perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH SIMVASTATIN TERHADAP KADAR TISSUE FACTOR DAN PLASMINOGEN ACTIVATOR INHIBITOR-1 PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
TESIS
Disusun untuk kualifikasi mencapai derajat Magister Kesehatan pada Program Studi Magister Kedokteran Keluarga minat utama Ilmu Biomedik
Oleh: Didik Supriyadi Kusumo Budoyo S500809124
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH SIMVASTATIN TERHADAP KADAR TISSUE FACTOR DAN PLASMINOGEN ACTIVATOR INHIBITOR-1 PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
TESIS
Disusun untuk kualifikasi mencapai derajat Magister Kesehatan pada Program Studi Magister Kedokteran Keluarga minat utama Ilmu Biomedik
Oleh: Didik Supriyadi Kusumo Budoyo S500809124
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2014 commit to user i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH SIMVASTATIN TERHADAP KADAR TISSUE FACTOR DAN PLASMINOGEN ACTIVATOR INHIBITOR-1 PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
TESIS
Oleh: Didik Supriyadi Kusumo Budoyo S500809124 Komisi Pembimbing Pembimbing I
Pembimbing II
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Dr. dr. Sugiarto, SpPD, FINASIM NIP.196205221989011001
………………... ………………
Dr. dr. Hari Wujoso, SpF, MM NIP.196210221995031001
………………... ………………
Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal 14 Agustus 2014
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana UNS
Dr. dr. Hari Wujoso, SpF, MM NIP. 196210221995031001 commit to user ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH SIMVASTATIN TERHADAP KADAR TISSUE FACTOR DAN PLASMINOGEN ACTIVATOR INHIBITOR-1 PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
TESIS
Oleh: Didik Supriyadi Kusumo Budoyo S500809124
Tim Penguji:
Jabatan Ketua
Sekretaris
Anggota Penguji
Nama Prof. Dr. Muchsin Doewes, dr, P.Fark, MARS NIP. 194805311976031001 dr. Suradi Maryono, SpPD-KHOM, FINASIM NIP. 194708121973107001 Dr. dr. Sugiarto, SpPD, FINASIM NIP. 196205221989011001 Dr. dr. Hari Wujoso, SpF, MM NIP. 196210221995031001
Tanda Tangan …………………………
........................................ ........................................ ........................................
Mengetahui, Direktur Program Pascasarjana
Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS NIP.196107171986011
Dr. dr. Hari Wujoso, SpF, MM NIP. 196210221995031001
commit to user iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Nama
: Didik Supriyadi Kusumo Budoyo
NIM
: S 500809124
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis dengan judul “Pengaruh Simvastatin terhadap Kadar Tissue Factor dan Plasminogen Activator Inhibitor-1 pada Pasien DM Tipe 2” adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda sitasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar maka saya bersedia menerima sangsi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, 24 Juli 2014 Yang membuat pernyataan
Didik Supriyadi Kusumo Budoyo commit to user iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillahirabbil'alamin penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan kasih sayang, rahmat dan hidayahNya sehingga penyusunan tesis yang berjudul Pengaruh Simvastatin terhadap Kadar Tissue Factor dan Plasminogen Activator Inhibitor-1 pada Pasien DM tipe 2 ini dapat terselesaikan. Penelitian ini untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan Program Pendidikan Dokter Spesialis I bidang Ilmu Penyakit Dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang tinggi kepada: 1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S, selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kemudahan penulis dalam melaksanakan pendidikan Pasca Sarjana Program Studi Magister Kedokteran Keluarga minat utama Biomedik. 2. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S, sebagai Direktur Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta beserta staf atas kebijakannya yang mendukung dalam penulisan penelitian tesis ini. 3. Dr. Hari Wujoso, dr. SpF. MM, sebagai Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga minat utama Ilmu Biomedik sekaligus sebagai pembimbing II yang telah memberikan dorongan dan arahan kepada penulis untuk pelaksanaan serta penulisan tesis ini. 4. Prof. Dr. Muchsin Doewes, dr. PFark, MARS, sebagai Sekretaris Program Studi Magister Kedokteran Keluarga minat utama Ilmu Biomedik sekaligus sebagai Ketua Tim Penguji
yang telah memberikan dorongan, masukan dan kritik
membangun kepada penulis untuk memperbaiki penulisan tesis ini. 5. R. Basoeki Soetardjo, drg. MMR, sebagai Direktur RSUD Dr. Moewardi beserta seluruh jajaran staf direksi yang telah berkenan dan mengijinkan untuk menjalani program pendidikan PPDS I Ilmu Penyakit Dalam. commit to user v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6. Dr. dr. Sugiarto, SpPD, FINASIM, selaku pembimbing I yang telah membimbing dan memberi pengarahan dalam penyusunan tesis ini, serta memberi kemudahan dalam menjalani pendidikan PPDS I Ilmu Penyakit Dalam. 7. Prof. Dr. H. Zainal Arifin Adnan, dr. SpPD-KR, FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kemudahan dan dukungan kepada penulis selama menjalani pendidikan PPDS I Ilmu Penyakit Dalam. 8. Prof. Dr. HA. Guntur Hermawan, dr. SpPD-KPTI, FINASIM, selaku Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNS/RSUD Dr Moewardi yang telah memberikan ijin dan bimbingan sehingga tugas penulisan tesis ini terwujud. 9. Prof. Dr. HM. Bambang Purwanto, dr. SpPD-KGH, FINASIM, selaku Ketua Program Studi PPDS I Ilmu Penyakit Dalam yang telah mendidik dan memberikan kemudahan penulis dalam melaksanakan pendidikan. 10. dr. Suradi Maryono, SpPD-KHOM, FINASIM, yang telah memberikan ide, kesempatan, bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini, serta memberikan kemudahan dalam menjalani pendidikan PPDS I Ilmu Penyakit Dalam. 11. Drs. Sumardi, MM, selaku pembimbing statistik yang telah sabar membimbing dan membrikan pengarahan dalam penyusunan tesis. 12. Seluruh staf pengajar Ilmu Penyakit Dalam FK UNS/RSUD Dr Moewardi Surakarta. Prof. Dr. HA. Guntur Hermawan, dr. SpPD-KPTI, FINASIM; Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr. SpPD-KR, FINASIM; Prof. Dr. Djoko Hardiman, dr. SpPD-KEMD, FINASIM; Prof. Dr. HM. Bambang Purwanto, dr. SpPD-KGH, FINASIM; Suradi Maryono, dr. SpPD-KHOM, FINASIM; Sumarmi Soewoto, dr. SpPD-KGER, FINASIM; Tatar Sumandjar, dr. SpPD-KPTI, FINASIM; Tantoro Harmono, dr. SpPD-KGEH, FINASIM; Tri Yuli Pramana, dr. SpPD-KGEH, FINASIM; P. Kusnanto, dr. SpPD-KGEH, FINASIM; Dr. Sugiarto, dr. SpPD, FINASIM; Supriyanto Kartodarsono, dr. SpPD-KEMD, FINASIM; Supriyanto Muktiatmojo, dr. SpPD, FINASIM; Dhani Redhono, dr, SpPD-KPTI, FINASIM; Wachid Putranto, dr. SpPD, FINASIM; Arifin, dr. SpPD, FINASIM; Fatichati B, commit to user vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dr. SpPD; Agung Susanto, dr. SpPD; Arief Nurudin, dr. SpPD; Agus Joko Susanto, dr. SpPD; Yulyani W, dr. SpPD; Sri Marwanta, dr. SpPD, MKES; Aritantri, dr. SpPD; Bayu Basuki Wijaya, dr. SpPD, MKES; Eva Niamuzisilawati, dr. SpPD, MKES; Evi Nurhayatun, dr. SpPD. MKES; R. Satrio, dr. SpPD. MKES yang telah memberi dorongan, bimbingan dan bantuan dalam segala bentuk sehingga penulis bisa menyelesaikan penyusunan tesis ini. 13. Seluruh teman sejawat Residen Penyakit Dalam yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis baik dalam penelitian ini maupun selama menjalani pendidikan. 14. Perawat Poli Interna yang telah memberikan bantuan selama pengambilan sampel dalam penelitian ini. 15. Laboratorium Klinik Prodia yang telah membantu dalam pengambilan dan pengelolaan sampel penelitian . 16. Istri, anak-anak, orang tua, mertua, saudara dan keponakan yang telah memberikan dorongan baik moril maupun meteriil selama menjalani pendidikan PPDS I Ilmu Penyakit Dalam. 17. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam menjalani maupun dalam penelitian ini. Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan tesis ini banyak terdapat kekurangan, untuk itu penyusun mohon maaf dan sangat mengharapkan saran dan kritik dalam rangka perbaikan penulisan penelitian tesis ini.
Surakarta, Juli 2014 Penyusun
commit to user vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Didik Supriyadi. 2014. Pengaruh simvastatin terhadap kadar tissue factor dan plasminogen activator inhibitor-1 pada pasien DM tipe 2. TESIS. Pembimbing I: Dr. Sugiarto, dr. SpPD, FINASIM, Pembimbing II: Dr. Hari Wujoso, dr. SpF. MM. Program Studi Kedokteran Keluarga, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Latar Belakang Penyakit kardiovaskuler bertanggung jawab sekitar 70% kasus kematian, terutama penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis dini, yang merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penderita DM tipe 2. Trombosis merupakan tahap krusial perkembangan dan progresivitas aterosklerosis serta kejadian kardiovaskuler sehubungan dengan aterosklerosis. Tissue factor (TF) merupakan pemicu koagulasi yang paling kuat sedangkan plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) merupakan inhibitor fibrinolisis. Pada DM tipe 2 terjadi peningkatan kadar TF dan kadar PAI-1. Simvastatin menunjukkan sifat antitrombosis dengan menekan TF, serta meningkatkan profibrinolisis dengan menekan PAI-1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh simvastatin terhadap kadar TF dan PAI-1 pada pasien DM tipe 2. Metode Penelitian Metode yang digunakan adalah randomized double blind controlled trial, melibatkan 24 pasien, 12 pasien kelompok kontrol diberikan plasebo dan 12 pasien kelompok perlakuan diberikan simvastatin 20 mg/hari. Penelitian berlangsung selama 6 minggu. Analisis statistik dengan SPSS 17 for windows, signifikan bila p<0,05. Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan, pada kelompok perlakuan didapatkan penurunan kadar TF (pre vs post: 54,69±37,99 pM vs 31,62±1,58 pM; p=0,02) tetapi tidak didapatkan perubahan kadar PAI-1 (pre vs post: 1,05±1,27 U/ml vs 1,29±1,08 U/ml; p=0,07). Pada kelompok kontrol tidak didapatkan perbedaan kadar TF dan PAI-1 sebelum maupun sesudah perlakuan (TF pre vs post: 32,23±3,28 pM vs 34,34 ±7,86 pM, p=0,29; PAI-1 pre vs post: 1,08±1,19 U/ml vs 2,1±2,67 U/ml, p=0,13). Kesimpulan Simvastatin menurunkan kadar TF tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar PAI-1 pada pasien DM tipe 2. Kata kunci: simvastatin, tissue factor, plasminogen activator inhibitor-1, DM tipe 2
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Didik Supriyadi. 2014. The effect of simvastatin on the level of tissue factor and plasminogen activator inhibitor-1 in patients with type 2 DM. THESIS. Supervisor I: Dr. Sugiarto, dr. SpPD, FINASIM, Supervisor II: Dr. Hari Wujoso, dr. SpF. MM. Program Study of Medical Family, Post-graduate Program of Sebelas Maret University Surakarta.
ABSTRACT
Background Cardiovascular disease is responsible for about 70% cases of death, especially coronary heart disease due to premature atherosclerosis, which is a major cause of morbidity and mortality of patients with type 2 DM. Thrombosis is a crucial stage of development and progression of atherosclerosis and cardiovascular events in relation to atherosclerosis. Tissue factor (TF) is the most powerful trigger of coagulation, while plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) is an inhibitor of fibrinolysis. The level of TF and PAI-1 increased in type 2 DM. Simvastatin showed antithrombotic properties by pressing TF, as well as improving profibrinolysis by pressing PAI-1. Objectives This study aims to determine the effect of simvastatin on the level of TF and PAI-1 in patients with type 2 DM. Methods The method used was a double blind randomized controlled trial, involving 24 pateints, 12 patients were given placebo in the control group and 12 pateints were given simvastatin 20 mg/day. The study lasted for 6 weeks. Statitical analysis with SPSS 1 for windows, significant if p<0.05. Results The results showes that the treatment group obtained a decrease in the level of TF (pre vs post: 54,69±37,99 pM vs 31,62±1,58 pM; p=0,02) but did not change the level of PAI-1 (pre vs post: 1,05±1,27 U/ml vs 1,29±1,08 U/ml; p=0,07). In the control group was not found differences in the level of TF and PAI-1 before and after treatment (TF pre vs post: 32,23±3,28 pM vs 34,34±7,86 pM, p=0,29; PAI-1 pre vs post: 1,08±1,19 U/ml vs 2,1±2,67 U/ml, p=0,13). Conclusions Simvastatin decreased TF level but had no effect on PAI-1 level in patients with type 2 DM. Key words: simvastatin, tissue factor, plasminogen activator inhibitor-1, type 2 DM commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………...
i
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING……………………………...
ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……………………………………
iii
PERNYATAAN……………………………………………………………...
iv
KATA PENGANTAR……………………………………………………….
v
ABSTRAK…………………………………………………………………...
viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………...
x
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………..
xiv
DAFTAR TABEL…………………………………………………………...
xv
DAFTAR SINGKATAN……………………………………………………
xvi
BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………..
1
A. Latar Belakang…………………………………………………......
1
B. Rumusan Masalah………………………………………………….
3
C. Tujuan Penelitian……………………………………………….......
3
1. Tujuan umum………………………………………………........
3
2. Tujuan khusus……………………………………………….......
3
D. Manfaat Penelitian………………………………………………....
4
1. Manfaat teoritis………………………………………………….
4
commit to user x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Manfaat terapan…………………………………………….........
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................
5
A. Kajian Teori……………………………………………………......
5
1. Diabetes Melitus...........................................................................
5
a. Patogenesis komplikasi diabetes melitus................................
6
a.1. Sumber ROS pada DM tipe 2..........................................
7
a.2. Mekanisme ROS mengaktivasi empat mekanisme komplikasi DM.........................................................................
10
b. Implikasi klinis disfungsi endotel...........................................
13
c. Diabetes melitus, disfungsi endotel dan protrombosis............
14
2. Tissue Factor (TF)……………………………………………….
17
a. Struktur protein TF..................................................................
17
b. Ekspresi TF.............................................................................
19
3. Plasminogen Activator Inhibitor – 1 (PAI-1)................................
23
a. Struktur protein PAI-1………………………………….........
23
b. Ekspresi PAI-1………………………………………………
24
4. Statin..............................................................................................
26
a. Struktur, sumber dan sifat statin..............................................
26
b. Farmakokinetik dan farmakodinamik statin...........................
26
c. Efek pleiotrofik statin..............................................................
30
d. Efek samping statin.................................................................
34
commit to user xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
B. Penelitian Relevan………………………………………………….
36
BAB III. KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS……………….
39
A. Kerangka Konseptual........................................................................
39
B. Hipotesis Penelitian…………………………………………….......
41
BAB IV. METODE PENELITIAN………………………………………….
42
A. Tempat dan Waktu…………………………………………………
42
B. Jenis Penelitian……………………………………………………..
42
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling……………………............
42
1. Populasi sasaran……………………………………………...
42
2. Populasi sumber……………………………………………...
42
3. Sampel......................................................................................
43
4. Teknik pengambilan sampel....................................................
45
D. Identifikasi dan Definisi Opersional Variabel...................................
45
1. Variabel tergantung..................................................................
45
2. Variabel bebas..........................................................................
46
3. Variabel perancu......................................................................
46
4. Definisi operasional variabel....................................................
46
E. Cara Kerja..........................................................................................
47
F. Teknik Analisis Data.........................................................................
52
G. Alur Penelitian………………………………………………..........
53
commit to user xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V. HASIL PENELITIAN.......................................................................
54
A. Karakteristik Subyek Penelitian........................................................
54
B. Pengujian Variabel Utama................................................................
64
C. Efek Samping...................................................................................
71
BAB VI. PEMBAHASAN...............................................................................
72
A. Hasil Utama......................................................................................
72
1. Pengaruh Simvastatin terhadap Kadar TF...............................
73
2. Pengaruh Simvastatin terhadap Kadar PAI-1..........................
76
B. Keterbatasan Penelitian....................................................................
81
BAB VII. PENUTUP.......................................................................................
83
A. Kesimpulan......................................................................................
83
B. Saran.................................................................................................
83
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
84
LAMPIRAN....................................................................................................
91
commit to user xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Faktor risiko kardiovaskuler dan disfungsi endotel..............
6
Gambar 2.2
Mekanisme terjadi komplikasi DM.......................................
7
Gambar 2.3
Rantai elektron transport di mitokondria..............................
9
Gambar 2.4
Produksi ROS pada resistensi insulin....................................
10
Gambar 2.5
Mekanisme ROS mengaktivasi empat mekanisme komplikasi DM......................................................................
11
Gambar 2.6
Hubungan hiperglikemia dengan inflamasi...........................
13
Gambar 2.7
Hubungan inflamasi dengan sistem koagulasi dan fibrinolisis..............................................................................
15
Gambar 2.8.
Imunopatogenesis..................................................................
17
Gambar 2.9
Induksi ekspresi dan aktivitas TF..........................................
21
Gambar 2.10
Mekanisme sinyal yang terlibat pada regulasi TF................
22
Gambar 2.11
Efek statin terhadap aktivitas small G-protein......................
32
Gambar 2.12
Efek pleiotrofik statin............................................................
33
Gambar 2.13
Sifat antioksidan statin..........................................................
34
Gambar 3.1
Kerangka konsep penelitian..................................................
39
Gambar 4.1
Alur penelitian.......................................................................
53
Gambar 5.1
Perubahan kadar TF sebelum (pre) dan sesudah (post) pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan simvastatin.............................................................................
Gambar 5.2
67
Perubahan PAI-1 sebelum (pre) dan sesudah (post) pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan simvastatin.............................................................................
commit to user xiv
68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Karakteristik statin................................................................
30
Tabel 4.1
Definisi operasional variabel.................................................
Tabel 4.2
Pengenceran reagen...............................................................
50
Tabel 4.3
Assay mix...............................................................................
50
Tabel 5.1
Perbandingan variabel karakteristik umur, GDP pre, GDP post, delta GDP, HbA1c dan BMI kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.............................................................
Tabel 5.2
58
Perbandingan karakteristik jenis kelamin, lama sakit, olahraga, insulin, OAD, hipertensi dan dislipidemia pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.......................
Tabel 5.3
Perbandingan Kadar TF dan PAI-1 Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol………………………...
Tabel 5.4
65
Perbandingan kadar TF dan PAI-1 sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan...................................
Tabel 5.5
63
66
Perbandingan delta TF dan delta PAI-1 pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan.........................................
commit to user xv
70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
ADP
: Adenosine Diphosphate
AGEs
: Advanced Glycation End Products
ANG-II
: Angiotensin-II
APC
: Antigen Processing and Presenting Cell
AT-III
: Antithrombin-III
CSF
: Colony Stimulating Factor
DAG
: diacylglycerol
DAMP
: Damage Associated Molecular Pattern
DM
: Diabetes Mellitus
ERK
: Extracellular-Signal Regulated Kinase
FADH
: Flavine Adenine Dinucleotide
FDP
: Fibrin Degradation Product
FFA
: Free Fatty Acid
GAPDH
: Glyceraldehide-3-Phosphate Dehydrogenase
GLUT-1
: Glucosa Transporter-1
HMG-CoA
: 3-Hydroxy-3-Methylglutaryl-Coenzym A
ICAM-1
: Intercelluler Adhesion Molecule-1
IFN-γ
: Interferon-γ commit to user xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
IL-1
: Interleukine-1
JNK
: c-Jun Terminal Kinase
LRE
: LPS Responsive Region
MAPK
: Mitogen Activated Protein Kinase
MHC II
: Major Histocompatibility Complex II
mTOR
: Mammalian Target of Rapamycin
NA
: Nicotinic Acid
NAD
: Nicotinamide Adenine Dinucleotide
NADH
: Reduced Nicotinamide Adenine Dinucleotide
NADPH
: Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate
NF-ĸβ
: Nuclear Factor-ĸβ
NO
: Nitric oxide
OATP-2
: Organic Anion Transporter-2
PAI-1
: Plasminogen Activator Inhibitor – 1
PARP
: Poly ADP-Ribose Polymerase
PDI
: Protein Disulfide Isomerase
PERKENI
: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia
PGI-2
: Prostacyclin
PI-3K
: Phosphatidil Inositol-3 Kinase
PKC
: Protein Kinase C
PKC-β
: Protein Kinase C type β commit to user xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
RCL
: Reactive Centere Loop
ROS
: Reactive Oxigen Species
SOD
: Superoxide Dismutase
sTF
: Extracelluler Soluble Form TF
TCA cycle
: Tricarboxylic Acid Cycle
TF
: Tissue Factor
TFPI
: Tissue Factor Pathway Inhibitor
TGT
: Toleransi Glukosa Terganggu
TGF-β
: Tumour Growth Factor-β
Th1
: T helper type 1
TLR-9
: Toll Like Receptor-9
TNF
: Tumour Necrosing Factor
t-PA
: Tissue Plasminogen Activator
TXA
: Thromboxane
u-PA
: Urokinase Plasminogen Activator
VCAM-1
: Vascular Cell Adhesion Molecule-1
VSMC
: Vascular Smooth Muscle Cell
vWF
: Von Willibrand’s Factor
commit to user xviii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) dapat digambarkan sebagai kelainan metabolik dengan multipel etiologi yang ditandai adanya hiperglikemia kronik dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein akibat defek sekresi insulin, aksi insulin maupun kombinasi keduanya. Prevalensi diabetes di dunia, usia dewasa (antara 20-79 tahun) diperkirakan 6,4%, yaitu sekitar 285 juta penduduk pada tahun 2010 dan diprediksi meningkat menjadi 7,7%, yaitu sekitar 439 juta penduduk pada tahun 2030 (Balasubramaniam et al., 2012). Biro Pusat Statistik memperkirakan pada tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun, dengan asumsi prevalensi DM pada urban (14,7%) dan rural (7,2%), maka diperkirakan terdapat 12 juta penderita diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (PERKENI, 2011). Angka harapan hidup penderita DM menurun hampir delapan tahun disebabkan karena meningkatnya mortalitas (Mohan et al., 2010). Penyakit kardiovaskuler bertanggung jawab sekitar 70% kasus kematian, terutama penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis dini, yang merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penderita DM tipe 2 (Balasubramaniam et al., 2012). DM tipe 2 berhubungan dengan kejadian aterosklerosis yang dipercepat, kerusakan endotel dan tingginya kecenderungan terjadi komplikasi trombosis seperti penyakit commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
pembuluh darah perifer, kejadian kardiovaskuler dan stroke (El-Hagracy et al., 2010). Trombosis merupakan tahap krusial perkembangan dan progresivitas aterosklerosis serta kejadian kardiovaskuler sehubungan dengan aterosklerosis. Pemicu trombosis ada dua, yaitu akibat rupturnya plak aterosklerosis sehingga protein prokoagulan terpapar dengan darah yang akan memicu koagulasi darah, dan akibat kontak antara darah dengan endotel yang rusak (Krysiak et al., 2010; El-Hagracy et al., 2010). Tissue factor merupakan pemicu kaskade koagulasi yang paling kuat dan didapatkan peningkatan kadarnya pada DM dan sindrom koroner akut (Meerarani et al., 2007) sedangkan PAI-1 merupakan inhibitor fisiologis utama untuk t-PA (tissue plasminogen activator) dan u-PA (urokinase plasminogen activator) sehingga menghambat fibrinolisis (Ludwig et al., 2005). Pada DM terjadi peningkatan kadar TF (Zoccai et al., 2003; Alzahrani dan Ajjan, 2010; El-Hagracy et al., 2010) dan peningkatan kadar PAI-1 (Zoccai et al., 2003; Creager et al., 2003; Schneider dan Sobel, 2005; Dunn dan Grant, 2005; Virella dan Virella, 2005; Ludwig et al., 2005; Alzahrani dan Ajjan, 2010; Krysak et al., 2010). Statin, suatu HMG-CoA (3-hydroxy-3-methylglutaryl-Coenzym A) reduktase inhibitor mempunyai berbagai efek terhadap hemostasis dan fibrinolisis. Statin menunjukkan sifat antitrombosis dengan menekan ekspresi dan aktivitas TF, serta meningkatkan faktor profibrinolisis t-PA dengan menekan sintesis PAI-1 (Mason, 2003). Penelitian in-vitro mendapatkan hasil yang meyakinkan bahwa simvastatin mampu menurunkan kadar TF dan PAI-1 (Krysak et al., 2003), tetapi penelitian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
klinis dengan simvastatin terhadap PAI-1 mendapatkan hasil yang bervariasi, serta belum ada penelitian yang mengukur efek simvastatin terhadap kadar TF dan PAI-1 sekaligus dalam satu penelitian meskipun TF merupakan pemicu utama kaskade koagulasi sedangkan PAI-1 merupakan inhibitor kuat proses fibrinolisis dimana keduanya berperan sinergistik dalam proses trombosis. Berdasarkan kesenjangan tersebut diatas maka disusunlah penelitian ini untuk mengetahui pengaruh simvastatin terhadap kadar TF dan PAI-1 pada pasien DM tipe 2.
B. Rumusan Masalah 1. Apakah simvastatin berpengaruh terhadap kadar TF pada pasien DM tipe 2. 2. Apakah simvastatin berpengaruh terhadap kadar PAI-1 pada pasien DM tipe 2.
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh simvastatin terhadap faktor-faktor protrombosis pada pasien DM tipe 2 2. Tujuan khusus: a. Mengetahui pengaruh simvastatin terhadap kadar TF pada pasien DM tipe 2. b. Mengetahui pangaruh simvastatin terhadap kadar PAI-1 pada pasien DM tipe 2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis: Mengetahui pengaruh simvastatin terhadap faktor-faktor protrombosis pada pasien DM tipe 2. 2. Manfaat terapan: Mengetahui pengaruh simvastatin terhadap kadar TF dan PAI-1 pada pasien DM tipe 2, yang mana keduanya bekerja sinergistik terhadap kejadian trombosis
yang berperan penting dalam
perkembangan progresivitas
aterosklerosis dan kejadian klinik sehubungan rupturnya plak aterosklerosis. Bila didapatkan penurunan kadar TF dan PAI-1 pada penelitian ini, maka simvastatin dapat digunakan untuk menekan kejadian penyakit kardiovaskuler yang merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada DM tipe 2.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Diabetes melitus Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronik dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduaduanya (Bennet dan Knowler, 2006; ADA, 2010). DM tipe 2 merupakan tipe terbanyak, yaitu sekitar 90% total pasien diabetes (Ludwig et al., 2005; Bennet dan Knowler, 2006). Pandangan tradisional tentang aterosklerosis sebagai akibat patologis deposisi lipid didalam dinding arteri, telah di re-definisi dengan teori yang lebih kompleks dimana disfungsi endotel sebagai pemeran utama (Mannarino dan Pirro, 2008). Disfungsi endotel berperan dalam patogenesis dan manifestasi klinis aterosklerosis, telah dibuktikan berhubungan dengan DM tipe 2 dan resistensi insulin pada penelitian ekperimental dan klinis (Van der Oever et al., 2010; Tabit et al., 2010; Balasubramaniam et al., 2012; Bambang, 2012). Diabetes melitus tipe 2, tidak hanya didapatkan hiperglikemia saja tetapi juga disertai dislipidemia, resistensi insulin, hipertensi dan obesitas, yang kesemuanya merupakan gambaran sindroma metabolik (Skrha, 2007). Beberapa faktor risiko seperti oxLDL, hipertensi, angiotensin II, merokok, homosistein dan DM dapat commit to user 5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
merangsang enzim NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate) oksidase pada mitokondria sehingga akan terjadi stres oksidatif akibat peningkatan ROS (reactive oxygen species) yang akan menyebabkan disfungsi endotel seperti tampak pada gambar 2.1 (Bambang, 2012).
Gambar 2.1. Faktor risiko kardiovaskuler dan disfungsi endotel. (dikutip dari Bambang, 2012 modifikasi dari Gibbons, 1997). a. Patogenesis komplikasi DM Empat mekanisme terjadinya komplikasi pada DM; polyol pathway, AGEs pathway, PKC pathway dan hexosamine pathway, bukan merupakan proses yang berjalan sendiri-sendiri akan tetapi suatu kesatuan proses dengan faktor pemicu yang sama yaitu ROS (Brownlee, 2005; Skrha, 2007; Brownlee et al., 2008; Van den Oeven et al., 2010). Produksi ROS yang berlebihan akan menyebabkan ketidakseimbangan antara ROS (oksidan) dengan scavenger system (antioksidan) dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
berlanjut dengan terpicunya empat mekanisme komplikasi DM seperti tampak pada gambar 2.2 (Skrha, 2007; Van den Oeven et al., 2010).
Hiperglikemia
Mitokondria ROS
Polyol pathway
DAG/PKC pathway
AGE pathway
Hexosamine pathway
Stress oksidatif
Disfungsi endotel
Komplikasi DM
Gambar 2.2. Mekanisme terjadi komplikasi DM. (dikutip dari Van den Oeven et al., 2010).
a.1. Sumber ROS pada DM tipe 2 Peningkatan masukan glukosa ke sel endotel melalui GLUT-1 (glucosa transporter-1) akan menyebabkan meningkatnya metabolisme glukosa sehingga terjadi hiperaktivasi rantai transport elektron di mitokondria sehingga terjadi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
overproduksi ROS (Brownlee, 2005; Skrha, 2007; Brownlee et al., 2008; Van den Oeven et al., 2010; Tabit et al., 2010). Pada kondisi fisiologis, produksi ROS melalui rantai respirasi ini hanya sekitar 5%, yaitu terbentuk O2- (superoksida) (Beltowski, 2005). Rantai transport elekron di mitokondria secara sederhana digambarkan sebagai berikut. Ketika glukosa dimetabolisme melalui siklus Kreb (TCA cycle; tricarboxylic acid cycle) akan dihasilkan donor elektron dalam bentuk NADH (reduced nicotinamide adenine dinucleotide) dan FADH2 (flavine adenine dinucleotide). Elektron dari NADH masuk ke kompleks I sedangkan FADH2 ke kompleks II, kemudian berturut-turut ke coenzim Q, kompleks III, sitokrom C, kompleks IV dan terakhir ke molekul O2 yang akan direduksi menjadi air. Rangkaian reaksi tersebut merupakan pompa proton yang akan menyebabkan terjadinya perbedaan gradien. Perbedaan gradien tersebut menimbulkan energi yang akan memutar ATP sintase sehingga terbentuk ATP (Mayes dan Botham, 2003; Brownlee, 2005; Brownlee et al., 2008). Pada kondisi hiperglikemia, akan terbentuk lebih banyak NADH dan FADH2 akibat peningkatan metabolisme glukosa melalui siklus Kreb, yang pada titik batas tertentu akan terjadi blokade transport elektron di kompleks III sehingga terjadi penumpukan elektron di coenzim Q. Elektron ini akan direaksikan dengan molekul O2 sehingga terbentuk O2- (superoksida). Bila produksi O2- melebihi kemampuan SOD (superoxide dismutase) maka akan terbentuk ROS seperti tampak pada gambar 2.3 (Brownlee, 2005; Brownlee et al., 2008). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
Gambar 2.3. Rantai elektron transport di mitokondria. (dikutip dari Brownlee et al., 2008). Mekanisme diatas menjelaskan terbentuknya ROS akibat hiperglikemia yang mendasari komplikasi mikrovaskuler DM, sedangkan yang mendasari komplikasi makrovaskuler DM adalah ROS akibat adanya resistensi insulin (Brownlee, 2005). Resistensi insulin menyebabkan peningkatan pelepasan FFA (free fatty acid) dari jaringan lemak. Pada sel endotel makrovaskuler, tidak pada mikrovaskuler, peningkatan FFA akan menyebabkan peningkatan oksidasi FFA di mitokondria. Karena oksidasi asam lemak dan oksidasi asetil CoA yang berasal dari FFA menghasilkan donor elektron yang sama dengan oksidasi glukosa, yaitu NADH dan FADH2 maka peningkatan oksidasi FFA akan menyebabkan peningkatan produksi ROS dengan mekanisme yang sama seperti pada hiperglikemia seperti tampak pada gambar 2.4 (Brownlee et al., 2008).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
Gambar 2.4. Produksi ROS pada resistensi insulin. (dikutip dari Brownlee et al., 2008).
a.2. Mekanisme ROS mengaktivasi empat mekanisme komplikasi DM Peningkatan produksi ROS, yaitu O2- (superoxide) pada rantai transport elektron di mitokondria merupakan kunci aktivasi empat mekanisme komplikasi DM. Produksi
O2-
akibat hiperglikemia
akan
menurunkan aktivitas
GAPDH
(glyceraldehide-3-phosphate dehydrogenase) sebesar 66% akibat ribosilasi poli ADP pada GAPDH oleh enzim PARP (poly ADP-ribose polymerase). Enzim PARP ini aktif karena rusaknya DNA akibat ROS (Van den Oever et al., 2010). Enzim PARP merupakan enzim yang bertugas untuk memperbaiki kerusakan DNA dan akan aktif bila ada kerusakan struktur DNA. Ketika teraktivasi, akan memecah NAD (nicotinamide adenine dinucleotide) menjadi NA (nicotinic acid) dan ADP-ribose (adenosine diphosphate). PARP kemudian memicu polimerisasi ADPribose yang akan terakumulasi pada GAPDH sehingga mengganggu aktivitas enzim commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
ini dalam glikolisis dan berakibat terakumulasinya metabolit glikolisis seperti tampak pada gambar 2.5 (Brownlee et al., 2008).
Gambar 2.5. Mekanisme ROS mengaktivasi empat mekanisme komplikasi DM. (dikutip dari Schalkwijk dan Stehouwer, 2005).
Akumulasi glyceraldehide-3-phosphate akan mengaktivasi AGEs pathway dan PKC pathway karena prekursornya yaitu methylglyoxal (prekursor AGEs) dan diacylglycerol (DAG, prekursor PKC), terbentuk dari glyceraldehide-3-phosphate. Metabolit yang lebih atas lagi yaitu fructose-6-phosphate akan mengaktivasi hexosamine pathway dan metabolit tertinggi yaitu glukosa akan mengaktivasi polyol pathway (Schalkwijk dan Stehouwer, 2005; Brownlee et al., 2008). Hiperglikemia juga akan meningkatkan produksi ROS selain dari rantai transport elektron di mitokondria, yaitu hiperglikemia akan mengaktivasi enzim NADPH oksidase dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
uncouple eNOS serta akan menekan aktivitas enzim katalase dan SOD (superoxide dismutase). AGEs pathway juga berperan meningkatkan ROS (Schalkwijk dan Stehouwer, 2005; Van den Oever et al., 2010). Tampak jelas terjadi lingkaran setan produksi ROS pada diabetes melitus. Reactive oxygen species pada konsentrasi rendah dapat berfungsi sebagai signal molekul yang berperan pada aktivitas seluler seperti pertumbuhan sel dan respon adaptasi. Pada konsentrasi tinggi akan menyebabkan stres oksidatif, celluler injury dan apoptosis. ROS dapat mempengaruhi banyak jalur signal seluler seperti Gprotein, protein kinase, ion channel dan faktor transkripsi. Pada akhirnya, ROS yang timbul akibat hiperglikemia dapat menginduksi aktivasi dan disfungsi endotel dengan berbagai mekanisme seperti peroksidasi membran lipid, aktivasi NF-ĸβ dan menurunkan aktivitas NO (Van den Oever et al., 2010). Hiperglikemia mengakibatkan disfungsi metabolik melalui peningkatan produksi superoksida pada mitokondria yang akan mengaktivasi enzim PARP sehingga terjadi penumpukan metabolit glikolisis seperti DAG, metylglyoxal, hexosamine dan polyol pathway (a). Stres oksidatif akibat hiperglikemia akan diperkuat lagi oleh kelebihan produksi DAG dan penurunan NADH+ / reduced gluthatione (GSH) yang akan mengaktivasi reseptor AGE (RAGE). Stres oksidatif akan menurunkan kemampuan mediator protektif (bioavailabilitas NO) dan akan meningkatkan aktivasi NF-ĸβ sehingga terjadi peningkatan produksi sitokin proinflamasi (b), seperti tampak pada gambar 2.6 (Funk, Yurdagul dan Orr , 2012). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
Gambar 2.6. Hubungan hiperglikemia dengan inflamasi. (dikutip dari Funk, Yurdagul dan Orr , 2012).
b. Implikasi klinis disfungsi endotel Endotel berfungsi mempertahankan homeostasis vaskuler melalui kompleks interaksi multipel antar sel pada lumen dan dinding pembuluh darah. Pertama, endotel mengatur tonus vaskuler dengan menyeimbangkan antara vasodilator dan vasokonstrikor. Kedua, endotel mengontrol blood fluidity and coagulation dengan memproduksi faktor-faktor yang mengatur aktivitas platelet, kaskade koagulasi dan fibrinolisis. Ketiga, endotel mempunyai kemampuan memproduksi sitokin dan molekul adhesi yang mengatur proses inflamasi (Widlansky et al., 2003). Disfungsi endotel merujuk pada kondisi menurunnya kemampuan endotel untuk mempertahankan homeostasis vaskuler, baik pada kondisi basal ataupun commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
setelah stimulasi, sehingga terjadi perburukan fungsi organ (Van den Oever et al., 2010; Balasubramanian et al., 2012). Disfungsi endotel akan memicu endotel untuk mengekspresikan sitokin proinflamasi, yaitu TNF-α, IL-1β, IL-6 dan TGF-β1. Bila proses ini tidak terkontrol dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan aterosklerosis dan komplikasi pada target organ, yaitu ginjal, jantung, pembuluh darah koroner dan serebral (Van den Oever et al., 2010; Bambang, 2012).
c. Diabetes melitus, disfungsi endotel dan protrombosis Endotel memproduksi molekul protrombosis seperti TF, PAI-1, thromboxane dan vWF (von Willibrand’s factor)
dalam kondisi seimbang dengan produksi
molekul antitrombosis seperti NO, heparin, tPA dan trombomodulin. Pada DM, keseimbangan tersebut bergeser ke kondisi protrombosis dan antifibrinolisis. Hal ini terjadi akibat menurunnya sinyal melalui PI-3K pathway tetapi tidak terjadi gangguan sinyal yang melalui MAPK pathway yang merupakan ciri khas resistensi insulin pada DM tipe 2. Terjadi juga peningkatan aktivitas NADPH oksidase sehingga produksi superoksida (O2-) meningkat (Balasubramaniam et al., 2012). ROS akan menurunkan NO dan mengaktivasi NFĸβ sehingga mengaktivasi transkripsi gen untuk produksi VCAM-1, e-selectin, ICAM, IL-1, IL-6, IL-8, TF, PAI dan iNOS (Van den Oever et al., 2010; Funk, Yurdagul dan Orr, 2012). Hubungan antara inflamasi dengan koagulasi sangat kompleks, inflamasi akan menggeser keseimbangan hemostasis kearah koagulasi dan jauh dari antikoagulan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
sebaliknya koagulasi tidak hanya terbentuk fibrin dan aktivasi trombosit tetapi juga mengakibatkan pengaktifan sel endotel vaskuler yang berperan untuk aktivasi lekosit (Guntur, 2008; Suradi, 2011). Proses inflamasi secara langsung berhubungan dengan aktivasi sistem koagulasi dan fibrinolisis dengan cara mengaktifkan NF-ĸβ (nuclear factor-ĸβ). Interleukin-6 nampaknya sebagai sitokin utama yang melibatkan pengaktifan koagulasi dengan meningkatnya TF sedangkan TNF-α sebagian besar dilibatkan pada disregulasi jalur antikoagulasi dengan menghambat TFPI (tissue factor pathway inhibitor) dan AT III (antithrombin III) serta
menekan fibrinolisis melalui
peningkatan PAI-1 seperti tampak pada gambar 2.7 (Guntur, 2008).
Gambar 2.7. Hubungan inflamasi dengan sistem koagulasi dan fibrinolisis. (dikutip dari Guntur, 2008 sitasi Levi et al., 1999) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
Balasubramaniam et al. (2012) mendukung penjelasan diatas dan menyatakan bahwa protrombosis pada DM akibat adanya disregulasi pada sistem koagulasi dan fibrinolisis, yaitu meningkatnya aktivitas sistem koagulasi yang ditandai dengan peningkatan kadar TF, F VII, trombin, tingginya kadar IL-6 dan fibrinogen, tetapi disisi lain terjadi penurunan aktivitas fibrinolisis akibat peningkatan PAI-1 (Balasubramaniam et al., 2012). Penjelasan singkat hubungan DM dengan protrombosis dapat dijelaskan dengan imunopatogenesis (Guntur, 2000) sebagai berikut; hiperglikemia bertindak sebagai DAMP (damage associated molecular pattern) akan ditangkap oleh APC (antigen processing and presenting cell) melalui TLR 9 (toll like receptor) dan akan mempresentasikannya melalui MHC II (major histocompatibility complex II) yang akan menggeser keseimbangan kearah Th1 yang akan memproduksi CSF (colony stimulating factor) dan IFN-γ (interferon-γ). CSF akan mengaktifkan netrofil, sedangkan IFN-γ akan mengaktivasi makrofag mengeluarkan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6 dan IL-8. Kondisi inilah yang disebut sebagai low grade inflamation pada DM yang akan menyebabkan disfungsi endotel sehingga terjadi peningkatan produksi TF dan PAI-1 oleh endotel seperti tampak pada gambar 2.8 (Guntur, 2000). Diabetes melitus tidak hanya menyebabkan perubahan kuantitas faktor-faktor yang berpengaruh pada koagulasi dan fibrinolisis tetapi juga menyebabkan perubahan kualitas struktur jendalan (clot/trombus) yang terbentuk. Percobaan dengan plasmapurified fibrinogen 150 pasien DM tipe 2 dibandingkan 50 kontrol sehat, ditemukan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
jendalan/clot pasien DM lebih padat, ukuran pori-pori lebih kecil, benang fibrin lebih tebal dan percabangan lebih banyak. Hal ini karena terjadi modifikasi post translation pada fibrinogen. Akibatnya jendalan/clot pada DM lebih sulit dilisiskan dibanding kontrol (Alzahrani dan Ajjan, 2010).
IMUNOPATOGENESIS APC
LPS
C3a, C5a IMUNO.COM
LPS bp
C7a
CD 4+
CD 14
TLR 4
TH - 1 TH - 2
IL 8 IL 6
IL -1
PaI-1↑
PGE
2
NO
IL - 10 IL - 4 IL - 5 IL - 6
B cell
CSF
N Compl.
TNF - a
MOD
TCR
IFN - g
TLR2
SEPSIS
SUPER ANTIGEN
Ig IL-2
CD 8+
ICAM -1
TF-VIIA ↑
NK
SHOCK SEPTIC
1
(Guntur, 2000)
Gambar 2.8. Imunopatogenesis. (dikutip dari Guntur, 2008).
2. Tissue Factor (TF) a. Struktur protein TF Tissue factor disebut juga thromboplastine atau factor III; merupakan glikoprotein transmembran dengan berat molekul 47 kDa terdiri dari 263 polipeptida commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
asam amino rantai tunggal, diklasifikasikan sebagai CD 142 (reseptor sitokin klas II) dengan 219 asam amino ekstraseluler N-terminus, 23 asam amino transmembran dan 21 asam amino intraseluler C-terminus (Tremoli et al., 1999; Steffel et al., 2006; Monroe, 2010; Breintenstein et al., 2010; Chu, 2011). Regio ekstraseluler mengandung binding domain FVII/VIIa. Extracelluler soluble form (sTF) dapat dilepaskan dari sel endotel sebagai respon terhadap sitokin proinflamasi. Domain intraseluler dapat mengalami serine phosphorylation yang dapat merubah fungsinya, sebagai contoh domain sitoplasmik dapat menekan ekspresi TF akibat tertekannya fosforilasi Erk1/2 ( Chu, 2011). Gen yang bertanggung jawab untuk produksi TF terletak pada kromosom 1p21-p22, tersusun atas enam exon dan lima intron dengan panjang sekitar 12 kb (kilo basa). Exon pertama untuk bagian promoter (signal peptide), kedua sampai kelima untuk domain ekstraseluler sedangkan exon keenam untuk domain transmembran dan sitoplasmik (Tremoli et al., 1999; Monroe, 2010). Bagian promoter memungkinkan gen ini diatur oleh rangsangan (seperti pada monosit, makrofag, sel endotel) ataupun produksi terus menerus (seperti pada fibroblast, sel epitel). Lima Sp1 untuk produksi basal TF di banyak sel dan dua enhancer didapatkan pada bagian promoter. Proksimal enhancer untuk induksi oleh growth factor dan phorbol ester dan distal enhancer untuk induksi oleh LRE (LPS responsive region) yang terdiri dari dua AP-1 yang berikatan dengan c-fos/c-jun heterodimer dan satu ĸβ yang akan dikenali oleh c-rel/p65 heterodimer, termasuk famili faktor NFĸβ/rel transcription (Tremoli et al., 1999). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
Ekspresi TF secara terus-menerus didapatkan pada beberapa sel seperti fibroblas, otot polos dan sel epitel, tetapi pada penelitian kultur sel didapatkan hasil bahwa bagian prmoter TF dapat diinduksi oleh LPS, IL-1β dan TNF-α (Maly et al., 2007). Sitokin proinflamasi ini akan menginduksi fosforilasi IĸBα sehingga terjadi translokasi NF-ĸβ ke nucleus, berikatan dengan urutan gen DNA tertentu sehingga terjadi aktivasi trasnkripsi gen TF (Tremoli et al., 1999).
b. Ekspresi TF Tissue factor biasanya dalam bentuk inaktif (encrypted) dan akan teraktivasi menjadi bentuk aktif (crypted) bila ada kerusakan vaskuler (vascular injury) akibat paparan PDI (protein disulfide isomerase) dengan PS (phosphatidylserine). Inflamasi (LPS, ILs, TNF-α, CRP, C pneumoniae), IFN, MCP-1, ICAM, p-selectin, CD40/40L, PDGF, oxLDL, Lp(a), angiotensin II, plasmin, complement anaphylatoxin C5a, antiphospholipid antibody, AGEs dan hipoksia akan mengakibatkan upregulasi aktivasi TF (Chu, 2011). Secara umum, ekspresi TF diperantarai oleh aktivasi kinase sinyal intraseluler seperti PKC, MAPK (Erk, p38) dan komponen sinyal yang lain seperti faktor transkripsi AP-1, NF-ĸβ, Erg-1 (Tremoli et al., 1999; Steffel et al., 2006; Breintenstein et al., 2010; Chu, 2011). Downregulasi ekspresi TF bila ada paparan HMG-CoA reduktase inhibitor, cyclooxygenase inhibitor, paclitaxel, phosphatidylcholine, nikotinamide, NO, soluble guanylate cyclase, hydroxyurea, etil piruvat, DMSO (dimethyl sulfoxide), ACE inhibitor, adiponekin, retinoic acid, all trans retinoic acid, vitamin D3, PPARα commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
agonist, pentoksifilin, indobufen, phenolics/resveratrol derivative, amiodarone, metformin, peningkatan sinyal cAMP, dan PI-3K/Akt/PKB. Short hairpin RNA, miR19, hairpin ribozyme dan antisense ODN menekan translasi dan ekspresi TF mRNA (Chu, 2011). Sel endotel, pada kondisi fisiologis, hanya sedikit sekali mengekspresikan TF. Akan tetapi sitokin seperti TNF-α, IL-1β, CD40 ligand, biogenik amin seperti histamin, serotonin dan mediator seperti trombin, oxLDL serta VEGF dapat menginduksi ekspresi TF bila berikatan dengan reseptornya seperti tampak pada gambar 2.9. Stimulasi ini akan mengaktivasi MAPK (mitogen activated protein kinase) p38, ERK (extracellular-signal regulated kinase) dan JNK (c-jun terminal kinase) (Steffel et al., 2006; Breintenstein et al., 2010). TNF-α, histamin dan trombin akan mengaktivasi melalui MAPK p38, ERK dan JNK, sedangkan VEGF mengaktivasi melalui MAPK p38 dan ERK. TNF-α dan VEGF juga diketahui mengaktivasi ekspresi TF melalui PKC (Steffel et al., 2006) dan trombin juga mengaktivasi melalui Rho-kinase pathway (Breintenstein et al., 2010). Sinyal transduksi tersebut akan mengaktivasi gen TF pada bagian promoter dengan mengaktivasi faktor transkripsi seperti AP-1, NF-ĸβ dan EGR-1, sehingga terjadi upregulasi TF mRNA (Steffel et al., 2006). Dalam hal aktivasi melalui NF-ĸβ, aktivasi MAPK akan mengakibatkan degradasi protein inhibitor Iĸβ sehingga terjadi translokasi NF-ĸβ ke nukleus (Breintenstein et al., 2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Gambar 2.9. Induksi ekspresi dan aktivitas TF. (dikutip dari Steffel et al., 2006). Regulasi negatif ekspresi TF dilakukan oleh PI-3K pathway, berbeda dengan MAPK dan PKC yang mengaktivasi ekspresi TF. Stimulasi sel endotel dengan TNFα, trombin ataupun VEGF akan menginhibisi PI-3K disatu sisi tetapi justru mengaktivasi MAPK disisi lain, sehingga terjadi peningkatan ekspresi TF. Telah diketahui keterlibatan downstream target PI-3K seperti Akt dan GSK-3β (glycogen synthase kinase-3β), dimana Akt menghambat aktivasi MAPK sedangkan GSK-3β mengatur pada tingkat transkripsi gen. Downstream target PI-3K yang lain seperti mTOR (mammalian target of rapamycin) dan p70S6 menghambat pada tingkat translasi TF (Breintenstein et al., 2010). Mekanisme sinyal yang terlibat pada regulasi TF tampak pada gambar 2.10 dimana stimulasi MAPK (p38, ERK, JNK) dan PKC akan mengaktivasi pada tingkat transkripsi sehingga terjadi peningkatan TF mRNA dan selanjutnya peningkatan ekspresi TF. Sedangkan PI-3K akan menghambat ekspresi TF pada tingkat transkripsi oleh Akt dan tingkat translasi oleh mTOR dan p70S6 (Breintenstein et al., 2010). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
Gambar 2.10. Mekanisme sinyal yang terlibat pada regulasi TF. (dikutip dari Breintenstein et al., 2010).
Tissue factor tidak hanya ditemukan pada sel vaskuler saja tetapi juga ditemukan dalam darah, yang disebut circulating atau blood-borne TF (Steffel et al., 2006). Sumber blood-borne TF adalah monosit, eosinofil, platelet, MPs (microparticles) dan asTF (alternative splicing TF). Monosit merupakan sumber utama blood-borne TF (Bogdanov dan Osterud, 2010; Breintenstein et al., 2010). Vaidyula et al telah membuktikan pada sukarelawan sehat bahwa kombinasi hiperglikemia dan hiperinsulinemia pada kadar seperti DM tipe 2 akan meningkatkan ekspresi TF pada monosit dan meningkatkan interaksi antara monosit dengan platelet. Lebih lanjut juga melaporkan pada pasien DM tipe 2, terjadi peningkatan basal bloodborne TF dan TF mRNA pada monosit (Bogdanov dan Osterud, 2010). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
Mediator proinflamasi yang berasal dari Th1 (T helper type 1) seperti IFN-γ (interferon-γ) dan TNF-α akan menginduksi ekspresi TF pada monosit. Transformasi makrofag menjadi sel busa (foam cell) juga akan meningkatkan ekspresi TF. Sedangkan mediator yang berasal dari Th2 seperti IL-4, IL-10 dan IL-13 mencegah Th1 menginduksi ekspresi TF (Breintenstein et al., 2010).
3. Plasminogen Activator Inhibitor – 1 (PAI-1) a. Struktur protein PAI-1 Plasminogen activator inhibitor-1 adalah glikoprotein rantai tunggal dengan berat molekul ± 50 kDa yang merupakan anggota famili serpin (serine proteinase inhibitor) (Aso, 2007). Bentuk matur yang disekresi terdiri dari 379 asam amino dan mengandung ± 13% karbohidrat. Pusat reaksi inhibisi PAI-1 terletak pada reactive centere loop (RCL) yang mengandung Arg346 –Met
347
pada carboxy terminus
sebagai pseudosubstrat target protease serin (Binder et al., 2002; Hajjar, 2010). Serpin ini aktivitasnya tidak stabil, supaya aktivitasnya stabil maka akan membentuk komplek dengan vitronectin yang merupakan komponen plasma dan matrik periseluler (Hajjar, 2010). Gen PAI-1 terletak pada lengan panjang kromosom 7 (q21,3 – q22) terdiri dari sembilan ekson dengan panjang 12,2 kb (kilo basa) (Aso, 2007; Hajjar, 2010). Terdapat dua jenis mRNA PAI-1 pada manusia dengan panjang yang berbeda, yaitu 2,3 kb dan 3,3 kb. mRNA yang panjang dengan akhiran 3’ mengandung AT-rich commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
sequence, bertanggung jawab untuk stabilitas mRNA. Urutan dengan akhiran 5’ yang lebih pendek, mengandung TATA box (transcription initiation site) dan regulatory element, sehingga bagian ini disebut bagian promoter (Binder et al., 2002; Aso, 2007).
b. Ekspresi PAI-1 Ekspresi PAI-1 dapat ditingkatkan pada tingkat transkripsi oleh banyak faktor seperti growth factor dan sitokin (TGF-β1, IL-1, FGF, VEGF), hormon (glukokortikoid, insulin), mediator inflamasi (TNF-α, LPS), metabolit glukosa dan lipid (glukosa, FFA, triglycerol, VLDL), faktor yang mengatur tonus vaskuler (angiotensin II), bahan kimia (phorbol ester), dan faktor lingkungan/fisik (ROS, hipoksia, stres, luka) (Huang dan Lee, 2005). Ekspresi PAI-1 ditekan oleh forskolin dan endothelial growth factor ketika ada heparin (Hajjar, 2010). Sejumlah elemen pengatur ekspresi gen PAI-1 telah ditemukan pada bagian promoter, diantaranya dua elemen Sp1 (pada -42 dan -73) yang memperantarai respon terhadap glukosa, HIF (hypoxia responsive element, pada -194), VLDL elemen (pada -672/-657), SMAD 3 dan 4 (pada -280, -580, -730) yang memperantarai respon terhadap TGF-β. CCAAT enhancer (pada -226) yang memperantarai upregulasi oleh IL-1 dan IL-6. TNF-α meningkatkan PAI-1 melalui NF-ĸβ binding site yang terletak pada -14,7 kb. Polimorfisme 4G/5G (pada -653 ) juga berperan pada ekspresi PAI-1 meskipun masih diperdebatkan (Kruithof, 2008). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
Jalur sinyal transduksi yang berperan dalam respon PAI-1 terhadap inflamasi telah diketahui, yaitu MAPK pathway dan NFĸβ. Stimulus ekstraseluler seperti sitokin proinflamasi, growth factor, TLR (toll like receptor) ligand dan ligand dari Gprotein receptor akan mengaktivasi kaskade fosforilasi, yaitu MAP3K akan mengaktivasi MAP2K yang selanjutnya mengaktivasi MAP kinase melalui MAPK p38, ERK dan c-jun-N-terminal kinase (JNK), yang akan mengaktivasi faktor transkripsi. IL-1 dan LPS mengaktivasi melalui NFĸβ, aktivasi Iĸ-kinase akan memfosforilasi Iĸβ, selanjutnya terjadi pelepasan NFĸβ ke nukleus dibagian promoter. MAPK dan NFĸβ saling berinteraksi pada beberapa titik seperti MAP3K2, MAP3K3 dan MAP3K7 (TAK1) sehingga mampu memfosforilasi Iĸβ dan menginduksi pelepasan NFĸβ (Kruithof, 2008). Plasminogen activator inhibitor-1 plasma berada tiga bentuk molekul yang berbeda, yaitu aktif, inaktif (cleaved) dan laten. Bentuk aktif berada dalam sirkulasi dengan half life 10 menit, untuk segera dirubah menjadi bentuk laten. PAI-1 menunjukkan variasi mengikuti irama sirkadian dengan konsentrasi puncak pada pagi hari dan segera menurun kadarnya pada siang hari (Aso, 2007). Bentuk aktif mampu berikatan dengan plasminogen activator (PA), baik itu t-PA (tissue type plasminogen activator) ataupun u-PA (urokinase type plasminogen activator) sehingga menjadi bentuk inaktif (cleaved) yang stabil dan segera dibuang melalui liver (Aso, 2007). Bentuk laten mempunyai stabilitas yang baik akan tetapi tidak mempunyai aktivitas inhibitor karena tidak mempunyai reactive center loop (Binder et al., 2002). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
4. Statin a. Struktur, sumber dan sifat statin Statin adalah obat yang paling efektif dan paling dapat ditoleransi dengan baik untuk mengatasi peningkatan LDL-C (low-density lipoprotein cholesterol). Obat ini merupakan kompetitif inhibitor HMG-CoA (3-hydroxy-3-methylglutaryl coenzim A) reduktase, enzim yang bertanggung jawab merubah HMG-CoA menjadi mevalonat yang merupakan langkah penentu kecepatan biosintesis kolesterol (Tamargo et al., 2007; Goodman dan Gillman, 2008; Sadowitz et al., 2010). Statin mempunyai struktur mirip HMG-CoA yang dapat menghambat HMG-CoA reduktase dengan cara mengikat sisi aktif enzim tersebut sehingga tidak dapat berikatan dengan substrat aslinya (Tamargo et al., 2007; Yanez et al., 2008). Hal ini akan berakibat HMG-CoA tidak dapat dirubah menjadi mevalonat dan akan terjadi penurunan sintesis kolesterol terutama di hepatosit (Yanez et al., 2008). Statin berdasarkan sumbernya dibagi menjadi dua, yaitu statin produk alamiah yang berasal dari metabolit jamur, dan produk sintetik. Produk alamiah disebut juga statin generasi pertama memiliki decaline ring/hexahydronaphtalene ring, seperti lovastatin, pravastatin dan simvastatin, sedangkan produk sintetik disebut juga generasi kedua memiliki fluorophenyl group, seperti fluvastatin, atorvastatin dan rosuvastatin (Beltowski, 2005; Tamargo et al., 2007). Produk sintetik mempunyai efek yang lebih kuat, tetapi juga memiliki efek samping yang lebih buruk yaitu rhabdomyolysis (Fenton et al., 2005). Statin generasi ketiga yang merupakan produk sintetik, yaitu cerivastatin, telah ditarik dari pasaran sejak tahun 2001 karena commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
menyebabkan rhabdomyolysis yang fatal (Beltowski, 2005; Fenton et al., 2005), dilaporkan 31 pasien meninggal karena penyakit ginjal akut akibat rhabdomyolysis (Stancu dan Sima, 2001). Struktur statin dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu analog HMG-CoA, struktur hydrophobic ring yang berikatan dengan HMG-CoA redukatase dan side ring group yang menentukan solubilitas statin (Sadowitz et al., 2010). Atorvastatin, fluvastatin, lovastatin, pitavastatin, cerivastatin dan simvastatin adalah lipofilik statin, sedangkan pravastatin dan rosuvastatin adalah hidrofilik statin (Tamargo et al., 2007; Sadowitz et al., 2010). Lipofilik statin dapat dengan mudah menembus membran sel di semua organ, akumulasinya di hepatosit karena difusi pasif, sedangkan akumulasi hidrofilik statin di liver melalui carrier-mediated uptake. Distribusi lipofilik statin jauh lebih luas dibandingkan hidrofilik statin sehingga efek pleiotrofik lipofilik statin lebih banyak dibandingkan hidrofilik statin (Sadowitz et al., 2010).
b. Farmakokinetik dan farmakodinamik statin Absorbsi intestinal statin bervariasi antara 30-50% (Goodman dan Gillman, 2008). Absorbsi lovastatin meningkat bila disertai makan, sedangkan pravastatin, absorbsinya menurun bila disertai makanan. Statin yang lain, absorbsinya tidak dipengaruhi makanan. Pemberian statin sebaiknya pada malam hari karena sintesis kolesterol endogen paling tinggi saat malam (Knopp, 1999). Semua statin diberikan sudah dalam bentuk active β-hydroxy acid, kecuali simvastatin dan lovastatin yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
masih dalam bentuk inactive lactone sehingga perlu dirubah menjadi bentuk active βhydroxy acid di liver (Goodman dan Gillman, 2008; Stancu dan Sima, 2001). Seluruh statin yang diserap akan melalui metabolisme pertama di liver, tetapi mekanisme masuk ke liver berbeda-beda. Atorvastatin, pravastatin dan rosuvastatin melalui OATP-2 (organic anion transporter-2), sedangkan bentuk lipofilik lactone dari simvastatin dan lovastatin dengan cara difusi (Goodman dan Gillman, 2008). Liver merupakan organ target statin, persentase dosis statin yang berada di liver sebagai berikut; fluvastatin dan lovastatin > 70%, simvastatin > 80%, pravastatin > 46%, sedangkan atorvastatin dan cerivastatin belum ada data (Stancu dan Sima, 2001). Akibat dari metabolisme pertama di liver menyebabkan bioavailabilitas statin bervariasi antara 5-30% dari dosis yang diberikan. Di plasma, semua statin dan metabolitnya berikatan dengan protein > 95%, kecuali pravastatin dan metabolitnya yang hanya 50% berikatan denga protein plasma (Goodman dan Gillman, 2008). Konsentrasi statin di plasma setelah pemberian oral mencapai puncak setelah 1-4 jam. Waktu paruh komponen induk 1-4 jam, kecuali atorvastatin dan rosuvastatin yang mencapai 20 jam, yang berperan semakin kuat efek menurunkan kolesterolnya. Biotransformasi statin terjadi di liver dan lebih dari 70% diekskresi melalui liver yang selanjutnya dibuang melalui feses (Goodman dan Gillman, 2008). Rute ekskresi utama melalui empedu setelah mengalami biotransformasi di liver, sebagian kecil di ekskresi melalui ginjal sehingga konsentrasinya akan lebih tinggi pada pasien penyakit ginjal dan perlu dosis yang lebih kecil pada pasien dengan penyakit liver. Kontraindikasi semua statin untuk diberikan pada wanita hamil karena bersifat commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
teratogenik, tetapi statin tidak mempengaruhi steroidogenesis di adrenal dan gonadal (Knopp, 1999). Karakteristik statin disajikan pada tabel 2.4 berikut ini. Tabel 2.1. Karakteristik Statin (Knopp, 1999) Karakteristik Lovastatin Pravastatin Simvastatin Atorvastatin Fluvastatin Dosis Max 80 40 80 80 40 (mg/hari) Penurunan 34 34 41 50 24 LDL Penurunan 16 24 18 29 10 TG Peningkatan 8,6 12 12 6 8 HDL Waktu paruh 2 1-2 1-2 14 1,2 (jam) Efek makanan meningkat menurun tidak tidak dpt thd absorbsi berpengaruh berpengaruh diabaikan Waktu pagi/malam sbl tidur malam malam sbl tidur pemberian Tembus SSP ya tidak ya tidak Tidak Ekskresi renal 10 20 13 2 <6 (%) Metabolisme sitokrom Psulfation sitokrom Psitokrom P- sitokrom Phepar 450 3A4 450 3A4 450 3A4 450 2C9
Statin menghambat biosintesis kolesterol, yaitu pada jalur konversi HMGCoA menjadi mevalonat. Ketika sintesis kolesterol dihambat maka hepatosit akan merespon dengan meningkatkan sintesis HMG-CoA dan meningkatkan reseptor LDL pada permukaan hepatosit, sehingga ambilan LDL meningkat (Goodman dan Gillman, 2008; Yanez et al., 2008). Hal ini akan menurunkan kadar LDL kolesterol dari 55% menjadi 22%. Oleh karena itu, efek statin terutama meningkatkan ambilan LDL kolesterol plasma dibandingkan penurunan sintesis kolesterol (Yanez et al., commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
2008). Statin juga dapat menurunkan kadar LDL dengan cara menurunkan produksi VLDL di hepar sehingga prekursor LDL (VLDL dan IDL) akan menurun. Mekanisme ini merupakan penyebab penurunan trigliseride akibat statin dan bertanggung jawab pada penurunan sekitar 25% LDL kolesterol pada pasien familial hiperkolesterolemia homozigot yang diterapi dengan 80 mg atorvastatin atau simvastatin (Goodman dan Gillman, 2008).
c. Efek pleiotrofik statin Statin, selain mempunyai kemampuan menurunkan kadar LDL kolesterol tetapi juga mempunyai efek-efek yang lain. Efek statin selain menurunkan kadar kolesterol seringkali disebut sebagai efek pleiotrofik, yang diambil dari bahasa Yunani; pleio berarti banyak, dan tropos berarti sifat (Kotyla, 2010; Yanez et al., 2008). Efek ini terjadi segera setelah dimulai terapi dan seringkali mendahului efek penurunan kolesterol (Kotyla, 2010). Mekanisme efek pleiotrofik statin berhubungan dengan inhibisi sintesis isoprenoid
intermediates
farnesylpyrophosphate
dan
jalur
mevalonat
geranyl-geranyl
seperti
isopentenyl
pyrophosphate.
adenosine,
Intermediate
ini
berfungsi sebagai pengait protein ke lipid di membran sel (lipid anchors) untuk modifikasi paska translasi sejumlah protein yang terlibat dalam jalur transduksi sinyal intraseluler termasuk heterotrimeric G proteins dan small guanosine-triphosphate (GTP)-binding protein, seperti Ras, Rho dan Rac1 (Tamargo et al., 2007). Small commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
molecular weight G-protein tersebut terlibat dalam proliferasi sel, diferensiasi, apoptosis, migrasi, kontraksi dan pengaturan trankripsi gen (McFarlane et al., 2002). Pengaitan (anchoring) small G-protein ke membran sel
membutuhkan
phrenylation; Ras membutuhkan farnesylation sedangkan Rho membutuhkan geranylgeranylation. Small G-protein berada di sitoplasma dalam bentuk inaktif berikatan dengan GDP (guanosine diphosphate), untuk menjadi aktif membutuhkan phrenylation sehingga GDP menjadi GTP (guanosine triphosphate), kemudian terjadi translokasi ke membran sel yang akan menimbulkan aktivitas biologisnya (McFarlane et al., 2002). Statin akan menghambat proses phrenylation dengan menghambat pembentukan farnesylation dan geranylgeranylation small G-protein dengan cara menghambat konversi HMG-CoA menjadi mevalonat sehingga tidak terbentuk substrat untuk proses phrenylation seperti tampak pada gambar 2.11 (McFarlane et al., 2002; Paul dan Gahtan, 2003, Wolfrum et al., 2003; Tamargo et al., 2007; Yanez et al., 2008; Kotyla, 2010; Sadowitz et al., 2010). Isoprenoids penting untuk mempertahankan fluiditas membran, pertumbuhan dan proliferasi sel, ekspresi gen, assembly cytoskeletal dan motilitas sel, pengambilan lipid dan protein, nuclear transport dan pertahanan host. Efek pleiotrofik statin meliputi memperbaiki disfungsi endotel, modulasi fungsi autonom, stabilisasi plak, antioksidan, antiinflamasi, antitrombotik dan kardioprotektif (Tamargo et al., 2007). Ras berhubungan dengan migrasi dan proliferasi VSMC serta penumpukan fatty streaks. Berbagai penelitian membuktikan, inhibisi aktivasi Ras akan menurunkan progresi aterosklerosis dan hiperplasi neointima (Sadowitz et al., 2010). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
Ras terletak diatas (upstream) jalur MAPK sehingga inhibisi Ras maka akan terjadi inhibisi MAPK (Paul dan Gahtan, 2003).
Gambar 2.11. Efek statin terhadap aktivitas small G-protein. (dikutip dari McFarlane et al., 2002).
Rho mempunyai aktivitas biologis yang sangat luas, meliputi pengaturan actin cytoskeleton, migrasi seluler, perkembangan neuronal, morfogenesis, transkripsi gen dan stabilitas mRNA serta divisi dan adhesi sel. Juga berperan pada struktur dan fungsi vaskuler. Secara singkat, efek Rho terhadap VSMC dan sel endotel adalah proaterogenik (Sadowitz et al., 2010). Rac mengaktifkan NADPH oksidase pada SMC dan endotel, merupakan sumber utama ROS pada dinding vaskuler. Peningkatan produksi ROS akan berakibat terjadinya disfungsi endotel dan perkembangan aterosklerosis. Wassmann et al melaporkan bahwa atorvastatin menurunkan produksi ROS yang dipicu oleh angiotensin II dan EGF (endothelial growth factor). Lebih lanjut dijelaskan bahwa atorvastatin tersebut menurunkan Rac di membran dan meningkatkan Rac di commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
sitoplasmik sehingga terjadi penurunan aktivitas NADPH oksidase (Paul dan Gahtan, 2003). Kureishi et al melaporkan bahwa statin dapat mengaktivasi Akt yang penting dalam metabolisme dan apoptosis. Akt merupakan bagian jalur PI-3K, aktivasi Akt oleh statin akan menghambat apoptosis dan meningkatkan produksi eNOS pada sel endotel (Wolfrum et al., 2003). Aktivasi PI-3K akan merubah keseimbangan kearah antiapoptosis (Bcl-2) sehingga tidak terjadi aktivasi caspase-9 (Wolfrum et al., 2003). Aktivasi Akt mengakibatkan peningkatan ekspresi GLUT-4 (glucose transporter-4) yang akan mengatasi resistensi insulin dan peningkatan produksi eNOS dengan cara melepas ikatan eNOS-caveolin dan mengikatkan eNOS dengan calmodulin (McFarlane et al., 2002). Efek pleiotrofik tersebut dapat dilihat pada gambar 2.12.
Gambar 2.12. Efek pleiotrofik statin. (Tamargo et al., 2007). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Statin mempunyai kemampuan antioksidan sehingga mampu menghambat aktivitas IKK (inhibitor ĸβ kinase) dan NF-ĸβ. Akibatnya NF-ĸβ tetap akan terikat dengan IKβ (inhibitor ĸβ) sehingga tidak bisa mengaktivasi target gen dan tidak terjadi produksi sitokin seperti tampak pada gambar 2.13 (Guntur, 2008).
Gambar 2.13. Sifat antioksidan statin. (dikutip dari Guntur, 2008).
d. Efek samping statin Statin secara umum dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang paling penting adalah toksisitas ke liver dan otot. Miopati dapat terjadi bila inhibitor sitokrom P-450 atau inhibitor metabolisme statin yang lain diberikan bersamaan dengan statin sehingga terjadi peningkatan kadar statin dalam darah (Stancu dan Sima, 2001). Lovastatin, simvastatin, atorvastatin, dimetabolisme oleh sitokrom P450 3A4; fluvastatin oleh sitokrom P-450 2C9; sedangkan pravastatin tidak melalui sitokrom P-450 tatapi melalui proses sulfation. Obat yang menghambat sitokrom P450 akan meningkatkan kadar statin sehingga efek samping juga akan meningkat, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
sedangkan obat yang menginduksi sitokrom P-450 akan menurunkan kadarnya sehingga menurunkan aktivitas biologisnya (Knopp, 1999). Hepatotoksisitas terjadi kurang dari 1% pasien yang diberikan statin dosis tinggi dan lebih jarang lagi pada dosis rendah (Knopp, 1999). Hepatotoksisitas berat sangat jarang terjadi, hanya satu kasus persejuta orang pemakai statin pertahun (Goodman dan Gillman, 2008). Bahkan kebanyakan hepatologis sudah tidak menganggap statin menyebabkan hepatotoksis yang signifikan. Para ahli tersebut menyimpulkan peningkatan aminotransferase sehubungan terapi statin bukan merupakan bukti kerusakan liver (Bader, 2010). Efek samping yang paling signifikan terkait pemakaian statin adalah miopati. Insiden miopati sangat rendah (0,01%) tetapi resiko miopati dan rhabdomyolysis meningkat sesuai dengan peningkatan kadar statin di plasma. Faktor yang menghambat katabolisme statin seperti usia lanjut (>80 tahun), gangguan hepar dan renal, periode perioperatif dan hipotiroidisme akan meningkatkan resiko tersebut. Obat-obat seperti fibrat terutama gemfibrozil, siklosporin, digoxin, warfarin, antibiotik golongan makrolide, mibefradil dan antijamur golongan azole juga meningkatkan resiko miopati (Goodman dan Gillman, 2008). Meta-analisis terhadap tujuh penelitian RCT (randomized control trial) yang melibatkan 29.395 pasien dengan terapi intensif dan kurang intensif statin, diikuti selama minimal satu tahun, didapatkan efek samping peningkatan aminotransferase hanya 1% dan miopati hanya 0,05%. Dan disimpulkan terapi statin aman dan ditoleransi baik (Josan et al., 2008). Pemakaian statin pada wanita hamil dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
menyusui sebaiknya dihindari karena keamanannya belum jelas (Goodman dan Gillman, 2008).
B. Penelitian Relevan Krysiak et al., 2003, melakukan meta-analisis terhadap pemakaian statin dan melaporkan ada empat penelitian dengan simvastatin. (1) Simvastatin 20-40 mg selama 12 bulan pada 30 subyek dengan coronary arterial disease (CAD) dengan kadar kolesterol ≥ 4,0 mmol/L didapatkan tidak didapatkan penurunan signifikan PAI-1 dan tPA. (2) Simvastatin 20-40 mg selama 2 tahun pada 111 subyek dengan kadar kolesterol total ≥ 3,5 mmol/L dan resiko CAD tinggi justru didapatkan peningkatan signifikan kadar PAI-1. (3) Simvastatin 20 mg selama 8 minggu pada 16 subyek post menopause dengan hiperkolesterol dan CAD didapatkan penurunan tidak signifikan PAI-1, terjadi penurunan signifikan setelah pemberian terapi pengganti hormon. (4) Simvastatin 20-40 mg selama 14 minggu pada 13 subyek CAD dan kadar LDL > 130 mg/dL didapatkan penurunan tidak signifikan kadar PAI-1. Beragamnya metode penelitian yang dipakai menentukan hasil penelitian seperti pemilihan subyek, dosis, lama pemberian, saat pengambilan sampel dan faktor-faktor seperti kadar trigliseride, ox-LDL, glukosa darah, resistensi insulin serta obesitas (Krysial et al., 2003). Penelitian pada 63 subyek hiperkolesterol selama 4 dan 12 minggu menggunakan simvastatin 20 mg/hari dan fluvastatin 40 mg/hari didapatkan kecenderungan peningkatan kadar fibrinogen mulai 4 minggu pada kedua kelompok commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
dan setelah 12 minggu terjadi peningkatan signifikan fibrinogen pada kelompok simvastatin meskipun terdapat penurunan bermakna LDL dan kolesterol total pada kedua kelompok. Efek terhadap fibrinogen tidak berkorelasi dengan penurunan profil lipid dan jenis kelamin. Pada penelitian ini dieksklusi pemakaian antilipidemia, antikoagulan, antitrombotik, ACE inhibitor, CCB dan NSAID dalam 3 bulan sebelum penelitian (Okopien et al., 2004). Perlakuan dengan simvastatin 20 mg/hari sampai 12 bulan pada 26 subyek DM tipe 2 didapatkan penurunan signifikan fragmen protrombin (F1+2) dan PAI-1 setelah 6 minggu. Kadar A1c, glukosa puasa dan insulin tidak dipengaruhi oleh simvastatin. Terdapat korelasi positif antara PAI-1 dengan trigliseride dan LDL. Pada penelitian ini kadar A1c antara 7-10%, tidak membedakan jenis kelamin, obat antihipertensi tetap dilanjutkan tetapi pemakaian antilipidemia dan kontrasepsi oral dieksklusi (Ludwig et al., 2005). Penelitian pada 125 subyek dengan risiko tinggi kardiovaskuler non DM selama 12 minggu dengan pioglitazone 30 mg/hari, simvastatin 20 mg/hari dan kombinasi pioglitazone-simvastatin didapatkan penurunan signifikan PAI-1 pada kelompok pioglitazone dan kombinasi pioglitazon-simvastatin. Tidak terdapat penurunan pada kelompok simvastatin. Penelitian ini mengeksklusi pemakaian antilipidemia dalam 1 bulan sebelum penelitian sedangkan antihipertensi dan antitrombotik tidak diekslusi (Hanefeld et al., 2007). Simvastatin 20 mg/hari selama 4 dan 12 minggu pada 25 subyek hiperkolesterol dan 28 subyek gula darah puasa terganggu didapatkan penurunan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
signifikan kadar PAI-1 dan fibrinogen mulai minggu keempat. Penelitian ini mengeksklusi pemakaian antilipidemia, antihipertensi (ACE inhibitor dan CCB), steroid, NSAID dan pemakaian kontrasepsi oral serta terapi pengganti hormon. Simvastatin diminum malam hari sebelum tidur dan pengambilan sampel di pagi hari antara jam 8-9 pagi (Krysiak et al., 2010). Penelitian ini mengkonfirmasi hasil penelitian-penelitian sebelumnya yang secara klinis hasilnya masih bervariasi tetapi dengan memperbaiki metodologi penelitian seperti membatasi usia yang tidak terlalu muda/tua, memilih subyek lakilaki sehingga tidak dipengaruhi kadar hormonal, simvastatin diminum pada jam 19.00-22.00, kadar A1c > 7%, tidak konsumsi antilipidemia/antitrombotik minimal 1 bulan sebelum penelitian dan pengambilan sampel di pagi hari antara jam 08.0009.00.
Persamaan
(OAD/insulin),
dengan
antihipertensi
penelitian tetap
sebelumnya
dilanjutkan
yaitu
tetapi
obat
antidiabetes
dikendalikan
dengan
randomisasi. Pemakaian simvastatin karena obat ini murah, mudah didapat, bersifat lipofilik sehingga mendukung efek pleiotrofiknya serta merupakan produk alamiah (metabolit jamur) sehingga lebih aman karena efek sampingnya lebih kecil dibanding produk sintetis. ADA 2009 membagi simvastatin menjadi dua berdasar dosisnya, yaitu terapi standar (20 mg) dan terapi agresif (40 mg). Pada penelitian ini dipilih simvastatin 20 mg berdasarkan faktor keamanan karena semakin tinggi dosis statin maka efek sampingnya semakin kuat dan dengan dosis tersebut diyakini sudah memberikan efek seperti yang diharapkan berdasarkan penelitian sebelumnya. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep DM tipe 2
Polyol pathway
AGE pathway
PKC pathway
Hexosamine pathway
ROS
Simvastatin NF-ĸβ
Low grade inflammtion
Disfungsi endotel
TF
PAI-1
Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian Keterangan: 1.
: meningkat (DM)
2.
: menurun (simvastatin)
3.
: menghambat (simvastatin) commit to user 39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin sehingga mengakibatkan hiperglikemia. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan ROS melalui tiga mekanisme, yaitu: meningkatnya aktivitas fosforilasi oksidatif, uncouple eNOS yang meningkat dan peningkatan aktivitas NADPH oksidase. Peningkatan fosforilasi oksidatif dibedakan dua jalur, yaitu pada endotel mikrovaskuler dan makrovaskuler. Pada endotel mikrovaskuler terjadi peningkatan masukan glukosa melalui GLUT-1 sehingga terjadi peningkatan aktivitas siklus Kreb, hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi NADH dan FADH2 yang kemudian akan masuk ke proses fosforilasi oksidatif. Bila NADH dan FADH2 yang masuk berlebihan maka pada batas tertentu akan terjadi blokade di kompleks III sehingga terjadi penumpukan elektron di coenzim Q. Elektron ini selanjutnya akan direaksikan dengan molekul O2 sehingga akan terbentuk superoksida (O2-). Bila produksi superoksida melebihi kemampuan SOD (antioksidan) maka akan terbentuk ROS. Kejadian pada endotel makrovaskuler terjadi akibat langsung adanya resistensi insulin, hal ini akan menyebabkan lipolisis sehingga terjadi peningkatan FFA. Karena oksidasi asam lemak dan oksidasi asetil CoA yang berasal dari FFA menghasilkan donor elektron yang sama dengan hasil oksidasi glukosa yaitu NADH dan FADH2
maka
peningkatan oksidasi FFA akan menyebabkan peningkatan produksi ROS dengan mekanisme yang sama seperti pada kondisi hiperglikemia. Peningkatan ROS akan berlanjut dengan dua mekanisme, yaitu: pertama, ROS akan menyebabkan kerusakan DNA. Tubuh berusaha memperbaiki dengan mengaktivasi PARP tetapi disisi lain aktivasi enzim ini akan menyebabkan gangguan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
pada enzim GADPH yang penting dalam proses glikolisis. Hal ini akan menyebabkan terakumulasinya metabolit glikolisis yang akan memicu polyol pathway, AGE pathway, hexosamine pathway dan PKC pathway. AGE pathway dan PKC pathway akan lebih meningkatkan produksi ROS. Kedua, ROS akan mengaktivasi NFĸβ. Aktivasi AGE pathway, hexosamine pathway dan PKC pathway juga akan mengativasi NFĸβ. Aktivasi NFĸβ akan menyebabkan peningkatan sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1, IL-6 dan IL-8 sehingga terjadi kondisi yang disebut low grade inflammation. Hal ini yang akan menyebabkan disfungsi endotel sehingga akan memicu peningkatan TF dan PAI-1. Simvastatin berperan dengan menekan produksi ROS dan menghambat aktivasi NF-ĸβ. Penurunan produksi ROS karena tidak aktifnya enzim NADPH oksidase akibat hambatan produksi Rac oleh simvastatin. Hambatan aktivasi NFĸβ terjadi karena simvastatin mampu mengaktivasi PI3K/Akt/GLUT-4, simvastatin menekan aktivasi MAPK akibat hambatan produksi Ras dan simvastatin menghambat produksi Rho sehingga mengganggu modifikasi paska translasi. Secara sederhana simvastatin mampu menekan aktivasi NF-ĸβ sehingga produksi sitokin pro-inflamasi menurun, terjadi perbaikan disfungsi endotel yang berujung dengan penurunan kadar TF dan PAI-1.
B. Hipotesis Penelitian 1. Simvastatin berpengaruh terhadap kadar TF pada pasien DM tipe 2. 2. Simvastatin berpengaruh terhadap kadar PAI-1 pada pasien DM tipe 2. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta / Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi Surakarta, sub-bagian Hematologi bekerja sama dengan sub-bagian Endokrinologi dalam hal pengambilan sampel karena sampel penelitian ini merupakan pasien sub- bagian Endokrinologi. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini selama 6 minggu.
B. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimental dengan metode randomized double blind controlled trial.
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi sasaran: Pasien DM tipe 2. 2. Populasi sumber: Pasien DM tipe 2 yang kontrol rutin tiap bulan di Poli Endokrinologi RSUD dr. Moewardi Surakarta. commit to user 42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
3. Sampel: Diambil 24 subyek pasien DM tipe 2 yang berobat di poli endokrinologi RSUD dr. Moerwardi Surakarta, memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia ikut dalam penelitian dengan menandatangani blangko persetujuan. Perhitungan besar sampel dihitung dengan rumus untuk penelitian analitik numerik tidak berpasangan (Sopiyudin, 2010).
2
n1 = n2 = 2 (Zα + Zβ) S X1 –X2 Keterangan: Zα : deviat baku alfa Zβ : deviat baku beta S : simpang baku gabungan X1 –X2: selisih minimal rerata yang dianggap bermakna Data kepustakaan didapatkan nilai: Mean antigen TF pada pasien DM tipe 2: 193,4 ± 90,6 ng/mL, pada kontrol sehat: 72,89 ± 31,28 ng/mL, n1=80, n2=30 (El-Hagracy et al., 2010). Mean antigen PAI-1 pada pasien DM tipe 2: 60,6 ± 6,4 μg/mL, pada kontrol sehat: 42,4 ± 4 μg/mL, n1=26, n2=11 (Ludwig et al., 2005). Data yang ditetapkan peneliti sebagai berikut: Kesalahan tipe I: 5% sehingga didapatkan Zα = 1,64 Kesalahan tipe II: 10% sehingga didapatkan Zβ = 1,28 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Hasil perhitungan X1-X2 untuk TF sebesar 120,5 ng/mL Hasil perhitungan X1-X2 untuk PAI-1 sebesar 18,2 μg/mL Hasil perhitungan simpang baku gabungan TF: 79,2 Hasil perhitungan simpang baku gabungan PAI-1: 5,8
Perhitungan besar sampel untuk TF: 2
n1 = n2 = 2 (1,64 + 1,28) x 79,2 91
n1 = n2 = 7,4 dibulatkan menjadi 8 pasien untuk masing-masing kelompok.
Perhitungan besar sampel untuk PAI-1: 2
n1 = n2 = 2 (1,64 + 1,28) x 5,8 7
n1 = n2 = 1,7 dibulatkan menjadi 2 pasien untuk masing-masing kelompok. Perhitungan diatas menunjukkan besar sampel minimal tiap kelompok untuk penelitian TF sebesar 8 subyek sedangkan PAI-1 sebesar 2 subyek. Penelitian ini merupakan uji klinis dengan mempertimbangkan kemungkinan terjadi drop out maka ditetapkan angka drop out sebesar 10% (Sri Rejeki Harun dkk, 2011). Dengan mempertimbangkan minimal besar sampel dan drop out maka diambil sampel sebesar 24 pasien DM tipe 2 (n=12 pasien untuk tiap kelompok) sehingga besar sampel telah cukup memadai dan memenuhi formulasi besar sampel. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
Kriteria inklusi: a. DM tipe 2 usia 30-59 tahun b. Tidak merokok c. HbA1c ≥ 7 % d. Telah menderita DM lebih dari 5 tahun e. Menandatangani informed consent Kriteria eksklusi: a. Riwayat AMI (acute myocard infark) kurang dari tiga bulan b. Menderita CHF (congestive heart failure) c. Riwayat bedah/trauma kurang dari tiga bulan d. Menderita penyakit hati/ginjal/keganasan e. Pemakaian antikoagulan d. Pemakaian antilipidemia dan anti trombotik 1 bulan sebelum penelitian
4. Teknik sampling: Simple random sampling dengan program Open Epi versi 2.3.
D. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel 1. Variabel tergantung Tissue factor (TF) Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
2. Variabel bebas: Simvastatin 3. Variabel perancu: Bersifat kuantitatif:
Bersifat kualitatif:
Umur, HbA1c, BMI, GDP pre, GDP Jenis kelamin, lama sakit, olah raga, post, delta GDP
insulin, OAD, hipertensi dislipidemia
4. Definisi Operasional Variabel Parameter
Definisi
Instrumen
Satuan Data
Skala Data
TF
Adalah glikoprotein yang merupakan pemicu kaskade koagulasi utama dari jalur ekstrinsik. Kadarnya meningkat pada kondisi inflamasi dan disfungsi endotel sehingga mudah terjadi trombosis.
ELISA (Kit: human tissue factor chromogenic activity, Assaypro LLC; CT1002b)
pM
Rasio
PAI-1
Adalah glikoprotein yang menghambat proses fibrinolisis. Kadarnya meningkat pada kondisi inflamasi dan disfungsi endotel sehingga trombus yang terbentuk tidak dapat dilisiskan.
ELISA (Kit: human PAI-1 actibind, Technoclone GmbH; TC16075)
U/mL
Rasio
Simvastatin
Adalah obat antilipidemia dari golongan statin, merupakan produk alamiah dari metabolit jamur, mempunyai efek anti-oksidan dan anti-inflamasi sehingga mampu memperbaiki kondisi inflamasi dan disfungsi endotel. Pada penelitian ini digunakan dosis 20 mg/hari.
mg
Nominal
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
E. Cara Kerja Subyek yang terpilih sebagai sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok uji dan kelompok kontrol masing-masing n=12. Proses pengambilan sampel dan membaginya menjadi dua kelompok menggunakan program komputer Open Epi versi 2.3. Selama penelitian berlangsung, regimen terapi tidak dirubah. 1. Perlakuan: a. Kelompok uji: simvastatin 20 mg/hari, diminum antara jam 19.00 – 22.00, selama 6 minggu. b. Kelompok kontrol: plasebo, diminum antara jam 19.00 – 22.00, selama 6 minggu. c. Simvastatin dan plasebo dikemas dengan warna yang sama. Peneliti dan subyek tidak mengetahui isinya, pihak ketiga (bagian Farmasi) yang mengetahui. 2. Monitoring: a. Dilakukan monitoring tiap dua minggu untuk mengetahui efek samping yang timbul dengan wawancara dan pemeriksaan fisik. Dicari adanya konstipasi, flatulensie, dispepsia, nyeri abdomen, mialgia dan keluhan lain terkait efek samping pemakaian simvastatin/plasebo. b. Bila ada indikasi akan dilanjutkan dengan pemeriksaan laboratorium seperti SGOT, SGPT, bilirubin total/I/II, ureum, kreatinin dan kreatin kinase serta pemeriksaan EKG 12 lead. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
c. Indikasi untuk penghentian perlakuan bila didapatkan miopati yang nyata, peningkatan SGOT/SGPT tiga kali batas atas normal dan kreatin kinase sepuluh kali nilai teratas (Krysiak et al., 2010). d. Dilakukan penghitungan jumlah obat tiap kali kontrol, dikatakan patuh bila jumlah obat yang minum 90 – 110 % (Krysiak et al., 2010). e. Selama perlakuan, subyek akan dieksklusi bila terdapat salah satu dari berikut ini; kepatuhan minum obat < 80% atau > 120%, efek samping serius dari obat yang diteliti dan masuk rumah sakit (Tharavanij et al., 2010). 3. Tindakan bila ada efek samping: a. Penanganan efek samping sesuai indikasi. b. Melaporkan kejadian tersebut ke Komisi Etik secepatnya. 4. Teknik pengambilan darah dan penanganan spesimen: a. Pemeriksaan TF dan PAI-1 dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. b. Pemeriksaan darah tersebut dilakukan setelah puasa selama 12 jam. c. Dilakukan pemeriksaan TF dan PAI-1 dengan mengambil sampel darah melalui vena antecubiti pada ruangan yang tenang dengan temperatur terkontrol (24 – 25 0C) antara jam 08.00 – 09.00 pagi untuk menghindari fluktuasi sirkadian kadar TF dan PAI-1. d. Proses penanganan spesimen untuk TF, ambil darah dengan tabung sitrat sebanyak 3 cc kemudian bolak-balik perlahan-lahan 10 kali hingga homogen. Sentrifugasi 3000 g selama 10 menit, segera pisahkan plasma commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
masukkan kedalam 3 sampel cup @ 0,3 cc plasma. Beri identitas, nama, tanggal dan jeins pemeriksaan. Simpan di – 20 0C (stabillitas 3 bulan). e. Proses penanganan spesimen untuk PAI-1, ambil darah dengan tabung sitrat sebanyak 3 cc kemudian bolak-balik perlahan-lahan 10 kali hingga homogen. Sentrifugasi 2500 g selama 15 menit, segera pisahkan plasma masukkan kedalam 3 sampel cup @ 0,3 cc plasma. Beri identitas, nama, tanggal dan jenis pemeriksaan. Simpan di – 20 0C (stabillitas 6 bulan). f. Pemeriksaan TF dan PAI-1 dilakukan setelah semua sampel sebelum dan sesudah perlakuan terkumpul semua, untuk menghindari rusaknya kit TF/PAI-1 bila pemeriksaan dilakukan tidak secara bersamaan. g. Pemrosesan darah untuk diambil plasmanya, penyimpanan plasma pada suhu – 20 0C dan pemeriksaan TF dan PAI-1 dilakukan dengan bekerja sama dengan Laboratorium Klinik Prodia. Alat untuk pemeriksaan TF dan PAI-1 dengan Microplate Reader 680 series. 5. Teknik pemeriksaan TF: a. Preparasi reagen: 1. Larutkan TF standard dengan 1,2 mL air destilasi untuk menghasilkan larutan 250 pM. Siapkan pengenceran bertingkat larutan standard (250 pM) 1:2 dengan sample diluent untuk menghasilkan 125; 62,5; 31,25 dan 15,63 pM. Sample diluent digunakan sebagai zero standard (0 pM). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Tabel 4.1. Tabel pengenceran reagen Titik Standar P1 P2 P3 P4 P5 P6
Pengenceran 1 bagian standar (250 pM) 1 bagian P1 + 1 bagian sampel diluent 1 bagian P2 + 1 bagian sampel diluent 1 bagian P3 + 1 bagian sampel diluent 1 bagian P4 + 1 bagian sampel diluent sampel diluent
TF (pM) 250,0 125,0 62,50 31,25 15,63 0,000
2. FVII: tambahkan dengan 1,2 mL reagent grade water. 3. FX: tambahkan 1,2 mL reagent grade water. 4. FXa substrat: tambahkan 1,1 mL reagent grade water. b. Prosedur kerja: 1. Siapkan reagen dan sampel pada suhu ruang sebelum digunakan. 2. Siapkan larutan assay mix seperti dibawah ini. Tabel 4.2. Tabel assay mix Reagen Assay diluent FVII FX
n=1 50 μL 10 μL 10 μL
3. Tambahkan 70 μL larutan assay mix diatas ke dalam setiap well. 4. Masukkan 10 μL TF standard dan sampel kedalam well. Homogenkan. 5. Tambahkan 20 μL larutan FXa substrat kedalam setiap well. 6. Baca absorbsinya pada panjang gelombang 405 nm.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
6. Teknik pemeriksaan PAI-1: a. Preparasi reagen: 1. Siapkan reagen dan sampel pada suhu ruang sebelum digunakan. 2. Washing buffer: larutkan 1 bagian washing buffer concentrate dengan 9 bagian air destilasi. Homogenkan. 3. Larutkan kalibrator dan kontrol dengan 200 μL air destilasi. 4. Larutkan konjugat:1 bagian konjugat dengan 50 bagian buffer. b. Prosedur kerja: 1. Buang isi dari tiap well dan cuci dengan menambahkan 200 μL wash buffer kedalam masing-masing well. Ulangi proses tersebut sebanyak 4 kali (total pencucian sebanyak 5 kali). Setelah pencucian terakhir, buang isi dari well, buang sisa wash buffer dengan mengetuk-ketukkan plate secara terbalik pada lap kertas yang bersih. 2. Masukkan 25 μL kalibrator, kontrol kedalam well. 3. Masukkan 75 μL larutan konjugat kedalam well. 4. Tutup well dengan plate sealer, inkubasi selama 45 menit suhu 37 oC. 5. Lakukan pencucian seperti tahap 1. 6. Masukkan 100 μL larutan substrat kedalam well. 7. Tutup well dengan plate sealer dan inkubasi selama 15 menit pada suhu ruang (20-25 oC) 8. Masukkan 100 μL larutan stop kedalam well. 9. Baca absorbsi panjang gelombang 450 nm dalam waktu 10 menit. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
F. Teknik Analisis Data Data disajikan dalam bentuk mean ± SD kemudian dianalisis menggunakan SPSS 17 for windows dengan nilai p < 0,05 dianggap signifikan secara statistik. Digunakan uji beda mean. Untuk mengetahui beda mean antara kelompok simvastatin dan plasebo sebelum dan sesudah perlakuan digunakan uji t sampel tidak berpasangan bila distribusi data normal (bila tidak normal digunakan uji mann whitney). Untuk mengetahui beda mean antara sebelum dengan sesudah perlakuan dalam satu kelompok digunakan uji t sampel berpasangan bila distribusi data normal (bila tidak normal digunakan uji wilcoxon).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
G. Alur Penelitian
DM tipe 2
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
Randomisasi
Kelompok Uji
Kelompok Kontrol
Sebelum perlakuan: TF dan PAI-1
Sebelum perlakuan: TF dan PAI-1
Simvastatin 20 mg (6 minggu)
Plasebo (6 minggu)
Setelah perlakuan: TF dan PAI-1
Setelah perlakuan: TF dan PAI-1
Analisa Statistik
Gambar 4.1. Alur penelitian commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Karakteristik Subyek Penelitian Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pemberian simvastatin terhadap kadar Tissue Factor (TF) dan Plasminogen Activator Inhibitor-1 (PAI-1) pada pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Subyek penelitian berjumlah 24 orang dibagi dalam dua kelompok sampel yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan dimana masing-masing berjumlah 12 orang. Kelompok perlakuan mendapatkan perlakuan dengan pemberian simvastatin, sedangkan kelompok kontrol diberikan plasebo. Sebelum melakukan analisis lebih lanjut, lebih dahulu dijelaskan karakteristik subyek penelitian untuk masing-masing kelompok sampel. Selain deskripsi singkat tentang karakteristik subyek penelitian, sekaligus dilihat sejauh mana tingkat homogenitas karakteristik subyek penelitian itu berdasarkan kelompok sampel. Karakteristik penelitian yang berupa variabel-variabel kuantitatif, uji homogenitas dilakukan menggunakan uji beda 2 mean sampel independent dimana jenis ujinya didasarkan pada distribusi data variabel karakteristik itu. Jika distribusi data variabel bersifat normal, maka uji beda 2 mean menggunakan jenis analisis statistik parametrik yaitu uji t untuk beda 2 mean sampel independent. Namun apabila distribusi data bersifat tidak normal, maka uji beda 2 mean menggunakan jenis analisis statistik non parametrik yaitu uji Mann-Whitney. commit to user 54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Pengujian normalitas atas data-data variabel penelitian itu baik variabel karakteristik demografis dan klinis maupun variabel utama yang menjadi fokus penelitian dilakukan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Kemudian untuk karakteristik penelitian yang berupa variabel-variabel kualitatif, uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Chi Kuadrat. Variabel karakteristik demografis dan klinis subyek penelitian ini yang bersifat kuantitatif meliputi umur responden, GDP pre, GDP post, delta GDP, HbA1C dan BMI, dimana semua variabel-variabel itu berdistribusi normal, sehingga pengujian homogenitas atas variabel-variabel dimaksud menggunakan uji beda 2 mean uji t sampel independent. Uraian pengujian homogenitas masing-masing variabel kuantitatif itu adalah: 1. Umur Responden Umur responden penelitian rata-rata 53,75 tahun untuk kelompok kontrol dengan standar deviasi 6,31 tahun dan sebesar 55,50 tahun untuk kelompok perlakuan dengan standar deviasi sebesar 4,64 tahun. Hasil analisis uji beda 2 mean sampel independent menggunakan uji t mendapatkan nilai t sebesar -0,77 dengan probabilitas 0,45(p > 0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 mean yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa rata-rata umur antar kedua kelompok sampel itu tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik umur bersifat homogen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
2. GDP pre Nilai GDP pre rata-rata mencapai 199,17 untuk kelompok kontrol dengan standar deviasi sebesar 106,19 dan untuk kelompok perlakuan rata-rata sebesar 194,50 dengan standar deviasi sebesar 72,00. Hasil analisis uji beda 2 mean sampel independent menggunakan uji t mendapatkan nilai t sebesar -1,37 dengan probabilitas 0,18(p > 0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 mean yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa rata-rata GDP post antar kedua kelompok sampel itu tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik GDP pre bersifat homogen. 3. GDP post Nilai GDP post rata-rata untuk kelompok kontrol mencapai 157,50 dengan standar deviasi 6,31 dan sebesar 55,50 untuk kelompok perlakuan dengan standar deviasi sebesar 4,64. Hasil analisis uji beda 2 mean sampel independent menggunakan uji t mendapatkan nilai t sebesar -0,77 dengan probabilitas 0,45 (p > 0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 mean yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa rata-rata umur antar kedua kelompok sampel itu tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik GDP post bersifat homogen. 4. Delta GDP Nilai perubahan GDP atau delta GDP pada kelompok kontrol memiliki nilai rata-rata sebesar 41,67 dengan standar deviasi sebesar 62,03 dan pada kelompok perlakuan rata-rata sebesar 39,82 dengan standar deviasi sebesar 46,76. Hasil analisis commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
uji beda 2 mean sampel independent menggunakan uji t mendapatkan nilai t sebesar 0,08 dengan probabilitas 0,94 (p > 0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 mean yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa rata-rata umur antar kedua kelompok sampel itu tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik perubahan GDP (delta GDP) bersifat homogen. 5. HbA1c Nilai HbA1c pada kelompok kontrol rata-rata adalah sebesar 9,14 dengan standar deviasi sebesar 3,19 dan pada kelompok perlakuan rata-rata adalah sebesar 10,42 untuk kelompok perlakuan dengan standar deviasi sebesar 2,95. Hasil analisis uji beda 2 mean sampel independent menggunakan uji t mendapatkan nilai t sebesar 1,02 dengan probabilitas 0,32 (p > 0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 mean yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa rata-rata umur antar kedua kelompok sampel itu tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik HbA1c bersifat homogen. 6. BMI Nilai BMI rata-rata untuk kelompok kontrol mencapai 25,77dengan standar deviasi 4,52 dan untuk kelompok perlakuan rata-rata sebesar 25,10 dengan standar deviasi sebesar 2,82. Hasil analisis uji beda 2 mean sampel independent menggunakan uji t mendapatkan nilai t sebesar 0,43dengan probabilitas 0,67(p > 0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 mean yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa rata-rata umur antar kedua kelompok commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
sampel itu tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik BMI bersifat homogen. Berdasarkan uji homogenitas tersebut di atas nampak bahwa semua variable karakteristik yang bersifat kuantitatif ternyata homogen. Tabel 5.1. Perbandingan Variabel Karakteristik Umur, GDP pre, GDP post, delta GDP, HbA1c dan BMI Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan
Variabel
Kontrol
Perlakuan
Uji t Beda 2 Mean
Rata-rata
Std Deviasi
Rata-rata
Std Deviasi
Nilai t
P value
Umur (tahun)
53,75
6,31
55,50
4,64
-0,77
0,45
GDP pre
199,17
109,19
234,33
74,76
-0,94
0,36
GDP post
157,50
59,59
194,50
72,00
-1,37
0,18
Delta GDP
41,67
62,03
39,83
46,76
0,08
0,94
HbA1c
9,14
3,19
10,42
2,95
-1,02
0,32
BMI
25,77
4,52
25,10
2,82
0,43
0,67
2
GDP (mg/dl); HbA1C (%); BMI (kg/m )
Variabel-variabel karakteristik yang bersifat kualitatif dalam penelitian ini meliputi jenis kelamin, lama sakit, olahraga, insulin, OAD, hipertensi dan dislipidemia. Hasil uji homogenitas variabel karakteristik kualitatif tersebut adalah sebagai berikut: 1. Jenis Kelamin Subyek penelitian laki-laki pada kelompok kontrol mencakup 41,7 persen sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebesar 58,3 persen. Sedangkan pada kelompok perlakuan, proporsi obyek dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 33,3 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
persen dan yang perempuan adalah 66,7 persen. Hasil analisis uji beda dua proporsi dengan menggunakan uji chi kuadrat mendapatkan nilai χ2 sebesar 0,18 dengan probabilitas 0,67 (p>0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 proporsi yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa proporsi jenis kelamin laki-laki maupun perempuan antar kedua kelompok sampel itu dapat dianggap tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik jenis kelamin bersifat homogen. 2. Lama Sakit Variabel lama sakit dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (i) 5 – 10 tahun, dan (ii) > 10 tahun. Proporsi subyek penelitian yang lama sakitnya 5 – 10 tahun dan > 10 tahun pada kelompok kontrol sama besar yaitu masing-masing 50,00 persen. Pada kelompok perlakuan, proporsi subyek penelitian yang lama sakitnya 5 – 10 tahun mencapai 58,3 persen dan yang memiliki lama sakit > 10 tahun adalah 41,72 persen. Hasil analisis uji beda dua proporsi dengan menggunakan uji chi kuadrat mendapatkan nilai χ2 sebesar 0,17 dengan probabilitas 0,68 (p>0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 proporsi yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa proporsi lama sakit 5 – 10 tahun maupun > 10 tahun antar kedua kelompok sampel itu dapat dianggap tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik lama sakit bersifat homogen. 3. Olahraga Variabel olahraga dalam penelitian ini dikategorikan: (i) rutin olahraga, dan (ii) tidak rutin olahraga. Proporsi subyek penelitian yang menyatakan olahraga rutin commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
pada kelompok kontrol meliputi 75,0 persen sedangkan proporsi yang tidak berolah raga rutin sebesar 25,0 persen. Sedangkan pada kelompok perlakuan, proporsi subyek penelitian yang menyatakan olahraga rutin adalah sebesar 91,7 persen dan yang tidak berolah raga rutin hanya 8,3 persen saja. Hasil analisis uji beda dua proporsi dengan menggunakan uji chi kuadrat mendapatkan nilai χ2 sebesar 1,20 dengan probabilitas 0,27 (p>0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 proporsi yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa proporsi rutin olahraga dan tidak rutin olahraga antar kedua kelompok sampel itu dapat dianggap tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik olahraga bersifat homogen. 4. Insulin Variabel insulin dalam penelitian ini dikategorikan dua, yaitu: (i) ya (diberi insulin), dan (ii) tidak (tidak diberi insulin). Proporsi subyek penelitian yang menyatakan ya (diberi insulin) pada kelompok kontrol meliputi 33,3 persen sedangkan proporsi yang tidak (tidak diberi insulin) sebesar 66,7 persen. Sedangkan pada kelompok perlakuan, proporsi subyek penelitian yang menyatakan ya (diberi insulin) adalah sebesar 33,3 persen juga dan yang tidak (tidak diberi insulin) juga 66,7 persen. Hasil analisis uji beda dua proporsi dengan menggunakan uji chi kuadrat mendapatkan nilai χ2 sebesar 0,00 dengan probabilitas 1,00 (p>0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 proporsi yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa proporsi ya atau tidak (diberi insulin) antar kedua kelompok sampel itu dapat dianggap tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik insulin bersifat homogen. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
5. OAD Variabel OAD dalam penelitian ini dikategorikan dua, yaitu: (i) ya, dan (ii) tidak. Proporsi obyek penelitian yang menyatakan ya pada kelompok kontrol meliputi 91,7 persen sedangkan proporsi yang tidak sebesar 8,3 persen. Pada kelompok perlakuan, proporsi obyek penelitian yang menyatakan ya adalah sebesar 83,3 persen dan yang tidak sebesar 16,7 persen. Hasil analisis uji beda dua proporsi dengan menggunakan uji chi kuadrat mendapatkan nilai χ2 sebesar 0,38 dengan probabilitas 0,54 (p>0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 proporsi yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa proporsi ya atau tidak pada OAD antar kedua kelompok sampel itu dapat dianggap tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik OAD bersifat homogen. 6. Hipertensi Variabel hipertensi dalam penelitian ini dikategorikan dua, yaitu: (i) ya (mengalami hipertensi), dan (ii) tidak (tidak mengalami hipertensi). Proporsi subyek penelitian yang menyatakan ya pada kelompok kontrol meliputi 33,3 persen sedangkan proporsi yang tidak sebesar 66,7 persen. Sedangkan pada kelompok perlakuan, proporsi obyek penelitian yang menyatakan ya adalah sebesar 25,00 persen dan yang tidak sebesar 75,0 persen. Hasil analisis uji beda dua proporsi dengan menggunakan uji chi kuadrat mendapatkan nilai χ2 sebesar 0,20 dengan probabilitas 0,65 (p>0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 proporsi yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa proporsi ya atau tidak (mengalami hipertensi) antar kedua kelompok sampel itu dapat dianggap tidak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik hipertensi bersifat homogen. 7. Dislipidemia Variabel dislipidemia dalam penelitian ini dikategorikan tiga, yaitu: (i) ya, (ii) tidak, dan (iii) tidak diketahui. Proporsi subyek penelitian yang menyatakan ya pada kelompok kontrol meliputi 75,0 persen, dan yang tidak sebesar 16,7 persen, serta sisanya sebesar 8,3 persen termasuk tidak diketahui. Adapun pada kelompok perlakuan, proporsi subyek penelitian yang menyatakan ya adalah sebesar 58,3 persen dan yang tidak sebesar 16,7 persen, serta sisanya sebesar 25,0 persen tidak diketahui. Hasil analisis uji beda dua proporsi dengan menggunakan uji chi kuadrat mendapatkan nilai χ2 sebesar 1,25 dengan probabilitas 0,54 (p>0,05). Hasil itu menunjukkan uji beda 2 proporsi yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen, yang berarti bahwa proporsi ya, tidak, dan tidak diketahui antar kedua kelompok sampel itu dapat dianggap tidak berbeda secara meyakinkan atau dengan kata lain variabel karakteristik dislipidemia bersifat homogen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
Tabel 5.2. Perbandingan Karakteristik Jenis Kelamin, Lama Sakit, Olahraga, Insulin, OAD, Hipertensi dan Dislipidemia pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan
Variabel Karakteristik
Jenis Kelamin
Lama Sakit
Olahraga
Insulin
OAD
Hipertensi
Dislipidemia
Kontrol
Perlakuan
n
%
n
%
Laki-laki
5
41,7
4
33,3
Perempuan
7
58,3
8
66,7
5 – 10 tahun
6
50,0
7
58,3
>10 tahun
6
50,0
5
41,7
Rutin OR
9
75,0
11
91,7
Tdk Rutin OR
3
25,0
1
8,3
Ya
4
33,3
4
33,3
Tidak
8
67,7
8
67,7
YA
11
91,7
10
83,3
Tidak
1
8,3
2
16,7
Ya
4
33,3
3
25,0
Tidak
8
66,7
9
75,0
Ya
9
75,0
7
58,3
Tidak
2
16,7
2
16,7
Tidak Diketahui
1
8,3
3
25,0
Uji Chi Square Χ2
P value
0,18
0,67
0,17
0,68
1,20
0,17
0,00
1,00
0,38
0,54
0,20
0,65
1,25
0,54
Berdasarkan hasil analisis di atas maka nampak bahwa semua variabel karakteristik yang kualitas bersifat homogen. Sehingga secara keseluruhan variabel karakteristik demografis maupun klinis dalam penelitian ini bersifat homogen, sehingga dapat dilanjutkan dengan pengujian variabel-variabel utama penelitian. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
B.
Pengujian Variabel Utama Pembuktian hipotesis ada pengaruh pemberian simvastatin terhadap Tissue
Factor (TF) dan Plasminogen Activator Inhibator-1 (PAI-1) dilakukan dengan dua cara, yaitu: (i) Menguji beda 2 mean kadar TF dan PAI-1 sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan untuk masing-masing kelompok sampel dengan uji beda 2 mean untuk sampel berpasangan. Dengan langkah ini diharapkan pada kelompok perlakuan akan terjadi perbedaan yang signifikan, sedangkan pada kelompok kontrol tidak terjadi perbedaan yang signifikan karena pada kelompok ini tidak diberikan perlakuan; dan (ii) Menguji beda 2 mean variabel perubahan kadar TF (delta TF) dan perubahan PAI-1 (delta PAI-1) dengan uji beda 2 mean untuk sampel independent. Dengan langkah ini diharapkan ada perbedaan signifikan beda 2 mean kedua variabel perubahan tersebut (delta TF dan delta PAI-1) antar kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, karena kelompok perlakuan diharapkan mengalami perubahan setelah perlakuan sedangkan kelompok kontrol tidak berubah setelah perlakuan. Sebelum dilakukan pengujian beda 2 mean itu, terlebih dahulu juga dilakukan pengujian normalitas data variabel utama untuk memastikan jenis uji statistik yang akan digunakan untuk pengujian beda 2 mean dimaksud. Cara pertama, perhitungan beda 2 mean variabel kadar TF sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol menggunakan uji beda 2 mean dengan uji Willcoxon Signed Ranks Test dan untuk variabel PAI-1 menggunakan uji beda 2 mean dengan uji t sampel berpasangan. Hasil pengujian beda 2 mean variabel TF dan PAI-1 sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok kontrol menunjukkan hasil commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
pengujian yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p>0,05). Dengan demikian berarti variabel kada TF dan PAI-1 pada kelompok kontrol tidak mengalami perubahan setelah adanya perlakuan.
Tabel 5.3. Perbandingan Kadar TF dan PAI-1 Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Kontrol Sebelum Variabel
Sesudah
Uji t Beda 2 Mean
Rata-
Std
Rata-
Std
Nilai
P value
rata
Deviasi
rata
Deviasi
Statistik
TF (pM)
32,23
3,28
34,34
7,86
Z = -1,07
0,29
PAI-1 (U/ml)
1,08
1,19
2,10
2,67
t = -1,66
0,13
Selanjutnya pada pengujian beda 2 mean sampel berpasangan variabel kadar TF sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok sampel perlakuan pemberian simvastatin menunjukkan hasil pengujian yang signifikan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p<0,05), namun untuk variabel PAI-1 menunjukkan hasil pengujian yang tidak signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p>0,05). Hal itu dapat diartikan bahwa setelah mendapatkan perlakuan, variabel kadar TF berubah mengalami penurunan secara meyakinkan sedangkan variabel PAI-1 dapat dinyatakan tidak mengalami penurunan secara meyakinkan. Penurunan variabel kadar TF itu dapat dilihat dari nilai rata-rata sebelum perlakuan sebesar 54,69 dengan standar deviasi 37,99 mengalami penurunan sesudah perlakuan dengan nilai rata-rata menjadi 31,62 dengan standar deviasi sebesar 1,588. Sedangkan variabel PAI-1 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
sesudah perlakuan tidak mengalami perubahan yang signifikan dapat dilihat dari nilai rata-rata sebelum perlakuan sebesar 1,05 dengan standar deviasi 1,29 dan setelah perlakuan berubah bernilai rata-rata sebesar 1,71 dengan standar deviasi 1,08. Hasil perbandingan kadar TF dan PAI-1 sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok perlakuan simvastatin itu dapat disajikan dalam table berikut.
Tabel 5.4. Perbandingan Kadar TF dan PAI-1 Sebelum dan Sesudah Perlakuan pada Kelompok Perlakuan Sebelum Variabel
Sesudah
Uji t Beda 2 Mean
Rata-
Std
Rata-
Std
Nilai
P value
rata
Deviasi
rata
Deviasi
Statistik
TF (pM)
54,69
37,99
31,62
1,58
Z = 12,37
0,02*
PAI-1 (U/ml)
1,05
1,29
1,71
1,08
t = -2,02
0,07
Keterangan : * Signifikan pada derajat 5 persen.
Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa “Simvastatin berpengaruh terhadap kadar TF pada pasien DM Tipe 2” benar-benar terbukti secara meyakinkan. Namun demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa “Simvastatin berpengaruh terhadap kadar PAI-1 pada pasien DM Tipe 2” belum dapat dibuktikan secara meyakinkan. Perbandingan perubahan variabel TF dan PAI-1 setelah mendapatkan perlakuan pemberian simvastatin dengan sebelum mendapatkan perlakuan pada masing-masing kelompok sampel dapat digambarkan sebagai berikut.
commit to user
67
(a) (b) Gambar 5.1. Perubahan Kadar TF Sebelum (Pre) dan Sesudah (Post) Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Simvastatin Nampak bahwa pada kelompok kontrol kecenderungan kadar TF tetap atau meningkat walaupun ada sedikit yang menurun, namun pada kelompok perlakuan Simvastatin kadar TF semua cenderung mengalami penurunan setelah mendapatkan perlakuan (treatment), yaitu pemberian Simvastatin pada pasien kelompok perlakuan ini.
54
68
(a)
(b) Gambar 5.2. Perubahan PAI-1 Sebelum (Pre) dan Sesudah (Post) Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Simvastatin
Nampak bahwa pada kelompok kontrol kecenderungan PAI-1 tetap atau menurun walaupun ada yang meningkat, namun pada kelompok perlakuan PAI-1selain ada yang mengalami peningkatan namun ada yang tetap atau bahkan meningkat setelah mendapatkan perlakuan (treatment), yaitu pemberian Simvastatin pada pasien kelompok perlakuan ini.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
Cara kedua, pembuktian hipotesis itu juga dapat dilakukan dengan menggunakan pengujian atas variabel perubahan TF (delta TF) dan perubahan PAI-1 (delta PAI-1). Variabel perubahan TF (delta TF) merupakan selisih TF sebelum perlakuan dengan TF sesudah perlakuan, sedangkan variabel perubahan PAI-1 (delta PAI-1) merupakan selisih PAI-1 sebelum perlakuan dengan PAI-1 sesudah perlakuan. Maka apabila rata-rata variabel perubahan (delta) itu positif menunjukkan adanya penurunan setelah ada perlakuan, dan sebaliknya jika rata-rata variabel perubahan (delta) itu negatif berarti setelah ada perlakuan variabel itu mengalami peningkatan. Rata-rata variabel delta TF pada kelompok perlakuan positif yang berarti setelah ada perlakuan pemberian simvastatin kadar TF mengalami penurunan, sementara pada kelompok kontrol nilai rata-rata variabel delta TF negatif yang berarti cenderung meningkat setelah ada perlakuan. Hasil pengujian beda 2 mean variabel delta TF dengan menggunakan uji non parametrik yaitu uji Mann Whitney menunjukkan adanya perbedaan rata-rata delta TF yang signifikan pada derajat signifikansi 5 persen (p<0,05). Hal itu berarti bahwa mean delta-TF pada kelompok kontrol dan perlakuan berbeda secara meyakinkan. Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa
dengan
adanya
perlakuan
pemberian
simvastatin
benar-benar
ada
kecenderungan kuat dapat menurunkan kadar Tissue Factor (TF). Rata-rata variabel delta PAI-1 pada kelompok perlakuan bernilai negatif yang berarti variabel PAI-1 itu mengalami peningkatan setelah pemberian perlakuan berupa Simvastatin, sedangkan pada kelompok kontrol juga bernilai negatif yang berarti variabel PAI-1 itu tetap cenderung mengalami peningkatan setelah pemberian commit to user 54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 70
perlakuan. Hasil pengujian beda 2 mean variabel delta PAI-1menggunakan uji beda 2 mean dengan uji t sampel indepent menunjukkan adanya perbedaan rata-rata delta PAI-1 secara tidak meyakinkan pada derajat signifikansi sebesar 5 persen (p>0,05). Hal itu berarti bahwa dengan pemberian simvastatin sebagai perlakuan kadar PAI-1 masih cenderung mengalami peningkatan yang tidak signifikan. Dengan demikian hipotesis pertama yang menyatakan bahwa “Simvastatin berpengaruh terhadap kadar TF pada Pasien DM Tipe 2”benar-benar terbukti secara meyakinkan. Namun demikian hipotesis kedua yang menyatakan bahwa “Simvastatin berpengaruh terhadap kadar PAI-1 pada Pasie DM Tipe 2”ternyata tidak terbukti secara meyakinkan. Hasil pengujian beda 2 mean variabel delta TF dan delta PAI-1 adalah sebagai berikut.
Tabel 5.5. Perbandingan Delta TF dan Delta PAI-1 pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Kontrol Variabel
Perlakuan
Uji t Beda 2 Mean
Rata-
Std
Rata-
Std
Nilai
rata
Deviasi
rata
Deviasi
Statistik
Delta TF (pM)
-2,11
6,76
23,98
37,26
Z = -2.80
Delta PAI-1 (U/ml)
-1,01
2,11
-0,65
1,12
t = -0,53
Keterangan : * Signifikan pada derajat 5 persen.
commit to user
P value
0,010* 0,64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
C. Efek Samping Selama penelitian berlangsung tidak didapatkan efek samping berarti dan seluruh subyek penelitian dapat mengikuti tahapan dari awal sampai akhir tanpa didapatkan drop out.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI PEMBAHASAN
A. Hasil Utama Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian simvastatin 20 mg/hari selama 6 minggu mampu menurunkan kadar TF (tissue factor) yang merupakan pemicu kaskade koagulasi utama tetapi tidak berpengaruh terhadap kadar PAI-1 (plasminogen activator inhibitor-1) yang merupakan penghambat proses fibrinolisis pada pasien DM tipe 2. Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin sehingga terjadi hiperglikemia kronis.
Kondisi
ini
akan
mengakibatkan
peningkatan
produksi
ROS.
Ketidakseimbangan antara oksidan (ROS) dengan antioksidan akan mengakibatkan stress oksidatif pada sel endotel sehingga sel ini kehilangan fungsi normalnya, suatu kondisi yang disebut dengan disfungsi endotel (Van den Oeven et al., 2010; Funk, Yurganul dan Orr, 2012; Balasubramanian et al., 2012). Salah satu fungsinya adalah menjaga fluiditas darah dengan menjaga keseimbangan sistem koagulasi dan fibrinolisis dimana pada DM tipe 2 terjadi kecenderungan terjadi peningkatan aktivitas koagulasi dan penurunan aktivitas fibrinolisis yang ditandai dengan peningkatan TF dan PAI-1 akibat aktivasi NF-ĸβ (Guntur, 2000; Guntur, 2008; Van den Oeven et al., 2010; Suradi, 2011; Funk, Yurganul dan Orr, 2012; Balasubramanian et al., 2012). commit to user 72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
Simvastatin merupakan kompetitif inhibitor enzim HMG-CoA reduktase. Inhibisi pada enzim ini tidak hanya menurunkan sintesis kolesterol tetapi juga menurunkan produksi isoprenoid seperti RhoA, Rac dan Ras. Komponen tersebut memungkinkan perlekatan sinyal modifikasi paska translasi GTP binding protein Ras dan Ras-like proteins ke membrane sel. Inhibisi pada Rho, Ras dan Rac yang lokasi dan fungsinya tergantung isoprenilasi diyakini sebagai proses kunci yang memperantarai efek pleiotrofik statin sehingga mempunyai efek anti inflamasi, anti oksidan, anti trombotik, meningkatkan produksi NO dan memperbaiki disfungsi endotel (Ostadal, 2012; Undas et al., 2014).
1. Pengaruh simvastatin terhadap kadar TF Penelitian pertama yang menunjukkan statin berpengaruh pada sistem koagulasi dilakukan oleh Colli et al., 1997. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa simvastatin dan fluvastatin menurunkan TF mRNA expression and activity pada kultur monosit/makrofag manusia yang distimulasi LPS. Penurunan TF tersebut terjadi karena simvastatin mampu menekan aktivasi NF-ĸβ (Violi et al., 2013; Undas et al., 2014). Penelitian Ferro et al., 1997, menemukan penurunan kadar TF expression and activity sebesar tiga kali lipat pada monosit yang distimulasi LPS dengan subyek hiperkolesterolemia yang diterapi simvastatin 20 mg/hari. Sejumlah penelitian pada binatang dengan statin membuktikan penurunan kadar TF berhubungan dengan tertekannya proses inflamasi, tidak akibat penurunan kolesterol. Penelitian dengan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
subyek manusia sebagai berikut; Andre et al., 2009 menyatakan bahwa statin menurunkan ekspresi TF pada plak aterosklerotik yang diambil dari arteri koronaria. Cortellaro et al., 2002 mendapatkan hasil bahwa pemberian atorvastatin selama 4-6 bulan didapatkan penurunan kadar TF antigen sebesar 29% dan TF activity sebesar 56% pada plak aterosklerotik yang diambil saat endarterectomy (Undas et al., 2014). Hambatan pada sintesis isoprenoid merupakan kunci mekanisme kerja statin menginhibisi TF. Statin menurunkan kadar TF melalui inhibisi geranylgeranylation Rho/Rho kinase pathway, yaitu enzim yang bertugas upregulasi ekspresi TF pada kultur sel endotel dan monosit melalui aktivasi NF-ĸβ (Violi et al., 2013). Statin juga mempunyai aktivitas anti-oksidan, dimana statin mampu menekan produksi ROS dengan menekan aktivitas NADPH oxidase. Hal ini terjadi karena salah satu komponen NADPH oxidase adalah Rac sehingga ganggauan sintesis Rac oleh statin akan menghambat kerja enzim tersebut (Ankur et al., 2011; Ostradal, 2012). Secara sederhana dikatakan bahwa statin mempunyai aktivitas anti-oksidan dan antiinflamasi dengan mekanisme dasar menghambat aktivasi NF-ĸβ (Guntur, 2000; Guntur, 2008; Ankur et al., 2011; Ostradal, 2012; Violi et al., 2013). Tissue factor mengawali koagulasi jalur ekstrinsik yang berperan dalam kesatuan integral koagulasi darah, pembentukan trombin (FIIa) dan formasi tombus yang sangat erat hubungannya dengan trombosis dan disfungsi kardiovaskuler. Sinyal tersebut akan mengaktivasi mediator koagulasi (FVIIa, FXa dan FIIa: active serine protease) dan terbentuknya fibrin, yang kesemuanya adalah proinflamasi. TF juga commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
terlibat dalam proses kesembuhan luka, perkembangan embrionik, angiogenesis, adhesi/migrasi sel, innate immunity dan kondisi patologis lain (Chu JA, 2011). Activated FVII (FVIIa) berinteraksi dengan TF membentuk komplek bimolekul TF-FVIIa. Komplek ini akan mengaktivasi FIX dan FX yang akan mengkonversi protrombin menjadi trombin dengan bantuan FVa dan Ca2+ . Terbentuknya trombin akan menyebabkan terbentuknya fibrin, aktivasi platelet dan terbentuk trombus (Breintenstein et al., 2010). Tissue factor tidak hanya berperan pada trombosis saja, tetapi mempunyai peran multifungsi karena kompleks TF-FVIIa mampu mempengaruhi sinyal seluler, transkripsi gen dan sintesis protein. Aktivasi PAR-2 (protease activated receptor-2) menjadi perantara sinyal TF-FVIIa tersebut akan memicu proses proaterogenik seperti kemotaksis monosit dan fibroblas, inflamasi, proliferasi dan migrasi VSMC (vascular remodelling), angiogenesis (menyebabkan plak menjadi tidak stabil), induksi stres oksidatif pada makrofag dan apoptosis (Borissoff et al., 2011). Tissue factor meningkatkan ekspresi VEGF (vascular endothelial growth factor) dan berperan pada angiogenesis. Perekrutan microvessel ke plak aterosklerosis akan meningkatkan progresi plak sehingga plak menjadi tidak stabil dan akhirnya terjadi rupture ruptur. (Steffel et al., 2006; Breintenstein et al., 2010; Borissoff et al., 2011; Chu JA, 2011). Pada penelitian ini kami mendapatkan penurunan kadar TF activity sebesar 42,23% pada pasien DM tipe 2 dengan pemberian simvastatin 20 mg/hari selama 6 minggu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
2. Pengaruh simvastatin terhadap kadar PAI-1 Statin tidak hanya mempengaruhi sistem koagulasi tetapi juga aktivitas fibrinolisis. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa pemberian statin meningkatkan kadar aktivitas dan sintesis tPA (tissue plasminogen activator) dan secara bersamaan menurunkan kadar, aktivitas dan sintesis PAI-1 (Ostradal, 2012; Violi et al., 2013). Downregulasi statin terhadap PAI-1 tergantung pada inhibisi Rho family proteins dan mungkin mengaktivasi PI-3K/Akt signaling pathway (Violi et al., 2013; Undas et al., 2014). Para peneliti, secara in vitro sepakat bahwa statin mampu mengaktivasi fibrinolisis dengan menurunkan PAI-1 tetapi uji klinis mendapatkan hasil yang kurang menyakinkan (Ostradal, 2012 sitasi Krysiak et al., 2003). Penelitian lain dengan simvastatin 20 mg/hari pada 26 subyek DM tipe 2 selama 12 bulan mendapatkan hasil penurunan fragmen protrombin (F1+2) dan PAI-1 setelah 6 minggu (Ludwig et al., 2005). Tetapi hasil penelitian tersebut kurang menyakinkan karena ada kelemahan pada penelitian tersebut, yaitu 64% subyek pada penelitian tersebut mengkonsumsi OAD golongan glitazone. Obat ini menurut penelitian Hanefeld et al., 2007 mampu menurunkan PAI-1 pada 125 subyek pasien dengan resiko kardiovasuler non DM. Pada penelitian tersebut dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu pioglitazone 30 mg/hari, simvastatin 20 mg/hari dan kombinasi pioglitazonesimvastatin. Didapatkan penurunan kadar PAI-1 pada kelompok pioglitazone dan kombinasi pioglitazone-simvastatin, tetapi tidak didapatkan penurunan PAI-1 pada kelompok simvastatin (Hanefeld et al., 2008). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
Penelitian klinis lain dengan pemberian simvastatin 20 mg/hari selama 12 minggu pada 25 subyek hiperkolesterol dan 28 subyek gula darah puasa terganggu didapatkan hasil penurunan PAI-1 yang bermakna dimana terapi selama 12 minggu lebih kuat penurunannya dibanding terapi selama 4 minggu meskipun demikian kadarnya masih lebih tinggi dibanding kontrol (Krysiak et al., 2010). Penelitian terbaru dari Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis (MESA) pada 6814 subyek pria dan wanita sehat tanpa penyakit kardiovaskuler saat awal penelitian, kohort sejak tahun 2002, didapatkan hasil peningkatan kadar fibrinogen sebesar 2% dan peningkatan PAI-1 sebesar 22% pada pengguna statin dibanding yang tidak mengkonsumsi statin (Adam et al., 2013). Plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) merupakan inhibitor kuat proses fibrinolisis dan kadarnya meningkat pada kondisi klinis sehubungan dengan penyakit kardiovaskuler. Penurunan fibrinolisis akibat peningkatan PAI-1 akan berakibat penumpukan
fibrin
dalam
dinding
pembuluh
darah
sehingga
terbentuk
aterotrombosis. PAI-1 merupakan protein fase akut yang juga terlibat dalam inflamasi vaskuler sehingga PAI-1 tidak hanya terlibat sistemik tetapi juga berperan secara lokal terhadap kejadian kardiovaskuler (Aso Y, 2007). Fibrinolisis teraktivasi ketika terbentuk fibrin yang diikuti dengan penumpukan plasminogen dan tPA pada permukaan fibrin. Selama proses fibrinolisis, fibrin yang tidak terlarut akan dihancurkan oleh plasmin menjadi fibrin degradation product (FDP). Plasmin berasal dari plasminogen yang dikonversi menjadi bentuk aktifnya (plasmin) oleh tPA dan uPA. Plasmin yang berperan sentral dalam proses commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
fibrinolisis. Proses fibrinolisis ini dikendalikan oleh dua inhibitor, yaitu PAI-1 yang merupakan inhibitor utama tPA/uPA, dan α2PI (α2 plasmin inhibitor) yang menghambat langsung plasmin (Huang dan Lee, 2005; Aso Y, 2007; Hajjar KA, 2010). Plasmin
merupakan
proteinase
yang
tidak
hanya
berperan
dalam
menghancurkan fibrin, tetapi dapat juga mendegradasi glikoprotein dan preteoglikan ECM (extracellular matrix) seperti laminin, fibronectin dan vitronectin. Plasmin juga mengaktifkan proteinase yang lain seperti MMP-1, MMP-3 dan MMP-9 (matrix extracellular) serta mengaktivasi dan melepaskan growth factor dari ECM seperti TGF-β, FGF dan VEGF sehingga plasmin berperan dalam meningkatkan degradasi ECM dan migrasi sel (Huang dan Lee, 2005; Aso Y, 2007; Hajjar KA, 2010; Schneider dan Sobel, 2012). Ekspresi PAI-1 yang berlebihan akan menekan migrasi VSMC ke tunika intima sehingga mencegah obstruksi lumen. Sebaliknya, peningkatan PAI-1 akan menyebabkan pembentukan neointima pada dinding arteri akibat akumulasi fibrin sehingga terjadi penyempitan lumen. Konstantinides et al menjelaskan ambiguitas ini, bahwa pada tahap awal remodelling vascular sebelum terbentuk trombin dan fibrin, PAI-1 mencegah migrasi dan proliferasi VSMC dan menstabilkan ECM; tetapi pada tahap lanjut, ketika telah terbentuk trombus, PAI-1 akan menyebabkan terbentuknya neointima yang akan menyempitkan lumen arteri karena pertumbuhan plak, penipisan fibrous cap dan berisiko ruptur plak (Aso Y, 2007; Schneider dan Sobel, 2012). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Perbedaan hasil penelitian yang dilakukan Krysiak et al., 2010 yang menghasilkan penurunan PAI-1 pada pemberian simvastatin dibandingkan dengan MESA Study oleh Adam et al., 2013 yang justru menemukan peningkatan PAI-1 pada pemberian simvastatin dapat dijelaskan melalui sifat ambiguitas PAI-1. Subyek penelitian Krysiak et al., 2010 diambil dari pasien-pasien yang sudah mengalami aterosklerosis dengan mengukur ketebalan arteri carotis comunis dengan USG. Dengan kata lain, pasien tersebut sudah berada pada proses remodelling vascular tahap lanjut dimana kadar PAI-1 yang tinggi akan menurunkan kadar plasmin sehingga terjadi penurunan kemampuan degradasi fibrin yang berakhir dengan pembentukan neointima di dinding pembuluh darah dan pertumbuhan plak. Di sisi lain, rendahnya kadar plasmin akibat tingginya PAI-1 akan mencegah migrasi VSMC sehingga fibrous cap menipis. Pertumbuhan plak dan menipisnya fibrous cap akan menyebabkan rentan terjadinya ruptur plak. Pada kondisi kadar PAI-1 yang tinggi, pemberian simvastatin akan mengembalikan ke kondisi homeostasis dengan menurunkan kadar PAI-1 sehingga terjadi peningkatan kadar plasmin. Hal ini akan menyebabkan degradasi fibrin meningkat sehingga tidak terjadi pembentukan neointima di dinding pembuluh darah dan mencegah pertumbuhan plak. Di sisi lain, terjadi migrasi VSMC sehingga fibrous cap menebal. Kombinasi dua hal tersebut akan mencegah ruptur plak. Kondisi yang bertolak belakang terjadi pada MESA study oleh Adam et al., 2013, dimana subyek penelitian tersebut adalah pasien sehat yang tidak ada riwayat penyakit kardiovaskuler pada saat ikut penelitian di tahun 2002. Pasien-pasien commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
tersebut diikuti secara kohort sampai sekarang. Dengan kata lain, subyek penelitian MESA study adalah pasien yang belum ada atau kalaupun ada proses remodelling vascular terjadi pada tahap awal yang belum terbentuk trombin dan fibrin. Pada kondisi demikian PAI-1 dibutuhkan untuk menjaga kondisi homeostasis, yaitu mencegah migrasi VSMC dan menstabilkan matrik ekstraseluler, sehingga patensi lumen pembuluh darah tetap terjaga. Dengan demikian, pemberian simvastatin tidak akan banyak mempengaruhi kadar PAI-1, karena vaskuler masih dalam kondisi homeostasis. Pada penelitian ini kami tidak menemukan perbedaan kadar PAI-1 sebelum dan sesudah pemberian simvastatin 20 mg/hari selama 6 minggu pada pasien DM tipe 2. Penelitian kami sama seperti MESA study yang tidak menunjukkan penurunan kadar PAI-1 pada pemberian statin, tetapi justru terjadi peningkatan kadar PAI-1 meskipun tidak bermakna. Statin mampu mempengaruhi fibrinolisis meskipun secara tidak langsung yaitu mempengaruhi struktur fibrin sehingga mempercepat lisis clot dan meningkatkan permeabilitas clot. Undas et al., 2009 menemukan meningkatnya kecepatan lisis clot sebesar 11,2% dan peningkatan permeabilitas clot sebesar 4,4% pada pemberian simvastatin 40 mg/hari selama 3 bulan pada subyek dengan kadar kolesterol dibawah 3,4 nM. Undas et al., 2006 menemukan pemendekan waktu fibrinolisis dan peningkatan permeabilitas fibrin pada subyek dengan riwayat infark miokard yang diberikan atorvastatin 40 mg/hari dan simvastatin 40 mg/hari selama 28 hari (Marchi, 2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
Statin menyebabkan penurunan kadar TF sehingga terjadi penurunan kadar trombin. Fibrin yang terbentuk pada kondisi kadar trombin rendah, mempunyai komposisi serat lebih tebal dengan pori-pori lebih besar dan lebih sedikit cabangcabangnya bila dibandingkan fibrin yang terbentuk pada kadar trombin tinggi. Hal tersebut yang menyebabkan peningkatan lisis dan permeabilitas clot pada subyek dengan terapi statin (Marchi, 2011). Kami setuju pendapat Undas et al., 2014 yang menyatakan bahwa statin mempunyai efek anti-koagulan predominan melalui downregulasi TF dan peningkatan ekspresi TM (thrombomodulin) endotel sehingga menurunkan kadar trombin. Efek tersebut ditambah dengan aktivitas profibrinolisis dan antiplatelet statin (Undas et al., 2014).
B. Keterbatasan Penelitian Penelitian yang kami lakukan membuktikan bahwa simvastatin mampu menurunkan kadar TF tetapi tidak mampu menurunkan kadar PAI-1 pada pasien DM tipe 2. Hal ini terjadi karena PAI-1 mempunyai sifat ambiguitas
yang
tergantung
pada kondisi remodelling vascular. Pada tahap awal remodelling vascular dimana belum terbentuk trombin dan fibrin, PAI-1 dibutuhkan untuk mempertahankan patensi lumen pembuluh darah. Tetapi pada tahap lanjut dimana telah terbentuk trombin, PAI-1 akan menyebabkan ruptur plak. Subyek penelitian kami adalah pasien DM tipe 2 yang semuanya tanpa riwayat komplikasi kardiovaskuler sehingga pemberian simvastatin tidak banyak commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
berpengaruh terhadap kadar PAI-1. Ini adalah keterbatasan penelitian kami, untuk selanjutnya kami menyarankan untuk menambah satu kelompok perlakuan simvastatin, yaitu pada DM tipe 2 dengan komplikasi kardiovaskuler untuk lebih mengetahui sifat ambiguitas PAI-1. Sehingga untuk penelitian yang akan datang kami menyarankan ada tiga kelompok perlakuan yaitu; DM tipe 2 tanpa komplikasi kardiovaskuler + plasebo, DM tipe 2 tanpa komplikasi kardiovaskuler + simvastatin dan DM tipe 2 dengan komplikasi kardiovaskuler + simvastatin.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VII PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Simvastatin menurunkan kadar TF (tissue factor) pada pasien DM tipe 2. 2. Simvastatin tidak berpengaruh terhadap kadar PAI-1 (plasminogen activator inhibitor-1) pada pasien DM tipe 2.
B. Saran 1. Simvastatin dapat digunakan untuk menurunkan kecenderungan trombosis yang merupakan tahap krusial perkembangan aterosklerosis pada pasien DM tipe 2. 2. Penelitian yang akan datang harus memperhatikan sifat ambiguitas PAI-1, yaitu dengan membandingkan pengaruh simvastatin terhadap kadar PAI-1 pada pasien DM tipe 2 dengan komplikasi kardiovaskuler dengan yang tanpa komplikasi kardiovaskuler. 3. Dilakukan penelitian lanjutan dengan jumlah sample yang lebih besar dengan melibatkan multisenter dan jangka waktu yang lebih lama.
commit to user 83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
ADA. 2010. Standards of Medical Care in Diabetes-2010. Diabetes Care, 33(1): S11S61. Adam N, Lutsey P, Folsom A, Herrington D, Sibley C, Zakali N et al. 2013. Statin Theraphy and Level of Hemostatic Factors in a Healthy Population: The Multi-Ethnic Study of Atherosclerosis. J Thromb Haemost, 11(6): 1078-84. Alzahrani SH, Ajjan RA. 2010. Coagulation and Fibrinolysis in Diabetes. Diabetes & Vascular Disease Research, XX(X): 1-14. Ankur R, Seema R, Gurfateh S, Ashok K and Khan M. 2011. Cardioprotection with Simvastatin: An Appraisal. IRJP, 2(6): 23-7. Aso Y. 2007. Plasminogen Activator Inhibitor (PAI-1) in Vascular Inflammation and Thrombosis. Frontiers in Bioscience, 12(5): 2957-66. Bader T. 2010. The Myth of Statin-Induced Hepatotoxicity. Am J Gastroenterol, 105: 978-80. Balasubramaniam K, Viswanathan G, Marshall SM and Zaman AG. 2012. Increased Atherothrombotic Burden in Patients with Diabetes Mellitus and Acute Coronary Syndrome: A Review of Antiplatelet Therapy. Cardiology Research and Practice, 909154: 1-18. Bambang P. 2012. Hipertensi. Dalam Agung S, Wachid P, Restu F dan Diding HP. (editors). Hipertensi (Patogenesis, Kerusakan Target Organ dan Penatalaksanaan). Cetakan 1, UNS Press. Surakarta, h 3-58. Beltowski J. 2005. Statin and Modulation of Oxidative Stress. Toxicology Mechanisms and Methods, 15: 61-92. Bennet PH, Knowler CW. 2006. Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and Glucose Homeostasis. In R. Kahn, GC. Weir, GL. King, AC. Moses, RJ. Smith and AM. Jacobson (editors). Joslin’s Diabetes Mellitus, 14th Ed, Lippincott Williams and Wilkins, Boston, Massachucets, pp 332-38. Binder BR, Christ G, Gruber F, Grubic N, Hufnagl P, Krebs M, Mihaly J and Prager GW. 2002. Plasminogen Activator Inhibitor 1: Physiological and Pathophysiological Roles. News Physiol Sci, 17: 56-61. commit to user 84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
Bogdanov VL and Osterud B. 2010. Cardiovascular Complication of Diabetes Mellitus: The Tissue Factor Perspective. Thrombosis Research, 125: 112-18. Borissoff JI, Spronk HM and Cate H. 2011. The Hemostatic System as A Modulator of Atherosclerosis. NEJM, 364: 1746-60. Breitenstein A, Camici GG and Tanner FC. 2010. Tissue Factor: Beyond Coagulation in The Cardiovascular System. Clinical Science, 118: 159-72. Brownlee M, Aiello LP, Cooper ME, Vinik AI, Nesto RW and Boulton JM. 2008. Complication of Diabetes Mellitus. In HM. Kronenberg, S. Melmed, KS. Polonsky and PR. Larsen (editors). Williams Textbook of Endocrinology, 11th Ed, Saunders Elsevier, Canada, pp 1417-31. Brownlee M. 2005. The Pathobiology of Diabetic Complications, A Unifying Mechanism. Diabetes, 54(6): 1615-24. Chu JA. 2011. Tissue Factor, Blood Coagulation and Beyond: An Overview. International Journal of Inflammation, 367284: 1-30. Dunn EJ, Grant PJ. 2005. Atherothrombosis and The Metabolic Syndrome. In CD. Byrne and SH. Wild (editors). The Metabolic Syndrome. John Wiley & Sons, Ltd. England, pp180-95. Eldor R and Raz I. 2009. American Diabetes Association Indications for Statins in Diabetes, Is there evidence? Diabetes Care, 32(S2): S384-90. El-Hagracy RS, Kamal GM, Sabry IM, Saad AA, El Ezz NF and Nasr HA. 2010. Tissue Factor, Tissue Factor Pathway Inhibitor and Factor VII Activity in Cardiovascular Complicated Type 2 Diabetes Mellitus. Oman Medical Journal, 25(3): 173-77. Farkouh ME. 2008. Diabetes and Cardiovascular Disease. In V. Fuster, RA. Rourke, RA. Walsh and PP. Wilson (editors). Hurst’s The Heart, 12th Ed, McGrawHill Companies. USA, pp 185-201. Feener EP, Dzau VJ. 2006. Pathogenesis of Cardiovascular Disease In Diabetes. In R. Kahn, GC. Weir, GL. King, AC. Moses, RJ. Smith and AM. Jacobson (editors). Joslin’s Diabetes Mellitus, 14th Ed, Lippincott Williams and Wilkins, Boston, Massachucets, pp 868-84.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
Fenton II JW, Brezniak DV, Ofosu FA, Shen GX, Jacobson JR and Garcia JGN. 2005. Statin and Thrombin. Current Drug Targets-Cardiovas & Haemat Dis, 5(2):115-20. Fenton II JW, Jeske WP, Catalfamo JL, Brezniak DV, Moon DG and Shen GX. 2002. Statin Drugs and Dietary Isoprenoids Downregulate Protein Prenylation in Signal Tranduction and Are Antithrombotic and Prothrombolytic Agents. Biochemistry (Moscow), 67(1): 85-91. Funk SD, Yurdagul A and Orr W. 2012. Hyperglycemia and Endothelial Dysfunction in Atherosclerosis: Lesson from Type 1 Diabetes. International Journal of Vascular Medicine, 56954: 1-19. Goodman and Gilman. 2008. Drug Therapy for Hypercholesterolemia and Dyslipidemia. In Brunton L, Parker K, Blumental D and Buxton I (editors). Goodman & Gilman’s Manual of Pharmacology and Therapeutics. Mc GrawHill Companies. USA, pp 611-15. Guntur H. 2000. Imunopatobilogi Sepsis dan Penatalaksanaannya. Presentasi pengukuhan guru besar FK UNS Juli 2003. Guntur H. 2008. Koagulasi Intravaskuler Diseminata. Dalam SIRS, Sepsis dan Syok Septik. UNS Press, Surakarta, h 95-104. Guntur H. 2008. The Role of Antioxidant. KONAS PAPDI Padang 10 Juli 2008. Hadi AR, Suwaidi JA. 2007. Endothelial Dysfunction in Diabetes Mellitus. Vascular Health and Risk Management, 3(6): 853-76. Hajjar KA. 2010. Fibrinolysis and Thrombolysis.In MA. Lichtman, TJ. Kipps, U. Selighson, K. Kaushansky and JT. Prchal (editors). Williams Hematology, 8th Ed, McGraw-Hill Companies. USA, pp 504-65. Hannefeld M, Marx N, Pfutzner A, Baurecht W, Lubben G, Karagiannis E et al. 2007. Anti-Inflammatory Effect of Pioglitazone and/or Simvastatin in High Cardiovascular Risk Patients With Elevated High Sensitivity C-Reactive Protein. J Am Coll Cardiol, 49:290-7. Huang TS and Lee CC. 2005. Plasminogen Activator Inhibitor-1: The Expression, Biological Function, and Effect on Tumorigenesis and Tumor Cell Adhesion and Migration. J. Cancer Mol, 1(1): 25-36. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
Josan K, Majumar SR and McAlister FA. 2008. The Efficacy and Safety of Intensive Statin Therapy: A Meta-Analysis of Randomized Trials. CMAJ, 178(5): 57684. Knopp RH. 1999. Drug Treatment of Lipid Disorders. NEJM, 341(7): 498-508. Kotyla P. The Role of 3-Hydroxy-3-Methylglutaryl Coenzyme A Reductase Inhibitors (Statins) in Modern Rheumatology. Ther Adv Musculoskel Dis, 2(5): 257-69. Kruithof EK. 2008. Regulation of Plasminogen Activator Inhibitor Type I Gene Expression by Inflammatory Mediators and Statins. Thromb Haemost; 100: 969-75. Krysiak R, Dymek G and Okopien B. 2010. Hemostatic Effect of Simvastatin in Subject with Impaired Fasting Glucose. Pharmacological Reports, 62: 109098. Krysiak R, Okopien B and Herman ZS. 2003. Effect of HMG-CoA Reductase Inhibitors on Coagulation and Fibrinolysis Processes. Drugs, 63(17): 1821-54. Ludwig S, Dharmalingam S, Nesmith SE, Ren S, Zhu F, Ma GM et al. 2005. Impact of Simvastatin on Hemostatic and Fibrinolytic Regulators in Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes Research and Clinical Practice, 70: 110-18. Maly MA, Tomasov P, Hajek P, Blasko P, Hrachovinova I, Salaj P and Veselka J. 2007. The Role of Tissue Factor in Thrombosis and Hemostasis. Physiol Res, 56: 685-95. Mannarino E, Pirro M. 2008. Endothelial Injury and Repair: A Novel Theory for Atherosclerosis. Angiology, 59(2): 69S-72S. Marchi RC. 2011. Statin Therapy: Effect on Plasma Fibrinogen Level and Fibrinolysis. J Nutr Disorder Ther. S6: 001: 1-7. Mason J. 2003. Statins and Their Role in Vascular Protection. Clinical Science, 105: 251-66. Mayes PA and Botham KM. 2003. The Respiratory Chain & Oxidative Phosphorylation. In RK. Murray, DK. Granner, PA. Mayes and VW. Rodwell (editors). Harper’s Illustrated Biochemistry, 26th Ed, Lange Medical Books/McGraw-Hill. USA, pp 92-111. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
McFarlane SI, Muniyapa R, Fransisco R and Sowers JR. 2002. Pleiotropic Effect of Statins: Lipid Reduction and Beyond. J Clin Endocrinol Metab, 87(4): 145158. Meerarani P, Moreno PR, Cimmino G and Badimon JJ. 2007. Atherothrombosis: Role of Tissue Factor, Link between Diabetes, Obesity and Inflammation. Indian Journal of Experimental Biology, 45(1): 103-10. Mohan V, Venkratraman JV and Pradeepa R. 2010. Epidemiology of Cardiovascular Disease in Type 2 Diabetes: The Indian Scenario. J Diabetes Sci Technol, 4(1): 158-66. Monroe DM. 2010. Molecular Biology and Biochemistry of The Coagulation Factors and Pathways of Hemostasis. In MA. Lichtman, TJ. Kipps, U. Selighson, K. Kaushansky and JT. Prchal (editors). Williams Hematology, 8th Ed, McGrawHill Companies. USA, pp 809-56. Nedeljkovic ZS, Gokce N and Loscalzo J. 2003. Mechanisms of Oxidative Stress and Vascular Dysfunction. Postgrad Med J, 79:195-200. Okopien B, Krysak R, Madej A, Belowski D, Zielenski M, Kowalski J et al. 2004. Effect of Simvastatin and Fluvastatin on Plasma Fibrinogen Levels in Patients with Primary Hypercholesterolemia. Pol J Pharmacol, 56: 781-87. Ostradal P. 2012. Statin as First-line Theraphy for Acute Coronary Syndrome?. Exp Clin Cardiol, 17(4): 227-36. Paul DP, Gahtan V. 2003. Noncholesterol-Lowering Effect of Statins. Vasc Endovasc Surg, 37: 301-13. PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta, h 1-8. Ruberg FL, Loscalzo J. 2002. Prothrombotic Determinants of Coronary Atherothrombosis. Vascular Medicine, 7: 289-99. Sadowits B, Maier KG and Gahtan V. 2010. Statin Therapy-Part I: The Pleiotropic Effect of Statin in Cardiovascular Disease. Vascular and Endovascular Surgery, 44(4): 21-51. Schalkwijk CG and Stehouwer DC. 2005. Vascular Complications in Diabetes Mellitus: The Role of Endothelial Dysfunction. Clinical Science, 109: 143-59. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
Schneider and Sobel. 2012. PAI-1 and Diabetes: A Journey from the Bench to the Bedside. Diabetes Care, 35: 1961-67. Schneider DJ, Sobel BE. 2005. Diabetes and Atherosclerosis. In MT. Johnstones and A. Veves (editors). Diabetes and Cardiovascular Disease, 2nd Ed, Humana Press Inc, Totowa, New Jersey, pp 119-34. Skrha J. 2007. Diabetes and Vascular Disease: From Pathogenesis to Treatment are Vascular Effect of Hypoglycemic and Hypolipidemic Drugs Independent of Their Metabolic Effect? Diabetes and Meaabolic Syndrom: Clinical Research & Reviews, 1: 61-9. Sopiyudin D. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 3, Salemba Medika. Jakarta. Sri RH, Sukman P, Imran C dan Sudigdo S. 2011. Uji Klinis,. Dalam Sudigdo S dan Sofyan I (editor). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Edisi 4, Sagung Seto. Jakarta, h 187-217. Stancu C and Sima A. 2001. Statin: Mechanism of Action and Effect. J.Cell.Mol.Med, 5(4): 378-87. Steffel J, Luscher TF and Tanner FC. 2006. Tissue Factor in Cardiovascular Diseases: Molecular Mechanisms and Clinical Implications. Circulation, 113: 722-31. Suradi M. 2011. Penatalaksanaan Koagulasi Intravaskular Diseminata pada Penderita Sepsis. Dalam National Workshop: The 4th Indonesian SEPSIS Forum, Surakarta, 14 Januari 2011, Sunana Hotel Solo, UNS Press, Surakarta, h 58-91. Tabit CE, Chung WB, Hamburg NM and Vita JA. 2010. Endothelial Dysfunction in Diabetes Mellitus: Molecular Mechanisms and Clinical Implications. Rev Endocr Metab Disord, 11(1): 61-74. Tamargo J, Caballero R, Gomez R, Nunez L, Vaquero M and Delpon E. 2007. LipidLowering Therapy with Statin, A New Approach to Antiarrhytmic Therapy. Pharmacology and Therapeutics, 114: 107-26. Tharanavij T, Wongtanakarn S, Lerdvuthisopon N, Pharm ST, Pharm PY, Sritipsukho P. 2010. Lipid Lowering Efficacy between Morning and Evening Simvastatin Treatment: A Randomized Double-Blind Study. J Med Assoc Thai, 93 (suppl 7): S109-S113. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
Tremoli E, Camera M, Toschi V and Colli S. 1999. Tissue Factor in Atherosclerosis. Atherosclerosis, 144: 273-83. Undas A, Ziedin KB and Mann K. 2014. Anticoagulant Effect of Statin and Their Clinical Implications. Thrombosis and Haemostasis, 111(3): 1-7. Van den Oever AM, Raterman HG, Nurmohamed MT and Simsek S. 2010. Endothelial Dysfunction, Inflammation and Apoptosis in Diabetes Mellitus. Mediators of Inflammation, 792393: pp 1-15. Violi F, Calvieri C, Ferro D and Pignatelli P. 2013. Statin as Antithrombotic Drugs. Circulation, 127: 251-7. Virella MF and Virella G. 2005. Diabetes and Atherosclerosis. In MT. Johnstones and A. Veves (editors). Diabetes and Cardiovascular Disease, 2nd Ed, Humana Press Inc, Totowa, New Jersey, pp 236-57. Widlansky ME, Gokce N, Keaney JF, and Vita JA. 2003. The Clinical Implications of Endothelial Dysfunction. JACC, 42(7):1149-60. Wolfrum S, Kristin S and Liao JK. 2003. Endothelium-Dependent Effect of Statin. Arterioscler Thromb Vasc Biol, 23: 729-36. Yanez MR, Agulla J, Gonzalez RR, Sobrino T and Castillo J. 2008. Review: Statin and Stroke. Therapeutic Advances in Cardiovascular Disease, 2(3): 157-66. Zoccai GG, Abbate A, Liuzzo G and Biasucci LM. 2003. Atherothrombosis, Inflammation and Diabetes. JACC, 41(7): 1071-77.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 1
LEMBAR PEMBERIAN INFORMASI PENELITIAN
Saya, dr. Didik Supriyadi, residen Ilmu Penyakit Dalam FK UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta akan melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Simvastatin terhadap Kadar Tissue Factor dan Plasminogen Activator Inhibitor-1 pada Pasien DM tipe 2” mengajak bapak/ibu/saudara untuk ikut serta dalam penelitian tersebut. Penelitian ini membutuhkan 24 subyek penelitian dengan jangka waktu keikutsertaan masing-masing subyek selama 6 minggu. Penelitian ini telah dinyatakan laik etik oleh Panitia Kelaikan Etik RSUD Dr. Moewardi Surakarta, No 173/XII/ERC/2013 tertanggal 20 Desember 2013.
A. Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: -
Mengetahui pengaruh simvastatin terhadap kadar TF pada pasien DM tipe 2
-
Mengatahui pengaruh simvastatin terhadap kadar PAI-1 pada pasien DM tipe 2
B. Manfaat penelitian Simvastatin merupakan satu obat dengan banyak manfaat, penelitian ini dirancang untuk membuktikan pengaruh simvastatin terhadap kadar TF dan PAI-1 pada pasien DM tipe 2, bila didapatkan penurunan kadarnya maka obat ini dapat digunakan untuk menekan resiko trombosis pada pasien DM.
C. Keuntungan bagi subyek Bapak/ibu/saudara dapat mengetahui kadar TF dan PAI-1nya, faktor yang berperan pada kejadian penyakit kardiovaskuler seperti stroke, penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tepi dan lain-lain komplikasi diabetes mellitus. commit to user 91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
D. Protokol penelitian Adapun langkah-langkah penelitian sebagai berikut: -
Bapak/ibu/saudara akan diwawancarai oleh dokter/peneliti seputar penyakit yang
diderita, riwayat pengobatan, obat-obat yang dikonsumsi dan lain-lain yang diperlukan dalam penelitian ini. -
Bapak/ibu/saudara akan diperiksa oleh dokter/peneliti.
-
Pada hari yang telah ditentukan bapak/ibu/saudara akan diambil darahnya untuk
diperiksa kadar tissue factor dan plasminogen activator inhibitor-1. -
Bapak/ibu/saudara akan diberi obat simvastatin 20 mg atau plasebo (obat tanpa
simvastatin) yang harus diminum satu tablet tiap hari pada jam 19.00 (jam 7 malam). -
Setelah minum obat tersebut selama 6 minggu maka bapak/ibu/saudara akan
diambil lagi darahnya, diukur kadar tissue factor dan plasminogen activator inhibitor1 kemudian akan dibandingkan dengan kadar sebelumnya. -
Selama penelitian berlangsung, bapak/ibu/saudara tetap meminum obat yang
biasa diminum sehari-hari. Obat-obat yang tidak boleh diminum akan dijelaskan oleh peneliti secara langsung.
E. Efek samping Simvastatin adalah obat yang sering digunakan sehari-hari untuk menurunkan kadar kolesterol. Dosis yang digunakan pada penelitian ini sebesar 20 mg, dosis ini merupakan dosis kecil yang biasa dipakai sehari-hari. Simvastatin merupakan produk alami, bukan sintetik sehingga lebih aman digunakan. Meskipun demikian pada beberapa orang dapat terjadi reaksi alergi, untuk itu bapak/ibu/saudara bila mengalami gatal-gatal, mual/muntah, pegal/nyeri/kram otot-otot ataupun kejadian yang tidak nyaman setelah
minum
obat
tersebut
diharapkan
memberitahukan
ditindaklanjuti.
commit to user
ke
peneliti
untuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
F. Kerahasiaan Seluruh informasi yang bapak/ibu/saudara berikan berkaitan dengan penelitian akan dirahasiakan dan hanya akan diketahui oleh peneliti. Hasil penelitian akan dipublikasikan tanpa identitas subyek penelitian.
G. Kesukarelaan untuk ikut penelitian Bapak/ibu/saudara bebas memilih untuk ikut/tidak dalam penelitian ini tanpa ada unsur paksaan. Bapak/ibu/saudara juga bebas untuk mengundurkan diri/berubah pikiran setiap saat tanpa dikenai denda apapun.
H. Informasi tambahan Bapak/ibu/saudara diberi kesempatan untuk menanyakan semua hal yang belum jelas sehubungan penelitian ini. Bila sewaktu-waktu terjadi efek samping atau membutuhkan penjelasan lebih lanjut, bapak/ibu/saudara dapat menghubungi peneliti, dr. Didik Supriyadi pada no hp 0823 2801 0464.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN
Setelah memperoleh informasi baik secara lisan dan tulisan mengenai penelitian yang dilakukan oleh dr. Didik Supriyadi dengan judul “Pengaruh Simvastatin terhadap Kadar Tissue Factor dan Plasminogen Activator Inhibitor-1 pada Pasien DM Tipe 2”, dan informasi tersebut telah saya pahami dengan baik mengenai manfaat, tindakan yang akan dilakukan, keuntungan dan kemungkinan ketidaknyamanan yang mungkin akan dijumpai, maka saya:
Nama
: …………………………………………………………………………….
Alamat
: …………………………………………………………………………….
Identitas
: …………………………………………………………………………….
Setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian tersebut.
Tanda tangan
Saksi
(nama terang)
commit to user 94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lampiran 3
commit to user 95