PENGARUH STRUKTUR DAN KULTUR ORGANISASIONAL TERHADAP KEEFEKTIFAN ANGGARAN PARTISIPASIF DALAM PENINGKATAN KINERJA MANAJERIAL Dharma Tintri Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma
ABSTRAK Bukti empiris menunjukkan adanya ketidakjelasan pengaruh anggaran partisipatif terhadap peningkatan kinerja manajerial. Beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan adanya hubungaan positif dan signifikan antara anggaran partisipatif dengan peningkatan kinerja manajerial. Beberapa penelitian lainnya menunjukkan hubungan tidak signifikan, bahkan beberapa penelitian menunjukkan sebaliknya, yaitu hubungan negatif. Penelitian ini dilakukan untuk merekonsiliasi hasil penelitian yang tidak konsisten tersebut. Penelitian ini menguji pengaruh struktur dan kultur organisasional terhadap keefektifan anggaran partisipatif dalam peningkatan kinerja manajerial. Metode analisis data yang digunakan adalah regresi berganda (multiple regresion), metode yang menghubungkan satu variabel terikat dengan beberapa variabel bebas dalam suatu model prediktif tunggal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran tidak mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kinerja manajerial. Partisipasi yang tinggi dalam penyusunan anggaran akan mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja manajerial pada struktur desentralisasi dan pengaruh negatif pada struktur sentralisasi. Partisipasi yang tinggi dalam penyusunan anggaran akan mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja manajerial pada kultur organisasional yang berorientasi pada orang, dan mempunyai pengaruh yang negatif pada kultur organisaional yang berorientasi pada pekerjaan. Kata kunci: Struktur Organisasi, Kultur Organisasi, Anggaran dan Kinerja Manajerial
PENDAHULUAN Anggaran partisipatif merupakan pendekatan manajerial yang umumnya dinilai dapat meningkatkan keefektifan organisasional melalui peningkatan kinerja manajerial. Bukti empiris menunjukkan adanya ketidakjelasan pengaruh anggaran partisipatif terhadap peningkatan kinerja manajerial. Beberapa penelitian menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara anggaran partisipatif deTINTRI, PENGARUH STRUKTUR….
ngan kinerja manajerial, beberapa penelitian menyatakan hubungan yang tidak signifikan, bahkan beberapa peneliti menemukan hubungan yang negatif. Untuk merekonsiliasi hasil penelitian yang tidak konsisten tersebut, diperlukan pendekatan kontingensi dan upaya untuk mengevaluasi faktor-faktor kondisional yang kemungkinan menyebabkan anggaran partisipatif menjadi efektif (Givondarajan, 1986). Berdasarkan telaah hasil 59
penelitian yang menguji pengaruh faktor kondisional sebagai variabel moderating yang mempengaruhi keefektifan anggaran partisipatif dalam peningkatan kinerja manajerial, Brownell (1982a) mengelompokkan kedalam empat kelompok variabel, yaitu kultural, organisasional, interpersonal dan individual. Sesuai dengan saran Brownell (1982a) yang juga menjadi dasar penelitian Gul.dkk. (1995) yang menguji pengaruh moderating struktur organisasional terhadap hubungan antara partisipasi dengan kinerja manajerial, penelitian ini menguji pengaruh struktur dan kultur organisasional terhadap keefektifan anggaran partisipatif dalam peningkatan kinerja manajerial. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini pada dasarnya dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan: (1) apakah partisipasi yang tinggi dalam penyusunan anggaran akan meningkatkan kinerja manajerial; (2) apakah struktur organisasional (desentralisasi atau sentralisasi) mempengaruhi keefektifan anggaran partisipatif dalam peningkatan kinerja manajerial; dan (3) apakah faktor kultur organisasional (yang berorientasi pada orang atau yang berorientasi pada pekerjaan) mempunyai pengaruh terhadap hubungan antara partisipasi dengan kinerja manajerial.
LITERATUR DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Fungsi dan Dampak Anggaran Anggaran merupakan rencana keuangan perusahaan yang digunakan sebagai pedoman untuk menilai kinerja (Schiff dan Lewin, 1970), alat untuk memotivasi kinerja para anggota organisasi (Chow dkk., 1988), alat koordinasi dan komunikasi antara pimpinan dengan bawahan dalam organisasi (Kenis,1979), dan alat untuk mendelegasikan wewenang pimpinan kepada bawahan (Hofstede, 1968). Berbagai fungsi anggaran tersebut, pada dasarnya merupa60
kan konsep anggaran yang lebih luas sebagai alat pengendalian. Pengendalian dalam anggaran mencakup pengarahan atau pengaturan orangorang dalam organisasi, (Hanson, 1966). Oleh karena itu, proses penyusunan anggaran merupakan kegiatan yang penting dan sekaligus kompleks, karena anggaran mempunyai kemungkinan dampak fungsional terhadap sikap dan perilaku anggota organisasi (Argyris,1952; Milani, 1975). Argyris (1952) yang melakukan studi lapangan terhadap proses penyusunan anggaran pada empat perusahaan manufaktur skala menengah, menemukan dampak disfungsional anggaran terhadap sikap dan perilaku. Aspek negatif dari anggaran dapat menimbulkan konflik dan ketidaknyamanan diantara anggota organisasi. Untuk mengatasi kemungkinan dampak disfungsional, Argyris (1952) menyarankan perlunya bawahan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses penyusunan anggaran. Tujuan yang diinginkan perusahaan akan lebih dapat diterima, jika anggota organisasi dapat bersama-sama dalam suatu kelompok mendiskusikan pendapat mereka mengenai tujuan perusahaan, dan terlibat dalam menentukan langkahlangkah untuk mencapai tujuan tersebut.
Anggaran Partisipatif Partisipasi secara luas pada dasarnya merupakan proses organisasional, dimana para individu terlibat dan mempunyai pengaruh dalam perbuatan keputusan yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap para individu tersebut. Dalam konteks yang lebih spesifik, partisipasi dalam penyusunan anggaran merupakan proses dimana para individu, yang kinerjanya dievaluasi dan memperoleh penghargaan berdasarkan pencapaian target anggaran, terlibat dan mempunyai pengaruh dalam penyusunan target anggaran (Brownell. 1982a). Seperti yang dikemukakan Milani (1975), bahwa ting-
JURNAL EKONOMI & BISNIS No. 2 Jilid 7, Tahun 2002
kat keterlibatan dan pengaruh bawahan dalam proses penyusunan anggaran merupakan faktor utama yang membedakan antara anggaran partisipatif dengan anggaran nonpartisipatif. Aspirasi bawahan lebih diperhatikan dalam proses penyusunan anggaran partisipatif dibandingkan dengan anggaran nonpartisipatif (Stedry, 1960). Anggaran partisipatif lebih memungkinkan bagi para manajer (sebagai bawahan) untuk melakukan negosiasi dengan atasan, mengenai target anggaran yang menurut mereka dapat berpartisipasi dengan kinerja (equivocal). Brownell (1982a), Murray, (1990) Shield dan Young, (1993) mengemukakan kemungkinan adanya variabel lain yang harus dipertimbangkan dalam hubungan antara partisipasi dengan kinerja. Untuk merekonsiliasi temuan penelitian yang bertentangan tersebut, perlu digunakan pendekatan kontinjensi dan upaya untuk mengidentifikasi berbagai kondisi, yang menyebabkan anggaran partisipatif menjadi efektif (Govindarajan, 1986). Berdasarkan saran Brownell (1982a) variabel struktur organisasional dan kultur perlu dievaluasi sebagai faktor kemungkinannya mempunyai pengaruh moderat terhadap hubungan antara partisipasi dengan kinerja manajerial. Gul, dkk. (1996) selanjutnya melakukan penelitian yang menguji pengaruh moderat variabel struktur organisasional.
Struktur Organisasional dan Anggaran Partisipatif Menurut Neadler dan Tushman (1988) struktur organisasional merupakan alat pengendalian organisasional yang menunjukkan tingkat pendelegasian wewenang manajemen puncak dalam pembuatan keputusan kepada senior manajer dan manajer level menengah, yang secara ekstrem dikelompokkan menjadi dua yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Sebagian wewenang pembuatan keputusan, pada struktur organisasional TINTRI, PENGARUH STRUKTUR….
yang tersentralisasi, dilakukan secara terpusat oleh manajemen puncak. Struktur desentralisasi, di pihak lain, menunjukkan adanya pendelegasian wewenang pembuatan keputusan dari manajemen puncak kepada manajer pada tingkat lebih rendah. Dengan demikian, wewenang pembuatan keputusan yang dilakukan oleh bawahan relatif lebih besar pada struktur desentralisasi daripada struktur sentralisasi (Gul, dkk., 1995). Struktur desentralisasi memberikan tanggungjawab yang lebih besar pada para manajer dalam kegiatan perencanaan dan pengendalian (Waterhouse dan Tiessen, 1978). Proses penyusunan anggaran sebagai bagian dari kegiatan perencanaan dan pengendalian suatu organisasi, seperti yang dikemukakan oleh Chenhall dan Morris (1986), akan menghadapi masalah yang lebih kompleks terutama dalam kondisi lingkungan yang tidak menentu. Fenomena yang akan datang relatif lebih sulit diprediksi dalam kondisi lingkungan yang sering berubah. Galbraith (1973) mengemukakan pentingnya struktur desentralisasi untuk merespon ketidakpastian lingkungan, karena struktur desentralisasi lebih memungkinkan bagi manajer pada tingkat yang lebih rendah untuk memperoleh informasi yang lebih luas dibandingkan pada struktur sentralisasi. Organisasi dengan struktur desentralisasi lebih sesuai dengan kondisi lingkungan yang tidak menentu daripada struktur sentralisasi (Sekaran dan Snodgrass, 1986). Waterhouse dan Tiessen (1978) menyarankan untuk menggunakan sistem anggaran yang partisipatif untuk menghadapi kondisi lingkungan yang tidak menentu. Menurut Tusman dan Nadler (1978) partisipasi lebih memungkinkan terjadinya pertukaran informasi antara atasan dengan bawahan, sehingga dapat mengurangi ketidakpastian. Pada organisasi dengan struktur desentralisasi, nilai-
61
nilai dan persepsi yang dimiliki para anggota kelompok dalam suatu organisasi membentuk dan mempengaruhi sikap dan perilaku kelompok yang bersangkutan (Scein, 1986; Hofstede, 1980; Sackmann, 1992; Meschi dan Roger, 1995). Disamping tercermin pada nilai-nilai, kultur oganisasional juga dimanifestasikan pada praktik-praktik organisasional, yang membedakan antara satu kelompok organisasional dengan kelompok organisasional yang lain (Kotter dan Heskett, 1992). Konsep kultur organisasional yang digunakan oleh Hofstede, dkk. (1990) dalam penelitian lintas kultur antar departemen dalam perusahaan, pada dasarnya merupakan pengembangan dari konsep dimensi kultur (nasional) Hofstede (1980) yang banyak digunakan dalam penelitianpenelitian perbedaan kultur antar negara, antara lain oleh Soeter dan Schreuder (1988), Harrison (1992, 1993), Pratt & Beaulieu (1992), Pratt, dkk. (1993) dan O’Connor (1995). Menurut Hofstede (1994), antara kultur nasional dengan kultur organisasional merupakan fenomena yang identik. Perbedaan keduanya tercermin dalam manifestasi kultur kedalam nilai-nilai dan praktik. Perbedaan kultur tingkat organisasional umumnya terletak pada praktik-praktik dibandingkan
dengan perbedaan nilai-nilai. Perbedaan kultur organisasional selanjutnya dapat dianalisis pada tingkat unit organisasi atau sub-unit organisasi (Gordon, 1991; Hofstede, 1994). Tipe kultur dalam suatu perusahaan dapat bervariasi antara divisi, departemen atau bagian yang satu dengan yang lain (Schein, 1986; Hood dan Koberg, 1991). Hofstede, dkk. (1990) membagi kultur organisasional ke dalam enam dimensi praktis: (1) Proces-Oriented vs. Results-Oriented, (2) Employee-Oriented vs. Job-Oriented, (3) Parochial vs. Professional, (4) Open System vs. Closed System, (5) Loose Control vs. Tight Control, (6) Normative vs. Pragmatic. Dari keenam dimensi praktik kultur organisasional tersebut, yang mempunyai kaitan erat dengan praktik-praktik pembuatan keputusan partisipatif adalah dimensi praktik yang kedua. Tabel 1 menyajikan beberapa faktor yang menonjol untuk mengidentifikasi karakteristik dimensi kultur organisasional yang merasa mempunyai pengaruh yang lebih besar. Dalam kondisi lingkungan yang menentu, anggaran partisipatif lebih efektif dibandingkan dengan anggaran nonpartisipatif (Bruns dan Waterhouse, 1975).
Tabel 1. Karakteristik Dimensi Kultur Organisasional Orientasi pada Orang Orientasi pada Pekerjaan 1. Keputusan-keputusan yang penting lebih 1. Keputusan-keputusan yang penting sering dibuat secara kelompok lebih sering dibuat oleh individu 2. Lebih tertarik pada orang yang menger- 2. Lebih tertarik pada hasil pekerjaan jakan daripada hasil pekerjaan daripada orang yang mengerjakan Orientasi pada Orang Orientasi pada Pekerjaan 3. Memberikan petunjuk kerja yang jelas 3. Kurang memberikan petunjuk yang kepada pegawai baru jelas kepada pegawai baru 4. Peduli terhadap masalah pribadi pegawai 4. Kurang peduli terhadap masalah pribadi pegawai Sumber: diolah dari Hofstede (1994, hal. 190) Struktur desentralisasi lebih sesuaii untuk kondisi lingkungan yang tidak menentu, sementara dalam kondisi ter62
sebut, diperlukan proses penyusunan anggaran yang partisipatif. Partisipasi dalam penyusunan anggaran, dengan
JURNAL EKONOMI & BISNIS No. 2 Jilid 7, Tahun 2002
demikian, akan lebih efektif pada struktur desentralisasi dari pada struktur sentralisasi. Partisipasi para manajer pada tingkat yang lebih rendah pada dasarnya lebih identik dengan esensi struktur desentralisasi (Merchant, 1981). Penelitian Gul, dkk. (1995) yang melibatkan 37 manajer departemen personalia, operasi dan pemasaran dari berbagai perusahaan manufaktur di Hongkong, menemukan bahwa partisipasi yang tinggi dalam penyusunan anggaran mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada struktur desentralisasi, dan mempunyai pengaruh negatif pada struktur sentralisasi. Temuan tersebut sesuai
dengan saran yang dikemukakan oleh Emmanuel, dkk. (1990), bahwa anggaran partisipatif lebih efektif pada struktur desentralisasi daripada struktur sentralisasi. Berdasarkan penelitian tersebut, penelitian ini menguji pengaruh struktur organisasional terhadap hubungan antara partisipasi dengan kinerja manajerial dengan rumusan hipotesis H2. H2: Partisipasi yang tinggi dalam penyusunan anggaran akan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada struktur desentralisasi, dan mempunyai pengaruh negatif pada struktur sentralisasi.
Tabel 2. Pengaruh Struktur Organisasional terhadap Hubungan Partisipasi dengan Kinerja Manajerial Desentralisasi Sentralisasi Partisipasi Tinggi Kinerja Tinggi Kinerja Rendah Partisipasi Rendah Kinerja Rendah Kinerja Tinggi Menurut Hofstede (1994), kultur merupakan keseluruhan pola pemikiran, perasaan dan tindakan dari suatu kelompok sosial, yang membedakan dengan kelompok sosial yang lain. Kultur dapat diklasifikasikan kedalam berbagai tingkatan, antara lain nasional, daerah, gender,
generasi, kelas sosial, organisasional perusahaan. Pada tingkat organisasional, kultur merupakan seperangkat asumsiasumsi, keyakinan-keyakinan, yang berorientasi pada orang dan yang berorientasi pada pekerjaan.
Tabel 3. Pengaruh Kultur Organisasional terhadap Hubungan Partisipasi 7dengan Kinerja Manajerial
Partisipasi Tinggi Partisipasi Rendah
Orientasi pada Orang Kinerja Tinggi Kinerja Rendah
Anggaran yang disusun secara partisipatif lebih mencerminkan bahwa keputusan-keputusan yang penting dalam proses penyusunan anggaran dibuat secara kelompok daripada dibuat secara individual. Menurut Hofstede, dkk. (1990), pembuatan keputusan secara kelompok merupakan karakteristik yang menonjol dari dimensi kultur yang berorientasi pada orang. Partisipasi umumnya diterima sebagai penerapan pemikiran ‘human TINTRI, PENGARUH STRUKTUR….
Orientasi pada Pekerjaan Kinerja Rendah Kinerja Tinggi
relations’ dalam penyusunan anggaran (Argyris, 1952). Sesuai dengan karakteristik dimensi kultur organisasional yang disajikan dalam Tabel 2, konsep ‘human relations’ merupakan faktor yang menonjol dalam kultur organisasional yang berorientasi pada orang. Berdasarkan pemikiran tersebut, partisipasi dalam penyusunan anggaran kemungkinan akan lebih efektif pada kultur organisasional yang berorientasi pada orang daripada kultur 63
organisasional yang berorientasi pada tugas. Rumusan hipotesis yang menyatakan pengaruh kultur organisasional yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H3: Partisipasi yang tinggi dalam penyusunan anggaran akan mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada kultur organisasional yang berorientasi pada orang, dan mempunyai pengaruh negatif pada kultur organisasional yang berorien-tasi pada pekerjaan.
METODOLOGI PENELITIAN Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner. Variabel penelitian terdiri dari partisipasi, struktur organisasional, kultur organisasional dan manajerial. Variabel partisipasi diukur dengan instrumen yang dikembangkan oleh Milani (1975). Setiap responden diminta untuk menjawab enam butir pertanyaan yang mengukur tingkat partisipasi, pengaruh yang dirasakan dan kontribusi dalam proses penyusunan anggaran, dengan memilih skala di antara 1-7. Angka 1 menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi, sedangkan angka 7 menunjukkan tingkat partisipasi yang rendah. Penggunaan instrumen ini menunjukkan konsistensi internal yang memadai, yang dinyatakan dengan koefisien (Cronbach) alpha sebesar 0,79. Variabel struktur organisasional diukur dengan instrumen yang dikembangkan oleh Gordon dan Narayanan (1984). Instrumen tersebut berisi lima pertanyaan yang mengukur tingkat pendelegasian wewenang manajer, diantaranya dalam lima bidang pembuatan keputusan yaitu pengembangan produk atau jasa baru, pengangkatan dan pemberhentian karyawan, pemilihan investasi, alokasi anggaran dan penentuan harga jual.
64
Responden diminta untuk memilih skala satu sampai dengan tujuh pada setiap pertanyaan mengenai struktur organisasional, sesuai dengan yang dipraktikkan oleh perusahaan. Jawaban responden digunakan untuk menentukan apakah struktur organisasional pada perusahaan responden menerapkan struktur sentralisasi (ditunjukkan dengan skala rendah) atau desentralisasi (ditunjukkan dengan skala tinggi). Uji rehabilitas data yang dihasilkan dari instrumen struktur organisasional dalam penelitian ini menunjukkan Cronbach alpha sebesar 0,46. Variabel Manajerial diukur dengan menggunakan instrumen selfrating yang dikembangkan uleh Mahoney, dkk. (1963). Dalam instrumen ini setiap responden diminta untuk mengukur sendiri kinerjanya dengan memilih skala satu sampai dengan sembilan. Kinerja manajerial yang diukur meliputi delapan dimensi yaitu perencanaan, investigasi, koordinasi, evaluasi, supervisi, pengaturan staf negosiasi, dan representasi, serta satu dimensi pengukuran kinerja seorang manajer secara keseluruhan. Skala kinerja terdiri dari 1-3 untuk kinerja dibawah ratarata, 4 – 6 untuk kinerja rata-rata, dan 79 untuk kinerja di atas rata-rata.
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi berganda (multiple regresion). Metode yang menghubungkan satu variabel terikat dengan beberapa variabel bebas dalam suatu model prediktif tunggal ini, sesuai dengan hipotesis yang diuji dalam penelitian ini disajikan dalam Persamaan I (Model Analisis Data). Kinerja manajerial merupakan variabel terikat yang dalam penelitian ini diprediksi dipengaruhi variabel-variabel bebas, yaitu partisipasi, interaksi antara partisipasi dengan struktur, dan interaksi antara partisipasi dengan kultur.
JURNAL EKONOMI & BISNIS No. 2 Jilid 7, Tahun 2002
di mana, Y X1 X2 X3 [(X1 – X2)] [(X1 – X3)]
Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 [(X1 – X2)] +β5 [(X1 - X2)] + e
= kinerja, diukur berdasarkan penjumlahan skor setiap butir = partisipasi, diukur berdasarkan penjumlahan skor yang telah distandarisasi [(X21 - X2)/δx1] = struktur organisasional, diukur berdasarkan penjumlahan skor yang telah distandarisasi [(X21 – X2)/ δx2] = kultur organisasional, diukur berdasarkan penjumlahan skor yang telah distandarisasi [(X31 – X3)/ δx3] = interaksi antara partisipasi dengan struktur organisasional yang diukur berdasarkan nilai absolut perbedaan antara X1 dengan X2 = interaksi antara partisipasi dengan kultur organisasional yang diukur berdasarkan nilai absolut perbedaan antara X1 dengan X3
Hasil Penelitian dan Pembahasan Kuesioner dikirimkan kepada 300 orang manajer yang memimpin departe(17,6%) yang mengirimkan jawaban.. Sejumlah 11 diantaranya, karena pengisiannya tidak lengkap, tidak digunakan dalam analisis data. Data diolah secara komputasi menggunakan SPPS version 6.0. Sesuai dengan yang disarankan oleh Mahoney dkk. (1963), bahwa kedelapan butir instrumen variabel kinerja manajerial harus menjelaskan paling sedikit 55 persen dimensi kinerja manajerial secara keseluruhan. Berdasarkan uji regresi setiap dimensi kinerja secara bebas terhadap dimensi kinerja keseluruhan. Variasi dimensi kerja secara keseluruhan
Perencanaan Investigasi Kordinasi Evaluasi Supervisi Staf Negosiasi Representasi
(1)
men/fungsional (Heterogen) dari emitenemiten melalui PT BEJ. Respon yang diterima sejumlah 53 orang manajer dijelaskan oleh kedelapan dimensi kinerja dengan 69%. Sedang koefisien generasi antara setiap dimensi kinerja dengan skor total (dimensi secara keseluruhan) menunjukkan korelasi yang signifikan pada level 0,01 dengan rentang koefisien antara 0,43 s/d 0,07. Sebagian besar korelasi antara masing-masing dimensi terhadap skor total menunjukkan koefisieni lebih besar dibandingkan denga koefisien korelasi antar dimensi kinerja (delapan dimensi). Korelasi dimensi kinerja individu dengan kedelapan variabel bebas tidak signifikan, seperti yang ditunjukkan Tabel 5.
Tabel 5a. Koefisien Korelasi Dimensi Kinerja Individu 1 2 3 4 5 6 1.00 .66 1.00 .57 .73 1.00 .36 .42 .61 1.00 .44 .52 .61 .66 1.00 .23 .35 .35 .46 .56 1.00 .23 .24 .21 .42 .42 .65 .31 .31 .32 .51 .51 .42
7
8
1.00 .51
1.00
Catatan: r ≥ .31 signifikan pada p ≤ 0.01 ; r ≥ .23 signifikan pada p ≤ 0.05
TINTRI, PENGARUH STRUKTUR….
65
Tabel 5b. Korelasi antara Dimensi Kinerja Individual dengan Dimensi Kinerja Keseluruhan Dimensi Kinerja Individual Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 Survei ini .43 .51 .58 .67 .66 .57 .58 .62 Indriantoro (1993) 59 .51 .57 .67 .58 .61 .36 .60 Frucot dan Shearon (1991) 65 .63 .56 .43 .41 .59 .55 .56 Govindarajan (1986) .61 .64 .47 .52 .60 .68 .48 .37 Brownell 57 .58 .28 .51 .42 .27 .34 .40 Heneman (1974) 55 .41 .39 33 .44 .36 .40 .41
Hasil analisis regresi secara keseluruhan menunjukkan angka R2 sebesar 42 persen, F = 10,7 dengan signifikasi P kurang dari 0.0001. Berarti ada hubungan yang signifikan antara kinerja manajerial dengan semua prediktornya. Variasi perubahan kinerja manajerial dijelaskan oleh semua variabel bebas sebesar 42 persen. Tabel 7 menunjukkan bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran tidak Variabel Partisipasi
mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kinerja manajerial. Temuan ini mendukung hasil penelitian Milani (1975); Brownell dan Hirst (1986), dan sesuai dengan kesimpulan yang dikemukakan antara lain oleh Brownell (1982a), Murray (1990), Shield dan Young (1993) bahwa kemungkinan ada variabel lain yang harus dipertimbangkan dalam hubungan antara partisipasi dengan kinerja.
Tabel 6. Statistik Deskriptif variabel Kisaran Kisaran Rata-rata Standar Teoritis Sesungguhnya Deviasi 6 – 42 8 – 30 19,56
Struktur Organisasional Kultur Organisasional Kinerja Manajerial
8 – 63 8 – 40 9 – 72
22 – 50 17 – 37 22 – 64
32,78 24.70 47,08
5,96 7,30 5,46 9,08
Sumber: Data diolah, 1998. Interaksi antara partisipasi dengan struktur (β4) menunjukkan koefisien yang positif sebesar 1,314, tingkat signifikasi kurang dari 0.01. Artinya, struktur desentralisasi mempunyai pengaruh moderating terhadap hubungan antara anggaran partisipatif dan peningkatan kinerja
Variabel (Konstanta) (β0) Partisipasi (β1) Struktur Organisasi (β2) Kultur Organisasional (β3) Partisipasi-Struktur (β4)
manajerial. Dengan demikian, hasil penelitian ini mendukung H2. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi yang tinggi dalam penyusunan anggaran akan mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja manajerial pada struktur desentralisasi, dan pengaruh negatif pada struktur sentralisasi.
Tabel 7. Hasil Analisis Regresi Koefisien Kesalahan Standar 62,778 3,636 -9,440 2,148 -1,497 2,126 -10,352 2,021 1,314 0,451
8,123 1,757 Partisipasi-Kultur (β5) R2 = .42 ; Overall F = 10,700 ;Sig. F = .000
66
Nilai-t 17,264 -0,395 -0,704 -0,156 2,915
Probabilitas .000 Ts Ts Ts .005
4,624
.001
JURNAL EKONOMI & BISNIS No. 2 Jilid 7, Tahun 2002
Sumber: Data Diolah, 1998. Interaksi antara variabel partisipasi dengan struktur organisasional mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan (p<0.01) terhadap kinerja manajerial. Temuan ini mendukung kesimpulan hasil penelitian Gul, dkk. (1995) yang menemukan pengaruh positif dan signifikan struktur desentralisasi terhadap hubungan antar partisipasi dalam penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial. Interaksi antara partisipasi dengan kultur (β5) pada Tabel 7, menunjukkan koefisien sebesar 8,123 dengan tingkat signifikasi pada P kurang dari 0.01. Berarti, sesuai dengan ekspektasi peneliti, kultur organisasional mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap hubungan antara partisipasi dengan kinerja manajerial. Dengan demikian, survei mendukung H3, juga menemukan pengaruh yang positif dari kultur organisasional yang berorientasi pada orang terhadap keefektifan anggaran partisipatif dalam peningkatan kinerja manajerial. Interaksi antara variabel partisipasi dengan kultur organisasional yang positif dan signifikan (p<0.01), menunjukkan bahwa partisipasi bawahan dalam penyusunan anggaran kemungkinan lebih efektif jika keputusan-keputusan penting dalam organisasi lebih sering dibuat secara kelompok. Anggaran partisipatif akan meningkatkan kinerja manajerial para anggota organisasi, jika perusahaan (atasan) peduli dan menaruh perhatian terhadap masalah pribadi para bawahan, serta lebih tertarik pada orang (yang mengerjakan) daripada hasil pekerjaan orang tersebut.
PENUTUP Hasil-hasil penelitian menunjukkan, bahwa partisipasi dalam penyusunan anggaran tidak mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kinerja manajerial. Hasil penelitian ini mendukung eksTINTRI, PENGARUH STRUKTUR….
pektasi penelitian, partisipasi yang tinggi dalam penyusunan anggaran akan mempunyai pengaruh yang positif terhadap kinerja manajerial pada struktur desentralisasi, dan pengaruh negatif pada struktur sentralisasi. Partisipasi yang tinggi dalam penyusunan anggaran mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja manajerial pada kultur organisasional yang berorientasi pada orang, dan mempunyai pengaruh yang negatif pada kultur organisasional yang berorientasi pada pekerjaan. Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris mengenai pentingnya aspek ‘human relation’ dalam upaya peningkatan kinerja karyawan. Faktor struktur dan kultur organisasional kemungkinan menjadi faktor kondisional yang harus dipertimbangkan agar penerapan anggaran secara partisipatif dapat lebih efektif. Agar menggambarkan keadaan yang sebenarnya, sebaiknya studi lanjut dilakukan secara lapangan dengan target responden adalah tingkatan manajerial dan fungsi yang homogen terhadap perusahaan nasional atau multinasional dari segi kepemilikan.
DAFTAR PUSTAKA Brownell, P. 1981, “Participation in the Budgeting Process, Locus of Control and Organizational Effectiveness,” The Accounting Review, Vol. LVI, No. 4, Oktober, h. 844-860. Bruns, W.J. dan J.H. Waterhouse. 1975. “Budgetary Control and Organization Structure,” Journal or Accounting Research, Vol. 13, No.2, h. 177203. Chenhall; R.H. dan D. Morris. 1986. “The Impact of Structure, Environment, and Interterikatce on the Perceived Usefulness of Management Accounting Systems.” The 67
Accounting Review, No. 1, Januari, h. 16-35. Chow, C. W., Jean C.C., dan S.W. William. 1988, ”Participative Budgeting: Effects of a Truth-Inducing Pay Scheme and Information Asymmetry on slack and Performance,” The Accounting Review, No. 1, Januari, h. 111-122. Galbraith, J.R. 1973, Designing Complex Organization, Addison-Wesley, Reading MA. Gordon, G.G. 1991, “Industry Determinant of Organizational Culture,” Academy of Management Review, Vol. 15, No. 2, h. 396-415. Govindarajan, V. 1986, “Impact of Participation in the Budgetary Process on Attitudes and Performance: Universalistic and Contigency Perspectives,” Decisions Sciences, Fall, h. 496-516. Gul, F.A., J. S.L. Tsui, S.C.C. Fong, dan H.Y.L. Kwok. 1995, “Decentralization as a Moderating Factor in Budgetary Participation-Performance Relationship: Some Hong Kong Evidence,” Accounting and Bussines Research, Vol 25, No. 98, h. 107-113. Hanson, E.I. 1996, “The Budgetary Control Function,”The Accounting Review, April, h. 239-243. Harrison, G.L. 1992 “The Cross-Cultural Generalizability of The Realiton Between Participation, Budges Emphasis and Job related Attitudes.” Accounting, Organizations and Society, Vol. 18, No. 4, h. 319339. Hofstede, G. 1994, Cultures and Organizations: Intercultural Cooperation and Its Importance for Survival, Harper Collins Publishers, London, h. 181.
68
Hood, J.N. dan Koberg, C.S. 1991, “Accounting Firms Cultures and Creativity Among Accountants,” Accounting Horizons, Sepetember, h. 12-20. Kotter, J.P. dan Heskett, J.L. 1992, Corporate Cultures and Performance, Maxwell Macmillan, Canada. Merchant, K.A. 1981, “The Design of the Corporate Budgeting System: Influences on Managerial Behavior and Performance,” The Accounting Review, h. 813-828. Milani, K. 1975, “The Relationship of Participation in BudgetSetting to Industrial Supervisor Performance and Attitudes: A Field Study,” The Accounting Review, April, h. 274284. Murray, D. 1990, “The Performance Effects of Participative Budgeting: An Integration of Intervening and Moderating Variables,” Behavioral Research in Accounting, Vol. 2, h. 104-1213. Pratt, J.L., C. Mohrweis, and P. Beaulieu. 1993, “The Interaction between National and Organizational Cultures in Accounting Firms: An Extension,” Accounting, Organizations and society, Vol. 18, No. 7/8, h. 621-628. Pratt, J.L., and P. Beaulieu. 1992, “Organizational Cultures in Public Accounting: Size, Technology, Rank, and Functional Area,” Accounting, Organizations and Society, Vol. 17, No. 7, h. 667-684. Schiff, M., dan Lewin, A. Y. 1970, “The Impact of People on Budgets,” The Accounting Review, April, h. 259269.
JURNAL EKONOMI & BISNIS No. 2 Jilid 7, Tahun 2002