PENGARUH SHARE REPURCHASE TERHADAP PERUBAHAN KEKAYAAN SHAREHOLDER DAN BONDHOLDER DI INDONESIA PERIODE 2001-2012 Debi Aris Firmansyah dan Lisa Fitrianty Akbar 1.
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia
2.
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas tentang pengaruh share repurchase terhadap kekayaan shareholder yang ditinjau dari ada tidaknya abnormal return dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode yang digunakan adalah event study. Selain itu, hal lain yang dibahas adalah tentang wealth transfer dari bondholder kepada shareholder. Berdasarkan penelitian ini, menunjukkan bahwa adanya abnormal return yang diperoleh oleh investor dan variabel free cashflow dan Cumulative excess return terbukti berpengaruh terhadap CAR secara signifikan. Selain itu, tidak ada wealth transfer antara bondholder dan shareholder.
The Effects of Share Repurchase to Shareholder and Bondholder’s Wealth Transfer in Indonesia period 2001-2012 Abstract This thesis is talking about the effect of share repurchase to shareholder’s wealth based on abnormal return and the factors that influence it. The Method that used in this thesis is event study. In addition, this thesis is also talking about wealth transfer from bondholder to shareholder. According to this result, there is an abnormal return in the market, and free cashflow and cumulative abnormal return’s variabel have an impact to CAR variable significantly. Beside that, there is no wealth transfer between bondholder and shareholder.
Keywords: share repurchase, abnormal return, shareholder, and bondholder Pendahuluan Pembelian saham kembali (share repurchase) yang dilakukan oleh perusahaan telah menjadi objek penelitian yang menarik untuk diteliti terkait alasan dilakukannya kegiatan tersebut. menemukan ada tiga alasan utama perusahaan melakukan share repurchase, yaitu harga
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
saham yang undervalued, free cash flow yang besar untuk sementara waktu, dan untuk meningkatkan leverage (Chan et all, 2003) . Dari ketiga alasan tersebut, harga saham yang undervalued menjadi alasan yang paling sering digunakan yang mendasari perusahaan melakukan share repurchase. Ketika perusahaaan melakukan share repurchase didasari oleh alasan harga saham yang undervalued, maka menarik untuk melihat ada atau tidaknya abnormal return yang diperoleh oleh shareholder saat pengumuman share repurchase dilakukan. Banyak penelitian menunjukkan pengumuman share repurchase akan direspon positif oleh pasar sehingga akan meningkatkan harga saham perusahaan tersebut karena beranggapan bahwa harga saham tersebut masih undervalued (signaling hypothesis) sehingga akan menghasilkan abnormal return di saat share repurchase diumumkan (Vermallen, 1981; Comment dan Jarrell, 1991; Liang, 2012). Kebijakan share repurchase ini sendiri dianggap oleh banyak peneliti hanya menguntungkan pemilik saham dan perusahaan saja, tanpa memperdulikan pemegang obligasi. Ada perubahan kekayaan yang dialami pemilik saham dan pemegang obligasi ketika terjadinya share repurchase di Amerika di tahun 1980-an (Maxwell dan Stephen, 2003). Kedua peneliti ini menemukan bahwa terjadi pergerakan kekayaan (wealth transfer) dari pemegang obligasi ke pemilik saham di periode tersebut. Hal itu disebabkan oleh kebijakan share repurchase ini akan mengurangi aset perusahaan sehingga pihak pemberi rating akan menurunkan rating dari obligasi perusahaan tersebut dan mengakibatkan berkurangnya nilai dari obligasi yang dipegang oleh pemegang obligasi perusahaan itu. Penelitian dari Jung, Jun, dan Walkling (2009) mencoba membuktikan mengenai wealth transfer. Dengan menitikberatkan penelitian pada execution option dan wealth transfer yang terjadi diantara pemilik saham dan pemegang obligasi. Penelitian tersebut menggunakan sample sebanyak 366 perusahaan yang melakukan share repurchase dari 7683 perusahaan yang listing di Amerika pada periode 1991-2002. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa perubahan kekayaan tersebut benar-benar terjadi. Hanya di tahun 1997 yang mengalami bias akibat dari adanya krisis dunia. Selain itu, hasil lain dari penelitian ini juga membuktikan bahwa perubahan kekayaan lebih terbukti di perusahaan yang memiliki stock option dibandingkan dengan perusahaan yang tidak memiliki stock option.
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
Dari lima metode share repurchase yang ada, hanya open market repurchase yang digunakan di Indonesia. Metode open market repurchase adalah suatu metode repurchase dimana perusahaan membeli kembali sahamnya melalui broker (tidak secara langsung berhubungan dengan pemegang saham) dengan jumlah saham yang dibeli kembali relatif sedikit. 50
40
40 30
15
20 10
7
2
3
4
3
8
8
8
6
6
0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Gambar 1. Jumlah Perusahaan yang melakukan pembelian kembali di Indonesia Berdasarkan grafik diatas, dapat dilihat bahwa jumlah perusahaan yang melakukan share repurchase dari tahun ke tahun relatif stabil, hanya di tahun 2008 dan 2009 yang tercatat terjadi peningkatan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan adanya krisis Amerika yang terjadi tahun 2008 yang berdampak besar pada bursa saham Indonesia, sehingga diterbitkanlah Peraturan Bapepam LK No. XI B.3 mengenai pembelian kembali saham di saat krisis yang berisi beberapa kemudahan yang didapat perusahaan ketika ingin melakukan pembelian kembali sahamnya di masa krisis, seperti tidak diharuskan melakukan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB) ketika perusahaan ingin melakukan pembelian kembali sahamnya. Peraturan XI. B.3 tersebut melengkapi peraturan tentang pembelian kembali saham di Indonesia setelah sebelumnya terdapat Peraturan Bapepam LK XI. B.2 (pembelian kembali saham di kondisi pasar yang stabil. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh share repurchase terhadap perubahan kekayaan shareholder (dilihat dari segi abnormal return) dan bondholder (dilihat dari perubahan peringkat rating) di Indonesia. Selain itu, penelitian ini juga akan meneliti apakah dimasukkannya periode krisis berpengaruh atau tidak terhadap hasil penelitian ini.
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
Tinjauan Teoritis Share repurchase adalah suatu tindakan perusahaan untuk membeli kembali saham mereka yang telah beredar di bursa dan dimiliki oleh para pemegang saham (Megginson, 1997). Tindakan ini merupakan salah satu langkah yang diambil perusahaan untuk mendistribusikan cash flow yang dimilikinya kepada pemegang saham, selain dalam bentuk dividen. Biasanya, perusahaan akan membeli kembali sahamnya di harga yang lebih tinggi dari harga pasar. Selisih antara harga tersebut dengan harga pasar-lah yang menjadi keuntungan (capital gain) bagi para pemegang saham (Ikenberry, et all 1995). Share repurchase merupakan sinyal yang diberikan perusahaan bahwa sahamnya memiliki nilai intrinsik yang lebih besar daripada harga pasarnya (undervalued), sehingga perusahaan mau membeli kembali sahamnya dengan harga premium atau diatas harga pasar (Asquith dan Mullin, 1986). Pendapat ini didukung oleh Smith (1990) yang menyatakan share repurchase adalah suatu cara bagi perusahaan untuk memberikan sinyal kepada para pemegang saham bahwa perusahaan memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendapatan yang lebih besar pada masa yang akan datang. Penelitian lain yang dilakukan oleh Liano, Huang, dan Manakyan (2003) menunjukkan dalam jangka pendek setelah adanya pengumuman share repurchase, harga saham akan naik sehingga investor dapat memperoleh abnormal return mencapai 3%. Akan tetapi, setelah share repurchase ini selesai, harga saham perusahaan dalam jangka panjang tidak akan mengalami kenaikan yang berarti. Stephen dan Weisbach (1998) menjelaskan waktu yang tepat untuk melakukan share repurchase. Pertama, ketika saham perusahaan tersebut mengalami undervalued. Kedua, ketika perusahaan tidak yakin bahwa peningkatan cash flow akan bersifat permanen, sehingga kelebihan cash flow yang dimiliki akan digunakan untuk membeli kembali sahamnya sebagai cara lain untuk mendistribusikan value kepada shareholders. Akan tetapi, kelebihan free cash flow ini dapat menimbulkan agency problem seperti yang dingkapkan oleh Nohel dan Tarhan (1998), Hasil penelitian itu mengungkapkan bahwa kelebihan cash flow ini akan memunculkan konflik kepentingan dalam perusahaan tersebut antara para pemegang saham dengan pihak manajemen perusahaan. Pemegang saham akan cenderung
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
memilih untuk membagikan free cash flow tersebut baik dalam bentuk spesial dividen maupun dalam bentuk share repurchase. Akan tetapi, perusahaan memiliki pandangan lain akan hal tersebut. Perusahaan akan lebih memilih untuk menggunakan free cash flow tersebut untuk meningkatkan pendapatan perusahaan melalui penerimaan proyek meskipun NPV-nya negatif. Apabila perusahaan merasa investasi yang mereka lakukan telah over-invested, maka perusahaan akan menjual kembali proyek yang memiliki NPV negatif itu. Ada dua hipotesis mengenai alasan suatu perusahaan melakukan share repurchase (Jagannathan dan Stephen, 2003). Pertama, earning signalling hypothesis. Earning signalling hypothesis menyatakan bahwa pengumuman share repurchase akan memberikan sinyal adanya peningkatan pendapatan perusahaan yang bersifat abnormal di masa depan. Kedua, pengumuman share repurchase ini akan menjadi sinyal kepada pemegang saham maupun calon investor bahwa saham perusahaan mengalami undervalued tanpa diiringi peningkatan pendapatan perusahaan di masa depan. Dalam melihat hubungan antara pembelian kembali saham dengan adanya perubahan kekayaan pada pemegang obligasi, Maxwell dan Stephen (2003) menemukan bahwa peringkat obligasi dua kali lebih banyak mengalami penurunan daripada peningkatan setelah perusahaan melakukan pengumuman share repurchase dan adanya wealth transfer dari pemegang obligasi kepada pemegang saham. Selain itu, penelitian lain menemukan bahwa adanya efek share repurchase yang berbeda pada wealth transfer perusahaan yang memiliki stock option dengan perusahaan yang tidak memiliki stock option (Kahle, 2002). Namun demikian, penelitian lain menunjukkan hasil yang berbeda, seperti yang dilakukan oleh Dann (1981) yang menemukan bahwa adanya wealth effect yang positif yang didapatkan oleh pemilik convertible debt, pemilik convertible preferred stock, dan common stock, sedangkan bagi pemilik obligasi maupun saham preferen tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pembelian kembali saham memiliki hubungan yang cukup erat dengan dividen. Grullon dan Michaely (2002) menemukan adanya substitution effect antara dividen dengan share repurchase. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa perusahaan yang biasa membayar dividen, tidak mengurangi jumlah dividennya dan menggantinya dengan share repurchase. Selain itu, mereka juga menemukan bahwa perusahaan yang membayar dividen dengan jumlah yang besar
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
lebih memilih untuk melakukan share repurchase daripada menaikkan jumlah dividen yang dibayarkan. Pendapat lain diungkapkan Allen, Bernardo, dan Walch (2000) yang menyatakan bahwa perusahaan yang melakukan pembayaran dividen dan melakukan peningkatan atas jumlah dividen yang dibayarkan tersebut cenderung menunjukkan kinerja yang baik, terutama dari segi pendapatan perusahaan. Sebaliknya, perusahaan yang melakukan share repurchase cenderung tidak mengalami peningkatan kinerja yang baik, khususnya dari sisi pendapatan. Model Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melihat ada tidaknya perubahan kekayaan yang dialami oleh pemilik saham dan pemegang saham ketika perusahaan tersebut melakukan share repurchase. Untuk melihat perubahan kekayaan pemilik saham dilihat dari ada tidaknya abnormal return yang mereka terima dari kegiatan share repurchase tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah event study. Menurut Bodie, Kane, dan Marcus (2008:366), event study merupakan suatu teknik penelitian empiris di bidang keuangan yang memungkinkan peneliti untuk memahami pengaruh suatu kejadian (event) tertentu terhadap harga saham perusahaan. Jenis data yang digunakan adalah data cross-section menggunakan estimasi Ordinary Least Square (OLS). Untuk melihat ada tidaknya abnormal return yang didapat pemegang saham, digunakan uji t-test. Perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang melakukan share repurchase pada kondisi pasar yang stabil atau dengan peraturan Bapepam LK No. XI. B.2. Alasan tidak memasukkan perusahaan- perusahaan yag melakukan share repurchase di kondisi pasar yang krisis atau dengan peraturan XI. B.3 adalah membuat hasil menjadi bias sehingga harus dihilangkan. Selain itu, perusahan-perusahaan yang melakukan share repurchase tapi melakukan aksi korporasi lainnya dicoret dari penelitian karena akan menimbulkan bias dalam penelitian ini. Tanggal yang digunakan sebagai t0 pada penelitian ini adalah tanggal keterbukaan informasi mengenai share repurchase tersebut. Dari 110 pengumuman share repurchase, hanya 46 pengumuman yang memenuhi syarat untuk dijadikan sampel penelitian ini.
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
Dalam jurnalnya, Jensen (2000) mengungkapkan bahwa return yang diperoleh dari setiap saham i (i = 1, 2, 3,…,i) dihitung menggunakan market model dengan persamaan: Rit = αi + βi Rmt + εit dimana Rit adalah return dari saham i tersebut dan Rmt adalah return pasar (IHSG) di hari t. Sedangkan εit adalah unexpected return dengan rata-rata 0 dan varian σj2. Parameter dalam model ini diestimasi dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS). Jika (αi*, βi*, σi2*) merupakan hasil estimasi OLS dari (αi, βi, σi2), maka abnormal return (AR) untuk perusahaan i pada hari t adalah: ARit = Rit – [αi* + βi* Rmt ] Sedangkan average abnormal return (AARit) adalah:
Sedangkan untuk menghitung nilai cumulative abnormal return (CAR) selama event window (k) adalah :
!
!"# ! ! =
!"#$ !!!!
k = -7,…, +10
Sedangkan untuk average cumulative abnormal return (ACAR) adalah:
Setelah mendapatkan nilai AR dan CAR, dilakukan uji t-test untuk melihat apakah kegiatan share repurchase mendapat respon yang baik atau tidak dari pasar. Respon yang baik dari pasar ditandai dengan nilai AAR dan ACAR yang positif pada saat t0. Setelah melakukan uji beda, dilakukan regresi untuk melihat faktor-faktor mana saja yang berpengaruh terhadap nilai CAR.
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
Untuk melihat hubungan antara cumulative abnormal return (CAR) dengan faktor-faktor yang terdapat di dalam karakteristik perusahaan, akan digunakan cross section regression model dengan persamaan yang berasal dari jurnal Jung, Jun, dan Walkling (2009), yaitu: CAR = α + β1 LTDAi + β2 FCFi + β3 M/Bi + β4 LNMVEi + β5 RUNUP + εi dimana: CAR
= Cummulative abnornal return t0 sampai t+2
LTDA
= Rasio utang jangka panjang terhadap total aset,
FCF
= Kas yang tersedia diakhir pengumuman share repurchase
M/B
= Rasio market value terhadap book value perusahaan.
MVE
= Log natural dari nilai pasar dari ekuitas (market value of equity).
RUNUP
= Kumulatif excess return saham perusahaan terhadap IHSG dari t-30 – t-4
i
= Tahun sebelum perusahaan melakukan share repurchase
Dalam melihat perubahan kekayaan yang dialami oleh pemilik obligasi, cara yang dapat digunakan adalah melihat perubahan peringkat obligasi yang dimiliki bondholder tersebut. Untuk melihat perubahan peringkat obligasi tersebut, penulis membandingkan antara rating yang diprediksi dengan model Kaplan Urwitz Debt Rating dengan rating sebenarnya obligasi. Jika prediksi rating lebih rendah dari rating yang sebenarnya menunjukkan bahwa obligasi tersebut seharusnya memperoleh rating yang lebih rendah dari yang sebenarnya. Hal itu terjadi karena obligasi itu dijamin oleh aset perusahaan tersebut sehingga jika asetnya berkurang, maka akan meningkatkan risiko dari obligasi tersebut yang menyebabkan kekayaan pemegang obligasi akan berkurang akibat penurunan nilai obligasi yang ia miliki. Adapun alasan digunakannya metode Kaplan Urwitz ini adalah karena metode ini sederhana, hanya menggunakan OLS (Ordinary Least Square), serta data dari variabel independennya pun mudah dicari. Adapun model Kaplan-Urwitz Debt Rating adalah sebagai berikut: DR = α + β1 TA – β2 SD – β3 LEV – β4 BETA + β5 NI - β6 STDEV + β7 INT dimana:
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
DR
= Prediksi peringkat obligasi (debt rating)
LNTA
= Log natural dari total aset
SD
= Status obligasi perusahaan yang bersangkutan menggunakan dummy variable dengan nilai 1 untuk subordinasi (obligasi subordinasi ialah obligasi yang pembayaran kuponnya menunggu pembayaran dari kupon obligasi yang lebih senior); 0 = bukan subordinasi
LEV
= Rasio utang jangka panjang terhadap total aset
BETA = Beta perusahaan terhadap pasar pada saat repurchase NI
= Rasio net income terhadap total aset
STDEV = Standar deviasi dari harga saham perusahaan terhadap IHSG pada saat repurchase INT
= Interest coverage atau rasio EBIT terhadap beban bunga (interest expense)
Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah: •
Untuk Abnormal Return
a. H0:
AAR = 0; ACAR = 0
Tidak ada perbedaan yang signifikan dari nilai AAR dan ACAR selama event window. b. H1:
AAR ≠ 0; ACAR ≠ 0
Ada perbedaan signifikan dari nilai AAR dan ACAR selama event window. •
Pembuktian Free cashflow Hypothesis
H0: β1 = β2 = β3 = β4 Debt ratio, cash flow, market to book value, market capitalization perusahaan tidak mempengaruhi besarnya nilai CAR secara signifikan. H1: β1 ≠ β2 ≠ β3 Debt ratio, cash flow, market to book value, market capitalization perusahaan mempengaruhi besarnya nilai CAR secara signifikan. •
Pembuktian Signalling theory
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
H0: β5 = 0 RUNUP tidak mempengaruhi besarnya nilai CAR secara signifikan. H1: β5 ≠ 0 RUNUP mempengaruhi besarnya nilai CAR secara signifikan. •
Pengujian Teori Wealth Transfer
H0: Tidak terjadi wealth transfer dari bondholder kepada shareholder H1: Terjadi wealth transfer dari bondholder kepada shareholder Hasil Penelitian Dalam penelitian ini, periode penelitian dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, periode sebelum krisis, yaitu tahun 2001-2007. Kedua, periode krisis, yaitu tahun 2008-2010. Ketiga, periode setelah krisis, yaitu tahun 2011-2012. Pembagian ini berdasarkan keadaan yang terjadi di pasar modal saat itu menurut laporan Bapepam LK. Berikut ini merupakan hasil Average Abnormal Return untuk masing-masing periode. Tabel 1.
Hasil
Average
Waktu t-29 t-11 t-13 t0 t+1
Nilai AAR dan Signifikansi Sebelum Ketika Setelah Keseluruhan Krisis Krisis Krisis -0.0108 -0.00969 -0.01538 -0.00825 0.002 0.048 0.048 0.097 -0.00963 -0.01131 0.043 0.074 -0.01411 0.0143 0.057 0.098 0.0068 0.00701 0.084 0.071 -0.02242 0.003 Abnormal Return (AAR)
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
Sumber: Hasil olahan SPSS 20, olahan penulis, 2014 Ket: nilai yang dikosongkan menandakan nilai pada saat itu tidak signifikan.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jika dilihat secara keseluruhan, maka terdapat abnormal return dalam periode tersebut. Hal itu ditandai dengan nilai sebelum titik t0 yang negatif signifikan (menandakan adanya undervalued) dan nilai pada saat t0 yang positif signifikan (menandakan adanya respon positif pasar) sehingga mendapatkan abnormal return. Pada periode sebelum krisis, respon positif dari pasar terhadap kegiatan share repurchase juga terjadi. Hal ini bisa dilihat dari nilai AAR sebelum t0 (sebelum pengumuman) yang signifikan negatif serta nilai t0 yang positif yang menandakan adanya abnormal return. Hal yang menarik terdapat pada nilai AAR periode ketika krisis dan setelah krisis. Di dua periode itu, abnormal return tidak terjadi. Bahkan pada periode ketika krisis, tindakan share repurchase ini mendapat respon negatif dari pasar. Tabel 2. Nilai Average Cumulative Abnormal Return (ACAR)
Waktu t0
Nilai ACAR dan Signifikansi Sebelum Ketika Keseluruhan Krisis Krisis 0.01915 0.01904 0.0175 0.098 0.078 0.596
Setelah Krisis -0.00063 0.974
Sumber: Hasil olahan SPSS 20, olahan penulis, 2014
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa hasil ACAR dengan AAR memiliki kesamaan. Hal ini dapat dilihat dari nilai ACAR pada saat t0 (pengumuman) untuk periode keseluruhan dan sebelum krisis yang positif dan signifikan. Hal ini menandakan adanya
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
abnormal return dari kedua periode ini. Selain itu, di periode ketika krisis dan setelah krisis juga menunjukkan hasil yang sama. Di kedua periode ini tidak ada respon positif dari pasar yang signifikan sehingga abnormal return dari dua periode ini tidak terjadi. Setelah mendapat nilai CAR, maka nilai CAR ini dimasukkan ke persamaan regresi yang hasilnya adalah:
Variabel C WFCF WLTDA WMB Variabel WLNMVE WRUNUP R-squared Adjusted Rsquared
Durbin-Watson stat Prob(F-statistic)
Koefisien (Prob.) Sebelum Ketika Krisis Krisis -0.082312 0.116782 (0.4205) (0.346) -0.012448 0.091526 (0.837) (0.2795) 0.336164 -0.093558 (0.003) (0.18) 0.016603 -0.006217 Sebelum Ketika Krisis Krisis (0.1293) (0.3042) 0.003265 0.006141 (0.5352) (0.2317) -0.110727 0.134017 (0.0388) (0.2782) 0.436874 0.596242
Setelah Krisis 0.096965 (0.5579) -0.041202 (0.7283) 0.62113 (0.0614) 0.021725 Setelah Krisis (0.1358) -0.010687 (0.2625) -0.076899 (0.6771) 0.912639
0.194115
0.302797
0.192483
0.694236
2.086081 0.016771
2.227952 0.024753
2.330895 0.339625
1.022076 0.204304
Keseluruhan -0.070108 (0.2318) 0.184993 (0.0102) 0.018947 (0.6225) 0.007972 Keseluruhan (0.1615) 0.002783 (0.3175) -0.124985 (0.0965) 0.283658
Tabel 3. Hasil Regresi Persamaan WCAR
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
Sumber: olahan E-views 6 oleh penulis, 2014 A. Analisa Hasil Regresi Keseluruhan Dengan menggunakan α = 10%, bahwa dari hasil regresi diatas variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya WCAR adalah variabel WRUNUP dengan nilai probabilitas 0,0965 dan WFCF dengan nilai probabilitas 0,0102. Ini berarti bahwa berdasarkan hasil uji diatas menunjukkan bahwa telah cukup bukti untuk menolak H0 yang artinya free cash flow perusahaan (WFCF) serta cumulative abnormal return (WRUNUP) mempengaruhi besarnya nilai WCAR secara signifikan. Koefisien WFCF yang positif (0,184993) menunjukkan hubungan positif yang signifikan antara variabel WFCF dengan WCAR. Hal ini sesuai dengan teori yang dijelaskan oleh Jensen (1986) yang menyatakan bahwa wealth effect (besarnya nilai CAR) yang diterima oleh shareholder harus berkorelasi positif dengan cash flow perusahaan yang berasal dari aktivitas operasi. Hal ini akan membuat semakin besar free cashflow, semakin besar pula agency cost dari free cashflow tersebut yang dapat dikurangi dengan cara mendistribusikan kas Perusahaan melalui share repurchase. Variabel WRUNUP memiliki koefisien yang negatif (-0,124985) yang menunjukkan hubungan negatif antara variabel excess return dari sebelum peristiwa share repurchase dengan besarnya nilai CAR. Hal ini menunjukkan kesesuaian dengan signaling theory yang mengatakan bahwa suatu perusahaan akan memberikan sinyal kepada pasar bahwa sahamnya mengalami undervalued dan pasar memberikan reaksi positif terhadap sinyal tersebut. Kesimpulannya semakin undervalued suatu saham, semakin besar reaksi positif pasar yang ditandai dengan semakin besar nilai CAR yang diperoleh. Untuk variabel lainnya, seperti WLTDA, WLNMVE, dan WMB memiliki probabilitas diatas 0,1 (pada tingkat α=10%) yang berarti hipotesis H0 diterima. Artinya bahwa pada penelitian ini tidak cukup membuktikan variabel long term debt to assset, market value to total equity, dan market to book value dapat mempengaruhi besarnya variabel CAR secara signifikan. Koefisien WLTDA yang positif (0,018947) menunjukkan bahwa long term debt to total asset ratio memiliki hubungan positif yang tidak signifikan terhadap CAR. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan kenaikan utang akan mendorong perusahaan untuk mendistribusikan
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
cashflow pada masa yang akan datang untuk mengurangi agency cost dari free cashflow kedepannya. Koefisien WLNMVE bernilai positif (0,002783) menunjukkan hubungan positif antara variabel WLNMVE dengan WCAR. Hasil ini sesuai dengan pendapat Wells, Cox, dan Gaver (1995) yang menyatakan bahwa wealth effect harus memiliki hubungan positif dengan ukuran perusahaan karena semakin besar ukuran perusahaan semakin besar pula agency cost yang muncul. Koefisien WMB bernilai positif (0,007972) menunjukkan hubungan positif antara variabel WMB dengan CAR. Hasil ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa wealth effect harus memiliki hubungan positif dengan ukuran perusahaan karena semakin besar ukuran perusahaan semakin besar pula agency cost yang muncul. Dari hasil diatas, hanya variabel WFCF dan WRUNUP yang sesuai dengan hasil dari jurnal acuan, sedangkan variabel lain memiliki hasil yang berbeda. Untuk lebih memperjelas hasil penelitian, maka periode penelitian dibagi menjadi tiga periode, yaitu sebelum krisis (20012007), masa krisis (2008-2010), dan setelah krisis (2011-2012). B. Analisa Hasil Regresi Periode Sebelum, Ketika, dan Setelah Krisis Berdasarkan hasil regresi di masa sebelum krisis, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan antara hasil regresi sebelum krisis ini dengan hasil regresi sesungguhnya. Pertama, koefisien variabel WLTDA yang di regresi pertama memiliki koefisien positif, sekarang menjadi negatif. Kedua, probabalitas variabel WRUNUP yang di regresi awal signifikan, sekarang menjadi tidak signifikan. Ketiga, r2 yang lebih besar mencapai 0,436874. Berdasarkan hasil regresi di ketika krisis, dapat dilihat bahwa pada masa krisis tidak ada variabel independen yang berpengaruh signifikan, bahkan model penelitian ini pun menjadi tidak sesuai yang mungkin diakibatkan oleh adanya krisis tahun 2008 (krisis Amerika) dan tahun 2010 (krisis Eropa). Hal ini terlihat dari Prob (F.Statistik) sebesar 0,596242 lebih besar dari α = 10% yang menandakan model ini tidak lagi sesuai. Selain itu, dapat dilihat bahwa nilai R squared yang besar ternyata tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, karena setelah di adjust nilainya jauh menurun yang menandakan ada yang salah dengan model ini dan juga terdapat
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
autokorelasi negatif yang ditandai dengan nilai Durbin Watson yang dibawah nilai 2 yang menandakan adanya korelasi antar eror secara negatif. Berdasarkan hasil regresi di periode setelah krisis, dapat dilihat bahwa meskipun memiliki nilai R-square yang besar, model ini pun juga tidak signifikan (prob f stat > 0,05). Hal ini bisa berasal dari efek krisis yang masih terasa di pasar modal serta respon investor yang tidak lagi merespon positif kegiatan share repurchase ini yang ditandai dengan nilai AAR dan ACAR yang tidak signifikan. Tabel 4. Hasil Model Wealth Effect Bondholder
Sumber: diolah menggunakan Microsoft Excel, oleh penulis, 2014
Dalam melihat pengaruh share repurchase terhadap kekayaan bondholder digunakanlah Kaplan Urwitz Model 1. Dengan model ini, nilai prediksi yang diperoleh langsung dikonversi ke tabel konversi Kaplan Urwitz (lihat Kaplan, 1979) menjadi rating obligasi. Berdasarkan hasil Perusahaan Nilai15 prediksi rating tahun t+1 Nilai Prediksi Saat tahunrepurchase repurchase Perubahan Rating diatas menunjukkan dari perusahaan yang melakukan share yang memiliki PT. Metrodata Elektronics 3.01867843 4.745200654 Ya obligasi, perubahan nilai. Akan tetapi,4.617411118 dari enamTidak obligasi yang PT. Indofoodhanya Suksesenam Makmuryang mengalami 4.017294613 PT. Berlianberubah, Laju Tanker hanya dua obligasi 4.318794968 4.551562051 Tidak nilainya yang mengalami penurunan peringkat obligasi. Hal ini PT. Berlian Laju Tanker 4.931113958 Tidak sesuai dengan pendapat Dann (1981) 3.990730658 yang menyatakan bahwa di perusahaan yang melakukan PT. Medco Energi International 4.740177851 5.436761985 Ya share repurchase perubahan kekayaan yang dialami oleh bondholder tidak PT. Global Mediakomdan memiliki obligasi, 4.513839685 4.530285623 Tidak signifikan. Adapun penyebab terjadinya hal ini adalah tidak adanya obligasi subordinasi dalam sampel penelitian. Selain itu, adanya peraturan yang ketat untuk perusahaan yang ingin mengeluarkan obligasi (bond covenant) membuat para bondholder tidak perlu khawatir akan menurunnya rating dari perusahaaan yang melakukan share repurchase. Pembahasan
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
Berdasarkan uji t-test menunjukkan bahwa di Indonesia selama periode 2001-2012, terdapat abnormal return pada saham-saham perusahaan yang melakukan pembelian kembali sahamnya. Hal ini ditandai dengan nilai AAR dan ACAR yang positif dan signfikan pada saat t0 (pada saat pengumuman) yang mengindikasikan adanya respon positif dari pasar terhadap sahamsaham tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jun, Jung, dan Walkling (2009) yang meneliti pengaruh share repurchase di Amerika Serikat dan menemukan adanya abnormal return dari saham-saham tersebut. Selain itu, hal ini sesuai dengan signalling theory yang menyatakan bahwa pengumuman share repurchase akan direspon positif oleh pasar sehingga akan meningkatkan harga saham perusahaan tersebut karena beranggapan bahwa harga saham tersebut masih undervalued sehingga akan menghasilkan abnormal return di saat share repurchase diumumkan (Vermallen, 1981). Namun, hasil yang berbeda yang terjadi pada periode ketika krisis dan setelah krisis menunjukkan bahwa respon yang dilakukan oleh pasar terhadap pembelian kembali saham perusahaan juga dipengaruhi oleh kondisi pasar modal negara tersebut maupun kondisi pasar modal global. Dari hasil regresi persamaan CAR, terdapat perbedaan hasil yang diperoleh dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Jun, Jung, dan Walkling (2009). Dalam penelitian ini hanya ada dua variabel yang signifikan, sedangkan penelitian dari Jun, Jung, dan Walkling (2009) menunjukkan bahwa hampir semua variabel signifikan. Perbedaan ini bisa terjadi karena sifat investor di Indonesia yang berbeda dengan yang berada di Amerika Serikat. Sifat yang berbeda tersebut antara lain, lebih risk taking dan lebih banyak masyarakat yang paham akan saham dibandingkan dengan investor di Indonesia. Selain itu, perbedaan juga berasal dari perbedaan metode share repurchase yang dianut oleh Indonesia dan Amerika Serikat. Untuk hasil persamaan perubahan kekayaan bagi bondholder, juga menunjukkan adanya perbedaan hasil dengan penelitian yang dilakukan oleh Jun, Jung, dan Walkling (2009). Adapun perbedaan tersebut bisa berasal dari peraturan yang ketat di Indonesia bagi perusahaan yang ingin mengeluarkan obligasi serta tidak adanya obligasi subordinasi dari sampel penelitian ini. Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kesimpulan dari hasil penelitian ini antara lain:
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
1) Adanya abnormal return yang diperoleh pemegang saham dalam peristiwa share repurchase ini. Hal itu ditandai oleh nilai AAR (average abnormal return) dan ACAR (average cumulative abnormal return) yang positif dan signifikan pada saat t0 (hari dimana keterbukaan informasi dilakukan). Hal ini membuktikan adanya wealth effect yang dialami oleh para pemegang saham. 2) Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa variabel independen FCF (free cashflow) dan RUNUP (cumulative excess return pada t-30 sampai t-4) berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel dependen CAR (cumulative abnormal return). Hal ini sesuai dengan agency cost theory dan signaling theory. 3) Wealth transfer yang menurut expropriation theory terjadi dari bondholder kepada shareholder tidak terbukti dalam penelitian ini. Hal itu bisa dilihat dari prediksi rating dan aktual rating yang sebagian besar tidak mengalami perubahan di periode setelah perusahaan melakukan share repurchase. Alasan utama terjadinya hal tersebut ialah persyaratan yang ketat yang harus dipenuhi suatu perusahaan sebelum perusahaan tersebut mengeluarkan obligasi yang bertujuan untuk melindungi kepentingan bondholder. 4) Dalam meneliti pengaruh share repurchase terhadap shareholder, walaupun telah membuang data perusahaan yang melakukan share repurchase dengan peraturan krisis (Peraturan XI.B.3) di tahun 2008-2010, tetapi efek krisis itu masih terasa dalam penelitian ini. Hal ini dapat dilihat dari tidak bisa digunakannya model penelitian ini ketika meregresi perusahaan yang melakukan share repurchase di tahun 2008-2010 yang melakukan share repurchase dengan peraturan kondisi ekonomi stabil (peraturan XI. B.2) akibat Prob. F stat model penelitian tersebut yang diatas α =10%. Selain itu, dampak dari kondisi krisis tersebut juga masih berpengaruh ke data tahun 2011 dan tahun 2012. Sedangkan dalam penelitian pengaruh share repurchase terhadap bondholder, efek krisis itu tidak terasa. Saran Dari hasil penelitian ini, ada beberapa saran yang ingin penulis berikan. Penulis membuat saran tersebut untuk tiga pihak, yaitu akademisi, investor dan calon investor, serta perusahaan. Pertama, bagi akademisi. Penulis memiliki beberapa saran bagi akademisi yang ingin meneliti
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
topik ini di penelitian selanjutnya, seperti memperpanjang periode penelitian, membuang periode krisis jika tidak ingin meneliti efek krisis, menambah variabel independen lainnya, dan menggunakan metode penelitian yang lebih baik untuk melihat pengaruh share repurchase terhadap bondholder, seperti menggunakan year to maturity. Kedua, bagi investor dan calon investor. Untuk investor saham, diharapkan dapat mengambil kesempatan untuk mendapatkan abnormal return ketika ada perusahaan yang melakukan share repurchase di kondisi pasar yang stabil. Untuk investor obligasi, tidak usah takut dan resah untuk tetap berinvestasi di obligasi yang memiliki rating yang baik karena adanya peraturan yang ketat bagi perusahaan yang ingin mengeluarkan obligasi yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melindungi kepentingan bondholder. Ketiga, untuk perusahaan. Perusahaan diharapkan agar tidak ragu untuk melakukan share repurchase ketika saham perusahaan mereka mengalami undervalued atau ketika perusahaan memiliki free cash flow yang berlebih yang bersifat sementara. Daftar Referensi Allen, Franklin, Antonio E. Bernardo. And Ivo Welch. (2000). A Theory of Dividends Based on Tax Clientele. Journal of Finance 55-6, 2499-2536. Asquith, Paul, dan David W. Mullins, Jr. (1986). Signalling with Dividends, stock Repurchase, Equity Isuues. Financial Management, 27-44. Chan, K., Ikenberry, D., dan Lee, I., (2003). Do managers trade consistently? Evidence linking insider trading to actual share repurchase activity. Journal of Finance. Comment, Robert, dan Gregg A. Jarrell. (1991). The Relative Signalling Power of DutchAuction and Fixed Price Self-Tender Offers and Open-Market Share Repurchases. The Journal of Finance. 1243-1271. Dann, L., (1981). Common Stock Repurchases: An Analysis of Returns to Bondholders and Stockholders. Journal of Financial Economics 9, 113–138. Grullon, G., Michealy, R., (2004). The Information Content of Share Repurchase Programs. Journal of Finance 59, 651–680.
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
Jagannathan, M., Stephens, C., (2003). Motives for multiple open-market repurchase programs. Financial Management 32, 71–91. Jun, S.G., Jung, M., Walkling, R.A., (2009). Share Repurchase, Execution Options and Wealth Changes to Stockholders and Bondholders. Journal of Corporate Finance 15, 219-229 Kahle, K., (2002). When a buyback isn't a buyback: open market repurchases and employee options. Journal of Financial Economics 63, 235–261. Kaplan, R.S., Urwitz, G., (1979). Statistical Model of Bond Ratings: A Methodology Inquiry. Journal of Business 52, 231-261. Liang, W., (2012). Information Content of Repurchase Signals: Tangible or Intangible Information?. Journal of Banking & Finance 36, 261–274. Liano, M., Huang, G., Manakyan Herman (2003). Market Reaction to Open-Market Stock Repurchase and Industry Affiliation. Quarterly Journal of Business & Economics. Vol. 42. Jensen, M., (1986). Agency costs of free cash flow, corporate finance, and takeovers. American Economic Review 76, 323–329. Maxwell, W., Stephens, C., (2003). The Wealth Effects of Repurchases on Bondholders. Journal of Finance 58, 895–919. Megginson, W., (1997). Corporate Finance Theory. Addison-Wesley Longman Inc. Nohel, T., Tarhan, V., (1998). Share Repurchase and Firm Performance: New Evidence on the Agency Costs of Free Cash Flow. Journal of Financial Economics 49, 187-222. Smith, Clifford W. Jr. (1990). The Modern Theory of Corporate Finance (2nd ed). New York: McGraw Hill. Stephen, Clifford P., dan Weisbach, Michael S., (1998). Actual Share Reacqusitions in OpenMarket Repurchase Programs. Journal of Finance. Vermaelen, T., (1981). Common Stock Repurchases and Market Signaling: An Empirical Study. Journal of Financial Economics 9, 139–183.
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014
Kahle, K., (2002). When a buyback isn't a buyback: open market repurchases and employee options. Journal of Financial Economics 63, 235–261. Kaplan, R.S., Urwitz, G., (1979). Statistical Model of Bond Ratings: A Methodology Inquiry. Journal of Business 52, 231-261.
Pengaruh share…, Debi Aris Firmansyah, FE UI, 2014