ini telah dikalibrasi sebelumnya. Persamaan kalibrasi yang menggambarkan hubungan antara suhu termometer dan termokopel dapat dilihat pada Lampiran 1. Berdasarkan data hasil uji distribusi panas yang dilakukan, dapat ditentukan kurva hubungan waktu pemanasan dengan suhu retort. Rekapitulasi data hasil uji distribusi panas dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 3 menunjukkan posisi termokopel dalam retort selama distribusi panas dan Gambar 4 menunjukkan kurva distribusi panas di dalam retort selama proses pemanasan berlangsung.
1 2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar 3. Posisi termokopel dalam retort selama uji distribusi panas Berdasarkan kurva tersebut, tampak bahwa sebelum menit ke-10 suhu retort meningkat secara tajam dan distribusi panas di dalam retort tidak merata. Hal ini ditunjukkan dengan adanya variasi suhu yang beragam pada setiap termokopel yang terpasang dalam retort. Namun demikian, setelah proses pemanasan berlangsung selama 16 menit dan retort telah mencapai suhu 105 oC, peningkatan suhu dalam retort relatif lambat dan suhu termokopel yang terbaca oleh termorekorder relatif seragam. Hal ini berarti distribusi panas dalam retort telah seragam. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa waktu venting yang akan digunakan untuk proses selanjutnya adalah 16 menit dan saat retort telah mencapai suhu 105 oC.
17
140
T retort (oC)
120
TC11 TC2 TC3 TC4 TC5 TC6 TC7 TC8 TC9 TC20
100 80 60 40 20 0 0
1 10
20 0
30 0
40
Waktu ((menit)
Gambar 4. Kurva K distribussi panas di dallam retort yang dipanaskan hingga suhu 117 1 oC
B. PENE ENTUAN SKEDUL S PROSES ST TERILISAS SI
TT produk ( produk (oC)
Kecepatan penetrasi panaas selama sterrilisasi diukurr dengan menngamati suhu u terdingin dalam kaleng yang berisi tempee dan tahap-taahap pengalenngan yang dillakukan seperrti terlihat pada Gambar G 2. Meetode penentuaan kombinasi suhu dan waaktu sterilisasi yang digunak kan dalam penelittian ini adalahh metode um mum dan meto ode formula (M Metode Ball). Metode umu um adalah metodee yang mengggunakan datta suhu bahaan hasil penggukuran dalam m percobaan langsung digunaakan dalam peerhitungan tannpa asumsi daan prediksi berrdasarkan perrsamaan hubun ngan suhu dengann waktu. Dalam m perhitungann dengan meto ode formula, digunakan d parrameter-param meter yang diperolleh dari data penetrasi pannas dan proseedur-prosedurr matematik uuntuk mengintegrasikan lethal effects e (Subarrna et al. 20088). Data penetraasi panas yangg diperoleh dari d percobaann akan menghhasilkan plot hubungan waktu dengan suhu produk selam ma proses pengalengan tem mpe untuk setiaap kombinasi ketebalan tempe,, medium dan suhu proses. Gambar 5-7 menunjukkan m kurva hubunggan waktu den ngan suhu produkk dalam berbagai medium selama proses pengalenggan tempe padda suhu retorrt 121 oC. Kurva penetrasi pannas dalam berrbagai medium m pada suhu retort r 116 dann 127 oC disajjikan pada Lampirran 3a dan Laampiran 3b. 140 120 100 80 60 40 20 0
Tebal tempe 1 cm 3 cm 5 cm
50 100 150 Waktu (menit) K penetrasi panas tempee kaleng dengaan berbagai keetebalan temp pe Gambar 5. Kurva daalam medium air pada suhu u retort 121 oC 0
18
T produk (oC)
140 120 100 80 60 40 20 0
Tebal tempe 1 cm 3 cm 5 cm
50 100 150 Waktu (menit) Gambar 6. Kurva penetrasi panas tempe kaleng dengan berbagai ketebalan tempe dalam medium larutan garam 2% pada suhu retort 121 oC
T produk (oC)
0
140 120 100 80 60 40 20 0
Tebal tempe 1 cm 3 cm 5 cm 0
50 100 150 Waktu (menit) Gambar 7. Kurva penetrasi panas tempe kaleng dengan berbagai ketebalan tempe dalam medium minyak pada suhu retort 121 oC Berdasarkan kurva penetrasi panas yang diperoleh, tampak bahwa tempe dengan berbagai ketebalan (1, 3, dan 5 cm) yang dikalengkan dalam berbagai medium (air, larutan garam 2%, dan minyak) pada suhu 116, 121, dan 127 oC memiliki pola peningkatan suhu yang hampir sama. Penentuan suhu 116, 121, dan 127 oC ini sesuai dengan suhu sterilisasi yang biasa digunakan di dalam industri pangan (Fardiaz 1996). Pada awal sterilisasi, suhu produk relatif konstan, relatif sama seperti suhu ruang. Selanjutnya, suhu produk meningkat tajam lalu meningkat lebih lambat sebelum akhirnya mencapai suhu konstan karena telah mencapai suhu proses dan kemudian turun akibat proses pendinginan. Setelah menit ke-40 tempe yang disterilisasi pada suhu 121 oC dalam medium air dan larutan garam mengalami peningkatan suhu yang relatif lambat. Tempe yang disterilisasi pada suhu 121 oC dalam medium minyak mengalami peningkatan suhu yang lebih lambat dibandingkan tempe yang disterilisasi dalam medium air dan larutan garam. Ketebalan tempe juga berpengaruh pada kecepatan peningkatan suhu produk tempe yang disterilisasi. Hasil percobaan menunjukkan bahwa tempe dengan ketebalan yang lebih kecil memiliki kecepatan penetrasi panas yang lebih tinggi dibandingkan dengan tempe dengan ketebalan yang lebih besar yang lebih lambat menerima panas. Hal ini terkait dengan besarnya energi yang berpindah secara konduksi selama proses sterilisasi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk luas permukaan, ketebalan benda di mana panas mengalir, konduktivitas panas, dan besarnya perbedaan suhu di antara kedua sisi tersebut (Kusnandar 2006). Tempe dengan ketebalan lebih besar memerlukan energi yang lebih besar untuk proses pindah panas dibandingkan tempe dengan ketebalan lebih kecil sehingga kecepatan penetrasi panas pada tempe yang lebih tebal cenderung lebih lambat dibandingkan tempe dengan ketebalan yang lebih kecil.
19
Data yang diperoleh dari kurva penetrasi panas selanjutnya digunakan sebagai dasar perhitungan untuk menentukan skedul proses sterilisasi dengan metode umum dan metode formula. Berdasarkan perhitungan dengan metode umum dan formula, diperoleh tingkat sterilitas (Fo) yang dapat dicapai dalam proses sterilisasi tempe dengan berbagai ketebalan dalam berbagai medium dan suhu sterilisasi. Tempe dengan ketebalan 3 cm yang dikalengkan dalam medium minyak pada suhu retort 121 oC memiliki nilai Fo = 41.46 menit berdasarkan metode umum, sementara berdasarkan metode formula diperoleh nilai Fo = 41.50 menit. Nilai Fo ini dianggap sudah cukup untuk memusnahkan mikroba target dalam pengalengan, yaitu Clostridium botulinum yang memiliki nilai D(121 oC) = 0.1- 0.2 menit, sebanyak lebih dari 12 siklus log, sesuai dengan konsep 12D dalam proses pengalengan. Tabel 3 menunjukkan perbandingan nilai Fo berdasarkan metode formula dan metode umum. Contoh perhitungan nilai Fo berdasarkan metode umum dan metode formula dapat dilihat pada Lampiran 4a dan Lampiran 4b. Karena perhitungan metode formula dilakukan berdasarkan parameter-parameter dari penetrasi panas, maka hasil perhitungan nilai Fo menggunakan metode formula dianggap lebih akurat dibandingkan dengan metode umum. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa metode perhitungan yang dapat dengan lebih baik memprediksi nilai Fo adalah metode formula. Tabel 3. Perbandingan nilai Fo yang dicapai pada suhu setting retort tertentu berdasarkan metode umum dan formula. KETEBALAN Tr Fo (menit) tp MEDIUM tB (min) (oC) TEMPE (cm) (min) Umum Formula 1 121 52.0 44.0 42.5 42.4 Air 3 121 87.0 79.0 63.0 62.9
Larutan garam 2%
Minyak
5
121
99.0
91.0
70.4
70.3
1
121
52.0
44.0
42.8
42.8
3
121
87.0
79.0
65.2
65.0
5
121
99.0
91.0
68.4
68.4
1
121
52.0
44.0
28.8
28.8
3
121
87.0
79.0
41.5
41.5
5
121
99.0
91.0
36.4
35.3
Berdasarkan perhitungan dengan metode formula yang menggunakan nilai-nilai parameter yang diperoleh maka skedul proses untuk berbagai nilai Fo pada berbagai suhu sterilisasi dapat ditentukan. Lampiran 4c menunjukkan hasil perhitungan berbagai nilai Fo dan parameter-parameter penetrasi panas berdasarkan metode formula. Hasil perhitungan skedul sterilisasi untuk produk tempe dalam medium berdasarkan metode formula dapat dilihat pada Tabel 4. Adanya nilai negatif pada nilai tP (waktu operator) menunjukkan waktu proses berdasarkan metode Ball lebih kecil dibandingkan waktu efektif yang diperhitungkan dalam proeses sterilisasi sejak uap dimasukkan sampai retort mencapai suhu proses (tc).
20
Tabel 4. Skedul proses sterilisasi tempe dalam kaleng berukuran 301 x 407 berdasarkan metode formula d MEDIUM Fo Ti (oC) Tr (oC) tB (menit) TEMPE 28.2 116 21.8 28.2 121 12.1 4 28.6 127 7.6 28.2 116 34.6 28.2 121 17.0 8 1 28.6 127 9.6 28.2 116 51.7 28.2 121 21.4 12 28.6 127 11.1 28.4 116 29.0 31.0 121 21.2 4 32.0 127 12.6 28.4 116 42.7 Air 31.0 121 27.3 8 3 32.0 127 15.5 28.4 116 55.1 31.0 121 32.1 12 32.0 127 17.7 24.8 116 43.7 24.8 121 31.5 4 28.0 127 18.6 24.8 116 57,8 24.8 121 38.1 8 5 28.0 127 22.2 24.8 116 70.5 24.8 121 43.4 12 28.0 127 23.9 28.3 116 21.7 28.3 121 11.9 4 28.3 127 6.9 28.3 116 34.5 28.3 121 16.9 8 1 28.3 127 8.8 28,3 116 51.5 Larutan garam 28.3 121 21.3 12 2% 28.3 127 10.4 28.7 116 29.9 4 30.6 121 18.9 32.1 127 13.9 28.7 116 43.8 3 8 30.6 121 24.6 32.1 127 16.9 28.7 116 56.3 30.6 121 29.3 12 32.1 127 19.1 25.3 116 36.8 25.3 121 30.2 4 28.0 127 21.5 5 25.3 116 39.5 25.3 121 36.6 8 28.0 127 25.1
tp (menit) 13.8 4.1 -0.4 26.6 9.0 1.6 43.7 13.4 3.1 21.4 13.2 3.8 35.1 19.3 6.7 47.5 24.1 8.9 35.7 23.5 9.4 49.8 30.1 13.0 62.5 35.4 14.7 13.7 3.9 -1.1 26.5 8.9 0.8 43.5 13.3 2.4 22.3 10.9 5.1 36.2 16.6 8.1 48.7 21.3 10.3 28.8 22.2 12.3 31.5 28.6 15.9
21
Tabel 4. Skedul proses sterilisasi tempe dalam kaleng berukuran 301 x 407 metode formula (lanjutan) d MEDIUM Fo Ti (oC) Tr (oC) tB (menit) TEMPE 25.3 116 69.5 Larutan garam 25.3 121 42.2 5 12 2% 28.0 127 27.5 28.0 116 19.8 4 29.1 121 22.2 29.2 127 13.6 28.0 116 32.8 1 8 29.1 121 24.8 29.2 127 17.1 28.0 116 45.6 12 29.1 121 33.6 29.2 127 19.5 30.5 116 56.0 4 34.0 121 35.5 34.0 127 25.1 30.5 116 73.4 Minyak 3 8 34.0 121 42.2 34.0 127 30.2 30.5 116 88.0 12 34.0 121 50.9 34.0 127 34.0 28.3 116 68.4 28.3 121 52.2 4 28.3 127 40.6 28.3 116 86.0 5 8 28.3 121 61.2 28.3 127 46.2 28.3 116 100.8 12 28.3 121 68.4 28.3 127 50.2
tp (menit) 61.5 34.2 18.3 11.4 14.2 5.6 24.4 16.8 9.1 37.2 25.6 11.5 48.4 27.5 17.1 65.8 34.2 22.2 80.4 42.9 26.0 60.4 44.2 32.6 78.0 53.2 38.2 92.8 60.4 42.2
Pada Tabel 4 tampak bahwa pada suhu dan ketebalan tempe yang sama. nilai sterilitas yang diterapkan semakin besar maka waktu proses yang diperlukan (tB) semakin besar, diikuti pula dengan semakin besarnya waktu operator yaitu waktu sejak suhu retort mencapai suhu proses diinginkan sampai suplai uap dihentikan (tp). Ketebalan tempe juga berpengaruh terhadap tB dan tP. Pada suhu dan nilai sterilitas yang sama. ketebalan tempe yang semakin besar mengakibatkan tB dan tP yang semakin besar pula. Waktu proses (tB) dan waktu operator (tP) dipengaruhi pula oleh medium. Pada medium minyak yang memiliki koefisien pindah panas lebih kecil (691 W/m2K) dibanding air (3,000-100,000 W/m2K) dan larutan garam 2%, nilai tB dan tP lebih besar dibanding tB dan tP pada tempe yang dikalengkan dalam medium air dan larutan garam 2%. Nilai koefisien pindah panas menunjukkan tingginya laju pindah panas. Semakin besar koefisien pindah panas suatu fluida maka semakin tinggi pula laju pindah panas fluida tersebut.
22
C. SIFAT FISIK TEMPE KALENG 1. Tekstur a. Kekerasan
Kedalaman penetrasi (mm)
Tekstur tempe diukur berdasarkan tingkat kedalaman penetrasi oleh jarum penetrometer. Kedalaman penetrasi berbanding terbalik dengan kekerasan sampel. Sampel yang semakin lunak memiliki resistensi yang lebih rendah terhadap penetrasi jarum penetrometer sehingga memberikan nilai kedalaman penetrasi yang lebih tinggi. Pengaruh nilai sterilitas (Fo) terhadap tingkat kedalaman penetrasi oleh jarum penetrometer pada sampel tempe yang disterilisasi dalam medium minyak dengan suhu sterilisasi 127 oC dapat dilihat pada Gambar 8. Tempe yang disterilisasi dengan suhu yang berbeda memiliki kecenderungan yang serupa. Pada Gambar 8 tampak bahwa pada Fo = 4 menit tingkat kedalaman penetrasi jarum penetrometer berkisar antara 11.68-14.05 mm/10 detik, sementara pada Fo = 8 dan 12 menit tingkat kedalaman penetrasi jarum penetrometer berkisar antara 12.60-13.05 mm/10 detik dan 12.13-14.97 mm/10 detik. Hal ini menunjukkan variasi nilai Fo yang diterapkan pada tempe sterilisasi tidak diikuti dengan perbedaan kekerasan yang signifikan. Adanya variasi ketebalan tempe juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perbedaan kekerasan. 17 15 13 11 9 7 5
D: 1 cm D: 3 cm D: 5 cm 0
2
4
6
8
10 12 14
Fo Gambar 8. Kurva pengaruh nilai sterilitas (Fo) terhadap kedalaman penetrasi (mm) tempe pada tempe segar dan tempe dengan berbagai ketebalan tempe (cm) yang disterilisasi dalam medium minyak pada T= 127 oC Bila dibandingkan tempe segar. tempe sterilisasi memiliki tekstur yang relatif lebih lunak. Tingkat kedalaman penetrasi jarum penetrometer pada tempe segar berkisar antara 7.03-9.27 mm/10 detik, lebih kecil bila dibandingkan dengan tingkat kedalaman penetrasi jarum penetrometer pada tempe hasil sterilisasi (11.68-14.97 mm/10 detik). Tingkat kekerasan tempe segar tidak dipengaruhi oleh ketebalan tempe yang bervariasi. Perbedaan perlakuan ketebalan tempe yang bervariasi ternyata juga tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan kekerasan tempe yang disterilisasi. Gambar 9 menunjukkan pengaruh ketebalan tempe terhadap tingkat kedalaman penetrasi pada tempe yang disterilisisasi pada suhu 127 oC dengan nilai sterilitas (Fo) = 4 menit. Tempe yang disterilisasi dengan ketebalan tempe yang berbeda juga memiliki kecenderungan yang serupa.
23
Kedalaman penetrasi (mm)
25 20 air
15
air garam 2%
10
minyak
5 0
1
2
3
4
5
6
D tempe (cm) Gambar 9. Kurva pengaruh ketebalan tempe (cm) terhadap kedalaman penetrasi (mm) tempe pada berbagai medium yang disterilisasi pada T = 127 oC dengan nilai sterilitas (Fo) = 4
Kedalaman penetrasi (mm)
Pada ketebalan tempe 1 cm. tingkat kedalaman penetrasi berkisar antara 11.58-17.93 mm/10 detik, sedangkan pada tempe dengan ketebalan 3 dan 5 cm memiliki tingkat kedalaman penetrasi antara 11.85-14.95 mm/10 detik dan 13.17-14.05 mm/10 detik. Adanya variasi perlakuan medium juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kekerasan tempe. Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kedalaman penetrasi yang dilakukan. diketahui pula bahwa kekerasan tempe tidak dipengaruhi secara signifikan oleh suhu sterilisasi yang diterapkan. Pada Fo yang sama. adanya perbedaan suhu sterilisasi tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan kekerasan. Gambar 10 menunjukkan pengaruh suhu sterilisasi terhadap tingkat kedalaman penetrasi pada tempe dengan ketebalan 3 cm yang disterilisasi dengan nilai sterilitas (Fo) = 4 menit. Tempe yang disterilisasi dengan nilai sterilitas yang berbeda memiliki kecenderungan yang sama, seperti yang dapat dilihat pada Lampiran 5a. 17 15 13
air
11
air garam 2%
9
minyak
7 115
118
121
124
127
130
T (oC) Gambar 10. Kurva pengaruh suhu sterilisasi (oC) terhadap kedalaman penetrasi (mm) tempe ketebalan 3 cm pada berbagai medium yang disterilisasi dengan nilai sterilitas (Fo) = 4 Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempe sterilisasi mengalami perubahan tekstur yang signifikan jika dibandingkan dengan tempe segar. Tempe yang disterilisasi relatif lebih lunak dibandingkan dengan tempe yang tidak disterilisasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Suhendri (2009) yang menyatakan bahwa tempe yang dipanaskan selama 5 menit pada suhu 60 oC menyebabkan kenaikan kedalaman penetrasi penetrometer sebesar 1.52 mm/5 detik atau 32.38%. Saputra (2006) juga menyatakan bahwa tempe yang disterilisasi pada suhu dan waktu tertentu memberikan
24
pengaruh terhadap pelunakan tekstur tempe. Gaya yang diperlukan untuk menghancurkan tempe segar sebesar 1482.90 gramforce sementara pada tempe yang disterilisasi hanya 1032.05 gramforce. Namun demikian nilai sterilitas (Fo), medium, ketebalan tempe, dan suhu sterilisasi tidak memberikan pengaruh yang cukup signifikan pada pelunakan tempe. Proses pelunakan tempe akibat proses sterilisasi antara lain disebabkan oleh perubahan sifat fisik dan fungsional dari protein, lemak, pati, dan miselium pada tempe. Miselium kapang akan mengurangi matriks diantara sel-sel biji kedelai sehingga tekstur tempe menjadi lebih kompak (Shurtleff dan Aoyagi 1979). Adanya koagulasi dan kehilangan daya ikat air atau water holding capacity (WHC) dari protein, dispersi lemak, terjadinya proses gelatinisasi pati kedelai. hilangnya kemampuan miselium kapang dalam membangun matrik tempe, dan proses pelarutan pektin yang ada pada kacang kedelai dapat menjadi penyebab tekstur tempe mengalami pelunakan akibat sterilisasi (Fellows 2000 dan Song et.al. 2003).
b. Daya Iris Hasil penelitian menunjukkan bahwa tempe yang disterilisasi dengan nilai sterilitas yang berbeda memiliki kecenderungan daya iris yang hampir sama. Adanya peningkatan suhu pada nilai sterilitas (Fo) yang sama juga tidak diikuti dengan perbedaan daya iris yang signifikan. Tempe yang disterilisasi pada suhu 116 oC, tingkat daya iris tempe berkisar antara 23176.49-38090.50 N/m, sementara daya iris tempe yang disterilisasi pada suhu 121 oC berkisar antara 26917.00-50569.00 N/m dan daya iris tempe yang disterilisasi pada suhu 127 oC memiliki berkisar antara 41498.50-48926.00 N/m. Selain itu, adanya variasi medium juga tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap daya iris. Daya iris tempe yang disterlisasi juga tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan nilai sterilitas yang bervariasi. Bila dibandingkan dengan tempe segar ternyata daya iris tempe segar relatif tidak berbeda dengan tempe hasil sterilisasi. Daya iris tempe segar berdasarkan hasil percobaan berkisar antara 37458.50-75693.00 N/m. Hasil ini bertentangan dengan hasil kedalaman penetrasi oleh jarum penetrometer yang menunjukkan bahwa tekstur tempe segar relatif lebih keras dibandingkan dengan tempe hasil sterilisasi. Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena pada pengukuran kedalaman penetrasi oleh jarum penetrometer yang diukur tingkat kedalaman penetrasinya adalah biji kedelai dari tempe, sementara pada pengukuran daya iris oleh texture analyzer bagian tempe yang terpotong tidak hanya biji kedelainya saja tetapi juga miselium tempe. Hal ini disebabkan tempe yang digunakan dalam penelitian ini memiliki tekstur yang kompak karena adanya matriks miselium yang mengikat kedelai cukup banyak. Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya proses sterilisasi menyebabkan gaya maksimum yang diperlukan untuk mengiris tempe menjadi sedikit berkurang. Hal ini sesuai dengan penelitian Suhendri (2009) yang menyatakan adanya proses pemanasan selama 30 menit pada suhu 60, 7, dan 80 oC menyebabkan gaya pengirisan yang dibutuhkan semakin berkurang, yaitu 0.5966, 0.5754, 0.4964 kg. Namun demikian. adanya variasi perlakuan pada tempe yang disterilisasi (nilai Fo, medium, dan ketebalan tempe) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap daya
25
iris tempe yang telah disterilisasi. Rekapitulasi data hasil pengukuran daya iris dapat diihat pada Lampiran 5b.
Warna Parameter warna sampel dihubungkan dengan nilai L yang menunjukkan tingkat kecerahan (Lightness) pada kisaran 0 (hitam) hingga 100 (putih). Penampakan visual menunjukkan bahwa warna tempe menjadi sedikit lebih gelap bila dibandingkan dengan tempe segar. Bila dibandingkan dengan tempe segar. tempe hasil sterilisasi memiliki tingkat kecerahan yang relatif sama. Adanya variasi nilai sterilitas yang terdapat pada sampel tempe sterilisasi ternyata juga tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kecerahan tempe hasil sterilisasi. Lampiran 5c dan 5d menunjukkan rekapitulasi data hasil uji warna menggunakan chromameter. Gambar 11 menunjukkan pengaruh nilai sterilitas (Fo) terhadap tingkat kecerahan tempe segar dan tempe yang disterilisasi dalam medium minyak pada suhu 127 oC. Pada gambar tersebut tampak bahwa tempe segar memiliki tingkat kecerahan yang bervariasi antara 46.22-47.39 satuan. Tempe yang disterilisasi dengan nilai Fo = 4 menit memiliki tingkat kecerahan antara 43.13-45.89 satuan. sedangkan tempe yang disterilisasi dengan nilai Fo = 8 dan 12 menit memiliki tingkat kecerahan yang bervariasi antara 44.79-45.15 satuan dan 43.61-45.82 satuan. Penampakan warna tempe setelah proses sterilisasi dapat dilihat pada Gambar 12. Adanya perbedaan ketebalan tempe terhadap tempe yang disterilisasi ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kecerahan tempe yang disterilisasi. Tingkat kecerahan tempe yang disterlisasi juga tidak dipengaruhi secara nyata oleh variasi suhu sterilisasi. Adanya variasi medium yang digunakan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat kecerahan tempe hasil sterilisasi. Suhendri (2009) juga menyatakan bahwa pemanasan pada suhu 70 dan 80 oC selama 5 menit menghasilkan tempe dengan tingkat kecerahan 63.39 satuan (turun 9.54 % dibanding tempe segar) dan 61.27 satuan (turun 11.26% dibanding tempe segar). Tempe yang disterilisasi pada suhu dan waktu tertentu juga mengalami penurunan tingkat kecerahan dari 84.10 satuan menjadi 62.07 satuan (Saputra 2006). Namun demikian, tingkat kecerahan dari tempe yang disterilisasi tidak dipengaruh secara signifikan oleh adanya variasi nilai Fo, medium, dan ketebalan tempe. 55 Tingkat kecerahan
2.
50 D: 1 cm
45
D: 3 cm 40
D: 5 cm
35 0
2
4
6
8
10
12
14
Fo Gambar 11. Kurva pengaruh nilai sterilitas (Fo) terhadap tingkat kecerahan tempe segar dan tempe pada berbagai ketebalantempe (cm) yang disterilisasi dalam medium minyak pada T= 127 oC
26
(aa)
(b)
(c) m Gambbar 12. Warnaa tempe dengaan ketebalan 3 cm yang distterilisasi dalam mediium (a) air, (b)) larutan garam m 2%, dan (c)) minyak padaa suhu 127oC dengan nilai Fo= 4 menit mengindikasik kan bahwa Pemannasan dengann suhu tinggi, dalam hal inni sterilisasi, m tempe telah mengalami m prooses pemasak kan yang cukuup dan rusaknyya enzim yang g ada pada tempe sehinngga tingkat kecerahan warnanya w berkkurang. Syarrief dan Halid (1993) menyebutkann bahwa perllakuan peman nasan pada suuhu tinggi m menyebabkan terjadinya reaksi pencokklatan non ennzimatis. Reak ksi pencoklataan non enzimaatis atau reakssi Maillard terjadi akibaat reaksi antaara gula pereduksi dan assam amino bebas pada su uhu tinggi (Hutching 19999). Reaksi inni melibatkan Amadori re-aarrangement ((Awuah et al. 2007).
3.
Nilai pH Penurrunan nilai pH H biasa terjadii pada tempe yang mengallami proses peemanasan. termasuk sterrilisasi. Hal inni tampak pada Gambar 13 yang menuunjukkan peng garuh nilai Fo terhadap nilai pH padaa berbagai keetebalan tempe segar dan ttempe yang disterilisasi d dalam mediuum air. Nilai pH tempe seegar dengan ketebalan k 1 ccm adalah 6.4 40 satuan. sementara teempe dengan ketebalan 3 dan 5 cm memiliki m nilaii pH sebesar 6.31 dan 6.50 satuan. Adanyya variasi niilai sterilitas yang dilakukkan dalam proses sterilisasi tempe ternyata tidaak memberikaan pengaruh yang signifikkan terhadap nilai pH tem mpe yang disterilisasi. Nilai N pH temppe yang disterrlisasi ternyataa juga tidak dipengaruhi secara nyata oleh perbedaaan ketebalann tempe yang ada. Adanyaa variasi suhuu sterilisasi suhu s yang diterapkan juuga tidak mem mberikan pen ngaruh yang signifikan padda nilai pH teempe yang disterilisasi. Selain itu, adanya perrbedaan meddium yang ddigunakan ju uga tidak memberikan pengaruh yanng signifikan terhadap t perubbahan nilai pH H. Hasil pengukuran pH p pada temp pe hasil sterillisasi menunjuukkan bahwa pengaruh berbagai perllakuan yang diberikan d padaa tempe yang disterilisasi d (nnilai sterilitas, ketebalan tempe, mediuum, dan suhu)) tidak membeerikan pengaruuh yang signiffikan terhadap p nilai pH.
27
Lampiran 5e menunjukkan rekapitulasi data hasil pengukuran nilai pH pada tempe sterilisasi.
7.00 6.50 pH
6.00 5.50
D: 1 cm
5.00
D: 3 cm
4.50
D: 5 cm
4.00 0
2
4
6
8
10
12
14
Fo Gambar 13. Kurva pengaruh nilai sterilitas (Fo) terhadap nilai pH tempe pada berbagai ketebalan tempe (cm) yang disterilisasi dalam medium air pada T = 127 oC Saputra (2006) melaporkan bahwa tempe yang disterilisasi pada suhu dan waktu tertentu mengalami sedikit penurunan nilai pH. Nilai pH tempe segar yang diteliti adalah 5.62 satuan sementara setelah disterilisasi nilai pH turun menjadi 5.34 satuan. Hal serupa juga disampaikan Suhendri (2009) yang menyatakan pemanasan tempe pada suhu 80 oC selama 5 menit menyebabkan penurunan nilai pH sebanyak 0.40 satuan menjadi 5.44 satuan. Penurunan nilai pH terkait dengan gula yang ada pada tempe. Menurut Banks dan Greenwood (1975) molekul gula cenderung menarik partikel bermuatan negatif. Penarikan ion OH- ke sekitar molekul gula akan meningkatkan konsentrasi ion H+ sehingga pH menurun. Degradasi oleh panas terhadap molekul gula menurut Syarief dan Halid (1993) akan membentuk glukosa disertai dengan timbulnya beberapa jenis asam. Penurunan pH juga akan menyebabkan penurunan daya ikat air (water holding capacity) dari protein tempe.
D. SIFAT ORGANOLEPTIK Sterilisasi pada tempe ternyata tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada perubahan sifat fisik tempe. Pengaruh perlakuan nilai sterilisasi. suhu. dan ketebalan tempe tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada perubahan tekstur, warna, daya iris, dan nilai pH. Oleh karena itu. sampel yang dipilih sebagai sampel untuk diuji secara organoleptik adalah sampel dengan nilai Fo terkecil (4), suhu tertinggi (127oC), dan ketebalan tempe 3 cm pada berbagai medium (air, larutan garam 2%, dan minyak). Dasar pemilihan sampel dengan nilai Fo terkecil adalah agar proses sterilisasi yang diterapkan pada tempe lebih efisien secara energi. Pemilihan sampel yang disterilisasi dengan suhu tertinggi sesuai dengan konsep HTST (High Temperature Short Time) agar kerusakan nilai gizi dari tempe dapat direduksi seminimal mungkin. Burton (1978). menyatakan bahwa kombinasi suhu pemanasan yang lebih tinggi dan waktu pemanasan yang lebih singkat biasanya memberikan perubahan kimia dari produk sterilisasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan proses pemanasan pada suhu yang lebih rendah. Ketebalan tempe yang dipilih untuk digunakan
28
Skor
pada saampel terpilihh lebih didasarrkan pada kettersediaan bahhan baku temppe yang pada umumnya memiliiki ketebalan 3 cm, sehinggga dianggap ak kan lebih mem mudahkan proses produksi. Uji organoleeptik yang diigunakan dalaam penelitiann ini ada duaa jenis yaitu uji rating hedoniik dan uji rannking hedonikk. Rekapitulassi data hasil uji u ranking heedonik terhad dap atribut dapat dilihat d pada Lampiran L 7a. Output O data dari Friedman test dapat dillihat pada Lam mpiran 7b. Gambaar 14 menunnjukkan perbandingan tingkat preferennsi panelis terhadap atrib but tempe sterilissasi. Berdasarkan Gambar 14, tampak t bahwaa dari keempaat atribut yangg diamati prefferensinya. rasa merupakan m atribbut yang palinng penting darri produk temppe sterilisasi. Tekstur menjadi atribut terpentting kedua dilanjutkan denngan atribut aroma a lalu atrribut warna. O Oleh karena itu, i atribut rasa diiberi skor = 4, 4 atribut teksstur diberi sko or = 3, atribuut aroma diberri skor = 2, dan d atribut warna diberi skor = 1. Selanjutnyya skor ini akan digunakann sebagai koeffisien untuk mengalikan m dengann skor masing-masing samppel pada uji raating hedonik setiap s atribut sensori. 3.50 0 3.00 0 2.50 0 2.00 0 1.50 0 1.00 0 0.50 0 0.00 0
3.10
2.97 2.47 1.4 47
aromaa
rassa
teekstur
warna
Atribut Gambar 14. Tingkat prefeerensi panelis terhadap atribbut dalam produk tempe sterilisasi h dilakkukan untuk mengetahui tingkat kesuukaan panelis terhadap Uji rating hedonik masingg-masing atribbut (rasa, teksstur, aroma, daan warna). Paanelis dimintaa untuk menilaai masingmasingg atribut ketigga sampel darii tingkat sangat tidak suka (nilai 1) hingga sangat suk ka (nilai 5) antar produkk. Gambar 155 menunjukkaan tingkat dengann tanpa mem mbandingkan karakteristik k kesukaaan panelis paada masing-m masing atribut dari ketiga saampel tempe ssterilisasi. Lam mpiran 8a menunnjukkan rekapitulasi data haasil uji rating hedonik terhaadap atribut raasa, tekstur, aroma, a dan warna.. Nilai rata-ratta kesukaan panelis terhadaap atribut rasaa dari ketiga ssampel tempe sterilisasi berkisaar antara 2.733-3.97 (tidak suka s – suka). Sampel temppe sterilisasi ddengan mediu um larutan garam 2% paling diisukai dalam hal h rasa. Hasiil analisis sidiik ragam dan uji lanjut Du uncan Test terhadaap data hedonnik rasa dapatt dilihat pada Lampiran 8b, menunjukkaan bahwa ketiga sampel beradaa di tiga subseet yang berbedda. Hal ini berrarti ketiga sam mpel berbedaa secara nyata dalam hal rasa (pp < 0.05). Uji rating heedonik yang dilakukan d untu uk atribut tekkstur menunjuukkan tingkat preferensi paneliss terhadap kettiga sampel stterilisasi berkiisar antara 3.007-3.93 (netraal – suka). Hassil analisis sidik ragam r dan uji uj lanjut Dunncan Test terrhadap data hedonik teksstur dapat dillihat pada Lampirran 8c, menunnjukkan bahw wa sampel temp pe yang disterrilisasi dalam medium air dan d larutan garam berada dalam m subset yanng sama sedaangkan tempe yang disterrilisasi dalam m medium minyakk berada dalam m subset yangg berbeda. Hall ini menunjukkkan bahwa sampel yang disterilisasi d
29
dalam medium minyyak memliki subset b berb beda nyata denngan sampel ttempe yang disterilisasi d dalam medium air maupun m larutann garam 2% yang y memilikii subset a (p < 0.05).
3.00
3.70 3.33 3.60
3.93
3.20 3.37 3.53
2.73
Skor
4.00
3.07 3.30
3.97 3.43
5.00
Keeterangan: air air garam 2 2%
2.00
minyak
1.00 rasa
tekstur
aroma
warna
Atribu ut Gambar 15. Perbandingan P skor sampel pada p setiap atrribut sensori ppada tempe deengan m yang disterrilisasi pada suuhu 127 oC deengan nilai ketebalan 3 cm Fo = 4 menit pel tempe Pada atributt aroma, skorr rata-rata kesukaan paneelis terhadap ketiga samp sterilissasi berkisar antara a 3.33-3.70 (netral – suka). Hasil analisis sidikk ragam dan uji lanjut Duncaan Test terhadap data ratingg hedonik arom ma dapat dilihhat pada Lam mpiran 8d, men nunjukkan bahwa ketiga sampel berada di dalam subsett yang sama. Hal ini beraarti ketiga sam mpel tidak berbedda nyata dalam m hal aroma paada taraf signffikansi 5%. Atribut lain yang y juga diujji secara orgaanoleptik adalaah atribut warrna. Pada atrib but warna. tingkatt kesukaan panelis terhadap ketiga sam mpel tempe sterilisasi s adaalah netral (3 3.20-3.53). Lampirran 8e menunnjukkan hasil analisis sidik k ragam dan uji u lanjut Dunncan Test terh hadap data hedoniik warna. Daata tersebut menunjukkan m bahwa b ketigaa sampel beraada dalam su ubset yang sama. Hal ini berartti ketiga samppel tidak berbeeda nyata dalam hal warnaa pada taraf siignifikansi 5 %. Tabel 5 mennunjukkan peembobotan haasil uji rating hedonik darri ketiga samp pel tempe sterilissasi. Pada tabbel tersebut taampak bahwaa sampel tem mpe yang diseerilisasi dalam m medium minyakk memiliki skkor tertinggi. Oleh O karena ittu, berdasarkaan uji rankingg aribut tempe sterilisasi serta uji u rating hedoonik terhadapp masing-masing atribut tempe sterilisassi maka samp pel terbaik yang paling p disukai oleh panelis adalah a sampell tempe yang dikalengkan d ddalam medium m minyak. mbobotan skor hasil uji ratin ng hedonik Tabel 5. Pem M MEDIUM
RASA
T TEKSTUR
AROMA
W WARNA
T TOTAL*
Air Larutan garam 2% Minyak
2.73
3.07
3.70
3.20
30.73
3.97
3.30
3.33
3.37
35.81
3.43
3.93
3.60
3.53
36.24
b peembobotan sk kor atribut berddasarkan uji rranking atributt dengan *: Dihitung berdasarkan rumus = [((rasa x 4) + (teekstur x 3) + (aroma ( x 2) + (warna x 1)]
30
E. NILAI GIZI TEMPE Berdasarkan analisis proksimat yang dilakukan terhadap sampel terpilih yaitu tempe dengan ketebalan 3 cm yang disterilisasi dalam medium minyak pada suhu 127 oC dan Fo = 4 menit, tempe hasil sterilisasi masih memiliki kandungan gizi yang relatif baik. Tabel 5 menunjukkan hasil analisis proksimat tempe yang telah disterilisasi. Rekapitulasi data hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Lampiran 9a-9e. Kadar air tempe sterilisasi cukup tinggi. yaitu mencapai 51.98% (basis basah). Nilai ini relatif tidak berbeda dengan kadar air tempe segar yaitu 55.80%. Penurunan kadar air dalam tempe yang disterilisasi ini disebabkan oleh meningkatnya kadar lemak sebagai hasil dari penggunaan minyak sebagai medium dalam proses sterilisasi. Saputra (2006) juga melaporkan adanya penurunan kadar air pada tempe yang disterilisasi pada suhu dan waktu tertentu dari 65.60% menjadi 62.76%. Tabel 6. Analisis proksimat tempe sterilisasi Basis Basah Komponen SEM (%) air 51.98 0.12 abu 1.04 0.02 protein 16.79 0.02 lemak 29.08 0.04 karbohidrat 1.11 0.08
Basis Kering (%) 2.16 34.97 60.55 2.32
SEM 0.05 0.05 0.09 0.09
Kadar abu dari tempe yang telah sterilisasi (1.04%) sedikit mengalami penurunan dibandingan kadar abu tempe segar yaitu 1.60% (basis basah). Hal ini sesuai dengan penelitian Saputra (2006) yang menyatakan adanya penurunan kadar abu tempe yang disterilisasi pada suhu dan waktu tertentu dari 0.72 (% bb) menjadi 0.70 (% bb). Kandungan protein dalam tempe hasil sterilisasi mengalami penurunan (34.97 g/100 g bahan kering) dibandingkan dengan kadar protein tempe segar yaitu 46.50 g/100 g bahan kering. Namun demikian, kadar protein dalam tempe yang telah disterilisasi masih cukup dominan dibandingkan kandungan gizi lainnya. Burton (1978) menyatakan proses sterilisasi realtif tidak mempengaruhi kualitas protein, meskipun kadar lisin yang hilang akibat adanya gula pereduksi cukup besar. Hasil serupa juga dilaporkan oleh Subekti (2006) yang menyatakan adanya penurunan kadar protein yang sangat sedikit pada tempe yang telah disterilisasi pada suhu dan waktu tertentu dari 18.68 (%bb) menjadi 18.42 (%bb). Kadar lemak pada produk tempe sterilisasi ini mengalami kenaikan yang cukup tinggi dibandingkan tempe segar, yaitu 60.55 g/100 g bahan kering. Hal ini dapat terjadi karena medium yang digunakan dalam produk tempe sterilisasi ini adalah minyak, sehingga kadar lemak produk menjadi lebih tinggi dibanding tempe segar yang kadar lemaknya hanya 19.70 g/100 g bahan kering. Minyak yang digunakan sebagai medium adalah minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit mengandung sekitar 10% asam linoleat yang sangat baik bagi kesehatan karena merupakan asam lemak esensial. Selain kadar protein, kadar karbohidrat dalam produk tempe yang telah disterilisasi juga mengalami pemurunan. Pada tempe segar, kadar karbohidrat tempe per 100 g bahan kering adalah 30.20 g, sedangkan pada tempe yang telah disterilisasi, kadar karbohidratnya turun drastis hingga 2.32 g/100 g bahan kering.
31
F. KANDUNGAN ISOFLAVON TEMPE
Luas area kromatogram (x100000)
Berdasarkan hasil analisis menggunakan HPLC (High Performance Liquid Crhomatogram) terhadap beberapa variasi konsentrasi standar isoflavon, diperoleh kurva standar isoflavon untuk masing-masing jenis isoflavon. Kurva standar daidzein ditunjukan pada Gambar 16 dan kurva standar genistein ditunjukkan pada Gambar 17. Rekapitulasi data luas area kromatogram pada pengukuran kurva standar isoflavon (daidzein dan genistein) dapat dilihat pada Lampiran 10a dan Lampiran 10b. 20 15 y = 82.64x ‐ 0.07 R² = 1.00
10 5 0 0.00
0.05 0.10 0.15 0.20 Konsentrasi standar isoflavon (μg)
0.25
Luas area kromatogram (x100000)
Gambar 16. Kurva standar daidzein 15 10 y = 66.61x ‐ 0.05 R² = 1.00
5 0 0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
Konsentrasi standar isoflavon (μg) Gambar 17. Kurva standar genistein Kadar daidzein dan genistein total tempe segar dan beberapa produk olahan tempe dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kandungan isoflavon tempe segar dan produk olahan tempe dalam 100 g bahan yang dapat dimakan Jenis tempe Daidzein (mg) Genistein (mg) Tempe segar a) 17.59 24.85 Tempe segar b) 26.00±6.00 28.00±11.00 Tempe sterilisasi 2.40 2.95 35.00±11.00 31.00±11.00 Tempe goreng b) 8.00 7.20 Tempe fermentasi c) Sumber: a) Muchtadi (2010) b) Haron et.al (2009) c) Nakajima (2005) Tabel 7 menunjukkan bahwa kandungan daidzein total dari tempe dengan ketebalan 3 cm yang disterilisasi dalam medium minyak dengan nilai Fo = 4 menit pada suhu 127 oC adalah sebesar 2.40 mg/100 g atau mengalami penurunan 86.36% dan kandungan genistein total per
32
100 g bahan yang dapat dimakan adalah sebesar 2.95 mg atau mengalami penurunan sebesar 88.13%. Berdasarkan hasil percobaan diperoleh pula kandungan daidzein bebas pada tempe sterilisasi adalah sebesar 0.41 mg/100 g bahan dan kandungan genistein bebasnya sebesar 0.50 mg/100 g bahan. Kandungan isoflavon bebas ini menunjukkan kandungan isoflavon yang tidak terikat dengan molekul gula sehingga biasa disebut aglikon (Muchtadi 2010). Hasil penelitian menunjukkan kandungan genistein pada tempe berbasis kedelai yang disterilisasi masih lebih tinggi dibandingkan kandungan daidzein meskipun penurunan kadar genistein lebih besar dibandingkan dengan penurunan kandungan daidzeinnya. Hal ini terkait dengan struktur daidzein yang lebih mudah rusak bila terkena panas dibandingkan struktur genistein. Kandungan isoflavon produk olahan kedelai bervariasi dan dipengaruhi tidak hanya oleh jenis (kultivar) kedelai yang digunakan, tetapi juga oleh proses pengolahannya. Menurut Hendrich et al. (1998), kandungan isoflavon dalam kedelai berkisar antara 1.00-3.00 mg/g dan pada produk olahannya berkisar antara 0.025-3.00 mg/g. Proses fermentasi akan mengubah sebagian besar bentuk glukosida menjadi bentuk aglikon (King dan Bignell 2000). Menurut Chang (1998), secara umum suhu proses pengolahan makanan akan menyebabkan perubahan struktur kimia isoflavon dalam makanan tersebut. Panas yang terlalu tinggi akan menurunkan kandungan isoflavon antara 57-88%. Panas basah cenderung untuk mengubah bentuk malonil menjadi bentuk asetil dan bentuk glukosida sederhana; tetapi tidak mengakibatan perubahan pada struktur aglikon (Coward et al. 1998).
33
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, tampak bahwa proses sterilisasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan tekstur dan nilai pH namun tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan daya iris dan warna. Tempe hasil sterilisasi memiliki tekstur yang lebih lunak, warna yang relatif sama, serta nilai pH yang lebih rendah (4.37-5.80 satuan) dibanding tempe segar (6.31-6.50 satuan). Namun demikian, adanya variasi perlakuan nilai sterilitas (Fo), medium, dan ketebalan tempe yang diberikan pada tempe yang disterilisasi pada berbagai suhu tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kekerasan, daya iris, warna, dan nilai pH tempe yang disterilisasi. Tempe yang paling baik berdasarkan analisis fisik adalah tempe dengan ketebalan 3 cm yang disterilisasi dalam berbagai medium (air, larutan garam 2%, dan minyak) dengan nilai Fo = 4 menit dan suhu 127 oC. Tempe yang paling disukai oleh panelis adalah tempe dengan ketebalan 3 cm yang disterilisiasi dalam medium minyak dengan nilai Fo = 4 menit dan suhu 127 oC. Hasil analisis proksimat yang dilakukan pada sampel tempe sterilisasi menunjukkan bahwa kandungan gizi tempe sterilisasi masih sangat baik bila dibandingkan dengan tempe segar. Hal ini terbukti dari kadar protein (34.97%) , kadar air (51.98%), dan kadar abu (1.04%) tempe sterilisasi yang hanya mengalami sedikit penurunan bila dibandingkan dengan tempe segar yang memiliki kadar protein 46.50%, kadar air 55.80%, dan kadar abu 1.60%. Berdasarkan hasil analisis isoflavon diperoleh tempe hasil sterilisasi mengalami penurunan kandungan isoflavon yang sangat signifikan. Kandungan daidzein dan genistein total dari tempe sterilisasi per 100 g bahan yang dapat dimakan adalah 2.40 mg dan 2.95 mg, jauh lebih kecil dibandingkan kandungan daidzein dan genistein total tempe segar yang mencapai 17.59 mg dan 24.85 mg per 100 g bahan yang dapat dimakan.
B. SARAN Beberapa saran yang dapat diberikan penulis untuk penelitian selanjutnya mengenai proses termal terhadap tempe antara lain; melihat pengaruh proses termal terhadap retensi gizi seperti isoflavon dan vitamin pada tempe yang dikalengkan, serta pengembangan produk tempe kaleng menggunakan medium lain seperti saus tomat sehingga kualitas sensori menjadi lebih baik.
34
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis 960.52 Modified. Chapter 12.1.07. p7 ⎯.
2006. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists. Washington. D.C.
Anderson, R. L. dan W. J. Wolf. 1995. Compositional Changens in Trypsin Inhibitors. Phytic Acid. Saponins and Isoflavones Related to Soybean Processing. J. Nutrition. 125: 581S-588S. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Awuah. G. B., H. S. Ramaswamy, dan A. Economides. 2007. Thermal Processing and Quality: Principles and Overview. Chemical Engineering and Processing. 46: 584-602. Banks,W. dan C. T. Greenwood. 1975. Starch and Its Component. Halsted Press. John Willey and Sons. New York. Bates, R. P. dan R. H. Schmidt. 2002. Tempeh for Industrial Food Fermentations. FOS 6455. Burton, H. 1978. Quality Aspects of Thermal Sterilisation Processes. Di dalam: Food Quality and Nutrition: 239-261. London Chang, S. K. C. 1998. Isoflavones from Soybeans and Soyfoods. Di dalam: G. Mazza (Ed.). Fuctional Foods: Biochemical and Processing Aspects, Technomic Publishing Co. Inc. Basel. Chang, S. K. C. 2002. Isoflavones from Soybeans and Soyfoods. Di dalam: Shi, J., Mazza, G., Le Maguer, M. 2002. Functional Food vol. 2. Biochemical and Processing Aspects (Eds). CRC Press. New York. Coward L., M. Smith, M. Kirk, dan S. Barnes. 1998. Chemical Modification Of Isoflavones in Soyfoods During Cooking and Processing. Am J Clin Nutr. 68 (suppl): 1486S-91S Dewan Standardisasi Nasional. 1992. SNI 01-3144-1992 tentang Mutu dan Cara Uji Tempe. Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM.2004. Pedoman Pangan Fungsional Edisi I. Direktorat Standardisasi Produk Pangan BPOM. Jakarta. Fardiaz, Dedi. 1996. Proses Termal dalam Pengendalian Tahap Pengolahan Kritis untuk Menjamin Keamanan Pangan. Di dalam : Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Proses Termal. FATETAIPB. Bogor. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Bogor : PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Faridah, D. N., F. Kusnandar, D. Herawati, H. D. Kusumaningrum, N. Wulandari. D. Indrasti. 2008. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor Fellows, P. 2000. Food Processing Technology : Principles and Practises. 2nd Edition.for the production of dehydrated tempeh. Food Technology 19. 63-68. Garbutt, J. 1997. Essential of Food Microbiology. Arnold. London
35
Hackler, L. R. K. H. Steinkraus, J. P. Van Buren, and D. B. Hand. 1964. Studies on the utilization of tempeh protein by weanling rats. J. Nutrition 82. 452. Hardinsyah, Marhamah, dan Leily Amalia. 2008. Konsumsi Tahu dan Tempe Kedele di Indonesia. Prosiding Perkembangan Terkini tentang Tempe: Teknologi. Standardisasi dan Potensinya dalam Perbaikan Gizi serta Kesehatan. Bogor Hariyadi, P. 2000. Dasar-dasar Teori dan Praktek Proses Termal. Pusat Studi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Bogor. Haron, H., A.Ismail, A. Azlan, S. Shahar, L. Su Peng. 2009. Daidzein And Genestein Contents in Tempeh and Selected Soy Products. Food Chemistry 115:1350-1356. Heldman, D., R. Singh R. P. 2001. Introduction to Food Engineering. Academic Press. London. Hendrich, S. G., Wang. H., Lin. X., Xu. B., Tew. H. Wang and A. Murphy.1998. Isoflavone Metabolism and Bioavaiability. Di dalam: Antioxidants Status. Diet. Nutrition and Health. A. M. Papas (Ed). CRC Press. Washington. Hermana, M., Mahmud, dan D. Karyadi. 2001. Composition And Nutrition Value Of Tempe: Its Role in the Improvement of the Nutritional Value Of Food. Di dalam Agranoff. Jonathan (ed.). The Complete Handbook of Tempe. American Soybean Association. Singapore. Hesseltine, C. W. 1985. Genus Rhizopus and Tempeh Microorganisms. Proceedings. Asian Symposium on Non-salted Soybean Fermentation. Tsukuba. Japan. July 1985. p. 20-26. Tsukuba Science City: National Food Research Institute. Holdsworth, S. D. 1997. Thermal Processing of Packaging Food. Chapman and Hall : Blackie Academic and Professional. New York. Hutching, J. B. 1999. Food Color and Appeareance. 2nd Edition. Aspen Publishing. Inc. New York. Basel. Hongkong. Jendrawati.1989.Pengalengan Jamur Mutiara (Pleurotus ostreatus). Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Karyadi, D. 1999. The Development of Tempe Across Five Continents. Di dalam: Agranoff. J (editor dan penerjemah). The Complete Handbook of Tempe: The Unique Fermented Soyfood of Indonesia. The American Soybean Association Singapura. Karyadi, Darwin. 1985. Prospek pengembangan tempe dalam upaya peningkatan status gizi dan kesehatan masyarakat. Di dalam Simposium Pemanfaatan Tempe dalam Peningkatan Upaya Kesehatan dan Gizi. Departemen Kesehatan RI. Kasmidjo, R. 1996. Tempe. Mikrobiologi. dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatan. PAU Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta. King, R.A. dan C.M. Bignell. 2000. Concentrations of Isoflavone Phytoestrogens and Their Glucosides in Australian Soya Beans and Soya Foods. Aust J Nutr Diet. 57:70-78 Koswara, S. 1992. Teknologi Pengolahan Kedelai. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. Kusnandar, F., P. Hariyadi, dan N. Wulandari. 2006. Proses termal. Di dalam: Kusnadar, F., P. Hariyadi, dan E. Syamsir. Modul Kuliah Prinsip Teknik Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. IPB.
36
Kusnandar, F., D. Hunaefi, L. Nuraida, E. H. Purnomo, F. M. Taqi, A. Sima, A. Hartoyo. 2009. Penuntun Praktikum Terpadu Pengolahan Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan FATETA IPB. Bogor Muchtadi, D. 2010. Kedelai: Komponen Bioaktif untuk Kesehatan. Alfabeta CV. Bandung. Nakajima, N., N. Nozaki, K. Ishihara, A. Ishikawa, dan H. Tsuji. 2005. Analysis of Isoflavone Content in Tempeh, a Fermented Soybean, Preparation of a New Isoflavone-Enriched Tempeh. Journal of Bioscience and Bioengineering 100 (6):685-687. Nout, M. J. R dan F. M. Rambout. 1990. A Review: Recent developments in tempe research. Journal of Applied Bacteriology 69.609-633. Pawiroharsono, S. 1995. Metabolisme Isoflavon dan Faktor II (6.7.4’trihidroksi isoflavon) pada Proses Pembuatan Tempe. Simposium Nasional Pengembangan Tempe dalam Industri Pangan Modern (15-16 April 1995). Yogyakarta. Prawiroharsono, Suyanto. 1996. Aspek Mikrobiologis Tempe. Di dalam: Sapuan dan M. Sutrisno (Eds). Bunga Rampai Tempe Indonesia. Yayasan Tempe Indonesia. Yogyakarta. Prihatna, A. 1991. Studi Pembuatan Tempe Instan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Reuter, H. 1993. (Ed). Aseptic Processing of Food. Technomic Publishing Co. Basel. Switzerland. Sala, F. J. Burgos, J. Condon, S. Lopez, P. dan Raso. J. 1995. Effect of Heat and Ultrasound on Microorganism and Enzyms. Di dalam: New Method of Preservation (Gould. G. W. ed.). Blackie Academic and Professional. London. Salam, M. 1999. Mempelajari Pengaruh Blansir dan Pengeringan terhadap Mutu Keripik Tempe. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Saputra,Subekti.2006..Mempelajari Pengaruh Blansir. Sterilisasi Komersial dan Pengemasan Terhadap Umur Simpan Tempe. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Sarwono, B. 2002. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya. Jakarta. Setchell, K., D., R. 1998. Phytoestrogens: The Biochemistry , Physiology, and Implications for Human Health of Soy Isoflavons. Am. J. Clin. Nutr. 68 (suppl): 1333S-1364S. Shurtleff, W. dan A. Aoyagi. 1979. The Book of Tempeh. Harper and Row Publisher. New York. Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik. Bharata Kanya Aksara. Jakarta. Soekarto, S. T. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. FATETA. IPB. Bogor. Song, J. Y., G. H. An, dan C. J. Kim. 2003. Color. Texture. Nutrient Contents. and Sensory Values of vegetables Soybeans [Glycinemax (L.) Merrill] as Affected by Blanching. Food Chemistry. 83:69-74. Souser, M. L. dan L. Miller. 1977. Characterization of the Lipase Produced by Rhizopus Oligosporus. The Tempeh Fungus. Abstracts of the Annual Meeting of the American Society for Microbiology 77. 258. Suhendri. 2009. Studi Kinetika Perubahan Mutu Tempe Selama Proses Pemanasan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
37
Steinkraus, K. H. Yap Bee Hwa. J. P. Van Buren. M. I. Providenti. D. B. Hand. 1960. Studies of Tempeh. an Indonesian Fermented Soybean Food. Food Research 25 (6): 777-788. Steinkraus, K. H. J. P Van Buren. L. R. Hackler. dan D. B. Hand. 1965. A Pilot-Plant Process for the Production of Dehydrated Tempeh. Food Technology 19. 63-68. Steinkraus, K. H. 1983. Handbook of Indigenous of Fermented Foods. Marcell Dekker Inc. New York. Subagio, A. S. Hartanti. W. S. Windarti. Unus. M. fauzi. dan B. Herry. 2002. Kajian Sifat Fisikokimia dan Organoleptik Hidrolisat Tempe Hasil Hidrolisis Protease. Jurnal Teknol. dan Ind. Pangan XIII (3) : 204-210. Subarna, F. Kusnandar, D. R. Adawiyah, E. Syamsir, N. Wulandari, dan P. Hariyadi.2008.Penuntun Praktikum Teknik Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. IPB. Sudigbia, P. I. 1996. Tempe dalam Penatalaksanaan Diare Anak. Di dalam : Sapuan dan N. Soetrisno (Eds). Bunga Rampai Tempe Indonesia. Jakarta. Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan. Jakarta Syarief, R., J. Hermanianto, P. Hariyadi, S. Wiraatmaja, Suliantari, D. Syah, N. E. Suyatma, Y. P. Saragih, J. H. Arisasmita, I. Kuswardani, dan M. Astuti. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Universitas Katolik Widya Mandala. Surabaya. Syarief, R., Sasya Santausa, St. Isyana B. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Lab Rekayasa Proses Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wang, G., S. S. Kuan, O. J. Francis, G. M. Ware, dan A. S. Carman. 1990. A Simplified HPLC Methode for the Determination of Phytoestrogens in Soybean and Its Processed Products. J. Agric. Food. Chem. 38 (1):185-190. Wegenknecht, A. G. L. R. Mattick, L. M. Lewin, D. H. Hand, dan K. H. Steinkraus. 1961. Changes in Soybean Lipids During Tempeh Fermentation. Journal of Food Science 26 (4): 373-376. Whitten, P. L., C. Lewis, E. Russel, F. Naftolin. 1995. Potential Adverse Effects of Phytoestrogtens. J. Nutr. 125: 771S-776S. Whitten, P. L. dan F. Naftolin. 1998. Reproductive Action of Phytoestrogens. Baillieres Clin. Endocrinol Metab. 12: 667-690.
38
LAMPIRAN
39
Lampiran 1.Persamaan kalibrasi termorekorder TC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Persamaan garis
R2
y = 0.9949x + 0.6791 y = 0.9938x + 0.8207 y = 0.9954x + 0.7024 y = 0.9968x + 0.688 y = 0.9952x + 0.6847 y = 0.9964x + 0.6927 y = 0.9959x + 0.6691 y = 0.9966x + 0.7134
0.9998 0.9997 0.9997 0.9998 0.9998 0.9998 0.9998 0.9998
y = 0.9995x + 0.7813 y = 1.0019x + 0.6813 y = 0.9973x + 0.7148 y = 0.9966x + 0.6984 y = 0.9966x + 0.7094 y = 0.9986x + 0.7126 y = 0.9992x + 0.7216 y = 0.9986x + 0.7066 y = 0.9986x + 0.7144 y = 0.9975x + 0.6905
0.9998 0.9998 0.9998 0.9998 0.9998 0.9998 0.9998 0.9998 0.9998 0.9998
39
Lampiran 2. Rekapitulasi data hasil uji distribusi panas Mnt ke 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 12.0 13.0 14.0 15.0 16.0 17.0 18.0 19.0 20.0 21.0 22.0 23.0
Tr (oC) 29.0 40.0 79.0 87.5 91.0 94.0 96.0 97.5 98.0 98.0 99.0 100.0 100.5 102.0 104.0 105.0 106.0 108.0 112.0 117.0 118.0 118.0 117.0 116.5
TC 11 (oC) 28.9 28.5 29.0 31.5 65.8 84.2 91.9 94.8 98.7 99.5 101.0 102.0 103.6 105.3 106.5 107.7 108.8 113.9 118.2 119.9 118.9 118.5 118.3 118.3
TC 2 (oC) 28.6 28.5 28.4 28.5 32.6 47.7 60.8 77.5 93.9 99.6 100.3 101.4 103.2 104.8 106.1 107.4 108.3 113.8 117.6 119.3 118.3 118.0 117.7 117.6
TC 3 (oC) 28.7 28.6 28.5 28.5 29.3 29.6 31.6 34.9 39.9 64.2 88.8 101.5 103.2 104.8 106.1 107.3 108.3 113.3 117.3 119.1 118.1 117.9 117.8 117.6
TC 4 (oC) 28.7 28.6 28.6 30.9 54.7 67.7 78.7 82.9 88.7 99.6 100.6 101.7 103.4 104.9 106.2 107.4 108.4 113.5 117.7 119.3 118.3 118.0 117.8 117.7
TC5 (oC) 28.6 28.5 28.5 28.7 39.1 52.1 62.4 78.9 86.0 92.0 95.6 100.1 103.1 104.9 106.2 107.5 108.4 113.5 117.8 119.5 118.4 118.2 118.0 117.9
TC 6 (oC) 28.6 28.6 28.6 29.9 58.7 93.6 100.1 99.7 99.7 99.9 100.6 101.4 103.1 104.7 106.0 107.3 108.2 113.4 117.6 119.3 118.2 118.1 117.8 117.7
TC 7 (oC) 28.6 28.8 28.9 29.0 31.5 37.1 44.4 56.8 67.2 79.9 90.2 95.9 99.6 102.8 104.9 106.2 107.3 109.5 113.5 116.9 117.9 117.9 117.9 117.8
TC 8 (oC) 28.5 28.6 74.6 87.9 88.9 95.1 97.1 98.4 98.9 99.4 99.8 100.7 102.0 103.4 105.2 106.6 107.6 110.6 114.9 118.1 117.4 117.9 117.8 117.8
TC 9 (oC) 28.6 28.6 30.3 41.5 87.4 98.2 99.0 98.2 99.0 99.3 99.6 101.0 102.7 104.1 105.9 107.0 108.0 111.9 115.8 118.9 118.7 118.5 118.3 118.1
TC 20 (oC) 28.6 28.6 46.7 72.1 80.1 90.6 97.1 97.6 97.9 98.2 98.3 99.0 100.1 102.2 104.2 105.9 107.1 108.8 112.2 115.5 118.0 118.3 118.2 118.1
40
Lampiran 2. Rekapitulasi data hasil uji distribusi panas 24.0 25.0 26.0 27.0 28.0 29.0 30.0 31.0
117.0 117.0 117.5 117.0 117.0 117.0 117.5 117.0
118.7 118.9 118.8 118.6 119.0 118.9 118.7 118.7
118.1 118.3 118.1 118.0 118.3 118.2 118.1 118.1
118.1 118.3 118.1 117.9 118.4 118.2 118.0 118.0
117.9 118.2 118.1 117.9 118.2 118.1 117.9 118.0
118.3 118.4 118.3 118.1 118.4 118.4 118.2 118.2
117.9 117.9 117.9 117.3 117.9 118.0 118.0 117.8
117.9 117.9 118.0 118.0 118.0 118.1 118.2 118.1
118.1 118.2 118.2 118.2 118.2 118.5 118.4 118.4
118.6 118.6 118.5 118.5 118.5 118.8 118.6 118.6
118.1 118.4 118.4 118.5 118.4 118.5 118.5 118.6
41
Lampiran 3a. Kurva penetrasi panas tempe kaleng pada suhu 116 oC Kurva penetrasi panas tempe kaleng dengan berbagai ketebalan tempe dalam medium air pada suhu retort 116 oC
T produk (oC)
140 120 100 80 60 40 20 0
Tebal tempe: 1 cm 3 cm 5 cm
0
50
100 150 Waktu (menit)
200
T produk (oC)
Kurva penetrasi panas tempe kaleng dengan berbagai ketebalan tempe dalam medium larutan garam 2% pada suhu retort 116 oC 140 120 100 80 60 40 20 0
Tebal tempe: 1 cm 3 cm 5 cm 0
50
100
150
200
Waktu (menit)
T produk (oC)
Kurva penetrasi panas tempe kaleng dengan berbagai ketebalan tempe dalam medium minyak pada suhu retort 116 oC 140 120 100 80 60 40 20 0
Tebal tempe: 1 cm 3 cm 5 cm
0
50
100 Waktu (menit)
150
200
42
Lampiran 3b. Kurva penetrasi panas tempe kaleng pada suhu 127 oC
T produk (oC)
Kurva penetrasi panas tempe kaleng dengan berbagai ketebalan tempe dalam medium air pada suhu retort 127 oC 140 120 100 80 60 40 20 0
Tebal tempe: 1 cm 3 cm 5 cm
0
50
100
150
200
Waktu (menit)
T bahan (oC)
Kurva penetrasi panas tempe kaleng dengan berbagai ketebalan tempe dalam medium larutan garam 2% pada suhu retort 127 oC
140 120 100 80 60 40 20 0
Tebal tempe: 1 cm 3 cm 5 cm 0
50
100
150
200
Waktu (menit)
T produk (oC)
Kurva penetrasi panas tempe kaleng dengan berbagai ketebalan tempe dalam medium minyak pada suhu retort 127 oC
140 120 100 80 60 40 20 0
Tebal tempe: 1 cm 3 cm 5 cm
0
50
100 150 Waktu (menit)
200
43
Lampiran 4a. Perhitungan nilai Fo berdasarkan metode umum (tempe dengan d = 3 cm, medium minyak, T retort = 121oC) Mnt ke 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
T produk (ºC) 34.0 34.0 34.1 33.9 33.6 33.4 33.5 33.7 33.8 35.2 38.8 42.7 46.5 49.9 53.6 57.2 60.4 63.8 67.7 72.3 75.5 79.6 82.4 85.8 88.4 91.3 93.5 95.8 98.2 100.0 101.6 103.1 104.6 105.9 107.2 108.3 109.4 110.1 110.9 111.5 112.5 112.8 113.5 114.5 114.9 115.0 115.5 116.2 116.2 116.8 116.7
LR TC 2 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01 0.01 0.01 0.02 0.02 0.03 0.04 0.05 0.07 0.08 0.10 0.11 0.14 0.15 0.17 0.22 0.24 0.24 0.27 0.32 0.33 0.37 0.37
Fo (parsial) TC 2
Fo (kumulatif) TC 2
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0002 0.0004 0.0008 0.0014 0.0024 0.0040 0.0064 0.0095 0.0135 0.0190 0.0262 0.0354 0.0464 0.0598 0.0735 0.0873 0.1023 0.1235 0.1431 0.1608 0.1954 0.2294 0.2426 0.2585 0.2980 0.3246 0.3489 0.3694
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0001 0.0002 0.0004 0.0008 0.0016 0.0030 0.0054 0.0094 0.0158 0.0252 0.0387 0.0577 0.0840 0.1193 0.1657 0.2256 0.2991 0.3864 0.4887 0.6122 0.7552 0.9161 1.1114 1.3408 1.5834 1.8419 2.1398 2.4644 2.8134 3.1827
44
Lampiran 4a. Perhitungan nilai Fo berdasarkan metode umum (tempe dengan d = 3 cm, medium minyak, T retort = 121oC) (lanjutan) 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98
117.4 117.6 117.4 118.1 118.2 118.4 118.3 118.5 118.6 119.2 119.3 119.4 119.2 119.6 119.9 119.6 120.1 120.2 119.8 120.0 120.1 120.2 120.4 120.5 120.3 120.3 120.8 120.7 120.5 120.9 120.8 121.0 121.0 121.0 120.9 120.8 121.0 121.0 121.0 121.0 121.0 121.0 121.0 121.0 121.0 121.0 121.0 121.0
0.43 0.45 0.42 0.50 0.52 0.53 0.52 0.54 0.57 0.65 0.67 0.68 0.64 0.71 0.76 0.70 0.79 0.81 0.74 0.77 0.80 0.81 0.85 0.87 0.83 0.84 0.94 0.92 0.87 0.96 0.93 0.98 0.98 0.98 0.95 0.94 0.98 0.98 0.98 0.98 0.98 0.98 0.98 0.98 0.98 0.98 0.98 0.98
0.3973 0.4388 0.4361 0.4602 0.5080 0.5244 0.5277 0.5345 0.5554 0.6085 0.6595 0.6758 0.6633 0.6774 0.7345 0.7300 0.7455 0.7984 0.7741 0.7540 0.7834 0.8034 0.8289 0.8610 0.8511 0.8347 0.8911 0.9295 0.8948 0.9188 0.9475 0.9537 0.9772 0.9772 0.9657 0.9482 0.9597 0.9772 0.9772 0.9772 0.9772 0.9772 0.9772 0.9772 0.9772 0.9772 0.9772 0.9772 41.4617
3.5801 4.0189 4.4550 4.9152 5.4232 5.9476 6.4752 7.0098 7.5651 8.1737 8.8332 9.5090 10.1722 10.8496 11.5841 12.3141 13.0596 13.8580 14.6320 15.3860 16.1694 16.9728 17.8017 18.6627 19.5138 20.3486 21.2397 22.1692 23.0640 23.9828 24.9303 25.8840 26.8613 27.8385 28.8042 29.7524 30.7121 31.6893 32.6665 33.6438 34.6210 35.5982 36.5755 37.5527 38.5300 39.5072 40.4844 41.4617
45
Lampiran 4b. Perhitungan nilai Fo berdasarkan metode formula (tempe dengan d = 3 cm, medium minyak, T retort = 121oC) MINYAK -0,055x
y = 119.11e log y=log a-b log ex log (Tr-T)=log (Tr-Ti)-1/fh a = 119.1100 1/fh = b*log e 1/fh = 0.055*log e 0.0239 fh = 41.8652 log y = 1.8127 JhIh (y) = Tr-Tpih = a saat 0.58 CUT = 64.9714
VARIABEL
NILAI
tB (min) fh (min) Ti (oC) Tr (oC) jh L = 10^((Tr-121)/10) Ih= (Tr-Ti) JhIh Log JhIh tB/fh Log g=log (jhIh)-tB/fh fh/U (tabel/grafik) Fo= U x L= (fh x L)/(fh/U)
87.0 41.9 34.0 121.0 0.7 1.000 87.0 64.971 1.813 2.078 -0.265 1.008 41.5
46
Lampiran 4c. Perhitungan berbagai nilai Fo berdasarkan metode formula (tempe dengan d = 3 cm, medium minyak, T retort = 121oC) AIR
VARIABEL
NILAI
NILAI
NILAI
y = 311.6e-0.128x log y=log a-b log ex log (Tr-T)=log (Tr-Ti)-1/fh a = 311.6000 1/fh = b*log e 1/fh = 0.128*log e 0.0556 fh = 17.9889 log y = 1.8810 JhIh (y) = Tr-Tpih = a saat 0.58 CUT = 76.0325
Fo (min) fh (min) Ti (oC) Tr (oC) Ih= (Tr-Ti) Jh JhIh Log JhIh L = 10^((Tr-121)/10) fh/U=fh x L/Fo Log (g) (dari tabel/grafik) Log JhIh-log (g) tB=fh{log JhIh-log(g)}
4.0 18.0 31.0 121.0 90.0 0.8 76.0 1.881 1.000 4.497 0.702 1.179 21.2
8.0 18.0 31.0 121.0 90.0 0.8 76.0 1.881 1.000 2.249 0.364 1.517 27.3
12.0 18.0 31.0 121.0 90.0 0.8 76.0 1.881 1.000 1.499 0.096 1.785 32.1
LARUTAN GARAM
VARIABEL
NILAI
NILAI
NILAI
Fo (min) fh (min) Ti (oC) Tr (oC) Ih= (Tr-Ti) Jh
4.0 15.7 30.6 121.0 90.4 0.8
8.0 15.7 30.6 121.0 90.4 0.8
12.0 15.7 30.6 121.0 90.4 0.8
-0.147x
y = 361e log y=log a-b log ex log (Tr-T)=log (Tr-Ti)-1/fh a = 361.0000 1/fh = b*log e 1/fh = 0,147*log e
47
Lampiran 4c. Perhitungan berbagai nilai Fo berdasarkan metode formula (tempe dengan d = 3 cm. medium minyak, T retort = 121oC) (lanjutan)
LARUTAN GARAM
VARIABEL
NILAI
NILAI
NILAI
JhIh Log JhIh L = 10^((Tr-121)/10) fh/U=fh x L/Fo Log (g) (dari tabel/grafik) Log JhIh-log (g) tB=fh{log JhIh-log(g)}
71.4 1.854 1.000 3.916 0.645 1.209 18.9
71.4 1.854 1.000 1.958 0.284 1.570 24.6
71.4 1.854 1.000 1.305 -0.016 1.870 29.3
MINYAK
VARIABEL
NILAI
NILAI
NILAI
y = 119,11e-0,055x log y=log a-b log ex log (Tr-T)=log (Tr-Ti)-1/fh a = 119.1100 1/fh = b*log e 1/fh = 0,055*log e 0.0239 fh = 41.8652 log y = 1.8127 JhIh (y) = Tr-Tpih = a saat 0.58 CUT = 64.9714
Fo (min) fh (min) Ti (oC) Tr (oC) Ih= (Tr-Ti) Jh JhIh Log JhIh L = 10^((Tr-121)/10) fh/U=fh x L/Fo Log (g) (dari tabel/grafik) Log JhIh-log (g) tB=fh{log JhIh-log(g)}
4.0 41.9 34.0 121.0 87.0 0.7 65.0 1.813 1.000 10.466 0.964 0.849 35.5
8.0 41.9 34.0 121.0 87.0 0.7 65.0 1.813 1.000 5.233 0.758 1.055 44.2
12.0 41.9 34.0 121.0 87.0 0.7 65.0 1.813 1.000 3.489 0.596 1.216 50.9
fh log y JhIh (y)
= = = = =
0.0638 15.6638 1.8540 Tr-Tpih a saat 0.58 CUT 71.4457
48
Lampiran 5a. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-tingkat kekerasan MEDIUM
D Fo
Tr
kekerasan (1)
Ul. 1
13.60 116
4
121
127
116
1
8
121
127 Air 116
12
121
127
116
3
4
121
127
13.60
13.57
116
13.80
13.50
14.20
9.90
9.30
9.40
9.60
9.80
9.50
9.60
11.40
11.20
11.50
11.60
11.90
11.90
11.60
13.40
13.90
13.50
13.47
14.30
13.50
13.60
10.30
10.50
11.20
10.57
10.70
10.20
10.30
10.90
11.80
11.20
10.97
11.10
10.80
11.00
10.60
11.70
10.70
10.60
11.70
10.50
12.50
15.90
11.60
15.50
15.53
11.90
15.20
11.30
17.60
12.40
17.80
17.83
12.80
18.10
13.00
11.70
15.60
11.90
11.80
15.90
11.80
15.50
12.80
14.10
12.80
12.73
13.80
12.60
14.00
11.40
12.30
11.00 14.60
Ul. 2
Rataan (mm/10 s)
SD
SEM
13.87
13.72
0.21
0.15
9.57
9.58
0.02
0.02
11.57
11.58
0.02
0.02
13.93
13.70
0.33
0.23
10.50
10.53
0.05
0.03
11.30
11.13
0.24
0.17
11.97
11.28
0.97
0.68
11.60
13.57
2.78
1.97
12.73
15.28
3.61
2.55
15.67
13.73
2.73
1.93
13.97
13.35
0.87
0.62
12.27
11.85
0.59
0.42
17.43
15.72
2.43
1.72
13.60
11.43
11.90 8
kekerasan (2)
12.00 12.50
14.00
17.30
49
Lampiran 5a. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-tingkat kekerasan (lanjutan) MEDIUM
D Fo
Tr 116
kekerasan (1) 14.00 13.40
Ul. 1 14.00
10.20 8
121
127 3 116
12
121
127
Air
116
4
121
127 5 116
8
121
127
10.00
116
17.30
10.17
10.50
10.30
10.60
12.60
10.60
12.20
12.40
10.70
12.40
10.20
14.90
15.10
15.80
15.30
15.00
15.20
15.60
11.50
16.60
11.50
11.47
16.10
11.40
16.00
12.00
12.60
12.40
12.10
12.20
11.90
13.40
11.10
16.00
11.90
11.70
16.20
12.10
15.20
11.70
14.50
11.70
11.60
14.20
11.40
14.70
12.90
13.20
13.10
13.10
13.00
13.30
13.50
13.70
19.40
13.80
13.83
19.50
14.00
19.00
14.90
12.80
14.50
14.80
12.70
15.00
13.20
13.80
12.50
13.50 15.90
Ul. 2
Rataan (mm/10 s)
SD
SEM
17.43
15.72
2.43
1.72
10.47
10.32
0.21
0.15
10.50
11.45
1.34
0.95
15.23
15.27
0.05
0.03
16.23
13.85
3.37
2.38
12.73
12.42
0.45
0.32
15.80
13.75
2.90
2.05
14.47
13.03
2.03
1.43
13.23
13.17
0.09
0.07
19.30
16.57
3.87
2.73
12.90
13.85
1.34
0.95
13.23
13.35
0.16
0.12
13.90
15.10
1.70
1.20
10.30
13.47
13.10 12
kekerasan (2) 17.70
13.90 13.30
16.30
14.10
50
Lampiran 5a. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-tingkat kekerasan (lanjutan) MEDIUM
D Fo
Tr 116
kekerasan (1) 16.10 16.90
Ul. 1 16.30
17.00 Air
5
12
121
127
116
4
121
127
116
Larutan garam 2%
1
8
121
127
116
12
121
127
17.00
4
116
13.30
16.73
16.10
16.20
15.90
15.30
15.60
15.60
15.33
15.80
15.10
16.00
11.60
12.00
11.50
11.53
12.30
11.50
11.80
19.10
15.00
19.00
19.07
15.20
19.10
14.30
20.50
15.00
20.70
20.60
15.20
20.60
15.60
13.50
15.60
13.40
13.47
15.20
13.50
15.80
18.30
17.00
18.10
18.17
17.70
18.10
16.40
18.80
10.90
18.50
18.57
11.10
18.40
12.40
14.40
19.30
14.30
14.37
19.50
14.40
19.10
11.10
10.60
12.00
11.57
11.30
11.60
10.90
23.50
17.50
24.00 9.80
Ul. 2
Rataan (mm/10 s)
SD
SEM
13.90
15.10
1.70
1.20
16.43
16.58
0.21
0.15
15.80
15.57
0.33
0.23
12.03
11.78
0.35
0.25
14.83
16.95
2.99
2.12
15.27
17.93
3.77
2.67
15.53
14.50
1.46
1.03
17.03
17.60
0.80
0.57
11.47
15.02
5.02
3.55
19.30
16.83
3.49
2.47
10.93
11.25
0.45
0.32
17.43
20.60
4.48
3.17
12.63
11.20
2.03
1.43
17.30
23.77
23.80 3
kekerasan (2) 14.30
17.20 17.60
9.77
12.60
51
Lampiran 5a. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-tingkat kekerasan (lanjutan) MEDIUM
D Fo
Tr 116
kekerasan (1) 9.50 10.00
Ul. 1 9.77
12.70 4
121
127
116
3
8
121
127 Larutan garam 2%
116
12
121
127
116
5
4
121
127
12.00
116
12.60
12.37
13.40
12.40
13.40
15.00
14.60
15.50
15.23
14.60
15.20
14.80
9.60
16.60
9.40
9.67
17.10
10.00
16.70
13.30
16.60
13.40
13.33
16.20
13.30
16.60
14.80
15.80
14.50
14.60
16.20
14.50
16.60
18.30
14.00
18.40
18.40
14.80
18.50
14.40
13.40
14.10
13.80
13.43
13.70
13.10
13.20
19.80
18.30
19.30
19.83
18.90
20.40
18.60
14.80
14.50
14.10
14.23
15.30
13.80
14.90
11.50
13.50
11.50
11.73
13.60
12.20
14.00
11.60
15.90
11.90 13.30
Ul. 2
Rataan (mm/10 s)
SD
SEM
12.63
11.20
2.03
1.43
13.53
12.95
0.82
0.58
14.67
14.95
0.40
0.28
16.80
13.23
5.04
3.57
16.47
14.90
2.22
1.57
16.20
15.40
1.13
0.80
14.40
16.40
2.83
2.00
13.67
13.55
0.16
0.12
18.60
19.22
0.87
0.62
14.90
14.57
0.47
0.33
13.70
12.72
1.39
0.98
15.90
13.88
2.85
2.02
12.83
13.32
0.68
0.48
13.80
11.87
12.10 8
kekerasan (2) 12.70
15.60 16.20
13.80
13.10
52
Lampiran 5a. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-tingkat kekerasan (lanjutan) MEDIUM
D Fo
Tr 116
kekerasan (1) 13.30 14.80
Ul. 1 13.80
16.60 8
121
127 Larutan garam 2%
5 116
12
121
127
116
4
121
127 Minyak
1 116
8
121
127
16.30
116
12.40
16.93
16.50
17.90
15.60
12.80
16.80
12.70
13.00
13.40
13.50
18.40
17.40
16.80
16.30
17.00
17.50
17.30
17.80
12.70
13.00
12.20
12.80
12.60
13.50
13.20
14.40
14.30
14.40
14.13
13.50
13.60
15.14
11.70
11.60
11.00
11.10
11.70
10.60
12.40
11.20
13.80
10.90
11.03
14.10
11.00
13.60
11.90
12.50
11.50
11.70
12.00
11.70
10.50
11.10
13.10
10.70
10.83
13.40
10.70
13.30
11.20
17.70
11.20
11.50
18.30
12.10
18.80
13.00
12.90
13.10 14.50
Ul. 2
Rataan (mm/10 s)
SD
SEM
12.83
13.32
0.68
0.48
16.23
16.58
0.49
0.35
16.20
14.60
2.26
1.60
17.37
17.18
0.26
0.18
12.93
12.87
0.09
0.07
14.31
14.22
0.13
0.09
11.90
11.50
0.57
0.40
13.83
12.43
1.98
1.40
11.67
11.68
0.02
0.02
13.27
12.05
1.72
1.22
18.27
14.88
4.78
3.38
12.33
12.60
0.38
0.27
11.27
12.93
2.36
1.67
16.60
12.87
12.50 12
kekerasan (2) 13.00
12.40 11.70
14.60
11.70
53
Lampiran 5a. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-tingkat kekerasan (lanjutan) MEDIUM
D Fo
Tr 116
kekerasan (1) 14.80 14.50
Ul. 1 14.60
11.50 1
12
121
127
116
4
121
127
Minyak 116
3
8
121
127
116
12
121
127
11.40
4
116
10.60
11.87
13.00
12.70
13.00
15.50
14.60
14.70
14.67
15.60
13.80
15.60
14.90
11.80
13.90
13.93
11.90
13.00
11.30
15.40
14.90
15.80
15.47
15.00
15.20
14.50
9.90
16.30
9.40
9.53
16.40
9.30
15.70
11.70
11.80
11.00
10.87
11.50
9.90
10.60
13.00
12.70
13.10
12.97
12.80
12.80
13.00
11.00
14.10
11.50
11.47
14.90
11.90
14.90
12.80
12.90
12.30
12.83
13.00
13.40
12.60
12.50
12.20
12.50
12.47
12.40
12.40
13.90
14.60
13.30
15.40 12.50
Ul. 2
Rataan (mm/10 s)
SD
SEM
11.27
12.93
2.36
1.67
12.90
12.38
0.73
0.52
15.27
14.97
0.42
0.30
11.67
12.80
1.60
1.13
14.80
15.13
0.47
0.33
16.13
12.83
4.67
3.30
11.30
11.08
0.31
0.22
12.83
12.90
0.09
0.07
14.63
13.05
2.24
1.58
12.83
12.83
0.00
0.00
12.83
12.65
0.26
0.18
13.60
14.15
0.78
0.55
14.37
13.57
1.13
0.80
12.70
14.70
14.10 5
kekerasan (2) 11.50
13.70 13.80
12.77
14.80
54
Lampiran 5a. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-tingkat kekerasan (lanjutan) MEDIUM
D Fo
Tr 116
kekerasan (1) 12.50 13.30
Ul. 1 12.77
11.30 4
121
127
116
Minyak
5
8
121
11.90
11.27
12
121
127
13.60
10.60
14.20
13.50
14.30
13.60
13.40
14.70
13.10
15.10
11.70
12.30
12.60
12.63
12.70
13.60
11.80
14.30
13.90
14.80 12.40
116
14.00
12.50
14.20
14.20
12.70
12.60
14.10
14.60 14.33
14.00
14.60
14.90
12.40
13.10 12.83
11.40
14.00
14.10
12.00
15.80
12.50 12.60
SD
SEM
14.37
13.57
1.13
0.80
14.23
12.75
2.10
1.48
14.70
14.05
0.92
0.65
12.27
12.45
0.26
0.18
13.87
14.03
0.24
0.17
12.57
12.63
0.09
0.07
14.50
14.42
0.12
0.08
12.87
12.85
0.02
0.02
15.90
14.13
2.50
1.77
11.60 13.50
12.10
Rataan (mm/10 s)
13.50
13.20 14.30
Ul. 2
14.90
13.50 127
kekerasan (2) 14.30
12.37
15.50 16.40
55
Lampiran 5b. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-daya iris MEDIUM
d
Fo
4
1
8
12
4
Air
3
8
12
4
5
8
12
Larutan garam 2%
1
4
Tr
G (1)
G (2)
G bar
SD
SEM
116
41580
61480
51530.00
14071.42
9950.00
121
37785
44072
40928.50
4445.58
3143.50
127
18609
19093
18851.00
342.24
242.00
116
38772
58727
48749.50
14110.32
9977.50
121
39750
41123
40436.50
970.86
686.50
127
23098
21765
22431.50
942.57
666.50
116
58731
51399
55065.00
5184.51
3666.00
121
43995
75965
59980.00
22606.20
15985.00
127
52767
35551
44159.00
12173.55
8608.00
116
44558
31623
38090.50
9146.43
6467.50
121
35668
37600
36634.00
1366.13
966.00
127
47073
50779
48926.00
2620.54
1853.00
116
50199
40881
45540.00
6588.82
4659.00
121
42224
39178
40701.00
2153.85
1523.00
127
49868
45465
47666.50
3113.39
2201.50
116
41877
10305
26091.00
22324.78
15786.00
121
53031
42301
47666.00
7587.26
5365.00
127
51149
40188
45668.50
7750.60
5480.50
116
32768
28032
30400.00
3348.86
2368.00
121
39713
31164
35438.50
6045.06
4274.50
127
27796
31078
29437.00
2320.72
1641.00
116
10016
28018
19017.00
12729.34
9001.00
121
23772
32130
27951.00
5910.00
4179.00
127
26705
27647
27176.00
666.09
471.00
116
24846
21677
23261.50
2240.82
1584.50
121
27680
30493
29086.50
1989.09
1406.50
127
30436
36092
33264.00
3999.40
2828.00
116
32483
41768
37125.50
6565.49
4642.50
121
20806
24130
22468.00
2350.42
1662.00
56
Lampiran 5b. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-daya iris (lanjutan) MEDIUM
d
Fo
Tr
G (1)
G (2)
G bar
SD
SEM
4
127
24130
51513
37821.50
19362.70
13691.50
116
31369
24532
27950.50
4834.49
3418.50
121
63520
24532
44026.00
27568.68
19494.00
127
52499
11369
31934.00
29083.30
20565.00
116
29299
32148
30723.50
2014.55
1424.50
121
69467
23013
46240.00
32847.94
23227.00
127
74814
43030
58922.00
22474.68
15892.00
116
52499
29749
10589.50
16086.68
11375.00
121
29433
24401
26917.00
3558.16
2516.00
127
44046
43868
43957.00
125.87
89.00
116
34006
39620
36813.00
3969.70
2807.00
121
41847
27346
34596.50
10253.76
7250.50
127
47682
35371
41526.50
8705.19
6155.50
116
43366
22187
32776.50
14975.81
10589.50
121
42764
35590
39177.00
5072.78
3587.00
127
13398
19562
16480.00
4358.61
3082.00
116
27647
28032
27839.50
272.24
192.50
121
46305
28270
37287.50
12752.67
9017.50
127
40875
22731
31803.00
12829.75
9072.00
116
20484
26387
23435.50
4174.05
2951.50
121
26609
27647
27128.00
733.98
519.00
127
34113
20376
27244.50
9713.53
6868.50
116
23049
20041
21545.00
2126.98
1504.00
121
30735
28665
29700.00
1463.71
1035.00
127
17538
9397
13467.50
5756.56
4070.50
116
57292
78203
67747.50
14786.31
10455.50
121
63437
58797
61117.00
3280.98
2320.00
127
69858
73532
71695.00
2597.91
1837.00
116
38337
84655
61496.00
32751.77
23159.00
121
50364
41897
46130.50
5987.07
4233.50
8 1
12
4
3
8
Larutan garam 2%
12
4
5
8
12
4 Minyak
1 8
57
Lampiran 5b. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-daya iris (lanjutan) MEDIUM
d
1
Fo
Tr
G (1)
G (2)
G bar
SD
SEM
8
127
84655
64426
74540.50
14304.06
10114.50
116
31032
35714
33373.00
3310.67
2341.00
121
33015
21669
27342.00
8022.83
5673.00
127
88639
84650
86644.50
2820.65
1994.50
116
14342
46936
30639.00
23047.44
16297.00
121
47256
53882
50569.00
4685.29
3313.00
127
54588
28409
41498.50
18511.35
13089.50
116
40180
41543
40861.50
963.79
681.50
121
41543
50199
45871.00
6120.72
4328.00
127
48820
41543
45181.50
5145.62
3638.50
116
20240
11248
15744.00
6358.30
4496.00
121
22390
55856
39123.00
23664.04
16733.00
127
36782
57092
46937.00
14361.34
10155.00
116
18974
25856
22415.00
4866.31
3441.00
121
11737
10016
10876.50
1216.93
860.50
127
9397
10141
9769.00
526.09
372.00
116
28018
27796
27907.00
156.98
111.00
121
32329
21019
26674.00
7997.38
5655.00
127
9248.8
8717.2
8983.00
375.90
265.80
116
28665
23522
26093.50
3636.65
2571.50
121
27724
26609
27166.50
788.42
557.50
127
17725
26705
22215.00
6349.82
4490.00
12
4
3
Minyak
8
12
4
5
8
12
58
Lampiran 5c. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna
MEDIUM
d
Fo
116
4
121
127 Air
1 116
8
warna (1)
Tr
121
127
Rata-rata (1)
L
a
b
45.80
2.50
9.98
45.79
2.48
9.96
45.80
2.50
42.29
L
a
b
46.04
2.62
9.72
46.04
2.64
9.71
9.97
46.04
2.61
9.73
3.02
11.02
42.86
2.23
11.85
42.24
3.00
11.00
42.86
2.23
11.83
42.20
3.05
10.99
42.86
2.23
11.84
44.23
2.42
11.59
43.68
2.22
12.18
44.26
2.38
11.62
43.65
2.23
12.18
44.24
2.39
11.60
43.66
2.22
12.17
47.18
2.81
10.94
46.96
2.50
12.29
47.19
2.80
10.87
46.14
2.50
12.54
47.11
2.80
10.86
45.78
2.61
12.65
45.82
2.99
10.17
46.56
2.64
11.13
45.41
3.08
10.33
46.55
2.66
11.12
45.35
3.05
10.35
46.56
2.63
11.12
42.47
2.97
10.64
42.33
2.49
11.09
42.39
2.95
10.63
42.19
2.46
11.11
42.36
2.96
10.60
42.15
2.46
11.15
42.24
44.24
47.16
45.53
42.41
2.49
3.02
2.40
2.80
3.04
2.96
b
Rata-rata (2)
L
45.80
a
warna (2)
9.97
11.00
11.60
10.89
10.28
10.62
L
a
b
46.04
2.62
9.72
42.86
2.23
11.84
43.66
2.22
12.18
46.29
2.54
12.49
46.56
2.64
11.12
42.22
2.47
11.12
59
Lampiran 5c. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (lanjutan) MEDIUM
d
Fo
Tr
116
1
12
121
127 Air 116
3
4
121
127
warna (1)
Rata-rata (1)
L
a
b
44.17
2.65
11.03
44.21
2.66
11.00
44.12
2.65
44.22
L
a
b
45.02
3.06
10.59
45.03
3.03
10.60
11.03
45.04
3.01
10.59
2.90
11.76
44.12
2.44
11.04
43.63
2.94
11.91
44.13
2.44
11.03
43.55
2.94
11.88
44.13
2.41
11.02
41.06
3.17
10.32
42.86
2.99
9.66
40.95
3.20
10.27
41.40
3.12
10.06
40.90
3.19
10.27
41.26
3.22
10.29
44.60
2.66
8.72
45.23
2.50
10.10
44.41
2.67
8.78
45.23
2.58
10.90
44.18
2.70
8.84
45.24
2.56
10.10
46.05
2.69
9.50
46.20
2.49
10.55
45.96
2.69
9.54
46.21
2.51
10.53
45.89
2.70
9.55
46.22
2.49
10.55
45.52
2.59
8.62
46.27
2.63
10.33
44.54
2.69
8.94
46.26
2.61
10.32
44.07
2.74
9.11
46.26
2.59
10.34
43.80
40.97
44.40
45.97
44.71
2.65
2.93
3.19
2.68
2.69
2.67
b
Rata-rata (2)
L
44.17
a
warna (2)
11.02
11.85
10.29
8.78
9.53
8.89
L
a
b
45.03
3.03
10.59
44.13
2.43
11.03
41.84
3.11
10.00
45.23
2.55
10.37
46.21
2.50
10.54
46.26
2.61
10.33
60
Lampiran 5c. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (lanjutan) MEDIUM
d
Fo
Tr
116
8
121
127 Air
3 116
12
121
127
warna (1)
Rata-rata (1)
L
a
b
45.32
2.73
11.76
44.17
2.81
12.49
43.53
2.89
43.69
L
a
b
46.70
2.66
11.63
46.69
2.65
11.61
12.87
46.69
2.65
11.60
2.75
7.58
45.91
2.67
11.92
44.05
2.83
7.75
45.91
2.66
11.89
43.99
2.84
7.78
45.91
2.65
11.90
44.92
2.75
7.58
45.65
2.54
10.30
44.09
2.83
7.75
45.67
2.53
10.30
43.92
2.84
7.78
45.67
2.56
10.28
46.21
2.77
10.74
45.46
3.05
11.20
46.14
2.75
10.77
45.46
3.05
11.20
46.11
2.74
10.78
45.46
3.04
11.19
43.95
2.60
8.91
45.53
2.95
11.09
44.06
2.63
9.32
45.53
2.93
11.08
43.58
2.72
9.57
45.54
2.92
11.08
45.00
2.61
9.44
45.18
2.43
11.06
44.19
2.68
9.79
45.17
2.39
11.08
44.06
2.70
9.78
45.15
2.42
11.07
43.91
44.31
46.15
43.86
44.42
2.81
2.81
2.81
2.75
2.65
2.66
b
Rata-rata (2)
L
44.34
a
warna (2)
12.37
7.70
7.70
10.76
9.27
9.67
L
a
b
46.69
2.65
11.61
45.91
2.66
11.90
45.66
2.54
10.29
45.46
3.05
11.20
45.53
2.93
11.08
45.17
2.41
11.07
61
Lampiran 5c. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (lanjutan) MEDIUM
d
Fo
Tr
116
4
121
127 Air
5 116
8
121
127
warna (1)
Rata-rata (1)
L
a
b
45.57
2.52
8.57
44.36
2.76
9.24
43.74
2.86
43.78
L
a
b
46.53
2.63
10.56
46.63
2.62
10.57
9.54
46.63
2.61
10.58
2.49
9.12
45.98
2.83
11.12
43.69
2.47
9.08
45.88
2.83
11.15
43.62
2.51
9.06
45.82
2.84
11.18
44.06
2.70
9.80
45.85
2.77
11.06
43.43
2.78
10.05
45.85
2.75
11.08
43.31
2.78
10.10
45.85
2.78
11.07
45.92
2.51
10.23
47.82
2.65
12.46
45.34
2.56
10.41
47.79
2.67
12.42
45.26
2.57
10.36
47.76
2.71
12.39
45.98
2.97
11.08
46.14
2.70
11.70
45.98
2.98
11.09
46.10
2.72
11,66
45.98
2.98
11.09
46.07
2.70
11.65
45.92
2.51
10.23
45.90
2.85
10.66
45.34
2.56
10.41
45.88
2.83
10.66
45.26
2.57
10.36
45.86
2.86
10.66
43.70
43.60
45.51
45.98
45.51
2.71
2.49
2.75
2.55
2.98
2.55
b
Rata-rata (2)
L
44.56
a
warna (2)
9.12
9.09
9.98
10.33
11.09
10.33
L
a
b
46.60
2.62
10.57
45.89
2.83
11.15
45.85
2.77
11.07
47.79
2.68
12.42
46.10
2.71
11.68
45.88
2.85
10.66
62
Lampiran 5c. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (lanjutan) MEDIUM
d
Fo
Tr
116
Air
5
12
121
127
116
Larutan garam 2%
1
4
121
127
warna (1)
Rata-rata (1)
L
a
b
46.63
2.78
10.97
46.63
2.77
10.97
46.62
2.77
45.54
L
a
b
46.88
2.77
12.10
46.85
2.78
12.06
10.96
46.82
2.78
12.01
2.77
10.05
45.98
2.88
12.10
45.55
2.75
10.06
45.94
2.88
12.06
45.54
2.73
10.06
45.91
2.89
12.02
46.28
2.60
9.55
45.89
2.91
10.67
45.93
2.62
9.60
45.87
2.88
10.66
45.77
2.65
9.64
45.89
2.90
10.65
44.41
2.44
10.24
45.99
2.58
10.30
43.67
2.53
10.54
45.99
2.55
10.30
43.26
2.58
10.75
45.99
2.55
10.31
42.53
3.02
11.18
44.64
2.15
10.04
42.42
3.00
11.19
44.65
2.14
10.05
42.39
3.02
11.16
44.66
2.13
10.05
44.09
2.57
9.41
43.70
2.29
10.59
43.45
2.65
9.72
43.72
2.29
10.55
42.99
2.69
9.96
43.72
2.28
10.59
45.54
45.99
43.78
42.45
43.51
2.77
2.75
2.62
2.52
3.01
2.64
b
Rata-rata (2)
L
46.63
a
warna (2)
10.97
10.06
9.60
10.51
11.18
9.70
L
a
b
46.85
2.78
12.06
45.94
2.88
12.06
45.88
2.90
10.66
45.99
2.56
10.30
44.65
2.14
10.05
43.71
2.29
10.58
63
Lampiran 5c. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (lanjutan) MEDIUM
d
Fo
Tr
116
8
121
127 Larutan garam 2%
1 116
12
121
127
warna (1)
Rata-rata (1)
L
a
b
48.93
3.63
10.34
48.89
3.61
10.32
48.82
3.61
44.71
L
a
b
47.05
2.39
11.37
47.00
2.43
11.37
10.32
46.97
2.41
11.39
2.67
9.60
45.98
2.37
10.33
44.58
2.65
9.55
45.99
2.36
10.35
44.54
2.66
9.53
45.99
2.36
10.33
44.07
2.62
9.89
44.16
2.14
10.52
43.93
2.60
9.83
44.16
2.14
10.53
43.89
2.61
9.81
44.16
2.12
10.54
43.34
2.75
10.65
45.88
2.70
10.51
43.32
2.78
10.64
45.85
2.71
10.52
43.32
2.76
10.64
45.83
2.70
10.52
42.51
3.06
11.71
43.53
2.43
9.96
41.94
3.21
11.33
43.54
2.47
9.97
41.72
3.23
11.40
43.55
2.48
9.96
44.51
2.75
8.15
46.27
2.29
10.30
44.37
2.77
8.18
46.27
2.30
10.29
44.21
2.77
8.27
46.28
2.30
10.30
44.61
43.96
43.33
42.06
44.36
3.62
2.66
2.61
2.76
3.17
2.76
b
Rata-rata (2)
L
48.88
a
warna (2)
10.33
9.56
9.84
10.64
11.48
8.20
L
a
b
47.01
2.41
11.38
45.99
2.36
10.34
44.16
2.13
10.53
45.85
2.70
10.52
43.54
2.46
9.96
46.27
2.30
10.30
64
Lampiran 5c. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (lanjutan) MEDIUM
d
Fo
Tr
116
4
121
127 Larutan garam 2%
3 116
8
121
127
warna (1)
Rata-rata (1)
L
a
b
44.88
2.34
8.34
44.84
2.33
8.34
44.81
2.35
44.27
L
a
b
47.28
2.46
10.65
47.27
2.46
10.64
8.34
47.28
2.45
10.64
2.97
8.83
46.43
2.33
10.67
44.12
2.96
8.89
46.43
2.32
10.66
44.05
2.99
8.91
46.44
2.34
10.64
42.08
3.15
9.72
42.03
2.61
10.80
40.67
3.30
10.35
42.03
2.59
10.87
40.39
3.37
10.48
42.03
2.58
10.83
44.58
2.43
8.65
46.94
2.60
11.18
44.45
2.44
8.71
46.88
2.62
11.17
44.34
2.44
8.74
46.87
2.62
11.19
44.26
2.67
9.86
43.28
3.06
9.89
43.30
2.82
10.47
42.34
3.20
10.26
42.53
2.93
10.95
42.05
3.21
10.38
43.55
2.75
10.28
43.03
2.62
10.67
42.87
2.84
10.52
42.99
2.63
10.67
42.80
2.85
10.49
42.96
2.63
10.68
44.15
41.05
44.46
43.36
43.07
2.34
2.97
3.27
2.44
2.81
2.81
b
Rata-rata (2)
L
44.84
a
warna (2)
8.34
8.88
10.18
8.70
10.43
10.43
L
a
b
47.28
2.46
10.64
46.43
2.33
10.66
42.03
2.59
10.83
46.90
2.61
11.18
42.56
3.16
10.18
42.99
2.63
10.67
65
Lampiran 5c. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (lanjutan) MEDIUM
d
Fo
Tr
116
3
12
121
127 Larutan garam 2% 116
5
4
121
127
warna (1)
Rata-rata (1)
L
a
b
42.17
3.38
10.19
41.82
3.46
10.34
41.80
3.46
43.79
L
a
b
44.39
2.85
9.85
44.40
2.83
9.85
10.34
44.40
2.86
9.86
2.54
7.72
45.88
2.85
10.42
43.38
2.61
7.82
45.87
2.82
10.44
43.09
2.62
7.97
45.87
2.79
10.44
46.21
2.94
11.09
45.58
2.80
11.00
46.20
2.93
11.09
45.53
2.84
11.05
46.19
2.93
11.10
45.50
2.82
11.02
45.22
2.60
12.11
45.10
2.79
10.27
44.74
2.68
12.35
45.10
2.78
10.29
44.58
2.69
12.43
45.10
2.80
10.28
45.38
2.30
7.98
44.60
2.42
9.20
45.37
2.27
7.99
44.63
2.39
9.17
45.36
2.27
7.99
44.64
2.42
9.14
45.46
2.48
8.82
47.56
2.76
11.71
45.45
2.45
8.83
47.52
2.76
11.66
45.46
2.48
8.82
47.48
2.80
11.61
43.42
46.20
44.85
45.37
45.46
3.43
2.59
2.93
2.66
2.28
2.47
b
Rata-rata (2)
L
41.93
a
warna (2)
10.29
7.84
11.09
12.30
7.99
8.82
L
a
b
44.40
2.85
9.85
45.87
2.82
10.43
45.54
2.82
11.02
45.10
2.79
10.28
44.62
2.41
9.17
47.52
2.77
11.66
66
Lampiran 5c. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (lanjutan) MEDIUM
d
Fo
Tr
116
8
121
127 Larutan garam 2%
5 116
12
121
127
warna (1)
Rata-rata (1)
L
a
b
46.29
2.54
10.69
46.27
2.53
10.71
46.29
2.56
45.98
L
a
b
46.00
2.62
10.50
46.00
2.62
10.50
10.70
46.00
2.62
10.50
2.64
11.22
45.23
2.71
10.89
45.97
2.62
11.22
45.31
2.68
10.83
45.97
2.61
11.24
45.26
2.70
10.85
44.67
2.59
8.19
44.91
2.95
10.87
44.39
2.63
8.25
44.90
2.94
10.88
44.22
2.66
8.37
44.91
2.95
10.86
44.37
3.04
12.58
44.53
2.95
10.38
43.48
3.14
12.96
44.53
2.95
10.38
43.43
3.14
12.95
44.53
2.94
10.38
44.37
2.57
8.06
45.15
2.83
11.10
44.32
2.73
8.03
45.15
2.80
11.10
44.30
2.59
8.06
45.15
2.81
11.09
43.38
2.86
8.39
42.20
2.56
10.78
43.23
2.87
8.43
42.26
2.57
10.73
43.10
3.03
8.45
42.22
2.54
10.74
45.97
44.43
43.76
44.33
43.24
2.54
2.61
2.63
3.11
2.63
2.92
b
Rata-rata (2)
L
46.28
a
warna (2)
10.70
11.20
8.27
12.83
8.05
8.42
L
a
b
46.00
2.62
10.50
45.27
2.70
10.86
44.91
2.95
10.87
44.53
2.95
10.38
45.15
2.81
11.10
42.23
2.56
10.75
67
Lampiran 5c. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (lanjutan) MEDIUM
d
Fo
Tr
116
4
121
127 Minyak
1 116
8
121
127
warna (1)
Rata-rata (1)
L
a
b
45.23
2.31
8.68
45.16
2.35
8.68
45.10
2.34
44.38
L
a
b
45.73
2.47
10.55
45.71
2.45
10.56
8.71
45.70
2.46
10.57
2.44
8.52
45.75
2.55
10.12
44.21
2.47
8.56
45.72
2.55
10.10
45.09
5.97
9.53
45.70
2.54
10.11
43.42
2.65
9.67
43.16
2.28
10.21
42.55
2.77
10.10
43.14
2.28
10.19
43.38
5.47
11.23
43.14
2.26
10.18
44.81
2.30
8.58
45.73
2.55
10.10
45.42
5.44
9.62
45.72
2.54
10.10
46.02
6.12
10.10
45.71
2.52
10.13
42.72
2.81
8.25
42.87
2.64
10.22
43.48
5.37
9.37
42.83
2.62
10.24
44.36
5.46
10.07
42.81
2.61
10.26
43.92
2.59
8.36
45.74
2.64
10.44
44.55
5.66
9.68
45.71
2.67
10.47
45.30
4.88
10.21
45.69
2.67
10.47
44.56
43.12
45.42
43.52
44.59
2.33
3.63
3.63
4.62
4.55
4.38
b
Rata-rata (2)
L
45.16
a
warna (2)
8.69
8.87
10.33
9.43
9.23
9.42
L
a
b
45.71
2.46
10.56
45.72
2.55
10.11
43.15
2.27
10.19
45.72
2.54
10.11
42.84
2.62
10.24
45.71
2.66
10.46
68
Lampiran 5c. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (lanjutan) MEDIUM
d
Fo
Tr
116
1
12
121
127 Minyak 116
3
4
121
127
warna (1)
Rata-rata (1)
L
a
b
45.06
2.31
10.51
44.94
2.33
10.53
44.86
2.33
44.85
L
a
b
45.34
2.87
10.41
45.30
2.86
10.43
10.55
45.28
2.88
10.44
2.63
8.60
45.32
2.68
10.56
46.88
6.02
9.50
45.28
2.69
10.58
48.48
4.93
10.01
45.27
2.70
10.59
43.44
2.78
8.35
45.60
2.55
10.54
46.81
5.11
9.77
45.56
2.57
10.53
47.99
3.31
8.95
45.54
2.53
10.55
42.51
4.17
7.65
44.26
2.79
10.48
44.70
3.58
7.20
44.00
2.82
10.59
45.61
2.39
6.03
43.87
2.83
10.65
45.41
2.52
11.35
44.26
2.79
10.48
44.31
2.64
11.74
44.00
2.82
10.59
43.97
2.65
11.84
43.87
2.83
10.65
44.69
4.66
9.26
45.25
2.65
10.34
47.10
3.48
8.65
45.21
2.65
10.36
47.89
2.42
7.09
45.18
2.66
10.39
46.74
46.08
44.27
44.56
46.56
2.32
4.53
3.73
3.38
2.60
3.52
b
Rata-rata (2)
L
44.95
a
warna (2)
10.53
9.37
9.02
6.96
11.64
8.33
L
a
b
45.31
2.87
10.43
45.00
2.69
10.58
45.57
2.55
10.54
44.04
2.81
10.57
44.04
2.81
10.57
45.21
2.65
10.36
69
Lampiran 5c. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (lanjutan) MEDIUM
d
Fo
Tr
116
8
121
127 Minyak
3 116
12
121
127
warna (1)
Rata-rata (1)
L
a
b
45.15
2.41
10.26
45.00
2.40
10.30
45.03
2.40
44.84
L
a
b
44.84
2.52
10.30
44.81
2.50
10.27
10.30
44.86
2.53
10.29
4.69
9.47
45.37
2.57
10.90
46.67
2.64
8.38
45.30
2.58
10.93
46.94
1.99
7.05
45.24
2.57
10.95
45.14
4.51
8.42
44.63
2.93
10.75
45.13
1.99
6.58
44.49
2.96
10.81
45.33
1.60
5.77
44.38
2.97
10.87
43.22
3.24
11.04
44.58
2.30
11.27
43.05
3.29
11.12
44.53
2.33
11.23
42.87
3.33
11.20
44.50
2.36
11.19
44.59
2.91
11.25
42.63
3.04
11.16
43.62
3.01
11.61
41.63
3.15
11.60
43.19
3.07
11.78
40.84
3.25
12.00
44.73
2.79
11.46
43.79
2.98
10.50
43.99
2.85
11.75
43.48
3.06
10.58
43.47
2.92
11.95
43.28
3.07
10.64
46.15
45.20
43.05
43.80
44.06
2.40
3.11
2.70
3.29
3.00
2.85
b
Rata-rata (2)
L
45.06
a
warna (2)
10.29
8.30
6.92
11.12
11.55
11.72
L
a
b
44.84
2.52
10.29
45.30
2.57
10.93
44.38
2.97
10.87
44.54
2.33
11.23
41.70
3.15
11.59
43.52
3.04
10.57
70
Lampiran 5c. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (lanjutan) MEDIUM
d
Fo
Tr
116
4
121
127 Minyak
5 116
8
121
127
warna (1)
Rata-rata (1)
L
a
b
44.88
2.63
9.68
44.83
2.66
9.69
44.79
2.64
44.62
L
a
b
43.58
2.30
11.25
43.53
2.33
11.23
9.71
43.50
2.36
11.19
2.78
10.13
45.37
2.62
11.88
44.52
2.76
10.17
45.29
2.66
11.81
44.44
2.79
10.21
45.23
2.68
11.79
45.11
2.56
9.82
44.31
2.98
10.64
45.08
2.56
9.82
44.26
2.98
10.66
45.07
2.55
9.84
44.24
2.96
10.67
44.20
3.03
10.27
44.08
2.93
10.19
44.02
3.03
10.36
43.94
2.95
10.23
43.83
3.12
10.41
43.93
2.91
10.18
46.75
2.72
10.84
44.30
2.91
10.04
46.54
2.74
10.89
44.26
2.91
10.08
46.41
2.78
10.90
44.24
2.89
10.08
43.98
2.92
9.70
45.71
2.82
10.88
43.94
2.89
9.71
45.63
2.86
10.81
43.90
2.89
9.72
45.57
2.90
10.78
44.53
45.09
44.02
46.57
43.94
2.64
2.78
2.56
3.06
2.75
2.90
b
Rata-rata (2)
L
44.83
a
warna (2)
9.69
10.17
9.83
10.35
10.88
9.71
L
a
b
43.54
2.33
11.22
45.30
2.65
11.83
44.27
2.97
10.66
43.98
2.93
10.20
44.27
2.90
10.07
45.64
2.86
10.82
71
Lampiran 5c. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (lanjutan) MEDIUM
d
Fo
Tr
116
Minyak
5
12
121
127
warna (1)
Rata-rata (1)
L
a
b
42.18
3.42
10.76
41.03
3.58
11.30
40.51
3.65
43.86
L
a
b
41.78
3.28
10.68
41.36
3.33
10.61
11.59
41. 29
3.31
10.64
2.95
10.64
44.36
2.85
10.82
43.03
3.05
10.95
44.30
2.85
10.80
42.40
3.12
11.24
44.20
2.85
10.77
45.23
2.88
10.86
42.48
3.19
9.74
44.69
2.95
11.08
42.44
3.18
9.76
44.40
3.00
11.19
42.42
3.20
9.78
43.10
44.77
3.55
3.04
2.94
b
Rata-rata (2)
L
41.24
a
warna (2)
11.22
10.94
11.04
L
a
b
41.57
3.31
10.64
44.29
2.85
10.80
42.45
3.19
9.76
72
Lampiran 5d. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (tingkat kecerahan dan nilai b) MEDIUM
D
Fo 4
1
8
12
4
Air
3
8
12
4
5
8
12
4
8 Larutan garam 2%
1 12
3
4 8
Tr (oC) 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116
Rata-rata L 45.92 42.55 43.95 46.73 46.04 42.32 44.60 43.96 41.41 44.82 46.09 45.49 45.52 44.91 44.99 45.81 44.70 44.79 45.58 44.80 44.73 46.65 46.04 45.69 46.74 45.74 45.94 44.89 43.55 43.61 47.94 45.30 44.06 44.59 42.80 45.32 46.06 45.29 41.54 45.68
SD
SEM
Rata-rata b
SD
SEM
0.17 0.44 0.41 0.61 0.73 0.13 0.61 0.23 0.62 0.59 0.17 1.10 1.66 1.41 0.96 0.49 1.18 0.53 1.44 1.55 1.59 1.61 0.09 0.26 0.16 0.28 0.08 1.56 1.56 0.14 1.32 0.97 0.14 1.79 1.05 1.35 1.72 1.62 0.70 1.73
0.12 0.31 0.29 0.43 0.51 0.09 0.43 0.16 0.43 0.42 0.12 0.78 1.18 1.00 0.68 0.35 0.83 0.38 1.02 1.10 1.13 1.14 0.06 0.19 0.11 0.20 0.06 1.10 1.10 0.10 0.94 0.69 0.10 1.26 0.74 0.95 1.22 1.14 0.49 1.22
9.85 11.42 11.89 11.69 10.70 10.87 10.81 11.44 10.15 9.57 10.04 9.61 11.99 9.80 9.00 10.98 10.18 10.37 9.84 10.12 10.53 11.38 11.38 10.50 11.51 11.06 10.13 10.41 10.61 10.14 10.85 9.95 10.19 10.58 10.72 9.25 9.49 9.77 10.51 9.94
0.18 0.59 0.41 1.13 0.59 0.35 0.30 0.58 0.20 1.12 0.72 1.02 0.54 2.97 1.83 0.31 1.28 0.99 1.03 1.46 0.77 1.48 0.42 0.23 0.77 1.42 0.75 0.15 0.80 0.62 0.74 0.55 0.49 0.09 1.07 1.48 1.63 1.26 0.46 1.75
0.12 0.42 0.29 0.80 0.42 0.25 0.21 0.41 0.14 0.79 0.51 0.72 0.38 2.10 1.29 0.22 0.91 0.70 0.73 1.03 0.54 1.05 0.29 0.16 0.55 1.00 0.53 0.10 0.56 0.44 0.52 0.39 0.34 0.06 0.76 1.05 1.15 0.89 0.33 1.24
73
Lampiran 5d. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (tingkat kecerahan dan nilai b) (lanjutan) MEDIUM
D
Fo 8
3 12
4
Larutan garam 2% 5
8
12
4
1
8
12
4 Minyak 3
8
12
5
4
Tr (oC) 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127
Rata-rata L 42.96 43.03 43.16 44.65 45.87 44.97 45.00 46.49 46.14 45.62 44.67 44.15 44.74 42.73 45.44 45.14 43.13 45.57 43.18 45.15 45.13 45.87 45.82 44.16 44.30 45.89 44.95 45.73 44.79 43.79 42.75 43.79 44.19 44.91 44.68
SD
SEM
Rata-rata b
SD
SEM
0.57 0.06 1.74 1.73 0.47 0.18 0.53 1.46 0.20 0.50 0.34 0.54 0.58 0.71 0.39 0.82 0.02 0.21 0.48 0.79 0.25 1.23 0.36 0.16 0.37 0.95 0.16 0.60 0.58 1.05 1.48 0.39 0.92 0.54 0.58
0.40 0.04 1.23 1.23 0.33 0.13 0.37 1.03 0.14 0.35 0.24 0.39 0.41 0.51 0.27 0.58 0.02 0.15 0.34 0.56 0.18 0.87 0.26 0.12 0.26 0.67 0.11 0.42 0.41 0.74 1.05 0.27 0.65 0.38 0.41
10.30 10.55 10.07 9.14 11.06 11.29 8.58 10.24 10.60 11.03 9.57 11.61 9.57 9.59 9.63 9.49 10.26 9.77 9.74 9.94 10.48 9.97 9.78 8.77 11.11 9.35 10.29 9.61 8.90 11.18 11.57 11.15 10.46 11.00 10.24
0.18 0.17 0.31 1.84 0.05 1.43 0.84 2.01 0.14 0.24 1.84 1.73 2.15 1.65 1.32 0.88 0.10 0.48 0.71 0.74 0.07 0.85 1.07 2.56 0.76 1.44 0.00 1.86 2.79 0.08 0.03 0.81 1.08 1.17 0.59
0.13 0.12 0.22 1.30 0.04 1.01 0.59 1.42 0.10 0.17 1.30 1.22 1.52 1.16 0.93 0.62 0.07 0.34 0.51 0.52 0.05 0.60 0.76 1.81 0.54 1.02 0.00 1.31 1.97 0.05 0.02 0.57 0.76 0.83 0.41
74
Lampiran 5d. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-warna (tingkat kecerahan dan nilai b) (lanjutan)
8 Minyak
5 12
116 121 127 116 121 127
44.00 45.42 44.79 41.41 43.69 43.61
0.02 1.63 1.20 0.23 0.84 1.65
0.02 1.15 0.85 0.17 0.60 1.16
10.27 10.47 10.27 10.93 10.87 10.40
0.10 0.57 0.79 0.41 0.10 0.91
0.07 0.40 0.56 0.29 0.07 0.64
75
Lampiran 5e. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-nilai pH MEDIUM
d
Fo 4
1
8
12
4
Air
3
8
12
4
5
8
12
4
1
Larutan garam 2%
8
12
4 3 8
Tr 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127
pH (1) 5.74 5.65 5.33 5.70 5.28 5.28 5.79 5.24 5.05 5.76 5.29 5.05 5.10 5.02 5.09 5.12 5.03 5.02 5.41 5.20 5.18 4.45 4.35 5.08 4.92 4.56 4.98 5.85 5.70 5.76 5.64 4.75 5.04 5.37 4.74 4.65 5.67 5.59 5.37 5.97 5.36 4.88
pH (2) 5.66 5.35 5.27 5.42 5.33 5.12 5.38 5.33 5.38 5.70 5.09 5.17 5.08 5.06 5.05 5.16 5.07 4.88 5.49 4.72 5.26 4.61 4.71 4.76 4.42 4.80 4.68 5.50 5.61 5.45 4.95 4.95 5.05 5.36 4.53 4.58 5.53 5.51 5.28 5.47 5.33 5.03
Rataan 5.70 5.50 5.30 5.56 5.31 5.20 5.59 5.29 5.22 5.73 5.19 5.11 5.09 5.04 5.07 5.14 5.05 4.95 5.45 4.96 5.22 4.53 4.53 4.92 4.67 4.68 4.83 5.68 5.66 5.61 5.30 4.85 5.05 5.37 4.64 4.62 5.60 5.55 5.33 5.72 5.35 4.96
SD 0.06 0.21 0.04 0.20 0.04 0.11 0.29 0.06 0.23 0.04 0.14 0.08 0.01 0.03 0.03 0.03 0.03 0.10 0.06 0.34 0.06 0.11 0.25 0.23 0.35 0.17 0.21 0.25 0.06 0.22 0.49 0.14 0.01 0.01 0.15 0.05 0.10 0.06 0.06 0.35 0.02 0.11
SEM 0.04 0.15 0.03 0.14 0.02 0.08 0.20 0.04 0.17 0.03 0.10 0.06 0.01 0.02 0.02 0.02 0.02 0.07 0.04 0.24 0.04 0.08 0.18 0.16 0.25 0.12 0.15 0.18 0.04 0.15 0.35 0.10 0.00 0.00 0.11 0.04 0.07 0.04 0.04 0.25 0.02 0.08
76
Lampiran 5e. Rekapitulasi data hasil analisis fisik-nilai pH (lanjutan) MEDIUM
d
Fo
3
12
Tr 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127 116 121 127
4 Larutan garam 2% 5
8
12
4
1
8
12
4
Minyak
3
8
12
4
5
8
12
pH (1) 5.90 5.28 4.90 5.44 5.28 4.86 5.40 5.41 5.41 4.27 4.41 4.85 5.64 5.66 5.85 5.61 5.88 5.66 5.75 5.55 5.37 5.33 5.64 5.68 5.74 5.38 5.51 5.56 5.20 5.58 5.06 4.25 4.65 4.45 4.34 4.56 4.68 4.57 4.43
pH (2) 5.65 5.18 5.16 5.43 5.35 4.95 5.30 5.60 5.64 4.47 4.18 4.51 5.96 5.84 5.51 5.78 5.60 5.60 5.62 5.78 5.02 5.58 5.38 5.72 5.41 5.67 5.36 5.42 5.28 5.39 4.50 4.98 4.67 5.10 4.40 4.50 4.36 4.38 4.60
Rataan 5.78 5.23 5.03 5.44 5.32 4.91 5.35 5.51 5.53 4.37 4.30 4.68 5.80 5.75 5.68 5.70 5.74 5.63 5.69 5.67 5.20 5.46 5.51 5.70 5.58 5.53 5.44 5.49 5.24 5.49 4.78 4.62 4.66 4.78 4.37 4.53 4.52 4.48 4.52
SD 0.18 0.07 0.18 0.01 0.05 0.06 0.07 0.13 0.16 0.14 0.16 0.24 0.23 0.13 0.24 0.12 0.20 0.04 0.09 0.16 0.25 0.18 0.18 0.03 0.23 0.21 0.11 0.10 0.06 0.13 0.40 0.52 0.01 0.46 0.04 0.04 0.23 0.13 0.12
SEM 0.13 0.05 0.13 0.01 0.03 0.04 0.05 0.09 0.11 0.10 0.11 0.17 0.16 0.09 0.17 0.09 0.14 0.03 0.07 0.11 0.17 0.12 0.13 0.02 0.16 0.14 0.07 0.07 0.04 0.10 0.28 0.36 0.01 0.32 0.03 0.03 0.16 0.10 0.08
77
Lampiran 6a. Form uji ranking hedonik-atribut UJI RANKING HEDONIK Produk
: Tempe Kaleng
Nama
: ………………………………….
Tanggal
: 6 Oktober 2010
Instruksi Berikan penilaian terhadap atribut mana yang paling penting dalam produk tempe kaleng aroma. warna. tekstur. rasa dengan memberikan skor 1 untuk atribut yang paling penting dan 4 untuk atribut yang paling kurang penting. Aroma
Warna
Tekstur
Rasa
Lampiran 6b. Form uji rating hedonik
UJI RATING HEDONIK Produk
: Tempe Kaleng
Nama
: ………………………………….
Tanggal
: 6 Oktober 2010
Instruksi Di hadapan Anda terdapat tiga contoh Tempe Kaleng. Cicipilah contoh dari kiri ke kanan satu per satu. Berikan penilaian terhadap kesukaan secara aroma. warna. tekstur. rasa. dan keseluruhan atribut pada masing-masing contoh dengan memberikan nilai dari 1 (sangat tidak suka) hingga 5 (sangat suka). dengan tanpa membandingkan. Setiap mencicipi satu sampel. netralkan lidah Anda dengan air dan beri waktu jeda selama 30 detik untuk mencoba sampel berikutnya. Kode Sampel
Aroma
Warna
Tekstur
Rasa
78
Lampiran 7a. Rekapitulasi data hasil uji ranking hedonik-atribut Aroma 3 2 3 3 2 3 4 4 2 3 3 3 2 2 2 4 4 2 3 3 4 2 4 3 3 4 2 4 3 3 1 4 2 1 2 4 3 3 4 4
Rasa 1 1 1 1 1 2 2 2 1 1 1 2 1 1 3 1 2 1 1 1 2 1 3 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 3 3 1 1 1 2 1
Tekstur 2 4 2 4 3 1 1 3 4 2 2 4 4 3 4 2 3 4 2 2 1 3 2 2 2 1 4 2 2 2 3 2 3 2 4 2 2 4 1 2
Warna 4 3 4 2 4 4 3 1 3 4 4 1 3 4 1 3 1 3 4 4 3 4 1 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 1 3 4 2 3 3
79
Lampiran 7b. Hasil analisis sidik ragam uj ranking hedonik-atribut dengan Friedman Test NPar Tests Descriptive Statistics N AROMA RASA TEKSTUR WARNA
30 30 30 30
Mean 2,97 1,47 2,47 3,10
Std. Deviation ,890 ,681 ,973 1,125
Minimum 1 1 1 1
Maximum 4 3 4 4
Friedman Test Ranks AROMA RASA TEKSTUR WARNA
Mean Rank 2,97 1,47 2,47 3,10
Test Statisticsa N Chi-Square df Asymp. Sig.
30 29,640 3 ,000
a. Friedman Test
80
Lampiran 8a. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik (rasa, tekstur, aroma, warna) Panelis
Sampel
Skor rasa
1 1 1 2 2 2 3 3 3 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 8 9 9 9 10 10 10 11 11 11 12 12 12 13 13 13
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
3 4 4 3 4 3 2 2 3 4 5 4 5 4 4 2 4 3 3 5 4 2 5 5 4 4 4 3 2 4 3 4 3 4 4 2 1 4 4
Skor tekstur 3 3 5 3 3 4 4 4 4 4 3 4 2 3 4 3 4 4 4 3 5 3 4 5 4 3 5 3 3 4 3 4 3 3 4 3 2 3 4
Skor aroma 3 2 5 3 3 3 3 3 4 5 5 4 4 4 5 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4 3 4 5 4 5 3 3 3 3 3 3 3 5 4
Skor warna 4 4 2 4 4 4 4 5 3 5 4 4 5 3 2 3 3 5 2 2 4 4 4 3 3 3 3 4 4 5 2 3 4 4 3 4 4 4 4
81
Lampiran 8a. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik (rasa, tekstur, aroma, warna) (lanjutan) 14 14 14 15 15 15 16 16 16 17 17 17 18 18 18 19 19 19 20 20 20 21 21 21 22 22 22 23 23 23 24 24 24 25 25 25 26 26 26 27 27
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2
1 4 2 3 4 2 4 5 4 2 3 5 4 4 4 3 2 4 4 5 4 2 4 2 4 5 2 2 4 5 3 4 3 2 4 4 1 4 3 1 5
3 4 3 5 4 4 4 4 4 4 2 3 4 3 4 2 3 4 3 4 3 2 2 4 4 3 3 2 2 4 2 2 4 3 3 3 3 4 5 1 5
5 4 3 4 4 4 4 3 3 4 2 4 4 4 4 3 3 2 4 4 2 4 3 4 4 2 4 3 3 4 3 3 3 5 3 3 4 3 2 4 3
3 3 4 4 4 2 2 3 4 3 4 3 4 4 2 4 4 4 2 3 3 3 4 2 2 2 5 3 3 4 2 3 4 3 3 2 1 4 5 3 3
82
Lampiran 8a. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik (rasa, tekstur, aroma, warna) (lanjutan) 27 28 28 28 29 29 29 30 30 30
3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
3 2 5 3 2 4 2 3 2 4
3 3 2 5 3 4 4 3 4 4
3 3 4 5 2 3 4 4 3 4
2 2 2 5 3 3 4 4 3 4
83
Lampiran 8b. Hasil analisis sidik ragam uji rating hedonik atribut rasa menggunakan metode ANOVA dan uji lanjut Duncan Test Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3
W34127 B34127 O34127
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 30 30
84
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 1080,289a 30,489 22,956 53,711 1134,000
df 32 29 2 58 90
Mean Square 33,759 1,051 11,478 ,926
F 36,455 1,135 12,394
Sig. ,000 ,333 ,000
a. R Squared = ,953 (Adjusted R Squared = ,927)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR Duncan
a,b
SAMPEL W34127 O34127 B34127 Sig.
N
Subset 2
1 30 30 30
3
2,73 3,43 1,000
1,000
3,97 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,926. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b. Alpha = ,05.
85
Lampiran 8c. Hasil analisis sidik ragam uji rating hedonik atribut tekstur menggunakan metode ANOVA dan uji lanjut Duncan Test Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3
W34127 B34127 O34127
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 30 30
86
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 1091,067a 18,100 12,067 35,933 1127,000
df 32 29 2 58 90
Mean Square 34,096 ,624 6,033 ,620
F 55,034 1,007 9,738
Sig. ,000 ,477 ,000
a. R Squared = ,968 (Adjusted R Squared = ,951)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR Duncan
a,b
Subset SAMPEL W34127 B34127 O34127 Sig.
N
1 30 30 30
2 3,07 3,30 ,256
3,93 1,000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,620. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b. Alpha = ,05.
87
Lampiran 8d. Hasil analisis sidik ragam uji rating hedonik atribut aroma menggunakan metode ANOVA dan uji lanjut Duncan Test Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3
W34127 B34127 O34127
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 30 30
88
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 1154,489a 21,656 2,156 32,511 1187,000
df 32 29 2 58 90
Mean Square 36,078 ,747 1,078 ,561
F 64,363 1,332 1,923
Sig. ,000 ,175 ,155
a. R Squared = ,973 (Adjusted R Squared = ,957)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR Duncan
a,b
SAMPEL B34127 O34127 W34127 Sig.
N 30 30 30
Subset 1 3,33 3,60 3,70 ,077
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,561. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b. Alpha = ,05.
89
Lampiran 8e. Hasil analisis sidik ragam uji rating hedonik atribut warna menggunakan metode ANOVA dan uji lanjut Duncan Test Univariate Analysis of Variance Between-Subjects Factors Value Label PANELIS
SAMPEL
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3
W34127 B34127 O34127
N 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 30 30 30
90
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SKOR Source Model PANELIS SAMPEL Error Total
Type III Sum of Squares 1042,000a 20,233 1,667 55,000 1097,000
df 32 29 2 58 90
Mean Square 32,562 ,698 ,833 ,948
F 34,339 ,736 ,879
Sig. ,000 ,815 ,421
a. R Squared = ,950 (Adjusted R Squared = ,922)
Post Hoc Tests SAMPEL Homogeneous Subsets SKOR Duncan
a,b
SAMPEL W34127 B34127 O34127 Sig.
N 30 30 30
Subset 1 3,20 3,37 3,53 ,217
Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = ,948. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30,000. b. Alpha = ,05.
91
Lampiran 9a. Rekapitulasi data hasil analisis proksimat-kadar air (metode gravimetri) Ul. 1 2
m cawan (g) 4.2786 4.3861
m sampel (g)
5.0790 4.8753
11.0877 10.0892
m cawan+sampel (g)
10.2199 10.1487
15.3663 14.4753
15.2989 15.0240
m cawan+sampel oven (g) 9.6314 9.9354 9.2762 9.7273
K. Air (bb) (%) 51.72 51.53
Rata-rata
52.48 52.19
52.10 51.86
K. Air (bk) (%) 107.14 106.32
Rata-rata
110.44 109.17
108.79 107.74
Lampiran 9b. Rekapitulasi data hasil analisis proksimat-kadar abu (metode pengabuan) Ul. 1 2
m cawan (g) 31.4317 30.5081
24.5373 28.2516
m sampel (g) 9.3389 10.2141
13.0707 11.1982
m cawan+sampel (g) 40.7706 40.7222
37.6080 39.4498
m cawan+sampel tanur (g) 31.5256 24.6833 30.6102 28.3675
K. Abu (bb) (%) 1.01 1.00
1.12 1.03
Ratarata 1.06 1.02
K. Abu (bk) (%) 2.09 2.08
2.33 2.16
Ratarata 2.21 2.12
Lampiran 9c. Rekapitulasi data hasil analisis proksimat-kadar protein (metode Kjheldal) Ul.
m sampel (g)
1 0.0840 0.0798 2 0.0831 0.0803 Keterangan: N HCl= 0.02866 N
HCl (ml) 5.80 5.65
5.35 5.50
%N 2.72 2.68
FK 2.64 2.70
K. Protein (bb) (%)
17.03 16.76 HCl (mm) blanko= 0.1 6.25
16.51 16.87
Rata-rata 16.77 16.81
K. Protein (bk) (%) 35.45 34.90
34.37 35.14
Rata-rata 34.91 35.02
92
Lampiran 9d. Rekapitulasi data hasil analisis proksimat-kadar lemak (metode soxhlet) m sampel kering (g) 2.1575 2.1073 2.0973 2.1136
Ul. 1 2
m sampel basah (g) 3.2734 3.1875
3.2132 3.2122
m labu (g) 102.7066 101.8216
101.8216 102.3931
m labu+lemak (g) 103.6591 102.7629
102.7525 103.3153
K. Lemak (bb) (%) 29.10 28.97 29.53 28.71
Ratarata 29.03 29.12
K. Lemak (bk) (%) 60.60 60.33 61.50 59.79
Ratarata 60.46 60.64
Lampiran 9e. Rekapitulasi data hasil analisis proksimat-kadar karbohidrat (metode by difference)
1
K. Karbohidrat (bb) (%) 1.04
2
1.19
Ul.
K. Karbohidrat (bb) (%)
SD
SEM
1.11
0.11
0.08
K. Karbohidrat (bk) (%) 2.41 2.22
K. Karbohidrat (bk) (%)
SD
SEM
2.32
0.13
0.09
93
Lampiran 10a. Rekapitulasi data luas area kromatogram kurva standar isoflavon (daidzein) Konsentrasi (µg)
Area 1
Area 2
Area 3
Rata2
0.0020 0.0100 0.0200 0.0500 0.1000 0.1400
14533
14226
14302
79553 178935 378789 804370 1122344
80297 174087 397945 807857 1128155
80182 173713 395916 813933 1132955
14354 80011 175578 390883 808720 1127818
0.2000
1675933
1663633
1667933
1669166
Lampiran 10b. Rekapitulasi data luas area kromatogram kurva standar isoflavon (genistein) Konsentrasi (µg)
Area 1
Area 2
Area 3
Rata2
0.0020 0.0100 0.0200 0.0500 0.1000 0.1400
9840
9682
9425
62148 145740 309003 656266 902737
62365 145117 323944 657668 906808
62260 146408 319840 661507 907078
9649 62258 145755 317596 658480 905541
1355176
1338738
1343924
1345946
0.2000
94
Lampiran 11a. Rekapitulasi data hasil uji isoflavon bebas (daidzein) Sampel
Area
Konsentrasi (μg)
FP
Konsentrasi (μg)
μg/g
Tempe kaleng 1a
1094784
0.1332914
2400
319.8992485
39.97242
Tempe kaleng 1b Tempe kaleng 2a Tempe kaleng 2b
1108796 1140243 1143566
0.1349868 0.1387920 0.1391941
2400 2400 2400
323.9684085 333.1007862 334.0658032
mg/100g 0.3997
40.48087
0.4048
41.56227
0.4156
41.68268
0.4168
Rata-rata (mg/100 g)
Rata-rata (mg/100 g)
SD
SEM
0.4092
0.0099
0.0070
Rata-rata (mg/100 g)
SD
SEM
0.5013
0.0122
0.0086
0.4023
0.4162
Lampiran 11b. Rekapitulasi data hasil uji isoflavon bebas (genistein) Sampel
Area
Konsentrasi (μg)
FP
Konsentrasi (μg)
μg/g
mg/100g
Tempe kaleng 1a
1094784
0.1650368
2400
396.0883199
49.49248
0.4949
49.04183
0.4904
51.860112
0.5186
50.129466
0.5013
Tempe kaleng 1b Tempe kaleng 2a Tempe kaleng 2b
1084774 1149030 1110533
0.1635341 0.1731804 0.1674011
2400 2400 2400
392.4817692 415.6328702 401.7626023
Rata-rata (mg/100 g) 0.4927
0.5099
95
Lampiran 12a. Rekapitulasi data hasil uji total isoflavon (daidzein) Sampel
Area
Konsentrasi (μg)
FP
Konsentrasi (μg)
μg/g
Tempe kaleng 1a
308927
0.0382009
12200
366.7286272
183.2635
Tempe kaleng 1b Tempe kaleng 2a Tempe kaleng 2b
310430 330150 324921
0.0383828 0.0407689 0.0401362
12200 12200 12200
368.4745443 391.3817197 385.3076011
mg/100g 2.3290
184.136
2.3401
195.6322
2.4862
192.596
2.4476
Rata-rata (mg/100 g)
Rata-rata (mg/100 g)
SD
SEM
2.4007
0.0936
0.0662
Rata-rata (mg/100 g)
SD
SEM
2.9477
0.0544
0.0385
2.3345
2.4669
Lampiran 12b. Rekapitulasi data hasil uji total isoflavon (genistein) Sampel
Area
Konsentrasi (μg)
FP
Konsentrasi (μg)
μg/g
mg/100g
Tempe kaleng 1a
314189
0.0478517
12200
459.3760822
229.5618
2.9173
228.2856
2.9011
237.5634
3.0190
232.3912
2.9533
Tempe kaleng 1b Tempe kaleng 2a Tempe kaleng 2b
312417 325217 318037
0.0475857 0.0495072 0.0484293
12200 12200 12200
456.8223128 475.2694053 464.9217394
Rata-rata (mg/100 g) 2.9092
2.9862
96