PENGARUH TEMPAT …… (21) : 84 - 88
PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP (Baeckea frustescens L) DENGAN PENYULINGAN METODE PEREBUSAN The Influence of Growing Site and duration distillation to the level of atsiri oil Rambu Atap (Baeckea frustescens L) with boiling distillation method Oleh/By DIANA ULFAH1; LUCARDA ADI KARSA2
ABSTRACT This research aim to determine the level of atsiri oil yield from Rambu Atap (Baeckea Frustescens) and cineol content with boiling distillation method based on the growing sites and duration of distillation. The experimental design used is completely randomize design factorial. Growing site factors consist of Ex-situ (A1) and under Ulin tree (A2) and distillation factors consist of 12 hours (B1), 18 hours (B2) and 24 hours (B3). Result of research shows that both factors have effects on the yield of atsiri oil. Treatment A1 gives averages yields of 0,771%; A2 gives 0,742%. Treatment B1 gives 0,689%; B2 gives 0,679% and B3 0,546%. Cineol content of atsiri oil from Rambu atap plant is 8,7% for oil treatment. Keywords : yields, Rambu Atap (Baeckea frustescens), cineol content
I. PENDAHULUAN Minyak Atsiri adalah minyak yang diperoleh dari penyulingan bagian pohon (daun, ranting, akar, kulit, getah dan bunga) yang mempunyai sifat mudah menguap pada suhu kamar dan mempunyai bau yang khas. Minyak atsiri juga dikenal dengan minyak eteris atau minyak terbang. Minyak tersebut mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya. Minyak atsiri pada umumnya larut pada pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri pada industri banyak digunakan sebagai bahan pembuat kosmetik, parfum, antiseptik dan lain-lain. Minyak atsiri sendiri merupakan salah satu hasil proses metabolisme dalam tubuh tanaman yang terbentuk karena reaksi berbagai senyawa kimia dengan adanya air di dalam tanaman. Daya tarik minyak atsiri yang dapat diambil dari aneka jenis tanaman ialah aroma yang beraneka ragam. Bahkan suatu jenis tumbuhan yang sama bila ditanam di tempat yang berbeda dapat menghasilkan aroma juga rendemen yang berbeda pula. Berdasarkan uraian tersebut, penulis ingin mencoba meneliti tentang pengaruh tempat tumbuh terhadap rendemen minyak atsiri tumbuhan rambu atap (Baeckea frutescens L).
1)
Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Unlam, Banjarbaru Alamat korespondensi E-mail :
[email protected] 2) Mahasiswa Fakultas Kehutanan Unlam, Banjarbaru
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 08 No. 21, September 2007
84
PENGARUH TEMPAT …… (21) : 84 - 88
II. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya rendemen minyak atsiri dan kadar sineol dari tumbuhan rambu atap (Baeckea frutescens L) pada metode penyulingan dengan air berdasarkan pengaruh tempat tumbuh dan lama waktu penyulingan. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang besarnya nilai rendemen minyak atsiri dan kadar sineol tumbuhan rambu atap (Baeckea frutescens L) bagi pihak-pihak yang memerlukannya sekaligus menjadi bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Dasar Unlam dan Laboratorium Diploma III (DIII) Fakultas Kehutanan Unlam, Banjarbaru. Lama penelitian sampai dengan pengolahan data dilaksanakan selama 3 bulan. B. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Daun Rambu Atap dari landasan Ulin dan Tapin, air bersih untuk proses penyulingan (air biasa) dan larutan Resorsinol. Peralatan yang digunakan antara lain seperangkat alat penyulingan skala industri, botol kaca untuk menampung minyak, labu cassia, untuk menampung cairan hasil proses penyulingan, pencatat waktu, labu erlenmeyer, pipet, timbangan, corong, kalkulator, kamera foto dan alat tulis-menulis C. Prosedur Kerja Penelitian ini menggunakan metode penyulingan dengan air, pada metode ini bahan yang akan disuling terjadi kontak langsung dengan air, yaitu seluruh bagian dari bahan yang disuling terendam di dalam air yang mendidih (saat proses penyulingan berlangsung dengan suhu kurang dari 100o C), sehingga nilai rendemen bahan yang dihasilkan akan lebih baik. Hasil penyulingan berupa uap air didinginkan melalui kondensor/ketel pendingin dan selanjutnya ditampung dalam gelas penampung yang dapat memisahkan antara air dan minyak. Hasil minyak yang didapat dari proses penyulingan kemudian diuji kadar sineolnya. Daun Rambu atap yang diambil adalah yang berasal dari daerah Landasan ulin dan daerah Tapin yang sebelumnya telah dikeringkan, sampel yang diperlukan sebanyak 72 kg, masing-masing 36 kg dari tiap daerah. Masing-masing sampel yang akan disuling beratnya adalah 4 kg dengan perlakuan lama waktu penyulingan, yaitu 12 jam, 18 jam dan 24 jam D. Analisis Data Analisis data yang diterapkan dalam penelitian ini adalah Analisis Varians dengan spesifikasi Rancangan Acak Lengkap (RAL). Faktor-faktor yang akan diuji adalah faktor A (Perlakuan tempat tumbuh yakni daerah Tapin dan Landasan Ulin) dan faktor B (Lama waktu penyulingan yakni 12 jam, 18 jam dan 24 jam). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan, rendemen minyak atsiri daun rambu atap yang didapatkan adalah sebagai berikut :
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 08 No. 21, September 2007
85
PENGARUH TEMPAT …… (21) : 84 - 88
Tabel 1. Data hasil perhitungan rendemen minyak atsiri daun rambu atap (Baeckea frustescens) Faktor A (Tempat tumbuh) A1 (Rantau) Jumlah Rata-rata A2 (Landasan Ulin) Jumlah Rata-rata Total Jumlah Total Rata-rata
Ulangan 1 2 3
1 2 3
Faktor B (Lama penyulingan) B1 (%) B2 (%) B3 (%) 0,734 0,756 0,757 0,713 0,759 0,738 0,724 0,718 0,760 2,171 2,233 2,255 0,724 0,744 0,752 0,668 0,724 0,804 0,667 0,776 0,745 0,666 0,746 0,768 2,001 2,246 2,317 0,667 0,749 0,772 4,172 4,479 4,572 0,696 0,746 0,762
Jumlah
Rata-rata
2,247 2,210 2,202 6,659
0,749 0,737 0,734
2,196 2,188 2,180 6,564
0,740 0,732 0,729 0,727 0,729
Berdasarkan nilai rata-rata rendemen tersebut, maka rata-rata rendemen minyak atsiri daun rambu atap daerah Rantau sedikit lebih tinggi dari daerah Landasan Ulin, yaitu berkisar 0,011 %. Selain tempat tumbuh banyak sekali yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai rendemen minyak atsiri, seperti halnya perlakuan atau keadaan sampel, iklim, intensitas cahaya, jenis tanamannya dan yang paling penting juga adalah kondisi/alat penyulingannya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa daun rambu atap dari daerah Rantau dan Landasan Ulin yang disuling tanpa ranting. Pemungutan daun rambu atap yang berbentuk jarum ini memang disertai rantingnya dan untuk memudahkan rontoknya daun rambu atap ini maka daun yang masih melekat pada rantingnya tersebut dijemur lebih dahulu. Pengambilan sampel dilakukan saat musim panas masih berlangsung dan mendekati musim hujan. Menurut Kasmudjo (1982) nilai rendemen minyak atsiri lebih tinggi jika pemungutan daun atau bunga dilakukan pada saat musim panas dari pada musim hujan. Nilai rata-rata rendemen minyak atsiri daun rambu atap daerah Rantau lebih tinggi dari pada daerah Landasan Ulin, hal ini selain kondisi topografinya yang berbeda juga dipengaruhi oleh faktor iklim dan curah hujan daerah tersebut, seperti halnya yang dikemukakan oleh kasmudjo (1982) kandungan minyak atsiri dari tanaman yang tumbuh di daerah di pegunungan rendemennya lebih rendah dibandingkan dengan yang tumbuh di daerah dataran rendah dan hujan lebih jarang. Faktor lain yang sangat mempengaruhi rendemen minyak atsiri seperti yang disebutkan di atas adalah faktor alat, jika alat mengalami kebocoran uap maka minyak atsiri juga akan menguap sehingga dapat mengurangi nilai rendemennya, karena minyak atsiri itu sendiri adalah minyak terbang yang sifatnya mudah menguap pada suhu kamar. Begitu juga dengan model penyulingan yang digunakan sangat mempengaruhi nilai rendemen minyak atsiri, berdasarkan literatur model penyulingan yang dapat memberikan nilai rendemen yang tinggi adalah model penyulingan uap langsung tetapi karena alat yang tersedia hanya model penyulingan perebusan dengan air dan model tersebut memang cocok/sesuai dengan jenis sampel/bahan penelitian yang digunakan maka model tersebut yang digunakan pada penelitian ini. Alat yang digunakan adalah berskala industri kecil dengan pengapian menggunakan kompor dan bahan bakar minyak tanah sehingga suhu panasnya pun terkadang tidak mutlak stabil karena faktor sumbu ataupun
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 08 No. 21, September 2007
86
PENGARUH TEMPAT …… (21) : 84 - 88
bahan bakar yang hampir habis, jadi tidak seperi alat yang skala laboratorium yang pengaturan suhu/pemanasan diatur secara elektrik hal ini menyebabkan masingmasing pengulangan pada perlakuan terjadi nilai rendemen yang fluktuatif. Data kadar sineol diperoleh dari analisis laboratorium. Data hasil pengujian didapatkan bahwa pada perlakuan tempat tumbuh yang berbeda didapatkan hasil yang berbeda pula. Untuk lebih jelasnya mengenai hasil uji kadar sineol dapat di lihat pada Tabel 2 berikut ini : Tabel 2. Uji kadar sineol minyak atsiri daun rambu atap (Baeckea frustescens) Tempat tumbuh Rantau Landasan Ulin
Kadar Sineol (%) 66,7 56
Dari hasil pengujian tersebut kadar sineol rambu atap cukup tinggi, perbedaan kadar sineol pada 2 tempat tumbuh tersebut kemungkinan besar dipengaruhi oleh topografi dan keadaan tanah tempat tumbuh tanaman. Output penyulingan yang berupa minyak atsiri daun rambu atap ini berwarna jingga tua (orange) dengan baunya yang khas menyengat karena juga dipengaruhi oleh kadar sineolnya yang cukup tinggi tersebut. Dengan kadar sineol sebesar 66,7 % atau 56 % , ini artinya minyak atsiri daun rambu atap yang murni tidak tercampur dngan unsur yang lain hanya sebesar 66,7 atau 56 % dari jumlah yang didapatkan. Pengujian kadar sineol ini juga dipengaruhi oleh kondisi minyak setelah disuling/perlakuan setelah disuling. Jika botol kaca yang berisi minyak tutupnya sering dibuka atau sengaja dibiarkan terbuka maka kadar sineolnya pun ikut menguap bersama minyak atsiri tersebut begitu juga dengan seringnya memindahan minyak dari tabung yang satu ke tabung lainnya dapat menyebabkan sineolnya menguap karena sineol adalah komponen dari minyak atsiri itu sendiri yang sifatnya mudah menguap dan uji sineol ini penting karena dapat mempengaruhi nilai jual dari minyak atsiri, semakin tinggi kadar sineolnya semakin bagus kualitasnya dan semakin tinggi nilai jualnya. Selain dari kadar sineol, berat jenis dari minyak atsiri juga mempengaruhi kualitas minyak, berat jenis minyak atsiri daun rambu atap berkisar antara 0,785 – 0,826 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Daun rambu atap (Baeckea frustescens) yang tumbuh di daerah Rantau Nilai rata-rata rendemen minyak atsirinya lebih tinggi yaitu 0,740 % dibandingkan dengan yang tumbuh di daerah Landasan Ulin yaitu sebesar 0,729 %. Untuk perlakuan lama penyulingan nilai rata-rata rendemen minyak atsiri dari yang tertinggi adalah B3 (24 jam) yaitu 0,772 %, B2 (18 jam) 0,749 % dan B1 (12 jam) 0,667 % Minyak atsiri daun rambu atap yang dihasilkan berwarna jingga tua (orange) dengan bau yang khas dan menyengat. Kadar sineol minyak atsiri daun rambu atap daerah Rantau adalah 66,7 % dan daerah Landasan Ulin sebesar 56 % dengan kisaran berat jenis 0,785 – 0,826 B. Saran Saran yang dapat penulis berikan berdasarkan hasil penelitian tersebut adalah perlu penelitian lebih lanjut terhadap rentang waktu penyulingan sehingga akan didapatkan standart waktu yang bagus bagi penyulingan daun rambu atap dan
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 08 No. 21, September 2007
87
PENGARUH TEMPAT …… (21) : 84 - 88
perlu pula penelitian lebih lanjut untuk hasil rendemen minyak atsiri agar di dapat manfaat dan kegunaan dari minyak atsiri daun rambu atap. DAFTAR PUSTAKA Guenther, Haagen. A. J & Smith. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Terjemahan Ketaren. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Harris, R. 1987. Tanaman Minyak Atsiri. PT. Penebar Swadaya. Jakarta Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia III. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Departemen Kehutanan Cetakan Pertama. Jakarta. Kasmudjo. 1982. Dasar-dasar Pengolahan Minyak Kayu Putih. Yayasan Pembina. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Jurnal Hutan Tropis Borneo Volume 08 No. 21, September 2007
88