PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp.
GESHA YULIANI NATTASYA
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini, saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp.
Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, 10 Agustus 2009
GESHA YULIANI NATTASYA C54050105
RINGKASAN
GESHA YULIANI NATTASYA. C54050104. PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp. Dibimbing oleh : RICHARDUS F. KASWADJI dan DWI HINDARTI.
Pencemaran laut menurut UU No.23 Tahun 1997 adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun hingga tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tersebut tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Dari semua polutan yang mencemari laut, polutan yang berasal dari hidrokarbon memperoleh perhatian yang sangat besar, karena dapat menurunkan kualitas laut, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak tersebut antara lain adalah lingkungan laut (pantai) akan menjadi kotor akibat tertutup lapisan minyak atau gumpalan ter di permukaan dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup biota dalam lingkungan ekologi. Salah satu cara untuk mengurangi dampak tersebut adalah bioremediasi, namun hasil bioremediasi tersebut dapat menghasilkan hasil akhir yang bersifat racun (toxic). Pengujian pengaruh toksisitas dari bahan pencemar dapat dilakukan dengan cara mengambil sampel biota dari daerah yang tercemar atau mengujikan bahan pencemar tersebut terhadap biota dalam skala yang lebih kecil (laboratorium). Biota yang diujikan adalah biota yang digunakan adalah biota bentik atau biota yang memegang peranan penting dalam jaring-jaring makanan, seperti fitoplankton. Penelitian ini merupakan kerja sama antara Laboratorium Ekotoksikologi Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI dengan Laboratorium Mikrobiologi P2O LIPI serta National Institute of Technology and Evaluation (NITE), sebuah organisasi penelitian yang berasal dari Jepang. Tujuan dari penelitian ini adalah pengujian lapisan sedimen, pengujian perlakuan selama bioremediasi serta pengujian Total Petroleum Hydrocarbon residu terhadap jumlah sel selama waktu uji. Pada penelitian ini, sedimen yang digunakan adalah sedimen bioremediasi dengan menggunakan minyak dan pupuk selama 125 hari di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Sedimen yang telah terkontaminasi ini kemudian diujikan dalam laboratorium untuk melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan fitoplankton, khususnya Isochrysis sp. Prosedur yang digunakan adalah prosedur Asean Canada Cooperative Programme on Marine Science (1995) dengan lama uji 96 jam. Biota uji yang digunakan adalah Isochrysis sp. yang berperan penting dalam rantai makanan sebagai produsen dalam lingkungan akuatik dan sensitif terhadap perubahan lingkungan. Data pertumbuhan selama 96 jam ini kemudian dilakukan pengolahan dengan menggunakan ICPIN untuk mengetahui konsentrasi penghambatan jumlah sel sebesar 50 % (IC50) dan menggunakan software TOXSTAT untuk mengetahui pengaruh signifikan perlakuan terhadap pertumbuhan serta
mengetahui konsentrasi terendah dan tertinggi (NOEC dan LOEC) dari perlakuan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga Isochrysis sp. Pengukuran kualitas air diperoleh kisaran DO sebesar 0.49-5.36 mg/l, kisaran pH sebesar 8.01-8.43 dan suhu berkisar 25.8-26.9 0C dengan salinitas sebesar 32 %o. Pengukuran toksiksitas sedimen yang terkontaminasi minyak menghasilkan IC50 sebesar 30.4 g TPH residu yang diekstrak dari sedimen bioremediasi dan NOEC serta LOEC yang berada pada lapisan atas dengan perlakuan dengan penambahan osmocot sebesar 200 g (C6) dan penambahan osmocot sebesar 2 g (C3). Nilai NOEC dan LOEC hanya berada pada lapisan atas karena pada lapisan ini memiliki pengaruh yang signifikan dari jumlah sel mikroalga jika dibandingkan dengan lapisan lain. Penghambatan pertumbuhan sel mikroalga Isochrysis sp. pada masing- masing perlakuan dipengaruhi oleh konsentrasi crude oil dan osmocot yang diberikan pada proses bioremediasi di lapangan. Hasil dari proses bioremediasi di lapangan selama 125 hari akan menghasilkan konsentrasi TPH (Total Petroleum Hydrocarbon) dalam sedimen dan akan terlarut dalam larutan uji untuk pertumbuhan mikroalga. Semakin tinggi konsentrasi TPH dalam sedimen maka semakin berpengaruh terhadap penghambatan mikroalga dan hal tersebut dapat dilihat dari nilai penghambatannya. Hasil pengujian toksisitas ini menunjukan perlakuan untuk proses bioremediasi yang tidak memberikan pengaruh toksik bagi biota khususnya fitoplankton adalah perlakuan dengan menggunakan osmocot (pupuk) sebesar 60 g untuk dapat menguraikan hidrokarbon ALCO (Arabian Light Crude Oil) sebesar 200 g.
© Hak cipta milik Gesha Yuliani Nattasya, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm, dan sebagainya
PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp.
GESHA YULIANI NATTASYA C54050104
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
SKRIPSI Judul : PENGARUH SEDIMEN BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp. Nama : GESHA YULIANI NATTASYA NRP : C54050104
Menyetujui,
Pembimbing I
Dr. Ir Richardus Kaswadji, MSc NIP. 19450405 197301 1 001
Pembimbing II
Ir. Dwi Hindarti, M.Sc NIP. 19610501 198603 2 003
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP.19610410 198601 1 002
Tanggal Lulus : 10 Agustus 2009
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada ALLAH SWT karena dengan rahmat dan karuniaNya kepada penulis hingga dapat melewati segala cobaan dan mampu menyelesaikan penelitian ini dengan sebaik-baiknya. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesarbesarnya kepada : Dr. Ir Richardus Kaswadji M. Sc dan Ir. Dwi Hindarti M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan motivasi kepada penulis selama penelitian dan penulisan ilmiah, Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc sebagai penguji tamu, Dr. Ir Henry M. Manik, M.T sebagai Koordinator Program Pendidikan S1 Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Dr. Ir. Neviaty P. Zamani sebagai pembimbing akademik, Laboratorium Ekotoksikologi dan Laboratorium Mikrobiologi, Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) LIPI atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk dapat ikut serta dalam proyek penelitian, Triyoni Purbonegoro, S.Si, Rachma Puspitasari, S.Si, Suratno Kisworo, S.Si, Bapak Rozak. Amd, Bapak Eston. Amd, Ir. Yeti Darmayati, M.Sc dan Sdr. Dahlia Ristiyani yang telah membantu penulis dalam pengolahan data, dan kedua orangtua beserta keluarga besar yang turut memotivasi penulis selama penelitian. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Bogor, 10 Agustus 2009
GESHA YULIANI NATTASYA
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .............................................................................................. viii DAFTAR TABEL ......................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xii 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1.2. Tujuan ..........................................................................................
1 1 3
2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2.1. Kondisi Umum Lokasi ................................................................. 2.2. Karakteristik dan Komposisi Sedimen ......................................... 2.3. Minyak ......................................................................................... 2.3.1. Sumber Pencemaran Minyak ................................................... 2.3.2. Karakteristik Minyak ............................................................... 2.3.3. Toksiksitas Minyak.................................................................. 2.3.4. Pengaruh Minyak terhadap Biota Akuatik ................................ 2.3.5. Interaksi Minyak dan Sedimen ................................................. 2.4. Uji Toksisitas Sedimen ................................................................. 2.4.1. Uji Toksisitas........................................................................... 2.4.2. Mikroalga sebagai Biota Uji Toksiksitas .................................. 2.5. Biota Uji.......................................................................................
4 4 5 6 7 7 8 10 11 12 12 14 16
3. METODOLOGI PENELITIAN .......................................................... 3.1. Waktu dan tempat penelitian ........................................................ 3.2. Alat dan bahan ............................................................................. 3.2.1. Alat Pemeliharaan Kultur Isochrysis sp., uji toksisitas sedimen dan pengukuran Total Petroleum Hydrocarbon (TPH)......... .... 3.2.2. Bahan Pemeliharaan Isochrysis sp., uji toksisitas sedimen dan pengukuran Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) ............. 3.3. Cara Kerja .................................................................................... 3.3.1. Pengambilan Contoh Sedimen ................................................. 3.3.2. Pencucian dan Sterilisasi Peralatan .......................................... 3.3.3. Pemeliharaan Kultur................................................................ 3.3.4. Uji Toksiksitas Sedimen .......................................................... 3.3.5. Pengukuran Kualitas Air ......................................................... 3.3.6. Pengukuran Total Petroleum Hydrocarbon (TPH)................... 3.3.7. Analisis Data ...........................................................................
19 19 19 19 20 20 20 24 24 27 28 28 29
4. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................... ...................... 34 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Isochrysis sp. ......................................... 34 viii
ix 4.2. 4.3. 4.4. 4.5.
Kualitas Air.................................................................................... Uji Toksisitas Sedimen ............................................................... Uji Toksisitas Sedimen antar perlakuan........................................ Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) residu..................................
35 37 40 44
5. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 49 5.1. Kesimpulan..................................................................................... 49 5.2. Saran............................................................................................... 50 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 51 LAMPIRAN.................................................................................................... 55 RIWAYAT HIDUP......................................................................................... 70
x
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Sensitivitas biota akuatik terhadap pemaparan hidrokarbon dan turunannya.…………………. ...................................................................
9
2. Perkiraan dampak minyak dan tingkat pemulihannya terhadap tipe Komunitas dan Populasi Laut.....................................................................
10
3. Berbagai perlakuan pada masing-masing tabung.......................................
22
4. Susunan bagian sedimen dalam satu tabung................................................ 23 5. Komposisi bahan-bahan media walne bagi pemeliharaan Isochrysis sp. ............................................................................................... 26 6. Hasil analisis kualitas air pada berbagai lapisan menurut perlakuan ……………………………..........................................
36
7. Persentase penghambatan pertumbuhan rata-rata pada setiap lapisan sedimen.......................................................................................................
39
8. Kandungan Total Petroleum Hydrocarbon (gram) tersisa dalam setiap lapisan dan perlakuan ..................................................................................
44
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Berbagai proses perubahan fisik dan kimia dari minyak............................... 12 2. Kurva pertumbuhan mikroalga dalam sistem tertutup................................... 16 3. Berbagai bentuk Isochrysis sp. ..................................................................... 17 4. Peta Lokasi Pengambilan sampel Sedimen di Pulau Pari, Kepulauan Seribu DKI Jakarta................................................................... 21 5. Langkah-langkah penelitian dalam analisis data statistik..........................
33
6. Kurva pertumbuhan Mikroalga Isochrysis sp. dalam tiga kali kultur........... 34 7. Jumlah sel Isochrysis sp (sel/ml) pada kontrol dan 3 lapisan sedimen yang diujikan.................................................................................. 38 8. Pertumbuhan sel Isochrysis sp. (sel/ml) selama 48, 72 dan 96 jam dalam lapisan uji yang berbeda....................................................... 39 9. Jumlah sel Isochrysis sp. (sel/ml) berdasarkan perlakuan di lapisan atas.............................................................................................. 41 10. Pertumbuhan sel Isochrysis sp. (sel/ml) selama 48, 72 dan 96 jam pengamatan di lapisan atas dengan perlakuan yang berbeda...................... 43 11. Respon jumlah sel mikroalga Isochrysis sp. (sel/ml) terhadap konsentrasi residu Total Petroleum Hydrocarbon (TPH)......................................... 45 12. Respon penghambatan mikroalga Isochrysis sp. (%) terhadap konsentrasi residu Total Petroleum Hydrocarbon (TPH).............................................. 47
.
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Alat dan Bahan Penelitian ………………………………….................
56
2. Skema tabung perlakuan dalam proses bioremediasi skala mesoskom di perairan pulau Pari........................................................................................ 57 3. Penempatan sumur buatan di perairan pulau Pari, DKI Jakarta..................
58
4. Perhitungan jumlah sel Isochrysis sp. menggunakan haemocytometer ......... 59 5. Contoh Overlying Water Sedimen Contaminant yang digunakan ………
60
6. Langkah Kerja ekstraksi kandungan TPH (Total Petroleum Hydrocarbon) dengan menggunakan TPH Analyzer………………………………………. 61 7 .Data Sheet pengukuran pertumbuhan fitoplankton dengan menggunakan Sedimen terkontaminasi …………………………………………………..
62
8. Baris program TOXSTAT untuk sedimen terkontaminasi…….................
64
9. Baris Program dengan menggunakan ICPIN……………………………..
69
1. PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang Pencemaran memiliki definisi yang berbeda-beda, Miller (2004) mengatakan
bahwa pencemaran adalah sebarang penambahan pada udara, air dan tanah atau makanan yang membahayakan kesehatan, ketahanan atau kegiatan manusia atau organisme lainnya. Berdasarkan Undang Undang No. 23 Tahun 1997 (Redaksi, 2000), pencemaran adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya menurun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan tersebut tidak dapat berfungsi sesuai peruntukannya. Secara lebih spesifik, Kantor Kementrian Lingkungan Hidup (KLH, 1991) mendefinisikan pencemaran laut adalah masuknya zat atau energi secara langsung maupun tidak langsung oleh kegiatan manusia kedalam lingkungan laut termasuk daerah pesisir pantai, sehingga dapat menimbulkan akibat merugikan baik terhadap kegiatan di laut, termasuk perikanan dan penggunaan lain-lain yang dapat menyebabkan penurunan tingkat kualitas air laut. Bahan pencemar yang masuk kedalam lingkungan laut ini dapat berupa limbah yang berasal dari kegiatan industri, pertambangan, pengembangan kota maupun pengalihan fungsi dari wilayah pesisir. Bahan pencemar ini akan menjadi sumber masalah bagi kehidupan manusia jika terekspos baik secara langsung atau tidak langsung, Untuk melihat pengaruh toksisitas bahan pencemar tertentu, dilakukan dengan cara mengambil sampel biota dari daerah yang tercemar atau mengujikan bahan pencemar terhadap biota dalam skala yang lebih kecil (laboratorium). Dalam skala tersebut, pengujian terhadap satu biota tertentu dapat menunjukkan 1
2 pengaruh terhadap perubahan lingkungan. Biota yang dapat diujikan adalah biota bentik atau biota yang memegang peranan penting dalam jaring-jaring makanan, seperti fitoplankton. Penelitian toksisitas sedimen hasil proses bioremediasi terhadap fitoplankton merupakan penelitian yang belum banyak dilakukan. Penelitian serupa yang sudah pernah dilakukan adalah pendekatan studi mesoskom polusi minyak yang dilakukan oleh Zhu et. al (1991). Studi ini mampu menunjukkan adanya pengaruh terhadap kehidupan ekosistem laut pelagik di kawasan estuari Changjiang, China. Hal ini diindikasikan dengan perubahan produktivitas primer sebagai respon keberadaan polusi minyak yang diujikan dalam wadah mesoskom. Bahan tercemar ini juga mempengaruhi pertumbuhan nanophytoplankton (2-20µm) dan produktivitas bakteri. Pada penelitian yang dilakukan ini, pengujian toksisitas diutamakan untuk sedimen bioremediasi hasil mesoskom dengan menggunakan minyak dan pupuk yang kemudian diujikan pada mikroalga. Pengujian toksisitas dari sedimen hasil bioremediasi diperlukan karena produk yang terbentuk dari proses biorediasi ini bersifat lebih toksik jika dibandingkan dengan hidrokarbon aslinya (Bartha dan Atlas, 1977 in Mukhtasor, 2008) apabila biota perombak hidrokarbon tidak dapat menguraikan secara sempurna. Sedimen yang digunakan terdiri dari 3 lapisan yang berbeda, pengujian toksisitas pada masing-masing lapisan ditujukan untuk menguji kecepatan bioremediasi hidrokarbon selama 125 hari dengan melihat konsentrasi hidrokarbon residu dalam masing-masing lapisan dan pengaruhnya terhadap mikroalga yang diindikasikan dengan pertumbuhan selama waktu uji. Biota uji yang digunakan adalah Isochrysis sp dengan menggunakan prosedur
3 Asean Canada Cooperative Programe on Marine Science (ACCPMS) (1995) dengan lama uji 96 jam. Pemilihan biota uji ini ddasarkan pada peran pentingnya dalam rantai makanan sebagai produsen dalam lingkungan akuatik dan sensitif terhadap perubahan lingkungan.
1.2.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menguji lapisan dan perlakuan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dengan melihat nilai NOEC dan LOEC. 2. Menguji konsentrasi Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) residu dari sedimen bioremediasi yang berpengaruh terhadap penghambatan pertumbuhan sebesar 50% dari populasi awal (IC50). 3. Menentukan konsentrasi bioremediasi yang aman bagi kehidupan biota akuatik neritik khususnya fitoplankton.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Kondisi Umum Lokasi Redaksi (2009) mendeskripsikan bahwa gugusan Pulau Pari terletak pada
bagian selatan pulau-pulau di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Gugusan ini terletak sekitar 40 km barat laut Jakarta dengan batas-batas yang terletak 05046’15” LS-05059’30” LS dan 106026’00” BT-106034’22” BT. Gugusan Pulau Pari merupakan sekumpulan pulau-pulau yang terdiri dari Pulau Tikus, Pulau Burung, Pulau Kongsi, Pulau Tengah, dan Pulau Pari. Terdapat delapan goba yang mengelilingi gugusan antara lain Goba Soa Besar, Goba Kuanji, Goba Lapangan Pasir, Goba Ciaris, Goba Besar 1, Goba Besar II, Goba Kurungan, dan Goba Buntu. Pulau Pari merupakan pulau terbesar dari lima pulau penyusun gugusan pulau Pari. Pulau Pari memiliki panjang sekitar 2.5 km dengan lebar bagian terpendek sekitar 60 m dan lebar bagian terpanjang adalah 400 m. Rahman (2008) menyatakan komposisi fraksi sedimen di Pulau Pari didominasi oleh fraksi pasir dan hal tersebut tidak terlepas dari kondisi lingkungan sekitar yang membantu pembentukan sedimen. Pulau Pari secara geologi termasuk wilayah yang terdiri dari campuran pembentukan pulau karang timbul dan pulau karang atol yang dipengaruhi oleh gerakan permukaan dasar laut. Terumbu karang ini berkembang dengan baik di bawah laut dan suatu saat terangkat ke permukaan karena gerakan dasar laut. Setelah berada di permukaan terumbu karang akan mati dan menyisakan ruang yang pada akhirnya membentuk pulau karang timbul Rahman (2008) juga menerangkan perubahan pada terumbu karang dan dasar laut yang terjadi berlangsung lama, berpengaruh pada pembentukan sedimen di 4
5 Pulau Pari. Rumah karang yang tertinggal berupa pecahan-pecahan karang yang secara perlahan akan terendapkan. Sumbangan lain yang mendukung adalah proses abrasi atau erosi yang terjadi. Proses ini akan melepas materi tanah yang didominasi pasir ke arah pantai yang diakibatkan oleh arus, pasut dan gelombang. Ukuran partikel sedimen yang kasar akan mudah terendapkan ketika terbawa arus menjauhi pantai
2.2.
Karakteristik dan Komposisi sedimen. Kata sedimen berasal dari bahasa Latin sedimentum yang artinya endapan.
Selama susunan lapisan belum berubah atau terbalik maka lapisan termuda berada pada lapisan atas dan lapisan tertua berada pada lapisan bawah. Prinsip tersebut dikenal sebagai prinsip superposition. Susunan lapisan tersebut adalah dasar dari skala waktu stratigrafi atau skala waktu pengendapan (Blott dan Kenneth, 2001). Sedimen merupakan pecahan material yang melayang layang dalam udara, air, maupun dikumpulkan di dasar sungai atau laut oleh pembawa atau perantara alami lainnya (Shirley, 1987). Sedimen yang ditemukan di daerah pesisir atau perairan dangkal, terutama dihasilkan melalui proses pelapukan dan erosi batuan di daratan. Ukuran butir sedimen memberikan informasi mengenai gaya yang dialami sedimen hingga butiran tersebut terlepas atau bergerak. Besaran butiran juga mengindikasikan sifat kohesif dan non kohesif dari suatu sedimen (Pethick, 1984). Pada saat bahan pencemar ditambahkan atau dimasukkan ke dalam sedimen akan timbul berbagai reaksi kimia- fisik dan biologi yang dikelompokkan menjadi (Notodarmodjo, 2005) :
6 1. Transformasi adalah perubahan bahan pencemar dari segi konsentrasi atau perubahan sifat kimia- fisik bahan pencemar atau fenomena fisik yang terjadi secara biotis (akibat aktivitas mikroorganisme) dan abiotis. Proses transformasi ini terjadi pada bidang kontak partikel tanah dengan bahan pencemar. 2. Transfer massa adalah mekanisme yang terjadi karena adanya mekanisme transfer massa atau perubahan massa bahan pencemar akibat proses fisik. Mekanisme ini melibatkan proses difusi, adveksi dan volatilisasi. Notodarmodjo (2005) juga menyatakan bahwa pada transformasi biologis seperti proses bioremediasi, partikel sedimen berperan sebagai media mikroorganisme menempel dan membantu memberikan efek katalis sedangkan mikroorganisme berperan dalam aktivitas biotransformasi. Pada kasus pencemaran dengan bahan organik, mikroorganisme menggunakan oksigen sebagai proses oksidasi awal hingga selanjutnya menggunakan nitrat dalam proses anaerob.
2.3.
Minyak
Minyak merupakan salah satu bahan pencemar yang merugikan karena buangan atau tumpahan minyak tersebut mampu melapisi permukaan dengan gumpalan ter dan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup biota akuatik. Pengaruh spesifik dari peristiwa tumpahan minyak terhadap lingkungan perairan laut dan pantai tergantung volume tumpahan minyak, lokasi dan waktu kejadian (Neff, 1996). Supriharyono (2002) menyatakan bahwa selain jumlah tumpahan minyak, tingkat kerusakan juga dipengaruhi oleh jumlah tumpahan minyak, jenis,
7 sifat dan bahan kimiawi minyak yang tumpah serta kepekaan ekosistem terhadap tumpahan minyak tersebut. 2.3.1. Sumber pencemaran minyak Petroleum hydrocarbon masuk ke lingkungan perairan dengan beberapa cara yakni rembesan alam (natural seeps), kecelakaan tanker (tanker accident), operasi normal tanker (normal operation of tanker), kebocoran dan semburan dari poduksi dan eksplorasi lepas pantai, kilang minyak di darat, limbah kota dan jatuhan dari atmosfer. Sumber hidrokarbon alami terbesar di dunia adalah dari alam. Sekarang telah teridentifikasi sebanyak 190 lokasi rembesan dari dasar laut, terutama di daerah perairan dalam dan area aktivitas tektonik (Mukhtasor, 2008). 2.3.2. Karakteristik minyak Minyak bumi terbentuk sebagai hasil dari penguraian bahan-bahan organik yang tertimbun selama berjuta-juta tahun lalu di kerak bumi baik di bagian daratan atau lepas pantai. Minyak bumi mentah (crude oil) yang baru keluar dari sumur eksplorasi mengandung ribuan macam zat kimia yang berbeda baik dalam bentuk gas, cair atau padatan. Senyawa utama yang terdapat dalam minyak bumi adalah alifatik (paraffinic hydrocarbon), alisiklik (napthenic hydrocarbon) dan aromatic (Supriharyono, 2002). Komponen alifatik (paraffinic hydrocarbon) mengandung 1-78 atom karbon. Bentuk fisiknya tergantung pada jumlah karbon yang dikandung. Paraffinic hydrocarbon yang memiliki atom karbon kurang dari lima akan berbentuk gas pada suhu kamar dan tekanan atmosfer. Kandungan hidrokarbon yang terdiri dari 5-16 atom karbon berbentuk semi cairan dan yang ≥17 atom karbon berbentuk padatan atau semi padat. Rantai alkana ini berbentuk lurus sehingga relatif tidak
8 beracun dan tidak dapat diuraikan secara biologis oleh mikroba (Mukhtasor, 2008). Komponen alisiklik atau napthene berbentuk cincin yang tersusun dari 5-6 atom karbon dan sangat stabil dan tahan terhadap oksidasi. Cyclopentene dan cyclohexane adalah bicyclic dan polysiclic napthene yang tahan (resistance) dan sulit dihancurkan oleh mikroba. Jumlah senyawa ini umumnya dominan dalam minyak bumi yaitu sekitar 30-40% (Mukhtasor, 2008). Komponen hidrokarbon aromatik jumlahnya relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon lainnya yaitu hanya sekitar 2-4%. Senyawa aromatik paling sederhana adalah benzene yang berbentuk cincin dengan enam cincin benzene yang terjalin bersama. Secara umum komponen aromatic lebih beracun dan sangat mudah berubah menjadi uap (Supriharyono, 2002). Selain hidrokarbon, minyak bumi juga mengandung senyawa lain yakni nitrogen (0-0.09%), belerang (0-1%) dan oksigen (0-2%) dan komponen logam yang mencapai 40 %. Umumnya komponen logam yang paling dominan adalah nikel dan vanadium (Mukhtasor, 2008). 2.3.3. Toksisitas minyak Semua minyak mentah dan beberapa produk kilang minyak lainnya dalam konsentrasi tertentu, beracun terhadap organisme laut. Fraksi minyak bumi yang tidak dapat larut sangat merusak, karena minyak tersebut akan melapisi organisme dan mengakibatkan mati lemas. Minyak juga dapat menyebabkan terkontaminasinya organisme yang dapat dimakan, dengan demikian fraksi yang tidak dapat larut tersebut merupakan salah satu penyebab toksisitas minyak.
9 Hidrokarbon aromatik pada titik didih rendah merupakan fraksi yang paling toksik dan penyebab utama kematian organisme. Termasuk didalamnya adalah benzene, toluene, cylene, dan naphthalene. Pada konsentrasi tinggi hidrokarbon ini dapat menyebabkan kerusakan dan kematian sel, khususnya pada tingkat larva (Tabel 1). Tabel 1. Sensitivitas biota akuatik terhadap pemaparan hidrokarbon dan turunannya. Biota Chlorococcum hypnosporum (mikroalga) Chlorococcum meneghini (mikroalga) Selenastrum capricornutum (mikroalga) Clarias gariepinus (African catfish) Larva Echinodermata
IC50 atau EC50 >10%
Referensi Chung et al (2007)
Keterangan Napthalene
>10%
Chung et al (2007)
Napthalene
>10%
Chung et al (2007)
Napthalene
15.5 %
Zabbey et. al (2006) Fernandez et al (2005) Terrens and Tait (1994)
Water Soluble Fraction (WSF) Aromatik hidrokarbon Pengeboran minyak
23 %
Allorchestes compressa (amphipod)
34.5 %
Mysidopsis bahia
7.1 %
Moffitt et al. (1992)
Pengeboran minyak
Skeletonema costatum
27.6 %
Brendehaug et al. (1992)
Pengeboran minyak
Isochrysis sp.
10%
Ansari et al (1997)
Water Soluble Fraction (WSF)
Prorocentrum micans
10%
Goutx et al (1986)
Petroleum biodegradation
Secara umum, sensitivitas terhadap minyak meningkat dari avertebrata yang lebih rendah ke avertebrata yang lebih tinggi kemudian berakhir pada ikan.
10 Tahapan larva merupakan tahapan yang paling sensitif jika dibandingkan seluruh daur hidupnya (Bishop, 1983). 2.3.4. Pengaruh minyak terhadap biota akuatik Minyak memiliki beberapa efek yang dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh biota akuatik. Efek yang memberikan pengaruh tidak nampak dan memiliki periode yang panjang (sublethal) akan mampu memberikan pengaruh yang lebih berbahaya karena mampu merubah karakteristik populasi spesies laut dan struktur ekologi komunitas laut. Efek dari tumpahan minyak untuk organisme tertentu memiliki tingkat pemulihan yang bervariasi tergantung tingkat dampak awal yang terjadi (Tabel 2) Tabel 2. Perkiraan dampak minyak dan tingkat pemulihannya terhadap tipe Komunitas dan Populasi Laut (Bishop, 1983) Tipe Komunitas/ Populasi Plankton Komunitas Bentik Pada Pasut Bebatuan Pada Pasut Berlumpur atau Berpasir Pada Daerah Subtidal atau Offshore Ikan Burung Mamalia
Perkiraan dampak awal Ringan - Sedang
Perkiraan tingkat pemulihan Cepat – Sedang
Ringan - Sedang Sedang
Cepat – Sedang Sedang
Berat
Lambat
Ringan - Sedang Berat Ringan
Cepat – Sedang Lambat Lambat
Komponen hidrokarbon yang bersifat toksik berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan dan perilaku biota laut terutama plankton. Selain itu, tumpahan minyak dapat mempengaruhi tingkat fotosintesis yang terjadi (Mukhtasor, 2008). Komponen minyak umumnya mencegah pertumbuhan bakteri laut. Tidak hanya beberapa unsur pokok minyak toksik terhadap populasi mikroba, tetapi juga karena produk yang terbentuk oleh degradasi hidrokarbon
11 bersifat lebih toksik dibandingkan dengan hidrokarbon aslinya (Bartha dan Atlas, 1977 in Mukhtasor, 2008). Dampak besar dari pencemaran minyak adalah terhadap organisme bentik karena minyak terakumulasi di lapisan dasar dan umumnya beberapa organisme bentik tidak bergerak dan tidak dapat menghindari pencemaran tersebut (Mukhtasor, 2008). 2.3.5. Interaksi antara minyak dan sedimen Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak akan mengalami beberapa perubahan secara fisik dan kimia. Diantara perubahan tersebut adalah terbentuknya lapisan (slick formation), menyebar (dissolution), menguap (evaporation), polimerisasi (polymerization), emulsifikasi (emulsification), air dalam emulsi minyak (water in oil emultion), minyak dalam emulsi air (oil in water emultion), foto oksidasi (photooxidation), biodegradasi mikroba (biodegradation), sedimentasi (sedimentation), dicerna oleh plankton (ingestion) dan bentuk gumpalan ter (ter lump formation). Semua proses itu disebut dengan weathering of oil (Gambar 1). Hilangnya sebagian material yang ada membuat minyak lebih padat dan membuatnya tenggelam. Komponen hidrokarbon yang terlarut dalam air laut akan membentuk lapisan yang lebih tebal dan melekat. Selain itu, turbulensi air akan mengakibatkan emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Ketika semua itu terjadi, reaksi fotokimia akan merubah karakter minyak dan terjadi biodegradasi minyak di permukaan (Mukhtasor, 2008).
12
Gambar 1. Berbagai proses perubahan fisik dan kimia dari minyak (Mukhtasor, 2008)
2.4.
Uji Toksisitas sedimen
2.4.1. Uji toksisitas Uji toksisitas merupakan pengujian dari substansi dalam kondisi tertentu sehingga pengaruhnya terhadap biota uji dapat diketahui (Panggabean, 1994). Metode baku yang sering digunakan adalah American Society for Testing and Material (1992) dan Asean Canada Cooperative Programe on Marine Science (1995) dan lain lain. Biasanya metode tersebut didesain untuk suatu parameter tertentu dan biota uji tertentu dengan tingkat akhir lethal (pengujian akut) atau sublethal (pengujian kronik).
13 Pengujian akut adalah pengujian yang diharapkan tingkat kematian dari suatu biota uji atau sering disebut sebagai uji lethal dan umumnya berlangsung secara singkat yaitu sekitar 2-4 hari. Uji kronik meliputi seluruh daur hidupnya atau sebagian dari daur hidupnya yang paling peka misalnya perkembangan embrio dan larva (Panggabean, 1994). Ukuran toksisitas atau efek yang dapat dilihat adalah kematian (mortalitas), susunan jaringan (hispatologis), kegagalan reproduksi, perubahan fisiologi, enzim, tingkah laku, perubahan gen (mutagenik), pertumbuhan dan lain lain (Panggabean, 1994). Dalam uji toksisitas ini yang akan diamati adalah mengenai efek dalam hal pertumbuhan dari suatu biota. Uji toksisitas berguna untuk berbagai macam tujuan, antara lain untuk mengetahui (Hindarti, 1997) : 1. Kondisi lingkungan yang sesuai untuk kehidupan biota 2. Faktor lingkungan yang diinginkan atau tidak diinginkan seperti DO, pH, suhu, salinitas, dan turbiditas 3. Pengaruh faktor lingkungan terhadap toksisitas bahan pencemar 4. Toksisitas bahan pencemar dengan biota uji 5. Sensitivitas relatif dari biota uji terhadap toksikan. 6. Jumlah atau tipe penanganan limbah yang memenuhi persyaratan pengendalian pencemaran air 7. Efektifitas metode penanganan limbah 8. Laju buangan limbah yang diperbolehkan masuk ke dalam lingkungan perairan 9. Kesesuaian dengan standar mutu perairan
14 Uji toksisitas perairan dapat dikategorikan menurut lama pemaparan, keadaan uji, kriteria pengaruh yang dievaluasi dan biota yang diuji. Beberapa uji toksisitas yang sering digunakan adalah uji toksisitas akut,uji toksisitas kronik, uji toksisitas tingkat hidup awal dan uji toksisitas sublethal lainnya (Hindarti, 1997). 2.4.2. Mikroalga sebagai biota uji toksisitas Mikroalga merupakan komponen dasar dalam rantai makanan dalam lingkungan laut. Organisme ini menyimpan energi selama fotosintesis dan berguna sebagai produsen dalam jaring-jaring makanan. Kelimpahan mikroalga dipengaruhi oleh konsentrasi DO, pH, alkalinitas, kekeruhan, dan keadaan di permukaan air (Rand dan Petrocelli, 1985). Beberapa syarat dalam pemilihan biota dalam uji toksisitas menurut Asean Canada Cooperative Programme on Marine Science (1995) adalah : 1. Penting secara ekonomi 2. Mewakili kelompok penting dalam ekologinya 3. Tersedia secara luas dengan penyebaran yang luas juga 4. Mudah dipelihara dan toleran terhadap penanganan 5. Mempunyai siklus hidup yang mudah untuk dibudidayakan 6. Dapat tersedia secara berkesinambungan Dari keseluruhan syarat pemilihan biota dalam uji toksisitas dengan dipilihnya mikroalga adalah karena mikroalga lebih mewakili kelompok penting dalam ekologinya yaitu sebagai produsen yang bermanfaat dalam kelanjutan transfer energi dalam jaring-jaring makanan. Mikroalga juga memiliki sifat yang dapat dengan mudah dibudidayakan dan memiliki kisaran toleransi yang tinggi dalam perubahan lingkungan.
15 Pertumbuhan mikroalga sendiri dapat diamati dalam bentuk kurva laju pertumbuhan. Dalam kultur yang tertutup yaitu tidak terdapat suplai makanan yang masuk maupun keluar, mikroalga dapat mengalami beberapa fase pertumbuhan (Rand dan Petrocelli, 1985). Kurva pertumbuhan pada masingmasing fase terdapat pada Gambar 2 yaitu : 1. Fase penyesuaian atau fase adaptasi (lag phase); fase saat inokulasi pada media kultur. 2. Fase akselerasi pertumbuhan; fase saat terjadi penambahan populasi secara tajam. 3. Fase eksponensial; fase dimana terjadi penambahan populasi yang terjadi secara konstan; pada fase ini, mikroalga tidak sensitif terhadap lingkungan dan terjadi kondisi optimum untuk pertumbuhan. 4. Fase pengurangan laju pertumbuhan; fase dimana penambahan populasi akan mengalami perlambatan dan terjadi persaingan antar individu karena nutrien yang tersedia semakin sedikit. 5. Fase stasioner; fase dimana tidak terjadi pertambahan mikroalga karena nutrien yang tersedia berada di bawah ambang batas nutrien yang diperlukan mikroalga. 6. Fase penurunan; fase dimana terjadi penurunan populasi mikroalga.
16
Gambar 2. Kurva pertumbuhan mikroalga dalam sistem tertutup (Rand dan Petrocelli, 1985)
2.5.
Biota Uji
Biota uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah Isochrysis sp. yang merupakan salah satu jenis mikroalga yang terdapat di perairan laut. Mikroalga ini terdapat dalam marga Isochrysis dan termasuk dalam divisi Haptophyta. Haptophyta sendiri memiliki ciri-ciri sebagai mikroalga unisel berflagel yang memiliki organel bernama haptonema yang digunakan sebagai alat gerak dan alat penempelan pada substrat. Namun pada Isochrysis sp. haptonema ini tereduksi sehingga sering dianggap tidak ada (Purbonegoro, 2005). Haptophyta hanya memiliki satu kelas yakni Prymnesiophyceae yang terdiri dari 4 ordo yakni Pavlovales, Isochrysidales, Prymnesiadales dan
17 Cocolithoporales. Ordo Isochrysidales memilik empat marga utama yakni Imantonia, Chrysotila, Isochrysis dan Dictrateria. Taksonomi Isochrysis sp. menurut Parke (1971) adalah sebagai berikut: Divisi
: Haptophyta
Kelas
: Prymnesiophyceae
Bangsa Suku Marga Jenis
: Isochrysidales : Isochrysidaceae : Isochrysis : Isochrysis sp.
Kelas Prymnesiophyceae mempunyai pigmen α carotene, β carotene, fluxoxanthin, diatoxanthin, dan diadinoxanthin sehingga mikroalga ini berwarna kekuningan (Rusyani, 2001). Isochrysis sp. berbentuk unisel, bersifat motil, memiliki panjang 5-6 µm dan lebar 2-4 µm dengan bentuk yang elips. Organisme ini memiliki 2 flagela dengan panjang yang sama atau lebih panjang yaitu sekitar 7 µm serta memiliki plastid tunggal dengan pyrenoid yang berwarna kuning kecokelatan (Gambar 3).
Gambar 3. Berbagai bentuk Isochrysis sp. (A dan B Isochrysis sp dilihat dari mikroskop dan terlihat haptonema yang ditunjukan dengan tanda panah) dengan skala 5µm (Liu dan Lin, 2001)
18 Isochrysis sp. memiliki pergerakan yang cepat di air dan berputar-putar pada saat berenang. Kloroplasnya berbentuk mangkuk dan terlihat mengisi 2/3 bagian selnya, sedangkan ruangan sisanya terlihat kosong. Reproduksi dilakukan melalui pembelahan sederhana dimana sel induk membelah diri menjadi dua sel anak betina. Isochrysis juga dikenal sebagai pakan rotifer, kerang, tiram, dan larva udang karena bentuknya yang kecil (Liu dan Lin, 2001). Isochrysis sp. memiliki kandungan protein 46,69 %; karbohidrat 24,15 % dan lemak 17,07 % serta kaya dengan DHA. Kandungan asam lemak (fatty acid) dari Isochrysis sp. berkisar antara 14 % hingga 26 %. Dengan kandungan asam lemak yang tinggi seperti ini maka tingkat produksi PUFA dari mikroalga ini sangat tinggi begitu pula dengan kandungan DHA. Pada biomassa kering PUFA mencapai sekitar 0.23 gr per liter kultur dan kandungan DHA sekitar 4.6 mg/l kultur (Liu dan Lin, 2001).
19
3. METODOLOGI PENELITIAN
2.3.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan April 2009 di Laboratorium Ekotoksikologi, Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI), Ancol, Jakarta Utara.
Sampel yang
digunakan adalah sedimen yang berasal dari Pulau Pari. Proses pengambilan sedimen dilakukan oleh tim yang berasal dari Puslit Oseanografi LIPI Laboratorium Mikrobiologi. Penelitian ini merupakan penelitian kerjasama antara Laboratorium Ekotoksikologi dan Laboratorium Mikrobiologi P2O-LIPI serta NITE (National Institute of Technology and Evaluation), sebuah organisasi penelitian dari Jepang. Sampel sedimen yang digunakan merupakan sedimen berumur 125 hari (4 bulan) yang ditempatkan di sekitar laguna Pulau Pari bagian selatan. Sampel sedimen ini telah ditempatkan dalam suatu sumur dan diberikan perlakuan tertentu untuk keperluan bioremediasi hidrokarbon.
Peta
lokasi penempatan sampel
sedimen dapat dilihat pada Gambar 4.
3.2.
Alat dan Bahan
3.2.1. Alat Pemeliharaan Kultur Isochrysis sp., uji toksisitas sedimen dan pengukuran Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) Alat pemeliharaan (kultur) Isochrysis sp dan uji toksisitas sedimen adalah ruang dengan pencahayaan terus-menerus sebesar 400 Ft-c (Foot candle) dan suhu 270C ±10C, alat aerasi (aerator), kapas dan pipet mikrometer, alat penyaring air laut dan kertas saring millipore 0.45 µm, pH meter, DO meter, refraktometer,
20 autoklaf, labu Erlenmeyer (1000 ml dan 250 ml), gelas ukur (1000 ml), gelas beaker (1000 ml), batang pengaduk, timbangan Sartorius, aluminium foil, micropipet dan tip, mikroskop dan haemocytometer, botol sampel kecil (2 ml), pipet pasteur, alat hitung (counter), TPH Analyzer serta cuvet (Lampiran 1) 3.2.2. Bahan Pemeliharaan Isochrysis sp., uji toksisitas sedimen dan pengukuran Total Petroleum Hydrocarbon (TPH). Bahan pemeliharaan (kultur) Isochrysis sp., uji toksisitas sedimen, dan uji kandungan minyak (oil content) sedimen berminyak antara lain kultur Isochrysis sp. yang berasal dari Laboratorium Kelompok Penelitian Marikultur P20 LIPI, media pertumbuhan Walne, sedimen Pulau Pari, aseton, asam nitrat 10%, akuades, air laut yang telah disaring dan disterilkan, lugol sebagai pengawet serta solvent H-977 (Lampiran 1).
3.3.
Cara Kerja
3.3.1. Pengambilan contoh sedimen Sedimen yang digunakan dalam uji toksisitas sedimen ini adalah sedimen yang berasal dari sedimen pantai Pulau Pari, yaitu sedimen jenis very sand coarse. Dasar pemilihan sedimen jenis tersebut adalah tingkat porositas sedimen yang tinggi terhadap larutan sehingga dapat diasumsikan akan mempercepat degradasi hidrokarbon (Notodarmodjo, 2005).
21
22 Tahap persiapan dari perlakuan sedimen untuk uji coba bioremediasi di lapangan adalah sebagai berikut : 1. Sedimen pantai dikeruk dengan menggunakan ember 2. Sedimen tersebut disaring dengan menggunakan ayakan bertingkat sebanyak 2 kali yaitu dengan ukuran partikel 4 mm dan 1 mm sehingga didapatkan hasil sedimen dengan fraksi very coarse sand (pasir sangat kasar). 3. Fraksi ini kemudian dimasukkan kedalam bagian tabung mesokosm yang memiliki tinggi sekitar 150 cm. Pasir yang dimasukkan kemudian dipadatkan dengan menggunakan air, sehingga tabung terisi pasir mulai dari bagian bawah hingga bagian atas (Lampiran 2) 4. Tabung-tabung ini ditempatkan pada stasiun pengamatan (sumur buatan) dan masing-masing sumur terdiri dari 7 tabung. Pada masing-masing tabung ini diberikan beberapa perlakuan dengan menggunakan minyak dan pupuk (Tabel 3). Tujuan dari pemberian pupuk (osmocot) adalah untuk dapat menstimulasi mikroba yang berada dalam sedimen sehingga dapat mendegradasi minyak secara cepat. Tabel 3. Berbagai perlakuan pada masing-masing tabung Tabung Perlakuan C1 Tanpa minyak dan pupuk C2 Tanpa pupuk tetapi dengan penambahan ALCO 200 gr C3 ALCO 200gr + osmocot 2 gr C4 ALCO 200gr + osmocot 5 gr C5 ALCO 200gr + osmocot 30 gr C6 ALCO 200gr + osmocot 60 gr Dasar pemberian konsentrasi osmocot yang berbeda adalah berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Laboratorium Mikrobiologi. Satu tabung terdiri atas 5 bagian dengan susunan bagian sedimen termuda berada
23 pada lapisan atas (lapisan 5) dan bagian sedimen tertua berada pada lapisan bawah (lapisan 1) (Tabel 4). Dasar dari pelapisan sedimen ini adalah sedimen yang pertama kali dimasukkan dalam tabung merupakan lapisan tertua dan sesuai dengan teori superposition dalam sedimen. Pada tabung C3, C4, C5 dan C6, osmocot masing-masing diberikan pada lapisan teratas. Di stasiun pengamatan terdapat 6 sumur buatan (chamber) dan masing-masing sumur diisi oleh tujuh tabung (1 tabung untuk pemantauan porewater dan 6 tabung perlakuan). Dalam sumur buatan diberikan dasar berupa coral dan pasir yang berfungsi untuk menyaring air yang masuk ke dalam tabung serta untuk menyamakan porositas sedimen tabung dengan luar tabung. Tinggi sumur buatan tersebut adalah 100 cm dari permukaan laut dan memiliki diameter sebesar 80 cm. Masing-masing sumur ini terletak sejauh 10 m dari ujung selatan Pulau Pari dengan jarak masing-masing sumur adalah 1 meter dan sejajar antar sumur (Lampiran 3). Tabel 4. Susunan bagian sedimen dalam satu tabung Bagian Keterangan Lapisan 1 Lapisan paling bawah (80-100 cm) Lapisan 2 Lapisan 20 cm diatas lapisan 1 (60-80 cm) Lapisan 3 Lapisan tengah (40-60 cm) Lapisan 4 Lapisan 20 cm diatas lapisan 3 (20-40 cm) Lapisan 5 Lapisan paling atas (0-20 cm) Pengambilan sampel sedimen dilakukan pada hari ke 0, hari ke 15, bulan ke 1, bulan ke 3 bulan, dan bulan ke 4. Masing- masing tabung dikeluarkan sedimen pada setiap lapisan. Sampel sedimen ini kemudian dimasukkan ke dalam wadah kaca dan ditutup menggunakan aluminium foil. Sampel ini kemudian diberikan keterangan berupa kode bagian dan tanggal pengambilan sampel. Sampel
24 sedimen disimpan dalam lemari pendingin di laboratorium dalam suhu 4 0C sesuai dengan ACCPMS II (1995) mengenai preparasi sedimen. 3.3.2. Pencucian dan sterilisasi peralatan Prosedur yang digunakan dalam pencucian dan sterilisasi peralatan untuk uji toksisitas sedimen terhadap pertumbuhan mikroalga adalah prosedur standar ACCPMS II (1995) seperti berikut : •
Peralatan dicuci dengan detergen non phospat/ teepol kemudian dibilas dengan air ledeng sampai bersih
•
Peralatan dicuci dengan asam nitrat (HNO3) 10% untuk menghilangkan logam berat yang masih ada lalu dibilas dengan aquades sebanyak 3 kali hingga bersih.
•
Peralatan dicuci dengan aseton pekat untuk menghilangkan bahan organik yang masih ada lalu dibilas dengan akuades sebanyak 3 kali hingga bersih.
Peralatan ini kemudian dikeringkan dan ditutup dengan aluminium foil, disterilisasi dengan autoclave selama 15 menit pada suhu 1210C dan dengan oven selama 1 jam. 3.3.3. Pemeliharaan Kultur Tahapan persiapan kultur Isochrysis sp. dimulai dengan mempersiapkan air laut steril. Penggunaan air laut steril ini dimaksudkan agar tidak terdapat mikroba lain dalam media kultur. Adapun tahap persiapan air laut steril menurut ACCPMS II (1995) adalah sebagai berikut : 1.
Air laut yang berasal dari Laboratorium Basah P20 LIPI, disaring dengan menggunakan filter 0.45 µm dengan menggunakan filter flask
25 2.
Air laut yang telah disaring ini, kemudian disterilkan menggunakan autoclave selama 15 menit dengan suhu 121 0C dengan tujuan membunuh mikroba-mikroba yang masih ada dalam air laut.
3.
Air laut yang telah steril ini, kemudian dimasukkan kedalam wadah atau jerigen sebagai tempat penyimpanan air laut steril sebelum digunakan sebagai media kultur atau sebagai stok air laut steril.
4.
Satu liter air laut steril tersebut dimasukkan kedalam Erlenmeyer (1 lt) dan ditambahkan 1 ml media Walne + EDTA dan simpan di bawah cahaya 400 ft-c (foot candle) sebagai stok solution
Pemeliharaan kultur Isochrysis sp dilanjutkan dengan pembuatan media Walne sebagai media kultur. Pembuatan Walne meliputi penambahan trace metal, vitamin dan nutrien ke dalam air laut yang steril. Susunan dari komponen media Walne ditunjukkan pada Tabel 5. Pembuatan media Walne yaitu dengan mencampurkan stok 1 ke dalam akuades. Setelah terlihat jernih, 10 ml stok vitamin primer ditambahkan hingga terlarut dengan baik. Kemudian campuran tersebut ditambahkan 0.1 ml trace metal dan akuades hingga volume larutan mencapai 100 ml. Media Walne ini selanjutnya ditempatkan dalam botol gelap dan disimpan dalam lemari pendingin. Mikroalga dikultur secara normal menggunakan media Walne dengan penambahan EDTA, tetapi pada uji toksisitas media kulturnya menggunakan media Walne tanpa penambahan EDTA. Ethylenediaminetetraacid (EDTA) adalah polyamino carbon acid (senyawa ikatan organik buatan) yang digunakan sebagai kelat sebagai pengikat ion Ca dan Fe dalam larutan. Pada media Walne digunakan sebagai kelat yang digunakan
26 untuk adsorpsi nutrien oleh mikroalga (Sanusi, 2006).
Sehingga dalam uji
toksisitas penggunaan media walne non EDTA adalah agar adsorpsi yang dilakukan oleh mikroalga merupakan adsorpsi terhadap bahan pencemar. Tabel 5. Komposisi bahan-bahan media walne bagi pemeliharaan Isochrysis sp. (Asean Canada CPMS-II,1995) Komponen
Komposisi
Stok 1
NaNO3 Na2EDTA H3BO3 NaH2PO4.H2O FeCl3.6H2O MnCl2.4H2O Vitamin B1 Vitamin B2 ZnCl2 CoCl2 (NH4)6Mo7O2.4H2O CuSO4.5H2O
Stok Vitamin Primer Stok Trace Metal
Jumlah terlarut dalam 100 ml akuades 10.0 g 4.5 g 3.36 g 2.0 g 0.13 g 0.036 g 100 mg 5 mg 2.1 g 2.0 g 0.9 g 2.0 g
Kultur Isochrysis sp. dimulai dengan pengambilan 100 ml stock solution ke dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 1ml strain Isochrysis sp. Erlenmeyer tersebut kemudian ditutup dengan kapas yang bertujuan untuk menghindari masuknya benda asing ke dalam wadah, setelah itu di aerasi dan pencahayaan sebesar 400 ft-c serta diberikan label yang mencantumkan keterangan mengenai species dan tanggal dimulai kultur. Perhitungan jumlah sel Isochrysis sp. pertama (jam ke- 0) dimulai saat pemberian strain mikroalga dalam wadah kultur. Perhitungan jumlah sel ini menggunakan haemocytometer di bawah mikroskop (Lampiran 4). Jumlah sel dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut : Kepadatan (sel/ml) =
( x / 400) x1000 .......................................................(1) 0.00025
27 dimana x : jumlah sel yang terukur dalam grid haemocytometer Kepadatan Isochrysis sp. diharapkan mencapai 1 x 106 sel/ml dalam 4-7 hari. Mikroalga yang tidak dapat tumbuh secepat ini tidak dapat digunakan untuk uji pertumbuhan 96 jam.
3.3.4. Uji toksisitas sedimen Uji toksisitas sedimen dilakukan untuk mengetahui kualitas sedimen yang mempengaruhi pertumbuhan Isochrysis sp. Pelaksanaan uji ini mengacu pada American Society of Testing and Material (1992) sedangkan untuk persiapan sedimen dilakukan dengan metode PSEP (1995) sebagai berikut : 1. Sedimen ditimbang sebanyak 18 gr untuk sampel sedimen kemudian dilarutkan dengan 900 ml air laut steril pada gelas beaker 1000 ml lalu ditutup. 2. Kemudian diaduk dengan batang pengaduk hingga tercampur rata dan didiamkan selama 4 jam agar sedimen mengendap sempurna (Lampiran 5) 3. Setelah 4 jam, air pada lapisan atas (overlying water) diambil sebanyak 100 ml dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali pada masing- masing sampel. 4. Kemudian ditambahkan 1 ml media Walne non EDTA ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan kultur Isochrysis sp.
yang telah diencerkan dengan
kepadatan 1x 106 sel/ml. 5. Masing-masing erlenmeyer ditutup dengan menggunakan aluminium foil dan diatur secara acak diatas meja dengan pencahayaan kontinu dengan intensitas 400 ft-c. 6. Selama uji, botol dikocok sebanyak 2 kali sehingga larutan di dalamnya tercampur dengan baik dan uji dilakukan selama 4 hari (96 jam).
28 7. Setelah 96 jam, sebanyak 0.9 ml larutan hasil pengujian diambil dan dimasukkan ke dalam botol sampel kecil dan ditambahkan lugol sebanyak 0.1 ml untuk kemudian dilakukan pengamatan di bawah mikroskop dengan menggunakan haemocytometer.
3.3.5. Pengukuran kualitas air Kualitas air larutan uji merupakan hal yang penting dalam penelitian ini, dimana hal ini menentukan bahwa hanya hidrokarbon yang berpengaruh terhadap pertumbuhan Isochrysis sp. maka kondisi kualitas air pada larutan uji diusahakan optimum. Pengujian kualitas air ini meliputi pengukuran suhu, oksigen terlarut, konsentrasi salinitas dan pengukuran pH dari larutan uji dan kontrol. Pengukuran kualitas air yang dilakukan pertama adalah pengukuran salinitas dengan menggunakan refraktometer. Dasar penggunaan alat ini adalah besarnya konsentrasi salinitas yang terbaca dalam kaca refraktometer. Nilai konsentrasi yang terbaca ini merupakan hasil refraksi antara molekul air terhadap kaca dengan prinsip refraksi cahaya. Pengukuran suhu dan pH dilakukan bersamaan dengan menggunakan pH meter. Dasar penggunaan alat ini adalah konduktivitas yang berada dalam larutan uji kemudian diterjemahkan oleh probe dalam pH meter menjadi satuan suhu dan pH. Pengukuran oksigen terlarut menggunakan DO meter yang memiliki prinsip kerja sama seperti pH meter.
3.3.6. Pengukuran Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) Pengukuran Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) dalam sedimen diperlukan untuk dapat menentukan kandungan minyak (oil content) yang terdapat dalam sedimen dan digunakan dalam penentuan pengaruh konsentrasi terhadap
29 pertumbuhan mikroalga. Pengukuran TPH ini terbagi menjadi 2 tahap yakni preparasi sedimen dan tahap pengukuran dengan TPH Analyzer menggunakan Solvent H-997. Tahapan preparasi sedimen adalah sebagai berikut : 1. Sampel (sedimen) yang akan diukur ditimbang sebanyak 1 mg dan ditempatkan pada wadah (tube 50 ml). 2. Sampel sedimen tersebut ditambahkan NaSO4 secukupnya hingga sampel menjadi kering. 3. Sampel sedimen yang telah kering kemudian ditambahkan Solvent H-997 sebanyak 25 ml. 4. Homogenisasi ekstrak tersebut menggunakan shacker selama 40 menit dengan kecepatan 125 rpm pada suhu 28ºC hingga berupa larutan. 5. Larutan yang terbentuk disaring menggunakan filter 0,50 µm dan dimasukkan ke dalam wadah lain (tube 15 ml). 6. Larutan hasil penyaringan siap untuk diukur menggunakan TPH Analyzer. Jika kandungan air terlalu tinggi maka dilakukan pengenceran. Pada pengukuran dengan menggunakan TPH Analyzer, larutan hasil penyaringan ini akan menunjukan angka sebagai kandungan minyak dalam sampel setelah sebelumnya dilakukan kalibrasi alat dengan menggunakan Solvent H-997. Metode penggunaan alat TPH Analyzer pada Lampiran 6.
3.3.7. Analisis Data Data Isochrysis sp. selama 96 jam kemudian dilakukan perhitungan persentase penghambatan (inhibition) atau perangsangan (stimulation) jumlah sel jika dibandingkan dengan kontrol yang dihitung dengan rumus:
30 I% =
C −T x100% ..........................................................................................(2) C
S% =
T −C x100% ...........................................................................................(3) C
Keterangan : I
: persentase penghambatan (inhibition)
C
: rata-rata jumlah sel dalam larutan kontrol
T
: rata-rata jumlah sel dalam perlakuan
S
: persentase perangsangan (stimulation) Perhitungan persentase penghambatan ini bertujuan untuk melihat secara
manual sampel sedimen yang menghambat pertumbuhan sebesar 50 % dari populasi awal atau sampel sedimen yang merangsang pertumbuhan Isochrysis sp. (Lampiran 7). Analisis data untuk jumlah sel diperoleh dengan menggunakan dua macam program yaitu TOXSTAT untuk menganalisis NOEC (No Observed Effect Concentration) yaitu konsentrasi tertinggi dari bahan pencemar yang secara statistik tidak berpengaruh nyata dan LOEC (Lowest Observed Effect Concentration) yaitu konsentrasi terendah dari bahan pencemar yang secara statistik berpengaruh nyata terhadap biota uji dan ICPIN (Inhibition Concentration Program) untuk menghitung ICn sebagai konsentrasi bahan pencemar yang menghambat pertumbuhan mikroalga sebesar n % dibandingkan dengan kontrol (Rand and Petrocelli, 1985). Data jumlah sel selama 96 jam tersebut dilakukan analisis statistik dengan membagi rancangan uji menjadi 2 tahapan yaitu pengujian statistik jumlah sel pada setiap lapisan dengan asumsi semua perlakuan dianggap sama sehingga diperoleh lapisan yang berpengaruh signifikan terhadap jumlah sel dan tahap pengujian statistik jumlah sel pada perlakuan yang berbeda di lapisan yang
31 berpengaruh signifikan. Pengujian statistik ini menggunakan program TOXSTAT untuk dapat menentukan signifikasi dari tahapan yang diberikan (Lampiran 8). Untuk menggunakan program TOXSTAT, data jumlah sel harus diubah dalam bentuk log10, kemudian sebelum menganalisis NOEC dan LOEC data harus diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapirowilks dan keseragaman dengan menggunakan uji Bartlet’s. Jika uji tersebut telah dilakukan dan data menyebar normal serta seragam, kemudian dilakukan uji statistik dengan uji t-dunnett’s dan Rancangan Acak Lengkap dengan persamaan matematis sebagai berikut : Yij = µ + αi + βj + (α + β)ij +εik............................................................................(4) dimana: Yij
: Jumlah sel akibat perlakuan
µ
: rataan umum
αi
: Pengaruh perlakuan ke-i
βj
: Pengaruh ulangan ke-j
ε ik
: galat akibat pengaruh perlakuan. Jika uji tersebut telah dilakukan dan data menyebar normal serta seragam,
kemudian dilakukan uji statistik dengan uji parametrik seperti Dunnets, Bonferroni atau Tukeys. Tetapi apabila data tersebut tidak menyebar normal maupun seragam maka dilakukan uji non parametrik dengan menggunakan Steels Many-one rank, Wilcoxon atau Kruskal- Wallis Test. Pengujian statistik untuk menentukan konsentrasi yang berpengaruh terhadap jumlah sel dengan mereduksi 50 % jumlah sel menggunakan data jumlah sel selama 96 jam dengan konsentrasi Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) residu dalam sedimen tanpa melihat perlakuan dan lapisan (Lampiran 9). Dalam
32 menghitung nilai IC50 digunakan metode interpolasi linier dengan persamaan matematis sebagai berikut :
IC p = C j + ( Mi (
C j +1 − C j 1− p ) − M j ) x( ) ............................................(5) 100 M j +1 − M j
dimana : Cj : Konsentrasi rata-rata respon yang diamati lebih besar daripada Mi(1-p/100) Cj+1 : Konsentrasi rata-rata respon yang diamati lebih kecil daripada Mi (1-p/100) Mi : Rata-rata respon kontrol Mj : Rata-rata respon konsentrasi j Mj+1: Rata-rata respon konsentrasi j+1 p
: Persentase penghambatan respon perlakuan terhadap respon kontrol
ICp : Konsentrasi dimana pertumbuhan terhambat sebesar p% dibanding dengan rata-rata respon kontrol.
Pengujian statistik ini akan menghasilkan informasi mengenai lapisan yang berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan yang diindikasikan dengan jumlah sel pada lapisan yang paling sedikit, jenis perlakuan yang berpengaruh signifikan baik konsentrasi terendah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan konsentrasi yang tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan serta konsentrasi dari Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) residu dalam sedimen setelah proses bioremediasi yang menghambat pertumbuhan Isochrysis sp. sebesar 50%. Informasi mengenai konsentrasi terendah dan tertinggi dari perlakuan dapat dijadikan landasan dalam pengujian bioremediasi selanjutnya dan dapat pula dijadikan acuan batas aman proses bioremediasi agar tidak merugikan biota akuatik lainnya. Untuk dapat memahami langkah penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
33
Mikroalga hasil Kultur dengan jumlah sel >1000000 sel/ml
Uji Sedimen terkontaminasi minyak
TPH residu
Pertumbuhan Mikroalga selama 96 jam
< 2x 105 sel/ml
> 2x 105 sel/ml
- Pengujian statistik antar lapisan - Pengujian statistik antar perlakuan
TOXSTAT
ICPIN
- Data normal (Uji Shapirowilks) - Data homogen (uji Barletts)
Uji Parametrik
Dunnets
Uji Non Parametrik
Bonferroni
Wilcoxon Test
Steel many One Rank
NOEC , LOEC
Kisaran yang aman untuk proses bioremediasi agar tidak menimbulkan efek merusak terhadap mikroalga Gambar 5. Langkah-langkah penelitian dalam analisis data statistik
ICn
34
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Pertumbuhan Mikroalga Isochrysis sp.
Pertumbuhan adalah bertambahnya substansi sebagai akibat dari biosintesis dari metabolisme biota tersebut. Untuk organisme bersel satu (unisel), pertumbuhan diartikan sebagai pertambahan jumlah sel (Dwidjoseputro, 1986). Laju pertumbuhan untuk organisme bersel satu adalah jumlah sel per satuan waktu. Laju pertumbuhan mikroalga akan membentuk kurva pertumbuhan dan pertumbuhan mikroalga secara maksimum terjadi pada hari ke-4 setelah kultur. Kurva pertumbuhan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.
Kultur 1 Kultur 1
sel J Ju ummlalah hsel (x 1 0 0 0 0 sel/m (x 1 0 0 0 0 sel/m l)l)
1000 1000
Kultur 2 Kultur 2
800 800
kultur kultur terminas terminas
600 600 400 400 200 200 00
0
0
1
1
2
2
3
3
4
4
Hari Harikeke
5
5
6
6
7
7
8
8
Gambar 6. Kurva pertumbuhan Mikroalga Isochrysis sp. dalam tiga kali kultur. Pertumbuhan Isochrysis sp. dalam tiga kali kultur mengalami laju pertumbuhan yang semakin bagus (Gambar 6). Pada kultur ke-1 populasi maksimum Isochrysis sp. terjadi pada hari ke-4 yaitu sebesar 151.3 x 104 sel/ml dan pada kultur ke-2 populasi maksimum berada pada hari ke-4 dengan jumlah sel 164.75 x 104 sel/ml. Terdapat peningkatan jumlah sel yang cukup signifikan dari
35 kedua kultur pendahuluan ini, hal ini dikarenakan mikroalga tersebut mulai beradaptasi kembali terhadap proses kulturasi. Pada kultur untuk memulai percobaan, pertumbuhan maksimum Isochrysis sp. berada pada hari ke- 4 yaitu sebesar 9.6 x 106 sel/ml. Kultur ini merupakan kultur ke- 7 sejak pertama kali dilakukan kultur. Jumlah sel tersebut cukup untuk mulai dilakukan uji toksiksitas karena jumlah sel minimal yang dapat digunakan adalah 1 x 106 sel/ml. Terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroalga, antara lain adalah suhu dan unsur hara (nutrient). Suhu optimum untuk pertumbuhan mikroalga adalah 27 0C, namun dalam penelitian ini suhu tidak berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan karena suhu dalam laboratorium telah diusahakan optimum. Unsur hara adalah unsur kimia lingkungan yang diperlukan oleh biota untuk tumbuh selama masa kultur. Kultur dalam penelitian ini merupakan kultur dengan media tertutup, maka nutrien yang masuk berasal dari media Walne. Media pertumbuhan ini memiliki unsur- unsur makro dan mikro yang dibutuhkan oleh mikroalga untuk tumbuh. Unsur makro dominan yang terdapat dalam Walne antara lain N yang berfungsi dalam pembentukan lipid dari mikroalga dan unsur Mg yang berperan dalam pembentukan klorofil. Unsur mikro dalam media Walne yang berperan penting adalah Mn yang berperan dalam pembentukan oksigen untuk proses fotosintesis (Graham dan Wilcox, 2000).
4.2.
Kualitas Air
Sebelum dilakukan pengujian toksiksitas terhadap mikroalga, dilakukan pengukuran kondisi kualitas air larutan uji dalam gelas beaker. Pengukuran ini meliputi pengukuran DO, pH, suhu dan salinitas. Hasil pengukuran kualitas air
36 diperoleh kisaran DO sebesar 0.49-5.36 mg/l, kisaran pH sebesar 8.01-8.43, dan suhu berkisar 25.8-26.9 0C dengan salinitas sebesar 32 ‰ (Tabel 6). Tabel 6. Hasil analisis kualitas air pada berbagai lapisan menurut perlakuan. Kode DO Suhu Salinitas Perlakuan Perlakuan Lapisan (mg/l) pH ( 0C) (‰) Kontrol
C1
C2
C3
Kontrol Tanpa Penambahan ALCO dan Osmocot Tanpa pupuk tetapi dengan penambahan ALCO 200 gr
-
5.74
8.02
25.9
32
1 (bawah)
4.89
8.01
26.4
32
3 (tengah)
5.25
8.12
26.4
32
5 (atas)
5.31
8.33
26.2
32
1 (bawah)
5.18
8.33
26.2
32
3 (tengah)
4.93
8.36
26.5
32
5 (atas)
4.33
8.35
26.1
32
1 (bawah)
5.36
8.31
26
32
3 (tengah)
5.08
8.3
25.8
32
5 (atas)
3.08
8.29
26.4
32
1 (bawah)
4.7
8.33
26.5
32
3 (tengah)
4.5
8.37
26.5
32
5 (atas)
2.52
8.35
26.5
32
1 (bawah)
4.65
8.42
26.2
32
3 (tengah)
4.79
8.42
26.8
32
5 (atas)
0.49
8.36
26.6
32
1 (bawah)
4.71
8.43
26.9
32
ALCO 200gr + 3 (tengah) osmocot 60 gr 5 (atas)
4.49
8.29
26.6
32
4.95
8.42
26.4
32
ALCO 200 gr + osmocot 2 gr
C4
ALCO 200 gr + osmocot 5 gr
C5
ALCO 200 gr + osmocot 30 gr
C6
Pada pengukuran oksigen terlarut (dissolved oxygen), nilai DO paling rendah yaitu 0.49 mg/l pada perlakuan dengan penambahan ALCO sebanyak 200 g dan osmocot sebanyak 30 g
Kadar oksigen terlarut yang semakin rendah dalam
larutan uji berkaitan dengan adanya minyak yang teremulsi dalam air sehingga mempengaruhi oksigen yang terdapat dalam larutan. Minyak akan membentuk lapisan di permukaan air dan dapat menghalangi proses pertukaran gas oksigen sehingga oksigen yang terlarut dalam larutan uji akan semakin rendah.
37 Konsentrasi oksigen terlarut yang rendah juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas penguraian hidrokarbon yang telah terjadi yaitu penggunaan oksigen dalam proses bioremediasi ini untuk degradasi secara aerob. Degradasi secara aerob ini berlangsung secara cepat jika dibandingkan dengan degradasi secara anaerob (Rittmann and McCarty, 2001), sehingga kadar oksigen dalam sedimen rendah pada saat pengukuran kualitas air. Kualitas air yang diukur ini masih dalam batas toleransi mikroalga untuk dapat tumbuh. ACCPMS (1995) menyatakan kisaran suhu yang normal untuk uji toksiksitas mikroalga adalah sebesar 27 ± 1 0C dengan pH ideal sebesar 8.0 hingga 8.2 dan salinitas yang optimal adalah 20-35 ‰. Kualitas air yang terukur ini tidak akan mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme dari mikroalga tersebut, sehingga pertumbuhan lebih dipengaruhi oleh paparan dari toksikan. Konsentrasi oksigen terlarut yang rendah (0.49 mg/l) tidak akan mempengaruhi proses metabolisme mikroalga karena mikroalga dapat memproduksi sendiri kebutuhan oksigennya dengan proses fotosintesis selama diberikan perlakuan.
4.3.
Uji Toksiksitas Sedimen Untuk membandingkan pengaruh sedimen terhadap pertumbuhan mikroalga,
maka uji toksisitas sedimen ini dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : lapisan atas (lapisan 5), lapisan tengah (lapisan 3) dan lapisan bawah (lapisan 1). Hasil dari analisis TOXSTAT menunjukkan perubahan yang berpengaruh secara signifikan terjadi pada lapisan atas dari semua lapisan jika dibandingkan dengan kontrol (p<0.05).
38 Jumlah sel pada tiap lapisan menunjukan hasil yang berbeda- beda. Pada lapisan bawah, jumlah sel cenderung sama dengan kontrol (Gambar 7). Pada lapisan atas jumlah sel yang mikroalga yang telah diujikan menunjukkan jumlah yang paling kecil jika dibandingkan dengan kontrol.
Jumlah sel Jumlah sel (x 10000 sel/ml) (x 10000 sel/ml)
100 100 80 80 60 60 40 40 20 20 0 0
ah rol Kon tn trol pisan bawawah Ko La pisan b La
gah an ten ah Lapispisan ten g La
s an ata L apispisan atas La
LAPISAN SEDIMEN LAPISAN SEDIMEN
Gambar 7. Jumlah sel Isochrysis sp (sel/ml) pada kontrol dan 3 lapisan sedimen yang diujikan Perubahan yang yang signifikan dalam jumlah sel antar lapisan ini menunjukkan bahan pencemar berpengaruh pada lapisan atas dan belum mencapai pada lapisan tengah dan bawah setelah 125 hari proses bioremediasi. Perubahan yang signifikan ini dapat pula dilihat dari laju pertumbuhan yang diindikasikan dengan perubahan jumlah sel mikroalga selama waktu uji (Gambar 8). Laju pertumbuhan selama 24 jam pertama (jam ke-48 hingga jam ke-72) pada lapisan tengah cenderung sama seperti kontrol yaitu perubahan jumlah sel yang semakin bertambah. Pada lapisan bawah perubahan jumlah sel cenderung konstan hingga jam ke -72 kemudian mengalami penurunan pada jam ke-96 (Gambar 8).
39 Pada lapisan atas, laju pertumbuhan yang dibentuk paling lambat selama waktu uji jika dibandingkan dengan kontrol maupun lapisan lain. Hingga jam ke72 terjadi penurunan dalam jumlah sel tetapi meningkat kembali dengan lambat hingga jam ke-96 (Gambar 8).
60
kontrol lapisan bawah
P erubahan jum lah sel (x10000 sel/m l)
50
lapisan tengah lapisan atas
40 30 20 10 0 48
72
96
Jam ke-
Gambar 8. Pertumbuhan Isochrysis sp.(sel/ml) selama 48, 72 dan 96 jam dalam lapisan uji yang berbeda Perubahan yang signifikan dapat pula dilihat dari persentase penghambatan pada masing-masing lapisan. Persentase penghambatan ini dihitung dengan membandingkannya terhadap jumlah sel dalam kontrol terhadap kontaminan. Persentase penghambatan paling besar terjadi pada lapisan atas dengan persentase penghambatan sebesar 53.12 % (Tabel 7). Tabel 7. Persentase penghambatan pertumbuhan rata-rata pada setiap lapisan sedimen Lapisan sedimen Lapisan bawah Lapisan tengah Lapisan atas
Persentase penghambatan (I%) 5.96 7.87 53.12
40 Persentase penghambatan tertingi terjadi pada lapisan atas karena pada lapisan atas tersebut minyak telah terdegradasi dan membentuk produk akhir yang konsentrasinya mempengaruhi fitoplankton sehingga menurunkan jumlah sel. Toksisitas minyak dalam sedimen bioremediasi ini belum mencapai lapisan tengah dan bawah setelah 125 hari. Faktor yang berpengaruh terhadap tingkat toksisitas pada lapisan itu adalah kecepatan bakteri bioremediasi dapat bekerja baik sehingga bahan pencemar yang berada di lapisan atas terurai lebih dahulu sebelum mencapai lapisan di bagian bawah.
4.4.
Uji toksisitas sedimen antar perlakuan
Analisis TOXSTAT pada pengujian statistik data jumlah sel Isochrysis sp. berdasarkan lapisan yang berbeda tanpa melihat perlakuan yang diberikan, diperoleh hasil pada lapisan atas merupakan lapisan yang berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah sel Isochrysis sp. Analisis TOXSTAT untuk memperoleh perlakuan berpengaruh signifikan adalah pengujian statistik dengan ANOVA yang menggunakan data jumlah sel Isochrysis sp. pada lapisan atas dengan perlakuan yang diberikan. Hasil analisis TOXSTAT menunjukkan perubahan yang signifikan (p< 0.05) dari jumlah sel mikroalga terjadi pada uji dengan pemberian ALCO sebesar 200g. Jumlah sel pada masing-masing perlakuan di lapisan atas memiliki hasil yang bervariasi dan tergantung pada perlakuan yang diberikan (Gambar 9). Perlakuan dengan penambahan ALCO tanpa diberikan osmocot (C2) memiliki jumlah sel yang terendah jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa penambahan toksikan (C1) atau dengan kata lain adalah kontrol sedimen. Perlakuan dengan menggunakan ALCO dan penambahan osmocot sebesar 60 g. (C6) menunjukan
41 hasil yang meningkatkan jumlah sel mikroalga. Faktor penyebab jumlah sel yang meningkat dalam larutan uji ini adalah jumlah osmocot yang diberikan selama bioremediasi berlebih untuk menstimulasi bakteri sehingga menurunkan konsentrasi minyak dalam sedimen. Osmocot yang tersisa dalam sedimen setelah 125 hari akan terlarut dalam larutan uji dan menjadi sumber nutrien bagi pertumbuhan mikroalga dalam larutan uji. Osmocot (pupuk) ini terdiri dari nutrien-nutrien yang penting bagi pertumbuhan mikroorganisme. Kandungan dalam osmocot ini terdiri atas nitrogen, fosfor dan kalium dengan perbandingan masing-masing sebesar 14 %. Ketiga zat tersebut merupakan unsur makro yang dibutuhkan oleh mikroalga untuk dapat tumbuh.
Jumlah sel (x10000 sel/ml) Jumlah sel (x10000 sel/ml)
120 120 100 100 80 80 60 60 40 40 20 20 0
0
C1 C1
C2 C2
C3 C4 C3 C4 Jenis Perlakuan Jenis Perlakuan
C5 C5
C6 C6
Gambar 9. Jumlah sel Isochrysis sp. (sel/ml) berdasarkan perlakuan di lapisan atas. Nitrogen dalam bentuk ammonium berfungsi sebagai komponen utama dari protein sel yang merupakan bagian dari kehidupan semua mikroorganisme. Fosfor dalam nutrient digunakan sebagai unsur pembentukan protoplasma dan inti
42 sel serta sebagai bahan pembentukan asam nukleat, fosfolipida, enzim dan vitamin. Kalium sendiri digunakan sebagai bahan pembentukan protoplasma yang berperan penting dalam kegiatan metabolisme dan fungsi biologis (Fogg, 1975). Perubahan yang signifikan dari perlakuan terhadap jumlah sel dapat dilihat dari pertumbuhan sel selama 96 jam pengamatan (Gambar 10). Selama 96 jam pengamatan, pertumbuhan sel Isochrysis sp. paling lambat terjadi pada perlakuan ALCO 200 g tanpa penambahan osmocot (C2) jika dibandingkan dengan kontrol. Lambatnya pertumbuhan tersebut dilihat dari perubahan jumlah sel dibandingkan dengan waktu. Pertumbuhan pada perlakuan tanpa penambahan crude oil dan osmocot atau sebagai kontrol sedimen (C1) mengalami percepatan pertumbuhan hingga jam ke72 kemudian mengalami penurunan yang drastis (Gambar 10). Pada kontrol juga mengalami pola yang sama seperti C1. Perilaku pertumbuhan dengan perlakuan yang terjadi pada C2, C3, C4, C5, dan C6 secara umum memiliki pola yang sama yaitu bertambah secara lambat berdasarkan selang waktu tersebut. Pola pertumbuhan seperti itu dapat mengindikasikan perlakuan yang diberikan berpengaruh terhadap pertumbuhan sel selama masa uji. Pada perlakuan dengan menggunakan osmocot sebesar 60 g untuk menguraikan crude oil selama 125 hari (C6) tidak terlalu memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan sel selama masa uji karena pola pertumbuhan yang dibentuk cenderung konstan. Perlakuan ini dapat diduga sebagai perlakuan yang memiliki NOEC (No Observed Effect Concentration) untuk pengujian statistik antar perlakuan.
43 Pada perlakuan crude oil yang terombak tanpa adanya stimulasi dari osmocot (C2) memiliki laju pertumbuhan yang paling lambat jika dibandingkan dengan semua perlakuan dan kontrol (Gambar 10). Laju pertumbuhan yang paling lambat pada perlakuan tersebut dapat mengindikasikan pada perlakuan tersebut pertumbuhan mikroalga mulai berpengaruh (LOEC). control C1 C2 C3 C4 C5 C6
60
Perubahan jum lah sel (x10000 sel/m l)
50 40 30 20 10 0 48
72
96
Jam ke-
Gambar 10. Pertumbuhan Isochrysis sp. (sel/ml) selama 48, 72 dan 96 jam pengamatan di lapisan atas dengan perlakuan yang berbeda Analisis TOXSTAT menunjukan perlakuan dengan dengan menggunakan ALCO (Arabian Light Crude Oil) sebesar 200 g dan penambahan osmocot 2 g merupakan perlakuan terendah yang berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan mikroalga (LOEC) dan perlakuan dengan menggunakan ALCO 200g dengan penambahan osmocot 60 g merupakan perlakuan yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan mikroalga (NOEC). Perolehan nilai NOEC dan LOEC ini berdasarkan respon yang dihasilkan oleh perlakuan terhadap jumlah sel mikroalga, kemudian diujikan dengan
44 menggunakan ANOVA untuk melihat tingkat signifikan data berdasarkan Thitung.
4.5.
Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) residu
Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) residu adalah kandungan hidrokarbon yang tersisa dalam sedimen setelah proses bioremediasi berlangsung dalam jangka waktu tertentu. TPH ini terdiri atas hidrokarbon alkana dan aromatik dan apabila terjadi pencampuran dengan air laut, maka bagian kecil yang terdiri dari hidrokarbon rantai lurus (alkana) akan membentuk lapisan tipis di permukaan sedangkan yang larut dengan air laut adalah hidrokarbon yang berbentuk aromatik (Neff, 1989). Tabel 8. Kandungan Total Petroleum Hydrocarbon (gram) tersisa dalam setiap lapisan dan perlakuan Lapisan Atas Tegah Bawah
C1 0.9 1.1 1.0
C2 50.2 2.1 1.1
TPH (g) C3 C4 30.1 35.9 3.6 2.2 1.2 1.1
C5 31.0 4.5 1.9
C6 9.6 6.1 1.9
ALCO yang digunakan sebagai bahan pencemar dalam proses bioremediasi selama 125 hari, masih terkonsentrasi di lapisan atas. Kandungan TPH tertinggi (50.2 g.) berada pada lapisan atas dengan perlakuan ALCO sebesar 200 gr tanpa penambahan osmocot (C2) sehingga aktivitas bioremedasi yang terjadi secara alami (Tabel 8). Pada perlakuan sedimen kontrol di lapisan atas terdapat TPH residu sebesar 0.9 g. yang terukur dalam sedimen setelah 125 hari. Kandungan TPH yang terukur dalam sedimen kontrol dapat disebabkan oleh mikroorganisme dalam sedimen yang mempu menghasilkan hidrokarbon dalam aktivitas metabolismenya. Salah satu contoh mikroorganisme yang menghasilkan
45 hidrokarbon adalah bakteri yang berada pada sedimen seperti Pseudomonas fluroscens dan Myxobacterium (Sanusi, 2006). Konsentrasi TPH yang tinggi akan mempengaruhi jumlah sel dalam larutan uji (Gambar 11). Semakin tinggi konsentrasi TPH, maka jumlah sel mikroalga dalam larutan uji akan semakin rendah. Persamaan regresi linier diperoleh y = 101.0853-1.4374 x dengan r = -0.95. Nilai r yang bertanda negatif menunjukan korelasi negatif antara konsentrasi TPH terhadap jumlah sel mikroalga.
Gambar 11. Respon jumlah sel mikroalga Isochrysis sp. (sel/ml) terhadap konsentrasi residu Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) Konsentrasi TPH residu dalam sedimen memiliki persentase tertinggi 25.1 % dari berat TPH awal (% berat/berat) yang mengakibatkan jumlah sel menjadi 39.97 sel/ml (Gambar 11). Penelitian mengenai pengaruh minyak mentah (crude oil) hasil bioremediasi atau biodegradasi terhadap mikroalga belum banyak diteliti sebelumnya. Ansari et al. (1997) mengemukakan bahwa efek dari petroleum hydrocarbon memberikan pengaruh yang menghambat (inhibition) terhadap pertumbuhan Isochrysis sp. Hal ini juga tergantung dari konsentrasi crude oil
46 yang digunakan. Pada konsentrasi 10-20 % (volume/volume) akan terjadi pertumbuhan yang jauh lebih lambat jika dibandingkan dengan kontrol. Pada konsentrasi yang tinggi (30-50%) akan mengalami perlambatan pertumbuhan dan akhirnya mati. Kisaran nilai konsentrasi crude oil ini sesuai dengan perlambatan pertumbuhan yang dialami oleh mikroalga pada konsentrasi 50.2 gr di lapisan 5 pada perlakuan tanpa diberikan osmocot. Menurut McIntyre (1976), setelah dilakukan pemaparan dengan menggunakan 0.5 ppm ekstrak Kuwait crude oil selama 5 menit akan mengakibatkan penurunan 15 % dari populasi normal dan pemaparan dengan menggunakan napthalene akan berpengaruh terhadap metabolisme dari mikroalga dan terjadi penurunan kepadatan sel. Efek akut terhadap biota laut terjadi apabila senyawa hidrokarbon aromatik memiliki atom karbon sebanyak 8 hingga 14, memiliki toksiksitas dan kelarutan yang tinggi, sementara hidrokarbon yang memiliki atom karbon lebih dari 14 maka bersifat kurang toksik karena kelarutannya yang rendah (Sanusi, 2006). Efek toksik hidrokarbon aromatik pada beberapa penelitian sebelumnya terhadap mikroalga berupa pereduksian dari penetrasi cahaya dan pengurangan kecepatan berfotosintesis (Sanusi, 2006). Jumlah sel yang semakin menurun dapat diinterpretasikan dalam persentase penghambatan. Persentase penghambatan ini dilakukan dengan menggunakan data TPH perlakuan dengan kontrol. Konsentrasi TPH yang semakin tinggi (50.2 gr) akan menghambat pertumbuhan sebesar 61.950% (Gambar 11). Goutx et al (1986) mengemukakan bahwa efek dari hasil akhir biodegradasi petroleum terhadap fitoplankton memberikan pengaruh penghambatan pertumbuhan Phaedactylum tricornutum pada konsentrasi 0.75 gr/l TPH.
47 Penghambatan pertumbuhan yang dibentuk sebesar 60 % dari jumlah populasi biota. Zhu et al (1999) juga menerangkan mengenai efek polusi minyak (crude oil) dalam media mesokosm akan memepengaruhi pertumbuhan nanophytoplankton sebesar 38 % pada saat konsentrasi dalam media sebesar 1287.70 ppb. Penghambatan pertumbuhan dapat disebabkan oleh adanya kelebihan bahan kimia dalam konsentrasi yang cukup tinggi pada media dapat menyebabkan bahan aktif tersebut akan bersifat hipertonis terhadap sitoplasma sehingga dapat mempengaruhi atau menghambat proses metabolisme yang berlangsung dalam sel dan menyebabkan terjadinya plasmolisis (Aslianti, 1986).
Gambar 12. Respon jumlah sel mikroalga Isochrysis sp. (sel/ml) terhadap konsentrasi residu Total Petroleum Hydrocarbon (TPH) Persentase penghambatan pertumbuhan dengan konsentrasi TPH memperoleh hasil regresi linier sebesar y = 4.430 + 1.33843 x dengan r = 0.94 (Gambar 12). Persamaan regresi linier tersebut menunjukan hubungan antara kedua peubah berkorelasi positif dan sangat berkaitan karena koefisien korelasi berada pada kisaran +1 dan -1. Hasil persamaan regresi tersebut dapat digunakan untuk
48 menghitung konsntrasi TPH yang mengakibatkan penghambatan pertumbuhan total (100%) jika konsentrasi yang digunakan sebesar 71.4 g Analisis ICPIN untuk menghitung konsentrasi yang berpengaruh dalam penghambatan pertumbuhan sebesar 50% terjadi pada konsentrasi TPH sebesar 30.4 g Hasil tersebut menunjukan bahwa penurunan jumlah sel sebesar 50% dari jumlah sel awal terjadi pada saat konsentrasi TPH dalam larutan uji sebesar 30.4 g Nilai NOEC, LOEC dan ICPIN dari bioremediasi crude oil pada perlakuan tertentu akan memberikan informasi mengenai proses bioremediasi yang aman atau tidak memeberikan pengaruh terhadap kelangsungan hidup biota akuatik khususnya yang berada di pesisir adalah bioremediasi ALCO 200 g yang diuraikan oleh bakteri selama 125 hari apabila menggunakan penambahan osmocot sebesar 60 g dalam proses bioremediasi.
49
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan
Pengukuran kualitas air sebelum pengujian toksisitas sedimen bioremediasi hidrokarbon diperoleh kisaran DO sebesar 0.49-5.36 mg/l, kisaran pH sebesar 8.01-8.43 dan suhu berkisar 25.8-26.9 0C dengan salinitas sebesar 32 %o. Kisaran yang normal untuk proses pertumbuhan mikroalga dalam larutan uji. Pengukuran toksiksitas sedimen bioremediasi hidrokarbon menghasilkan IC50 sebesar 30.4 g dari Total Petroleum Hydrocarbon dan No Observation Effect Concentration (NOEC) serta Lowest Observation Effect Concentration (LOEC) yang berada pada lapisan atas yaitu pada perlakuan ALCO 200g dengan penambahan osmocot 60 g untuk bioremediasi (C6) dan perlakuan ALCO 200 g dengan penambahan osmocot 2 g untuk bioremediasi (C3). Nilai NOEC dan LOEC hanya berada pada lapisan atas karena pada lapisan ini memiliki pengaruh yang signifikan dari jumlah sel mikroalga jika dibandingkan dengan lapisan lain. Penghambatan pertumbuhan sel mikroalga Isochrysis sp. pada masing- masing perlakuan dipengaruhi oleh konsentrasi crude oil dan osmocot yang diberikan dalam proses bioremediasi. Hasil dari proses bioremediasi di lapangan selama 125 hari akan menghasilkan konsentrasi TPH (Total Petroleum Hydrocarbon) dalam sedimen dan akan terlarut dalam larutan uji untuk pertumbuhan mikroalga. Semakin tinggi konsentrasi TPH dalam sedimen maka semakin berpengaruh terhadap penghambatan mikroalga. Berdasarkan efek toksisitas yang diberikan oleh perlakuan terhadap jumlah sel yang terpaparkan, proses bioremediasi yang aman apabila konsentrasi Light Crude Oil sebesar 200 gr diberikan osmocot sebesar 60 g untuk dapat memecah
50 hidrokarbon oleh bakteri pemecah hidrokarbon tanpa efek toksik terhadap fitoplankton.
5.2.
Saran
Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan pengukuran komposisi dari hidrokarbon seperti kandungan dan komposisi dari PAH dan alkana dengan menggunakan kromatografi gas sehingga dapat dilihat komposisi hidrokarbon yang berpengaruh secara langsung terhadap penghambatan pertumbuhan mikroalga sebagai biota uji. Penelitian toksiksitas terhadap suatu organisme yang sama semestinya dilakukan secara rutin sepanjang tahun untuk dapat melihat respon penghambatan terhadap jumlah sel organisme yang sama. Efek toksisitas sedimen sebaiknya menggunakan organisme bentik untuk dapat melihat pengaruh langsung terhadap sedimen.
51
DAFTAR PUSTAKA
Ansari., Z. A, M. C Saldanha dan R. Rajkumar. 1997. Effect Petroleum Hydrocarbon to Growth of Microalga Isochrysis sp. (Chrysophyta). Indian Journal of Marine Science vol 26 : 372-376. American Society for Testing Material (ASTM). 1992. Standar Guide for Conducting Static 96-h Toxicity Testing with Microalgae Method E 1218-90 in Annual Book of ASTM Standart Water and Enviromental Technology. Vol 11.04. American Society for Testing and Materials. PhyladelphiaPensylvania. Asean Canada Cooperative Programe on Marine Science (ACCPMS). 1995. Phase II. Draft Protocol for Sublethal Toxicity Test Using Tropical Marine Organism. Regional Workshop on Chronic Toxicity Testing. Burapha University. Institute of Marine Science. Aslianti, T. S. R. 1986. Pengaruh Zat Perangsang Tumbuh pada Kepadatan Tetraselmis chuii di Laboratorium. Jurnal Penelitian Budidaya Pantai Maros. Hal 108-112. Bishop, P. 1983. Marine Pollution and It’s Control. New York. Mc. Graw-Hill Book Co. Blott, J. S. dan P . Kenneth. 2001. Gradistat : A Grain Size Distribution and Statistic Package For Analysis of Unconsolidated Sediments. Royal Holloway. University of London. Brendehaug, J., S . Johnsen, K. H. Bryne, A. L. Gjose, T. H Eide., dan E Aamot. 1992. Toxicity testing and chemical characterization of produced water a preliminary study. hal. 245–256. In J. P. Ray, F. R. Engelhardt (Ed.). Produced Water : Technological/Environmental Issues and Solutions. Plenum Press, New York. Chung, M. K, R. Hu, M. H Wong dan K. C Cheung. 2007. Comparative toxicity of hydrophobic contaminants to microalgae and higher plants. Ecotoxicology. Vol 16 : 393–402. Springer Science and Business Media. Dwidjoseputro. 1986. Pengantar Fisiologi Pertumbuhan. Gramedia. Jakarta. 205 hal. Fernandes, N. , A. Cesar , M. J. Salamanca, T. A. DelValls. 2006. Toxicological characterisation of the aqueous soluble phase of the Prestige fuel-oil using the sea-urchin embryo bioassay. Ecotoxicology. Vol 15 : 593– 599. Springer Science and Business Media.
52 Fogg, E. E. 1975. Alga Culture and Phytoplankton Ecology. Second Edition. The University of Winconsin Press. Madison, London. 175 pp. Fulks, W. dan K. L Main. 1992. Rotifer and Microalgae Culture System. Proceeding of US-Asia Workshop. The Oceanic Institute Honolulu. Hawai. 364 pp. Graham, L. E dan L. W Wilcox. 2000. Algae. Prentice Hall Inc. Upper Sadle River- New Jersey. Hal 24. Goutx, M. M., B. Berland, M. Leveau, dan J. C Bertrand. 1986. Effect of Petroleum Biodegradation Products on Phytoplankton Growth. Deuxieme Colloque International de Bacteriologie marine. Hal 621-627. Hindarti, D. 1997. Metode Uji Toksiksitas in Metode Analisis Air Laut, Sedimen, dan Biota. Buku II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P30 LIPI). Jakarta. Kantor Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). 1991. Pengembangan Baku Mutu Lingkungan Laut (Pengendalian Pencemaran Laut). Proyek Pembinaan Kelestarian Sumber Daya Alam Laut dan Pantai. Jakarta. 15 hal. Liu, C. P dan L. P. Lin. 2001. Ultrastructural Study and Lipid Formation of Isochrysis sp. Bot. Bull. Acad. Sin. Vol 42 : 207-214. McIntyre, A. D..1976. The Effect of Petroleum on Marine Organisms. h 63-74 in. C.S Johnston dan R.J Morris (ed.). Oily Water Discharges. Applied Science Publ. Ltd. London.. Miller, T. G. 2004. Enviromental Science : Working With Earth, 10th ed. International Student Edition. Thomson Learning, Inc. Mukhtasor. 2008. Pencemaran Pesisir dan Lautan. Jakarta : Padnya Paramita. xxv+332. Neff, J. M. 1976. Effect of Petroleum on Survival Respiration and Growth Marine Mamals. American Institute of Biological Science. Washingthon D.C. 25 h. Neff, J. M. 1989. Oil Dispersant Toxicity Testing in Thomas W. D dan Gary. P (ed.). Proceedings of Workshop on Technical Specifications Held in New Orleans U.S. Departement of The Interior Minerals Management Service Gulf of Mexico. New Orleans. Notodarmodjo. 2005. Pencemaran Tanah dan Air Tanah. Jakarta. ITB Press. Panggabean, L. M. G. 1994. Peranan Uji dalam Penentuan Baku Mutu Air Laut, h 157-160. In Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanografi Lembaga Ilmu
53 Pengetahuan Indonesia (P30 LIPI). Prosiding Seminar Pemantauan Pencemaran Air Laut. Jakarta. Pethick, J. 1984. An Introduction to Coastal Geomorphology. Edward Arnold A Division of Hodder and St.Oughten. London. Purbonegoro, T. 2005 Pengaruh Logam Berat Kadmium (Cd) terhadap perkembangan Jumlah Sel Mikroalga Isochrysis sp. Skripsi. Fakultas Biologi. Universitas Nasional Jakarta. Jakarta. Rand, G. M dan S. R. Petrocelli. 1985. Fundamentals of Aquatic Toxicology. Hemisphere Publishing Corporation. Bristol. Rahman, A. A. 2008. Sebaran Menegak Konsentrasi Pb, Cu, Zn, Cd, dan Ni di Sedimen Pulau Pari Bagian Utara Kepulauan Seribu. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 55h. Redaksi. 2000. Undang-undang Lingkungan Hidup dan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Tahun 2000. CV. Tarnita Utama. Jakarta. Redaksi. 2009. Gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Diunduh dari http ://www.pulauseribu.net [ 1 Maret 2009]. Rittmann, B. E. and P. L. McCarty, 2001. Environmental Biotechnology: Principles and Applications. Hal .705. New York, NY : McGraw-Hill. Rusyani, 2001. Pengaruh Dosis Zeolit yang berbeda terhadap pertumbuhan Isochrysis galbana klon Tahiti dalam Skala Laboratorium dalam Media Komersil. Skripsi. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sanusi, H. S. 2006. Kimia Laut : Proses Fisika-Kimia dan Interaksinya dengan Lingkungan in T. Prartono (ed.). Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Shirley, L. H. 1987. Penuntun Praktis Geotekhnik dan Mekanika Tanah (Penyelidikan Lapang dan Lab). NOVA. Bandung. Supriharyono, H. E. 2002. Pelestarian dan Pengelolaan Sumber Daya Alam di Wilayah Pesisir Tropis. P.T Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Suwarti, H. 2007. Pengaruh Sedimen Laut Jawa terhadap Pertumbuhan Tetraselmis sp. Skripsi. Fakultas Biologi. Universitas Nasional Jakarta. Jakarta. Wood, M. S. Subtidal Ecology. Edward Arnold Pty Limited. Australia.
54 Zabbey, N. , F. O. Nwadukwe. , dan S. N. Deekae. 2007. Effect of crude petroleum oil (Boony Light) on the survival of the Fry of African Catfish, Clarias gariepinus, FRY. African Journal of Applied Zoology and Enviromental Biology. Vol 9 : 20-25. Zhu, M., S. Chen, R. Li., X. Mu., R. Liu., B. Li., X. Li., Z. Liu dan J. Wang. 1999. Effect of oil production on marine pelagic ecosystem : a mesocosm study. Proceedings of Japan- China Workshop.
55
L A M P I R A N
56 Lampiran 1. Alat dan Bahan Penelitian
Keterangan : A. Kultur Isochrysis sp. hari ke 1 B. Haemocytometer C. Larutan Walne + EDTA D. pH meter E. DO meter
57 Lampiran 2. Skema tabung perlakuan dalam proses bioremediasi skala mesoskom di perairan pulau Pari
C1
C2
C3
C4
C5
C6
Lapisan 5
20 cm
Lapisan 3
Lapisan 1
58 Lampiran 3. Penempatan sumur buatan di perairan pulau Pari, DKI Jakarta.
(Sumber : Laboratorium Mikrobiologi, P2O LIPI)
59 Lampiran 4. Perhitungan jumlah sel Isochrysis sp. menggunakan haemocytometer
Hemocytometer grid: Kotak merah = 1 mm2, 100 nl Kotak Hijau = 0.0625 mm2, 6.25 nl Kotak Kuning = 0.04 mm2, 4 nl Kotak biru = 0.0025 mm2, 0.25 nl dengan kedalaman 0.1 mm.
60 Lampiran 5. Contoh Overlying Water Sedimen Contaminant yang digunakan
Keterangan : A. Sedimen dari Perlakuan 1 (C1) B. Sedimen dari Perlakuan 2 (C2) C. Sedimen dari Perlakuan 3 (C3) D. Sedimen dari Perlakuan 4 (C4) E. Sedimen dari Perlakuan 5 (C5) F. Sedimen dari Perlakuan 6 (C6)
61 Lampiran 6. Langkah Kerja ekstraksi kandungan TPH (Total Petroleum Hydrocarbon) dengan menggunakan TPH Analyzer
1. Pastikan power stavol ”input” maupun ”output” dalam posisi ”ON” 2. Tekan tombol “ON” pada bagian belakang alat untuk operasionalnya. 3. Proses “warming up” pada “Oil Content Analyzer” berlangsung selama ± 45 menit 4. Kalibrasi batas bawah dilakukan menggunakan ”Solvent H-997” : a. ”Solvent H-997” dimasukkan kedalam cuvet sampai tanda tera, dibersihkan menggunakan tissue dan masukkan kedalam ”Oil Content Analyzer” b. Tekan tombol “MEAS” c. Setelah display stabil, tekan tombol “ESC” d. Tekan tombol “ZERO CAL” sehingga display menunjukan angka 0.00 5. Kalibrasi batas atas dilakukan menggnakan “200 ppm Standard Solution” : a. ”Standard Solution” dimasukkan kedalam cuvet sampai tanda tera, dibersihkan menggunakan tissue dan masukkan kedalam ”Oil Content Analyzer” b. Tekan tombol ”MEAS” c. Setelah display stabil dan menunjukkan nilai ± 200, tekan tombol ”ESC” d. Tekan tombol ”SPAN CAL” 6. Setelah kalibrasi, dilakukan proses pengukuran kadar minyak : a. Cuvet dibilas menggunakan ”Solvent H-997” sehingga bersih (bekas bilasan ditampung pada wadah khusus ”waste”) b. Cuvet dibilas menggunakan larutan sampel yang akan diukur (bekas bilasan ditampung pada wadah khusus ”waste”) c. Sampel dimasukkan pada cuvet sampai tanda tera dan dibersihkan menggunakan tissue d. Cuvet yang berisi sampel tersebut dimasukkan kedalam TPH analyzer e. Tekan tombol ”MEAS” f. Setelah display stabil, tekan tombol ”ESC” g. Nilai yang pertama muncul dicatat sebagai kandungan minyak pada larutan sampel dalam (dalam mg/lt) 7. Sampel yang telah diukur diambil dan dimasukkan kembali kedalam wadah sampel semula 8. Cuvet yang telah digunakan dibilas menggunakan ”Solvent H-977” sehingga bersih.
(Sumber : Laboratorium Mikrobiologi P20 LIPI Ancol, Jakarta)
62 Lampiran 7. Data Sheet pengukuran pertumbuhan fitoplankton dengan menggunakan Sedimen terkontaminasi selama 96 jam
PHYTOPLANKTON GROWTH TEST
TEST SPECIES Dillution Water Test Date Project Name Test Volume Initial Density Test Material
: Isochrysis sp. : Seawater +EDTA : 6 April 2009 : Sedimen contaminant : 100 ml : 10000 sel/ml : Sedimen terkontaminasi
Sedimen
Replika
Rata rata
control
A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C
107 104.25 101.5 133.75 106.25 102.5 118.3 90.5 88.75 101.75 106.5 102 96.25 100 97.5 117.75 100 70.75 37.75 38.5 42.75 107.75 90.75 101 99 98.5 96 58 56.25 41.75
C1P1
C1P3
C1P5
C2P1
C2P3
C2P5
C3P1
C3P3
C3P5
Rata rata Perlakuan 104.25
I%
S%
-
-
114.167
9.51271
99.183
4.85659
103.4167
0.79933
97.9167
6.07511
96.9167
1.91106
39.667
61.9501
99.83
4.23981
97.83
6.15827
52
50.1199
63 C4P1
C4P3
C4P5
C5P1
C5P3
C5P5
C6P1
C6P3
C6P5
A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C
98 94.75 88.75 86 87.75 104.5 44.75 52.75 53 91.75 113.75 104.25 102.25 100 100 48.75 54.5 50.25 94.5 91.75 93.75 61 90 86.75 108.75 81 92.75
93.83
9.9952
92.75
11.0312
43.5
58.2734
103.25
0.95923
100.75
3.35731
51.167
50.9189
93.3
23.9808
79.25
23.9808
94.1667
9.67223
64 Lampiran 8. Baris program TOXSTAT dan ICPIN untuk sedimen terkontaminasi
Untuk lapisan 1. sed E (1) File: sed e (1)
Transform: LOG BASE 10(Y)
Shapiro Wilks test for normality -----------------------------------------------------------------------------D=
0.017
W=
0.952
Critical W (P = 0.05) (n = 21) = 0.908 Critical W (P = 0.01) (n = 21) = 0.873 -----------------------------------------------------------------------------Data PASS normality test at P=0.01 level. Continue analysis.
b. Tes homogenitas (uji Barlett) dengan menggunakan TOXSTAT sed E (1) File: sed e (1)
Transform: LOG BASE 10(Y)
Bartletts test for homogeneity of variance -----------------------------------------------------------------------------Calculated B statistic = 12.09 Table Chi-square value = 16.81 (alpha = 0.01) Table Chi-square value = 12.59 (alpha = 0.05) Average df used in calculation ==> df (avg n - 1) = 2.00 Used for Chi-square table value ==> df (#groups-1) = 6 -----------------------------------------------------------------------------Data PASS homogeneity test at 0.01 level. Continue analysis.
65 Lampiran 8 (lanjutan)
c. Uji Dunnet (karena bersifat homogen dan menyebar normal) sed E (1) File: sed e (1)
Transform: LOG BASE 10(Y)
DUNNETTS TEST - TABLE 1 OF 2 Ho:Control
Untuk lapisan 3 a. Tes normalitas (Shapiro- Wilks) dengan menggunakan TOXSTAT. sed e (3) File: sed E(2)
Transform: LOG BASE 10(Y)
Shapiro Wilks test for normality -----------------------------------------------------------------------------D=
0.057
W=
0.948
Critical W (P = 0.05) (n = 21) = 0.908 Critical W (P = 0.01) (n = 21) = 0.873 -----------------------------------------------------------------------------Data PASS normality test at P=0.01 level. Continue analysis.
66 Lampiran 8. (Lanjutan)
b. Tes homogenitas (uji Barlett) dengan menggunakan TOXSTAT sed e (3) File: sed E(2)
Transform: LOG BASE 10(Y)
Bartletts test for homogeneity of variance -----------------------------------------------------------------------------Calculated B statistic = 18.95 Table Chi-square value = 16.81 (alpha = 0.01) Table Chi-square value = 12.59 (alpha = 0.05) Average df used in calculation ==> df (avg n - 1) = 2.00 Used for Chi-square table value ==> df (#groups-1) = 6 -----------------------------------------------------------------------------Data FAIL homogeneity test at 0.01 level. Try another transformation. NOTE: If groups have unequal replicate sizes the average replicate size is used to calculate the B statistic (see above).
c. Uji Wilcoxon sed e (3) File: sed E(2)
Transform: LOG BASE 10(Y)
WILCOXON RANK SUM TEST W/ BONFERRONI ADJUSTMENT Ho:Control
67 Lampiran 8. (Lanjutan)
Untuk lapisan 5 a. Tes normalitas (Shapiro- Wilks) dengan menggunakan TOXSTAT.
sed e (5) File: sed (5)
Transform: LOG BASE 10(Y)
Shapiro Wilks test for normality -----------------------------------------------------------------------------D=
0.028
W=
0.964
Critical W (P = 0.05) (n = 21) = 0.908 Critical W (P = 0.01) (n = 21) = 0.873 -----------------------------------------------------------------------------Data PASS normality test at P=0.01 level. Continue analysis.
B Tes homogenitas (uji Barlett) dengan menggunakan TOXSTAT sed e (5) File: sed (5)
Transform: LOG BASE 10(Y)
Bartletts test for homogeneity of variance -----------------------------------------------------------------------------Calculated B statistic = 9.58 Table Chi-square value = 16.81 (alpha = 0.01) Table Chi-square value = 12.59 (alpha = 0.05) Average df used in calculation ==> df (avg n - 1) = 2.00 Used for Chi-square table value ==> df (#groups-1) = 6 -----------------------------------------------------------------------------Data PASS homogeneity test at 0.01 level. Continue analysis. NOTE: If groups have unequal replicate sizes the average replicate size is used to calculate the B statistic (see above).
68 Lampiran 8. (Lanjutan)
c. Uji Dunnets
sed e (5) File: sed (5)
Transform: LOG BASE 10(Y)
ANOVA TABLE -----------------------------------------------------------------------------SOURCE DF SS MS F -----------------------------------------------------------------------------Between 6 0.564 0.094 47.000 Within (Error) 14 0.028 0.002 -----------------------------------------------------------------------------Total 20 0.591 -----------------------------------------------------------------------------Critical F value = 2.85 (0.05,6,14) Since F > Critical F REJECT Ho:All groups equal
sed e (5) File: sed (5)
Transform: LOG BASE 10(Y)
DUNNETTS TEST - TABLE 1 OF 2 Ho:Control
69 Lampiran 9. Baris Program dengan menggunakan ICPIN
d. Tes IC50 dengan menggunakan ICPIN *** Inhibition Concentration Percentage Estimate *** Toxicant/Effluent : Sedimen Lapisan 5 Test Start Date: 6 April 2009 Test Ending Date : 10 April 2009 Test Species: Isochrysis sp Test Duration: 96 jam DATA FILE: gheIC.icp ----------------------------------------------------------------------Conc. Number Concentration Response Std. Pooled ID Replicates Means Dev. Response Means ----------------------------------------------------------------------1 3 0.900 103.417 2.673 103.417 2 3 9.600 94.167 13.929 94.167 3 3 30.100 52.000 8.920 52.000 4 3 31.000 51.167 2.983 51.167 5 3 35.900 50.167 4.693 50.167 6 3 50.200 39.667 2.696 39.667 ----------------------------------------------------------------------The Linear Interpolation Estimate: 30.4150 Entered P Value: 50 ----------------------------------------------------------------------Number of Resamplings: 80 80 Resamples Generated The Bootstrap Estimates Mean: 31.4057 Standard Deviation: 2.7439 Original Confidence Limits: Lower: 28.2418 Upper: 37.6370 Expanded Confidence Limits: Lower: 25.8512 Upper: 45.5812 Resampling time in Seconds: 0.06 Random_Seed: -142988946
*** maka dapat dilihat bahwa berpengaruh signifikan adalah pada lapisan 5 dengan perlakuan NOEC dan LOEC adalah pada perlakuan C6 dan C3. Nilai IC50 diperoleh dengan menggunakan konsentrasi TPH sisa yang terdapat dalam sedimen dan nilai IC50 sebesar 30.4150 mg/l.
70
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 Juli 1987 dan merupakan putri pertama pasangan Atang Solihin dan Ina Nurhaeni serta merupakan cucu pertama dari keluarga besar E. Nana Karnasuma, B.A. Masa pendidikannya dihabiskan di Kota Bogor sejak SD hingga perguruan tinggi. Sekolah Dasar Negeri (SDN) Panaragan Kidul III Kota Bogor dijalani hingga tahun 1999 dan dilanjutkan ke SLTP Negeri 5 Bogor hingga tahun 2002. Jenjang pendidikan selanjutnya dilakukan di SMU Negeri 4 Bogor selama periode 2002-2005 dan lulus dengan nilai yang memuaskan. Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor dengan jalur USMI dan pada tahun 2006 resmi diterima sebagai mahasiswi Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama berkuliah di IPB, penulis pernah aktif menjadi asisten beberapa praktikum kuliah antara lain Oseanografi Umum pada periode 2007-2009 dan Ekologi Perairan periode 2007-2008. Penulis juga aktif dalam organisasi mahasiswa Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA) IPB. Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, penulis melaksanakan penelitian dengan judul PENGARUH SEDIMEN
BERMINYAK TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROALGA Isochrysis sp.