Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
PENGARUH STIMULASI LISTRIK TERHADAP PEMBULUH DARAH DAN JARINGAN IKAT FIBROUS PADA PENYEMBUHAN LUKA Rahmawati 1, Achmad Arifin 2, M. Guritno S 3, Duti Sriwati Aziz 4 1,2
Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik Industri, ITS, Surabaya 60111 3,4 Rumah Sakit Angkatan Laut dr. Ramelan Surabaya 1 email
[email protected], 2email
[email protected],
[email protected], 4
[email protected]
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh pemberian dosis stimulasi listrik gelombang kotak microamper terhadap pertumbuhan pembuluh darah baru dan kepadatan jaringan ikat fibrous pada penyembuhan luka. Pemberian stimulasi listrik dengan menempatkan dua buah elektroda diletakkan pada kulit sehat di sekitar luka. Dalam penelitian ini digunakan sinyal stimulasi berupa sinyal listrik gelombang kotak. Parameter stimulasi listrik yang diset adalah lamanya pemberian stimulasi listrik dan amplitudo tegangan, sementara arus listrik, frekuensi dan pulse width tetap (50µA, 20Hz, 250µs). Berdasarkan hasil pengujian hari kelima hewan coba marmut yang diberi terapi stimulasi listrik mempunyai nilai pembuluh darah dan jaringan ikat lebih baik yang menunjukkan percepatan penyembuhan luka dua kali lebih cepat dibandingkan dengan yang tanpa perlakuan. Dari hasil ini diharapkan methoda stimulasi listrik dapat diaplikasikan secara klinis untuk mempercepat penyembuhan luka. Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut mengenai pengaturan lama pemberian stimulasi yang optimal sejalan dengan kemajuan kesembuhan yang dihasilkan. Kata kunci: stimulasi listrik, penyembuhan luka, pembuluh darah, jaringan ikat fibrous. 1.
PENDAHULUAN
Perawatan luka biasanya dimulai dengan pengobatan yang konvensional seperti pembersihan luka, pemberian anti radang dan antibiotik. Terapi stimulasi listrik untuk penyembuhan luka adalah terapi tambahan yang diberikan pada pengobatan luka yang bertujuan untuk mempercepat kesembuhan. Ketika terjadi luka ada arus lemah yang terukur antara kulit dan jaringan dalam disebut current of injury. Arus ini memegang peranan penting dalam proses penyembuhan luka dan yang mendasari penggunaan stimulasi listrik untuk percepatan proses penyembuhan luka. Permasalahan utama penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana mengaplikasikan stimulasi listrik untuk terapi penyembuhan luka. 2. Bagaimana menentukan pemberian durasi dan amplitudo stimulasi listrik. Stimulasi listrik yang diterapkan adalah gelombang kotak mikrocurrent (50µA, 20Hz, 250µs) terapi penyembuhan luka pada jaringan kulit. Objek yang
Gambar 1. Proses penyembuhan luka normal [2].
dijadikan bahan percobaan adalah hewan coba marmut. 1.1 Penyembuhan Luka Tubuh mempunyai sistem bioelektrik sendiri, yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka, perbaikan sel yang rusak dan mengubah permeabilitas sel membran. Arus yang dihasilkan antara kulit dan jaringan bagian dalam ketika ada kerusakan kulit dinamakan current of injury. Arus listrik dipercaya dapat menstimulasi beberapa aktifitas sel seperti DNA sintesis, proliferation (pertumbuhan) sel, meningkatkan aliran darah arteri, antibacterial, dan pergerakan sel [1]. Penyembuhan luka adalah suatu bentuk proses usaha untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi. Pertumbuhan pembuluh darah adalah proses penting penyembuhan di tempat luka untuk meningkatkan aliran darah[6]. Jaringan ikat fibrous adalah sel yang bertanggung jawab untuk sintesis kolagen [2]. Nilai kepadatan jaringan ikat rata-rata dibagi dalam empat level, yaitu: 1. level 1 nilai 0 – 25% 2. level 2 nilai 25 – 50% 3. level 3 nilai 50 – 75% 4. level 4 nilai 75 – 100% Tahapan proses penyembuhan luka normal ditunjukkan pada gambar 1. Tiga fase proses penyembuhan akan berjalan normal selama tidak ada gangguan baik faktor luar maupun dalam. Fisiologi penyembuhan luka secara alami akan mengalami fase seperti dibawah ini : 1. Fase inflamasi (2-5 hari), segera setelah terjadinya luka, pembuluh darah yang putus
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
Gambar 3. Sinyal PWM dari variasi duty cycle
mengalami konstriksi dan retraksi disertai reaksi hemostasis karena agregasi trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah. 2. Fase proliferasi (2 hari–3 minggu), pada masa ini fibroblas sangat menonjol perannya. Fibroblas mengalami proliferasi dan mensintesis kolagen. Serat kolagen yang terbentuk menyebabkan adanya kekuatan untuk bertautnya tepi luka. Pada fase ini mulai terjadi granulasi, kontraksi luka dan epitelisasi. 3. Fase remodeling atau maturasi (3 minggu–2 tahun), terjadi proses yang dinamis berupa remodelling kolagen, kontraksi luka dan pematangan parut. Akhir dari penyembuhan ini didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai kekuatan 80% dari kulit normal.
Modulator yang digunakan adalah model Pulsed Width Modulation (PWM) yang berfungsi sebagai pengatur tegangan. PWM ini untuk menghasilkan sinyal termodulasi dari frekuensi 050 Hz menjadi besaran amplitudo tegangan. Semakin besar duty cycle maka semakin besar amplitudo tegangannya. Perbandingan antara waktu on (t1) dan perioda (T) disebut duty cycle.Pengaturan modulator dari mikrokontroller port B (PB4-PB7). Gambar 3 menunjukkan tiga sinyal PWM yang berbeda duty cycle yaitu 10%, 50% dan 90%. Ketiga keluaran PWM dikodekan dalam tiga nilai sinyal analog menjadi 10%, 50% dan 90% dari catu tegangan. Pada catu tegangan 5 volt dan duty cycle 10% maka sinyal analog yang dihasilkan adalah 0.5 volt. Nilai tegangan keluaran sinyal PWM ditunjukkan pada persamaan 1.
1.2 Stimulasi Listrik Stimulasi listrik untuk penyembuhan luka adalah penggunaan arus listrik untuk mentransfer energi ke luka, yaitu menempatkan elektroda di sekitar luka sehingga arus listrik mengalir melewati luka. Penggunaan ini adalah pengobatan tambahan untuk penyembuhan luka yang telah dikemukakan beberapa tahun sejak dikenalkan bahwa kulit mempunyai medan listrik dan kehadiran luka mengganggu medan listrik ini. Umumnya pemberian terapi stimulasi listrik adalah dengan menempatkan dua buah elektroda pada sisi luka selama 30 menit sampai 2 jam[3]. Wolcott menerapkan pemberian arus dc microcurrent selama 2 jam on dan 4 jam off setiap hari
Vout
dutycycle * Vin
(1)
Boost converter adalah dc to dc converter yang berfungsi menaikkan tegangan input yang dinamakan step-up converter. Boost converter pada rangkaian stimulasi listrik ini adalah rangkaian induktor yang berfungsi untuk menguatkan tegangan input dc 0-5 volt menjadi tegangan output dc 0-50 volt. Rangkaian dasar Boost converter digambarkan pada gambar 4. Transistor sebagai switch yang mana on-off diatur oleh PWM. Ketika transistor on tegangan output meningkat lebih tinggi dari tegangan input. Besar tegangan output ditentukan berdasarkan persamaan 2.
[4].
Stimulator listrik terdiri dari modulator, boost converter, switch circuit dan pulsa generator ditunjukkan pada gambar 2. Stimulator ini menghasilkan gelombang kotak frekuensi rendah 20 Hz dengan lebar pulsa 250 µs. Amplitudo tegangan disesuaikan dengan keadaan pasien yang dibuat variabel 0-50 volt. Arus listrik yang dihasilkan tidak melebihi dari 1mA. Sinyal listrik ini yang diberikan ke jaringan kulit untuk melewatkan arus listrik pada luka.
Vout
Vin .
T T
(2) t1
Untuk duty cycle 90% maka : Vout
10 .Vin
Switch circuit untuk menentukan lamanya pemberian stimulasi listrik. Rangkaian ini berfungsi untuk mengadakan atau meniadakan pulsa PWM. Pengaturan on-off menggunakan timer software yang ditulis pada mikrokontroller.
Gambar 2. Blok diagram rangkaian stimulasi listrik
Gambar 4. Rangkaian dasar Boost Converter
A-2
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
Gambar 5. Pulsa generator menggunakan timer 555. Keluaran pulsa generator merupakan keluaran stimulator listrik berupa gelombang kotak 20Hz, 250µs. Besaran lebar pulsa dan frekuensi ini dibangkitkan melalui software pada mikrokontroller. Pulsa generator digunakan untuk menghasilkan sinyal kotak secara terus menerus yang merupakan penghasil sinyal untuk menstimulus jaringan daerah luka. NE 555 sebagai astable multivibrator, variasi frekuensi outputnya diatur dengan potensiometer. Nilai R dan C ditentukan menurut persamaan 3. 1 (3) 0.69 * C * ( R1 2 * R 2) f % duty cycle = 100*(R1+R2)/(R1+ 2*R2)
Gambar 6. Sistem minimum mikrokontroller 8535
(4)
Pilihan terbaik R1 dalam K ohms dan R2 dalam M ohms. Untuk frekuensi rendah dalam beberapa Hz gunakan C kapasitor elektrolitik nilai tinggi. Fungsi timer dalam stimulasi listrik ini dibangkitkan oleh mikrokontroller dari port B (PB0-PB3). Mikrokontroller berfungsi sebagai pengatur timer pada rangkaian modulator, switch circuit dan pulsa generator untuk mengatur lebar pulsa, frekuensi dan lamanya pemberian stimulasi listrik. Port B (PB0-PB7) sebagai output. PB0-PB3 dihubungkan ke pulsa generator yang menghasilkan lebar pulsa 250 us, frekuensi 20Hz. PB4-PB7 dihubungkan ke modulator untuk pengaturan amplitudo tegangan 0-5V dan PWM. Port D (PD2PD6) sebagai output dihubungkan ke saklar pemilih up-down channel dan frekuensi. Port C (PC0-PC3) sebagai input dihubungkan ke led indikator bekerjanya rangkaian.
Gambar 7. Peletakan elektroda stimulasi listrik di sekitar luka
2. Metode Marmut jantan berumur 5-6 bulan, berat badan 450–500 gram digunakan sebagai hewan coba. Terapi menggunakan stimulasi listrik gelombang kotak microcurrent 50µA, 20Hz, 250µs. Dua buah elektroda diletakkan 1 cm di sekitar luka sehingga arus listrik mengalir melalui luka. Mode peletakan elektroda ditunjukkan pada gambar 7. Tahap percobaan yang dilakukan: A1.Menentukan amplitudo stimulasi listrik A2.Menentukan durasi stimulasi listrik 3. Hasil 3.1 Stimulator Listrik Pengukuran keluaran rangkaian stimulasi listrik ditunjukkan pada tabel 1. Hasil pengukuran stimulator listrik mempunyai keluaran 0-50 volt dari frekuensi 0-50 Hz. Bentuk keluaran adalah gelombang kotak, lebar pulsa 250 µs dan frekuensi 20 Hz. Besarnya arus tidak melebihi dari 1 mA yang tergantung dari besarnya resistansi kulit.
Tabel 1. Konversi frekuensi ke tegangan
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
tetapi berbeda pulsa durasi on-off. Hasil microvascular terbaik adalah hewan yang mendapatkan lamanya pemberian stimulasi listrik 30 menit on 60 menit off. Data microvascular hari kelima percobaan A2 ditunjukkan pada tabel 3. 4. Diskusi Berdasarkan hasil pengukuran keluaran stimulator menunjukkan peralatan stimulasi listrik aman digunakan untuk menstimulasi jaringan kulit. Arus yang kurang dari 1 mA tidak mengakibatkan kerusakan jaringan. Lebar pulsa kurang dari 250 µs tidak menimbulkan rasa sakit. Stimulator listrik untuk jaringan harus mempunyai spesifikasi frekuensi rendah sampai 50 Hz, lebar pulsa kurang dari 500 µs, dan arus kurang dari 1 mA[7]. Dari hasil microvascular percobaan A1 menunjukkan hewan coba 3A yang mendapat perlakuan dengan amplitudo 25 volt proses penyembuhannya adalah yang terbaik. Kepadatan jaringan ikat rata-rata sudah mencapai 50% sampai 75% dengan pembuluh darah baru 8.1 yang artinya proses penyembuhan sudah mencapai level 3. Hewan coba tanpa perlakuan masih berada dalam proses awal penyembuhan dengan level kepadatan jaringan ikat level 1 dan peningkatan pembuluh darah baru. Proses penyembuhan hewan 3A lebih cepat 1.5 sampai 2 kali lebih cepat dibandingkan hewan tanpa terapi. Hasil ini menjadi dasar pemilihan amplitudo 25 volt yang diterapkan pada stimulasi listrik untuk penyembuhan luka. Dari hasil microvascular dan data klinis percobaan A2 menunjukkan hewan 2B dan 3B memiliki kepadatan jaringan yang sama tetapi berbeda jumlah pembuluh darah baru dan keadaan klinisnya. Kondisi klinis menunjukkan bahwa hewan 3B pertumbuhan pembuluh darah baru lebih sedikit daripada hewan 2B, bukan pembuluh darah baru hewan 3B sudah berkurang. Hal ini dilihat dari kandungan warna merah pada luka. Pada hewan 3B terjadi kelelahan sel sehingga pertumbuhan pembuluh darah barunya tidak seoptimal hewan 2B. Sehingga proses penyembuhan yang tercepat adalah hewan coba 2B karena pembuluh darah baru 2B lebih banyak dari pada hewan 3B. Prediksi kesembuhan hewan 2B akan 2 kali lebih cepat dibandingkan dengan hewan tanpa perlakuan (4A). Dari hasil ini diketahui bahwa lamanya pemberian stimulasi berpengaruh pada kemajuan penyembuhan luka. Lamanya pemberian stimulasi listrik berkurang atau bertambah tergantung kondisi luka. Semakin sembuh luka maka semakin berkurang lamanya pemberian stimulasi listrik. Bila terjadi keadaan luka yang semakin buruk seperti adanya infeksi maka lamanya pemberian terapi bertambah. Sehingga untuk itu perlu diteliti lebih lanjut mengenai pengaturan lama pemberian stimulasi listrik yang optimal sejalan dengan kemajuan kesembuhan yang dihasilkan.
Tabel 2. Data microvascular percobaan A1
Tabel 3. Data microvascular percobaan A2
3.2 Pengaruh Amplitudo Stimulasi Listrik Kontraksi otot hewan coba marmut terjadi pada amplitudo 35 volt. Untuk aplikasi penyembuhan luka diterapkan amplitudo sebelum terjadi kontraksi [5].
Percobaan A1 untuk menentukan besar amplitudo yang terbaik dalam proses penyembuhan luka. Durasi pemberian terapi 2jam on 4jam off, dengan total durasi pemberian terapi adalah 4 jam per 12 jam. Hasil microvascular yang terbaik adalah pada hewan coba yang mendapat stimulasi listrik amplitudo 25 volt. Data microvascular hari ke lima ditunjukkan pada tabel 2. 3.3 Pengaruh Durasi Stimulasi Listrik Berdasarkan hasil percobaan A1maka dilanjutkan percobaan A2 dengan menerapkan amplitudo tegangan 25 volt. Percobaan A2 dilakukan untuk menentukan pengaruh penerapan lamanya pemberian stimulasi listrik yang optimal pada level tegangan 25 volt. Setiap hewan coba mendapat perlakuan pemberian stimulasi listrik dengan total durasi yang sama 4 jam per 12 jam A-4
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
Diharapkan metoda stimulasi listrik dapat diaplikasikan secara klinis untuk mempercepat penyembuhan luka baik untuk luka akut maupun luka kronis. 5. Kesimpulan Hasil percobaan menunjukkan bahwa lamanya pemberian stimulasi listrik berpengaruh pada hasil terapi penyembuhan luka. Lamanya pemberian stimulasi listrik yang terbaik adalah durasi 30 menit on–60 menit off pada amplitudo 25 volt dengan prediksi penyembuhan luka dua kali lebih cepat dari yang tanpa terapi. Untuk itu perlu dilanjutkan penelitian penerapan stimulasi listrik dengan sistem pengaturan lama stimulasi yang optimal sejalan dengan proses penyembuhan luka. Referensi [1] Carrie Sussman, PT, “Electrical stimulation for wound healing”, Aspen Publishers, 1998. [2] Robert F. Diegelmann, at all, “Wound healing: an overview of acute, fibrotic and delayed healing”, Frontiers in Bioscience, no. 9, 2004, hal. 283-289.
[3] Renata Karba, at all, “Dc electrical stimulation for chronic wound healing enhancement”, Bioelectrochemistry and Bioenergetics, no. 43, 1997, hal. 265-270. [4] Wolcott at all, “Accelerated healing of skin ulcer by electrotherapy, South Med J, vol. 62(7), 1969, hal. 795-801. [5] Steven I Reger, at all, “Experimental wound healing with electrical stimulation”, National Institute on Disability and Rehabilitation Research, No. H133A80030, 1999. [6] Robbins, “Basic Pathology”, Prentice Hall, 2005. [7] Patrick E. Crago, at all, “The Choice of Pulse Duration for Chronic Electrical Stimulation via surface, nerve, and Intramuscular Electrodes”, Annals of Biomedical Engineering, Vol 2, 1974, hal. 252-264.
Prosiding SENTIA 2009 – Politeknik Negeri Malang
A-6