PENGARUH SIZE, PROFITABILITAS, KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN LEVERAGE TERHADAP INCOME SMOOTHING
Lodovicus Lasdi J. Th. Budianto Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi laba pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Faktor-faktor yang diuji adalah size, profitability, managerial ownership, and financial leverage. Discretioanary accruals digunakan dalam menilai income smoothing practice.. Pemilihan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan metode purposive/judgement sampling. Jumlah sampel dalam penelitian adalah sebayak 65 perusahaan yang terdaftar di BEI dalam periode enam tahun (2004-2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa size dan profitability memiliki pengaruh signifikan terhadap income smoothing Kata kunci: Income Smoothing, Size, Profitability, Managerial Ownership, dan Leverage
PENDAHULUAN Laba merupakan salah satu informasi potensial yang terkandung di dalam laporan keuangan yang sangat penting bagi pihak internal maupun eksternal. Informasi laba merupakan komponen laporan keuangan perusahaan yang bertujuan untuk menilai kinerja manajemen, membantu mengestimasi kemampuan laba yang representatif dalam jangka panjang dan menaksir resiko investasi atau meminjamkan dana (Kirschenheiter dan Melumad, 2002). Pernyataan tersebut senada dengan definisi yang tertuang dalam Statement of Financial Accounting Concept (SFAC) Nomor 1 juga menyebutkan bahwa informasi laba pada umumnya merupakan faktor penting dalam menaksir kinerja atau pertanggung jawaban manajemen dan informasi laba tersebut membantu pemilik atau pihak lain melakukan penaksiran atas “earning power” perusahaan di masa yang akan datang (Financial Accounting Standard Board, 1987 dalam Khafid, 2004:41). Begitu pentingnya informasi laba, maka kualitas laba dari suatu perusahaan seharusnya menjadi pusat perhatian investor dan kreditur. Sutopo (2007) menyatakan kualitas laba meliputi persistensi, prediktabilitas dan variabilitas. Laba yang berkualitas
103
adalah laba yang persisten, yaitu laba yangberkelanjutan, lebih bersifat permanen dan tidak transitori. Sementara dalam kaitannya dengan prediktabilitas, laba yang berkualitas adalah laba yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memprediksi laba. Berdasarkan variabilitas, laba yang berkualitas adalah laba yang mempunyai variabilitas relatif rendah atau laba yang smooth. Selanjutnya juga dikemukakan bahwa kualitas laba bermanfaat untuk pengambilan keputusan ekonomi, bisnis, atau investasi. Para manajer melakukan tindakan ini karena biasanya laba yang stabil dan tidak banyak fluktuasi dari satu periode ke periode yang lain, dinilai sebagai prestasi yang baik. Investor
sering
memusatkan
perhatiannya
hanya
pada
informasi
laba,
tanpa
memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut. Hal ini mendorong manajer untuk melakukan manajemen atas laba (earning managemen) dan menyebabkan manajemen untuk mengelola laba dalam usahanya membuat entitas tampak bagus secara finansial. Salah satu tindakan manajemen atas laba yang dapat dilakukan adalah tindakan income smoothing (perataan laba). Dalam hal ini perataan laba menunjukkan suatu usaha managemen perusahaan untuk mengurangi variasi abnormal laba dalam batas-batas yang diizinkan dalam praktek akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar. Barnea et al. (1976) menyatakan manajemen melakukan perataan laba untuk menurangi fluktuasi laba yang dilaporkan dan meningkatkan kemampuan investor untuk memprediksi aliran kas di masa depan. Beidleman (1973) mendefinisikan income smoothing sebagai suatu usaha manajemen perusahaan unttuk mengurangi variasi abnormal earnings berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi. Selain itu juga income smoothing didefinisikan sebagai pengurangan yang disengaja mengenai fluktuasi beberapa level dari earning yang dianggap normal untuk perusahaan (Barnea et al., 1976). Di lain pihak, Koch (1981) mendefinisikan income smoothing sebagai suatu tujuan yang digunakan oleh managemen untuk mengurangi variabilitas aliran laba yang dilaporkan menjadi aliran laba yang ditargetkan dengan memanipulasi variabel-variabel artifisial (akuntansi) atau riil (transaksional). Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi praktik perataan laba telah banyak dilakukan, antara lain oleh Ashari et al. (1994) di Singapura, Dascher dan Malcom
104
(1970); Albrecht dan Richardson (1990); Michelson et al. (1995) di Amerika Serikat, serta Lidenbergh dan Andersson (2001) di Swedia. Di Indonesia penelitian sejenis telah dilakukan oleh Ilmainir (1993); Zuhroh (1997); Jin dan Mahfoedz (1998); Salno dan Baridwan (2000); Assih dan Gudono (2000); Prasetio dkk, (2002); Juniarti dan Corolina (2005). Namun, praktik perataan laba dan faktor-faktor yang mempengaruhinya tetap menarik untuk diteliti mengingat tidak konsistennya hasil-hasil penelitian sebelumnya. Ilmainir (1993) menemukan bukti bahwa perataan laba didorong oleh harga saham, perbedaan antara laba aktual dan laba normal dan pengaruh perubahan kebijakan akuntansi yang dipilih oleh manajemen. Zuhroh (1996) menemukan bukti bahwa faktor yang berpengaruh terhadap perataan laba adalah leverage operasi. Naim dan Hartono (1996) menemukan manajer yang menghadapi investigasi pelanggaran undang-undang anti trust akan menurunkan laba untuk menghindari pinalti pelanggaran anti trust. Wimbari (1998) mendapatkan hasil bahwa perataan laba disebabkan oleh faktor profitabilitas dan jenis industri. Jin (1998) menemukan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap praktek perataan laba adalah ukuran perusahaan, tingkat profitabilitas, sektor industri dan leverage. Penelitian ini akan menguji apakah size, profitabilitas, kepemilikan manajerial, dan leverage berpengaruh terhadap income smoothing. Manajemen laba dan Perataan Laba Istilah manajemen laba seringkali disamarkan dengan istilah financial number game. Namun demikian menurut Mulford dan Comiskey (2002, 58) pengertian financial number game sebenarnya jauh lebih luas dibanding pengertian manajemen laba. Financial number game mencakup pengambilan langkah-langkah mengendalikan laba antar periode dan juga intra periode, sementara manajemen laba umumnya lebih menekankan pada konsep pengalihan laba antar periode. Misalnya, laba tahun depan sengaja dibuat lebih rendah untuk tujuan menaikkan laba tahun berjalan atau sebaliknya laba tahun berjala n sengaja diturunkan untuk menaikkan laba tujuan menaikkan laba tahun depan. Penjelasan konsep earnings management, dengan pendekatan teori keagenan (agency theory), menyatakan bahwa praktik earnings management ini dipengaruhi oleh konflik kepentingan antara managemen (agent) dan pemilik/investor (principal) yang timbul
ketika
semua
pihak
105
berusaha
untuk
mencapai atau
mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendakinya. Scott (2008) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, antara lain kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Kontrak kerja yang dimaksud dalam penulisan ini adalah kontrak kerja antara investor dan manajer perusahaan. Teori keagenan (agency theory) ini mengindikasikan adanya asimetri informasi yang terjadi ketika manajer (agent) lebih mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan investor (principal). Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai
dengan
keinginan
dan
kepentingan
untuk
memaksimumkan
tingkat
kemakmurannya, sedangkan bagi investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh managemen, karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada. Kondisi inilah yang menyebabkan adanya kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh manajemen perusahaan tanpa sepengetahuan pihak investor. Kebijakankebijakan
yang
dimaksudkan
adalah
tindakan-tindakan
yang
berupa
earnings
management, yang salah satu polanya adalah berupa income smoothing. Menurut Koch (1981) dalam Mursalim (2003:162) tindakan perataan laba dapat didefinisikan sebagai suatau sarana yang digunakan manajemen untuk mengurangi variabilitas urut-urutan, pelaporan laba relatif terhadap beberapa urut-urutan target yang terlihat karena adanya manipulasi variabel-variabel akuntansi semu (artificial smoothing) atau transaksi riil (real smoothing). Transaksi riil dapat dimanipulasi dengan mengatur (menunda atau mempercepat transakasi, sedangkan transaksi artifisal dapat dimanipulasi dengan merubah prinsip akuntansi, taksiran akuntansi serta dengan perubahan pelaporan kesatuan usaha (Ilmaniar, 1993). Konsep income smoothing mengasumsikan bahwa investor adalah orang yang menolak risiko (Fudenberg et al. 1995 dalam Salno, 2000). Dengan adanya kebebasan yang diberikan oleh standar akuntansi untuk memilih metode maupun kebijakan akuntansi yang dianggap paling sesuai untuk periode pelaporan, justru dimanfaatkan oleh agent untuk melakukan income smoothing. Alasan tindakan income smoothing, menurut Hepworth (1953) dalam Subekti (2005) adalah sebagai berikut ini:
106
1. Mengurangi laba dan menaikkan biaya pada periode berjalan sehingga dapat mengurangi hutang pajak. 2. Tindakan ini dapat meningkatkan kepercayaan investor, karena mendukung kestabilan laba dan kebijakan dividen sesuai keinginan. 3. Dapat mempererat hubungan antara manajer dan karyawan, karena informasi laba yang meningkat secara tajam akan memberi kemungkinan permintaan kenaikan gaji, sehingga tindakan ini dapat menghindari permintaan kenaikan gaji oleh karyawan. 4. Tindakan ini mempunyai dampak psikologis pada perekonomian, dimana kemajuan dan kemunduran dapat dibandingkan dan gelombang optimisme dan pesimisme dapat ditekan. Berkaitan dengan jenis income smoothing, menurut Eckel (1981) terdapat dua jenis income smoothing yaitu naturally smooth dan intentionally smooth. Aliran income smoothing yang alami (naturally income smoothing) secara sederhana mempunyai implikasi bahwa sifat proses perolehan laba itu sendiri yang menghasilkan suatu aliran penghasilan atau laba yang rata. Berbeda dengan income smoothing secara alami, income smoothing yang disengaja (intentionally income smoothing) mengandung intervensi managemen, dalam bentuk ini terdapat 2 (dua) jenis tindakan income smoothing, sebagai berikut ini: 1. Artificial smoothing yaitu tindakan income smoothing yang terjadi apabila manajemen mengatur saat pencatatan akuntansi untuk menghasilkan aliran laba yang rata. 2. Real smoothing, yaitu tindakan income smoothing yang terjadi apabila manajemen mengambil tindakan untuk menggunakan transaksi atau kejadian ekonomis dalam perusahaan sehingga menghasilkan aliran laba yang merata. Sasaran income smoothing dapat dilakukan terhadap aktivitas-aktivitas yang dapat digunakan oleh agent untuk mempengaruhi aliran informasi. Artinya, agar laporan keuangan dapat disesuaikan dengan yang diinginkan, agent dapat memasukkan informasi yang seharusnya dilaporkan pada periode yang akan datang ke dalam laporan periode ini, begitu pula sebaliknya. Foster (1986) mengklasifikasikan unsur-unsur laporan keuangan yang seringkali dijadikan sasaran untuk melakukan income smoothing yaitu:
107
1. Unsur penjualan, contohnya pada saat pembuatan faktur penjualan yang sebenarnya untuk periode yang akan datang dilakukan untuk periode kini sekaligus dilaporkan untuk periode kini pula. 2. Unsur biaya, misalnya dengan memecah faktur menjadi beberapa pesanan/pembelian dengan tanggal yang berbeda kemudian dilaporkan dalam beberapa periode akuntansi atau mencatat biaya pembayaran dimuka sebagai biaya. Penelitian mengenai reaksi pasar terhadap praktik income smoothing dilakukan oleh Michelson et a1 (2000), yang menyimpulkan bahwa perusahaan yang melakukan income smoothing rata-rata cummulative abnormal return secara statistik signifikan lebih tinggi dibandingikan perusahaan yang tidak melakukan income smoothing. Ketika ukuran perusahaan menjadi pertimbangan, market returns untuk perusahaan kecil lebih tinggi dibandingkan untuk perusahaan besar. Selain itu juga terdapat huhungan yang signifikan antara tipe industri dan income smoothing. Di Indonesia, penelitian mengenai reaksi pasar terhadap tindakan perataan laba telah dilakukan oleh Assih dan Gudono (2000). Hasil penelitian Assih dan Gudono (2000) menunjukkan adanya bukti yang cukup bahwa ratarata cummulative abnormal return sekitar tanggal pengumuman informasi laba untuk kelompok perata laba tidak signifikan dan kelompok bukan perata laba nampak signifikan. Albercht dan Richardson (1990) menyatakan bahwa terdapat tiga pendekatan dalam studi yang berkaitan dengan income smoothing, yaitu sebagai berikut ini: 1. Pendekatan klasik yang melibatkan pengamatan atas hubungan antara pemilihan variabel income smoothing dan pengaruhnya pada laba yang dilaporkan. 2. Pendekatan variabilitas laba yang membedakan perilaku income smoothing buatan dan sesungguhnya. Jadi dalam pendekatan ini yang diperhatikan adalah variabilitas dari obyek income smoothing. 3. Pendekatan dual economy yang membagi sistem bisnis menjadi dua yaitu core dan peripheral.
Ukuran perusahaan (size) Ukuran perusahaan adalah suatu skala, yaitu dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara, antara lain total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan 108
lain-lain. Ukuran perusahaan hanya terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar, menengah, dan kecil. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini mneggunakan market capitalization. Ang (1997) menyatakan bahwa market capitalization merupakan hasil perkalian jumlah saham yang diterbitkan dengan harga pasar. Suatu perusahaan merupakan kelompok kapitalisasi besar, umumnya perusahaan tersebut merupakan leader di dalam industrinya, dan membagi dividen yang lebih besar dengan risiko yang relatif lebih rendah. Profitabilitas Profitabilitas perusahaan merupakan tingkat kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan atau laba. Profitabilitas merupakan tingkat keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Profit (laba) yang diperoleh perusahaan merupakan tolok ukur investor dalam menilai kinerja manajemen dan menjadi pertimbangan bagi keputusan investasi. Perhatian investor yang besar pada tingkat profitabilitas perusahaan dapat mendorong manajer ntuk melakukan perataan laba (Assih dan Gudono, 2000). Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian Moses (1987) yang menunjukkan bahwa income smoothing berkaitan dengan jumlah aktual dari profit atau loss yang diperoleh oleh perusahaan. Kepemilikan Manajerial Jensen dan Meckling (1976) mengatakan bahwa peningkatan kepemilikan manajerial dalam perusahaan mendorong manajer untuk menciptakan kinerja perusahaan secara optimal dan memotivasi manajer bertindak secara hati-hati, karena mereka ikut menanggung konsekuensi atas tindakannya. Jensen dan Meckling (1976), Fama dan Jensen (1983) dan Shleifer dan Vishny(1986) dalam Oliver dan Pua (2000) menyatakan bahwa struktur kepemilikan saham memiliki dampak serius terhadap perilaku manajerial dan nilai perusahaan. Jensen & Mecklin (1976) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berhasil menjadi mekanisme untuk mengurangi masalah keagenan dan moral hazard dari manajer dengan menyelaraskan kepentingan kepentingan manajer dengan pemegang saham. Kepentingan manajer dengan pemegang saham eksternal dapat disatukan jika kepemilikan
109
saham oleh manajer yang diperbesar sehingga manajer tidak akan memanipulasi laba untuk kepentingannya. Leverage Leverage keuangan terjadi pada saat perusahaan menggunakan sumber dana yang menimbulkan beban tetap, apabila perusahaan menggunakan hutang maka perusahaan harus membayar bunga, berapapun keuntungan operasi perusahaan. Perusahaan berharap memperoleh laba dari penggunaan hutang tersebut lebih besar dari beban bunga (Husnan, 1997). Rasio leverage keuangan terdiri dari debt to equity ratio (DER) dan debt to total assets ratio (DTAR). Penelitian ini menggunkan DER yang berfungsi menilai banyaknya hutang yang digunakan perusahaan. DER berhubungan dengan hutang yang diberikan oleh kreditur. Pengambilan keputusan kredit oleh kreditur berdasarkan pada laba yang diperoleh perusahaan. Seorang kreditur akan memberikan kredit kepada perusahaan yang menghasilkan laba yang stabil karena laba yang stabil akan memberikan keyakinan bahwa perusahaan tersebut akan membayar hutang dengan lancar. Kreditur lebih cenderung menghindari perusahaan yang menghasilkan laba yang berfluktuasi karena kreditur juga bersifat menghindari risiko. Whittred dan Chan (1992) menunjukkan bahwa manajemen perusahaan melakukan tindakan perataan laba dengan tujuan agar debt to equity ratio-nya rendah. Pengembangan Hipotesis Ukuran perusahaan (size) Ukuran perusahaan dapat mempengaruhi income smoothing (Moses, 1987). Hal ini dapat dijelaskan bahwa perusahaan yang memiliki kemampuan yang besar akan lebih banyak mendapat perhatian dari pihak luar, salah satunya adalah pemerintah. Pemerintah cenderung membebankan berbagai biaya yang dianggap sesuai dengan kemampuan perusahaan. Perusahaan besar akan dianggap mempunyai kemampuan yang lebih besar dan akibat selanjutnya perusahaan akan dibebani biaya yang besar, contohnya pajak (Zimmerman dan Watts, 1996: 235). Jadi, perusahaan besar memiliki kecenderungan yang
110
lebih besar untuk melakukan income smoothing dengan alasan untuk menghindari pajak yang besar (Zuhroh, 1996). Salno (2000) menyatakan bahwa justifikasi dari penggunaan market capitalization adalah nilai pasar merupakan nilai pasar aktiva yang merefleksikan shareholders wealth. Ketika pemilik menghendaki maksimasi shareholders wealth maka manajemen berusaha memaksimalkan nilai pasar saham (Grant, 1995). Akan tetapi manajemen akan selalu berusahan menjaga tingkat variabilitas pendapatan dari waktu ke waktu. Suranta dan Merdistuti (2004) menyimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki nilai pasar yang tinggi akan cenderung untuk melakukan perataan laba, karena perusahaan akan cenderung menjaga konsistensi labanya agar nilai pasar perusahaan tetap tinggi sehingga dapat lebih menarik arus sumber daya ke dalam perusahaannya. Asumsi income smoothing adalah harga pasar saham tergantung pada laba yang dilaporkan. Jadi, apabila market capitalization tinggi maka income smoothing cenderung dilakukan dengan mengurangi variabilitas laba agar sama dengan laba sebelemnya. Hal ini terjadi karena apabila laba tinggi maka perusahaan akan dikenakan pajak yang tinggi pula. Oleh karena itu, manajer akan melakukan income smoothing dengan cara mengurangi variabilitas laba agar tidak membayar pajak yang tinggi (Ilmainir, 1993). Moes (1987) dalam Suwito dan Herawaty (2005) menemukan bukti bahwa perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil karena perusahaan yang lebih besar menjadi subjek pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum). H1: Semakin besar ukuran perusahaan semakin besar pengaruhnya terhadap praktik perataan laba. Profitabilitas Profitabilitas merupakan ukuran efisiensi penggunaan aktiva perusahaan. Profitabilitas merupakan ukuran penting yang digunakan oleh manajer sebagai dasar pembagian dividen. Menurut Ashari (1994) profitabilitas mempengaruhi tindakan perataan laba karena bagi investor yang tidak menyukai risiko, lebih senang dengan laba perusahaan yang stabil. Gordon (1964) dalam Salno (2000) menyatakan bahwa jika ada variabilitas
111
laba yang besar, manajer cenderung untuk melakukan perataan laba. Profitabilitas yang tinggi akan mendorong manajer melakukan perataan laba karena akan menaikkan standar bonus/laba di masa depan. Di samping itu, terdapat kekhawatiran bahwa manajer tidak dapat mencapai laba yang sama dengan laba sebelumnya. Rasio
profitabilitas
menunjukkan
keberhasilan
perusahaan
dalam
memperoleh keuntungan. Rasio profitabilitas dimaksudkan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva atau hasil penjualan (Husnan, 1997: 563). Return on Assets (ROA) merupakan ukuran penting untuk menilai sehat atau tidaknya perusahaan, yang mempengaruhi investor untuk membuat keputusan. Perusahaan yang memiliki ROA yang lebih tinggi cenderung melakukan perataaan laba dibandingkan dengan perusahaan yang lebih rendah karena manajemen tahu akan kemampuan untuk mendapatkan laba pada masa mendatang sehingga memudahkan dalam menunda atau mempercepat laba (Assih dan Gudono, 2000). H2:
Profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap praktik perataan laba.
Kepemilikan Manajerial Penelitian Warfield et al (1995) yang menguji hubungan kepemilikan manajerial dengan discretionary accrual dan kandungan informasi laba menemukan bukti bahwa kepemilikan manajerial berhubungan secara negatif dengan discretionary accrual. Hasil penelitian tersebut juga menyatakan bahwa kualitas laba meningkat ketika kepemilikan manajerial tinggi. Gabrielsen et al. (2002) menguji hubungan antara kepemilikan manajerial dan kandungan informasi laba serta discretionary accrual. Dengan menggunakan data pasar modal Denmark ditemukan adanya hubungan yang positif tetapi tidak signifikan antara kepemilikan manajerial dan discretionary accrual dan hubungan negatif antara kepemilikan manajerial dan kandungan informasi laba. Smith (1976) menemukan bahwa income smoothing secara signifikan lebih sering dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh manajer dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh pemiliknya.
112
Adanya kepemilikan manajerial dalam perusahaan memberikan insentif bagi manajemen untuk melakukan perataan laba. Menurut Brochet dan Gildao (2004), manajemen yang memiliki saham perusahaan memiliki informasi lebih banyak tentang perusahaan dibanding pemegang saham non-institusi lainnya, dengan demikian memiliki kesempatan untuk melakukan perataan laba untuk meminimalisir volatilitas labanya untuk meningkatkan kinerja saham perusahaan. H3: Semakin besar kepemilikan manajerial di dalam struktur kepemilikan perusahaan semakin mempengaruhi praktik perataan laba. Leverage Keuangan Scott (dalam Sulistyanto, 2008) menyatakan bahwa praktik perataan laba yang merupakan salah satu bentuk manajemen laba sering dilakukan oleh perusahaan ketika mereka menghadapi paksaan dari kreditor dengan cara mengubah metode akuntansinya. Semakin besarnya rasio leverage mengakibatkan risiko yang ditanggung oleh pemilik modal juga akan semakin meningkat. Achmad et al. (2007) menunjukkan bahwa peningkatan motivasi perjanjian hutang (debt covenant) meningkatkan praktik manajemen laba. Alasannya bahwa motivasi debt covenant merupakan praktik manajemen laba berlaku umum. Penelitian Tarjo (2008) menemukan bahwa leverage yang berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Temuan tersebut sesuai dengan debt covenant hypothesis yang menyatakan bahwa jika semua hal yang lain tetap sama dan semakin dekat perusahaan dengan pelanggaran perjanjian hutang yang berbasis akuntansi, maka lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang memindahkan laba yang dilaporkan dari periode mendatang ke periode sekarang. Hal tersebut dilakukan karena laba bersih yang dilaporkan naik akan mengurangi kemungkinan kegagalan membayar hutanghutangnya pada masa mendatang (Tarjo, 2008). Berdasarkan uraian di atas maka rumusan hipotesisnya adalah H4: Financial leverage berpengaruh positif signifikan terhadap praktik perataan laba.
113
Metodologi Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2004-2009. Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan menggunakan metoda purposive sampling, sehingga diperoleh sampel yang representatif, yang sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut: a. Perusahaan terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang merupakan perusahaan pemanufakturan karena perusahaan pada industri keuangan memiliki regulasi yang ketat sehingga data yang diperoleh akan bias. b. Terdaftar di BEI dan mempublikasikan laporan keuangan auditan secara konsisten dan lengkap dari tahun 2004-2009 di www.idx.co.id. c. Perioda laporan keuangan perusahaan berakhir setiap 31 Desember. d. Perusahaan terindikasi melakukan income smoothing.
Identifikasi dan Pengukuran Variabel Variabel-variabel didalam penelitian ini dibagi menjadi variabel independen dan variabel dependen. Variabel dependen untuk pengujian hipotesis 1 sampai dengan 4 adalah perataan laba (income smoothing), sedangkan variabel independen terdiri dari ukuran perusahaan, profitabilitas, kepemilikan manajerial, dan leverage keuangan. a. Perataan Laba (Income Smoothing) Pengukuran perataan laba menggunakan ukuran dari Tucker dan Zarowin (2006). Untuk mengestimasi discretionary accruals, digunakan versi cross-sectional dari Jones, yang telah dimodifikasi Kothari (2005). ROA ditambahkan sebagai variabel kontrol karena pada penelitian sebelumnya ditemukan kelemahan. Total akrual dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut ini. Accrualst = a (1/TotalAt-1) + b ΔSalest + c PPEt + d ROAt +e t
114
Dengan menggunakan koefisien regresi di atas, nilai non discretionary accruals (NDA) dan discretionary accruals(DAP) dihitung sebagai berikut ini. Accrualst = DAPt + NDAt Bila diuraikan: Accrualst = [a (1/TotalAt-1) + b ΔSalest + c PPE t + d ROAt ] + NDA Sehingga: DAPt = Accrualst - NDAt Dengan mana: Accrualst = total akrual DAP = discretionary accruals NDA = non discretionary accruals A = assets Δsalest = perubahan penjualan PPE (property, plant, equipment)= total aktiva tetap kotor ROA = return on asset sebagai variabel kontrol. Dari regresi tersebut diperoleh angka discretionary accruals (DAP), kemudian dihitung pre-discretionary income (PDI) yang diperoleh dari net income dikurangi dicretionary accruals (PDI=NI-DAP). Income smoothing merupakan korelasi dari perubahan discretionary accruals dengan perubahan prediscretionary income, Corr (ΔDAP,ΔPDI). Korelasi postif menandakan income smoothing, dan sebaliknya. b. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan diukur dengan market capitalziation. Market capitalization dihitung dari harga pasar saham dikali jumlah saham yang beredar setiap perusahaan (Ang, 1997). Market capitalization selama 5 tahun kemudian dirata-rata.
115
c. Profitabilitas Profitabilitas diukur dengan rasio antara laba bersih sebelum pajak dengan total aktiva (Masodah, 2007).
Profitabilitas =
Laba Sebelum Pajak Total Aktiva
d. Kepemilikan Manajerial Variabel kepemilikan manajerial diukur dari persentase kepemilikan saham dari manajemen perusahaan yang meliputi manajer maupun dewan direksi. e. Leverage Keuangan Diukur dengan rasio antara total utang dengan total aktiva. Financial leverage diproksikan dengan Debt to total Assets dengan rumus:
Debt to Total Assets =
Total Utang Total Aktiva
Variabel dependen untuk pengujian hipotesis ke lima adalah daya informasi laba (income informativeness), sedangkan variabel independen adalah indeks perataan laba dan variabel kontrol adalah market to book ratio. Model Pengujian Hipotesis Model pengujian hipotesis 1 sampai dengan 4 dijabarkan dalam bentuk suatu persamaan regresi, dengan metode analisis regresi berganda (Multiple linear regession Method). Model tersebut adalah: IS = α + β1UP1 + β2 PR2 + β3KM3 + β4LK4 + e (Model 1) Keterangan: IS
= Indeks Smoothing
a
= konstanta
β1 – β4 = koefisien regresi
116
UP
= Ukuran Perusahaan
PR
= Profitabilitas
KM
= Kepemilikan Manajerial
LK
= Leverage Keuangan
e
= variabel pengganggu
Pengujian Asumsi Klasik Karena penelitian ini menggunakan alat analisis regresi, maka dibutuhkan beberapa uji asumsi klasik. Pengujian asumsi regresi linier dilakukan sebagai berikut: 1.
Uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Residual term dikatakan berdistribusi normal jika mempunyai angka signifikansi lebih dari 0,05 (probabilitas > 0,05) pada Asymp. Sig (2-tailed).
2.
Uji heteroskedastisitas menggunakan Glejser test (Gujarati, 2005). Uji Glejser ini dilakukan dengan mencari residual-residual prediksian dari regresi OLS. Residualresidual prediksian tersebut kemudian diabsolutkan dan diregresi terhadap variabelvariabel independen masing-masing model.
3.
Uji multikolinieritas menggunakan variance inflation factor (VIF). Ukuran untuk mendeteksi adanya multikolinieritas adalah nilai VIF.
4.
Uji autokorelasi menggunakan Durbin-Watson statistic (DW). Sebagai pedoman, regresi OLS tidak mengandung autokorelasi jika nilai d di sekitar 2. Selain itu, regresi OLS dapat juga dikatakan bebas autokorelasi positif atau negatif, jika nilai d terletak di antara dU dan 4-dU.
Metode Analisis Data Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan melakukan analisis regresi berganda, sehingga didapat koefisien regresi berdasarkan nilai t. Apabila signifikansi t lebih besar dari tingkat α yang digunakan, maka variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen, begitu juga sebaliknya apabila sig t lebih kecil dari tingkat α yang digunakan, maka variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.
117
Untuk menentukan tingkat signifikansi secara keseluruhan variabel independen dengan variabel dependen dilakukan dengan menggunakan uji F. Uji ini digunakan untuk mengetahui tingkat penerimaan model penelitian yang digunakan dalam memprediksi pengaruh size, profitabilitas, kepemilikan manajerial dan leverage terhadap perataan laba. Jika F- hitung ≤ F-tabel, maka HA ditolak. Jika F-hitung ≤ F-tabel, maka HA diterima. Semua perhitungan model regresi ini dilakukan dengan bantuan program SPSS. Analisis dan Pembahasan Deskripsi Data Sampel penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2004 sampai 2009. Berdasarkan hasil purposive random sampling, diperoleh sampel sejumlah 65 perusahaan atau 150 perioda pengamatan. Emiten perusahaan manufaktur pada rentang waktu tersebut berjumlah 135 perusahaan. Dari jumlah itu, 43 perusahaan tidak menerbitkan laporan keuangan secara berurutan, 5 perusahaan menerbitkan laporan keuangan dalam mata uang asing, dan 22 perusahaan terindikasi tidak melakukan income smoothing. Tabel 1 Sampel Penelitian No 1
Keterangan Emiten kelompok industri manufaktur di Bursa Efek
Jumlah 135
Indonesia yang tercatat dari tahun 2004 sampai dengan 2009 2
Perusahaan yang tidak secara terus menerus menerbitkan
(43)
laporan keuangan selama periode 2004 – 2009 3
Perusahaan yang pelaporan laporan keuangannya menggunakan
(5)
mata uang asing 4
Perusahaan yang tidak terindikasi melakukan income smoothing Total sampel
118
(22) 65
Statistik Deskriptif Analis pertama yang dilakuakan adalah dengan menganalisis data dengan menggunakan statistik deskriptif. Statistik deskriptif dari data penelitian ini dinyatakan dalam tabel 2. Tabel 2 Statistik Deskriptif Model Pengujian Hipotesis 1 sampai 4 N
Minimum
Maksimum
Mean
Std. Deviasi
IS
140
1
3
1,28
1,471
UP
140
2,67
9,05
5,9727
0,87289
PR
140
0,00
2,08
0,1233
0,20693
KM
140
0,00
0,685
0,0912
0,1494
LK
140
0,00
254,44
1,2068
12,41737
Dari tabel 2 terlihat bahwa dari 150 perioda pengamatan, diketahui nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan standar deviasi dari variabel dependen dan variabel bebas. Nilai rata-rata IS sebesar 1,28 dengan nilai minimum sebesar 1 dan nilai maksimum sebesar 3. Selanjutnya, nilai rata-rata UP adalah sebesar 5,9727 dengan nilai minimum sebesar 2,67 dan nilai maksimum sebesar 9,05. Nilai rata-rata PR sebesar 0,1233 dengan nilai minimum sebesar 0,00 dan nilai maksimum sebesar 2,08. Nilai rata-rata dari KM sebesar 0,0912 dengan nilai minimum sebesar 0,00 dan nilai maksimum sebesar 0,685. Nilai rata-rata return LK sebesar 1,2068 dengan nilai minimum sebesar 0,00 dan nilai maksimum sebesar 254,44. Nilai rata-rata PPE sebesar 1,290 dengan nilai minimum sebesar 0,0778 dan nilai maksimum sebesar 13,796. Nilai rata-rata ROA sebesar 17,77 dengan nilai minimum sebesar 0,60 dan nilai maksimum sebesar 72,88. Perubahan penjualan (ΔSales) mempunyai nilai rata-rata sebesar 0,250, dengan nilai minimum sebesar -7,992 dan nilai maksimum 16,827. Terakhir variabel accrual mempunyai nilai rata-rata sebesar -0,0012, dengan nilai minimum sebesar -2,554 dan nilai maksimum sebesar 3,249.
119
Uji Asumsi Klasik Karena penelitian ini menggunakan alat analisis regresi, maka dibutuhkan beberapa uji asumsi klasik. Pengujian asumsi regresi linier dilakukan sebagai berikut: Uji Normalitas Dari data diatas kemudian dilakukan uji normalitas untuk mengetahui data yang dipakai dalam penelitian ini terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnoff terpenuhi apabila nilai signifikansi lebih besar dari nilai level of significance yang telah ditentukan yaitu 0.05 ( α=0.05). Hasil uji normalitas data secara ringkas dapat dilihat pada tabel berikut: menunjukkan semua variabel penelitian dalam model penelitain lolos uji normalitas Uji heteroskedastisitas. Dengan
menggunakan
Glejser
test
(Gujarati,
2005).
untuk
menguji
heteroskedastisitas model penelitian 1 dan 2. menggunakan Uji Glejser ini dilakukan dengan mencari residual-residual prediksian dari regresi OLS. Residual-residual prediksian tersebut kemudian diabsolutkan dan diregresi terhadap variabel-variabel independen masing-masing model. Hasil menunjukkan tidak ada satupun variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai absolut. Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5%. Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya heteroskedastisitas. Uji multikolinieritas. Dengan menggunakan variance inflation factor (VIF) untuk menguji gejala multikolinearitas dari model penelitian 1 dan 2. Ukuran untuk mendeteksi adanya multikolinieritas adalah nilai VIF. Hasil analisis terhadap model regresi menunjukkan bahwa nilai VIF untuk semua variabel independen di bawah nilai 10, artinya tidak terjadi multikolinieritas pada model regresi.
120
Uji Autokorelasi Untuk mendeteksi adanya autokorelasi, dapat dilihat dari nilai Durbin Watson (DW). Untuk model 1 dengan nilai DW sebesar 2,118, berarti angka tersebut berada di antara du < d < 4-du, yaitu 1,767 ≤ 2,118 ≤ (4-1,767) atau 1,767 ≤ 2,118 ≤ 2,233, maka hal ini terletak pada daerah bebas autokorelasi. Untuk model 2 dengan nilai DW sebesar 1,990, berarti angka tersebut berada di antara du < d < 5-du, yaitu 1,778 ≤ 1,990 ≤ (5-1,778) atau 1,778 ≤ 1,990 ≤ 3,222, maka hal ini terletak pada daerah bebas autokorelasi. Pengujian Hipotesis Pengujian Hipotesis Satu sampai Empat Tabel 3
menyajikan estimasi-estimasi parameter OLS bersama tingkat
signifikansinya untuk model regresi. Dalam pengujian secara simultan menunjukkan bahwa nilai adjusted R2 pada model regresi adalah 0,156. Hal ini mengindikasikan bahwa 15,60% variasi variabel income smoothing dipengaruhi oleh variabel-variabel bebas (UP, PR, KM, dan LK). Sisanya sebesar 89,70% dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel bebas. Akan tetapi dengan F-statistik sebesar 10,253 (p=0,000; p<0,05) menunjukkan bahwa model penelitian telah memenuhi kelayakan untuk prediksi pengaruh variabelvariabel bebas (UP, PR, KM, dan LK) terhadap variabel terikat. Tabel 7 Hasil Pengujian Hipotesis satu sampai empat Model 1: IS = α + β1UP1 + β2PR2 + β3KM3 + β4LO4 + e Variabel
Koefisien
t-statistik
p-value
Konstanta
-0,189
-0,545
0,586
UP
0,055
2,082
0,038
PR
0,031
2,394
0,017
KM
-0,0904
-0,415
0,681
LK
-0,003
-1,421
0,156
Adjusted R2 = 0,156
F-stat. = 10,253 p-value = 0,001
Tingkat signifikansi α = 0,5%.
121
Dalam pengujian secara parsial, dua variabel yaitu variabel ukuran perusahaan (UP) dan profitabilitas (PR) menunjukkan pengaruh yang signifikan. Variabel UP pada α = 0,5% berpengaruh secara signifikan terhadap variabel IS dan bertanda positif. Hal ini berarti bahwa semakin besar ukuran perusahaan, maka semakin besar pengaruhnya terhadap income smoothing. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian Herawaty (2005) bahwa perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Hal ini disebabkan perusahaan yang lebih besar menjadi subjek pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum). Variabel profitabilitas (PR) juga menunjukkan berpengaruh secara positif dan signifikan pada α = 0,5%. Rasio profitabilitas menunjukkan keberhasilan perusahaan dalam memperoleh keuntungan. Rasio profitabilitas merupakan ukuran penting untuk menilai sehat atau tidaknya perusahaan, yang mempengaruhi investor untuk membuat keputusan. Temuan ini mengkonfirmasi penelitian Assih dan Gudono (2000) bahwa perusahaan yang mempunyai rasio profitabilitas yang lebih tinggi cenderung melakukan perataaan laba dibandingkan dengan perusahaan yang lebih rendah karena manajemen tahu akan kemampuan untuk mendapatkan laba pada masa mendatang sehingga memudahkan dalam menunda atau mempercepat laba. Dua variabel lainnya, yaitu variabel kepemilikan manajerial (KM) dan leverage tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan tehadap variabel income smoothing. Temuan ini tidak mengkonfirmasi penelitian Brochet dan Gildao (2004), bahwa manajemen yang memiliki saham perusahaan memiliki kesempatan untuk melakukan perataan laba untuk meminimalisir volatilitas labanya untuk meningkatkan kinerja saham perusahaan. Akan tetapi, penelitian Gabrielsen et al (2002) tidak menemukan pengaruh yang signifikan dari kepemilikan manajerial terhadap
manajemen laba. Hal ini
disebabkan karena
terkonsentrasinya struktur kepemilikan belum mampu memberikan kontrol yang baik terhadap tindakan manajemen atas sikap opportunitiesnya dalam melakukan manajemen laba. Variabel kontrak hutang yang diproksikan dengan leverage (total kewajiban/total aset) juga tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan t = -1,421 dan p = 0,156 (p>0,05).
122
Temuan ini tidak mengkonfirmasi temuan Whittred dan Chan (1992) bahwa manajemen perusahaan melakukan tindakan perataan laba dengan tujuan agar debt to equity ratio-nya rendah. Menurut Crutchley et. al (dalam Putri dan Nasir, 2006), kebijakan hutang yang tinggi menyebabkan perusahaan dimonitor oleh pihak debtholders (pihak ketiga). Karena monitoring dalam perusahaan yang ketat tadi menyebabkan manajer akan bertindak sesuai dengan kepentingan debtholders dan shareholders. Debtholders yang sudah menanamkan dananya di perusahaan dengan sendirinya akan berusaha melakukan pengawasan terhadap penggunaan dana tersebut. Monitoring dalam perusahaan yang ketat, mendorong institusi untuk meningkatkan sahamnya pada perusahaan yang bersangkutan. Sehingga leverage tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, namun pemegang saham yang dapat mempengaruhi manajemen laba. Penutup Hasil pengujian hipotesis satu sampai dengan empat menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap income smoothing. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang lebih besar memiliki dorongan yang lebih besar pula untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Hal ini disebabkan perusahaan yang lebih besar menjadi subjek pemeriksaan (pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah dan masyarakat umum). Demikian pula dengan profitabilitas yang menunjukkan pengaruh signifikan terhadap income smoothing, karena rasio profitabilitas merupakan ukuran penting untuk menilai sehat atau tidaknya perusahaan, yang mempengaruhi investor untuk membuat keputusan.
DAFTAR PUSTAKA Agustiningsih, S. W. 2009. Pengaruh Income Smoothing terhadap Keinformativan Laba. Tesis. Universitas Sebelas Maret: Surakarta. Albercht, W.D., dan Richarson. 1990. Income Smoothing by Economy Sector. Journal of Bussiness Finance and Accounting. Ang, R. (1997). Buku Pintar: Pasar Modal Indonesia. Edisi I. mediasoft Indonesia.
123
Ashari, N., Koh, H.C., Tan, S.L. dan Wang. W.H. 1994. Factor Affecting Income Smoothing Among Listed Companies in Singapore. Accounting Business Research. 24 (96) : 291-301 Assih, P., dan M. Gudono. 2000. Hubungan Tindakan Perataan Laba Dengan Reaksi Pasar Atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia 3. Barnea, A., J. Ronen dan S. Sadan 1976. Classificatory Smoothing of Income with Extraordinary Items. The Accounting Review. January, Beidleman, C. R. 1973. Income Smoothing: The Role of Management. The Accounting Review 48 . Brochet, F., dan Z. Gildao. 2004. Managerial Entrachment and Earnings Smoothing. Working Paper. Eckel, N. 1981. The Income Smoothing Hypothesis Revisited. Abacus. Gabrielsen, G., J. D. Gramlich dan T. Plenborg. 1997. Managerial Ownership, Information Content of Earnings, and Discretionary Accruals in a Non US Setting. Journal of Business Finance and Accounting, Vol.29. No.7 & 8. September/ Oktober, hal. 967 -988. Grant, J., G. Markarian, dan A. Parbonetti 2008. CEO Risk-Related Incentives and Income Smoothing. Available, http://www.ssrn.com. Husnan, S. 1997. Investasi Pasar Modal Indonesia: Perkembangan, kecenderungan, Kebutuhan, dan Prospek. Kelola, 7(3). Ilmainir, 1993, Perataan Laba dan Faktpr-Faktor Pendorongnya Pada Perusahaan Publik di Indonesia,” Tesis, Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Khafid, M. 2004. Perbandingan Earning Response Antara Perusahaan Income Smoothers dan Non Income Smoothers pada Perusahaan Go Public di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Manajemen. 13 (1) : 44-52
124
Kirschenheiter, M., and N. Melumad. 2002. Can Big Bath and Earnings Smoothing Coexist as Equilibrium Financial Reporting Strategies? Journal of Accounting Research 40 (3): 761–796. Koch, B. S., 1981, Income Smoothing : An Experiment, The Accounting Review.56 (3): 574-586. Michelson, Stuart E; Wagner, James Jordan; Wotton, Chales W. 1999. Income Smoothing and Risk-Adjusted Performance.Available, http://www.ssrn.com. Michelson, S. E, J. J. Wagner, dan C. W. Wotton. 1999. Income Smoothing and RiskAdjusted Performance.Available, http://www.ssrn.com. Moses, O. D. 1987. Income Smoothing and Incentive: Empirical Test Using Accounting Changes. Accounting Review, April: 358-377. Mulford, C. W. dan E. E. Comiskey, 2002. The Financial Numbers Game, New York, NY, John Willey and Son inc. Mursalim. 2005. Income Smoothing Dan Motivasi Investor : Studi Empiris Pada Investor Di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi VIII Solo. 15-16 September.
125