Jurnal Biotika Vol. 1, No. 1, Juni 2002 : 48-56
PENGARUH SUHU DAN EKSTRAK BIJI NIMBA (Azadirachta indica A. Juss) TERHADAP JUMLAH HEMOSIT JENGKERIK (Gryllus mitratus Burm.) Hikmat KASMARA1), Ahmad RIDWAN2) dan Darmadi GOENARSO2) 1)
Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Padjadjaran 2) Jurusan Biologi, Fakultas MIPA, ITB
ABSTRACT The effect of temperature and neem seed extract (Azadirachta indica A. Juss) on the haemocyte number of cricket (Gryllus mitratus Burm.) has been studied. Temperatures applied in this experiment were 25o ± 1o C, 30o ± 1o C and 35o ± 1o C. Neem seed extract was injected in volumes of 10 µl/g body weight into the ventral abdomen intersegment between segment 5 and 6 of the insect body. The concentrations of neem seed extract were 0.0 %, 2.5 %, 5.0 %, 10.0 % and 20.0 %. Controls without injection were also analysed. Hemolymph was taken by sterile needle from the prothorax. The experiment design was randomized block design (RBD) factorial pattern. In this experiment, four types of haemocyte were observed e.g. prohaemocyte (PR), plasmatocyte (PL), coagulocyte (CO) and granulocyte (GR). At 25o C, treatment of 0.0 %, 2.5 % and 5.0 % neem’s seed extract to increased the haemocyte number during 3 hours exposure, at 10.0 % neem seed extract the haemocyte number started to decrease, while at 20.0 % the haemocyte number returned to the same level as the control. The same pattern was obtained for the treatment at 30o and 35o C. When the exposure was increased to 24 hours, at 25o C, application of neem seed extract 0.0 %, 2.5 %, 5.0 %, 10.0 % and 20.0 % increased haemocyte number compared to control. The differences of the haemocyte number between control and treatment at 30o C, only occurred on the 5.0 % neem seed extract. At 35o C, the haemocyte number of the 0.0 %, 2.5 % and 5.0 % neem seed extract were equal to control, while on the 10.0 % and 20.0 %, the haemocyte number were lower than control. The lowest haemocyte number was obtained at 35o C, 20.0 % neem seed extract and 24 hours exposure. Key words : temperature, neem seed extract, haemocyte, cricket
PENDAHULUAN Sekarang telah banyak diketahui jenis tumbuhan yang dapat digunakan sebagai bahan pestisida, salah satu diantaranya yang telah berhasil dikembangkan adalah nimba (Azadirachta indica A. Juss) yang menghasilkan bahan aktif Azadirachtin (Sastrodihardjo, 1992). Bioaktif yang dihasilkan nimba merupakan pestidida yang mempunyai spektrum luas terhadap serangga fitofagus dan paling banyak
48
mempengaruhi serangga dari anggota Ordo Orthoptera, Heteroptera, Diptera, Hymenoptera, Coleoptera, Lepidoptera dan sedikit Thysanoptera (Schmutterer, 1990). Schmutterer (1990), menyatakan bahwa beberapa efek yang terjadi bila serangga terkena bahan aktif nimba, diantaranya adalah menghambat makan, mencegah serangga betina meletakkan telurnya, mengganggu metamorfosis, menurunkan fekunditas, menghambat pertumbuhan dan mengurangi
Kasmara et al. : Pengaruh Suhu dan Ekstrak Biji Nimba
kelulushidupan. Akan tetapi cara kerja berbagai ekstrak nimba terhadap jenisjenis serangga tertentu sampai sejauh ini belum ada yang pasti (Ahmad, 1992). Darah serangga atau hemolimf merupakan cairan ekstra seluler yang jernih berwarna kuning atau hijau muda, terdiri atas cairan plasma dan sel darah yang disebut hemosit. Hemosit berperan dalam sistem pertahanan tubuh serangga terhadap infeksi bakteri dan racun. Jengkerik rumah (Acheta domesticus) yang baru menetas diberi makanan yang mengandung azadirachtin, menyebabkan menurunnya penambahan berat tubuh dibandingkan dengan hewan kontrol, efeknya sesuai dengan porsi dosis yang diberikan. Sedangkan jengkerik rumah betina instar ke-7 yang diberi makanan yang mengandung azadirachtin menyebabkan terhambatnya penambahan berat badan dan lebih lamanya fase nimfa dibandingkan dengan hewan kontrol (Schmutterer, 1990). Quadri dan Narsaiah (1978) dalam Adler dan Uebel (1986), menyatakan bahwa gangguan penambahan berat badan yang disebabkan oleh azadirachtin pada kecoa (Periplaneta americana), ada hubungannya dengan penurunan jumlah hemosit. Beberapa peneliti menyatakan bahwa perubahan jumlah dan komposisi sel darah bukan disebabkan oleh infeksi mikroba saja, tetapi dapat dipengaruhi pula oleh adanya racun, perubahan suhu, umur dari hewan, keadaan fisiologis, kualitas dan kuantitas bahan yang diinjeksikan kedalam tubuh hewan (Shapiro, 1989 dalam Gupta, 1979; Woodring, 1985 dalam Blum, 1985). Jengkerik (Gryllus mitratus Burm.) merupakan serangga yang termasuk kedalam ordo Orthoptera, mempunyai ukuran tubuh cukup besar dan mudah untuk dipelihara di laboratorium. Sampai saat ini jengkerik
Terhadap Jumlah Hemosit Jengkerik merupakan hewan bukan sasaran dalam kelas serangga. Sekarang jengkerik banyak dimanfaatkan sebagai pakan burung dan ikan hias peliharaan. Ekstrak biji nimba telah diketahui mempunyai potensi yang besar sebagai insektisida alternatif dan diharapkan penggunaannya tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap hewan bukan sasaran, manusia dan lingkungan. Oleh karena itu penelitian pengaruh ekstrak biji nimba terhadap hewan bukan sasaran perlu dilakukan. Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi mengenai tipetipe hemosit dari darah (hemolimf) jengkerik, tingkat toksisitas ekstrak biji nimba terhadap hewan bukan sasaran dalam hal ini jengkerik serta mengkaji pengaruh suhu dan ekstrak biji nimba terhadap jumlah hemosit jengkerik (efek fisiologi).
BAHAN DAN METODE Ekstrak biji nimba (Azadirachta indica A. Juss) sebagai bahan yang diujikan dalam penelitian ini didapatkan dari PAU Ilmu Hayati ITB. Larutan ekstrak biji nimba tersebut mempunyai komposisi : 20 % fraksi aktif (pestisida), 20 % minyak nimba, 50 % minyak nabati (“Vetco”) dan 10 % emulgator yang terdiri atas larutan Tween 20 dan Span. Untuk membuat 1 liter larutan ekstrak nimba dibutuhkan 2 kg biji nimba. Ekstrak biji nimba yang diperoleh, dianggap sebagai konsentrasi 100 %. Untuk membuat larutan dengan konsentrasi 2,5 %, 5,0 %, 10,0 % dan 20,0 % dilakukan pengenceran dengan menggunakan larutan pengencer yang terdiri atas minyak nabati (“Vetco”) ditambah emulgator Tween 20 dan Span sebanyak 10 %.
49
Jurnal Biotika Vol. 1, No. 1, Juni 2002 : 48-56
Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah jengkerik (Gryllus mitratus Burm.), yang didapatkan dari toko penjual ikan hias, makanan ikan dan burung. Menurut keterangan dari pemasok jengkerik, menerangkan bahwa serangga tersebut ditangkap dari daerah Kabupaten Subang Jawa Barat. Jengkerik yang digunakan dalam penelitian ini berjenis kelamin jantan yang telah dewasa dan dipilih yang sehat dan tidak cacat.
Cara Pemberian Eksktrak Pemberian ekstrak biji nimba terhadap hewan uji dilakukan dengan cara penyuntikan, yang dilakukan pada intersegmen abdomen antara segmen ke5 dan ke-6 bagian ventral (Matsumura, 1985; Harvey dan Brown, 1950). Penyuntikan dilakukan dengan menggunakan mikro siring volume 10 µl. Setiap perlakuan konsentrasi disuntikan larutan sebanyak 10 µl per gram berat badan hewan uji (Yeager, et al., 1942).
Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu : Tahap 1 Penentuan LD50 ekstrak biji nimba terhadap hewan uji. Data yang diperoleh kemudian diolah dengan analisis regresi (analisis probit). Hasil penelitian tahap 1 akan digunakan untuk penelitian tahap 2. Tahap 2 Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental, dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola perhitungan faktorial 3 x 6. Faktor perlakuannya adalah suhu sebanyak 3 taraf, yaitu : 25o ± 1o C, 30o ± 1o C dan 35o ± 1o C. Konsentrasi ekstrak biji nimba : tanpa penyuntikan (kontrol), 0,0 %, 2,5 %, 5,0 %, 10,0 % dan 20,0 %. Setiap perlakuan konsentrasi disuntikan larutan sebanyak 10 µl per gram berat badan hewan uji. Pada perlakuan konsentrasi 0,0 % ekstrak biji nimba, hewan uji hanya disuntik dengan pelarut. Parameter yang diukur adalah jumlah hemosit yang dilakukan dengan 2 perlakuan waktu pendedahan, yaitu 3 jam dan 24 jam setelah perlakuan pemberian ekstrak biji nimba. Setiap perlakuan dilakukan 5 (lima) kali ulangan.
Perlakuan Suhu Perlakuan suhu untuk pengukuran parameter jumlah hemosit dilakukan dengan cara memasukkan seekor jengkerik ke dalam botol gelas warna coklat gelap yang berukuran diameter 4 cm dan tinggi 8 cm. Penggunaan botol warna coklat gelap adalah untuk menghindarkan hewan uji stres selama selama pendedahan. Bagian atas botol ditutup dengan sumbat gabus yang diberi lubang udara dan pada sumbat diselipkan termometer air raksa untuk mengukur suhu udara yang terdapat dalam botol. Botol-botol yang telah siap disususn dalam rak plastik, sehingga kedudukan botol tetap tegak. Selanjutnya dicelupkan kedalam penangas air (waterbath), hingga ketinggian air mencapai leher botol. Penangas air dilengkapi dengan termostat dan suhunya diatur sesuai dengan perlakuan. Suhu perlakuan adalah suhu udara dalam botol, yang diamati dari termometer yang terpasang pada botol. Hewan uji setelah mendapat perlakuan dosis ekstrak biji nimba dan hewan kontrol, dimasukkan ke dalam botolbotol yang sebelumnya telah disesuaikan suhu yang ada didalamnya dengan suhu perlakuan. Pendedahan hewan uji dilakukan selama 3 dan 24 jam pada masing-masing perlakuan suhu.
50
Kasmara et al. : Pengaruh Suhu dan Ekstrak Biji Nimba
Pembuatan Apusan Hemolimf Pengambilan hemolimf dilakukan dengan cara melukai bagian protoraks jengkerik dengan menggunakan jarum steril. Mula-mula bagian protoraks dibersihkan dengan kapas yang telah dibubuhi larutan alkohol 70 %, kemudian bagian tengah dari protoraks ditusuk dengan jarum steril, hemolimf yang keluar kemudian diambil segera. Pembuatan apusan hemolimf ini dilakukan untuk mengetahui tipe-tipe hemosit yang terdapat dalam hemolimf jengkerik. Hemolimf yang baru diambil dari tubuh jengkerik diteteskan pada kaca objek yang bersih, bebas lemak dan dengan menggunakan kaca objek lain yang tumpul salah satu ujung sisinya, tetesan hemolimf diratakan pada permukaan kaca objek untuk mendapatkan apusan yang tipis. Apusan kemudian diwarnai dengan larutan pewarna Wright’s (Woodring, 1985 dalam Blum, 1985). Identifikasi tipe hemosit dilakukan menurut Woodring, 1985 dalam Blum, 1985 dan Gupta, 1994 dalam Gujar, 1994). Penghitungan Jumlah Hemosit Untuk menghitung jumlah hemosit digunakan hemositometer “Improved Neubauer” mengikuti prosedur dari Goenarso (1978). Larutan pengencer yang digunakan adalah sama seperti yang digunakan untuk menghitung sel darah putih pada hewan vertebrata, yaitu larutan Turk. Seekor jengkerik dibersihkan bagian protoraksnya dengan kapas yang telah dibubuhi dengan larutan alkohol 70 %, kemudian bagian tengah dari protoraks ditusuk dengan jarum steril, hemolimf yang keluar diambil dengan menggunakan pipet Thoma yang biasa digunakan untuk pengenceran sel darah putih (skala 11) sampai skala 0,2 kemudian dengan segera diencerkan
Terhadap Jumlah Hemosit Jengkerik dengan larutan Turk hingga volume skala 11 (pengenceran 50 kali). Ujung pipet Thoma ditutup dengan jari kemudian diputar-putar sampai suspensi didalamnya homogen. Suspensi yang telah homogen diteteskan kedalam hemositometer "Improved Neubauer". Jumlah hemosit dihitung dibawah mikroskop. Penghitungan jumlah hemosit untuk setiap sampel hemolimf dilakukan 2 kali ulangan.
Uji toksisitas Ekstrak Biji Nimba Terhadap Jengkerik Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan dosis yang akan digunakan pada penelitian ini . Tahap awal pengerjaannya yaitu melakukan “exploratory test”, yaitu dengan memberikan perlakuan pada pada hewan uji dengan berbagai dosis pada rentang yang cukup besar. Setelah diketahui dosis terendah yang menyebabkan kematian dan dosis tertinggi dimana hewan uji masih hidup dalam 24 jam, baru dilakukan perlakuan dengan rentang dosis yang lebih kecil. Waktu pengamatan 24, 48 dan 72 jam. Hasil yang diperoleh kemudian dihitung dengan menggunakan pogram komputer, sehingga akan didapatkan harga LD50. Analisis Data Data yang didapatkan dari hasil penelitian, kemudian diolah dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji beda rata-rata menurut Duncan, dengan selang kepercayaan P ≤ 0,05.
51
Jurnal Biotika Vol. 1, No. 1, Juni 2002 : 48-56
HASIL DAN PEMBAHASAN Tipe Hemosit Hasil pengamatan tipe hemosit pada darah jengkerik (Gryllus mitratus Burm.), didapatkan 4 (empat) macam yaitu : prohemosit, plasmatosit, koagulosit dan granulosit. Prohemosit yang didapatkan mempunyai ukuran diameter antara 6,4 – 8,6 µm, bentuk bulat dengan inti berukuran besar, dengan pewarna Wright’s inti berwarna merah-ungu gelap, sitoplasma merah ungu. Plasmatosit mempunyai bentuk bermacam-macam yaitu bulat, lonjong dan memanjang, mempunyai inti di tengah dengan ukuran yang besar. Hasil pengukuran plasmatosit jengkerik (Gryllus mitratus) adalah mempunyai ukuran panjang antara 12,3 – 24,9 µm dan lebar 6,6 – 11,0 µm. Dengan pewarna Wright’s inti berwarna merah-ungu gelap, sitoplasma merahungu. Granulosit jarang didapatkan, mempunyai bentuk lonjong dan bergranula bulat kecil. Ukuran yang didapatkan panjang 11,4 – 12,9 µm dan lebar 7,1 – 8,6 µm, dengan pewarna Wright’s granul berwarna merah, sitoplasma berwarna biru. Koagulosit berbentuk oval, mempunyai ukuran panjang 10,0 – 13,3 µm dan lebar 8,0 – 11,6 µm. Inti besar ditengah, sitoplasma hialin, dengan pewarna Wright’s inti berwarna merah-ungu terang tampak seperti roda pedati, sitoplasma berwarna biru. Plasmatosit dan koagulosit merupakan hemosit yang dominan ditemukan dalam darah jengkerik. Woodring (1985) dalam Blum (1985), mendapatkan nilai “differential hemocyte counts (DHC)” pada nimfa jengkerik rumah (Acheta domesticus) adalah : prohemosit (5 %), plasmatosit (40 %), granulosit (5 %) dan koagulosit (50 %).
52
Gupta (1994) dalam Gujar (1994), dari hasil penelaahannya terhadap tulisan-tulisan mengenai darah serangga oleh peneliti-peneliti terdahulu, menyatakan secara garis besar terdapat 6 (enam) tipe hemosit yang terdapat dalam hemolimf serangga, yaitu : prohemosit (PR), plasmatosit (PL), granulosit (GR), koagulosit (CO), spherulosit (SP) dan oenositoid (OE). Beberapa peneliti lain melaporkan telah menemukan 3 – 6 tipe hemosit dari darah serangga yang termasuk kedalam ordo Orthoptera. Banyak peneliti menyatakan bahwa oenositoid (OE) tidak pernah ditemukan dalam darah serangga ordo Orthoptera (Arnold, 1974 dalam Rockstein, 1974). Woodring (1985) dalam Blum (1985), telah menemukan 4 tipe hemosit dalam darah nimfa jengkerik rumah (Acheta domesticus), yaitu prohemosit, plasmatosit, granulosit dan koagulosit. Uji Toksisitas Hasil uji toksisitas ekstrak biji nimba terhadap hewan uji (jengkerik), setelah dihitung dengan menggunakan program komputer analisis probit, didapatkan hasil sebagai berikut : LD50 – 24 jam = 34,8 % larutan ekstrak biji nimba LD50 – 48 jam = 22,0 % larutan ekstrak biji nimba LD50 – 73 jam = 20,7 % larutan ekstrak biji nimba Dimana banyaknya larutan ekstrak biji nimba yang disuntikkan pada setiap ekor hewan uji adalah 10 µl per gram berat badan. Jumlah Hemosit Pada serangga tidak semua hemosit terdapat bebas dalam peredaran, tetapi banyak sel yang melekat pada beberapa organ tubuh (Sastrodihardjo, 1984).
Kasmara et al. : Pengaruh Suhu dan Ekstrak Biji Nimba
Terhadap Jumlah Hemosit Jengkerik
Dari analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian ekstrak biji nimba (ebn) memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah hemosit, sedangkan perlakuan suhu tidak memberikan pengaruh yang nyata pada pendedahan selama 3 jam). Pada Tabel 1, dapat terlihat bahwa pada hewan kontrol dengan perlakuan suhu 25o, 30o dan 35o C, jumlah hemosit tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, demikian pula halnya dengan yang diberi perlakuan ekstrak biji nimba 0,0 %, 2,5 %, 5,0 %, 10,0 % dan 20,0 % pada perlakuan suhu 25o, 30o dan 35o C tidak memberikan perbedaan yang nyata. Jumlah hemosit rata-rata jengkerik yang diberi perlakuan ekstrak biji nimba 0,0 %, 2,5 %, 5,0 % dan 10,0 % pada suhu perlakuan 25o, 30o dan 35o C dengan lama pendedahan selama 3 jam, masing-masing menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan kontrol. Secara statistik pelarut dan ekstrak biji nimba menimbulkan pengaruh terhadap jumlah hemosit. Sedangkan jengkerik yang diberi perlakuan ekstrak biji nimba 20,0 % pada suhu perlakuan 25o, 30o dan 35o C, tidak menunjukkan perbedaan nyata dibandingkan dengan kontrol. Pada perlakuan suhu 25o C jumlah hemosit rata-rata pada hewan kontrol adalah 17.540 ± 1.859 sel/mm3. Jumlah hemosit tertinggi didapatkan pada hewan yang diberi perlakuan ekstrak biji nimba 5,0 %, baik pada hewan yang diberi perlakuan suhu 25o C maupun perlakuan suhu 30o dan 35o C.
Tabel 1. Jumlah Hemosit Jengkerik pada Berbagai Perlakuan Suhu dan Dosis Ekstrak Biji Nimba, Waktu Pendedahan 3 jam. Suhu
Rata-rata jumlah hemosit (sel/mm3)
(oC)
Dosis
25
30
35
20.900 ± 1.234 (ad) 30.680 ± 3.365 (hijkn) 26.020 ± 1.204 (bcdefh) 34.120 ± 1.033 (jkn) 26.180 ± 2.943 (bcdefi) 22.480 ± 1.393 (af)
19.480 ± 1.715 (ac) 35.420 ± 1.437 (jln) 26.850 ± 1.514 (defk) 38.860 ± 1.997 (n) 25.400 ± 1.207 (bcdefg) 19.300 ± 1.476 (ab)
(%) 17.540 ± 1.859 (a) 0 35.300 ± 2.984 (jln) 2,5 26.800 ± 1.663 (defj) 5,0 37.580 ± 3.153 (mn) 10.0 29.740 ± 3.307 (ghijkl) 20,0 22.040 ± 1.738 (ae)
K
Keterangan : Semua nilai rata-rata + SE. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada arah kolom maupun baris adalah tidak nyata menurut uji Duncan P ≤ 0,05.
Dengan penambahan waktu pendedahan menjadi 24 jam, perlakuan suhu dan pemberian ekstrak biji nimba memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hemosit hewan uji. Pada Tabel 2, dapat dilihat bahwa jumlah hemosit rata-rata jengkerik yang diberi perlakuan ekstrak biji nimba 0,0 %, 2,5 %, 5,0 %, 10,0 % dan 20,0 % pada suhu pendedahan 25o, 30o dan 35o C, masingmasing menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan kontrol , kecuali pada hewan yang diberi perlakuan ekstrak biji nimba 20,0 %, suhu perlakuan 35o C nampak turun dan jumlah hemositnya lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Secara statistik pelarut dan pemberian ekstrak biji nimba serta perlakuan suhu menimbulkan pengaruh terhadap jumlah hemosit, kecuali pada hewan yang diberi perlakuan suhu 35o C dan ekstrak biji nimba 0,0 %, 5,0 % dan
53
Jurnal Biotika Vol. 1, No. 1, Juni 2002 : 48-56
10,0 % tidak menunjukkan perbedaan nyata dibandingkan dengan jumlah hemosit hewan kontrol yang diberi perlakuan suhu 25o C. Jumlah hemosit terendah didapatkan pada hewan yang diberi perlakuan suhu 35o C dan ekstrak biji nimba 20,0 %, yaitu sebesar 11.230 ± 1.099 sel/mm3. Tabel 2. Jumlah Hemosit Jengkerik pada Berbagai Perlakuan Suhu dan Dosis Ekstrak Biji Nimba, Waktu Pendedahan 24 jam. Suhu
Rata-rata jumlah hemosit (sel/mm3)
(oC)
Dosis
25
30
35
16.520 ± 1.656 (b) 25.420 ± 1.731 (fg) 26.830 ± 1.135 (g) 22.120 ± 1.259 (cdefg) 25.450 ± 1.192 (fg) 23.280 ± 1.886 (defg)
22.060 ± 1.486 (cdefg) 23.420 ± 1.117 (defg) 23.270 ± 1.438 (defg) 34.420 ± 1.582 (h) 24.480 ± 1.665 (efg) 19.570 ± 1.384 (bd)
22.270 ± 999 (defg) 20.540 ± 1.017 (be) 21.270 ± 1.330 (cdef) 19.200 ± 1.299 (bd) 17.560 ± 839 (bc) 11.230 ± 1.099 (a)
(%)
K 0 2,5 5,0 10,0 20,0
Keterangan : Semua nilai rata-rata + SE. Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada arah kolom maupun baris adalah tidak nyata menurut uji Duncan P ≤ 0,05.
Pelarut dan ekstrak biji nimba yang disuntikan kedalam tubuh jengkerik adalah merupakan benda asing bagi tubuh jengkerik, dengan masuknya benda asing kedalam hemolimf, maka akan menimbulkan pengaruh terhadap sistem pertahanan tubuh serangga. Adanya gangguan ini akan merangsang terjadinya respon pertahanan tubuh, respon yang terjadi dapat berupa peningkatan jumlah hemosit yang bersifat fagosit, untuk menetralisis gangguan tersebut. Yeager, et al. (1942), menyatakan bahwa sel darah atau hemosit merupakan bagian
54
mekanisme pertahanan tubuh untuk melawan bakteri dan benda asing lainnya yang masuk kedalam tubuh. Beberapa peneliti menyatakan bahwa perubahan jumlah sel darah bukan disebabkan oleh mikroba saja, tetapi dipengaruhi oleh suhu, umur dari hewan, keadaan fisiologi, kualitas dan kuantitas bahan yang diinjeksikan kedalam tubuh hewan (Shapiro, 1979 dalam Gupta, 1979; Woodring, 1985 dalam Blum, 1985). Peneliti lain menyatakan bahwa jumlah hemosit dipengaruhi oleh perubahan suhu, seperti pada Blatta orientalis yang didedahkan pada suhu 5o C, menyebabkan indeks mitosisnya turun, tetapi apabila dikembalikan pada keadaan suhu normal indeks mitosisnya kembali meningkat. Sedangkan pada Blaberus yang didedahkan pada suhu 37o C, indeks mitosisnya sedikit meningkat dibanding kontrol (Shapiro, 1979 dalam Gupta, 1979). Jengkerik yang diberi perlakuan ekstrak biji nimba 20,0 % yang didedahkan pada suhu 25o, 30o dan 35o C selama 3 jam jumlah hemositnya kembali turun dan secara statistik tidak berbeda nyata dengan kontrol. Sedangkan pada jengkerik yang diberi perlakuan ekstrak biji nimba 20,0 % yang didedahkan pada suhu 35o C selama 24 jam, menunjukkan penurunan jumlah hemosit yang cukup besar dan jumlahnya lebih kecil dibandingkan dengan kontrol. Woodring (1985) dalam Blum (1985), menyatakan bahwa racun dan organisme penginfeksi dapat mengurangi jumlah hemosit karena respon seluler menghilangkan senyawa racun dan organisme penginfeksi yang masuk kedalam peredaran darah serangga.
Kasmara et al. : Pengaruh Suhu dan Ekstrak Biji Nimba
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil pengamatan hemosit jengkerik (Gryllus mitratus Burm.), didapatkan 4 tipe hemosit yaitu : prohemosit, plasmatosit, koagulosit dan granulosit. Nilai LD50 larutan ekstrak biji nimba terhadap jengkerik adalah untuk LD50 –24 jam = 34,8 %, LD50 – 48 jam = 22,0 % dan LD50 – 72 jam = 20,7 %, dengan banyaknya larutan ekstrak biji nimba yang disuntikkan pada setiap ekar hewan uji adalah 10 µl per gram berat badan. Pada perlakuan suhu 25o C dengan waktu pendedahan selama 3 jam, pemberian ekstrak biji nimba 0,0 %, 2,5 % dan 5,0 % meningkatkan jumlah hemosit, sedangkan dengan pemberian ekstrak biji nimba 10,0 % jumlah hemosit mulai turun dan pada pemberian ekstrak biji nimba 20,0 % jumlah hemosit turun, hingga jumlahnya tidak berbeda dengan jumlah hemosit pada hewan kontrol. Pola yang sama didapatkan pada jengkerik yang diberi perlakuan suhu 30o dan 35o C. Penambahan waktu pendedahan menjadi 24 jam, pada perlakuan suhu 25o C pemberian ekstrak biji nimba 0,0 %, 2,5 %, 5,0 %, 10,0 % dan 20,0 % meningkatkan jumlah hemosit dibandingkan dengan jumlah hemosit pada hewan kontrol. Pada perlakuan suhu 30o C pemberian ekstrak biji nimba 5,0 % meningkatkan jumlah hemosit, sedangkan jumlah hemosit pada hewan yang diberi perlakuan konsentrasi ekstrak biji nimba lainnya tidak berbeda dengan jumlah hemosit pada hewan kontrol. Pada perlakuan suhu 35o C, jumlah hemosit hewan yang diberi perlakuan ekstrak biji nimba 0,0 %, 2,5 % dan 5,0 % adalah sama dengan jumlah hemosit pada hewan kontrol, sedangkan
Terhadap Jumlah Hemosit Jengkerik pada hewan yang diberi perlakuan ekstrak biji nimba 10,0 % dan 20,0 % jumlah hemositnya lebih rendah dibandingkan dengan jumlah hemosit pada hewan kontrol. Jumlah hemosit terendah didapatkan pada jengkerik yang diberi perlakuan suhu 35o C yang diberi ekstrak biji nimba 20,0 % dengan lama pendedahan 24 jam.
Saran Untuk mengetahui lebih jauh pengaruh ekstrak biji nimba (Azadirachta indica A. Juss) terhadap jumlah hemosit jengkerik (Gryllus mitratus Burm.), perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan pengamatan mengenai indeks mitosis (mitotic index) dan menghitung jumlah dari tiap tipe hemosit (differential haemocyte count). Dengan mengukur parameter tersebut di atas diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai pengaruh ekstrak biji nimba terhadap hemosit jengkerik.
55
Jurnal Biotika Vol. 1, No. 1, Juni 2002 : 48-56
DAFTAR PUSTAKA Adler, V.E. dan E.C. Uebel. 1986. Effects of Margosan-O on Six Species of Cockroaches (Orthoptera : Blaberidae, Blattidae and Blattellidae). Proc. 3 rd. Int. Neem Conf. Nairobi. pp. 387 – 392. Ahmad, I. 1992. Potensi Nimba Sebagai Insektisida. PAU- Ilmu Hayati Institut Teknologi Bandung, Bandung. Blum, M.S. 1985. Fundamentals of Insect Physiology. A Wiley Interscience Publication, New York, pp. 21 – 25. Goenarso, D. 1978. Cara Menghitung Jumlah Sel Darah Menggunakan Kamar Hitung, Jurusan Biologi ITB, Bandung. Gujar, G.T. 1994. Recent Advances in Insect Physiology and Toxicology, Agricole Publishing Academy, New Delhi, pp. 106 – 117. Gupta,
A.P. 1979. Insect Hemocytes, Development, Forms, Function and Techniques, Cambridge University Press, New York, pp. 501 – 503.
Harvey, G.T. dan A.W.A. Brown. 1950. The Effect of Insecticides on the Rate of Oxygen Consumption in Blattella, Can. J. Zoology, 29, 42 – 53. Matsumura, F. 1985. Toxicology of Insecticides, Plenum Press, New YorkLondon, pp. 12 – 17. Rockstein, M. 1974. The Physiology of Insecta. Vol. V, 2nd. Ed. Academic Press, New York – London. Sastrodihardjo, S. 1984. Pengantar Entomologi Terapan, Penerbit ITB, Bandung. Sastrodihardjo, S. 1992. Prospek Produk Alami (Khususnya Nimba) untuk Pestisida, PAU-Ilmu Hayati ITB, Bandung. Schmutterer, H. 1990. Properties and Potential of Natural Pesticides from the Neem Tree Azadirachta indica, Annu. Rev. Entomol, 35, 271 – 297.
56
Yeager, J.F.; E.R. McGovran; S.C. Munson dan E.L. Mayer. 1942. Effect of Blocking Hemocytes with Chinese Ink and Nephrocytes with Trypan Blue upon The Cockroach Periplaneta americana to Sodium Arsenite and Nicotine, Ann. Entomol. Am., 35, 23 –40.