PENGARUH STRATEGI SERVICE RECOVERY TERHADAP KEPUASAN NASABAH (Studi pada Nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo) Intan Kartika Yunri
[email protected] Titin Ekowati
[email protected] Wijayanti
[email protected] Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purworejo ABSTRAK Intan Kartika Yunri. Pengaruh Strategi Service Recovery terhadap Kepuasan Nasabah. Skripsi. Program Studi Manajemen. Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Purworejo. 2014. Perusahaan perbankan yang besar akan memiliki nasabah yang besar pula. Hal tersebut tentu akan diikuti oleh semakin banyaknya keinginan dari para nasabah. Tidak hanya sebatas pada produk yang ditawarkan tetapi juga pada perbaikan mutu kualitas pelayanan. Apalagi setiap perusahaan pasti akan mengalami kegagalan jasa (service failure). Dimana hal tersebut akan berdampak negatif pada kepuasan nasabah. Salah satu upaya perusahaan perbankan untuk mengurangi dampak negatif tersebut dan menciptakan kembali kepuasan nasabah adalah melalui strategi service recovery (pemulihan jasa). Service recovery adalah tindakan yang dilakukan penyedia jasa dalam menangani atau mengkompensasi reaksi negatif pelanggan terhadap kegagalan jasa. Dimensi service recovery meliputi distributive justice, procedural justice, dan interactional justice. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh distributive justice, procedural justice, dan interactional justice terhadap kepuasan nasabah. Objek penelitian ini adalah Bank BRI Cabang Kutoarjo. Populasi penelitian ini adalah semua nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik Nonprobability Sampling yaitu dengan metode Purposive Sampling. Instrumen pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan skala Likert yang masing-masing sudah diujicobakan dan telah memenuhi syarat validitas dan reliabilitas. Analisis data menggunakan regresi linier berganda. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa dimensi strategi service recovery berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo. Distributive justice berpengaruh positif dengan nilai b sebesar 0,298 dan signifikan (P value 0,001). Procedural justice berpengaruh positif dengan nilai b sebesar 0,233 dan signifikan (P value 0,017). Distributive justice berpengaruh positif dengan nilai b sebesar 0,255 dan signifikan (P value 0,005). Dari hasil tersebut dapat diketahui variabel yang paling besar mempengaruhi kepuasan nasabah adalah distributive justice.
Kata kunci : strategi service recovery, distributive justice, procedural justice, interactional justice dan kepuasan nasabah
1
PENDAHULUAN Saat ini, para pelanggan telah semakin agresif dan maju dalam permintaan-permintaan mereka, bukan hanya sekedar kualitas produk yang superior yang diinginkannya tetapi juga pelayanan yang cepat tanggap (Lucky dalam Malini, 2003). Begitu juga yang dialami oleh perusahaan perbankan. Perusahaan perbankan yang besar pasti akan memiliki nasabah yang besar pula. Dengan semakin banyaknya nasabah maka akan semakin banyak pula keinginan nasabahnya (Evalyn, 2008). Untuk itu perusahaan perbankan harus memperhatikan keinginan nasabah agar perusahaan dapat berjalan dengan baik. Menurut Reichhled dan Sasser dalam Evalyn (2008), pelanggan sangat menentukan kelangsungan hidup dari perusahaan. Oleh karena itu pelanggan, dalam hal ini adalah nasabah, harus dipelihara sebaik mungkin. Salah satunya dengan menciptakan hubungan yang baik untuk jangka waktu panjang dalam bentuk penanganan keluhan nasabah. Untuk dapat memelihara hubungan dengan nasabah secara optimal, pihak bank dituntut untuk terus memberikan pelayanan yang terbaik bagi nasabahnya khususnya dalam hal kualitas. Perbaikan mutu kualitas layanan dapat dilakukan pihak bank dalam segala bidang. Salah satunya adalah dengan mengurangi jumlah keluhan atau complaint dari pihak nasabah yang diakibatkan oleh adanya kegagalan dalam memberikan pelayanan atau service failure. Service failure atau kegagalan jasa adalah gangguan, keterlambatan, atau kemacetan dalam penyampaian jasa (Hoffman dan Bateson dalam Tjiptono, 2011). Mattila dalam Rumondang (2013), mengatakan bahwa service failure dapat berdampak negatif pada kepuasan pelanggan. Untuk itu perusahaan harus menerapkan strategi untuk mengurangi dampak negatif tersebut. Salah satunya dengan menerapkan strategi service recovery. Service recovery atau pemulihan jasa adalah tindakan yang dilakukan penyedia jasa dalam menangani atau mengkompensasi reaksi negatif pelanggan terhadap kegagalan jasa (Brown, et al., dalam Tjiptono, 2011). Menurut Barnes dalam Yuliana (2012), service recovery secara umum dapat diwujudkan dengan tiga cara pokok : pertama, distributive justice, yaitu atribut yang memfokuskan pada hasil dari penyelesaian service recovery; kedua, procedural justice, yaitu atribut yang memfokuskan pada keadilan yang seharusnya diterima oleh konsumen ketika mengajukan 2
komplain sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan; dan ketiga, interactional justice, yaitu atribut yang memfokuskan pada kelakuan atau respon yang ditunjukkan oleh perusahaan ketika berhadapan dengan konsumen yang mengajukan komplain. Service recovery atau pemulihan pelayanan memainkan peranan penting dalam mencapai kepuasan nasabah (Rumondang, 2013). Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan (Kotler, 2009). Service recovery yang dilakukan perusahaan perbankan harus memahami dengan seksama harapan serta kebutuhan terlebih dahulu. Dengan demikian perusahaan dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dengan cara memaksimumkan pengalaman pelanggan yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman pelanggan yang kurang menyenangkan (Tjiptono dalam Yuliana, 2012). Seperti penyedia jasa lainnya, perbankan rentan terhadap keluhan atas pelayanan yang diberikan (Evalyn, 2008), salah satunya adalah Bank BRI. Bank BRI adalah salah satu lembaga perbankan yang ada di Indonesia. Keluhan-keluhan yang sering dialami oleh nasabah Bank BRI seperti ATM BRI yang sering offline, antrian bertransaksi di teller yang cukup memakan waktu lama, sulitnya menghubungi customer service pusat apabila ada permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan, lamanya waktu penanganan keluhan, dan lain sebagainya. Akan tetapi Bank BRI selalu berusaha meningkatkan kualitas pelayanan kepada para nasabahnya agar merasa puas dengan pelayanan yang diberikan, salah satunya dengan menyediakan pelayanan customer service. 1. Rumusan Masalah Bedasarkan uraian tersebut maka perumusan masalah yang dapat digambarkan dalam penelitian ini adalah apakah distributive justice, procedural justice, dan interactional justice berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo secara parsial ?
3
2. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan : a. Untuk menguji pengaruh distributive justice (keadilan distributif) terhadap kepuasan nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo. b. Untuk menguji pengaruh procedural justice (keadilan prosedural) terhadap kepuasan nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo. c. Untuk menguji pengaruh interactional justice (keadilan interaksional) terhadap kepuasan nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo. KAJIAN TEORI 1. Kepuasan Nasabah Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan (Kotler, 2009). Artinya bahwa jika kinerja berada di bawah harapan maka pelanggan tidak akan merasa puas. Begitu juga sebaliknya, jika kinerja dapat memenuhi harapan pelanggan maka mereka akan merasa puas. Dalam berbagai pendekatan, tergantung dari sifat dari industri atau budaya, pelanggan bisa disebut sebagai klien, nasabah, atau pasien (Wikipedia). Dalam konteks perbankan maka pelanggan disebut sebagai nasabah. Pelanggan yang sangat puas biasanya tetap setia untuk waktu yang lebih lama, membeli lagi ketika perusahaan memperkenalkan produk baru dan memperbaharui produk lama, membicarakan hal-hal baik tentang perusahaan dan produknya kepada orang lain, tidak terlalu memperhatikan merek pesaing, dan tidak terlalu sensitif pada harga (Kotler, 2009). 2. Service Failure Kepuasan tidak akan terwujud jika perusahaan melakukan kegagalan jasa (service failure). Seperti pendapat Mattila dalam Rumondang (2013) yang mengatakan bahwa service failure dapat berdampak negatif pada kepuasan pelanggan. Service failure atau kegagalan jasa adalah gangguan, keterlambatan, atau kemacetan dalam penyampaian jasa (Hoffman dan Bateson dalam Tjiptono, 2011). Sekalipun perusahaan telah berusaha melakukan yang terbaik
4
dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggannya, seringkali kegagalan jasa tetap saja terjadi Kegagalan layanan tersebut tentu akan mendatangkan berbagai keluhan dari para pelanggan walaupun kegagalan layanan juga disebabkan oleh pelanggan itu sendiri. Banyak tipe reaksi yang muncul akibat dari keluhan service failure tersebut, salah satunya adalah melakukan tindakan komplain. Komplain adalah ungkapan ketidakpuasan atau kekecewaan (Tjiptono, 2011). 3. Service Recovery Dengan adanya service failure yang mengakibatkan seorang pelanggan melakukan komplain, tentu sebuah perusahaan akan berupaya penuh untuk mengembalikan kembali pelanggan yang telah merasakan perasaan tidak puas akibat dari hasil kegagalan jasa. Parasuraman, Berry, dan Zeithaml dalam Kotler dan Keller (2007) memberikan rekomendasi untuk memperbaiki mutu layanan di seluruh industri jasa salah satunya dengan melakukan pemulihan, dimana untuk memuaskan pelanggan yang menghadapi masalah layanan, perusahaan layanan mendorong pelanggan untuk mengeluh (dan mempermudah mereka untuk melakukan itu), menanggapi secara cepat dan personal, serta mengembangkan sistem resolusi masalah. Tjiptono (2008) menambahkan, dalam konteks ini, setiap perusahaan perlu merancang dan menerapkan secara efektif sejumlah strategi pemulihan layanan (service recovery strategy). Service recovery atau pemulihan jasa adalah tindakan yang dilakukan penyedia jasa dalam menangani atau mengkompensasi reaksi negatif pelanggan terhadap kegagalan jasa (Brown, et al., dalam Tjiptono, 2011). Menurut Barnes dalam Yuliana (2012), service recovery secara umum dapat diwujudkan dengan tiga cara pokok yaitu : a. Distributive justice Distributive justice yaitu atribut yang memfokuskan pada hasil dari penyelesaian service recovery. Keadilan distributif ini dipersepsikan pelanggan sebagai kompensasi yang diperoleh dari perusahaan atas kegagalan jasa yang terjadi. Ukuran ataupun penilaian apakah kompensasi yang diberikan tersebut fair (adil) atau tidak, dapat dipengaruhi oleh pengalaman pelanggan dengan perusahaan tersebut, pengetahuan mengenai bagaimana pelanggan lain diperlakukan 5
pada situasi yang sama dan persepsi besarnya kerugian yang dialami oleh pelanggan tersebut (Tax et al., dalam Rumondang, 2013). b. Procedural justice Procedural justice adalah atribut yang memfokuskan pada keadilan yang diterima oleh konsumen ketika mengajukan komplain sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan. Artinya bahwa procedural justice dipersepsikan oleh pelanggan pada proses penanganan komplain, termasuk pengendalian proses dan waktu penyelesaian komplain tersebut. Keadilan prosedural ini sangat penting karena bertujuan untuk menyelesaikan konflik, sebagai cara untuk mendorong kelanjutan hubungan produktif diantara pihak-pihak yang berselisih terutama pada saat hasilnya tidak memuaskan bagi satu pihak ataupun bagi kedua pihak. c. Interactional justice Interactional justice adalah atribut yang memfokuskan pada kelakuan atau respon yang ditunjukkan oleh perusahaan ketika berhadapan dengan konsumen pada saat mengajukan komplain. Gilliland dalam Malini (2003) juga mengatakan bahwa keadilan interaksional adalah keadilan yang berhubungan dengan perlakuan interpersonal yang diterima pelanggan selama prosedur pengaduan tersebut berlangsung. Jadi keadilan interaksional dipersepsikan oleh pelanggan sebagai perilaku karyawan yang memberikan pelayanan pada pelanggan yang komplain. Sebagai contoh, ketika karyawan meminta maaf atas kesalahan mereka, pelanggan yang awalnya kecewa, akhirnya sering merasa lebih puas. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 1. Kerangka Pemikiran Berikut ini adalah kerangka pemikiran yang telah disusun untuk menjabarkan hipotesis dalam penelitian ini :
6
Kerangka Pemikiran Service Recovery Distributive Justice (X1) (+) Procedural Justice (X2)
(+)
Interactional Justice (X3)
(+)
Kepuasan Nasabah (Y)
Keterangan : : pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial. Dari gambar diatas menggambarkan bahwa variabel bebas (independen) yang terdiri dari distributive justice (X1), procedural justice (X2), dan interactional justice (X3) secara parsial akan mempengaruhi variabel terikat (dependen) yaitu kepuasan nasabah (Y). 2. HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan model penelitian di atas maka hipotesis dalam penelitian ini disusun sebagai berikut : H1
: Distributive justice berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah.
H2
: Procedural justice berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah.
H3
: Interactional justice berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah.
METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah semua nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo. Sedangkan sampel yang digunakan adalah 100 nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo. Dimana teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik nonprobability sampling, dengan jenis metode yang digunakan adalah purposive sampling dimana pengambilan sampel dilakukan dengan memilih sampel dari populasi berdasarkan suatu kriteria tertentu (Jogiyanto, 2010).
7
Kriteria tersebut diantaranya adalah responden berusia 20 hingga 40 tahun, telah menjadi nasabah lebih dari satu tahun, dan pernah mengetahui pengalaman kegagalan jasa dari orang lain. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data kuesioner, dimana instrumen tersebut diukur dengan menggunakan skala Likert. Untuk analisis data, digunakan analisis regresi linier berganda. Dimana hasil perhitungan regresi selanjutnya diuji secara parsial pada setiap variabel. Dengan tingkat keyakinan 95% taraf nyata α = 0,05. Definisi Operasional Variabel a. Distributive justice (X1) Yuliana (2012) menyatakan bahwa distributive justice adalah atribut yang memfokuskan pada hasil dari penyelesaian service recovery. Adapun indikator pengukuran distributive justice menurut Malini (2003) adalah sebagai berikut : a. Appologies : melakukan permohonan maaf. b. Repairs : bersedia memperbaiki kesalahan yang terjadi. c. Refunds : bersedia mengganti biaya atau uang yang hilang akibat kesalahan perusahaan. Untuk aspek correction of charges, replacement, dan credit tidak dijadikan indikator dalam penelitian ini dikarenakan aspek tersebut tidak sesuai diterapkan pada obyek penelitian. Sedangkan berdasarkan hasil pengujian face validity
menyatakan bahwa indikator yang
digunakan telah menggambarkan variabel penelitian tersebut. b. Procedural justice (X2) Procedural justice adalah atribut yang memfokuskan pada keadilan yang diterima oleh konsumen ketika mengajukan komplain sesuai dengan peraturan dan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan (Yuliana, 2012). Adapun indikator pengukuran procedural justice menurut Yuliana (2012) adalah sebagai berikut : a. Speed : merespon keluhan dengan cepat. b. Timing : menanggapi keluhan dengan tepat waktu. c. Process control : memiliki kebijakan atau prosedur yang jelas dan mudah dilaksanakan. d. Accessibility : memberikan kemudahan dalam menyuarakan keluhan. e. Decision control : memastikan keluhan terselesaikan dengan baik. 8
f. Flexibilty : dapat meyesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. c. Interactional justice (X3) Menurut Yuliana (2012), interactional justice adalah atribut yang memfokuskan pada kelakuan atau respon yang ditunjukkan oleh perusahaan ketika berhadapan dengan konsumen pada saat mengajukan komplain. Adapun indikator pengukuran interactional justice menurut Yuliana (2012) adalah sebagai berikut : a. Explanation : memberikan penjelasan logis tentang penyebab masalah keluhan yang terjadi. b. Honesty : memberikan informasi dengan jujur. c. Politeness : memperlakukan pelanggan dengan sopan. d. Effort : karyawan mampu menyelesaikan keluhan pelanggan. e. Emphaty : sangat memahami keluhan dari pelanggan. d. Kepuasan nasabah (Y) Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dipikirkan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan (Kotler, 2009). Adapun indikator pengukuran kepuasan nasabah yaitu : a. Merasa puas dengan hasil penanganan keluhan. b. Merasa puas dengan prosedur penanganan keluhan yang diberikan perusahaan. c. Merasa puas dengan interaksi yang berlangsung antara karyawan perusahaan dengan nasabah dalam menangani keluhan.
9
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengujian Instrumen Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Item pertanyaan X1.1 Distributive Justice X1.2 (X1) X1.3 X2.1 X2.2 Procedural Justice X2.3 (X2) X2.4 X2.5 X2.6 X3.1 X3.2 Interactional Justice X3.3 (X3) X3.4 X3.5 Y.1 Kepuasan Nasabah Y.2 (Y) Y.3 Sumber : Data Primer Diolah, 2014 Variabel
r hitung 0,799 0,805 0,785 0,735 0,707 0,786 0,791 0,712 0,655 0,684 0,737 0,706 0,685 0,662 0,782 0,841 0,810
Berdasarkan tabel tersebut menunjukkan bahwa nilai r
hitung
Cronbach’s Alpha 0,711
0,826
0,731
0,741
nilainya positif dan lebih
dari 0,3, sehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner terbukti valid. Sedangkan hasil uji reliabilitas menunjukkan bahwa semua variabel menghasilkan nilai Cronbach’s Alpha > 0,6 sehingga dapat disimpulkan bahwa kuesioner terbukti reliabel. 2. Hasil Pengujian Regresi Linear Berganda Hasil uji regresi linier berganda menggunakan SPSS for windows 19, dapat disajikan dalam tabel berikut :
10
Hasil Uji Regresi Linear Berganda Standardized Coefficients Beta
P value (Sig.)
Keterangan
Distributive justice (X1)
0,298
0,001
Positif dan signifikan
Procedural justice (X2)
0,233
0,017
Positif dan signifikan
0,255
0,005
Positif dan signifikan
Variabel
Interactional justice (X3)
Sumber : Data Primer Diolah 2014
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai koefisien regresi variabel distributive justice (X1) adalah 0,298 (bernilai positif) dengan signifikansi sebesar 0,001 (< 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis pertama (H1) diterima, yang berarti distributive justice berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa hasil yang diterima oleh nasabah pasca pemulihan jasa (service recovery) yang dilakukan Bank BRI Cabang Kutoarjo berpengaruh terhadap kepuasan nasabahnya. Pada variabel procedural justice (X2) menunjukkan nilai koefisien regresi sebesar 0,233 (bernilai positif) dan signifikansi sebesar 0,017 (< 0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua (H2) diterima, yang berarti procedural justice berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah. Dengan demikian dapat diketahui bahwa proses penanganan keluhan, termasuk pengendalian proses dan waktu penyelesaian komplain yang dilakukan Bank BRI Cabang Kutoarjo berpengaruh terhadap kepuasan nasabah atas service recovery yang dilakukan perusahaan. Nilai koefisien regresi pada variabel interactional justice (X3) juga menunjukkan nilai positif sebesar 0,255 dan signifikansi sebesar 0,005 (< 0,05). Maka hipotesis ketiga (H 3) dinyatakan diterima, yang berarti interactional justice berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah. Hal ini membuktikan bahwa perlakuan karyawan Bank BRI Cabang
11
Kutoarjo dalam memberikan pelayanan kepada nasabah yang melakukan komplain berpengaruh terhadap kepuasan nasabah atas service recovery yang dilakukan perusahaan. PENUTUP 1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Distributive justice (keadilan distributif) berpengaruh positif terhadap kepuasan nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo. Artinya semakin tinggi distributive justice yang diciptakan perusahaan, maka kepuasan nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo juga akan semakin tinggi. b. Procedural justice (keadilan prosedural) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo. Artinya semakin tinggi procedural justice yang diciptakan perusahaan, maka kepuasan nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo juga akan semakin tinggi. c. Interactional justice (keadilan interaksional) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo. Artinya semakin tinggi interactional justice yang diciptakan perusahaan, maka kepuasan nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo juga akan semakin tinggi. 2. Implikasi Penelitian a. Implikasi Teoritis Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dalam pengembangan teori di bidang manajemen pemasaran. Selain itu, hasil penelitian ini juga akan menambah pengetahuan baru tentang evaluasi pengaruh suatu variabel terhadap variabel lainnya. Khususnya yang berhubungan dengan distributive justice, procedural justice, interactional justice dan kepuasan nasabah dalam upaya pemulihan jasa pada bisnis perbankan. b. Implikasi Praktis Variabel
distributive
justice
mempunyai
pengaruh
yang
paling kuat
dalam
mempengaruhi kepuasan nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo. Untuk itu perusahaan harus tetap 12
mempertahankan keadilan distributif bagi nasabah, terutama dalam hal permohonan maaf. Dengan tetap melakukan permohonan maaf setiap terjadi kesalahan, maka perusahaan dapat menunjukkan usaha perbaikan kesalahan, bukan hanya pada kerugian ekonomis saja tetapi juga untuk memperbaiki kerugian nasabah secara emosional. Selain permohonan maaf kepada nasabah, perusahaan juga harus meningkatkan tindakan perbaikan dan koreksi secara terusmenerus terhadap pelayanan, serta adanya pemberian kompensasi dari perusahaan dalam upaya penyelesaian permasalahan yang ada. Variabel procedural justice mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo. Akan tetapi diantara variabel-variabel lainnya, procedural justice memiliki pengaruh yang paling lemah terhadap kepuasan nasabah. Untuk itu perusahaan harus meningkatkan keadilan prosedural bagi nasabah agar kepuasan nasabah Bank BRI Cabang Kutoarjo juga dapat meningkat. Karena keadilan prosedural ini mempunyai peranan penting dalam proses pemulihan jasa, yaitu sebagai cara untuk mendorong kelanjutan hubungan yang produktif diantara pihak-pihak yang berselisih. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan proses penanganan keluhan, termasuk pengendalian proses dan waktu penyelesaian komplain. Misal dengan lebih menyesuaikan kebijakan sesuai dengan kebutuhan, situasi, ataupun keluhan nasabah.
DAFTAR PUSTAKA Evalyn, Naomi. 2008. Pengaruh Service Recovery terhadap Loyalitas pada Nasabah Bank Mandiri Hub Jakarta Jatinegara Timur. Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok. Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivarriate Dengan Program SPSS. Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Jogiyanto. 2010. Metodologi Penelitian Bisnis: Salah Kaprah dan Pengalaman-Pengalaman. Yogyakarta: BPFE UGM. Kotler, Philip. 2009. Manajemen Pemasaran. Edisi 13. Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
13
Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2007. Manajemen Pemasaran. Edisi 12. Jilid 2. PT Indeks. Kuncoro, Muhammad Wahyu. 2007. Penilaian Keadilan Prosedural Ditinjau Dari Penilaian Keadilan Interaksional dan Kontrol pada Para Korban Gempa Bumi Di Bantul. Jurnal. Fakultas Psikologi, Universitas Wangsa Manggala, Yogyakarta. Kusumawati, Dewi. 2013. Pengaruh Penanganan Keluhan Terhadap Kepuasan Atas Penanganan Keluhan Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wates. Jurnal. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Malini, Pri Hema. 2003. Analisis Pengaruh Keadilan Interaksional, Keadilan Prosedural, dan Keadilan Distributif terhadap Kepuasan Atas Penanganan Keluhan Pelanggan (Studi Kasus “Surat Kilat Khusus” di PT. POS INDONESIA Kantor Pos Semarang Jawa Tengah). Jurnal. Universitas Diponegoro Semarang. Rosdiyana, Diana. 2008. Pengaruh Persepsi Keadilan dalam Pemulihan Layanan terhadap Kepuasan Pelanggan (Studi pada Nasabah Bank BNI Cabang Utama UI Depok). Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok. Rumondang, Fergie Yemima. 2013. Analisis Pengaruh Service Recovery Strategy terhadap Satisfaction Recovery Melalui Perceptions of Justice Dimensions (Studi Kasus pada Sevice Recovery Pelanggan TRAC-ASTRA Rent a Car Cabang Rental Jakarta). Skripsi. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Salemba. Pelanggan. 2013. Diakses dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pelanggan pada tanggal 4 Desember 2013. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatitf dan R&D. Bandung: Alfabeta. Tjiptono, Fandy. 2008. Service Management Mewujudkan Layanan Prima. Yogyakarta : PT Andi Offset. ________. 2011. Pemasaran Jasa. Jawa Timur: Bayumedia. Yuliana, Rahmi. 2012. Analisis Pengaruh Strategi Service Recovery yang Dilakukan Perbankan terhadap Kepuasan Nasabah di Kota Semarang. Jurnal STIE Semarang, Vol. 4, No. 02.
14