Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PENGARUH SUHU PENYIMPANAN TERHADAP DAYA INHIBITOR METANOGENESIS SEDIAAN CAIR KULTUR BAKTERI Acetoanaerobium noterae DAN Acetobacterium woodii (Effects of Storage Temperatures on Inhibiting Power of Metanogenesis of Liquid Cultures of Acetoanaerobium noterae and Acetobacterium woodii) AMLIUS THALIB dan Y. WIDIAWATI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT Study on the effect of preservation of bacteria A. noterae dan A. woodii at different level of temperatures has been done for 6 months. Culture of A. noterae dan A. woodii were preserved at room temperature (27°C); refrigerator (4°C) and low temperature (-9°C/freezer). Investigation was undertaken to determine the activity of the two bacteria in reducing production of methane during feed digestion. Methane produced during substrate fermentation in in vitro was presented as presentage of total gas produced. The results of experiment showed that temperature significantly effect the length of preservation. The culture of A. woodii can be preserved up to 6 months in the freezer (-9°C) while the cultute of A. noterae can be preserved more than 6 months in the freezer (-9°C). Key Words: Acetoanaerobium noterae, Acetobacterium woodii, hydrogen sink, preservation ABSTRAK Telah dilakukan suatu studi cara penyimpanan sediaan cair kultur bakteri asetogenik A.noterae dan A.woodii. Sedíaan bakteri asetogen dalam bentuk cair tersebut disimpan pada suhu 27°, 4° dan -9°C dalam masa simpan hingga 6 bulan. Pengujian yang dilakukan sehubungan dengan manfaat sifatnya sebagai pengguna hidrogen untuk menghambat atau mengurangi terjadinya reaksi metanogenesis dalam sistem pencernaan rumen. CH4 hasil fermentasi substrat secara in vitro diukur dalam satuan volume total gas dan volume gas metan. Hasil percobaan menunjukkan bahwa suhu berpengaruh terhadap lama penyimpanan. Sedían cair kultur A. woodii dapat disimpan hingga 6 bulan pada suhu -9°C dan sedían cair kultur A. noterae dapat disimpan dalam waktu lebih dari 6 bulan pada suhu -9°C. Kata Kunci: Acetoanaerobium noterae, Acetobacterium woodii, Pengguna Hidrogen, Penyimpanan
PENDAHULUAN Metanogenesis yang terjadi di dalam sistem pencernaan rumen ternak ruminansia, adalah merupakan reaksi reduksi CO2 dengan gas hidrogen sebagai hasil aktivitas bakteri metanogenik. Produksi gas CH4 oleh hewan ruminansia meningkat bila kualitas hijauan pakan yang dikonsumsi rendah, dan sejalan dengan itu berpengaruh negatif terhadap produktivitas ternak. Penelitian mitigasi gas metan enterik pada hewan ruminansia telah banyak dilaporkan dengan berbagai pendekatan, antara lain melalui pendekatan intervensi bakteri asetogenik sebagaimana yang dilaporkan sebelumnya (THALIB, 2008; THALIB dan
880
WIDIAWATI, 2008). Pendekatan penurunan emisi gas metan enterik pada hewan ruminansia dengan pemanfaatan bakteri asetogenik mulai dikembangkan sejak satu dekade terakhir (FONTY et al., 2007; LE VAN et al., 1998; LOPEZ et al., 1999; NOLLET et al., 1997). Bakteri asetogenik termasuk golongan bakteri hidrogenotropik, dan diantara tipe bakteri asetogenik ini terdapat tipe-tipe yang mereduksi karbondioksida membentuk asetat mengikuti jalur Wood-Lungdahl, mereduksi sulfat membentuk hidrogen sulfida, dan mereduksi fumarat membentuk suksinat (MORVAN et al., 1996). Namun bakteri metanogenik dilaporkan mempunyai daya hidrogenotropik yang lebih tinggi daripada bakteri asetogenik, sehingga kebanyakan
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
bakteri asetogenik kalah dalam berkompetisi dengan bakteri metanogenik untuk berkembang di dalam rumen. Dilaporkan (Joblin, 1999), bahwa telah ditemukan beberapa strain bakteri asetogenik yang dapat mengatasi persaingan dengan bakteri metanogenik dalam menggunakan hidrogen sebagai reduktor. Dalam penelitian sebelumnya (THALIB, 2008), telah dilakukan secara in vitro uji aktivitas 2 spesies bakteri homoasetogenik (Acetoanaerobium noterae dan Acetobacterium woodii) sebagai inhibitor metanogenesis, dan didapatkan bahwa kedua spesies bakteri ini dapat menurunkan produksi CH4 enterik dan meningkatkan komposisi asam asetat dalam fraksi VFA rumen. Dengan demikian disimpulkan pada laporan sebelumnya (THALIB, 2008) bahwa sediaan kultur bakteri A.noterae dan A.woodii dapat berperan sebagai inhibitor metanogenesis. Namun kedua spesies bakteri ini tidak membentuk endospora, sehingga teknik penyimpanannya menjadi salah satu kendala untuk disiapkan menjadi produk komersial. Untuk itu perlu dilakukan studi teknik penyimpanan sediaan kedua spesies bakteri ini agar dapat diterapkan dilapangan. MATERI DAN METODE Spesies bakteri Acetoanaerobium noterae dan Acetobacterium woodii tidak membentuk endospora, Oleh karena itu sistem sediaannya dilakukan melalui penyegaran di dalam media tumbuhnya secara berkala. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian lama penyimpanan sediaan kultur bakteri A. Noterae dan A. Woodii pada tingkat suhu yang berbeda guna mengetahui batas waktu untuk melakukan penyegaran sediaan. Pengerjaan penelitian dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu pembuatan sediaan kultur bakteri A. Noterae dan A. Woodii, penyimpanan pada suhu dan waktu yang berbeda, dan pengujian aktivitas kedua sediaan bakteri setelah proses penyimpanan. Pada tahapan pertama, sediaan kultur bakteri A. noterae dan A. woodii yang digunakan adalah hasil biakan isolat bakteri yang bersumber dari mikroba rumen rusa. Sediaan kultur bakteri A. noterae diperoleh
dari hasil isolat bakteri yang diisolasi dengan media asetogen pengguna hidrogenkarbondioksida dan sediaan kultur bakteri A. woodii diperoleh dari hasil isolat bakteri yang diisolasi dengan media asetogen pengguna karbonmonoksida (THALIB, 2008). Pembiakan masing-masing isolat bakteri (A. noterae dan A. woodii) hingga siap menjadi bentuk sediaan siap pakai sebagai inokulum dilakukan menurut prosedur THALIB et al. (2000) sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 1. Pada tahapan kedua, hasil yang diperoleh pada tahap pertama berupa ”sediaan inokulum” dimasukkan ke dalam botol dan diinjeksikan gas CO2 dan H2 kemudian disimpan pada tiga suhu yang berbeda, yaitu suhu kamar (27°C), suhu kulkas (4ºC) dan suhu freezer (–9°C) dengan 2 waktu penyimpanan yaitu 3 dan 6 bulan. Pada tahapan ketiga yaitu pengujian aktivitas, dari masing-masing sediaan yang disimpan dipipet sebanyak 8 ml dan dicampur dengan 2 ml cairan rumen segar dari domba berfistula (total volume inokulum = 10 ml) dan siap digunakan untuk memfermentasi substrat (1 g serbuk rumput gajah) menurut prosedur THEODOROU dan BROOKS (1990) yang dimodifikasi (THALIB et al., 2000). Prosedur mencakup inkubasi substrat selama 48 jam dengan 10 ml inokulum dalam media fermentasi pada pH 6,9 dan suhu 39°C. Komposisi media terdiri dari 86 bagian volume larutan basal dan 4 bagian volume larutan pereduksi. Total volume media dan inokulum = 100 ml. Parameter yang diukur Volume gas CH4 hasil fermentasi substrat bahan berserat diukur menurut prosedur TJANDRAATMADJA (1981). Prosedur mencakup penampungan gas hasil fermentasi dengan siring pengukur volume dan dengan sistem konektor T, gas tersebut diinjeksikan kedalam 2 tabung yang dihubungkan secara serial dan keduanya berisi larutan NaOH 6 N. Selanjutnya gas yang lepas ditampung dengan siring pengukur volume kedua untuk menampung gas CH4.
881
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Isolat bakteri A. noterae dan A. woodii ditanam dalam media biakan agar (diinkubasi 1 hari, 39ºC)
Koloni yang terbentuk ditanam dalam 5 ml media biakan cair (diinkubasi 4 hari, 39ºC) Î larutan inokulum tahap 1
0,5 ml inokulum tahap 1 + 9,5 ml media biakan cair (diinkubasi 4 hari, 39ºC) Î larutan inokulum tahap 2
10 ml inokulum tahap 2 + 40 ml media biakan cair º (diinkubasi 4 hari, 39 C) Î larutan inokulum tahap 3
50 ml inokulum tahap 3 + 50 ml media biakan cair (diinkubasi 4 hari, 39ºC) Î larutan inokulum tahap 4
Sediaan Inokulum
Perlakuan penyimpanan pada suhu berbeda (27ºC, 4ºC, –9ºC) dalam waktu 3 dan 6 bulan Fermentasi Substrat (diinkubasi 48 jam, 39ºC) dan Pengukuran parameter
Gambar 1. Penyiapan sediaan kultur bakteri A. noterae dan A. woodii
Data pengukuran gas total dan persentase gas metan dalam volume gas total hasil fermentasi substrat oleh inokulum perlakuan kultur bakteri, dianalisis secara statistik dengan 5 ulangan untuk setiap perlakuan (STEEL dan TORRIE, 1980). HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam laporan terdahulu (THALIB, 2008) telah disimpulkan bahwa kedua sediaan kultur bakteri asetogenik (Acetoanaerobium noterae dan Acetobacterium woodii) bersifat homoasetogenik yaitu mereduksi CO2 menjadi asam asetat melalui jalur acetyl-CoA, sehingga pembentukan CH4 dari reduksi CO2 dengan H2 terhambat. Hal ini diindikasikan oleh data
882
analisis hasil fermentasi substrat oleh inokulum perlakuan dimana terlihat komposisi CH4 lebih rendah dan persentase asam asetat lebih tinggi bila dibandingkan kontrol. Makalah ini melaporkan data produksi gas metan hasil fermentasi substrat setelah penyimpanan 3 dan 6 bulan pada suhu 27°, 4°, -9°C. Pengujian sedíaan kultur asetogen sebagai inokulum dicampur dengan sedikit cairan rumen domba segar (4 : 1), dan hasilnya pada waktu 0 bulan seperti diperlihatkan pada Tabel 1. Pencampuran dilakukan dengan tujuan untuk melihat kemampuan sedíaan kultur asetogen dalam gabungan dengan kelompok mikroba rumen asal untuk dapat berperan dalam menurunkan produksi gas metan hasil fermentasi substrat.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 1. Produksi gas CH4 hasil fermentasi substrat (rumput Gajah) dengan inokulum kultur asetogen (A. noterae dan A. woodii) secara in vitro pada waktu 0 bulan Inokulum (10 ml) CRDS CA.Noterae + CRDS (4 : 1) CA.Woodii + CRDS (4 : 1)
Gas total (ml)
Gas CH4 (ml)
CH4/Gastotal (% v/v)
127 72 74
35,3 10,3 11,5
21,6 a 16.3 b ** 17,3 b *
Data ini digunakan sebagai pembanding bagi data hasil perlakuan Nilai rataan persentase gas metan dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan Terhadap kontrol, tanda (*): berbeda nyata (P < 0,05) dan (**): berbeda sangat nyata (P < 0,01) CRDS: Cairan rumen segar dari domba berfistula yang diberi pakan rumput gajah dan konsentrat GT.03 (200 g/hari); CA: Kultur isolat bakteri asetogen
Secara nyata terlihat bahwa CA. Noterae dan Woodii dapat menurunkan komposisi gas metan, dimana produksi gas metan oleh inokulum campuran adalah 20 – 25% lebih rendah daripada inokulum CRDS. Hal ini mengindikasikan bahwa sediaan kultur asetogen yang digunakan dapat berfungsi sebagai bakteri pengguna gas hidrogen mengikuti jalur reaksi menurut LJUNGDAHL (1986): 2CO2 + 4H2 ==> CH3COOH + 2H2O ; ΔG0 = –15,75 kJ/mol H2 Dengan demikian reaksi ini secara langsung menghambat reaksi metanogenesis yang menghasilkan gas metan:
CO2 + 4H2 ===> CH4 + 2H2O ; ΔG0 = – 32,75 kJ/mol H2 Namun reaksi metanogenesis lebih eksergonik daripada reaksi asetogenesis (-32,75 kJ/mol H2 vs -15,75 kJ/mol H2), sebab itu populasi efektif bakteri asetogen di dalam total bakteri mikroba dalam mencerna substrat menjadi pertimbangan yang harus diperhitungkan, terutama terhadap populasi bakteri metanogen. Dari mekanisme gabungan kedua reaksi ini, maka untuk melihat derajat efektivitas peranan sediaan bakteri asetogenik sebagai fungsi dari waktu selama penyimpanan dapat digunakan parameter komposisi CH4 di dalam volume total gas hasil fermentasi substrat, dan hasilnya seperti yang diperlihatkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Produksi gas CH4 hasil fermentasi substrat (rumput gajah) dengan inokulum kultur asetogen (A. noterae dan A. woodii) secara in vitro Inokulum dan parameter
3 bulan
6 bulan
27ºC
4ºC
–9ºC
27ºC
4ºC
–9ºC
CA. Noterae + CRDS (4 : 1) Volume gas total, (ml) Volume gas metan, (ml) Komposisi gas metan (%)
66 12,2 18,5
64 11,3 17,6
61 9,9 16,7
63 12,7 20,1a
58 10,8 18,6ab
63 10,4 16,5b
CA. Woodii + CRDS (4 : 1) Volume gas total, (ml) Volume gas metan, (ml) Komposisi gas metan (%)
61 11,8 19,3
62 11,5 18,6
59 10,3 17,4
58 11,9 20,5
57 11,5 20,2
60 11,3 18,8
Nilai rataan persentase gas metan dengan huruf berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05) di dalam kolom waktu yang sama CRDS: Cairan rumen segar dari domba berfistula yang diberi pakan rumput gajah dan konsentrat GT.03 (200 g/hari); CA: Kultur isolat bakteri asetogen.
883
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
AB
AB
AB
Gambar 2. Persentase gas metan hasil fermentasi substrat dengan inokulum (1: CRDS pada suhu 27°C dan 0 bulan; 2: kultur A. noterae + CRDS, 4 ml/1ml, pada suhu 27°C dan 0 bulan; kultur A. Noterae + CRDS, 4 ml/1ml (3A: 27°C dan 3 bulan; 4A: 4°C dan 3bulan; 5A: -9°C dan 3 bulan; 3B: 27°C dan 6 bulan; 4B: 4°C dan 6 bulan; 5B: -9°C dan 6 bulan).
Walaupun tidak berbeda nyata, secara umum terlihat kecendrungan bahwa waktu dan suhu penyimpanan berpengaruh terhadap daya pengguna hidrogen dari kedua sediaan kultur bakteri. Di antara ketiga suhu penyimpanan, suhu freezer (–9°C) terlihat yang paling aman untuk menyimpan sediaan dan terlihat ada kecendrungan untuk dapat bertahan hingga lebih dari 6 bulan. Produksi gas CH4 dari inokulum
CA.Noterae + CRDS (4 : 1) yang telah disimpan di dalam freezer baik selama 3 dan 6 bulan (Tabel 2) masih relatif sama dengan apa yang dihasilkan oleh sediaan yang segar (sebelum proses penyimpanan) (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa mikroba yang telah disimpan di dalam freezer masih dapat beraktivitas seperti sebelum disimpan (segar).
AB
AB
AB
Gambar 3. Persentase gas metan hasil fermentasi substrat dengan inokulum (1: CRDS pada suhu 27°Cdan 0 bulan; 2: kultur A. woodii + CRDS, 4 ml/1ml, pada suhu 27°C dan 0 bulan; kulturA. Woodii + CRDS, 4 ml/1ml (3A: 27°C dan 3 bulan; 4A: 4°C dan 3bulan; 5A: -9°C dan3 bulan; 3B: 27°C dan 6 bulan; 4B: 4°C dan 6 bulan; 5B: -9°C dan 6 bulan).
884
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Dibandingkan dengan inokulum CA. Noterae + CRDS (4 : 1) (Gambar 2) maupun inokulum C A. Woodii + CRDS (4 : 1) (Gambar 3), daya pengguna gas hirogen dari kedua sediaan kultur tersebut dapat bertahan bila sediaan disimpan pada suhu –9°C. Dengan dibandingkan cairan rumen domba segar (CRDS), kultur A. Noterae + CRDS (4:1) yang disimpan pada suhu kulkas selama 6 bulan masih menunjukkan daya menurunkan produksi gas metan yang sangat signifikan (P < 0,01) (Gambar 2) dan untuk hal sama, kultur A. Woodii + CRDS (4 : 1) (Gambar 3) juga menurunkan produksi gas metan dengan signifikan (P < 0,05). Nampaknya bahwa penyimpanan pada freezer atau suhu -9°C tidak banyak merubah viabilitas kedua jenis bakteri yang diuji. Hal ini sejalan dengan apa yang sudah dikerjakan oleh (MOORE dan CARLSON, 1975) yang menyimpan berbagai jenis mikroba dan sel mamalia dengan menggunakan teknik beku sederhana telah membuktikan bahwa melalui penyimpanan dengan cara ini kehilangan viabilitas mikroba sangat rendah namun tetap menjaga stabilitas genetik yang tinggi. Cara ini telah banyak digunakan untuk menyimpan virus, bakteri, khamir, jamur, beberapa jenis algae, dan protozoa. Melalui cara pembekuan ini, maka aktivitas atau kecepatan metabolisme dari mikorba berkurang. Lain halnya dengan mikroba yang disimpan dalam suhu ruang ataupun suhu refrigerator (4oC), dimana metabolisme dan aktivitas mikroba masih terus berjalan sehingga tetap memerlukan nutrisi untuk beraktivitas. Proses penyimpanan selama 3 dan 6 bulan tanpa ada penyegaran media yang mengandung nutrisi untuk mikroba beraktivitas akan mematikan atau melemahkan mikroba yang ada. KESIMPULAN Disimpulkan dari studi ini bahwa kondisi suhu mempengaruhi lama masa penyimpanan sedíaan cair bakteri asetogenik A. noterae dan A. woodii dimana suhu yang terbaik adalah pada suhu -9°C. Sedíaan cair bakteri asetogenik A. noterae menunjukkan kecendrungan dapat disimpan hingga diatas 6 bulan pada suhu -9°C.
DAFTAR PUSTAKA FONTY, G., K. JOBLIN, M. CHAVAROT, R. ROUX, G. NAYLOR, and F. MICHALLON. 2007. Establishment and development of ruminal hydrogenotrophs in methanogen-free lambs. Appl. Environ. Microbiol. 73(20): 6391 – 6403. JOBLIN, K., N. 1999. Ruminal acetogens and their potential to lower ruminant methane emissions. Aust. J. Agric. Res. 50: 1307 – 1313. LE
VAN, T.D., J.A. ROBINSON, J. RALPH, R.C. GREENING, W.J. SMOLENSKI, J.A.Z. LEEDLE and D.M. SCHAEFER. 1998. Assessment of reductive acetogenesis with indigenous ruminal bacterium population and Acetitomaculum ruminis. Appl. Environ. Microbiol. 64: 3429 – 3436
LJUNGDAHL, L.G., 1986. The autotropic pathway of acetate synthesis in acetogenic bacteria. Ann. Rev. Microbiol. 40: 415 – 450. LOPEZ, S., F.M. MCINTOSH, R.J. WALLACE, and C.J. NEWBOLD. 1999. Effect of adding acetogenic bacteria on methane production by mixed rumen microorganisms. Anim. Feed Sci. 78: 1 – 9. MOORE, L.W. and R.V. CARLSON. 1975. Liquid nitrogen storage of phytopathogenic bacteria. Phytopathology 65:246 – 250. MORVAN, B., F. BONNEMOY, G. FONTY, and P. GOUET. 1996. Quantitative determination of H2-utilizing acetogenic and sulfate-reducing bacteria and methanogenic archaea from digestive tract of different mammals. Curr. Microbiol. 32: 129 – 133. NOLLET, L., D. DEMEYER, and W. VERSTRATE. 1997. Effect of 2-bromoethanesulfonic acid and Peptostreptococcus productus 35244 addition on stimulation of reductive acetogenesis in the ruminal ecosystem by selective inhibition of methanogenesis. Appl. Environ. Microbiol. 63: 194 – 200. STEEL, R.G.D and J.H. TORRIE. 1980. Principles and Procedures of Statistic. A Biometrical Approach. McGrawhill Int. Book Co., Singapore. THALIB, A., B. HARYANTO, S. KOMPIANG, I.W.MATHIUS and A. AINI. 2000. Pengaruh mikromineral dan fenilpropionat terhadap performans bakteri selulolitik cocci dan batang dalam mencerna serat hijauan pakan. JITV 5(2): 92 – 99.
885
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
TJANDRAATMADJA, M. 1981. Anaerobic Digestion of Fibrous Materials.A Thesis of Master of Agricultural Science. University of Melbourne, Australia.
THALIB, A. 2008. Isolasi dan identifikasi bakteri asetogenik dari rumen rusa dan potensinya sebagai inhibitor metanogenesis. JITV 13(3): 197 – 206.
THEODOROU, M.K and A.E. BROOKS, 1990. Evaluation of a New Laboratory Procedure for Estimating the fermentation Kinetic of Tropical Feeds. Annual Report AFRC Institute, Hurley, Maidenhead, UK.
THALIB, A dan Y. WIDIAWATI. 2008. Efek pemberian bakteri Acetoanaerobium noterae terhadap performans dan produksi gas metana pada ternak domba. JITV 13(4): 273 – 278.
886