PENGARUH SIKLON TROPIS TERHADAP KARAKTERISTIK GELOMBANG PERMUKAAN DI LAUT TIMOR
SAYID GEUBRY AL-FARISI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Siklon Tropis terhadap Karakteristik Gelombang Permukaan di Laut Timor adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2015 Sayid Geubry Al-Farisi NIM C54090074
ABSTRAK SAYID GEUBRY AL-FARISI. Pengaruh Siklon Tropis terhadap Karakteristik Gelombang Permukaan di Laut Timor. Dibimbing oleh AGUS SALEH ATMADIPOERA. Siklon tropis (ST) di belahan bumi selatan dapat memengaruhi dinamika laut nusantara, khususnya di Laut Timor dan sekitarnya, melalui gejala cuaca ekstrim. Tujuan penelitian ini mendeskripsikan kejadian ST di wilayah Laut Timor dan pengaruhnya terhadap gelombang permukaan. Area penelitian adalah 110º-137º BT dan 7º-15º LS. Sumber data yang digunakan merupakan data reanalisis (interaksi laut-atmosfer) dari ECMWF dan NOAA, data observasi (trajektori ST) dari Badan Meteorologi Australia dan Filipina antara tahun 2001-2010. Analisis data menggunakan metode statistik deskripsi, skala Saffir-Simpson, plot deret waktu, diagram Hovmoller dan transformasi wavelet kontinu. Fenomena ST di Laut Timor umumnya berlangsung pada Musim Barat hingga Peralihan I, yaitu Desember hingga April. Bulan Maret merupakan periode puncak terjadinya ST di Laut Timor yang termasuk kategori 1 dalam skala Saffir-Simpson). Rerata siklus hidup ST Laut Timor adalah 4 hari, dengan siklus terlama 11 hari dan tercepat 2 hari. Lintasan ST di Laut Timor dimulai dari ~7° LS (utara Australia), mengalami pembelokan dan berakhir ~15° LS (daratan Australia atau Samudera Hindia). Rerata tinggi gelombang permukaan di Laut Timor pada saat ST adalah 3.2 m. Kata kunci: analisis data, Laut Timor, siklon tropis, gelombang permukaan, interaksi laut-atmosfer
ABSTRACT SAYID GEUBRY AL-FARISI. The Influence of Tropical Cyclone on Surface Waves in the Timor Sea. Under Supervision of AGUS SALEH ATMADIPOERA. Tropical cyclones (TC) occuring in the Southern Hemisphere may affect Indonesian waters, particularly in the Timor Sea, through extreme wave. Study objective was to characterize TC occurring in the Timor Sea, and its effects to surface waves. Area study was located between 110º-137º E and 7º-15º S. Reanalysis data (interaction ocean-atmospheric) were originated from the USECMWF and NOAA, observation data (TC trajectory) were originated from Bureau of Meteorology from Australia and the Philippines between 2001-2010. Data were analyzed using statistical methods, the Saffir-Simpson scale, time series plots, Hovmoller diagrams and continuous wavelet transform. TC phenomena in the Timor Sea were generally took place during the Northwest Monsoon until the first transition season (December to April). March was the peak period for TC in the Timor Sea with Saffir-Simpson category 1. Mean period of TC life cycle was 4 days, with the longest cycle lasted for 11 days and the shortest was 2 days. TC trajectory in general was started from ~7° S (northern Australia), recurved near Timor Sea and terminated at ~15° S (mainland Australia or the Indian Ocean). Mean surface wave height in the Timor Sea during TC was 3.2 m. Keywords: data analysis, Timor Sea, tropical cyclone, extreme wave, oceanatmosphere interaction
PENGARUH SIKLON TROPIS TERHADAP KARAKTERISTIK GELOMBANG PERMUKAAN DI LAUT TIMOR
SAYID GEUBRY AL-FARISI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihiwassallam. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah siklon tropis, dengan judul Pengaruh Siklon Tropis Terhadap Karakteristik Gelombang Permukaan di Laut Timor. Karya tulis ini penulis persembahkan khususnya kepada Alm. Said Rasyidin yang merupakan Bapak penulis sendiri. Karya ini bukan hanya pemikiran penulis semata, namun banyak sumbangan ide serta peran dari mereka yang turut andil dalam proses pembuatannya. Sehingga, penulis perlu memberikan apresiasi setinggi-tingginya walau hal tersebut belum cukup untuk menggantikan apa yang telah diberikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Agus S. Atmadipoera, DESS selaku pembimbing yang telah memberikan banyak pengalaman berharga, masukan dan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. Bapak Prof. Dr. Ir. Mulia Purba, M.Sc selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan arahan dalam penyusunan serta memeriksa perbaikan skripsi ini. Ibu Adriani Sunuddin, S.Pi M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penyusunan serta memeriksa perbaikan skripsi ini. Ibu Meutia Samira Ismet, S.Si M.Si selaku pembimbing akademik yang terus memberikan semangat dan doa. Ummi, Dek Meutia, Dek Zahra, Dek Humaira dan keluarga besar yang terus memberikan doa, semangat dan kasih sayang dari Tanah Serambi Mekkah kepada penulis yang berada di Kota Hujan ini. Pemerintah kabupaten Aceh Barat dan Bunda Sy. Rohana yang telah membiayai kuliah saya selama ini. Teman-teman Laboratorium Oseaonografi Fisik khususnya Isna, Ferdy dan Nabil yang setia menemani selama penelitian, serta Mba Ewi dan Danny yang terus memberikan semangat. Staf departemen Alm. Pak Yayat yang menyiapkan logistik selama menggunakan laboratorium, Pak Anto yang menyiapkan proses instalasi komputer, serta teman-teman pascasarjana Pak Gentio, Bu Eva, Mba Alin, Mba Ida, Pak Syahdan dan Mba Tyas atas masukannya. Teman-teman departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan (ITK) 46, teman-teman Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) 2009 tercinta, keluarga besar ITK dan IMTR, teman-teman Forum Keluarga Mahasiswa Perikanan (FKMC) 2011/2012, serta para penghuni Asrama Mahasiswa Aceh Leuser terutama Endang G. Pratidina selaku teman senasib seperjuangan dan Azwinur selaku ilustrator gambar. Semoga karya ilmiah ini memberikan pengaruh nyata dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.
Bogor, Agustus 2015 Sayid Geubry Al-Farisi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Waktu dan Lokasi Penelitian
2
Data Penelitian
3
Pengolahan dan Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Pola Lintasan dan Wilayah Pembentukan Siklon Tropis
7
Frekuensi dan Masa HidupSiklon Tropis
9
Fluktuasi Parameter Laut-Atmosfer Saat Musim ST
11
Posisi Pembentukan dan PeredaanSiklon Tropis
14
Fluktuasi Tekanan UdaraSaat Siklon Tropis
15
Intensitas Siklon Tropis
17
Pengaruh Tekanan Udara Terhadap Masa HidupSiklon Tropis
18
Hubungan Tekanan Udara dan Kecepatan Angin
18
Siklon Fay
20
Kejadian Tinggi Gelombang Permukaan yang Ekstrim di Tiga Lokasi Laut Timor 29 SIMPULAN DAN SARAN
32
Simpulan
32
Saran
33
DAFTAR PUSTAKA
33
RIWAYAT HIDUP
36
DAFTAR TABEL 1 Spesifikasi data parameter laut-atmosfer 2 Kategori siklon berdasarkan skala Saffir-Simpsons (NOAA2 2013)
4 5
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14
15
16
Wilayah penelitian ST di perairan Laut Timor pada koordinat 110-137 o BT hingga 7-11o LS. Tanda kotak hijau menunjukkan tiga sampling box Peta trajektori ST tahun 2001-2010 di perairan Laut Timor dan sekitarnya Pola trajektori ST berdasarkan bulan dalam periode Musim Barat; a) bulan Desember, b) bulan Januari dan c) bulan Februari Pola trajektori ST berdasarkan bulan dalam periode Musim Peralihan I; a) bulan Maret dan b) bulan April Frekuensi kejadian ST di perairan Laut Timor dalam kurun waktu a) bulanan dan b) tahunan Umur ST dalam satu siklus (hijau) dan di wilayah studi (merah muda) Time series parameter laut-atmosfer di wilayah studi: a) SPL, b) tekanan level laut, c) angin zonal 10 m, d) angin meridional 10 m, e) evaporasi, f) fluks bahang laten permukaan, g) presipitasi, h) tutupan awan total dan i) TGS. Time series di atas merupakan rerata 110o-137o BT hingga 7o-11o LS. Tanda kotak hijau menunjukkan periode Musim Barat hingga Peralihan I. Posisi ST pada saat pembentukan di derajat a) lintang selatan dan b) bujur timur Posisi ST pada saat peredaan di derajat a) lintang selatan dan b) bujur timur Fluktuasi tekanan udara pada saat pembentukan siklon a) Chris 2002, b) Laurence 2009 dan c) Ingrid 2005 Tekanan udara minimum a) dalam satu siklus dan b) di perairan Laut Timor dan sekitarnya Hubungan tekanan udara minimum terhadap masa hidup ST a) dalam satu siklus dan b) di Perairan Laut Timor Hubungan tekanan udara minimum dan kecepatan angin maksimum a) dalam satu siklus dan b) di perairan Laut Timor Parameter gelombang yang berhubungan dengan Siklon Fay: a) tinggi gelombang signifikan, b) arah gelombang rata-rata dan c) periode gelombang rata-rata Diagram Hovmoller rerata di koordinat 7-11o LS a) SPL, b) tekanan level laut, c) angin zonal 10 m, d) angin meridional 10 m, e) evaporasi, f) fluks bahang laten permukaan, g) presipitasi, h) tutupan awan total dan i) TGS. a) Kondisi tinggi gelombang permukaan (m) pada fase pembentukan dari Siklon Fay di Laut Timor, b) Analisis SPL pada 15 Maret 2004, kotak menunjukkan titik awal siklon (Sumber dari BOM2 2013).
2 7 8 9 10 11
12 14 15 16 17 19 20
21
22
25
17 Kondisi tinggi gelombang permukaan (m) pada fase pembibitan dari Siklon Fay di Laut Timor 18 Kondisi tinggi gelombang permukaan (m) pada fase dewasa dari Siklon Fay di Laut Timor 19 a) Kondisi Uap air pada 10.13 tanggal 23 Maret, b) Tampilan curah hujan dari siklon Fay oleh radar di wilayah Broome pada 05.40 tanggal 25 Maret 2004, c) Pantauan suhu menggunakan Gelombang mikro terhadap Siklon Fay pada intensitas maksimum terdekat pada 12.57 tanggal 20 Maret 2004 dan d) 05.39 tanggal 21 Maret 2004, e) Tampilan Siklon Fay dari satelit Aqua 05.40 tanggal 21 Maret 2004 dan f) 05.55 tanggal 26 Maret 2004 (Sumber dari BOM2 2013). 20 a) Kondisi tinggi gelombang permukaan (m) pada fase menghilang dari Siklon Fay di Laut Timor dan b) Analisis SPL pada 27 Maret 2004, kotak menunjukkan titik akhir siklon (Sumber dari BOM2 2013). 21 a) Tampilan Siklon Fay dari radar di wilayah Port Hedland pada 05.40 tanggal 27 Maret 2004, b) Distribusi curah hujan Maret 2004, penampakan total curah hujan tinggi disebabkan oleh Siklon Fay, dan c) Kehancuran terumbu karang di Scott Reef. (Sumber dari BOM2 2013) 22 Wilayah sampling box: a) Pulau Rote, b) Laut Timor dan c) Tanjung Arousu 23 Deret waktu TGS dan Analisis CWT terhadap TGS di perairan sekitar: a) Tanjung Arousu, b) Laut Timor dan c) Pulau Rote
26 26
27
28
29 30 30
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian mengenai siklon tropis (ST) terhadap variabilitas laut-atmosfer di perairan Indonesia mulai dikaji lebih intensif saat ini, di antaranya pengaruh ST terhadap curah hujan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara (Dyahwathi 2006); pengaruh El Nino terhadap kejadian ST (Mustika 2008); keterkaitan fluks bahang (heat flux) permukaan laut terhadap ST (Lindiasfika 2013). Kajian ST di perairan Laut Timor dan bagian timur Samudera Hindia juga menarik untuk diteliti karena wilayah ini merupakan perairan aktif terjadinya ST di belahan bumi selatan (BBS). Ahrens (2009) menuliskan bahwa fenomena badai siklon memiliki nama yang berbeda di tiap wilayah, seperti tropical cyclone (siklon tropis) di Australia, hurricane di Amerika yang berasal dari bahasa Taino (hurucan, dewa kejahatan) dan typhoon di Tiongkok yang berasal dari bahasa Tiongkok (taifung, angin besar). Daerah pembentukan ST di dunia mencakup Atlantik Barat, Pasifik Timur, Pasifik Utara bagian Barat, Samudera Hindia Utara dan Selatan, Australia, dan Pasifik Selatan. Sekitar 2/3 kejadian ST terletak di belahan bumi utara (BBU) (Tjasyono 2013) dan 1/3 ST terjadi di BBS, salah satunya berada di bagian antara selatan wilayah Indonesia dan Australia seperti Laut Timor. Hal tersebut sesuai dengan syarat terbentuknya ST yaitu memiliki wilayah perairan yang luas (laut lepas yang memiliki keda kira-kira 20 m-200 m). Syarat lainnya yaitu dicirikan oleh kecepatan angin rendah di bawah 10 m/s, kelembaban tinggi di lapisan dalam ST hingga troposfer, suhu permukaan laut (SPL) hangat mencapai 26.5 °C atau lebih. Secara umum pembentukannya berada di antara lintang 5-20° LU/LS (Ahrens 2009). Faktanya, 65% dari seluruh ST terbentuk di wilayah antara 10o dan 20o dari ekuator (Ahrens 2009, Tjasyono 2013) dan ±13% muncul pada lintang >22o, bahkan ST tidak muncul pada daerah 4o dari ekuator. Hal ini disebabkan oleh rotasi bumi atau gaya Coriolis (Tjasyono 2013). Pergerakan ST jarang menuju daerah lintang >20°, hal ini disebabkan oleh dua faktor: pertama, lingkungan tersebut merupakan daratan utama (benua); kedua, SPL <26.5 °C. Suhu >26.5 °C dapat menyediakan kebutuhan bahang dan kelembaban untuk memberi energi pada ST (Lutgens 2010). Fenomena ST memberikan dampak cuaca buruk bagi daerah di sekitarnya, yaitu angin kencang (badai), gelombang tinggi (erosi di pesisir pantai) dan hujan deras (banjir). Ahren (2009) menuliskan bahwa angin kencang yang dihasilkan oleh ST menyebabkan terbentuknya gelombang permukaan yang tingginya mencapai 10-15 m. Gelombang tersebut menjauh dari pusat badai dalam bentuk gelombang besar yang membawa energi yang dihasilkan badai menuju ke arah pantai, sehingga wilayah yang jauh dari tempat berlangsungnya ST juga terkena dampak dari rambatan gelombang tersebut (jangkauan ST >200 km). Penelitian terkait dampak ST ini penting untuk dilakukan karena dapat memengaruhi stabilitas wilayah pesisir, yang salah satunya diakibatkan oleh gelombang permukaan laut. Oleh karena itu, perlu adanya kajian mendalam terkait gelombang permukaan yang dihasilkan oleh ST.
2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan karakteristik ST yang mencakup jumlah kejadian, waktu kejadian, intensitas, lintasan (posisi lintang dan bujur), respon laut-atmosfer, siklus hidup dan dampaknya terhadap gelombang permukaan laut yang terbentuk di perairan Laut Timor.
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi dan pengetahuan yang lebih baik terkait dampak ST yang terjadi di wilayah Laut Timor khususnya terkait gelombang permukaan laut, serta dapat ditindaklanjuti sebagai informasi awal terhadap proses peringatan dini untuk keselamatan wilayah pantai dan manusia di laut.
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2013 hingga Desember 2014 bertempat di Laboratorium Oseanografi Fisika, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pemilihan wilayah studi yang tepat sangat penting agar kejadian ST dapat dipetakan secara tepat. Tujuannya adalah untuk memahami perubahan atau respon variabilitas parameter laut-atmosfer, khususnya parameter tinggi gelombang yang dihasilkan ST. Pada Gambar 1 disajikan cakupan area riset terdapat pada koordinat 110-137º BT hingga 7-15º LS yang di dalamnya terdapat tiga sampling box yang mewakili wilayah perairan Laut Timor.
Gambar 1 Wilayah penelitian ST di perairan Laut Timor pada koordinat 110137o BT hingga 7-11o LS. Tanda kotak hijau menunjukkan tiga sampling box.
3 Penetapan sampling box dikaitkan dengan kedekatannya terhadap Indonesia dan kemungkinan munculnya cuaca ekstrim, terutama gelombang tinggi. Ketiga sampling box yaitu: 1) di sekitar Pulau Rote pada koordinat 12º LS-123º BT; 2) di tengah perairan laut Timor 11º LS-128º BT; dan 3) di perairan Tanjung Arousu 9º LS-131º BT. Laut Timor merupakan bagian dari Samudra Hindia yang terletak di sekitar Pulau Timor, kini terbagi antara Indonesia dan Timor Leste, serta Teritorial Utara Australia. Laut Timor berbatasan dengan Laut Sawu di sebelah utara. Di sebelah timur berbatasan dengan Laut Arafura. Di sebelah barat berbatasan dengan Samudra Hindia dan di sebelah selatan berbatasan dengan daratan Utara Australia (Safitri et al. 2012). Alongi et al. (2011) menuliskan bahwa Perairan ArafuraTimor dan sekitarnya memiliki peran penting dalam sirkulasi Arus Lintas Indonesia (Arlindo) yang membawa massa air dan bahang dari Samudera Pasifik ke Hindia, serta dalam interaksi laut-atmosfer melalui perpindahan bahang dan uap air hangat dalam jumlah besar dari laut ke atmosfer. Hal tersebut berdampak pada pentingnya kawasan Arlindo sebagai mesin panas (heat engine) dalam sirkulasi atmosfer global yang dipengaruhi oleh dinamika El Nino Southern Oscillation (ENSO). Data Penelitian Data yang digunakan merupakan data reanalisis dan observasi dari basis data laut-atmosfer dunia dalam kurun waktu tahun 2001-2010. Data reanalisis diunduh dari European Centre for Medium-Range Weather Forecast (ECMWF 2013), yang meliputi tinggi gelombang signifikan (TGS), periode gelombang ratarata dan arah gelombang rata-rata. Data SPL, tekanan permukaan, tutupan awan total, angin zonal 10 m dan meridional 10 m diperoleh dari National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA1 2013). Data reanalisis global disusun dan digabung menjadi 10 tahun dari 2001-2010 menggunakan Ferret dan dicuplik berdasarkan wilayah Laut Timor dengan batas koordinat 110-137º BT hingga 715º LS. Data observasi ST diperoleh dari Australia Severe Weather (Australia 2013), the Phillippines' First Website on Tropical Cyclones (Phillippines 2013) dan Bureau of Meteorology (BOM1 2013) Australia. Data observasi per enam jam disusun menggunakan Microsoft Excel dan dikelompokkan berdasarkan wilayah Laut Timor dan diperiksa dengan rinci berdasarkan nama siklon, waktu kejadian, kecepatan angin maksimum, tekanan udara minimum dan posisi lintang bujur. Terdapat beberapa data yang kosong seperti kecepatan angin maksimum atau tekanan udara minimum, sehingga perlu disesuaikan antara data dari Badan Meteorologi Australia dan Filipina. Spesifikasi data disajikan dalam Tabel 1 di bawah ini:
4 Tabel 1 Spesifikasi data parameter laut-atmosfer Resolusi Spasial
Resolusi Temporal
Wilayah Cakupan
Tinggi gelombang signifikan
0.75° x 0.75°
Harian
Global (Dunia)
Periode gelombang rata-rata
0.75° x 0.75°
Harian
Global (Dunia)
Arah gelombang rata-rata
0.75° x 0.75°
Harian
Global (Dunia)
Suhu permukaan laut
0.25° x 0.25°
Harian
Global (Dunia)
Tutupan awan total
2.5° x 2.5°
Harian
Global (Dunia)
Tekanan level laut
2.5° x 2.5°
Harian
Global (Dunia)
Angin zonal 10 m
2.5° x 2.5°
Harian
Global (Dunia)
Angin meridional 10 m
2.5° x 2.5°
Harian
Global (Dunia)
Evaporasi
2.5° x 2.5°
Harian
Global (Dunia)
Presipitasi total
2.5° x 2.5°
Harian
Global (Dunia)
Fluks bahang laten permukaan
2.5° x 2.5°
Harian
Global (Dunia)
-
Per-6 jam
Laut Timor dan sekitarnya
Variabel Data
Trajektori siklon tropis
Rentang Data 01/01/200131/12/2010 01/01/200131/12/2010 01/01/200131/12/2010 01/01/200131/12/2010 01/01/200131/12/2010 01/01/200131/12/2010 01/01/200131/12/2010 01/01/200131/12/2010 01/01/200131/12/2010 01/01/200131/12/2010 01/01/200131/12/2010 2001-2010
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan piranti lunak Microsoft Excel, ArcGIS, Ferret dan MATLAB. Microsoft Excel digunakan untuk merapikan data rekaman jejak siklon dari Badan Meteorologi Australia dan Filipina, serta menampilkan data dalam bentuk diagram batang atau grafik. ArcGIS digunakan untuk membuat peta trajektori/lintasan ST. Ferret digunakan untuk mendeskripsikan dan memvisualisasikan paramater-parameter yang berhubungan dengan fenomena ST dalam bentuk grafik, gambar dan animasi. MATLAB digunakan untuk mendeskripsikan dampak ST terhadap tinggi gelombang signifikan dalam bentuk sinyal. Sedangkan analisis data menggunakan metode statistik deskripsi, skala Saffir-Simpson, plot deret waktu, diagram Hovmoller dan analisis transformasi wavelet kontinu. Statistik deskripsi digunakan dalam melakukan sensus ST yang meliputi waktu terjadinya (dalam tahun, musim, bulan), frekuensi dan umur ST, posisi pembentukan dan peredaan ST, Fluktuasi tekanan udara saat ST berlangsung, pengaruh tekanan udara terhadap umur ST serta hubungan tekanan udara dan kecepatan angin. Analisis Skala Saffir-Simpson digunakan untuk menentukan kategori berdasarkan energi siklonnya. Analisis deret waktu digunakan untuk melihat anomali parameter laut-atmosfer yang terjadi ketika musim ST berlangsung. Analisis diagram Hovmoller digunakan untuk membahas lebih detil terkait Siklon Fay yang pernah terbentuk di wilayah studi pada tahun 2004. Analisis transformasi wavelet kontinu digunakan untuk melihat respon sinyal gelombang di tiga wilayah sampling yaitu sekitar Pulau Rote, Laut Timor dan Tanjung Arousu.
5 Metode Statistik Deskripsi Dalam menghitung nilai frekuensi kemunculan ST, dilakukan percobaan berupa perumpamaan kuantitatif ST dengan nilai 1 dan 0.5. Metode ini digunakan agar memudahkan memetakan kejadian ST dengan parameter waktu hidup dan mati pada bulan yang sama atau tidak. Nilai 1 mengindikasikan bahwa ST hidup dan mati saat berada di bulan yang sama, sedangkan nilai 0.5 mengindikasikan bahwa ST tidak hidup dan mati di bulan yang sama, namun berlanjut ke bulan selanjutnya sehingga nilai awalnya 1 dibagi 2 menjadi 0.5 di bulan pertama dan 0.5 di bulan kedua. ST dengan nilai 1 misalnya Siklon Alistair pada bulan April dan ST dengan nilai 0.5 misalnya Siklon Raymond pada bulan Desember-Januari. Dalam memudahkan perhitungan umur ST, dilakukan pembagian ke dalam dua kategori, yaitu umur ST dalam satu siklus dan umur ST di wilayah studi. Umur ST dalam satu siklus merupakan umur ST yang dihitung dari hidup hingga mati tanpa memperhitungkan batasan wilayah studi, tentunya untuk ST yang melewati Laut Timor saja pada periode 2001-2010, sedangkan umur ST di wilayah studi merupakan umur ST yang dihitung dari hidup hingga mati berdasarkan koordinat yang telah ditentukan sebagai batasan wilayah studi. Skala Saffir Simpson Skala Saffir-Simpson digunakan untuk memudahkan pembagian kategori ST di wilayah studi. Adapun skala tersebut disajikan pada tabel 2 di bawah ini: Tabel 2 Kategori siklon berdasarkan Skala Saffir-Simpsons (NOAA2 2013) Kategori 1
Kecepatan angin dan tekanan udara 64-82 knot (119-153 km/jam) >980 mb (>98000 Pascal)
Tipe kerusakan disebabkan oleh angin siklon tropis Very dangerous winds menghasilkan beberapa kerusakan atap rumah dan selokan. Pohon dengan cabang besar akan patah dan pohon berakar dangkal akan tumbang. Kerusakan skala besar jaringan dan tiang listrik yang bertahan hingga beberapa hari.
2
83-95 knot (154-177 km/jam) 965-980 mb (9650098000 Pascal)
Extremely dangerous winds menyebabkan kerusakan atap rumah, banyak pohon berakar dangkal akan tumbang dan menghalangi banyak jalan, pemadaman listrik hingga beberapa hari sampai minggu.
3
96-112 knot (178-208 km/jam) 945-965 mb (9450096500 Pascal)
Devasting damage akan menyebabkan atap rumah hilang terbawa angin, banyak pohon akan tumbang dan menghalangi banyak jalan, listrik dan air tidak tersedia beberapa hari sampai minggu setelah badai berlalu.
113-136 knot (≥209-251 km/jam) 920-945 mb (9200094500 Pascal)
Catastrophic damage akan menyebabkan atap dan dinding rumah akan hilang, banyak pohon dan tiang listrik akan tumbang sehingga mengisolasi pemukiman, pemadaman listrik akan berlangsung berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Sebagian besar daerah tidak akan dihuni selama beberapa minggu atau bulan.
5
137 knot (≥252 km/jam)
(besar)
<920 mb (<92000 Pascal)
Catastrophic damage akan menyebabkan persentase rumah yang akan hancur tinggi, dengan kehilangan atap dan dinding runtuh. Pohon tumbang dan tiang listrik akan mengisolasi daerah pemukiman. Pemadaman listrik akan berlangsung selama berminggu-minggu bahkan bulan. Sebagian besar daerah tidak akan dihuni selama beberapa minggu bahkan bulan.
(besar)
4 (besar)
6 Plot Deret Waktu Plot deret waktu digunakan untuk mengamati periode fluktuasi parameter laut-atmosfer yang terjadi di wilayah studi. Diagram Hovmoller Analisis diagram Hovmoller digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui arah propagasi ST berdasarkan respon parameter laut-atmosfer di wilayah studi (Hovmoller 1949). Transformasi Wavelet Kontinu Dalam mempertegas pengaruh ST terhadap gelombang di wilayah studi, dilakukan kajian lebih dalam dengan menggunakan analisis continuous wavelet transform (CWT) terhadap TGS di tiga titik sampling box di sekitar perairan Laut Timor yaitu pada koordinat: a) 12ºLS-123ºBT sekitar Pulau Rote, b) 11ºLS128ºBT sekitar Laut Timor dan c) pada koordinat 9ºLS-131ºBT sekitar Tanjung Arousu. Analisis transformasi wavelet bertujuan melokasilasi perubahan waktu (Δt) dan frekuensi (Δω) dari data deret waktu ke dalam fungsi frekuensi terhadap waktu, sehingga dapat diketahui perubahan waktu dan frekuensi secara bersamaan (Torrence & Compo 1998). Salah satu fungsi wavelet yang sering digunakan adalah fungsi transformasi Morlet atau biasa disebut continuous wavelet transform (CWT) dengan persamaannya sebagai berikut:
Keterangan:
𝜓𝜓0 (𝜂𝜂) = Fungsi wavelet ω0 = Frekuensi tanpa dimensi η = Waktu tanpa dimensi
𝜓𝜓0 (𝜂𝜂) = 𝜋𝜋 −1/4 ℯ 𝑖𝑖𝜔𝜔 0𝜂𝜂 ℯ −𝜂𝜂
2 /2
(1)
Wavelet direntang (stretching) dalam waktu dengan menggeserkan skalanya (s), sehingga mempunyai unit energi. Analisis CWT sebuah deret waktu (Xn,n = 1,…….,N) dengan selang waktu yang sama δt, didefinisikan sebagai bilangan kompleks dari Xn dengan skala dan wavelet yang telah dinormalisasi, yang dirumuskan sebagai berikut (Torrence &Compo 1998): 𝑊𝑊𝑛𝑛 (𝑠𝑠) = ∑n'=0 𝜒𝜒𝑛𝑛 ′ 𝜓𝜓 ∗ � N-1
Keterangan:
𝑊𝑊𝑛𝑛 (𝑠𝑠) 𝜒𝜒𝑛𝑛 𝜓𝜓 ∗ 𝑛𝑛 𝑠𝑠
= Spektrum energi wavelet = Deret waktu = Wavelet = Konjugasi kompleks = Indeks waktu lokal = Skala wavelet
�𝑛𝑛 ′ −𝑛𝑛�𝛿𝛿𝛿𝛿 𝑠𝑠
�(2)
7
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Lintasan dan Wilayah Pembentukan Siklon Tropis Peta trajektori (Gambar 2) menunjukkan bahwa secara umum pembentukan ST dalam satu dekade (2001-2010) bermula di koordinat 10-15o LS hingga 115125o BT dengan jumlah kejadian 22 ST. Dalam melakukan pergerakan, fenomena ST dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu gaya internal dan gaya eksternal (Kotsch & Henderson 1984). Gaya internal ditimbulkan oleh sirkulasi ST sendiri. Gaya eksternal disebabkan oleh aliran udara yang mengelilingi ST di semua sisi dalam waktu yang lama. Namun dari keseluruhan pergerakan tersebut, terdapat kecenderungan yang sama yaitu ST bergerak menuju derajat lintang ~7. Hal ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh gaya internal. Pergerakan siklon tersebut dinamakan recurvature, yaitu perubahan arah pergerakan ST dari arah barat ke timur atau sebaliknya yang membentuk trajektori sinusoidal (Kotsch & Henderson 1984).
Gambar 2 Peta trajektori ST tahun 2001-2010 di perairan Laut Timor dan sekitarnya Musim Barat Dalam satu dekade tahun 2001-2010, periode Musim Barat mengalami lima ST pada bulan Desember (Gambar 3a) dan Januari (Gambar 3b), serta tiga ST pada bulan Februari (Gambar 3c). Umumnya ST terbentuk di wilayah Laut Timor dan bergerak ke arah daratan Australia atau Samudera Hindia. Siklon Raymond (Gambar 3a dan 3b) dan Emma (Gambar 3c dan 4a) berhasil bergerak menuju daratan dan kembali ke lautan dengan mempertahankan sistem agar asupan bahang sebagai energi untuk bergerak terus berlanjut. Hal ini jarang terjadi, biasanya ST akan mengalami pelemahan bahkan mati bila mendekati atau memasuki daratan (Kotsch & Henderson 1984). Menurut Jones et al. (2003), ST yang bergerak menuju pertengahan garis lintang (middle latitude) yaitu antara 30o-40o akan berubah menjadi siklon ekstratropis atau sering disebut sebagai transisi ekstratropikal (extratropical transition).
8 Kondisi tersebut dapat mengakibatkan badai serta menimbulkan ancaman serius terhadap kegiatan di daratan dan maritim karena ST memperluas jangkauan wilayah dan melewati garis lintang yang tidak biasanya dengan membawa angin kencang khas musim dingin selama musim panas atau musim gugur. Salah satunya yang terjadi pada siklon Emma (Gambar 3c dan 4a).
a
b
c
Gambar 3 Pola trajektori ST berdasarkan bulan dalam periode Musim Barat; a) bulan Desember, b) bulan Januari dan c) bulan Februari
9 Musim Peralihan I Pada bulan Maret (Gambar 4a) terdapat sembilan kejadian ST dan April (Gambar 4b) empat ST. Pada bulan Maret (Gambar 4a) menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan bulan lain, hal ini kemungkinan dikarenakan bulan Februari merupakan puncak musim hujan bertransisi ke bulan Maret yang merupakan musim peralihan I (hujan-kemarau) menjadikan perubahan karakteristik lingkungan secara ekstrim di wilayah tersebut semakin mendukung untuk pertumbuhan ST.
a
b
Gambar 4
Pola trajektori ST berdasarkan bulan dalam periode Musim Peralihan I; a) bulan Maret dan b) bulan April
Frekuensi dan Masa Hidup Siklon Tropis Gambar 5a menunjukkan nilai frekuensi ST tertinggi yaitu terjadi pada bulan Maret sebanyak 7.5 kejadian. Bulan kejadian ST di wilayah Laut Timor dan sekitarnya hanya terjadi pada Musim Barat (Desember, Januari, Februari) dan Musim Peralihan I (Maret dan April), sedangkan di bulan lain tidak. Gambar 5b menunjukkan bahwa frekuensi ST tertinggi tahunan terjadi pada tahun 2003 sebanyak 5 kejadian. Nilai rerata kejadian ST di wilayah Laut Timor adalah 2.2 kejadian/tahun dan 4.4 kejadian/bulan (berdasarkan bulan-bulan kejadian ST).
10
a
7.5
Jumlah Kejadian
4.5 3.5
3.5
3
0
0
0
0
0
0
0
Bulan 5
b 2 1
Jumlah kejadian 2.5 1.5
3 1.5
1.5
2
2
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun Gambar 5 Frekuensi kejadian ST di perairan Laut Timor dalam kurun waktu a) bulanan dan b) tahunan Fenomena ST di perairan Laut Timor hanya terjadi pada bulan Desember hingga April. Kemungkinan hal tersebut dipengaruhi oleh angin Muson, posisi matahari dan faktor pergerakan Intertropical Convergenze Zone (ITCZ) yang merupakan pusat sirkulasi siklonik bertekanan sangat rendah di antara garis ekuator. Angin Muson terjadi karena perbedaan tekanan udara antara daratan Asia dan Australia. Angin Muson Barat terjadi pada bulan Desember hingga Februari yaitu pada saat Australia dan Laut Koral menerima sinar dan bahang yang lebih besar dibandingkan Asia Tenggara dan Laut Tiongkok Selatan. Hal ini menyebabkan tekanan udara paras bumi di kawasan Australia menjadi lebih rendah dibandingkan Asia Tenggara (Ilahude dan Nontji 1999). Bulan Maret merupakan puncak terjadinya ST, hal ini kemungkinan dikarenakan oleh posisi matahari berada pada posisi ekuinoks (20-21 Maret dan 22-23 September) yang merupakan posisi matahari dan pusat tekanan rendah tepat berada di wilayah ekuator (Ambarsari & Yulihastin 2011). Gambar 6 menunjukkan bahwa kisaran waktu kejadian ST dalam satu siklus antara 4-17 hari, dengan rerata 8.5 hari. Di Laut Timor sendiri rentang lama terbentuknya ST bervariasi antara 2-11 hari, dengan rerata 4.4 hari. Sehingga siklus ST di perairan Laut Timor dapat terjadi pada Musim Barat hingga Musim Peralihan I yaitu pada bulan Desember hingga April dengan rentang kejadian 2-17 hari.
18 Umur siklon dalam satu siklus 16 Umur siklon di wilayah studi 14
(hari)
12 10 8 6 4 2 Alistair Chris Bonnie Unnamed Fiona Craig Inigo Debbie Fay Raymond Willy Ingrid Clare Emma Floyd Jacob Melanie Billy Ilsa Laurence Magda Sean
0
18 17 16 15 14 13 12 11 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
(hari)
11
Siklon Tropis Gambar 6 Umur ST dalam satu siklus (hijau) dan di wilayah studi (merah muda)
Fluktuasi Parameter Laut-Atmosfer Saat Musim ST Fluktuasi yang ekstrim dari data deret-waktu beberapa parameter lautatmosfer umumnya terjadi pada musim ST yaitu periode Musim Barat hingga Musim Peralihan I di wilayah studi (Gambar 7). Parameter tersebut merupakan sebab-akibat terbentuknya ST. Sebab terjadinya ST dikarenakan oleh kesesuaian kondisi dari parameter SPL, tekanan level laut, angin zonal 10 m, angin meridional 10 m dan fluks bahang laten permukaan dalam menunjang terbentuknya ST. Sedangkan akibat dari terjadinya ST memberikan dampak terhadap parameter evaporasi, presipitasi, tutupan awan total dan TGS. Fluktuasi tersebut diduga sebagai respon langsung terhadap terbentuknya ST yang ditandai oleh cuaca buruk di wilayah studi. Gambar 7a menunjukkan bahwa SPL berada pada 28-31 oC, kondisi tersebut cocok dengan yang dibutuhkan ST yaitu suhu perairan >26.5 oC (Ahrens 2009). Tekanan udara (Gambar 7b) mengalami penurunan hingga 1 x 105 Pascal atau 1000 mb (1 mb = 100 Pascal) bahkan lebih rendah dari 1000 mb (Kotsch and Henderson 1984). Angin zonal 10 m (Gambar 7c) dan angin meridional 10 m (Gambar 7d) mengalami peningkatan masing-masing mencapai 9 m/s ke barat dan -5 m/s ke selatan (menunjukkan pergerakan siklon ke barat daya Indonesia), kecepatan keduanya masih berada di bawah 10 m/s yang mendukung terbentuknya ST (Ahrens 2009).
12 Evaporasi mencapai -0.00110 m (Gambar 7e) dan fluks bahang laten permukaan mencapai 280 W/m2 (Gambar 7f), fluks bahang laten yang dihasilkan oleh evaporasi menjadi sumber energi utama menggerakkan intensitas ST di laut, energi tersebut dimanfaatkan untuk kondensasi dan penggabungan awan konvektif yang terkonsentrasi di dekat pusat siklon (Raharjo et al. 2010). Presipitasi mencapai 0.0032 m (Gambar 7g) dan tutupan awan total (Gambar 7h) mencapai 80% sehingga menyebabkan terjadi hujan deras bahkan bila mencapai 0.0063 m dalam 24 jam dapat menyebabkan banjir, tetapi dampaknya bagi daerah yang mengalami musim kering, ST menyediakan banyak asupan air hujan yang dibutuhkan pada musim tersebut (Ahrens 2009). Tinggi gelombang signifikan (Gambar 7i) mencapai 3.2 m bahkan tinggi gelombang dapat mencapai 10-15 m (Ahrens 2009). Suhu Permukaan Laut (oC)
a
Tekanan Level Laut (Pascal)
b
Angin Zonal 10 m (m/s)
c
Gambar 7 Time series parameter laut-atmosfer di wilayah studi: a) SPL, b) tekanan level laut, c) angin zonal 10 m, d) angin meridional 10 m, e) evaporasi, f) fluks bahang laten permukaan, g) presipitasi, h) tutupan awan total dan i) TGS. Time series di atas merupakan rerata 110-137o BT hingga 7-11o LS. Tanda kotak hijau menunjukkan periode Musim Barat hingga Peralihan I.
13 Angin Meridional 10 m (m/s)
d Evaporasi (m)
e Fluks bahang Laten Permukaan (W/m2)
f
Presipitasi (m)
g
Tutupan Awan Total (%)
h Tinggi Gelombang Signifikan (m)
i
Gambar 7 (Lanjutan)
14 Posisi Pembentukan dan Peredaan Siklon Tropis Gambar 8a menunjukkan bahwa siklus pembentukan ST di wilayah lintang selatan lebih sering terjadi pada derajat lintang 11-11.9 dan 12-12.9 dengan 6 dan 7 kejadian atau dapat dikatakan terjadi pada derajat lintang 11-12.9 dengan 13 kejadian. Sedangkan gambar 8b menunjukkan bahwa ST di wilayah bujur timur lebih sering terjadi pada derajat bujur 116-118.9 dan 134-137 dengan 5 dan 4 kejadian ST. 7 6
a
kejadian siklon 3
3 1
1
1
0
0
Lintang Selatan (derajat) 5
b
4 kejadian siklon 2
3
3 2
2 1
0
Bujur Timur (derajat) Gambar 8 Posisi ST pada saat pembentukan di derajat a) lintang selatan dan b) bujur timur Siklus peredaan ST di wilayah lintang selatan lebih sering berakhir pada derajat lintang ≥15 dengan 16 kejadian. Fenomena ST di wilayah bujur timur lebih sering berakhir pada derajat bujur 110-112.9 dengan 6 kejadian. Hal ini menunjukkan bahwa ST cenderung terbentuk di lintang sedang dan meluruh di lintang tinggi serta cenderung bergerak dari timur ke barat berdasarkan posisi bujur.
15
16
a kejadian siklon 0
0
0
2
0
1
3 0
Lintang Selatan (derajat)
b
6 4 3
3
3
kejadian siklon
1
1
1
0
Bujur Timur (derajat) Gambar 9 Posisi ST pada saat peredaan di derajat a) lintang selatan dan b) bujur timur
Fluktuasi Tekanan Udara Saat Siklon Tropis Fluktuasi tekanan udara pada saat pembentukan ST untuk tiga kasus siklon, yaitu Siklon Chris (2001), Laurence (2009) dan Ingrid (2005) disajikan pada Gambar 10. Siklon Chris (2001) merupakan ST dengan pertumbuhan yang umum yaitu tekanan udara hanya berfluktuasi dari tinggi ke rendah lalu tinggi kembali. Siklon Laurence (2009) merupakan ST dengan pertumbuhan 2 kali puncak siklon. Siklon Ingrid (2005) merupakan ST yang mengalami fluktuasi lebih dari 2 kali puncak siklon. Fluktuasi tekanan udara tersebut diduga berhubungan dengan pelemahan energi ST akibat memasuki wilayah daratan atau perairan yang dingin sehingga mengganggu stabilitas sistem ST. Daratan bersifat lebih cepat menyerap bahang, namun juga lebih cepat melepaskan bahang (lebih cepat dingin). Sedangkan lautan lebih lambat menyerap bahang dan lebih lama menyimpan bahang (lebih lama dingin) (Webster et al. 1998).
18:00:00 06:00:00 00:00:00 12:00:00 00:00:00 12:00:00 21:00:00 06:00:00 18:00:00 06:00:00 00:00:00 12:00:00 00:00:00 12:00:00 00:00:00 12:00:00 00:00:00 12:00:00 00:00:00
Tekanan Udara Minimum (mb)
04:00:00 16:00:00 01:00:00 07:00:00 13:00:00 19:00:00 01:00:00 07:00:00 13:00:00 19:00:00 01:00:00 07:00:00 13:00:00 19:00:00 01:00:00 07:00:00 16:00:00 04:00:00
Tekanan Udara Minimum (mb) 1000 990 980 970 960 950 940 930 920 910
1010 1000 990 980 970 960 950 940 930 920
1010 1000 990 980 970 960 950 940 930 920
00:00:00 00:00:00 00:00:00 18:00:00 18:00:00 18:00:00 15:00:00 20:00:00 12:00:00 06:00:00 18:00:00 06:00:00 18:00:00 06:00:00 18:00:00 06:00:00 18:00:00 06:00:00 18:00:00 06:00:00 18:00:00
Tekanan Udara Minimum (mb)
16
Chris 2001
a
Waktu (jam)
Laurence 2009
b
Waktu (jam)
Ingrid 2005
c
Waktu (jam)
Gambar 10 Fluktuasi tekanan udara pada saat pembentukan siklon a) Chris 2002, b) Laurence 2009 dan c) Ingrid 2005
17 Intensitas Siklon Tropis Gambar 11 menunjukkan bahwa tekanan minimum yang paling sering terjadi pada ST dalam satu siklus adalah 946-965 mb yaitu sebanyak 6 kejadian. Berdasarkan parameter tekanan minimumnya, ST yang sering melewati wilayah utara dan barat Australia merupakan ST dengan kategori 3. Sedangkan skala tertinggi yaitu kategori 5 dengan tekanan <920 mb terjadi sebanyak 4 kejadian. Sedangkan di wilayah Laut Timor dan sekitarnya, ST lebih sering terjadi pada tekanan minimum >980 mb sebanyak 11 kejadian. Fenomena ST tersebut merupakan kategori 1. Kategori energi ST berdasarkan Skala Saffir-Simpson dapat dilihat pada Tabel 2. 6 Jumlah kejadian 5 4 4 3
a
<920
920-945
946-965
966-980
>980
Tekanan Udara Minimum (mb) Arah panah menunjukkan kategori siklon dari 1-5
11 Jumlah kejadian
b
5 2
2
2
<920
920-945
946-965
966-980
>980
Tekanan Udara Minimum (mb) Gambar 11 Tekanan udara minimum a) dalam satu siklus dan b) di perairan Laut Timor dan sekitarnya
18 Kategori 1 (Very dangerous winds) memiliki kecepatan angin 119-153 km/jam yang menghasilkan beberapa kerusakan atap rumah dan selokan. Pohon dengan cabang besar akan patah dan pohon berakar dangkal akan tumbang. Kerusakan skala besar jaringan dan tiang listrik yang bertahan hingga beberapa hari. Kategori 3 (Devasting damage) memiliki kecepatan angin 178-208 km/jam yang menyebabkan atap rumah hilang terbawa angin, banyak pohon akan tumbang dan menghalangi banyak jalan, listrik dan air tidak tersedia beberapa hari-minggu setelah badai berlalu. Dari skala 1-5 menunjukkan bahwa semakin besar skala maka semakin tinggi daya hancur siklon terhadap lingkungan sekitar.
Pengaruh Tekanan Udara Terhadap Masa Hidup Siklon Tropis Tekanan udara minimum sebesar 900 mb dalam satu siklus kejadian (Gambar 12a) Siklon Inigo berhubungan dengan masa hidupnya sekitar 9 hari. Untuk Siklon Fay, masa hidup tertinggi sekitar 17 hari memiliki tekanan udara minimum 910 mb. Untuk tekanan udara maksimum terjadi pada Siklon Unnamed (tanpa nama) sebesar 994 mb dengan masa hidup 5 hari dan masa hidup terendah dihasilkan oleh Siklon Sean dan Magda, masing-masing sebesar 4 hari dengan tekanan udara maksimum 988 mb dan 975 mb. Sedangkan Di Laut Timor (Gambar 12b), tekanan udara minimum terjadi pada siklon Inigo sebesar 900 mb dengan masa hidup 7 hari di perairan tersebut, masa hidup tertinggi dihasilkan oleh Siklon Fay selama 11 hari dengan tekanan minimum sebesar 910 mb. Masa hidup terendah dihasilkan oleh Siklon Unnamed, Clare, Emma, Melanie dan Sean selama 2 hari, dengan tekanan udara masingmasing 994 mb, 960 mb, 988 mb, 962 mb, 988 mb. Dan tekanan udara maksimum dihasilkan oleh Siklon Unnamed sebesar 994 mb dengan masa hidup 2 hari. Menurut Kotsch & Henderson (1984), tekanan pusat ST mulai menurun tajam saat mencapai 3-4 hari sesudah terbentuknya formasi ST dan mencapai tekanan minimum saat 4-5 hari sesudah kelahirannya. Semakin minimum tekanan udara yang dihasilkan oleh ST, semakin lama masa hidupnya dan semakin kuat daya hancur siklon yang dihasilkan. Tentunya dengan kondisi lingkungan perairan yang mendukung.
Hubungan Tekanan Udara dan Kecepatan Angin Baik selama satu siklus (Gambar 13a) maupun di wilayah Laut Timor (Gambar 13b), kecepatan angin maksimum terjadi pada Siklon Craig dan Ingrid yaitu sebesar 120 knots (222.24 km/jam) dan tekanan minimum terjadi pada Siklon Craig yaitu sebesar 900 mb (1x104 Pa). Hal ini menunjukkan Siklon Craig dan Ingrid berada pada kategori 4 berdasarkan skala Saffir-Simpson. Semakin minimum tekanan udara maka semakin kencang angin yang dihasilkan oleh ST karena angin tersebut cenderung berhembus dari tekanan tinggi menuju tekanan rendah dengan cara memotong wilayah isobar pada sudut ~30° di atas daratan dan ~15° di atas perairan di mana gesekan yang diterima lebih kecil sehingga kecepatan angin juga meningkat (Kotsch & Henderson 1984).
b
Tekanan Udara Minimum (mb) 980
960
940
920
900
Siklon Tropis
tekanan udara minimum
tekanan udara minimum masa hidup
1000
980
960
940
920
900
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Masa Hidup (hari)
1000
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Masa Hidup (hari)
Alistair Chris Bonnie Unnamed Fiona Craig Inigo Debbie Fay Raymond Willy Ingrid Clare Emma Floyd Jacob Melanie Billy Ilsa Laurence Magda Sean
a
Alistair Chris Bonnie Unnamed Fiona Craig Inigo Debbie Fay Raymond Willy Ingrid Clare Emma Floyd Jacob Melanie Billy Ilsa Laurence Magda Sean
Tekanan Udara Minimum (mb)
19
Siklon Tropis
masa hidup
Gambar 12 Hubungan tekanan udara minimum terhadap masa hidup ST a) dalam satu siklus dan b) di Perairan Laut Timor
140 120
980
100 960
80
940
60 40
920
20
900
0 Alistair Chris Bonnie Unnamed Fiona Craig Inigo Debbie Fay Willy Ingrid Clare Emma Floyd Jacob Melanie Billy Ilsa Laurence Magda Sean
Tekanan Udara Minimum (mb)
1000
a
Kecepatan Angin Maksimum (knot)
20
Siklon Tropis kecepatan angin maksimum 140
1000
120
980
100 960
80
940
60 40
920
20 0
b
Alistair Chris Bonnie Fiona Craig Inigo Debbie Fay Willy Ingrid Clare Emma Floyd Jacob Melanie Billy Ilsa Laurence Magda Sean
900
Kecepatan angin maksimum (kont)
Tekanan Udara Minimum (mb)
tekanan udara minimum
Siklon Tropis tekanan udara minimum
kecepatan angin maksimum
*tanpa data siklon unnamed 2003 dan raymond 2005
Gambar 13 Hubungan tekanan udara minimum dan kecepatan angin maksimum a) dalam satu siklus dan b) di perairan Laut Timor
Siklon Fay Siklon Fay (SF) merupakan ST yang berlangsung paling lama dibandingkan dengan ST lainya, yaitu 17 hari tepatnya tanggal 12 Maret 2004 hingga 28 Maret 2004. Skala Saffir-Simpson (Tabel 2) menunjukkan bahwa SF merupakan siklon ekstrim dengan kategori 5 berdasarkan tekanan udara minimum (910 mb) dan kategori 4 berdasarkan kecepatan angin maksimum (115 knot).
21 Parameter gelombang yang dihasilkan oleh SF untuk wilayah perairan Laut Timor telah dirata-ratakan sehingga hasilnya tidak terlalu ekstrim namun dapat mewakili dampak saat SF berlangsung. Tinggi gelombang yang dihasilkan SF mencapai 2.4 m pada hari ke-11. Arah gelombang rata-rata SF menunjukkan bahwa kuadran arah mata angin tujuan bergeraknya gelombang berkisar antara 220o hingga 260o yang artinya SF mengarah ke barat daya dari selatan perairan Laut Timor. Periode gelombang rata-rata mencapai 9.2 s yang artinya semakin besar gelombang yang dihasilkan maka semakin lama periode rambatan gelombangnya serta semakin jauh jangkauan rambatannya. Tinggi Gelombang Signifikan (m)
a
Maret Arah Gelombang Rata-Rata (derajat)
b
Maret Periode Gelombang Rata-Rata (s)
c
Maret Gambar 14 Parameter gelombang yang berhubungan dengan SF: a) tinggi gelombang signifikan, b) arah gelombang rata-rata dan c) periode gelombang rata-rata
22 Diagram Hovmoller Diagram Hovmoller memberikan informasi terkait pergerakan SF di perairan Laut Timor dari arah timur (utara Australia) ke arah barat daya (barat Australia) menuju Samudera Hindia. Fenomena SF memiliki SPL berkisar dari 28-30 °C (Gambar15a), tekanan level laut mencapai 99900 Pascal (Gambar 15b), angin zonal mencapai 10 m/s (Gambar 15c), angin meridional mencapai -10 m/s (Gambar 15d), evaporasi mencapai -0.00150 m (Gambar 15e), fluks bahang laten mencapai 250 W/N2 (Gambar 15f), presipitasi mencapai 0.1 m (Gambar 15g), tutupan awan total mencapai 85% (Gambar 15h), TGS mencapai 4 m (Gambar 15i). Dari diagram tersebut dapat diperkirakan bahwa SF memberikan dampak yang signifikan terhadap laut-atmosfer di Laut Timor. Dengan SPL tersebut, SF memiliki asupan bahang sebagai energi yang cukup untuk melakukan perjalanan yang panjang. Hubungan akumulasi total hujan yang terdapat di awan terhadap kecepatan perpindahan badai adalah badai yang bergerak lambat berarti memiliki kandungan air yang banyak dan hujan yang berlangsung lebih lama (Kotsch & Henderson 1984). Setiap ST kemungkinan memiliki nilai threshold (ambang batas) SPL yang berbeda, ambang batas tersebut bergantung pada waktu hidup siklon tersebut (Sandery et al. 2010). Sehingga setiap ST memiliki nilai SPL yang bervariasi dalam mengalami intensitas (peningkatan energi), deintensifikasi (penurunan energi), recurvature (pembelokan), bahkan dissipation (menghilang).
a
Gambar 15
b
Diagram Hovmoller rerata di koordinat 7-11 oLS a) SPL, b) tekanan level laut, c) angin zonal 10 m, d) angin meridional 10 m, e) evaporasi, f) fluks bahang laten permukaan, g) presipitasi, h) tutupan awan total dan i) TGS.
23
c
d
e
f
Gambar 15 (Lanjutan)
24
g
h
i
Gambar 15 (Lanjutan)
25 Pembangkitan Gelombang Ekstrim dari Siklon Fay Jika siklus hidup dari sebuah ST dapat dikelompokkan ke dalam 4 tahap (Kotsch & Henderson 1984), maka kondisi gelombang ekstrim dan pola pergerakannya untuk kasus SF di Laut Timor dimulai dari pertama terbentuk hingga memasuki wilayah daratan atau recurve ke wilayah lintang tinggi, dapat diuraikan sebagai berikut: a. Fase pembentukan (Formative stage) Fase pembentukan (Gambar 16a) pada waktu kejadian tanggal 16 Maret 2004 pukul 00.00 menunjukkan bahwa TGS di perairan laut Timor mencapai 2.5 m. Pada tanggal 15 Maret 2004, Gambar 16b menunjukkan titik awal terbentuknya SF di laut Timor dengan SPL mencapai 30 oC yang sangat mendukung proses terbentuknya SF. SF bergerak dari Laut Timor menuju Samudera Hindia dan akhirnya memasuki wilayah Australia.
a
b Gambar 16 a) Kondisi tinggi gelombang permukaan (m) pada fase pembentukan dari SF di Laut Timor, b) Analisis SPL pada 15 Maret 2004, kotak menunjukkan titik awal ST (Sumber dari BOM2 2013).
26 b. Fase pembibitan (Immature stage) Fase pembibitan (Gambar 17) pada waktu kejadian tanggal 17 Maret 2004 pukul 00.00 menunjukkan bahwa SF mulai tumbuh ke fase bibit yang mengakibatkan TGS meningkat sekitar 3 m.
Gambar 17 Kondisi tinggi gelombang permukaan (m) pada fase pembibitan dari SF di Laut Timor c. Fase dewasa (Mature stage) Fase dewasa (Gambar 18) pada waktu 26 maret 2004 pukul 00.00 menunjukkan bahwa SF mencapai bentuk maksimal yang menyebabkan TGS mencapai 6.5 m dan terus bergerak ke barat daya Laut Timor hingga ke Samudera Hindia. Pada pukul 10.13 tanggal 23 Maret SF menyebabkan uap air mencapai -60 oC (Gambar 19a) dan di wilayah Broome (Australia) pada 05.40 tanggal 25 Maret 2004 curah hujan mencapai kategori heavy (deras) menurut pantauan radar (Gambar 19b). Gambar 19c menunjukkan pada pukul 12.57 tanggal 20 Maret 2004 berdasarkan pantauan gelombang mikro, suhu yang dihasilkan oleh SF pada intensitas maksimum terdekat mencapai 190 oK (-83.15 oC), sedangkan pada pukul 05.39 tanggal 21 Maret 2004 (Gambar 19d) mencapai 175oK (-98.15 oC). Gambar 19e dan 19f menunjukkan tampilan SF pada pukul 05.40 tanggal 21 Maret 2004 dan 05.55 tanggal 26 Maret 2004 dilihat dari Satelit Aqua yang menunjukkan SF berputar searah jarum jam (untuk wilayah belahan bumi selatan, sebaliknya di belahan bumi utara ST berputar berlawanan arah jarum jam).
Gambar 18 Kondisi tinggi gelombang permukaan (m) pada fase dewasa dari SF di Laut Timor
27
a
b
d
c
e
f
Gambar 19 a) Kondisi Uap air pada 10.13 tanggal 23 Maret, b) Tampilan curah hujan dari SF oleh radar di wilayah Broome pada 05.40 tanggal 25 Maret 2004, c) Pantauan suhu menggunakan gelombang mikro terhadap SF pada intensitas maksimum terdekat pada 12.57 tanggal 20 Maret 2004 dan d) 05.39 tanggal 21 Maret 2004, e) Tampilan SF dari Satelit Aqua 05.40 tanggal 21 Maret 2004 dan f) 05.55 tanggal 26 Maret 2004. (Sumber dari BOM2 2013)
28 d. Tahap menghilang (Dissipation stage) Fase menghilang (Gambar 20a) pada rataan waktu 27 Maret 2004 pukul 00.00 menunjukkan bahwa TGS di wilayah tersebut mencapai 0.5 m sehingga SF telah menghilang dari perairan Laut Timor. Gambar 20b menunjukkan bahwa SF berakhir di daratan Australia dengan kondisi SPL menurun hingga 27 oC. Pada pukul 05.40 tanggal 27 Maret 2004 (Gambar 21a) hujan mereda hingga kondisi ringan menurut pantauan radar di wilayah Port Hedland (Australia) dan curah hujan mencapai titik 800 mm saat SF berlangsung di Australia (Gambar 21b). Selain menyebabkan angin kencang, gelombang tinggi, dan curah hujan tinggi, SF juga menyebabkan terumbu karang di wilayah Scott Reef (Australia) mengalami kehancuran (Gambar 21c).
a
b Gambar 20 a) Kondisi tinggi gelombang permukaan (m) pada fase menghilang dari SF di Laut Timor dan b) Analisis SPL pada 27 Maret 2004, kotak menunjukkan titik akhir SF (Sumber dari BOM2 2013).
29
a
b c
Gambar 21 a) Tampilan SF dari radar di wilayah Port Hedland pada 05.40 tanggal 27 Maret 2004, b) Distribusi curah hujan Maret 2004, penampakan total curah hujan tinggi disebabkan oleh SF, dan c) Kehancuran terumbu karang di Scott Reef. (Sumber dari BOM2 2013)
Kejadian Tinggi Gelombang Permukaan yang Ekstrim di Tiga Lokasi Laut Timor Pada Gambar 22 ditampilkan area penelitian berdasarkan kedalaman perairan dan ketinggian daratan, di dalamnya juga terdapat tiga sampling box yang menjadi wilayah fokus penelitian terkait gelombang permukaan ekstrim. Tampak wilayah perairan utara Australia memiliki kedalaman 200-800 m, sedangkan Samudera Hindia mencapai 3500 m. Pergerakan ST umumnya dimulai dari utara Australia dan cenderung menuju daratan Australia atau perairan Samudera Hindia yang merupakan perairan laut dalam. Sedangkan Gambar 23 menunjukkan hasil plot deret-waktu dan analisis CWT terhadap parameter TGS di wilayah studi.
30 Ketinggian (m)
Gambar 22 Wilayah sampling box: a) Pulau Rote, b) Laut Timor dan c) Tanjung Arousu
a1
a2 Gambar 23 Deret-waktu TGS dan Analisis CWT terhadap TGS di perairan sekitar: a) Tanjung Arousu, b) Laut Timor dan c) Pulau Rote
31
b1
b2 c1
c2 Gambar 23 (Lanjutan)
32 Terlihat pada Gambar 23 adanya anomali gelombang yang dominan pada Musim Barat hingga Peralihan I dengan siklus periode waktu <30 hari, 32-64 hari, 128-256 hari dan 256-512 hari. Periode fluktuasi dari sinyal tersebut bervariasi antara 2 hari sampai sekitar 64 hari. Anomali gelombang yang terjadi di bulan kejadian ST dapat mencapai 4.5 m pada tahun 2003 (Gambar 23a1) untuk wilayah perairan Tanjung Arousu, 4.2 m pada tahun 2004 (Gambar 23b1) untuk wilayah perairan Laut Timor, dan 5.4 m pada tahun 2001 (Gambar 23c1) untuk wilayah perairan Pulau Rote. Dari ketiga wilayah tersebut, perairan di sekitar Laut Timor (Gambar 23a1) memiliki intensitas gelombang tinggi di atas 3 m sebanyak 6 kejadian yaitu pada tahun 2002, 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008. Sedangkan di perairan Tanjung Arousu (Gambar 23b1) 3 kejadian dan Pulau Rote (Gambar 23c1) 5 kejadian. Dari hasil plot data deret-waktu menjelaskan bahwa pada musim kejadian ST memang mempengaruhi intensitas gelombang permukaan, untuk memperkuat pengaruh ST terhadap gelombang permukaan maka selanjutnya dilakukan analisis CWT. Gradasi warna menunjukkan dominannya sinyal energi yang dihasilkan oleh TGS, semakin merah maka semakin besar pengaruh TGS terhadap perairan tersebut. Gambar 23a2 menunjukkan sinyal dominan terjadi pada 2-30 hari (warna merah tua) disusul oleh sinyal pada 32-64 hari (warna merah), 128-256 hari (warna kuning) dan 256-512 hari (warna kuning kehijauan). Gambar 23b2 menunjukkan bahwa di Laut Timor sinyal dominan terjadi pada 2-30 hari (warna merah tua) yang disusul sinyal pada 32-64 hari (warna merah) dan 128-256 hari (warna kuning kehijauan). Terakhir Gambar 23c2 menunjukkan bahwa sinyal dominan di Pulau Rote terjadi pada 2-30 hari juga (warna merah tua), disusul oleh sinyal pada 32-64 hari (warna merah) dan 128-256 hari (warna kuning kehijauan). Ketiga wilayah sampling box menunjukkan hasil yang signifikan yaitu ketiganya dominan dipengaruhi oleh sinyal pada 2-64 hari dan wilayah yang dominan terjadi gelombang ekstrim ditunjukkan oleh wilayah perairan di sekitar Laut Timor yang memiliki nilai koefisien wavelet yang tinggi (warna merah). Pada subbab Frekuensi dan Masa Hidup Siklon Tropis diketahui bahwa ST memiliki siklus hidup 2-11 hari dalam wilayah perairan Timor dan 4-17 hari dalam satu siklus hidup ST sehingga pengaruh ST terhadap tinggi gelombang diduga sangat berpengaruh di wilayah perairan tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Rata-rata fenomena ST di wilayah Laut Timor setiap tahun sebanyak 2.2 kejadian/tahun dengan rata-rata fenomena ST pada saat bulan kejadian ST (Desember-April) mencapai 4.4 kejadian/bulan. Puncak ST terjadi pada bulan Maret. Lama fenomena ST berkisar 2-11 hari. Karakteristik ST yang terjadi di Laut Timor menunjukkan bahwa kategori dominan yang terjadi di wilayah tersebut yaitu kategori 1 berdasarkan skala Saffir-Simpson.
33 Fenomena ST di wilayah kajian mengalami recurve (pembelokan) dari timur (Laut Arafuru-Laut Timor) ke barat daya (Samudera Hindia atau daratan Australia) mengakibatkan wilayah tersebut rawan cuaca buruk (angin kencang, hujan deras dan gelombang tinggi) di tiap-tiap bulan ST. Siklus pembentukan ST di Laut Timor dominan terjadi pada koordinat 11-12.9o LS dengan 13 kejadian dan 116-118.9o BT serta 134-137o BT masing-masing dengan 5 dan 4 kejadian. Sedangkan siklus peredaan ST dominan terjadi pada koordinat >15o LS dengan 16 kejadian dan 110-112.9o BT dengan 6 kejadian. Respon laut-atmosfer pada bulan kejadian ST menghasilkan SPL berada pada 28-31 oC, tekanan udara di bawah 1 x 105 Pascal atau 1000 mb (1 mb = 100 Pascal), angin zonal 10 m mencapai 9 m/s ke barat dan angin meridional 10 m mencapai -5 m/s ke selatan (menunjukkan pergerakan siklon ke barat daya Indonesia), evaporasi mencapai -0.00110 m dan fluks bahang laten permukaan mencapai 280 W/m2, presipitasi mencapai 0.0032 m dan tutupan awan total mencapai 80%. Karakteristik ST di Laut Timor memberikan pengaruh terhadap gelombang permukaan laut di wilayah kajian. Sinyal energi dominan gelombang permukaan ekstrim di wilayah Laut Timor terjadi pada periode 2-64 hari pada musim kejadian ST dengan ketinggan gelombang rerata 3-6.5 m sehingga ST diduga merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pembentukan gelombang permukaan ekstrim di Laut Timor.
Saran Fenomena ST yang terjadi akibat interaksi laut-atmosfer tidak hanya dapat terjadi di wilayah perairan Laut Timor. Namun, di wilayah sekitar Indonesia di BBS tepatnya pada wilayah sekitar perairan Samudera Hindia yang merupakan wilayah aktif pembentukan ST juga perlu mendapat perhatian dan kajian lebih dalam. Saran penulis bila dilakukan penelitian lanjutan hendaknya dikaji karakteristik ST pada wilayah-wilayah lain yang merupakan jalur lintasan kejadian ST sehingga karakter serta prediksi dampak kejadian terhadap lingkungan terpapar dapat lebih akurat. Selain itu, parameter lain seperti dampak ekologi dan sosial-ekonomi masyarakat pada wilayah yang terpapar ST dapat menjadi tambahan referensi untuk memperkuat penjelasan karakter dari ST.
DAFTAR PUSTAKA Ahrens CD. 2009. Meteorology Today: An Introduction to Weather, Climate, and Environtment. Ed ke-9. Belmont (US): Brooks/Cole. Alongi DM, Edyvane K, Guterres dC, Pranowo WS, Wirasantosa S and Wasson R. 2011. Biophysical Profile of the Arafura and Timor Seas. Report prepared for the Arafura Timor Seas Ecosystem Action (ATSEA) Program. 32. Ambarsari N & Yulihastin E. 2011. Pengaruh Osilasi Tahunan dan ENSO Terhadap Variabilitas Ozon Total Indonesia. J Tek Indones. 34:90-97
34 Australia Severe Weather. 2013. Tropical Cyclones Data. [Internet]. [diunduh 2013 Des 15]. Tersedia pada: http://www.australiasevereweather.com/cyclones/index.html. 1 BOM . 2013. Tropical Cyclones Data. [Internet]. [diunduh 2013 Des 15]. Tersedia pada: http://www.bom.gov.au/cyclone/history/tracks/index.shtml. 2 BOM . 2013. Tropical Cyclones Fay. [Internet]. [diunduh 2013 Des 15]. Tersedia pada: http://www.bom.gov.au/cyclone/history/pdf/fay.pdf Dyahwathi N. 2006. Karakteristik Fisik Siklon Tropis di Samudera Hindia Bagian Selatan dan Pengaruhnya terhadap Curah Hujan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. ECMWF. 2013. Waves Data. [Internet]. [diunduh 2013 Des 08]. Tersedia pada: http://apps.ecmwf.int/datasets/data/interim-full-daily/. Hovmoller E. 1949. The Trough-and-Ridge diagram. Tellus. 1:62–66. Ilahude AG & Nontji A. 1999. Oseanografi Indonesia dan perubahan iklim global (El Nino dan La Nina) Lokakarya “Kita dan perubahan iklim global: kasus El Nino – La Nina”. (1999 5 18-19); Jakarta (ID): Coremap. 13. Jones SC, Harr PA, Abraham J, Bosart LF, Bowyer PJ, Evans JL, Hanley DE, Hanstrum BN, Hart RE, Lalaurette F, Sinclair MR, Smith RK and Thorncroft C. 2003. The Extratropical Transition of Tropical Cylcone: Forecast Challenges, Current Understanding and Future Directions. Weat Forcast Amer Meteor Soc. 18:1052-1092. Kotsch WJ & Henderson R. 1984. Heavy Weather Guide. Ed ke-2. Annapolis (US): Naval Institute Press. Lindiasfika F. 2013. Analisis Siklon Tropis Narelle 2013 Menggunakan Model WRF [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lutgens FK. 2010. The Atmosphere: an Introduction to Meteorology. Ed ke-11. New Jersey (US): Upper Saddle River. Mustika A. 2008. Karakteristik Siklon Tropis Sekitar Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. NOAA1. 2013. Ocean-Atmosphere Data. [Internet]. [diunduh 2013 Des 01]. Tersedia pada: http://www.esrl.noaa.gov/psd/data/gridded/data.ncep.reanalysis.html. 2 NOAA . 2013. Saffir-Simpson Hurricane Wind Scale. [Internet]. [diunduh 2013 Des 01]. Tersedia pada: http://www.nhc.noaa.gov/aboutsshws.php Raharjo A, Radjawane IM, Setiawan A. 2010. Variabilitas Kejadian Siklon Tropis di Samudera Hindia Bagian Selatan. J Ilmu Kel. 1:1-8. Safitri M, Cahyarini SY dan Putri MR. 2012. Variasi Arus Arlindo dan Parameter Oseanografi di Laut Timor sebagai Indikasi Kejadian ENSO. J Ilmu dan Tek Kel Trop. 4(2):369-377. Sandery PA, Brassington GB, Craig A and Pugh T. 2010. Impacts of Ocean– Atmosphere Coupling on Tropical Cyclone Intensity Change and Ocean Prediction in the Australian Region. Mont weat rev Amer Meteor Soc. 138:2074-2091. The Philippines' First Website on Tropical Cyclones. 2013. Tropical Cyclones Data. [Internet]. [diunduh 2013 Des 15]. Tersedia pada: http://www.typhoon2000.ph/archives.htm#gp.
35 Tjasyono B. 2013. Ilmu Kebumian dan Antariksa. Bandung (ID): PT Remaja Rosdakarya. Torrence C & Compo GP. 1998. A Practical Guide to Wavelet Analysis. Bul Amer Meteor Soc. 79:61-78. Webster PJ, Magafia VO, Palmer TN, Shukla J, Tomas RA, Yanai M and Yasunari T. 1998. Monsoons: Processes, Predictability and the Prospects for Prediction. J Geophys Res. 103:14451-14510.
36
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Mei 1992 di Desa Lapang, Meulaboh, Aceh Barat. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan alm. bapak Said Rasyidin dan ibu Syarifah Thursina. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 4 Wira Bangsa Meulaboh dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) yang dibiayai oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Barat dan diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan. Selama menjadi mahasiswa IPB, penulis aktif dalam beberapa organisasi, yaitu: Anggota Divisi Pengembangan Sumber Daya IMTR (PSDI) Ikatan Mahasiswa Tanah Rencong (IMTR) 2009/2010, Ketua Divisi PSDI IMTR 2010/2011, Ketua IMTR 2011/2012, Dewan Pengawas IMTR 2012/2013 dan 2013/2014, Ketua Bidang Kerohanian Asrama Mahasiswa Aceh Leuser 2012/2013, Bendahara Asrama Mahasiswa Aceh Leuser 2013/2014, Anggota Marine Biology Club (MBC) 2011/2012. Anggota Divisi Human Research and Development (HRD) Forum Keluarga Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FKMC) 2010/2011, Ketua Divisi HRD FKMC 2011/2012. Dewan Formatur Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan 2011/2012. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Oseanografi Terapan pada tahun 2013/2014. Bulan Juli-Agustus 2012 penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu dengan judul Perkembangan Unit Penangkapan Ikan Beserta Fasilitas Pelayanan Kebutuhan Operasional Penangkapan Ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Kota Serang. Penulis juga berkesempatan mengikuti perlombaan robot bawah air yang tergabung dalam Tim Dewa Ruci IPB-Indonesia di ajang The Asia-Pacific Regional of the Marine Advanced technology Education (MATE) International Remotely Operated Vehicle (ROV) Competition pada tahun 2012 di Hongkong.